Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CA COLON PADA PASIEN NY. H

DI RUANG SEMERU RSUD Dr. “SAIFUL ANWAR” MALANG

Departemen Keperawatan Medikal Bedah (02-07 Oktober 2023)

OLEH :

ELZA UR AZZURA

NIM :2330017

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi CVA Colon


Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan epitel dari
kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon
dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang
disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada dibagian proksimal usus
besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus. Kolon dan rektum berfungsi
untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Sayuti
and Nouva 2019).
2. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian saat
ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker kolorektal.
Mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah penyebab Familial
Adenomatous polyposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir
100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun (Sayuti and Nouva 2019).
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal, diantaranya
adalah:
a. Diet tinggi lemak, rendah serat.
Salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian karsinoma kolorektal adalah
perubahan diet pada masyarakat. Diet rendah serat dan tinggi lemak diduga
meningkatkan risiko karsinoma kolorektal. Sejumlah penelitian epidemiologi
menunjukkan diet tinggi serat berkolerasi negatif dengan risiko kanker kolorektal.
Seseorang dengan asupan rendah serat mempunyai risiko 11 kali lebih besar terkena
karsinoma kolorektal dibandingkan dengan tinggi serat. Sedangkan asupan serat harian
rata-rata orang Indonesia masih rendah sebesar 10,5 g/hari. Serat memberikan efek
protektif dari sel kanker dengan mempercepat waktu kontak antara karsinogen dan usus
besar saat penggumpalan feses, sehingga menipiskan dan menonaktifkan karsinogen.
Efek protektif juga diperoleh dari antioksidan pada sayur dan buah. Selain itu, asam
lemak rantai pendek hasil fermentasi serat meningkatkan diferensiasi sel atau
menginduksi apoptosis (Sayuti and Nouva 2019).
b. Usia lebih dari 50 tahun.
c. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai
resiko lebih besar 3 kali lipat.
d. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua pasien
ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektum.
e. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers
syndrome dan Muir syndrome.
f. Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
g. Inflammatory bowel disease.
h. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
i. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat (Sayuti and Nouva 2019).
3. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma.
Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan
kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau
lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai
menginvasi dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta
menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil
yang menyebabkan ulkus pada suplai darah (Hartati 2020).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam
dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang
berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa,
saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke
kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi,
bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker
dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain
dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan
pembedahan (Hartati 2020).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di
sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan
epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada
transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:
a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen
dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan
organ reproduksi.
b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal
dan tulang.
c. Tertanam ke rongga abdomen.
Pathway
4. Manifestasi
Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang air besar
(Sayuti and Nouva 2019). Gejala tersebut meliputi:
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung.
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu
h. Mual dan muntah
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan
diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja
yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan
oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari
pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan diagnosa
karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).
Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya karsinoma
kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang
terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan
sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk
mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen
terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker
kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan
beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2,
stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum
baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan
(Sayuti and Nouva 2019).
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah
terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi
usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa
definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai
jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini (Sayuti and Nouva 2019).
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double
kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip
yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi,
merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk
pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan
jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di
eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu
sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air
harus digunakan daripada barium enema (Sayuti and Nouva 2019).
Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi
teknik ini bukan merupakan skrining tes (Sayuti and Nouva 2019).
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon
dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan menggunakan
alat kolonoskop, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi
dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan
kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya
hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,
mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur
yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara
yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel
disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon
non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada
kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostic (Sayuti and Nouva 2019).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah sebagai berikut:
a. Bedah
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi
dengan batas yang luas dan maksimal tetapi juga harus tetap mempertahankan fungsi
dari kolon sebisanya. Pada tumor yang bisa dioperasi, tindakan bedah merupakan satu-
satunya pengobatan kuratif karena adenokarsinoma kurang sensitif terhadap radiasi
ataupun sitostatika. Namun, pada tumor yang tidak dapat dioperasi lagi, tindakan bedah
bersifat paliatif.13 Pilihan penanganan kanker rektum memerlukan ketepatan lokalisasi
tumor, karena itu untuk tujuan terapi rektum dibagi dalam 3 bagian, yaitu 1/3 atas, 1/3
tengah, dan 1/3 bawah. Bagian 1/3 atas dibungkus oleh peritoneum pada bagian
anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah dibungkus peritoneum hanya di bagian anterior
saja, dan bagian 1/3 bawah tidak dibungkus peritoneum. Lipatan transversal rektum
bagian tengah terletak +11cm dari garis anokutan dan merupakan tanda patokan adanya
peritoneum. Bagian rektum dibawah katub media disebut ampula rekti, dimana bila
bagian ampula ini direseksi maka frekuensi defekasi secara tajam akan meningkat. Hal
ini merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih tindakan
pembedahan. Bagian pascaerior rektum tidak ditutup peritoneum tetapi dibungkus oleh
lapisan tipis fasia pelvis yang disebut fasia propria. Pada setiap sisi rektum di bawah
peritoneum terdapat pengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen lateral, yang
menghubungkan rektum dengan fasia pelvis parietal. Letak ujung bawah tumor pada
kanker rekti biasanya dihitung dari berapa cm jarak tumor tersebut dari garis anokutan.
Pada hasil- hasil yang dilaporkan harus disebutkan apakah pembagian tersebut dibuat
dengan endoskopi yang kaku atau fleksibel dan apakah patokannya dari garis anokutan,
linea dentata, atau cincin anorektal. Bagian utama saluran limfatik rektum melewati
sepanjang trunkus a. hemoroidalis superior menuju a. mesenterika inferior. Hanya
beberapa saluran limfe yang melewati sepanjang v. mesenterika inferior. Kelenjar
getah bening pararektal di atas pertengahan katup rektum mengalir sepanjang cincin
limfatik hemoroidalis superior. Di bawahnya (yaitu 7-8 cm diatas garis anokutan),
beberapa saluran limfe menuju ke lateral. Saluran-saluran limfe ini berhubungan
dengan kelenjar getah bening sepanjang a.hemoroidalis media, fossa obturator, dan
a.hipogastrika, serta a. iliaka komunis. Perjalanan saluran limfatik utama pada kanker
rekti adalah mengikuti pembulih darah rektum bagian atas menuju kelenjar getah
bening mesenterika inferior. Aliran limfatik rektum bagian tengah dan bawah juga
mengikuti pembuluh darah rektum bagian tengah dan berakhir di kelenjar getah ening
iliaka interna. Kanker rekti bagian bawah yang menjalar ke anus kadang-kadang dapat
bermetastase ke kelenjar inguinal superfisial karena adanya hubungan dengan saluran
limfatik eferen yang menuju ke anus bagian bawah.Kolektomi laparasokopik
merupakan pilihan penatalaksanaan bedah untuk kanker kolorektal. Bukti - bukti yang
diperoleh dari beberapa uji acak terkontrol dan penelitian kohort memperlihatkan
bahwa bedah laparoskopik untuk kanker kolorektal dapat dilakukan secara onkologis
dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan bedah konvensional seperti
berkurangnya nyeri pascaoperasi, penggunaan analgetika, lama rawat di rumah sakit,
dan perdarahan (Sayuti and Nouva 2019).
b. Radiologi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi
radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Radiasi eksternal (external
beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat
diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka
dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya.
Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa
menit. Radiasi internal (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang
diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang
menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral
atau implant langsung pada tumor. Radiasi internal memberikan tingkat radiasi yang
lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal
radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam
tubuh (Sayuti and Nouva 2019).
c. Kemoterapi Adjuvant
Kanker kolorektal telah banyak resisten pada hampir sebagian kemoterapi.
Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara
teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif
digunakan bila tumor sangat sedikit dan berada pada fase proliferasi (Schwartz, 2005).
Sitostatika berupa kombinasi FAM (5-fluorasil, adriamycin, dan mitomycin c) banyak
dipergunakan sebagai terapi adjuvant (Sayuti and Nouva 2019).
7. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk
mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat
catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh,
sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah
pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan dari data
obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Hartati 2020).
a. Pengumpulan data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan
pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis
lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana
pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
1) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang sering
di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya.
2) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau tidak,
keras, lembek, cair
3) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak, menyikat
gigi.
4) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
5) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan olaraga,
misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan dengan
obat-obatan ( narkoba ).
7) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, temanteman sekitar
lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga.
9) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang dianut,
mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan larangan-
Nya.
10) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya
dan lingkungan sekitar.
c. Riwayat nyeri
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa memperberat dan
mengurangi nyeri ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan ?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang dirasakan menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
2) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
3) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
4) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda
asing, skelera putih ?
5) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma ?
6) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
7) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
8) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
9) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
10) Pemeriksaan dada
a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan, irama,
gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.
b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan kiri
dinding dada.
c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan
hepar.
d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan
wheezing
11) Kardiovaskuler
a) Inspeksi: Bentuk dada simetris
b) Palpasi: Frekuensi nadi
c) Parkusi: Suara pekak
d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
12) System pencernaan / abdomen
a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada
benjolan benjolan / massa.
b) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor kulit
perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba, apakah lien
teraba?
c) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).
d) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali permenit.
13) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah
a) Warna dan suhu kulit
b) Perabaan nadi distal
c) Depornitas extremitas alus
d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
f) Derajat nyeri bagian yang cidera
g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
h) Reflek patella
14) Pemeriksaan pelvis/genitalia
a) Kebersihan, pertumbuhan rambut
b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak.
b. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat
sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang mungkin muncul menurut
(PPNI, 2017):
Pre kemoterapi
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Intra kemoterpi

1. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif


2. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif

Post kemoterapi

1. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis


2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
3. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan
c. Intervensi
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian
kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan,
rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisis data dan
diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Rencana Keperawatan Pre kemoterapi
1. Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas pasien
menurun.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi 3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun
Intervensi Reduksi Ansietas (I.09314):
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu, stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Rencana keperawatan Intra kemoterapi

2. Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi dapat menurun.
Kriteria Hasil :
1) Demam menurun
2) Kemerahan menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun
Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539):
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local

Terapeutik

1) Batasi jumlah pengunjung

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu


3. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif (D.0139)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko gangguan integritas
kulit menurun.
Kriteria Hasil :
1) Elastisitas meningkat
2) Hidrasi meningkat
3) Kerusakan jaringan menurun
4) Kerusakan lapisan kulit menurun
Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353):
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik

1) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
2) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

Rencana keperawatan Post kemoterapi

1. Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nausea dapat
menurun.
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Keluhan mual menurun
3) Perasaan ingin muntah menurun
4) Pucat tampak membaik
Intervensi Menejemen Mual (I.03117):

Observasi
1) Identifikasi faktor penyebab mual
2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
3) Monitor mual
Terapeutik
1) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
2) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
Edukasi
1) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
2) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang penampilan
pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
3) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
5) Hubungan sosial membaik
Intervensi Promosi citra tubuh (I.09305):
Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
4) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

Edukasi
1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
3) Latih peningkatan penampilan diri
3. Resiko defisit nutrisi (D.0032)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien meningkat
Kriteria hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Kekuatan otot pengunyah meningkat
3) Kekuatan otot menelan meningkat
4) Frekuensi makan membaik
5) Nafsu makan membaik
Intervensi Manajemen Nutrisi (L.03119)
1) Identfikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi atau intoleran makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Terapeutik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri, antiemetik)

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

d. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan
e. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. Evaluasi adalah membandingkan secara
sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dengan kenyataan yang ada pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan psien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap
akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti,2017). Evaluasi
disusun menggunakan SOAP yaitu :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–
172.
Hartati, Widya. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kemoterapi Dengan Ca Colon Yang
Dirawat Di Rumah Sakit. Politeknik Kesehatan Kemenkes. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/1084/1/KTI WIDYA HARTATI.pdf.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI
Sayuti, Muhammad, and Nouva Nouva. 2019. “Kanker Kolorektal.” AVERROUS: Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh 5 (2): 76.
https://doi.org/10.29103/averrous.v5i2.2082.

Anda mungkin juga menyukai