Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, shalawat dan salam
semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW. Berkat karunianya serta
kesehatan dan kelancaran yang senantiasa diberikan kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini, terutama pada
rekan-rekan yang senantiasa memberikan dorongan dan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini, semoga Allah SWT membalas dengan ganjaran yang
berlipat ganda, ”Amiin”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas yang membahas tentang
“DASAR ILMU NEGARA”. Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa
kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi
siapa saja yang membaca dan memanfaatkannya.
Aamiin ya rabbal ‘alamin.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dia juga harus sekaligus mampu menjadi penengah atas semua konflik
yang terjadi. Inilah yang mereka sebut sebagai raja atau kepala Negara.
Konklusinya adalah bahwa manusia tidak dapat hidup dengan teratur, tertib dan
terjamin keamanannya tanpa adanya negara. Karena pada hakikatnya, dalam
komunitas sekecil apapun diperlukan adanya pemimpin dan aturan. Selain dari
pada itu untuk memimpin suatu negara juga harus mengetahui bagaimana
sebenarnya negara, bentuk negara dan bentuk pemerintahan di Indonesia itu
sendiri. Untuk itu dalam makalah ini Penulis menkaji sedikit mengenai hal
tersebut.
1
Negara sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat
yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di daerah tertentu dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat, didefinisikan pula oleh Roger H. Soltau dengan
alat (agency) atau wewenang (authority), yang mengatur persoalan-persoalan
bersama, atas nama rakyat. Maka, bernegara dengan baik menjadi sangat urgen
bagi setiap warga negara. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian tugas masing-
masing agar tidak ada tumpang tindih satu sama lain. Selain itu mereka juga
membutuhkan seseorang yang memiliki otoritas guna melakukan tindakan tertentu
jika terjadi sesuatu dengan mereka. Dia juga harus sekaligus mampu menjadi
penengah atas semua konflik yang terjadi. Inilah yang mereka sebut sebagai raja
atau kepala Negara. Konklusinya adalah bahwa manusia tidak dapat hidup dengan
teratur, tertib dan terjamin keamanannya tanpa adanya negara. Karena pada
hakikatnya, dalam komunitas sekecil apapun diperlukan adanya pemimpin dan
aturan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dimaksud dengan Tipe-tipe Negara?
2. Apa saja yang dimaksud dengan Bentuk Negara?
3. Apa saja yang dimaksud dengan Bentuk Pemerintahan?
4. Apa saja yang dimaksud dengan Sistem Pemerintahan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Tipe-tipe Negara
2. Untuk Mengetahui Bentuk Negara
3. Untuk Mengetahui Bentuk Pemerintahan
4. Untuk Mengetahui Sistem Pemerintahan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipe-Tipe Negara
Sejarah “Negara polisi” istilah pertama kali digunakan pada tahun 1851,
mengacu pada penggunaan kekuatan polisi nasional untuk menjaga ketertiban, di
Austria. Pada kenyataannya, bahkan pada tingkat lokal, penggunaan kekuatan
polisi untuk secara aktif menjaga ketertiban, di luar keadaan darurat, hampir tidak
dikenal sebelum waktu ini. Penggunaan pertama dari kepolisian negara bagian di
AS, misalnya, adalah tahun yang sama, 1865, di mana kekuatan semacam
didirikan di Massachusetts.Sampai saat ini, tatanan masyarakat yang paling
dipertahankan secara spontan, pada tingkat lokal, dengan beberapa kepolisian
lemah seperti seorang sheriff yang dipanggil ke tindakan untuk insiden tertentu.
Sebagai pemeliharaan kekuatan polisi berdiri menjadi umum di akhir abad 20 dan
awal ke-19, istilah “negara polisi” datang yang akan digunakan lebih umum untuk
3
merujuk hanya ketika kekuatan polisi digunakan “terlalu” keras, dalam “kaku dan
represif “cara, seperti di bawah fasisme, komunisme, kapitalisme dan dalam
aplikasi retroaktif insiden bersejarah yang menindas / represif seperti Revolusi
Perancis dan Kekaisaran Romawi
Tipe Negara yang ditinjau dari sisi hokum adalah penggolongan Negara –
Negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan rakyat. Negara hokum
timbul sebagai reaksi terhadap kekuasan raja – raja absolute.1
Negara anglo saxon tidak mengenal negara hokum atau rechtstaat, tetapi
mengenal atau menganut apa yang disebut dengan “The Rule Of The Law” atau
pemerintahan oleh hokum atau government of judiciary. Sistem hukum anglo
saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada
negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat
para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam
memutus perkara.
Pada tipe Negara kemakmuran atau wohlfare staat ini, Negara mengabdi
sepenuhnya kepada masyarakat. Dalam Negara kemakmuran maka Negara adalah
alat satu – satunya untuk menyelenggarakan kemakmuran warganya , untuk
kepentingan seluruh rakyat dan Negara. Jadi pada Negara kemakmuran ini tugas
daripada Negara adalah semata –mata menyelenggarakan kemakmuran rakyat
yang semaksimal mungkin.
1
Budiyanto.2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XII. Jakarta : Erlangga
4
B. Bentuk Negara
(1) bentuk pemerintahan dimana terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan
legislatif;
(2) bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan yang tegas antara legislatif,
eksekutif, dan yudikatif;
(3) bentuk pemerintahan dimana terdapat pegaruh dan pegawasan langsung dari
rakyat terhadap badan legislatif. Kedua, paham yang membahas bentuk Negara
atas golongan demokrasi dan diktator. Paham ini membahas bentuk Negara atas
golongan demokrasi dan diktator. Paham ini juga memperjelas bahwa demokrasi
dibagi dalam demokrasi Konstitusional (liberal) dan demokrasi rakyat.
2
Joeniarto, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, Jakarta: PT Bina Aksara, 1984
5
Dari teori-teori tersebut kemudian berkembang di zaman modern ini, yaitu
bentuk Negara Kesatuan (unitarisme) dan Negara Serikat (Federalisme) yang
dapat berbentuk sistem sentralisasi atau sistem desentralisasi. Negara kesatauan
adalah Negara yang tidak tersusun dari beberapa Negara, melainkan hanya terdiri
atas satu Negara, sehingga tidak ada Negara di dalam Negara. Dengan demikian
dalam Negara Kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang
mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan
Negara, menetapkan kebjakan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan
Negara baik di pusat maupun di daerah-daerah. Berbeda dengan Negara Federasi,
lebih lanjut Soehino menjelaskan, Negara Federasi adalah Negara yang
bersusunan jamak, maksudnya Negara ini tersusun dari beberapa Negara yang
semula telah berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri . tetapi kemudian karena sesuatu
kepentingan, Negara-Negara tesebut saling menggabungkan diri untuk
membentuk suatu ikatan kerja sama yang efektif negara Kesatuan adalah Negara
apabila kekuasaan tidak terbagi dan Negara Serikat apabila kekuasaan di bagi
antar Pemerintah Federal dengan Negara Bagian. 3
3
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE Uin Syarif Hidayatullah, 2000
6
dijalankan oleh pemimpin Negara berdasarkan atas hukum dan yang berdaulat
adalah hukum.
C. Bentuk Pemerintahan
1. Monarki Monarki adalah bentuk dari pemerintahan yang dipimpin oleh raja
atau ratu sebagai pemegang kekuasaan negara. Monarki juga termasuk bentuk
dalam pemerintahan tertua di dunia. Setiap raja dan ratu ini memiliki julukannya
masing-masing seperti di Jepang, raja dipanggil dengan sebutan Kaisar, Brunei
Darussalam dengan sebutan Sultan, dan sebutan Yang di-Pertuan Agong di
Malaysia.
2. Tirani Sekilas, tirani sama seperti monarki yang kekuasaan negaranya dipegang
oleh satu orang. Tirani dijalankan dengan sewenang-wenang secara otoriter dan
absolut. Contoh negara yang pernah menjalankan bentuk tirani adalah Adolf
Hitler di Jerman dan Joseph Stalin dari Uni Soviet.
3. Aristokasi Jika monarki dan tirani dipegang oleh satu orang, berbeda dengan
aristokrasi yang dipegang oleh beberapa orang. Orang-orang tersebut memiliki
peranan penting seperti halnya kaum cendikiawan. Pada tahun 1700-an, Prancis
pernah menganut aristokrasi dimana kekuasaan yang mereka miliki ditunjukkan
untuk kepentingan umum.
7
berdasarkan kekayaan, keluarga, ataupun militer. Negara yang pernah menganut
bentuk oligarki salah satunya adalah Afrika Selatan yang berakhir pada tahun
1994 ketika Nelson Mandela menjabat sebagai presiden.
5. Demokrasi, Dalam demokrasi, setiap warga negara memiliki hak setara dalam
mengambil keputusan. Oleh karena itu, kita juga mengenal istilah dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat yang dicetuskan oleh Abraham Lincoln. Karena
memang, dalam demokrasi pemegang kekuasannya adalah rakyat.
6. Teknokrasi Tidak hanya politisi yang memiliki kekuasaan dalam suatu negara,
ternyata pakar teknis juga memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan
negara. Teknokrasi adalah bentuk dari pemerintahan dimana pakar teknis
mempunyai kekuasaan. Dalam teknokrasi, para pengambil keputusan akan dipilih
berdasarkan seberapa jauh mereka menguasi bidang tertentu seperti insinyur,
ilmuwan, dan profesional kesehatan.
7. Timokrasi adalah bentuk dari pemerintahan dengan ideal tertinggi negara diatur
oleh para pemimpin yang memiliki kehormatan dan kelayakan. Timokrasi ini
merupakan lawan dari kepemimpinan yang berdasarkan kelas, keturunan,
kekuasaan, dan hak istimewa.
8. Kleptokrasi Teman-teman apa sudah tahu, ternyata ada, lho, bentuk dalam
pemerintahan dimana pemegang kekuasaan menggunakan posisinya untuk
mencuri kekayaan negara atau korupsi. Mereka mengambil pajak yang berasal
dari rakyat untuk memperkaya kelompok tertentu atau dirinya sendiri. Semakin
massal tindak korupsi yang dilakukan pejabat publik, maka negara tersebut
semakin merujuk kepada kleptokrasi.
8
10. Plutokrasi Ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin sangat telihat pada
plutokrasi. Hal ini karena bentuk dalam pemerintahan tersebut disetir oleh orang-
orang kaya yang tercipta dari suatu kondisi ekstrem. Mereka tidak hanya
menguasi sumber ekonomi dan politik, tetapi juga sumber militer seperti senjata,
dan lain-lain. Negara yang memiliki sumber daya alam seperti minyak dan logam
mulia berpotensi mengalami jenis pemerintahan ini. Karena pada umumnya,
badan yang mengontrol sumber daya tersebut ingin mempertahankan kondisi yang
menguntungkan mereka.4
D. Sistem Pemerintahan
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-
ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model
pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem
pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten
dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara
tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain
dibelahan dunia. Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer
didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem
4
S. T, Kansil, Ilmu Negara (umum dan indonesia), Jakarta: Pradya Paramita, 2004.
9
pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana
kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif.
10
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) .
6
Algemeene Secretarie, Regeringsalmanaak voor Nederlandsch-Indie 1942, eerste gedeelte:
Grondgebied en Bevolking, Inrichting van het Bestuur van Neder¬landsch-Indie,
Batavia: Landsrukkerij
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Ketika sebuah negara menaati hukum sebagai salah satu prinsip negara
mungkin menjadikan negara itu melahirkan sebuah keadilan, dan menghilangkan
sikap dualisme antara rakyat dan pemerintah yang masih menerapkan sistem
tiranisme, konsep Demokrasi harus diberlakukan sepenuhnya demi keselarasan
tunduk pada hukum.
12
DAFTAR PUSTAKA
Clive Day, The Policy and Administration of the Dutch in Java, Kuala Lumpur:
Oxford University Press, 1972
S. T, Kansil, Ilmu Negara (umum dan indonesia), Jakarta: Pradya Paramita, 2004.
13