Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Minat Beli
Minat beli (willingness to buy) merupakan bagian dari komponen
perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Doods, Monroe dan Grewal, (1991)
dalam Bernard (2004) menyatakan bahwa minat beli (willingness to buy)
didefinisikan sebagai kemungkinan bila pembeli bermaksud untuk membeli
produk. Minat beli merupakan perilaku konsumen yang menunjukkan sejauh
mana komitmennya untuk melakukan pembelian.
Minat beli berbeda dengan niat beli, niat beli adalah suatu tindak lanjut
dari minat beli konsumen dimana keyakinan untuk memutuskan akan
membeli sudah dalam persentase yang besar. Jadi dapat dikatakan bahwa niat
beli adalah tingkatan akhir dalam minat beli berupa keyakinan sebelum
keputusan pembelian diambil. Menurut Kinnear dan Taylor (1995), minat beli
adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan
membeli benar-benar dilaksanakan.
Menurut Mowen (1990) dalam Oliver (1997) efek hierarki minat beli
digunakan untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan
(beliefs). Sikap (attitudes) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki
konsumen dengan mengaitkan atribut, manfaat dan obyek (dengan
mengevaluasi informasi), sementara itu sikap mengacu pada perasaan atau
respon efektifnya. Sikap berlaku sebagai acuan yang mempengaruhi dari
lingkungannya (Loudon dan Dela Bitta, 1993). Beberapa faktor yang
membentuk minat beli konsumen (Kotler, 2005) yaitu:
1. Sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif
yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu, intensitas
sifat negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan
motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

6
7

2. Faktor situasi yang tidak terantisipasi, faktor ini nantinya akan dapat
mengubah pendirian konsumen dalam melakukan pembelian. Hal
tersebut tergantung dari pemikiran konsumen sendiri, apakah dia percaya
diri dalam memutuskan akan membeli suatu barang atau tidak.

Menurut Keller (1998), minat konsumen adalah seberapa besar


kemungkinan konsumen membeli suatu merk atau seberapa besar
kemungkinan konsumen untuk berpindah dari satu merk ke merk lainnya.
Bila manfaat yang dirasakan lebih besar dibandingkan pengorbanan untuk
mendapatkannya, maka dorongan untuk membelinya semakin tinggi.

Perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh


banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan
pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan tersebut
kemudian diproses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya,
sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi
konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat
komplek dan salah satunya adalah motivasi untuk membeli.

Dalam penelitian Samu (dalam Sutantio 2004, p.253) menunjukkan


bahwa salah satu indikator bahwa suatu produk perusahaan sukses atau
tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat beli konsumen
terhadap produk tersebut. Sementara itu Mital (dalam Sutantio 2004, p.253)
mengatakan bahwa salah satu indikasi sukses tidaknya suatu produk adalah
besarnya minat membeli konsumen terhadap produk yang bersangkutan.

Ajay dan Goodstein (1998) mengatakan bahwa jika kita ingin


mempengaruhi seseorang, maka cara yang terbaik adalah mempelajari apa
yang dipikirkannya, maka akan didapatkan tidak hanya sekedar informasi
tentang orang itu dan bagaimana proses informasi itu dapat berjalan dan
bagaimana memanfaatkannya. Hal ini yang dinamakan “The Buying Process”
(Proses Pembelian). Menurutnya proses pembelian meliputi lima hal:
8

1. Need (kebutuhan), proses pembelian berawal dari adanya kebutuhan


yang tak harus dipenuhi atau kebutuhan yang muncul pada saat itu dan
memotivasi untuk melakukan pembelian.
2. Recognition (Pengenalan), mengenali kebutuhan itu sendiri untuk dapat
menetapkan sesuatu untuk memenuhinya.
3. Search (Pencarian), merupakan bagian aktif dalam pembelian yaitu
mencari jalan untuk mengisi kebutuhan tersebut.
4. Evaluation (Evaluasi), suatu proses untuk mempelajari semua yang
didapat selama proses pencarian dan mengembangkan beberapa pilihan.
5. Decision (Keputusan), langkah terakhir dari suatu proses pembelian
untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diterima.

Menurut Ferdinand (2006), minat beli dapat diidentifikasikan melalui


indikator-indikator sebagai berikut:

1. Minat transaksional, yaitu kecenderungan untuk membeli produk.


2. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain.
3. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini
hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
4. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan
mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk
tersebut.
Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran
yang membentuk suatu persepsi. Minat beli yang muncul menciptakan suatu
motivasi yang terus terekam dalam benaknya, yang pada akhirnya ketika
seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan
apa yang ada didalam benaknya itu. Meskipun merupakan pembelian yang
belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran
9

terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan


prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri (Kinnear dan Taylor, 1995).

2.2.1 Beauty Vlogger


2.2.1.1 Definisi Beauty Vlogger Review
Seiring perkembangan teknologi informasi dan media komunikasi,
berbagai platform media sosial pun ikut berkembang dan bertambah.
Kehadiran media sosial memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi dan
berinteraksi satu dengan yang lain di dunia maya. Oleh karena itu saat ini media
sosial tidak hanya menjadi pelengkap sebagai media komunikasi, tetapi media
sosial telah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi manusia.
Sebelum bermunculan media sosial seperti saat ini, Facebook, Twitter,
LinkedIn dan Instagram, masyarakat pada umumnya lebih dahulu mengenal
adanya blog sebagai media guna berbagi informasi. Menurut Safko (2012:
149-150) blog atau web log adalah sebuah website yang dikelola secara
individu oleh para pemiliknya (bloggers) melalui pemasangan komentar,
pikiran, ide, foto, grafis, suara atau video. Posting yang paling sering
ditampilkan sebagai sebuah urutan kronologis terhadap suatu fenomena yang
dialami atau dikisahkan oleh bloggers. Kelebihan dari blog adalah adanya
fitur penambahan komentar terhadap postingan yang dapat diberikan oleh
pembaca dan blogger lainnya. Selain itu juga pembaca dapat memperoleh
informasi dengan cara mengakses halaman blog milik blogger tanpa harus
memiliki akun blog atau menjadi blogger.
Sebuah blog, menurut Philips dan Young (2009: 12), dapat bersifat
personal atau terkait dengan bisnis. Blog bisnis dapat digunakan untuk
komunikasi internal kepada karyawan atau sengaja dirancang untuk dilihat
oleh publik. Oleh karena itu tidak jarang blog dimanfaatkan untuk upaya
penjualan dan komunikasi pemasaran. Salah satu peluang yang disadar oleh
perusahaan akan hadirnya blog adalah untuk mendongkrak penyaluran
informasi terkait perusahaan kepada konsumen maupun publik. Para blogger
digunakan untuk menyampaikan informasi tentang brand maupun
10

perusahaan dengan caranya sendiri tetapi tetap terarah yang kerap kali mampu
mempengaruhi alur pemikiran dari penikmat blog tersebut. Menurut Onggo
(2004: 54) salah satu tujuan penting dari keterlibatan bloggers dalam satu
kegiatan bisnis tertentu ialah untuk memenangkan kompetisi dengan
mengalahkan para pesaing di dunia maya.
Pada awal kemunculannya, blog berfokus pada penyebaran informasi
oleh blogger yang disampaikan melalui tulisan dan tidak menutup
kemungkinan disampaikan melalui gambar atau video. Namun
perkembangan jaman mengubah para penikmat blog untuk lebih menikmati
informasi dengan format audio visual atau video yang dirasa memiliki daya
tarik dan mampu dipahami lebih mudah. Oleh karena itu para blogger
memutuskan untuk berpindah menggunakan platform media sosial lain yaitu
YouTube yang memfasilitasi penyebaran informasi dengan format video.
Perpindahan ini pun mulai mengubah rutinitas pada blogger yang tidak lagi
menuliskan setiap informasi yang mereka miliki dalam bentuk tulisan tetapi
dengan menyampaikannya melalui video. Perubahan media sosial yang
digunakan dan format dalam menyampaikan informasi yang diberikan ini
membawa perubahan dalam penyebutan para blogger yang berubah menjadi
vlogger, video blogger.
Vlogger pada dasarnya memiliki kesamaan konsep dengan blogger
dimana mereka tetap menyampaikan informasi maupun pengalaman pribadi
mereka masing-masing sesuai dengan bidang yang mereka tekuni. Kehadiran
vlogger juga menerpa dalam bidang kecantikan dan kosmetik yang
menghadirkan adanya sosok beauty vlogger. Beauty vlogger merupakan
sosok yang memiliki keahlian atau konsentrasi dalam bidang kecantikan yang
memberikan informasi terkait produk-produk kecantikan yang telah mereka
gunakan atau dengan kata lain para beauty vlogger memberikan pengalaman
mereka dalam menggunakan produk kecantikan. Beauty vlogger bersifat
objektif terhadap beragam produk yang mereka gunakan sehingga informasi
yang disampaikan pun dapat berupa positif maupun negatif dari produk yang
telah digunakan.
11

Dapat disimpulkan bahwa beauty vlogger adalah influencer


kecantikan yang berbagi review melalui klip video yang kemudian diunggah
pada situs berbagi video. Kini sebagian besar klip vloggers yang melakukan
review suatu produk sudah banyak yang bisa kita temukan dari mana saja
bahkan di halaman blog mereka yang terhubung ke saluran Youtube. (Nguyen
2015 dalam Tran. 2016).

2.2.1.2 Indikator Beauty Vlogger


Menurut Shimp (2014:260) terdapat dua atribut dasar atau yang
dikenal dengan model TEARS yang dimiliki oleh beauty vlogger, yang
berkontribusi terhadap efektivitas endorser, atribut tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kepercayaan (Trustworthiness)
Menurut Ohanian, 1990 kepercayaan adalah tingkat kepercayaan
individu dan tingkat penerimaan, kepada sesuatu yang influencer berikan
dan pesan yang disampaikan oleh influencer tersebut. Beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa kepercayaan berhubungan langsung dengan
dorongan dari kepercayaan dan efektivitas pesan. Miller dan Baseheart
(1969) menemukan bahwa seorang komunikator lebih dapat dipercaya
dalam menyampaikan opini. Opini mereka lebih efektif dan mudah
diterima ke penerima pesan. Kepercayaan lebih banyak terletak pada
sesuatu yang disukai dari influencer (Loggerenberg, Waldt Wehmeyer,
2009). Budaya vlogging pada YouTube memungkinkan pengguna untuk
menjadi terbuka dengan kegiatan vlogging, berhadapan dengan pembuatan
video sendiri dan percakapan yang interaktif indikator untuk mengukur
dimensi trustworthiness menurut Ohanian (1990) dalam Ananda dan
Wandebouri (2016) terdapat lima indikator:
a. Jujur (Honest)
Kategori ini sulit diketahui oleh seorang viewer channel dari seorang
vlogger, karena viewer tidak pernah bisa memastikan bahwa orang-
orang yang berada di depan kamera dan berbicara tentang produk 100%
12

jujur kepada pengikut mereka atau tidak. Tapi kebanyakan dari


mereka, berusaha meyakinkan pengikut mereka tentang kejujuran dan
kepercayaan mereka dalam me-rewiew suatu produk, di bawah kolom
setiap video, (description box) yang terdapat bagian kecil di mana
mereka telah menulis sebuah penjelasan mengenai kejujuran mereka.
b. Dapat diandalkan (Dependable)
Seorang beauty vlogger harus memiliki pengetahuan tentang produk
atau kosmetik yang akan mereka review. Saat melakukan review,
viewers akan menilai apakah seorang beauty vlogger dapat diandalkan
dalam melakukan sebuah review produk.
c. Sumber terpercaya (Realible Source)
Penilaian terhadap seorang vlogger dikenal sebagai seseorang yang
peka dengan trend kecantikan dan selalu up to date, seperti produk
mana yang akan dirilis, trend apa yang akan marak digunakan atau
bahkan para vlogger inilah yang dapat membuat suatu produk terkenal
di pasar, kemudian berbagi dengan viewers tentang mereka (Nguyen
2015, dalam Tran 2016). Seorang vlogger akan memberi tahu viewers
pengalaman mereka tentang produk yang mereka gunakan,
memberikan sebuah review kepada penonton videonya yang
memungkinkan penonton videonya akan memiliki pengetahuan
umum tentang produk tersebut dan memutuskan apakah produk
tersebut cocok mereka dan mereka akan memutuskan untuk membeli
atau tidak.
d. Tulus (Sincere)
Penonton di YouTube berasal dari berbagai kalangan masyarakat
dunia karena setiap konten yang dimasukan seseorang dalam situs
tersebuat secara otomatis. Setiap viewers nantinya akan menilai
tentang video yang baru saja ia tonton, jika seseorang beauty vlogger
melakukan review selain dilihat dari aspek kejujuran vlogger juga
dilihat dari seberapa tulus mereka melakukan review suatu produk ini
juga menjadi penilaian seorang viewer apakan vlogger tersebut
13

melakukan review secara terpaksa atau tidak. Sehingga hasil dari


tulusnya seorang vlogger melakukan review dapat menjadi acuan
penonton untuk mempercayai konten seorang beauty vlogger tersebut.
e. Dapat dipercaya (Trustworthy)
Kepercayaan berbasis pengetahuan yang dibangun oleh pengalaman
interaksi ulang antara vlogger dan penonton vlog (Gefen, et al., 2003,
dalam Ananda, dan Wandebouri, 2016). Secara khusus, target
kepercayaan adalah viewers vlogger. Melalui penonton yang sering
interaksi pada YouTube seorang vlogger itu sendiri, viewers vlog
menjadi akrab dengan seorang vlogger dan konten yang mereka
berikan, dan pada akhirnya kepercayaan terbentuk. Seorang viewers
vlog percaya bahwa rekomendasi dari seorang vlogger bernilai postif
dan kemudian berbelanja di situs web yang direkomendasian vlogger
atau direview dalam konten video yang mereka buat.
2. Keahlian (Expertise)
Keahlian merupakan aspek penting lain dari vlogger. YouTube
dipandang sebagai tempat untuk belajar, bukan hanya hiburan meskipun
bagaimana video yang dibuat dapat memberikan informasi baik secara
formal maupun informal (Tolson, 2010). Menurut McCracken (1989)
dalam Chaovalit (2014) keahlian telah didefinisikan sebagai kemampuan
yang dirasakan dari sumber untuk membuat pernyataan yang benar.
Dengan kata lain, komunikator dianggap cukup memenuhi syarat untuk
memberikan informasi yang benar dan akurat atau mendiskusikan topik
tertentu (Hovland, et al., 1953 dalam Chaovalit, 2014). Keahlian mengacu
pada sejauh mana influencer dianggap cukup memenuhi syarat untuk
memberikan informasi yang valid dan akurat atau mendiskusikan topik
tertentu (berpengalaman, ahli, berkualitas, berpengetahuan dan terampil).
(Ohanian, 1990).
Banyak penelitian telah membuktikan makin kredibel seseorang,
semakin mudah penerima pesan akan memahaminya (Ross, 1973). Teori
ini menunjukkan bahwa endorser pada YouTuber atau disini sebagai
14

vlogger dianggap sebagai ahli yang memiliki pengetahuan cukup dalam


bidang kecantikan. Selama penonton menganggap bahwa seorang beauty
vlogger memiliki pengetahuan tentang produk, beauty vlogger tersebut
sudah dianggap ahli (Loggerenberg, et al, 2009). Namun, Ohanian (1990)
menekankan bahwa "sumber yang sangat kredibel tidak selalu lebih efektif
dari pada yang kurang-kredibel" indikator untuk mengukur expertise
menurut Ohanian (1990) dalam Ananda dan Wandebouri (2016):
a. Berpengetahuan luas
b. Mahir
c. Berpengalaman
d. Berkualitas
e. Ahli.

2.1.3 Word of Mouth


Menurut WoMMA (Word of Mouth Marketing Association) dikutip
oleh Ratna Dwi Kartika Sari (2012) Word of Mouth adalah suatu aktifitas di
mana konsumen memberikan informasi mengenai suatu merk atau produk
kepada konsumen lain.
Menurut Sumardy, Silviana dan Melone (2011:63) Word of Mouth
adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh sebuah merk agar konsumen
membicarakan, mempromosikan dan mau menjual merk kita kepada orang
lain. Sedangkan menurut Sernovitz (2006:5) adalah Word of Mouth adalah
pembicaraan yang secara alami terjadi antar orang-orang. Word of Mouth
adalah pembicaraan konsumen asli.
Menurut Iput (2007), Ketika seorang konsumen mengeluarkan uang
untuk mengkonsumsi suatu produk/jasa, maka konsumen tersebut secara
langsung juga mengkonsumsi sebuah experience yang kemudian memberi
efek persepsi dan berakhir pada suatu tingkat kepuasan emosional. Kepuasan
emosional inilah yang akan menghasilkan sebuah word of mouth yang
mungkin sering muncul tanpa sengaja, namun sebenarnya bisa direncanakan
dengan strategi yang tepat, dengan goal yang diinginkan perusahaan.
15

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan


bahwa word of mouth merupakan sebuah kegiatan pemasaran yang dalam
memberikan informasi suatu produk/jasa dari satu konsumen ke konsumen
lainnya untuk membicarakan, mempromosikan, dan mau menjual suatu merk
kepada orang lain.
2.1.3.1 Jenis-jenis Word of Mouth
Menurut Sernovitz (2006:6), word of mouth terdiri dari dua jenis,
yaitu:
1. Organic Word of Mouth; adalah pembicaraan yang bersemi secara
alami dari kualitas positif dari perusahaan anda.
2. Amplified Word of Mouth; adalah pembicaraan yang dimulai oleh
kampanye yang disengajakan untuk membuat orang-orang berbicara.
2.1.3.2 Tingkatan Word of Mouth
Menurut Dikdik Harjadi (2008), dari perspektif strategi dan fungsi
komunikasi pemasaran, word of mouth terdiri dari tiga level yaitu:
1. Talking. Pada level ini, konsumen membicarakan produk/merk
perusahaan. Level pertama ini merupakan word of mouth yang paling
mendasar yang sering terjadi dan dilakukan. Word of mouth pada level
ini tidak berhubungan langsung dengan penjualan.
2. Promoting. Pada level ini, konsumen mulai mempromosikan produk
perusahaan kepada orang lain (word of mouth to make your customers
do the promotion).
3. Selling. Pada level ini, konsumen menjual produk perusahaan (word of
mouth to make your customer do the selling). Ini merupakan tahapan
word of mouth yang paling penting bagi sebuah perusahaan. Pada level
ini konsumen membuat suatu komunikasi pemasaran yang membantu
penjualan produk.
2.1.3.3 Motivasi Melakukan Word of Mouth
Menurut Sernovitz (2006:13), terdapat tiga motivasi dasar yang
mendorong positive word of mouth. Motivasi tersebut adalah:
16

1. Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi. Orang-orang


membicarakan suatu produk karena mereka menyukai produk yang
mereka konsumsi. Baik dari segi produk utama yang mereka konsumsi
maupun service atau pelayanan yang mereka terima.
2. Pembicaraan membuat mereka merasa baik. Kebanyakan konsumen
melakukan word of mouth karena motif emosi atau perasaan terhadap
produk yang mereka gunakan. Sebagai mahluk sosial, manusia sudah
selayaknya berkomunikasi dan berbagi informasi antar satu individu ke
individu yang lain.
3. Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok. Keinginan untuk
menjadi bagian dari suatu kelompok adalah perasaan manusia yang
paling kuat. Setiap individu ingin merasa terhubung dengan individu
yang lain dan terlibat dalam suatu lingkungan sosial. Membicarakan
sauatu produk adalah salah satu cara untuk mendapat hubungan tersebut.
Kita merasa senang secara emosional ketika kita membagikan
informasi atau kesenangan dengan suatu kelompok yang memiliki
kesenangan yang sama.
2.1.3.4 Menciptakan Word of Mouth
Menurut Dikdik Harjadi (2008), ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk menciptakan Word of Mouth Communication, diantaranya
adalah:
1. Conversation Tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan
dengan suatu merk, baik pembicaraan offline maupun online.
2. Menciptakan komunitas dengan ketertarikan/bidang yang sama.
3. Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk
bertindak mewakili brand tersebut.
4. Memberikan pelayanan yang superior, sehingga menciptakan kepuasan
pelanggan.
5. Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan ataupun terkait
dengan produk dan berhubungan dengan orang lain melalui blog.
17

6. Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang besar


pengaruhnya dalam sebuah Social Network dan bekerjasama dengan
mereka.
2.1.3.5 Word of Mouth Marketing
Menurut Andy Sernovitz (2006:9-12) Definisi WOM Marketing
adalah tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih
mudah dan lebih suka membicarakan produk kita. Ada 3 hal yang dapat
dilakukan agar orang lain membicarakan produk atau jasa dalam Word of
Mouth Marketing yaitu:
1. Be Interesting, menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang
mempunyai perbedaan, terkadang walaupun perusahaan menciptakan
produk sejenis, mereka akan mempunyai karakteristik yang tersendiri
atau berbeda agar menarik untuk diperbincangkan. Perbedaan ini bisa
dilihat dari berbagai hal misalnya packaging atau guarantee produk
atau jasa tersebut.
2. Make People Happy, buat produk yang mengagumkan, ciptakan
pelayanan prima, perbaiki masalah yang terjadi, dan pastikan suatu
pekerjaan yang perusahaan lakukan dapat membuat konsumen
membicarakan produk ke teman mereka. Mereka akan membantu
perusahaan, mendukung bisnis perusahaan kita dan ia akan mengajak
orang lain untuk menikmati atau mencoba produk atau jasa yang
ditawarkan. Word of Mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan
dapat membuat konsumen tersebut merasa senang.
3. Earn trust and Respect, perusahaan harus mendapatkan kepercayaan
dan rasa hormat dari pelanggan. Tanpa adanya kepercayaan, orang
enggan merekomendasikan produk atau jasa yang perusahaan berikan
karena ini akan membahayakan citra harga dirinya. Komitmen terhadap
informasi yang diberikan dan buat mereka juga yakin untuk
membicarakan tentang produk atau jasa tersebut dengan singkat seperti
pesan singkat agar semua orang mudah mengingatnya.
18

2.1.3.6 Indikator Word of Mouth


Berdasarkan pendapat Rangkuti (2009, p96), pesan yang disampaikan
melalui Word of Mouth dapat diukur dengan menggunakan indikator-
indikator, yaitu dengan melihat hubungan antara lawan bicara anda mengenai
produk X dan tindakan anda setelah melakukan pembicaraan mengenai
produk X tersebut. Indikator teman bicara anda meliputi:
a. Keahlian lawan bicara
b. Kepercayaan terhadap lawan bicara
c. Daya tarik lawan bicara
d. Kejujuran lawan bicara
e. Objektivitas lawan bicara
f. Niat lawan bicara

Tindakan anda setelah melakukan pembicaraan meliputi:

a. Konsumsi pesan
b. Pencarian informasi
c. Konversi
d. Penyampaian kembali
e. Penciptaan ulang pesan
Babin, Barry J; L,Yong-Kie; Kim,Eun-Fu; dan Griffin, Mitch (2005).
“Modeling consumer Satisfaction and Word-Of-Mouth: Resturant Patronage
Korea. ”Journal of service Marketing”, Vol.19, pp133-139 pada
penelitiannya mengukur word of mouth dengan indikator sebagai berikut :
a. Kemauan konsumen dalam membicarakan hal-hal positif tentang
kualitas pelayanan perusahaan kepada orang lain.
b. Rekomendasi jasa perusahaan kepada orang lain.
Dorongan terhadap teman atau relasi untuk melakukan pembelian
terhadap jasa perusahaan.
19

2.1.4 Country Image


2.1.4.1 Definisi Country Image
Roth dan Romeo mendefinisikan country image sama dengan country
origin. Dengan kata lain, country image adalah “persepsi keseluruhan yang
membentuk prilaku konsumen 19ariable19 suatu produk dari negara tertentu
berdasarkan persepsi sebelumnya tentang kekuatan dan kelemahan produksi
pemasaran negara” (Roth dan Romeo, 1992).
Country image didefinisikan sebagai seluruh deskriptif, inferensial
dan informasi kepercayaan seseorang terhadap sebuah negara tertentu (Martin
dan Eroglu, 1993, dalam Phillips, 2013). Sementara sebagian besar penelitian
terbaru mengenai country image atau country of origin (COO) hanya berfokus
pada pengaruhnya terhadap perilaku konsumen terhadap produk luar negeri,
namun beberapa literatur telah memberi pengaruh pada pengaruh alat
pemasaran lainnya terhadap perilaku pelanggan terkait dengan konsep.
Country image adalah reperesent kognitif yang diyakini seseorang
tentang bangsa dan masyarakatnya yang berasal dari pandangan mereka akan
adanya jarak politik, bencana, 19ariable19n, pengalaman pribadi dan media
massa pada suatu negara (Sung, 2010 dalam Lee 2015).
Country image (CI) didefinisikan sebagai tempat asal produk berasal,
bisa berupa kota, negara atau wilayah. Efek dari pengaruh CI menunjukkan
bahwa orang memiliki penilaian yang telah ditentukan sebelumnya tentang
sebuah negara, sementara evaluasi terbentuk pada situasi politik, ekonomi
dan 19ariab (Sung, 2010 dalam Lee, 2015).
Country image secara tidak langsung berhubungan dengan produk
namun hanya memberikan dasar untuk beberapa kesimpulan tidak langsung
tentang produk tersebut. Pada dasarnya, country image dalam perspektif
pemasaran dapat didefinisikan pada tiga tingkat, yaitu: overall country image,
20

aggregate product country image dan specific product country image. (Hsieh,
el al, 2004)
a. Overall country image (citra negara keseluruhan); merupakan
keseluruhan kepercayaan, ide dan kesan dari suatu negara tertentu
sebagai hasil evaluasi konsumen atas persepsinya tentang kelebihan dan
kelemahan negara tersebut.
b. Aggregate product country image (citra negara asal produk keseluruhan);
merupakan keseluruhan perasaan kognitif yang diasosiasikan dengan
produk dari negara tertentu atau kesan terhadap keseluruhan kualitas
produk yang berasal dari suatu negara tertentu. Misalnya pandangan
umum konsumen terhadap produk buatan Jepang berteknologi tinggi,
produk buatan Cina harganya murah dan produk buatan Jerman memiliki
daya tahan tinggi.
c. Specific product country image (citra negara asal dilihat pada
kategori produk tertentu); merupakan keseluruhan perasaan
kognitif yang diasosiasikan denganspesifikasi produk dari negara
tertentu. Misalnya pandangan umum konsumen yang mengapresiasi
kosmetik buatan Perancis, susu olahan dari Belanda, barang elektronik
dari Jepang.
Country image merupakan elemen penting dalam mempengaruhi
minat beli suatu produk. Konsumen akan teliti dalam mengevaluasi darimana
produk tersebut berasal. Country image mempengaruhi persepsi dan image
dibenak konsumen, konsumen cenderung memiliki kesan tertentu terhadap
suatu produk yang di dihasilkan oleh suatu negara.
2.1.4.2 Dimensi Country Image
Menurut Roth dan Romeo (1992) dalam Lee (2016), terdapat empat
aspek country image. Empat aspek ini dipakai karena mempunyai kriteria:
konsisten dengan hasil temuan penelitian sebelumnya, berhubungan dengan
persepsi produk dari suatu negara dan kekuatan dan kelemahan dalam
pemasaran serta berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dapat dipakai
untuk dasar penelitian kategori produk dari negara lain.
21

1. Inovasi (Innovativeness)
Semakin berkembang literatur tentang inovasi berfokus pada adopsi
inovasi konsumen (Chandy dan Tellis, 1998 dalam Zhang 2012) tapi
tidak pada efek sebenarnya inovasi pada konsumen (Lee, 2005; dalam
Zhang 2012). Namun, efek inovasi berdasarkan respon konsumen
merupakan prasyarat untuk adopsi. Kedua, biarpun beberapa literatur
berfokus pada efek inovasi pada konsumen, kebanyakan hanya
mempertimbangkan perspektif konsumen pada produk inovatif itu
sendiri. Tujuan dari promosi produk yang inovatif tidak hanya untuk
menjual produk, tapi juga untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa
perusahaan memiliki kemampuan inovatif untuk memuaskan mereka.
Ketiga, perusahaan perlu memeriksa bagaimana mengelola 21 aria
pelanggan lebih efektif saat membuat strategi inovasi. Keempat, meski
kebanyakan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan dan meningkatkan
perusahaan kinerja, sebagian besar penelitian ini tidak menyebutkan
perbedaan dalam kategori produk. Kelima, hanya sedikit studi lintas
budaya tentang kinerja inovasi, karena pelanggan di berbagai negara
menunjukkan perbedaan dalam kesadaran tentang inovasi, efek dari
inovasi pada ekuitas pelanggan mungkin berbeda untuk negara lain.
Indikator untuk mengukur innovativeness (Roth dan Romeo, 1992 dalam
Lee, 2016):
a. Negara yang inovatif di bidang 21ariable kosmetik
b. Negara yang maju dalam bidang teknologi
2. Desain (Design)
Desain produk telah menjadi pusat dalam praktek pemasaran dan
memberikan dampak kepada konsumen dan masyarakat, namun masalah
desain produk belum cukup penting pemasaran (Luchs et al. 2015).
Desain produk sebagai salah satu 21ariab keunggulan produk, desain
produk adalah 21ariabl dan kunci kesuksesan sebuah produk menembus
pasar sebagai basic bargain marketing, mendesain sebuah produk berarti
22

membaca pasar, keinginan pasar, kemampuan pasar, pola 22aria calon


konsumen serta banyak aspek lain yang akhirnya harus diterjemahkan
dan diaplikasikan dalam perancangan sebuah produk. Kemampuan
sebuah produk bertahan dalam siklus sebuah pasar ditentukan oleh
bagaimana sebuah desain mampu beradaptasi akan perubahan-perubahan
dalam bentuk apapun yang terjadi dalam pasar yang dimasuki produk
tersebut. Sehingga kemampuan tersebut menjadi nilai keberhasilan bagi
produk itu sendiri dikemudian hari. Indikator pada design menurut Roth
dan Romeo 1992 dalam Lee. 2016.
a. Desain produk menarik
b. Produk memiliki warna yang menarik
c. Produk 22ariable22
3. Prestis (Prestige)
Wong dan Zhou (2005) Hermawan (2013) menyatakan persepsi
prestise dalam hal pemasaran adalah konsumen mengembangkan makna
prestis untuk sikap berdasarkan interaksi dengan orang-orang (misalnya,
bercita-cita atau referensi kelompok sebaya), obyek 22ariable (misalnya,
fitur terbaik) dan nilai-nilai hedonis (misalnya, keindahan sensorik)
Asumsi umum adalah bahwa produk yang bersifat prestise adalah produk
langka dan jarang dibeli, memerlukan pengetahuan yang lebih tinggi, dan
sangat berhubungan dengan konsep individu. Wong dan Zhou (2005)
Hermawan (2013) juga mengatakan bahwa konsumsi pada produk
produk asing oleh konsumen menunjukan kekayaan, kekuasaan, dan
status. Persepsi prestise memiliki pengaruh langsung terhadap niat
pembelian. Namun berdasarkan teori sikap (Fishbein dan Ajzen, 1975
dalam Hermawan, 2013) persepsi dapat digunakan sebagai 22 ariab
kognitif yang dapat mempengaruhi sikap konsumen. Prestise yang
dirasakan didefinisikan sebagai peranan terhadap kedudukan tertentu,
tingkatan tertentu pada posisi-posisi yang dihormati yang dirasakan
seseorang setelah menggunakan barang atau poduk. Persepsi prestise
23

dioperasionalkan dengan menggunakan Indikator sebagai berikut: (Roth


dan Romeo 1992 dalam You. 2016)
a. Produk eksklusif
b. Status
c. Merk terkenal
4. Workmanship
Salah satu nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari produsen
adalah workmanship Wong dan Zhou (2005) dalam Hermawan (2013)
mendefinisikan persepsi workmanship sebagai evaluasi konsumen dari
sebuah produk dan keseluruhan keunggulan berdasarkan isyarat
23 ariable 23 (misalnya, kinerja, daya tahan) dan isyarat ekstrinsik
(misalnya, nama merk, garansi). Wong dan Zhou (2005) dalam
Hermawan (2013) menyatakan bahwa persepsi workmanship memiliki
pengaruh langsung terhadap niat pembelian. Berdasarkan teori sikap
(Fishbein dan Ajzen, 1975 dalam Hermawan, 2015) persepsi dapat
digunakan sebagai 23 ariab kognitif yang dapat mempengaruhi sikap
konsumen. Tanpa diragukan lagi, konsumen yang mengalami tingkat
persepsi kualitas yang lebih tinggi menunjukkan sikap positif yang tinggi
terhadap produk asing. Persepsi workmanship didefinisikan sebagai
evaluasi konsumen dari sebuah merk dan keseluruhan keunggulan yang
dirasakan. Persepsi kualitas dioperasionalkan dengan menggunakan tiga
item pertanyaan (Roth dan Romeo 1992 dalam Lee, 2016)
a. Dapat dipercaya
b. Produk tahan lama
c. Keahlian
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Pustaka

No Nama Penelitian Variabel Hasil


24

Lanjutan Tabel 2.1


Tinjauan Pustaka
1. Widodo, Pengaruh Variabel Hasil penelitian
dkk (2015) Beauty Vlogger 24ariable24nt: menunjukan bahwa
Review dan 1. Beauty terdapat pengaruh
Source Vlogger yang
Characteristics 2. Source signifikan antara
terhadap Characeristics variable beauty vlogger
Purchase review dan source
Intention Variabel characteristics
Produk NYX dependen: terhadap
Proffesional 1. Purchase purchase intention
Makeup Intention produk NYX
Proffesional Makeup.
2. Ratna, dkk Pengaruh Variabel Hasil penelitian
(2015) Celebrity 24ariable24nt: menunjukkan adanya
Endorser 1. Celebrity pengaruh positif dan
(Inneke Endorser signifikan 24ariable
Koesherawati) (X1) daya pikat dan keahlian
terhadap Minat terhadap minat beli
Beli Kosmetik Variabel kosmetik Wardah dan
Wardah (Survei dependen: juga 24ariable
Pengguna 1. Minat Beli (Y) keahlian, tidak
Kosmetik berpengaruh signifikan
Wardah di terhadap minat beli
Semarang) kosmetik Wardah.
3. Permana Analisis Variabel Hasil penelitian
(2015) Pengaruh independen: menunjukkan bahwa
Efektivitas Iklan 1. Efektivitas efektivitas iklan dan
dan Word of iklan (X1) word of mouth
Mouth Terhadap 2. Word of Mouth berpengaruh positif dan
Minat Beli (X2)
25

Hand and Body signifikan terhadap


Lotion Marina Variabel minat beli.
(Studi Kasus dependen:
pada 1. Minat Beli (Y)
Masyarakat di
Lanjutan Tabel 2.1
Kota Semarang)
Tinjauan Pustaka
4. Eriza, Zahra Peran Mediasi Variabel Hasil penelitian
(2017) Citra Merek dan independen: menunjukkan hanya
Persepsi Risiko 1. Country of variabel E-WOM
pada Hubungan Origin berpengaruh positif
antara Perception terhadap minat beli dan
Electronic Word (X1) citra merek.
of Mouth (E- 2. Perceived
WOM) dan Quality (X2)
Minat Beli 3. Consumer
(Studi pada Perception
Konsumen (X3)
Kosmetik E- Variabel
Commerce di dependen:
Solo Raya) 1. Purchase
Intention (Y)
5. Rahmani Pengaruh Variabel Hasil penelitian
(2017) Beauty Vlogger independen: menunjukkan terdapat
Terhadap 1. Beauty pengaruh yang positif
Persepsi dan Vlogger (X) dan signifikan antara
Minat Beli Variabel antesenden PSI, serta
Konsumen Pada dependen: PSI mempunyai
Produk 1. Persepsi (Y1) pengaruh positif dan
Kosmetik 2. Minat Beli signifikan pada
(Y2) persepsi merek mewah,
26

Kategori Merek namun hanya luxury


Mewah brand value yang
memiliki pengaruh
Lanjutan Tabel 2.1 positif dan signifikan
Tinjauan Pustaka pada minat beli.
6. Kurniasari Pengaruh Variabel Hasil temuan dari
(2017) Country Image independen: penelitian ini
dan Beauty 1. Country Image menunjukan bahwa
Vlogger Review 2. Beauty country image
terhadap Vlogger berpengaruh secara
Purchase Review signifikan terhadap
Intention Variabel purchase intention
konsumen dependen: pada situs Althea.kr
kosmetik Korea 1. Purchase dan beauty vlogger
studi kasus pada Intention review berpengaruh
Althea.kr. secara signifikan
terhadap purchase
intention pada situs
Althea.kr.
7. Adriyati Pengaruh Variabel Hasil penelitian
(2017) Electronic Word independen: menunjukkan bahwa
Of Mouth 1. Elrctronic electronic word of
Terhadap Citra Word of Mouth mouth memiliki
Merk dan Minat (X) pengaruh positif dan
Beli pada Variabel signifikan terhadap
Produk dependen: citra merk dan minat
Kosmetik 1. Citra Merk beli.
Wardah (Y1)
2. Minat Beli
(Y2)
27

2.3 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran digunakan untuk mengarahkan pemikiran penelitian.
Berdasarkan telaah pustaka di atas terhadap variabel-variabel yang dibahas
dalam penelitian ini mengenai pengaruh beauty vlogger review, word of mouth
dan country image terhadap minat beli konsumen. Maka dapat ditampilkan
pemikiran teoritis sebagai berikut:

Beauty Vlogger Review

Word of Mouth Minat Beli

Country of Origin

Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran teoritis yang disajikan diatas menjelaskan


bahwa beauty vlogger review, word of mouth dan country image berpengaruh
besar pada pembentukan besarnya minat beli konsumen.

2.4 Hipotesis
Berdasarkan teori teori dan kerangka pemikiran yang telah
dijelaskan, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
28

H01 : Beauty vlogger review, word of mouth dan country image tidak
berpengaruh secara simultan terhadap minat beli produk kosmetik Etude
House.

Ha1 : Beauty vlogger review, word of mouth dan country image berpengaruh
secara simultan terhadap minat beli produk kosmetik Etude House.

H02 : Beauty vlogger review tidak berpengaruh terhadap minat beli produk
kosmetik Etude House.

Ha2 : Beauty vlogger review berpengaruh terhadap minat beli produk


kosmetik Etude House.

H03 : Word of mouth tidak berpengaruh terhadap minat beli produk


kosmetik Etude House.

Ha3 : Word of mouth berpengaruh terhadap minat beli produk kosmetik


Etude House.

H04 : Country image tidak berpengaruh terhadap minat beli produk


kosmetik Etude House.

Ha4 : Country image berpengaruh terhadap minat beli produk kosmetik


Etude House.

Anda mungkin juga menyukai