Anda di halaman 1dari 7

BIOGRAFI AL-ALLAMAH AL-FAQIH AL HABIB ZAIN BIN IBRAHIM BIN SUMAITH

1.1 Lahir

Habib Zein bin Smith lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936 M. Ayahnya Habib
Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu. Selain keluarga, lingkungan tempat di mana
mereka tinggal pun boleh dikatakan sangat religius.

Sejak kecil Habib Zain bin Smith sudah mengenal agama dengan baik, baik ilmu pengetahuan
maupun amaliah sehari-hari. Pengetahuan Habib Zain bin Smith memiliki kelebihan
dibandingkan saudara-saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan ekstra. Tak hanya ilmu,
akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain bin Smith.

1.2 Nasab

Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-
Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin
Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad
Sumaith bin Ali bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy
('Ammul al-Faqih al-Muqqadam) bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qatsam bin Alwy
bin Muhammad bin Alwy Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin
Muhammad An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husein As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah SAW.

kan untuk menimba ilmu kepada Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang, dekat Pasar
Senen Jakarta Pusat).

Di sini, Habib Zain bin Smith paling lama tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majelis rutin
yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas tahun (1950), ayah
memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya' itu, Habib
Zain bin Smith tinggal di rumah ayah yang telah lama ditinggalkan.
menentukan mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain bin Smith berguru kepada sejumlah
ulama setempat, berpindah dari satu madrasah ke madrasah lainnya, hingga akhirnya belajar di
Ribath Tarim. Di pesantren ini, Habib Zain bin Smith merasa cocok dengan keinginannya.

Di sana beliau memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan dalam bidang
fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayah al-Habib Umar bin
Hafizh Darul Musthafa-Tarim. Di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain bin Smith
berhasil menghafal kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-
Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.

Tak cukup di situ, Habib Zain bin Smith belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib
Muhammad sendiri, menghafal bait-bait (nazham) “Hadiyyah As-Shadiq” karya Habib Abdullah
bin Husain bin Thahir dan lainnya.

Dalam penyampaiannya di Tarim, beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti
Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah",
menghafal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu.

Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari
seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa'id Bukhayyir Baghitsan.

Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird.
Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib
Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan "al-
Waraqat".

Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya,
juga pelajaran-pelajaran di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.

Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja'far bin Ahmad Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke
tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib
Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau
membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya
dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.

Selain menimba ilmu di sana, Habib Zain bin Smith banyak mendatangi majelis para ulama,
semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf, Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi
bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-
Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-
Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. melihat begitu banyak ulama yang
didatangi. Dapat, kunci, besar, semangat Habib Zain bin Smith merengkuh ilmu pengetahuan
agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.

Guru-guru al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya adalah :

Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad

Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi

Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh (Ayahanda Habib Umar bin Hafidz)

Habib Umar bin Alwi Al-Kaf

Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim

Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan

Habib Salim bin Alwi Al-Khird

Habib Ja'far bin Ahmad Al-Aydrus

Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).

Habib Ibrahim bin Umar bin Aqili

Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas

Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl

Habib Muhammad bin Hadi Assaqof

Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi

Habib Alwi bin Abbas Al Maliki

Habib Umar bin Ahmad bin Smith


Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqofi

Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri.

Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki

Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi

Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz
menyarankannya pindah ke kota Baidha', salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman
sebelah Utara, untuk mengajar di rubath Baidha' sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul
permintaan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.

Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain bin Smith singgah dulu di kediaman seorang teman
terdekat di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan
imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain bin Smith tinggal beberapa saat.

Selanjutnya Habib Zain bin Smith melanjutkan perjalanannya di Baidha'. Habib Zain bin Smith
mendapat sambutan hangat dari tuan rumah, Habib Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk
pertama kali mengamalkan ilmunya lewat mengajar.

Habib Zain bin Smith menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha', menjadi khadam ilmu untuk
para penasihatnya. Beliau juga menjadi Mufti dalam Mazhab Syafi'i. Beliau merupakan tangan
kanan Habib Muhammad al-Haddar.

Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan
kesungguhan dan keseriusan dalam muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan
lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang tak kenal lelah dan
jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan membimbing mereka yang kurang pandai.

Beliau memiliki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga
suatu masalah ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain,
maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah menjawab

maka tidak perlu lagi ada komentar". Itulah penilaian gurunya karena sangat tidak percaya
dengan keilmuan Habib Zain bin Smith.

al-Habib Muhammad al-Haddar (mertunya), al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri (kakak al-
Habib Salim bin Abdullah asy-Syatiri) dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumith (dari kiri-kanan)

Setelah bertahun-tahun di Baidha', beliau kemudian hijrah ke negeri Hijaz. Beliau diminta untuk
membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau berangkat pada
bulan Ramadhan tahun 1406 H/1996 M. Habib Zain bersama Habib Salim asy-Syatiri menjadi
Pengasuh Rubath di Madinah selama 12 tahun. Setelah Habib Salim pindah ke Tarim
Hadhramaut untuk menjadi Pengasuh Rubath Tarim.

Habib Zain bin Smith di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak, terus bertambah.
Dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus
menuntut ilmu tidak pernah dibatalkan.

Beliau mendalami ilmu Usul dari Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang sangat alim
dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul
Jawami karya Imam Abu Bakar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-
Syanqithi yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.

Habib Zain bin Smith terus menyibukkan diri menuntut ilmu dengan Al-Allamah Ahmaddu bin
Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Kepadanya
beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah
karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji
karya al-Imam al -Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur
wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-
Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh.

Syaikh Ahmaddu memuji Habib Zain bin Smith karena semangat besar dan kesungguhannya
dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca di sekitarnya di Masjid Nabawi yang mulia.
Selama masa ini Habib Zain bin Smith sering melakukan perjalanan-perjalanan yang diberkahi
ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta bertemu para ulama dan para wali. Beliau
mengunjungi Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.

Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima dan kewibawaan dalam
penampilannya.

Habib Zain bin Smith seorang yang tinggi kurus. Lidahnya basah, tidak henti-hentinya
berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan berubah. Selalu mengenakan sorban
putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.

Habib Zain bin Smith memiliki pengaturan khusus dalam wirid, zikir pengaturan khusus dalam
wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya. Di waktu pagi Habib Zain
bin Smith keluar bersolat Subuh di Masjid Nabawi. beliau beriktikaf di Masjid Nabawi hingga
matahari terbit. Setelah itu beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majelis rauhah digelar
setelah asar hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan hingga menjelang Isya. Setelah
itu, beliau pergi ke masjid nabawi untuk melakukan shalat Isya dan berziarah ke makam
datuknya yang mulia dan agung, Rasulullah SAW.

Diantara karya beliau:

Al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi. Kitab terpenting di antara
beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.

Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah. Kitab Tafsir maknawi yang tipis
dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.

Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh hadist perbincangan antara
Jibril.as dan Rasulullah SAW.

Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah. jauh mengenai keyakinan orang-orang


yang menyimpang dalam bentuk tanya jawab.

Al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum ceramah-ceramah beliau.


Haadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid as-Shalihin. Kumpulan
doa para salaf yang diucapkan ziarah Nabi dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.

Majmu, kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa, dan adab.

Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih.

Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan para gurunya.

Anda mungkin juga menyukai