Anda di halaman 1dari 8

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM MELAKSANAKAN

PENILAIAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DENGAN PENERAPAN KKG BERBASIS


SEKOLAH DI SD NEGERI BULUKERTO 03 KOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR
Lilis Indahyani
(SD Negeri Bulukerto 03 Kota Batu Provinsi Jawa Timur, Lilisindahyani92@Gmail.Com)
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penerapan Kelompok Kerja Guru (KKG) berbasis
sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi di
SDN Bulukerto 03 Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
tindakan sekolah dengan dua siklus. Masing-masing siklus mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru SDN Bulukerto 03 Kota Batu sebanyak 9
orang, terdiri atas 6 guru kelas dan 3 guru mata pelajaran. Data dikumpulkan dengan observasi, angket,
dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan KKG berbasis sekolah
dapat meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi. Dari hasil
analisis didapatkan bahwa kompetensi guru mengalami peningkatan mulai dari siklus I sampai sikus II.
Pada siklus I terdapat nilai 58,68 yang diperoleh guru yang kompeten dalam penilaian berpikir tingkat
tinggi dan pada siklus II meningkat menjadi 83,31 sehingga terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar
24,73.
Kata Kunci : Kompetensi Guru, Penilaian Berpikir Tingkat Tinggi, Kelompok Kerja Guru
PENDAHULUAN
Kompetensi guru dalam menyusun penilaian berpikir tingkat tinggi masih perlu peningkatan. Hal
ini terbukti masih banyaknya soal dengan pertanyaan bepikir tingkat rendah. Soal-soal yang digunakan
dalam ulangan harian, tengah semester maupun akhir semester masih banyak menggunakan pertanyaan
berpikir tingkat rendah. Pada kenyataan di lapangan soal-soal yang disusun guru masih belum
mencerminkan berpikir tingkat tinggi. Soal-soal yang ada masih terbatas pada bentuk soal pilihan ganda,
isian dan jawaban singkat. Kemampuan guru yang kurang dalam menyusun soal berpikir tingkat tinggi
dapat terjadi karena beberapa faktor. Pertama, guru tidak membuat kisi-kisi dalam pengembangan butir
soal. Kedua, dalam membuat soal tidak mengkuti kaidah-kaidah penulisan soal yang baik dan benar.
Ketiga, belum membuat soal secara mandiri (hanya mencontoh, mencopy contoh-contoh soal dari guru
lain atau dari buku lembar kerja siswa (LKS) yang dijual di pasaran yang belum tentu sesuai dengan
kompetensi seperti yang diharapkan oleh kurikulum. Keempat, tidak melakukan analisis butir soal,
sehingga tidak mengetahui indikator atau KD mana yang mampu dicapai oleh peserta didik.
Kondisi tersebut di atas antara lain disebabkan karena guru belum memahami dan belum
mengembangkan soal penilaian berpikir tingkat tinggi, dan menganalisis butir soal sesuai dengan prinsip,
mekanisme dan prosedur penilaian. Selain itu juga dipengaruhi beberapa faktor seperti faktor
pemahaman, pengalaman, pendidikan dan minimnya kegiatan diklat tentang penilaian. Faktor-faktor
tersebut mampu menilai sejauh mana kompetensi guru dalam penyusunan penilaian berpikir tingkat
tinggi. Dampak dari pembelajaran di sekolah akan berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Hal
ini berakibat pula pada kurang terlatihnya peserta didik dalam berpikir kritis dan kreatif. Karena
kemampuan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi, kritis dan kreatif perlu dilatih dan dikondisikan
dengan baik oleh guru melalui pembelajaran dan penilaian. Dalam penilaian ada 3 ranah yang dinilai
yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Untuk penilaian berpikir tingkat tinggi digunakan penilaian kompetensi pengetahuan. Penilaian
kompetensi pengetahuan atau kognitif adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat
pencapaian atau penguasaan peserta didik dalam aspek pengetahuan. Penilaian berpikir tingkat tinggi
dengan menggunakan soal bentuk uraian. Soal bentuk uraian adalah penilaian yang menuntut peserta
didik untuk mengingat, memahami dan mengorganisasikan gagasannya dengan kata-katanya sendiri.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/ HOTS) pada Taksonomi Bloom,
merupakan urutan tingkatan berpikir (kognitif) dari tingkat rendah ke tinggi. Pada ranah kognitifnya,
HOTS berada pada level analisis, sintesis dan evaluasi. HOTS pertama kali dimunculkan pada tahun 1990

81
dan direvisi tahun 1990 agar lebih relevan digunakan oleh dunia pendidikan abad ke-21. HOTS versi
lama berupa kata benda yaitu: pengetahuan, pemahaman, terapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berpikir tingkat tinggi juga telah dikaji oleh Mustaji (2012; Krulick dan Rudnick, 1999). Menurut
Mustaji (2012) bahwa definisi berpikir masih diperdebatkan di kalangan pakar pendidikan. Diantara
mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda. Walaupun tafsiran itu berbeda-beda, namun
umumnya para tokoh pemikir setuju bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan proses untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan masalah. Berpikir ialah proses menggunakan pikiran untuk mencari makna
dan pemahaman terhadap sesuatu. Sementara Krulik dan Rudnick (1999) di dalam artikel Idris Harta
menyatakan bahwa keterampilan berpikir terdiri dari empat tingkat, yaitu menghafal (recall thinking),
dasar (basic thinking), kritis (critical thinking), dan kreatif (creative thinking).
Keterampilan menghafal hampir otomatis atau bersifat refleksif. Contoh dari keterampilan ini
adalah menghafal perkalian (9x8=72) dan penjumlahan (7+3=10). Menghafal jalan menuju suatu tempat,
menghafal sejarah nasional Indonesia, juga termasuk dalam keterampilan ini. Siswa, khususnya pada
kelas awal, seringkali dipaksa menghafal fakta-fakta. Keterampilan berikutnya adalah keterampilan dasar.
Keterampilan ini mencakup konsep-konsep seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian,
termasuk aplikasi dalam soal. Contoh dari konsep pembagian adalah jika diketahui harga 1 pak DVD
berisi 100 keping adalah 90.000, siswa disuruh mencari harga satuan setiap keping DVD. Berpikir kritis
menurut Schafersman, S.D. (1991) di dalam Mustaji adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui
secara relevan dan reliabel tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan,
bertanggung jawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa
yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir mengajukan pertanyaan yang
sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar
secara logis, hingga sempat pada kesimpulan yang reliabel dan terpercaya.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik dapat dilatihkan melalui kegiatan, dimana peserta
didik diberikan suatu masalah dalam hal ini masalah berbentuk soal tes yang bervariasi. Pada dasarnya
semua soal dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Yang
dibutuhkan adalah keinginan dan komitmen guru untuk membantu mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi peserta didik. Selain itu dibutuhkan juga keyakinan bahwa keterampilan di atas
dapat diajarkan kepada semua peserta didik di setiap tingkatan. Dengan keinginan, komitmen dan
keyakinan ini, kita sebagai guru akan mencapai tujuan yang diharapkan. Kemampuan guru dalam
menyusun soal berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada pasal 10 ayat (1)
”Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi guru yang kurang dalam menyusun HOT juga dialami oleh guru-guru SDN Bulukerto
03 Kota Batu. Hal ini ditandai dengan soal-soal penilaian yang ada relatif minim menunjukkan berpikir
tingkat tinggi. Sebagian besar bapak ibu guru belum menyusun kisi-kisi soal penilaian. Hal ini kurangnya
kemauan, kemampuan dan kesiapan guru untuk melaksanakan. Untuk menciptakan peserta didik yang
yang berkualitas guru harus menguasai 4 kompetensi. Kompetensi pedagogik merupakan salah satu jenis
kompetensi yang mutlak dan perlu dikuasai guru. Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah
kompetensi dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi
yang khas, yang akan membedakan guru dengan profesi yang lainnya. Hal ini akan menentukan tingkat
keberhasilan proses dan hasil pembelajaranpeserta didiknya.
Salah satu tugas utama guru setelah melaksanakan proses pembelajaran adalah melaksanakan
penilaian. Penilaian ini dilaksanakan pada proses dan hasil belajar. Penilaian ada tiga aspek yaitu sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Dalam kurikulum 2013 penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian
kompetensi dan kualifikasi atau kemampuan dasar (KD). Kompetensi dasar meliputi Kompetensi Inti (KI)
82
1 sampai KI 4. Pada KI 1 adalah kompetensi Spiritual, KI 2 kompetensi sosial, KI 3 kompetensi
pengetahuan dan KI 4 kompetensi keterampilan.
Dampak dari kekurangmampuan menyusun soal berpikir tingkat tinggi berpengaruh pada hasil
belajar peserta didik. kurang terbiasnya siswa dalam mengerjakan soal yang bersifat penalaran, kurang
terbangunnya siswa untuk berpikir kreatif dan kurang terlatihnya siswa dalam berpikir kritis. Fenomena
kekurangmampuan guru menyusun soal berpikir tingkat tinggi juga dialami atau berlangsung juga di SDN
Bulukerto 03 Kota Batu. Hal ini ditandai oleh beberapa hal. Pertama, soal yang disusun dalam bentuk
obyektif misalnya bentuk pilihan ganda, menjodohkan, isian dan jawaban singkat. Kedua, guru lebih suka
mengadopsi dan mengadaptasi soal di LKS. Ketiga, kurang berfungsinya keberadaan Pengawas Sekolah.
Keempat, sering terjadinya revisi-revisi dalam penyempurnaan kurikulum. Kelima, terbatasnya
kesempatan untuk mengikuti diklat khususnya tentang penilaian. Bila ada salah satu guru yang mengikuti
diklat, hasilnya tidak disosialisasikan kepada teman guru di sekolah.
Kurangnya kemampuan dan kemauan dari guru untuk berlatih menyusun soal yang bercorak
berpikir tingkat tinggi. Di SDN Bulukerto 03, pada kenyataanya para guru mengalami dilema adanya
dualisme kurikulum. Dalam pelaksanaan pembelajaran menerapkan kurikulum 2013 dengan pembelajara
tematik, tapi untuk penilaian masih menggunakan mata pelajaran. Masalah tersebut perlu diatasi, salah
satu tindakan mengatasinya dengan menerapkan kegiatan KKG berbasis sekolah. KKG singkatan dari
Kelompok Kerja Guru. Kegiatan KKG ini dilaksanakan di SD Inti yang sudah ada tempatnya yang
dinamakan Pusat Kegiatan Guru (PKG). Dalam satu Guslah terdiri dari enam sampai tujuh sekolah,
sekitar 80-90 guru kelas dan guru mata pelajaran. KKG berbasis sekolah adalah KKG yang dilaksanakan
di lingkungan sekolah tetentu. Yang menjadi peserta KKG sekolah adalah para guru kelas dan guru mata
pelajaran.
Berdasarkan tujuan dari KKG di atas, kegiatan ini dapat dilaksanakan di SDN Bulukerto 03 untuk
mengatasi kesulitan guru dalam menyusun dan melaksanakan penilaian hasil belajar peserta didik yang
berupa soal ulangan bercorak berpikir tingkat tinggi yang dibuat guru. Adapun yang yang menjadi nara
sumber dalam kegiatan KKG berbasis sekolah adalah pengawas sekolah, kepala sekolah atau bahkan bisa
dari salah satu guru yang tehah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti diklat tentang penilaian.
Keunggulan KKG berbasis sekolah adalah : pertama sebagai wadah pembinaan profesional tenaga
kependidikan, kedua wahana menumbuh kembangkan semangat kerja sama secara kompetitif di kalangan
anggota KKG dalam rangka meningkatkan hasil belajar peserta didik, ketiga sebagai wadah penyebaran
informasi, inovasi dan pembinaan tenaga kependidikan, penumbuh rasa percaya diri dalam menyelesaikan
tugas dan kewajiban akademik, sosial, kepribadian dan pedagogik.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Sesuai dengan jenis
penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, 2002: 83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang
satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi rencana, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan. Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi
di masyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat penelitian ini merupakan penelitian
tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah guru terkait dengan
pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif.
Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat
atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan
(Arikunto, Suharsimi, 2002: 82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya
partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah
satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan
inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak
yang terlibat dalam kegiatan teersebut dapat mendukung satu sama lain.
83
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini
menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:
83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning
(rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk
pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari
tahap-tahap penelitian tindakan sekolah dapat dilihat Rancangan penelitiandigambarkan pada bagan
berikut ini:

Gambar 1. Alur PTS


Dalam penelitian ini kepala sekolah sebagai peneliti, dimana kepala sekolah sangat berperan
sekali dalm proses penelitian tindakan sekolah. Dalam bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan
sekolah ialah untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pelaksanaan penilaian berpikir tingkat tinggi.
Untuk kegiatan ini kepala sekolah terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini perananya sebagai kolaborator dan
observer. Kolaborator berfungsi sebagai nara sumber yang bertugas menyampaikan materi tentang
penilaian. Kolaborator adalah guru kelas VI yang bernama Martiana, S.Pd.SD dan kebetulan telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan tingkat propinsi terkait dengan penilaian Kurikulum 2013. Dan
SDN Bulukerto 02 Kota Batu telah melaksanakan pembelajaran dengan dasar Kurikulum 2013. Untuk
observer peneliti bekerja sama dengan kepala sekolah SDN Tulungrejo 02 yang bernama Dra. Rustiyah
M.M.Pd. Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah guru yang berada di SDN Bulukerto 03 Kota
Batu. SDN Bulukerto 02 memiliki jumlah guru 10 orang yang terdiri dari 6 guru kelas dan 4 guru mata
pelajaran. Dari sepuluh guru terbagi menjadi dua guru laki-laki dan delapan guru perempuan. Guru mata
pelajaran meliputi mata pelajaran Agama Islam, Pendidikan jasmani dan kesehatan, Bahasa Inggris dan
mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini
hanya 9 guru, karena yang satu adalah guru penjaskes dan untuk penilaian yang digunakan adalah pada
kompetensi keterampilan. Sedangkan yang sembilan guru menggunakan penilaian kompetensi
pengetahuan( Kognitif).
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SDN Bulukerto 03 dengan alamat Jalan Cangar Desa
Bulukerto Kota Batu. Waktu dalam penelitian ini berlangsung selama tiga bulan yaitu pada bulan
Pebruari s.d. April 2017. Observasi dan dokumentasi. Dengan angket diharapkan guru mengisi dengan
kenyataan yang ada tentang pelaksanaan penilaian berpikir tingkat tinggi, yang berfungsi untuk
menentukan seberapa baik guru dalam pelaksanaa penilaian berpikir tingkat tinggi. Selanjutnya lembar
observasi untuk mengambil data tentang pelaksanaan KKG berbasis sekolah. Dokumentasi sebagai bukti
bahwa penelitian tindakan sekolah telah dilaksanakan.
Kegiatan Refleksi Siklus1
Kegiatan refleksi dilakukan setelah selesai pelaksanaan KKG berbasis sekolah, dengan
mencermati keterlaksanaan siklus 1 sesuai dengan langkah-langkah yang meliputi: (1) perencanaan, (2)

84
pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan dan refleksi. Dari keempat langkah-langkah penelitian tindakan
sekolah tersebut dapat diambil kekurangan sebagai berikut:
1) Guru tidak membuat kisi-kisi dalam pengembangan butir soal.
2) Guru dalam membuat soal tidak mengikuti kaidah-kaidah penulisan soal yang baik dan benar.
3) Guru belum membuat soal secara mandiri (hanya mencontoh, mencopy contoh-contoh soal dari guru
lain atau dari buku lembar kerja siswa (LKS) yang dijual di pasaran yang belum tentu sesuai dengan
kompetensi seperti yang diharapkan oleh kurikulum.
4) Guru tidak melakukan analisis butir soal, sehingga tidak mengetahui indikator atau KD mana yang
mampu dicapai oleh peserta didik.
Kegiatan Refleksi Siklus 2
Dari kekurangan yang ada di siklus 1 dilakukan perbaikan untuk siklus 2. Kegiatan refleksi
dilakukan setelah selesai pelaksanaan KKG berbasis sekolah, dengan mencermati keterlaksanaan siklus 2
sesuai dengan langkah-langkah yang meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan
dan refleksi.
Dari keempat langkah-langkah penelitian tindakan sekolah tersebut dapat diambil sipulan sebagai berikut:
1) Dengan diterapkannya KKG berbasis sekolah sebagai awal yang baik untuk secara konsisten
melaksanakan secara rutin dilaksanakan di sekolah.
2) Pada siklus 2 semua guru mampu dan mau melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi dengan
bimbingan peneliti dan kolaborator.
3) Guru menyusun soal-soal penilaian sesuai dengan prosedur pelaksanaan penilaian pendidikan.
Data yang terkumpul terdiri dari hasil observasi terhadap rekaman pelaksanaan KKG berbasis
sekolah dan hasil pengerjaan lembar angket. Data-data tersebut diolah/ dianalisis secara kualitatif dengan
mendeskripsikan pelaksanaan KKG berbasis sekolah yang cukup efektif dan efisien dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru untuk pelaksanaan penilaian berpikir tingkat tinggi. Untuk mengetahui
keefektifan suatu metode dalam kegiatan pelaksanaan KKG berbasis sekolah perlu diadakan analisis data.
Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis dekriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa besar kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi.
Selanjutnya untuk memperoleh respon guru terhadap kegiatan KKG berbasis sekolah serta aktivitas guru
selama kegiatan KKG berlangsung. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau presentase proses pada
setiap siklus dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa angket pada setiap akhir siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Paparan Data Siklus I
Pada siklus I, hasil penilaian pelaksanaan berpikir tingkat tinggi melalui penerapan KKG
berbasis sekolah sebagai berikut:
Tabel 1. Penilaian pelaksanaan berpikir tingkat tinggi melalui penerapan KKG berbasis sekolah siklus I
Nilai
Nama Guru Kriteria Keterangan
Siklus I
Leni Amalia Zahrotus Saadah, S.Pd.I 40,63 Kurang 86 -100 : Amat baik
Nurnik Anisa Fatihah Fitrianti, S.Pd 59,38 Cukup 71 -85 : Baik
Mardiyah, S.Pd.SD 46,88 Kurang 56 – 70 : Cukup
Nur Rofiah, A.Md 43,75 Kurang ≤ 55 : Kurang
Muji Astutik, A.Ma.Pd 53,13 Kurang
Iin Parlina Jayanti M, S.Pd 84,38 Baik
Indah Tri Purwihayati, S.Pd.SD 62,50 Cukup
Dina Mariana, A.Ma.Pd 56,25 Cukup
Rizal Andri Mustofa 81,25 Baik
Jumlah 528,13

85
Rata – rata 58,68
Dari data yang ada pada tabel di atas dapat dideskripsikan: (1) Terdapat dua guru. yang mendapat
kategori baik (22%) dalam melaksanakan penilaian berpikir tngkat tinggi (2) Selanjutnya ada tujuh guru
(78%) yang berkategori cukup dan kurang. (3) Pada siklus I ini terdapat perolehan nilai guru dalam
melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi dengan nilai rata-rata 58,569 dengan kategori cukup.
Pada kegiatan refleksi ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada bapak ibu guru, observer
dan kolabolator. Selama mengikuti kegiatan ini dari awal hingga akhir berjalan dengan baik, dengan
harapan semuanya mendapatkan pengalaman yang berharga untuk diaplikasikan dalam pembelajaran.
Dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan yang lebih baik di SDN
Bulukerto 03 Kota Batu. Harapan peneliti pada siklus 2 nanti bapak ibu guru mampu dan mau untuk
menyusun secara mandiri soal-soal penilaian berpikir tingkat tinggi. Untuk selanjutnya kegiatan KKG
berbasisi sekolah diberdayakan sebagai wadah untuk memfasilitasi kegiatan guru terkait dengan kendala
yang dihadapi bapak ibu guru dalam pembelajaran. Sebagai target pada siklus 2 nanti bapak ibu guru
menyusun secara mandiri soal-soal UTS yang didahului dengan pembuatan kisi- kisi soal dan sesuai
prosedur penilaian.
2. Paparan Data Siklus II
Pada siklus II, hasil penilaian pelaksanaan berpikir tingkat tinggi melalui penerapan KKG
berbasis sekolah sebagai berikut:
Tabel 2. Penilaian pelaksanaan berpikir tingkat tinggi melalui penerapan KKG berbasis sekolah siklus II
Nilai
Nama Guru Keterangan
Siklus II
Leni Amalia Zahrotus Saadah,Spdi 81,25 86 -100 : Amat baik
Nurnik Anisa Fatihah Fitrianti,S.Pd 81,25 71 -85 : Baik
Mardiyah, S.Pd.SD 78,13 56 – 70 : Cukup
Nur Rofiah, A.Md 81,25 ≤ 55 : Kurang
Muji Astutik, A.Ma.Pd 75,00
Iin Parlina Jayanti M, S.Pd 90,75
Indah Tri Purwihayati, S.Pd.SD 84,38
Dina Mariana, A.Ma.Pd 75,00
Rizal Andri Mustofa 93,75
Jumlah 740,75
Rata – rata 82,31
Dari data yang ada pada tabel yang diperoleh pada siklus dua di atas dapat diketahui bahwa,
secara keseluruhan dapat dideskripsikan bahwa dari sembilan guru, ada dua (22%) guru yang
memperoleh nilai 90 (kategori amat baik) dan 7 guru (78%) mendapat nilai antara 71 – 85 ( kategori
baik). Karena seluruh subyek penelitian (guru) telah dapat memperoleh nilai dengan kategori baik dan
amat baik, berarti indikator keberhasilan telah tercapai sehingga penelitian dinyatakan telah selesai.
Pada kegiatan refleksi ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada para guru, kolaborator dan
observer atas partisipasinyanya dalam mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir dengan harapan
semuanya mendapat pengalaman yang berharga untuk diterapkan di kelas, guna meningkatkan mutu
pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Pada akhirnya akan berdampak positif pada peningkatan
mutu pendidikan khususnya di SDN Bulukerto 03 Kota Batu.
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Pelaksanaan KKG berbasis sekolah sangat efektif dan efisien untuk meningkatkan kompetensi
guru dalam melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi di SDN Bulukerto 02 Kota Batu. Hal ini dapat
dilihat pada hasil nilai yang diperoleh guru pada setiap siklus.
Tabel 3. Gabungan penilaian pelaksanaan berpikir tingkat tinggi melalui penerapan KKG berbasis
sekolah siklus I dan siklus II
86
Nilai
Nama Guru Peningkatan
Siklus I Siklus II
Leni Amalia Zahrotus Saadah, S.Pd.I 40,63 81,25 40,63
Nurnik Anisa Fatihah Fitrianti, S.Pd 59,38 81,25 21,88
Mardiyah, S.Pd.SD 46,88 78,13 31,25
Nur Rofiah, A.Md 43,75 81,25 37,50
Muji Astutik, A.Ma.Pd 53,13 75,00 21,88
Iin Parlina Jayanti M, S.Pd 84,38 90,75 6,38
Indah Tri Purwihayati, S.Pd.SD 62,50 84,38 21,88
Dina Mariana, A.Ma.Pd 56,25 75,00 18,75
Rizal Andri Mustofa 81,25 93,75 12,50
Jumlah 528,13 740,38 212,25
Rata – rata 58,68 82,31 24,73
Dari data di atas dapat dideskrepsikan sebagai berikut:
1. Pada siklus 1 masih terdapat 2 guru (22%) yang melaksanakan penilaian hasil belajar sesuai dengan
prosedur penilaian pendidikan dan bila direrata masih terdapat 58,68.
2. Kekurangan pada siklus 1 terdapat 7 guru (78%) yang belum melaksanakan penilaian sesuai dengan
prosedur pelaksanaan penilaian pendidikan.
3. Pada siklus 2 terdapat peningkatan pada 9 guru (100%) dalam melaksanakan penilaian berpikir
tingkat tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 82,31.
4. Jadi terdapat peningkat dari siklus 1 dengan nilai rata-rata 58,68 menjadi 82,31 sehingga terjadi
peningkatan nilai rata-rata sebesar 24,73 sebesar.
SIMPULAN
Setelah peneliti melaksanakan penelitian tindakan sekolah dengan judul” Upaya peningkatan
kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi dengan penerapan KKG berbasis
sekolah di SDN Bulukerto 03 Kota Batu”, pelaksanaan siklus 1 dan siklus 2 terdapat beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kegiatan KKG berbasis sekolah sangat efektif dan efiken dalam memecahkan kendala yang dialami
guru dalam pembelajaran, hal ini demi meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan
penilaian berpikir tingkat tinggi di SDN Bulukerto 03 Kota Batu.
2. Pada kenyataan yang ada semua guru (9 orang) telah melaksanakan penilaia berpikir tingkat tinggi,
hal ini menurut Krulik dan Rudnick berpikir tingkat tinggi(HOT) terdiri dari empat tingkat yaitu:
menghafal (recal thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking), dan kreatif (creative
thinking).
3. Menurut Taksonomi Bloom semua guru (9 orang) belum melaksanakan penilaian berpikir tingkat
tinggi, karena menurut pendapatnya bahwa berpikir tingkat tinggi meliputi analising, evaluating dan
creating. Sedangkan remembering, understanding dan appliying termasuk tingkat berpikir rendah.
4. Pada siklus 1 terdapat 2 guru (22%) dengan rata-rata nilai sebesar 58,68 dengan kategori cukup yang
kompeten menyusun secara mandiri penilaian berpikir tingkat tinggi dan sesuai prosedur penilaian,
sedangkan 7 guru (78%) belum menyusun penilaian secara mandiri dan sesuai prosedur penilaian.
5. Untuk siklus 2 semua guru(9 orang) mampu dan mau secara mandiri melaksanakan penilaian
berpikir tingkat tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 82,31 dengan kategori baik dan sudah sesuai
dengan prosedur penilaian setelah diterapkannya KKG berbasis sekolah.
6. Dari siklus 1 sampai siklus 2 terdapat peningkatan nilai rata-rata sebesar 24,73.

87
DAFTAR PUSTAKA
Badru Zaman, 2005. Kegiatan Diskusi Kelompok dalam KKG untuk Meningkatkan Kemampuan Guru
dalam Memanfaatkan Lingkungan sebagai Sumber Belajar di SD Negeri Alangamba 02
Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap.
Budi Guritno, 2010. Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Tematik melalui Pemodelan pada Kelompok Kerja Guru di Gugus I
Padang Utara.
Direktorat Pendidikan Dasar; (2006). Paket Pelatihan. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar melalui
Manajemen Berbasis Sekolah, Peran Serta Masyarakat, Pembelajaran Aktif, Kreatif, efektif dan
Menyenangkan. Peran Kelompok Kerja Guru (KKG) dalam Meningkatkan Profesional Guru
Sains ... 115, (2006).
Dewi, Kurniawati Eni. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa dan Sastra Indonesia dengan
Pendekatan Tematis. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Fatihah, RM. 2008. Pengertian Konseling (Http://eko13.wordpress.com, diakses 19 Maret 2009).
Hikayat Publishing. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta.
Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru di Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, 2008, Gramedia Pustaka. Utama, Jakarta
Kartono, 2015. Peningkatan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Kurikulum 2013 Melalui Pendampingan di SD Negeri Kedungori 1 UPTD Dikpora Kecamatan
Dempet Kabupaten Demak.
Kartono, 2015, dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui Pendampingan
Kelompok Keja Guru (KKG) Sekolah di SDN Kedungori 1 Kecamatan Dempet Kabupaten
Demak.
Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru. Raja Grafindo Persada.
Kumaidi. 2008. Sistem Sertifikasi (http://massofa.wordpress.com diakses 10 Agustus 2009).
Lia Yuliana. (2008). Pengembangan Profesionalisme Guru Memasuki Abad ke 21. Jurnal Dinamika
Pendidikan No.01/TH.XV/Mei/2008, ISSN: 0853-151X: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta.
Pelaksanaan Kegiatan KKG dan MGMP http://mbeproject.net/pelatihan1-7.pdf/ diambil 16 Juli 2008.
(2008).
Rahman, 2010. Yang menyatakan: Peningkatan Kemampuan Guru dalam Memanfaatkan Lingkungan
Sekolah Sebagai Sumber Belajar melalui Diskusi Kelompok Kerja Guru (KKG) di SMA Negeri
1 Kluet Tengah Kabupaten Aceh Tengah 2. Tengah.
Syofiarni 2006. Hubungan Pelaksanaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dengan Kinerja Guru Sekolah
Dasar di Kecamatan Padang Panjang Barat. Jurnal Guru. 3, (1), 1- 12
Sunarti (2014), Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen Penilaian Pembelajaran Berdasarkan
Kaidah Penulisan Soal di MAN 2 Bandung.
Standar Operasional Kelompok Kerja Guru (KKG) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Direktorat Profesi Pendidik Direktoral Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. (2008).
Standar Pengembangan Kelompok Kerja Guru (KKG) Musawarah Gurua Mata Pelajaran (MGMP).
Direktorat Profesi Pendidik Direktoral Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. tanggal 15 Mei 2009
Suharjono. 2003. Menyusun Usulan Penelitian. Jakarta: Makalah Disajikan pada Kegiatan Pelatihan
Teknis Tenaga Fungsional Pengawas.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta.

88

Anda mungkin juga menyukai