Anda di halaman 1dari 17

TEORI-TEORI PEMBELAJARAN

1. TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk kedalam tokoh kunci humanisme. Tujuan utama dari
humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia automomous. Dalam
humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik
adalah sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk
membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif.
Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan
internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap diri manusia
adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri.

2. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respon.

3. TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL

Teori Perilaku (Bandura) Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
memperoleh penguatan(reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan
perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam
kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada
seberapa jauh siswatelah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang
diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).

4. TEORI BELAJAR KOGNITIF AUSUBEL TEORI BELAJAR BERMAKNA

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses
belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa,
terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan
dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung
akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan
penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.

TOKOH TOKOH TEORI BELAJAR HUMANISME

1 Abraham Maslow (1908 – 1970)

2 Carl Ransom Rogers

3 Malcolm Knowles (24 Agustus 1913 – 27 November 1997)

Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970
dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh
bersaudara. Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan
kedua orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya amat menderita dengan
perlakuan orangtuanya, terutama ibunya. Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses
melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum
tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of
Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia
tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan
hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau
hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Dalam teori psikologinya, yakni semakin tinggi need. achievement yang dimiliki seseorang semakin serius ia
menggeluti sesuatu itu.

Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di LaJolla, California,
pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan
ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan.
Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh
gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang
psikologi klinis pada tahun 1931. Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society
for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan
tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal
dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The
Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada
fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari
American Psychological Society. Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya
sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas
permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar.
Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam
melakukan treatment kepada klien.

Malcolm Knowles (24 Agustus 1913 – 27 November 1997). Lahir di Montana , mendapat beasiswa ke
Harvard University di mana dia lulus dengan gelar BA tahun 1934. Pada 1940, ia diposisi Direktur Pendidikan
Dewasa di Boston YMCA, kemudian pada tahun 1946, dia sebagai Direktur Pendidikan Dewasa di YMCA.
Dari 1951-1959 ia menjabat sebagai direktur eksekutif dari Asosiasi Pendidikan Dewasa dari Amerika Serikat
dan diikuti itu PhD di University of Chicago. Pada 1959, dia menjadi profesor pada sebuah fakultas di Boston
University. Dia menjadi anggota dari Fakulti Pendidikan di North Carolina State University pada tahun 1974
untuk melengkapi akhir empat tahun akademis bekerja sebelum pensiun. Selama karirnya ia penulis lebih dari
230 artikel dan 18 buku. Malcolm Knowles dalam 2 publikasinya yang berjudul “The Adult Learner, A
Neglected Species” mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah
“Andragogi” makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno “aner”, dengan akar kata andr- yang berarti laki-laki, bukan anak
laki-laki atau orang dewasa, dan agogos yang bererti membimbing atau membina. Disamping itu, ada istilah
lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah “pedagogi”, yang ditarik dari kata “paid” artinya
anak dan “agogos” ertinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara harafiah “pedagogi”
berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk kedalam tokoh kunci humanisme. Tujuan utama dari
humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia automomous. Dalam
humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah
sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk
membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif.
Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan
internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap diri manusia
adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri. Menurut
Carl Rogers, teori belajar humanis :

a. Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
b. Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
c. Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2
subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
d. Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan
positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).

PENERAPAN TEORI HUMANISTIK DALAM PENDIDIKAN

Menurut Gage dan Berliner beberapa prinsip dasar dari pendekatan humanistit yang dapat kita guna
untuk mengembangkan pendidikan :

1. Murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui . Saat mereka telah
mengembangkan kemampuan untuk menganalisa apa dan mengapa sesuatu penting untuk mereka sesuai
dengan kemampuan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai yang dibutuhkan dan diinginkan,
mereka akan belajar dengan lebih mudah dan lebih cepat. Sebagian besar pengajar dan ahli teori belajar
akan setuju dengan dengan pernyataan ini, meskupun mereka mungkin akan tidak setuju tentang apa
tepatnya yang menjadi motivasi murid.
2. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan banyak pengetahuan. Dalam
kelompok sosial kita dewasa ini dimana pengetahuan berganti dengan sangat cepat , pandangan ini
banyak dibagi diantara kalangan pengajar, terutama mereka yang datang dari sudut pandang kognitif
3. Evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti untuk pekerjaan murid. Penekanan disini adalah
pada perkembangan internal dan regulasi diri. Sementara banyak pengajar akan setuju bahwa ini adalah
hal yang penting, mereka juga akan mengusung sebuah kebutuhan untuk
mengembangkan kemampuan murid untuk berhadapan dengan pengharapan eksternal. Pertemuan
dengan pengaharapan eksternal seperti ini menghadapkan pertentangan pada sebagian besar teori
humanistik.
4. Perasaan adalah sama penting dengan kenyataan . Banyak tugas dari pandangan humanistik seakan
memvalidasi poin ini dan dalam satu area, pengajar yang berorientasi humanistik membuat sumbangan
yang bererti untuk dasar pengetahuan kita.
5. Murid akan belajar dengan lebih baik dalam lingkungan yang tidak mengancam. Ini adalah salah satu
area dimana pengajar humanistik telah memiliki dampak dalam praktek pendidikan. Orientasi yang
mendukung saat ini adalah lingkungan harus tidak mengancam baik secara psikologis, emosional dan
fisikal. Bagaimanapun, ada penelitian yang menyarankan lingkungan yang netral bahkan agak sejuk
adalah yang terbaik untuk murid yang lebih tua dan sangat termotivasi. Menurut aliran humanistik, para
pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum
untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan ini.

Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk
lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan
memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk
belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru
adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhank-ebutuhan yang lebih tinggi, bukan
sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan
metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga
masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam
pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Para pendidik hanya membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-
potensi yang ada dalam diri mereka. Teori ini cocok untuk di terapkan pada materi – materi yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena social. Indikator
keberhasilan dari teori ini adalah : Siswa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola
pikir siswa, serta meningkatnya kemauan sendiri.

Menurut teori ini ciri-ciri guru yang baik adalah yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis,
mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Mampu mengatur ruang kelads lebih terbuka dan
mampu menyesuaikannya pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa
humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang
menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi
(negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.

A. Teori Koneksionisme Thorndike : Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari
kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang
tidak dapat diamati.
B. Teori Conditioning Watson : Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
(observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak
perlu diperhitungkan.
C. Teori Conditioning Edwin Guthrie : Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin
diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan,
agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam
stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
D. Teori Operant Conditioning Skinner : Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah
laku. Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon
serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran
yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.Dari eksperimen yang
dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya :

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun
tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

E. Teori Systematic Behavior Clark Hull

Dalam teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting
dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-
macam bentuknya.

F. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu
sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif
individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif
individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4)
formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.
James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material
into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan
akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK:
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini
dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan
dengan responnya.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi.
APLIKASI DASAR :
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang
menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran
mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan
evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan
tugas belajarnya.

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang
terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain
yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah
apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Kurikulum Pendidikan Geografi
25 Februari 2015 oleh Syafri Anwar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Hakikat Kurikulum

Ibarat sekelompok pendaki gunung, untuk mencapai tujuannya ke puncak cita-cita, ada rencana yang matang ,
ada cara yang akan dilakukan, dan ada target yang akan dicapai. Rencana berkaitan dengan berbagai persiapan
mendaki, persiapan perlengkapan seperti sepatu untuk mendaki, pakaian, obat-obatan, makanan, air minum,
dan persiapan lainnya. Selain itu adalagi perencanaan fisik, psikis, dan teknik. Perencanaan fisik berkaitan
dengan kesehatan, psikis berkaitan dengan mental/ tekad pantang menyerah untuk sampai ke puncak gunung,
dan persipan teknik berkaitan dengan cara mendaki, berjalan, dan seterusnya. Sedangkan target adalah sampai
dan berada di puncak gunung tersebut. Jika perencanaan tidak jelas, teknik mendaki tidak dipahami, terget tidak
pasti, tentu pendakian akan gagal, dan sia-sialah semua pengorbanan yang telah dikeluarkan.Kegiatan seperti
cerita di atas adalah cerita tentang kurikulum, dalam dunia pendidikan namanya kurikulum pendidikan.

Sehubungan dengan contoh di atas, seorang pakar kurikulum Zais (1976) mengatakan kurikulum ibarat sebuah
lapangan tempat berpacu yang di dalamnya terdapat beberapa unsur penting. Unsur tersebut antaralain; ada
garis start, ada lapangan pacu untuk bertanding, dan ada garis finish tempat di mana perlombaan berakhir.
Sebelum seseorang bertanding ia membuat perencanaan matang terlebih dahulu, upaya apa yang mesti
dilakukan, bagaimana teknik berapacu, dan sampai ke tujuan (garis finish) dengan selamat, lalu memenangkan
perlombaan.

Kurikulum pendidikan pada prinsipnya mirip dengan contoh-contoh di atas. Kurikulum pendidikan
berhubungan dengan langkah-langkah yang hendak dilalui dalam suatu proses pembelajaran, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, penentuan metode pembelajaran, sampai pada penentuan target pembelajaran, dan
menilai apakah tujuan itu sudah tercapai atau belum. Jika perencanaan pembelajaran tidak jelas, metode dan
teknik tidak dimiliki, dan tujuan akhir tidak pasti, tentu hasil yang diharapkan dari peserta didik tidak akan
pernah terwujud.

Manusia hidup juga demikian, setiap pribadi ada kurikulumnya yaitu kurikulum kehidupan. Ada perencanaan,
ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan atau ikhtiar, ada arah yang hendak dituju yaitu cita-cita. Setiap akhir dari
sebuah pekerjaan ada pula evaluasinya yaitu evaluasi diri. Jika hidup tidak memiliki perencanaan, tidak jelas
apa yang mau dilakukan, tentu akhir hidup juga menjadi tidak jelas.

1. Pengertian

Kata kurikulum berasal dari kata currere (Latin), artinya lapangan perlombaan atau track untuk sebuah
perlombaan (Dakir, 2004). Pengertian lapangan lomba adalah pengertian tersirat, yang mengibaratkan di
lapangan itu ada garis start, ada jalur pacu, dan ada garis finish. Dalam pembelajaran artinya kurang lebih; ada
rencana, ada proses, dan ada tujuan. Jadi kurikulum dalam pembelajaran adalah seperangkat rencana
pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan. Pengertian kurikulum secara lebih luas dapat diatikan
berdasarkan sudut pandang. antaralain; kurikulum sebagai program (curriculum as the program of studies),
kurikulum sebagai isi pembelajaran (curriculum as course content), kurikulum sebagai kumpulan bahan ajar,
kurikulum sebagai rencana pembelajaran untuk tindakan pembelajaran, dan kelima kurikulum sebagai
pengalaman belajar (learning experience).
2. Fungsi Kurikulum

Kurikulum banyak fungsinya, bagi guru, bagi sekolah, bagi siswa. Masing-masing fungsi tersebut akan dibahas
pada bagian berikut.

Pertama fungsi bagi guru, sebagai pedoman untuk menuntun langkah-langkah pembelajaran. sebelum memulai
pembelajaran guru menyiapkan berbagai perangkatnya terlebih dahulu. Di dalam perangkat pembelajaran itu
terdapat bermacam variabel dan indikator yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Misalnya;
kompetensi inti dan sub kompetensi yang akan dikembangkan, materi pendukung, cara membelajarkannya atau
metode yang dipakai, alokasi waktu yang tersedia, buku yang digunakan, dan bentuk ujian yang akan
dilaksanakan. Jadi bagi guru kurikulum yang berfungsi sebagai panduan dalam proses pembelajaran, sehingga
guru bisa lebih fokus ke tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

Kedua, sekolah memiliki sejumlah tujuan, mulai dari tujuan yang lebih umum sampai pada yang lebih khusus.
Tujuan yang lebih umum dapat dilihat melalui visi sekolah, sedangkan yang lebih khusus dilihat dari misinya,
dan lebih spesifik lagi adalah dari program yang dirancang di setiap awal tahunnya. Dalam rangka pelaksanaan
dan pengembangan program sekolah, sekolah tentu memerlukan perencanaan matang agar terwujud apa yang
dicita-citakan. Kurikulum pembelajaran adalah salah satu bentuk perencanaan sekolah yang berfungsi sebagai
pedoman bagi sekolah tersebut untuk mncapai visi dan misinya.

Ketiga, diawal pembelajaran guru dan tenaga pendidik lainnya memberikan lembaran berupa silabus, satuan
pembelajaran, dan hand out kepada peserta didiknya, Didalam silabus dan satuan pembelajaran itu termuat
variabel dan indiakator pembelajaran, antara lain; kompetensi inti dan sub kompetensi, materi yang akan
dipelajari, cara guru membelajarkannya atau metode yang dipakai, alokasi waktu yang tersedia, buku yang
digunakan, dan bentuk ujiannya. Dengan adanya perangkat pembelajaran siswa mengetahui apa saja kegiatan
yang akan mereka lalui, misalnya selama dalam satu semester. Jadi kurikulum pembelajaran sangat penting
artinya bagi para peserta didik, karena ia berfungsi sebagai pedoman untuk menjalani proses pembelajaran yang
mereka tempuh.

Keempat, masyarakat memerlukan informasi yang jelas tentang kegiatan dan perkembangan suatu sekolah,
terutama sekolah yang berhubungan langsung dengan kepentingan mereka di mana anak-anak mereka belajar di
sekolah tersebut. Biasanya disetiap tahun ajaran baru orang tua siswa diminta datang ke sekolah untuk
menerima informasi tentang sekolah. Bagi sekolah yang berkomitmen tinggi, informasi tersebut disampaikan
secara tertulis, dalam bentuk selebaran, liflet, dan sebagainya. Ada pula sekolah memberikan rencana
pembelajaran yang akan diikuti siswa, misalnya untuk satu semester atau dua semester. Jadi, semua bentuk
program dan kegiatan sekolah ini ada kurikulum sekolah, yang berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat
khususnya orang tua dalam memantau penyelenggaraan pendidikan anak-anak mereka.

3. Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum tidak bisa lepas dari tujuan pendidikan nasional yaitu mewujudkan generasi yang bertaqwa
kepada Tuhan YME, bermoral dan berakhlak mulia, cerdas, dan memiliki keterampilan, (lengkapnya lihat UU
Sisdiknas Nomor 20/2003). Dalam tujuan kurnas akan tergambar kompetensi apa saja yang diharapkan dimiliki
oleh peserta didik, bagaimana melaksanakannya, dan bagaimana menentukan tergetnya. Tujuan pendidikan
secara regional memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan pendidikan secara lebih spesifik.
Tujuan kurikulum regional dapat saja disandingkan dengan tujuan lokal, yang kemudian dapat direalisasiskan
dalam bentuk mata pelajaran ‘’muatan lokal”. Mata pelajaran lokal pada tinggkat regional juga bisa berbeda,
maka ada pula mata pelajaran muatan lokal yang lebih spesifik lagi, sesuai dengan kultur, budaya, dan adat
istiadat yang berkembang di masyarkat tersebut. Di Sumatera Barat, siswa SD diajarkan bagaimana siswa tau
dan mengerti budaya dan adat istiadat Minangkabau, sehingga muncul mata pelajaran BAM (Budaya Alam
Minangkabau).

B. Sejarah
Dua tahun setelah merdeka pendidikan nasional sudah memiliki kurikulum pendidikan yaitu kurikulum 1947
dikenal dengan istilah leer plan (rencana pembelajaran). Kurikulum ini masih dipengeruhi oleh gaya pendidikan
belanda. Karakteristik kurikulum 1947 adalah memberi penekanan pada pembentukan karakter bangsa,
memupuk rasa nasionalis karena baru saja melepaskan diri dari sistem penjajahan. Pancasila dijadikan sebagai
azas pendidikan agar bangsa indonesia merasa tegak sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain yang sudah
merdeka. Realisasi kurikulum 1947 baru terwujud tahun 1950, dan bentuknya masih sangat sederhana. Struktur
kurikulum hanya dua saja yaitu; nama mata pelajaran dan jumlah jam pelajaran. Yang diutamakan adalah
pengembangan potensi non-kognitif seperti pendidikan budi pekerti, dan semangat berbangsa dan bernegara. Ini
berarti penilaian terhadap sikap, kepribadian dan perilaku siswa menjadi penting.

Tahun 1952 kurikulum 1947 berubah nama leer plan pembelajaran ke pembelajaran terurai. Ciri kurikulum
1952 adalah pembelajaran berbasis linkungan. Guru diminta menghubungkan materi pembelajarannya dengan
apa yang terjadi di lingkungan peserta didik. Ciri pembelajaran kontekstual sebagaimana yang diperkenalkan
saat ini secara pada prinsipnya sudah kelihatan pada kurikulum 1952 ini.

Pada tahun 1964 terjadi lagi pergantian kurikulum disebut kurikulum 1964. Kesadaran akan pentingnya
pengembangan komptensi afektif muncul lagi, hampir sama dengan kurikulum 1947. Penekanan pengembangan
kompetensi peserta didik tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1947 akan tetapi namanya berubah menjadi
kurikulum yang mengembangkan pancawardhana ( rasa, karsa, karya, dan moral). Dalam kurikulum 1964 ada
perimbangan pengembangan potensi siswa, pengembangan potensi otak (aspek kognisi) dan keterampilan
(psikomotorik). Model penilaian keterampilan dan penilaian proses mulai dibutuhkan, meskipun pada
kenyataannya penilaian aspek kognitif tetap lebih dominan.

Selanjutnya pengembangan kurikulum 1964 ke kurikulum 1968. Kurikulum 1968 memberi penekanan pada
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari. Pembelajaran yang berorientasi pengamalan nilai-nilai
afeksi menjadi perhatian penting oleh pemerintah. Tujuan pendidikan pada saat itu adalah membentuk manusia
pancasilais dan menujunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

Kurikulum berikutnya adalah kurikulum 1975. Kurikulum 1975 mengembangkan konsep satuan pembelajaran.
Setiap pokok bahasan memiliki rencana pembelajaran yang jelas yang di dalamnya terdapat dua tujuan
pembelajaran yaitu: 1) Tujuan Pembelajaran Umum (TIU), dan 2) Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK). Kedua
tujuan pembelajaran ini mirip dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang
dikembangkan di kurikulum 2006. Kedua tujuan tersebut harus jelas dalam perangkat pembelajaran termasuk
indikator pendukungnya seperti materi, metode, media yang digunakan, bentuk penilaian, dan buku sumber.
Penilaian diarahkan pada penggalian ranah kognitif siswa, sedikit sekali guru melakukan penilaian nonkognitif,
karena ada paradigma bahwa aspek psikomotorik itu bagiannya mata pelajaran olahraga dan seni, pelajaran
PKK, dan aspek afeksi itu di mata pelajaran Pancasila …

Sepuluh tahun kemudian kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984 atau kurikulum yang disempurnakan.
Kurikulum 1984 bertujuan memperbaiki kelemahan-kelemahan kurikulum sebelumnya , salah satunya adalah
dominasi guru yang begitu besar dalam pembelajaran siswa diposisikan sebagai obyek dalam pembelajaran.
Dalam kurilum 1984 posisi guru sebagai pemain utama beralih ke siswa dengan cara melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran secara lebih aktif, dan lebih mandiri. Cara pembelajaran ini terkenal dengan istilah Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Konsep pembelajaran siswa aktif pada kurikulum 1984 sebenarnya cukup bagus, akan tetapi prakteknya tidak
berjalan mulus. Cara belajar siswa aktif tanpa sadar dipahami dalam bentuk respon-respon gerak, siswa boleh
mondar mandiri melakukan sesuatu. Salah satu yang menonjol adalah, siswa disuruh mencatat sendiri, pada saat
guru menerangkan siswa disuruh mencatat, keberhasilan guru dilihat dari banyaknya catatan-catatan siswa.
Puncak dari kelemahan kurikulum 1984 adalah ketika masyarakat membuat plesetan kepanjangan CBSA
menjadi “Catat Buku Sampai A/habis”. Aspek yang dinilai tidak jauh beda dengan kurikulum sebelumnya, tetap
saja menjagokan persoalan-persoalan kognisi.
Kurikulum 1984 kemudian berubah ke kurikulum 1994. Kurikulum 1994 juga bertujuan pengembangan dari
kurikulum sebelumnya, di sini muncul ide untuk memadukan keunggulan kurikulum 1974 dan kurikulum 1994.
Pada periode ini materi pembelajaran tidak hanya di dominasi oleh materi yang sudah ditetapkan secara
nasional, tetapi juga ditambah dengan materi lokal dengan istilah muatan lokal (mulok). Setiap daerah diberi
kebebasan menentukan muatan lokalnya, seperti muatan lokal yang berorientasi adat istiadat/budaya, kesenian,
keterampilan daerah, dan bahasa. Sedangkan untuk sekolah-sekolah perkotaan lebih cenderung ke materi-materi
yang berbasis teknologi informasi, seperti kemampuan komputer dan internet.

Kurikulum 1994 ternyata juga memiliki sisi lemah, akibat dari penumpukan materi yang tanpa kendali maka
muatan kurilum menjadi overload. Klaim mata pelajaran A lebih penting dari mata pelajaran B dan C sering
terjadi. Karena adanya otonomi daerah, setiap daerah menjadikan hal-hal spesifiknya untuk dipelajari di bangku
sekolah. Mata pelajaran spesifik daerah ini kemudian diberi nama sebagai “muatan lokal (mulok)”. Jadi dapat
dikatakan bahwa kurikulum 1994 adalah kurikulum yang sangat padat materi.

Kurikulum 1994 juga memiliki kelemahan-kelemahan. Salah satunya adalah banyaknya beban materi yang
mesti dipelajari siswa. Ini berakibat orientasi pembelajaran dominan berorientasi kognisi. Bentuk penilaian yang
dikembang mengarah pada upaya penggalian aspek kognitif, sedangkan penilaian terhadap kompetensi
psikomotor dan afeksi siswa banyak terabaikan.

Kurikulum 1994 kemudian dikembangkan lagi menjadi kurikulum 2004. Kurikulum 2004 terkenal dengan
istilah KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Kurikukulum KBK memiliki 5 karakterisitik antara lain: 1)
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal, 2) berorientasi pada
hasil belajar dan keberagaman, 3) menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, 4) Sumber belajar
bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, 5) Penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Dalam KBK penilian
yang variatif sudah makin kelihatan. Meskipun penilaian masih cenderung berorientasi ke panilaian aspek
kognisi tetapi penilaian aspek psikomotor dan afeksi sudah menjadi semakin penting.

Kurikulum 2004 dianggap masih ada kelemahan, salah satu kelemahan kurikulum berbasis kompetensi adalah
tidak sinkronnya antara cita-cita dengan harapan. Cita-cita untuk menggali potensi jamak siswa dengan
penilaian yang variatif pada kenyataannya masih tetap berorientasi hasil, dimana nilai aspek kognitif tetap saja
sebagai penilaian pokok. Kurikulum (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar
pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan.

Dalam kurikulum KTSP guru diberi kesempatan yang lebih luas untuk melaksamakan proses pembelajarannya
sesuai dengan konteks lingkungan dimana siswa belajar. Kompetensi dasar serta standar-standar kompetensi
sudah dutetapkan pemerintah, sementara guru boleh melakukan perubahan-perubahan pembelajaran sepanjang
tetap berada dalam KD dan SK yang melingkupinya. Dengan kata lain, pengembangan perangkat pembelajaran
seperti RPP, silabus, hand otu dilaksanakan oleh sekolah bersama majlis gurunya di bawah koordinasi dinas
pendidikan Kabupaten /Kota Kurikulum KTSP dinilai masih ada kelemahan di antaranya; 1) masih berorientasi
kognisi, 2) sarat jam dan mata pelajaran, (3) materi yang diajarkan saling terpisah atau parsial. Untuk itulah
kemudian lahir kurikulum 2013. Karena informasi tetantang kurikulum 2013 sangat diperlukan dan berdampak
terhadap sistem penilaian maka penjelasannya perlu disampaikan secara terpisah dan lebih utuh seperti berikut
ini.

Landasan yuridis tentang pelaksanaan kurikulum 2013 adalah peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan
nomor 54 tahun 2013 tentang standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah. Kompetensi lulusan
yang dimaksud adalah kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Jika dihubungkan dengan beberapa
landasan teoretik sebelumnya secara prinsip sasaran pengembangan kompetensi peserta didik tidak berbeda
dengan cita-cita pengembangan kompetensi dalam kurikulum sebelumnya. Pengembangan itu tetap saja pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dalam kurikulum 2013 sistem pembelajaran yang dikembangkan adalah pembelajaran yang membantu peserta
didik mampu mengembangkan semua komptensi yang ia miliki, kompetensi afeksi, kognisi dan psikomotor.
Satu topik materi diharapkan mampu mengembangkan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik. Misalnya di SMP kelas VIII siswa belajar tentang flora dan fauna di Indonesia. Aspek sikap dalam materi
ini adalah ketika tenaga pendidik menjelaskan tentang pentingnya memelihara kelangsungan hidup binatang dan
tumbuhan mulai dari lingkungan sendiri, sampai ke lingkungan di luar rumah. Aspek pengetahuannya, peserta
didik mengetahui jenis tumbuhan yang hidup di wilayah Indonesia, mengetahui perbedaan fauna Asiatis,
Australiatis, dan fauna peralihan. Aspek keterampilanya ketika tenaga pendidik menugaskan siswa untuk
membuat peta penyebaran flora dan fauna di Indonesia, dan hasil tugas tersebut adalah peta penyebaran fauna
dan flora Indonesia.

Untuk lebih jelasnya berikut ini dapat dilihat bagaimana keterpaduan tiga kompetensi dirancang dalam
kurikulum, sebagaimana tercantum dalam Permen Nomor 54/2013, tentang kompetensi siswa Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama-SMP/Madrasah Tsnawiyah-MTs, dan Sekolah Menengah
Atas-SMA/Madrasah Aliah-MA/Sekolah Menengah Kejuaruan-SMK. Yang perlu digaris bawahi bahwa
tuntutan kompetensi untuk masing-masing jenjang pendidikan tidak sama. Sesuai dengan tingkat umur dan
kematangan berpikir peserta didik di jenjang SD kompetensi yang diharapkan adalah pada aspek tingkah laku,
sedangkan aspek pengetauan tidak banyak. Sebaliknya di Perguruan Tinggi maka aspek pengetahuan yang lebih
banyak porsinya diterima mahasiswa.
STRATEGI PEMBELAJARAN GEOGRAFI
Posted on 28 Mei 2015 by Welcome to my blog , semoga bermanfaat ^_^

TEKNIK-TEKNIK MENDAPATKAN UMPAN BALIK

1. Memancing Aperepsi Anak Didik

Peserta didik adalah makhluk individual yang mempunyai keperibadian dengan ciri-ciri yang khas sesuai
dengan perkembangan dan pertumbuhannya. Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik sangat
mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya.

Kehidupan sosial di masyarakat tidak selalu sama, tetapi ada juga perbedannya. Perbedaan itu dapt di lihat dari
aspek tingkat usia, pekerjaan, tingkat kekayaan, pendidikan, sosiologis, geografis, profesi, dan sebagainya.
Dalam stratifikasi sosial yang demikian itulah anak didik hidup dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sikap,
prilaku, da pandangan hidup anak sangat dipenagruhi oleh lingkungan yang membentuknya.

Latar belakang kehidupan sosial peserta didik penting untuk diketahui oleh seorang guru. Sebab dengan
mengetahui latar belakang kehidupan sosial peserta didik dapat membantu guru untuk memahami karakteristik
peserta didik. Dalam belajar mengajar, pada saat yang tepat guru dapat memanfaatkan hal-hal yang menjadi
kesenangan peserta didik untuk diselipkan dalam melengkapi isi dari bahan pelajaran yang disampaikan. Tentu
saja pemanfaatannya tidak sembarangan, tetapi harus sesuai dengan bahan pelajaran. Dengan demikian peserta
didik mudah menyerap bahan yang bersentuhan dengan apresepsinya. Bahan pelajaran yang belum pernah
didapatakn dan masih asing baginya, mudah diserap bila penjelasannya dikaitkan dengan apresepsi anak.

Bahan apresepsi sangat membantu peserta didik dalam usaha mengolah kesan-kesan dari pelajaran yang
diberikan oleh guru. Penjelasan demi penjelasan dapat peserta didik cerna secara bertahap hingga jalan
pelajaran berakhir. Dengan begitu, seorang guru hedanknya jangan khawatir anak didk tidak menguasai bahan
pelajaran yang diberikan. Tapi yakinlah bahwa peserta didik dapat menguasa sebagian ata seluruh bahan
pelajaran yang telah diberikan dalam suata pertemuan. Dan pada akhirnya pengetahuan guru mengenai
apresepsi dapat memancing aktivitas belajar peserta didik secara optimal.

1. Memanfaatkan Taktik Alat Bantu yang Akseptabel

Bahan pelajaran adalah isi yang disampaikan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Bahan yang akan
disampaikan oleh guru brmacam-macam sifatnya, mulai dari yang mudah, sedang, sampai ke yang sukar.
Tinjauan menganai sifat bahan ii dikarenakan dalam setiap proses belajar mengajar berlngsung ada di antara
peserta didik yang kurang mampu mengolah bahan pelajaran dengan baik, sehingga pengertianpun sukar
didapakan. Selain itu faktor itelegensi dan sukar dipahami penjelasan guru juga menjadi faktor penyebabnya.
Untuk seorang guru yang kurang terbiasa berbicara dan kurang pandai dalam memilih kalimat serta kalimat
yang dapat mewakili isi pesan yang disampaikan dari setiap bahan pelajaran akan mengalami kesulitan untuk
mengantarkan anak didik menjadi orang yang paham atas bahan yang di ajarkan. Peserta didik yang menyadari
bahwa dirinya sukar menerima bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru, biasanya tidak atau kurang
memperhatikan pelajaran. Peserta didk cenderung menunjukan sikap acuh tak acuh atas apa yang disampaikan
guru. Sementara guru memeberikan pelajaran, peserta didik juga cenderung melakukan kegiatan lain.

Proses belajar mengajar yang kondusif adalah kondisi belajar mengajar yang menyenangkan. Guru yang hanya
mengajar, tanpa memperhatikan mengerti atau tidaknya peserta didik terhadap bahan pelajaran yang
disampaikan, akan mendapatkan reaksi yang negatif dari peserta didik. Peserta didik kurang senang, umpan
balik pun tidak terjadi. Guru yang menyedari akan kelemahannya dalam menjelaskan isi dari bahan pelajaran
yang disampaikan sebaiknya memanfaatkan alat bantu untuk membantu memperjelas isi dari bahan pelajaran.
Fakta, konsep atau prinsip yang krang dapat dijelaskan lewat kata-kata atau kalimat dapat diwailkan kepada alat
bantu untuk menjelaskannya. Dengan begitu, kelemahan metode ceramah tertutupi.

Alat bantu yang cocok dapat mengkonkretkan yang rumit seolah-olah menjadi sederhana. Walaupaun beitu ,
jangan sampa kehadira alat bantu yang lebih menarik anak didik dari pada pelajaran yang akan diberikan. Bila
hal ini terjadi, mak sebaiknya guru berusaha untuk mengalihkan perhatian anak didik ke bahan pelajaran yang
akan dijelaskan dengan memanfaatkan alat bantu. Di sisni alat antu digunakan sebagai taktik untuk
meningkatan kosentrasi peserta didik terhadap bahan pelajaran ang disampaikan, bukan sebagi tujuan bagimana
alat bantu itu dibuat. Tujuan belajar peserta didik bukan untuk mengetahui bagaimana guru membuatnya,
melaikan bagaimana anak didik dapat menguasai bahan pelajaran dengan tuntas.

Guru juga bisa menggunakan media, media disini berguna untuk memperjelas bahan pelajaran. Adapun tujuan
lain yang tidak kalah penting ddalam penggunaan media (alat bantu) adalah:

1. Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi lebih besar
2. Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh kehadapan peserta
3. Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit, berlangsung dengan cepat atau amat lambat menjadi lebih
sistematis dan sederhana.
4. Menampung sejumlah besar peserta untuk mempelajari materi pelajaran dalam waktu yang sama
5. Menyajikan benda atau peristiwa berbahaya kehadapan siswa
6. Meningkatkan daya tarik pelajaran dan perhatian siswa
7. Meningkatkan sistematika pengajaran

 Adapun manfaat dari penggunaan alat bantu/ media dalam pembelajaran adalah:

1. Untuk memperlancar interaksi antara guru dan siswa


2. Proses belajar menjadi lebih menarik
3. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
4. Jumlah waktu mengajar dapat dikurangi
5. Meningkatkan kualitas belajar siswa
6. Proses pembelajaran dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja
7. Menimbulkan sikap positif siswa terhadap proses pembelajaran
Penggunaan alat abntu tidak hanya berlaku untuk peserta didik SD/sederajat, tetapi dpat juga di lakukan di
tingkat SMP/sederajar, SMA/sederajat. Tetapi frekuensi penggunannya lebih banyak untuk anak didik
SD/sederajat, karena pada masa itu peserta didik masih berfikir konkret. Dengan demikian, alat bantu yang
akseptabel dapat dmanfaatkan sebagi tak tik yang jitu untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap
bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru. Umpan balik pun terjadi seiring dengan proses belajar anak didik
yang berkelanjutan.

1. Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat

Proses belajar mengajar dalah suatu proses yang dengan sengaja diciptakan untuk kepentingan peserta didk.
Agar peserta didik senangdan bergairah belajar, guru berusaha menyediakan lingkunga belajar yang kondusif
dengan memanfaatkan semua potensi kelas yang ada. Keinginan ini selalu ada pada setiap diri guru dimana pun
dan kapan pun. Hanya sayangnya, tidak seua keinginan guru terkabul, semuanya karena berbagai faktor
penyebab. Salah satu penyebabnya adalah motivasi. Motivasi mempunyai faktor penting dalam proses belajar
mengajar, tanpa moivasi apalah artinya peserta didik pergi ke sekolah. Misalnya untuk menganggu teman-
temannya, membuat keributan atau hanya demi mendapatkan uang saku. Peserta didik datang ke sekolah bukan
untuk itu, tetapi untuk belajar demi masa depannya.

Ketika seorag guru melihat perilaku peserta didik seperti itu, maka perlu di ambil langkah-langkah yang
daptmenimbulkan motivasi untuk peserta didik tersebut. Hanya dengan motivasilah peserta didik dapat bergerak
hatinya untuk belajar bersama-sama teman-temannya yang lain. Bila tidak, maka sia-sialah bahan pelajaran
yang guru sampaikan ketika itu. Dalam usaha membangkitkan gairah belajar peserta didik, ada enam hal yang
dapat dikerjakan oleh guru, yaitu:

 Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar.


 Menjelaskan secara konkret kepada peserta didk apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
 Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai peserta didik sehingga dpat merangsang untuk mendapat
prestasi yang lebih baik dikemudian hari.
 Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
 Membantu kesulitan belajar peserta didik secara individual maupun kelompok.
 Menggunakan metode yang bervariasi.

(Syaiful bahri Djamarah, 1994:38)

Kemudian ada beberapa bentuk motivasi yang dapat guru gunakan guna mempertahan minat pesrta didik
terhadap pelajaran yang diberikan. Bentuk-bentuk motivasinya,antara lan yaitu:

1. Memberi Angka

Angka yang dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar peserta didik. Angka yang
diberikan kepada peserta didik biasanya bervariasi sesuai hasil ulangan yang telah mereka peroleh dari hasil
penilaian guru. Angka merupakan alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan prestasi belajar mengajar. Apabila angka yang diperoleh peserta
didik lebih tinggi dari peserta didik lainnya, maka peserta didk cenderung untuk mempertahankannya. Berbagai
pertimbangan tentu lebih dahulu diperhatikan, betulkah hasil yang diperoleh peserta didik atas usahanya sendiri.
Di sini kearifan guru dituntut agar memberikan penilaian tidak sembaranagn, sehingga tidak merugikan peserta
didik yang betul-betul belajar.

1. Hadiah

Pemberian hadiah bisa diterapakan di sekolah. Guru dapat memberikan hadiah kepada peserta didik yang
berprestasi. Pemberian hadiah tidak mesti dilakukan pada waktu kenaikan kelas, pemberian hadiah bisa
dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat memberikan hadiah apa saja kepada peserta did yang
berprestasi dalam menylesaikan tugas, benar menjawab soal yang diberikan, dapat meningkatkan disiplin dalam
belajar, taat tertib sekolah, dan sebagainya. Keampuhan hadiah sebagai alat untuk mendapatkan umpan balik
dari peserta didik akan terasa jika penggunaannya tepat. Terlalu sering memberikan hadiah tidak dibenarkan,
sebab hal itu akan menjadi kebiassa yang kuramg menguntungkan kegiatan belajar mengajar. Dikhawatirkan
peserta didik giat belajar bila hasilkerjanya mendapatkan imbalan dari guru.

1. Pujian

Pujian adalah motivasi yang positif. Dalam kegiatan belajar mengajar, pujian dpat dimanfaatkan sebagai alat
motivasi, karena peserta didik juga manusia mereka senag di[uji. Guru dapat memakai pujian untuk
menyenangkan perasaan peserta didik. Peserta didik sangat senang bila mendapat perhatian dari guru. Pujian
dpat berfungsi untuk mengarahkan peserta didik kepada hal-hal yang menunjang tercapianya tujuan pengajaran.
Namun pujian juga haus sesuai dengan hasil kerja peserta didik. Jangan memuju secara berlebihan, pujian
berlebihan akan menimbulkan kesa oujian yang dibuat-buat. Pujian yang baik adalah pujian yang keluar dari
hati seorang guru secara wajar dengan maksud untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik atas jerih
payahnya dalam belajar.

1. Gerakan Tubuh

Gerakan tubuh dalam bentuk mimik yang cerah, dengan senyum, menganggguk, ancungan jelpol, tepuk tangan,
memberi salam, menaikan bahu, geleng-geleng kepala, dan lain-lan. Semua itu adalah sejumlah gerakan fisik
yang dpat memberikan umpan balik dari peserta didik. Gerakan tubuh merupakan penguatan yang dapat
membangkitkan gairah peserta didik, sehingga proses belajr mengajar lebih menyenangkan. Hal ini karena
terjadi interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik seiring untu mencapai tujuan pengajaran.

1. Memberi Tugas

Guru dapat memberikan tugas kepada peserta didik sebagai bagian yang tidak dpat terpisahkan dari tugas belajr
peserta didik. Peserta didik yang akan mendpat tugas dari guru setelah menerima bahan pelajaran, akan
memperhatikan penyampaian bahan pelajaran. Mereka berusaha meningkatkan perhaian dan konsentrasi yang
lebih terhadapa penjelasan yang guru sampaikan.

1. Memberi Ulangan

Ulangan adalah salah satu startegi yang penting dalam pengajaran. Sebab dengan ulangan yang diberikan
kepada peserta didik, guru ingin mengetahui sejauh mana hasil pengejaran yang telah dilakukannya (evaluasi
proses) dan sampai sejauh mana tingkat penguasaan peserta didik terhadap bahan yang telah dberikan dala
rentang waktu tertentu(evaluasi produk). Kepentingan lannya yaitu untuk mendapatkan umpan balik dari
peserta didik. Dalam kegiatan belajar mengajar, ulangan dapat guru manfaatkan untuk membangkitkan peserta
didik terhadap bahan yang diberikan dikelas.

1. Mengetahui Hasil

Dengan mengetahui hasil dari apa yang telah dilakukan oleh peserta didik, apa lagi hasilnya dengan prestasi
yang tinggi, dapat mendorong peserta didik untuk mempertahankannya, dan bahkan peserta didik berusaha
untuk meningkatkannya. Tetapi dengan memngetahui hasil juga bisa berdampak negatif bagi si peserta didik.
Anak didik yang mengetahui hasil kerjanya dengan nilai yang rendah akan merasa kecewa. Untuk itu seorang
guru disini di tuntut untuk menanankan sikap positif pada diri peserta didik agar tidak kecewa dengan prestasi
belajarnya yang rendah. Tetapi peserta didik sadar dan mengakui akan kesalahannya kemudian membinta
bimbingan guru agar kesalahannya tidak kembali terulang.

1. Hukuman

Hukuman disini yaitu hukuman yang sifatnya mendidik bukan hukuman yang bentuknya deskriminasi. Dalam
proses belajar mengajar, anak didik yang membuat keributan dapat diberikan sanksi untuk menjelaskan kembali
bahan pelajaran yang baru saja dijekaskan oleh guru. Sanksi segera dilakukan dan jangan di tunda, karena
tujuannya untuk mendapatkan umpan balik terhadap bahan pelajaran yang baru saja dijelaskan oleh guru.

1. Menggunakan Metode yang Bervariasi

Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar mengajar. Penggunaan metode
mengajar yang bervariasi dapat meningkatkan semanagat belajar peserta didik. Pada suatu kondisi tertentu
peserta didik merasa bosan dengan metode ceramah, disebabkan mereka harus dengan setia mendengarkan
penjelasn guru. Disaat kegiatan elajar sudah mulai terlohat membosankan, guru perlu mengganti dengan metode
lai, misalnya metode permainan, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya, baik kelompok ataupun individual.
Sehingga kebosanan dapat terobati menjadi suasana belajar yang menyenangkan.

Penggunaan metode yang bervariasi dapat menjembatani gaya-gaya belajar peserta didik dalam menyerap
bahan pelajaran. Umpan balik dari anak didik akan bangkit sejalan dengan penggunaan metode mengajar yang
sesuai dengan kondisi psikologis peserta didik. Maka penting memahami kondisi psikologis peserta didik
sebelum menggunakan metode mengajar guna mendapatkan umpan balik optimal dari setiap peserta didik.
 Macam-macam metode konvesional dalam pembelajaran antara lain :

1. Metode ceramah
2. Metode diskusi
3. Metode tanya jawab
4. Metode demonstrasi dan eksprimen
5. Metode resitasi
6. Metode kerja kelompok
7. Metode sosio-drama
8. Metode karya wisata
9. Metode drill
10. Metode sistim regu

Selain dari metode konvesional di atas, masih banyak metode yang dapat digunakan oleh guru guna
mendapatkan umpan balik dari bahan pelajaran yang diajarkan. Seperti metode active learning 101 cara belajar
siswa aktif karangan Melvin L. Silberman.

Anda mungkin juga menyukai