Anda di halaman 1dari 145

PENETAPAN CCP (CRITICAL CONTROL POINT) DAN PERSYARATAN

DOKUMEN EKSPOR STEAK TENGGIRI (Scomberomorus commerson)


BEKU KE SINGAPORE DI PT. KENCANA LAUT NUSANTARA, MUARA
ANGKE, JAKARTA UTARA

DETERMINATION OF CRITICAL CONTROL POINT AND


REQUIREMENTS FOR EXPORT DOCUMENTS OF MACKEREL
STEAK (Scomberomorus commerson) FROZEN TO SINGAPORE AT PT.
KENCANA LAUT NUSANTARA, MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA
SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan

OLEH:
RISKA IGOR FRIHATIN
021601503125018

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
JAKARTA
2021
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sukamaju pada tanggal 02


Desember 1997 dari pasangan Alm. Bapak Anto dan Ibu
Rohani Hasan Tanda. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Mulai pendidikan formal di SD Desa Penu (2003-
2009), SMP Islam Bajo (2009-2012), SUPM Negeri Waiheru
Ambon (2012-2015). Pada tahun 2017 penulis melanjutkan
pendidikan sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya
Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Satya Negara
Indonesia (FPIK-USNI).
Semasa kuliah, penulis telah mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh senat
FPIK USNI yaitu Latihan Dasar Organisasi Kemahasiswaan (LDOK FPIK-USNI)
pada tahun 2017 di Pulau Seribu. Pada tahun 2021 penulis mengikuti kegiatan
sertifikasi profesi dalam bidang perikanan dengan judul “Penangkapan Ikan
Dengan Purse Seine” yang dilakukan di Universitas Satya Negara Indonesia dan
diselengarakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Dalam rangka tugas akhir penelitian, pada tahun 2021 Penulis mengambil judul
“Penetapan CCP (Critical Control Point) Dan Persyaratan Dokumen Ekspor Steak
Tenggiri (Scomberomorus commerson) Beku Ke Singapore Di PT. Kencana Laut
Nusantara, Muara Angke, Jakarta Utara” dibawah bimbingan Dr. Ediyanto, S.Pi.,
MMA dan Dr. Ir. Urip Rahmani, M.Si.

v
RISKA IGOR FRIHATIN, NIM 021601503125018. Penetapan CCP (Critical
Control Point) Dan Persyaratan Dokumen Ekspor Steak Tenggiri
(Scomberomorus commerson) Beku Ke Singapore Di PT. Kencana Laut
Nusantara, Muara Angke, Jakarta Utara. Dibimbing oleh EDIYANTO dan
URIP RAHMANI.

RINGKASAN
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu
perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, sesuai dengan
tuntunan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan
pengendalian mutu untuk semua proses produksi (Junais dan Latief 2014).
Guna memenuhi persyaratan peraturan perdagangan International dan untuk
memperkuat posisi perusahaan di persaingan global, maka perusahaan pangan perlu
menerapkan sistem jaminan penerapan HACCP (Ilmiawan dkk, 2014).
HACCP adalah alat manajeman yang digunakan untuk menjamin mutu dan
keamanan pangan yang mendasarkan pada kesadaran atau perhatian bahwa bahaya
(hazard) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi dapat dilakukan
tindakan pengendalian untuk mengontrol bahaya (Cartwright dan Latifah 2010).
Critical Control Point (CCP) merupakan kunci dalam menurunkan atau
mengeliminasi bahaya-bahaya (hazard) yang sudah diidentifikasi (Winarno, 2004).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui alur proses pengolahan steak tenggiri
beku. Mengetahui mutu organoleptik, sensori, mikrobiologi dan kimia pada bahan
baku dan produk akhir. Mengetahui penetapan dan pengendalian CCP pada
pengolahan steak tenggiri beku. Mengetahui persyaratan dokumen ekspor ke
Singapore.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai tanggal 17 Mei sampai
dengan tanggal 17 Juli 2021 di PT. Kencana Laut Nusantara Muara Angke- Jakarta
Utara. Bahan utama pembuatan steak tenggiri beku adalah ikan tenggiri beku. Alat
yang digunakan adalah semua alat yang digunakan untuk mengolah steak tenggiri
beku, alat tulis, score sheet, pohon keputusan, tabel pengendalian CCP. Alur proses
steak tenggiri beku mengacu pada SNI 7321.3.2009.
Hasil penelitian ini menunjukkan proses pengolahan steak tenggiri beku di
PT. Kencana Laut Nusantara memiliki empat belas tahapan alur proses yaitu
penerimaan bahan baku, penyimpanan sementara, penimbangan 1, pemotongan,
pembuangan isi perut, penimbangan 2, glazing I, penyimpanan dalam CPF, glazing
2, penimbangan 3, metal detecting, packing and labelling, penyimpanan produk
akhir dan pemuatan serta penulis menambahkan satu alur proses tambahan yaitu:
pencucian.
Hasil pengujian mutu bahan baku dan produk akhir steak tenggiri beku telah
memenuhi standar yang ditetapkan. Mutu bahan baku meliputi nilai organoleptik
dan sensori adalah 8. Hasil pengujian mutu bahan baku mikrobiologi Angka
Lempeng Total (ALT) adalah 4000 kol/gram standar SNI adalah 5x10⁵ kol/gr, hasil
pengujian Escherichia coli adalah negatif, standar SNI adalah < 3 APM/gr, hasil
pengujian Coliform adalah negatif, standar SNI < 3 MPN/gr, kadar logam berat
untuk Merkuri (Hg) ND (not detected) standar SNI Max 0,5 mg/kg, hasil pengujian
Timbal (Pb) adalah 0,042 mg/kg standar SNI Max 0,3 mg/kg, hasil pengujian
Kadmium (Cd) adalah 0,006 mg/kg standar SNI Max 0,1 mg/kg. Hasil pengujian
produk akhir mikrobiologi nilai tertinggi Angka Lempeng Total (ALT) adalah
14.000 kol/gram, standar SNI adalah 5x10⁵ kol/gr, hasil pengujian Escherichia coli
adalah negatif standar SNI adalah < 3 APM/gr, hasil pengujian Coliform adalah
negatif MPN/gr, kadar logam berat untuk Merkuri (Hg) ND (not detected) standar
SNI Max 0,5 mg/kg, hasil pengujian Timbal (Pb) dalah 0,108 mg/kg, standar SNI
Max 0,3 mg/kg, hasil pengujian Kadmium (Cd) adalah 0,005 mg/kg standar SNI
Max 0,1 mg/kg, hasil pengujian Histamin adalah ND (not detected) standar SNI
Max 100mg/kg.
PT. Kencana Laut Nusantara telah melakukan 12 langkah penerapan HACCP
yang meliputi: pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi tujuan
penggunaan, penyusunan diagram alir, verifikasi diagram alir, analisis bahaya,
penentuan CCP dan pengendalian bahayanya, penetapan batas kritis, tindakan
prosedur monitoring, tindakan koreksi dan verifikasi serta pencatatan.
Menetapkan Critical Control Point (CCP) pada tahapan penerimaan bahan
baku bahaya signifikan yaitu histamin, metal detecting yaitu serpihan logam.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, penulis menetapkan logam berat sebagai
bahaya signifikan pada penerimaan bahan baku dan menjadikannya CCP.
Pengendalian CCP pada tahap penerimaan bahan baku yaitu dengan
memeriksa surat jaminan setiap bahan baku datang dan menggunakan supplier yang
telah di approve. Pengendalian terhadap tahap metal detecting adalah melewatkan
produk melalui mesin dan memeriksa sensivitas alat.
Dokumen yang dibutuhkan perusahaan PT. Kencana Laut Nusantara pada
saat proses steak tenggiri beku ke Singapore adalah harus memiliki sertifikat
HACCP, dokumen Packing List, Invoice, Sea Way Bill (SWB), Health Certificate
(HC), Certificate of Origin (COO), Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Pengangkutan
barang ke Pelabuhan dipersyaratkan sudah mendapatkan nomor HC sebelum
keberangkatan kontainer.

vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah .................................................................................................... 4
II.TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................5
2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) .................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Ikan Tenggiri......................................................................6
2.1.2 Morfologi dan Penyebaran Ikan Tenggiri ............................................6
2.2 Persyaratan Mutu Bahan Baku ............................................................................. 7
2.3 Penanganan Steak Ikan Tenggiri Beku ............................................................... 8
2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ......................................... 11
2.4.1 Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .........11
2.5 Penetapan CCP (Critical Control Point) .......................................................... 17
2.6 Persyaratan Dokumen Ekspor ........................................................................... 17

III. METODOLOGI ...............................................................................................20


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................ 20
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 20
3.3 Metode Pengambilan Data .................................................................................. 20
3.4 Metode Kerja........................................................................................................ 21
3.4.1 Pengamatan Alur Proses Steak Tenggiri Beku ..................................21
3.4.2 Pengujian Mutu ..................................................................................21
3.4.3 Pengamatan Penerapan HACCP ........................................................23
3.4.4 Penetapan Critical Control Point (CCP)............................................26
3.4.5 Persyaratan Dokumen Ekspor ............................................................27
3.5 Metode Analisis Data .......................................................................................... 27
3.5.1 Analisis Deskriptif .............................................................................27
3.5.2 Analisis Komparatif ...........................................................................27

IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ............................................................28


4.1 Sejarah Perusahaan ............................................................................................. 28
4.2 Lokasi Perusahaan .............................................................................................. 28
4.3 Visi dan Misi Perusahaan .................................................................................. 28
4.4 Struktur Organisasi ............................................................................................. 29
4.5 Ketenagakerjaan.................................................................................................. 30
4.6 Sarana dan Prasarana .......................................................................................... 31
4.6.1 Sarana .................................................................................................31
4.6.2 Prasarana ............................................................................................32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................34


5.1 Proses Pengolahan Steak Tenggiri Beku........................................................... 34
5.2 Pengujian Mutu ................................................................................................... 58
5.3 Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ..................... 66
5.4 Penetapan dan Pengendalian Critical Control Point ...................................... 81
5.5 Alur Proses Dokumen Ekspor Perikanan Beku Ke Singapore ...................... 85

VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................96


6.1 Kesimpulan........................................................................................................... 96
6.2 Saran...................................................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................98


LAMPIRAN .........................................................................................................103

x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Persyaratan Mutu Bahan Baku ...................................................................7
Tabel 2. Persyaratan Mutu Steak Ikan Beku ..........................................................10
Tabel 3. Dua belas Langkah Penerapan HACCP ...................................................23
Tabel 4. Prasarana yang Tersedia di PT. Kencana Laut Nusantara .......................33
Tabel 5. Pengamatan Organoleptik Bahan Baku ...................................................58
Tabel 6. Mikrobiologi Bahan Baku........................................................................59
Tabel 7. Hasil Pengujian Logam Berat ..................................................................59
Tabel 8. Pengamatan Sensori Produk Akhir ..........................................................61
Tabel 9. Mikrobiologi Produk Akhir .....................................................................63
Tabel 10. Hasil Pengujian Logam Berat ................................................................64
Tabel 11. Tim HACCP...........................................................................................67
Tabel 12. Deskripsi Produk Steak Tenggiri Beku ..................................................68
Tabel 13. Daftar keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan
keracunan atau wabah penyakit. ............................................................72
Tabel 14. Matrik Analisis Signifikansi Bahaya .....................................................72
Tabel 15. Realisa Ekspor Steak Tenggiri Beku .....................................................95

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) .........................................6
Gambar 2. Alur Proses Penanganan Steak Tenggiri Beku .....................................21
Gambar 3. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP ........................................26
Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Kencana Laut Nusantara (2021) ....................29
Gambar 5. Penerimaan Bahan Baku ......................................................................37
Gambar 6. Penyimpanan sementara .......................................................................38
Gambar 7. Penimbangan 1 .....................................................................................40
Gambar 8. Pemotongan ..........................................................................................41
Gambar 9. Buang isi perut .....................................................................................42
Gambar 10. Penimbangan 2 ...................................................................................44
Gambar 11. Glazing 1 ............................................................................................46
Gambar 12. Pembekuan .........................................................................................47
Gambar 13. Glazing 2 ............................................................................................49
Gambar 14. Penimbangan 3 ...................................................................................51
Gambar 15. Pengecekan Logam ............................................................................52
Gambar 16. Packing ...............................................................................................54
Gambar 17. Penyimpanan Akhir ............................................................................55
Gambar 18. Pemuatan ............................................................................................56
Gambar 19. Histogram Sensori Steak Ikan Beku Sebelum Pelelehan ...................62
Gambar 20. Histogram Sensori Steak Ikan Beku Sesudah Pelelehan. ...................63

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Lampiran 1. Scoresheet Organoleptik Ikan Beku ................................................104
Lampiran 2. Scoresheet Steak Ikan Beku ............................................................107
Lampiran 3. Analisa Bahaya ................................................................................112
Lampiran 4. Penentuan Critical Control Point ....................................................120
Lampiran 5. Penetapan Critical Limits (CL) .......................................................121
Lampiran 6. Pemantauan (Monitoring) Critical Control Point (CCP) ................122
Lampiran 7. Tindakan Koreksi ............................................................................125
Lampiran 8. Verifikasi .........................................................................................126
Lampiran 9. Sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) ..127
Lampiran 10. Format PPK online ........................................................................128
Lanjutan Lampiran PPK Online ...........................................................................129
Lampiran 11. Sertifikat Health Certificate (HC) .................................................130
Lampiran 12. Sea Way Bill (SWB) ......................................................................131
Lampiran 13. Certificate of Origin (COO) ..........................................................132

xiii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki
17.499 pulau dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 km². Keadaan
tersebut menjadikan sektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu sektor rill
yang potensial di Indonesia. Sebagai satu sektor ekonomi yang memiliki peran
penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, sektor ekspor kelautan dan
perikanan pada bulan Maret tahun 2020 meningkat sebesar 15,37% (KKP, 2020).
Pangan adalah segala produk yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah atau tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan baku pangan, bahan tambahan pangan,
serta bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan atau minuman (Purnama, 2015).
Seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan, standar mutu untuk produk
pangan menjadi penting. Dalam kaitannya dengan perdagangan Internasional, maka
produk pangan yang diperdagangkan harus memenuhi persyaratan yang berlaku di
negara tujuan ekspor, antara lain syarat mutu, keamanan, lingkungan, kesehatan dan
lain-lain (Catwright dan Latifah, 2010).
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu
perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan
tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan pengendalian
mutu untuk semua proses produksi (Junais dan Latief, 2014).
Guna memenuhi persyaratan peraturan perdagangan Internasional dan untuk
memperkuat posisi perusahaan di persaingan global, maka perusahaan pangan perlu
menerapkan sistem jaminan penerapan HACCP (llmiawan dkk, 2014). HACCP
adalah alat manajemen yang digunakan untuk menjamin mutu dan keamanan
pangan yang mendasarkan pada kesadaran atau perhatian bahwa bahaya (hazard)
akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi dapat dilakukan tindakan
pengendalian untuk mengontrol bahaya (Cartwrigt dan Latifah, 2010).
Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau
Hazard Analysis Critical Control Point adalah sertifikat yang diberikan kepada
pelaku usaha Industry pengolahan ikan yang telah memenuhi dan menerapkan
2

sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada setiap unit pengolahan
ikan. Prinsip PMMT sebagaimana dimaksud terdiri dari analisis bahaya, dan
tindakan pengendalian, penentuan titik kritis, penentuan batas kritis, pemantauan
titik kritis, penerapan tindakan perbaikan, penentuan verifikasi dan pencatatan
(Permen KP, 2018).
Critical Control Point (CCP) diidentifikasi sebagai setiap tahap di dalam
proses dimana apabila tidak diawasi dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi
(Winarno, 2004).
Penentuan Critical Control Point (CCP) merupakan kunci dalam
menurunkan atau mengeliminasikan bahaya-bahaya (hazard) yang sudah
diidentifikasi. Penentuan suatu titik kendali kritis (TTK) dalam sistem HACCP
dapat dipermudahkan dengan penerapan pohon keputusan yang menunjukan suatu
pemikiran yang logis (SNI CAC/RCP 1:2011).
Dokumen-dokumen yang dijadikan persyaratan ekspor harus dilengkapi
mulai dari HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), HC (Health
Certificate), Packing List, Invoice, Sea Way Bill (SWB), Certificate of Origin
(COO), PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), NPE (Nota Pelayanan Ekspor)
sehingga dapat menjamin produk tersebut aman dan baik bila akan dikonsumsi ke
berbagai negara, salah satunya adalah negara Singapore. Unit pengolahan ikan
(UPI) wajib memenuhi persyaratan dokumen, sehingga produk atau barang tersebut
bisa masuk ke pasar Internasional.
PT. Kencana Laut Nusantara merupakan salah satu perusahaan perikanan
yang mengolah produk hasil perikanan. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
Ekspor hasil laut. Produk utama hasil pengolahan dengan mutu dan kualitas yang
baik diekspor ke negera-negara Asia seperti China, Malaysia, Korea, Singapore,
Vietnam, Thailand, dan Hong Kong. Produk pengolahan yang memiliki kualitas
kurang baik tidak diekspor melainkan masuk ke dalam kategori pasar lokal. Produk
hasil perikanan yang diekspor yaitu cumi, sotong, ikan tenggiri utuh beku, steak
tenggiri beku, ikan malong, ikan ekor kuning, cumi potong, cumi kupas, udang,
udang kipas, ikan pari, dan ikan bawal.
3

Prodak steak tenggiri beku pernah mengalami kerusakan pada daging,


sehingga mengalami penurunan kualitas, untuk memperbaiki serta
mempertahankan kualitas perlu dikendalikan agar keamanan produk tetap terjamin.
Salah satu tahap pengendalian potensi bahaya berupa penentuan CCP, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk menentukan Critical Control Point pada proses
produksi steak tenggiri beku yang dapat memenuhi permintaan konsumen dengan
kualitas produk yang baik.
Berdasarkan pertimbangan untuk itulah dalam Penelitian ini, penulis
mengambil judul ‘‘Penetapan CCP (Critical Control Point) Dan Persyaratan
Dokumen Ekspor Steak Tenggiri (Scomberomorus commerson) Beku Ke
Singapore di PT. Kencana Laut Nusantara, Muara Angke, Jakarta Utara.’’

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan Penelitian ini adalah:
1) Menganalisis proses pengolahan steak tenggiri beku.
2) Mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir.
3) Menetapkan Critical Control Point (CCP) pada tahapan proses steak
tenggiri beku.
4) Mengamati proses pemasaran ekspor ke Singapore.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat dari Penelitian ini adalah:
1) Menambah pengetahuan penulis dan memberikan informasi kepada
pembaca tentang pengolahan steak tenggiri beku.
2) Memberikan informasi mengenai kualitas bahan baku ikan tenggiri
beku yang diolah menjadi steak tenggiri beku.
3) Memahami titik kendali Critical Control Point (CCP) pada pengolahan
steak tenggiri beku.
4) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
proses pemasaran hasil perikanan. Selain itu penelitian ini diharapkan
menjadi dasar bagi penelitian lanjutan dibidang terkait.
4

1.4 Batasan Masalah


Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis membatasi masalah pada:
1) Alur proses pembuatan steak tenggiri beku dari penerimaan sampai
produk akhir.
2) Bagaimana mutu bahan baku organoleptik, mikrobiologi (Angka
Lempeng Total (ALT), Coliform, Escherichia coli), kimia (Merkuri,
Kadmium, Timbal). Produk akhir: Sensori (Angka Lempeng Total
(ALT), Coliform, Escherichia coli), mikrobiologi (Angka Lempeng
Total (ALT), Coliform, Escherichia coli), kimia (Merkuri, Kadmium,
Timbal, dan Histamin).
3) Penerapan 12 langkah Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) di PT. Kencana Laut Nusantara dalam menetapkan dan
mengendalikan Critical Control Point (CCP) dengan menggunakan
decision tree.
4) Sejauh mana proses pemasaran steak tenggiri beku di PT. Kencana Laut
Nusantara dalam melakukan ekspor ke Singapore.
5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)


Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) merupakan jenis ikan yang
tergolong ekonomis penting dan menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia.
Penyebaran spesies ini mencakup wilayah Pasifik Barat dari Afrika Utara dan Laut
Merah sampai ke perairan Indonesia, Australia, dan Fiji ke utara sampai ke perairan
China dan Jepang. Potensi penyebaran ikan tenggiri di Indonesia hampir diseluruh
perairan Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian
Jaya (Latama, 2006).

Ikan tenggiri dikenal pula dengan nama Spanish mackerel, namun nama
tersebut berbeda-beda di setiap daerah. Orang India menyebutnya ikan anjai, di
Filipina lebih dikenal dengan nama ikan dilis, dan di Thailand akrab dengan istilah
ikan Thuinsi. Ukuran ikan tenggiri dapat mencapai panjang 240 cm, dengan berat
70 kg. usia dewasa tercapai setelah 2 tahun atau ketika memiliki panjang tubuh 81-
82 cm. Ikan tenggiri betina dapat hidup selama 11 tahun (Muhammad, 2011).

Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) adalah jenis ikan air laut yang
merupakan kelompok ikan pelagis yang memiliki cita rasa khas sehingga digemari
oleh masyarakat. Ikan tenggiri digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya
yang gurih dan tidak amis bila dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Ikan
tenggiri hidup di iklim tropis perairan laut yang dimiliki Indonesia merupakan surga
bagi ikan tenggiri. Ikan tenggiri menjadi komoditas perikanan laut yang paling
utama karena memiliki nilai komersial yang tinggi dan ikan tenggiri mengandung
gizi yang cukup tinggi sehingga kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi ikan ini.

Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) merupakan ikan umum yang


banyak digunakan untuk berbagai produk olahan, seperti steak ikan, abon ikan,
bakso ikan dan lainnya. Ikan tenggiri termasuk salah satu ikan yang tidak banyak
tulang, umumya disukai konsumen, dan harganya relative tinggi. (Bahar, 2006).
6

2.1.1 Klasifikasi Ikan Tenggiri


Klasifikasi ikan tenggiri Sheedy (2006), adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commerson)


Sumber: Alam, 2013
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Perciformes
Famili: Scombridae
Genus: Scomberomorus
Spesies: Scomberomorus commerson

2.1.2 Morfologi dan Penyebaran Ikan Tenggiri


Ikan tenggiri mempunyai morfologi tubuh yang cukup unik. Di bagian
samping tubuhnya terdapat garis lateral yang memanjang dari insang hingga akhir
sirip dorsal kedua, sedangkan pada punggung terdapat warna biru kehijauan, Garis
pada bagian samping menjadi ciri khas ikan tenggiri yang berbeda dengan ikan
sejenis. Secara umun, warna ikan tenggiri adalah perak keabu-abuan. Ukuran ikan
tenggiri dapat mencapai panjang 240 cm dengan berat 70 kg. Usia dewasa tercapai
setelah 2 tahun atau ketika memiliki panjang tubuh 81-82 cm. ikan tenggiri betina
dapat hidup selama 11 tahun (Muhammad, 2011).
Ikan tenggiri tergolong ke dalam ikan laut yang menyukai daerah laut
dangkal. Bagian-bagian yang terdapat batu karang (reef) merupakan habitat yang
cocok bagi ikan tenggiri. Perairan yang memiliki salinitas (salinity) rendah dan
kekeruhan (turbidity) tinggi disukai pula olehnya. Ikan tenggiri dapat menetap pada
suatu habitat dan terkadang bermigrasi ke tempat yang cukup jauh. Pola migrasi
ikan tenggiri sangan khas, karena bergantung kepada temperature air dan musim
7

bertelur (spawning season). Jatuhnya musim bertelur ini bervariasi di setiap habitat
yang ditinggalinya (Muhammad, 2001).
2.2 Persyarata Mutu Bahan Baku
Bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar, memiliki bentuk yang
utuh. Mutu ikan secara organoleptik yang harus dimiliki ikan segar antara lain:
Kenampakan : hidup dan reaktif terhadap sentuhan.
Badan : utuh, tidak terdapat luka atau cacat.
Warna : spesifikasi jenis dan cerah
Insang : tutup insang normal saat bernafas.
Berdasarkan SNI 4110: 2014 persyaratam mutu dan keamanan pangan bahan
baku beku yang harus dipenuhi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan Mutu Bahan Baku
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Sensori - Min. 7 (skor 1-9)
b. Kimia*
Histamin c Mg/kg Maks. 100
TVB mgN% Maks. 20
c. Fisika
• Suhu pusat °C Maks. -18
d. Cemaran mikroba
• ALT Kolini/g Maksimal 5,0 x 105
• Escherichia coli APM/g <3
• Salmonella Per 25 g Negative
• Vibrio choleraa Per 25 g Negative
• Vibrio parahaemolyticus a APM/g <3
• Listeria monocytogenes a,f Per 25 g Negative

e. Cemaran Logam a
• Arsen (As) Mg / kg Maks. 1,0
• Kadmium (Cd) Mg / kg Maks. 0,1

f. Cemaran Logam a
• Merkuri (Hg) Mg / kg Maks 0,5
• Timah (Sn) Mg / kg Maks 1,0 b
• Timbal (Pb) Mg / kg Maks 40, 0
f. Cemaran Fisik - 0
• Filth
g. Racun Hayati a - Negatif
• Ciguatoxin e
h. Parasit a ekor 0
• Parasit Cacing
8

a
Catatan Bila diperlukan
b
Untuk Ikan predator
c
Untuk ikan scombroidae (scombroid), clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae
d
Untuk Ikan hasil budidaya
e
Untuk ikan karang
f
Untuk ikan salmonidae

Sumber: BSN,2014

2.3 Penanganan Steak Ikan Tenggiri Beku


Berdasarkan dari SNI 7321.3.2009, Proses penanganan dan pengemasan steak
ikan beku mempunyai beberapa proses. Proses tersebut meliputi:
1) Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik dan
dilakukan verifikasi bakteri pathogen dan parasite. Penanganan dilakukan secara
cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk mencapai suhu 4,4ᵒC atau lebih
rendah untuk bahan baku segar dan maksimal -18ᵒC. Bahan baku diidentifikasi dan
diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran (traceability) dan dipertahankan
sampai tahapan produk akhir.
2) Pencucian 1
Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir
secara cepat, cermat, dan saniter, suhu pusat bahan baku dipertahankan 4,4ᵒC atau
lebih rendah.
3) Penyiangan (untuk bahan baku segar)
Bahan baku segar disiangi dengan cara membuang isi perut dan insang secara
cepat, cermat, dan saniter, suhu pusat bahan baku dipertahankan 4,4ᵒC atau lebih
rendah.
4) Pencucian 2
Bahan baku dicuci dengan menggunakan air dingin mengalir suhu pusat
bahan baku dipertahankan 0ᵒC sampai dengan 4,4ᵒC atau lebih rendah secara cepat,
cermat, dan saniter.
5) Pembungkusan (wrapping)
Bahan baku dibungkus dengan menggunakan plastik satu persatu, suhu pusat
bahan baku dipertahankan 0ᵒC sampai dengan 4,4ᵒC secara cepat, cermat, dan
saniter.
9

6) Pembekuan
Produk disusun dengan rapi dalam pan kemudian dibekukan sehingga suhu
pusat produk mencapai -18ᵒC.
7) Pemotongan
Produk yang sudah beku dopotong sesuai spesifikasi, dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter dengan tetap mempertahankan suhu pusat produk -18ᵒC.
8) Perapihan
Produk yang telah dibentuk dibersihkan dari serpihan daging dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap mempertahankan suhu pusat produk
-18ᵒC.
9) Sortasi
Produk yang telah dirapihkan dicek mutu dan ukurannya sehingga sesuai
dengan spesifikasi secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap mempertahankan
suhu pusat produk maksimal -18ᵒC.
10) Penimbangan
Steak tenggiri ditimbang satu per satu untuk mengetahui berat per steak dan
setelah terkumpul ditimbang seberat spesifikasi per kemasan. Dilakukan dengan
cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu antara 0ᵒC sampai dengan
4,4ᵒC.
11) Pengepakan
Produk dimasukan kedalam karton dengan mempertahankan suhu pusat
produk maksimal -18ᵒC.
12) Pengemasan dan Pelabelan
Bahan kemasan untuk steak tenggiri beku bersih, tidak mencemari produk
yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk
ikan beku. Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis.
Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi
dari luar terhadap produk akhir.
Setiap kemasan produk steak tenggiri beku yang akan diperdagangkan agar
diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan Bahasa yang
dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kuranganya sebagai berikut:
(1) Nama produk
10

(2) Berat bersih atau isi bersih


(3) Daftar bahan yang digunakan
(4) Nama dan alamat produsen pihak yang memproduksi atau
memasukanpangan ke dalam wilayah Indonesia
(5) Tanggal, bulan dan tahun produksi
(6) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
13) Penyimpanan
Penyimpanan steak tenggiri beku dalam gudang beku (cold storage) dengan
suhu -20ᵒC atau lebih rendah dengan fluktuasi ± 1ᵒC. Penataan produk dalam
gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat
merata dan memudahkan pembongkaran.
2.3.1 Persyaratn Mutu Steak Tenggiri Beku
Persyaratn mutu steak tenggiri beku berdasarkan acuan SNI 8271:2016 steak
ikan beku dapat dilihatn pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Steak Ikan Beku
Parameter Uji Satuan Persyaratan

a. Sensori Skor (1-9) Min. 7

b. Cemaran mikroba
-ALT Koloni/gram 1 x 105

-Escherichia coli APM/gram <3


-Salmonella sp. Per 25 gram Negatif
-Vibrio cholerae Per 25 gram Negatif

c. Cemaran logam*
- Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,1
- Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 1,0
- Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 0,4
d. Histamin Mg/kg Maks. 100

e. Fisika
- Suhu pusat °C Maks. -18°C

f. Parasit - Tidak boleh ada

Sumber: BSN, 2016


11

2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

2.4.1 Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu
sistem yang digunakan untuk menilai tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan
menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan dengan menitikberatkan pada
pencegahan dan pengendalian proses pengujian proses akhir yang biasanya
dilakukan dengan cara pengawasan tradisional Hazard Analysis Critical Control
Point adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya resiko bahaya yang tidak
dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi
pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan
pangan (Sudarmaji, 2005).
HACCP adalah suatu sistem manajemen yang memfokuskan perhatian pada
mulai tahap produksi bahan baku sampai akhir. Untuk keberhasilan penerapan
HACCP, manajemen harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap konsep
HACCP. Suatu konsep manajemen puncak yang kuat terhadap HACCP akan
menumbuhkan pengertian karyawan perusahaan tentang pentingnya memproduksi
makanan yang aman (Wahono, 2006).
2.4.2 Penerapan 12 Langkah HACCP
Penerapan HACCP dilakukan melalui dua belas Langkah penyusunan
HACCP adalah sebagai berikut:
1) Pembentukan Tim
Pembentukan Tim HACCP yang disusun berdasarkan struktur organisasi
yang sudah ada dalam usaha sehingga legalitas dari tim ini dapat dipertanggung
jawabkan. Pimpinan puncak secara formal organisasi adalah orang yang memiliki
wewenang tinggi dalam mengendalikan perusahaan. Berkaitan dengan pelaksanaan
kebijakan penerapan sistem manajemen HACCP, pimpinan puncak memberikan
mandatnya kepada wakil manajemen untuk melaksanakan sertifikasi dan pemantauan
dalam penerapannya, yang paling penting disini adalah bagaimana keputusan tim
adalah keputusan manajemen. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari perwakilan
seluruh departemen yang ada di dalam perusahaan serta berasal dari disiplin ilmu
yang berbeda (Thaheer, 2005). Apabila keahlian tersebut tidak tersedia di
perusahaan, sarana tenaga ahli sebaiknya diperoleh dari sumber lain seperti asosiasi
12

perdagangan dan Industry, tenaga ahli independent, regulator yang berwenang,


literatur HACCP, dan panduan HACCP.
2) Deskripsi Produk
Mendeskripsikan produk artinya membuat gambaran yang lengkap tentang
produk yang dihasilkan. Deskripsi produk berisi penjelasan informasi nama,
komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuan, pengemasan, kondisi penyimpanan,
daya tahan, persyaratan standar, metode pendistribusian. Seluruh produk yang
dihasilkan perlu untuk dijabarkan secara terperinci. Jika terdapat label khusus, label
tersebut dilampirkan, termasuk petunjuk mengenai penggunaan produk (Muhandri
et al, 2015). Menurut (Thaheer, 2005), selain itu dicantumkan informasi mengenai
produsen, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, dan berbagai informasi umum
lainnya.
Komposisi disusun untuk penginformasikan kandungan bahan yang ada di
dalam suatu produk berikut kuantifikasinya. Informasi ini diperlukan ada tidaknnya
kandungan bahan berbahaya atau berapa konsentrasi bahan berbahaya yang
terkandung tersebut (Thaheer, 2005).
3) Identifikasi Rencana Penggunaan
Satu produk yang sama memiliki kemungkinan untuk digunakan dengan cara
dan maksud yang berbeda oleh konsumen. Identifikasi cara penggunaan artinya
membuat daftar kemungkinan-kemungkinan penggunaan konsumen dari produk
yang dihasilkan. Selain itu terdapat kelompok-kelompok konsumen yang memiliki
sensitivitas (kepekaan) tinggi, yaitu konsumen usia lanjut, bayi, ibu hamil, orang
sakit dan konsumen dengan daya tahan tidak normal. Hal ini menjadi perhatian
Industry (Muhandri, et al, 2015).
4) Penyusunan Diagram Alir
Bagan atau diagram alir sebaiknya disusun oleh tim HACCP. Bagan diagram
alir sebaiknya mencakup semua tahapan dalam operasi untuk produk tertentu.
Bagan alir yang sama dapat digunakan untuk sejumlah produk yang dihasilkan
menggunakan tahapan proses yang serupa (Thaheer, 2005).
Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara jelas
mengenai:
13

(1) Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi,


penyimpanan, dan penundaan dalam proses.
(2) Bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam proses seperti bahan baku,
pengemasan, air dan bahan kimia.
(3) Keluaran dan proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku,
product in process, produk rework dan produk yang dibuang (ditolak).
5) Verfikasi Diagram Alir di tempat
Diagram alir yang disusun harus diverifikasi dengan kenyataan di lapangan.
Ada kemungkinan terjadi kesalahan ketika penyusunan yang pertama. Jika terdapat
kesalahan maka diagram alir harus segera diperbaiki. Verifikasi dilakukan dengan
mengamati aliran proses, mencocokan antara diagram alir dengan tahapan nyata di
lapangan. Jika dipandang perlu, dapat dilakukan pengambilan sampel (Muhandri &
Kadarisman, 2008).
Aliran bahan berupa limbah produk samping, atau bahan lain selain produk
utama, umumnya tidak dimasukkan ke dalam gambar diagram alir awal karena
tidak menjadi perhatian serius. Aliran scrap dan limbah dapat menjadi sumber
pencemaran dan kontaminasi silang terhadap proses utama. Jalur masuk beberapa
bahan pembantu produksi sepanjang ini proses harus dapat diungkapkan jelas pada
saat melakukan verifikasi bagan alir di lapangan (Thaheer, 2005).
6) Analisa Potensi Bahaya (Hazard)
Langkah ini merupakan inti dari HACCP. Kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan berdasarkan SNI CAC/RCP 1:2011 adalah:
(1) Mendata semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap,
mulai dari bahan baku diterima oleh unit pangan, penanganan,
pengemasan, distribusi sampai ke tangan konsumen.
(2) Menganalisis bahaya untuk mengidentifikasi jenis bahaya yang
memerlukan penghilangan atau pengurangan. Parameter utama dalam
analisis ini adalah tingkat aman untuk dikonsumsi.
(3) Tim HACCP kemudian menetapkan jenis tindakan untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya. Lebih dari satu tindakan
mungkin juga satu tindakan dapat menangani beberapa bahaya.
14

Penetapan kategori ini memang tidaklah mudah, beberapa dasar untuk


proses penetapannya dapat menggunakan pengetahuan dari tim HACCP
Pustaka mengenai mikrobiologi pangan, makalah dan jurnal ilmiah,
Pemasuk atau produsen lain, informasi mengenai kasus penarikan
produk dan keluhan konsumen (Muhandri, et.al., 2005).
7) Identifikasi Titik Kritis (CCP)
Dalam suatu unit pangan, bahan baku dan bahan lainnya akan banyak
mengalami perlakuan dan dikirim ke konsumen. Dari sekian banyak tahapan proses
tersebut ada kemungkinan terdapat titik-titik proses yang dapat menimbulkan bahaya
kesehatan. Dalam sistem HACCP, titik-titik ini sering disebut juga sebagai “Titik
Kendali Kritis (Critical Control Point-CCP)”. Tim HACCP harus mencari dan
menetapkan titik proses mana saja yang merupakan CCP dan mana yang bukan CCP
(Muhandri dan Kadarisman, 2008).
8) Penentuan Batas Kritis
Menurut Thaheer (2005), batas kritis suatu titik kendali kritis harus ditetapkan
secara spesifik dan divalidasi apabila memungkinkan. Batas kritis melengkapi
beberapa harapan:
(1) Menunjukan perbedaan antara produk atau kondisi yang aman dan tidak
aman sehingga proses dapat dikelola di dalam tingkat yang aman.
(2) Batas kritis merupakan salah satu atau lebih toleransi yang harus
dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu titik kendali kritis secara efektif
mengendalikan semua bahaya.
(3) Semua factor yang terkait dengan keamanan harus diidentifikasi.
(4) Tingkat di mana setiap factor menjadi batas aman dan tidak aman
merupakan batas kritis.
Sumber informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk penetapan batas kritis:
(1) Data yang sudah terpublikasi dari Codex, ICMSF, FDA, Depkes, SNI,
BPOM, dan lainnya.
(2) Serana pakar konsultan, asosiasi peneliti, perusahaan peralatan,
perusahaan bahan kimia sanitasi, ahli mikrobiologi, toksikologi, sarjana
teknik.
15

(3) Data percobaan berupa pabrik, pemeriksaan, mikrobiologi spesifik dari


produk dan bahan.
(4) Modelling matematika berupa simulasi computer terhadap karakter dan
ketahanan hidup dan pertumbuhan dari bahaya mikrobiologi dalam
pangan.
9) Pemantauan Batas Kritis
Batas kritis yang telah ditetapkan tidak memiliki arti jika tidak dilakukan
monitoring selama kegiatan atau proses produksi tersebut berjalan. Kita harus
memiliki rencana untuk memonitor kondisi pengendalian CCP sehingga dapat
menjamin bahwa batas kritis tidak dilampaui. Monitoring dapat dilakukan dengan
pengamatan secara visual atau dengan pengukuran (terhadap batas kimia dan fisik).
Teknik dan waktu monitoring hendaknya direncanakan dengan baik. Karyawan yang
dipercaya untuk melakukan monitoring adalah karyawan yang memiliki akses ke titik
CCP, telah terlatih dan memiliki pengalaman yang cukup untuk menjamin bahwa
tujuan monitoring dapat dicapai (Muhandri dan Kadarisma, 2008).
10) Penetapan Tindakan Koreksi
Menurut Thaheer (2005), Tindakan koreksi adalah Tindakan yang harus
diambil atau diputuskan berdasarkan hasil monitoring terhadap CCP, yang
mengindikasikan bahwa CCP tidak terkendali. Tujuan untuk menetapkan Tindakan
koreksi adalah untuk menjamin eliminasi potensi bahaya, memiliki rencana yang
pasti untuk penyimpanan yang terjadi pada setiap CCP, tindakan koreksi diperlukan
untuk mengendalikan proses. Tindakan koreksi yang akan diambil harus
merupakan perencanaan atau ada dalam perencanaan HACCP yang dibuat.
Tindakan yang harus dilakukan terhadap produk yang tidak sesuai adalah:
(1) Tahan produk (hold)
(2) Determinasi apakah produk memiliki efek bahaya keamanan pangan,
hal ini dilakukan dengan bantuan evaluasi dari tenaga ahli berdasarkan
pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi.
(3) Disposisikan produk melalui reproses menjadi produk baru atau
diproses menjadi produk lain yang sensitivitasnya berkurang serta
memusnahkan jika produk diketahui akan mengancam keselamatan dan
kesehatan manusia.
16

11) Penetapan Prosedur Verifikasi


Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), verifikasi adalah Tindakan yang
dilakukan untuk menilai apakah segala sesuatunya telah berada pada jalur yang
benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem
HACCP telah bekerja secara efektif. Kegiatan verifikasi mencakup empat hal yaitu:
(1) Validasi HACCP
• Konfirmasi bahwa sistem HACCP sudah benar sebelum
diimplementasikan.
• Konfirmasi bahwa semua bahaya sudah diidentifikasi, Tindakan
pencegahan sudah diidentifikasi untuk setiap bahaya, batas kritis
telah cukup, dan prosedur pemantauan dan peralatan sudah
memadai dan dikalibrasi.
• Pengujian independen.
• Pengujian kendali yang sudah ditetapkan.
(2) Review hasil pemantauan
(3) Pengujian produk
(4) Auditing
12) Dokumentasi dan Pencatatan
Menurut Thaheer (2005), penerapan HACCP dalam proses produksi harus
diikuti dengan dokumentasi mengenai penerapan HACCP. Dokumentasi berfungsi
sebagai acuan dan bukti penerapan HACCP. Dokumentasi atau pendataan tertulis
seluruh program HACCP menjamin bahwa program tersebut dilaksanakan, dapat
diperiksa kembali, dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Pencatatan
dan pembukuan yang efesien serta akurat adalah penting dalam penerapan HACCP.
Prosedur harus didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan secara administratif.
Tujuan penerapan sistem dokumentasi dan pencatatan adalah:
(1) Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada
(2) Jaminan pemenuhan peraturan
(3) Kemudahan pelacakan dan peninjauan catatan
(4) Dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanen mengenai
keamanan produk
17

(5) Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan apabila ada audit
HACCP
(6) Catatan HACCP memusatkan pada isu keamanan pangan untuk dapat
cepat mengidentifikasi masalah
(7) Membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas, dan produk
akhir apabila masalah keamanan yang timbul memerlukan penarikan dari
pasar.
2.5 Penetapan CCP (Critical Control Point)
Critical Control Point (CCP) adalah titik tahap atau prosedur di mana
pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima. Penerapan CCP
dilakukan setelah melalui tahapan analisis bahaya yaitu resiko ditandingkan peluang
kejadian yang menentukan apakah titik, tahap, atau prosedur tersebut memiliki
bahaya signifikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis dengan pohon keputusan
untuk menentukan apakah bahaya signifikan tersebut titik kritis atau bukan, karena
jika bahaya tersebut signifikan perlu dilakukan tindakan koreksi. Tindakan koreksi
berupa pencegahan maupun penolakan.
Apabila tahap ini tidak dapat dikendalikan maka dapat menimbulkan bahaya
keamanan pangan. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan
tentang proses produksi, semua potensi bahaya dan signifikan bahaya dari analisis
bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Dalam menentukan CCP
menggunakan matriks keputusan berdasarkan pohon keputusan.
2.6 Persyaratan Dokumen Ekspor
Persyaratan dokumen ekspor sangat penting untuk dapat melakukan ekspor
perikanan, unit pengolahan ikan (UPI) wajib memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh pemerintah. UPI harus memiliki beberapa persyaratan dokumen,
sehingga produk atau barang tersebut bisa masuk ke pasar internasional.
1) Sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Sertifikat HACCP ini merupakan jaminan mutu dengan kesadaran untuk
melakukan pengendalian atau control terhadap hazard (bahaya-bahaya) pada produk
kelautan dan perikanan. Sistem HACCP adalah tanggung jawab industry. Hal ini
18

karena produsen makanan memiliki control yang paling atas produk yang mereka
produksi, sehingga mereka memiliki dampak terbesar pada keamanan produk.
2) Packing List
Dokumen ini menjelaskan tentang isi barang yang ingin diekspor, dibungkus
atau diikat dalam peti mati, kaleng, kardus. Yang fungsinya untuk memudahkan
pemeriksaan oleh bea cukai. Dokumen packing list yang berisi rincian tentang
jumlah barang, berat bersih maupun berat kotor, dan dikemas dalam kemasan.
Dokumen ini diterbitkan oleh penjual eksportir. Packing list umumnya juga
memiliki keterangan yang sama seperti invoice (keterangan angkutan) (Binata &
Yuyetta, 2017).
3) Invoice
Invoice merupakan dokumen yang berisi rincian tentang keterangan; jumlah
barang yang dijual, berat bersih, harga barang, dan perhitungan pembayaran yang
harus dibayar oleh pembeli. Dokumen ini diterbitkan oleh penjual eksportir.
Umumnya dalam invoice tercantum juga: nomor kontainer, nomor segel kontainer,
nama kapal pengangkut, tanggal pengapalan, dan detail lainnya yang diperlukan di
L/C dan ditandatangani oleh yang berhak menandatangannya (Binatara & Yuyetta,
2017).
Pada umumnya invoice/faktur dibuat dalam tiga rangkap, di mana satu lembar
copy untuk pembeli bila telah melunasi tagihan, satu lembar copy untuk arsip
bagian penjualan, dan satu lembar copy untuk laporan bagian keuangan. Lembar
invoice tersebut merupakan bukti transaksi penjualan yang dilakukan secara kredit.
4) Health Certificate (HC)
Health Certificate (sertifikat kesehatan) adalah layanan dari ketentuan
mengenai sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Diatur dalam
peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER19/MEN/2010 tentang
Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dahn hasil
keputusan Menteri kelautan dan perikanan Nomor KEP 01.MEN.2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi,
Pengolahan dan Distrubusi.
5) Sea Way Bill (SWB)
19

Sea way bill adalah dokumen angkutan transportasi kapal laut (kontainer)
yang berisikan berbagai informasi tentang barang yang dikirim seperti jenis, berat,
nilai barang tersebut, dari mana asal barang tersebut dan hendak kemana barang
tersebut dikirim. Sea way bill juga berperan menjadi tanda bukti dalam mengambil
barang atau paket kiriman
6) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang di
gunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang oleh eksportir atau
kuasanya kepada kantor Bea dan Cukai (Antoni, M. 2019). Dokumen pabean yang
digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang dapat berupa tulisan di
atas formular atau media elektronik. Semua barang yang akan di ekspor wajib di
beritahukan kepada kantor bea dan cukai menggunakan PEB untuk mendapatkan
ijin balasan berupa NPE (Nota Pelayanan Ekspor).
7) Nota Pelayaran Ekspor
Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota
yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer
Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemalsuan barang yang
akan diekspor ke Kawasan Pabean atau pemuatannys ke sarana pengangkut
(Antoni, 2019).
8) Certificate of Origin (COO)
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia telah menerapkan peraturan
untuk menggunakan Surat Keterangan Asal (COO) guna mengontrol laju ekspor di
Indonesia. Surat Keterangan Asal atau biasa disebut Certificate of Origin (COO)
adalah merupakan sertifikasi asal barang, di mana dalam sertifikat tersebut
dinyatakan bahwa barang/komoditas yang diekspor adalah berasal dari
daerah/negara pengekspor.
20

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitin ini dilaksanakan pada bulan Mei samapai Juli 2021, yang
bertempatan di PT. Kencana Laut Nusantara, Muara Angke, Jakarta Utara
Indonesia.
3.2 Alat dan Bahan
1) Alat
Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan steak tenggiri beku
adalah mesin potong bandsaw, timbangan, thermometer, pan stainless steel, box
fiber, pisau, keranjang, pallet, meja proses, alat pembekuan, mesin sealer, metal
detector, mesin tali strapping.
Peralatan yang digunakan dalam penerapan CCP adalah buku panduan
HACCP, perlengkapan dokumentasi, dan peralatan tulis menulis, pohon keputusan.
Peralatan yang digunakan dalam dokumen ekspor adalah perlengkapan
dokumentasi dan peralatan tulis menulis.
2) Bahan
Bahan yang digunakan adalah ikan tenggiri beku sebagai bahan utama dan
produk akhir berupa steak tenggiri beku. Bahan penolong meliputi air dan es, klorin,
alkohol dan bahan pengemasan.
3.3 Metode Pengambilan Data
1) Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi
dan wawancara secara langsung meliputi pengamatan alur proses penanganan steak
tenggiri beku, pengujian organoleptik (pengujian organoleptik dan sensori produk
dilakukan 5 kali pengujian dan 3 kali pengulangan dengan 6 orang panelis),
mikrobiologi (Angka Lempeng Total (ALT), Escherichia coli, Coliform), kimia
(Merkuri, Kadmium, Timbal, dan Histamin), penetapan dan pengendalian Critical
Control Point steak tenggiri beku, dan dokumen ekspor ke Singapore.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung yang berasal dari
sumber-sumber yang berkaitan dengan perusahaan. Tujuannya adalah untuk
melengkapi data-data yang telah ada sebagai informasi pendukung. Data sekunder
21

diantaranya mengenai keadaan umum perusahaan meliputi lokasi perusahaan,


sejarah perusahaan, struktur organisasi, hasil pengujian mikrobiologi dan kimia
produk akhir, serta literatur dan tulisan yang berkaitan dengan penetapan Critical
Control Point (CCP), dokumen penunjang HACCP, dan dokumen penunjang
persyaratan ekspor ke Singapore.
3.4 Metode Kerja
3.4.1 Pengamatan Alur Proses Steak Tenggiri Beku

Penerimaan Bahan Pembekuan CPF


Baku
Glazing 2
Penyimpanan Sementara

Penimbangan 3
Penimbangan 1

Metal detecting
Pemotongan

Packing and labeling


Pembuangan isi Perut

Penyimpanan Beku
Penimbangan 2 akhir
Pemuatan
Glazing 1
Proses hari ke 2
Proses hari ke 1

Gambar 2. Alur Proses Penanganan Steak Tenggiri Beku


Sumber: PT. KLN (2021)
3.4.2 Pengujian Mutu
1) Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik dan sensori dilakukan pada tahap penerimaan bahan
baku dan produk akhir. Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan
scoresheet organoleptik ikan beku yaitu SNI 4110:2014 dan scoresheet steak ikan
beku SNI 8271:2016. Pengujian organoleptik dilakukan oleh 6 panelis dengan
menggunakan scoresheet sensori sesuai produk. Pengujian organoleptik ini
dilakukan sebanyak 5 (lima) kali pengamatan dengan 3 (tiga) kali ulangan. Data
yang diperoleh dari hasil pengamatan akan ditabulasikan. Untuk perhitungannya
rata-rata organoleptik digunakan rumus berikut:
22

𝑃(𝑋 − (1,96. 𝑠/√𝑛 ≤ 𝜇 ≤ (𝑋 + (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≅ 95%


∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖
𝑥=
𝑛−1
∑𝑛𝑖=1(𝑋1 − 𝑥̅
𝑆2 =
𝑛−1
𝑆 = √𝑆 2
Keterangan:
n = Banyak panelis
S2 = Keragaman nilai mutu
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
X = Nilai rata-rata
Xi = Nilai mutu dari panelis ke-1, dimana i=1,2,3 samapi…n;
S = Simpangan baku nilai mutu
P = Nilai organoleptik
(1) Panelis Standar
Orang yang mempunyai kemampuan dan kepekaan tinggi terhadap
spesifikasi mutu serta mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-
cara organoleptik/sensori.
Syarat-syarat panelis adalah sebagai berikut:
• Tertarik terhadap uji organoleptik sensori dan mau berpartisipasi;
• Konsisten dalam mengambilan keputusan;
• Berbadan sehat, bebas dari penyakit, tidak buta warna serta gangguan
psikologis;
• Tidak menolak terhadap makanan yang akan diuji (tidak alergi);
• Tidak melakukan uji 1 jam sesudah makan;
• Menunggu minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet,
makanan dan minuman ringan;
• Tidak melakukan uji pada saat sakit influenza dan sakit mata;
• Tidak menggunakan kosmetik seperti parfum dan lipstick serta mencuci
tangan dengan sabun yang tidak berbau pada saat dilakukan uji bau;
2) Pengujian Mikrobiologi
23

Pengujian mutu mikrobiologi dilakukan terhadap bahan baku dan produk


akhir. Pengujian mikrobiologi yang dilakukan meliputi Angka Lempeng Total
(ALT), Escherichia coli, Coliform. Pengujian bahan baku dan produk akhir
dilakukan di laboratorium Pusat Produksi Inspeksi dan Sertifikasi Hasil Perikanan
(PPISHP).
3) Pengujian Kimia
Pengujian mutu kimia dilakukan terhadap produk akhir. Pengujian kimia
meliputi pengujian logam berat dan histamin. Pengujian dilakukan di laboratorium
Pusat Produksi Inspeksi dan Sertifikasi Hasil Perikanan (PPISHP).

3.4.3 Pengamatan Penerapan HACCP


Pengamatan terhadap penerapan dan pengendalian CCP di perusahaan dilihat
dari apakah semua aspek HACCP sudah diterapkan dan dijalankan sesuai standar
yang ditetapkan. Penerapan HACCP dijabarkan secara sistematis dalam 12 langkah
penerapan HACCP yang terdiri dari 5 langkah awal dan diikuti 7 langkah prinsip
HACCP. Prinsip HACCP 12 langkah penerapan HACCP dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Dua belas Langkah Penerapan HACCP
No Langkah- Pengamatan
Langkah
Penerapan
HACCP
1. Pembentukan Tim • Berapa jumlah tim HACCP?
HACCP • Siapa yang menjadi anggota tim HACCP?
• Siapa ketua atau pimpinan puncak tim HACCP?
• Pendidikan terakhir yang dimiliki tim HACCP?
• Pelatihan apa saja yang perna diikuti dan apa saja
tugas dari masing-masing?
2 Deskripsi produk • Apakah penjelasan informasi produk sudah
diuraikan dengan jelas?
• Hal-hal apa saja yang harus dijelaskan dalam
deskripsi produk?
24

3 Identifikasi • Apa tujuan identifikasi rencana penggunaan?


rencana • Bagaimana rincian rencana penggunaan produk?
penggunaan • Siapa yang dilarang dan diperbolehkan
mengkonsumsi produk?
• Berapa lama penyimpanan produk?
4 Penyusunan • Bagaimana urutan dan interaksi dari setiap tahapan
diagram alir proses produksi dibuat?
• Apakah diagram alir sudah jelas dan akurat?
• Apakah seluruh input sudah masuk dalam diagram
alir?
5 Verifikasi • Bagaimana kesesuaian diagram alir?
diagram alir • Apa saja yang diverifikasi?
• Apa yang terjadi jika ada penyimpangan diagram
alir?
• Siapa yang melakukan verifikasi diagram alir?
• Kapan dilakukan verifikasi diagram alir?
6 Identifikasi dan • Apakah Hazard diidentifikasi secara spesifik pada
Analisis bahaya setiap alur proses?
• Apa bahaya pada produk tersebut?
• Apa penyebab bahaya pada produk?
• Apa resiko dan keparahannya dalam bahaya
tersebut?
• Apa alasan dari bahaya pada tahapan proses?
• Apa Tindakan pengendalian yang diambil pada
bahaya yang dinyatakan signifikan?
7 Penentuan • Apa bahaya yang menjadi CCP?
Critical Control • Bagaimana CCP diidentifikasi secara spesifik?
Point (CCP) • Apakah seluruh bahaya signifikan diidentifikasi
CCP?
• Apa yang menjadi acuan pada batas kritis?
25

8 Penetapan batas- • Parameter apa saja yang digunakan untuk


batas kritis menentukan batas-batas kritis?
• Berapa persyaratan yang harus ditetapkan untuk
batas kritis?
• Apakah jelas maksimum, minimum atau diantara
keduanya?
• Apakah bisa diukur dan dimonitor?
9 Pemantauan • Kapan batas kritis dipantau?
Critical Control • Siapa yang melakukan pemantauan CCP?
Point (CCP) • Apakah prosedur pemantauan sudah mencakup 1H
4W?
• Apakah hasil pemantauan direkam?
• Apakah rekaman ditandatangani?
10 Penetapan • Apakah dilakukan tindakan koreksi terhadap hasil
Tindakan koreksi monitoring yang melebihi batas kritis?
• Bagaimana cara menentukan Tindakan koreksi?
• Apakah Tindakan koreksi yang dilakukan efektif
untuk kedepannya?
• Apa ada rekaman (tertulis) dari Tindakan koreksi?
11 Penetapan • Apa dilakukan validasi?
prosedur • Kapan dilakukan proses audit?
verifikasi • Apakah audit dilakukan dari dalam dan luar
perusahaan?
• Apakah auditor independent tidak mengaudit
pekerjaannya sendiri?
• Bagaimana hasil audit internal dan eksternal temuan
audit?
• Apakah dilakukan tindakan perbaikan terhadap
temuan audit?
• Apakah dilakukan kaji ulang manajemen?
26

12 Dokumentasi dan • Catatan dokumentasi apa saja yang ada?


Pencatatan • Apakah terdapat form penerimaan bahan baku
hingga produk akhir?
• Bagaimana cara penyimpanan dokumen di
perusahaan tersebut?
• Bagaimana cara penyimpanan dokumen di
perusahaan tersebut?
• Apakah ada dokumen yang sudah dimusnakan?
• Apakah ditunjuk penanggung jawab dokumen dan
rekaman?
• Bagaimana akses terhadap rekaman?

3.4.4 Penetapan Critical Control Poin (CCP)


Setiap tahapan yang menyebabkan adanya bahaya signifikan harus
diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan apakah tahapan tersebut CCP atau
tidak. Identifikasi CCP dapat dilakukan dengan menggunakan decision tree (pohon
keputusan), seperti tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP


27

3.4.5 Persyaratan Dokumen Ekspor


Persyaratan dokumen yang diperlukan untuk ekspor pada dasarnya
merupakan serangkaian dokumen yang dilakukan dalam rangka melakukan
kegiatan ekspor sesuai dengan ketentuan hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penelusuran dokumen ekspor dilakukan dengan
cara observasi dan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten pada setiap
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen ekspor yang akan diamati
diantaranya Sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), HC
(Health Certificate), Sea Way Bill (SWB), Certificate of Origin (COO), Packing
List, Invoice, PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), NPE (Nota Pelayanan Ekspor).
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yaitu penyajian dilakukan dengan menjalankan hal-hal
yang diamati penulis selama penelitian sesuai dengan batasan masalah kemudian
dianalisis dan diolah yang selanjutnya dikaji dengan refensi yang ada sesuai dengan
tujuan dan batasan masalah yang telah ditetapkan.
3.5.2 Analisis Komparatif
Analisis komparatif yaitu analisis yang membandingkan hasil pengamatan
secara kuantitatif yang selanjutnya dikaitkan dengan literatur ataupun dengan
pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat kesamaan atau perbedaan hasil
pengamatan dengan bahan perbandingan tersebut.
28

IV KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah Perusahaan


PT. Kencana Laut Nusantara didirikan pada tahun 2018 dan mulai beroperasi
pada tahun 2019. Perusahaan ini dimiliki oleh Bapak Hong Peng dan dipimpin Ibu
Wilis. Perusahaan ini didirikan di Kawasan Muara Angke, Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
Ekspor dan Impor hasil laut. Produk utama hasil pengolahan dengan mutu dan
kualitas yang baik diekspor ke negera-negara Asia seperti China, Malaysia, Korea,
Singapore, Vietnam, Thailand, dan Hong Kong. Produk pengolahan yang memiliki
kualitas kurang baik tidak diekspor melainkan masuk ke dalam kategori pasar lokal.
Produk hasil laut yang diekspor yaitu cumi, ikan tenggiri, ikan, malong, ikan,
ekor kuning, udang, udang kipas, ikan pari, ikan bawal. Produk hasil laut impor
yaitu ikan salmon, cumi tube, dan ikan salem. Produk impor berasal dari neraga
Norwegia, Australia, Chile China, Taiwan, Vietnam, dan Korea Selatan dan akan
diperuntukan untuk pindang dan Horeka (Hotel, Restoran, Ketering) yang sudah
bekerja sama dengan perusahaan.
4.2 Lokasi Perusahaan
PT. Kencana Laut Nusantara berlokasi di Jalan Dermaga Muara Angke No.
06 RT 001/RW 011. Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Lokasi perusahaan berada di Muara Angke yang memiliki akses yang mudah
dijangkau untuk berbagai kendaraan yang mengekspor barang dan dekat dengan
Pelabuhan Dermaga Muara Angke yang memudahkan untuk pengangkutan bahan
baku dari kapal ke perusahaan. Lokasi perusahaan berdekatan dengan pemukiman
warga sehingga mudah mendapatkan tenaga kerja serta berdekatan dengan pasar
Ikan Modern yang didalamnnya terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
4.3 Visi dan Misi Perusahaan
PT. Kencana Laut Nusantara memiliki Visi yaitu menjadi rekan bisnis dalam
industry perikanan yang paling berharga serta senantiasa mampu bersaing dan
tumbuh berkembang pesat.
29

Misi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara diantaranya:


1) Meningkatkan profesionalalitas SDM dalam melakukan proses pengolahan
hasil perikanan.
2) Menghasilkan laba yang pantas mendukung pengembangan perikanan.
3) Meningkatkan mutu produk yang lebih baik dan efisien.
4) Menjalin kemitraan dan Kerjasama dengan pemasok dan penyalur yang
saling menguntungkan.
4.4 Struktur Organisasi
Organisasi perusahaan merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan dari perusahaan tersebut. Perusahaan akan lebih mudah dikelola
apabila terdapat struktur organisasi yang lengkap dan berfungsi dengan baik sesuai
dengan kebutuhan maka akan semakin mudah perusahaan tersebut dikelola untuk
dikembangkan. Berikut struktur organisasi PT. Kencana Laut Nusantara dapat
dilihat pada Gambar 4.
DIREKTUR UTAMA

QUALITY MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER


CONTROL WAREHOUSE MARKETING HRD MAINTENANCE PRODUCTION

PRODUCTION

SANITATION &
HYGIENE

Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Kencana Laut Nusantara (2021)

PT. Kencana Laut Nusantara memiliki struktur yang setiap posisi mempunyai
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Direkture
Pucuk pimpinan, mengambil kebijaksanaan, dibantu langsung oleh
Penjamin Mutu, Kepala Produksi, Manager Pemasaran, dan Manager
Personalia.
2) Manager Produksi
30

Bertanggung jawab dalam Pre-Requissite Program (SSOP dan GMP


program), bertanggung jawab untuk semua tahapan proses, bekerjasama
dengan semua bagian untuk penerapan prosedur HACCP.
3) Manager Marketing
Bertanggung jawab terhadap pemasaran hasil produksi dan mencari
pelanggan untuk membeli produk yang diolah oleh perusahaan.
4) Quality Control
Bertanggung jawab terhadap kualitas produk hasil produksi untuk
diekspor berdasarkan standar dan spesifikasi produk, bertanggung jawab
dalam Pre-Requisite Program (SSOP dan GMP program).
5) Warehouse
Bertanggung jawab dengan semua peralatan dan perlengkapan produksi
yang masuk dan disimpan di Gudang besar, Gudang kecil, dan Gudang
kimia.
6) Manager HRD
Bertanggung jawab terhadap karyawan dan pelatihan karyawan,
mengkoordinasi dan meningkatkan sumber daya manusia di setiap bagian
untuk memenuhi target produksi dan perusahaan berdasarkan prosedur.
4.5 Ketenagakerjaan
PT. Kencana Laut Nusantara menggunakan jam kerja dengan satu shift yaitu
mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB dengan diselingi istirahat selama satu
jam yaitu pukul 12.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB dan jam lembur yang
disesuaikan dengan kebutuhan produksi setiap hari. PT. Kencana Laut Nusantara
beroperasi setiap hari, hari senin hingga jumat jam kerja mulai pukul 08.00 WIB
Hingga pukul 16.00 WIB sedangkan hari sabtu jam kerja mulai pukul 08.00 hingga
16.00 WIB. Fasilitas yang didapat oleh karyawan di PT. Kencana Laut Nusantara
antara lain: seragam kerja (2 pasang), 1 pasang sepatu boot, loker (lemari pakaian
ganti). PT. Kencana Laut Nusantara memiliki karyawan sebanyak 35 orang. Jumlah
karyawan bagian pengolahan berjumlah 25 orang dengan rincian 5 orang karyawan
wanita dan 20 orang karyawan laki-laki. Jumlah karyawan bagian kantor 10 orang
dengan rincian 7 orang karyawan wanita dan 3 orang karyawan laki-laki.
31

4.6 Sarana dan Prasarana


4.6.1 Sarana
Sarana yang dimiliki oleh PT. Kencana Laut Nusantara antara lain:
1) Air Blast Freezer (ABF)
Ruangan yang digunakan untuk pembekuan dengan hembusan udara
dingin berjumlah 2 unit dengan kapasitas 170 ton, dan 10 ton.
2) Meja proses pengolahan
Terbuat dari bahan stainless steel yang berfungsi untuk penyiangan,
perapihan, penimbangan, pengemasan dan untuk petugas pencatat.
3) Pisau
Pisau yang digunakan terbuat dari stainless steel yang berfungsi untuk
membersihkan produk.
4) Troli
Troli digunakan untuk memindahkan / mengangkat keranjang plastik
yang berisi bahan baku dan produk akhir yang sudah dikemas.
5) Pan stainless steel
Pan digunakan sebagai wadah produk yang akan di bekukan.
6) Keranjang plastik
Keranjang ini digunakan untuk tempat sementara ikan yang akan diproses
lebih lanjut.
7) Bansaw (mesin potong steak)
Bansaw untuk memotong ikan beku, terbuat dari stainless steel yang tahan
karat sehingga produk tetap aman.
8) Timbangan
Timbangan digunakan untuk menimbang produk yang akan di olah.
9) Thermometer
Thermometer digunakan untuk mengukur suhu ikan dan es.
Perlengkapan untuk karyawan di PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
a) Baju proses
Seragam yang digunakam diberi nomor agar tidak tertukar. Masing-masing
karyawan mempunyai dua buah baju yang digunakan secara bergantian
setelah 2 hari pemakaian.
32

b) Topi
Topi sebagai penutup kepala untuk menjaga kerapihan rambut dan menjaga
agar produk tidak kontak langsung dengan rambut. Digunakan oleh
karyawan sebelum masuk ke ruang proses produksi.
c) Masker
Masker digunakan untuk menutup mulut, sehingga pada saat berbicara tidak
akan menjadi sumber kontaminasi. Tiap karyawan wajib menggunakan
masker pada saat di ruang proses produksi.
d) Sarung tangan
Penggunaan sarung tangan agar tidak terjadi kontaminasi karena daging
ikan tidak diperbolehkan untuk dipegang tanpa menggunakan sarung
tangan. Sarung tangan yang digunakan sebanyak 2 lapis. Sarung tangan
yang pertama digunakan adalah sarung tangan kain, kemudian dilapisi
dengan menggunakan sarung tangan karet.
e) Apron
Setiap karyawan masing-masing mempunyai satu apron yang telah diberi
nama sehingga tidak akan tertukar. Sebelum digunakan dan setelah
digunakan apron dicuci masing-masing oleh pemiliknya.
f) Sepatu boot
Semua karyawan wajib memakai sepatu boot jika memasuki ruang proses.
Bagi karyawan yang sepatu bootnya telah bocor, maka dapat meminta
penggantian sepatu boot kepada petugas gudang.

4.6.2 Prasarana
Prasarana yang dimiliki PT. Kencana Laut Nusantara adalah Prasarana yang
tersedia di perusahaan dapat dilihat pada Tabel 4.
33

Tabel 4. Prasarana yang Tersedia di PT. Kencana Laut Nusantara


No Prasarana Keterangan
1. Office Terletak dilantai dua bagian depan perusahaan,
diperlukan sebagai tempat administrasi,
penyimpanan dokumen dan perkantoran manager
dan staff kantor yang lain.
2. Ruang proses Merupakan ruangan digunakan untuk processing.
3. Loker dan mushola Berada di lantai dua tempat penyimpanan pakn
karyawan dan tempat ibadah.
4. Gudang pengemas Berada di lantai dua, tepat diatas ruang proses.
5. Gudang bahan kimia Berada di lantai satu, ruang kimia tersebut dikunci
agar tidak terjadi hal yang tidak diingnkan.
6. Gudang sanitasi Digunakan untuk menyimpan peralatan sanitasi.
7. Tempat parkir Berada di bagian depan perusahaan.
8. Ruang sepatu boot Berada di lantai dua, digunakan untuk menyimpan
sepatu boot dengan rapih.
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara, 2021
34

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Proses Pengolahan Steak Tenggiri Beku


Proses pengolahan steak tenggiri beku di PT. Kencana Laut Nusantara terdiri
dari 14 alur proses antara lain: penerimaan bahan baku, penyimpanan sementara,
penimbangan 1, pemotongan steak, pembuangan isi perut, penimbangan 2, glazing
1, pembekuan, glazing 2, penimbangan 3, pengecekan logam, packing and
labelling, penyimpanan beku, dan pemuatan.
Selama hasil pengamatan di UPI (Unit Pengolahan Ikan) terdapat 1 alur
proses yang ditambahkan yaitu: pencucian setelah tahap penerimaan bahan baku.
Alur proses yang perlu ditambahkan adalah pencucian. Kulit ikan merupakan salah
satu sumber kontaminasi sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian yang
dilakukan dengan benar maka dapat menghilangkan bakteri yang terdapat di kulit
ikan. Menurut Vatria (2010) yang menyatakan bahwa pencucian dilakukan dengan
menggunakan air yang mengalir, dengan air yang mengalir kotoran yang melekat
pada permukaan kulit dapat ikut bersamaan dengan aliran air dan mengurangi
jumlah mikroorganisme.
Alur proses pencucian perlu ditambahkan karena bahan baku berasal dari laut
dan saat penanganan mungkin terdapat sisa-sisa benda asing (filth) yang masih
menempel pada kulit ikan. Sehingga tujuan penambahan pencucian disini adalah
untuk menghilangkan sisa benda asing yang menempel pada ikan. Tujuan
pencucian selain yaitu untuk membersihkan ikan dan mencegah kontaminasi yang
disebabkan oleh benda asing tersebut. Menurut SNI 4110: 2014 tujuan pencucin
adalah mendapatkan bahan baku yang bersih yang sesuai dengan spesifiksi.
Menurut Wahdiniati, dkk (2017) menyatakan bahwa tahap pencucian sebenarnya
mampu mengurangi populasi dari jutaan mikroorganisme sampai ratusan juta
mikroorganisme per gram.
Bahan baku yang tidak dicuci setelah kedatangan akan berpotensi
terkontaminasi bakteri patogen yang mungkin disebabkan oleh, kesalahan
penanganan pada proses sebelumnya yang kurang menerapkan sanitasi dan higiene
yang benar. Bakteri-bakteri yang diketahui sebagai penghasil enzim histidin
dekarboksilase pemicu terbentuknya histamin adalah Enterobacter, Clostridium,
Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, Lactobacillus dan Vibrio spp (Lukman, 2019).
35

Bakteri-bakteri tersebut dapat ditemukan pada bagian kulit, insang, maupun saluran
pencernaan ikan, sehingga untuk mengurangi jumlah bakteri tersebut perlu
dilakukan tahap pencucian. Menurut Aulia, dkk (2015) menyatakan bahwa
pencucian ikan bertujuan untuk membebaskan dari bakteri. Air yang dipakai untuk
mencuci harus berasal dari air bersih dan bisa juga air dingin. Menurut SNI 4110:
2014 bahwa potensi bahaya yang timbul akibat tidak dilakukan pencucian adalah
kontaminasi mikroba patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene hal tersebut
diperkuat dengan pernyataan FAO yang menyatakan, bahwa potensial bahaya yang
mungkin timbul pada proses pencucian adalah bakteri patogen (FAO, 2012).

Berdasarkan pernytaaan diatas sehingga perlu untuk ditambahkan alur proses


pencucian pada tahap penerimaan bahan baku. Alur proses yang perlu ditambahkan
adalah pencucian namun, penambahan alur proses tersebut tentu saja akan
menambah cost karena akan ada penambahan beberapa komponen tertentu seperti:
karyawan dan peralatan. Penambahan alur proses yang disarankan hanya berupa
saran dan dapat diterapkan oleh perusahaan atau tidak.

5.1.1 Penerimaan Bahan Baku


Bahan baku yang diterima oleh PT. Kencana Laut Nusantara adalah bahan
baku dalam bentuk utuh beku. Sehingga mutu bahan baku harus tetap dipertahankan
dalam kondisi beku yaitu pada suhu -18°C. Bakteri dalam kondisi beku tidak aktif
sehingga dengan bahan baku yang beku kerusakan oleh bakteri dapat dihambat.
Proses penerimaan bahan baku bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan.
Bahan baku ikan tenggiri didapatkan dari berbagai daerah antara lain: Bangka
Belitung, Pangkal Pinang dan Jakarta. Size ikan yang diterima pada saat penerimaan
bahan baku adalah 1-3 kg, 3-5 kg dan 10 up. Bahan baku dibawa dengan
menggunakan mobil thermoking yang telah dilengkapi pendingin untuk
mempertahankan suhu bahan baku dalam keadaan beku.
Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan steak tenggiri beku oleh PT.
Kencana Laut Nusantara berupa ikan tenggiri beku, bahan baku berasal dari Bangka
belitung Supplier miniplant PT. Pasti Bangun Jaya, PT. Belitung Berkah Mandiri
yang merupakan cabang dari PT. Kencana Laut Nusantara, bahan baku antara lain
36

cumi, ikan malong, ikan ekor kuning, sotong, pari, udang, udang kipas, dan ikan
tenggiri. Bahan baku yang berasal dari Jakarta supplier bapak James, yang
merupakan supplier dari muara angke, dan bapak Karsita supplier dari muara baru,
bahan baku antara lain yaitu: ikan tenggiri utuh beku. Berdasarkan hasil
pengamatan terdapat ketidaksesuaian untuk bahan yang diterima UPI, masih ada
beberapa supplier yang belum mempunyai surat ijin usahan perdagangan,
dikarenakan mereka dari nelayan-nelayan kecil sehingga belum mempunyai ijin
usaha. Bahan baku diterima dalam kondisi beku dan disusun di dalam mobil
Thermoking yang telah dilengkapi pendingin untuk mempertahankan suhu bahan
baku dalam keadaan beku. Suhu bahan baku -18°C serta menjaga dan
meminimalisir kerusakan fisik pada bahan baku. Ukuran bahan baku yang diterima,
untuk ikan tenggiri beku yaitu ukuran 1-3 kg, dan 5 kg.
Bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi kemudian dikembalikan
kepada supplier. Bahan baku yang diterima PT. Kencana Laut Nusantara 1-5 ton
per minggu, kemudian bahan baku diolah 800-1000 kg per hari, bahan baku yang
telah sesuai kemudian ditimbang. Tujuan penimbangan untuk mengetahui berat
utuh ikan sebelum proses pengolahan. Bahan baku disusun dalam blong plastik
yang berukuran sedang dan dipinggirnya dilengkapi dengan tali guna untuk
mengangkat blong tersebut supaya tidak jatuh pada saat diangkat, dalam satu blong
dapat berisi 20-30 ekor ikan untuk size 1-3 kg dan 5 kg. ikan yang tersusun dalam
blong kemudian dilakukan proses penimbangan, total berat ikan dalam satu blong
biasanya mencapai 45-50 kg. setelah ditimbang ikan disusun diatas pallet untuk
disimpan sementara.
PT. Kencana laut nusantara melakukan proses penerimaan bahan baku secara
cepat 30-45 menit dengan jumlah bahan baku 1-3 ton. Menurut SNI 2014 bahwa
bahan baku dalam keadaan beku harus ditangani secara cepat, cermat, dan saniter
dengan mempertahankan ikan dalam keadaan beku. Menurut Adawyah (2007)
menyatakan bahwa keadaan beku juga dapat menghambat aktivitas bakteri dan
37

enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang
hanya didinginkan.

Gambar 5. Penerimaan Bahan Baku

Proses penerimaan bahan baku yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Bahan baku diterima hanya dari supplier yang telah di approve
Bahan baku yang diterima adalah berasal dari Jakarta, Bangka Belitung, dan
Tegal. Supplir-supplier yang telah diapprove sudah memiliki menerapkan
GMP dan SSOP dan mendapatkan sertifikat CPIB (Cara Penanganan Ikan
yang Baik). Hal ini untuk menjamin bahan baku yang diterima oleh PT.
Kencana Laut Nusantara telah sesuai dengan standar mutu dan keamanan
pangan.
2) Penanganan dilakukan dengan cepat 30-45 menit dengan jumlah bahan baku
1-3 ton, dengan tetap mempertahankan suhu ikan beku -18°C.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara:
1) Mengecek daftar approve supplier oleh QC setiap kedatangan bahan baku
dan audit supplier setiap 1 tahun sekali.
2) Pengecekan suhu bahan baku oleh QC saat kedatangan bahan baku.
3) Pengujian terhadap bahan baku.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara Ketika monitoring
tidak sesuai adalah:
1) Jika terdapat supplier yang tidak di approve pada penerimaan bahan baku,
bahan baku akan direject dan berhenti memakai bahan baku dari supplier.
38

5.1.2 Penyimpanan Sementara


Bahan baku yang telah ditimbang saat proses penerimaan bahan baku
kemudian disimpan sementara di dalam cold storage. Tujuan proses penyimpanan
sementara adalah untuk mempertahankan suhu bahan baku sebelum diproses ke
tahap selanjutnya. Bahan baku dimasukkan ke dalam cold storage bahan baku
disusun di atas pallet berdasarkan supplier dan diberi identitas seperti tanggal
kedatangan, asal bahan baku, nama supplier untuk memudahkan traceability.
Sistem pengeluaran produk yang diterapkan PT. Kencana Laut Nusantara First In
First Out (FIFO) sehingga penyimpanan dalam cold storage harus ditata
sedemikian rupa untuk memudahkan pengeluaran produk.
PT. Kencana Laut Nusantara telah melakukan sistem penataan bahan baku
dalam cold storage dengan baik dan diberi jarak. Menurut Badan Standar Nasional
(2006) bahwa penataan produk dalam gudang beku harus diatur sehingga
memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan
pembongkaran.
QC melakukan monitoring terhadap suhu cold storage dan suhu produk selama
penyimpanan. Pintu cold storage tidak boleh sering dibuka tutup karena akan
menyebabkan fluktuasi suhu. Suhu cold storage adalah ≤ -22°C lebih rendah dari
suhu bahan baku yaitu -18°C atau lebih rendah daripada itu (FAO, 2012).

Gambar 6. Penyimpanan sementara


Prosedur penyimpanan dalam cold storage yang diterapkan oleh PT. Kencana
Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Pemberian kode palet.
2) Bahan baku segera dipindahkan menuju cold storage secepatnya.
3) Produk yang dikeluarkan dari cold storage harus menerapkan First In First
Out (FIFO).
39

4) Tidak boleh membuka tutup cold storage terlalu sering.


Tindakan monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) Pengecekan suhu cold storage melalui data logger setiap hari oleh QC.
2) Pengecekan suhu bahan baku oleh QC setiap 2 jam sekali
3) Pencatatan keluar masuk barang dari cold storage. Hal-hal yang harus
dicatat adalah: jenis produk, jumlah produk, kode produk, suhu produk dan
cold storage.
4) Seorang QC harus memastikan tidak ada yang membuka cold storage secara
sering.
Tindakan koreksi yang dilakukan oleh PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) QC melakukan seting ulang apabila suhu cold storage melebihi ≤ -22°C.
2) Jika terjadi kerusakan mesin maka harus segera diperbaiki dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
3) Jika ada kerusakan pada data logger segera diganti dengan yang baru
apabila tidak bisa diperbaiki.
5.1.3 Penimbangan 1
Penimbangan 1 bertujuan untuk mengetahui total berat bahan baku yang akan
diolah perhari, seorang tally dan karyawan biasa yang bertugas membantu tally
melakukan penimbangan 1. Prosedur penimbangan dilakukan dengan hati-hati dan
teliti supaya tidak terjadi kesalahan pada proses penimbangan. Ikan dimasukan
kedalam keranjang platik secara hati-hati sambil ditata dengan rapi. Berat ikan
dalam keranjang 25-30 kg dan berisi 10-15 ikan.
Quality Control memonitoring proses penimbangan setiap saat supaya tidak
terjadi kesalahan timbang. Apabila keranjang rusak maka timbangan segera diganti
dengan yang baru, timbangan yang rusak dibawa ke gudang dan diperbaiki.
40

Gambar 7. Penimbangan 1

Prosedur penimbangan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Timbangan dikalibrasi sebelum digunakan.
2) Proses penimbangan dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
3) Suhu produk dipertahankan -18°C.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum timbangan digunakan QC mengecek kondisi timbangan terlebih
dahulu.
2) QC melakukan monitoring terhadap proses penimbangan setiap saat.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Jika terjadi kerusakan alat timbangan maka timbangan segera diganti.
2) Apabila terjadi kesalahan timbangan maka dilakukan penimbangan ulang.
5.1.4 Pemotongan Steak
Ikan yang telah ditimbang kemudian dibawa menuju ruang proses
pemotongan untuk dipotong. Tujuan pemotongan adalah untuk mendapatkan
potongan ikan yang sesuai dengan spesifikasi.
Pemotongan ikan menggunakan mesin, karena bahan baku yang diolah dalam
bentuk beku. Mesin yang digunakan untuk memotong ikan adalah mesin band saw
merek kolbe, operator memeriksa mesin sebelum digunakan. Bagian kepala, ekor,
dan sirip dipotong dahulu kemudian baru bagian tubuh ikan. Cara pemotongan ikan
yaitu diletakan diatas meja kemudian dipotong secara melintang dari kepada sampai
ekor. Hasil potongan berupa ikan yang telah dipotong menjadi steak kemudian
dimasukan kedalam keranjang untuk dipisahkan antara potongan steak yang tidak
terdapat isi perut dan steak yang masih terdapat isi perut. Pemotongan dilakukan
41

oleh dua orang karyawan yang telah terlatih. Proses pemotongan ikan dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Pemotongan ikan dilakukan secara cepat, saniter dan hati-hati hingga
menghasilkan potongan ikan yang diinginkan. Semua bagian ikan yang tidak
dipakai seperti kepala, ekor, dan sirip dimasukkan kedalam wadah terpisah untuk
dijual kembali. Satu jam sekali dilakukan proses pembersihan lantai dan meja
trimming oleh petugas sanitasi tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang hal tersebut sesuai Menurut Winarno (2011) yang menyatakan
bahwa, untuk mencegah kontaminasi silang dapat dilakukan dengan pembersihan
dan sanitasi area, alat penanganan, dan pengolahan pangan.

Gambar 8. Pemotongan

Prosedur pemotongan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Operator harus memastikan bahwa mata pisau mesin yang digunakan tidak
berkarat dan tajam.
2) Proses pemotongan dilakukan oleh tenaga ahli.
3) Suhu produk dipertahankan ˂ -18°C (suhu pusat ikan beku).
4) Proses dilakukan dengan cepat dan hati-hati dan saniter.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) QC memastikan bahwa pisau mesin band saw tidak berkarat.
2) QC memastikan mesin pisau tajam saat digunakan pengecekan dilakukan
sebelum mesin digunakan.
3) QC melakukan pengecekan secara visual terhadap hasil pemotongan setiap
saat
4) QC melakukan pengecekan suhu ikan saat proses.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
42

1) Jika mata mesin band saw berkarat maka segera diganti.


2) Apabila ditemukan pisau mesin tidak tajam maka segera diganti. Umumnya
pergantian pisau mesin dilakukan setiap 2-3 hari sekali.
3) Jika ada suhu produk yang tidak sesuai dan produk sudah mulai lembek
maka produk dipisahkan dan disimpan Kembali di dalam ABF.
5.1.5 Pembuangan isi perut
Hasil pemotongan steak yang masih terdapat isi perut kemudian dibawa
menuju meja proses untuk dibuang isi perut. Tujuan proses pembungan isi perut
untuk mendapatkan steak yang bersih terbebas dari isi perut dan rapi.
Prosedur pembuangan isi perut yang pertama adalah persiapan alat yaitu
mengecek kelengkapan alat yang akan digunakan. Memastikan semua peralatan
dalam keadaan baik dan layak untuk dipakai, selain itu proses sanitasi ruangan dan
peralatan juga dilakukan. QC memastikan bahwa pisau yang digunakan untuk
proses tajam dan tidak karatan. Pisau direndam larutan klorin 10 ppm, sebelum
digunakan. Apabila persiapan telah selesai steak dibawa ke meja proses untuk
dilakukan pembuangan isi perut, isi perut dikeluarkan menggunakan alat penusuk
yang terbuat dari stainless steel kemudian steak ditusuk pada bagian bolongan yang
terdapat telur atau isi perut, apabila terdapat telur maka dimasukan kedalam wadah
terpisah untuk dijual lokal, isi perut juga dipisahkan sebagai limbah padat dan
disimpan diruang yang terpisah. Satu jam sekali dilakukan proses pembersihan
lantai dan meja proses oleh petugas sanitasi tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang.
Steak yang telah bersih dari isi perut dan rapi kemudian disimpan dalam ABF untuk
mempertahankan suhu beku -18°C.

Gambar 9. Buang isi perut


43

Prosedur pemotongan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Persiapan kelengkapan alat sebelum digunakan.
2) Karyawan memastikan bahwa pisau dan alat penusuk steak yang akan
digunakan untuk pembersihan isi perut tajam dan tidak berkarat.
3) Proses pembuangan isi perut dilakukan dengan cepat, hati-hati, dan saniter.
4) Suhu ikan dipertahankan ˂ -18°C.
5) Limbah isi perut ditempatkan di wadah terpisah dan segera dibawa menuju
tempat pembuangan limbah padat.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum proses dimulai QC melakukan pengecekan terhadap kelengkapan
alat yang akan digunakan.
2) QC melakukan pengecekan suhu produk setiap saat dengan mengambil
sample ikan secara acak.
3) QC melakukan pengecekan terhadap hasil pembersihan isi perut
(monitoring produk).
4) QC memantau waktu pembuangan limbah apabila limbah dalam wadah
plastic telah penuh.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Apabila alat yang digunakan untuk proses kurang maka segera dilengkapi
dengan meminta barang yang baru dari dalam gudang penyimpanan barang.
2) Apabila steak hasil pembersihan isi perut belum bersih maka dilakukan
pembersihan ulang.
3) Apabila ditemukan suhu produk yang tidak sesuai dan produk mulai
melembek maka produk dipisahkan dan dibekukan ulang.
4) QC menegur karyawan apabila tidak serius pada saat kerja.
5) Apabila limbah telah banyak terkumpul dan tidak segera dibuang, maka QC
mengingatkan karyawan.
5.1.6 Penimbangan 2
Produk yang telah di buang isi perut kemudian di timbang. Tujuan
penimbangan untuk mengetahui berat produk yang akan dimasukan ke master
karton. Prosedur proses penimbangan yaitu menyiapkan alat timbangan yang telah
dikalibrasi dan telah dibersihkan. Letakkan keranjang diatas timbangan kemudian
tekan tombol “zero” utnuk memulai penimbangan dari angka “nol”. Letakkan
44

produk diatas keranjang dan timbang dengan berat 7 kg dalam 1 keranjang. Steak
yang belum ditimbang disimpan dalam ABF untuk mempertahankan suhu beku -
18°C.
QC memonitoring proses penimbangan setiap saat supaya tidak terjadi
kesalahan timbang dan penipuan ekonomi. Menurut FAO (2012) menyatakan
bahwa potensi cacat pada saat proses penimbangan adalah kesalahn timbang.
Apabila timbangan rusak maka timbangan segera diganti dengan yang baru,
timbangan yang rusak dibawa ke gudang dan diperbaiki. QC memonitoring proses
penimbangan setiap saat supaya tidak terjadi kesalahan timbang.

Gambar 10. Penimbangan 2

Prosedur proses penimbangan 2 pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Timbangan dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
2) Proses penimbangan dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
3) Proses penimbangan dilakukan oleh tenaga ahli.
4) Suhu produk dipertahankan -18°C.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum timbangan digunakan QC mengecek kondisi timbangan terlebih
dahulu.
2) QC melakukan monitoring terhadap proses penimbangan setiap saat
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Jika terjadi kerusakan alat timbangan maka timbangan segera diganti.
2) Apabila terjadi kesalah timbangan maka dilakukan penimbangan ulang.
45

5.1.7 Glazing 1
Proses selanjutnya setelah steak ditimbang dilakukan proses glazing
menggunakan air dingin yang telah diberi es. Tujuan glazing adalah melapisi steak
dengan lapisan es supaya tidak dehidrasi selama proses penyimpanan.
Steak dikeluarkan dari ABF kemudian ditimbang terlebih dahulu sebelum di
glazing tujuan penimbangan ini adalah untuk mengetahui berat steak sebelum
glazing. Steak ditimbang kemudian dimasukkan kedalam bak yang telah berisi air
dan es. Semua steak harus masuk kedalam bak glazing supaya semua permukaan
steak terlapisi dengan es. FAO (2012) menyatakan bahwa proses glazing dianggap
selesai apabila seluruh lapisan permukaan produk terlapisi dengan es. Proses
glazing berlangsung selama ± 10-15 detik sampai semua permukaan steak terlapisi
dengan es. Kenaikan berat pada proses glazing tergantung permintaan buyer
biasanya kenaikan berat glazing berbeda-beda. Rata-rata permintaan kenaikan
glazing adalah 30%. Proses glazing yang pertama ini tujuannya adalah menaikkan
produk dengan kenaikan 15%. Selama proses glazing dilakukan penambahan es
secara terus menerus karena es yang digunakan dapat mencair selama proses.
Steak yang telah di glazing kemudian ditimbang lagi untuk mengecek
kenaikan. Steak yang telah mencapai kenaikan yang diinginkan kemudian disusun
dalam long pan. Tujuan dari penyusunan dalam pan adalah untuk mempermudah
pada saat proses pembekuan. Steak dimasukan dalam pan yang telah diberi plastik
sebagai alas, steak disusun secara rapih. Steak yang belum mencapai berat glazing
artinya belum mencapai berat yang diinginkan maka dilakukan glazing ulang
samapi mencapai berat yang diinginkan.
QC memantau suhu air supaya tidak mengalami kenaikan selama proses
glazing, suhu air diusahakan dibawah 0°C. Air dan es yang digunakan untuk glazing
sebelumnya telah lolos pengujian. Pengujian air dan es menggunakan uji
mikrobiologi dan kimia untuk memastikan bahwa air dan es yang digunakan untuk
produk tidak mengandung bakteri yang dapat mengkontaminasi produk. Menurut
Winarno (2011) air yang digunakan untuk proses pengolahan sebaiknya memenuhi
persyaratan air minum.
46

Kenampakan produk setelah glazing akan lebih bagus daripada sebelum


glazing karena setelah glazing produk akan terlihat lebih bening dan mengkilat
seperti ada lapisan kaca di permukaan produk. Proses glazing bertujuan untuk
mencegah dehidrasi dan oksidasi pada produk setelah proses pembekuan dan juga
untuk memberikan lapisan es pada permukaan tubuh ikan sehingga kenampakannya
rapi dan bagus (Naimah dan Ningsih, 2014).

Gambar 11. Glazing 1


Prosedur glazing yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Sebelum melakukan glazing karyawan mengecek secara visual air dan es
yang akan digunakan.
2) Proses glazing dilakukan sampai seluruh permukaan steak terlapisi dengan
es.
3) Selama proses suhu air yang digunakan dipertahankan ˂ -2°C.
4) Karyawan memastikan kenaikan pada proses glazing.
5) Glazing dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
6) Glazing dilakukan oleh karyawan yang sudah terlatih.
Peosedur monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) QC memeriksa air dan es yang akan digunakan secara visual sebelum
proses.
2) Suhu air yang digunakan untuk glazing dicek setiap saat oleh QC.
3) QC mengecek terbentuknya lapisan permukaan ikan setiap saat selama
proses.
4) QC memonitoring berat timbangan sebelum dan setelah glazing setiap saat.
5) QC melakukan pengecekan terhadap suhu air yang digunakan untuk glazing
setiap saat selama proses.
47

Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Apabila hasil pengamatan visual air dan es yang akan digunakan terdapat
kotoran maka air dan es segera diganti.
2) Apabila hasil pengujian air dan es mengandung ALT dan E.coli yang
melebihi standar SNI maka tidak boleh digunakan.
3) Apabila saat proses suhu air mengalami kenaikan maka, air segera ditambah
dengan es.
4) Jika hasil proses glazing belum sesuai dengan spesifikasi maka, dilakukan
glazing ulang.

5.1.8 Pembekuan di CPF (Contact plate freezer)


Produk yang telah di glazing kemudian disusun didalam long pan kemudian
dimasukkan kedalam CPF (contact plate freezer) untuk dibekukan. Tujuan
pembekuan adalah untuk memperpanjang daya simpan dan mempertahankan mutu
produk agar tidak cepat rusak dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Prosedur pembekuan produk dimasukkan didalam CPF kemudian produk
disusun di rak stainless steel. Satu rak terdapat 12 susun, satu susun berisi 6 long
pan. Kapasitas maksimal CPF mencapai 1 ton. Suhu mesin CPF diatur -35°C, suhu
produk yang harus dicapai adalah -20°C, dan proses pembekuan dilakukan selama
2-3 jam sampai suhu pusat ikan mencapai maksimal -18°C. Suhu rata-rat produk
tahap pembekuan adalah -20°C, dan suhu rata-rata CPF adalah -33°C.
Pengontroral suhu CPF dilakukan setiap satu jam sekali. Menurut Evans
(2008) perlakuan pembekuan yang baik dapat mengurangi perubahan warna pada
daging ikan. Monitoring suhu terhadap CPF perlu dilakukan supaya proses
pembekuan berjalan dengan baik.

Gambar 12. Pembekuan


48

Prosedur proses pembekuan dalam CPF pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Produk segera dimasukkan ke dalam CPF secepatnya.
2) Suhu CPF ≤ -35°C.
3) Suhu produk dipertahankan ˂-18°C.
4) Tidak boleh membuka tutup CPF terlalu sering.
Tindakan monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) Pengecekan suhu CPF setiap saat oleh QC.
2) Pengecekan suhu produk oleh QC setiap saat.
3) QC harus memastikan tidak ada yang membuka tutup CPF secara sering.
Tindakan koreksi yang dilakukan oleh PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) QC melakukan seting ulang apabila suhu CPF melebihi ≤ 22°C.
2) Jika terjadi kerusakan mesin maka harus segera diperbaiki dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
5.1.9 Glazing 2
Produk yang telah dibekukan kemudian di glazing. Tujuan penggelasan
(glazing) adalah melapisi produk dengan air es supaya tidak terjadi pengeringan
pada saat penyimpanan. Produk yang telah dibekukan dan telah mencapai suhu -
18°C kemudian di glazing untuk proses glazing yang kedua.
Prosedur glazing yang pertama adalah produk dimasukkan ke dalam
keranjang kemudian produk ditimbang terlebih dahulu sebelum di glazing untuk
mengetahui berat produk sebelum proses glazing. Proses glazing dilakukan dengan
cepat, hati-hati serta saniter. Produk dalam keranjang kemudian dimasukkan ke
dalam air es dan didiamkan selama beberapa saat sekitar 10-15 detik, sampai berat
produk mencapai 10 kg sesuai permintaan buyer. Semua bagian produk masuk ke
dalam air es supaya proses glazing berjalan dengan sempurna dan semua permukaan
bisa terlapisi dengan es. Menurut FAO (2012) proses glazing dianggap selesai apabila
seluruh lapisan permukaan produk terlapisi dengan es. Pengecekan suhu air
dilakukan setiap saat ketika proses. Suhu air harus dimonitor jangan sampai melebihi
0°C. Proses glazing yang kedua hanya perlu menaikkan berat produk 15% saja
karena pada proses glazing 2 kenaikan telah mencapai 15%. Air yang digunakan
untuk glazing diganti secara berkala supaya tidak terjadi kontaminasi. Proses
49

glazing telah selesai kemudian dilakukan penimbangan lagi, untuk memastikan


kenaikan setelah proses glazing.
Kenampakan produk setelah glazing akan lebih bagus daripada sebelum
glazing karena setelah glazing produk akan terlihat lebih bening dan mengkilat
seperti ada lapisan kaca dipermukaan produk sesuai dengan pendapat Naimah dan
Ningsih (2014) proses glazing ini bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan oksidasi
pada produk setelah proses pembekuan dan juga untuk memberikan lapisan es pada
permukaan tubuh ikan sehingga kenampakannya rapi dan bagus.
Air dan es yang digunakan untuk glazing sebelumnya telah diuji. Pengujian
untuk air dan es menggunakan uji E, colli dan ALT. Tujuan dilakukan pengujian
untuk memastikan bahwa air dan es yang digunakan untuk produk tidak
mengandung bakteri patogen yang dapat mengkontaminasi produk. Air yang
digunakan untuk pengolahan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum
(Winarno, 2011).

Gambar 13. Glazing 2

Prosedur proses glazing pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum melakukan glazing karyawan mengecek secara visual air dan es
yang akan digunakan.
2) Proses glazing dilakukan seluruh permukaan produk terlapisi dengan es.
3) Selama proses suhu air yang digunakan tidak boleh melebihi 0°C.
4) Pastikan produk mengalami kenaikan saat proses glazing.
5) Glazing dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
6) Glazing dilakukan oleh karyawan yang sudah terlatih.
Prosedur monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) QC memeriksa air dan es yang akan digunakan secara visual sebelum
proses.
50

2) Suhu air yang digunakan untuk glazing dicek setiap saat oleh QC.
3) QC memastikan bahwa permukaan produk terlapisi oleh es seluruhnya.
4) QC memonitor berat timbangan sebelum dan setelah glazing setiap saat.
5) QC melakukan pengecekan terhadap suhu air yang digunakan untuk glazing
setiap saat selama proses.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Apabila hasil pengamatan secara visual air dan es yang akan digunakan
terdapat kotoran maka air dan es segera diganti.
2) Apabila saat proses suhu air mengalami kenaikan maka, air segera ditambah
dengan es.
3) Jika hasil proses glazing sebelum sesuai dengan spesifikasi maka, dilakukan
glazing ulang.
4) Lakukan proses ulang apabila kenaikan belum mencapai berat yang
diinginkan dan timbang ulang.
5.1.10 Penimbangan 3
Produk yang telah di glazing kemudian ditimbang. Tujuan penimbangan 3
untuk mengetahui berat produk yang akan dimasukkan ke master karton. Prosedur
pertama proses penimbangan yaitu menyiapkan alat timbangan kemudian tekan
tombol “zero” untuk memulai penimbangan dari angka “nol” kemudian produk
ditimbang, setelah ditimbang produk dimasukkan satu-persatu ke dalam plastik,
dalam 1 plastik berisi 14-15 steak, produk ditimbang 2 kg per 1 kemasan plastik,
kemudian plastik di pres guna untuk merekatkan plastik. 1 karton berisi 5 kemasan
plastik, sehingga berat 1 kemasan karton 10 kg.
QC memonitoring proses penimbangan setiap saat supaya tidak terjadi
kesalahan timbangan dan penipuan ekonomi. Apabila timbangan rusak maka
timbangan segera diganti segera dengan yang baru, timbangan yang rusak dibawa
ke Gudang dan diperbaiki. Qc memonitoring proses penimbangan setiap saat
supaya tidak terjadi kesalahan timbang.
51

Gambar 14. Penimbangan 3


Prosedur proses penimbangan 3 pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Timbangan dikalibrasi terlabih dahulu sebelum digunakan.
2) Proses penimbangan dilakukan dengan teliti dan hati-hati.
3) Proses penimbangan dilakukan oleh tenaga ahli.
4) Suhu produk dipertahankan ˂-18°C.
5) Platik dipastikan tidak bocor dan tidak mengkontaminasi produk.
Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) Sebelum timbangan digunakan QC mengecek kondisi timbangan dahulu.
2) QC melakukan monitoring terhadap proses penimbangan setiap saat.
3) QC mengecek kebocoran plastik dan keadaan plastik apakah dapat
mengkontaminasi produk atau tidak sebelum proses dimulai.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Jika terjadi kerusakan alat timbang maka timbangan segera diganti.
2) Apabila terjadi kesalahan timbangan maka dilakukan penimbangan ulang.
3) Jika suhu produk >-18°C segera pisahkan produk dan bekukan dalam CPF.
4) Jika ada platik yang bocor atau terindikasi dapat mencemari produk maka
QC melakukan penggantian plastik sebelum proses dimulai
5.1.11 Metal Detector
Tujuan dari proses metal detector yaitu mendeteksi adanya kandungan logam
didalam produk. Metal detector dibersihkan dahulu sebelum digunakan dan
disetting sesuai dengan jenis produk yang akan dilewatkan. PT. Kencana Laut
Nusantara melakukan pengecekan sensitivitas mesin menggunakan test piece
sebelum alat digunakan.
52

Prosedur pengecekan metal fragment yang dilakukan PT. Kencana Laut


Nusantara adalah melewatkan produk, yang telah dikemas satu persatu ke mesin
metal detector. Alarm pada mesin metal detector akan berbunyi apabila produk
mengandung metal fragment kemudian produk dipisahkan pada wadah penampung
dan dicari sumber logam yang terdeteksi. Produk di thawing dahulu untuk mencari
sumber logam tersebut. Produk yang kedapatan logam tidak akan di ekspor dan akan
masuk ke pasar lokal.
QC melakukan pengecekan sensivitas mesin dengan melewatkan tiga test
piece melalui mesin metal detector. PT. Kencana Laut Nusantara menggunakan
jenis metal detector sesotec dengan sensitivitas yaitu Stainless Ø 4,5mm, besi (Fe)
Ø 4,0mm, Non Fe Ø 4,5mm. Kalibrasi dilakukan dengan melewatkan metal
fragment sebanyak 3 kali. Proses pengecekan metal dalam produk perlu dilakukan
karena apabila metal fragment ini tertelan oleh konsumen akan menyebabkan
cedera pada konsumen. Luka yang mungkin disebabkan apabila sepihan metal
termakan oleh manusia antara lain: kerusakan gigi, luka goresan pada mulut atau
tenggorokan, goresan yang akan menimbulkan perforasi pada usus/isi perut (FDA,
2019).

Gambar 15. Pengecekan Logam

Prosedur proses metal detector pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Sensivitas mesin harus sesuai yaitu stainless Ø 4,5mm, besi (Fe) Ø 4,0mm,
non Fe Ø 4,5mm.
2) Semua produk dilewatkan satu persatu ke dalam mesin.
3) Suhu pusat produk dipertahankan -18°C.
4) Mesin harus dikalibrasi 1 tahun sekali.
5) Semua produk harus bebas dari perpihan logam.
53

Monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1) QC melakukan pengecekan terhadap sensivitas mesin sebelum proses, saat
proses dan sesudah proses menggunakan test piece.
2) QC memastikan semua produk melewati mesin.
3) QC melakukan kalibrasi mesin di lembaga yang telah terakreditas selama 1
tahun sekali.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Tahan produk dan pisahkan produk. Kemudian kerjakan ulang proses yaitu
dengan melelehkan produk dan mengeluarkan perpihan logam di dalamnya.
2) Jika kesalahan dari sensivitas mesin diperbaiki dengan jangka waktu yang
telah ditentukan.
5.1.12 Packing and Labelling
Produk dibawa ke meja packing untuk dikemas menggunakan master carton
dan pemberian label. Tujuan pengemasan untuk melindungi produk dari
kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan.
Prosedur kerja packing and labelling yaitu sebelum proses pengemasan QC
melakukan pengecekan terhadap kemasan dan label untuk memastikan, bahwa
kemasan dan label yang akan digunakan telah sesuai dengan produk yang akan
dikemas. Produk dimasukkan dan ditata satu persatu ke dalam master carton.
Produk yang sudah dimasukkan dipasang label yang berisi tentang informasi antara
lain: jenis produk, asal produk, berat, tanggal produksi, tanggal expired, neraga
tujuan, cara konsumsi dan cara penyimpanan. Proses packing and labelling
dilakukan dengan capat, cermat, hati-hati dan saniter. QC melakukan monitoring
selama proses packing and labelling supaya tidak terjadi kesalahan. Pengecekan
terhadap label dilakukan sebelum, selama dan setelah produksi. Produk yang ditata
rapi ditutup dan diberi lakban supaya tidak rebuka, kemudian produk dimasukan
kedalam plastik bening supaya tidak rusak dan kemasan diberi strapping band
sesuai dengan permintaan buyer. Produk ditumpuk diatas palet supaya mudah untuk
dipindahkan menuju ABF. Semua kegiatan proses packing dicatat oleh tally dengan
menuliskannya di laporan hasil packing untuk kemudian diberikan ke pihak stok.
54

Produk yang dikemas diberi label sesuai kode produksi yang telah ditetapkan.
Selama proses pengemasan ke dalam master karton yang perlu dilakukan sebagai
bentuk pengawasan adalah system penulisan dan pengkodean yang menyangkut
antara kesesuaian isi dengan keterangan yang ada pada master karton tersebut.
Pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab kerusakan
baik karena kerusakan fisik, kimia, biologi, maupun kerusakan mekanis sehingga
kemasan diharapkan dapat menjaga kualitas dari produk pangan dam sampai
ketangan konsimen dalam keadaan yang baik dan menarik (Panama, 2015).

Gambar 16. Packing

Prosedur packing and labelling yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah
sebagai berikut:
1) Pastikan label tertera sesuai dengan spesifikasi produk (jenis produk, asal
produk, berat, tanggal produksi, tanggal expired, neraga tujuan).
2) Pastikan suhu produk ≤-18°C.
Tindakan monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) QC melakukan pengecekan terhadap label sesuai dengan spesifikasi produk
sebelum pengepakan.
2) QC mengecek suhu produk pada perwakilan sample.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Pisahkan dan ganti label yang tidak sesuai spesifikasi produk.
2) Pisahkan jika terdapat produk yang suhu tidak sesuai.
5.1.13 Penyimpanan Produk Akhir
Produk yang telah terbungkus rapi kemudian dibawa menuju cold storage
penyimpanan produk akhir, untuk disimpan beku. Tujuan penyimpanan beku pada
55

produk akhir yaitu menyimpan dan mempertahankan mutu produk akhir sebelum
pengiriman.
Prosedur penyimpanan produk akhir dalam cold storage yaitu master karton
yang telah di dalam cold storage kemudian ditata sedemikian rupa supaya sirkulasi
udara di dalam cold storage berjalan dengan baik. Proses pengambilan produk
master karton secara hati-hati supaya produk tidak terjatuh. Suhu penyimpanan di
cold storage diatur pada suhu -22°C dengan fluktuasi 2°C. Suhu cold storage
terukur dengan thermostat yang berada di atas pintu cold storage yang terdapat di
anteroom. Suhu di dalam cold storage harus selalu di perhatikan, untuk itu di dalam
cold storage di masukkan data logger yang berfungsi sebagai alat perekam suhu
setiap 1 jam sekali. Proses penyimpanan di dalam cold storage harus selalu di
kontorol karena apabila pintu cold storage terlalu sering dibuka maka suhu ruangan
akan naik. Kenaikan suhu pada ruang penyimpanan tersebut dapat berpengaruh
terhadap mutu dan kualitas produk. Jika yang paling lama disimpan harus
didistribusikan terlebih dahulu.

Gambar 17. Penyimpanan Akhir

Proses Penyimpanan beku PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:

1) Produk harus segera dilakukan penyimpanan beku tanpa delay.


2) Suhu ruangan pembeku -22°C.
3) Tidak membuka tutup ruangan penyimpanan beku secara sering agar tidak
terjadi fluktuasi suhu yang tinggi.
4) Suhu pusat produk dipastikan -18°C atau kurang.
5) Penataan master karton harus diberi jarak agar sirkulasi udara dingin
merata.
56

Tindakan koreksi yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:


1) Jika suhu pusat produk belum mencapai -18°C maka dilakukan pembekuan
ulang.
2) Jika mesin rusak, ruang penyimpanan beku harus dipastikan tertutup dan
Mekanik segera memperbaiki mesin.
5.1.14 Pemuatan
Proses pengiriman ekspor dilakukan melalui jalur laut dengan menggunakan
kontainer. Saat kontainer dating QC terlebih dahulu mengecek kondisi kebersihan
kontainer yang terdiri pemeriksaan bagian dalam dan bagian luar kontainer. Suhu
kontainer -20°C.
Prosedur kerja pemuatan yaitu sebelum kontainer digunakan terlebih dahulu
disterilkan menggunakan desinfektan untuk menghindari kontaminasi dari virus
covid-19, semua kemasan disemprot satu persatu menggunakan desinfektan untuk
mencegah kontaminasi virus covid-19 pada kemasan, semua karyawan diwajibkan
menggunakan seragam, masker, penutup kepala, sarung tangan, sepatu boots pada
saat melakukan pemuatan. Pemuatan dilakukan secara manual oleh karyawan
secara cepat, cermat bersih dan hati-hati. Master karton disusun secara rapi agar
system pendinginan produk dapat merata. Selama proses pemuatan, didokumentasi
oleh QC hal-hal yang dimonitoring adalah suhu kontainer, foto pada saat kondisi
kontainer kosong sampai kontainer terisi penuh.

Gambar 18. Pemuatan


Prosedur proses pemuatan pada PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai
berikut:
1) Memastikan kontainer dalam kondisi yang baik.
2) Memastikan suhu kontainer -20°C.
57

3) Memastikan tanggal dan waktu kedatangan kontainer, nama kontainer,


ukuran kontainer, nomor loker pemuatan, suhu kontainer, nama buyer,
negara tujuan, nama produk, jumlah produk.
Prosedur monitoring yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah:
1) Pada saat kontainer dating, petugas QC dan staff mekanik memeriksa
kondisi kontainer yang terdiri pemeriksaan bagian luar dan dalam kontainer,
kebersihan kontainer dengan tujuan untuk memastikan kontainer dalam
kondisi bai.
2) QC memeriksa suhu kontainer harus mencapai -20°C.
3) Beberapa checksheet yang harus diisi QC Ketika kedatangan kontainer
adalah tanggal dan waktu kedatangan kontainer, nama kontainer, ukuran
kontainer, nomor loker pemuatan, suhu kontainer, nama buyer, negara
tujuan, nama produk, jumlah produk, suhu kontainer harus mencapai -20°C.
Pemuatan atau Stuffing merupakan proses pemasukkan produk ke dalam
kontainer untuk kemudian diekspor ke buyer. Proses distribusi berjalan dengan
baik. Produk dikeluarkan dari cold storage menggunakan bantuan forklift dengan
cepat dan hati-hati. Produk kemudian diangkut ke dalam kontainer dan disusun
dengan rapi, tidak lupa juga memberi celah pada tiap produk agar sirkulasi udara
dingin dapat berjalan dengan baik. Suhu kontainer sesuai dengan permintaan buyer
sekitar -20ºC sampai -25ºC, dalam 1 kontainer terdapat 4 jenis produk yaitu steak
tenggiri beku, cumi utuh beku, udang, dan udang kipas yang akan diekspor ke
Singapore.
Hasil pengamatan alur proses pengolahan steak tenggiri beku dari proses
penerimaan bahan baku sampai proses pemuatan yang dilakukan PT. Kencana Laut
Nusantara sudah dilakukan dengan baik, dengan menerapkan sistem GMP dan
SSOP, sehingga kualitas produk tetap terjaga, akan tetapi pada proses penerimaan
bahan masih ada supplier yang belum memiliki sertifikat jaminan mutu produk,
penulis menyarankan sebaiknya untuk bahan baku yang diterima harus dari supplier
yang telah mendapatkan sertifikat jaminan mutu, untuk menjamin bahwa bahan
baku yang diterima sesuai standar keamanan pangan.
58

5.2 Pengujian Mutu


5.2.1 Pengujian Mutu Bahan Baku
1) Pengujian Organoleptik Bahan Baku
Untuk menentukan suatu produk bermutu baik maka harus dilakukan adanya
pengamatan, pengamatan mutu organoleptik dilakukan untuk mengecek tingkat
mutu pada bahan baku dengan melakukan penilaian pada lembaran scoresheet ikan
beku SNI 4110:2014, aspek penilaian yang dilakukan ialah kenampakan (khusus
untuk frozen block), dehidrasi (adanya pengeringan), diskolorasi (adanya
perubahan warna). Pengamatan untuk setiap bagian pengujian dilakukan oleh enam
orang panelis yang standar pengamatan dilakukan selama lima hari yang berbeda
dimana dalam satu hari dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil
pengamatan pengujian organoleptik pada bahan baku dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengamatan Organoleptik Bahan Baku
Pengamatan Nilai Simpangan Beku Nilai Standar SNI
1 8,30 ≤ µ ≤ 8,36 8
2 8,42 ≤ µ ≤ 8,46 8
3 8,42 ≤ µ ≤ 8,46 8 7
4 8,55 ≤ µ ≤ 8,57 8
5 8,32 ≤ µ ≤ 8,34 8
Hasil pengamatan organoleptik telah memenuhi pesyaratan, hal ini
dikarenakan penanganan di perusahaan dilakukan dengan cepat, menggunakan
peralatan kerja yang bersih dan selalu menjaga rantai dingin sehingga mutu dapat
dipertahankan dengan baik. Hasil nilai organoleptik ikan tenggiri dapat dilihat pada
Lampiran 1.
2) Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku
Pengujian mikrobiologi perlu dilakukan untuk ikan segar maupun ikan olahan
yaitu untuk mengetahui mutu dan keamanan produk sehingga dapat mencegah
terjadinya keracunan yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen yang
disebabkan oleh makanan.
Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang
terkandung pada bahan baku. Pengujian yang dilakukan antara lain: Angka
Lempeng Total, Escherichia coli, dan Coliform. Pengujian mikrobiologi
59

merupakan salah satu indikator untuk kebersihan dan keamanan pangan (Restu,
2019). Pengujian mikrobiologi untuk bahan baku dilakukan di laboratorium luar,
Hasil pengujian mikrobiologi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Mikrobiologi Bahan Baku
Nama Sample Angka Escherichia coli Coliform
Lempeng Total MPN/gr MPN/gr
Kol/gr
SNI 5x10⁵ <3 <3
Ikan Tenggiri Hasil Uji 4000 Negatif Negatif
Sumber: Laboratorium PPISHP (2021)
Berdasarkan hasil pengujian bahan baku didapatkan hasil nilai Angka
Lempeng Total 4000, nilai ini masih memenuhi persyaratan SNI 4110:2014 bahan
baku beku dengan maksimal 5x10⁵ kol/gr. Hasil Escherichia coli dan Coliform
adalah negatif. Seluruh hasil pengujian telah sesuai dengan standar yang ditetapkan,
hal ini berkaitan dengan proses penanganan yang diterapkan. PT. Kencana Laut
Nusantara telah menerapkan cara penanganan yang baik, menjaga rantai dingin,
menjaga kebersihan pekerja serta peralatan (SSOP) dan bahan baku telah mendapat
surat jaminan supplier. Menurut Thaheer (2005), cemaran mikrobiologi dapat
berasal dari bahan baku itu sendiri, para pekerja, proses pengolahan yang tidak
benar, ataupun dari binatang/serangga di sekitarnya.
3) Pengujian Kandungan Logam Berat
Pengujian kandungan logam berat pada bahan baku PT. Kencana Laut
Nusantara dilakukan di laboratorium luar. Pengujian kandungan logam berat
bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat yang terakumulasi dalam
daging ikan. Hasil pengujian kandungan logam berat dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengujian Logam Berat
Nama Sample Merkuri/Hg Timbal/Pb Kadmium/Cd
(mg/kg) (mg/kg) (mg/kg)
SNI Maks. 0.5 Maks. 0.3 Maks. 0.1
Ikan Tenggiri Hasil Uji Not detected 0.042 0.006
Sumber: Laboratorium PPISHP (2021)
Berdasarkan hasil pengujian logam berat bahan baku kandungan Merkuri/Hg
negatif, kandungan terdeteksi Timbal/Pd 0.042mg/kg dan Kadmium/Cd
60

0.006mg/kg. Dari hasil pengujian logam berat dapat dikatakan bahwa bahan baku
yang digunakan masih aman untuk diolah dan dikonsumsi karena tidak melebihi
dari standar kandungan logam berat untuk bahan baku adalah Merkuri/Hg
maksimal 0,5 Mg/kg, Timbal/Pb maksimal 0,3 Mg/kg, Kadmium/Cd 0,1 mg/kg,
sesuai standar SNI 4110:2014. Pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan
perairan sungai akan terlarut dalam air dan akan terakumulasi dalam sedimen dan
dapat bertambah sejalan dengan berjalannya waktu, tergantung pada kondisi
lingkungan perairan tersebut. Logam berat dapat berpindah dari lingkungan ke
organisme, dan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan.
Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota laut melalui beberapa jalan, yaitu
saluran pernafasan (insang), saluran pencernaan (usus, hati, ginjal), maupun
penetrasi melalui kulit. Jika biota laut yang telah terkontaminasi tersebut
dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu tertentu akan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan manusia (Setiawan, 2013).
5.2.2 Pengujian Mutu Produk Akhir
1) Pengujian Sensori Produk Akhir
Untuk pengamatan produk akhir penilaian yang dilakukan ialah mengecek
produk akhir dalam keadaan beku dan sesudah dilelehkan (thawing) dengan aspek
yang diperhatikan untuk produk dalam keadaan beku adalah Lapisan es, dehidrasi
(adanya pengeringan) dan diskolorisasi (adanya perubahan warna). Pengamatan
produk akhir bertujuan untuk mengetahui mutu produk akhir. Pengujian
menggunakan scoresheet SNI 8271:2016, pengamatan untuk setiap bagian
pengujian dilakukan oleh minimal enam orang panelis yang standar pengamatan
dilakukan selama lima hari yang berbeda dimana dalam satu hari dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali. Untuk pengamatan uji sensorik pada produk akhir
dapat dilihat pada Tabel 8.
61

Tabel 8. Pengamatan Sensori Produk Akhir


Pengamatan Nilai Simpangan Beku Nilai Standar SNI
Dalam keadaan beku
1 8,66 ≤ µ ≤ 8,76 8
2 8,53 ≤ µ ≤ 8,73 8
3 8,77 ≤ µ ≤ 8,79 8
4 8,52 ≤ µ ≤ 8,78 8 7
5 8,83 ≤ µ ≤ 8,87 8
Sesudah dilelehkan (thawing)
1 7,80 ≤ µ ≤ 8,90 8
2 8,03 ≤ µ ≤ 8,11 8
3 7,88 ≤ µ ≤ 7,90 8
7
4 7,70 ≤ µ ≤ 8,38 8
5 8,08 ≤ µ ≤ 8,14 8
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap produk akhir didapatkan
hasil nilai organoleptik adalah 8. Hal ini karena kualitas bahan baku yang diterima
oleh PT. Kencana Laut Nusantara sudah cukup baik. Bahan baku ikan yang
memiliki mutu yang baik maka akan lebih mudah dalam proses pengolahannya dan
akan menghasilkan produk akhir yang memiliki mutu yang bagus. Tingkat
kesegaran ikan selanjutnya sangat menentukan ikan tersebut dalam proses
pengolahan dan sekaligus menentukan nilai jual ikan (Mulyana dkk, 2018).
Proses glazing juga dapat menyebabkan kenampakan produk lebih menarik
sehingga dapat mempengaruhi nilai sensori produk akhir. Proses glazing ini
bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan oksidasi pada produk setelah proses
pembekuan dan juga untuk memberikan lapisan es pada permukaan tubuh ikan
sehingga kenampakannya rapi dan bagus (Naimah dan Ningsih, 2014). Selama
proses pengolahan PT. Kencana Laut Nusantara telah menerapkan GMP dengan
baik, sehingga dapat menghasilkan produk akhir yang berkualitas. Unsur-unsur
dalam GMP antara lain: seleksi bahan baku, penanganan dan pengolahan, bahan
pembantu, bahan kimia, pengemasana, penyimpanan sampai dengan distribusi.
Analisis dan pengendalian unsur-unsur ini oleh program GMP bertujuan untuk
memproduksi bahan makanan berkualitas tinggi mengurangi jumlah
mikroorganisme, dan menciptakan makanan yang aman bagi kesehatan masyarakat,
karena GMP adalah salah satu cara untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan
oleh makanan (Oliveira et al., 2016).
62

1. Histogram Sensori Sebelum Pelelehan pada kode sampel 1 samapai 6.


Berdasarkan histrogram sebelum pelelehan dimana kenampakan (frozen
block) dengan nilai mutu rata-rata tertinggi terdapat pada Lapisan es 8,84,
Diskolorasi (perubahan warna) 8,68. Nilai mutu terendah Dehidrasi (pengeringan)
8,71. Nilai yang diperoleh pengujian sensori bahan baku beku sebelum pelelehan
pada PT. Kencana Laut Nusantara sudah sesuai standar spesifikasi SNI 8271:2016
Ikan Beku yaitu nilai 7 samapai dengan 9.
Menurut SNI 8271-2016, berdasarkan lembaran penilaian sensori ikan beku
spesifikasi sebelum pelelehan dimana untuk kenampakan (frozen block) dengan
nilai standar untuk uji organoleptik 7 sampai nilai tertinggi 9 (tidak rata, bening,
bagian permukaan produk yang tidak dilapisi es kurang dari 30%) sampai dengan
9 (rata, bening, pada seluruh bagian permukaan dilapisi es). Untuk kenampakan
(dehidrasi) dengan nilai rata-rata 7 (pengeringan pada permukaan produk kurang
lebih 30%) sampai dengan 9 (tidak ada pengeringan pada permukaan produk. Untuk
perubahan warna (diskolorasi) dengan nilai rata-rata 7 (perubahan warna pada
permukaan produk kurang lebih 30%) sampai dengan 9 (belum mengalami
perubahan pada permukaan produk).

9,00
Nolai Sensori

8,80
Lapisan es
8,60 Dehidrasi

8,40 Diskolorasi
1 2 3 4 5 6
Sample

Gambar 19. Histogram Sensori Steak Ikan Beku Sebelum Pelelehan


(Thawing) pada Sample 1-6.
63

2.Histogram Sensori Setelah Pelelehan pada Sampel 1 sampai 6

8,50

Nilao Sensori
8,00
Kenampakan
7,50
Bau
7,00 Tekstur
1 2 3 4
5 6
Sample

Gambar 20. Histogram Sensori Steak Ikan Beku Sesudah Pelelehan


(Thawing) pada Sample 1-6.

Berdasarkan histogram organoleptik setelah pelelehan pada sampel 1 samapai


6 steak tenggiri beku dari 6 sampel yang di uji dengan 6 panelis maka dapat
dijelaskan bahwa jumlah nilai mutu rata-rata tertinggi adalah nilai 8 pada perlakuan
setelah pelehan (kenampakan, bau dan daging/tekstur). Sedangkan nilai rata-rata
terendah adalah nilai 7,82. Nilai yang diperoleh setelah pelehan pada sampel 1
sampai 6 sesuai standar spesifikasi SNI 8271-2016 Ikan Beku yaitu nilai 7-9.
2) Prngujian Mikrobiologi Produk Akhir
Pengujian mikrobiologi produk akhir dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri
yang ada pada produk. Pengujian mikrobiologi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Mikrobiologi Produk Akhir
Nama Sample Pengujian Angka Escherichia Coliform
Lempeng Total coli
MPN/gr
Kol/gr MPN/gr
1 14.000 Negatif Negatif
Ikan Tenggiri 2 13.000 Negatif Negatif
3 13.000 Negatif Negatif
SNI 5x10⁵ ˂3 ˂3
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara (2021)
Berdasarkan Tabel 9 pengujian mikrobiologi pada produk akhir dapat
disimpulkan bahwa jumlah bakteri di setiap pengamatan masih memenuhi standar
karena dari setiap pengujian jumlah bakteri tidak ada yang melebihi standar SNI
4110:2014. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses pengolahan bahan baku
ditanganai dengan baik sehingga memperlambat pertumbuhan bakteri sehingga
64

pada produk akhir dapat dinyatakan bahwa steak tenggiri beku yang diproduksi PT.
Kencana Laut Nusantara aman untuk diolah dan dikonsumsi. Menurut Winarno
(2011) proses pengolahan sangat memerlukan perhatian, khususnya untuk
memastikan bahwa makanan yang diproduksi aman untuk dikonsumsi adalah
penanganan dan pengolahan yang higienes untuk mencegah berkembangnya
mikroba pembusuk dan Pathogen selama proses produksi. Sehingga tujuan akhir
menghasilkan produk yang memilki mutu dan kualitas baik.
3) Pengujian Kandungan Logam Berat
Pengujian kandungan logam berat pada bahan baku PT. Kencana Laut
Nusantara dilakukan di laboratorium luar. Pengujian kandungan logam berat
bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat yang terakumulasi dalam
daging ikan. Hasil pengujian kandungan logam berat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengujian Logam Berat
Nama Pengujian Merkuri/Hg Timbal/Pb Kadmium/Cd Histamin
Sample (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) mg/kg
1 Not detected 0.108 0.005 Not
detected
Ikan
2 Not detected Not Not detected Not
Tenggiri detected
detected
3 Not detected Not Not detected Not
detected
detected
SNI Maks. 0.5 Maks. 0.3 Maks. 0.1 Max. 100
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara (2021)
Pengujian terhadap logam berat perlu dilakukan karena kontaminasi logam
berat dapat menyebabkan bahaya yang serius pada konsumen. Toksisitas logam
pada manusia dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan
detoksikasi dan ekskresi hati dan ginjal (Agustina, 2014).
Berdasarkan hasil pengujian logam berat bahan baku kandungan Merkuri/Hg
negatif, kandungan terdeteksi Timbal/Pb 0.005mg/kg dan Kadmium/Cd
0.108mg/kg. Dari hasil pengujian logam berat dapat dikatakan bahwa bahan baku
yang digunakan masih aman untuk diolah dan dikonsumsi karena tidak melebihi
dari standar kandungan logam berat untuk bahan baku adalah Merkuri/Hg
maksimal 0,5 Mg/kg, Timbal/Pb maksimal 0,3 Mg/kg, Kadmium/Cd 0,1 mg/kg
65

(SNI 4110:2014). Kondisi perairan yang terkontaminasi oleh berbagai macam


logam akan berpengaruh nyata terhadap ekosistem perairan baik perairan darat
maupun perairan laut (Wulandari, 2012). Logam berat yang terdapat di perairan
akan masuk ke dalam tubuh organisme akuatik melalui rantai makanan, insang serta
difusi permukaan kulit, dan selanjutnya akan terjadi bioakumulasi (Riani, 2010).
Logam berat tersebut akan dimakan oleh organisme tingkat trofik terendah
misalnya fitoplankton dan zooplankton, kemudian dimakan oleh ikan dan akan
mengalami biomagnifasi pada rantai makanan paling tinggi daripada organisme
dibawahnya.
Hasil pengujian histamin bahan bahan baku negatif. Standar hasil pengujian
histamin sesuai SNI adalah 100 ppm dan perusahaan yaitu 50 ppm sehingga bahan
baku layak untuk diolah selanjutnya.
Menurut Febrianik, dkk (2017) suhu terhadap proses pengolahan terdiri dari
suhu pusat ikan, suhu ruang dan suhu air. Suhu pusat ikan dari kapal, supplier dan
UPI telah dipertahankan -18°C sehingga pertumbuhan bakteri dapat dihambat.
Suhu dan waktu merupakan faktor utama yang mempengaruhi kandungan
histamin pada ikan. Jumlah histamin yang dihasilkan oleh ikan sangat dipengaruhi
oleh suhu, waktu, dan kondisi penyimpanan serta spesies ikan tersebut (Widiastuti,
2010). Food and Drug Adminission menetapkan batas suhu kritis pembentukan
histamin pada pusat ikan, yakni 4,4°C sedangkan UNI Eropa menentukan suhu
pusat ikan yakni suhu lebur es sekitar 0-2°C. Indonesia menetapkan suhu pusat ikan
sebesar 4,4°C.
Histamin dianggap sebagai racun alami, keracunan scombrotoxin (histamin)
dapat terjadi sebagai akibat dari pembentukan scombrotoxin akibat waktu dan suhu
ikan yang tidak tercapai (FDA, 2011). Kandungan histamin sebesar 20 mg / 100 gr
ikan, terjadi karena penanganan ikan yang tidak higienes (Amir, 2019). Akibat suhu
yang tinggi dan penanganan yang lama maka akan menyebabkan pertumbuhan
bakteri pembentuk histidin dan selanjutnya akan membentuk histamin.
Ikan scromboid dapat mengandung sejumlah histamin yang dapat
menimbulkan penyakit tanpa menampakkan karakteristik pembusukan jika diamati
melalui parameter sensorik yang umum digunakan (FDA 2011). Senyawa histamin
mungkin tak berbau busuk, tetapi keberadaanya dalam daging akan menjadi
66

berbahaya (Astuti, Ningsi 2018). Megkonsumsi ikan yang telah mengandung


histamin lebih dari 100 mg/100 g dapat menyebabkan sakit dengan simtom
kardiovaskular (urticarial, tubuh serasa berputar, pusing dan hipotensi),
gantroenteritis (kejang perut, diare, dan muntah), dan neurologis (sakit dan
paraesthesiae) (Prasetiawan dkk ,2013).
Jika hasil pengujian produk akhir tidak sesuai dengan standar SNI, maka
produk tersebut akan dilakukan pengujian ulang sampai mendapatkan hasil yang
sesuai standar SNI, dengan batas waktu yang diberikan oleh pihak UPT BKIPM.
Apabila UPI tidak melakukan tindakan perbaikan dalam batas waktu yang
disepakati, maka sertifikat kesehatan ikan tidak dapat diterbitkan, dan UPI tidak
dapat melakukan ekspor. Pengendalian Mutu, Dan Keamanan Hasil Perikanan
Nomor (95/Kep-BKIPM/2020)
5.3 Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) PT. Kencana
Laut Nusantara.
1) Pembentukan Tim HACCP
PT. Kencana Laut Nusantara membentuk Tim HACCP yang setiap
anggotanya memiliki keahlian spesifik dan memiliki pengetahuan yang baik untuk
mengembangkan sistem HACCP yang efektif. Anggota tim ahli di bidang QA/QC,
ahli di bidang proses produksi, dan ahli lain yang sesuai dengan kebutuhan. Tim
yang telah dibentuk memahami teori keamanan pangan prinsip HACCP,
mengetahui peran dan kegunaan HACCP dalam rantai makanan. Menurut
Muhandri et. al. (2015), Industri pangan harus menjamin bahwa kemampuan
(pengetahuan dan keahlian) spesifik produk yang tersedia untuk pengembangan dan
penerapan HACCP, karena itu tim HACCP harus terdiri dari berbagai disiplin ilmu
yang diperlukan. Adapun tim HACCP pada PT. Kencana Laut Nusantara dapat
dilihat pada Tabel 11.
67

Tabel 11. Tim HACCP

Nama Jabatan/Tugas Kompetensi


No
1. Wilis Direktur HACCP
2. Sahrul Manager Produksi HACCP
3. Merry Quality Assurance HACCP dan CKIB
4. Riska Quality Control HACCP
5. Ema Marketing HACCP
6. Dahlia Anggota Tim Ekspor HACCP
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara (2021)
Berdasarkan pada Tabel 11, tim HACCP dipilih berdasarkan pengalaman
sesuai dengan bidang masing-masing. Anggota tim HACCP terdiri atas Direkture,
Manager Produksi, Quality Assurance, Quality Control, Marketing, dan Anggota
tim ekspor. Pimpinan puncak mempunyai komitmen manajemen terhadap program
keamanan pangan, maka mereka membentuk tim HACCP yang bertugas dan
bertanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan, dan perkembangan sistem
HACCP. Menurut Daulay (2000), Pembentukan tim HACCP adalah mereka
individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis dan masukan dari mereka
dapat bermanfaat untuk mengembangkan sistem HACCP secara efektif dan benar.
PT. Kencana Laut Nusantara telah menerapkan sistem individu personil yang
terpilih dalam tim HACCP kemudian diberi training atau pelatihan mengenai
prinsip-prinsip HACCP, seperti tentang hazard dan analisisnya, peranan titik
kendali kritis dan batas kritis dalam menjaga keamanan pangan, prosedur
monitoring dan Tindakan koreksi yang harus dilakukan seadainya ada
penyimpangan terhadap CCP, prosedur dokumen HACCP, dan lain-lain. Pelatihan
ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan keahlian
personil yang bersangkutan guna memperlancar pelaksanaan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Pelatihan ini dapat dilakukan oleh tenaga ahli dari
dalam perusahaan sendiri atau tenaga ahli dari luar perusahaan atau konsultan
manajemen HACCP yang dapat memberikan bantuan dalam implementasi HACCP
tersebut (Daulay, 2000).
PT. Kencana Laut Nusantara sudah sesuai dengan persyaratan tim HACCP
seperti anggota tim memiliki HACCP serta QC memiliki pelatihan HACCP dan
68

pelatihan CKIB guna untuk memiliki pengetahuan tentang cara penanganan


karantina ikan yang baik. Tugas dan tanggung jawab tim HACCP di PT. Kencana
Laut Nusantara sudah sesuai untuk melakukan perencanaan dan penerapan HACCP
dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Mendefinisikan dan mendokumentasi kebijakan keamanan pangan.
2. Komitmenmya terhadap keamanan pangan dan pengembangan sistem
HACCP.
3. Mendefinisikan lingkup rencana HACCP. Lingkup kerja yang direncanakan
oleh tim HACCP harus terdefinisi secara baik sebelum memulai studi
HACCP.
2) Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk selanjutnya mendeskripsikan atau
menggambarkan secara menyeluruh produk yang akan dibuat atau diproduksi.
Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang lengkap mengenai produk harus
dibuat, termasuk keterangan mengenai nama produk, tahapan produk, daya simpan,
dan sasaran distribusinya. Berikut deskripsi produk steak tenggiri beku dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Deskripsi Produk Steak Tenggiri Beku
Nama Produk Tenggiri
Nama Spesies Scomberomorus Commerson
Asal Bahan Baku Suplier PT. Pasti Bangun Jaya, PT. Bangka Belitung
Berkah Mandiri. Alat tangkap yang digunakan nelayan
adalah purse seine.
Bagaimana Bahan Bahan baku diterima dalam keadaan utuh beku dan
Baku diterima diangkut menggunakan mobil box yang dilengkapi
pendingin. Suhu ikan
dijaga ≤-18°C.
Produk Akhir Steak Tenggiri Beku
Bahan-bahan Ikan Tenggiri dan bahan pembantu seperti air dan es.

Tahapan Proses Penerimaan bahan baku, penyimpanan sementara,


Penimbangan 1, pemotongan, pembuanngan isi perut,
penimbangan 2, glazing I, pembekuan ABF, glazing 2,
penimbangan 3, pengecekan metal, packing dan
pelabelan, penyimpanan produk akhir, pemuatan.
Pengemasan Plastik dan Master carton
Cara Penggunaan Dilelehkan dan dimasak sebelum dikonsumsi.
Produk Akhir
Pelanggan / Pembeli Umum atau kelompok yang peka yaitu : balita, manula,
ibu hamil, dan alergi.
69

Daya Simpan Produk 2 tahun dalam kondisi beku , suhu penyimpanan ≤ -


18°C.
Tempat Tujuan Pasar China, Hong kong, Malaysia, Singapura, Taiwan,
Thailand, Vietnam.
Spesifikasi Label Nama produk, jenis, ukuran, berat, bulan produksi, No
Reg, nama perusahaan, kode wilayah penangkapan,
negara asal, negara tujuan, masa kadaluwarsa.
Metode Distribusi Menggunakan container berefrigrasi dengan
suhu ≤-25°C.
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara (2021)
Pada Tabel 12 dijelaskan bahwa produk dimulai dari nama produk sampai
negara tujuan. Menurut (Muhandri, 2008), Mendeskripsikan produk artinya
membuat gambaran yang lengkap tentang produk yang dihasilkan.
3) Identifikasi Penggunaan Produk
Produk steak tenggiri beku yang diproduksi PT. Kencana Laut Nusantara
ditujukan untuk semua kalangan masyarakat kecuali bayi dan penderita alergi hal
tersebut perlu dicantumkan untuk melindungi konsumen terhadap sumber pangan
yang mungkin akan menimbulkan alergi pada mereka. Sebelum mengkonsumsi,
produk terlebih dahulu harus di thawing dan diproses melalui pemasakan. Menurut
Arvanitoyannis (2009), penggunaan produk yang terdiri dari informasi tentang
apakah produk harus disiapkan sebelum dikonsumsi, misal dengan memanaskan
atau apakah dapat dikonsumsi langsung.
Konsumen yang termasuk dalam populasi yang peka (sensitive) antara lain:
manula, bayi, wanita hamil, orang sakit, orang dengan daya tahan terbatas
(immunocompromised) (Cartwright dan Latifah, 2010). Menurut FDA (2019)
Identifikasi pengguna produk akhir atau konsumen yang dituju, dapat berupa
masyarakat umum atau segmen tertentu dari populasi, seperti bayi atau orang tua.
Pengguna yang dimaksud mungkin juga merupakan prosesor lain yang akan
memproses produk lebih lanjut. Identifikasi penggunaan produk akhir pada PT.
Kencana Laut Nusantara sudah sesuai karena telah mencantumkan siapa saja yang
boleh mengkonsumsi produk dan yang tidak diperbolehkan sehingga tidak akan
menimbulkan bahaya kepada kelompok masyarakat tertentu.
4) Penyusunan Diagram Alir
Bagan alir proses pengolahan steak tenggiri beku dibuat oleh tim HACCP
yang memuat seluruh proses hal ini sesuai dengan SNI CAC/RCP 1: 2011 bagan
alir harus disusun oleh tim HACCP. Adapun diagram alir proses pengolahan steak
70

tenggiri beku adalah sebagai berikut: penerimaan bahan baku, penyimpanan


sementara, penimbangan 1, pemotongan, pembuangan isi perut, penimbangan 2,
glazing I, penyimpanan, pembekuan, glazing 2, penimbangan 3, metal detecting,
packing and labelling, penyimpanan produk akhir, pemuatan.
Tujuan penyusunan diagram alir adalah untuk memberikan uraian yang jelas
dan sederhana tentang langkah-langkah yang termasuk dalam pemprosesan produk
perikanan dan bahan-bahan apa saja yang ditambahkan sejak bahan baku diterima
hingga distribusi (FAO, 2019). Alur proses pada PT. Kencana Laut Nusantara telah
memuat semua tahapan. Operasional produksi diagram alir harus mencakup semua
langkah dalam operasi (Arvanitoyannis, 2009). Diagram alur proses PT. Kencana
Laut Nusantara telah didesain sesederhana mungkin untuk memudahkan dalam
pembacaan hal tersebut sesuai dengan FAO (2012) bahwa diagram alur apa pun
harus sesederhana mungkin. Gambaran produk HACCP biasanya digunakan untuk
membuat suatu diagram alir urutan semua produksi untuk membuat satu
dokumentasi yang dapat diterima dan mudah diimplementasikan serta gampang
dimengerti prosedur-prosedurnya (Tarumingkeng et all., 2004).
5) Verifikasi Diagram Alir
Verifikasi diagram alir dilakukan saat proses produksi berjalan, dan apabila
di dalam proses produksi terdapat ketidaksesuaian antara diagram alir yang telah
dibuat dan dengan hasil produk yang dihasilkan, maka tim akan melakukan rapat
untuk mengkaji perbaikan. Verifikasi audit eksternal dilakukan tiap 4 bulan sekali
oleh pihak BKIPM (Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu). Berdasarkan hasil
pengamatan langsung oleh penulis alur proses PT. Kencana Laut Nusantara sama
dengan manual HACCP yang telah dibuat sehingga dapat diketahui bahwa diagram
alir yang telah dibuat oleh tim HACCP perusahaan sudah sesuai dan tidak perlu
dilakukan perbaikan dan perekaman atau pendokumentasian.
6) Analisis Potensi Bahaya
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang
berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Analisis bahaya
dilakukan dengan cara mendaftarkan semua bahaya yang mungkin terdapat dalam
bahan baku dan tahap proses dengan mengacu pada referensi yang terkait (jurnal,
buku, dokumen standarisasi dan hasil penelitian lainnya) (Surahman dan Ekafitri,
71

2014). Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan
baku hingga ke tangan konsumen (Daulay, 2018). Beberapa hal penting dalam
analisa bahaya antara lain: sebab- akibat bahaya, probability, severity dan tindakan
pencegahan.
a) Identifikasi Bahaya
Tim HACCP harus mampu mengidentifikasi seluruh bahaya yang berpotensi
ada di setiap tahapan (dari bahan itu sendiri, cara penanganan atau pengolahan serta
peluang kontaminasi yang mungkin muncul selama proses). Kategori bahaya
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: bahaya biologi, kimia dan fisik. Bahaya biologis
atau mikrobiologis disebabkan oleh bakteri patogen, virus atau parasit yang dapat
menyebabkan keracunan, penyakit infeksi misalnya: E. colli pathogenis, Listeria
monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp, Virus hepatitis A dan lain-lain.
Bahaya kimia yang dapat ditimbulkan oleh toksin alami oleh spesies tertentu
seperti: histamine, TTX, ciguatoxin, gempylotoxin dan beberapa racun yang
disebabkan oleh kekerangan. Bahaya kimia juga dapat bersumber dari bahan kimia
yang tidak sengaja ditambahkan antara lain pestisida, antibiotik dan fungisida.
Bahaya fisik merupakan bahaya asing yang dapat menyebabkan luka misalnya:
pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan tulang, plastik,
bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.
b) Analisa Bahaya
Tim HACCP selanjutnya menganalisa bahaya yang telah diidentifikasi. Cara
menganalisa bahaya yaitu dengan menentukan, kemungkinan peluang bahaya
tersebut timbul dan setelah itu menganalisa keakutan bahaya terhadap konsumen.
Menurut Winarno (2004) analisa bahaya seharusnya mencakup:
• Kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap
kesehatan.
• Evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari bahaya.
• Ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme.
• Produksi atau keberadaan toksin, bahan kimia atau fisik dalam makanan.
• Kondisi yang mempunyai tendensi menuju terjadinya bahaya.
c) Analisis Resiko
72

Istilah dalam HACCP yang digunakan untuk analisa resiko adalah peluang
kemungkinan bahaya akan terjadi dan dampaknya bagi konsumen. Secara
sederhana dibagi dalam kelompok resiko tinggi, sedang dan rendah. Daftar tingkat
keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau
wabah penyakit dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Daftar keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan
keracunan atau wabah penyakit.
Keakutan Tinggi Keakutan Sedang Keakutan
Rendah
• Salmonella enteriditis • Listeria monocytogenes • Bacillus cereus
• Eschericia coli • Salmonella spp, Shigella spp • Taenia saginata
• Salmonella typhi : • Campylobacter jejuni • Clostridium
paratyphi A, B • Enterovirulen Escherichia coli (EEC) perfringens
• Trichinella spiralis • Streptococcus pyogenes • Staphylococcus
• Brucella melitensis, B. • Rotavirus , Norwalk virus group, SRV aureus
suis • Yersinia enterocolitica
• Vibrio cholera 01 • Entamoeba histolytica
• Vibrio vulnificus • Diphyllobothrium
• Taenia solium • Ascaris lumbricoides
• Bakteri Clostridium • Cryptosporidium parvum
botulinum tipe A, B, E dan • Hepatitis A dan E
F • Aeromonas spp.
• Shigella dysenteriae • Brucella abortus, Giardia lamblia
• Plesiomonas shigelloides
• Vibrio parahaemolyticus
Sumber: Winarno (2004)

Semua kategori bahaya yang telah dikelompokkan kemudian dilakukan


signifikansi bahaya, dengan mengkalikan peluang dan keakutan bahaya. Menurut
Winarno (2004) cara untuk menentukan signifikansi bahaya dapat menggunakan
matrik seperti pada Tabel 14

Tabel 14. Matrik Analisis Signifikansi Bahaya

Resiko Tinggi (1.000) Resiko tinggi (1.000) Resiko tinggi (1.000)


Keakutan rendah (10) Keakutan sedang (100) Keakutan tinggi (1.000)
Tingkat Resiko Bahaya

R*K= (10.000) R*K= (100.000) CCP R*K = 1.000.000 CCP

Resiko Sedang (100) Resiko Sedang (100) Resiko Sedang (100)


Kekuatan rendah (10) Kekuatan sedang (100) Kekuatan Tinggi (1000)
R*K = 1000 R*K = 10.000 R*K = 1.000.000 CCP
Resiko Rendah (10)
Resiko Rendah (10) Resiko rendah (10) Keakutan Tinggi (1.000)
Keakutan Rendah (10) Keakutan sedang (100)
R*K = 10.000
R*K = 100 R*K = 1.000
Sumber : Winarno (2004)
73

Tingkat kategori resiko dan kekuatan bahaya diberi angka 10 untik rendah,
100 untuk sedang dan 1000 untuk tinggi. Tingkat signifikasi merupakan hasil
perkalian antara tingkat resiko dan tingkat keakutan yang menghasilkan angka 100-
1.000.000, dengan kelompok signifikansi rendah 100-1.000, signifikansi sedang,
10.000. dan signifikansi tinggi untuk angka 100.000-1.000.000. Untuk bahaya yang
mempunyai tinggi (signifikan) dapat langsung dianalisa menggunakan pohon
keputusan.
Bahaya yang ada harus ditidiakan atau dikurangi hingga batas-batas yang
dapat diterima, sehingga produksi pangan dinyatakan aman. Berikut analisa bahaya
dan tindakan pencegahan pada proses pengolahan gindara portion beku di PT.
Kencana Laut Nusantara.
1) Penerimaan Bahan Baku
a) Kontaminasi Bakteri Pathogen Salmonella dan Eschericia coli
PT. Kencana Laut Nusantara mendapat bahan baku dari berbagai daerah
antara lain: Bangka belitung, Pangkal Pinang dan yang paling dekat adalah Jakarta.
Bahan baku dari supplier Bangka belitung dan Pangkal pinang menempuh
perjalanan yang cukup jauh, sehingga untuk tiba di perusahaan membutuhkan
waktu yang cukup lama. Mobil yang digunakan untuk membawa bahan baku adalah
mobil box berpendingin. Tujuannya adalah mempertahankan bahan baku tetap
dalam keadaan beku dan pertumbuhan bakteri dapat dihambat.
Bahan baku diturunkan dari mobil box namun bahan baku tidak ditangaini
dengan baik. Ikan masukan didalam blong plastik. Peluang terjadi bahaya adalah
rendah (L) dan tingkat keparahan adalah sedang (M), sehingga tidak termasuk
bahaya signifikan. Potensi bahaya ini dapat dikendalikan oleh SSOP. Kontaminasi
bakteri patogen (E. colli, Salmonella) bukan merupakan bahaya yang signifikan
karena dapat dikendalikan dengan SSOP. Tindakan pengendaliannya adalah
sebelum bahan baku dating wadah blong plastik dibersihkan (disikat) terlebih
dahulu. Alat-alat yang kontak langsung dengan bahan baku juga dibersihkan
terlebih dahulu agar tidak menjadi sumber kontaminan. Karyawan yang melakukan
penanganan juga menggunakan pakaian yang tertutup dan menggunakan masker.
Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyatakan bahwa,
persyaratan pekerja yang menangani langsung proses penanganan dan pengolahan
74

hasil perikanan adalah menggunakan pakaian kerja yang bersih, masker dan tutup
kepala sehingga dapat menutupi hidung dan rambut secara sempurna demikian pula
dengan peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan ikan yang
diolah harus dirancang dan dibuat dari bahan tahan karat, tidak beracun, tidak
menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi.
b) Pertumbuhan Bakteri Patogen
Ikan merupakan jenis pangan yang perishable food (mudah rusak) karena
kandungan airnya yang cukup tinggi sehingga mutunya harus dipertahankan dengan
rantai dingin. Kerusakan ditandai dengan adanya lendir di permukaan, insang
memudar (tidak merah), mata tidak bening, berbau busuk, dan sisik mudah
terkelupas (Djaafar dan Rahayu, 2007). Pertumbuhan bakteri dapat dicegah dengan
mempertahankan suhu ikan dalam keadaan beku sehingga pertumbuhan bakteri bisa
dihambat. Kenaikan suhu dapat menyebabkan kenaikan kadar air. Kadar air
menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan, karena air merupakan
media pendukung aktivitas mikroba pembusuk sehingga akan terjadi perubahan
pada pangan (Amir dkk, 2019).
Pertumbuhan bakteri juga disebabkan oleh kenaikan suhu saat penerimaan
bahan baku. Peluang terjadinya bahaya adalah rendah (L) karena PT. Kencana Laut
Nusantara dapat mempertahankan suhu produk dengan melakukan penanganan
dengan cepat dan tingkat bahaya nya adalah sedang (L) karena pertumbuhan bakteri
dapat dihambat dalam kondisi bahan baku yang beku, sehingga tidak termasuk ke
dalam bahaya signifikan dengan alasan atau justifikasi dapat dikendalikan dengan
melakukan penanganan secara cepat, cermat dan saniter atau dengan melakukan
penerapan oleh GMP (Good Manufacturing Practices). Menurut Restu (2019)
untuk memperoleh ikan yang bermutu dan berdaya awet panjang, hal penting yang
harus diperhatikan dalam menangani ikan adalah bekerja dengan cepat, cermat,
bersih dan pada suhu rendah. Standar suhu ikan yang ditetapkan oleh PT. Kencana
Laut Nusantara yang dijadikan sebagai bahan baku steak tenggiri beku adalah ≤-
18°C. Cara pengendaliannya adalah dengan melakukn pengecekan suhu setiap
kedatangan bahan baku.
c) Terdapat Histamin
75

Senyawa histamin mungkin tak berbau busuk, tetapi keberadaanya dalam


daging ikan menjadi berbahaya, oleh sebab itu keberadan histamin dalam bahan
pangan harus dihambat (Astuti dan Ningsi, 2018). Histamin adalah suatu senyawa
amin biogenik, tidak menguap yang dihasilkan oleh reaksi dekarboksilasi asam
amino histidin bebas akibat adanya enzim L-histidin decarboxylase (HDC) yang
terdapat secara alami dalam jaringan daging ikan (Lukman, 2019). Menurut Food
and Administration (2019) Bakteri tertentu menghasilkan enzim histidine
decarboxylase selama pertumbuhan. Enzim ini bereaksi dengan histidin, asam
amino yang terbentuk secara alami yang ada dalam jumlah yang lebih besar pada
beberapa ikan daripada yang lain, hasilnya adalah pembentukan scombrotoxin
(histamin). Bakteri-bakteri yang diketahui sebagai penghasil enzim histidin
dekarboksilase pemicu terbentuknya histamin adalah Enterobacter, Clostridium,
Klebsiella, Morganella morganii, Proteus, Pseudomonas, Lactobacillus dan Vibrio
spp. Bakteri-bakteri tersebut dapat ditemukan pada bagian kulit, insang, maupun
saluran pencernaan ikan.
Kandungan histamin yang melebihi batas disebabkan penanganan paska
penangkapan ikan yang kurang baik serta kualitas bahan baku kurang konsisten,
dalam tubuh ikan sendiri sudah terdapat kandungan histamin apabila suhu bahan
baku tidak dijaga maka akan menyebabkan peningkatan histamin. Pembentukan
scombrotoxin (histamin) sebagai hasil dari perlakuan waktu dan suhu yang tidak
tepat, jenis spesies ikan tertentu dapat menyebabkan penyakit konsumen. Kualitas
dan mutu ikan perlu dipertahankan secara intensif, oleh karena itu perlu dilakukan
penanganan yang tepat untuk menghasilkan produk sesuai dengan standar mutu.
Kandungan histamin pada tubuh ikan memiliki peluang sedang (L) karena UPI
hanya menerima bahan baku yang telah di approve, bahan baku dalam bentuk beku
dan dipertahankan beku sampai di UPI serta, setelah tiba di UPI dilakukan
pengecekan suhu dan pengujian histamin serta kondisi ruang proses dalam keadaan
bersih sehingga GMP dan SSOP dapat mengendalikannya. Keparahan tinggi (M)
karena kandungan histamin yang tinggi dapat menimbulkan penyakit pada
konsumen apabila bahan baku sampai menjadi produk tidak ditangani dan diolah
dengan baik. Berdasarkan pernyataan diatas terdapatnya histamin bukan merupakan
bahaya yang signifikan pada proses penerimaan bahan baku.
76

d) Terdapat Logam Berat


Terdapat logam berat pada bahan baku, jenis bahaya ini termasuk dalam jenis
bahaya kimia. Bahaya ini memiliki peluang rendah (L) dan keparahan tinggi (H)
sehingga termasuk dalam bahaya signifikan karena logam berat dalam kadar
tertentu dapat menyebabkan penyakit pada konsumen. Tindakan pengendaliannya
adalah dengan melihat atau melakukan pengecekan terhadap surat jaminan dari
supplier.
e) Kontaminasi Bahaya Fisik
Kasus penolakan dan penahanan produk pangan Indonesia dalam
perdagangan internasional adalah kontaminasi fisik. Bahaya fisik diantaranya
adalah pecahan gelas, logam, batu, daun, ranting kayu, perhiasan, pasir dan lain-
lain (Winarno, 2004). Adanya benda asing seperti pasir dan kotoran lainnya dapat
terjadi karena perlakuan pencucian setelah penangkapan yang kurang bersih.
Kemungkinan bahaya dapat terjadi rendah (L) karena UPI jarang sekali menerima
bahan baku yang terkontaminasi filth selain itu pada tahapan selanjutnya dilakukan
proses penghilangan kulit sehingga kecil kemungkinan untuk terkontaminasi benda
asing. Tingkat keakutan rendah (L) karena dapat dikendalikan oleh SSOP. Cara
pengendaliannya adalah menggunakan pemasok yang sudah terdidik dan diakui,
menjaga lingkungan pengolahan tetap bersih.
2) Metal Detecting
Bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan pendeteksian metal adalah adanya
kandungan metal fragment yang terdapat dalam daging ikan. Kandungan logam di
dalam produk disebabkan oleh kontaminasi peralatan keproduk probability (M)
karena peralatan kontak langsung dengan produk selalu dicek kebersihannya dan
severity (M) karena kontaminasi dapat menyebabkan cedera pada konsumen.
Peluang bahaya juga dapat disebabkan oleh sensivitas mesin yang tidak sesuai
sehingga dapat menyebabkan hasil yang tidak sesuai. Menelan pecahan logam
dapat menyebabkan cedera pada konsumen (FDA, 2019) sehingga keparahan akibat
terpapar bahaya ini termasuk serius (H) dan kemungkinan probability sedang (M)
karena mesin seringkali eror. Good Manufacturing Practice (GMP) tidak dapat
mengendalikan bahaya ini sehingga termasuk bahaya yang signifikan. Cara
pengendaliannya adalah dengan mendeteksi kandungan logam dalam produk
77

dengan melewatkan produk ke metal detector, kemudian untuk sensivitas alat dapat
dicek dahulu sebelum digunakan
Bagian analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran 3.
7) Penentuan Critical Control Point (CCP)
Tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-
bahaya (hazard) yang sudah diidentifikasi (Winarno, 2004). Setiap titik, tahap atau
prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat
mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan (Daulay, 2018). Identifikasi
CCP dapat menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi
bahaya dan signifikansi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang
ditetapkan. Penetapan Critical Control Point menggunakan pohon keputusan atau
decision tree pada setiap alur proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku
hingga pemuatan, setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mikrobiologis,
kimia, maupun fisik. Menurut decision tree PT. Kencana Laut Nusantara telah
menetapkan tahapan penerimaan bahan baku dengan jenis bahaya histamin, dan
tahapan pendeteksi logam jenis bahaya serpihan logam. Penentuan CCP dapat dilihat pada
Lampiran 4.

8) Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)


Batas kritis merupakan suatu batasan yang menunjukkan perbedaan antara
kondisi pangan yang aman dikonsumsi dan tidak aman dikonsumsi. Batas ini juga
merupakan suatu toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu titik
kendali kritis secara efektif dapat mengendalikan bahaya. Sumber informasi
mengenai batasan kritis biasanya diambil dari Standar Nasional Indonesia (SNI),
kebijakan perusahaan maupun dari ketetapan buyer atau negara tujuan ekspor.
Penetapan CCP dapat dilihat pada Lampiran 5.
Penetapan batas kritis sesuai dengan CCP yang ada dan dilakukan oleh tim
HACCP perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan Bahan Baku
Bahaya signifikan pada tahapan ini adalah adanya bakteri pathogen dan logam
berat. Batas kritis untuk Histamin 100 ppm logam berat maksimal yaitu: Kadmium
(Cd) maksimal 0,1 mg/kg, Merkuri (Hg) maksimal 0,5 mg/kg, Timbal (Pb)
maksimal 0,3 mg/kg. Standart pengujian sesuai dengan SNI bahan baku ikan beku
78

(SNI 4110: 2014) dan permintaan buyer. Pengujian logam berat dan mikrobiologi
dilakukan secara eksternal di laboratorium yang telah terakreditasi setiap 6 bulan
sekali.
2. Pendeteksi Logam
Tindakan pemantauan dilakukan pada kemungkinan adanya serpihan logam
maupun non logam dalam produk. Pemantauan dilakukan dengan mengecek
sensivitas mesin menggunakan test piece. Pengecekan dilakukan sebelum dan
sesudah proses. Batas kritis tidak boleh ada serpihan logam di dalam produk dan
sensivitas mesin harus sesuai Sesotec: stainless Ø 4,5mm, besi (Fe) Ø 4,0mm non-
Fe Ø 4,5mm. sesuai dengan spek Sesotec.
9) Pemantauan Titik-titik Kritis
Sistem pemantauan bertujuan untuk mendeteksi apakah suatu batas kritis
sudah mampu mengendalikan suatu bahaya. Apabila suatu batas kritis belum
mampu mengendalikan suatu bahaya, maka akan diadakan tindakan perbaikan.
Pemantauan CCP terhadap batas kritis pada proses pengolahan steak tenggiri beku
terdapat pada tahap proses penerimaan bahan baku dan pengecekan logam.
Pemantauan ini dilakukan oleh Quality Control (QC) dan penjamin mutu Quality
Assurance (QA) sebagai penanggung jawab. Terkendalinya CCP dalam proses
produksi memberikan jaminan terhadap proses yang dijalankan dalam
menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Tindakan pemantauan dilakukan dengan cara observasi dengan menjawab
pertanyaan apa, bagaimana, dimana, siapa. Tindakan pemantauan CCP yang
dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan Bahan Baku
Tindakan pemantauan yang dilakukan pada tahap penerimaan bahan baku
yaitu pemantauan terhadap kandungan histamin dan logam berat. Pengecekan ini
dilakukan pada setiap kali bahan baku masuk (pengecekan suhu), dan pengecekan
histamin dan logam berat setiap 6 bulan sekali dengan cara mengambil sampel
kemudian dilakukan pengujian di laboratorium luar, hasil pengujian akan dicek oleh
QC dan hasilnya dilaporkan kepada QA.
Prosedur pemantauan dapat dilihat pada Lampiran 6. Pemantauan merupakan
pengukuran atau pengamatan atas suatu CCP yang berhubungan dengan batas
79

kritisnya. Prosedur pemantauan harus mampu untuk mendeteksi hilangnya


pengendalian pada CCP. Selanjutnya, pemantauan sebaiknya memberikan
informasi ini dengan tepat waktu untuk membuat penyesuaian sehingga menjamin
pengendalian proses untuk mencegah terlanggarnya batas kritis.
2. Pengecekan Logam
Tindakan pemantauan yang dilakukan pada tahap yaitu melihat sensitifitas
mesin metal detector menggunakan batang logam (test piece). Pengecekan ini
dilakukan sebelum dan pada saat proses produksi, dengan cara melewatkan batang
logam pada metal detector sebanyak tiga kali setiap satu jam sekali, proses
pengecekan dipantau oleh QC.
10) Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi merupakan suatu kebijakan yang dilakukan perusahaan
apabila batas kritis telah terlampaui demi menjaga keamanan pangan. Tindakan
koreksi yang dilakukan pada CCP 1 yaitu pada tahap penerimaan bahan baku,
apabila batas kritis pada CCP terlampaui maka, bahan baku akan dipisah dan diberi
kode tertentu dan dilakukan pencatatan, bahan baku tersebut selanjutnya diproses
sebagai produk lokal. Tindakan koreksi yang dilakukan pada CCP 2 yaitu pada
tahap pendeteksian logam, apabila terdeteksi terdapat kandungan logam fisik pada
produk maka produk akan dipisahkan ke keranjang, dan dibuat laporan
pendeteksiannya. Produk yang terdeteksi akan dipisahkan kemudian di keluarkan
logam fisiknya dengan cara di thawing setelah itu produk akan dikemas ulang dan
dijadikan produk lokal. Tindakan koreksi dapat dilihat pada Lampiran 7.
11) Prosedur Verifikasi
Prosedur verifikasi adalah sebuah kegiatan pemantauan untuk memastikan
bahwa sistem HACCP yang diterapkan telah bekerja secara efisien. Prosedur
verifikasi telah dilaksanakan dengan baik oleh PT. Kencana Laut Nusantara. Yang
bertanggung jawab dalam verifikasi adalah ketua tim HACCP, kegiatan ini
mencangkup peninjauan hasil pemantauan CCP, kalibrasi, pengujian produk dan
audit.
Hasil pemantauan CCP harus dikonfirmasi dalam keadaan terkendali. Proses
konfirmasi dilakukan verifikasi pada masing-masing CCP sebagai berikut: 1) CCP
1: Pada proses penerimaan bahan baku CCP meliputi histamin. Verifikasi telah
80

dilakukan dengan mengecek suhu bahan baku, pengecekan histamin pada ikan tiap
6 bulan sekali. 2) CCP 2: Pada proses pengecekan logam dilakukan verifikasi
dengan mengecek sensitifitas alat pendeteksi logam secara internal setiap sebelum
proses dan setiap 2 jam pada saat proses produksi dan pengecekan eksternal setiap
tahun. Hasil pengecekan juga dilakukan pembukuan (daily record keeping) pada
hasil yang terdapat maupun yang tidak terdapat serpihan logam. Verifikasi dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Kalibrasi dilakukan dengan baik dan secara berkala. Kegiatan ini untuk
memastikan keefektifitasan atau keakuratan peralatan pengukuran. Peralatan ini
meliputi timbangan, termometer, dan metal detector. Timbangan, Thermometer,
kalibrasi eksternal setiap satu tahun sekali. Metal detector dikalibrasi untuk
menjaga sensitifitas dan keakuratan, alat ini dikalibrasi internal setiap hari sebelum
proses produksi dan pengulangan tiap satu jam menggunakan test piece oleh QC
dan kalibrasi eksternal dilakukan tiap satu tahun sekali.
Pengujian telah dilakukan, pengujian dilakukan untuk memastikan bahwa
produk aman untuk dikonsumsi manusia. Pengujian histamin, mikrobiologi dan
logam berat (Pb, Hg, dan Cd) pada bahan baku dilakukan di laboratorium eksternal
dilakukan tiap enam bulan sekali. Audit program HACCP telah dilakukan secara
berkala. Audit terdiri atas dua macam yakni audit internal oleh tim HACCP dan
audit eksternal oleh BKIPM. Audit internal dilakukan tiap 3 bulan sekali oleh tim
HACCP, sedangkan audit eksternal dilakukan 4 bulan sekali oleh BKIPM. Hal ini
karena HACCP steak tenggiri beku milik PT. Kencana Laut Nusantara telah
berstatus B.
12) Dokumentasi dan Pencatatan
Sistem dokumentasi di PT. Kencana Laut Nusantara berupa penjurnalan
dalam bentuk form penulisan manual (record keeping), form ini diisi pada saat
proses produksi meliputi rekaman penerimaan bahan baku samapai form pemuatan.
Pencatatan diisi oleh QC dan dilakukan pemeriksaan oleh QA. Dokumen disimpapn
dalam binder dan dikelompokkan berdasarkan formnya. Dalam setiap form tertera
nama perusahaan, judul record, tanggal pencatatan, nomor dokumen, jenis produk,
tanda tangan pemantau (QC) dan penanggungjawab (QA). Semua form dan
dokumen dibukukan dalam rangka bukti dari pemantauan sistem HACCP.
81

5.4 Penetapan dan Pengendalian Critical Control Point


Penetapan CCP dilakukan untuk menurunkan atau mengeliminasi bahaya
(hazard) yang sudah diidentifikasi. CCP dapat ditetapkan dengan mengidentifikasi
bahaya yang signifikan pada analisa bahaya dengan pohon keputusan. CCP yang
tidak diawasi dengan baik maka akan menimbulkan tidak amannya pangan, oleh
sebab itu harus dilakukan monitoring dan pengendalian terhadap CCP dengan baik.
Penentuan CCP dapat menggunakan diagram pohon keputusan untuk
mempermudah penetapan CCP. Jawaban dari setiap pertanyaan akan secara logis
memutuskan apakah CCP atau bukan, dengan menggunakan diagram ini membawa
pola pikir Analisis dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap
tahap dan setiap bahaya yang diidentifikasi (Winarno, 2004).
Penetapan CCP dilakukan dengan melihat perbandingan CCP yang telah
ditetapkan perusahaan dengan pengamatan penulis selama melakukan penelitian
dilapangan. CCP yang ditetapkan PT. Kencana Laut Nusantara antara lain:
penerimaan bahan baku yaitu histamin, metal detecting yaitu serpihan logam.
Critical control point selain pada penerimaan bahan baku adalah pada proses metal
detecting sehingga sama dengan CCP yang telah ditetapkan perusahaan. Selain itu
pada proses penerimaan bahan baku UPI hanya menetapkan satu bahaya signifikan
yaitu “histamin” namun penulis menambahkan logam berat sebagai bahaya
signifikan dan menjadikannya CCP. Menurut penulis UPI belum sepenuhnya
melakukan approve supplier, karena ada beberapa supplier yang belum memiliki
surat jaminan. Penentuan CCP dengan menggunakan pohon keputusan dapat dilihat
pada penjelasan berikut:
1. Penerimaan bahan baku
Berikut ini adalah decision tree mengenai bahaya logam berat pada proses
penerimaan bahan baku:

Bahaya signifikan : Peningkatan kandungan histamin


P1 : Apakah ada tindakan pengendalian yang bersifat
mencegah?
Jawab : Ya, ada. Tindakan pencegahan yang dilakukan pada
proses penerimaan bahan baku, pengukuran suhu pusat
82

ikan pada proses penerimaan, pengujian organoleptik


bahan baku, dan pengujian histamin.
P2 : Apakah tahapan dirancang khusus untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkat yang dapat diterima?
Jawab : Tidak, proses penerimaan tidak dapat menghilangkan
histamin pada ikan karena ikan famili scrombidae secara
alami mengandung histidin yang berpotensi berubah
menjadi histamin pada suhu 4,4°C.
P3 : Dapatkan kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi
terjadi melebihi tingkat yang dapat diterima atau dapatkah
ini meningkat sampai tingkat yang tidak dapat diterima?
Jawab : Ya, bahaya histamin pada ikan dapat meningkat
melampaui batas maksimal yang ditetapkan perusahaan
yang disebabkan karena proses penanganan dan
pengolahan yang kurang baik.
P4 : Akankah Langkah berikutnya menghasilkan bahaya yang
teridentifikasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya
sampai tingkatan yang dapat di terima?
Jawab : Tidak, tahapan berikutnya tidak dapat menghilangkan
atau mengurangi bahaya histamin.
Hasil dari identifikasi CCP 1 penerimaan bahan baku pada pertanyaan 1 hasil
pertanyaan “Ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan selanjutnya, pada pertanyaan
2 hasil pertanyaan “Tidak” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan ke 3 hasil
pertanyaan “Ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan 4 hasil pertanyaan “Tidak”,
sehingga tahap pada penerimaan bahan baku dikatakan CCP 1.

2. Metal Detecting
Bahaya signifikan : Metal fragment
P1 : Apakah ada tindakan pencegahan di langkah ini?
Jawab : Ya, ada. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu
dengan melewatkan produk melalui metal detector dan
83

melakukan pengecekan sensivitas mesin sebelum


digunakan.
P2 : Apakah tahapan dirancang khusus untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkat yang dapat diterima?
Jawab : Ya, proses metal detecting sudah disesuaikan untuk
mendeteksi bahaya serpihan logam yang mungkin muncul
sehingga tahapan proses ini termasuk CCP.
Jawaban dari pertanyaan P2 adalah “Ya” sehingga merupakan CCP dan tidak
dilanjutkan ke P3 dan P4.

3. Penerimaan bahan baku

Bahaya signifikan : Kontaminasi logam berat dalam tubuh ikan


P1 : Apakah ada tindakan pencegahan di langkah ini?
Jawab : Ya, ada. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah
memeriksa surat jaminan supplier dan melakukan
pengujian logam berat.
P2 : Apakah tahapam dirancang khusus untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkat yang dapat diterima?
Jawab : Tidak, Tahapan penerimaan bahan baku tidak bisa
menghilangkan atau mengurangi bahaya karena apabila
logam berat telah terdapat dalam tubuh ikan tidak bisa
dihilangkan namun dapat dilakukan tindakan pencegahan
sebelum dilakukan proses lebih lanjut.
P3 : Dapatkan kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi
terjadi melebihi tingkat yang dapat diterima atau dapatkah
ini meningkat sampai tingkat yang tidak dapat diterima?
Jawab : Ya, Kontaminasi bahaya logam berat dapat meningkat
jika tidak diawasi hal tersebut disebabkan oleh
penangkapan ikan dilaut yang telah tercemar oleh logam
berat, oleh karena itu harus dilakukan pengawasan.
84

P4 : Apakah proses selanjutnya akan dapat menghilangkan


bahaya atau mampu mengurangi bahaya sampai batas yang
diperbolehkan?
Jawab : Tidak, sebab tahapan selanjutnya yaitu penyimpanan
sementara tujuannya yaitu untuk menyimpan bahan baku
sementara sebelum dilakukan pengolahan selanjutnya.
Kandungan logam berat apabila telah mengkontaminasi
bahan baku tidak bisa dihilangkan namun dapat dilakukan
tahap pencegahan.
Hasil dari identifikasi CCP penerimaan bahan baku pada pertanyaan 1 hasil
pertanyaan “Ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan selanjutnya, pada pertanyaan
2 hasil pertanyaan “Tidak” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan ke 3 hasil
pertanyaan “Ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan 4 hasil pertanyaan “Tidak”,
sehingga tahap pada penerimaan bahan baku dikatakan CCP.
Tindakan pengendalian yang dilakukan PT. Kencana Laut Nusantara
terhadap bahaya signifikan histamin dan logam berat adalah dengan menggunakan
supplier yang telah di approve dan memeriksa surat jaminan sebelum bahan baku
diterima dan melakukan pengujian histamin dan logam berat, apabila hasil
pengujian bahan baku melebihi kadar histamin dan kadar logam berat yang telah
ditetapkan maka dilakukan pengujian ulang pada supplier yang sama, dan apabila
hasil pengujian bahan baku melebihi kadar histamin dan logam berat yang telah
ditetapkan maka perusahaan berhenti menggunakan supplier tersebut.
Pengendalian terhadap serpihan logam pada proses metal detecting di PT.
Kencana Laut Nusantara yaitu dengan melewatkan produk ke alat metal detector.
Tujuannya yaitu menghilangkan serpihan logam pada produk, caranya yaitu
melewatkan produk ke metal detector satu persatu. Selama proses metal detecting
selalu diawasi oleh QC, apabila ditemukan serpihan logam dalam produk, tindakan
yang dilakukan yaitu dengan menahan produk kemudian produk dikerjakan ulang
(FDA, 2019). Hal tersebut sesuai dengan yang telah dietapkan PT. Kencana Laut
Nusantara. Apabila produk mengandung serpihan logam maka segera dilakukan
pengerjaan ulang terhadap produk (thawing terlebih dahulu). Kerjakan ulang
produk untuk menghilangkan kandungan metal dan lakukan identifikasi sumber
85

ditemukan metal dalam produk. Pengecekan sensivitas mesin juga perlu dilakukan
untuk memastikan bahwa mesin bekerja dengan baik (FDA, 2019).
Pengecekan sensivitas mesin dilakukan sebelum proses dimulai, setiap 2 jam

sekali selama proses dan di akhir proses dengan melewatkan test piece ke metal

detector. Selain itu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan

perawatan terhadap alat-alat yang terbuat dari metal atau sejenisnya. Tindakan

pengendalian terhadap serpihan logam ini sangat perlu dilakukan untuk mencegah

timbulnya bahaya pada konsumen. Menelan pecahan logam dapat menyebabkan

cedera pada konsumen. Cedera ini mungkin termasuk kerusakan gigi, laserasi mulut

atau tenggorokan, dan laserasi pada usus (FDA, 2019).

5.5 Alur Proses Dokumen Ekspor Perikanan Beku Ke Singapore


5.5.1 Pengertian Ekspor
Perdagangan adalah suatu proses penyampaian suatu barang dan jasa dari
suatu unit produk kepada unit produksi lainnya ataupun dari produsen ke konsumen
dengan jalan transfer kepemilikan atas barang dan jasa. Perdagangan internasional
adalah perdagangan antara suatu bangsa di suatu negara dengan bangsa di suatu
negara lain atau pergerakan barang dan jasa dari suatu negara ke negara lain
(Mahanani, 2012).
Ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa
lain atau Negara asing, degan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing serta
melakukan komunikasi dengan bahasa asing (Amir, 2004). Ekspor dapat dilakukan
oleh setiap perusahaan atau perorangan yang telah memiliki: (PPEI, 2011).

1. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Izin Usaha dari Departemen
Teknis / lembaga pemerintah Non Departemen berdasarkan peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
2. Tanda Daftar Usaha Perikanan (TDUP)
3. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Syarat – syarat untuk mendapatkan SIUP dan TDUP adalah:
1. Persyaratan untuk mendapatkan SIUP
86

1) Memiliki akte (surat keterangan pengesahan notaris)


2) Menyerahkan fotocopy KTP dan foto
3) Menyerahkan surat keterangan domisili
4) Menyerahkan SK WNI, ganti naa (warga asing)
2. Syarat untuk mendapatkan TDUP:
1) Memiliki akte pendirian perusahaan
2) Melampirkan KTP semua pengurus
3) Melampirkan daftar pemegang saham
4) Menyerahkan fotocopy NPWP
5) Melampirkan fotocopy keterangan domisili
6) Melampirkan fotocopy SIUP
5.5.2 Dokumen Ekspor
Dokumen eskpor adalah salah satu yang harus dipenuhi dalam memperlancar
kegiatan ekspor karena Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk dapat
melakukan ekspor ke berbagai negara dagang secara optimal, sepanjang Indonesia
dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh masing- masing negara serta
meningkatkan daya saing terhadap komoditi dari negara lain (BKIPM, 2014).
Adapun persyaratan dokumen ekspor steak tenggiri beku ke Singapore sebagai
berikut:
1) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis Crintical Control Point (HACCP) adalah berbasis ilmu
pengetahuan sistem yang bertujuan untuk mencegah masalah keamanan pangan
(CAC-RCP 52-2003). Menurut Nomor 51 Permen-KP 2018 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Penerbitan Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu atau Hazard
Analysis Crintical Control Point. Sertifikat HACCP bahwa serifikat penerapan
HACCP diberikan kepada pelaku usaha industri pengolahan ikan yang telah memenuhi
dan menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada setiap unit
pengolahan ikan.
PT. Kencana Laut Nusantara telah memenuhi persyaratan sehingga telah
diberikan sertifikat penerapan HACCP sesuai dengan jenis produk. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat penerapan HACCP
sebagai berikut:
87

a) Legalitas perusahaan
b) Sertifikat Kelayakan pengolahan (SKP)

Sertifikat Kelayakan pengolahan (SKP) yaitu sertifikat yang diberikan


kepada pelaku usaha terhadap setiap unit pengolahan ikan yang telah
menerapkan Cara Pengolahan Ikan yang Baik dan Benar dan
memenuhi persyaratan Prosedur Operasi Standar Sanitasi.
c) Panduan mutu penerapan PMMT atau HACCP yang telah di validasi
oleh pelaku usaha.
d) Hasil pengujian
Pengujian yang dilakukan terhadap produk, air dan es. Pengujian produk
yaitu tenggiri beku dilakukan setiap enam bulan sekali meliputi uji secara
mikrobilogi, histamin, dan logam berat di laboratorium eksternal yaitu di
laboratorium PPISHP. Pengujian air dan es setiap satu tahun sekali untuk
uji lengkap, dan tiga bulan sekali untuk pengujian mikrobiologi, pengujian
dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Jakarta.
e) Hasil kalibrasi alat (timbangan digital, termometer digital infrared)
yang dikalibrasi setiap setahun sekali secara eksternal.
f) Rekaman atau pencatatan audit internal penerapan sistem jaminan mutu
dan keamanan hasil perikanaan oleh pelaku berupa bentuk dokumentasi
dan formulir.
Adapun tata cara penerbitan sertifikat penerapan HACCP yaitu :

a) Pihak perusahaan melakukan registrasi di sistem Honest (HACCP online


system) selanjutkan mengisi formulir pendaftaran dengan benar dan
lengkap. Setelah mendaftar akan mendapatkan balasan email untuk dapat
log in ke sistem Honest.
b) Pada sistem pilih pengajuan baru/perpanjang/surveilen dan mengisi
kelengkapan formulir.
c) Dilakukan penugasan untuk dilakukan inspeksi. Jika persyaratan
dinyatakan lengkap maka akan dilakukan inspeksi oleh inspekstur mutu.
d) Saat dilakukan inspeksi pihak perusahaan menyiapkan persyaratan
dokumen penerbitan sertifikat penerapan HACCP.
e) Jika ada temuan, UPI membuat laporan tindakan perbaikan hasil temuan
88

ke inspektur mutu untuk di verifikasi (dapat online/langsung).


f) Laporan hasil verifikasi disampaikan ke BBKIPM Jakarta II.

BBKIPM melakukan proses penerbitan sertifikat penerapan HACCP


dengan jangka waktu paling lama 10 hari kerja sejak permohonan
diterima secara lengkap. Penyerahan Sertifikat penerapan HACCP akan
disampaikan secara langsung ke UPI. Adapun sertifikat penerapan
HACCP tenggiri beku di PT. Kencana Laut Nusantara dapat dilihat pada
Lampiran 9.
2) Packing List
Packing List (PL) Identitas Produk atau batch code yaitu dokumen muat
barang yang berisi keterangan tentang spesifikasi barang yang dimuat, kode/tanggal
produksi, tujuan, tanggal dan alat pengangkutan (SK 59 KEP-BKIPM 2016).

Format Packing List di buat oleh perusahaan, dapat berbeda format setiap
perusahaan tetap harus lengkap mencantumkan keterangan sesuai ketentuan.
Packing list dibuat setiap akan dilakukan ekspor sesuai dengan jenis produk yang
akan dikirim. Packing List yang telah dibuat sesuai jenis produk akan diserahkan
kepada orang UPI atau pihak forwader yang akan mengurus proses pemeriksaan
oleh BBKIPM Jakarta II di Pelabuhan tanjong priok.
3) Invoice
Invoice yaitu dokumen muat barang yang berisi keterangan tentang
spesifikasi harga barang yang dimuat (SK 59 Kep-BKIPM 2016). Menurut (Putra,
2011) invoice merupakan dokumen yang garis besarnya berisi tentang data, jenis,
jumlah barang dan harganya yang berfungsi sebagai pelengkap pebean sekaligus
merupakan sumber data dalam pengisian PEB (pemberitahuan ekspor barang).

Format Invoice setiap perusahaan dapat berbeda tetapi tetap harus lengkap
mencantumi keterangan sesuai ketentuan. Invoice dibuat setiap akan dilakukan
ekspor sesuai dengan jenis produk. Invoice yang telah dibuat sesuai jenis produk
akan diserahkan kepada orang UPI atau pihak forwader yang akan mengurus proses
pemeriksaan oleh BBKIPM Jakarta II di Pelabuhan tanjong priok dan sebagian
buyer membutuhkan Invoice, sehingga perusahaan mengirimkan invoice kepada
buyer.
89

4) Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)


Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) merupakan bukti pengendalian
penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan yang diterbitkan apabila
suatu produk atau hasil perikanan telah memenuhi persyaratan atau standar yang
berlaku sehingga aman untuk dikonsumsi manusia (SK 59 KEP- BKIPM 2016).
Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) atau Sertifikat Kesehatan Ikan dan
Produk Perikanan, yang selanjutnya disingkat SKIPP adalah dokumen resmi yang
ditandatangani oleh Petugas Karantina untuk Pengeluaran Media Pembawa dan/atau
Hasil Perikanan dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia, yang menyatakan
bahwa Media Pembawa yang tercantum di dalamnya tidak tertular dari HPIK
dan/atau HPI yang disyaratkan, dan/atau Hasil Perikanan memenuhi persyaratan
mutu dan keamanan Hasil Perikanan (38-Permen-KP-2019).
Sertifikat kesehatan akan dikeluarkan setiap mengeluarkan media pembawa
hasil perikanan yang telah dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina ikan.
Sertifikat kesehatan dibuat sesuai jenis produk dan tujuan ekspor. PT. Kencama Laut
Nusantara untuk memperoleh sertifikat kesehatan untuk ekspor steak tenggiri beku
maka harus dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina Pelabuhan tanjong priok.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan BKIPM Jakarta II
untuk mendapatkan sertifikat kesehatan (HC) sebagai berikut :
a) Surat permohonan penerbitan HC (PPK online)
Surat permohonan penertbitan HC dibuat dalam bentuk format online. PPK
yaitu Permohonan Pemeriksaan Karantina Ikan serta Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan. Format PPK sesuai dengan ketentuan pihak Karantina
yang memuat tentang : data pengajuan, pemilik barang, data penerima, data
penanggung jawab, data pelabuhan dan lainnya dapat dilihat pada Lampiran
10.
b) Sertifikat penerapan HACCP yaitu sebagai salah satu syarat ekspor yang
diberikan kepada pelaku usaha yang menerapkan dan memenuhi
persyaratan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada
kegiatan penanganan atau pengolahan di UPI.
c) Packing list yaitu dokumen muat barang yang berisi keterangan tentang
spesifikasi barang yang dimuat.
90

d) Invoice yaitu dokumen muat barang yang berisi keterangan tentang


spesifikasi harga barang yang dimuat.
e) Surat kuasa/tugas (jika yang melakukan bukan bagian dokumen perusahaan)
f) Sertifikat Surveilan
g) Lembar hasil uji Produk dan Air.
h) Form organoleptik
Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) yaitu adalah dokumen resmi yang
ditandatangani oleh petugas karantina di tempat pengeluaran, yang menyatakan
bahwa Media Pembawa dan/atau Hasil Perikanan disetujui untuk dimuat ke atas
alat angkut. Nomor HC diterbitkan secara bersamaan dengan Sertifikat Kesehatan
(HC) oleh BKIPM Jakarta II. Adapun tata cara penerbitan sebagai berikut :
a) Produk steak tenggiri beku yang akan diekspor yang telah dimuat didalam
kontainer kemudian dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina.
b) Sebelumnya pemilik atau kuasa barang harus ke kantor BKIPM Jakarta II untuk
melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dokumen. Pemilik atau kuasa
barang mengambil nomor antrian dan menyerahkan kelengkapan dokumen
untuk permohonan HC.
c) Setelah di lakukan pengecekan dokumen dan diceklis kemudian dokumen
dibawa kembali ke perusahaan pemuat barang untuk dilakukan pemeriksaan
barang.
d) Petuga karantina melakukan verifikasi kelengkapan dokumen kembali dan
menyesuaikan isi dokumen dengan barang yang dibawa secara langsung, jika
tidak sesuai dokumen harus diperbaiki kembali.
e) Kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai dengan kebijakan oleh pengawas
karantina, minimal barang dibongkar 25% dari 100% dan dilakukan pengecekan
organoleptik.
f) Selanjutnya dokumen di beri tanggal pemeriksaan dan tanda tangan petugas
karantina yang melakukan pemeriksaan. Dokumen tersebut dibawa kembali ke
kantor BKIPM Jakarta II untuk dilakukan pencetakan penerbitan HC.
Pencetakan HC dilakukan sesuai dengan pedoman pengisian sertifikat kesehatan
untuk masing-masing negara tujuan ekspor. Petugas pencetakan bertanggung jawab
terhadap kebenaran dan kejelasan hasil cetakan terhadap kesesuaian data HC dengan
91

permohonan, kesesuaian jenis sertifikat berdasarkan negara tujuan, dan jenis produk,
pemberian nomor HC dan form HC yang sesuai dengan negara tujuan ekspor dan
kesesuaian permintaan tanggal cetak HC, apabila diperlukan (Nomor 59/ KEP-
BKIPM/ 2016). Sertifikat Kesehatan (HC) steak tenggiri beku dapat dilihat pada
Lampiran 11.
5) Sea way bill (AWB)
Sea way bill adalah dokumen angkutan transportasi kapal laut (kontainer)
yang berisikan berbagai informasi tentang barang yang dikirim seperti jenis, berat,
nilai barang tersebut, dari mana asal barang tersebut dan hendak kemana barang
tersebut dikirim. Sea way bill juga berperan menjadi tanda bukti dalam mengambil
barang atau paket kiriman.
Dalam melakukan pengiriman barang baik tujuan dalam maupun luar negeri
tentu diperlukan dokumen-dokumen pendukung agar serah terima barang
berlangsung dengan baik, apalagi jika barang yang dikirim dalam jumlah besar.
Dapat disimpulkan bahwa Sea way bill adalah dokumen yang sangat penting, tidak
hanya sebagai tanda terima tetapi juga kontrak antara pengirim dan penyedia jasa di
mana penyedia jasa bertanggung jawab atas keselamatan barang tersebut sampai di
tujuan. Ketidaklengkapannya dalam pengisian Sea way bill bisa menyebabkan
barang tertahan di Pelabuhan sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya. Pihak
forwarder juga harus menanggung biaya semacam denda yang masuk dalam
penerimaan negara bukan pajak. Sea way bill dapat dilihat pada Lampiran 12.
6) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang
digunakan untuk memberitahukan pelaksanaan ekspor barang. Eksportir wajib
memberitahukan barang yang akan diekspor ke kantor pabean pemuatan dengan
menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengurusan PEB di kantor
pabean dapat dilakukan sendiri oleh eksportir atau dilakukan kepada Pengusaha
Pengusaha Jasa Kepabeanan (PPJK), yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan
pengurus pemenuhan kewajiban pabean untuk kuasa eksportir atau importir.
Pada kantor pabean pemuatan yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya
menggunakan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, PPJK kargo
menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE kepabeanan. PEB dapat
92

disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data
elektronik.
PEB dibuat dalam ketentuan :
1. Menggunakan kertas berukuran A4 (210 x 297 mm).

2. Terdiri atas satu lembar pemberitahuan dan dapat di sertai


lembar lanjutan, yang terdiri atas :
1) Lembar lanjutan : merupakan lebar yang digunakan
dalam hal pemberitahuan ekspor barang berisi lebih dari
satu pos tarif atau lebih dari satu uraian jenis barang,
2) Lembar lanjutan : Dokumen pelengkap pabean.
3. Satu rangkap PEB peruntukan untuk kantor pabean.
PPJK kargo wajib menyerahkan PEB ke kantor pabean pemuatan lembar
lanjutan yang telah dilengkapi dengan nomor pos tarif paling lama tujuh hari setelah
PEB mendapat nomor dan tanggal pendaftaran. Sebelumnya PPJK kargo harus
bertindak sebagai eksportir. Bagi PPJK kargo yang tidak menyerahkan lembar
lanjutan PEB, maka atas PEB berikutnya tidak dilayani sampai dengan PPJK kargo
menyelesaikan kewajibannya.
Pada kantor pabean yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya
menggunakan sistem PDE kepabeanan, dalam hal hasil penelitian atas pengisian
data PEB menunjukan: (PER-07/BC/2019)

1. Data PEB tidak lengkap atau tidak sesuai, akan diterbitkan respon
NPP (Nota Pemberitahuan Penolakan),
2. Data PEB lengkap dan sesuai, tetapi termasuk barang yang dilarang
atau dibatasi ekspornya, maka akan diterbitkan respon NPPD (Nota
Pemberitahuan Persyaratan Dokumen),
3. Data PEB lengkap dan sesuai, serta tidak termasuk barang yang
dilarang atau dibatasi ekspornya dan barang ekspor tidak dilakukan
pemeriksaan fisik, PEB diberi nomor dan tanggal pendaftaran dan
diterbitkan respon NPE (Nota Pelayanan Ekspor),
4. Data PEB lengkap dan sesuai, serta tidak termasuk barang yang
dilarang atau dibatasi ekspornya tetapi harus dilakukan pemeriksaan
fisik, PEB diberi nomor dan tanggal pendaftaran dan diterbitkan
93

respon PPB (Pemberitahuan Pemeriksaan Barang).


7) Nota Pelayanan Ekspor (NPE)
Dokumen selanjutnya adalah dokumen NPE (Nota Pelayanan Ekspor). NPE
adalah nota yang diterbitkan oleh pejabat pemeriksa dokumen barang atas PEB
yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan di ekspor ke
Kawasan Pabean atau pemuatan ke sarana pengangkut. Barang yang sudah masuk
otoritas bandara akan menunggu lima jam sebelum keberangkatan.
Pemeriksaan fisik barang dilakukan atas seluruh barang (tingkat pemeriksaan
100%). Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap seluruh barang, ditingkatkan menjadi
100% dalam hal:
1. Jumlah atau jenis kemasan yang diperiksa kedapatan tidak sesuai dengan
packing list.
2. Jumlah atau jenis barang yang diperiksa kedapatan tidak sesuai dengan
packing list.
Dalam hal pemeriksaan fisik barang kedapatan jumlah atau barang yang
sesuai pemeriksa menerbitkan NPE, dan melakukan perhitungan Bea Keluar.
Sebaliknya, dalam hal pemeriksaan fisik barang kedapatan jumlah atau jenis barang
tidak sesuai maka Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan Nota Pemberitahuan
Pembetulan PEB (NPP-PEB). NPE akan diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa
Dokumen Ekspor setelah dilakukannya pembetulan PEB (PER- 07/BC/2019).
Pejabat Pemeriksa Barang menyerahkan PEB dan hasil pemeriksaan fisik
barang serta dokumen pelengkap pabean kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen
untuk diterbitkan NPE setelah semua persyaratan ekspor terpenuhi. Pejabat
pemeriksa Dokumen melakukan penelitian perhitungan Bea Keluar, dalam hal
Barang Ekspor dikenakan Bea Keluar.
NPE dicetak sesuai peruntukannya untuk diarsipkan sebagai berikut:
1. Satu lembar untuk eksportir,
2. Satu lembar untuk pengusaha,
3. Satu lembar untuk pengangkut,
4. Satu lembar untuk kantor pabean.
94

8) Certificate of Origin (COO)


Surat keterangan asal atau disebut Certificate of Origin (COO) merupakan
sertifikasi asal barang, di mana dalam sertifikat tersebut dinyatakan bahwa barang
yang diekspor adalah berasal dari Indonesia.
Sistem penerbitan surat keterangan asal secara elektronik yang dibangun oleh
Kementerian Perdagangan untuk seluruh Instansi Penerbit SKA. Manfaat
penggunaan system surat keterangan asal yaitu agar tersedia media elektronik yang
menghubungkan stakeholder penerbitan surat keterangan asal (Eksportir,
Kementerian Perdagangan), tersimpannya data penerbitan SKA milik perusahaan,
tersimpannya data penerbitan SKA tiap IPSKA, dan tersedianya fasilitas pelaporan
untuk pengawasan di masing-masing IPSKA.
Untuk mendapatkan surat keterangan asal dalam kegiatan ekspor harus
mendaftar lebih dahulu ke Kemendag. Berikut syarat untuk mendapatkan e-SKA:
1. Invoice
2. Surat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
3. Bill of Leading (BL)/Sea Way Bill (SWB)
Ketiga dokumen utama tersebut dilampirkan saat pengajuan melalui e-ska
untuk diverifikasi saat penandatanganan oleh Petugas IPSKA.
Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan e-SKA:
1. Eksportir mengajukan permohonan melalui website: http://www.e-
ska.kemendag.go.id/cms.php;
2. Petugas mengecek permohonan yang diajukan eksportir, selanjutnya setelah
dokumen sesuai dengan yang ditentukan (Nilai barang, tujuan, jenis barang,
dan tanggal keberangkatan) petugas “menyetujui” permohonan tersebut
melalui aplikasi: http://www.e-ska.kemendag.go.id/cms.php;
3. Setelah disetujui oleh petugas IPSKA, eksportir bisa mencetak/print
dokumen SKA yang telah disetujui untuk ditandatangani dan distempel oleh
Pimpinan/Perwakilan Perusahaan.
4. Dokumen yang telah ditandatangani Pimpinan Perusahaan dibawa ke kantor
IPSKA dengan melampirkan dokumen asli (PEB, Invoice dan SWB) untuk
ditandatangani oleh Penandatangan IPSKA dan diberi stempel;
95

5. Dokumen yang sudah lengkap tersebut selanjutnya di-scan dan diubah


statusnya menjadi “diterima” dan “diterbitkan”.
5.5.3 Realisa Ekspor Steak Tenggiri Beku ke Singapore
PT. Kencana Laut Nusantara merupakan salah satu perusahaan perikanan
yang mengolah produk hasil perikanan. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
Ekspor hasil laut. Berdasarkan laporan kegiatan ekspor steak tenggiri beku ke
Singapore di PT. Kencana Laut Nusantara mengalami peningkatan pada tahun
2020, dan pada 2021 mengalami penurunan. Adapun realisasi ekspor steak tenggiri
beku ke Siangapore dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Realisa Ekspor Steak Tenggiri Beku
Realilasi Ekspor Steak Tenggiri Beku ke Singapore
Tahun
Bulan 2019 2020 2021
Januari - 10,950 -
Februari - 16,450 4,620
Maret - - 14,450
April - 26,690 20,370
Mei - - 5,870
Juni - 15,250 -
Juli - 13,710 11,610
Agustus - 8,220 7,890
September - 10,540
Oktober - -
November 20,460 8,220
Desember - 17,340
Total 20,460 127,3700 64,810
Sumber: PT. Kencana Laut Nusantara (2021)
Berdasarkan Tabel 15. Kegiatan ekspor steak tenggiri beku ke Singapore di
PT. Kencana Laut Nusantara mengalami peningkatan pada tahun 2020, karen pada
tahun 2020 permintaan buyer yang meningkat, sedangkat pada tahun 2019 PT.
Kencana Laut Nusantara baru melakukan 2 kali ekspor ke Singapore hal tersebut
karena PT. Kencana Laut Nusantara Baru mendapatkan ijin KKP untuk melakukan
kegiatan eskpor, sedangkan pada tahun 2021 kegaiatan ekspor mengalami
penurunan hal ini dikarenakan keadaan pandemik covid-19 sehingga kegiatan
ekspor mengalami penurunan.
96

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1) Proses pengolahan steak tenggiri beku di PT. Kencana Laut Nusantara
memiliki 14 alur proses dan alur proses tersebut berbeda dengan alur
proses pada SNI. Alur proses pada PT. Kencana Laut Nusantara antara
lain: Penerimaan bahan baku, penyimpanan sementara, penimbangan I,
pemotongan, pembuangan tulang isi perut, penimbangan 2, glazing I,
pembekuan, glazing 2, penimbangan 3, metal detecting, packing and
labelling, penyimpanan produk akhir dan pemuatan. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan penulis menambahkan alur proses pencucian.
2) Pengujian mutu meliputi bahan baku sudah memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan dan SNI 4110:2014 dan pengujian mutu
produk akhir sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh
perusahaan dan SNI 8271:2016. Hasil pengujian mikrobiologi ALT
adalah 4000kol/gram standar SNI 4110:2014 adalah 5x10⁵ kol/gram, hasil
pengujian e.colli adalah negatif, hasil pengujian coliform adalah negatif.
Hasil pengujian kimia bahan baku adalah Lead 0,042mg/kg, Candium
0,006mg/kg, Hasil pengujian produk akhir kimia adalah Lead
0,108mg/kg, Candium 0,005 mg/kg standar SNI 4110:2014 adalah Lead
0,3 mg/kg, Candium 0,1 mg/kg. untuk histamin yaitu negatif. Pengujian
logam berat dilakukan secara eksternal di laboratorium yang telah
terakreditasi.
3) Menetapkan Critical Control Point (CCP) pada tahapan penerimaan bahan
baku bahaya signifikan yaitu Histamin, metal detecting yaitu serpihan
logam. Pengendalian CCP pada tahap penerimaan bahan baku yaitu
dengan memeriksa surat jaminan setiap bahan baku datang dan
menggunakan supplier yang telah di approve dan melakukan pengujian
eksternal di laboratorium yang telah terakreditas. Pengendlian terhadap
tahap metal detecting adalah melewatkan alat melalui mesin dan
memeriksa sensivitas alat.
97

4) Persyaratan dokumen ekspor ke Singapore meliputi sertifikat penerapan


Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Packing List, Invoice,
Sertifikat Kesehatan (Health Certificate), Sea Way Bill (SWB),
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Certificate of Origin (COO), dan
Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Setiap melakukan ekspor, semua
persyaratan dokumen tersebut dapat dipenuhi oleh PT. Kencana Laut
Nusantara dan dokumen harus sesuai dengan spesifikasi barang yang di
ekspor.
6.2 Saran
1) Sebaiknya bahan baku yang diterima harus dari supplier yang telah
memdapatkan sertifikat Carapa penanganan ikan yang baik (CPIB) atau
sertifikat jaminan mutu, untuk menjamin bahan baku yang diterima
sesuai dengan standar mutu keamanan pangan.
2) Sebaiknya menambahkan alur proses pencucian pada proses pengolahan
steak tenggiri beku.
3) Sebaiknya melakukan monitoring pengujian mikrobiologi dan kimia setiap
tiga bulan sekali, agar lebih lebih efektif untuk mengamankan produk
yang akan dikonsumsi.
4) Sebaiknya menambahkan logam berat sebagai bahaya CCP pada
penerimaan bahan baku.
5) Sebaiknya pihak eksternal PT. Kencana Laut Nusantara untuk lebih teliti
dalam membuat dokumen eskpor, untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam membuat dokumen ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah. 2007. Pengelolahan dan Pengawetam Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Agustina,T. 2014. Kontaminasi logam berat pada makanan dan dampaknya pada
kesehatan. TEKNOBUGA: Jurnal Teknologi Busana Dan Boga, 1(1).
Alam, 2013. Gambar Ikan Tenggiri. http://www.jenisikantenggiri.com diakses pada
04 Juli 2013.
Amir, M. S. 2019. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Jakarta: PPM.

Antoni, M. 2019. Proses Pengisian Pemberitahuan Ekspor Barang Menggunakan


Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (Kite) Oleh Pt. Nusantara Tropical
Farm. Karya Tulis.
Arvanitoyannis, I. S. 2009. HACCP and ISO 22000: Application to foods of animal
origin. John Wiley & Sons.
Astuti, I., dan Ningsi, A. 2018. Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh Terhadap
Histamin Pada Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Asap. Gorontalo Fisheries
Journal, 1(2), 1-9.
Aulia, R., Handayani, T., dan Yennie, Y. 2015. Isolasi, identifikasi dan enumerasi
bakteri Salmonella spp. pada hasil perikanan serta resistensinya terhadap
antibiotik. Bioma, 11(2), 112-130.

Bahar, B. 2006. Panduan praktis memilih dan menangani produk perikanan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 150.

Binatara, Age Sani, dan Etna Nur Afri Yuyetta. Sistem Prosedur Pengiriman Data
Online Ekspor Pada PT. Emkl Wahyu Mandiri. Diss. Sekolah Vokasi, 2017.

BKIPM. 2018. Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Terbitkan 298
Sertifikat Mutu Terpadu.
Cartwright, L. M., and Latifah, D. 2017. Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) Sebagai Model Kendali Dan Penjaminan Mutu Produksi
Pangan. Invotec, 6(2).
Daulay, S. S. 2000. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
Implementasinya dalam Industri Pangan. Pusdiklat Industri. Jakarta.
De Oliveira, C. A. F., Da Cruz, A. G., Tavolaro, P., dan Corassin, C. H. 2016. Food
Safety: Good Manufacturing Practices (GMP), Sanitation Standard Operating
99

Procedures (SSOP), Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).


In Antimicrobial food packaging (pp. 129-139). Academic Press.
Djaafar, T. F., dan Rahayu, S. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian,
Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Jurnal Litbang
Pertanian, 26(2).
Febrianik, Dharmayanti, Siregar. 2017. Penerapan Sistem Ketelusuran Pada
Pengolahan Ikan Lemadang Portion Beku di PT. Graha Insan Sejahtera, Jakarta
Utara. Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Sekolah Tinggiri
Perikanan. Jakarta
Food and Drug Administration. 2011. “Fish and Fishery Products Hazard and Controls
Guidance, 4th. Edn. Washington, DC: Department of Health and Human
Services.” Food and Drug Administration, Center for Food Safety and Applied
Nutrition.
Food and Agriculture Organization of The United Natios, 2012. Code Of Practice For
Fish and Fishery Products Second Edition. Secretariat Of The Codex
Alimentarus Commission Joint FAO/WHO Food Standars Programme. Rome
Italy.

Food and Drug Administration. 2019. Fish and Fishery Products Hazard and Controls
Guidance Fourth Edition. U.S Depertement Of Health and Human Services Food
and Drug Administration.

Ilmiawan, Novri, Sussi Astuti, dan Otik Nawansuh, 2014. Penggabungan Penerapan
Sistem Jaminan Mutu ISO 9001:2018 dan Sistem HACCP ke dalam Sisteam
Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2009 (Studi Kasus di PT Indokom
Samudra Persada) The Merger of Quality Assurance System ISO Pertanian 19.
(3): 229-242.
Junais, B. N., dan Latief, R. 2014. Kajian strategi pengawasan dan pengedalian mutu
produk ebi furay PT. Bogatama Marinusa. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology Universitas Diponegoro, 2(5), 15-20.
Kementerian Perdagangan. 2019. Indoneisa.go.id/kategori/perdagangan/861/e-ska-
surat-keterangan-dari-kementerian-perdagangan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2020. Jakarta.
KEP.01/MEN. 2007. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. No. KEP.01/MEN.2007 Tentang
Persyaratan Jaminan Mutu Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta.
100

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 51/PERMEN-


KP/2018. Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Serifikat Penerapan
Program Manajemen Terpadu/Hazard Analysis Critical Control Point: Jakarta.
Latama, G. 2006. Parasit metazoa pada ikan tenggiri, Scomberomorus commerson
(Lacepede, 1800), di perairan sekitar Sulawesi.
Lukman. 2019. “Potensi, Pengembangan dan Pemanfaatan Perikanan KPP PUD 438,”
255. Amfrad Press. Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan
Perikanan. Gedung Mina Bahari III.
Mahanani, S. S. 2012. Prosedur Ekspor Pada Pt Denso Indonesia Di Jakarta.
Muhandri, T., dan Kadarisman, D. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. PT
Penerbit IPB Press.
Muhandri, T., dan Kadarisman, D. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. PT
Penerbit IPB Press.

Muhammad, F. 2011. Badan Dinas Penyuluhan Indonesia. [Diakses Melalui


http://dinaskelautandanperikan.com pada tanggal 20 Oktober 2013].
Mulyana, M., dan Yanti, D. I. W. 2018. Analisa Mikrobiologi Dan Organoleptik
Produk Tenggiri Beku (Scomberomorus commersonii). Media Teknologi Hasil
Perikanan, 6(2), 54-64.
Naimah, H., dan Junianingsih, I. 2014. Process Of Freezing Fish Katamba
(Lethrinus Lentjan) Product Wggs (Whole Gilled Gutted
Scaled). Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 5(2), 80-93.
Nasional, Badan Standarisasi. "SNI 01-2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik
dan atau Sensori." Jakarta: BSN (2006).
Nasional, Badan Standarisasi. "SNI 7321.3:2009. Penanganan dan Pengolahan Steak
tenggiri (Scomberomorus commerson)." Jakarta: BSN (2009).

Nasional, Badan Standarisasi. "SNI CAC/RCP 1: 2011. Rekomendasi Nasional Kode


Praktik-Prinsip Umum Higiene Pangan." Jakarta: BSN (2009).
Nasional, Badan Standarisasi. "SNI 4110:2014. Spesifikasi Ikan Beku." Jakarta:
BSN (2014).
Nasional, Badan Standarisasi. "SNI 8271:2016. Steak Ikan Beku." Jakarta:
BSN (2016).
Nasional, Badan Standarisasi. " SNI CAC/RCP 1: 2011. Rekomendasi Nasional Kode
Praktik-Prinsip Umum Higiene Pangan." Jakarta: BSN (2016).
101

PER.38/MEN. 2019. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. No


PER.38/MEN/2019. Tentang Pengeluaran Media Pembawa dan/atau Hasil
Perikanan. Jakarta: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia.

PER-32/BC. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Perubahan Kedua atas
Peraturan Direktue Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 32/BC/2014 Tentang
Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor. Jakarta.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Nomor 51/Permen-


KP/2018. Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Penerapan Program
Manajemen Mutu Terpadu / Hazard Analysis and Critical Control Point. Menteri
Kelautan dan Perikanan Indonesia.
Prasetiawan, N. R., Agustini, T. W., dan Ma'ruf, W. F. (2013). Penghambatan
Pembentukan Histamin Pada Daging Ikan Tongkol (Euthynnus Affi NisI) Oleh
Quercetin Selama Penyimpanan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia, 16(2).
Tjan, I. C. P. 2015. Pengawasan Dan Pengendalian Mutu Pembuatan Chicken Nugget
Pada Proses Pembekuan Menggunakan Iqf (Individual Quick Freezing) Dan
Pengemasan PT Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga.
Restu, ayu. 2019. Penetapan Critical Control Point (CCP) Pada Penerapan HACCP
Pengolahan Fillet Patin (Pangasius sp.) Beku di PT. Adib Global Food Supplies
Karawang. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Riani, E. 2010. Kontaminasi merkuri (Hg) dalam organ tubuh ikan petek
(Leiognathus equulus) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 11(2), 313-322.
Setiawan, H. 2015. Akumulasi dan distribusi logam berat pada vegetasi mangrove di
pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kehutanan, 7(1), 12-24.
Sonya, A., Herpandi, H., dan Dwita Lestari, S. 2019. Karakteristik Fisik, Kimia Dan
Sensori Otak-Otak Ikan Asap Dengan Konsentrasi Asap Cair Yang Berbeda
Characteristics Of Physical, Chemical, And Sensory Grilled Fish Cake With
Different Cocentrations Of Liquid Smoke (Doctoral Dissertation, Sriwijaya
University).
Sudarmaji, S. 2005. Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis
Critical Control Point). Jurnal Kesehatan Lingkungan, 1(2).
Surahman, D. N., dan Ekafitri, R. 2014. Kajian HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point) Pengolahan Jambu Biji di Pilot Plant Sari Buah UPT.
102

B2PTTG–LIPI Subang. Agritech: Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian


UGM, 34(3), 266-276.
Tarumingkeng, I. R. C., Coto, I. Z., dan Hardijanto, I. 2004. Tinjauan Terhadap
Peran Haccp (Hazard Analysis Critical Control Point) Dalam Mengendalikan
Bahaya Kimia Pada Makanan Oleh Nurliana.
Thaheer, H. 2005. Sisem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point). Jakarta: Bumi Aksara.
Vatri, belvi. 2010. Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos- Chanos) Tanpa Duri. Jurusan
Ilmu Kelautan dan Perikanan Polnep.
Wahdiniati, L, Yuni Pantiwati, and Roimil Latifa. 2017. “The Examination of
Salmonella sp. And Escherichia coli content on Fish-Paste in Klampis Market of
Bangkalan Madura as Biology Learning Resource.” Jurnal Pendidikan Biology
Indonesia 2 (2). https//doi.org/10.22219/jpbi.v2i2.3765.

Wahono, T. 2006. Sistem Manajemen Mutu dan Kemanan Pangan. Malang: Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Briwijaya.

Widiastuti, Indah. 2010. “Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap.” 8.
Widodo, J. 1989. Sistematika Biologi dan Perikanan Tenggiri (Scomberomorus
commerson) di Indonesia. Seane Volume XIV, Nomor 4:124-150.ISSN 0216-
1877.

Winarno, F. G. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. M-Brio Press.
Bogor.

Winarno, F. G. 2011. Good Manufacturing Practices. M-Brio Press. Bogor.

Wulandri, E. Herawati. Ariflati. 2012. Kandungan Logam Berat Pb pada Air Laut dan
Tiram Saccostrea alamerata Surabaya Bioindikator Kualitas Perairan Prigi,
Trenggalak Jawa Timur. Universitas Briwijaya. Malang.
LAMPIRAN
104

Lampiran 1. Scoresheet Organoleptik Ikan Beku

Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Beku (SNI 4110:2014)


Nama Panelis: …………………………… Tanggal:
………………………………
• Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan
pengujian.
• Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Spesifikasi Nil Kode contoh
ai 1 2 3 4 5
A. Dalam keadaan beku
1. Kenampakan (khusus untuk frozen block)

• Rata, bening, dan cukup tebal 9

• Tidak rata, ada bagain yang terbuka 7

• Tidak rata, bagian yang terbuka cukup 5


banyak
• Banyak bagian-bagian yang terluka 3

• Tidak terdapat lapisan es pada permukaan 1


produk
2. Pengeringan (dehidrasi)

• Tidak mengalami pengeringan 9

• Sedikit sekali pengeringan 7

• Pengeringan mulai jelas 5

• Banyak bagiam yang mengering 3

• Kering dan terjadi freeze-burning 1

3. Perubahan warna (diskolorasi)

• Belum mengalami perubahan warna 9

• Sedikit mengalami perubahan warna 7

• Banyak mengalami perubahan warna 5

• Perubahan warna hamper menyeluruh 3

• Perubahan warna menyeluruh 1


105

Pengamatan ke-1 Uji Organoleptiki Ikan Beku


A. Dalam Kondisi Beku

Pene Kenampakan Pengeringan Perubahan Rata-Rata Rata-


lis (dehidrasi) Warna Rata
(disklorasi) keseluru
han
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 7 9 7 9 9 9 7 9 8,33
2 7 9 9 9 9 9 7 9 9 8,56
3 9 9 7 9 9 7 7 9 7 8,11 8,33
4 7 7 9 9 7 9 9 7 9 8,11
5 9 9 9 9 9 7 7 9 7 8,33
6 9 7 9 9 9 9 9 7 9 8,56
Nilai 8,30 ≤ µ ≤ 8,36
Pengamatan ke-2 Uji Organoleptik Ikan Beku
A. Dalam Kondisi Beku

Pene Kenampakan Pengeringan Perubahan Rata-Rata Rata-


lis (dehidrasi) Warna Rata
(disklorasi) keseluru
han
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 7 9 9 9 7 9 9 9 8,56
2 7 9 9 9 9 7 7 9 9 8,33
3 9 9 7 7 9 9 7 9 9 8,33 8,44
4 9 7 9 9 7 9 9 7 9 8,33
5 9 9 9 9 9 7 9 9 9 8,78
6 7 9 9 9 9 9 7 7 9 8,33
Nilai 8,42 ≤ µ ≤ 8,46
Pengamatan ke-3 Uji Organoleptik Ikan Beku
A. Dalam Kondisi Beku

Pene Kenampakan Pengeringan Perubahan Rata-Rata Rata-


lis (dehidrasi) Warna Rata
(disklorasi) keseluru
han
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 7 9 9 9 7 9 7 7 8,11
2 7 7 9 9 7 9 7 9 9 8,11
3 9 7 7 7 9 9 7 9 9 8,11 8,22
4 7 9 9 9 9 9 9 7 9 8,56
5 9 7 9 9 9 9 9 7 7 8,33
6 9 7 7 9 9 9 9 7 7 8,11
Nilai 8,42 ≤ µ ≤ 8,46
106

Pengamatan ke-4 Uji Organoleptik Ikan Beku


A. Dalam Kondisi Beku

Pene Kenampakan Pengeringan Perubahan Rata-Rata Rata-


lis (dehidrasi) Warna Rata
(disklorasi) keseluru
han
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 7 9 7 9 9 9 8,56
2 9 7 9 7 9 9 7 9 9 8,33
3 9 9 7 9 7 9 9 9 9 8,56 8,56
4 9 9 9 7 9 9 9 9 9 8,78
5 9 9 7 9 9 7 9 9 9 8,56
6 9 7 9 7 9 9 9 9 9 8,56
Nilai 8,55 ≤ µ ≤ 8,57
Pengamatan ke-5 Uji Sensori Ikan Beku
A. Dalam Kondisi Beku

Pene Kenampakan Pengeringan Perubahan Rata-Rata Rata-


lis (dehidrasi) Warna Rata
(disklorasi) keseluru
han
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 7 9 9 7 9 9 7 8,33
2 9 7 9 9 7 9 7 9 9 8,33
3 9 9 7 7 9 9 7 9 9 8,33 8,33
4 7 9 9 9 9 9 7 9 9 8,56
5 9 7 9 9 9 7 9 9 7 8,33
6 9 7 7 9 9 9 7 9 7 8,11
Nilai 8,32 ≤ µ ≤ 8,34
1) ẋ = 8,33
∑(𝑥𝑖−𝑥)2
S2 = 𝑛
(8.33-8.33)²+(8,33-8.33)²+(8.33-8.33)²+(8.33-8.56)²+(8.33-8.33)²+(8.33-7.11)²
S² =
6
(0,05)+(0,05)
S² =
6
S2 = 0,016
S = 0,010
P = (X- 1,96.(S)/√n ) ≤ µ ≤ ( X +1,96.(S)/√n)
P = (8,33- 1,96.(0,01)/√6) ≤ µ ≤ (8,33+ 1,96.(0,01)/√6)
P = (8,33-1,96.(0,01)/2,44) ≤ µ ≤ (8,33+ 1,96.(0,01)/2,44)
P = (8,33– 0,008) ≤ µ ≤ (8,33 + 0,008)
P = 8,32 ≤ µ ≤ 8,34
107

Lampiran 2. Scoresheet Steak Ikan Beku


Lembar Penilaian Organoleptik Steak Ikan Beku (SNI 8271:2016)
Nama: ………………………………………… Tanggal: …………………………………
• Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
• Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Spesifikasi Nilai Kode contoh
1 2 3 4 5
A. Dalam keadaan beku
1. Lapisan es
• Rata, seluruh permukaan dilapisi es 9
• Tidak rata, bagian permukaan produk yang tidak dilapisi es kurang 7
lebih 30%
• Tidak rata, bagian permukaan yang tidak dilapisi es kurang dari 50% 5
2. Pengeringan (dehidrasi)
• Tidak ada pengeringan pada permukaan produk 9
• Pengeringan pada permukaan produk kurang lebih 30% 7
• Pengeringan pada permukaan produk kurang dari 50% 5
3. Perubahan warna (diskolorasi)
• Belum mengalami perubahan warna pada permukaan produk 9
• Perubahan warna pada permukaan produk kurang lebih 30% 7
• Perubahan warna pada permukaan produk kurang dari 50% 5
B. Sesudah dilelehkan (thawing)
1. Kenampakan
• Warna daging sesuai jenis, sangat cerah dan mengkilap 9
• Warna daging sesui jenis, cerah, kurang mengkilap 7
• Warna daging sangat jelas berubah dari aslinya, kusam 5
2. Bau
• Bau sangat segar 9
• Bau segar mengarah ke netral 7
• Bau asam 5
2. Tekstur
• Kompak, padat dan sangat elastis 9
• Kurang padat, kurang elastis, jaringan daging masih melekat kuat 7
• Tidak elastis, jaringan daging longgar dan daging agak mudah sobek 5
108

Pengamatan ke-1 Uji Sensori Steak Ikan Beku

A. Dalam Kondisi Beku


Penelis Lapisan Es Dehidrasi Perubahan Rata- Total
warna rata rata-rata

1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 7 9 9 9 7 9 9 7 9 8,33
2 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
3 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78 8,71
4 9 9 9 9 7 9 9 7 9 8,56
5 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78
6 9 9 9 9 9 9 9 7 9 8,78
Nilai 8,66 ≤ µ ≤ 8,76

Pengamatan ke-2 Uji Sensori Steak Ikan Beku


A. Dalam Kondisi Beku
Penelis Lapisan Es Dehidrasi Perubahan Rata- Total
warna rata rata-rata

1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 9 9 7 9 9 9 8,78
2 7 9 9 9 9 7 7 9 9 8,33
3 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00 8,63
4 9 7 9 9 7 9 9 7 9 8,33
5 9 9 9 9 9 7 9 9 9 8,78
6 7 9 9 9 9 9 9 7 9 8,56
Nilai 8,53 ≤ µ ≤ 8,73

Pengamatan ke-3 Uji Sensori Steak Ikan Beku


A. Dalam Kondisi Beku
Penelis Lapisan Es Dehidrasi Perubahan Rata- Total
warna rata rata-rata

1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78
2 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
3 9 9 7 9 9 9 7 9 9 8,56 8,78
4 9 9 9 9 9 9 9 7 9 8,78
5 9 9 9 9 9 9 9 7 9 8,78
6 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,78
Nilai 8,77 ≤ µ ≤ 8,79
109

Pengamatan ke-4 Uji Sensori Steak Ikan Beku


A. Dalam Kondisi Beku
Penelis Lapisan Es Dehidrasi Perubahan Rata- Total
warna rata rata-rata

1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 7 9 9 9 9 9 9 8,78
2 9 7 9 9 9 9 7 9 9 8,56
3 9 9 7 9 7 9 9 9 9 8,56 8,74
4 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
5 9 9 7 9 9 7 9 9 9 8,56
6 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
Nilai 8,52 ≤ µ ≤ 8,78
Pengamatan ke-5 Uji Sensori Steak Ikan Beku
A. Dalam Kondisi Beku
Penelis Lapisan Es Dehidrasi Perubahan Rata- Total
warna rata rata-rata

1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
2 9 7 9 9 9 9 7 9 9 8,56
3 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00 8,85
4 7 9 9 9 9 9 9 9 9 8,78
5 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9,00
6 9 9 7 9 9 9 9 9 9 8,78
Nilai 8,83 ≤ µ ≤ 8,87
1) ẋ = 8,85
∑(𝑥𝑖−𝑥)2
S2 = 𝑛
(8.85-9.00)²+(8.85-8.56)²+(8.85-9.00)²+(8.85-8.78)²+(8.85-9.00)²+(8.85-8.78)²
S² =
6
(0,02)+(0,08)+(0,02)+(0,00)+(0,02)+(0,00)
S² =
6
S2 = 0,023
S = 0,02
P = (X- 1,96.(S)/√n ) ≤ µ ≤ ( X +1,96.(S)/√n)
P = (8,85- 1,96.(0,02)/√6) ≤ µ ≤ (8,85+ 1,96.(0,02)/√6)
P = (8,85-1,96.(0,02)/2,44) ≤ µ ≤ (8,85+ 1,96.(0,02)/2,44)
P = (8,85 – 0,02) ≤ µ ≤ (8,85 + 0,02)
P = 8,83 ≤ µ ≤ 8,87
110

Pengamatan ke-1 Uji Sensori Steak Ikan Beku Sesudah dilelehkan (thawing)

B. Sesudah Dilelehkan (thawing)


Penelis Kenampakan Bau Tekstur Rata- Total
rata rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 7 7 7 7 9 9 7 7 7 7,44
2 9 7 7 9 7 7 9 9 7 7,89
3 7 7 9 7 9 7 9 9 7 7,89 7,85
4 7 9 7 9 7 9 9 7 9 8,11
5 9 7 7 9 7 7 9 9 7 7,89
6 7 9 9 7 9 7 9 7 7 7,89
Nilai 7,80 ≤ µ ≤ 7,90

Pengamatan ke-2 Uji Sensori Steak Ikan Beku


B.Sesudah Dilelehkan (thawing)
Penelis Kenampakan Bau Tekstur Rata- Total
rata rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 7 9 7 9 9 9 7 9 9 8,33
2 9 7 7 9 7 9 7 9 7 7,89
3 7 9 7 9 7 9 7 7 9 7,89 8,07
4 9 7 9 7 9 7 9 9 7 8,11
5 7 9 9 7 7 7 9 7 9 7,89
6 9 7 9 9 9 7 9 9 7 8,33
Nilai 8,03 ≤ µ ≤ 8,11

Pengamatan ke-3 Uji Sensori Steak Ikan Beku


B.Sesudah Dilelehkan (thawing)
Penelis Kenampakan Bau Tekstur Rata- Total
rata rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 7 7 9 7 9 7 9 7 7,89
2 7 7 7 9 7 7 9 7 9 7,67
3 9 7 9 7 7 9 7 7 9 7,89 7,89
4 9 7 7 9 7 7 9 7 9 7,89
5 7 7 9 7 9 9 7 9 7 7,89
6 9 7 9 9 7 7 9 7 9 8,11
Nilai 7,88 ≤ µ ≤ 7,90
111

Pengamatan ke-4 Uji Sensori Steak Ikan Beku


B.Sesudah Dilelehkan (thawing)
Penelis Kenampakan Bau Tekstur Rata- Total
rata rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 7 7 9 7 9 7 7 7 7,67
2 9 7 7 9 9 7 7 7 7 7,67
3 7 9 7 7 9 9 7 9 9 8,11 8,04
4 7 9 7 9 7 7 9 7 9 7,89
5 9 7 9 9 9 9 7 9 9 8,56
6 9 7 9 9 7 9 9 9 7 8,33
Nilai 7,70 ≤ µ ≤ 8,38

Pengamatan ke-5 Uji Sensori Steak Ikan Beku


B.Sesudah Dilelehkan (thawing)
Penelis Kenampakan Bau Tekstur Rata- Total
rata rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9 7 7 9 9 7 9 7 7 7,89
2 9 7 9 7 9 9 7 9 9 8,33
3 7 9 7 7 9 7 9 9 7 7,89 8,11
4 7 7 7 9 9 7 9 9 9 8,11
5 7 9 9 9 7 9 9 7 9 8,33
6 9 7 7 9 9 9 7 9 7 8,11
Nilai 8,08 ≤ µ ≤ 8,14
1) ẋ = 8,11
∑(𝑥𝑖−𝑥)2
S2 = 𝑛
(8.11-7.89)²+(8.11-8.33)²+(8.11-7.89)²+(8.11-8.11)²+(8.11-8.33)²+(8.33-8.11)²
S² =
6
(0,0484+(0,048)+(0,048)+(0)+(0,048)+(0)
S² =
2
S = 0,032 6
S = 0,04
P = (X- 1,96.(S)/√n ) ≤ µ ≤ ( X +1,96.(S)/√n)
P = (8,11- 1,96.(0,04)/√6) ≤ µ ≤ (8,11+ 1,96.(0,04)/√6)
P = (8,11-1,96.(0,04)/2,44) ≤ µ ≤ (8,11+ 1,96.(0,04)/2,44)
P = (8,11 – 0,03) ≤ µ ≤ (8,11 + 0,03)
P = 8,08 ≤ µ ≤ 8,14
Lampiran 3. Analisa Bahaya

Apakah Bahaya Potensial Nyata?


Penyebab Bahaya
Tahapan Proses Peluang Keparahan Signifikan Alasan Upaya
Bahaya Potensial (L/M/H) (L/M/H) (Ya/Tidak) Pencegahan
1 2 3 4 5 6 7 8
1.Penerimaan bahan Kenaikan Dilakukan
baku Suhu pengujian
histamine
Proses external
terbentuknya perenam bulan
Kimia Histamine dapat sekali dan
L H Ya
Histamine dimulai pada memonitoring
kapal setelah suhu produk
kematian ikan. dari tahap
penerimaan
sampai tahap
pengemasan.
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi
dengan SSOP
dan peralatan. PBC (TPC,
yaitu selalu
E. Coli, L M Tidak
menggunakan
Salmonella)
peralatan yang
bersih.

112
Pencemaran Dilakukan
lingkungan Kimia pengujian
Logam laboratorium
L M Tidak
Berat eksternal per
enam bulan
sekali.
Kontaminasi Disediakannya
selama alat metal
penanganan detector yang
Bahan baku
dikapal sudah dirancang
diterima dalam
penangkapan khusus untuk
bentuk beku
dan mendeteksi
bahaya serpihan
transportasi adanya serpihan
logam bisa
dari Logam berat L H Ya logam pada
terjadi karena
pelabuhan produk dimana
tidak
perikanan ke produk
sepenuhnya
pabrik. dilewatkan pada
terlihat secara
alat metal
keseluruhan.
detector
ditahapan metal
detecting.
2. Penyimpanan Suhu ruangan
sementara penyimpanan Biologi Memonitor suhu
beku yang PBG (TPC, penyimpanan
L M Tidak
tidak sesuai. E. Coli, beku dengan
Salmonella) data logger.

113
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
3. Penimbangan 1 Kenaikan
Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.

Kontaminasi Selalu dicontrol


dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
4. Pemotongan Kenaikan
Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.

114
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
Serpihan mata Disediakannya
gergaji alat metal
detector yang
sudah dirancang
khusus untuk
Produk hanya
mendeteksi
dikontrol secara
Fisik adanya serpihan
visual diluar
Serpihan L H Ya logam pada
permukaan
logam produk dimana
produk maupun
produk
didalam.
dilewatkan pada
alat metal
detector
ditahapan metal
detecting.
5. Pembuangan isi perut Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
peralatan. E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.

115
6. Penimbangan 2 Kenaikan
Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.

Kontaminasi Selalu dicontrol


dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
7. Glazing 1 Kontaminasi
dari air, Biologi Dapat
karyawan dan PBG (TPC, dikendalikan
L M Tidak
peralatan. E. Coli, oleh SSOP.
Salmonella)

8. Pembekuan Suhu ruangan


penyimpanan Biologi Memonitor suhu
beku yang PBG (TPC, penyimpanan
L M Tidak
tidak sesuai. E. Coli, beku dengan
Salmonella) data logger.

116
Kontaminasi Selalu dicontrol
dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.
9. Glazing 1 Kontaminasi
dari air, Biologi Dapat
karyawan dan PBG (TPC, dikendalikan
L M Tidak
peralatan. E. Coli, oleh SSOP.
Salmonella)

10. Timbang 3 Kenaikan


Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.

Kontaminasi Selalu dicontrol


dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.

117
11. Pendeteksi logam Kenaikan
Biologi Selalu di control
Suhu.
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.
Kontaminasi
selama Jika alat metal
Alat metal
penanganan detector tidak
detector
dikapal dikontrol
sebelum
penangkapan, kemungkinan
digunakan dicek
transportasi bahaya serpihan
kesensitivitasan
dari Serpihan logam bisa
L H Ya alat dan selama
pelabuhan logam terjadi dan
proses setiap 2
perikanan ke berdampak
jam sekali.
pabrik, dan langsung pada
Kalibrasi alat
penanganan organ tubuh
setiap 1 tahun
produk yang
sekali.
selama di mengkonsumsi.
pabrik.
12. Packing and Kontaminasi Selalu dicontrol
Labeling dari pekerja Biologi dengan SSOP
dan peralatan. PBG (TPC, yaitu selalu
L M Tidak
E. Coli, menggunakan
Salmonella) peralatan yang
bersih.

118
13. Penyimpanan Suhu ruangan
produk akhir penyimpanan Biologi Memonitor suhu
produk akhir PBG (TPC, penyimpanan
L M Tidak
yang tidak E. Coli, beku dengan
sesuai. Salmonella) data logger.

14. Pemuatan Kenaikan


Suhu. Biologi Selalu di control
PBG (TPC, dengan GMP
L M Tidak
E. Coli, mempertahanka
Salmonella) n suhu rendah.

119
Lampiran 4. Penentuan Critical Control Point
P1 P2 P3 P4
Apakah ada Apakah tahapan Apakah bahaya Apakah tahapan
tindakan ini didesain yang terjadi dapat berikutnya
pencegahan pada khusus untuk meningkat dapat
tahapan tersebut dapat melebihi level mengurangi
untuk mencegah menghilangkan yang dapat bahaya
atau meminimalkan atau mengurangi diterima atau signifikan yang CCP /
No Tahapan Bahaya bahaya yang kemungkinan melebihi batas telah Not
Proses Potential mungkin terjadi. terjadinya hazard kritis. diidentifiksi CCP
sampai tingka pada tahapan
Jika ya : lanjutkan yang diterima. Jika ya : lanjut P4 tersebut.
P2 Jika tidak :
Jika tidak : bukan Jika ya : CCP stop/CCP Jika ya : bukan
CCP/stop Jika tidak : Jika tidak : CCP
lanjut P3
1. Penerima
an bahan Histamin Ya Tidak Ya Tidak CCP
baku
3
Ya Tidak Ya Ya
Penyiangan Serpihan Logam NOT CCP

4 Pemotongan
Serpihan Logam NOT
(Pembentuk Ya Tidak Ya Ya
CCP
steak)
5 Pemeriksaan
Serpihan Logam
logam Ya Ya - - CCP

120
Lampiran 5. Penetapan Critical Limits (CL)
No Tahapan Proses Bahaya signifikan Batas-batas kritis Sumber

1 Penerimaan bahan baku Kimia : Logam Cd maksimal 0,10 Mg/kg,


berat Hg maksimal 0,50Mg/kg,
Pb maksimal 0,20 Mg/kg SNI

Histamin Maksimal.100 SNI

2 Deteksi Logam Fisik


Potongan logam berupa
:
Stainless (Sus) 4,5mm Perusahaan
Besi (Fe) 4,0mm
Non fe 4,5mm

121
Lampiran 6. Pemantauan (Monitoring) Critical Control Point (CCP)

Bahaya Pengawasan Tindakan Rekam


CCP Verifikasi
Signifikan Batas Kritis Apa Bagaimana Frequensi Siapa Perbaikan an
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penerimaan Histamine Kandungan Histamin Produk Uji Laborato Jika terdapa hasil Dilakukan
bahan baku histamin dilakukan histamin, rium pengujian yang pengujian
Logam ˂50ppm Logam pengujian logam berat eksternal tinggi, maka histamin
berat berat histamine, perenam dan dilakukan dan logam
Hg, Pb, Cd pengujian bulan sekali quality pengujian ulang berat
logam berat, dan control pada bahan baku perenam
dan monitoring yang sama. Dan bulan
monitoring suhu setiap jika ditemukan sekali.
suhu lot suhu bahan baku
penerimaan kurang dari
standar -18°C
dengan fluktuasi
suhu kurang lebih
3°C diberikan
label untuk
identitas sedang
dilakukan
pengujian

122
Pendeteksi Sensitifitas Stainless Sensitifit Alat metal Sebelum Kepala saat tes piest Kalibrasi
Logam mesin 4,5mm as alat detector dan produksi dilewatkan pada setiap 1
Besi (Fe) pendetek setiap 2 jam selama dan QC alat metal tahun
4,0mm si sekali di cek alat metal detector tidak sekali
Non-Fe serpihan sensitivitasn detector terdeteksi. Alat
4,5mm logam ya beroperasi metal detector
Serpihan menggunak . dicek ulang atau
Lapon
logam an test piest memanggil
pendete
bagian mekanik
ksi
sampai berfungsi
logam
dengan baik.

123
Tidak Kandung Produk Setiap Kepala Jika ditemukan Kalibrasi
diperbolehka an dilewatkan Produk produksi produk yang setiap 1
n terdapat serpihan pada metal selama dan QC diduga tahun
logam pada logam detector proses mengandung sekali
produk berat serpihan
pada dipisahkan
produk terlebih dahulu,
pelagis diidentifikasi
dengan dilakukan
pencairan pada
Lapon
produk bila
pendete
ditemukan bahaya
ksi
serpihan logam
logam
diambil dari
produk. Dan
produk dilakukan
pembekuan
kembali lalu
produk
dilewatkan
kembali pada
tahapan metal
detecting.

124
Lampiran 7. Tindakan Koreksi
No Tahapan Proses Bahaya Potensial Tindakan Koreksi
1 2 3 4
1 Penerimaan Bahan Baku Histamin • Jika bahan baku yang datang mengandung histamin yang melebihi
standar maka dilakukan pengujian ulang pada supplier yang sama.
• Tidak melanjutkan menggunakan jasa supplier tsb sampai dapat
dibuktikan bahwa pemasok talah memperbaharui cara
penangkapan dan penanganan ikan diatas kapal yang sesuai
dengan standar.

Logam berat • Jika bahan baku yang datang mengandung logam berat , bahan
baku akan ditolak.
• Tidak melanjutkan menggunakan jasa supplier tsb sampai dapat
dibuktikan bahwa pemasok talah memperbaharui cara
penangkapan dan penanganan ikan diatas kapal yang sesuai
dengan standar dan evaluasi control.
2 Deteksi Logam Serpihan Logam • Produk yang ditolak oleh pendeteksi metal akan ditahan dan
ditempatkan di tempat yang terpisah.
• Produk tsb akan dilelehkan dan dilakukan pencarian potongan
logam dan dikeluarkan dari produk.

• Menahan seluruh produk sejak control terakhir yang


Sensivitas mesin
dikonfirmasi bahwa mesin berfungsi dengan baik hingga dapat
melewati kembali melalui pendeteksi logam.
• Melakukan perbaikan terhadap mesin dan penetapan ulang mesin
pendeteksi logam.

125
Lampiran 8. Verifikasi
No Tahapan Proses Bahaya Potensial Verifikasi Record
1 2 3 4 5
1 Penerimaan bahan baku Histamin dan Logam • Jaminan dan laporan tindakan perbaikan Form
Berat • Melakukan pemantauan ke UPI atau kapal penerimaa
penangkapan ikan oleh QC dan staf pembelian n bahan
bahan baku minimal 1 tahun sekali baku
• Menguji logam berat dan histamin di
laboratorium eksternal setiap 6 bulan diambil
masing-masing 3 lot yang berbeda.

2 Deteksi Metal Potongan Logam • Melakukan pemeriksaan ulang produk setelah Form
potongan logam dibuang dengan melewatkan monitoring
kembali melalui pendeteksi logam logam
berat
• Memeriksa kembali kepekaan pendeteksi logam
Sensifitas Mesin dengan acuan standar

126
127

Lampiran 9. Sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)


128

Lampiran 10. Format PPK online


129

Lanjutan Lampiran PPK Online


130

Lampiran 11. Sertifikat Health Certificate (HC)


131

Lampiran 12. Sea Way Bill (SWB)


132

Lampiran 13. Certificate of Origin (COO)

Anda mungkin juga menyukai