Anda di halaman 1dari 18

MASYARAKAT & BUDAYA ASIA SELATAN

(ZAMAN KERAJAAN HINDU BUDDHA)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok: Mata Kuliah Sejarah Asia Selatan

Dosen Pengampu: Kuncoro Hadi, S.S., M.A.

Disusun Oleh:

Fajar Rintoro (18407144007) Ilmu Sejarah B 2018

M. Naufal Shidqi L. (18407144013) Ilmu Sejarah B 2018

Inggirwan Prasetiyo (18407144016) Ilmu Sejarah B 2018

Syada Nur Syahbani (18407144021) Ilmu Sejarah B 2018

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asia Selatan merupakan sebuah benua di bagian selatan Asia yang memiliki
sejarah yang panjang serta peradaban masyarakat yang berkembang. ​terdiri dari
daerah-daerah di dan sekitar anak benua India. Wilayah ini dibatasi oleh Asia Barat,
Tengah, Timur, dan Tenggara. Wilayah Asia Selatan meliputi 10% luas benua Asia,
kira-kira 4.480.000 km² tetapi populasinya mencakup 40% populasi Asia. Kebanyakan
dari daerah itu mendapat pengaruh budaya India.

Asia Selatan pada masa Hindu-Budha dimulai pada periode Weda dimana ajaran
tersebut muncul dan berkembang di pusat peradaban lembah indus di Asia Selatan.
Pengaruh Weda ini kemudian dinamakan sebagai Hindu, dari sungai Indus. Seiring
berjalannya waktu, peradaban pada periode Weda mulai berkembang kerajaan-kerajaaan
yang mempengaruhi di daerah sekitarnya. Dari sini muncul kerajaan besar pertama yang
berpengaruh, Kerajaan Magandha yang kemudian digantikan Dinasti Maurya dan
seterusnya digantikan oleh Kerajaan Gupta. Kerajaan-kerajaan ini memiliki pengaruh
besar dalam perkembangan kebudayaan Hindu dan munculnya Agama Buddha di Asia
Selatan, khususnya India saat ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Sistem Kepercayaan di Asia Selatan pada masa Hindu-Budhha?

2. Bagaimana Sistem Perekonomian dan Bahasa di Asia Selatan pada masa


Hindu-Buddha?

3. Bagaimana Arsitektur di Asia Selatan pada masa Hindu-Buddha?

4. Bagaimana Kebudayaan dan Karya Seni di Asia Selatan pada masa


Hindu-Buddha?
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, ada empat tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini yaitu untuk:

1. Untuk mengetahui Sistem Kepercayaan di Asia Selatan pada masa


Hindu-Budhha.

2. Untuk mengetahui Perekonomian dan Bahasa di Asia Selatan pada masa


Hindu-Buddha.

3. Untuk mengetahui Arsitektur di Asia Selatan pada masa Hindu-Buddha.

4. Untuk mengetahui Kebudayaan dan Karya Seni di Asia Selatan pada masa
Hindu-Buddha.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Kepercayaan
Asia Selatan pada masa ini terdapat 3 aliran kepercayaan, namun dalam makalah
ini hanya akan membahas 2 agama yaitu Hindu dan Buddha. Sedangkan agama
Jainisme dalam perkembangannya kurang begitu tersebar di Asia Selatan dan tidak
ikut mempengaruhi kerajaan yang ada. Adapun penjelasan lebih lengkapnya antara
Hindu dan Buddha adalah sebagai berikut:
Agama Hindu
Pada awalnya penyebutan Hindu adalah istilah geografis. Baru pada masa
kolonialisme kata Hindu ini menjadi sebutan bagi sebuah agama. Adapun
yang dimaksud dengan agama Hindu adalah bentuk keyakinan hidup yang
berawal dari ajaran Veda dengan sistem ketuhanan/dewa Trimurti. Agama
Hindu berkembang dari Lembah Indus pada tahun 2300-1500 SM. Agama
Hindu ini berpengaruh terhadap struktur sosial di Asia Selatan terlebih lagi
India, karena ajaran yang ada di dalamnya seperti karma, sistem kasta, dan
sistem reinkarnasi. Karma berpengaruh pada kehidupan manusia karena setiap
sesuatu yang dilakukan seseorang pasti akan ada reaksi. Reaksi akan
mengikuti orang di sekitarnya dan pada akhirnya akan berdampak pada
mereka. Sehingga akan mengubah perilaku mereka dalam lingkungan sosial.
Sistem kasta mempengaruhi cara hidup masyarakat sebab akan menentukan
jenis pekerjaan dan interaksi sosial yang dilakukan. Sistem ini
mengklasifikasikan orang berdasarkan kelas sosial/jabatan. Sistem Kasta
terdiri dari empat kelas yaitu, Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Lalu
struktur sosial juga dipengaruhi oleh reinkarnasi yang berlangsung sepanjang
siklus hidup. Keyakinan Hindu terhadap Sistem reinkarnasi mengubah struktur
sosial di India karena mengajarkan pengikutnya tentang cara berperilaku dan
cara menjalani hidup dengan benar.
Buddhisme
Awal abad ke-6 SM menjadi masa terjadinya pembaharuan terutama
dalam hal kerangka berpikir yang masih berpusat pada ajaran Veda. Muncul
seorang tokoh pembaharu yaitu Buddha Gautama, tampaknya tidak hanya
sekedar reaksi terhadap pemahaman Vedaistik namun juga bentuk protes
sosial melalui gerakan kerohanian. Maksudnya adalah protes terhadap
dominasi kaum Brahmana yang menganggap kelas di bawahnya sebagai orang
rendahan. Para pemberontak ini merupakan orang dengan sumbangsih besar
terhadap kehidupan sosial masyarakat namun merasa kurang dihargai karena
perbedaan kasta. Berbeda dengan kaum Brahmana yang menggunakan bahasa
Sansekerta, para pemberontak ini menggunakan bahasa Prakerta yakni bahasa
rakyat biasa. Dalam ajaran agama Buddha sempat terjadi perpecahan yang
mengakibatkan munculnya 2 aliran yaitu: Mahayana yang berpaham bahwa
cara manusia dapat menuju Nirwana melalui bantuan orang suci dan Hinayana
yang berpaham bahwa untuk menuju Nirwana itu berdasarkan amal baik
dirinya sendiri. Pada perkembangan selanjutnya penyebutan Hinayana ini
berubah menjadi Theravada. Adapun sistem kepercayaan yang berlaku di
beberapa kerajaan di kawasan Asia Selatan saat ini antara lain yaitu:
Kerajaan Magadha
Pada masa raja Chandra Gupta Maurya dan Bindusara, masyarakat
beragama Hindu ternyata memuja Heracles, Dionysus, maupun Zeus Ombrios.
Pusat pemujaan Heracles adalah Mathura, dari sini kita dapat menduga bahwa
Heracles itu Kreshna.. Sedangkan yang dimaksud dengan Dionysus boleh jadi
ialah Dewa Siwa, dan Zeus adalah Dewa Indra. Dapat disimpulkan dari bidang
keagamaan bahwa masyarakat pada masa Chandragupta banyak memuja
Dewa berupa Dewa lokal. Selanjutnya masa raja Ashoka, agama yang
berkembang adalah agama Buddha karena terpengaruh oleh kebijaksanaan
seorang pendeta yang bernama Upagupta dari Mathura. Salah satu sikap
positif dalam bidang keagamaan yaitu, Raja menunjukan toleransi tinggi
terhadap agama yang lain pula. Membangun gua-gua tempat para petapa yang
telanjang dari aliran Ajivika. Dibangunnya tempat-tempat ziarah bagi tempat
suci agama Buddha, dan mendirikan tiang-tiang peringatan pada tempat
kelahiran Buddha Gautama, tempat Buddha melaksanakan khutbah pertama di
Taman Rusa, tempat pertama Buddha menerima penerangan atau bodhi.
Diadakan juga sebuah sebuah muktamar besar agama Buddha di ibu kota
Pataliputra, di bawah pendeta Upagupta, yang berlangsung selama sembilan
bulan serta menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi negara.
Kerajaan Gupta
Pada masa raja Samudragupta terdapat dua agama yang berkembang
yaitu agama Hindu dan agama Buddha, Raja samudragupta sendiri beragama
Hindu, namun dia mengangkat penasihat dari mereka yang beragama Buddha.
Bentuk harmonis dari keberagaman yang ada di Gupta. Selanjutnya masa raja
Candhragupta II berkembang agama Hindu, Buddha, dan Jainisme. Ajaran
Buddhis maupun Jainisme mulai meresap dalam sanubari masyarakat India.
Sementara itu ajaran Brahmanisme perlahan namun pasti mulai digantikan
dengan Hinduisme.

B. Sistem Sosial
Dalam sistem sosial masyarakat di Asia Selatan, agama Hindu memiliki pengaruh
yang besar pada struktur sosial terutama di India. Sistem-sistem dalam Hinduisme ini
berpengaruh kuat terhadap cara hidup umat Hindu dan mengakibatkan adanya struktur
sosial. Akhlak Hindu dan sistem yang mereka ikuti terus memiliki arti penting yang
signifikan dalam struktur sosial India. Adapun beberapa bentuk perbedaan sistem
sosial yang ada di kerajaan yang dipimpin oleh raja yang beragama Hindu dan
Buddha antara lain yaitu:
Kerajaan Magadha
Pada masa ini agama Hindu masih mendominasi sehingga sistem kasta
dipegang kuat. Tata kota dan sistem transportasi yang sudah baik ditunjukan
dengan adanya tiang-tiang penunjuk jarak pada setiap jarak tertentu, serta
sistem perdagangan yang sangat ramai antar negara seperti, Tiongkok, Yunani,
Romawi, maupun Mesopotamia. Selanjutnya perbedaan yang cukup kentara
adalah ketika raja Ashoka memimpin ia menganut agama Buddha yang mana
memerintah kerajaan dengan cara yang damai untuk meminimalisir konflik.
Didirikan tonggak sabda Raja, juga ditanamnya pohon-pohon pelindung di
sepanjang jalanan umum, pembuatan sumur untuk umum, dan dibangunnya
rumah sakit untuk manusia maupun hewan. Lembaga-lembaga persekolahan
juga banyak didirikan untuk peningkatan pendidikan rakyat, terutama yang
mengajarkan agama Buddha. Terdapat kecenderungan semakin hilangnya
corak hukum yang penuh kekerasan, seperti yang berlaku selama zaman
Chandragupta. Serta praktik “ahimsa” dilaksanakan bagi semua makhluk
hidup.
Kerajaan Gupta
Masyarakat hidup makmur dan damai pada masa pemerintahan
Chandragupta II. Memberikan bantuan kepada rakyat yang menderita sakit
melalui pengobatan yang diberikan oleh tabib. Para penduduk memperoleh
kebahagiaan, para penggarap tanah-tanah negara dikenakan pajak, berupa
sebagian dari hasil panen, terhadap para pelaku pelanggaran tidak dikenakan
hukuman berat, melainkan hanya semata-mata denda. Bahkan komplotan yang
memberontak terhadap negara sekalipun, hanya diancam hukuman potong
tangan sebelah kanan. Kebiasaan rakyat amat baik, tidak meminum minuman
keras, juga membunuh binatang untuk dimakan. Masih ada pembedaan kelas.
Masyarakat dilarang untuk menangkap babi ataupun unggas, apalagi
memperdagangkan ternak. Sehingga mereka tidak memiliki tempat
pembantaian maupun warung anggur.

C. Sistem Ekonomi

Perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di wilayah Asia Selatan tidak


hanya memberikan pengaruh pada corak kehidupan politik masyarakatnya saja, akan
tetapi juga menyentuh sistem ekonomi yang menjadi lebih maju dari sebelumnya.
Berdasarkan beberapa sumber bacaan berikut ini adalah beberapa karakteristik sistem
ekonomi di Asia Selatan pada masa Kerajaan Hindu-Buddha yang telah penulis
rangkum;
1. Pertanian

Pertanian masih menjadi tulang punggung utama perekonomian masyarakat


dan kerajaan. Pihak kerajaan memperkenalkan sistem pajak terhadap tanah
pertanian, dimana didalamnya tanah pertanian dibagi menjadi 2 jenis, yaitu tanah
milik pribadi dan tanah milik kerajaan dengan besarnya pajak berbeda-beda. Pajak
untuk tanah pribadi sebesar 1/6 bagian dari seluruh luas tanah dan tanah kerajaan
adalah 1/3 bagian. Besarnya pajak juga dipengaruhi oleh kondisi kesuburan tanah,
tanah yang lebih subur akan wajib membayar pajak yang lebih tinggi daripada
tanah yang kurang subur. Pajak yang diberikan dapat berupa hasil bumi, gandum,
ataupun emas. Selain itu terdapat kondisi dimana para petani boleh tidak
membayar pajak dan menggantinya dengan memberikan bekal pada para tentara
kerajaan yang akan berperang. Selain sistem pajak, dalam mengelola pertanian
kerajaan terdapat pamong-pamong/ pegawai yang ditugaskan untuk mengurus
pengairan dan irigasi, para pegawai tersebut dilantik dan diatur dalam peraturan
kerajaan.

2. Sistem mata uang

Sistem mata uang sudah mulai dikenalkan pada Dinasti Maurya yang
memerintah Kerajaan Magadha. Kegunaan utama mata uang di sini ialah untuk
memperluas perdagangan baik di dalam kerajaan maupun antar kerajaan. Mata
uang yang digunakan masih berbentuk koin yang berbahan logam seperti emas,
timah, tembaga, perak, juga terdapat koin berbahan kulit kerang/siput. Koin-koin
yang digunakan diberikan ukiran wajah-wajah para raja dan masih belum diberi
nilai nominal artinya 1 koin bernilai 1 mata uang. Dalam penyebutannya
masyarakat mengenal mata uang ini dengan sebutan dinar, dirham, dam, paisa
atau fulus.

3. Perdagangan

Dalam hal perdagangan terjadi baik dalam kerajaan dan kerajaan dengan dunia
luar. Kerajaan-kerajaan Hindu Budha di wilayah Asia Selatan telah menjalin
kontak perdagangan dengan bangsa luar seperti Mesir, China, dan pedagang dari
Mediterania. Perdagangan dilakukan melalui jalur darat dan laut, melalui jalur
darat terdapat Jalur Sutra yang menghubungkan wilayah Asia Selatan dengan Asia
Timur seperti China. Sedangkan jalur laut digunakan untuk menghubungkan
dengan bangsa dari Mesir dan Mediterania, terdapat beberapa pelabuhan penting
seperti Tamralipti, Ghantasala, dan Kadura di bagian timur, di bagian barat
terdapat pelabuhan Broach, Choul, Kalyan, dan Cambay. Selain pada kemajuan
akses perdagangan jenis komoditas yang diperdagangkan adalah, tekstil, candu,
keramik, senjata, gajah, gading, batu mulia, emas, sutera China, hingga
obat-obatan (terutama dari China).

4. Industri

Berkembangnya perekonomian kerajaan dan perdagangan mengarah pada


proses produksi yang diupayakan untuk menghasilkan barang-barang hasil
produksi yang berskala besar, hal ini hanya dapat diupayakan melalui proses
industri. Beberapa industri yang dikembangkan antara lain:

a. Industri tekstil, produk dihasilkan adalah kain-kain sutera, muslin, linen


hingga wol.
b. Industri perhiasan dan barang mewah, seperti batu mulia jasper, agate,
carnelian, quartz, lapis-lazuli, gading gajah dan cangkang kura-kura.
c. Industri logam, seperti emas, perak, perunggu, besi hingga timbal.
d. Industri gerabah berupa keramik dan tembikar.
e. Industri pembuatan kapal dan senjata untuk keperluan perang.
D. Aksara, Bahasa, dan Sastra

1. Aksara

Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha berkembang di Asia Selatan


setidaknya ada 3 jenis aksara yang berkembang, yaitu:

a.​ Aksara Kharosthi


Aksara ini diperkirakan sudah ada sejak 300 tahun SM, aksara ini dibawa
oleh pedagang yang merupakan bangsa Aramea dari Syria di wilayah Asia
Barat yang pada masanya berada dibawah kekuasaan Persia kerajaan besar
saat itu. Aksara ini ditulis dari kanan ke kiri dan kurang banyak digunakan.

b.​ A
​ ksara Devanagari
Sesuai namanya Aksara Devanagari berarti negeri para dewa, sehingga
aksara ini dipercaya oleh masyarakat sebagai aksara yang berasal langsung
dari dewa, suci dan digunakan hanya untuk menulis naskah-naskah sastra
kuno seperti Veda. Karena merupakan aksara suci Aksara Devanagari hanya
boleh dipelajari oleh masyarakat berkasta tinggi yaitu Kasta Brahmana.

c.​ Aksara Brahmi


Aksara Brahmi diperkirakan sudah ada sejak abad ke-3 SM. Sama halnya
dengan Aksara Devanagari, Aksara Brahmi hanya boleh dipelajari oleh para
Brahmana saja. Aksara ini banyak ditemukan pada peninggalan-peninggalan
Raja Ashoka seperti Pilar-pilar Ashoka. Pada perkembangannya Aksara
Brahmi menurunkan beberapa aksara yaitu Aksara Pallawa, Aksara Gufta,
Aksara Tamil, dll.

2. Bahasa

Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha berkembang di Asia Selatan


terdapat beberapa bahasa yang berkembang, yaitu:

a.​ Bahasa Sansekerta


Bahasa Sansekerta diyakini sudah ada sejak 2000 tahun SM, bahasa ini
pula yang digunakan untuk menulis Rigveda, kitab Veda Samhita tertua.
Dalam perkembangannya, bahasa Sanskerta dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu (1) Vedic Sanskrit adalah bahasa yang digunakan dalam veda. Bahasa
Sansekerta jenis ini dianggap lebih kuna dan dianggap berhubungan dengan
semua hal sakral; (2) Classical Sanskrit adalah bahasa Sanskerta yang dipakai
dalam sastra-sastra Hindu dan filsafat yang mulai berkembang abad ke-8
sebelum masehi; dan (3) Hybrid Sanskrit adalah bahasa Sansekerta yang sudah
mendapat pengaruh dari bahasa yang berkembang.

b.​ B
​ ahasa Prakrit

Bahasa Prakrit merupakan bahasa yang digunakan untuk menulis kitab


suci Agama Buddha yaitu Tipitaka. Bahasa ini berkembang dan menurunkan
bahasa-bahasa lain seperti Bahasa Marathi, Bahasa Kakani, dan Bahasa Pali.
c.​ Bahasa Parsi

Persia sebagai kekuatan politik yang besar pada masanya turut serta dalam
menyebarkan pengaruhnya di wilayah Asia Selatan termasuk dalam
menyebarluasakan Bahasa Parsi atau Bahasa Persia.

d.​ B
​ ahasa Tamil

Bahasa Tamil merupakan bahasa asli yang sudah berkembang di wilayah


India bagian tengah dan selatan.

3. Sastra

Sastra yang berkembang penulis bedakan menjadi 2 yaitu Sastra Hindu dan Sastra
Budha.

Sastra Hindu

Sastra Hindu yang berkembang pada Kerajaan Hindu di Asia Selatan pada
dasarnya adalah Veda dan kitab-kitab keagamaan Hindu. Berdasarkan jenisnya
Kitab-kitab tersebut dibagi 2, yaitu:

a.​ Sruti/Veda (kitab yang didengar)


Kitab suci Veda, diturun-temurunkan tidak melalui kitab tertulis, tetapi


melalui secara lisan, dari mulut ke mulut, dalam kurun waktu yang cukup panjang.
Umat Hindu yakin, bahwa Veda itu tidak dibuat oleh manusia, mereka meyakini,
bahwa Tuhan-lah yang secara langsung mengajarkan isi Veda itu kepada para resi;
atau para resi mendapat wahyu tentang hymne-hymne suci (sloka-sloka) yang terdapat
pada kitab suci Veda.

Pada waktu kitab suci Veda dibentuk orang India kuno belum mempunyai
sistem tulis. Pembentukan Veda merupakan suatu hal yang yang luar biasa, yang
dilakukan oleh para pemuka dan penekun agama (Brahmana), untuk mempelajari
kitab suci Veda itu. Para Brahmana menekuninya dengan cara yang luar biasa,
mengingat dan menghafalkan semua ajaran Veda dalam ingatannya. Paling tidak
selama 3000 tahun mereka mempelajari Veda dengan cara seperti itu, yakni secara
lisan turun temurun dari mulut ke mulut.
Kita dapat membuat pembagian kitab Veda atas dasar subjek yang dibicarakan
dan bahasanya, kita bisa menemukan empat tipe yang berbeda. Keempat tipe tersebut
adalah: (1) kitab Samhita; (2) kitab Brahmana; (3) kitab-kitab Aranyaka (harta dari
hutan); dan (4) adalah kitab-kitab Upanisad. Kitab-kitab tersebut di atas, dianggap
amat suci bagi umat Hindu dan para resi. Oleh karena itu, mereka merasa tidak patut
mencatatnya atau menulisnya. Tetapi mereka harus mendengarkan uraian-uraian para
guru (resi), dan kemudian disimpan dalam ingatan semua ajaran itu. Tradisi itu juga
yang menyebabkan, kitab-kitab tersebut dikenal sebagai kitab sruti, yang berarti
semua yang didengar. (seperti para resi mendengar ajaran itu (wahyu) dari
Tuhan/Brahman).

b.​ S
​ mrti/Dharmasastra (kitab yang diingat)

Smrti adalah merupakan kelompok kitab kedua setelah kelompok Sruti atau
kitab wahyu dan dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena di dalamnya banyak
dimuat tentang aturan Hindu yang disebut Dharma. Karena itu tidak mengherankan
kalau kitab Smrti ini dinyatakan di dalam beberapa kitab sebagai kitab Dharmasastra.
Dharma berarti “hukum” dan sastra berarti “ilmu”.

Smrti berasal dari kata “smr” berarti “ingat”. Smrti adalah Pustaka Suci atau
Weda yang ditulis oleh Maharsi berdasarkan ingatan atas wahyu yang pernah
diterimanya. Smrti ditulis untuk dan menjelaskan (tafsir) Weda, sehingga Weda dapat
dimengerti dan lebih berarti bagi manusia pada umumnya. Secara garis besarnya
Smrti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga
(Sadangga), dan kelompok Upaweda.

Sastra Budha

a.​ Pengumpulan Ajaran Budha


Seperti halnya Sastra Hindu, Sastra Budha juga merupakan kitab-kitab Agama
Budha yaitu Tipitaka yang berisikan ajaran-ajaran Budha. Ajaran-ajaran Budha
dikumpulkan dalam proses yang cukup lama. Setelah Buddha wafat (543 SM) seorang
Bhikkhu bernama Subhaddha berkata:
”Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita
terbebas dari Petapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang
sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita
menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan
tidak berbuat apa yang tidak kita senangi” (Vinaya Pitaka II,284).

Setelah mendengar kata-kata itu Maha Kassapa Hera memutuskan untuk mengadakan
Sidang Agung Sangha I di Rajagaha dengan bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha.
Lima ratus orang Arahat berkumpul di Gua Sattapanni dekat Rajagaha untuk
mengumpulkan ajaran Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusunnya
secara sistematis. Bhikkhu Ananda, siswa terdekat Buddha, mendapat kehormatan
untuk mengulang kembali khotbah-khotbah Buddha (Dhamma) dan Yang Ariya Upali
mengulang peraturan-peraturan kedisiplinan (Vinaya). Dalam Pesamuan Agung I
inilah dikumpulkan seluruh ajaran Buddha yang dikenal dengan sebutan Dhamma dan
Vinaya. Sidang ini tidak menetapkan hal-hal yang perlu dihapus dan hal-hal yang
harus dilaksanakan, juga tidak akan menambah yang telah ada. Dalam sidang ini juga
dibahas kesalahan Yang Ariya Ananda dan pengucilan Bhikkhu Chana.

Pada mulanya ajaran Buddha ini diwariskan secara lisan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok Bhikkhu yang berniat
hendak mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini, para Bhikkhu yang ingin
mempertahankan Dhamma dan Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Buddha
Gautama menyelenggarakan Sidang Agung Sangha II (443 SM) dengan bantuan Raja
Kalasoka di Vesali. Sidang ini dipimpin oleh Bhikkhu Yasa hera, Revata hera, dan
Subhakami hera dan dihadiri oleh 700 Arahat. Dalam Sidang Agung Sangha II ini,
kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma dan Vinaya ini
menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Heravãda. Sedangkan kelompok
Bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak
berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Buddha Gotama wafat,
Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar heravãda dan Mahayana.

Sselanjutnya Sidang Agung Sangha III (249 SM) diadakan di Pattaliputta


(Patna) pada abad ketiga sesudah Buddha wafat di bawah pemerintahan Kaisar
Ashoka Wardhana. Kaisar ini memeluk Agama Buddha dan dengan pengaruhnya
banyak membantu penyebaran ajaran Buddha ke seluruh wilayah kerajaan. Pada masa
itu, ribuan gadungan (penyelundup ajaran gelap) masuk ke dalam Sangha dengan
maksud menyebarkan ajaran-ajaran mereka sendiri untuk menyesatkan umat. Untuk
mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung dan
membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan
pengiriman para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain. Dalam Pesamuan Agung Ketiga
ini seratus orang Arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tipitaka selama
sembilan bulan. Dari titik tolak Pesamuan inilah Agama Buddha dapat tersebar ke
seluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya.

Kemudian Sidang Agung Sangha IV (83 SM) diadakan di Aluvihara


(Srilanka) di bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya pada permulaan abad
keenam sesudah Buddha wafat. Pada kesempatan itu kitab suci Tipitaka dalam Bahasa
Pali dituliskan untuk pertama kalinya di atas daun lontar.

Perlu dicatat pula bahwa pada abad pertama Masehi, Raja Kaniska dari
Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok
heravãda. Bertitik tolak pada Pesamuan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana
berkembang di India dan kemudian menyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada
Pesamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sanskerta
dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci
Tipitaka berbahasa Pali.

b.​ ​ Isi Ajaran Budha

Tipitaka artinya tiga keranjang/ kelompok ajaran yaitu meliputi Vinaya Pitaka,
Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Vinaya berarti peraturan, disiplin atau tata
tertib. Jadi Vinaya Pitaka adalah kelompok ajaran Buddha yang berisi
peraturan-peraturan kedisiplinan para bhikkhu dan bhikkhuni. Peraturan-peraturan ini
ditetapkan oleh Buddha tidak sekaligus dan menyeluruh, melainkan sesuai dengan
timbulnya masalah-masalah baru.

Sutta Pitaka merupakan kumpulan khutbah, terdiri atas 21.000 pokok Dharma,
dibagi menjadi 5 kumpulan, yaitu Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Anguttara
Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Khudaka Nikaya. Abhidhamma Pitaka adalah bagian
dari kitab suci Agama Buddha yang memuat filsafat, seperti ilmu jiwa, logika, etika,
dan metafisika.
E. Arsitektur

Arsitektur Asia Selatan pada masa Hindu-Budha merupakan kelanjutan dari


Arsitektur sejak masa periode Weda. Pada masa periode veda, muncul kota-kota tua
orang-orang pada masa itu membangun rumah sederhana namun juga membangun
tempat keagamaan dengan didasarkan pola-pola astronomis yang unik terdiri atas
elemen air tanah dan api.
Pada masa Kerajaan Magadha arsitektur banyak dipengaruhi dari tradisi Hindu,
meskipun di era ini pendiri Buddha lahir. Elemen Kayu mendominasi dalam
Arsitektur era ini. Lalu, Arsitektur masa Kerajaan Maurya mulai menggunakan batu
bata namun kayu masih tetap dipakai. Pada era ini banyak didominasi oleh
bangunan-bangunan Istana serta bangunan kuil yang megah. Arsitektur pada masa
Maurya yang paling dikenal adalah “Pilar Maurya” dan juga Stupa Sachi yang mulai
dibangun pada era ini.
Pada masa kerajaan Gupta, seni Arsitektur mencapai masa puncaknya dalam
Sejarah India Kuno. Arsitektur terdiri atas Stupa, Gua yang dipahat, bangunan kuil,
Sekolah, dan Istana. Arsitektur Gupta sangat beragam dalam gaya, desain dan fitur.
Keberagaman ini menggambarkan bahwa arsitektur candi Hindu berada dalam tahap
pembentukannya dan masih belum berkembang pada situasi standar berabad-abad
kemudian. Namun demikian, pengaruh bangunan era Gupta pada arsitektur kuil India
selanjutnya tidak dapat disangkal dan berlanjut hingga periode Abad Pertengahan.

F. Kebudayaan dan Karya Seni

Kebudayaan yang berkembang di Asia Selatan khususnya pada masa India kuno tidak
terlepas dari peranan dari pemuka-pemuka agama dan isi dari ajaran agama yang
telah berkembang. Masyarakat India kuno dalam menjalani seluruh aspek
kehidupannya banyak dipengaruhi oleh kandungan-kandungan ajaran yang ada dalam
agama yang berkembang di sana khususnya pada zaman Veda sampai masuknya
Jainisme. kandungan ajaran ini meliputi, filsafat, ketuhanan, pedoman hidup yang
tercantum dalam kitab suci, ritual upacara, aturan hubungan manusia dengan dewa
dan manusia dengan sesama manusia lainnya, dan lain-lainnya.
Kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang seperti sastra, musik, dan
pertunjukan drama yang dijadikan sebagai hiburan bagi rakyat dan raja. Hiburan yang
digemari rakyat berupa arak-arakan dan komedi kuda serta tari-tarian, pantomim yang
biasa diselenggarakan oleh pihak istana kerajaan. Adanya Perkembangan drama
dibuktikan dengan ditemukannya gedung-gedung sandiwara yang dibangun dengan
sangat indah dan dihiasi dengan lukisan yang indah. Adapun unsur kebudayaan yang
dibagi menjadi dua yaitu, Mentifact wujud kebudayaan tidak nampak secara fisik dan
Artifact wujud kebudayaan yang nampak secara fisik.

1. Pengaruh dalam aspek budaya jenis artifact meliputi, seni arsitektur bangunan,
seni patung, dan artefak-artefak peninggalan masa India kuno. Agama-agama
di India Kuno turut mempengaruhi perkembangan seni patung, seni patung
yang dibuat kebanyakan merupakan perwujudan dari dewa-dewa yang
disembah atau perwujudan dari Buddha. selain candi atau tempat ibadah yang
dibangun, umat Hindu membuat banyak patung perwujudan dewa-dewa selain
yang terdapat dalam keyakinan mereka tentang trimurti. Adapun umat buddha
lebih banyak membuat patung menjadi perwujudan dari “Yang Tercerah
Sang Buddha Mulia”. Untuk umat Jainisme kelompok belum menemukan
sumber yang menerangkan tentang seni patung yang berkembang.
2. Pengaruh budaya jenis mentifact difokuskan pada bahasan tentang ritual
keagamaan, selain itu juga tentang pengaruh agama terhadap sistem politik
dan pengaruhnya terhadap aspek kehidupan lainnya. Dalam ritual keagamaan,
kebudayaan masyarakat pada masa itu penuh dengan sinketisme dan
pluralisme budaya dengan terus menyerap adat istiadat, tradisi, dan pemikiran
masyarakatnya. Sebagai contoh dalam agama Hindu yang didahului masa
Veda, antara agama dan adat-budaya terjalin hubungan yang selaras antara
satu sama lain dan saling mempengaruhi. Prinsip-prinsip ajaran agama itu
tidak pernah berubah yaitu, bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa menjadi sumber
utama untuk tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang
melahirkan variasi bentuk budaya agama. Variasi bentuk budaya ini
disesuaikan dengan keampuan daya nalar dan daya penghayatan umat pada
waktu itu dan dilahirkan dalam bentuk “upacara keagamaan.”

Begitu pula dalam ajaran agama Buddha dan Jainisme tidak dikenal dengan
ritual penyembahan kepada Dewa-dewa karena mereka menolak realitas dewa.
Buddisme dan Jainisme bersifat atheistik, meskipun merek mengakui adanya
dewa tapi mereka menolak bahwa dewa turut campur dalam kehidupan
manusia. adapun ritual keagamaan yang dilakukan memiliki tujuan yang
berbeda yaitu untuk mencapai ketenangan jiwa untuk meraih pencerahan.
Salah satu contoh ritual keagamaan yang dilaksanakan dalam agama Buddha
adalah meditasi atau samadhi, yaitu ritual seseorang untuk konsentrasi dan
menenangkan diri untuk mencapai pencerahan.

Pengaruh budaya terdapa aspek kehidupan lainya dicontohkan dalam bidang


sastra dan musik. Dalam bidang sastra India kuno pada awalnya berbentuk
sastra lisan yang kemudian dijadikan sastra tertulis. kesusastraan ini mencakup
karya-karya sastra eperti bentuk awal Weda, epos Mahabarata dan Ramayana,
drama Sakuntala, puisi-puisi seperti Mahakayya, sastra Sangam, dalam
bhasaTamil, dan lain-lainnya. Kemudian terdapat pengaruh Veda dalam
bidang musik klasik India, yaitu dipengaruhi oleh empat tradisi kitab Veda.
Berdasarkan kitab-kitab inilah lahirlah apa yang dinamakan dengan Musik
Vedik yang merupakan ltar belakang sejarah musik klasik yang telah ada di
India semenjak 1500tahun sebelum masehi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asia Selatan pada masa Hindu-Buddha dikenal memiliki peradaban yang
berpengaruh di dunia. Dalam periode tersebut berkembang agama Hindu dan
kemudian lahir agama Buddha yang hingga saat ini menjadi salah satu agama
besar dunia. Masyarakat Asia Selatan pada masa itu telah lama mengenal
Toleransi terutama sejak munculnya Buddha sebagai kepercayaan disana serta
lepas dari pengaruh sistem kasta yang diterapkan oleh Hindu sejak lama.

Sistem Ekonomi pada masa itu juga berkembang mengingat pada masa itu
Asia Selatan menjadi kawasan strategis antara dunia barat dan timur serta
memiliki pengaruh kuat dari kedua kebudayaan tersebut. ertanian masih menjadi
tulang punggung utama perekonomian masyarakat dan kerajaan. Pihak kerajaan
memperkenalkan sistem pajak serta mengatur irigasi. Perdagangan juga berperan
penting dalam perekonomian mengingat lokasi yang strategis serta dilintasi Jalur
Sutra memungkinkan perdagangan dengan dunia luar.

Kebudayan pada masa itu juga tidak terlepas dari ajaran Hindu-Buddha
dimana para pemuka agama memainkan peranan penting dalam menjalani seluruh
aspek kehidupannya banyak dipengaruhi oleh kandungan-kandungan ajaran yang
ada dalam agama yang berkembang di sana khususnya pada zaman Veda sampai
masuknya Jainisme. kandungan ajaran ini meliputi, filsafat, ketuhanan, pedoman
hidup yang tercantum dalam kitab suci, ritual upacara, aturan hubungan manusia
dengan dewa dan manusia dengan sesama manusia lainnya, dan lain-lainnya.
Kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang seperti sastra, musik, dan
pertunjukan drama yang dijadikan sebagai hiburan bagi rakyat dan raja.
DAFTAR PUSTAKA

Cartwright, M. (2015). ​Gupta Architecture​. [online] Ancient History Encyclopedia.


Available at: https://www.ancient.eu/Gupta_Architecture/ [Accessed 27 Dec.
2020].

Hathitrust.org. (2020). Catalog Record: Magadha, architecture and culture |


HathiTrust Digital Library. [online] Available at:
https://catalog.hathitrust.org/Record/000561736 [Accessed 27 Dec. 2020].

Hyrrie, J. (2015). Kecemerlangan Empayar Greater India di bawah Asoka: asas-asas


utama Kecemerlangan Empayar ini.
https://www.researchgate.net/publication/303812421 (diakses pada 11 November
2020, pukul 09:46 WIB).

Ibrahim, N. (2015). Sejarah Negara-negara di Kawasan Asia Selatan. Yogyakarta:


Ombak.

Josh, J. (2017). Mauryan Empire: Art and Architecture. [online] Jagranjosh.com.


https://www.jagranjosh.com/general-knowledge/mauryan-empire-art-and-architec
ture-1490249718-1 [Accessed 27 Dec. 2020].

Kulke, H. & Dietmar Rothermund.(1998).​ A History of India. ​New York: Routledge.

Su’ud, A. (1988). ​Memahami Sejarah Bangsa-bangsa di Asia Selatan (Sejak Masa

Purba Sampai Masa Kedatangan Islam)​. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pengembangan LPTK.

Tamimi, M. J. (2009). “Hinduism in South Asia: Myth and Reality”. ​Journal of South
Asian Studies 24(2), ​221-241.

Anda mungkin juga menyukai