Anda di halaman 1dari 77

PERAN POLRI DALAM THE ROLE OF INDONESIAN

PENANGANAN TERORISME NATIONAL POLICE


PERAN DI POLRI DALAM
INDONESIA 1 PENANGANAN TERORISME DI INDONESIA1
IN COUNTERING TERRORISM
THE ROLE OF INDONESIAN NATIONAL POLICE IN COUNTERING
Oleh: IN INDONESIA1
TERRORISM
Jenderal Pol. Prof. H. Muhammad Tito IN INDONESIA1
by:
Karnavian, M.A., Ph.D. by:
Police General Prof. H. Muhammad
Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D.
Tito Karnavian, M.A., Ph.D.
PENDAHULUAN PREFACE

Dalam perkembangan kehidupan In the world life development


dunia terdapat 3 (tiga) paradigma there are 3 (three) international
hubungan internasional yang
relations paradigms which influence the
mempengaruhi relasi antar negara yaitu
relationship between states, namely
paradigma realisme yang berkembang
menjadi paradigma liberalisme Paradigm of Realism which evolved
dan kemudian menjadi paradigma into Paradigm of Liberalism and later
konstruktivisme2. Paradigma realisme becoming Paradigm of Constructivism2.
dengan negara (Nation State) sebagai Paradigm of Realism is where a nation
aktor utama dalam sistem dunia yang state as a single actor in the anarchical
anarkhi di mana tidak adanya suatu world system, where there is no
pemerintahan dunia (single global
single global government. In broader
government). Dalam pengertian yang
sense, anarchy is not only defined as
luas anarki tidak hanya diartikan
sebagai “kekerasan” (violence), namun “violence”, but also a “disorder”, which
juga “terjadinya ketidakteraturan” can be seen from the emergence of
(disorder), yang dapat dilihat conflict, dispute, and even war. In the
dari munculnya berbagai konflik, anarchical world system, there are no
perselisihan, bahkan peperangan. rules or norms that bind to be obeyed
Dalam sistem dunia yang anarkhi, tidak by every country, so that every country
ada aturan atau norma-norma yang
can expand its influence to other
mengikat untuk dipatuhi oleh setiap
countries which usually accomplished
1 Disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Ilmu Kepolisian
dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)- Perguruan Tinggi 1 Conveyed during the conferment of Professorship of Police
Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta, 26 Oktober 2017 Science College (PTIK/STIK) in Jakarta, October 2017.
2 Alexander Wendt, ‘Anarchy Is What States Make of It: The Social 2 Alexander Wendt, ‘Anarchy Is What States Make of It: The So-
Construction of Power Politics’, International Organization, 46.2 cial Construction of Power Politics’, International Organization,
(1992), 391–425 (p. 425). 46.2 (1992), 391–425 (p. 425).

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 1


negara sehingga setiap negara dapat by the dominance of military force or
memperluas pengaruhnya ke negara war.
lain yang biasanya dilakukan dengan In the Paradigm of Liberalism, the
dominasi kekuatan militer atau perang. main actor of international relations is not
Dalam paradigma liberalisme
only a nation state but also a non-state
pemain utama dalam hubungan
internasional tidak hanya negara tetapi actor3. The Paradigm of Liberalism was
juga non-state actor3. Paradigma resulted from the trauma of World War
liberalisme lahir dari hasil trauma I which had caused massive damage
Perang Dunia I yang menyebabkan in Europe including a large numbers
kerusakan masif di Eropa serta kerugian of material losses and casualties. The
material dan korban jiwa dalam jumlah war in Europe had caused casualties
besar. Perang di Eropa menyebabkan
on both sides. Casualties of one of
jatuhnya korban di kedua belah pihak.
the parties could be at one’s territory
Korban dari salah satu pihak dapat
terjadi di wilayahnya sendiri ataupun di or opposite territory, but both parties
wilayah pihak lain, namun kedua pihak have the same interests that is to
memiliki kepentingan yang sama yaitu protect their citizens wherever they
menyelamatkan warga negaranya di are. This situation had created difficulty
manapun berada. Hal ini menimbulkan in conducting evacuation and rescue
kesulitan dalam melakukan evakuasi when the casualty was at opposite
dan pertolongan ketika korban jatuh
party’s territory. Therefore, a third party
di wilayah yang dikuasai oleh pihak
emerged to take care of casualties of
lain. Oleh karena itu, muncul pihak
ketiga yang mengurus korban-korban the two parties, that is International
perang dari kedua belah pihak yaitu Committee of Red Cross (ICRC).
International Committee of Red Cross ICRC became the first international
(ICRC). ICRC merupakan lembaga organization or a Non-State Actor who
internasional atau Non-State Actor appeared due to situational needs4.

3 Non State Actor could affect relationship between states.


3 Non State Actor adalah aktor bukan negara tetapi mampu Quite frequent that Non State Actors have powers to defeat the
mempengaruhi hubungan antar negara. Tidak jarang, Non State power of a state. After the International Committee of Red Cross
Actors memiliki kekuatan yang dapat mengalahkan kekuatan (ICRC) later emerged several Non State Actor with a diverse
negara. Setelah International Committee of Red Cross (ICRC) activity in the field of social, finance, and sports.
kemudian bermunculan beberapa Non State Actor dengan 4 When Indonesia was hit by monetary crisis in 1997, Non State
aktivitasnya yang beragam di bidang sosial, keuangan, dan Actor could “defeated” the power of state actor, that was whe
olahraga. Indonesia was forced to submit to the will of the International

2 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


yang pertama kali muncul karena The development towards
kebutuhan situasional4. constructivism was marked by the
Perkembangan ke arah measures taken by state actors and
konstruktivisme ditandai dengan non-state actors to form values and
upaya berbagai aktor negara dan non
norms which applied universally.
negara untuk membentuk nilai-nilai
dan norma-norma yang diberlakukan The power of these actors has made
secara universal. Kekuatan aktor-aktor state actors became subject to the
ini telah mampu membuat berbagai applicable norms, so eventhough
aktor negara untuk tunduk terhadap world government does not appear,
norma-norma tersebut, sehingga the world have become more orderly
meski suatu pemerintahan dunia tidak due to respect and obedience to the
muncul, dunia menjadi lebih tertib
construction of these norms.
karena adanya penghormatan dan
The strengthening of non state
ketaatan terhadap konstruksi norma-
norma tersebut. actors have easily created conflict
Menguatnya aktor non negara and violence which involved non
telah membuat konflik dan kekerasan state actors. Non state actors can be
yang melibatkan aktor non negara conflicted with other non-state actors,
semakin mudah terjadi. Aktor non state actors, and even with a group of
negara dapat berkonflik dengan state actors. A violent conflict between
aktor non negara lainnya, dengan
drug cartels in Latin America is an
aktor negara, bahkan dengan aktor
example of conflict between non-state
kelompok negara. Konflik kekerasan
antar kartel narkotika di Amerika Latin actors, insurgency in the Southern
adalah contoh bentuk konflik antar Philippines by Moro Islamic Liberation
aktor non negara, pemberontakan Front (MILF) is a form of conflict
di Filipina Selatan oleh Moro Islamic between non-state actor and state
Liberation Front (MILF) adalah bentuk actor5, while terrorism act by Al Qaeda

4 Pada saat Indonesia dilanda krisis moneter tahun 1997, Non


State Actor dapat “mengalahkan” kekuatan negara yaitu ketika Monetary Fund (IMF). To overcome the crisis, the Indonesian
Indonesia dipaksa tunduk pada kehendak International Monetary government requested assistance to the IMF and approved, on
Fund (IMF). Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah contion Indonesia must comply with all IMF recommendations
Indonesia meminta bantuan kepada IMF dan disetujui, namun contained in the Letter of Intent, one of which undertook reforms
dengan syarat Indonesia harus mematuhi semua rekomendasi in the field of national economic law.
IMF yang tertuang dalam Letter of Intent, salah satunya 5 Muhammad Tito Karnavian, ‘The Regional Fraternity:
melakukan reformasi di bidang hukum perekonomian nasional. Collaboration Between Violent Islamic Groups in Indonesia and
the Philippines’, in Terrorism in South and Southeast Asia in the

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 3


konflik antara aktor non negara dengan who attacked Western interest was the
negara5, sedangkan aksi terorisme Al evidence of violent conflict between
Qaeda yang menyerang kepentingan non-state actor with a group of state
Barat menjadi bukti adanya konflik actors6.
kekerasan antara aktor non negara
A change of world’s paradigm
dengan sekelompok negara6.
Perubahan paradigma dunia that is more liberalist and constructivist
yang lebih liberalis dan konstruktivis has influenced the potential conflict in
juga berpengaruh terhadap potensi South East Asia region. The existing of
konflik di kawasan Asia Tenggara. ASEAN regional body, which was initally
Adanya lembaga regional ASEAN not security oriented, has slowly made
yang semula tidak berorientasi pada South East Asia into the world’s most
bidang keamanan, perlahan telah
stable region. Despite some disputes
membuat Asia Tenggara menjadi salah
happening between its member
satu kawasan yang paling stabil di
dunia. Terlepas dari adanya sejumlah states, since ASEAN establishment
sengketa di antara negara anggotanya, in 1967, there has been no more war
tapi sejak ASEAN didirikan tahun 1967, between ASEAN states7. The success
tidak ada lagi perang antar negara of ASEAN in constructing a number of
ASEAN7. Sedemikian berhasilnya norms of the association on its member
ASEAN mengkonstruksi sejumlah states to adhere to, many observers
norma tata pergaulan yang dipatuhi
consider that ASEAN will gradually
become a Security Community and
5 Muhammad Tito Karnavian, ‘The Regional Fraternity:
Collaboration Between Violent Islamic Groups in Indonesia
and the Philippines’, in Terrorism in South and Southeast Asia in Coming Decade, ed. by Daljit Singh (Singapore : New Delhi:
the Coming Decade, ed. by Daljit Singh (Singapore : New Delhi: Institute of Southeast Asian Studies, 2009), pp. 117–25
Institute of Southeast Asian Studies, 2009), pp. 117–25. 6 Walid Phares, Future Jihad: Terrorist Strategies against America
6 Walid Phares, Future Jihad: Terrorist Strategies against America (New York: St. Martin’s Press, 2014), p. 172; Russell Howard,
(New York: St. Martin’s Press, 2014), p. 172; Russell Howard, ‘Understanding Al Qaeda’s Application of the New Terrorism’, in
‘Understanding Al Qaeda’s Application of the New Terrorism’, in Terrorism and Counterterrorism: Understanding the New Security
Terrorism and Counterterrorism: Understanding the New Security Environment, Readings and Interpretations, by Bruce Hoffman
Environment, Readings and Interpretations, by Bruce Hoffman and Russell Howard, 4 edition (New York (N.Y.): McGraw-Hill
and Russell Howard, 4 edition (New York (N.Y.): McGraw-Hill Education, 2011), pp. 75–85.
Education, 2011), pp. 75–85. 7 Some of the conflicts between ASEAN countries include:
7 Beberapa konflik yang terjadi antara negara ASEAN antara Sipadan and Ligitan Island conflict between Indonesia and
lain: konflik Pulau Sipadan dan Ligitan, antara Indonesia dan Malaysia, Differences of opinion between Malaysia and Brunei
Malaysia, Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei on unidentified territorial borders on the mainland of Sarawak
mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak East Malaysia and boundaries of the Exclusive Economic Zone
Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi territorial waters and conflict between Malaysia and Singapore
Eksklusif dan konflik antara Malaysia dan Singapura tentang about the possession of Pulau Batu Putih (Pedra Branca) in the
pemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca) di Selat Johor. Johor Strait.

4 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


negara anggotanya, sehingga banyak can be a model for other regions in
pengamat menganggap bahwa creating regional security8. However,
ASEAN perlahan akan menjadi South East Asia has not escaped the
suatu komunitas keamanan (Security potential of violent conflict by non-state
Community) dan dapat menjadi model
actors, for example the Philippines
bagi kawasan lain untuk menciptakan
keamanan regional8. Namun demikian, whose government is still struggling to
Asia Tenggara tidak terhindar dari resolve separatism movement in the
munculnya potensi konflik kekerasan southern part of its country, as well as
oleh aktor non negara, contonhya Thailand, Myanmar and Indonesia.
Pemerintah Filipina yang hingga kini Considering the potential conflict
masih berjuang untuk menyelesaikan done by non-state actors, especially
separatisme di bagian selatan
related to radicalism and terrorism
negaranya, demikian juga Thailand,
which are parts of insurgency, this
Myanmar dan Indonesia.
Berangkat dari masih adanya Professorship Inaugural Speech will
potensi konflik yang dilakukan oleh aktor focus on the role of Indonesian National
non negara, khususnya radikalisme Police as the main state’s institution
dan terorisme yang merupakan in maintaining domestic security to
bagian dari aksi insurgensi, maka counter terrorism in Indonesia which is
pada Pidato Pengukuhan Guru Besar conducted by non-state actor.
ini akan difokuskan pada bagaimana
Peran Polri sebagai institusi negara
utama pemelihara keamanan dalam
negeri, dalam penanganan terorisme
di Indonesia yang dilakukan oleh non-
state actor.

8 SHOJI Tomotaka, ‘ASEAN Security Community: An Initiative 8 SHOJI Tomotaka, ‘ASEAN Security Community: An Initiative
for Peace and Stability’, NIDS Security Reports, 3.4 (2008), 17–34 for Peace and Stability’, NIDS Security Reports, 3.4 (2008), 17–34
(p. 18). (p. 18).

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 5


PEMAHAMAN TENTANG UNDERSTANDING
INSURGENSI INSURGENCY
Di dalam literatur strategic In the literature of strategic studies,
studies, salah satu anak cabang one of the branches of international
ilmu politik internasional, insurgensi
political science, insurgency is one of
merupakan salah satu bentuk "irregular
warfare", yang berbeda dengan perang the forms of "irregular warfare", which
konvensional atau "regular warfare". is different from conventional warfare
Menurut Bard O'Neill, insurgensi or "regular warfare".
adalah "....a struggle between a non- According to Bard O'Neill,
ruling group and the ruling authorities insurgency is"....a struggle between
in which the non-ruling group a non-ruling group and the ruling
consciously uses political resources
authorities in which the non-ruling group
(e.g, organizational expertise,
consciously uses political resources
propaganda, and demonstrations) and
violence to destroy, reformulate, or (e.g, organizational expertise,
sustain the basis of legitimacy of one or propaganda, and demonstrations) and
more aspects of politics9", sedangkan violence to destroy, reformulate, or
Wilkinson menyebutnya dengan istilah sustain the basis of legitimacy of one
"revolutionary warfare" yaitu, "...a or more aspects of politics"9, while
struggle between a non-government Wilkinson calls it "revolutionary warfare"
group and a government for political
that is, "...a struggle between a non-
and social control of people in a given
government group and a government
national territory"10. Dengan demikian,
insurgensi ditandai dengan hadirnya for political and social control of people
aktor non negara melawan aktor in a given national territory"10. Thus,
negara dengan menggunakan sumber insurgency is characterized by the
daya politik dan militer dengan tujuan presence of non-state actors against
mengambil alih kekuasaan negara. state actors using political and military
resources with the aim to take over
Ada empat strategi utama
state power.
9 Bard E. O’Neill in Leonard Weinberg, The End of Terrorism?
(Milton Park: Routledge, 2013), p. 72. 9 Bard E. O’Neill in Leonard Weinberg, The End of Terrorism?
10 Paul Wilkinson, Terrorism Versus Democracy: The Liberal (Milton Park: Routledge, 2013), p. 72.
State Response (Milton Park: Taylor & Francis, 2011), p. 15. 10 Paul Wilkinson, Terrorism Versus Democracy: The Liberal
State Response (Milton Park: Taylor & Francis, 2011), p. 15.

6 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


insurgensi yaitu: konspirasi, perang There are four main strategies of
kota, gradual, military-foco11. insurgency, those are conspiracy, urban
Strategi konspirasi dilaksanakan warfare, gradual, military-foco.11 The
tanpa melibatkan massa, namun conspiracy strategy is implemented
cukup dengan melakukan aksi
without mass involvement, it is enough
pengambilalihan kekuasaan dengan
cepat di tingkat elite, misalnya kudeta. by conducting a quick take over at
Perang kota (urban warfare) banyak the elite level, e.g. coup d’etat. Urban
dilakukan dengan cara teroris dan warfare is mostly done with terror and
sabotase di perkotaan, memanfaatkan sabotage in urban areas, exploiting
kompleksnya kehidupan perkotaan the complexity of urban life as shelter
untuk berlindung dan sekaligus and source of logistics. The gradual
sumber logistik. Strategi gradual
strategy is done in stages consists of
dikerjakan secara bertahap yang
three main stages, namely: strategic
meliputi tiga tahapan utama, yaitu:
strategic defensive, strategic stalemate defensive, strategic stalemate and
dan strategic offensive. Contoh strategic offensive. A classic example of
klasik insurgensi gradual ini adalah this gradual insurgency is the struggle
perjuangan komunis Mao Tse Tung of communist Mao Tse Tung when
ketika mengambil alih kekuasaan dari he took over power from nationalist.
nasionalis12. Pada tahap strategic 12
At strategic defensive stage, Mao
defensive, Mao membentuk organisasi,
formed an organization, recruited
merekrut massa petani di pedesaan
rural peasants by selling communist
dengan menjual ideologi komunis,
membangun jaringan kekuatan militer ideology, built a network of military
dan melakukan serangan terbatas forces and carried out limited attacks
dengan taktik terorisme dan gerilya. with tactics of terrorism and guerrilla.
Pada tahap strategic stalemate, saat At the strategic stalemate stage, as the
kekuatan militer menguat, Mao mulai military strengthened, Mao began to
menantang negara secara terbuka challenge the state openly to fight with
untuk berperang dengan taktik
conventional and guerrilla tactis, while

11 Christopher A. Lawrence, America’s Modern Wars 11 Christopher A. Lawrence, America’s Modern Wars
(Philadelphia: Casemate, 2015), p. 140. (Philadelphia: Casemate, 2015), p. 140.
12 John Baylis, James J. Wirtz, and Colin S. Gray, Strategy in the 12 John Baylis, James J. Wirtz, and Colin S. Gray, Strategy in the
Contemporary World (Oxford: OUP Oxford, 2013), p. 178. Contemporary World (Oxford: OUP Oxford, 2013), p. 178.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 7


gerilya dan konvensional, sedangkan at the strategic offensive stage, Mao
pada tahap strategic offensive, Mao conducted massive military attack so
melakukan serangan militer besar- that the government was conquered.13
besaran sehingga pemerintah dapat Che Guevara’s armed struggle
ditaklukkan13.
in Latin America, including helping
Perjuangan Che Guevara di
Amerika Latin, termasuk membantu Fidel Castro to seize Cuba, is a classic
Fidel Castro untuk merebut Kuba, example of the applied military-foco
merupakan contoh klasik aplikasi or military focus.14 This strategy
strategi military-foco atau military does not require the establishment of
focus.14 Strategi ini tidak memerlukan organization to seize the mass base
pembentukan organisasi untuk and build military force. Guevara was
merebut basis massa dan membangun
only formed a small military unit, but
kekuatan militer besar. Guevara hanya
flexible, high mobility, skilled in sabotage
membentuk unit kecil militer, namun
fleksibel, mobilitas tinggi, memiliki and guerrilla capabilities as well as
kemampuan sabotase dan gerilya attacked government’s military unit
serta menyerang sasaran unit militer with hit and run method. The success
pemerintah dengan metoda hit and run. of this unit outshines the government
Keberhasilan unit ini mengalahkan unit military units and its ability to escape
militer pemerintah dan kemampuan arrest had frustrated the government
untuk lolos dari penangkapan telah
and overthrown government’s
membuat pemerintah frustasi dan
credibility in the public eye. As a result,
menjatuhkan kredibilitas kekuatan
pemerintah di mata publik. Akibatnya other insurgents became more daring
kelompok perlawanan lain menjadi and formed small units to attack the
government. The snowball was keep
13 Kebijakan Mao yang paling fundamental adalah Revolusi
Kebudayaan (1966 – 1969) yang mengusung konsep
pembangunan yang mendasarkan diri pada mobilisasi 13 Mao’s most fundamental policy is the Cultural Revolution
politik, bukan pada prinsip teknokratisme. Mobilisasi politik (1966-1969) which carries the concept of development based
inipun masih mendasarkan pada dialektika materialis yang on political mobilization, not on the technocratic principle. The
mengutamakan transformasi individu sebagai alat dan tujuan mobilization of politics is still based on a materialist dialectic
pembangunan sosialis. Menurut Mao pembangunan ekonomi prioritizing individual transformation as a tool and goal of
akan mencapai sasaran apabila dilakukan secara merata dan socialist development. According to Mao economic development
seimbang sehingga seluruh anggota masyarakat dapat mengambil will achieve the target if done equally and balanced so that all
keuntungan bersama. members of society can take advantage together
14 Joshua Johnson, ‘From Cuba to Bolivia: Guevara’s Foco 14 Joshua Johnson, ‘From Cuba to Bolivia: Guevara’s Foco Theory
Theory in Practice’, Retrieved October, 24 (2006), 2008 (p. 26). in Practice’, Retrieved October, 24 (2006), 2008 (p. 26).

8 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


lebih berani dan membentuk unit-unit rolling until those small units expanded
kecil menyerang pemerintah. Bola and defeated government's military
salju terus bergulir sehingga unit kecil forces, until finally the government
militer ini membesar dan mengalahkan surrendered.
kekuatan militer pemerintah, hingga
From the literature of
pemerintah menyerah.
Dari literatur gerakan terorisme contemporary radical Islamic terrorism
radikal Islamis kontemporer, kedua movements, the latter two strategies
strategi terakhir di atas mirip dengan are similar to Qital Nikayah and Qital
strategi Qital Nikayah dan Qital Tamkin strategies.15 Qital Tamkin
Tamkin.15 Qital Tamkin yang digagas which was initiated by Abu Muhammed
oleh Abu Muhammed Maqdisi, Maqdisi, the founder of the Tauhid Wal
pendiri Tauhid Wal Jihad Irak sebagai
Jihad of Iraq is the forerunner of ISIS
cikal bakal ISIS dan tokoh radikal
and a very influential Islamic radical
Islam yang sangat berpengaruh,
mirip dengan strategi gradual yang figure, similar to the gradual strategy
memerlukan pembangunan basis that requires the building of a mass
massa perjuangan, sedangkan Qital base, while Qital Nikayah which was
Nikayah yang dicetuskan tokoh Al coined by another Al Qaeda leader,
Qaeda lainnya Abu Musab Zarkawi Abu Musab Zarkawi, suggested a form
menyarankan bentuk perjuangan yang of struggle which does not require
tidak memerlukan basis massa, namun
a mass base, but continuosly attack
menyerang terus menerus lawan
the opponent with little force until the
dengan kekuatan kecil sehingga lawan
menjadi lemah. opponent is weaken.
Terdapat beberapa prinsip penting There are several important
yang harus diperhatikan oleh pemerintah principles that the government should
dalam menghadapi insurgensi. Perang be aware of in dealing with insurgency.
insurgensi sebenarnya perang untuk Insurgency war is actually a war

15 Kumar Ramakrishna, Islamist Terrorism and Militancy in 15 Kumar Ramakrishna, Islamist Terrorism and Militancy in
Indonesia: The Power of the Manichean Mindset (Singapore: Indonesia: The Power of the Manichean Mindset (Singapore:
Springer, 2014), p. 196; International Crisis Group, Indonesia: Springer, 2014), p. 196; International Crisis Group, Indonesia:
Jihadi Surprise in Aceh (Jakarta/Brussels: International Crisis Jihadi Surprise in Aceh (Jakarta/Brussels: International Crisis
Group, 20 April 2010), p. 1 <https://www.crisisgroup.org/asia/ Group, 20 April 2010), p. 1 <https://www.crisisgroup.org/asia/
south-east-asia/indonesia/indonesia-jihadi-surprise-aceh> south-east-asia/indonesia/indonesia-jihadi-surprise-aceh>
[accessed 13 September 2017]. [accessed 13 September 2017].

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 9


mendapat dukungan publik (public for public support. Whichever party
support). Pihak mana yang berhasil wins the public support will also be
memenangkan dukungan publik maka the winner of the war. Insurgency
akan menjadi pemenang perang. can only survive if there is public
Insurgensi hanya dapat bertahan jika
support, because public is the source
ada dukungan publik, karena publik
merupakan sumber logistik, rekrutmen, of logistics, recruitment, hideout, and
tempat persembunyian, dan lain- so on. Therefore, the key to defeat
lain. Oleh karenanya, kunci utama insurgents or terrorists is that the state
untuk mengalahkan insurgen atau must be able to win public support, both
teroris, negara harus mampu merebut locally and internationally16. The next
dukungan publik, baik lokal maupun principle is to use minimum force to
internasional.16 Prinsip berikutnya
avoid unnecessary collateral damage
adalah menggunakan kekuatan
in the community so that they do not
minimum untuk menghindari korban
kolateral anggota masyarakat yang antipathy towards the state. Another
tidak diperlukan sehingga masyarakat important principle is the effectiveness
tidak antipati terhadap negara. of propaganda and counter-
Prinsip penting lain adalah efektifitas propaganda, because propaganda will
propaganda dan kontrapropaganda, greatly influence public opinion and
karena propaganda akan sangat insurgent mass to support or not to
mempengaruhi opini publik dan massa
support insurgency.17
insurgen untuk mendukung atau tidak
A debate between Marc Sageman
mendukung insurgen.17
Debat antara Marc Sageman18
18
and Bruce Hoffman19 on the strategy
dengan Bruce Hoffman19 tentang of handling terrorism could also inspire

16 Tim Benbow and Rod Thornton, Dimensions of Counter- 16 Tim Benbow and Rod Thornton, Dimensions of Counter-
Insurgency: Applying Experience to Practice (New York: Insurgency: Applying Experience to Practice (New York:
Routledge, 2013), p. 39. Routledge, 2013), p. 39.
17 Seth G. Jones, Waging Insurgent Warfare: Lessons from the 17 Seth G. Jones, Waging Insurgent Warfare: Lessons from the
Vietcong to the Islamic State (Oxford: Oxford University Press, Vietcong to the Islamic State (Oxford: Oxford University Press,
2016), p. 9. 2016), p. 9.
18 Marc Sageman, Leaderless Jihad: Terror Networks in the 18 Marc Sageman, Leaderless Jihad: Terror Networks in the
Twenty-First Century (Philadelphia: University of Pennsylvania Twenty-First Century (Philadelphia: University of Pennsylvania
Press, 2011), p. 83. Press, 2011), p. 83.
19 Bruce Hoffman, ‘The Myth of Grass-Roots Terrorism: Why 19 Bruce Hoffman, ‘The Myth of Grass-Roots Terrorism: Why
Osama Bin Laden Still Matters’, Foreign Affairs, 87.3 (2008), Osama Bin Laden Still Matters’, Foreign Affairs, 87.3 (2008),
133–8 (p. 134). 133–8 (p. 134).

10 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


strategi penanganan terorisme the counter insurgency strategy.
juga dapat menginspirasi strategi Sageman claims that addressing the
penanggulangan insurgensi. Sageman root cause is more important than
mengklaim bahwa penyelesaian cracking down the terror networks,
akar masalah lebih penting dari pada
while Hoffman believes that destroying
menindak jaringan teror, sedangkan
Hoffman yakin bahwa menghancurkan networks and organizations, such
jaringan dan organisasi, seperti jaringan as Al-Qaeda network, will neutralize
AI Qaeda, akan dapat menetralisir terrorist disruptions.
gangguan terorisme. The idea of Louis Richardson20
Pemikiran Louis Richardson20 becomes another option in dealing
menjadi pertimbangan lain dalam with insurgency. Richardson, who had
menangani insurgensi. Richardson
been conducting research on dozens
yang telah melakukan penelitian
of terrorists and insurgency groups in
terhadap puluhan kelompok terorisme
dan insurgen di dunia menyatakan the world, says that there are 3 (three)
ada 3 (tiga) penyebab munculnya causes of terrorism and insurgency i.e.:
terorisme dan insurgensi: disaffected disaffected persons, enabling group,
persons, enabling group, dan and legitimizing ideology. Therefore,
legitimizing ideology. Oleh karenanya to neutralize them, there are needs to
untuk menetralisirnya, perlu ada upaya resolve the discontentment of those
untuk menyelesaikan ketidakpuasan
people, dissolve their organization,
orang-orang tersebut, menghentikan
and neutralize the ideology which
organisasinya, dan menetralisir
ideologi yang membolehkan serta allows and encourages them to commit
menganjurkan mereka melakukan aksi violence.
kekerasan.

20 Louise Richardson, What Terrorists Want: Understanding 20 Louise Richardson, What Terrorists Want: Understanding
the Enemy, Containing the Threat (New York: Random House the Enemy, Containing the Threat (New York: Random House
Publishing Group, 2006), 40. (Richardson adalah penguji penulis Publishing Group, 2006), 40. (Richardson is the writer’s tester/
saat ujian Thesis Ph.D di NTU tahun 2012 dan sekarang menjadi examiner during Ph.D. examination session in NTU in 2012. He
Vice-Chancellor (Rektor) The University of Oxford, Inggris) is now the Vice-Chancellor of Oxford University, UK)

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 11


TERORISME DI INDONESIA TERRORISM IN INDONESIA
Mengacu pada pemahaman Refers to the understanding of
tentang insurgensi sebagaimana insurgency as argued by O'Neill dan
diargumentasikan oleh O'Neill dan Wilkinson21, Indonesia is currently
Wilkinson21, saat ini Indonesia juga
facing at least two insurgent groups:
menghadapi setidaknya dua kelompok
insurgen, yaitu: jaringan Islamis they are radical Islamist network and
radikal dan separatis (etno-nasionalis). separatist (ethno-nationalist). But in
Namun dalam Pidato Pengukuhan this inaugural speech the discussion
ini pembahasan akan dibatasi pada will be limited to the radical Islamist
jaringan Islamis radikal dan terorisme. network and terrorism.
Pemikiran Islam radikal tidak Radical Islamic thought can not
dapat dilepaskan dengan adanya
be separated from the desire to re-
keinginan untuk kembali menegakkan
enforce the provisions contained in
segala ketentuan yang ada di dalam
Al Qur’an dan Hadist. Hal ini didasari the Qur'an and Hadith. This is based
oleh adanya pandangan bahwa on the view that the development of
perkembangan Islam sudah dianggap Islam has been deviated from the
banyak menyimpang dari Al Qur’an Qur'an and Hadith with the existence
dan Hadist dengan adanya berbagai of various religious activities which are
kegiatan keagamaan yang tidak diatur not regulated in the Qur'an and Hadith
dalam Al Qur’an dan Hadist atau yang
or so-called heresy (bid’ah). In addition
disebut dengan bid’ah. Selain itu juga
to that, other view also argues that the
muncul pandangan bahwa masyarakat
atau negara yang tidak menerapkan people or countries who do not apply
hukum Islam dianggap sebagai Islamic law are regarded as ignorant
masyarakat jahiliyah dan kafir. and infidel society.
Terkait dengan munculnya In line with the the rise of Radical
Islam Radikal, Oliver Roy dalam Islam, Oliver Roy in his book The
bukunya The Failure of Political Islam Failure of Political Islam affirms that
menegaskan bahwa Islam radikal
contemporary radical Islam comes from
kontemporer berasal dari 2 (dua)
2 (two) religious organizations namely
organisasi keagamaan yakni kelompok
al-Ikhwan al-Muslimin (Hasan Al Banna
21 Wilkinson, op. cit., p. 15; Weinberg, op. cit., p. 72.
21 Wilkinson, op. cit., p. 15; Weinberg, op. cit., p. 72.

12 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


al-Ikhwan al-Muslimin (Hasan Al Banna in Egypt in 1906-1949) and Jamaat AI
di Mesir tahun 1906-1949) dan Jamaat Islami (Abu A'la al-Mawdudi in Pakistan
AI Islami (Abu A’la al-Mawdudi di in 1903-1979).22 In the development,
Pakistan tahun 1903-1979).22 Dalam those two organizations became
perkembangannya, kedua organisasi
movements that spread throughout
tersebut menjadi gerakan-gerakan yang
menyebar ke seluruh dunia. Pemikiran the world. Thought and ideology of
dan ideologi Islam radikal yang ingin radical Islam which want to restore
mengembalikan implementasi Islam the implementation of pure Islam have
secara murni menjadi daya tarik bagi attracted some of the Muslims to join,
sebagian Muslim untuk bergabung, including from Indonesia.
termasuk dari Indonesia. Radical Islam23 has existed
Islam radikal23 sudah ada
in Indonesia for a long time, even
di Indonesia sejak lama, bahkan
before its independence there were
sebelum kemerdekaan sudah terdapat
elemen-elemen yang menginginkan elements who wanted to establish
dibentuknya Indonesia sebagai Indonesia as their own version-Islamic
negara Islam versi mereka sendiri. state. Although the founding fathers
Meskipun founding fathers akhirnya finally chose the form of Indonesia
memilih mendirikan negara Indonesia as a national state, but efforts to
sebagai negara nasional, namun establish the Islamic State was still
upaya untuk mendirikan Negara
ongoing. After the Dutch officially
Islam masih terus berlangsung.
recognized Indonesia's independence
Setelah Belanda mengakui secara
resmi kemerdekaan dan kedaulatan and sovereignty, the government was
Indonesia, pemerintah dihadapkan confronted with armed insurgencies
pada berbagai pemberontakan such as DI / TI in the period of 1949-

22 Olivier Roy, The Failure of Political Islam (Cambridge: Harvard 22 Olivier Roy, The Failure of Political Islam (Cambridge: Harvard
University Press, 1994), pp. 1–2. University Press, 1994), pp. 1–2.
23 Kerangka pemikiran islam radikal pada dasarnya adalah: 23 The framework of radical Islamic thought is essentially: Islam
Islam harus menjadi dasar negara, Syariat harus diterima should be the basis of the state, Shari’a must be accepted as the
sebagai konstitusi negara, Kedaulatan politik ada di tangan constitution of the state, the political sovereignty is in the hands
Tuhan, Gagasan tentang negara-negara bangsa (nation state) of God, the notion of nation states is contrary to the concept of
bertentangan dengan konsep umat yang tidak mengenal batas- people who do not know political boundaries or The principle of
batas politik atau kedaerahan, Prinsip syura (musyawarah) shura (musyawarah) is different from the idea of democracy (See:
berbeda dengan gagasan demokrasi. (Lihat: Khamami Zada, Khamami Zada, Islam Radikal: Pergualtan Ormas-Ormas Islam
Islam Radikal: Pergualtan Ormas-Ormas Islam Garis Keras Di Garis Keras Di Indonesia (translated; Radical Islam: The Struggle
Indonesia (Jakarta: Teraju, 2002), p. 11.) of Islamic Hardline In Indonesia) (Jakarta: Teraju, 2002), p. 11.)

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 13


bersenjata seperti DI/TII pada periode 1962. An armed rebellion who aimed for
1949-1962. Pemberontakan bersenjata the establishment of an Islamic state at
untuk mendirikan negara Islam pada that time was formed to establish Darul
saat itu dilakukan untuk mendirikan Islam led by Sekarmaji Kartosuwiryo24
Darul Islam dipimpin oleh Sekarmaji
which ultimately crushed by the
Kartosuwiryo24 yang akhirnya dapat
ditumpas pemerintah dengan kekuatan government with armed forces as well.
bersenjata pula. During the New Order government
Pada masa pemerintahan Orde under the leadership of President
Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, radicalism and terrorism
Soeharto, gerakan radikalisme dan movements could not develop well even
terorisme tidak dapat berkembang though they were still survived. The
dengan baik meski masih survive.
semi-authoritarian Soeharto regime
Rezim Soeharto yang memerintah
exercised strict controls to suppress
secara semi otoriter melakukan kontrol
yang ketat untuk menekan munculnya the movement, among others, by using
gerakan tersebut antara lain dengan strong intelligence and Subversive
menggunakan intelijen yang kuat Law. With the strict control, elements
dan undang-undang Subversif. of the radical Islamic movement did
Dengan kontrol yang ketat, elemen- not expose their activity and could not
elemen gerakan Islam radikal tidak show their existence openly so that
menampakkan aktifitas dan tidak dapat
they morphed into a secret or closed
menunjukkan eksistensinya secara
movement as Indonesian Islamic State
terbuka, sehingga bermetamorfosis
menjadi gerakan rahasia atau tertutup (NII). Strong pressure made some
sebagai Negara Islam Indonesia (NII). prominent figures of Islamic radical
Tekanan yang kuat membuat beberapa movements to flee abroad, including
tokoh gerakan Islam radikal lari ke luar Abu Bakar Baasyir and Abdullah
negeri, antara lain Abu Bakar Baasyir Sungkar who went to Malaysia.
dan Abdullah Sungkar ke Malaysia. Nevertheless, during that period,
Meskipun demikian, selama periode
radical Islamic groups succeeded in
tersebut, kelompok Islam radikal
24 Holk H. Dengel, Darul Islam dan Kartosuwirjo: langkah
24 Holk H. Dengel, Darul Islam dan Kartosuwirjo: langkah perwujudan angan-angan yang gagal (translated; Darul Islam
perwujudan angan-angan yang gagal (Jakarta: Pustaka Sinar and Kartosuwiryo: the steps of illusory manifestations that fail)
Harapan, 1995), pp. 111–13. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), pp. 111–13.

14 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


berhasil melakukan aksi kekerasan conducting violent actions such as the
sebagaimana terjadi dalam peristiwa bombing of Borobudur Temple on 21
pemboman Candi Borobudur pada January 1985, and the hijacking of the
21 Januari 1985, dan pembajakan Garuda Airlines "Woyla" route from
pesawat Garuda “Woyla” rute Jakarta-
Jakarta to Medan on 28 March 1981.
Medan pada tanggal 28 Maret 1981.
Aksi kekerasan oleh jaringan Violent action by radical Islamist
Islamis radikal yang mulai marak networks which began to bloom again
kembali di era Pasca-Suharto sering in post-Suharto era was often seen
dipandang sebagai fenomena terorisme as a mere phenomenon of terrorism.
semata. Namun bagi penulis, aksi-aksi But for the writer, those actions were
tersebut tidak sesederhana itu, aksi- not that simple, the actions taken
aksi yang dilakukan oleh suatu jaringan
by interconnected network are more
yang saling terkait ini lebih tepat dilihat
accurately seen as an insurgency
sebagai suatu gerakan insurgensi.
Insurgensi lebih luas dari pada movement. Insurgency is broader than
terorisme. Jika terorisme didefinisikan terrorism. If terrorism is defined as "the
sebagai "the use of force or threat use of use of force or threat of force against
force against civilians/non-combatants civilians / non-combatants for political or
for political or ideological purposes", ideological purposes", then terrorism is
maka sebenarnya terorisme tidak actually nothing more than insurgency
lebih dari taktik insurgensi dengan
tactic by selecting civilian or non-
memilih target sipil atau non kombatan
combatant as intermediate targets.25
sebagai sasaran antara.25 Taktik ini
dipilih umumnya karena kekuatan dan This tactic is generally chosen because
sumber daya yang dimiliki terbatas, of the lack of strength and resources,
tidak sebanding dengan kekuatan unequal opposing forces / government,
lawan/pemerintah, sehingga dengan so that by targetting civilian, the
menyerang sasaran sipil, pemerintah government will lose its authority and
akan kehilangan wibawa dan legitimasi legitimacy for not able to protect its
untuk mampu melindungi warganya.
citizens. In the long term, the public
Dalam jangka panjang, publik akan

25 Ariel Merari in ‘Terrorism as a Strategy of Insurgency” Gérard 25 Ariel Merari in ‘Terrorism as a Strategy of Insurgency” Gérard
Chaliand, The History of Terrorism: From Antiquity to ISIS Chaliand, The History of Terrorism: From Antiquity to ISIS
(Oakland: Univ of California Press, 2016), p. 14. (Oakland: Univ of California Press, 2016), p. 14.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 15


mengalihkan dukungannya kepada will divert their support to terrorists
teroris yang memiliki posisi tawar who have a higher bargaining position
lebih tinggi karena mampu menekan because they are able to pressure the
pemerintah. government.
Jaringan Islamis radikal di
Radical Islamist network in
Indonesia tidak hanya menyerang
sasaran sipil dengan motif ideologi Indonesia is not only targetting civilian
jihad. Dalam beberapa insiden mereka with ideological motive of jihad. In
menyerang sasaran aparat keamanan, many ocasion they would attacked
termasuk militer kombatan. Mereka security apparatus, including military
juga memiliki tujuan politik yang jelas combatant. They also have clear
yaitu ingin mengambil alih kekuasaan political purpose, that is to take over
dan merubah negara Indonesia yang
the power and change the secular
dipandang sekuler, menjadi suatu
Indonesian state into an Islamic state
negara Islam yang didasarkan pada
syariat Islam versi mereka.26 Untuk based on their own version of Islamic
mencapai tujuan tersebut, jaringan Shariah.26 To achieve these objectives,
ini menggunakan sumber daya politik the network uses political resources
termasuk mendirikan organisasi resmi including establishing above ground
(above ground) dan aksi kekerasan organization and performing violent
terutama dengan taktik terorisme oleh acts by using terrorism tactics which
jaringan tertutup (under ground).
conducted by under-ground network.
Dari berbagai dokumen yang
From various documents which
disita, dapat disimpulkan bahwa
jaringan ini menggunakan dua were confiscated, can be concluded
strategi utama untuk mencapai tujuan that this network uses two main
politik menegakkan negara Islam strategies to achieve its political
versi mereka, yaitu strategi gradual objectives to establish their version of
(qital tamkin) dan military-foco (qital the Islamic state, i.e. gradual strategy
nikayah)27. Di dalam dokumen utama (qital tamkin) and military-foco (qital

26 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan dari penjara: mengamalkan dan


menegakkan Dinul Islam (Depok: Komunitas Bambu, 2006), p.
61. 26 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan dari penjara: mengamalkan dan
27 Muhammad Tito Karnavian, Explaining Islamist menegakkan Dinul Islam (translated; Note from prison: practise
Insurgencies:The Case of Al-Jamaah Al-Islamiyyah and the and establish Dinul) (Depok: Komunitas Bambu, 2006), p. 61.
Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007 (London: ICP,

16 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


Jl, Pedoman Umum Perjuangan al nikayah).27 In Jl’s main document,
Jamaah al Islamiyyah28 (PUPJI) yang General Guidelines for the Struggle
disita Polri tahun 2003 dapat dicermati of Al Jamaah al Islamiyyah/ Pedoman
bahwa Jl menerapkan strategi Umum Perjuangan al Jamaah al
gradual. Tertulis bahwa ada 3 tahapan
Islamiyyah (PUPJI)28 which seized
perjuangan mereka (Al Manhaj Al
Horakiy Li iqomatid Dien) yaitu tahap by the INP in 2003 can be observed
persiapan untuk penegakan Negara that Jl has been implementing gradual
Islam, tahap realisasi penegakan strategy. It is written that there are
Negara Islam dan tahap mendirikan 3 (three) stages of the struggle (Al
kekhalifahan dunia29 . Manhaj Al Horakiy Li iqomatid Dien)
Pada tahap persiapan untuk those are, preparation stage for the
penegakan Negara Islam dilakukan
enforcement of the Islamic State,
melalui upaya mendirikan organisasi,
realization stage of the enforcement of
pengembangan kekuatan dan
penggunaan kekuatan. Upaya untuk
30 Islamic State and stage of establishing
mendirikan organisasi (taqwinul the world caliphate29.
jamaah) terdiri dari upaya penentuan The preparation stage for
kepemimpinan, pembentukan the enforcement of Islamic State
kelompok inti, pendirian organisasi is conducted by establishing
rahasia (tanzim siri), penerapan organization, developing strength
prinsip amar maruf nahi munkar, dan
and using force30. The effort to
pendirian lembaga untuk menegakkan
establish an organization (taqwinul
disiplin agama (hisbah). Dalam upaya
untuk mengembangkan kekuatan jamaah) consists of appointment of
(taqwinul quwwah), dilakukan melalui
27 Muhammad Tito Karnavian, Explaining Islamist
kegiatan pendidikan, dakwah dan Insurgencies:The Case of Al-Jamaah Al-Islamiyyah and the
hijrah, mengembangkan doktrin Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007 (London: ICP,
2014), p. 70.
28 Andrew T. H. Tan, A Handbook of Terrorism and Insurgency
2014), p. 70. in Southeast Asia (Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2009),
28 Andrew T. H. Tan, A Handbook of Terrorism and Insurgency pp. 76–77.
in Southeast Asia (Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2009), 29 Nasir Abas, Membongkar Jamaah Islamiyah: pengakuan
pp. 76–77. mantan anggota JI (translated; Uncover Jamaah Islamiyah:
29 Nasir Abas, Membongkar Jamaah Islamiyah: pengakuan confession of ex JI member) (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu,
mantan anggota JI (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), pp. 2005), pp. 106–10.
106–10. 30 Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam.,
30 Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam., ed. by Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam.
ed. by Kongres Mujahidin dan Penegakan Syariah Islam (translated; The Congress of Mujahidin I and the Enforcement of
(Yogyakarta: Wihdah Press, 2001), pp. 79–90. Islamic Sharia) (Yogyakarta: Wihdah Press, 2001), pp. 79–90.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 17


jihad perang (qital), pengembangan leadership, formation of core group,
kekuatan militer (tajnid), menentukan establishment of secret organizations
daerah aman (qoidah aminah), (tanzim siri), implementation of the
melaksanakan latihan militer (i'dad), principle of amar maruf nahi munkar,
membangun sistem keuangan
and establishment of the institution to
(tomwil), membangun jaringan intelijen
(jasus), dan berkolaborasi dengan uphold the religious discipline (hisbah).
kelompok sejenis (tansiq bainal Their effort to improve their strength
jamaat)31. Kemudian dalam tahap (taqwinul quwwah) is done through
penggunaan kekuatan (istikhdamul educational activities, da'wah and
quwwah) dilakukan dengan cara hijra, developing the doctrine of war
memberikan peringatan kepada pihak jihad (qital), strengthening military
yang bertentangan untuk tunduk dan
force (tajnid), determining a safe base
tidak menghalangi pembentukan
(qoidah aminah), carrying out military
negara Islam serta melaksanakan
jihad (jihad musallah) ketika exercises (i'dad), building financial
peringatan tersebut tidak diindahkan. systems (tomwil), forming intelligence
Akhirnya, pada tahap pembentukan network (jasus), and collaborating with
negara Islam dilaksanakan dengan similar groups (tansiq bainal jamaat)31.
membentuk otoritas negara, membuat Then, in the use of force stage
aturan hukum, angkatan bersenjata, (istikhdamul quwwah) they conducted
dan meneruskan jihad perang hingga
by giving warning to the opposite
terbentuknya kekhalifahan dunia.32
parties to submit and not hampering
Meskipun PUPJI ini dibantah the establishment of Islamic state and
oleh beberapa tokoh Jl, seperti Abu to perform jihad (jihad musallah) when
Bakar Baasyir, namun interview the warning is ignored. Finally, the stage
dengan sejumlah tokoh Jl sendiri of establishment of the Islamic state is
seperti Nasir Abas33, Ali Imron, Abu conducted by forming state authority,
Rusdan, Ahmad Roihan, Hambali making the rule of law, armed forces,
dan masih banyak lagi, serta tulisan
and continuing jihad war until the world
31 Abas, op. cit., pp. 106–10 caliphate is established.32
32 Rohan Gunaratna and Aviv Oreg, The Global Jihad Movement
(Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, 2015), pp. 100–102;
Abas, op. cit., pp. 109–10. 31 Abas, op. cit., pp. 106–10
33 Abas, op. cit., pp. 102–5. 32 Rohan Gunaratna and Aviv Oreg, the Global Jihad Movement

18 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


para tokoh yang membantah tadi34, Even though PUPJI was denied
mengkonfirmasi kebenaran isi PUPJI by some Jl figures, such as Abu Bakar
tersebut sebagai dokumen strategi Baasyir, but from interviews with other
perjuangan Jl. Dengan demikian jelas Jl's figures such as Nasir Abas33, Ali
bahwa Jl mengadopsi strategi gradual
Imron, Abu Rusdan, Ahmad Roihan,
insurgency untuk mencapai tujuan
politiknya mendirikan suatu negara Hambali and many more, as well as
Islam versi mereka sendiri. writings of the figures who denied
Dengan menggunakan kerangka earlier34, confirmed the truth of the
teori tiga tahapan strategi gradual contents of PUPJI as a strategy
insurgency sebagaimana dijelaskan document of Jl struggle. Therefore it
oleh O'Neill, maka sebenarnya is clear that Jl has adopted a gradual
Jl masih pada tahap awal yaitu
insurgency strategy to achieve its
strategic defensive. Pembangunan
political objectives of establishing their
organisasi baik rahasia atau terbuka
telah dibentuk, pengembangan own version Islamic state.
doktrin radikal, rekrutmen, pelatihan By using theoretical framework
militer (seperti di Aceh tahun 2010)35, of three stage gradual insurgency
penguasaan senjata api amunisi dan strategy as described by O'Neill, then
bahan peledak, serta upaya merebut actually Jl was still at its early stage,
dukungan massa telah dimulai, dan that is strategic defensive. Either
hanya melakukan serangan terbatas
secret or open organizations has been
untuk menjatuhkan wibawa pemerintah
established, development of radical
dan Barat. Jika mereka berhasil melalui
tahap ini, dan menjadi besar, tidak doctrine, recruitment, military training
menutup kemungkinan akan berlanjut (as in Aceh in 2010)35, mastery of
ke tahap berikutnya yaitu strategic weapons ammunition and explosive, as
stalemate dan strategic offensive. well as any effort to win public support
Strategi kedua yang dilakukan had been started, and only carried
oleh jaringan Islamis radikal adalah out limited attacks to bring down the
military- foco. Penerapan strategi ini
ditandai oleh adanya sejumlah aksi (Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, 2015), pp. 100–102;
Abas, op. cit., pp. 109–10.
yang dilakukan oleh kelompok kecil 33 Abas, op. cit., pp. 102–5.
34 Karnavian, Explaining Islamist Insurgencies, op. cit., p. 47.
34 Karnavian, Explaining Islamist Insurgencies, op. cit., p. 47. 35 International Crisis Group, op. cit., p. 7.
35 International Crisis Group, op. cit., p. 7.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 19


tanpa perintah langsung dari organisasi. prestige of government and the West.
Sejumlah kasus yang terjadi dengan If they succeed going through this
model ini diantaranya operasi oleh stage, and become big, it doest not
Noordin M. Top dan Dr. Azahari pasca rule out the possibility to continue to
Bom Bali 2002 yang menurut kalangan the next stage, the strategic stalemate
internal Jl tidak direstui oleh mereka. and strategic offensive.
Perkembangan radikalisme
The second strategy by radical
Islam dipicu oleh terjadinya perang
di Afganistan di mana para pejuang Islamist networks is military-foco.
Mujahidin yang didukung oleh Amerika The implementation of this strategy
dan sekutunya bertempur melawan is characterized by the existence of
tentara Uni Soviet.36 Isu yang number of actions conducted by small
dimunculkan dalam perang tersebut groups without direct orders from
adalah penjajahan Soviet yang the organization. Some cases which
direpresentasikan sebagai kelompok
occurred using with this model, among
komunis terhadap Afganistan yang
others is an operation by Noordin M.
mayoritas penduduknya beragama
Islam. Sebuah buku karangan Robert Top and Dr. Azahari after Bali Bombing
Dreyfuss berjudul The Devil’s 2002 which according to internal source
Game : How The United States of Jl was not approved by them.
Helped Unleash Fundamentalist Islam, The growth of Islamic radicalism
dijelaskan bahwa justru Amerika- was triggered by the war in Afghanistan
lah yang membantu melepaskan where US-backed Mujahideen fighters
ajaran radikal ini, sebagai cara
and its allies fought against the Soviet
untuk memukul Soviet. Semangat
army.36 The issue which was raised
Islam melawan komunis menjadi
sentimen yang mampu mengundang in the war was the Soviet occupation
para pejuang Islam (Mujahid) dari which representes a communist group

36 Perang Soviet-Afganistan berlangsung dari tahun 1979-


1989 di mana Uni Soviet berusaha mempertahankan 36 The Soviet-Afghan war lasted from 1979-1989 where the
pemerintahan Marxis Afganistan, yaitu Partai Demokrasi Rakyat Soviet Union sought to defend the Afghan Marxist government,
Afganistan, dalam menghadapi mujahidin Afganistan yang the Democratic People’s Party of Afghanistan, in the face of the
ingin menggulingkan pemerintahan. Uni Soviet mendukung Afghan mujahidin who wanted to overthrow the government.
pemerintahan Afganistan, sementara para mujahidin mendapat The Soviet Union supported the Afghan government, while the
dukungan dari beberapa negara, antara lain Amerika Serikat. mujahideen got support from several countries, including the
Dalam konflik ini, diperkirakan sekitar satu juta warga sipil United States. In this conflict, an estimated one million civilians
tewas, 90.000 pejuang Mujahidin, 18.000 tentara Afghanistan, were killed, 90,000 Mujahideen fighters, 18,000 Afghan soldiers,
dan 14.500 tentara Soviet. and 14,500 Soviet troops.

20 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


berbagai negara untuk secara sukarela against Muslim majority population
bergabung.37 Selama perang tersebut, Afghanistan. A book by Robert
sebanyak 197 WNI yang turut berjuang Dreyfuss entitled The Devil's Game:
di Afganistan sebagai mendapatkan How the United States Helped Unleash
pelatihan militer dan turut bertempur.
Fundamentalist Islam, explained that
Mereka yang bergabung di Afganistan
mengadopsi ideologi Islam radikal it was the United States who helped
yang dikembangkan oleh Ayman Al to unleash the radical teaching, as
Zawahiri. Setelah perang usai para a tool to hit the Soviets. The spirit of
WNI kembali ke Indonesia dengan Islam against communism became
membawa ideologi Islam Radikal, a sentiment which abled to invite the
memiliki kemampuan militer dan juga fighters of Islam (Mujahid) from various
jaringan dengan Al Qaeda. Mereka
countries to voluntarily join.37 During
juga menemukan wilayah konflik di
the war, there were 197 Indonesians
Mindanao untuk bergabung dengan
MILF sebagai wilayah perjuangannya. fighting in Afghanistan following military
Secara umum perkembangan training and join the war. Those who
terorisme di Indonesia dapat dibagi joined Afghanistan war adopted the
menjadi 2 (dua) gelombang yaitu: radical Islamic ideology developed by
Gelombang pertama dari tahun Ayman Al Zawahiri. After the war after
1999 sampai dengan 2014 dengan the Indonesians returned to Indonesia
Al Jamaah Al Islamiyah (JI) yang
brought home the radical Islamic
berhubungan dengan Al Qaeda dan
ideology, skilled in military capabilities
gelombang kedua sejak tahun 2014
sampai sekarang dengan munculnya and linked with Al Qaeda network. They
Jamaah Ansarut Daulah (JAD) yang also found conflict areas in Mindanao
berhubungan dengan ISIS. to join the MILF as thir fighting base. In
Sejak didirikan pada tahun 1993 general, the development of terrorism
sampai serangan yang pertama di tahun in Indonesia can be divided into 2 (two)
2000, keberadaan JI dengan ideologi waves: The first wave was from 1999
Radikal Islamnya masih belum banyak
to 2014 with Al Jamaah Al Islamiyah
diketahui dan disadari oleh otoritas

37 Robert Dreyfuss, Devil’s Game: How the United States Helped 37 Robert Dreyfuss, Devil’s Game: How the United States Helped
Unleash Fundamentalist Islam (New York: Henry Holt and Unleash Fundamentalist Islam (New York: Henry Holt and
Company, 2006), p. 11. Company, 2006), p. 11.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 21


negara-negara di Asia Tenggara (JI) associated with Al Qaeda, and the
sehingga JI mampu melakukan second wave was started in 2014 up
konsolidasi, memperluas pengaruh until now with the emergence Jamaah
dan organisasinya serta menyusun Ansarut Daulah (JAD) which associated
struktur organisasi dengan membagi
with ISIS.
wilayah dalam 4 (empat) mantiqi, yaitu:
Mantiqi I dengan wilayah Malaysia dan Since its founding in 1993 until
Singapura, Mantiqi II dengan wilayah its first attack in 2000, the existence of
Jawa dan Sumatra, Mantiqi III dengan JI with its radical Islamic ideology was
wilayah Kalimantan, Sulawesi dan still little known and recognized by the
Filipina Selatan dan Mantiqi IV dengan authorities of the countries in Southeast
wilayah Australia. Asia so JI was able to consolidate,
Perkembangan Islam radikal
expanded its influence and organization
di Indonesia didukung oleh situasi
and formed the organizational structure
dalam negeri di mana terjadi transisi
kekuasaan dari semi otoriter menjadi by dividing region into 4 (four) mantiqi,
demokrasi liberal sebagai hasil namely: Mantiqi I with Malaysia and
reformasi tahun 1998 yang membuka Singapore, Mantiqi II with Java and
ruang kebebasan (freedom of speech Sumatra, Mantiqi III with Kalimantan,
and freedom of assembly). Menguatnya Sulawesi and Southern Philippines and
demokrasi liberal sesuai dengan Mantiqi IV territories in Australia.
pendapat Fukuyama dalam bukunya
The development of radical Islam
The End of History and The Last Man
in Indonesia was supported by the
yang mengklaim bahwa sejarah konflik
ideologi besar telah berakhir dan domestic situation when transition of
semua peradaban dunia akan menuju power from semi-authoritarian to liberal
pada satu tatanan demokrasi liberal38 democracy as a result of the 1998
memberi ruang jaringan Islamis radikal reform had opened a space for freedom
untuk berkembang pula. Nilai-nilai khas of speech and freedom of assembly.
demokrasi liberal yang mengutamakan The strengthening of liberal democracy
supremasi hukum, pemerintahan sipil,
is in line with Fukuyama's opinion in
perlindungan hak asasi manusia, dan
his book The End of History and The
liberalisme di berbagai bidang telah
Last Man which claims that the history
38 Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man
(London: Simon and Schuster, 2006), p. 42.
of the great ideological conflict has

22 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


mempengaruhi cara pengelolaan ended and all civilizations of the world
negara dan segenap persoalan di will move towards liberal democratic
dalamnya. order38 giving space to radical Islamist
Pemahaman tentang demokrasi network to develop as well. The
liberal yang tidak tepat berdampak
typical values of liberal democracy
pula pada menguatnya primordialisme,
baik yang berbasis kedaerahan, which prioritize the rule of law, civil
kesukuan, etnis maupun keagamaan. government, human rights protection,
Dari berbagai primordialisme yang and liberalism in various fields have
ada, primordialisme berbasis influenced the way to manage a state
agama dipandang paling berbahaya and the problems within it.
karena sentimen agama sangat Understanding of improper
mudah digunakan untuk membawa
liberal democracy also impacts the
masyarakat low class melakukan aksi
strengthening of primordialism,
demonstrasi dan melakukan tindakan
anarkis. Itulah sebabnya di awal-awal either based on regionalism, tribes,
era reformasi sering terjadi konflik ethnicity and religion. From the
horisontal, di antaranya adalah konflik existed primordialism, religious-based
di Ambon (Maluku) dan Poso (Sulawesi primordialism is considered to be the
Tengah). Konflik di kedua wilayah most dangerous because religious
tersebut memicu sentimen agama sentiments are easily capitalized
dan dihembuskan sebagai konflik
in leading low-class society into
antar agama sehingga “mengundang”
demonstrations and anarchist acts.
kelompok Islam radikal untuk terjun
langsung dengan mengatas namakan That is why in the early reform era
Jihad. horizontal conflicts were often occured,
Kesadaran akan keberadaan among them were conflict in Ambon
dan aktifitas JI mulai muncul setelah (Maluku) and Poso (Central Sulawesi).
terjadinya peristiwa bom Bali tahun Conflicts in both regions triggered
2002 yang diikuti dengan berbagai religious sentiments and were exposed
aksi kekerasan lainnya39 sehingga
as inter-religious conflicts to "invite"
pemerintah membentuk Satuan Tugas
radical Islamic groups to directly come
Anti Teror yang kemudian berkembang
in the name of Jihad.
39 Dari tahun 2000-2011 telah terjadi 65 peristiwa teror yang
mengakibatkan 300 orang meninggal dan 934 luka-luka.
38 Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man
(London: Simon and Schuster, 2006), p. 42.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 23


menjadi Detasemen Khusus 88 Anti The awareness of JI existence
Teror. Dalam menghadapi aksi-aksi and activities began to emerge after the
teror, pemerintahan Presiden Megawati 2002 Bali Bombing followed by various
(saat itu) lebih mengedepankan peran acts of violence39 until the government
Polri sebagai aparat penegak hukum.
established Anti Terror Task Force
Dengan dukungan intelijen yang kuat
serta kerjasama dengan negara- which later developed into Special
negara lain, JI dapat dijinakkan.40 Detachment 88 Anti Terror. In facing
Gelombang Kedua terorisme the acts of terror, President Megawati’s
di Indonesia berlangsung sejak government (then) put forward the role
munculnya Islamic State of Iraq and of the Police as the law enforcement
Syria (ISIS) dengan Abubakar Al apparatus. With strong intelligence
Baghdadi sebagai pemimpinnya. ISIS
support and cooperation with other
berkeinginan untuk menghidupkan
countries, JI could be tamed.40
kembali Kekhalifahan Islam atau
Khilafah Islam yang menjadi penguasa The second wave of terrorism
dunia. ISIS mempunyai agenda untuk in Indonesia took place since the
memperluas pengaruhnya ke seluruh emergence of the Islamic State of
dunia, baik ke negara-negara Islam Iraq and Syria (ISIS) with Abubakar
maupun non Islam, bahkan sampai ke Al Baghdadi as its leader. ISIS wishes
Eropa dan Amerika. Dengan kekuatan to revive the Islamic Caliphate, or the
persenjataan yang dimiliki, penguasaan
Islamic Caliphate is the ruler of the
sumber ekonomi dan militansi para
world. ISIS has an agenda to expand
pejuangnya, ISIS menjadi organisasi
radikal Islam yang paling ditakuti di its influence worldwide, both to Muslim
dunia.41 Serangan yang dilakukan and non-muslim countries, even to
juga tidak hanya di Suriah dan Irak Europe and America. With its armament
tetapi menyebar ke seluruh dunia. possesion, economic resources and
Pusat Kajian Keamanan Nasional militancy of its fighters, ISIS became the

40Selama periode tersebut, Polri berhasil menangkap lebih dari 39 From 2000-2011 there have been 65 terror events resulting in
500 orang terduga teroris. Meskipun masih terjadi aksi-aksi 300 deaths and 934 injuries.
teror dalam skala kecil, sejak tahun 2010 aksi terror menurun 40 During that period, Police managed to capture more than
drastis dengan ditangkapnya Abu Bakar Baasyir dan Aman 500 people suspected terrorists. Although terror acts continue to
Abdurahman. occur on a small scale, since 2010 the acts of terror have declined
41 Michael Weiss and others, ISIS: Inside the Army of Terror drastically with the arrest of Abu Bakar Baasyir and Aman
(New York: Regan Arts, 2016), pp. xvii–xviii. Abdurahman.

24 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


(Puskamnas) mencatat bahwa dari most feared radical Islamic organization
361 serangan terror selama tahun in the world.41 The attacks were carried
2015 di seluruh dunia, serangan yang out not only in Syria and Iraq but also
dilakukan ISIS adalah yang terbanyak spread throughout the world. The
yaitu 80 kali serangan diikuti oleh Boko
National Security Assessment Center
Haram sebanyak 66 kali serangan dan
Taliban dengan 22 kali serangan.42 (Puskamnas) recorded that of from 361
Dalam menyebarkan ideologinya, terror attacks worldwide in 2015, ISIS
ISIS sangat aktif menggunakan attacks were the highest of 80 attacks,
jaringan dunia maya atau internet followed by Boko Haram 66 attacks,
untuk merekrut anggota-anggota and Taliban with 22 attacks.42
baru. Internet menjadi komponen In spreading its ideology, ISIS
yang penting dalam pengembangan
is very active in using cyber world or
ISIS, termasuk mampu mengundang
internet to recruit new members. The
simpatisannya untuk bergabung
langsung ke wilayah perjuangannya Internet has become an important
di Irak dan Suriah sebagai Foreign component in ISIS development,
Terrorist Fighters (FTF). Banyak including in inviting its sympathizers
warga muslim dari seluruh dunia, to join directly into the territory of their
bahkan wanita dan anak-anak dengan fighting in Iraq and Syria as Foreign
sukarela bergabung dengan ISIS Terrorist Fighters (FTF). Many Muslims
dengan harapan mendapatkan Islam
from all over the world, even women and
yang sesungguhnya.
children have joined ISIS voluntarily in
Jatuhnya Mosul dan Raqqa
sebagai basis terkuat ISIS ke tangan the hope of getting the real Islam.
tentara Irak pada bulan Juli 2017
membawa babak baru dalam aksi The fall of Mosul and Raqqa as
terorisme dengan melakukan aksinya ISIS's strongest base to the hands of the
di luar Irak dan Suriah. Para simpatisan Iraqi army in July 2017 brought a new
dan militas ISIS melakukan aksi-aksi
terror di manapun dan kapanpun
41 Michael Weiss and others, ISIS: Inside the Army of Terror (New
mereka berada tanpa harus menunggu York: Regan Arts, 2016), pp. xvii–xviii.
42 Ali Asghar, ‘Gerakan Terorisme Tahun 2015: Pola Serangan,
Jumlah Korban Dan Wajah Baru Global Jihad’ (translated; The
42 Ali Asghar, ‘Gerakan Terorisme Tahun 2015: Pola Serangan, 2015 Terrorism Movement: Attack Pattern, Number of Victims
Jumlah Korban Dan Wajah Baru Global Jihad’, Jurnal Keamanan and New Faces of Global Jihad) Jurnal Keamanan Nasional, 2
Nasional, 2.1 (2016), 1–18 (p. 4). (2016), 1–18, (p.4).

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 25


komando sebagai pembalasan dan chapter in acts of terrorism by carrying
mengalihkan perhatian serangan ke out its actions outside of Iraq and Syria.
ISIS di Suriah dan Irak. Kembalinya ISIS sympathizers and militants commit
para FTF ke Indonesia ini perlu acts of terror wherever and whenever
diwaspadai sehingga pengalaman
they are located without having to wait
dengan para Mujahid yang bergabung
dengan Taliban di Afganistan tidak for command as retaliation and divert
terulang kembali. Namun demikian, the attention the attacks on ISIS in
terkait dengan kembalinya para Syria and Iraq. The return of FTFs to
FTF ke tanah air terkendala oleh Indonesia needs to be watched so that
belum adanya undang-undang yang previous experience with Mujahids who
mengkriminalisasi aksi mereka di joined the Taliban in Afghanistan does
Suriah dan Irak. Data dari Densus 88
not happen again. However, the return
menyebutkan bahwa sebanyak 678
of FTFs to their homeland is constrained
orang Indonesia bergabung dengan
ISIS di Suriah baik orang dewasa by the absence of laws that authorize
maupun anak-anak dimana terdapat law enforcement authorities to take
97 orang diantaranya tewas di sana. act against them. Data from Densus
Sedangkan sebanyak 66 orang WNI 88 mentioned that 678 Indonesians
berhasil digagalkan keberangkatannya have joined ISIS in Syria, both adults
sebelum meninggalkan Indonesia. and children, 97 of them were killed
Dari keseluruhan WNI yang berhasil
in the country. While 66 Indonesians
masuk ke Suriah, sebanyak 84 orang
departures were successfully foiled
diantaranya sudah kembali ke tanah
air. before they leave Indonesia. From
Secara ideologi ada perbedaan the total number of Indonesian who
antara JI dengan ISIS. JI menganut managed to get into Syria, 84 persons
ideologi Salafi Jihadi atau Ideologi have returned to the homeland.
Qutubiyan karena diperkenalkan Ideologically there is a difference
kembali oleh seorang tokoh radikal between JI and ISIS. JI embraces
Mesir, Sayyid Qutb sedangkan
Salafi Jihadi ideology or Qutubiyan
ISIS menganut ideologi Takfiri.
ideology which being reintroduced by
Dalam Ideologi Salafi Jihadi tidak
diperbolehkan membunuh sesama an Egyptian radical figure, Sayyid Qutb,
muslim dan apabila ada muslim yang while ISIS embraces Takfiri ideology.

26 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


terbunuh dalam aksi yang mereka Salafi Jihadi Ideology does not allow
lakukan maka diyakini bahwa korban killing fellow Muslims and if there are
tersebut juga akan masuk surga Muslims who are killed in the action it
(collateral casualty). Sebaliknya is believed that they will go to heaven
Ideologi Takfiri dengan konsep
(Collateral Casualty). On the contrary
utamanya Tauhid lebih berbahaya
karena ideologi ini berpandangan Takfiri Ideology with it main concept
bahwa segala sesuatu yang tidak Tauhid is more dangerous because it
berasal dari Tuhan dan diperuntukkan believes that everything that does not
Tuhan dapat dihancurkan, mereka come from God and destined by God
yang berbeda aliran boleh dibunuh, can be destroyed, those who have
termasuk sesama muslim. different view are allowed to be killed,
Kehadiran ISIS disambut baik
including fellow Muslims.
oleh beberapa kelompok radikal di
The presence of ISIS was
Indonesia. Bagi kelompok militan
Islam, ISIS dianggap bisa menjadi jalan welcomed by some radical groups in
baru bagi perjuangan menegakkan Indonesia. For Islamic militant groups,
syariah Islam pasca pudarnya ISIS is considered as a new path for
eksistensi Al-Qaeda. Segera setelah the struggle to enforce Islamic sharia
deklarasi Negara Islam oleh ISIS, after the fading of Al-Qaeda existence.
Aman Abdurahman dengan Jamaah Immediately after the ISIS Islamic
Ansarut Daulah dan Abu Bakar Baasyir
State declaration, Aman Abdurahman
dengan Jamaah Ansarut Tauhid (JAT)
with Jamaah Ansarut Daulah and Abu
menyatakan loyalitas dan dukungannya
kepada ISIS. Mereka berbai’at kepada Bakar Baasyir with Jamaah Ansarut
Abubakar Al Baghdadi sebagai Amir Tauhid (JAT) expressed their loyalty
ISIS. and support to ISIS. They pledged
Di tubuh JI sendiri terjadi perbedaan allegiance to Abubakar Al Baghdadi as
dimana sebagian mendukung ISIS, ISIS Emir.
namun sebagian masih loyal kepada In JI's own structure there are
Al Qaeda. Terjadinya perpecahan
friction in which some are supporting
tersebut disebabkan oleh adanya 2
ISIS, while some others are still loyal
(dua) alasan yaitu alasan ideologi
antara Salafi Jihadi (AL Qaeda) dengan to Al Qaeda. The friction is based on
Takfiri (ISIS) dan alasan politis yaitu 2 (two) reasons, i.e. the ideological

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 27


tentang siapa yang menjadi pemimpin. reason between Salafi Jihadi (AL
Pemimpin ISIS, Abubakar Al Baghdadi Qaeda) and Takfiri (ISIS) and the
masih belum dianggap sebagai tokoh political reason on who the leader is.
senior dalam jaringan Islam Radikal The ISIS leader, Abubakar Al Baghdadi
bahkan boleh dikatakan sebagai
is still not considered as senior figure
pendatang baru sehingga sebagian
tidak mengakui kepemimpinannya. in the Radical Islamist network, he is
Saat ini JAD merupakan ancaman even regarded as a newcomer, so that
terbesar bagi Indonesia karena some of them do not recognize his
mereka sudah mempunyai struktur leadership.
di 8 (delapan) provinsi dan beberapa Currently JAD is the biggest threat
daerah lainnya. Kelompok ini juga to Indonesia because they already
memiliki hubungan dengan berbagai
have structures in 8 (eight) provinces
elemen di Suriah sebagai melting pot,
and several other areas. The group
Filipina, Malaysia dan Singapura.
Selama periode tahun 2010 also has links with various elements in
sampai dengan 2017 di Indonesia Syria as a melting pot, the Philippines,
telah terjadi 130 aksi teror di mana Malaysia and Singapore.
Polri mampu menangkap 896 terduga During the period of 2010 to 2017
teroris dengan 126 orang di antaranya in Indonesia there have been 130
meninggal, 674 diajukan ke sidang terrorist acts in which INP managed to
pengadilan dan 96 diantaranya dilepas.
capture 896 suspected terrorists and
Selama periode ini pula aksi-aksi teror
126 among them were dead, 674 were
telah mengakibatkan 34 anggota Polri
meninggal dan 78 lainnya luka-luka. brought to the court and 96 of them
Sejak tahun 2014, ancaman were released. This terror acts period
terorisme lainnya muncul di Indonesia have resulted in the death of 34 police
sebagai akibat dari perkembangan members and wounded 78 others.
teknologi informasi dan komunikasi Since 2014, other terrorist threats
dengan munculnya “lone wolf” atau self have emerged in Indonesia because
radicalism yang penyebarannya tidak
of the development of information
mempunyai batas (borderless) dan
and communication technology with
berafiliasi ke ISIS. Lone wolf adalah
fenomena teroris yang beroperasi the emergence of "lone wolf" or self
sendirian, dapat terjadi di mana saja, radicalism in which its spreading is

28 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


kapan saja dan dilakukan oleh siapa borderless and affiliated with ISIS.
saja dengan motif yang terkadang Lone wolf is a terrorist phenomenon
tidak jelas. Dalam hal lone wolf terkait who operates alone, could happen
Islam radikal, para pelaku mendapat anywhere, anytime and committed by
pengaruh ideologi Islam radikal melalui
anyone with uncertain motive. In terms
internet maupun media sosial. Melalui
internet pula mereka mendapatkan of lone wolf related to radical Islam, the
pelatihan serta mempelajari cara perpetrators get the influence of radical
membuat bom, bahkan bom dengan Islamic ideology through internet and
bahan radioaktif. Aksi-aksi ini lebih social media. Through the internet they
didorong oleh aspek ideologis yaitu also get training and learning how to
keinginan untuk melaksanakan jihad make bombs, even bombs made of
yang mereka anggap fardu ain atau wajib
radioactive material. These actions are
bagi setiap Muslim untuk menegakkan
driven more by the ideological aspect
syariah, serta dorongan politis untuk
mengambil alih kekuasaan.43 Harapan that is a desire to carry out jihad which
mereka dengan ikut melaksanakan they consider fardu ain or obligatory
aksi tersebut maka kewajiban jihad for every Muslim to enforce shari'a,
mereka telah terlaksana, dan memberi rather than the political impulse to take
contoh bagi yang lain untuk melakukan power.43 Their hope in participating in
jihad yang sama. Bola salju dapat the action is that obligation to perform
bergulir sehingga aksi military-foco ini
jihad has been carried out, and could
dapat meluas dan ditiru oleh yang lain
be set as an example to others to do
menjadi gerakan besar aksi kekerasan
melawan pemerintah.44 the same. The snow ball is rolling so
that this military-foco action can be
STRATEGI PENANGANAN expanded and imitated by others and
TERORISME DI INDONESIA become a large violent movement
Dalam menghadapi terorisme against the government44.
yang berkembang di Indonesia, pada
awalnya pemerintah mengedepankan
opsi pendekatan kekerasan (hard
approach) yaitu dengan melakukan

43 Richardson, op. cit., p. 70.


43 Richardson, op. cit., p. 70. 44 Johnson, op. cit., p. 28.
44 Johnson, op. cit., p. 28.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 29


pengejaran dan penangkapan STRATEGY OF COUNTER
terhadap para pelaku. Bahkan, pada TERRORISM IN INDONESIA
masa Orde Lama pemerintah lebih In dealing with growing terrorism
mengedepankan strategi penggunaan in Indonesia, the government had
kekuatan militer (military led strategy)
initially put forward a hard approach
khususnya pada saat menumpas
pemberontakan DI/TII. Pada masa by conducting pursuit and arrest of
Orde Baru di bawah presiden the perpetrators. Even during the Old
Soeharto, strategi yang digunakan Order regime, the government had
adalah memperkuat intelijen (intelijen put forward the military led strategy,
led strategy), sedangkan sejak era particularly in cracking down the
Reformasi pemerintah menggunakan Islamic State/Indonesia Islamic Military
strategi penegakan hukum (law
(DI / TII) rebellion. The New Order
enforcement led strategy) dengan Polri
under President Soeharto was using
sebagai ujung tombaknya.
Saat ini, strategi yang digunakan intelligence led strategy, whereas since
untuk memberantas terorisme adalah the Reform era, the government have
menggunakan gabungan antara been applying the law enforcement led
“hard approach” dan “soft approach”. strategy which the police act as the
Penanganan dengan hard approach spearhead.
dilakukan dengan strategi penegakan Currently, the applied strategy to
hukum melalui “due process of
combat terrorism is by combining the
law” memang berhasil mengurangi
"hard approach" and "soft approach".
aksi-aksi kekerasan, namun tidak
mampu memberantas radikalisme Hard approach which is conducted
dan terorisme yang sudah menyebar. with law enforcement strategy through
Polri menjadi leading sector untuk "due process of law" has successfully
melakukan penegakan hukum reducing violent actions, but not able to
terhadap jaringan Islam radikal. Pada eliminate the spreading of radicalism
tahun 2002 Polri membentuk Satuan and terrorism. The INP became the
Tugas Bom dan tahun 2003 unit khusus
leading sector in enforcing the law
bernama Detasemen Khusus 88 Anti
against radical Islamic networks. In
Teror untuk merealisasi kebijakan ini.
Dari sudut pandang strategis, 2002 INP formed a Bomb Task Force
penerapan strategi penegakan hukum and in 2003 a special unit named

30 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


ini dirasakan cukup tepat karena Special Detachment 88 Anti Terror to
berpeluang besar untuk mendapatkan realize this policy.
dukungan publik nasional dan From strategic point of view, the
internasional yang menjadi kunci application of the law enforcement
kemenangan penanganan terorisme.
strategy is quite appropriate as it has
Penggunaan kekuatan secara
minimum oleh penegak hukum, yang a great opportunity to gain national
mana setiap upaya paksa dilakukan and international public support, which
sesuai aturan hukum dan perlindungan could be the key to victory in combating
HAM para tersangka teror, telah terrorism. The minimum use of force
membuat publik menerima cara-cara by law enforcement, whereas forcible
penanganan teroris yang dilakukan attempt is conducted in accordance
pemerintah dan publik menganggap
with the rule of law and human rights
pelaku teror tidak lain sebagai pelaku
protection of terror suspects, has made
pelanggar hukum dari pada pejuang
kebebasan atau pejuang agama. public to accept the measures taken
Pada sisi lain, kelemahan by the government, and the public
utama strategi ini adalah tindakan has considered the terror perpetrators
yang terkadang lamban karena as law breakers instead of freedom
untuk melakukan upaya paksa harus fighters or religious fighter.
diperoleh bukti-bukti hukum terlebih On the other side, the main
dahulu, yang acapkali sulit diperoleh
weakness of this strategy is that the
karena pelaku teror juga memahami
action seems to be a slowgoing, since
taktik menghindari jeratan hukum.
Dengan menggunakan pendekatan in performing forcible attempts must
due process of law maka implementasi be precedeed by legal evidence,
sistem pembuktian yang ada justru which often difficult to obtain since
dapat mengakibatkan sukarnya aparat the perpetrators are also understand
penegak hukum membawa pelaku ke the tactics in avoiding legal process.
pengadilan. By using the due process of law then
Di beberapa negara, taktik
the implementation of the existing
terorisme dinetralisir dengan
evidentiary system has brought
penggunaan sistem hukum yang
difficulties for law enforcement to bring
the perpetrators to the court.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 31


bernuansa crime control model,45 In some countries, terrorism
sebagai konsekwensi dimasukkannya tactics are neutralized by using a crime
terorisme sebagai kejahatan luar control model,45 as a consequence
biasa (extra ordinary crime), Memang of the inclusion of terrorism as an
dengan digunakannya pendekatan
extraordinary crime. Indeed, the
crime control akan menimbulkan
pro dan kontra karena pendekatan use of a crime control approach will
ini berpotensi melanggar HAM dan lead to pros and cons because this
mengurangi civil liberty, namun dengan approach potentially violates human
besarnya resiko terhadap keamanan rights and reduces civil liberty, but with
nasional (national security) maka perlu the magnitude of the risk to national
dicari formula aturan hukum yang security it is necessary to find the
tepat dan dapat menyeimbangkan
right formula which can balance the
kepentingan perlindungan civil liberty
interests of protecting civil liberty and
dan national security 46.
Selain itu, dengan digunakannya national security46.
pendekatan penegakan hukum akan In addition, the use of law
menyisakan permasalahan terkait enforcement approach will leave
keberadaan undang-undang tindak problems related to the existing
pidana terorisme yang sekarang Terrorism Act, which has not been able
berlaku karena regulasi yang ada to prevent people from going overseas
belum mampu mencegah orang
eventhough they travel to join ISIS,
untuk pergi ke luar negeri meskipun
and has not been able to touch ISIS
untuk bergabung dengan ISIS, belum
mampu menyentuh simpatisan dan sympathizers and loyalists, as well has
loyalis ISIS dan juga belum mampu not been able to touch the Indonesian
menyentuh para WNI yang pernah citizen who had joined ISIS and
bergabung dengan ISIS dan kembali returned to the homeland. The problem
ke tanah air. Persoalan belum of incomplete rules in Law number
lengkapnya aturan dalam UU nomor 15 of 2003 on Combating Terrorism
15 tahun 2003 tentang Pemberantasan

45 Model ini memiliki fokus lebih pada keamanan nasional. 45 This model has more focus on national security. As a result
Akibatnya kebebasan sipil perlu untuk lebih diperhatikan, civil liberties need to be more concerned, for example related to
misalnya terkait dengan pelanggaran HAM. human rights violations.
46 Joycelyn M. Pollock, Ethical Dilemmas and Decisions in 46 Joycelyn M. Pollock, Ethical Dilemmas and Decisions in
Criminal Justice (Boston: Cengage Learning, 2016), p. 116. Criminal Justice (Boston: Cengage Learning, 2016), p. 116.

32 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


Tindak Pidana Terorisme membuat made it difficult for the INP to handle
sulit bagi Polri untuk menanganinya it in early stage. Law enforcement can
secara dini. Penegakan hukum hanya only be conducted when there is real
dapat dilakukan ketika ada perbuatan action whether it is bombing or other
nyata apakah itu pemboman maupun
attacks, while the initial action can not
penyerangan lainnya, sementara
terhadap perbuatan awal belum dapat be criminalized. The INP can not take
dikriminalisasikan. Polri tidak dapat action on various conducted training
melakukan tindakan terhadap berbagai activities (except the use of firearms
aktifitas pelatihan yang dilakukan and explosives can be charged under
(kecuali bila menggunakan senjata Emergency law No. 12 Year 1951).
api dan bahan peledak dapat dijerat Against those who have been clearly
dengan UU no 12 Drt 1951). Terhadap
involved in terrorist organizations, INP
orang yang sudah nyata-nyata masuk
can not make arrests either. Moreover,
dalam organisasi teroris namun tidak
melakukan aksi teroris, Polri juga in the existing anti-terrorism laws,
tidak dapat melakukan penangkapan. there has not been a systematic and
Selain itu, dalam undang-undang comprehensive arrangement in the
pemberantasan terorisme yang ada, prevention and rehabilitation for those
belum memuat pengaturan yang who have already exposed to radical
sistematis dan komprehensif dalam ideology. With these various obstacles,
pencegahan dan rehabilitasi terhadap
INP officers are often considered as
mereka yang sudah terkena paham
ineffective when the act of terror occurs.
radikal. Dengan berbagai kendala
ini, aparat Polri sering dianggap tidak Hard approach strategy is also
efektif ketika terjadi sebuah aksi teror. considered not able to touch the root
Strategi hard approach juga of the problem such as mindset and
dipandang tidak mampu menyentuh akar ideology which become the main
permasalahan terkait dengan mindset drivers for perpetrators in committing
dan ideologi yang menjadi main driver violence acts. As it is known, the radical
bagi para pelaku untuk melakukan aksi
Islamist ideologies both Salafi Jihadi
kekerasan. Sebagaimana diketahui,
and Takfiri ideologies which emerged in
Ideologi Islamis radikal baik ideologi
Salafi Jihadi maupun Takfiri muncul di the Middle East are spread out through
Timur Tengah yang menyebar melalui the internet and direct interaction. The

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 33


internet maupun hubungan langsung ideology was eventually brought in and
dengan ideologi radikal. Ideologi disseminated in Indonesia.
tersebut akhirnya dibawa masuk dan To complement the hard approach
disebarluaskan di Indonesia. strategy, the government also uses
Untuk melengkapi strategi
soft approach strategy that is through
hard approach, pemerintah juga
menggunakan strategi soft approach prevention and deterrence efforts on
yaitu melalui upaya pencegahan dan the growing of radical Islamist ideology.
penangkalan berkembangnya ideologi The soft approach strategy in handling
Islamis radikal. Strategi pendekatan terrorism is conducted through 5 (five)
lunak dalam menangani terorisme activities, those are:
dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan 1. Counter Radicalization (counter
yaitu:
radicalization) which aimed at
1. Kontra Radikalisasi (counter
people who are vulnerable to the
radicalization) yang ditujukan
kepada pihak-pihak yang rentan spread of radical ideology, such
terhadap penyebaran paham as youth, pupils and students.
radikal seperti kalangan pemuda, Teenager who is still searching
pelajar dan mahasiswa. Para for their own identity is one of the
remaja yang sedang mencari targets of radical dissemination.
jati dirinya merupakan salah Therefore, counter radicalization
satu target penyebaran paham
is expected to be able to increase
radikal. Oleh karena itu, melalui
their resistance against radical
kontra radikalisasi diharapkan
dapat meningkatkan daya tahan understanding.
mereka terhadap paham radikal. 2. Deradicalization is aimed at
2. Deradikalisasi (deradicalization) those who have been exposed
yang ditujukan kepada mereka to and have radical ideology at
yang sudah terkena dan all levels. This program is carried
mempunyai paham radikal dalam out by collecting data on those
segala tingkatan. Program ini
who have been recruited, they
dilakukan dengan melakukan
are approached and analyzed
pendataan terhadap mereka
yang sudah terekrut, dilakukan in order to obtain information on
their motivation in joining radical

34 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


pendekatan dan dianalisa apa group. A deradicalisation program
yang menjadi motivasi mereka is also applied to prisoners in
untuk bergabung dengan correctional institution, but this
kelompok radikal. Program pattern is poorly handled due to
deradikalisasi juga dilakukan
lack of precise deradicalisation
terhadap para pelaku yang
sedang ditahan di berbagai program.
lembaga pemasyarakatan, 3. Counter ideology by spreading
namun pola ini kurang tertangani moderate ideology through the
dengan baik karena belum role of scholars and ulema,
adanya program yang jelas dalam involving insiders who have left
rangka deradikalisasi. radicalism, or by intensifying
3. Kontra Ideologi (counter
the challenging ideology. The
ideology) yaitu dengan
challenger ideologies that can be
menyebarkan ideologi yang
moderat melalui peran para used, among others are moderate
sarjana dan ulama, melibatkan Islam such as Nahdatul Ulama
orang dalam (insider) yang sudah and Muhammadiyah, Pancasila
meninggalkan paham radikal, and Democratic Ideology. The
maupun dengan mengintensifkan effort to re-internalize the Five
ideologi penantang (challenging Principles/Pancasila is carried
ideology). Ideologi penantang
out by the government by setting
yang diharapkan dapat
up the Presidential Working
digunakan antara lain Islam
moderat ala Nahdatul Ulama Unit on Coaching of Pancasila
dan Muhammadiyah, ideologi Ideology based on Presidential
Pancasila dan Ideologi Demokrasi. Regulation No. 54 of 2017 on
Upaya untuk menginternalisasi the Presidential Working Unit on
kembali Pancasila dilakukan Coaching Pancasila Ideology.47
pemerintah dengan membentuk
Unit Kerja Presiden Pembinaan
Ideologi Pancasila berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 54 47 Consideration of the issuance of Presidential Regulation no.
54 Year 2017 is: In the framework of actualization of Pancasila
Tahun 2017 Tentang Unit Kerja values in the life of nation and state, and should be done coaching
ideology Pancasila to all state organizers, planned, systematic,
Presiden Pembinaan Ideologi and integrated.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 35


Pancasila.47 4. Neutralize channel or media,
4. Menetralisir channel atau media, especially electronic media
khususnya media elektronik (online) which is utilized to spread
(online) yang digunakan untuk radical understanding through
penyebaran paham radikal
Taklim or by closely monitoring
melalui Taklim maupun dengan
mengawasi secara ketat terhadap the contents which are indicated
konten-konten yang terindikasi as radical ideology.
ideologi radikal. 5. Maintaining situation to prevent
5. Menjaga kondusifitas situasi the spread of radical Islam
untuk mencegah penyebaran because radicalism and terrorism
paham Islam radikal mengingat could arise and triggered
radikalisme dan terorisme
by, among others, poverty,
dapat muncul antara lain dipicu
economic disparity, revenge and
oleh kemiskinan, kesenjangan
ekonomi, balas dendam maupun marginalization, as mentioned
karena merasa termarjinalkan. by Marc Sageman that there are
Sebagaimana disebutkan oleh three main motives of terrorists to
Marc Sageman bahwa ada do their action: ideology, emotion
tiga motif utama pelaku teror and material48.
melakukan aksinya: ideologi, In the framework of countering
emosi dan materi48.
terrorism by using hard approach and
Dalam rangka penanganan
soft approach simultaneously, in 2010,
terorisme dengan menggunakan
strategi hard approach maupun President established National Agency
soft approach secara simultan, for Countering Terrorism (BNPT)
pada 2010 Presiden membentuk with the main task to coordinate law
Badan Nasional Penanggulangan enforcement and intelligence efforts,
Terorisme (BNPT) dengan tugas as well as for being executor on
prevention and rehabilitation activities,
47 Pertimbangan dikeluarkannya Perpres No. 54 Tahun 2017
adalah: Dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam which previously less touched by
kehidupan berbangsa dan bernegara, serta perlu dilakukan
pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara
negara, yang terencana, sistematis, dan terpadu.
48 Marc Sageman, Understanding Terror Networks, 1st Edition 48 Marc Sageman, Understanding Terror Networks, 1st Edition
edition (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2004), edition (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2004),
p. 131. p. 131.

36 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


utama mengkoordinasikan upaya Special Detachment 88 of INP.
penegakan hukum dan intelijen, serta In general, despite radicalism and
menjadi eksekutor untuk kegiatan terrorism development in Indonesia,
pencegahan dan rehabilitasi, yang its existence can still be detected and
sebelumnya kurang banyak disentuh
controlled. However, there are things
oleh Detasemen Khusus 88 Polri.
Secara umum, meskipun that needs to be the attention of all
radikalisme dan terorisme di Indonesia parties related to this issue which
saat ini sudah berkembang, namun can be seen from the point of view
keberadaannya masih dapat dideteksi of less profitable or "bad news" and
dan dikendalikan. Namun demikian, favorable conditions or "good news".
ada beberapa hal yang perlu menjadi Unfavorable conditions include: enemy
perhatian semua pihak terkait hal
(terrorist) become cleverer to avoid
tersebut yang mana hal ini dapat
police detection by using encrypted
dilihat dari sudut pandang kurang
menguntungkan atau “bad news” applications; targeting police and
dan kondisi yang menguntungkan Western interests; possibility of
atau “good news”. Kondisi yang establishing regional and international
kurang menguntungkan antara lain: terrorist networks; attacking methods
musuh (pelaku teror) semakin pintar which are increasingly varied by using
untuk menghindari deteksi Polri sharp weapons, high pressure pans,
dengan mengggunakan aplikasi yang
even chemical elements for "dirty
terenkripsi; menjadikan polisi dan
bombs".
kepentingan Barat sebagai sasaran;
kemungkinan telah terbentuk jaringan Facing such an unfortunate
teroris regional dan internasional; situation, we should not be pessimistic
metode serangan semakin bervariasi because there are still favorable
menggunakan senjata tajam, panci conditions, such as the state is stronger
bertekanan tinggi, bahkan unsur kimia than radical and terrorist groups; their
untuk “dirty bombs”. structure can be identified; the quality
Menghadapi situasi yang tidak
of attack is weaker than the JI; the split
menguntungkan tersebut, tentunya
between JI and JAD; and majority of
kita tidak boleh pesimis karena masih
ada kondisi yang menguntungkan Indonesian people reject violence and
yaitu: negara masih lebih kuat dari radical ideology.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 37


kelompok radikal dan teroris; struktur INP’S ROLE IN COUNTERING
mereka mampu diidentifikasi; kualitas TERRORISM STRATEGY IN
serangan masih lebih lemah dibanding INDONESIA
dengan JI; terjadi perpecahan antara Within the framework of counter
JI dan JAD; serta mayoritas rakyat terrorism strategy as described
Indonesia menolak kekerasan dan
above, Indonesian National Police
ideologi radikal.
plays a central role especially in law
PERAN POLRI DALAM enforcement process. The role of
KERANGKA STRATEGI INP is also crucial in preventing the
PENANGANAN TERORISME spread of radicalism. An effective law
DI INDONESIA enforcement will provide deterrent
Dalam kerangka strategi effects in supressing terrorism and
penanganan terorisme sebagaimana simultaneously gaining legitimacy and
telah di jelaskan di atas, Polri public support towards the state. To
memegang peranan sentral khususnya fulfill this role, INP must have good
dalam proses penegakan hukum. detection capability, scientific crime
Peran Polri juga penting dalam investigation, and capable striking
upaya pencegahan penyebaran force to operate in various fields.
radikalisme. Penegakan hukum yang With the existence of Densus
efektif akan dapat memberikan efek
88 Anti Terror, the handling of terror
deteren, menekan terorisme dan
acts in Indonesia is relatively well
sekaligus memperoleh legitimasi dan
handled, since Densus 88 has
dukungan publik terhadap negara.
special units filled by well trained
Untuk memenuhi peran ini maka Polri
harus memiliki kemampuan deteksi personnels, such as detection units
yang baik, penyidikan secara ilmiah with analytical capabilities using
(scientific crimel investigation), serta cutting-edge technology, technical
striking force yang kapabel untuk intelligence teams, many surveillance
beroperasi di berbagai medan. teams and informant handling.
Dengan adanya Densus 88 Anti Scientific investigative capability is
Teror, penanganan aksi-aksi teror also sufficient because of the existing
di Indonesia relatif dapat tertangani interrogator team understands the
dengan baik mengingat Densus culture of terrorism networks, well

38 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


88 memiliki unit-unit khusus yang experienced investigators, as well
didalamnya ditempati personil yang as technical support of the Police
terlatih, seperti unit deteksi dengan Forensic Laboratory Center, the DVI
kemampuan analisis menggunakan (Disaster Victim Identification) team of
teknologi mutakhir, tim intelijen teknik, the Police Health Medical Center and
sejumlah tim surveillance dan informant the team from Indonesia Automatic
handling. Kemampuan penyidikan Fingerprint Identification System
secara ilmiah juga cukup memadai
(INAFIS) with identification capability.
karena adanya tim interogator yang
Operational support is also provided
memahami budaya jaringan terorisme,
by Mobile Brigade and INP Bomb
tim penyidik yang kaya pengalaman,
Task Force which was established
tentunya tanpa mengabaikan
adanya dukungan teknis dari Pusat after the 2002 Bali Bombing. The task
Laboratorium Forensik Polri, tim DVI force work with high flexibility, since
(Disaster Victim Identification) Pusat it is not under permanent structure of
Kedokteran Kesehatan Polri, dan tim INP organization. Members can be
Inafis Polri yang memiliki kemampuan recruited and released from various
identifikasi. Dukungan operasi juga working units at headquarters level and
diberikan oleh Brimob dan Satuan territorial level without going through
Tugas (Satgas) Bom Polri yang telah complicated bureaucratic process.
dibentuk pasca Bom Bali 2002. Satgas Spesifically for tactical striking
ini bergerak amat fleksibel, karena force ability, Densus 88 has full support
tidak masuk dalam struktur permanen from Mobile Brigade of INP. Personnels
organisasi Polri. Anggotanya dapat of this tactical unit were trained with
direkrut dan dilepas dari berbagai
modern weaponry so they could run
satuan kerja tingkat Mabes dan
operations in urban territories. Besides
kewilayahan tanpa melalui proses
uniformed units (high profile), there
birokrasi berbelit-belit.
are also teams in charge of performing
Khusus untuk kemampuan taktis
striking force, Densus 88 mendapat closed operations without wearing
dukungan penuh dari Korbrimob Polri. police uniform (low profile).
Personel satuan taktis ini mendapat Prof. Rohan Gunaratna, in a
latihan dengan persenjataan modern focus group discussion at STIK-PTIK
sehingga mampu menjalankan operasi

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 39


pada medan perkotaan. Selain satuan some time ago, stated that Indonesia is
terbuka berseragam (high profile), quite successful in handling terrorism,
terdapat juga tim yang bertugas but Indonesia has not been able
melakukan penindakan tertutup to handle radicalism well49. Apart
berpakaian preman (low profile). from this success story, the threat of
Prof. Rohan Gunaratna dalam terrorism has not been completely
focus group discussion di STIK-PTIK neutralized and its network is predicted
beberapa waktu lalu menyatakan bahwa
will continue to grow, evidenced by
Indonesia cukup sukses menanganai
the ongoing acts of terrorism up to
terorisme, namun Indonesia belum
now, either committed by individuals
mampu menangani Radikalisme
or groups. From the analysis of
dengan baik . Terlepas dari cerita
49

sukses ini, ancaman terorisme tidak countering terrorism through out the
sepenuhnya dapat dinetralisir dan time, the problem arises because of
jaringannya diprediksi akan terus some weaknesses mainly because the
berkembang terbukti dengan masih prevention and rehabilitation efforts
terjadinya aksi-aksi terorisme hingga have not been maximized, considering
kini, baik yang dilakukan perorangan the system among stake holders is not
maupun kelompok. Dari hasil analisis well integrated, as well as ineffective
terhadap penanganan aksi terorisme ability of law enforcement since there
selama ini, permasalahan tersebut are still some weaknesses on the
muncul karena adanya beberapa existing regulations. The handling
kelemahan yang utamanya bersumber of terrorism with law enforcement
dari belum maksimalnya upaya alone, will certainly not touch the root
pencegahan dan rehabilitasi mengingat
of the problems which has caused or
sistemnya belum terintegrasi dengan
stimulated the occurrence of terrorism.
baik di antara stake holders, serta
Regarding prevention and
kemampuan penegakan hukum yang
rehabilitation efforts that have not
belum efektif karena masih ditemukan
banyak kelemahan dari regulasi yang been integrated, the facts on the
ada. Penangaan terorisme dengan ground show that prevention has not

49 FGD dilaksanakan dalam rangka Transformasi STIK-PTIK 49 FGD was held in the framework of STIK-PTIK Transformation
menjadi Universitas pada tanggal 30 Agustus 2017 di Lounge to University on August 30, 2017 at Adhi Pradana Lounge STIK-
Adhi Pradana STIK-PTIK Jakarta. PTIK Jakarta.

40 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


penegakan hukum semata, tentunya been touched completely by Densus
tidak akan menyentuh akar masalah 88, INP Bomb Task Force and other
yang menjadi penyebab maupun elements of INP. It is true that Densus
stimulus terjadinya terorisme. 88 is carrying out preventive and de-
Terkait upaya pencegahan dan radicalization activities but still is very
rehabilitasi yang belum terintegrasi, limited. Prevention and rehabilitation
fakta di lapangan menunjukkan bahwa efforts are more focused at BNPT.
pencegahan tidak banyak disentuh
Many efforts have been carried out
oleh Densus 88, Satgas Bom Polri dan
by BNPT including by conducting
elemen Polri lainnya. Memang Densus
approaches towards moderate and
88 melakukan kegiatan pencegahan
radical groups and public campaign.
dan deradikalisasi namun masih
amat terbatas. Upaya pencegahan But this effort seems to have not
dan rehabilitasi lebih bertumpu pada touched terrorism network, so that the
BNPT. Sudah banyak upaya yang result is not yet optimal. BNPT needs
diselenggarakan BNPT termasuk to have grand strategy on prevention
pendekatan kepada kelompok moderat and rehabilitation or deradicalization
dan radikal serta kampanye kepada with strong academic foundation to
masyarakat umum. Namun upaya coordinate all state resources including
ini tampaknya belum menyentuh INP to implement the soft approach.
jaringan terorisme sehingga hasilnya Given the central role of Densus
belum optimal. BNPT perlu memiliki 88 anti-terror in combating terrorism
grand strategy pencegahan dan in Indonesia, then the INP with the
rehabilitasi atau deradikalisasi dengan support of the government have taken a
landasan akademis yang kuat guna
strengthening effort on Densus 88. The
mengkoordinasikan semua sumber
strengthening efforts are by increasing
daya negara termasuk Polri untuk
the capacity of Densus 88, increasing
melaksanakan pendekatan lunak.
echelon and rank of the Densus 88
Mengingat begitu sentralnya
peran Densus 88 anti teror dalam commander, increasing the number of
pemberantasan terorisme di Indonesia, Regional Task Force and expanding
maka Polri dengan dukungan its activities by including prevention
pemerintah melakukan penguatan measure. The reinforcement is also
terhadap Densus 88. Penguatan conducted towards equipment, capacity

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 41


dilakukan dengan memperbesar jumlah building and operational budget.
kekuatan Densus 88, meningkatkan Similarly, on the regulation factor
eselon dan kepangkatan Kadensus (legislation), in this case the Law No.
88, menambah jumlah Satuan Tugas 15 of 2003 on Combating Terrorism
Wilayah dan memperluas kegiatan 50
which became the basis of juridical
dengan memasukkan aksi pencegahan. foundation in enforcing the law, still
Penguatan ini juga dilakukan terhadap have various weaknesses. The main
berbagai peralatan yang digunakan,
points set forth in Law no. 15 of 2003
peningkatan kapasitas (capacity
on Combating Terrorism is to regulate
building) dan anggaran operasional.
the form of terrorism, give severe
Begitu pula faktor regulasi
punishment, increase the number of
(perundangan-undangan), dalam hal
ini Undang-undang No. 15 tahun 2003 authority for law enforcers to effectively
tentang Pemberantasan Tindak Pidana reveal the Bali Bombing case, and
Terorisme50 yang menjadi dasar pijakan facilitate the procedural law for Bali
yuridis dalam melakukan penegakan Bombing case. Since the birth of Law
hukum, masih menyisakan beragam no. 15 of 2003 was a response to the
kelemahan. Pokok-pokok pikiran yang Bali Bombing event, then of course if
diatur dalam Undang-undang No. 15 it is associated with present condition,
tahun 2003 tentang Pemberantasan many of provisions in the Law need to
Tindak Pidana Terorisme adalah be revised.
untuk mengatur bentuk tindak pidana From the prosecution aspect
terorisme, memberikan hukuman there are still weaknesses particularly
yang berat, menambah sejumlah related with tactical unit capability in
kewenangan bagi penegak hukum
the field besides urban. Inadequate
agar efektif mengungkap Bom Bali,
capabilities for operations in forest and
dan mempermudah hukum acara
mountain areas has made some tactical
bagi proses kasus terorisme Bom
operations not yet optimal, such as
Bali. Mengingat lahirnya Undang No.
15 tahun 2003 adalah respons atas operation on military training of radical
terjadinya peristiwa pemboman di Bali group in Aceh in 2010 and operations
tentunya jika dikaitkan dengan kondisi against Santoso group in Poso since

50 Merupakan hasil penetapan dari Perppu No. 1 tahun 2002 50 It is the result of the implementation of Perppu no.1 of 2002
yang dibuat dalam keadaan darurat merespon kasus Bom Bali 1 made in an emergency response to the 1st Bali Bombing

42 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


kekinian, banyak aturan dalam undang- 2012. The shortcoming is due to the
undang tersebut sudah waktunya abandonment of Mobile Brigade’s skill
dilakukan perubahan. for anti-Guerrilla (counter insurgency
Dari aspek penindakan masih operation) since 1998 as a response of
ditemukan adanya kelemahan the INP reform towards civilian police.
khususnya terkait kemampuan satuan Another weakness which is
taktis untuk medan selain perkotaan detected in the framework of terrorism
(urban). Kurang maksimalnya
prosecution is in terms of budgeting
pembangunan kemampuan untuk
in which a spesific budget is not
operasi di wilayah hutan dan gunung
available for Task Force operations
membuat beberapa operasi taktis
as it is only rely on annual budget.
belum berjalan optimal, seperti operasi
penindakan pelatihan militer kelompok The absence of forensic laboratories
radikal di Aceh tahun 2010 dan operasi in some areas is also a constraint in
terhadap kelompok Santoso di Poso conducting scientific investigations
sejak 2012. Kelemahan ini akibat mulai because forensic laboratories only
ditinggalkannya kemampuan Gerilya exist in certain areas, such as Jakarta,
Anti Gerilya (counter insurgency Makassar, Surabaya and Medan. As a
operation) Brimob sejak 1998 sebagai result, the examination process could
respons tuntutan perubahan Polri take a relatively long time.
menuju polisi sipil. For tactical operations, the
Kelemahan lain yang terdeteksi obstacles encountered are occured
dalam kerangka penindakan terorisme, during operations in forests and high
dari sisi anggaran belum tersedia mountains with thin oxygen. This
anggaran khusus untuk operasi Satgas
condition is often beneficial for the
karena selama ini hanya mengandalkan
terrorists who were born and raised in
anggaran rutin. Absennya laboratorium
the mountains so that their activities
forensik di beberapa wilayah juga
are difficult to be dealt with. Similarly,
menjadi kendala penting dalam rangka
melaksanakan penyidikan secara the vast geographical conditions,
ilmiah karena laboratorium forensik difficult terrain of forests and islands
hanya ada di beberapa wilayah saja, which are not supported by adequate
seperti Jakarta, Makasar, Surabaya means of transportation often resulted
dan Medan. Akibatnya, proses in the inffectivenes of back-up layer

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 43


pemeriksaan sampai menerima system in operational management.
hasilnya memerlukan waktu relatif Backups by the upper units tend to
lama. be late in supporting lower units in
Untuk operasi taktis, kendala difficult and remote terrain such as in
yang dihadapi terjadi saat operasi Poso mountains.
dilakukan di hutan dan gunung yang Goverment must conduct a strong
tinggi dengan oksigen tipis. Kondisi "pressure" toward the perpetrators
ini seringkali menjadi keuntungan bagi
of terror so that acts of terrorism
pelaku teror yang lahir dan besar di
can be immediately terminated. The
gunung sehingga kegiatan mereka
affirmation of government pressure
sulit untuk ditindak. Begitu pula, kondisi
can be implemented in various
geografis yang luas, medan gunung,
hutan dan pulau yang sulit namun manifestations either through the
tidak didukung dengan ketersediaan enhancement of human resources
sarana transportasi yang memadai capacity, increased budget,
sering mengakibatkan sistem back-up modernization of infrastructure
lapis kemampuan dalam manajemen facilities and regulations which are
operasional Polri kurang berjalan capable in resolving terrorism. This is
sesuai harapan. Back-up dari satuan relevant to Cronin's analysis, which is
atas cenderung terlambat untuk the result of his research on several
mendukung satuan bawah dalam hal terrorist and insurgent groups in
terjadi serangan di medan sulit dan the world, stating that terrorism and
terpencil seperti pegunungan Poso. insurgency can come to an end, one
Negara harus melakukan of which if there is a strong pressure
“tekanan” yang kuat kepada para
by the state.51
pelaku teror agar aksi-aksi terorisme
dapat diakhiri. Penguatan tekanan
CONCLUSION
negara bisa dilakukan dalam berbagai
From the above explanation
perwujudan baik melalui penguatan
kapasitas sumber daya manusia, can be drawn some conclusions as
peningkatan anggaran, modernisasi follows:
sarana prasarana dan regulasi
yang mampu mengatasi persoalan 51 Audrey Kurth Cronin, How Terrorism Ends: Understanding
the Decline and Demise of Terrorist Campaigns (New Jersey:
terorisme. Hal ini relevan dengan Princeton University Press, 2009), p. 117.

44 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


argumen Cronin, yang merupakan hasil 1. The shift in the paradigm of the
dari penelitiannya terhadap sejumlah world order system which leads
kelompok teroris dan insurgen di dunia, to Liberalism and Constructivism
saat menyatakan bahwa terorisme has caused potential conflict
dan insurgensi dapat berakhir salah which involve non-state actors
satunya adalah jika adanya tekanan to become even greater. One of
negara yang sangat kuat51. them is insurgency movement,
including terrorism by non-state
KESIMPULAN
actors against the state.
Dari penjelasan di atas dapat
2. Government implements soft
ditarik beberapa kesimpulan sebagai
approach and hard approach
berikut:
1. Perubahan paradigma strategy simultaneously.
sistem ketertiban dunia yang For the case of terrorism
mengarah pada Liberalisme by radical Islamist network,
dan Konstruktivisme telah government emphasizes counter-
menyebabkan potensi konflik radicalisation, deradicalisation,
yang melibatkan aktor non neutralize cyber and counter
negara menjadi semakin besar. ideology, and law enforcement
Salah satunya adalah gerakan option as a form of hard approach.
insurgensi, termasuk terorisme 3. INP has done good enough in
oleh aktor non negara terhadap implementing law enforcement
negara. on radical Islamist insurgency
2. Pemerintah menerapkan strategi by utilizing Densus 88 Anti
pendekatan lunak dan keras
Terror as its spearhead, even
secara simultan. Untuk kasus
though in some aspect many
terorisme jaringan Islamis
obstacles are still found which
radikal pemerintah menekankan
impacting the obtained results
pendekatan lunak kontra
radikalisasi, deradikalisasi, that is not maximized. While the
menetralisir Siber dan kontra soft approach is conducted by
promoting BNPT in the front line,
51 Audrey Kurth Cronin, How Terrorism Ends: Understanding in which INP’s contribution on this
the Decline and Demise of Terrorist Campaigns (New Jersey:
Princeton University Press, 2009), p. 117. field has not run optimally.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 45


ideologi, serta opsi penegakan RECOMMENDATIONS
hukum sebagai bentuk 1. Understanding insurgency and
pendekatan keras. counter insurgency needs to
3. Polri sudah cukup baik dalam be absorbed by all INP officers,
melaksanakan penegakan hukum because as a person in charge
insurgensi jaringan Islamis radikal of security and public order in the
dengan ujung tombak Densus country, pursuant to the Law No.
88 Anti Teror sekalipun dalam
2 of 2002 on the National Police
beberapa aspek masih ditemukan
of the Republic of Indonesia,
kendala yang berdampak
INP stands as the front guard
pada belum maksimalnya hasil
in countering insurgency in
yang diperoleh. Sedangkan
pendekatan lunak dilakukan Indonesia.
dengan mengedepankan BNPT, 2. INP needs to intensify the inclusion
dimana kontribusi Polri di bidang of intelligence and Community
ini belum optimal. Counselling (Bimmas) functions
at all levels to implement
REKOMENDASI approaches, pre-conditioning and
1. Pemahaman tentang insurgensi detection as tools of prevention
dan kontra insurgensi perlu and rehabilitation of radical
diserap oleh semua perwira Polri, Islamist insurgency. Therefore, it
karena sebagai penanggung is necessary to set up a specific
jawab keamanan dan ketertiban budget system within the INP to
masyarakat di dalam negeri sesuai
support this effort. Involvement
dengan Undang-undang No. 2
of territorial units is very crucial
tahun 2002 tentang Kepolisian
considering the vastness of
Negara Republik Indonesia, Polri
terrorist networks in many
berposisi sebagai garda terdepan
dalam penanganan insurgensi provinces.
dan terorisme di Indonesia. 3. INP should encourage relevant
2. Polri perlu mengintensifkan and competent agencies to revise
pelibatan fungsi intelijen dan the law on combating terrorism to
Bimmas di semua tingkatan untuk be stronger in protecting national
melaksanakan pendekatan, security, without ignoring the law

46 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


penggalangan dan deteksi dalam supremacy and protection of
rangka tindakan pencegahan dan human rights (equilibrium of crime
rehabilitasi insurgensi Islamis control model and due process of
radikal. Untuk itu perlu diatur law).
sistem anggaran khusus dalam 4. INP needs to improve INP’s
sistem anggaran Polri guna Mobile Brigade tactical ability
mendukung upaya ini. Pelibatan to be effective in conducting
satuan kewilayahan sangat
enforcement operations in forest
penting mengingat luasnya
and mountain areas, while
jaringan teroris di banyak provinsi.
maintaining law enforcement
3. Polri perlu mendorong
operations framework. This
instansi terkait dan kompeten
untuk merevisi aturan capability should also be
perundang-undangan tentang developed to support the
pemberantasan tindak pidana effectiveness of INP’s operations
terorisme agar lebih kuat dalam in some areas which are prone to
melindungi keamanan nasional, armed groups.
namun tanpa mengabaikan 5. Intelligence, Community
ditegakkannya supremasi Counselling and Public Relations
hukum dan perlindungan HAM of provincial Police at territories
(equilibrium of crime control which are prone to terrorism need
model and due process of law). to be strengthened with adequate
4. Polri perlu mengembangkan personnel, budget and equipment
kemampuan taktis Brimob Polri to maximize the soft approach.
agar efektif dalam melaksanakan
Backups from INP’s Headquarters
operasi penindakan di wilayah
are also required, especially
hutan dan gunung, dengan tetap
for intelligence and Community
berpijak pada kerangka operasi
Counselling activities.
penegakan hukum. Kemampuan
ini perlu juga dikembangkan untuk
mendukung efektifitas operasi 6. INP needs to have Center for
penindakan Polri di beberapa Assessment of Radicalism and
wilayah rawan kelompok Terrorism which can be utilized as
bersenjata. one of studies in Police Science

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 47


5. Intelijen, Bimmas dan Humas College (STIK PTIK). INP has
Polda yang di wilayahnya already own a field laboratory
terdapat daerah rawan terorisme related to radicalism and terrorism
perlu diperkuat dengan in Densus 88 so that it will be more
dukungan personel, anggaran comprehensive if complemented
dan peralatan yang memadai with academic studies at higher
untuk memaksimalkan upaya educational level.
pendekatan lunak. Back-up dari
Finally, I would like to quote
Mabes Polri juga diperlukan,
Joseph Stycos's statement in Louis
khususnya untuk kegiatan
Richardson's book "What Terrorists
intelijen dan Bimmas.
Want": If theory without policy is for
6. Polri perlu mempunyai Pusat
Pengkajian Radikalisme dan academics, then policy without theory
Terorisme yang dapat dijadikan is for gamblers". If the theory without
salah satu kajian di STIK PTIK. being formulated into policy is for
Polri telah memiliki Laboratorium academics, then policy without theory
lapangan terkait radikalisme dan is chancy. So, be practitioners who are
terorisme di Densus 88 sehingga also academics to make policy based
akan lebih komprehensif apabila on strong academic analysis, not
ditambah dengan kajian akademis chancy.
di tingkat pendidikan tinggi.
Akhirnya saya ingin mengutip
kata-kata Joseph Stycos dalam buku
Louis Richardson “What Terrorists
Want”: If theory without policy is for
academics, then policy without theory
is for gamblers”. Jika teori tanpa
dirumuskan menjadi kebijakan adalah
untuk para akademisi, maka kebijakan
tanpa teori adalah untung-untungan.
Maka jadilah praktisi yang juga
akademisi agar membuat kebijakan
yang dilandasi analisis akademik yang
kuat, bukan untung-untungan.

48 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


BIBLIOGRAFI

Sumber Buku:
Abas, Nasir, Membongkar Jamaah Islamiyah: pengakuan mantan anggota JI
(Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005)
Ba’asyir, Abu Bakar, Catatan dari penjara: mengamalkan dan menegakkan
Dinul Islam (Depok: Komunitas Bambu, 2006)
Baylis, John, James J. Wirtz, and Colin S. Gray, Strategy in the Contemporary
World (Oxford: OUP Oxford, 2013)
Benbow, Tim, and Rod Thornton, Dimensions of Counter-Insurgency: Applying
Experience to Practice (New York: Routledge, 2013)
Chaliand, Gérard, The History of Terrorism: From Antiquity to ISIS (Oakland:
Univ of California Press, 2016)
Cronin, Audrey Kurth, How Terrorism Ends: Understanding the Decline and
Demise of Terrorist Campaigns (New Jersey: Princeton University Press, 2009)
Dengel, Holk H., Darul Islam dan Kartosuwirjo: langkah perwujudan angan-
angan yang gagal (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995)
Dreyfuss, Robert, Devil’s Game: How the United States Helped Unleash
Fundamentalist Islam (New York: Henry Holt and Company, 2006)
Fukuyama, Francis, The End of History and the Last Man (London: Simon and
Schuster, 2006)
Gunaratna, Rohan, and Aviv Oreg, The Global Jihad Movement (Lanham:
Rowman & Littlefield Publishers, 2015)
Hoffman, Bruce, ‘The Myth of Grass-Roots Terrorism: Why Osama Bin Laden
Still Matters’, Foreign Affairs, 87 (2008), 133–8
Howard, Russell, ‘Understanding Al Qaeda’s Application of the New Terrorism’,
in Terrorism and Counterterrorism: Understanding the New Security Environment,
Readings and Interpretations, by Bruce Hoffman and Russell Howard, 4 edition
(New York (N.Y.): McGraw-Hill Education, 2011)
Johnson, Joshua, ‘From Cuba to Bolivia: Guevara’s Foco Theory in Practice’,
Retrieved October, 24 (2006), 2008
Jones, Seth G., Waging Insurgent Warfare: Lessons from the Vietcong to the

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 49


Islamic State (Oxford: Oxford University Press, 2016)
Karnavian, Muhammad Tito, Explaining Islamist Insurgencies:The Case of
Al-Jamaah Al-Islamiyyah and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007
(London: ICP, 2014)
Karnavian, Muhammad Tito, ‘The Regional Fraternity: Collaboration Between
Violent Islamic Groups in Indonesia and the Philippines’, in Terrorism in South and
Southeast Asia in the Coming Decade, ed. by Daljit Singh (Singapore : New Delhi:
Institute of Southeast Asian Studies, 2009)
Kongres Mujahidin dan Penegakan Syariah Islam, ed., Risalah Kongres
Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam. (Yogyakarta: Wihdah Press, 2001)
Lawrence, Christopher A., America’s Modern Wars (Philadelphia: Casemate,
2015)
Phares, Walid, Future Jihad: Terrorist Strategies against America (New York:
St. Martin’s Press, 2014)
Pollock, Joycelyn M., Ethical Dilemmas and Decisions in Criminal Justice
(Boston: Cengage Learning, 2016)
Ramakrishna, Kumar, Islamist Terrorism and Militancy in Indonesia: The Power
of the Manichean Mindset (Singapore: Springer, 2014)
Richardson, Louise, What Terrorists Want: Understanding the Enemy,
Containing the Threat (New York: Random House Publishing Group, 2006)
Roy, Olivier, The Failure of Political Islam (Cambridge: Harvard University
Press, 1994)
Sageman, Marc, Leaderless Jihad: Terror Networks in the Twenty-First Century
(Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2011)
Sageman, Marc, Understanding Terror Networks, 1st Edition edition
(Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2004)
Tan, Andrew T. H., A Handbook of Terrorism and Insurgency in Southeast Asia
(Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2009)
Weinberg, Leonard, The End of Terrorism? (Milton Park: Routledge, 2013)
Weiss, Michael, Hassan Hassan, Inc OverDrive, and Inc Recorded Books,
ISIS: Inside the Army of Terror (New York: Regan Arts, 2016)
Wilkinson, Paul, Terrorism Versus Democracy: The Liberal State Response
(Milton Park: Taylor & Francis, 2011)
Zada, Khamami, Islam Radikal: Pergualtan Ormas-Ormas Islam Garis Keras

50 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


Di Indonesia (Jakarta: Teraju, 2002)
Sumber Jurnal:
Asghar, Ali, ‘Gerakan Terorisme Tahun 2015: Pola Serangan, Jumlah Korban
Dan Wajah Baru Global Jihad’, Jurnal Keamanan Nasional, 2 (2016), 1–18

Hoffman, Bruce ‘The Myth of Grass-Roots Terrorism: Why Osama Bin Laden
Still Matters’, Foreign Affairs, 87 (2008), 133–8

Wendt, Alexander, ‘Anarchy Is What States Make of It: The Social Construction
of Power Politics’, International Organization, 46 (1992), 391–425

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951

Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Terorisme
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan
Ideologi Pancasila

Sumber lain
International Crisis Group, Indonesia: Jihadi Surprise in Aceh (Jakarta/
Brussels: International Crisis Group, 20 April 2010)
<https://www.crisisgroup.org/asia/south-east-asia/indonesia/indonesia-jihadi-
surprise-aceh> [accessed 13 September 2017]

Tomotaka, SHOJI, ‘ASEAN Security Community: An Initiative for Peace and


Stability’, NIDS Security Reports, 3 (2008), 17–34

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 51


52 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia
Daftar Riwayat Hidup

1. Data Pribadi
Nama : Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A.,Ph.D.
Tempat & Tanggal Lahir : Palembang,26 Oktober 1964
Pangkat/ Nrp : Jenderal Polisi / 64100600
Jabatan : Kapolri
Kesatuan : Mabes Polri
Agama : Islam
Nama Orang Tua : Alm H Achmad Saleh Dan Ibu Kordiah
Nama Istri : Ir. Tri Suswati, M.Si.
Nama Anak Kandung : 1) Muhammad Garda Ramadhito
2) Lavia Agusta
3) Muhammad Oktovan Tito
Alamat Rumah : Jl. Patimura No. 37 Kebayoran Baru Jaksel
Kantor : Jl. Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru Jaksel

2. Pendidikan
A. Pendidikan Umum
1) SD Xaverius 4 Palembang (1976);
2) SMP Xaverius 2 Palembang (1980);
3) SMA Negeri 2 Palembang (1983);

B. Pendidikan Kepolisian
1) Akademi Kepolisian (Akpol) sebagai Lulusan Terbaik Peraih Bintang
Adhi Makayasa (1987);
2) Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) (1996) sebagai Lulusan
Terbaik Peraih Bintang Wiyata Cendekia;
3) Sespim Polri, Lembang (2000); - penyamaan dari Sesko di New
Zealand;
4) Lemhannas RI PPSA XVII Peserta Terbaik Peraih Bintang Seroja
(2011);

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 53


C. Pendidikan Luar Negeri
1) Master of Arts (M.A.) In Police Studies, University of Exeter, United
Kingdom (1993);
2) Royal New Zealand Air Force Command and Staff College,
Auckland, New Zealand (1998)
3) Bachelor of Arts (B.A.) In Strategic Studies, Massey University, New
Zealand (1998)
4) Ph. D in Strategic Studies with Interest in Terrorism and Islamist
Radicalization at S. Rajaratnam School of International Studies,
Nanyang Technological University, Singapore Dengan Predikat
Magna Cum Laude (2013);

3. Jabatan
A. Pamapta Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya (1987)
B. Kanit Jatanras Reserse Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro Jaya
(1989)
C. Wakapolsek Metro Sawah Besar Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro
Jaya (1992)
D. Kapolsek Metro Cempaka Putih Polres Metro Jakarta Pusat Polda Metro
Jaya (1996)
E. Sespri Kapolda Metro Jaya (1996)
F. Sespri Kapolri (1997)
G. Kasat Serse Ekonomi Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (1999)
H. Kasat Serse Umum Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (2000)
I. Kabag Serse Tipiter Direktorat Reserse Polda Sulsel (2002)
J. Kasat I/ Keamanan Negara Dit Reskrimum Polda Metro Jaya (2003)
K. Kaden 88 Anti Teror Polda Metro Jaya (2004)
L. Kapolres Serang Polda Banten (2005)
M. Kasubden Intelijen Densus 88/AT Bareskrim Polri (2006)
N. Kadensus 88/AT Bareskrim Polri (2009)
O. Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2010)

54 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


P. Kapolda Papua (2012)
Q. Asrena Polri (2014)
R. Kapolda Metro Jaya (2015)
S. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2016)
T. Kapolri (2016 - Sekarang)

4. Kepangkatan
A. Inspektur Polisi Dua (1987)
B. Inspektur Polisi Satu (1990)
C. Ajun Komisaris Polisi (1993)
D. Komisaris Polisi (1997)
E. Ajun Komisaris Besar Polisi (2001)
F. Komisaris Besar Polisi (2005)
G. Brigadir Jenderal Polisi (2010)
H. Inspektur Jenderal Polisi (2012)
I. Komisaris Jenderal Polisi (2016)
J. Jenderal Polisi /. (2016)

5. Tanda Kehormatan Dan Penghargaan:


A. Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI
B. Bintang Bhayangkara Nararya dari Presiden RI
C. Bintang Bhayangkara Pratama dari Kapolri
D. Satyalencana Kesetiaan 8 Tahun
E. Satyalencana Kesetiaan 16 Tahun
F. Satyalencana Kesetiaan 24 Tahun
G. Satyalencana Dwija Sistha
H. Satyalencana Bhakti Buana
I. Satyalencana Bhakti Nusa
J. Satyalencana Darma Nusa
K. Satyalencana Jana Utama
L. Satyalencana Karya Bakti
M. Satyalencana Ksatria Bhayangkara
N. Satyalencana Operasi Kepolisian

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 55


O. 3 (Tiga) Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB), Yaitu:
• Komisaris Polisi Menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (2001)
• Ajun Komisaris Besar Polisi Menjadi Komisaris Besar Polisi (2005)
• Komisaris Besar Polisi Menjadi Brigadir Jenderal Polisi (2010)

6. Kasus Menonjol yang Ditangani:


A. Korupsi Bulog (1999)
B. Bom Kedubes Filipina, Jakarta (2000)
C. Bom Bursa Efek Jakarta, Jakarta (2001)
D. Bom Malam Natal Jakarta (2001)
E. Bom Plaza Atrium, Senen Jakarta Pusat (2001)
F. Pembunuhan Hakim Agung Safiudin Kartasasmita, Jakarta (2001)
G. Bom Makassar, Sulawesi Selatan (2002)
H. Bom di Gedung MPR/DPR, Jakarta (2003)
I. Bom Bandara Internasional Sukarno Hatta Jakarta (2003)
J. Bom J.W. Mariott, Jakarta (2003)
K. Pembunuhan Direktur PT. Asaba (2004)
L. Bom Cimanggis Depok (2004)
M. Bom Kedubes Australia Jakarta (2004)
N. Bom Bali II (2005)
O. Mutilasi 3 Siswi Di Poso, Sulawesi Tengah (2006)
P. Bom Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah (2005)
Q. Mutilasi Kepala Desa Pinedapa, Poso, Sulawesi Tengah (2006)
R. Bom Hotel Ritz Carlton dan J.W. Marriott, Jakarta (2009)
S. Operasi Pengungkapan Latihan Paramiliter Teroris di Aceh (2010)
T. Operasi Pengungkapan Perampokan Bersenjata CIMB Bank Medan
(2010)
U. Operasi Pengungkapan Bom Bunuh Diri di Polres Cirebon Kota (2011)
V. Operasi Pengungkapan Bom Buku dan Parsel di Jakarta (2011)
W. Operasi Pengungkapan Terorisme Penembakan dan Bom di Aceh (2012)
X. Bom Bunuh Diri di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat (2016)
Y. Operasi Tinombala dalam rangka Pemberantasan Jaringan Teroris
Santoso, Poso, Sulteng (2016)

56 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


7. Buku-Buku dan Jurnal Internasional
1. Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2008.
2. Bhayangkara di Bumi Cenderawasih, ISPI Strategic Series, Jakarta,
2014.
3. Explaining Islamist Insurgencies: The Case of al-Jamaah al-Islamiyah
and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007, Imperial College
Press, London, 2015.
4. Regional Fraternity: Collaboration Between Violent Islamist Groups In
Indonesia and The Philippines, Bab dalam Buku “Terrorism In South And
Southeast Asia In The Coming Decade”, diedit oleh Daljit Singh, ISEAS
and MacMillan, Singapura, 2009.
5. Intercourse with Tragedy, Pensil-324, Jakarta, 2016.
6. Polri dalam Arsitektur Negara, Pensil-324, Jakarta, 2016.
7. Democratic Policing, Pensil-324, Jakarta, 2017.
8. The Role of the National Police in Countering Insurgencies in Indonesia
dalam A Journal of The International Centre for Political Violence and
Terrorism Research (CTR), Counter Terrorist Trends and Analyses, RSIS,
NTU, Volume 9, issue 09, September 2017.

8. Kegiatan Kuliah Umum:


A. 26 Oktober 2016, Press Briefing 2 tahun kerja Jokowi – JK dengan tema:
Reformasi Hukum, Gedung Bina Graha Jakpus.
B. 24 November 2016, Rapat Koordinasi dan Dialog Terbuka Gubernur Se
Indonesia dengan tema: “Koordinasi Kamtib dalam Menghadapi Dinamika
Politik dalam Negeri”, Gedung Sasana Bhakti Praja Kemendagri
C. 30 November 2016, Keynote Speech dengan tema: Peta Jalan Menuju
Aturan Hukum yang Berkelanjutan, Gedung Rektorat Lt. B Universitas
Jayabaya
D. 19 Desember 2016, Keynote Speech dalam Acara Forum Diskusi bagi
Generasi Muda dengan tema: Merangkai Indonesia dalam Kebhinnekaan,
Universitas Negeri Jakarta

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 57


E. 21 Desember 2016, Narasumber dengan tema: Peranan Polisi dan
Perguruan Tinggi dalam Pencegahan Gerakan Radikalisme dan
Terorisme, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
F. 26 Desember 2016, Kuliah Umum di Universitas Trunojoyo dengan tema:
Pergulatan Politik Internasional dan Dampaknya bagi NKRI yang Ber-
Bhinneka, Gedung Pertemuan Kampus Universitas Trunojoyo Madura
G. 17 Januari 2017, Keynote Speech FGD Terkait Fatwa MUI dengan tema:
Fatwa MUI dan Hukum Positif, Lounge Adhi Pradana STIK PTIK
H. 18 Januari 2017, Narasumber dalam Pembekalan kepada Praja IPDN
di Kampus IPDN Jatinangor dengan tema : Kebijakan Penyelenggaraan
Pemerintahan Bidang Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan
Masyarakat RI, Balairung Rudini Kampus IPDN Jatinangor Sumedang
I. 27 Januari 2017, Pembicara dalam Kuliah Umum dengan tema:
Penegakkan Hukum di Indonesia, Gedung Yustinus Kampus Unika
Atmajaya Jakarta
J. 10 Februari 2017, Ceramah dan Kuliah Umum di Universitas Ibnu
Chaldun, dengan tema: Peran Polri dan Perguruan Tinggi dalam
Mendorong Terciptanya Pembangunan Hukum yang Berkeadilan, Aula
Prof. Bahder Dhohan Universitas Ibnu Chaldun
K. 17 Februari 2017, Kuliah Umum di Universitas Syahkuala, dengan
tema: Memantapkan Demokrasi dan Memperkuat NKRI dari Aceh untuk
Indonesia, Universitas Syahkuala
L. 3 Maret 2017, Keynote Speech dan Membuka Acara Silaturahmi BEM
Nusantara dengan tema: Membangun Kedaulatan dan Memperkukuh
Kebangsaan, Universitas Islam Riau
M. 8 Maret 2017, Narasumber dalam Kuliah Umum di Institut Teknologi
Bandung dengan tema: Perkembangan Demokratisasi dan Globalisasi
serta Dampaknya bagi Kebhinnekaan di Indonesia, Aula Barat ITB
N. 11 April 2017, Ceramah Kepada Peserta Didik Sespimti Polri Dikreg Ke 26
dan Sespimen Polri Dikreg Ke 57, dengan tema: Ancaman Radikalisme
dan Terorisme di Indonesia, Gedung Utaryo Suryawinata Sespim Polri
O. 12 April 2017, Kuliah Umum pada Acara GPII dengan tema: Merawat
Indonesia yang Damai dan Aman, Gedung Juang 45

58 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


P. 25 April 2017, Narasumber Kuliah Umum dengan tema: “Nasionalisme,
Keragaman, serta Tantangan Transnational Crime dalam Pembangunan
Generasi Milenial” Balairung Kampus UI Depok
Q. 26 April 2017, Dosen Tamu dalam Acara Kuliah Umum dengan tema:
Pentingnya Peneguhan Nilai-Nilai Pancasila dan Ke-UGM-an demi
Kedaulatan NKRI dan Mendorong Indonesia Memimpin Dunia, Graha
Sabha UGM
R. 26 April 2017, Dosen Tamu dalam Acara Kuliah Umum dan Sarasehan
Bersama para Guru Besar UGM, Graha Sabha UGM
S. 25 Agustus 2017, Keynote Speech di The Pyramid dengan tema:
Perkembangan Indonesia Khususnya Pemberantasan Terorisme dan
Radikalisme Agama di Indonesia, 2 Goodwood Hill Singapura
T. 7 September 2017, Keynote Speech dengan tema: Speech on Terrorism,
Cyber Crime and National Security, Universitas Airlangga
U. 23 September 2017, Orasi Ilmiah pada Wisuda Magister, Sarjana dan
Ahli Madya Ke 59 Periode 2017 dengan tema: Mewujudkan Indonesia
sebagai Negara Dominan, Auditorium Ukhuwah Islamiyah – Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
V. 25 September 2017, Pemateri Seminar Kebangsaan Pertemuan
Perguruan Tinggi se Indonesia, dengan tema: Peran Lembaga
Pendidikan Tinggi sebagai Benteng Perlawanan terhadap Radikalisme
serta Ancaman bagi Pancasila dan NKRI, BNDCC - Bali
W. 3 Oktober 2017, Keynote Speech dalam Seminar Sekolah Sespimen
Dikreg Ke-57 T.A. 2017, dengan tema: Penguatan Implementasi Nilai
Kebhinekaan terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa, Auditorium STIK -
PTIK
X. 11 Oktober 2017, Keynote Speech dalam Kongres Ke IV BEM / Dema
PTAI Se – Indonesia dengan tema: Peran Pemuda dalam Mewujudkan
Indonesia sebagai Negara Dominan, Gedung Akademik Center UIN
Raden Fatah Palembang

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 59


60 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia
BIBLIOGRAPHY

Reading Sources:
Abas, Nasir, Membongkar Jamaah Islamiyah: pengakuan mantan anggota
JI (translated; Uncover Jamaah Islamiyah: confession of ex JI member) (Jakarta:
Grafindo Khazanah Ilmu, 2005)
Ba’asyir, Abu Bakar, Catatan dari penjara: mengamalkan dan menegakkan
Dinul Islam (translated; Note from prison: practise and establish Dinul) (Depok:
Komunitas Bambu, 2006)
Baylis, John, James J. Wirtz, and Colin S. Gray, Strategy in the Contemporary
World (Oxford: OUP Oxford, 2013)
Benbow, Tim, and Rod Thornton, Dimensions of Counter-Insurgency: Applying
Experience to Practice (New York: Routledge, 2013)
Chaliand, Gérard, The History of Terrorism: From Antiquity to ISIS (Oakland:
Univ of California Press, 2016)
Cronin, Audrey Kurth, How Terrorism Ends: Understanding the Decline and
Demise of Terrorist Campaigns (New Jersey: Princeton University Press, 2009)
Dengel, Holk H., Darul Islam dan Kartosuwirjo: langkah perwujudan angan-
angan yang gagal (translated; Darul Islam and Kartosuwiryo: the steps of illusory
manifestations that fail) (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995)
Dreyfuss, Robert, Devil’s Game: How the United States Helped Unleash
Fundamentalist Islam (New York: Henry Holt and Company, 2006)
Fukuyama, Francis, The End of History and the Last Man (London: Simon and
Schuster, 2006)
Gunaratna, Rohan, and Aviv Oreg, The Global Jihad Movement (Lanham:
Rowman & Littlefield Publishers, 2015)
Howard, Russell, ‘Understanding Al Qaeda’s Application of the New Terrorism’,
in Terrorism and Counterterrorism: Understanding the New Security Environment,
Readings and Interpretations, by Bruce Hoffman and Russell Howard, 4 edition
(New York (N.Y.): McGraw-Hill Education, 2011)
Johnson, Joshua, ‘From Cuba to Bolivia: Guevara’s Foco Theory in Practice’,
Retrieved October, 24 (2006), 2008

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 61


Jones, Seth G., Waging Insurgent Warfare: Lessons from the Vietcong to the
Islamic State (Oxford: Oxford University Press, 2016)
Karnavian, Muhammad Tito, Explaining Islamist Insurgencies: The Case of
Al-Jamaah Al-Islamiyyah and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007
(London: ICP, 2014)
Karnavian, Muhammad Tito, ‘The Regional Fraternity: Collaboration Between
Violent Islamic Groups in Indonesia and the Philippines’, in Terrorism in South and
Southeast Asia in the Coming Decade, ed. by Daljit Singh (Singapore : New Delhi:
Institute of Southeast Asian Studies, 2009)
Kongres Mujahidin dan Penegakan Syariah Islam, ed., Risalah Kongres
Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam. (translated; The Congress of Mujahidin I
and the Enforcement of Islamic Sharia) (Yogyakarta: Wihdah Press, 2001)
Lawrence, Christopher A., America’s Modern Wars (Philadelphia: Casemate,
2015)
Phares, Walid, Future Jihad: Terrorist Strategies against America (New York:
St. Martin’s Press, 2014)
Pollock, Joycelyn M., Ethical Dilemmas and Decisions in Criminal Justice
(Boston: Cengage Learning, 2016)
Ramakrishna, Kumar, Islamist Terrorism and Militancy in Indonesia: The Power
of the Manichean Mindset (Singapore: Springer, 2014)
Richardson, Louise, What Terrorists Want: Understanding the Enemy,
Containing the Threat (New York: Random House Publishing Group, 2006)
Roy, Olivier, The Failure of Political Islam (Cambridge: Harvard University
Press, 1994)
Sageman, Marc, Leaderless Jihad: Terror Networks in the Twenty-First Century
(Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2011)
Sageman, Marc, Understanding Terror Networks, 1st Edition edition
(Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2004)
Tan, Andrew T. H., A Handbook of Terrorism and Insurgency in Southeast Asia
(Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2009)
Weinberg, Leonard, The End of Terrorism? (Milton Park: Routledge, 2013)

62 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


Wilkinson, Paul, Terrorism Versus Democracy: The Liberal State Response
(Milton Park: Taylor & Francis, 2011)
Zada, Khamami, Islam Radikal: Pergualtan Ormas-Ormas Islam Garis Keras Di
Indonesia (translated; Radical Islam: The Struggle of Islamic Hardline In Indonesia)
(Jakarta: Teraju, 2002)

Journal Sources:
Asghar, Ali, ‘Gerakan Terorisme Tahun 2015: Pola Serangan, Jumlah Korban
Dan Wajah Baru Global Jihad’ (translated; The 2015 Terrorism Movement: Attack
Pattern, Number of Victims and New Faces of Global Jihad) Jurnal Keamanan
Nasional, 2 (2016), 1–18
Hoffman, Bruce ‘The Myth of Grass-Roots Terrorism: Why Osama bin Laden
Still Matters’, Foreign Affairs, 87 (2008), 133–8
Wendt, Alexander, ‘Anarchy Is What States Make of It: The Social Construction
of Power Politics’, International Organization, 46 (1992), 391–425

Legislations
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 (translated;
Emergency Law of Republic of Indonesia No. 12 Year 1951)
Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme (translated; Law No. 15 Year 2003 on Counter Terrorism)
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila (translated; Presidential Decree No. 54 Year 2017
on Presidential Working Unit for Coaching the Pancasila Ideology)

Other Sources
International Crisis Group, Indonesia: Jihadi Surprise in Aceh (Jakarta/Brussels:
International Crisis Group, 20 April 2010) <https://www.crisisgroup.org/asia/south-
east-asia/indonesia/indonesia-jihadi-surprise-aceh> [accessed 13 September 2017]
Tomotaka, SHOJI, ‘ASEAN Security Community: An Initiative for Peace and
Stability’, NIDS Security Reports, 3 (2008), 17–34

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 63


64 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia
Curriculum Vitae

1. Personal Data
Name : Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D.
Place, Date of Birth : Palembang, 26 October 1964
Rank/ Reg. No : Police General / 64100600
Position : Chief of Indonesian National Police (INP)
Unit : INP’s Headquarters
Religion : Islam
Parents’ name : Alm H Achmad Saleh and Ibu.Kordiah
Wife’s name : Ir. Tri Suswati, M.Si.
Children’s name : 1) Muhammad Garda Ramadhito
2) Lavia Agusta
3) Muhammad Oktovan Tito
Home address : Jl. Patimura No. 37 Kebayoran Baru Jaksel
Office address : Jl. Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru Jaksel

2. Education
A. General Education
1) Elementary School SD Xaverius 4 Palembang (1976);
2) Junior High School SMP Xaverius 2 Palembang (1980);
3) Senior High School SMAN 2 Palembang (1983);
B. Police Education
1) Police Academy (Akpol) as the Best Graduate awarded Bintang
Adhi Makayasa (1987);
2) Police Science College (PTIK) (1996) as the Best Graduate awarded
Bintang Wiyata Cendekia;
3) Police Command and Staff College, Lembang (2000) - Equation
Program from Police Command and Staff College of New Zealand;
4) National Resilience Institute - Lemhannas RI PPSA XVII as the Best
Participant awarded Bintang Seroja (2011);

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 65


C. Overseas Education
1) Master of Arts (M.A.) In Police Studies, University of Exeter, United
Kingdom (1993);
2) Royal New Zealand Air Force Command and Staff College,
Auckland, New Zealand (1998)
3) Bachelor of Arts (B.A.) In Strategic Studies, Massey University, New
Zealand (1998)
4) Ph. D. in Strategic Studies with Interest in Terrorism and Islamist
Radicalization at S. Rajaratnam School of International Studies,
Nanyang Technological University, Singapore with predicate of
Magna Cum Laude (2013);

3. Career History
A. First Line Supervisor at Polres Metro Central Jakarta Polda Metro Jaya
(1987)
B. Head of Unit for Violent Crime Polres Metro Central Jakarta Polda Metro
Jaya (1989)
C. Deputy Chief of Sector Police Sawah Besar Polres Metro Central Jakarta
(1992)
D. Chief of Sector Police Cempaka Putih Polres Metro Central Jakarta Polda
Metro Jaya (1996)
E. Personal Secretary of Jakarta Police Chief (1996)
F. Personal Secretary of the Chief of Indonesian National Police (1997)
G. Head of CID Unit at Economic Crime Directorate Reserse Polda Metro
Jaya (1999)
H. Head of CID Unit at CID Directorate Polda Metro Jaya (2000)
I. Head of Specific Crime Division CID Polda South Sulawesi(2002)
J. Head of Unit I/ State Security General Crime Directorate Polda Metro
Jaya (2003)
K. Chief of Detachment 88 Anti Teror Polda Metro Jaya (2004)

66 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


L. Chief of Regency Police Serang Polda Banten (2005)
M. Head of Intelligence Detachment 88/AT CID (2006)
N. Chief of Detachment 88/AT (2009)
O. Deputy of Enforcement dan Capacity Building of National Agency of
Counter Terrorism (BNPT) (2010)
P. Chief of Papua Province Police (2012)
Q. Assistant to the Chief of INP for for Planning and Budgeting (2014)
R. Chief of Jakarta Province Police (2015)
S. Head of National Agency of Counter Terrorism (BNPT) (2016)
T. Chief of Indonesian National Police (2016 - now)

4. Rank HIstory
A. Second Inspector (1987)
B. First Inspector (1990)
C. Senior Inspector (1993)
D. Assistant Superintendent (1997)
E. Superintendent (2001)
F. Senior Superintendent (2005)
G. Brigadier General (2010)
H. Inspector General (2012)
I. Commsissioner General (2016)
J. Police General (2016)

5. Awards and Decorations:


A. Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI
B. Bintang Bhayangkara Nararya dari Presiden RI
C. Bintang Bhayangkara Pratama dari Kapolri
D. Satyalencana Kesetiaan 8 Tahun
E. Satyalencana Kesetiaan 16 Tahun
F. Satyalencana Kesetiaan 24 Tahun
G. Satyalencana Dwija Sistha

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 67


H. Satyalencana Bhakti Buana
I. Satyalencana Bhakti Nusa
J. Satyalencana Darma Nusa
K. Satyalencana Jana Utama
L. Satyalencana Karya Bakti
M. Satyalencana Ksatria Bhayangkara
N. Satyalencana Operasi Kepolisian
O. 3 (three) times Extraordinary Promotion (KPLB):
• Assistant Superintendent to Superintendent (2001)
• Superintendent to Senior Superintendent (2005)
• Senior Superintendent to Brigadier General (2010)

6. High Profile Cases that have been handled:


A. Corruption on Indonesian Bureau of Logistics (1999)
B. Bombing at Philippines Embassy, Jakarta (2000)
C. Bombing at Jakarta Stock Exchange, Jakarta (2001)
D. Bombing at Christmas Eve Jakarta (2001)
E. Bombing at Plaza Atrium, Senen Jakarta Pusat (2001)
F. Murder of Supreme Court Judge Safiudin Kartasasmita, Jakarta (2001)
G. Bombing in Makassar, Sulawesi Selatan (2002)
H. Bombing at House of Representatives, Jakarta (2003)
I. Bombing International Airport Soekarno Hatta Jakarta (2003)
J. Bombing at J.W. Mariott, Jakarta (2003)
K. Murder of Director Asaba Company (2004)
L. Bombing at Cimanggis Depok (2004)
M. Bombing at Australian Embassy Jakarta (2004)
N. Bombing in Bali II (2005)
O. Mutilation of 3 Elementary Shool students in Poso, Central Sulawesi
(2006)
P. Bombing at Tentena market, Poso, Central Sulawesi (2005)

68 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


Q. Mutilation of Head of Pinedapa Village, Poso, Central Sulawesi (2006)
R. Bombing at Ritz Carlton and J.W. Marriott, Jakarta (2009)
S. Operation on Terrorist Paramilitary Training in Aceh (2010)
T. Operation on Armed Roberry CIMB Bank Medan (2010)
U. Operation on Suicide Bombing at Polres Cirebon Kota (2011)
V. Operation on Book and Parcel Bomb in Jakarta (2011)
W. Operasi Pengungkapan Terorisme Penembakan dan Bom di Aceh (2012)
X. Suicide Bombing at Thamrin, Jakarta Pusat (2016)
Y. Operation Tinombala Santoso Terrorist Network, Poso, Central Sulawesi
(2016)

7. Books and International Journal


1) Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso (translated; Uncovering
Poso Conflict), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
2) Regional Fraternity: Collaboration Between Violent Islamist Groups In
Indonesia and The Philippines, Bab dalam Buku “Terrorism In South And
Southeast Asia In The Coming Decade”, diedit oleh Daljit Singh, ISEAS
and MacMillan, Singapura, 2009.
3) Bhayangkara di Bumi Cenderawasih (translated; Guardian in the Land of
Cendrawasih), ISPI Strategic Series, Jakarta, 2014.
4) Explaining Islamist Insurgencies: The Case of al-Jamaah al-Islamiyah
and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007, Imperial College
Press, London, 2015.
5) Intercourse with Tragedy, Pensil-324, Jakarta, 2016.
6) Polri dalam Arsitektur Negara (Translates; Indonesian National Police in
State’s Architecture), Pensil-324, Jakarta, 2016.
7) Democratic Policing, Pensil-324, Jakarta, 2017.
8) The Role of the National Police in Countering Insurgencies in Indonesia
dalam A Journal of The International Centre for Political Violence and
Terrorism Research (CTR), Counter Terrorist Trends and Analyses, RSIS,
NTU, Volume 9, issue 09, September 2017.

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 69


8. Public Lectures:
A. 26 October 2016, Press Briefing 2 Years of Work Jokowi – JK themed:
Law Reform, Gedung Bina Graha Jakpus.
B. 24 November 2016, Coordination Meeting and Open Dialogue with
Governors in Indonesia themed: “Coordination on Security and Order
in Facing Domestic Political Dynamics”, Gedung Sasana Bhakti Praja
Kemendagri
C. 30 November 2016, Keynote Speaker themed: Path towards Sustainable
Rule of Law, Gedung Rektorat Lt B Universitas Jayabaya
D. 19 December 2016, Keynote Speaker at Discussion Forum of Young
Generation themed: Constructing Indonesia in Diversity, Universitas
Negeri Jakarta
E. 21 December 2016, Speaker with Theme: The Role of Police and
Universities in Preventing the Movement of Radicalism and Terrorism,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
F. 26 December 2016, Public Lecture at Trunojoyo University with Theme:
The International Political Struggle and Its Impact on Unity-Unified NKRI,
Gedung Pertemuan Kampus Universitas Trunojoyo Madura
G. 17 January 2017, Keynote Speaker FGD Related Fatwa MUI with Theme:
MUI Fatwa and Positive Law, Lounge Adhi Pradana STIK
H. 18 January 2017, Speaker at Debriefing to Praja IPDN at Jatinangor
IPDN Campus with Theme: Government Administration Policy in Peace,
Order and Protection of Indonesian People, Balariung Rudini Kampus
IPDN Jatinangor Sumedang
I. 27 January 2017, Speaker in Public Lecture with Theme: Law Enforcement
in Indonesia, Gedung Yustinus Kampus Unika Atmajaya Jakarta
J. 10 February 2017, Lecture and Public Lecture at Ibnu Chaldun University,
with Theme: The Role of Police and Universities in Promoting the Creation
of Justice Law Development, Aula Prof. Bahder Dhohan Universitas Ibnu
Chaldun

70 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia


K. 17 February 2017, Public Lecture at Syahkuala University, with Theme:
Strengthening Democracy and Strengthening NKRI from Aceh to
Indonesia, Universitas Syahkuala
L. 3 March 2017, Keynote Speaker and Opening the BEM Nusantara
Hospitality Event with Theme: Building Sovereignty and Strengthening
Nationality, Univeristas Islam Riau
M. 8 March 2017, Speaker at Public Lecture at Bandung Institute of
Technology with Theme: The Development of Democratization and
Globalization and Its Impact for Diversity in Indonesia, Aula Barat ITB
N. 11 April 2017, Lecture at Sespimti Polri Dikreg Ke-26 and Sespimen Polri
Dikreg Ke-5, Gedung Utaryo Suryawinata Sespim Polri
O. 12 April 2017, Public Lecture at GPII Event with Theme: Caring for
Peaceful and Safe Indonesia, Gedung Juang 45
P. 25 April 2017, General Lecture Speaker with Theme: “Nationalism,
Diversity, and Transnational Crime Challenges in Millennial Generation
Development” Balairung Kampus UI Depok
Q. 26 April 2017, Guest Lecture at Public Lecture with Theme: The Importance
of Affirming the Values of Pancasila and the Gadjah Mada University for
the sake of the sovereignty of the Unitary Republic of Indonesia and
Encouraging Indonesia to Lead the World, Graha Sabha UGM
R. 26 April 2017, Guest Lecturer in Public Lecture and Workshop with UGM
Professors, Graha Sabha UGM
S. 25 August 2017, Keynote Speaker at The Pyramid Club with Theme: The
Development of Indonesia Especially Combating Terrorism and Religious
Radicalism in Indonesia, 2 Goodwood Hill Singapura
T. 7 September 2017, Keynote Speech with theme: Speech on Terrorism,
Cyber Crime and National Security, Universitas Airlangga
U. 23 September 2017, Scientific Oration at Graduation Ceremony, Bachelor
Degree and Expert to 59th Period 2017 with Theme: Realizing Indonesia
as the Dominant Country, Auditorium Ukhuwah Islamiyah – Universitas
Muhammadiyah Purwokerto

The Role Of Indonesian National Police In Countering Terrorism In Indonesia 71


V. 25 September 2017, Speaker of National Seminar of Higher Education
Meeting in Indonesia, with Theme: The Role of Higher Education Institution
as Fortress of Resistance to Radicalism and Threat to Pancasila and
NKRI, BNDCC - Bali
W. 3 October 2017, Keynote Speech Seminar of Police Command and
Staff College Dikreg Ke-57 T.A. 2017, with Theme: Strengthening the
Implementation of the Value of Diversity Against the Threat of Nation
Disinegrity, Auditorium STIK - PTIK
X. 11 October 2017, Keynote Speech in the Fourth Congress of BEM /
Dema PTAI Se - Indonesia with Theme: The Role of Youth in Realizing
Indonesia as the Dominant Country, Gedung Akademik Center UIN
Raden Fatah Palembang

72 Peran Polri Dalam Penangann Terorisme Di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai