Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
OLEH:
RISKA IGOR FRIHATIN
021601503125018
Dalam rangka tugas akhir penelitian, pada tahun 2021 Penulis mengambil judul
“Penetapan CCP (Critical Control Point) Dan Persyaratan Dokumen Ekspor Steak
Tenggiri (Scomberomorus commerson) Beku Ke Singapore Di PT. Kencana Laut
Nusantara, Muara Angke, Jakarta Utara” dibawah bimbingan Dr. Ediyanto, S.Pi.,
MMA dan Dr. Ir. Urip Rahmani, M.Si.
v
RISKA IGOR FRIHATIN, NIM 021601503125018. Penetapan CCP (Critical
Control Point) Dan Persyaratan Dokumen Ekspor Steak Tenggiri
(Scomberomorus commerson) Beku Ke Singapore Di PT. Kencana Laut
Nusantara, Muara Angke, Jakarta Utara. Dibimbing oleh EDIYANTO dan
URIP RAHMANI.
RINGKASAN
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu
perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, sesuai dengan
tuntunan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan
pengendalian mutu untuk semua proses produksi (Junais dan Latief 2014).
Guna memenuhi persyaratan peraturan perdagangan International dan untuk
memperkuat posisi perusahaan di persaingan global, maka perusahaan pangan perlu
menerapkan sistem jaminan penerapan HACCP (Ilmiawan dkk, 2014).
HACCP adalah alat manajeman yang digunakan untuk menjamin mutu dan
keamanan pangan yang mendasarkan pada kesadaran atau perhatian bahwa bahaya
(hazard) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi dapat dilakukan
tindakan pengendalian untuk mengontrol bahaya (Cartwright dan Latifah 2010).
Critical Control Point (CCP) merupakan kunci dalam menurunkan atau
mengeliminasi bahaya-bahaya (hazard) yang sudah diidentifikasi (Winarno, 2004).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui alur proses pengolahan steak tenggiri
beku. Mengetahui mutu organoleptik, sensori, mikrobiologi dan kimia pada bahan
baku dan produk akhir. Mengetahui penetapan dan pengendalian CCP pada
pengolahan steak tenggiri beku. Mengetahui persyaratan dokumen ekspor ke
Singapore.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai tanggal 17 Mei sampai
dengan tanggal 17 Juli 2021 di PT. Kencana Laut Nusantara Muara Angke- Jakarta
Utara. Bahan utama pembuatan steak tenggiri beku adalah ikan tenggiri beku. Alat
yang digunakan adalah semua alat yang digunakan untuk mengolah steak tenggiri
beku, alat tulis, score sheet, pohon keputusan, tabel pengendalian CCP. Alur proses
steak tenggiri beku mengacu pada SNI 7321.3.2009.
Hasil penelitian ini menunjukkan proses pengolahan steak tenggiri beku di
PT. Kencana Laut Nusantara memiliki empat belas tahapan alur proses yaitu
penerimaan bahan baku, penyimpanan sementara, penimbangan 1, pemotongan,
pembuangan isi perut, penimbangan 2, glazing I, penyimpanan dalam CPF, glazing
2, penimbangan 3, metal detecting, packing and labelling, penyimpanan produk
akhir dan pemuatan serta penulis menambahkan satu alur proses tambahan yaitu:
pencucian.
Hasil pengujian mutu bahan baku dan produk akhir steak tenggiri beku telah
memenuhi standar yang ditetapkan. Mutu bahan baku meliputi nilai organoleptik
dan sensori adalah 8. Hasil pengujian mutu bahan baku mikrobiologi Angka
Lempeng Total (ALT) adalah 4000 kol/gram standar SNI adalah 5x10⁵ kol/gr, hasil
pengujian Escherichia coli adalah negatif, standar SNI adalah < 3 APM/gr, hasil
pengujian Coliform adalah negatif, standar SNI < 3 MPN/gr, kadar logam berat
untuk Merkuri (Hg) ND (not detected) standar SNI Max 0,5 mg/kg, hasil pengujian
Timbal (Pb) adalah 0,042 mg/kg standar SNI Max 0,3 mg/kg, hasil pengujian
Kadmium (Cd) adalah 0,006 mg/kg standar SNI Max 0,1 mg/kg. Hasil pengujian
produk akhir mikrobiologi nilai tertinggi Angka Lempeng Total (ALT) adalah
14.000 kol/gram, standar SNI adalah 5x10⁵ kol/gr, hasil pengujian Escherichia coli
adalah negatif standar SNI adalah < 3 APM/gr, hasil pengujian Coliform adalah
negatif MPN/gr, kadar logam berat untuk Merkuri (Hg) ND (not detected) standar
SNI Max 0,5 mg/kg, hasil pengujian Timbal (Pb) dalah 0,108 mg/kg, standar SNI
Max 0,3 mg/kg, hasil pengujian Kadmium (Cd) adalah 0,005 mg/kg standar SNI
Max 0,1 mg/kg, hasil pengujian Histamin adalah ND (not detected) standar SNI
Max 100mg/kg.
PT. Kencana Laut Nusantara telah melakukan 12 langkah penerapan HACCP
yang meliputi: pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi tujuan
penggunaan, penyusunan diagram alir, verifikasi diagram alir, analisis bahaya,
penentuan CCP dan pengendalian bahayanya, penetapan batas kritis, tindakan
prosedur monitoring, tindakan koreksi dan verifikasi serta pencatatan.
Menetapkan Critical Control Point (CCP) pada tahapan penerimaan bahan
baku bahaya signifikan yaitu histamin, metal detecting yaitu serpihan logam.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, penulis menetapkan logam berat sebagai
bahaya signifikan pada penerimaan bahan baku dan menjadikannya CCP.
Pengendalian CCP pada tahap penerimaan bahan baku yaitu dengan
memeriksa surat jaminan setiap bahan baku datang dan menggunakan supplier yang
telah di approve. Pengendalian terhadap tahap metal detecting adalah melewatkan
produk melalui mesin dan memeriksa sensivitas alat.
Dokumen yang dibutuhkan perusahaan PT. Kencana Laut Nusantara pada
saat proses steak tenggiri beku ke Singapore adalah harus memiliki sertifikat
HACCP, dokumen Packing List, Invoice, Sea Way Bill (SWB), Health Certificate
(HC), Certificate of Origin (COO), Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Pengangkutan
barang ke Pelabuhan dipersyaratkan sudah mendapatkan nomor HC sebelum
keberangkatan kontainer.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah .................................................................................................... 4
II.TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................5
2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) .................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Ikan Tenggiri......................................................................6
2.1.2 Morfologi dan Penyebaran Ikan Tenggiri ............................................6
2.2 Persyaratan Mutu Bahan Baku ............................................................................. 7
2.3 Penanganan Steak Ikan Tenggiri Beku ............................................................... 8
2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ......................................... 11
2.4.1 Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .........11
2.5 Penetapan CCP (Critical Control Point) .......................................................... 17
2.6 Persyaratan Dokumen Ekspor ........................................................................... 17
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Persyaratan Mutu Bahan Baku ...................................................................7
Tabel 2. Persyaratan Mutu Steak Ikan Beku ..........................................................10
Tabel 3. Dua belas Langkah Penerapan HACCP ...................................................23
Tabel 4. Prasarana yang Tersedia di PT. Kencana Laut Nusantara .......................33
Tabel 5. Pengamatan Organoleptik Bahan Baku ...................................................58
Tabel 6. Mikrobiologi Bahan Baku........................................................................59
Tabel 7. Hasil Pengujian Logam Berat ..................................................................59
Tabel 8. Pengamatan Sensori Produk Akhir ..........................................................61
Tabel 9. Mikrobiologi Produk Akhir .....................................................................63
Tabel 10. Hasil Pengujian Logam Berat ................................................................64
Tabel 11. Tim HACCP...........................................................................................67
Tabel 12. Deskripsi Produk Steak Tenggiri Beku ..................................................68
Tabel 13. Daftar keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan
keracunan atau wabah penyakit. ............................................................72
Tabel 14. Matrik Analisis Signifikansi Bahaya .....................................................72
Tabel 15. Realisa Ekspor Steak Tenggiri Beku .....................................................95
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) .........................................6
Gambar 2. Alur Proses Penanganan Steak Tenggiri Beku .....................................21
Gambar 3. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP ........................................26
Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Kencana Laut Nusantara (2021) ....................29
Gambar 5. Penerimaan Bahan Baku ......................................................................37
Gambar 6. Penyimpanan sementara .......................................................................38
Gambar 7. Penimbangan 1 .....................................................................................40
Gambar 8. Pemotongan ..........................................................................................41
Gambar 9. Buang isi perut .....................................................................................42
Gambar 10. Penimbangan 2 ...................................................................................44
Gambar 11. Glazing 1 ............................................................................................46
Gambar 12. Pembekuan .........................................................................................47
Gambar 13. Glazing 2 ............................................................................................49
Gambar 14. Penimbangan 3 ...................................................................................51
Gambar 15. Pengecekan Logam ............................................................................52
Gambar 16. Packing ...............................................................................................54
Gambar 17. Penyimpanan Akhir ............................................................................55
Gambar 18. Pemuatan ............................................................................................56
Gambar 19. Histogram Sensori Steak Ikan Beku Sebelum Pelelehan ...................62
Gambar 20. Histogram Sensori Steak Ikan Beku Sesudah Pelelehan. ...................63
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Scoresheet Organoleptik Ikan Beku ................................................104
Lampiran 2. Scoresheet Steak Ikan Beku ............................................................107
Lampiran 3. Analisa Bahaya ................................................................................112
Lampiran 4. Penentuan Critical Control Point ....................................................120
Lampiran 5. Penetapan Critical Limits (CL) .......................................................121
Lampiran 6. Pemantauan (Monitoring) Critical Control Point (CCP) ................122
Lampiran 7. Tindakan Koreksi ............................................................................125
Lampiran 8. Verifikasi .........................................................................................126
Lampiran 9. Sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) ..127
Lampiran 10. Format PPK online ........................................................................128
Lanjutan Lampiran PPK Online ...........................................................................129
Lampiran 11. Sertifikat Health Certificate (HC) .................................................130
Lampiran 12. Sea Way Bill (SWB) ......................................................................131
Lampiran 13. Certificate of Origin (COO) ..........................................................132
xiii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki
17.499 pulau dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 km². Keadaan
tersebut menjadikan sektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu sektor rill
yang potensial di Indonesia. Sebagai satu sektor ekonomi yang memiliki peran
penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, sektor ekspor kelautan dan
perikanan pada bulan Maret tahun 2020 meningkat sebesar 15,37% (KKP, 2020).
Pangan adalah segala produk yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah atau tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan baku pangan, bahan tambahan pangan,
serta bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan atau minuman (Purnama, 2015).
Seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan, standar mutu untuk produk
pangan menjadi penting. Dalam kaitannya dengan perdagangan Internasional, maka
produk pangan yang diperdagangkan harus memenuhi persyaratan yang berlaku di
negara tujuan ekspor, antara lain syarat mutu, keamanan, lingkungan, kesehatan dan
lain-lain (Catwright dan Latifah, 2010).
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu
perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan
tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan pengendalian
mutu untuk semua proses produksi (Junais dan Latief, 2014).
Guna memenuhi persyaratan peraturan perdagangan Internasional dan untuk
memperkuat posisi perusahaan di persaingan global, maka perusahaan pangan perlu
menerapkan sistem jaminan penerapan HACCP (llmiawan dkk, 2014). HACCP
adalah alat manajemen yang digunakan untuk menjamin mutu dan keamanan
pangan yang mendasarkan pada kesadaran atau perhatian bahwa bahaya (hazard)
akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi dapat dilakukan tindakan
pengendalian untuk mengontrol bahaya (Cartwrigt dan Latifah, 2010).
Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau
Hazard Analysis Critical Control Point adalah sertifikat yang diberikan kepada
pelaku usaha Industry pengolahan ikan yang telah memenuhi dan menerapkan
2
sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada setiap unit pengolahan
ikan. Prinsip PMMT sebagaimana dimaksud terdiri dari analisis bahaya, dan
tindakan pengendalian, penentuan titik kritis, penentuan batas kritis, pemantauan
titik kritis, penerapan tindakan perbaikan, penentuan verifikasi dan pencatatan
(Permen KP, 2018).
Critical Control Point (CCP) diidentifikasi sebagai setiap tahap di dalam
proses dimana apabila tidak diawasi dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi
(Winarno, 2004).
Penentuan Critical Control Point (CCP) merupakan kunci dalam
menurunkan atau mengeliminasikan bahaya-bahaya (hazard) yang sudah
diidentifikasi. Penentuan suatu titik kendali kritis (TTK) dalam sistem HACCP
dapat dipermudahkan dengan penerapan pohon keputusan yang menunjukan suatu
pemikiran yang logis (SNI CAC/RCP 1:2011).
Dokumen-dokumen yang dijadikan persyaratan ekspor harus dilengkapi
mulai dari HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), HC (Health
Certificate), Packing List, Invoice, Sea Way Bill (SWB), Certificate of Origin
(COO), PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), NPE (Nota Pelayanan Ekspor)
sehingga dapat menjamin produk tersebut aman dan baik bila akan dikonsumsi ke
berbagai negara, salah satunya adalah negara Singapore. Unit pengolahan ikan
(UPI) wajib memenuhi persyaratan dokumen, sehingga produk atau barang tersebut
bisa masuk ke pasar Internasional.
PT. Kencana Laut Nusantara merupakan salah satu perusahaan perikanan
yang mengolah produk hasil perikanan. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
Ekspor hasil laut. Produk utama hasil pengolahan dengan mutu dan kualitas yang
baik diekspor ke negera-negara Asia seperti China, Malaysia, Korea, Singapore,
Vietnam, Thailand, dan Hong Kong. Produk pengolahan yang memiliki kualitas
kurang baik tidak diekspor melainkan masuk ke dalam kategori pasar lokal. Produk
hasil perikanan yang diekspor yaitu cumi, sotong, ikan tenggiri utuh beku, steak
tenggiri beku, ikan malong, ikan ekor kuning, cumi potong, cumi kupas, udang,
udang kipas, ikan pari, dan ikan bawal.
3
II TINJAUAN PUSTAKA
Ikan tenggiri dikenal pula dengan nama Spanish mackerel, namun nama
tersebut berbeda-beda di setiap daerah. Orang India menyebutnya ikan anjai, di
Filipina lebih dikenal dengan nama ikan dilis, dan di Thailand akrab dengan istilah
ikan Thuinsi. Ukuran ikan tenggiri dapat mencapai panjang 240 cm, dengan berat
70 kg. usia dewasa tercapai setelah 2 tahun atau ketika memiliki panjang tubuh 81-
82 cm. Ikan tenggiri betina dapat hidup selama 11 tahun (Muhammad, 2011).
Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) adalah jenis ikan air laut yang
merupakan kelompok ikan pelagis yang memiliki cita rasa khas sehingga digemari
oleh masyarakat. Ikan tenggiri digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya
yang gurih dan tidak amis bila dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Ikan
tenggiri hidup di iklim tropis perairan laut yang dimiliki Indonesia merupakan surga
bagi ikan tenggiri. Ikan tenggiri menjadi komoditas perikanan laut yang paling
utama karena memiliki nilai komersial yang tinggi dan ikan tenggiri mengandung
gizi yang cukup tinggi sehingga kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi ikan ini.
bertelur (spawning season). Jatuhnya musim bertelur ini bervariasi di setiap habitat
yang ditinggalinya (Muhammad, 2001).
2.2 Persyarata Mutu Bahan Baku
Bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar, memiliki bentuk yang
utuh. Mutu ikan secara organoleptik yang harus dimiliki ikan segar antara lain:
Kenampakan : hidup dan reaktif terhadap sentuhan.
Badan : utuh, tidak terdapat luka atau cacat.
Warna : spesifikasi jenis dan cerah
Insang : tutup insang normal saat bernafas.
Berdasarkan SNI 4110: 2014 persyaratam mutu dan keamanan pangan bahan
baku beku yang harus dipenuhi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan Mutu Bahan Baku
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Sensori - Min. 7 (skor 1-9)
b. Kimia*
Histamin c Mg/kg Maks. 100
TVB mgN% Maks. 20
c. Fisika
• Suhu pusat °C Maks. -18
d. Cemaran mikroba
• ALT Kolini/g Maksimal 5,0 x 105
• Escherichia coli APM/g <3
• Salmonella Per 25 g Negative
• Vibrio choleraa Per 25 g Negative
• Vibrio parahaemolyticus a APM/g <3
• Listeria monocytogenes a,f Per 25 g Negative
e. Cemaran Logam a
• Arsen (As) Mg / kg Maks. 1,0
• Kadmium (Cd) Mg / kg Maks. 0,1
f. Cemaran Logam a
• Merkuri (Hg) Mg / kg Maks 0,5
• Timah (Sn) Mg / kg Maks 1,0 b
• Timbal (Pb) Mg / kg Maks 40, 0
f. Cemaran Fisik - 0
• Filth
g. Racun Hayati a - Negatif
• Ciguatoxin e
h. Parasit a ekor 0
• Parasit Cacing
8
a
Catatan Bila diperlukan
b
Untuk Ikan predator
c
Untuk ikan scombroidae (scombroid), clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae
d
Untuk Ikan hasil budidaya
e
Untuk ikan karang
f
Untuk ikan salmonidae
Sumber: BSN,2014
6) Pembekuan
Produk disusun dengan rapi dalam pan kemudian dibekukan sehingga suhu
pusat produk mencapai -18ᵒC.
7) Pemotongan
Produk yang sudah beku dopotong sesuai spesifikasi, dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter dengan tetap mempertahankan suhu pusat produk -18ᵒC.
8) Perapihan
Produk yang telah dibentuk dibersihkan dari serpihan daging dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap mempertahankan suhu pusat produk
-18ᵒC.
9) Sortasi
Produk yang telah dirapihkan dicek mutu dan ukurannya sehingga sesuai
dengan spesifikasi secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap mempertahankan
suhu pusat produk maksimal -18ᵒC.
10) Penimbangan
Steak tenggiri ditimbang satu per satu untuk mengetahui berat per steak dan
setelah terkumpul ditimbang seberat spesifikasi per kemasan. Dilakukan dengan
cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu antara 0ᵒC sampai dengan
4,4ᵒC.
11) Pengepakan
Produk dimasukan kedalam karton dengan mempertahankan suhu pusat
produk maksimal -18ᵒC.
12) Pengemasan dan Pelabelan
Bahan kemasan untuk steak tenggiri beku bersih, tidak mencemari produk
yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk
ikan beku. Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis.
Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi
dari luar terhadap produk akhir.
Setiap kemasan produk steak tenggiri beku yang akan diperdagangkan agar
diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan Bahasa yang
dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kuranganya sebagai berikut:
(1) Nama produk
10
b. Cemaran mikroba
-ALT Koloni/gram 1 x 105
c. Cemaran logam*
- Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,1
- Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 1,0
- Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 0,4
d. Histamin Mg/kg Maks. 100
e. Fisika
- Suhu pusat °C Maks. -18°C
(5) Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan apabila ada audit
HACCP
(6) Catatan HACCP memusatkan pada isu keamanan pangan untuk dapat
cepat mengidentifikasi masalah
(7) Membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas, dan produk
akhir apabila masalah keamanan yang timbul memerlukan penarikan dari
pasar.
2.5 Penetapan CCP (Critical Control Point)
Critical Control Point (CCP) adalah titik tahap atau prosedur di mana
pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima. Penerapan CCP
dilakukan setelah melalui tahapan analisis bahaya yaitu resiko ditandingkan peluang
kejadian yang menentukan apakah titik, tahap, atau prosedur tersebut memiliki
bahaya signifikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis dengan pohon keputusan
untuk menentukan apakah bahaya signifikan tersebut titik kritis atau bukan, karena
jika bahaya tersebut signifikan perlu dilakukan tindakan koreksi. Tindakan koreksi
berupa pencegahan maupun penolakan.
Apabila tahap ini tidak dapat dikendalikan maka dapat menimbulkan bahaya
keamanan pangan. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan
tentang proses produksi, semua potensi bahaya dan signifikan bahaya dari analisis
bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Dalam menentukan CCP
menggunakan matriks keputusan berdasarkan pohon keputusan.
2.6 Persyaratan Dokumen Ekspor
Persyaratan dokumen ekspor sangat penting untuk dapat melakukan ekspor
perikanan, unit pengolahan ikan (UPI) wajib memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh pemerintah. UPI harus memiliki beberapa persyaratan dokumen,
sehingga produk atau barang tersebut bisa masuk ke pasar internasional.
1) Sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Sertifikat HACCP ini merupakan jaminan mutu dengan kesadaran untuk
melakukan pengendalian atau control terhadap hazard (bahaya-bahaya) pada produk
kelautan dan perikanan. Sistem HACCP adalah tanggung jawab industry. Hal ini
18
karena produsen makanan memiliki control yang paling atas produk yang mereka
produksi, sehingga mereka memiliki dampak terbesar pada keamanan produk.
2) Packing List
Dokumen ini menjelaskan tentang isi barang yang ingin diekspor, dibungkus
atau diikat dalam peti mati, kaleng, kardus. Yang fungsinya untuk memudahkan
pemeriksaan oleh bea cukai. Dokumen packing list yang berisi rincian tentang
jumlah barang, berat bersih maupun berat kotor, dan dikemas dalam kemasan.
Dokumen ini diterbitkan oleh penjual eksportir. Packing list umumnya juga
memiliki keterangan yang sama seperti invoice (keterangan angkutan) (Binata &
Yuyetta, 2017).
3) Invoice
Invoice merupakan dokumen yang berisi rincian tentang keterangan; jumlah
barang yang dijual, berat bersih, harga barang, dan perhitungan pembayaran yang
harus dibayar oleh pembeli. Dokumen ini diterbitkan oleh penjual eksportir.
Umumnya dalam invoice tercantum juga: nomor kontainer, nomor segel kontainer,
nama kapal pengangkut, tanggal pengapalan, dan detail lainnya yang diperlukan di
L/C dan ditandatangani oleh yang berhak menandatangannya (Binatara & Yuyetta,
2017).
Pada umumnya invoice/faktur dibuat dalam tiga rangkap, di mana satu lembar
copy untuk pembeli bila telah melunasi tagihan, satu lembar copy untuk arsip
bagian penjualan, dan satu lembar copy untuk laporan bagian keuangan. Lembar
invoice tersebut merupakan bukti transaksi penjualan yang dilakukan secara kredit.
4) Health Certificate (HC)
Health Certificate (sertifikat kesehatan) adalah layanan dari ketentuan
mengenai sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Diatur dalam
peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER19/MEN/2010 tentang
Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dahn hasil
keputusan Menteri kelautan dan perikanan Nomor KEP 01.MEN.2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi,
Pengolahan dan Distrubusi.
5) Sea Way Bill (SWB)
19
Sea way bill adalah dokumen angkutan transportasi kapal laut (kontainer)
yang berisikan berbagai informasi tentang barang yang dikirim seperti jenis, berat,
nilai barang tersebut, dari mana asal barang tersebut dan hendak kemana barang
tersebut dikirim. Sea way bill juga berperan menjadi tanda bukti dalam mengambil
barang atau paket kiriman
6) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang di
gunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang oleh eksportir atau
kuasanya kepada kantor Bea dan Cukai (Antoni, M. 2019). Dokumen pabean yang
digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang dapat berupa tulisan di
atas formular atau media elektronik. Semua barang yang akan di ekspor wajib di
beritahukan kepada kantor bea dan cukai menggunakan PEB untuk mendapatkan
ijin balasan berupa NPE (Nota Pelayanan Ekspor).
7) Nota Pelayaran Ekspor
Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota
yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer
Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemalsuan barang yang
akan diekspor ke Kawasan Pabean atau pemuatannys ke sarana pengangkut
(Antoni, 2019).
8) Certificate of Origin (COO)
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia telah menerapkan peraturan
untuk menggunakan Surat Keterangan Asal (COO) guna mengontrol laju ekspor di
Indonesia. Surat Keterangan Asal atau biasa disebut Certificate of Origin (COO)
adalah merupakan sertifikasi asal barang, di mana dalam sertifikat tersebut
dinyatakan bahwa barang/komoditas yang diekspor adalah berasal dari
daerah/negara pengekspor.
20
III METODOLOGI
Penimbangan 3
Penimbangan 1
Metal detecting
Pemotongan
Penyimpanan Beku
Penimbangan 2 akhir
Pemuatan
Glazing 1
Proses hari ke 2
Proses hari ke 1
PRODUCTION
SANITATION &
HYGIENE
PT. Kencana Laut Nusantara memiliki struktur yang setiap posisi mempunyai
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Direkture
Pucuk pimpinan, mengambil kebijaksanaan, dibantu langsung oleh
Penjamin Mutu, Kepala Produksi, Manager Pemasaran, dan Manager
Personalia.
2) Manager Produksi
30
b) Topi
Topi sebagai penutup kepala untuk menjaga kerapihan rambut dan menjaga
agar produk tidak kontak langsung dengan rambut. Digunakan oleh
karyawan sebelum masuk ke ruang proses produksi.
c) Masker
Masker digunakan untuk menutup mulut, sehingga pada saat berbicara tidak
akan menjadi sumber kontaminasi. Tiap karyawan wajib menggunakan
masker pada saat di ruang proses produksi.
d) Sarung tangan
Penggunaan sarung tangan agar tidak terjadi kontaminasi karena daging
ikan tidak diperbolehkan untuk dipegang tanpa menggunakan sarung
tangan. Sarung tangan yang digunakan sebanyak 2 lapis. Sarung tangan
yang pertama digunakan adalah sarung tangan kain, kemudian dilapisi
dengan menggunakan sarung tangan karet.
e) Apron
Setiap karyawan masing-masing mempunyai satu apron yang telah diberi
nama sehingga tidak akan tertukar. Sebelum digunakan dan setelah
digunakan apron dicuci masing-masing oleh pemiliknya.
f) Sepatu boot
Semua karyawan wajib memakai sepatu boot jika memasuki ruang proses.
Bagi karyawan yang sepatu bootnya telah bocor, maka dapat meminta
penggantian sepatu boot kepada petugas gudang.
4.6.2 Prasarana
Prasarana yang dimiliki PT. Kencana Laut Nusantara adalah Prasarana yang
tersedia di perusahaan dapat dilihat pada Tabel 4.
33
Bakteri-bakteri tersebut dapat ditemukan pada bagian kulit, insang, maupun saluran
pencernaan ikan, sehingga untuk mengurangi jumlah bakteri tersebut perlu
dilakukan tahap pencucian. Menurut Aulia, dkk (2015) menyatakan bahwa
pencucian ikan bertujuan untuk membebaskan dari bakteri. Air yang dipakai untuk
mencuci harus berasal dari air bersih dan bisa juga air dingin. Menurut SNI 4110:
2014 bahwa potensi bahaya yang timbul akibat tidak dilakukan pencucian adalah
kontaminasi mikroba patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene hal tersebut
diperkuat dengan pernyataan FAO yang menyatakan, bahwa potensial bahaya yang
mungkin timbul pada proses pencucian adalah bakteri patogen (FAO, 2012).
cumi, ikan malong, ikan ekor kuning, sotong, pari, udang, udang kipas, dan ikan
tenggiri. Bahan baku yang berasal dari Jakarta supplier bapak James, yang
merupakan supplier dari muara angke, dan bapak Karsita supplier dari muara baru,
bahan baku antara lain yaitu: ikan tenggiri utuh beku. Berdasarkan hasil
pengamatan terdapat ketidaksesuaian untuk bahan yang diterima UPI, masih ada
beberapa supplier yang belum mempunyai surat ijin usahan perdagangan,
dikarenakan mereka dari nelayan-nelayan kecil sehingga belum mempunyai ijin
usaha. Bahan baku diterima dalam kondisi beku dan disusun di dalam mobil
Thermoking yang telah dilengkapi pendingin untuk mempertahankan suhu bahan
baku dalam keadaan beku. Suhu bahan baku -18°C serta menjaga dan
meminimalisir kerusakan fisik pada bahan baku. Ukuran bahan baku yang diterima,
untuk ikan tenggiri beku yaitu ukuran 1-3 kg, dan 5 kg.
Bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi kemudian dikembalikan
kepada supplier. Bahan baku yang diterima PT. Kencana Laut Nusantara 1-5 ton
per minggu, kemudian bahan baku diolah 800-1000 kg per hari, bahan baku yang
telah sesuai kemudian ditimbang. Tujuan penimbangan untuk mengetahui berat
utuh ikan sebelum proses pengolahan. Bahan baku disusun dalam blong plastik
yang berukuran sedang dan dipinggirnya dilengkapi dengan tali guna untuk
mengangkat blong tersebut supaya tidak jatuh pada saat diangkat, dalam satu blong
dapat berisi 20-30 ekor ikan untuk size 1-3 kg dan 5 kg. ikan yang tersusun dalam
blong kemudian dilakukan proses penimbangan, total berat ikan dalam satu blong
biasanya mencapai 45-50 kg. setelah ditimbang ikan disusun diatas pallet untuk
disimpan sementara.
PT. Kencana laut nusantara melakukan proses penerimaan bahan baku secara
cepat 30-45 menit dengan jumlah bahan baku 1-3 ton. Menurut SNI 2014 bahwa
bahan baku dalam keadaan beku harus ditangani secara cepat, cermat, dan saniter
dengan mempertahankan ikan dalam keadaan beku. Menurut Adawyah (2007)
menyatakan bahwa keadaan beku juga dapat menghambat aktivitas bakteri dan
37
enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang
hanya didinginkan.
Proses penerimaan bahan baku yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Bahan baku diterima hanya dari supplier yang telah di approve
Bahan baku yang diterima adalah berasal dari Jakarta, Bangka Belitung, dan
Tegal. Supplir-supplier yang telah diapprove sudah memiliki menerapkan
GMP dan SSOP dan mendapatkan sertifikat CPIB (Cara Penanganan Ikan
yang Baik). Hal ini untuk menjamin bahan baku yang diterima oleh PT.
Kencana Laut Nusantara telah sesuai dengan standar mutu dan keamanan
pangan.
2) Penanganan dilakukan dengan cepat 30-45 menit dengan jumlah bahan baku
1-3 ton, dengan tetap mempertahankan suhu ikan beku -18°C.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara:
1) Mengecek daftar approve supplier oleh QC setiap kedatangan bahan baku
dan audit supplier setiap 1 tahun sekali.
2) Pengecekan suhu bahan baku oleh QC saat kedatangan bahan baku.
3) Pengujian terhadap bahan baku.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara Ketika monitoring
tidak sesuai adalah:
1) Jika terdapat supplier yang tidak di approve pada penerimaan bahan baku,
bahan baku akan direject dan berhenti memakai bahan baku dari supplier.
38
Gambar 7. Penimbangan 1
Prosedur penimbangan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Timbangan dikalibrasi sebelum digunakan.
2) Proses penimbangan dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
3) Suhu produk dipertahankan -18°C.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum timbangan digunakan QC mengecek kondisi timbangan terlebih
dahulu.
2) QC melakukan monitoring terhadap proses penimbangan setiap saat.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Jika terjadi kerusakan alat timbangan maka timbangan segera diganti.
2) Apabila terjadi kesalahan timbangan maka dilakukan penimbangan ulang.
5.1.4 Pemotongan Steak
Ikan yang telah ditimbang kemudian dibawa menuju ruang proses
pemotongan untuk dipotong. Tujuan pemotongan adalah untuk mendapatkan
potongan ikan yang sesuai dengan spesifikasi.
Pemotongan ikan menggunakan mesin, karena bahan baku yang diolah dalam
bentuk beku. Mesin yang digunakan untuk memotong ikan adalah mesin band saw
merek kolbe, operator memeriksa mesin sebelum digunakan. Bagian kepala, ekor,
dan sirip dipotong dahulu kemudian baru bagian tubuh ikan. Cara pemotongan ikan
yaitu diletakan diatas meja kemudian dipotong secara melintang dari kepada sampai
ekor. Hasil potongan berupa ikan yang telah dipotong menjadi steak kemudian
dimasukan kedalam keranjang untuk dipisahkan antara potongan steak yang tidak
terdapat isi perut dan steak yang masih terdapat isi perut. Pemotongan dilakukan
41
oleh dua orang karyawan yang telah terlatih. Proses pemotongan ikan dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Pemotongan ikan dilakukan secara cepat, saniter dan hati-hati hingga
menghasilkan potongan ikan yang diinginkan. Semua bagian ikan yang tidak
dipakai seperti kepala, ekor, dan sirip dimasukkan kedalam wadah terpisah untuk
dijual kembali. Satu jam sekali dilakukan proses pembersihan lantai dan meja
trimming oleh petugas sanitasi tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang hal tersebut sesuai Menurut Winarno (2011) yang menyatakan
bahwa, untuk mencegah kontaminasi silang dapat dilakukan dengan pembersihan
dan sanitasi area, alat penanganan, dan pengolahan pangan.
Gambar 8. Pemotongan
Prosedur pemotongan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Operator harus memastikan bahwa mata pisau mesin yang digunakan tidak
berkarat dan tajam.
2) Proses pemotongan dilakukan oleh tenaga ahli.
3) Suhu produk dipertahankan ˂ -18°C (suhu pusat ikan beku).
4) Proses dilakukan dengan cepat dan hati-hati dan saniter.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) QC memastikan bahwa pisau mesin band saw tidak berkarat.
2) QC memastikan mesin pisau tajam saat digunakan pengecekan dilakukan
sebelum mesin digunakan.
3) QC melakukan pengecekan secara visual terhadap hasil pemotongan setiap
saat
4) QC melakukan pengecekan suhu ikan saat proses.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
42
Prosedur pemotongan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Persiapan kelengkapan alat sebelum digunakan.
2) Karyawan memastikan bahwa pisau dan alat penusuk steak yang akan
digunakan untuk pembersihan isi perut tajam dan tidak berkarat.
3) Proses pembuangan isi perut dilakukan dengan cepat, hati-hati, dan saniter.
4) Suhu ikan dipertahankan ˂ -18°C.
5) Limbah isi perut ditempatkan di wadah terpisah dan segera dibawa menuju
tempat pembuangan limbah padat.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum proses dimulai QC melakukan pengecekan terhadap kelengkapan
alat yang akan digunakan.
2) QC melakukan pengecekan suhu produk setiap saat dengan mengambil
sample ikan secara acak.
3) QC melakukan pengecekan terhadap hasil pembersihan isi perut
(monitoring produk).
4) QC memantau waktu pembuangan limbah apabila limbah dalam wadah
plastic telah penuh.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Apabila alat yang digunakan untuk proses kurang maka segera dilengkapi
dengan meminta barang yang baru dari dalam gudang penyimpanan barang.
2) Apabila steak hasil pembersihan isi perut belum bersih maka dilakukan
pembersihan ulang.
3) Apabila ditemukan suhu produk yang tidak sesuai dan produk mulai
melembek maka produk dipisahkan dan dibekukan ulang.
4) QC menegur karyawan apabila tidak serius pada saat kerja.
5) Apabila limbah telah banyak terkumpul dan tidak segera dibuang, maka QC
mengingatkan karyawan.
5.1.6 Penimbangan 2
Produk yang telah di buang isi perut kemudian di timbang. Tujuan
penimbangan untuk mengetahui berat produk yang akan dimasukan ke master
karton. Prosedur proses penimbangan yaitu menyiapkan alat timbangan yang telah
dikalibrasi dan telah dibersihkan. Letakkan keranjang diatas timbangan kemudian
tekan tombol “zero” utnuk memulai penimbangan dari angka “nol”. Letakkan
44
produk diatas keranjang dan timbang dengan berat 7 kg dalam 1 keranjang. Steak
yang belum ditimbang disimpan dalam ABF untuk mempertahankan suhu beku -
18°C.
QC memonitoring proses penimbangan setiap saat supaya tidak terjadi
kesalahan timbang dan penipuan ekonomi. Menurut FAO (2012) menyatakan
bahwa potensi cacat pada saat proses penimbangan adalah kesalahn timbang.
Apabila timbangan rusak maka timbangan segera diganti dengan yang baru,
timbangan yang rusak dibawa ke gudang dan diperbaiki. QC memonitoring proses
penimbangan setiap saat supaya tidak terjadi kesalahan timbang.
Prosedur proses penimbangan 2 pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Timbangan dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
2) Proses penimbangan dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
3) Proses penimbangan dilakukan oleh tenaga ahli.
4) Suhu produk dipertahankan -18°C.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum timbangan digunakan QC mengecek kondisi timbangan terlebih
dahulu.
2) QC melakukan monitoring terhadap proses penimbangan setiap saat
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Jika terjadi kerusakan alat timbangan maka timbangan segera diganti.
2) Apabila terjadi kesalah timbangan maka dilakukan penimbangan ulang.
45
5.1.7 Glazing 1
Proses selanjutnya setelah steak ditimbang dilakukan proses glazing
menggunakan air dingin yang telah diberi es. Tujuan glazing adalah melapisi steak
dengan lapisan es supaya tidak dehidrasi selama proses penyimpanan.
Steak dikeluarkan dari ABF kemudian ditimbang terlebih dahulu sebelum di
glazing tujuan penimbangan ini adalah untuk mengetahui berat steak sebelum
glazing. Steak ditimbang kemudian dimasukkan kedalam bak yang telah berisi air
dan es. Semua steak harus masuk kedalam bak glazing supaya semua permukaan
steak terlapisi dengan es. FAO (2012) menyatakan bahwa proses glazing dianggap
selesai apabila seluruh lapisan permukaan produk terlapisi dengan es. Proses
glazing berlangsung selama ± 10-15 detik sampai semua permukaan steak terlapisi
dengan es. Kenaikan berat pada proses glazing tergantung permintaan buyer
biasanya kenaikan berat glazing berbeda-beda. Rata-rata permintaan kenaikan
glazing adalah 30%. Proses glazing yang pertama ini tujuannya adalah menaikkan
produk dengan kenaikan 15%. Selama proses glazing dilakukan penambahan es
secara terus menerus karena es yang digunakan dapat mencair selama proses.
Steak yang telah di glazing kemudian ditimbang lagi untuk mengecek
kenaikan. Steak yang telah mencapai kenaikan yang diinginkan kemudian disusun
dalam long pan. Tujuan dari penyusunan dalam pan adalah untuk mempermudah
pada saat proses pembekuan. Steak dimasukan dalam pan yang telah diberi plastik
sebagai alas, steak disusun secara rapih. Steak yang belum mencapai berat glazing
artinya belum mencapai berat yang diinginkan maka dilakukan glazing ulang
samapi mencapai berat yang diinginkan.
QC memantau suhu air supaya tidak mengalami kenaikan selama proses
glazing, suhu air diusahakan dibawah 0°C. Air dan es yang digunakan untuk glazing
sebelumnya telah lolos pengujian. Pengujian air dan es menggunakan uji
mikrobiologi dan kimia untuk memastikan bahwa air dan es yang digunakan untuk
produk tidak mengandung bakteri yang dapat mengkontaminasi produk. Menurut
Winarno (2011) air yang digunakan untuk proses pengolahan sebaiknya memenuhi
persyaratan air minum.
46
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Apabila hasil pengamatan visual air dan es yang akan digunakan terdapat
kotoran maka air dan es segera diganti.
2) Apabila hasil pengujian air dan es mengandung ALT dan E.coli yang
melebihi standar SNI maka tidak boleh digunakan.
3) Apabila saat proses suhu air mengalami kenaikan maka, air segera ditambah
dengan es.
4) Jika hasil proses glazing belum sesuai dengan spesifikasi maka, dilakukan
glazing ulang.
Prosedur proses pembekuan dalam CPF pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Produk segera dimasukkan ke dalam CPF secepatnya.
2) Suhu CPF ≤ -35°C.
3) Suhu produk dipertahankan ˂-18°C.
4) Tidak boleh membuka tutup CPF terlalu sering.
Tindakan monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) Pengecekan suhu CPF setiap saat oleh QC.
2) Pengecekan suhu produk oleh QC setiap saat.
3) QC harus memastikan tidak ada yang membuka tutup CPF secara sering.
Tindakan koreksi yang dilakukan oleh PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) QC melakukan seting ulang apabila suhu CPF melebihi ≤ 22°C.
2) Jika terjadi kerusakan mesin maka harus segera diperbaiki dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
5.1.9 Glazing 2
Produk yang telah dibekukan kemudian di glazing. Tujuan penggelasan
(glazing) adalah melapisi produk dengan air es supaya tidak terjadi pengeringan
pada saat penyimpanan. Produk yang telah dibekukan dan telah mencapai suhu -
18°C kemudian di glazing untuk proses glazing yang kedua.
Prosedur glazing yang pertama adalah produk dimasukkan ke dalam
keranjang kemudian produk ditimbang terlebih dahulu sebelum di glazing untuk
mengetahui berat produk sebelum proses glazing. Proses glazing dilakukan dengan
cepat, hati-hati serta saniter. Produk dalam keranjang kemudian dimasukkan ke
dalam air es dan didiamkan selama beberapa saat sekitar 10-15 detik, sampai berat
produk mencapai 10 kg sesuai permintaan buyer. Semua bagian produk masuk ke
dalam air es supaya proses glazing berjalan dengan sempurna dan semua permukaan
bisa terlapisi dengan es. Menurut FAO (2012) proses glazing dianggap selesai apabila
seluruh lapisan permukaan produk terlapisi dengan es. Pengecekan suhu air
dilakukan setiap saat ketika proses. Suhu air harus dimonitor jangan sampai melebihi
0°C. Proses glazing yang kedua hanya perlu menaikkan berat produk 15% saja
karena pada proses glazing 2 kenaikan telah mencapai 15%. Air yang digunakan
untuk glazing diganti secara berkala supaya tidak terjadi kontaminasi. Proses
49
Prosedur proses glazing pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum melakukan glazing karyawan mengecek secara visual air dan es
yang akan digunakan.
2) Proses glazing dilakukan seluruh permukaan produk terlapisi dengan es.
3) Selama proses suhu air yang digunakan tidak boleh melebihi 0°C.
4) Pastikan produk mengalami kenaikan saat proses glazing.
5) Glazing dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
6) Glazing dilakukan oleh karyawan yang sudah terlatih.
Prosedur monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) QC memeriksa air dan es yang akan digunakan secara visual sebelum
proses.
50
2) Suhu air yang digunakan untuk glazing dicek setiap saat oleh QC.
3) QC memastikan bahwa permukaan produk terlapisi oleh es seluruhnya.
4) QC memonitor berat timbangan sebelum dan setelah glazing setiap saat.
5) QC melakukan pengecekan terhadap suhu air yang digunakan untuk glazing
setiap saat selama proses.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Apabila hasil pengamatan secara visual air dan es yang akan digunakan
terdapat kotoran maka air dan es segera diganti.
2) Apabila saat proses suhu air mengalami kenaikan maka, air segera ditambah
dengan es.
3) Jika hasil proses glazing sebelum sesuai dengan spesifikasi maka, dilakukan
glazing ulang.
4) Lakukan proses ulang apabila kenaikan belum mencapai berat yang
diinginkan dan timbang ulang.
5.1.10 Penimbangan 3
Produk yang telah di glazing kemudian ditimbang. Tujuan penimbangan 3
untuk mengetahui berat produk yang akan dimasukkan ke master karton. Prosedur
pertama proses penimbangan yaitu menyiapkan alat timbangan kemudian tekan
tombol “zero” untuk memulai penimbangan dari angka “nol” kemudian produk
ditimbang, setelah ditimbang produk dimasukkan satu-persatu ke dalam plastik,
dalam 1 plastik berisi 14-15 steak, produk ditimbang 2 kg per 1 kemasan plastik,
kemudian plastik di pres guna untuk merekatkan plastik. 1 karton berisi 5 kemasan
plastik, sehingga berat 1 kemasan karton 10 kg.
QC memonitoring proses penimbangan setiap saat supaya tidak terjadi
kesalahan timbangan dan penipuan ekonomi. Apabila timbangan rusak maka
timbangan segera diganti segera dengan yang baru, timbangan yang rusak dibawa
ke Gudang dan diperbaiki. Qc memonitoring proses penimbangan setiap saat
supaya tidak terjadi kesalahan timbang.
51
Prosedur proses metal detector pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Sensivitas mesin harus sesuai yaitu stainless Ø 4,5mm, besi (Fe) Ø 4,0mm,
non Fe Ø 4,5mm.
2) Semua produk dilewatkan satu persatu ke dalam mesin.
3) Suhu pusat produk dipertahankan -18°C.
4) Mesin harus dikalibrasi 1 tahun sekali.
5) Semua produk harus bebas dari perpihan logam.
53
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) QC melakukan pengecekan terhadap sensivitas mesin sebelum proses, saat
proses dan sesudah proses menggunakan test piece.
2) QC memastikan semua produk melewati mesin.
3) QC melakukan kalibrasi mesin di lembaga yang telah terakreditas selama 1
tahun sekali.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Tahan produk dan pisahkan produk. Kemudian kerjakan ulang proses yaitu
dengan melelehkan produk dan mengeluarkan perpihan logam di dalamnya.
2) Jika kesalahan dari sensivitas mesin diperbaiki dengan jangka waktu yang
telah ditentukan.
5.1.12 Packing and Labelling
Produk dibawa ke meja packing untuk dikemas menggunakan master carton
dan pemberian label. Tujuan pengemasan untuk melindungi produk dari
kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan.
Prosedur kerja packing and labelling yaitu sebelum proses pengemasan QC
melakukan pengecekan terhadap kemasan dan label untuk memastikan, bahwa
kemasan dan label yang akan digunakan telah sesuai dengan produk yang akan
dikemas. Produk dimasukkan dan ditata satu persatu ke dalam master carton.
Produk yang sudah dimasukkan dipasang label yang berisi tentang informasi antara
lain: jenis produk, asal produk, berat, tanggal produksi, tanggal expired, neraga
tujuan, cara konsumsi dan cara penyimpanan. Proses packing and labelling
dilakukan dengan capat, cermat, hati-hati dan saniter. QC melakukan monitoring
selama proses packing and labelling supaya tidak terjadi kesalahan. Pengecekan
terhadap label dilakukan sebelum, selama dan setelah produksi. Produk yang ditata
rapi ditutup dan diberi lakban supaya tidak rebuka, kemudian produk dimasukan
kedalam plastik bening supaya tidak rusak dan kemasan diberi strapping band
sesuai dengan permintaan buyer. Produk ditumpuk diatas palet supaya mudah untuk
dipindahkan menuju ABF. Semua kegiatan proses packing dicatat oleh tally dengan
menuliskannya di laporan hasil packing untuk kemudian diberikan ke pihak stok.
54
Produk yang dikemas diberi label sesuai kode produksi yang telah ditetapkan.
Selama proses pengemasan ke dalam master karton yang perlu dilakukan sebagai
bentuk pengawasan adalah system penulisan dan pengkodean yang menyangkut
antara kesesuaian isi dengan keterangan yang ada pada master karton tersebut.
Pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab kerusakan
baik karena kerusakan fisik, kimia, biologi, maupun kerusakan mekanis sehingga
kemasan diharapkan dapat menjaga kualitas dari produk pangan dam sampai
ketangan konsimen dalam keadaan yang baik dan menarik (Panama, 2015).
Prosedur packing and labelling yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Pastikan label tertera sesuai dengan spesifikasi produk (jenis produk, asal
produk, berat, tanggal produksi, tanggal expired, neraga tujuan).
2) Pastikan suhu produk ≤-18°C.
Tindakan monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) QC melakukan pengecekan terhadap label sesuai dengan spesifikasi produk
sebelum pengepakan.
2) QC mengecek suhu produk pada perwakilan sample.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Pisahkan dan ganti label yang tidak sesuai spesifikasi produk.
2) Pisahkan jika terdapat produk yang suhu tidak sesuai.
5.1.13 Penyimpanan Produk Akhir
Produk yang telah terbungkus rapi kemudian dibawa menuju cold storage
penyimpanan produk akhir, untuk disimpan beku. Tujuan penyimpanan beku pada
55
produk akhir yaitu menyimpan dan mempertahankan mutu produk akhir sebelum
pengiriman.
Prosedur penyimpanan produk akhir dalam cold storage yaitu master karton
yang telah di dalam cold storage kemudian ditata sedemikian rupa supaya sirkulasi
udara di dalam cold storage berjalan dengan baik. Proses pengambilan produk
master karton secara hati-hati supaya produk tidak terjatuh. Suhu penyimpanan di
cold storage diatur pada suhu -22°C dengan fluktuasi 2°C. Suhu cold storage
terukur dengan thermostat yang berada di atas pintu cold storage yang terdapat di
anteroom. Suhu di dalam cold storage harus selalu di perhatikan, untuk itu di dalam
cold storage di masukkan data logger yang berfungsi sebagai alat perekam suhu
setiap 1 jam sekali. Proses penyimpanan di dalam cold storage harus selalu di
kontorol karena apabila pintu cold storage terlalu sering dibuka maka suhu ruangan
akan naik. Kenaikan suhu pada ruang penyimpanan tersebut dapat berpengaruh
terhadap mutu dan kualitas produk. Jika yang paling lama disimpan harus
didistribusikan terlebih dahulu.
Proses Penyimpanan beku PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
merupakan salah satu indikator untuk kebersihan dan keamanan pangan (Restu,
2019). Pengujian mikrobiologi untuk bahan baku dilakukan di laboratorium luar,
Hasil pengujian mikrobiologi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Mikrobiologi Bahan Baku
Nama Sample Angka Escherichia coli Coliform
Lempeng Total MPN/gr MPN/gr
Kol/gr
SNI 5x10⁵ <3 <3
Ikan Tenggiri Hasil Uji 4000 Negatif Negatif
Sumber: Laboratorium PPISHP (2021)
Berdasarkan hasil pengujian bahan baku didapatkan hasil nilai Angka
Lempeng Total 4000, nilai ini masih memenuhi persyaratan SNI 4110:2014 bahan
baku beku dengan maksimal 5x10⁵ kol/gr. Hasil Escherichia coli dan Coliform
adalah negatif. Seluruh hasil pengujian telah sesuai dengan standar yang ditetapkan,
hal ini berkaitan dengan proses penanganan yang diterapkan. PT. Kencana Laut
Nusantara telah menerapkan cara penanganan yang baik, menjaga rantai dingin,
menjaga kebersihan pekerja serta peralatan (SSOP) dan bahan baku telah mendapat
surat jaminan supplier. Menurut Thaheer (2005), cemaran mikrobiologi dapat
berasal dari bahan baku itu sendiri, para pekerja, proses pengolahan yang tidak
benar, ataupun dari binatang/serangga di sekitarnya.
3) Pengujian Kandungan Logam Berat
Pengujian kandungan logam berat pada bahan baku PT. Kencana Laut
Nusantara dilakukan di laboratorium luar. Pengujian kandungan logam berat
bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat yang terakumulasi dalam
daging ikan. Hasil pengujian kandungan logam berat dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengujian Logam Berat
Nama Sample Merkuri/Hg Timbal/Pb Kadmium/Cd
(mg/kg) (mg/kg) (mg/kg)
SNI Maks. 0.5 Maks. 0.3 Maks. 0.1
Ikan Tenggiri Hasil Uji Not detected 0.042 0.006
Sumber: Laboratorium PPISHP (2021)
Berdasarkan hasil pengujian logam berat bahan baku kandungan Merkuri/Hg
negatif, kandungan terdeteksi Timbal/Pd 0.042mg/kg dan Kadmium/Cd
60
0.006mg/kg. Dari hasil pengujian logam berat dapat dikatakan bahwa bahan baku
yang digunakan masih aman untuk diolah dan dikonsumsi karena tidak melebihi
dari standar kandungan logam berat untuk bahan baku adalah Merkuri/Hg
maksimal 0,5 Mg/kg, Timbal/Pb maksimal 0,3 Mg/kg, Kadmium/Cd 0,1 mg/kg,
sesuai standar SNI 4110:2014. Pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan
perairan sungai akan terlarut dalam air dan akan terakumulasi dalam sedimen dan
dapat bertambah sejalan dengan berjalannya waktu, tergantung pada kondisi
lingkungan perairan tersebut. Logam berat dapat berpindah dari lingkungan ke
organisme, dan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan.
Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota laut melalui beberapa jalan, yaitu
saluran pernafasan (insang), saluran pencernaan (usus, hati, ginjal), maupun
penetrasi melalui kulit. Jika biota laut yang telah terkontaminasi tersebut
dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu tertentu akan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan manusia (Setiawan, 2013).
5.2.2 Pengujian Mutu Produk Akhir
1) Pengujian Sensori Produk Akhir
Untuk pengamatan produk akhir penilaian yang dilakukan ialah mengecek
produk akhir dalam keadaan beku dan sesudah dilelehkan (thawing) dengan aspek
yang diperhatikan untuk produk dalam keadaan beku adalah Lapisan es, dehidrasi
(adanya pengeringan) dan diskolorisasi (adanya perubahan warna). Pengamatan
produk akhir bertujuan untuk mengetahui mutu produk akhir. Pengujian
menggunakan scoresheet SNI 8271:2016, pengamatan untuk setiap bagian
pengujian dilakukan oleh minimal enam orang panelis yang standar pengamatan
dilakukan selama lima hari yang berbeda dimana dalam satu hari dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali. Untuk pengamatan uji sensorik pada produk akhir
dapat dilihat pada Tabel 8.
61
9,00
Nolai Sensori
8,80
Lapisan es
8,60 Dehidrasi
8,40 Diskolorasi
1 2 3 4 5 6
Sample
8,50
Nilao Sensori
8,00
Kenampakan
7,50
Bau
7,00 Tekstur
1 2 3 4
5 6
Sample
pada produk akhir dapat dinyatakan bahwa steak tenggiri beku yang diproduksi PT.
Kencana Laut Nusantara aman untuk diolah dan dikonsumsi. Menurut Winarno
(2011) proses pengolahan sangat memerlukan perhatian, khususnya untuk
memastikan bahwa makanan yang diproduksi aman untuk dikonsumsi adalah
penanganan dan pengolahan yang higienes untuk mencegah berkembangnya
mikroba pembusuk dan Pathogen selama proses produksi. Sehingga tujuan akhir
menghasilkan produk yang memilki mutu dan kualitas baik.
3) Pengujian Kandungan Logam Berat
Pengujian kandungan logam berat pada bahan baku PT. Kencana Laut
Nusantara dilakukan di laboratorium luar. Pengujian kandungan logam berat
bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat yang terakumulasi dalam
daging ikan. Hasil pengujian kandungan logam berat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengujian Logam Berat
Nama Pengujian Merkuri/Hg Timbal/Pb Kadmium/Cd Histamin
Sample (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) mg/kg
1 Not detected 0.108 0.005 Not
detected
Ikan
2 Not detected Not Not detected Not
Tenggiri detected
detected
3 Not detected Not Not detected Not
detected
detected
SNI Maks. 0.5 Maks. 0.3 Maks. 0.1 Max. 100
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara (2021)
Pengujian terhadap logam berat perlu dilakukan karena kontaminasi logam
berat dapat menyebabkan bahaya yang serius pada konsumen. Toksisitas logam
pada manusia dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan
detoksikasi dan ekskresi hati dan ginjal (Agustina, 2014).
Berdasarkan hasil pengujian logam berat bahan baku kandungan Merkuri/Hg
negatif, kandungan terdeteksi Timbal/Pb 0.005mg/kg dan Kadmium/Cd
0.108mg/kg. Dari hasil pengujian logam berat dapat dikatakan bahwa bahan baku
yang digunakan masih aman untuk diolah dan dikonsumsi karena tidak melebihi
dari standar kandungan logam berat untuk bahan baku adalah Merkuri/Hg
maksimal 0,5 Mg/kg, Timbal/Pb maksimal 0,3 Mg/kg, Kadmium/Cd 0,1 mg/kg
65
2014). Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan
baku hingga ke tangan konsumen (Daulay, 2018). Beberapa hal penting dalam
analisa bahaya antara lain: sebab- akibat bahaya, probability, severity dan tindakan
pencegahan.
a) Identifikasi Bahaya
Tim HACCP harus mampu mengidentifikasi seluruh bahaya yang berpotensi
ada di setiap tahapan (dari bahan itu sendiri, cara penanganan atau pengolahan serta
peluang kontaminasi yang mungkin muncul selama proses). Kategori bahaya
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: bahaya biologi, kimia dan fisik. Bahaya biologis
atau mikrobiologis disebabkan oleh bakteri patogen, virus atau parasit yang dapat
menyebabkan keracunan, penyakit infeksi misalnya: E. colli pathogenis, Listeria
monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp, Virus hepatitis A dan lain-lain.
Bahaya kimia yang dapat ditimbulkan oleh toksin alami oleh spesies tertentu
seperti: histamine, TTX, ciguatoxin, gempylotoxin dan beberapa racun yang
disebabkan oleh kekerangan. Bahaya kimia juga dapat bersumber dari bahan kimia
yang tidak sengaja ditambahkan antara lain pestisida, antibiotik dan fungisida.
Bahaya fisik merupakan bahaya asing yang dapat menyebabkan luka misalnya:
pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan tulang, plastik,
bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.
b) Analisa Bahaya
Tim HACCP selanjutnya menganalisa bahaya yang telah diidentifikasi. Cara
menganalisa bahaya yaitu dengan menentukan, kemungkinan peluang bahaya
tersebut timbul dan setelah itu menganalisa keakutan bahaya terhadap konsumen.
Menurut Winarno (2004) analisa bahaya seharusnya mencakup:
• Kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap
kesehatan.
• Evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari bahaya.
• Ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme.
• Produksi atau keberadaan toksin, bahan kimia atau fisik dalam makanan.
• Kondisi yang mempunyai tendensi menuju terjadinya bahaya.
c) Analisis Resiko
72
Istilah dalam HACCP yang digunakan untuk analisa resiko adalah peluang
kemungkinan bahaya akan terjadi dan dampaknya bagi konsumen. Secara
sederhana dibagi dalam kelompok resiko tinggi, sedang dan rendah. Daftar tingkat
keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau
wabah penyakit dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Daftar keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan
keracunan atau wabah penyakit.
Keakutan Tinggi Keakutan Sedang Keakutan
Rendah
• Salmonella enteriditis • Listeria monocytogenes • Bacillus cereus
• Eschericia coli • Salmonella spp, Shigella spp • Taenia saginata
• Salmonella typhi : • Campylobacter jejuni • Clostridium
paratyphi A, B • Enterovirulen Escherichia coli (EEC) perfringens
• Trichinella spiralis • Streptococcus pyogenes • Staphylococcus
• Brucella melitensis, B. • Rotavirus , Norwalk virus group, SRV aureus
suis • Yersinia enterocolitica
• Vibrio cholera 01 • Entamoeba histolytica
• Vibrio vulnificus • Diphyllobothrium
• Taenia solium • Ascaris lumbricoides
• Bakteri Clostridium • Cryptosporidium parvum
botulinum tipe A, B, E dan • Hepatitis A dan E
F • Aeromonas spp.
• Shigella dysenteriae • Brucella abortus, Giardia lamblia
• Plesiomonas shigelloides
• Vibrio parahaemolyticus
Sumber: Winarno (2004)
Tingkat kategori resiko dan kekuatan bahaya diberi angka 10 untik rendah,
100 untuk sedang dan 1000 untuk tinggi. Tingkat signifikasi merupakan hasil
perkalian antara tingkat resiko dan tingkat keakutan yang menghasilkan angka 100-
1.000.000, dengan kelompok signifikansi rendah 100-1.000, signifikansi sedang,
10.000. dan signifikansi tinggi untuk angka 100.000-1.000.000. Untuk bahaya yang
mempunyai tinggi (signifikan) dapat langsung dianalisa menggunakan pohon
keputusan.
Bahaya yang ada harus ditidiakan atau dikurangi hingga batas-batas yang
dapat diterima, sehingga produksi pangan dinyatakan aman. Berikut analisa bahaya
dan tindakan pencegahan pada proses pengolahan gindara portion beku di PT.
Kencana Laut Nusantara.
1) Penerimaan Bahan Baku
a) Kontaminasi Bakteri Pathogen Salmonella dan Eschericia coli
PT. Kencana Laut Nusantara mendapat bahan baku dari berbagai daerah
antara lain: Bangka belitung, Pangkal Pinang dan yang paling dekat adalah Jakarta.
Bahan baku dari supplier Bangka belitung dan Pangkal pinang menempuh
perjalanan yang cukup jauh, sehingga untuk tiba di perusahaan membutuhkan
waktu yang cukup lama. Mobil yang digunakan untuk membawa bahan baku adalah
mobil box berpendingin. Tujuannya adalah mempertahankan bahan baku tetap
dalam keadaan beku dan pertumbuhan bakteri dapat dihambat.
Bahan baku diturunkan dari mobil box namun bahan baku tidak ditangaini
dengan baik. Ikan masukan didalam blong plastik. Peluang terjadi bahaya adalah
rendah (L) dan tingkat keparahan adalah sedang (M), sehingga tidak termasuk
bahaya signifikan. Potensi bahaya ini dapat dikendalikan oleh SSOP. Kontaminasi
bakteri patogen (E. colli, Salmonella) bukan merupakan bahaya yang signifikan
karena dapat dikendalikan dengan SSOP. Tindakan pengendaliannya adalah
sebelum bahan baku dating wadah blong plastik dibersihkan (disikat) terlebih
dahulu. Alat-alat yang kontak langsung dengan bahan baku juga dibersihkan
terlebih dahulu agar tidak menjadi sumber kontaminan. Karyawan yang melakukan
penanganan juga menggunakan pakaian yang tertutup dan menggunakan masker.
Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyatakan bahwa,
persyaratan pekerja yang menangani langsung proses penanganan dan pengolahan
74
hasil perikanan adalah menggunakan pakaian kerja yang bersih, masker dan tutup
kepala sehingga dapat menutupi hidung dan rambut secara sempurna demikian pula
dengan peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan ikan yang
diolah harus dirancang dan dibuat dari bahan tahan karat, tidak beracun, tidak
menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi.
b) Pertumbuhan Bakteri Patogen
Ikan merupakan jenis pangan yang perishable food (mudah rusak) karena
kandungan airnya yang cukup tinggi sehingga mutunya harus dipertahankan dengan
rantai dingin. Kerusakan ditandai dengan adanya lendir di permukaan, insang
memudar (tidak merah), mata tidak bening, berbau busuk, dan sisik mudah
terkelupas (Djaafar dan Rahayu, 2007). Pertumbuhan bakteri dapat dicegah dengan
mempertahankan suhu ikan dalam keadaan beku sehingga pertumbuhan bakteri bisa
dihambat. Kenaikan suhu dapat menyebabkan kenaikan kadar air. Kadar air
menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan, karena air merupakan
media pendukung aktivitas mikroba pembusuk sehingga akan terjadi perubahan
pada pangan (Amir dkk, 2019).
Pertumbuhan bakteri juga disebabkan oleh kenaikan suhu saat penerimaan
bahan baku. Peluang terjadinya bahaya adalah rendah (L) karena PT. Kencana Laut
Nusantara dapat mempertahankan suhu produk dengan melakukan penanganan
dengan cepat dan tingkat bahaya nya adalah sedang (L) karena pertumbuhan bakteri
dapat dihambat dalam kondisi bahan baku yang beku, sehingga tidak termasuk ke
dalam bahaya signifikan dengan alasan atau justifikasi dapat dikendalikan dengan
melakukan penanganan secara cepat, cermat dan saniter atau dengan melakukan
penerapan oleh GMP (Good Manufacturing Practices). Menurut Restu (2019)
untuk memperoleh ikan yang bermutu dan berdaya awet panjang, hal penting yang
harus diperhatikan dalam menangani ikan adalah bekerja dengan cepat, cermat,
bersih dan pada suhu rendah. Standar suhu ikan yang ditetapkan oleh PT. Kencana
Laut Nusantara yang dijadikan sebagai bahan baku steak tenggiri beku adalah ≤-
18°C. Cara pengendaliannya adalah dengan melakukn pengecekan suhu setiap
kedatangan bahan baku.
c) Terdapat Histamin
75
dengan melewatkan produk ke metal detector, kemudian untuk sensivitas alat dapat
dicek dahulu sebelum digunakan
Bagian analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran 3.
7) Penentuan Critical Control Point (CCP)
Tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-
bahaya (hazard) yang sudah diidentifikasi (Winarno, 2004). Setiap titik, tahap atau
prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat
mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan (Daulay, 2018). Identifikasi
CCP dapat menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi
bahaya dan signifikansi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang
ditetapkan. Penetapan Critical Control Point menggunakan pohon keputusan atau
decision tree pada setiap alur proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku
hingga pemuatan, setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mikrobiologis,
kimia, maupun fisik. Menurut decision tree PT. Kencana Laut Nusantara telah
menetapkan tahapan penerimaan bahan baku dengan jenis bahaya histamin, dan
tahapan pendeteksi logam jenis bahaya serpihan logam. Penentuan CCP dapat dilihat pada
Lampiran 4.
(SNI 4110: 2014) dan permintaan buyer. Pengujian logam berat dan mikrobiologi
dilakukan secara eksternal di laboratorium yang telah terakreditasi setiap 6 bulan
sekali.
2. Pendeteksi Logam
Tindakan pemantauan dilakukan pada kemungkinan adanya serpihan logam
maupun non logam dalam produk. Pemantauan dilakukan dengan mengecek
sensivitas mesin menggunakan test piece. Pengecekan dilakukan sebelum dan
sesudah proses. Batas kritis tidak boleh ada serpihan logam di dalam produk dan
sensivitas mesin harus sesuai Sesotec: stainless Ø 4,5mm, besi (Fe) Ø 4,0mm non-
Fe Ø 4,5mm. sesuai dengan spek Sesotec.
9) Pemantauan Titik-titik Kritis
Sistem pemantauan bertujuan untuk mendeteksi apakah suatu batas kritis
sudah mampu mengendalikan suatu bahaya. Apabila suatu batas kritis belum
mampu mengendalikan suatu bahaya, maka akan diadakan tindakan perbaikan.
Pemantauan CCP terhadap batas kritis pada proses pengolahan steak tenggiri beku
terdapat pada tahap proses penerimaan bahan baku dan pengecekan logam.
Pemantauan ini dilakukan oleh Quality Control (QC) dan penjamin mutu Quality
Assurance (QA) sebagai penanggung jawab. Terkendalinya CCP dalam proses
produksi memberikan jaminan terhadap proses yang dijalankan dalam
menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Tindakan pemantauan dilakukan dengan cara observasi dengan menjawab
pertanyaan apa, bagaimana, dimana, siapa. Tindakan pemantauan CCP yang
dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan Bahan Baku
Tindakan pemantauan yang dilakukan pada tahap penerimaan bahan baku
yaitu pemantauan terhadap kandungan histamin dan logam berat. Pengecekan ini
dilakukan pada setiap kali bahan baku masuk (pengecekan suhu), dan pengecekan
histamin dan logam berat setiap 6 bulan sekali dengan cara mengambil sampel
kemudian dilakukan pengujian di laboratorium luar, hasil pengujian akan dicek oleh
QC dan hasilnya dilaporkan kepada QA.
Prosedur pemantauan dapat dilihat pada Lampiran 6. Pemantauan merupakan
pengukuran atau pengamatan atas suatu CCP yang berhubungan dengan batas
79
dilakukan dengan mengecek suhu bahan baku, pengecekan histamin pada ikan tiap
6 bulan sekali. 2) CCP 2: Pada proses pengecekan logam dilakukan verifikasi
dengan mengecek sensitifitas alat pendeteksi logam secara internal setiap sebelum
proses dan setiap 2 jam pada saat proses produksi dan pengecekan eksternal setiap
tahun. Hasil pengecekan juga dilakukan pembukuan (daily record keeping) pada
hasil yang terdapat maupun yang tidak terdapat serpihan logam. Verifikasi dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Kalibrasi dilakukan dengan baik dan secara berkala. Kegiatan ini untuk
memastikan keefektifitasan atau keakuratan peralatan pengukuran. Peralatan ini
meliputi timbangan, termometer, dan metal detector. Timbangan, Thermometer,
kalibrasi eksternal setiap satu tahun sekali. Metal detector dikalibrasi untuk
menjaga sensitifitas dan keakuratan, alat ini dikalibrasi internal setiap hari sebelum
proses produksi dan pengulangan tiap satu jam menggunakan test piece oleh QC
dan kalibrasi eksternal dilakukan tiap satu tahun sekali.
Pengujian telah dilakukan, pengujian dilakukan untuk memastikan bahwa
produk aman untuk dikonsumsi manusia. Pengujian histamin, mikrobiologi dan
logam berat (Pb, Hg, dan Cd) pada bahan baku dilakukan di laboratorium eksternal
dilakukan tiap enam bulan sekali. Audit program HACCP telah dilakukan secara
berkala. Audit terdiri atas dua macam yakni audit internal oleh tim HACCP dan
audit eksternal oleh BKIPM. Audit internal dilakukan tiap 3 bulan sekali oleh tim
HACCP, sedangkan audit eksternal dilakukan 4 bulan sekali oleh BKIPM. Hal ini
karena HACCP steak tenggiri beku milik PT. Kencana Laut Nusantara telah
berstatus B.
12) Dokumentasi dan Pencatatan
Sistem dokumentasi di PT. Kencana Laut Nusantara berupa penjurnalan
dalam bentuk form penulisan manual (record keeping), form ini diisi pada saat
proses produksi meliputi rekaman penerimaan bahan baku samapai form pemuatan.
Pencatatan diisi oleh QC dan dilakukan pemeriksaan oleh QA. Dokumen disimpapn
dalam binder dan dikelompokkan berdasarkan formnya. Dalam setiap form tertera
nama perusahaan, judul record, tanggal pencatatan, nomor dokumen, jenis produk,
tanda tangan pemantau (QC) dan penanggungjawab (QA). Semua form dan
dokumen dibukukan dalam rangka bukti dari pemantauan sistem HACCP.
81
2. Metal Detecting
Bahaya signifikan : Metal fragment
P1 : Apakah ada tindakan pencegahan di langkah ini?
Jawab : Ya, ada. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu
dengan melewatkan produk melalui metal detector dan
83
ditemukan metal dalam produk. Pengecekan sensivitas mesin juga perlu dilakukan
untuk memastikan bahwa mesin bekerja dengan baik (FDA, 2019).
Pengecekan sensivitas mesin dilakukan sebelum proses dimulai, setiap 2 jam
sekali selama proses dan di akhir proses dengan melewatkan test piece ke metal
detector. Selain itu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan
perawatan terhadap alat-alat yang terbuat dari metal atau sejenisnya. Tindakan
pengendalian terhadap serpihan logam ini sangat perlu dilakukan untuk mencegah
cedera pada konsumen. Cedera ini mungkin termasuk kerusakan gigi, laserasi mulut
1. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Izin Usaha dari Departemen
Teknis / lembaga pemerintah Non Departemen berdasarkan peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
2. Tanda Daftar Usaha Perikanan (TDUP)
3. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Syarat – syarat untuk mendapatkan SIUP dan TDUP adalah:
1. Persyaratan untuk mendapatkan SIUP
86
a) Legalitas perusahaan
b) Sertifikat Kelayakan pengolahan (SKP)
Format Packing List di buat oleh perusahaan, dapat berbeda format setiap
perusahaan tetap harus lengkap mencantumkan keterangan sesuai ketentuan.
Packing list dibuat setiap akan dilakukan ekspor sesuai dengan jenis produk yang
akan dikirim. Packing List yang telah dibuat sesuai jenis produk akan diserahkan
kepada orang UPI atau pihak forwader yang akan mengurus proses pemeriksaan
oleh BBKIPM Jakarta II di Pelabuhan tanjong priok.
3) Invoice
Invoice yaitu dokumen muat barang yang berisi keterangan tentang
spesifikasi harga barang yang dimuat (SK 59 Kep-BKIPM 2016). Menurut (Putra,
2011) invoice merupakan dokumen yang garis besarnya berisi tentang data, jenis,
jumlah barang dan harganya yang berfungsi sebagai pelengkap pebean sekaligus
merupakan sumber data dalam pengisian PEB (pemberitahuan ekspor barang).
Format Invoice setiap perusahaan dapat berbeda tetapi tetap harus lengkap
mencantumi keterangan sesuai ketentuan. Invoice dibuat setiap akan dilakukan
ekspor sesuai dengan jenis produk. Invoice yang telah dibuat sesuai jenis produk
akan diserahkan kepada orang UPI atau pihak forwader yang akan mengurus proses
pemeriksaan oleh BBKIPM Jakarta II di Pelabuhan tanjong priok dan sebagian
buyer membutuhkan Invoice, sehingga perusahaan mengirimkan invoice kepada
buyer.
89
permohonan, kesesuaian jenis sertifikat berdasarkan negara tujuan, dan jenis produk,
pemberian nomor HC dan form HC yang sesuai dengan negara tujuan ekspor dan
kesesuaian permintaan tanggal cetak HC, apabila diperlukan (Nomor 59/ KEP-
BKIPM/ 2016). Sertifikat Kesehatan (HC) steak tenggiri beku dapat dilihat pada
Lampiran 11.
5) Sea way bill (AWB)
Sea way bill adalah dokumen angkutan transportasi kapal laut (kontainer)
yang berisikan berbagai informasi tentang barang yang dikirim seperti jenis, berat,
nilai barang tersebut, dari mana asal barang tersebut dan hendak kemana barang
tersebut dikirim. Sea way bill juga berperan menjadi tanda bukti dalam mengambil
barang atau paket kiriman.
Dalam melakukan pengiriman barang baik tujuan dalam maupun luar negeri
tentu diperlukan dokumen-dokumen pendukung agar serah terima barang
berlangsung dengan baik, apalagi jika barang yang dikirim dalam jumlah besar.
Dapat disimpulkan bahwa Sea way bill adalah dokumen yang sangat penting, tidak
hanya sebagai tanda terima tetapi juga kontrak antara pengirim dan penyedia jasa di
mana penyedia jasa bertanggung jawab atas keselamatan barang tersebut sampai di
tujuan. Ketidaklengkapannya dalam pengisian Sea way bill bisa menyebabkan
barang tertahan di Pelabuhan sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya. Pihak
forwarder juga harus menanggung biaya semacam denda yang masuk dalam
penerimaan negara bukan pajak. Sea way bill dapat dilihat pada Lampiran 12.
6) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang
digunakan untuk memberitahukan pelaksanaan ekspor barang. Eksportir wajib
memberitahukan barang yang akan diekspor ke kantor pabean pemuatan dengan
menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengurusan PEB di kantor
pabean dapat dilakukan sendiri oleh eksportir atau dilakukan kepada Pengusaha
Pengusaha Jasa Kepabeanan (PPJK), yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan
pengurus pemenuhan kewajiban pabean untuk kuasa eksportir atau importir.
Pada kantor pabean pemuatan yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya
menggunakan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, PPJK kargo
menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE kepabeanan. PEB dapat
92
disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data
elektronik.
PEB dibuat dalam ketentuan :
1. Menggunakan kertas berukuran A4 (210 x 297 mm).
1. Data PEB tidak lengkap atau tidak sesuai, akan diterbitkan respon
NPP (Nota Pemberitahuan Penolakan),
2. Data PEB lengkap dan sesuai, tetapi termasuk barang yang dilarang
atau dibatasi ekspornya, maka akan diterbitkan respon NPPD (Nota
Pemberitahuan Persyaratan Dokumen),
3. Data PEB lengkap dan sesuai, serta tidak termasuk barang yang
dilarang atau dibatasi ekspornya dan barang ekspor tidak dilakukan
pemeriksaan fisik, PEB diberi nomor dan tanggal pendaftaran dan
diterbitkan respon NPE (Nota Pelayanan Ekspor),
4. Data PEB lengkap dan sesuai, serta tidak termasuk barang yang
dilarang atau dibatasi ekspornya tetapi harus dilakukan pemeriksaan
fisik, PEB diberi nomor dan tanggal pendaftaran dan diterbitkan
93
6.1 Kesimpulan
1) Proses pengolahan steak tenggiri beku di PT. Kencana Laut Nusantara
memiliki 14 alur proses dan alur proses tersebut berbeda dengan alur
proses pada SNI. Alur proses pada PT. Kencana Laut Nusantara antara
lain: Penerimaan bahan baku, penyimpanan sementara, penimbangan I,
pemotongan, pembuangan tulang isi perut, penimbangan 2, glazing I,
pembekuan, glazing 2, penimbangan 3, metal detecting, packing and
labelling, penyimpanan produk akhir dan pemuatan. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan penulis menambahkan alur proses pencucian.
2) Pengujian mutu meliputi bahan baku sudah memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan dan SNI 4110:2014 dan pengujian mutu
produk akhir sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh
perusahaan dan SNI 8271:2016. Hasil pengujian mikrobiologi ALT
adalah 4000kol/gram standar SNI 4110:2014 adalah 5x10⁵ kol/gram, hasil
pengujian e.colli adalah negatif, hasil pengujian coliform adalah negatif.
Hasil pengujian kimia bahan baku adalah Lead 0,042mg/kg, Candium
0,006mg/kg, Hasil pengujian produk akhir kimia adalah Lead
0,108mg/kg, Candium 0,005 mg/kg standar SNI 4110:2014 adalah Lead
0,3 mg/kg, Candium 0,1 mg/kg. untuk histamin yaitu negatif. Pengujian
logam berat dilakukan secara eksternal di laboratorium yang telah
terakreditasi.
3) Menetapkan Critical Control Point (CCP) pada tahapan penerimaan bahan
baku bahaya signifikan yaitu Histamin, metal detecting yaitu serpihan
logam. Pengendalian CCP pada tahap penerimaan bahan baku yaitu
dengan memeriksa surat jaminan setiap bahan baku datang dan
menggunakan supplier yang telah di approve dan melakukan pengujian
eksternal di laboratorium yang telah terakreditas. Pengendlian terhadap
tahap metal detecting adalah melewatkan alat melalui mesin dan
memeriksa sensivitas alat.
97
Bahar, B. 2006. Panduan praktis memilih dan menangani produk perikanan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 150.
Binatara, Age Sani, dan Etna Nur Afri Yuyetta. Sistem Prosedur Pengiriman Data
Online Ekspor Pada PT. Emkl Wahyu Mandiri. Diss. Sekolah Vokasi, 2017.
BKIPM. 2018. Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Terbitkan 298
Sertifikat Mutu Terpadu.
Cartwright, L. M., and Latifah, D. 2017. Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) Sebagai Model Kendali Dan Penjaminan Mutu Produksi
Pangan. Invotec, 6(2).
Daulay, S. S. 2000. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
Implementasinya dalam Industri Pangan. Pusdiklat Industri. Jakarta.
De Oliveira, C. A. F., Da Cruz, A. G., Tavolaro, P., dan Corassin, C. H. 2016. Food
Safety: Good Manufacturing Practices (GMP), Sanitation Standard Operating
99
Food and Drug Administration. 2019. Fish and Fishery Products Hazard and Controls
Guidance Fourth Edition. U.S Depertement Of Health and Human Services Food
and Drug Administration.
Ilmiawan, Novri, Sussi Astuti, dan Otik Nawansuh, 2014. Penggabungan Penerapan
Sistem Jaminan Mutu ISO 9001:2018 dan Sistem HACCP ke dalam Sisteam
Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2009 (Studi Kasus di PT Indokom
Samudra Persada) The Merger of Quality Assurance System ISO Pertanian 19.
(3): 229-242.
Junais, B. N., dan Latief, R. 2014. Kajian strategi pengawasan dan pengedalian mutu
produk ebi furay PT. Bogatama Marinusa. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology Universitas Diponegoro, 2(5), 15-20.
Kementerian Perdagangan. 2019. Indoneisa.go.id/kategori/perdagangan/861/e-ska-
surat-keterangan-dari-kementerian-perdagangan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2020. Jakarta.
KEP.01/MEN. 2007. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. No. KEP.01/MEN.2007 Tentang
Persyaratan Jaminan Mutu Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta.
100
PER-32/BC. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Perubahan Kedua atas
Peraturan Direktue Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 32/BC/2014 Tentang
Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor. Jakarta.
Riani, E. 2010. Kontaminasi merkuri (Hg) dalam organ tubuh ikan petek
(Leiognathus equulus) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 11(2), 313-322.
Setiawan, H. 2015. Akumulasi dan distribusi logam berat pada vegetasi mangrove di
pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kehutanan, 7(1), 12-24.
Sonya, A., Herpandi, H., dan Dwita Lestari, S. 2019. Karakteristik Fisik, Kimia Dan
Sensori Otak-Otak Ikan Asap Dengan Konsentrasi Asap Cair Yang Berbeda
Characteristics Of Physical, Chemical, And Sensory Grilled Fish Cake With
Different Cocentrations Of Liquid Smoke (Doctoral Dissertation, Sriwijaya
University).
Sudarmaji, S. 2005. Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis
Critical Control Point). Jurnal Kesehatan Lingkungan, 1(2).
Surahman, D. N., dan Ekafitri, R. 2014. Kajian HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point) Pengolahan Jambu Biji di Pilot Plant Sari Buah UPT.
102
Wahono, T. 2006. Sistem Manajemen Mutu dan Kemanan Pangan. Malang: Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Briwijaya.
Widiastuti, Indah. 2010. “Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap.” 8.
Widodo, J. 1989. Sistematika Biologi dan Perikanan Tenggiri (Scomberomorus
commerson) di Indonesia. Seane Volume XIV, Nomor 4:124-150.ISSN 0216-
1877.
Winarno, F. G. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. M-Brio Press.
Bogor.
Wulandri, E. Herawati. Ariflati. 2012. Kandungan Logam Berat Pb pada Air Laut dan
Tiram Saccostrea alamerata Surabaya Bioindikator Kualitas Perairan Prigi,
Trenggalak Jawa Timur. Universitas Briwijaya. Malang.
LAMPIRAN
104
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 7 9 9 9 7 9 9 7 9 8,33
2 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
3 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78 8,71
4 9 9 9 9 7 9 9 7 9 8,56
5 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78
6 9 9 9 9 9 9 9 7 9 8,78
Nilai 8,66 ≤ µ ≤ 8,76
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 9 9 7 9 9 9 8,78
2 7 9 9 9 9 7 7 9 9 8,33
3 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00 8,63
4 9 7 9 9 7 9 9 7 9 8,33
5 9 9 9 9 9 7 9 9 9 8,78
6 7 9 9 9 9 9 9 7 9 8,56
Nilai 8,53 ≤ µ ≤ 8,73
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78
2 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
3 9 9 7 9 9 9 7 9 9 8,56 8,78
4 9 9 9 9 9 9 9 7 9 8,78
5 9 9 9 9 9 9 9 7 9 8,78
6 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78
Nilai 8,77 ≤ µ ≤ 8,79
109
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 7 9 9 9 9 9 9 8,78
2 9 7 9 9 9 9 7 9 9 8,56
3 9 9 7 9 7 9 9 9 9 8,56 8,74
4 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
5 9 9 7 9 9 7 9 9 9 8,56
6 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
Nilai 8,52 ≤ µ ≤ 8,78
Pengamatan ke-5 Uji Sensori Steak Ikan Beku
A. Dalam Kondisi Beku
Penelis Lapisan Es Dehidrasi Perubahan Rata- Total
warna rata rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
2 9 7 9 9 9 9 7 9 9 8,56
3 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00 8,85
4 7 9 9 9 9 9 9 9 9 8,78
5 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
6 9 9 7 9 9 9 9 9 9 8,78
Nilai 8,83 ≤ µ ≤ 8,87
1) ẋ = 8,85
∑(𝑥𝑖−𝑥)2
S2 = 𝑛
(8.85-9.00)²+(8.85-8.56)²+(8.85-9.00)²+(8.85-8.78)²+(8.85-9.00)²+(8.85-8.78)²
S² =
6
(0,02)+(0,08)+(0,02)+(0,00)+(0,02)+(0,00)
S² =
6
S2 = 0,023
S = 0,02
P = (X- 1,96.(S)/√n ) ≤ µ ≤ ( X +1,96.(S)/√n)
P = (8,85- 1,96.(0,02)/√6) ≤ µ ≤ (8,85+ 1,96.(0,02)/√6)
P = (8,85-1,96.(0,02)/2,44) ≤ µ ≤ (8,85+ 1,96.(0,02)/2,44)
P = (8,85 – 0,02) ≤ µ ≤ (8,85 + 0,02)
P = 8,83 ≤ µ ≤ 8,87
110
Pengamatan ke-1 Uji Sensori Steak Ikan Beku Sesudah dilelehkan (thawing)
112
Pencemaran Dilakukan
lingkungan Kimia pengujian
Logam laboratorium
L M Tidak
Berat eksternal per
enam bulan
sekali.
Kontaminasi Disediakannya
selama alat metal
penanganan detector yang
Bahan baku
dikapal sudah dirancang
diterima dalam
penangkapan khusus untuk
bentuk beku
dan mendeteksi
bahaya serpihan
transportasi adanya serpihan
logam bisa
dari Logam berat L H Ya logam pada
terjadi karena
pelabuhan produk dimana
tidak
perikanan ke produk
sepenuhnya
pabrik. dilewatkan pada
terlihat secara
alat metal
keseluruhan.
detector
ditahapan metal
detecting.
2. Penyimpanan Suhu ruangan
sementara penyimpanan Biologi Memonitor suhu
beku yang PBG (TPC, penyimpanan
L M Tidak
tidak sesuai. E. Coli, beku dengan
Salmonella) data logger.
113
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
3. Penimbangan 1 Kenaikan
Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.
114
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
Serpihan mata Disediakannya
gergaji alat metal
detector yang
sudah dirancang
khusus untuk
Produk hanya
mendeteksi
dikontrol secara
Fisik adanya serpihan
visual diluar
Serpihan L H Ya logam pada
permukaan
logam produk dimana
produk maupun
produk
didalam.
dilewatkan pada
alat metal
detector
ditahapan metal
detecting.
5. Pembuangan isi perut Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
peralatan. E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
115
6. Penimbangan 2 Kenaikan
Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.
116
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
9. Glazing 1 Kontaminasi
dari air, Biologi Dapat
karyawan dan PBG (TPC, dikendalikan
L M Tidak
peralatan. E. Coli, oleh SSOP.
Salmonella)
117
11. Pendeteksi logam Kenaikan
Biologi Selalu di control
Suhu.
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.
Kontaminasi
selama Jika alat metal
Alat metal
penanganan detector tidak
detector
dikapal dikontrol
sebelum
penangkapan, kemungkinan
digunakan dicek
transportasi bahaya serpihan
kesensitivitasan
dari Serpihan logam bisa
L H Ya alat dan selama
pelabuhan logam terjadi dan
proses setiap 2
perikanan ke berdampak
jam sekali.
pabrik, dan langsung pada
Kalibrasi alat
penanganan organ tubuh
setiap 1 tahun
produk yang
sekali.
selama di mengkonsumsi.
pabrik.
12. Packing and Kontaminasi Selalu dicontrol
Labeling dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
118
13. Penyimpanan Suhu ruangan
produk akhir penyimpanan Biologi Memonitor suhu
produk akhir PBG (TPC, penyimpanan
L M Tidak
yang tidak E. Coli, beku dengan
sesuai. Salmonella) data logger.
119
Lampiran 4. Penentuan Critical Control Point
P1 P2 P3 P4
Apakah ada Apakah tahapan Apakah bahaya Apakah tahapan
tindakan ini didesain yang terjadi dapat berikutnya
pencegahan pada khusus untuk meningkat dapat
tahapan tersebut dapat melebihi level mengurangi
untuk mencegah menghilangkan yang dapat bahaya
atau meminimalkan atau mengurangi diterima atau signifikan yang CCP /
No Tahapan Bahaya bahaya yang kemungkinan melebihi batas telah Not
Proses Potential mungkin terjadi. terjadinya hazard kritis. diidentifiksi CCP
sampai tingka pada tahapan
Jika ya : lanjutkan yang diterima. Jika ya : lanjut P4 tersebut.
P2 Jika tidak :
Jika tidak : bukan Jika ya : CCP stop/CCP Jika ya : bukan
CCP/stop Jika tidak : Jika tidak : CCP
lanjut P3
1. Penerima
an bahan Histamin Ya Tidak Ya Tidak CCP
baku
3
Ya Tidak Ya Ya
Penyiangan Serpihan Logam NOT CCP
4 Pemotongan
Serpihan Logam NOT
(Pembentuk Ya Tidak Ya Ya
CCP
steak)
5 Pemeriksaan
Serpihan Logam
logam Ya Ya - - CCP
120
Lampiran 5. Penetapan Critical Limits (CL)
No Tahapan Proses Bahaya signifikan Batas-batas kritis Sumber
121
Lampiran 6. Pemantauan (Monitoring) Critical Control Point (CCP)
122
Pendeteksi Sensitifitas Stainless Sensitifit Alat metal Sebelum Kepala saat tes piest Kalibrasi
Logam mesin 4,5mm as alat detector dan produksi dilewatkan pada setiap 1
Besi (Fe) pendetek setiap 2 jam selama dan QC alat metal tahun
4,0mm si sekali di cek alat metal detector tidak sekali
Non-Fe serpihan sensitivitasn detector terdeteksi. Alat
4,5mm logam ya beroperasi metal detector
Serpihan menggunak . dicek ulang atau
Lapon
logam an test piest memanggil
pendete
bagian mekanik
ksi
sampai berfungsi
logam
dengan baik.
123
Tidak Kandung Produk Setiap Kepala Jika ditemukan Kalibrasi
diperbolehka an dilewatkan Produk produksi produk yang setiap 1
n terdapat serpihan pada metal selama dan QC diduga tahun
logam pada logam detector proses mengandung sekali
produk berat serpihan
pada dipisahkan
produk terlebih dahulu,
pelagis diidentifikasi
dengan dilakukan
pencairan pada
Lapon
produk bila
pendete
ditemukan bahaya
ksi
serpihan logam
logam
diambil dari
produk. Dan
produk dilakukan
pembekuan
kembali lalu
produk
dilewatkan
kembali pada
tahapan metal
detecting.
124
Lampiran 7. Tindakan Koreksi
No Tahapan Proses Bahaya Potensial Tindakan Koreksi
1 2 3 4
1 Penerimaan Bahan Baku Histamin • Jika bahan baku yang datang mengandung histamin yang melebihi
standar maka dilakukan pengujian ulang pada supplier yang sama.
• Tidak melanjutkan menggunakan jasa supplier tsb sampai dapat
dibuktikan bahwa pemasok talah memperbaharui cara
penangkapan dan penanganan ikan diatas kapal yang sesuai
dengan standar.
Logam berat • Jika bahan baku yang datang mengandung logam berat , bahan
baku akan ditolak.
• Tidak melanjutkan menggunakan jasa supplier tsb sampai dapat
dibuktikan bahwa pemasok talah memperbaharui cara
penangkapan dan penanganan ikan diatas kapal yang sesuai
dengan standar dan evaluasi control.
2 Deteksi Logam Serpihan Logam • Produk yang ditolak oleh pendeteksi metal akan ditahan dan
ditempatkan di tempat yang terpisah.
• Produk tsb akan dilelehkan dan dilakukan pencarian potongan
logam dan dikeluarkan dari produk.
125
Lampiran 8. Verifikasi
No Tahapan Proses Bahaya Potensial Verifikasi Record
1 2 3 4 5
1 Penerimaan bahan baku Histamin dan Logam • Jaminan dan laporan tindakan perbaikan Form
Berat • Melakukan pemantauan ke UPI atau kapal penerimaa
penangkapan ikan oleh QC dan staf pembelian n bahan
bahan baku minimal 1 tahun sekali baku
• Menguji logam berat dan histamin di
laboratorium eksternal setiap 6 bulan diambil
masing-masing 3 lot yang berbeda.
2 Deteksi Metal Potongan Logam • Melakukan pemeriksaan ulang produk setelah Form
potongan logam dibuang dengan melewatkan monitoring
kembali melalui pendeteksi logam logam
berat
• Memeriksa kembali kepekaan pendeteksi logam
Sensifitas Mesin dengan acuan standar
126
127