1. Pengantar
Kisah Yakub dan Esau, kita boleh beranjak dari Kejadian 25-27.
Ishak dan Ribka memiliki putra kembar, Yakub dan Esau Esau adalah
pemburu yang terampil. Yakub menjalani kehidupan yang sederhana dan
mengikuti Tuhan. Esau lahir terlebih dahulu. Anak sulung biasanya
menerima berkat hak kesulungan dari ayahnya. Hak kesulungan artinya dia
akan memimpin keluarga dan memiliki lebih banyak tanah dan hewan untuk
membantu memelihara keluarga. Namun Esau lebih memedulikan dirinya
sendiri daripada keluarganya, dan dia tidak mematuhi orangtuanya serta
Tuhan. Ribka dan Ishak menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka.
Mereka sedih karena Esau terus melakukan hal-hal yang dia inginkan dan
bukan yang Tuhan inginkan. Ishak semakin tua dan buta. Sebelum dia mati,
dia menyuruh Esau untuk berburu dan memasak hewan untuk dia makan dan
nikmati. Ribka tahu bahwa itulah saat bagi Ishak untuk memberikan berkat
hak kesulungan. Ribka meminta Yakub untuk membawa dua hewan agar dia
dapat memasak makanan sebelum Esau kembali. Kemudian Yakub akan
menerima berkat. Yakub berpakaian seperti Esau dan membawakan
makanan untuk ayahnya. Ishak memberikan kepada Yakub berkat hak
kesulungan. Ketika Esau kembali, dia sangat marah terhadap Yakub. Namun
hak kesulungan diberikan kepada Yakub karena dia mematuhi perintah-
perintah Tuhan dan Esau tidak.
2. Implementasi
1. Siapa yang tidak kecewa saat di hianati oleh adik kandung sendiri?
Itulah yang dialami oleh Esau. Esau begitu marah setelah ia ditipu oleh
Yakub, adiknya. Pertama, Yakub telah berhasil "membeli" hak
kesulungan milik kakaknya itu seharga semangkuk kacang merah.
Kedua, dengan cara yang licik, Yakub telah menyerobot berkat yang
seharusnya menjadi miliknya. Esau dendam dan berikhtiar membunuh
“Nulla tenaci invia est via”
adiknya itu (Kej. 27:41). Tentu sulit bagi Esau melupakan begitu saja
peristiwa pahit itu. Tetapi, tampaknya Esau belajar memahami
kesalahannya. Ia belajar bahwa menyimpan dendam dan kebencian
justru akan memberikan dampak buruk baginya. Esau pun belajar
mengampuni!
2. Dikatakan “Esau berlari mendapatkan Yakub”. Tindakan ini
mengandung arti Esau telah melupakan/melepaskan masa lalu yang
pahit, yaitu sakit hatinya terhadap adiknya, dan siap menjemput masa
depan yang baru bersama adiknya itu. Dengan kata lain, mengampuni
berarti merelakan apa yang terjadi kemarin, meninggalkan segala
kepahitan, dan siap melangkah ke depan dengan sikap yang baru,
dengan hati yang bersih, penuh pengharapan tanpa beban/dendam.
Tanpa kemampuan untuk merelakan/melepaskan kepahitan, sulit untuk
mengampuni.
3. Bukti pengampunan total terjadi adalah kesediaan untuk berjalan
bersama, melangkah bersama, siap hidup berdampingan dalam damai.
Esau mengajak Yakub dalam ay. 12: artinya, mengampuni mesti tiba
pada komitmen untuk hidup dalam damai dengan orang yang pernah
menyakiti, bahkan rela bekerja sama dengannya.
3. Refleksi
Perlu disadari bahwa keserakaan, baik seraka akan materi dan kekuasaan
dapat merusak hubungan persaudaraan/persahabatan kita dengan
saudara/sesame. Oleh karena itu, penting untuk belajar mencukupkan diri,
berpuas diri, tidak mengingini kepunyaan saudara/sesama, menjauhkan diri
“Nulla tenaci invia est via”
dari iri hati dan kecemburuan, agar tidak terjatuh dalam dosa. ila kita
menyakiti/merugikan suadara/sesama, segeralah menyesali kesalahan, dan
memohon pengampunannya. Artinya, agar kita diampuni, kita mesti rendah
hati dan berinisiatif untuk mencari pengampunan. Kalau bapak buat salah
terhadap mama, bapak mesti mengakui dan mau memohon maaf. Ketiga, kita
adalah makhluk fallible man, yakni makhluk yang dapat jatuh dalam
dosa/kesalahan, bahkan kejahatan. Tetapi ini tidak boleh menjadi alasan
untuk dengan sengaja terus melakukan kesalahan dan kejahatan.
Pengampunan itu sangat penting bagi kesehatan emosi, ketahanan jiwa, dan
spiritualitas kita. Tanpa pengampunan, keluarga akan menjadi arena konflik
dan tempat bagi semua hati yang terluka. Tanpa pengampunan, keluarga
akan sakit. Pengampunan adalah pelindung jiwa, pembersih pikiran dan
pembebasan hati.
4. Bahan Ajar Per Horong Anak Sekolah Minggu
Horong 1:
a.
b.
c.
d.
e.
Horong 2:
a.
b.
c.
d.
e.
Horong 3:
a.
b.
c.
d.
e.
“Nulla tenaci invia est via”