Anda di halaman 1dari 12

Psikologi Lintas Budaya

Turun Kasta “Nyerod”


yang Bertentangan dengan
Sistem Patrilineal
Kelompok 5:
Antonia Dian 2307044006
Aditya Rizki 2307044013
Tri Widya Nengsih 2307044029
Olivia Ayuningrum 2307044030
Hanifah 2307044032
Pendahuluan
Permasalahan lokalitas tentang adat atau tradisi seolah-olah memiliki daya tarik
tersendiri bagi para pengarang etnik Bali sehingga tidak pernah tuntas untuk
dibicarakan dan dikritisi dalam karya sastra. Permasalahan lokalitas Bali yang
kerap diperbincangkan para Pengarang dalam karya sastra adalah tentang hukum
adat Bali (Putra, 2008).

Dalam praktiknya hukum adat Bali masih menyisakan banyak celah


sehingga manimbulkan persepsi ketidak adilan bagi sebagian
kalangan. Sebut saja hukum adat Bali tentang sistem perkawinan antar
kasta, sistem pewarisan, dan sanksi sosial kesepekan masih
menyisakan banyak perdebatan yang belum tuntas (Kadek et al, 2019)
Masyarakat Bali menganut sistem Patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan laki-laki
(Budiana, 2014). Artinya, kasta seseorang ditentukan berdasarkan kasta kepala rumah
tangga atau pihak laki-laki. Jika seseorang perempuan menikah dengan laki-laki
berkasta lebih tinggi, maka derjat perempuan itu akan naik. Sebaliknya, jika mereka
menikah dengan laki-laki berkasta lebih rendah, ia akan turun kasta “Nyerod”. Seperti
yang terjadi pada perempuan Hindu di India (Deviga & Visalakshi, 2020) pernikahan
turun kasta bagi perempuan Hindu-Bali mengakibatkan kehilangan hak-hak sosialnya,
apa pun status dan tingkat pendidikannya.

Masyarakat Bali memiliki kebiasaan yang sudah terwarisi secara geneologis


perihal tuduhan yang disematkan kepada perilaku “Nyerod” yang dianggap
telah menodai keharmonisan keluarga, sehingga perlu mengembalikan
kestabilan mellaui sebuah ritual upacara yang disebut “Pattiwangi”. Hal ini
didasarkan oleh nilai-nilai religious magis sehingga sulit untuk dihilangkan
(Sadnyini, 2016).
Beberapa penelti sudah dikaji oleh beberapa peneliti terkait aspek
yang menjadi fokus kajian dalamriset-riset tersebut meliputi
masalah konflik psikologis yang mereka alami akibat perubahan
status sosial (Alandari & Mutia, 2019) dan kesejahteraan
psikologis mereka setalah menikah dan turun kasta (Arisandi,
2015).

Hasil wawancara pada penelitian Devi, et al (2016) mengungkap


Nyerod juga berpotensi menimbulkan masalah psikologis.
Hilangnya beberapa hak sosial merusak prospek kehidupan
perempuan “Nyerod”. Beban ini menuntut beberapa perempuan
melakukan penyesuaian diri secara ganda, yaitu adaptasi pada
status baru di dalam lingkungan keluarga dan adaptasi pada
kondisi turun kasta.
Penyesuaian diri menjadi permasalahan umum yang
ditemui. Fatimah (2010) mengungkapkan bahwa
aspek penyesuaian diri antara lain penyesuaian diri
pribadi, penyesuaian diri ini dilakukan individu
dengan menerima diri sehingga tercapai hubungan
yang harmonis antara individu dan lingkungan.
Pembahasan
Jika seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum
ataupun terhadap kelompoknya, dan memperlihatkan sikap serta tingkah laku
yang menyenangkan berarti ia telah diterima oleh kelompok atau lingkungannya.
Dengan kata lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap
lingkungannya (Santrock, 2002).

Setelah menikah, orang harus menyesuaikan dirinya dengan


keluarga pasangan sebab menikah berarti menyatukan bukan
hanya dua individu tetapi juga dua keluarga. Sebelum
menikah, penyesuaian diri berarti memandang diri sendiri
dan masyarakat secara kolektivis (Santrock, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahardini & Tobing (2017)
memperlihatkan bahwa dalam melakukan penyesuaian diri para
perempuan Hindu-Bali yang nyerod dibagi menjadi lima aspek
penyesuaian diri, antara lain: penyesuaian diri pribadi dilakukan dalam
konteks hubungan dengan suami, penyesuaian sosial dengan keluarga
responden dilakukan dengan tetap berusaha menjalin hubungan baik,
penyesuaian sosial dengan keluarga suami dilakukan dengan berusaha
menerima dan bersikap baik, penyesuaian sosial dengan masyarakat
dengan melakukan rasionalisasi, dan harapan yang masih ingin dicapai
tidak ada karena sudah merasa bahagia dan tidak merasakan
diskriminasi lagi.
Saran
Keputusan menikah nyerod yang didasari dari diri sendiri
dan bukan paksaan tentu menjadi faktor utama yang
menjadi landasan kekuatan penyesuaian diri. Menerima
status baru dan konsekuensi sebagai perempuan nyerod
merupakan hal yang dilakukan seseorang untuk
memudahkan langkahnya menyesuaikan diri setelah
menikah. Selain itu penyesuaian dengan pasangan dan
penyesuaian finansial juga tak kalah penting. Faktor
pendukung penyesuaian diri perempuan nyerod adalah
adanya dukungan dan penerimaan baik dari keluarga asal
maupun keluarga suami.
Perempuan nyerod disarankan untuk tidak menganggap pandangan
buruk masyarakat, perasaan berdosa dan perasaan durhaka kepada
orang tua sebagai penghalang untuk menjadi seorang pasangan,
orang tua, dan individu yang lebih positif, berbahagia menjalani
kehidupan dengan keluarga, dan menciptakan lingkungan keluarga
yang suportif.

Masyarakat Bali sebaiknya mampu menerima dan memberi dukungan


kepada wanita yang mengalami peristiwa turun kasta. Dimana adanya
penerimaan serta dukungan positif dari masyarakat dapat membantu wanita
yang mengalami turun kasta membangun kesejahteraan psikologis ke arah
yang positif.
Daftar Pustaka
Alandari, K. J., & Muti'ah, T. (2019). Konflik psikologis wanita nyerod dalam
perkawinan adat di Bali. Jurnal Spirits, 10(1), 78–90.
https://doi.org/10.30738/spirits.v10 i1.6540
Arisandi, V. (2015). Psychological wellbeing pada perempuan Hindu Bali yang
mengalami turun kasta akibat perkawinan. Universitas Sanata Darma.
Devi, I., & Nurchayati. (2021). Penyesuaian Diri Perempuan Bali Turun Kasta.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 10(3), 368-390. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.23887/jish-undiksha.v10i3.34273
Deviga, S., & Visalakshi, B. (2020). The reflection of new woman in Manju
Kapur’s a married woman and home. Journal of Natural Remedies,
21(7), 176–181. https://www.jnronline.com/ojs/inde
x.php/about/article/view/420
Fatimah. (2010). Psikologi Perkembangan. Cetakan ke III. Bandung: Pustaka
Setia
Daftar Pustaka
Kadek, I., Dwipayana, A., Bagus, I., Bawa Adnyana, G., Pendidikan Bahasa, F., Seni, D., &
Pgri Bali, I. (2019). LEGITIMASI HEGEMONI HUKUM ADAT DALAM KARYA
SASTRA BERLATAR KULTURAL BALI. 176 | JURNAL ILMU BUDAYA, 7(2).
Mahardini, N. M., & Tobing, D. (2017). Perempuan Hindu-Bali nyerod dalam melakukan
penyesuaian diri. Jurnal Psikologi Udayana, 4(2), 390–398.
https://doi.org/https://doi.org/10.24 843/JPU.2017.v04.i02.p14
Putra, IN. Darma. 2008. Bali dalam Kuasa Politik. Denpasar: Arti Foundation.

Sadnyini, Ida Ayu. 2016. Sanksi Perkawinan Terlarang di Bali Dulu dan Kini.
Denpasar: Udayana University Press.

Santrock. (2002). Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup, terj. Jilid II.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santrock, J. (2018). Adolescence (17th ed.). McGraw-Hill Higher Education
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai