Anda di halaman 1dari 3

Kota Tarim, begitulah yang kini marak

dibicarakan. Berbicara tentang Tarim, ada satu


sosok ulama besar yang dikenal dengan keindahan
akhlaknya menyerupai akhlak Nabi Muhammad
saw yang berasal dari Tarim. Perawakannya tak
terlalu tinggi, sedang-sedang saja. Wajahnya yang
dihiasi jambang yang rapih berwarna kemerahan
dan hidung mancung dengan mata bulat tampak
begitu meneduhkan. Dari itu semua, keindahan yang
paling jelas terlihat adalah senyumnya yang selalu
mengembang di wajahnya. Itulah perawakan Habib
Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin
Syeikh Abu Bakar. Lahir pada hari Senin pada 4
Muharram 1383 H, atau bertepatan pada 27 Mei
1963 pada pagi hari sebelum terbit matahari, di
Tarim, Hadhramaut, Yaman. Habib Umar bin
Muhammad tumbuh di antara keluarga shaleh dan
berilmu, ayah beliau, Habib Muhammad bin Salim
adalah seorang ulama terpandang yang mencapai
derajat mufti dalam mazhab Syafi’I. Kakek Habib
Umar bin Muhammad yaitu Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim juga
adalah seorang ulama yang produktif. Sedangkan saudara tertua Habib Umar bin Muhammad
yaitu Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz adalah seorang ahli fiqih yang
sampai saat ini menjadi pemuka para mufti kota Tarim.

Habib Umar adalah sosok yang begitu mencintai ilmu dan kaum sholihin, terlebih
semenjak beliau menghafal Al-Quran dan mempelajari ilmu-ilmu dasar agama. Ketika Beliau
berumur 9 tahun, ayahnya diculik oleh orang-orang komunis dan masih belum diketahui
keberadaannya hingga saat ini dikarenakan ketegasannya dalam berdakwah. Ketika itu, keadaan
Hadramaut tidak kondusif, tekanan dan intimidasi dilakukan kepada para ulama dan pelajar.
Namun hal tersebut tak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilu. Beliau secara sembunyi-
sembunyi belajar pada ulama di masa itu. Selain belajara pada ayahandanya, Beliau juga belajar
pada al Habib Muhammad bin Alwi bin Syihab, al Munshib al Habib Ahmad bin Ali bin Syekh
Abu Bakar, al Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya (di Kota Taiz – Yaman), juga kepada al Habib
Imam Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Habib Abdullah bin Syeikh Al-Aydarus, Habib
Abdullah bin Hasan Bilfaqih, Habib Umar bin Alwi Al-Kaff, Habib Ahmad bin Hasan Al-
Haddad, Habib Ali Al-Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, Habib Salim bin Abdullah
Asy-Syatiri, Syeikh Al-Mufti Fadhl bin Abdurrahman Ba Fadhl dan Syeikh Taufiq Aman. Di
samping itu dalam kesempatan inilah beliau ke Haramain untuk berhaji. Beliau juga
menyempatkan untuk mengikat hubungan dengan banyak ulama disana. Dari tangan merekalah
al Habib Umar menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu fikih, tauhid, usul fikih,
sejarah, tata bahasa hingga ilmu Tazkiah (tasawuf). Sembari terus belajar, Habib Umar mulai
terbiasa menyampaikan ilmu yang didapatkannya dalam rangka dakwah Ilahiah.

Kemudian pada permulaan bulan Shafar 1402 H yang bertepatan dengan bulan Desember
1981 M, beliau pindah ke kota Baidha’, dan menetap di Ribath Al-Haddar. Di sana beliau
berguru kepada Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar dan Habib Zain bin Ibrahim bin
Sumaith. Dewasa itu beliau gencar berdakwah dan mengajar di sekitar kota Baidha’, Hudaidah
dan Ta’iz. Di kota Ta’iz inilah beliau berguru kepada Al-’Allamah Al-Musnid Ibrahim bin Umar
bin ‘Aqil. Kemudian pada bulan Rajab 1402 H yang bertepatan dengan bulan April 1982 M,
beliau berkunjung ke Haramain. Di sana beliau berguru kepada Habib Abdulqadir bin Ahmad
Asseqqaf, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abu Bakar Al-Aththas bin
Abdullah Al-Habsyi. Beliau juga memperoleh ijazah sanad Hadits dari Al-Musnid Syeikh
Muhammad Yasin Al-Faddani dan Muhadditsul Haramain Sayyid Muhammad bin Alwi Al-
Maliki serta sejumlah ulama lainnya.

Habib Umar bin Hafidz dikenal dengan keindahan akhlak beliau yang menyerupai akhlak
Baginda Nabi saw. Beliau sangat memegang teguh untuk selalu menjaga hubungan baik atar
umat beragama. Pandangannya terlihat begitu kokoh karena selalu berpegang pada Al-Quran dan
Al-Hadits atau pendapat ulama terdahulu. Beliau berpendapat bahwa jika ada kaum nonmuslim
yang diganggu oleh kaum muslim, maka orang muslim tersebut belum paham tentang ajaran
agama. Kalaupun mereka adalah orang yang paham agama, berarti mereka belum menjalankan
ajaran Islam dengan baik.

Selain dikenal sebagai sosok yang berpemikiran luas, Beliau juga dikenal sebagai sosok
yang bijaksana dan penuh perhatian. Hal ini terbukti dari kebiasaan Beliau yang tidak pernah
menggeneralisir sebuah kesalahan dan menisbatkannya pada kelompok tertentu. Habib Hamid
Al-Qodri mengisahkan, pada sebuah malam di musim dingin di mana suhu di Pondok Darul
Mustofa, Tarim, Hadramaut, Yaman mencapai 4 derajat celcius. Pada waktu itu, terdapat empat
murid asal Indonesia yang tak kebagian selimut tebal. Akhirnya Habib Umar mendatanginya
sambil membawa dua lembar selimut. Lalu Habib Umar bertanya, ‘apakah selimutnya masih
kurang?’. Para muridnya menjawab, ‘Iya masih kurang, Habib’. Selang beberapa waktu Habib
Umar datang dengan selembar selimut di tangannya. Setelah menyerahkan, Habib Umar
bertanya lagi, ‘apakah masih kurang?’. Lalu muridnya menjawab ‘Iya, kurang satu lagi Habib’.
Tak lama, Habib Umar datang lagi membawa dan menyerahkan selembar selimut lainnya yang
agak bau ‘pesing’. Walhasil murid yang menerima selimut terakhir ini sedikit menggerutu.
Keesokan harinya ia mengeluh pada temannya yang lebih senior tentang selimut yang
diterimanya. Rekannya lalu berkata, “Sesungguhnya dua selimut yang diberikan pertama kali
oleh Habib Umar adalah milik Habib Umar sendiri dan istrinya. Sedangkan dua yang terakhir
adalah milik anak-anaknya yang masih kecil,” kata rekannya seperti ditirukan Habib Hamid Al-
Qodri. “Jadi Habib Umar sampai rela dia dan keluarganya serta anak-anaknya tidur kedingingan
karena rasa perhatian yang tinggi pada muridnya yang datang dari jauh,” ujarny

Di Indonesia sendiri, Habib Umara mulai berdakwah pada tahun 1994. Awal kedatangan
Habib Umar bin Hafidz di Indonesis karena diutus oleh Al-Habib Bdul Qadir bin Ahmad
Assegaf yang berada di Jeddah untuk mengingatkan dan menggugah ghirah ( semangat dan rasa
kepedulian) para Alawiyyin Indosesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para
leluhurnya.

Habib Umar mendirikan organisasi bernama Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al


Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama untuk menyampaikan dakwah dan ajarannya.
Habib Umar sendiri menempati tempat yang khusus di hati Nahdlatul Ulama. Hal ini
dikarenakan dalam NU sudah ditanamkan sejak jauh-jauh hari untuk selalu menghormati
Dzuriyyah (keturunan nabi saw.). Habib Umar sendiri juga sangat menghormati para ulama di
Indonesia. Dalam pengajian rutinnya, Habib Umar mengkaji kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim
karya pendiri NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Penghormatan Habib Umar pada ulama
diakui oleh penguru PBNU. Bahkan Beliau juga meyakini bahwa kebangkitan Islam di masa
depan akan datang dari Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai