Anda di halaman 1dari 10

Tokoh-tokoh Humanistik

a. Arthur Combs
Arthur Combs et al (1974) dan kawan-kawannya menyatakan bahwa
apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami
dunia persepsi orang itu. Combs menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli
psikologi dalam memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku
manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut
pandangnya.
Apabila kita ingin merubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku
dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawan-
kawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak
lain hanyalah ketidak mauan seorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa
soswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini
sesungguhnya berarti bahwa siswa ini tidak mempunyai motivasi untuk
melakukan sesuatu dikehendaki oleh guru itu.
Apabila guru itu memberikan aktivitas lain, mungkin sekali siswa akan
memberikan reaksi yang positif1. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan
dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa
yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.

1
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa
untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs berpendapat banyak guru
membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila
subjek matter-nya disusun dan disajikan sebagaiman mestinya. Padahal “arti”
tidaklah menyatu pada subject matter itu; dengan kata lain di individulah
yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga penting yang
penting adalah bagimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh “arti
bagi pribadinya” dari subject matter itu: bagaimana siswa itu menghubungkan
subject matter itu dengan kehidupannya.
(“Princilpes of Instruction Design” oleh Robbert M. Gayne & Leslie J.
Briggs, halaman 212)
Combs memberikan lukisan “persepsi diri” dan “persepsi dunia” seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari “persepsi diri” dan lingkungan
besar (2) adalah “persepsi dunia”. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-
hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.
Sesungguhnya para ahli psikologi humanisme melihat dua bagian belajar,
yaitu diperoleh informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut2.
a. Pemerolehan informasi baru
Peserta didik akan tertarik dan bersemangat untuk belajar jika apa yang
dipelajari akan menjadi suatu informasi baru yang bermakna dan
bermanfaat bagi dirinya.

2
M.Dalyono.Psikologi Pendidikan.( Jakarta: Rineka Cipta, 2012 ) hlm 44
b. Personalisasi informasi baru
Informasi baru yang dipahami peserta didik itu bukan hasil transfer
langsung dari guru ke peserta didik. Peserta didik sendirilah yang mecerna
dan mengolah apa yang disampaikan oleh guru menjadi sesuaidan
bermakna. Atrinya informasi itu diperolehnya sendiri dan peserta didik
menjadi pemilik informasi tersebut. Peran guru disini adalah sebagai
pembimbing yang mengarahkan.
b. Abraham H. Maslow
Abraham H. Maslow adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi
humanisme. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali
terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang
penting didasrkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan
positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau
menghalangi pertumbuhan.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal :
1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa
yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke
arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti
rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan pa yang sudah ia miliki dan sebagainya.
Tetapi mendorong untuk maju kearah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, kearah kepercayaan diri mengahdapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh
hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti
kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Maslow, berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang
dimulai dari kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan
kebutuhan tertinggi. Kebutuhan tersebut terbagi dalam lima tingkatan yaitu:
a. Kebutuhan jasmaniah atau dasar (basic needs), seperti makan, minum,
tidur, dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan.
b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan kesehatan, keamanan
lingkungan, lapangan kerja, sumber daya, dan terhindar dari bencana.
c. Kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingnees needs), butuh cinta,
persahabatan, dan keluarga,kebutuhan menjadi anggota kelompok, dan
sebagainya.
d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), butuh kepercayaan diri, harga
diri, prestasi, dan penghargaan dari orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), moralitas, kreativitas,
dan ekspresi diri.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan pertama dengan satu
kebutuhan yang berikutnya (kebutuhan teratas). Keempat kebutuhan yang
pertama disebut deficiency neds (kebutuhan yang timbul karena kekurangan)
pemenuhan kebutuhan ini pada umumnyabergantung pada orng lain.
Sedangkan satu kebutuhan yang lain dinamakan growth needs (kebutuhan
untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang
tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada
terpenuhinyankebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk
mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana
cara aktualisasi diri ini tampil,tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah
kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan
untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam
proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinnya memperhatikan teori ini.
Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak
tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat
tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki
motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bias menyalahkan anak
atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses
tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk
tahu dan mengerti.bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan
makan pagi yang cukup, smalaman tidak tidur dengan nyenyak, atau ada
masalah pribadi/keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
c. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak
keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi
akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di
Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya
ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan
pada anak. Carl Rogers adalah ahli psikologi humanistic yang mempengaruhi
pendidikan dan yang mempunyai ide-ide yang mempengaruhi pendidikan dan
penerapannya.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis
buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap
mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua
tipe belajar, yaitu:
a. Kognitif (kebermaknaan)
b. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah


pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.

Dalam teorinya, klien diajak untuk memahami diri dan pada akhirnya
menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh dan lebih dapat menjadi
dirinya sendiri.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
 Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima
semua pengalaman dengan fleksibel sehingga timbul persepsi baru.
Dengan demikian ia akan banyak mengalami emosi (emosional) baik yang
positif maupun yang negative.
 Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan ekstansial dimana orang terbuka terhadap
pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan
selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respon atas
pengalaman selanjutnya.
 Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seorang membuka diri
terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku
menurut apa yang dirasakannya benar (timbul seketika dan intuitif)
sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan
sangat baik.
 Perasaan bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan
tanpa adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternative
pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa
secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya masa depan tergantung
pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa pada masa lampau sehingga ia
dapat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupanya dan merasa
mampu melakukan apa yang saja yang ingin dilakukanya.
 Kreatifitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada
organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki
kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif,
berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respon atas stimulus
kehidupan yang beraneka ragam disekitarnya.

a. Prinsip Belajar Humanistik Rogers


Calr R. Rogers merupakan ahli psikologi humanisme yang gagasan-
gagasnnya berpebgaruh terhadap pukiran dan praktek psikologi di semua
bidang, baik klinis, pedidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang
pendidikan , Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsis-prinsip belajar
humanisme.Dalam buku Freedom to Learn, Rogers mengemukakan prinsip-
prinsip belajar humanisme yang penting adalah sebagia berikut :
 Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
 Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
 Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
 Tugas-tugas belajar yang mengancam diri mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
 Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat
diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses
belajar.
 Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya.
 Belajar diperlancar jika peserta didiknya dilibatkan dalam proses belajar
dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar.
 Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya,
baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
 Keprcayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika peserta didiknya dibiasakan untuk mawas diri dan
mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara
kedua yang penting.
 Belajar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus
menerus terhadap pengalaman dan penyatuan kedalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.
Berdasarkan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rogers
diatas, secara singkat inti prinsip belajar humanism adalah sebagai berikut :
a. Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers,manusia mempunyai hasrat alamiah untuk belajar. Hal
ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tau anak apabila diberi kesempatan
untuk mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini
merupakan asumsi dasar pendidikan humanisme. Di dalam kelas yang
humanism anak-anak diberi kesempatan dan bebas untuk memuaskan
dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk
menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.
b. Belajar yang berarti
Belajar akan mempunyai arti atau mekne apabila apa yang dipelajari
relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar
adengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai arti baginya.
c. Belajar tanpa ancaman atau hukuman
Belajar mudah dilakukan dan hasilanya dapat disimpan dengan baik
apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman atau
hukuman. Proses belajar akan berjalan lancer manakala murid dapat
menguji kemampuanya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau
membuat kesalahan-kesalahan tan pa mendapat kecaman yang biasanya
menyinggung perasaan.

d. Belajar atas inisiatif sendiri


Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif
sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih
arah arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan
mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana
caranya belajar” (to learn how to learn). Tidak perlu diragukan bahwa
menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak ebih penting
daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan
masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas
inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik paa proses maupun hasil
belajar.
Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadibebas, tidak
bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas
inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan
membuat keputusan, menentukan pilihan dan melekukan penilaian. Dia
juga lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kuran bersandar pada
penilaian pihak lain.
Disamping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua
aspek pribadi, kognitif, maupun afektif. Rogers dan para ahli humanisme
yang lain menanamkan jenis belajar ini sebagai whole – person learning
belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli
humanisme percaya, bahwa belajar dengan tipwe ini akan menghasilkan
perasaan memiliki (feeling of belonging) pada diri murid. Dengan
demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat
menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah
untuk terus belajar.
e. Belajar dan perubahan
Prinsip terakhir yang dikamukakan oleh Rogers ialah bahwa yang paling
bermanfaat ialah belajar tentang proses belajar. Menurut Rogers, diwaktu-
waktu yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-
gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat berubah, dan apa yang
diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan
zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu
Pengetahuan dan teknologi selalu maju dan melaju.apa yang dipalajari di
masa lalu tidak membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di masa
kini dan masa yang akan datang. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat
ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah
dan akan terus berubah.

Anda mungkin juga menyukai