Anda di halaman 1dari 5

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

RESISUSITASI JANTUNG PARU

Disusun oleh :
Nita Sukma Kristiana
22090300218

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PENGERTIAN

1. Resusitasi jantung paru suatu sistem/metode untuk mengatasi henti jantung dan/atau
henti nafas.

2. Henti jantung adalah berhentinya kontraksi jantung yang ditandai tak terabanya denyut
jantung, denyut nadi dan/atau denyut arteri karotis.

3. Henti nafas adalah berhentinya gerakan pernafasan dan ditandai dengan tak terasanya
hembusan nafas dari kedua lubang hidung.

TUJUAN

1. Agar nyawa penderita henti jantung dan/atau henti paru segera bisa diselamatkan dan
tidak memberikan gejala sisa.

KEBIJAKAN

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


PROSEDUR.

INDIKASI MELAKUKAN RJP

1. Henti Nafas

Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya
serangan stroke, keracunan obat, tenggelam,inhalasi asp/uap/gas, obstruksi jalan nafas
oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infrak jantung, radang
epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.

2. Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah untuk memenuhi kebutuhan oksigen keotak
dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, jika dilakukan
tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak menetap
kalau tindakan tidak adekuat.

PROSEDUR RJP

1. Persiapan Alat
a. Oksigen siap pakai
b. Emergency Trolly yang berisi :
1) Obat obatan dan alat kesehatan
• Adrenalin
• Atropin
• Lidokain 2%
• Kalsium gluconas
• Dex 40%
• Natrium Bicarbonate
• Spuit berbagai ukuran
• Masker
• Gudel sesuai ukuran
2) Alat untuk intubasi
• Ambu bag
• ETT sesuai ukuran
• Laringoscope, Blade sesuai ukuran
• Magil forcep
• Plester, hypafix
• Gunting perban
2. Periksa respon:
a. Petugas segera memeriksa ada tidaknya cedera dan tentukan ada respon atau tidak.
b. Tepuk atau guncangkan secara halus, panggil atau tanya.
c. Bila diduga ada trauma kepala atau leher, pasien tak boleh digerakkan kecuali bila
benar-benar diperlukan.
3. Aktifkan sistem pelayanan emergensi yang ada:
Bila terjadi di luar RS :
a. panggil bantuan,
b. sebutkan jenis bantuan yang diperlukan,
c. lokasi korban
d. nomor telpon yang digunakan,
e. apa yang terjadi,
f. jumlah orang yang memerlukan pertolongan,
g. kondisi korban, dan informasi lainnya.
4. AIRWAY (Jalan nafas):
Bila korban tak memberikan respon:
a. Petugas harus menentukan apakah korban tersebut bernafas secara adekuat.
b. Letakkan korban pada posisi terlentang dan jalan nafas terbuka.
c. Posisi korban :
• Tempatkan korban pada posisi terlentang, pada tempat yang keras dan datar.
• Bila korban telungkup, balikkan korban dalam satu kesatuan sehingga kepala,
bahu dan badan bergerak serentak hingga tak ada yang terputar. Kepala dan
leher harus berada pada satu bidang, lengan berada di samping badan.
d. Posisi petugas/penolong:
Penolong harus berada pada sisi korban sehingga memungkinkan melakukan
bantuan nafas dan kompresi dada.
e. Buka jalan nafas:
• Bila korban tak berrespon/tak sadar lakukan manuver ”head tilt-chin lift” untuk
membuka jalan nafas, dengan syarat pasien tak ada bukti trauma kepala atau
leher.
• Bila dicurigai adanya trauma leher lakukan manuver ”jaw- thrust”.
• Bila ada benda asing yang terlihat atau muntahan, segera keluarkan dari dalam
mulut dengan jari tangan yang memakai sarung tangan. Benda yang keras dapat
dikeluarkan dengan jari telunjuk, sementara tangan yang lain tetap
mempertahankan lidah dan rahang.
5. Manuver ”head tilt-chin lift”:
a. Letakkan satu tangan pada dahi korban, tekan dengan telapak tangan hingga keala
menjungkit ke belakang. Letakkan jari-jari tangan yang sebelah lagi di bawah
tulang rahang bawah dekat dagu. Angkat rahang dan dagu ke depan.
b. angan menekan bagian lunak di bawah dagu dan jangan menggunakan ibu jari untuk
mengangkat dagu. Buka mulut sehingga memungkinkan pernafasan spontan dan
memungkinkan bantuan nafas dari mulut ke mulut. Bila gigi korban goyah atau ada
gigi palsu, maka gigi tsb harus lepaskan.
6. Manuver ”jaw-thrust”:
a. Letakkan tangan penolong pada masing-masing sisi kepala korban, letakkan siku
penolong pada bidang dimana korban berbaring. Raih sudut rahang bawah korban
dan angkat dengan ke dua tangan. Bila bibir korban terkatup, regangkan atau buka
dengan ibu jari ke dua tangan.
7. BREATHING (Pernafasan):
b. Periksa ada tidaknya nafas:
• Tempatkan telinga penolong dekat mulut dan hidung korban sambil tetap
membuka jalan nafas. Sambil memperhatikan dada korban lakukan:
1) Look: lihat ada tidaknya pergerakan dada;
2) Listen: dengar ada tidaknya hembusan nafas;
3) Feel: rasakan adanya hembusan
• Prosedur pemeriksaan ini tak boleh lebih dari 10 detik.
c. Tentukan ada/tidaknya dan adekuat/tidaknya pernafasan.
• Bila korban tak berespon/tak sadar dengan nafas normal, tak ada cedera tulang
belakang, posisikan penderita pada posisi mantap, jaga jalan nafas terbuka.
• Bila korban tak berespon dan tak bernafas, lakukan bantuan nafas 2 kali. Bila
tak dapat dilakukan pemberian bantuan nafas awal, atur ulang posisi kepala dan
ulang lagi usaha ventilasi.
• Bila tetap tak berhasil memberikan ventilasi hingga dada mengembang, tenaga
terlatih harus melakukan manuver untuk mengatasi sumbatan jalan karena
benda asing (Heimlich manuver atau abdominal thrust/back thrust).
• Pastikan dada korban turun naik pada tiap bantuan nafas yang diberikan.
• Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi.
8. CIRCULATION (Sirkulasi)
d. Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi;
• Setelah pemberian bantuan nafas awal, periksa adanya pernafasan normal, k
atau gerakan dari korban sebagai respon terhadap bantuan nafas yang diberikan.
Sekaligus periksa ada tidaknya nadi karotis jangan lebih dari 10 detik.
• Periksa denyut nadi arteri karotis adalah dengan mempertahankan posisi kepala
(head tilt) dengan satu tangan. Raba trakhea dengan 2 atau 3 jari tangan yang
lain, geser jari-jari tersebut ke lateral sisi penolong hingga celah antara trakhea
dan otot.
• Gunakan tekanan yang lembut saja sehingga tidak menekan arterinya. Bila
denyut arteri karotis tak teraba lakukan kompresi dada.
e. Kompresi dada:
• Jari penolong mencari arkus kosta bagian bawah.
• Ditelusuri ke atas hingga teraba bagian terbawah sternum.
• Taruh salah satu pangkal tangan pada bagian separuh bawah sternum, dan taruh
tangan yang satu lagi di atas punggungn tangan yang pertama, sehingga tangan
dalam keadaan paralel. Pastikan sumbu pangkal tangan tepat pada sumbu
sternum.
• Jari-jari tangan dapat dibiarkan terbuka atau saling mengunci satu sama lain
tetapi jangan menekan dada.
• Usahakan mendapatkan posisi yang tepat di sternum dengan cara meletakkan
pangkal tangan penolong diantara ke dua papilla mammae.
• Lakukan kompresi yang efektif dengan memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
1) Posisi siku tidak menekuk, posisi lengan tegak lurus dengan dada korban.
2) Tekan di tengah sternum.
3) Lepaskan tekanan hingga dada kembali ke posisi normal agar darah masuk
ke dada dan jantung, posisi tangan tetap menempel di sternum.
4) Lakukan 30 kali kompresi dada, pastikan dada kembali ke posisi semula
diantara dua kompresi. Buka lagi jalan nafas dan berikan lagi 2 kali bantuan
nafas, masing- masing 1 detik. Bila sudah dilakukan intubasi kompresi dada
dan ventilasi dapat dilakukan kontinyu dan tidak perlu sinkron.
9. REASSESSMENT:
a. Evaluasi ulang korban, bila tetap tak ada tanda-tanda sirkulasi ulangi RJP dengan
dimulai dari kompresi dada. Bila tanda-tada sirkulasi sudah tampak, periksa
pernafasan.
b. Bila ada nafas, tempatkan dalam posisi mantap dan awasi nafas dan sirkulasi.
c. Bila tak ada nafas tapi ada tanda-tnda sirkulasi, berikan bantuan nafas 10-12
kali/menit dan awasi adanya tanda-tanda sirkulasi tiap menit.
d. Bila tak ada tanda sirkulasi teruskan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30
kompresi 2 ventilasme
e. Berhenti dan periksa tanda-tanda sirkulasi dan adanya pernafasan spontan tiap
menit.
f. Jangan berhenti RJP kecuali karena keadaan khusus.
g. Bila didapatkan adanya pernafasan yang adekuat dan adanya tanda-tanda sirkulasi,
pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan posisikan dalam posisi mantap; dengan
cara:
• Satu lutut difleksikan.
• Satu lengan yang sepihak diletakkan dibawah pantat, lengan yang lain
difleksikan didepan dada.
• Pelan pelan diguligkan kearah yang sepihak dengan lutut yang fleksi.
• Kepala di ekstensikan, lengan yang fleksi didepan dada diletakkan mengganjal
rahang bewah (agar tidak terguling ke depan )

Anda mungkin juga menyukai