Anda di halaman 1dari 57

PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Point)PADA PROSES PENGOLAHAN IKAN TUNA LOIN


DI PT. MINA MALUKU SEJAHTERA

LAPORAN KERJA PRAKTEK AKHIR


PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN

OLEH:

MELANI
NIT:19.4.13.092

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADANPENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN
PERIKANAN POLITEKNIK KELAUTAN DAN
PERIKANAN BITUNG 2022
ii

PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA PROSES


PENGOLAHAN IKAN TUNA LOIN DI PT. MINA MALUKU SEJAHTERA

OLEH:

MELANI
NIT:19.4.13.92

Laporan KPA ini disusun sebagai salah satu persyarat


Untuk memperoleh sebutanAhli Madya Perikanan (Amd.Pi)
Pada Program Studi Teknik Pengolahan Produk Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADANPENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN
PERIKANAN POLITEKNIK KELAUTAN DAN
PERIKANAN BITUNG 2022
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Penerapan HACCP (Hazard Analysis

Critical Control Pont) pada Proses

Pengolahan Ikan TunaLoin di PT. Mina

Maluku Sejahtera

Nama : Melani

NIT : 19.4.13.092

Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Hetty M.P. Ondang, S.Pi., M.Si Dr. Achmad Jais Ely, S.T., M.Si
NIP. 197207182001122001 NIP.197506032002121001

Mengetahui,
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung

Daniel H.Ndahawali. S.Pi., M.Si


NIP. 1972071720021200
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul :Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Pont) pada Proses Pengolahan Ikan

TunaLoin di PT. Mina MalukuSejahtera

Nama : Melani

NIT : 19.4.13.092
v

RIWAYAT HIDUP

Melani, lahir di Pulau Osi pada tanggal 20 Oktober 1998. Anak keempat

dari Empat bersaudara dari pasangan Jabir dan Nor ma. Dunia pendidikan formal

dimulai pada tahun 2005, dengan memasuki Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Pulau

Osi dan lulus tahun 2011. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada

Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) Negeri 6 seram Barat dan lulus tahun

2014, kemudian melanjutkan pada Sekolah Supm Negeri Waiheru Ambon lulus

tahun 2017. Pada tahun 2020 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang diploma

tiga dan diterima pada program studi Pengolahan Hasil Laut Politeknik Kelautan

dan Perikanan Bitung dan lulus pada tahun 2022 dengan gelar Ahli Madya

Perikanan (A.Md.Pi).
vi

RINGKASAN

MELANI NIT:19.14.13.092. Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical


Control Point) pada proses pengolahan Ikan tuna loin di PT. Mina Maluku
Sejahtra. Dibimbing oleh Hetty Ondang, S.Pi.,M.Si dan Achmad Jais Ely,
S.Pi.,M.Si

Ikan tuna merupakan ikan pelagis hasil tangkapan perairan


Indonesia yang banyak dijual melalui tempat pelelangan ikan. Salah satu
produsen yang melakukan pengolahan tuna loin adalah PT. Mina Maluku
Sejahtera. Standar yang ditetapkan untuk menjamin system keamanan
pangan yaitu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang harus
dipenuhi oleh perusahaanikan untuk menjamin mutu produk. Sistem
manajemen keamanan pangan memiliki pondasi dasar yaitu GMP (Good
Manufacturing Practice). Kegiatan Keja Praktek Akhir (KPA) ini bertujuan
untuk mengetahui penerapan HACCP dalam proses pengolahan tuna loin di
PT. Mina Maluku Sejahtera. Metode yang digunakan adalah metode data
primer, data sekunder dan wawancara.

Penerapan HACCP di PT. Mina Maluku Sejahtera yang meliputi


pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi penggunaan,
penyusunan diagram alir proses, pemeriksaan diagram alir proses, analisis
bahaya, penetapan batas ktiris setiapCCP, penetapan tindakan monitoring
setiap CCP, menetapkan tindakan koreksi dan menetapkan prosedur
verifikasi. Penerapan HACCP pada proses pengolahan ikan tuna sudah
berjalan baik. Hasil penelitian menunjukan pada proses pengolahan tuna
loin di PT. Mina Maluku Sejahtera yaitu : penerimaan bahan baku,
pencucian I, pembuangan daging hitam, pengulitan, perapihan,
penimbangan, pencucian II, penyuntikan CO, pendinginan, pengecekan
akhir, vacum, pembekuan ABF, pengemasan
vii

dan pelabelan, penyimapanan beku dan pemuatan/stuffing.

Kata kunci : GMP, HACCP, Titik Kendali Kritis (CCP), Tuna Loin.
viii

ABSTRACK

MELANI NIT:19.14.13.092. Application of HACCP (Hazard Analysis Critical


Control Point) in the processing of tuna loin at PT. Mina Maluku Prosperous.
Supervised by Hetty Ondang, S.Pi.,M.Si and Achmad Jais Ely, S.Pi.,M.Si

Tuna is a pelagic fish caught in Indonesian waters which is mostly sold


through fish auctions. One of the producers who process tuna loin is PT.
Prosperous Maluku Mina. The standard set to guarantee a food safety system is
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) which must be met by fish
companies to ensure product quality. The food safety management system has a
basic foundation, namely GMP (Good Manufacturing Practice). This Final
Practical Work Activity (KPA) aimsto determine the application of HACCP in the
processing of tuna loin at PT. Prosperous Maluku Mina. The method used is the
method of primary data, secondary data and interviews.
Implementation of HACCP at PT. Mina Maluku Sejahtera which includes the
formation of the HACCP team, product descriptions, identification of uses,
preparation of process flow diagrams, inspection of process flow diagrams, hazard
analysis, determination of critical limits for each CCP, determination of
monitoring actions for each CCP, setting corrective actions and establishing
verification procedures. The application of HACCP in the tuna fish processing has
been going well. The results showed that the processing of tuna loin at PT. Mina
Maluku Sejahtera, namely: receiving raw materials, washing I, removing black
meat, skinning, trimming, weighing, washing II, injecting CO, cooling, final
checking, vacuuming, freezing ABF, packaging and labeling, frozen storage and
loading/stuffing.
Keywords: GMP, HACCP, Critical Control Point (CCP), Tuna Loin.
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat


danhidayahnya kepada kita semua khususnya penulis. Amin
Pertama – tama penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik moral
ataupunmateril
2. Dr. Rudi Saranga, S.Pi, M.Si selaku Koordinator Politeknik Kelautan dan
Perikanan Maluku
3 Hetty M.P. Ondang, S.Pi., M.Si selaku pembimbing utama
4. Dr. Achmad Jais Ely, S.T., M.Si selaku pembimbing pendamping
5. Desry . N . Manuhuttu, S.Pi. M.Si Sebagai Ketua Program Studi
PengolahanHasil Laut (PHL).
6. Pimpinan PT. Mina Maluku Sejahtera serta staf dan karyawan yang telah
memberikan bantuan dan kerja sama selama penulis mengikuti praktek kerja
lapangan
7. Terakhir Almamater tercinta yang selalu setia untuk mendidik dan
mendewasakan penulis.
8. Dan semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu penulis.

Ambon, Juni 2022

Melani
ii

DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... v
ABSTRACK ................................................................................................. viii
UCAPAN TERIMAH KASIH ...................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR...................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan .................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Deskripsi Ikan Tuna ................................................................................ 3
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus Albacares)...................... 3
Komposisi Kimia Ikan Tuna ................................................................... 4
Sistem Jaminan Mutu Pangan Berdasarkan Konsepsi HACCP ................ 5
Good Manufacturing Practices (GMP) .................................................... 7
Santation Standard Operating Procedures (SSOP) ................................... 7
Penerapan HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point) ............... 11
III. METODE PRAKTEK ............................................................................. 13
Waktu dan Tempat ................................................................................ 13
Alat dan Bahan ..................................................................................... 13
Pengambilan Data ................................................................................. 14
Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 15
Analisis Data........................................................................................ 16
Prosedur kerja ....................................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 17
Sejarah Perusahaan ............................................................................... 18
Lokasi Perusahaan ................................................................................ 18
iii

Visi Dan Misi Perusahaan ..................................................................... 19


Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan .............................................. 19
Proses pengolahan ikan tuna loin .......................................................... 20
Persyaratan Kelayakan Dasar Dalam Penerapan HACCP pada
Pembekuan Tuna Loin di PT. Mina Maluku Sejahtera ..................... 29
V. PENUTUP ............................................................................................... 36
Kesimpulan........................................................................................... 36
Saran .................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37
LAMPIRAN .................................................................................................. 40
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Kimia Ikan Tuna................................................................................. 20


2. Alat ...................................................................................................................... 28
3. Bahan................................................................................................................... 29
4. Tim HACCP ........................................................................................................ 46
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Penerimaan Bahan Baku ..................................................................................... 36
2. Proses Pencucian I .............................................................................................. 36
3. Pembuangan Daging Hitam................................................................................. 37
4. Pengulitan ........................................................................................................... 37
5. Perapihan ............................................................................................................ 38
6. Penimbangan ...................................................................................................... 39
7. Pencucian II ........................................................................................................ 40
8. Penyuntikan CO .................................................................................................. 40
9. Pendinginan ........................................................................................................ 41
10. Pengecekan Akhir ............................................................................................. 42
11. Vacum .............................................................................................................. 42
12. Pengemasan dan Pelabelan ................................................................................ 43
13. Penyimpanan Beku ........................................................................................... 44
14. Pemuatan/Stuffing ............................................................................................. 44
vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Jurnal Kegiatan KPA
58
2. Kartu Kendali Bimbingan
60
3. Lokasi Perusahaan
62
4. Diagram TPK/CCP Diagram
63
5. Diagram Struktur Organisasi ....................................................................................... 6
1

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu penghasil ikan tuna yang cukup besar
karena memiliki wilayah kelautan yang cukup luas dengan bentangan luas
laut mencapai kurang lebih 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan
kepulauan/laut Nusantara 2,3 juta km2 , perairan territorial 2,8 juta km2
perairan pedalaman dan kepulauan 2,7 km2 Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) dikelilingi lebih
17.500 pulau dan panjang pantai 95.181 km. Terdapat perairan umum di
wilayah daerah seluas 0,54 juta km2 . Potensi ekonomi kelautan
diperkirakan mencapai Rp 7.200 triliun per tahun. (Indonesia Maritime
Institute, 2010).
Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas ekonomi
penting perikanan baik dipasar global maupun di Indonesia. FAO (2005)
menyatakan bahwa ikan golongan scomboid sejauh ini menjadi salah satu
komoditas paling banyak di ekspor didunia. Hal ini dibuktikan dengan
jumlah total ekspor tuna dunia pada tahun 2008 yang mencapai angka 7,5
miliar USS (Josupeit 2010.) Indonesia sebagai salah satu Negara
eksportir tuna mengekspor sebesar
121.136 ton pada tahun 2005, dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan
menjadi 134.673 ton (BRKP) 2009. Peningkatan jumlah tersebut juga
disebabkan meningkatnya permintaan pasar, bukan hanya untuk produk
segar, melainkan juga untuk produk olahannya seperti tuna loin, tuna fillet
bahkan olahan dalam kaleng.
Dengan melihat perkembangan dan peningkatan penghasilan produksi
hasil perikanan khususnya pada ikan tuna, maka penting kita mengikuti
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin berkembang
mengakibatkan meningkatnya persaingan ketat dipasar internasional
maupun nasional terutama pada industry pangan. Tuntutan menghadapi
pasar bebas tersebut menjadi alasan penting bagi industri pangan di
Indonesia untuk semakin meningkatkan mutu dan jaminan keamanan pada
produk-produk
2

olahan pangan. Produk olahan pangan yang bermutu dan aman pada
industri pangan di Indonesia akan mampu menjaga pasaran dan kontinuitas
usahanya yang pada akhirnya mampu memberikan devisa pada Negara.
Salah satu cara untuk menjamin keamana produk yang akan dipasarkan
yaitu dengan menggunakan system pengendalian kualitas keamanan
pangan yang mempunyai tujuan dan tahapan jelas, yaitu metode HACCP
(Hazard Analisis Critical Control Point). Menurut Muhandri dan Kadarisma
(2008) HACCP merupakan suatu system yang digunakan untuk
mengkategorikan bahaya dan menentukan system pengendalian yang
memfokuskan pada pencegahan. Salah satu alasan mengenai mengenai
pentingnya penerapan system HACCP pada industry pangan adalah karena
selama proses produksi memiliki peluang terjadinya pencemaran yang
dapat membahayakan konsumen. Pencemaran tersebut misalnya
kontaminasi silang yang terjadi dari karyawan yang kurang menjaga
kebersihan dan kenaikan suhu disaat proses produksi steak tuna beku.
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer
sampai pad konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia(BSN,1998).

Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan praktek ini yait u


1. Mengetahui penerapan HACCP dalam proses pengolahan tuna
loinbeku di PT. Mina Maluku Sejahtera.
2. Mengetahui alur proses pengolahan tuna loin
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ikan Tuna

Ikan tuna merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki harga
sangat mahal. Pengolahan dan penangan ikan Tuna sangat penting untuk
diketahui dan dipahami dalam upaya menjaga konsistensi kualitas produk
dan penanganannya harus dimulai sejak dilakukan penangkapan.
Evektifitas tindakan dalam mengontrol kualitas Tuna sangat ditunjang oleh
pengetahuan terhadap biologi Tuna. Dalam system klasifikasi, tuna
termasuk family Scombroid kandungan asam aminobebas histidin yang
tinggi dan jika tidak ditangani dengan tepat maka histidin dalam daging
Tuna akan diubah oleh bakteri menjadi senyawa toksik yang disebut
histamin. Histamine akan mengakibatkan keracunan scombroid atau
semacam alergi (Junianto, 2003).

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus Albacares)

Menurut Junian to (2003), ikan tuna termasuk dalam keluarga


Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu mempunyai dua sirip belakang. Ikan
tuna mempunyai jari-jarisirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung
dan sirip dubur. Sirip dada terletakkan agak ke atas, sirip perut kecil, sirip
ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh
ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru
tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki
sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna
gelap. Berikut Klasifikasi ikan tuna menurut (Ditjen P2HP, 2006):

Kingdom :Animalia Phylum :Chordata


Order :
4

Percifor
mes
Family :
Scrombidae
Genus : Thunnus
Species : Thunnus Albacore

Yellowfin adalah tipe dari tuna yang dikonsumsi oleh manusia sebagai
makanan, tuna ini di temukan di perairan terbuka lautan tropik dan sub
tropik di seluruh dunia, tidak terkecuali dilaut mediterania. Yellowfin juga
disebut ahli atau tuna ekor kuning, biasanya lebih besar dari pada albacora,
mencapai berat lebih dari 150 kg. Dagingnya merah muda pucat dengan
cita rasa yang sedikit lebih kuat dari pada albacora. Panjangnya dilaporkan
dapat mencapai sekitar 2,4 m. Kedua sirip punggung dan sirip ekor
berwarna kuning cerah, sebagian badannya berwarna biru metalik gelap
(kehitaman) berubah hingga silfer atau keperakkan dibagian perut, yang
juga memiliki sekitar 20 garisvertikal (Ditjent P2HP, 2006).

Komposisi Kimia Ikan Tuna

Komposisi kimia daging Ikan Tuna berfariasi menurut jenis, umur,


kelamin, dan musim. Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak
sebelum dan sesudah memijah, serta pada bagian tubuh yang satu dengan
yang lain. Ketebalan lapisan lemak dibawah kulit berubah menurut umur
dan Musim. Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding perut yang
berfungsi sebagaigudang lemak ikan Tuna dengan kandungan lemak tinggi
adalah bahan terbaik
5

untuk pembuatan sashimi (Murniyati dan sudarman,


2000).Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Tuna (dalam %
berat)
Jenis Air Protein Lemak Mineral Abu
Northern Bluefin:
Daging merah (akami) 68,70 28,30 1,40 0,10 1,50
Daging berlemak (toro) 52,60 21,40 24,60 0,10 1,50
Southern Bluefin:
Daging merah (akami) 65,60 23,60 9,30 0,10 1,40
Daging berlemak (toro) 63,90 23,10 1,60 0,10 1,30
Yellowfin:
Daging merah 74,20 22,20 2,10 0,10 1,40
Marlin 72,10 25,40 3,00 0,10 1,40
Skipjack 70,40 25,80 2,00 0,10 1,40
Mackerel 62,50 19,80 16,50 0,10 1,40

Sumber: Murniyati dan Sunarman (2000).

Sistem Jaminan Mutu Pangan Berdasarkan Konsepsi HACCP

HACCP (Hazard Analysis Critical Conrol Point) adalah suatu jaminan


manajemen mutu yang diterapkan untuk memberikan jaminan keamanan
dan mutu pangan serta menentukan titik kritis yang harus dilakukan dengan
pengawasan secara ketat. (Thaheer, 2005).
HACCP merupakan suatu system yang mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan mengotrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap resiko bahaya
signifikan yang terkait dengan ketidak amanan pangan (Codes Alimentarius
Commission,2001). System HACCP dikembangkan atas dasar identifikasi
titik pengendalian kritis dalam tahappengolahan dimana kegegelan
dapatmenyebabka resiko bahaya. Praktisi HACCP dituntut dapat
melakukan pengawasan mutu secara mandiri (self regulatory atau
monitoring quality control) yang konsekuen dan bertanggung jawab.
6

Konsep HACCP berdasarkan PERMEN No. 19 Tahun 2010 terdiri


daritujuhperinsip, yaitu:
1) Analisa bahaya (hazard)dan identifikasi tindakan pencegahan

2) Identifikasi titik-titik pengendalian kritis (Critical


ControlPoint atauCCP)
3) Penetapan batas kitis (critical Limit)

4) Penetapan prosedur pemantauan (monitoring) terhadap


setiapCCP

5) Penetapan tindakan koreksi (corretif action) yang harus


dilakukanapabila terjadi penyimpangan terhadap batas
kritis.
6) Penetapan system pencatatan (record keeping)

7) Penetapan procedure verifikasi

Hazard pada analisa perikanan dikelompokkan menurut jenis


analisanya yang berkaitan dengan:

1) Keamanan pangan (food safety)

Keamanan pangan adalah salah satu aspek dari suatu produksi


yang dapat menimbulkan penyakit atau kematian yang disebabkan
olehfaktor biologis, kimiawi dan fisika.
2) Kelayakan keutuhan produk (wholesomeness atau food hygine)

Kelayakan keutuhan produk adalah karakteristik dari suatu produk


atau yang berhubungan dengan kontaminasi produk atau
kebersihan (sanitasi)
3) Kerugian secara ekonomis (Economic Fraud)

Kerugian ekonomis adalah tindakan yang bersifat illegal atau


menyesatkan. Tindakan tersebut termasuk penggunaan bahan
tambahan yang salah, kekurangan timbangan dan lain-lain.
7

Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara produksi yang baik dan
benar yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengolahan
makanan untuk menghasilkan produk dengan mutu yang tinggi dan aman
dikonsumsi (Djazuli N, 2000).
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu metode atau
cara berproduksi yang baik dan benar dalam rangka menghasilkan produk
dengan mutu yang baik sesuai dengan harapan. Good Manufacturing
Practices (GMP) meliputi 8 persyaratan yaitu:
1. Persyaratan bahan baku

2. Persyaratan bahan pembantu dan tambahan (food aditives)

3. Persyaratan produk akhir

4. Persyaratan penanganan

5. Persyaratan pengolahan

6. Persyaratan pengemasan

7. Persyaratan penyimpanan

8. Persyaratan pengangkutan dan distribusi

Santation Standard Operating Procedures (SSOP)

Sanitasi merupakan hal yang utama dan memegang peranan penting


dalam berbagai industri termasuk industri pangan ( Rianti, Christoper,
Lestari & Kiyat, 2018). Oleh karena itu, selain diperlukan fasilitas sanitasi
pada UPI juga diperlukan pengawasan sanitasi yang ketat agar kualitas
produk yang dihasilkan tetap dalam kondisi baik dan terjaga dari
kontaminasi silang. Berdasarkan KEMENKES RI No
1098/Menkes/SK/VII/2003, faktor fisik meliputi faktor bangunan, faktor
kontruksi dan faktor sanitasi. Hal ini menjadi
8

hal yang penting untuk diketahui mengingat lingkungan merupakan salah


satu sumber penyakit apabila tidak diperhatikan baik-baik.
Proses pengolahan makanan mulai dari awal produksi sampai dengan
makanan siap dihidangkan kemungkinan terdapat adanya kontaminasi
bakteri dapat berasal dari orang yang mengolah atau menangani makanan
termasuk perilaku hygiene perorangan. Makanan merupakan kebutuhan
dasar manusia, sehingga kualitas makanan menjadi salah satu hal yang
perlu diperhatikan terutama dalam hal sanitasi yang mencakup faktor
lingkungan hidup. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat
mengakibatkan terpaparnya manusia terhadap penyakit. Masalah sanitasi
termasuk masalah yang kompleks sehinggasenantiasa berubah dari waktu
ke waktu. Dalam pelaksanaan penerapan SSOP, meliputi 8 kunci SSOP
yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Menurut Winarno & Surono (2004),
SSOP terdiri atas 8 kunci persyaratan sanitasi yang digunakan dalam
industri yaitu:
1. Keamanan Air dan Es
Air dan es yang digunakan terutama yang kontak langsung dengan ikan.
Air yang digunakan berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman
dandikelola dengan sistem yang baik.
2. Kondisi permukaan yang berhubungan langsung dengan bahan
pangan
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan
produk meliputi alat, sarung tangan dan pakaian kerja. Tindakan
pengendalian dan pengawasannya yaitu:
a. Permukaan yang kontak dengan pangan harus bersih dan
diinspeksi oleh Supervisor sanitasi untuk memastikan bahwa
kondisinya cukup bersih.
b. Permukaan yang kontak pangan harus bersih dan disanitasi.
- Sebelum kegiatan dimulai, permukaan yang kontak dengan
pangan dibersihkan dengan air dingin dan disanitasi
dengan jenis sodium hypoklorit 100 mg/L.
9

- Selama istirahat, kotoran dalam bentuk padatan harus


dihilangkan dari lantai, peralatan dan permukaan yang
kontak denga pangan dibersihkan dengan sikat dan
pembersih alkalin terklorinasi pada air hangat. Permukaan
dan lantai dibersihkandengan air dingin.
- Di akhir kegiatan produksi, padatan atau sisa-sisa bahan
baku dibersihkan dari lantai, peralatan dan permukaan
yang kontak dengan pangan.
c. Karyawan memakai sarung tangan dan pakaian luar yang bersih
- Karyawan yang bekerja di ruang bahan baku dan proses
menggunakan sarung tangan dan pakaian luar yang bersih
dan sepatu yang ditentukan. Pakaian karyawan dibersihkan
dan disanitasi setiapdua hari sekali dan setiappergantian
shift.
- Karyawan yang bekerja di bagian lain pun apabila akan
masuk ke area proses harus menggunakan baju luar dan
sepatu yang ditentukan.
a. Pencegahan kotaminasi silang
Pengendalian dan pengawasan pencegahan kontaminasi silang sebagai
berikut:
a. Kegiatan karyawan tidak boleh menghasilkan kontaminasi
pangan.
- Karyawan yang bekerja di ruang produksi menggunakan
tutup kepala, sarung tangan, (ganti sesuai kebutuhan) dan
tidak diperbolehkan memakai perhiasan.
- Karyawan harus mencuci tangan dan sarung tangan serta
melakukan sanitasi sebelum pekerjaan dimulai.
- Karyawan tidak diperbolehkan memakan makanan dan
minuman serta merokok di area produksi.
- Karyawan melakukan sanitasi sepatu dan bak yang berisi
Ammonium klorida 800 mg/L sebelum menasuki area
proses.
10

- Supervisor produksi mengawasi kegiatan karyawan


denganfrekuensi sebelum kegiatan dan setiap 4 jam selama
proses berlangsung.
b. Lantai pabrik harus pada kondisi dimana adanya
perlindungan untuk menghindari kontaminasi pada pangan
dengan frekuensi monitor setiap hari sebelum kegiatan
produksi dimulai.
c. Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan
produksi berlangsung dengan frekuensi monitor setiap 4
jam.
d. Lantai dalambentuk sudut untuk memudahkan
pembersihan dengan frekuensi monitor setiap hari sebelum
kegiatandimulai.
e. Lay out pabrik dibangun pada kondisi yang baik. Lokasi
area bahan baku dan proses terpisah.
f. Pembersih dan peralatan sanitasi diberi kode setiap area
spesifik di lingkungan pabrik.
4. Menyediakan fasilitas kebersihan seperti fasilitas cuci
tangan sanitasi dan toilet
Toilet dan fasilitasnya harus dilengkapi dengan pintu yang
dapat tertutup secara otomatis, selalu terpelihara dengan
baikdan tetap bersih, disanitasi setiap hari pada akhir proses
produksi.

5. Proteksi dari bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan


kontaminan.
Perlindungan produk, bahan pengemas produk yang
berhubungan dengan permukaan bahan yang memakai
minyak, pestisida, solar, sanitizer, dan lainnya. Tindakan
pengendalian dan pengawasannya adalah sebagai berikut:
a. Bahan kimia disimpan secara terpisah di luar area proses dan
11

pengemasan.
b. Makanan, bahan kemasan makanan dan permukaan yang
kontak langsung dengan pangan harus terlindung dari bahaya
biologis, fisik dan kimia. Lampu yang menggunakan
pelindung digunakan di area proses dan pengemasan dengan
frekuensi pengawasan setiap sebelum kegiatan dan setiap 4
jam sekali.
d. Kotoran tidak boleh mengkontaminasi makanan atau bahan
kemasan dengan frekuensi pengawasan setiap 4 dan 8 jam.
6. Pelabelan dan penyimpanan bahan yang bersifat toksi,
beracundan berbahaya
Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan
pembersih, bahan sanitasi, minyak pelumas, bahan
kimia/pestisida dan bahan kimia beracun lainnya harus
diberi label dan disimpan dalam ruangan khusus yang
kering dan dapat dikunci, terpisah dari ruang pengolahan
dan pengepakan.
7. Pengawasan kondisi dan kesehatan personil.
Pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih dan sehat,
karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan
makanan.

8. Hama pengganggu dari unit pengolahan.


Pengawasan hama perlu dilakukan pada bagian dalam
bangunan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang
dianjurkan, lingkungan harus dijaga tetap bersih dan
kondisi yang menjadi daya tarik hama atau pest.

Penerapan HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point)

System HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan


suatu system yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan
system pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan kemungkinan
terjadinya
12

bahaya (hazard) selama proses produksi dengan menentukan titik kritis


yang perlu dilakukan pengawasan. Menurut Sarumaha, Kaligis & Ondang
(2018) sistem HACCP bukan merupakan system jaminan keamanan
pangan yang Zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. System HACCP juga
dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi
rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-
bahaya mikrobiologi, kimia dan fisik.
Menurut Noriyah (2018) HACCP dikenal sebagai system keamanan
pangan yang efektif, maka dengan menerapkan HACCP secara sungguh-
sungguh,perusahan memberikan kepercayaan kepada pelanggan terkait
jaminan terhadap keamanan produk pangan yang telah dilakukan, dan
menyatakan bahwa industry yang bersangkutan memenuhi komitmen yang
kuat dan professional dalam menjamin keamanan pangan. Suatu industry
pangan yang telah menerapkan HACCP dapat dinyatakan bahwa system
keamanan pangannya telah memenuhi persyaratan regulasi pemerintah
dalam memberikan jaminan tidak timbulnya bahaya keamanan pangan
pada masyarakat. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) telah
di adopsi oleh Codex Alimentarius Comimision pada tahun 1993 dan
disempurnakan pada tahun 1996.
13

III. METODE PRAKTEK

Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Akhir (KPA) di lakukan mulai tanggal 8 Februari sampai


5 April 2022 yang Lokasi KPA berlokasi di PT. Mina Maluku Sejahtera
yang bertempat di dusun Eri kota Ambon.

(sumber : google maps)

Gambar 2. Lokasi Praktek

Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada proses pengolahan ikan tuna


loin diPT. Mina Maluku Sejahtera yaitu:
Tabel 2. Alat

Alat Fungsi

Pisau Digunakan untuk memotong ikan

Wiper Digunakan untuk membrsihkan sisa air pada

meja

Timbangan digital Untuk mengetahui berat ikan

Pan Digunakan sebagai wadah dan sisa produk

Meja proses Digunakan sebagai tempat pengolahan ikan


14

Bak air Digunakan untuk menampung air klorin untuk

perendaman dan pencucian

Sikat Digunakan untuk menyikat talenan dan alat

produksi lainnya dari sisa daging ikan

Adapun bahan –bahan yang digunakan pada proses pengolahan tuna


loin diPT. Mina Maluku Sejahtera yaitu:
Tabel 3. Bahan

Baha Fungsi

Ikan Bahan baku

Air Digunakan sebagai mencuci bahan baku dan

peralatan

Klorin Bahan sanitasi

Es Bahan penolong

Alkohol Bahan sanitasi

Plastik Pembungkusan sementara

Kemasan plastic Pengemasan akhir produk

Pengambilan Data

 Partisisif, yaitu mengikuti secara langsung dan berpartisipasi


aktifselamakegiatan praktek.
15

 Pengambilan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung


dilapangan.
 Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui Tanya jawab
dengan responden pelaksana HACCP dan kelayakan unit
pengolahan pada perusahaan tuna pembicaraan kuisioner.
 Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan
melalui telah data penerapan SSOP/GMP dan perkembangan
produksi Segar serta dokumentasi dari hasil peraktikum terdahulu,
baik dalam bentuk laporan, makalah , data perusahaan, struktur
organisasi dan Skematik Produksi Dan Sebagainya.

Jenis dan Sumber Data

Data tugas akhir yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu:
 Data Primer

Menurut Sutrisno (2013) data primer merupakan data yang diperoleh


dengan cara melakukan pengamatan langsung, wawancara langsung dan
pengisian kuisioner kepada pihak terkait atau ersponden. Pengambilan data
primer ini dilakukan dengan carapencatatan hasil observasi, partisifasi
aktif dan wawancara. Responden diambil dari berbagai lapisan level
menejmen pada PT. Mina Maluku Sejahtera berdasarkan tingkat
pemahaman karyawan perusahaan mengenai penerapan system mutu
HACCP.

A. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah proses pencatatan pola perilaku


subyek, obyek atau kejadian yang sistemis tanpa adanya pertanyaan atau
komunikasi dengan individu-individu yang diamati (Sangadji, 2010).
Observasi yang dilakukan terhadap berbagai kegiatanpenerapan HACCP
pada pengolahan ikantuna loin.

B. Wawancara
16

Sangadji (2010) mengatakan bahwa wawancara merupakan teknik


pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakann pertanyaan
secara lisan kepada subyek penelitian. Wawancara dilakukan dengan cara
Tanya jawab dengan pegawai yang ada dilokasi peraktikum mengenai
sejarah berdirinya perusahaan, struktur organisasi, tenaga kerja, proses
produksi, pemasaran, permasalahan serta hambatan yang dihadapi dalam
penerapan HACCP pada proses pengolahan ikan tuna loin di PT. Mina
Maluku Sejahtera

C. Partisipasi aktif

 Partsipasi aktif adalah observasi dimana peneliti ikut melakukan


apa yang dilakukan oleh narasumber tetapi belum lengkap
sepenuhnya (sugiyono, 2006). Kegiatan partisipasi aktif yang
dilakukan adalah mengikuti secara langsung beberapa kegiatan
yang dilakukan dalampenerapan HACCP pada pengolahan ikan
tuna loin.

 Data sekunder

Menurut Sutrisno (2013) data sekunder diperoleh melalui studi literature


di internet, jurnal-jurnal, dokumen-dokumen terkait HACCP dari
perusahaan dan beberapa literature buku terkait. Data sekunder dalam
Praktek Kerja Pengalaman Mahasiswa ini diperoleh dari laporan-laporan,
pustaka yang menunjang, datadokumentasi, data lembaga penelitian dan
data dari PT. Mina Maluku Sejahtera, tentang penerapan HACCP pada
pengolahan ikan tuna loin.

Analisis Data

Analisa data dalam KPA ini secara deskriptif kualitatif bertujuan untuk
menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan dan menjawab
secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari
semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu
kejadian dan hasil penulisannya berupa kata-kata atau pernyataan yang
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
17

Prosedur kerja

penerimaan bahan pembuangan daging


pencucian I
baku hitam

penimbangan perapihan pengulitan

penyuntikan
pencucian II pendinginan
CO

pembekuan ABF vacuum pengecekan akhir

pengemasan dan penyimpanan


pemuatan/stuffing
pelabelan beku
18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Perusahaan

Perusahaan ini pertama kali berdiri pada tanggal 11 september 2011,


dengan nama PT. Jatropah Indah. Pemilik dari PT. Jatropah Indah berasal
dari warga negara korea yang bernama Mr. Chan dan pemilik modal
bernama Mr. Park, serta ibu Marisa sebagai Direktur dari Jatropah Indah.
Perusahaan ini bergerak di bidang perikanan, pendirian perusahaan ini kini
tidak lepas dari tujuan untuk mengembangkan usaha dalam bentuk ekspansi
perusahaan guna mengoptimalkan sumber daya laut untuk indonesia serta
mempertahankan unsur efisiensi dan efektivitas pengumpulan bahan baku
dan pengolahan dalamrangkaian proses produksi dan kerja ekspor.
Kemudian pada tanggal 26 Februari 2013 saham (Jatropah Indah) ini di
jual kepada Iwan Immanudin selaku pemilik saham yang baru, yang
kemudian dari nama PT. Jatropah Indah berganti nama menjadi PT. Mina
Maluku Sejahtera yang berkembang hingga sekarang.

Lokasi Perusahaan

PT. Mina Maluku Sejahtera, berada di kawasan Pelabuhan Perikanan


Indonesia (PPI) Eri, yang terletak di dusun Eri RT 007/RW 02, kec
Nusaniwe, Kota Ambon Provinsi Maluku. Lokasi Perusahaan ini memiliki
letak yang sangat strategis karena berada di samping jalan tol dan juga
pelabuhan perikanan Indonesia sehingga memudahkan mobil untuk
membawa bahan baku masuk ke perusahaan dan mobil yang membawa
produk keluar dari perusahaan sehingga proses distribusi bisa lebih cepat,
memiliki tenaga kerja yang cukup, tersedianya sumber listrik (PLN) dan
juga tersedianya air.
19

Visi Dan Misi Perusahaan

a. Visi

Mengutamakan kualitas sebagai dasar reputasi untuk mencapai goal dan


fokus pada pembangunan jaringan global pada sumber daya perikanan.
b. Misi
- Mengontrol bahaya potensi keamanan pangan dengan menerapkan sistem
yang aman, keberlanjutan produk-produk dengan kualitas tinggi berdasarkan
HACCP. Mengembangkan potensi karyawan, sistem dan infrastruktur yang
efisien serta dapat mengembangkan bisnis dan dapat berinteraksi dengan
perikanan.
- Menyediakan makanan hasil laut yang berkualitas dan sehat ke seluruh
konsumen di seluruh dunia menurut program-program dari HACCP

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Secara keseluruhan jumlah tenaga kerjapada PT. Mina Maluku


Sejahtera sebanyak 17 orang dengan jumlah staf kantor 3 orang, karyawan
produksi 10 orang, teknisi 2 orang satpam 1 orang, dan supir 1 orang.
Untuk lebih jelas pembagian klasifikasi tenaga kerja berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat bahwa:
Tingkat pendidikan

karyawan Diploma : 1

orang

SMA/Sederajat : 16 orang

SMP :-

SD :-
20

Proses pengolahan ikan tuna loin

Pada proses pembekuan tuna loin di PT. Mina Maluku Sejahtera harus
dilakukan sesuai langkah kerja yang berurutan agar setiap proses tidak
terjadinya kontaminasi silang. Proses produksi tuna loin beku di PT. Mina
Maluku Sejahtera adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan bahan baku

Bahan baku ikan Tuna (Thunnus Albacares) yang akan diolah pada PT.
Mina Maluku Sejahtera berasal dari wilayah Indonesia Bagian Timur yakni
Banda, Assilulu, pulau Kasuwari, Kisar, Namrole dan juga dari para
nelayan. Bahan baku yang dibawah oleh supplier menggunakan mobil pick
up, ikan kemudian dimasukkan ke dalam styrofoam dengan ditambahkan es
untuk menjaga mutu ikan.
Penerimaan bahan baku diawali dengan proses pembongkaran oleh
karyawan yang bertanggungjawab. Bahan baku yang dibongkar kemudian
dimasukkan kedalam ruang penerimaan melewati jendela penerimaan.
Pembongkaran dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak permukaan
fisik ikan.
Pada PT. Mina Maluku Sejahtera selalu mempertahankan suhu ikan
maksimal 4◦C dengan menggunakan es.

(credit photo :
Melani)Gambar 3. Penerimaan bahan
baku
21

2. Pencucian I

Dalam proses pencucian I dilakukan dua kali proses pencelupan atau


pencucian yang berbeda dengan tempat pencucian yang juga berbeda,
pencucian pertama dilakukan dengan cara mengangkat ikan tuna dari bak
penampung kemudian dicelupkan ke dalam bak yang telah berisi air es
dan juga klorin 100 ppm. Untuk pencucian kedua dilakukan setelah
pastik yangada pada ikan lalu di potong kemudian produk dicuci setelah itu
dibersihkan darah yang masih ada pada ikan. Tujuan kedua pencucian ini
adalah untuk membersihkan ikan dari kotoran, dan lendir pada permukaan
ikan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

(credit photo : Melani)


Gamabar 4. Pencucian I
3. Pembuangan daging hitam

Proses pembuangan daging hitam harus dilakukan dengan hati-hati


dengan cara ikan dipotong searah dari bagian atas hingga ke pangkal ekor
sampai bersih. Untuk itu harus dilakukan dengan cara cepat dan cermat.
22

(credit photo :
Melani)Gambar 5. Pembuangan daging
hitam
4. Pengulitan

Pada tahap ini pembuangan kulit dilakukan dengan cara di potong pada
batas antara daging dan kulit. Pembuangan kulit harus dilakukan
menggunakanpisau yang bersih dan hati-hati.
Pengulitan adalah proses pelepasan kulit dengan daging atau loin.
Pembuangan kulit dilakukan dengan cara loin disayat antara bagian kulit
dengan daging. Kulit dipegang dengan tangan kiri untuk menahan kulit dan
pisau diarahkan ke bagian ujung loin yang lain hingga kulit yang menempel
terlepas semua.
Tujuan pembuangan kulit adalah untuk mendapatkan ikan bersih tanpa
kulit dan menghilangkan sumber kontaminan dari tubuh ikan. Lendir yang
terdapat pada kulit menyebabkan banyak bakteri yang ikut menempel pada
permukaannya. Sumber pembusukan ikan biasanya melalui selaput lendir
pada permukaan kulit, insang dan saluran pencernaan. Di mana terdapat
sejumlah bakteri. Bakteri pembentukan histamin terdapat pada permukaan
kulit ikan segar, bakteri tersebut termasuk jenis Proteus morganii (Sofiani
2014).
23

(credit photo :
Melani)Gambar 6. Pengulitan
5. Perapihan

Pada tahap ini dilakukan pembuangan daging hitam serta tulang yang
masih melekat dan juga sisa kulit yang masih menempel pada daging ikan.
Proses yang dilakukan untuk merapihkan kembali loin dari sisa-sisa
daging hitam yang masih menempel pada loin dan membersihkan kembali
tulang-tulang dan kulit yang masih tersisa. Nampan dan meja perapihan
dibersihkan secara rutin 15 menit sekali dengan air yang telah dicampur
larutan klorin 100 ppm untuk tetap menjaga kebersihan peralatan
perapihan. Tujuan proses ini untuk merapihkan bentuk loin dan
menghilangkan daging hitam, serat pada permukaan daging dan sisa tulang
yang masih menempel pada loin. Daging gelap merupakan bagian yang
paling banyak mengandung senyawa histidin yang merupakan prekusor
histamin. Histidin bebas yang terdapat dalam daging ikan berkaitan dengan
terbentuknya histamin. Daging ikan yang berwarna gelap tinggi kandungan
histidin bebasnya, sedangkan ikan berdaging putih kandungan histidin
bebasnya lebih rendah (Nurjanah et al. 2014).
24

(credit photo :
Melani)Gambar 7. Perapihan
6. Penimbangan

Penimbangan di lakukan agar loin tersebut dapat diketahui berat dari


masing-masing loin. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan
digital dan proses penimbangan dilakukan dengan cepat dan hati-hati.

(credit photo :
Melani)Gambar 8. Penimbangan
7. Pencucian II

Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang masih


menempel dan memastikan ikan benar-benar bersih sebelum mendapat
perlakuan selanjutnya.

(credit photo :
Melani)Gambar 9. Pencucian II
8. Penyuntikan CO
25

Tujuan dari penyuntikan CO (Karbon Monoksida) yaitu untuk memberi


warna merah pada daging ikan. Prosesini dilakukan dengan cara
menyuntikan gas CO pada tuna loin menggunakan tekanan sebesar 6
kg/cm2,setelah itu ikan yang sudah disuntik CO dimasukkan ke dalam
plastic lalu diikat dengan kuat. Tujuan dari penyuntikan gas CO adalah
untuk mengikat hemoglobin (Hb) dalam daging sehingga terbentuk warna
daging merah dan segar.
Produk yang telah ditimbang kemudian dilakukan pemberian gas CO
dengan cara menyuntikkan menggunakan alat yang berbentuk sikat ke
dalam daging ikan agar dapat memberikan warna merah segar atau warna
alami pada daging bagian dalam ikan. Setelah disuntikkan kemudian
produk tersebut dimasukkan dalam plastik lalu gas CO pun disemprotkan
untuk membuat warna merah pada daging luar ikan, kemudian plastik
diikat agar CO yang telah disemprotkan tidak keluar dari plastik.
Penyuntikan dan penyemprotan gas CO bertujuan untuk membentuk warna
merah pada daging ikan, di mana CO yang disemprotkan akan bereaksi
dengan mioglobin pada daging sehingga membentuk karboksimioglobin.
Terbentuknya senyawa karboksimioglobin dapat mencegah terjadinya
proses oksidasi pada ikan yang dapat mengubah warna daging ikan dari
merah menjadi kecoklatan (Loppies et al. 2021).

(credit photo : Melani)


Gambar 10. Penyuntikan gas CO
9. Pendinginan

Proses pendinginan dilakukan dengan penyimpan ikan didalam ruang


chilling pada temperature -1ºC. Proses pendinginan bertujuan
untuk
26

mempertahankan suhu produk tuna loin tetap rendah dan


mengoptimalkanproses pemberian gas CO.

(credit photo : Melani)


Gambar 11. Pendinginan
10. Pengecekan akhir

Proses pengecekan uang yang dilakukan untuk memastikan ikan sudah


tidak terdapat daging hitam yang masih berada pada loin dan jika masih
ada sisa daging hitam maka akan dilakukan pengecekan kembali

(credit photo :
Melani)Gambar 12. Pengecekan akhir

11. Vacum

Proses vacuum bertujuan untuk mengeluarkan udara yang masih ada


dalam plastic sehingga produk tuna loin berada dalam kondisi hampa udara
karena plastic sudah tidak terdapat udara dan melekat kuat pada produk.
Vacuum dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum yang dioperasikan
oleh pekerja dan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa 1 kali
proses pemvacuman
27

dibutuhkan waktu sekitar 60 detik.

(credit photo :
Melani)Gambar 13. Proses
Pemvacuman

12. Pembekuan ABF

Setelah di vacuum kemudian loin dimasukkan kedalam ruang ABF (Air


Blast Frezeer) untuk dilakukan proses pembekuan selama 1x24. Suhu
dalam ruang ABF adalah -40◦C dengan kapasitas penyimpanan 1 ton.
13. Pengemasan dan pelabelan

Proses packing dilakukan dengan cara loin yang sudah dibekukan


dikeluarkandari ABF kemudian disortir sesuai dengan size dan grade loin.
Packing atau pengepakan dilakukan sesudah proses penyimpanan diruang
ABF. Pelabelan bertujuan untuk memudahkan konsumen dalam mengenali
produk karena berisi informasi-informasi mengenai produk itu sendiri.

(credit photo :
Melani)Gambar 14. Pengemasan dan
pelabelan
28

14. Penyimpanan beku

Loin yang sudah di packing kemudian dimasukkan kedalam ruang


coldstorage untuk penyimpanan sampai waktu pengiriman produk.
Penyimpanan beku dilakukan untuk menyimpan produk yang suda siap di
ekspor. Suhu ruang penyimpanan yaitu 35 °C, di ruang ini ikan tersimpan
sesuai dengan kapasitas kontener. Produk yang telah dikemas dalam karton
selanjutnya disimpan dalam cold storage dengan suhu -25 ± 3 °C untuk
mempertahankan suhu loin minimal -18 °C. lamanya penyimpanan
menyesuaikan permintaan pengiriman produk ke pembeli. Penyimpanan
beku berarti meletakkan produk yang sudah beku di dalam ruangan dengan
suhu yang mampu mempertahankan suhu beku produk yaitu ≤ -18 °C
dengan mengkondisikan suhu ruangan lebih rendah dari suhu beku
produk yaitu -25
°C (Metusalach et al. 2014).

(credit photo :
Melani)Gambar 15. Penyimpanan
beku

15. Pemuatan/stuffing

Pemuatan/stuffing dilakukan setelah semua penanganan dan pembekuan


diterapkan dan ikan sudah siap diidistribusikan kepada konsumen
29

(credit photo :
Melani)Gambar 16.
Pemuatan/stuffing

Persyaratan Kelayakan Dasar Dalam Penerapan HACCP pada Pembekuan

Tuna Loin di PT. Mina Maluku Sejahtera

HACCP telah diterapkan sebagai salah satu alat keamanan pangan oleh
PT.Mina Maluku Sejahtera
1. Pembentukan Tim HACCP

Tahapan awal dalam penerapan HACCP adalah pembentukan tim. Tim


HACCP di PT. Mina Maluku Sejahtera terdiri dari karyawan dari berbagai
departemen dalam divisi pengolahan, laboratorium dan penyimpanan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Prayitno dan Sigit (2019) bahwa tim HACCP
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda yang memiliki tugas
dalam pengawasan mutu, penjaminan mutu, pengolahan pangan, GMP,
mikrobiologi pangan, penanganan proses dan pemeliharaan sarana dan
prasarana (peralatan), dan melakukan langkah – langkah HACCP. Susunan
tim HACCP PT. Mina Maluku Sejahtera.

Tabel 4. Tim HACCP

Nama Jabatan Tanggung jawab


30

Iwan Immanudin Plant manager Ketua Tim

Adinda Risna Production Manager Program Pre-Requisite dan

identifikasi Hazard

Saul Daniel Quality Control Identifikasi produk penentuan

Grace Kastanya Warehouse dep CCP

Marwan Precess Coordinator Sanitasi dan Higienis

Pelaksanaan program CCP

2. Deskripsi Produk

Deskripsi produk bertujuan untuk mengetahui komposisi utama


produk, karakteristik produk, pengemasan, struktur kimia/fisik, informasi
keamanan, cara penyimpanan, perlakuan pengolahan, petunjuk penggunaan
dan metode distribusi produk. Deskripsi produk termasuk bagian penting
yang dapat membantu konsumen mengetahui informasi tentang produk dan
menghindari potensi bahaya pada produk akhir. Potensi bahaya dapat
dikendalikan dengan tindakan pencegahan dalam keseluruhan proses.
Deskripsi produk tuna loin adalah produk olahan ikan segar dengan
berbahan baku tuna yang di produksi pada PT. Mina Maluku Sejahtera,
yang mengalami perlakuan penerimaan bahan baku, pencucian I,
pembuangan daging hitam, pengulitan, perapihan, penimbangan, pencucian
II, penyuntikan CO, pendinginan, pengecekan akhir, vacuum, pembekuan
ABF, pengemasan dan pelabelan, penyimpanan beku dan
pemuatan/stuffing.
Deskripsi produk tuna loin beku di PT. Tridaya Eramina Bahari
sudah sesuai dengan aturan BSN. BSN (2017) menyatakan bahwa suatu
produk harus yang memuat informasi tentang nama produk, nama ilmiah,
asal bahan baku, cara penerimaan, produk akhir, bahan tambahan, asal
bahan tambahan, langkah proses, pengemasan, penyimpanan, masa simpan,
label, cara penggunaan,
31

petunjuk pelanggan, sistem penjualan produk hingga sampai ke pengguna


atau para konsumen. Akses informasi dapat diperoleh dengan jelas dan
dicantumkan dalam pengemas

3. Identifikasi Penggunaan

Produk tuna loin beku ini merupakan produk yang dikonsumsi


konsumen dalam bentuk olahan yang matang atau setengah matang, seperti
konsep makanan jepang dengan mengkonsumsi produk tuna loin dalam
keadaan segar, agar terjamin keamanan produk bagi semua target sasaran
konsumen pada skala nasional maupun internasional. Identifikasi
penggunaan yang dituju bertujuan untuk menentukan spesifikasi dan
standar mutu produk yang diharapkan, sehingga diterapkannya HACCP
dalam unit pengolahan tuna loin beku agar dapat menghindari dan
mencegah bahaya-bahaya yang kemungkinan muncul yang dapat beresiko
buruk terhadap konsumen.
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Diagram alir produk tuna loin beku disusun oleh tim HACCP untuk
menggambarkan keseluruhan proses produksi mulai dari penerimaan bahan
baku sampai pada proses pendistribusian. Diagram alir produk ini selain
bermanfaat untuk membantu menyusun HACCP plan, diagram proses
produk tuna loin beku juga berfungsi sebagai pedoman bagi instansi atau
lembaga lainnya memahami tahapan proses identifikasi dan verifikasinya.

Pemeriksaan Diagram Alir Proses

penerimaan bahan pembuangan


pencucian I
baku daging hitam

penimbangan perapihan pengulitan

penyuntikan
pencucian II pendinginan
CO
32

pembekuan ABF vacuum pengecekan akhir

pengemasan dan penyimpanan


pemuatan/stuffing
pelabelan beku

Diagram Alir Pembekuan Tuna Loin

Verifikasi diagram alir dilakukan dengan cara mengamati kesesuaian


antara prosedur pengolahan dalam dokumen dengan kondisi pengolahan
di ruang produksi. Metode verifikasi diagram alir yang digunakan tim
HACCP PT. Mina Maluku Sejahtera menggunakan sistem wawancara,
observasi, dan pengujian laboratorium. Verifikasi diagram alir juga
dilakukan jika terdapat perubahan tahap produksi atas permintaan
konsumen atau alasan lainnya.

5. Analisis Bahaya

Tahapan ini merupakan penerapan prinsip HACCP pertama di


perusahaan. Pada setiap jenis bahaya yang terjadi dapat dijelaskan
penyebabnya kemudian dipertimbangkan dengan tindakan
pengendaliannya. Analisa bahaya dilakukan pada setiap tahapan proses
produksi tuna loin beku. Analisa bahaya pada proses produksi tuna loin
beku dilakukan untuk mengetahui terlebih dahulu faktor penyebab bahaya
dan bahaya potensial yang ditimbulkan, kemudian mengkategorikan
bahaya tersebut apakah termasuk biologi, kimia atau fisik dan
menetapkan resiko atau signifikan bahaya yang teridentifikasi serta
menetapkan tindakan pencegahan.
Bahaya fisik mencakup hama, kaca, logam, kayu, plastik, karet dan
lainnya. Bahaya kimia termasuk bahan kimia pertanian seperti pestisida,
bahan kimia pembersih dan sanitasi, cat, tinta, bahan pengawet, pewarna
dan lain-lain.
33

Sedangkan bahaya biologis mencakup bakteri, virus, fungi dan parasit


(Soman &Raman, 2016). Analisis bahaya ini diterapkan agar munculnya
bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi hingga
batas aman yang ditetapkan.

6. Penetapan Batas Kritis Setiap CCP

Titik kendali kritis (Critical Control Point) yaitu tahapan untuk


pencegahan bahaya atau menghilangkan potensi bahaya tersebut sampai
pada batas yang dapat diterima. Penentuan CCP ini berasal dari pohon
penentuan keputusan. Pengambilan keputusan untuk penentuan CCP ini
dilakukan dengan menganalisis semua lini tahapan proses, sehingga
diketahui tingkat CCP tersebut (Hermansyah et al., 2013). Bahaya yang
tidak terkontrol oleh adanya program persyaratan dasar berupa GMP dan
SSOP dan memiliki signifikansi yang nyata dalam tahapan proses produksi
dinyatakan dalam kelompok CCP. Tahapan batas kritis pada setiap CCP
ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta pengamatan pada
unit produksi. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk aman dan
tidak aman, sehingga setiap CCP mudah teridentifikasi dan dapat dijaga
oleh karyawan proses produksi.

7. Penetapan Tindakan Monitoring Setiap CCP

Kegiatan yang dilakukan perusahaan pada tahap monitoring adalah


memantau dan memeriksa tahapan penerimaan bahan baku, pengemasan
dan pelabelan dan pengecekan logam. Prosedur pemantauan dilakukan
dengan memeriksa suhu ikan dan melakukan pengujian kandungan
histamin yang terdapat pada setiap bahan baku yang datang oleh staf
Quality Control dan meminta surat hasil analisis laboratorium dari supplier
yang menjelaskan bahan baku yang datang terbebas dari bakteri pathogen
dan logam berat. Hafez (2018) menyatakan bahwa bakteri pembentuk
histamine biasanya berasal dari air asin dan memiliki kemampuan tumbuh
dan menghasilkan histamin pada berbagai suhu. Untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri maupun histamin
34

perlu diperhatikan kondisi higienis yang baik terkait personil dan peralatan
yang bersih sehingga terhindar dari masuknya spesies mikroba baru dan
kontaminasi silang.
Tindakan monitoring yang dilakukan selanjutnya pada tahap
pengemasan dan pelabelan. Prosedur pemantauan dilakukan dengan
mengecek bahan pengemas dan label yang dilakukan oleh staf Quality
Control dengan mengecek tata cara penyimpanan bahan pengemas dan tata
cara pembuatan label produk yang sesuai dengan persyaratan label.
Pemantauan pada proses metal detektor dilakukan dengan melakukan
pengujian sensivitas mesin metal detektor setiap sebelum proses dan 30
menit sebelum digunakan oleh staf Quality Control.

8. Menetapkan Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi merupakan pelaksanaan prinsip kelima dari sistem


HACCP. Tindakan koreksi penting dikembangkan untuk menangani
penyimpangan yang terjadi. Tindakan koreksi juga harus dilakukan ketika
hasil pemantauan menunjukkan kehilangan kendali pada CCP. PT. Tridaya
Eramina Bahari melakukan tindakan koreksi atas penyimpangan yang
terjadi di perusahaan terhadap bahan baku adalah pengembalian kepada
supplier. Tindakan koreksi terhadap tahap pengemasan dan pelabelan
dengan mencantumkan allergen dan jenis ikan pada label kemasan. Adapun
pada pengecekan logam yaitu tuna loin beku yang terdeteksi mengandung
fragmen logam dipisahkan dan dibongkar selama sensitivitas alat detektor
masih terjaga. Jika metal detector gagal mendeteksi keberadaan serpihan
logam maka dilakukan kalibrasi atau perbaikan terhadap alat tersebut
dengan cara memeriksa sensitivitas alat sehingga fragmen logam yang
melewati alat tersebut dapat terdeteksi.

9. Menetapkan Prosedur Verifikasi

Tahapan ini merupakan prinsip HACCP ke 6 yang sangat penting untuk


35

menentukan apakah sistem HACCP yang diterapkan bekerja secara efektif.


Adapun metode untuk melakukan verifikasi adalah dengan melakukan
pengecekan terhadap catatan dan dokumen-dokumen HACCP seperti
catatan monitoring proses, monitoring CCP dan catatan-catatan lainnya.
Verifikasi dilakukan dengan melakukan audit internal yang terencana,
analisis pasar, penelusuran kembali hasil produk jadi, bahan baku dan
produk setengah jadi di laboratorium eksternal yang terakreditasi
(Szyrocha&Abbase, 2020). Prosedur verifikasi terhadap tahapan yang
termasuk CCP yang dilakukan di PT. Mina Maluku Sejahtera adalah
sebagai berikut:
g. Penerimaan bahan baku

Prosedur verifikasi yang diterapkan di PT. Mina Maluku Sejahtera yaitu


pada penerimaan bahan baku dilakukan pengecekan catatan jumlah dan
asal bahan baku, serta hasil uji kimia dan mikrobiologi bahan baku
h. Pengemasan dan pelabelan

Verifikasi pada tahap pengemasan dan pelabelan dilakukan pengecekan


form material holding untuk mengecek penerimaan bahan pengemas.

10. Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan

Penetapan dokumentasi dan pencatatan merupakan prinsip HACCP ke


tujuhyang diterapkan perusahaan. Dokumentasi dan pencatatan di PT. Mina
Maluku Sejahtera antara lain dokumentasi tim HACCP, deskripsi produk,
diagram proses, catatan monitoring semua tahapan proses mulai dari
penerimaan bahan baku sampai penyimpanan produk akhir, catatan
tindakan koreksi, catatan tindakan verifikasi, dan rekaman dari setiap
tahapan yang dipantau sesuai dengan periode tertentu, data verifikasi dan
hasil perbaikan pada setiap CCP atau setiap penyimpangan yang terjadi dan
lain-lain.
36

V. PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan yang di ambil dari Kerja Praktek Akhir di PT. Mina


Maluku Sejahtera adalah :
1. penerapan HACCP pada proses pengolahan ikan tuna loin sudah
berjalan dengan baik, dengan adanya tim HACCP yang mengatur
dan mengawasi penerapan HACCP semua masalah dan
kontaminasi yang mungkin dapat terjadi disetiap alur dapat diatasi
dengan baik.
2. Alur proses tuna loin terdiri dari 15 tahapan yakni, penerimaan
bahan baku, pencucian I, pembuangan daging hitam, pengulitan,
perapihan, penimbangan, pencucian II, penyuntikan CO,
pendinginan, pengecekan akhir, vacum, pembekuan ABF,
pengemasan dan pelabelan, penyimpanan beku dan
pemuatan/stuffing.

Saran

Saran yang dapat diberikan pada PT. Mina Maluku Sejahtera perlu
memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada karyawan mengenai
kedisiplinan pelaksanaan GMP dan SSOP agar penerapan HACCP dapat
dioptimalkan selama proses produksi tuna loin. Perusahaan lebih
meningkatkan pengawasan terhadap semua tahapan proses yang menjadi
CCP sehingga bahaya yang terjadi dapat diminimalkan.
37

DAFTAR PUSTAKA

A.Djazuli, dkk, 2002. Lembaga-Lembaga perekonomian umat (sebuah pengenalan),

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Agus Mulyanto. 2009. Sistem Informasi Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta.


PustakaPelajar.

[CAC] Codex Alimentarius Commision 2001. Code of Hygienic Pratice of the


Preparation and Sales of Street Foods. Food and Agriculture
Organizationof The United Nations World Health Organization, Rome.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (DitjenP2HP). 2006.

Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta. Satker Direktorat Pengolahan


Hasil.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), 2005a. FAO
Fisheries Department, Fishery Information, Data and Statistics Unit.
www.fao.org/fi/statist/ FISOFT/FISHPLUS.asp
Hermansyah, Muhammad. Dkk. (2013). Hazard Analysis And Critical Control
Point (HACCP) Produksi Maltosa Dengan Pendekatan Good
Manufactuing Practice (GMP). Jenis Vol.1 No. 1
Ilyas, 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Teknik Pendinginan Ikan.
C.VParipurna. Jakarta. 237 hlm.Jakarta : Bhatara Aksara.

Junianto, 2003. Teknik Penangan Ikan. Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jakarta
Murniyati, S dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan
Ikan.

PT. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 5.


Muhandri, T. dan Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.

Bogor: IPB Press.

Muchtadi,R, Ayustaningwarno F. (2009). Teknologi Proses Pengolahan Pangan.


38

Bandung: Alfabeta
Noriyah. 2018. Kajian Rencana Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) Produk Tuna Loin Beku CV. Peikanan Indonesia di Ambon.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal. 1-
61.
Rianti, A., Christoper, A., Lestari, D., & Kiyat, W.E (2018). Penerapan
keamanan dan sanitasi pangan pada produksi minuman sehat kacang-
kacangan UMKM Jukajo Sukses Muliadi Kabupaten Tangerang. Jurnal
Agroteknologi, 12(02)

Sutrisno. 2013. Manajemen Keuangan : Teori, Konsep & Aplikasi.


Jakarta :Ekonisia.

Sangadji, Etta Mamang., sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan


Praktisdalam Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Sugiyono.2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.


Bandung :Alfabeta.

Sarumahan, W.S., Kaligis, D.D., & Ondang, H.M.P (2018). Penerapan HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point) DI PT.Blue Ocean Grace
Internasional Bitung, Buletin Martic, 15(1)

Thaheer H. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control).


Jakarta:PT. Bumi Askara; 2005.
39

Daftar Pertanyaan:

1. Apakah SOP loin dari perairan yang tercemar dapat di samakan

denganyang tidak tercemar ?

2. Dampak apa yg terjadi pada loin apabila PPM / kadar chlorine dalam

bakpencucian lebih tinggi ?

3. Dampak apa yang terjadi pada loin apabila loss vacum ? akan

terjadikebocoran pada saat pemvacuman


40

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Tata Letak Perusahaan


41

LAMPIRAN 2

Diagram TPK/CCP diagram


42

LAMPIRAN 3
43

Diagram Struktur Organisasi

Anda mungkin juga menyukai