Anda di halaman 1dari 13

TRANSFORMASI TEKS CERITA RAKYAT

KE DALAM BENTUK CERITA BERGAMBAR


SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA APRESIATIF

Titin Setiartin R.
FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya
email: setiar_tin@hotmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan transformasi teks cerita rakyat ke dalam
bentuk cerita bergambar sebagai model pembelajaran membaca apresiatif. Penelitian
pengembangan ini menggunakan strategi campuran kualitatif-kuantitatif desain
eksploratori sekuensial. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan uji validasi
pola matching pretest posttest. Hasil analisis uji-t antara tes awal and tes akhir kelas uji coba
terbatas, uji coba luas, dan uji validasi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
Hasil analisis perbedaan dua rerata terhadap data hasil uji coba pertama/terbatas diperoleh
nilai t sebesar 11,992 dengan besaran perbedaan antara nilai tes awal dan nilai tes akhir
sebesar 16,785 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran transformasi teks cerita yang dikembangkan mampu
meningkatkan kemampuan membaca apresiatif. Model pembelajaran transformasi teks
cerita efektif dan layak digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca apresiatif
siswa kelas XII SMK.

Kata kunci: transformasi teks, model pembelajaran, membaca apresiatif

THE TRANSFORMATION OF FOLKLORE TEXTS


INTO ILLUSTRATED STORIES AS A LEARNING MODEL
OF APPRECIATIVE READING

Abstract
This study aims to describe the transformation of folklore texts into illustrated stories
as a learning model of appreciative reading. This was a research and development study
using a qualitative-quantitative mixed strategy with a sequential exploratory design. The
data were qualitatively and quantitatively analyzed using a validation test by matching
the pretest and the posttest. The results of the analysis of the t-test for the pretest and the
posttest in the small-scale tryout, large-scale tryout, and validation test showed significant
differences. The results of the analysis of the difference between two means in the first or
small-scale tryout showed t =11.992 with a difference of 16.785 between the pretest score
and the posttest score and a significance value of 0.000. Therefore, it can be concluded
that the developed learning model using the transformation of story texts can improve
appreciative reading skills. The model is effective and appropriate to be used to improve
the appreciative reading skills of Grade XII students of the vocational high school.

Keywords: transformation of texts, learning model, appreciative reading

389
390

PENDAHULUAN giatan pembelajaran yang menciptakan


Kenyataan menunjukkan bahwa hasil kreativitas. Akibatnya, pembelajaran tidak
penelitian dan survei yang dilakukan menciptakan suasana aktif dan kreatif.
berbagai lembaga internasional selalu me- Penyebab lain, pada akhir pembelajaran
nempatkan Indonesia pada urutan teren- siswa tidak diberi penguatan dan aplikasi
dah dalam bidang kemampuan membaca makna cerita yang dibaca dalam kehidup-
pemahaman, sekalipun dibandingkan an sehari-hari. Respons yang dibuat siswa
dengan beberapa negara di ASEAN. Se- sebatas menjawab pertanyaan bacaan
bagai contoh hasil penilaian kemampuan sehingga banyak siswa yang menyontek
membaca pemahaman yang dilakukan jawaban teman-temannya saat mengerja-
Programme for International Student Assess- kan soal, pembelajaran menjadi monoton
ment (PISA) menunjukkan bahwa siswa In- dan kurang kreatif.
donesia menduduki tingkat kemampuan Pembelajaran membaca apresiatif
membaca yang rendah. Berdasarkan pe- yang diterapkan di kelas XII SMK se-
nilaian PISA tahun 2000 diketahui bahwa harusnya diarahkan pada aktivitas dan
siswa Indonesia hanya mencapai skor 371 kreativitas siswa. Aktivitas dan kreativitas
sebagai negara berkemampuan membaca merupakan pengembangan kemampuan
terendah ketiga dari negara-negara yang menuju suatu kondisi yang diharapkan.
dinilai (OECD, 2003: 76). Pada tahun Pembelajaran membaca apresiatif harus
2003, skor kemampuan membaca siswa direncanakan sesuai dengan pembelajaran
Indonesia hanya 383. Hasil tersebut me- yang diartikan “a plan or pattern that can be
nempatkan Indonesia pada peringkat used to shape curriculums (long-term course
ke-39 dari 40 negara (OECD, 2004: 281). of studies), to design instructional materials,
Pada tahun 2006 skor kemampuan mem- and to guide instructional in the classroom
baca siswa Indonesia sedikit meningkat and other settings” (Joyce and Weil, 1986:1).
yakni sebesar 393. Walaupun demikian, Rancangan model pembelajaran transfor-
rerata siswa Indonesia termasuk ketegori masi teks cerita rakyat melalui penguatan
‘satu’ (paling rendah, dengan skor 358 bentuk cerita bergambar (TTCRPBCB)
sampai 420) dan Indonesia menduduki disusun berdasarkan penggabungan
peringkat ke-48 dari 56 negara (OECD, antara konsep transformasi teks sastra
2007: 296). Kemampuan membaca hasil yang dikembangkan oleh Riffaterre (1978:
penilaian PISA tahun 2009 terhadap siswa 63) dan Pradotokusumo (1986: 63) dan
Indonesia kembali menunjukkan hasil konsep model pembelajaran yang dike-
berkategori rendah, yakni hanya 402. Kon- mukakan oleh Joyce dan Weil (1986: 1),
disi ini menempatkan Indonesia berada Ricards dan Rodgers (1986); serta isi dan
pada peringkat ke-57 dari 65 negara yang susunan bahan ajar berdasarkan hasil ka-
dinilai (OECD, 2010: 56). jian terhadap karakteristik, struktur, dan
Berbagai hasil kajian menyimpulkan penyajian bahan ajar. Tansformasi bentuk
bahwa siswa kelas XII Sekolah Menengah prosa ke dalam wujud komik melaluidua
Kejuruan (SMK) memiliki kemampuan proses tahapan yaitu (1) proses analisis
membaca apresiatif dibawah KKM. struktural terhadap cerita rakyat. Tahapan
Pembelajaran membaca apresiatif dinilai ini berkaitan analisis struktural unsur
kurang optimal. Masalah lain muncul pembentuk cerita. (2) proses pemindahan
pada guru yang kurang kreatif dalam bentuk tulisan ke dalam bentuk gambar
menerapkan model-model pembelajaran; (komik). Teori yang menjadi dasar pada
cerita yang dipilih guru tidak menarik pemindahan bentuk tulisan ke bentuk
untuk dibaca siswa; dan secara psikolo- gambar, adalah tahapan modivikasi dan
gis siswa di SMK lebih menyukai ke- ekserp.

LITERA, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016


391

Pengembangan model ini pun se- puan siswa dalam mentransformasi teks
suai dengan Visi, Misi, dan Tujuan cerita rakyat ke dalam cerita bergambar.
SMKN se-Kota Tasikmalaya yang pada Penerapan model pembelajaran meng-
dasarnya sama. Visi: menghasilkan lulus- gambarkan keefektifan, tingkat keberha-
an yang memiliki jati diri bangsa, mampu silan, dan keberterimaan penerapan mo-
mengembangkan keunggulan lokal dan del pembelajaran transformasi teks cerita
bersaing di pasar global. Misi : menghasil- rakyat. Di antaranya pembelajaran ko-
kan lulusan yang produktif, kreatif, dan operatif dan kolaboratif menggali infor-
mampu berkompetisi di pasar nasional masi, menyelesaikan masalah, berpikir
dan global; memiliki jati diri bangsa yang kritis, dan mengembangkan kreativitas
berkarakter unggul. Tujuan: membekali (Slavin, 2011: 25).Transformasi teks cerita
peserta didik untuk berkarier, mandiri rakyat dilakukan dalam kegiatan pembe-
yang mampu beradaptasi di lingkungan lajaran membaca apresiatif melalui aspek
kerja sesuai bidangnya dan mampu meng- menyimak dan membaca. Penerapan
hadapi perubahan yang terjadi di masya- Model ini pun mampu mengembangkan
rakat, serta menjadi tenaga kerja yang dan menciptakan berbagai ide siswa.
kompeten sesuai program keahlian pili- Siswa pun mampu menggali nilai-nilai
hannya. dalam cerita rakyat. Secara kreatif siswa
Penerapan model diselaraskan den- dapat mengekspresikan kembali gagasan,
gan variabel konteks, variabel proses, ide, dan nilai-nilai cerita rakyat. Transfor-
dan variabel produk berdasarkan analisis masi teks cerita rakyat dalam bentuk alih
variabel pembelajaran Gall et al. (2003). wacana sebagai kreasi dari cerita rakyat
Kajian variabel konteks difokuskan pada ke dalam bentuk cerita bergambar.
kajian desain model pembelajaran; kajian
variabel proses difokuskan pada kajian METODE
aktivitas guru dan siswa; dan variabel Pola pikir penelitian pengembangan
produk difokuskan pada kajian kemam- berdasarkan konsep (Joyce dan Weil,

Bagan 1. Matrik Pola Pikir Penelitian

Transformasi Teks Cerita Rakyat ke dalam Bentuk Cerita Bergambar ...


392

2001: 5) dan berdasarkan analisis variabel HASIL DAN PEMBAHASAN


pembelajaran menurut Gall et.al (2003) Hasil Pengembangan Model Pembela-
dengan perbaikan dan penyesuaian, da- jaran
lam bagan 1. Model pembelajaran yang dikem-
Prosedur penelitian memiliki kom- bangkan ini termasuk ke dalam kelompok
binasi/ campuran prosedur kualitatif model pemrosesan informasi (information
dan prosedur kuantitatif. Creswell at. al, processing family) sebagai model pembe-
(2007:5) “Other mixed method writers em- lajaran yang lebih menitikberatkan cara
phasize the technique or methods of collecting memperkuat dorongan internal siswa.
and analizyng data” (e.g. Creswell, Clark, Secara umum rumpun model mengajar
et.al., 2007; Greene, Caracell, & Graham, pemrosesan informasi bermanfaat untuk
1989). Desain penelitian dapat dilihat pengembangan diri dan kemampuan so-
pada gambar 2. sial membantu siswa memperoleh infor-
Desain eksploratori yang peneliti gu- masi, ide-ide, keterampilan-keterampilan,
nakan sesuai dengan pendapat Creswell nilai-nilai, cara-cara berpikir, alat-alat un-
& Clark (2007: 76) seperti berikut ini. tuk mengekspresikan diri, serta cara-cara
belajar (Joyce & Weil (2011: 7). Pengem-
bangan model ini memiliki keterkaitan
kecakapan vokasional siswa pada konsep
kompetensi komunikatif dengan pende-
katan fungsional pengajaran bahasa.
Bagan 3. Kerangka Kerja Penelitian Brown menyatakan
Given that communicative competence
Desain yang digunakan adalah de- is the goal of a language classroom,
sain eksploratori subsequencial. Prosedur instruction needs to point toward all its
desain ekploratori dilakukan melalui components: organization, pragmatic,
dua tahap pendekatan yang dikaitkan strategic, and psychomotor. Communcative
dengan desain eksploratori subsekuensial. goals are best achieved by giving due
Penelitian diawali dengan penelusuran attention to language use and not just
fenomena berupa data kualitatif. Pada usage, to fluency and not just accuracy,
tahap kedua, penusunan data kuantitatif. to authentic language and contexts, and
Selanjutnya, hasil data penelitian, baik students’eventual need to apply classroom
kualitatif maupun kuantitatif dikembang- learning to previously unrehearsed
kan secara kualitatif. contexts in the real world (Brown, 2001:
69).

Gambar 2. Desain Penelitian

LITERA, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016


393

Kompetensi komunikatif dalam pem- canaan (langkah) mentransformasi teks


belajaran bahasa memiliki tujuan untuk cerita dengan tahapan: (a) perencanaan
mencapai suatu komunikasi yang terbaik, (sesuai urutan tabel), (b) menyusun ske-
yaitu dengan memberikan arahan berba- nario, (c) me-layout gambar, narasi, dan
hasa. Tidak hanya kepantasan pemakaian, balon kata. Dengan panduan fitur-fitur
kefasihan, dan ketepatan dalam konteks gambar siswa berkreasi menyusun ade-
yang sebenarnya. Pada akhirnya, siswa gan gambar sesuai dengan alur cerita.
memerlukan aplikasi pembelajaran di Kegiatan akhir, siswa melaksanakan tes
kelas untuk penggunaan dalam konteks akhir (pascates). Selanjutnya, guru dan
dunia nyata melalui kecakapan hidup siswa merefleksi pembelajaran. Fase
dalam dunia kerjanya. Kompetensi ko- keempat, kelima, dan keenam kegiatan
munikatif melalui kegiatan keterampilan dilaksanakan di luar jam pelajaran, di
berbahasa. luar kelas, yaitu di ruang kerja praktik
Transformasi teks cerita rakyat meru- (laboratorium); sharring hasil gambar
pakan bentuk kegiatan membaca kritis/ yang sudah disusun. Hasil pekerjaan
kreatif dan menulis kreatif. Pemahaman siswa dipublikasikan pada web/atau blog
estetis, pemahaman kritis, dan penuang- dan majalah dinding. Alat evaluasi dalam
an kreativitas imajinatif. Hal ini sesuai mengukur: (1) kemampuan membaca
dengan model pembelajaran pemrosesan apresiatif siswa sebagai kegiatan estetik-
informasi (Joice & Weil, 2009: 252) den- reseptif dan kritis-kreatif; (2) kemampuan
gan subrumpun sinektik berdasar pada mentransformasi teks cerita rakyat mela-
psikologi kreativitas (Gordon dalam Joice lui penguatan bentuk cerita bergambar,
& Weil, 2009: 252) aktivitas metakognitif sebagai kegiatan produk; dan (3) kemam-
mengembangkan kognisi sebagai proses puan menganalisis nilai-nilai cerita.
aktif, kritis, dan kreatif, (Arends, 2008: Pengembangan model pembelajaran
16 dan Santrock, 2012: 351). Slavin (2011: transformasi teks cerita rakyat melalui
29-37) menyatakan bahwa model pembe- penguatan bentuk cerita bergambar (TT-
lajaran kooperatif siswa. Di antara strategi CRPBCB) diujicobakan melalui uji coba
pembelajaran yang termasuk ke dalam terbatas, uji coba meluas, dan uji validasi.
kategori ini adalah menggali informasi, Selama proses pengembangan dan pene-
penyelesaian masalah kreatif, dan berpikir rapan uji coba, model ini mengalami 2 kali
kritis. Sejalan dengan model pembelajaran revisi. Revisi dilakukan berdasarkan hasil
kooperatif yang dikemukakan Slavin pada uji coba; pertimbangan/masukan dari ahli
kategori pembelajaran aktif, kreatif, dan dan tanggapan siswa. Revisi kedua di-
berpikir kritis, dalam psikologi pendidi- lakukan berdasarkan hasil uji coba, tang-
kan, Santrock (2012) memasukannya pada gapan siswa, dan masukan dari guru.
pendekatan pemrosesan informasi yang Revisi pertama dilakukan pada taha-
bersumber pada kognisi anak. Atas dasar pan rancangan transformasi dan tugas-
keterkaitan tersebut, model pembelajaran tugas membaca. Hal ini, disesuaikan de-
ini diterapkan dalam pembelajaran apre- ngan tingkat kemudahan, dan kebutuhan
siasi sastra. siswa. Revisi ini juga didasarkan pada
Model pembelajaran Transformasi tanggapan siswa setelah uji coba terbatas.
Teks Cerita Rakyat dilaksanakan dalam Tahapan rancangan transformasi teks
kegiatan inti pembelajaran terdiri atas 3 dikurangi dan tugas-tugas membaca
fase utama. Fase utama yaitu prabaca, disederhanakan.
saat baca, dan pascabaca. Proses kegiatan Revisi kedua dilakukan berupa pe-
secara berkelompok siswa berbagi tugas nyempurnaan penerapan model. Hal yang
mengerjakan LKS dan membuat peren- utama revisi kedua dilakukan atas per-

Transformasi Teks Cerita Rakyat ke dalam Bentuk Cerita Bergambar ...


394

timbangan kesesuai waktu jam pelajaran. mampu mengekspresikan kembali secara


Penerapan model pembelajaran TTCRP- kreatif (membaca kreatif) ke dalam bentuk
BCB sampai pada fase 3 menyelesaikan lain (transformasi teks).
tugas-tugas membaca dan tahapan fase Sejalan dengan pendapat Slavin dan
transformasi cukup dengan waktu yang Santrock (2012: 351, Joice and Weil, menge-
tersedia. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) mukakan bahwa pendekatan pemrosesan
untuk tahapan rencana transformasi teks, informasi (information-processing approach)
dilengkapi dengan panduan contoh-con- menekankan bahwa anak-anak memani-
toh fitur gambar. Fase 1, fase 2, dan fase pulasi informasi, memonitor, dan menyia-
3 merupakan kegiatan inti pembelajaran sati. Inti dari pendekatan ini adalah proses
membaca apresiatif. Fase 4 dan fase 5 ke- memori dan pikiran. Bertemali dengan
giatan dilanjutkan di ruang kerja praktik. pendekatan perosesan informasi, Allan
Fase 6 publikasi produk dipajangkan pada Paivio (Santrock, 2012: 362) juga, ber-
majalah dinding dan lomba kreativitas. pendapat bahwa memori disimpan dalam
dua cara: sebagi kode verbal atau sebagai
Peningkatan Kemampuan Membaca kode gambar atau melalui gambaran da-
Apresiatif melalui Membaca Kritis dan lam pikiran. Semakin detail khusus kode
Menulis Kreatif gambar, semakin baik memori terhadap
Konsep membaca apresiatif Ricoeur informasi tersebut. “…mendorong anak-
sebagai dasar dalam pembelajaran yang anak untuk menggunakan imajinasi guna
mengarah pada suatu pandangan bahwa mengingat informasi verbal, anak-anak
membaca apresiatif merupakan interpre- yang lebih besar akan berhasil lebih baik
tasi jenis being-in-the-world (Dasein) yang dibandingkan dengan anak-anak yang
terungkap dalam teks. Ia juga menegas- lebih muda. Berdasarkan sudut pandang
kan bahwa pemahaman yang paling baik teori kreativitas bersastra, model ini ber-
akan terjadi jika pembaca berada pada self- orientasi pada teori membaca sastra dan
understanding. Bagi Ricoeur, membaca sas- teori belajar mengajar membaca apresiatif
tra melibatkan pembaca dalam aktivitas yang berorientasi pada peran siswa. Se-
refigurasi dunia, dan sebagai konsekuensi cara kooperatif siswa melakukan peng-
dari aktivitas ini, berbagai pertanyaan kajian terhadap teks sastra.
moral, filosofis, dan estetis tentang dunia, Proses kerja pengolahan informasi
tindakan menjadi pertanyaan yang harus ini merupakan proses kerja pikiran dan
dijawab (Valdes, 1987: 64). Selain itu, ada perasaan. Slavin (2011: 243-245) menya-
satu prinsip lagi yang perlu diperhatikan takan bahwa dalam pembelajaran verbal
sehubungan dengan pemahaman teks terdapat di antaranya pembelajaran visu-
sastra adalah gagasan “lingkaran herme- alisasi gambar ke dalam pikiran untuk
neutika” yang dicetuskan oleh Dilthey meningkatkan memori. Banyak teknik
dan yang diterima oleh Gadamer. Artinya, memori yang didasarkan pada pemben-
proses membaca apresiatif melibatkan ak- tukan citra mental untuk membantu
tivitas pemahaman, penalaran, interpre- mengingat hubungan. Salah satu metode
tasi, imajinasi, dan psikomotor terhadap untuk meningkatkan memori dengan
teks sastra. Dalam kaitan model pembe- menggunakan penggambaran ialah de-
lajaran TTCRPBCB, siswa dituntut tidak ngan menciptakan cerita untuk meng-
hanya mampu melibatkan diri terhadap gabungkan informasi. Faktor yang mem-
tahapan apresiasi teori Moody (1971: 91- buat informasi bermakna adalah infor-
93) “… comprehend understanding…” yaitu masi yang mengandung makna lebih
tahapan informasi, persepsi, konsepsi, mudah dipelajari.
dan evaluasi. Selanjutnya, dari proses Pendekatan pemoresasan informasi
membaca apresiatif, siswa diharapkan

LITERA, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016


395

menjadi salah satu pendekatan yang dapat kritis, dan pemahaman kreatif. Dalam
diterapkan sebagai pendekatan pembe- membaca keseluruhan aspek itu terproses
lajaran membaca apresiatif. Berdasarkan untuk mencapai tujuan tertentu melalui
sudut pandang teori kreativitas bersastra, tahapan (1) persepsi, (2) rekognisi, (3)
model ini berorientasi pada teori membaca komprehensi, (4) interpretasi, (5) evaluasi,
sastra dan teori belajar mengajar membaca dan (6) kreasi atau utilisasi.
apresiatif yang berorientasi pada peranan Dapat disimpulkan bahwa proses
siswa. Secara kooperatif siswa melakukan membaca kritis kreatif adalah suatu pro-
pengkajian estetis, pemahaman kritis, dan ses membaca yang dilakukan seseorang
penuangan kreativitas imajinatif. yang tidak hanya melakukan analisis,
Kegiatan apresiasi sastra dengan mo- tetapi juga sintetis; bukan hanya mema-
del transformasi teks sastra adalah kegiat- hami apa yang tersurat, tetapi juga yang
an yang memberikan kesempatan kepada tersirat. Berdasarkan sudut pandang
siswa dengan bebas mengekspresikan pendekatan/kritik pragmatis, proses
apa yang dipahami, dimaknai, dan dikaji estetis-reseptif dan kritis-kreatif dalam
dari cerita sesuai dengan latar pengeta- membaca apresiatif adalah melakukan
huan, perasaan, dan pengalaman hidup- penggalian terhadap aspek ekstrinsik
nya masing-masing. Dengan demikian, dan aspek intrinsik sebuah karya sastra.
hakikat sastra sebagai karya imajinatif Hal ini, sesuai dengan yang dinyatakan
yang multimakna dapat diransformasi- Abrams (Pradopo, 202: 34) “Kritik prag-
kan siswa melalui proses estetis-reseptif matik (pragmatic criticism) memandang
dan kritis-kreatif. Kegiatan pembelajaran karya sastra sebagai suatu yang dibangun
menekankan pada kegiatan mentransfor- untuk mencapai (mendapatkan) efek-efek
masi bentuk teks cerita rakyat menjadi tertentu pada audience (pendengar, pem-
bentuk lain. Wujud akhir kegiatan trans- baca), baik berupa efek-efek kesenangan
formasi teks tersebut berupa cerita ber- estetik ataupun pendidikan, maupun
gambar. Sebagaimana model transformasi efek-efek yang lain.”
teks sastra yang berorientasi pada teori Peningkatan kemampuan membaca
Joyce dkk (2001: 19) termasuk ke dalam apresiatif sebagai pembuktian model
keluarga atau kelompok/rumpun The pembelajaran transformasi teks cerita
Information Processing Family Of Models. rakyat melalui penguatan bentuk cerita
Konsep pengolahan informasi (the infor- bergambar efektif digunakan dalam pem-
mation processing) termasuk ke dalam teori belajaran membaca apresiatif di kelas XII
belajar kognisi dikemukakan Slavin (2011: SMKN Kota Tasikmalaya. Hal ini, sesuai
217-218) bahwa poses kerja memori ketika dengan hasil uji validasi kelayakan model
menerima rangsangan akan memuncul- pembelajaran transformasi teks cerita
kan persepsi yang melibatkan penafsiran rakyat melalui penguatan bentuk cerita
pikiran, pengalaman, pengetahuan, moti- bergambar (TTCRPBCB). Uji validasi
vasi, dan minat, bahkan imajinasi. Infor- model menggambarkan tingkat kekuatan,
masi yang dipahami dan diberi perhatian keberhasilan, dan keefektifan model, se-
kemudian dipindahkan dan disimpan hingga menguatkan kelayakan pengem-
memori penyimpanan. Informasi yang bangan model pembelajaan TTCRPBCB.
tersimpan selanjutnya diolah dan ditang- Berdasarkan gambaran persentase
gapi, untuk menarik kesimpulan dalam kemampuan dalam tahapan apresiasi.
konteks verbal atau visual. Persentase yang paling tinggi terdapat
Konkretisasi pembaca proses memba- pada tahapan apresiasi informasi kemam-
caan apresiatif memadukan pemahaman puan akhir kelompok eksperimen per-
estetis, pemahaman reseptif, pemahanan tama 90%, dan kelompok eksperimen

Transformasi Teks Cerita Rakyat ke dalam Bentuk Cerita Bergambar ...


396

kedua 92%. Tertinggi tahapan persepsi bangkan dengan waktu lebih panjang. Dalam
terdapat pada kelompok eksperimen mata pelajaran bahasa Indonesia ada kegiatan
pertama dan kedua sebesar 85%. Tahapan kerja praktik membuat komik.
konsepsi tertinggi 83 pada kelompok Secara singkat guru mengharapkan
eksperimen kedua. Tahapan apresiasi model ini akan menjadi salah satu solusi
evaluasi tertinggi 82% pada kelompok untuk mengatasi ketidaksenangan siswa
eksperimen kedua. Hal ini berarti uji vali- terhadap kegiatan membaca. Dari pene-
dasi kelompok eksperimen kedua meru- rapan model ini diharapkan mengubah
pakan kelas dengan perolehan persentase pandangan siswa terhadap pembelajaran
kemampuan membaca apresiasi tertinggi. bahasa Indonesia yang menjemukan. Se-
Dengan demikian, kemampuan membaca cara terbuka akan mencoba menerapkan
apresiatif mengalami peningkatan yang model ini. Hal ini, dikarenakan melihat
signifikan. antusias, minat, dan motivasi siswa lebih
Persentase secara klasikal terhadap meningkat. Selain itu, melihat pening-
keefektifan pengembangan model tergam- katan kemampuan membaca apresiatif
barkan dari kemampuan tahapan apre- dari hasi pascauji. Guru sangat senang
siasi informasi 92%. Kemampuan tahapan terhadap respons siswa dalam kegiatan
apresiasi persepsi 85%, Kemampuan apre- pembelajaran ini. Guru akan mencoba
siasi konsepsi 83%, Kemampuan apresiasi mengenalkan kepada guru bahasa Indo-
evaluasi, 85%. Berdasarkan persentase ke- nesia lainya untuk mencoba menerapkan
berhasilan penerapan model, dapat di- model pembelajaran TTCRPBCB.
ketahui pula tanggapan, pandangan, dan
kesan siswa terhadap keberterimaan Transformasi Teks Cerita Rakyat mela-
model yang dikembangkan. Ketika dita- lui Penguatan Bentuk Cerita Bergambar
nyakan kesan terhadap penerapan model; (Komik)
yang pertama kali siswa jawab kesannya Teks sastra adalah suatu jaringan yang
sangat baik, menyenangkan, mengesankan, terbangun dari berbagai sistem, kode, dan
kreatif karena ada kegiatan praktik meng- tradisi yang didedahkan oleh teks-teks
gambar untuk berimajinasi dari kegiatan sastra sebelumnya. Berbagai sistem, ide,
membaca. Selanjutnya siswa mengatakan dan tradisi dari teks-teks lain di luar sastra
sangat kreatif, tidak jemu lagi, selama ini ter- juga berandil dalam membangun makna
lalu sering guru menugaskan membaca baik sebuah teks. Hal senada diungkapkan
kelompok maupun perorangan di kelas atau oleh Segers (2000: 41), sebagai sebuah
titugaskan di rumah tetapi tetap saja jenuh, proses komunikasi, hubungan antara
malahan semakin menjemukan apalagi kalau teks dan pembaca memerankan dua
bacaannya tidak menarik. Ketika ditanyakan buah fungsi. Pertama, pembaca menan-
pendapat terhadap kegiatan membaca dai hubungan skema tekstual. Pembaca
apresiatif mengubah wujud teks cerita menyusun ikatan tidak sekehendak hati
ke dalam bentuk cerita bergambar, siswa berdasarkan pengalaman dan harapan
mengatakan akan lebih mengasah untuk miliknya. Namun, menandai berdasarkan
membuat komik karena pada kelas Multimedia kesesuaiannya dengan struktur tekstual.
ada kegiatan membuat animasi, jadi cocok dan Kedua, dunia teks literer diciptakan untuk
nyambung. Ketika dimintai harapan ke de- pembaca dari perspektif yang berubah-
pan dari kegiatan penerapan model pem- ubah. Pembaca memiliki tugas untuk
belajaran TTCRPBCB, mereka berharap menghubungkan perspektif itu agar
lebih dikembangkan lagi dan lebih kreatif lagi, cocok dengan struktur tekstual. Untuk
apalagi siswa sebagai kelas multimedia juga lebih memahami perspektif proses trans-
belajar animasi dan membuat komik. dikem- formasi teks, teori Riffaterre (1978: 47-80)

LITERA, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016


397

“Penciptaan Teks”, terjemahan Sayuti, da- Riffaterre (1978: 23) menyatakan bahwa
pat dijadikan dasar pembahasan tentang satu karya sastra bisa lahir dari karya sebe-
transformasi teks sastra. lumnya yang disebut hipogram. Sebuah
Sebagai lokus makna, teks dibangun karya sastra bisa merupakan variasi dan
oleh konversi dan ekspansi. Karena modifikasi karya sebelumnya. Pradopo
kehadiran ciri-ciri stilistik, seperti (2002: 228) menyatakan bahwa prinsip
tropes (“kiasan-kiasan”) hanya mem- dasar intertekstual karya hanya dapat
bedakan wacana puitik dari bahasa dipahami maknanya secara utuh apabila
non-sastrawi, baik konversi maupun dalam kaitannya dengan karya yang men-
ekspansi, keduanya menetapkan ke- jadi hipogramnya. Artinya, sebuah karya
sejajaran antara sebuah kata dan se- sastra yang mengandung intertekstualitas
buah sekuensi kata, yakni antara adalah bentuk respons seorang pembaca
sebuah leksem (yang selalu memiliki terhadap karya yang telah dibacanya.
kemungkinan untuk ditulis kembali Hal ini, menunjukkan bahwa interteks
sebagai sebuah kalimat matriks) dan memiliki hubungan dengan resepsi dan
sebuah sintagma. Jadi, teks diciptakan respons. Ratna (2007: 174) mengatakan,
secara terbatas. Artinya, sekuensi ver- “Fungsi hipogram merupakan petunjuk
bal yang membangun sajak disatukan, hubungan antarteks yang dimanfaatkan
baik secara formal maupun semantis. oleh pembaca, bukan penulis, sehingga
Ekspansi menetapkan ekuivalensi memungkinkan terjadinya perkembang-
ini dengan mengubah sebuah tanda, an makna”. Dikatakan Ratna (2007: 175)
yakni dengan menderivasikan sebuah bahwa hipogram merupakan landasan
kata ke dalam beberapa sekuens ver- untuk menciptakan karya-karya yang
bal dengan ciri-ciri pembatas kata baru, baik dengan cara menerima maupun
itu. Konversi meletakkan ekuivalensi menolak. Oleh karena itulah, membaca
dengan mengubah beberapa tanda ke karya yang hanya terdiri atas beberapa
dalam sebuah tanda “kolektif,” yakni halaman saja, maka ada kemungkinan
dengan memberikan komponen- akan menghasilkan analisis yang melebihi
komponen suatu sekuens dengan ciri- jumlah halaman yang dianalisis.
ciri karakteristik yang sama. Secara Transformasi lintas bentuk atau alih
partikular, konversi mempengaruhi wahana ini, meliputi perubahan tataran
sekuens yang dibangkitkan oleh ek- linguistik (kebahasaan) dan tataran kesas-
spansi. traan. Tataran kesastraan meliputi trans-
formasi media, isi cerita, tokoh, karakter
Sekaitan dengan ‘Penciptaan Teks’ tokoh, alur, dan latar. Transformasi ben-
konsep Riffaterre, penelitian transfor- tuk prosa ke dalam wujud komik mela-
masi yang dilakukan oleh Pradotokusumo lui dua proses tahapan yaitu (1) proses
(1986: 60) terhadap Kakawin Gajah Mada analisis struktural terhadap cerita rakyat
dapat juga dijadikan pegangan. Peneli- klasik dan (2) proses pemindahan bentuk
tian ini memunculkan teori penerapan tulisan ke dalam bentuk gambar (komik).
hipogram sebagai naskah asal. Teori Tahapan pertama berkaitan analisis struk-
penerapan hipogram yang digunakan tural unsur pembentuk cerita. Teori yang
Pradotokusumo dan Pudentia itu adalah menjadi dasar pada transformasi ini, pada
(1) ekspansi, (2) konversi, (3) modifikasi, tahapan modivikasi dan ekserp. Sejalan
dan (4) ekserp. Sebagaimana halnya Rif- dengan dua tahap (modivikasi dan es-
faterre yang membahas penciptaan teks kerp) ini diaplikasikan seperti berikut
melalui konversi dan ekspansi. ini.

Transformasi Teks Cerita Rakyat ke dalam Bentuk Cerita Bergambar ...


398

Modifikasi dalam Proses Transformasi Wonderwomen dan Robinhood. Cerita ini,


(AlihBentuk) dari Teks ke Gambar lebih dikenal siswa. Berdasar cerita super-
Konsep modifikasi Riffaterre (1978: hero wanita ini, siswa berimajinasi tokoh
47- 48) berkaitan dengan modifikasi pe- “Ambu Hawuk” yang karakternya mirip
rubahan bentuk dan rupa dengan modi- dengan Wonderwomen/Robinhood. Pada
fikasi pada tataran kebahasaan dan kesas- tataran ini transformasi terjadi dalam
traan: (1) Secara linguistik ada pengalihan pengambilan intisari cerita dari unsur
tataran linguistik dari prosa ke dalam amanat dan nilai-nilai cerita yang dise-
balon kata. (2) Perubahan (manipulasi) suaikan dengan perubahan zaman. Da-
pada unsur tokoh, alur, latar, dan adegan. lam hal ini, terjadi transformasi media,
Misalnya, tokoh masa lalu dalam cerita isi cerita, dan transformasi budaya pada
rakyat dianalogikan dan dimetaforakan lintas lokal, regional, dan tataran inter-
dengan tokoh yang ada dalam kehidup- nasional. Skema transformasi teks cerita
an masa kini. Secara kreatif siswa dapat rakyat melalui penguatan bentuk cerita
berimajinasi tentang tokoh/ ketokohan bergambar dapat dilihat pada bagan 4.
dalam cerita masa lalu dengan beranalogi Kegiatan tansformasi teks dipandu
terhadap tokoh/ketokohan masa kini. dengan fitur-fitur gambar (potongan kara-
Misalnya, dalam cerita “Ratu Prameswari kter sesuai adegan dan alur). Siswa secara
Panembahan” dengan julukan “Ambu kreatif menyusun, mengembangkan, me-
Hawuk”. Tema sentral yaitu bahwa Ambu lengkapi balon kata, dan menyempurna-
Hawuk (karena kakinya abu-abu) seorang kan karakter gambar. Namun, siswa juga
wanita Superhero. Tokoh “Ambu Hawuk” diberi kebebasan berdasarkan imajinas-
dianalogikan dengan Robinhood (“Ambu inya untuk mengubah dan menyesuaikan
Hawuk: Robinhood Tatar Sukapura”). gambar sesuai dengan yang diminatinya.
Pada tahap modifikasi siswa diberi ke- Pada kenyataannya siswa mengubah
bebasan untuk mengekspresikan secara gambar ada yang secara manual tanpa
visual tokoh dan ketokohan baik tokoh bantuan teknologi komputer. Ada siswa
utama maupun tokoh bawahan dengan yang membuat sketsa terlebih dahulu,
berbagai atribut sesuai dengan karakter kemudian dilanjutkan secara digital. dan
tokoh dan ciri fisik (profil). Dengan de- ada kelompok secara langsung menggu-
mikian proses transformasi ini meliputi nakan digital. Namun, secara umum siswa
transformasi media, isi cerita, tokoh/kara- sudah bisa berkreasi dan berimajinasi
kter tokoh, alur, dan latar. walaupun belum sempurna.
Alat mengukur kemampuan siswa da-
Ekserp dalam Proses Transformasi (Alih lam mentransformasikan cerita rakyat ke
Bentuk) dariTeks ke Gambar dalam bentuk cerita bergambar bertujuan
Tataran dan konsep teori ekserp di- untuk mengukur produk. Dalam model
jadikan dasar pada manipulasi inti cerita ini digunakan pengukuran yang terdiri
berkaitan dengan amanat dan makna atas lima kriteria yaitu (1) kesesuaian alur
yang disesuaikan dengan masa sekarang. gambar dengan alur cerita, (2) ketepatan
Cerita “Ambu Hawuk; Robinhood Tatar menggambarkan karakter tokoh cerita,
Sukapura” dari judul “Ratu Prameswari (3) kecermatan menggambarkan setting
Panembahan” sebagai tokoh yang berani cerita, (4) kesesuaian menyususn balon
melawan raja karena melihat keadaan kata, dan (5) interpretasi teks cerita rakyat
rakyat sengsara akibat ulah para pemang- ke dalam gambar.
ku kerajaan yang bekerja sama dengan Dari tahapan membaca apresiatif;
penjajah. “Ambu Hawuk” dimanipulasi merancang perubahan alih wahana teks
seperti tokoh superhero wanita seperti cerita ke dalam bentuk gambar (me-lay-

LITERA, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016


399

Bagan 4. Skema Modifikasi dan Ekserp Transformasi Teks

out); kemudian memvisualkan ke dalam target 70 (70%). Tahapan merancang


bentuk gambar menjadi suatu rangkaian dan menyusun gambar dipandu dengan
yang dapat dilaksanakan siswa. Dalam fitur-fitur potongan adegan sesuai alur
prosesnya siswa secara kreatif dapat cerita “Ambu Hawuk: Robinhood Tatar
melaksanakan kegiatan, menunjukkan Sukapura”. Sebagai berikut
kemampuan secara signifikan di atas

Transformasi Teks Cerita Rakyat ke dalam Bentuk Cerita Bergambar ...


400

Salah satu contoh kreatif produk Secara kreatif penerapan model ini lebih
transformasi teks dengan fitur-fitur panel ke arah kerja praktik.
yang disusun, dilengkapi, dan disempur- Siswa yang berminat untuk menekuni
nakan, oleh siswa kelas uji validasi 2 (kelas bidang keahlian membuat cerita bergam-
XII Kompetensi Keahlian Multi Media) bar atau komik, guru dan sekolah da-
kelompok “Winnie The Pooh”. (Sundus N., pat memfasilitasi sesuai dengan program
Cahya Amalia, Cucu Setiyaningsih, dan pembelajaran yang sudah terjadwal. Hal
Riska Santika). Berdasarkan hasil penilai- ini, relevan dengan penelitian tentang
an komikus dari indikator penilaian Components of Visual Literacy: Teaching Lo-
gambar memiliki nilai tertinggi. Selain itu, gos oleh Paul A. Alberto, Laura Fredrick,
kelompok ini berhasil menyempurnakan Melissa Hughes, Laura McIntosh, and
gambar secara digital. Kelompok Winnie David Cihak, 2007, Hammill Institute on
The Pooh mendapat skor 3 pada kesesuaian Disabilities. Hasil penelitian menunjuk-
alur gambar dengan alur cerita. Artinya kan bahwa gambar merupakan bagian
(1) alur komik menggambarkan secara dalam sastra untuk meningkatkan ke-
utuh tahapan alur cerita rakyat. Aspek mampuan literasi.
kedua skor 2. Artinya (2) mampu meng- Guru secara kreatif dapat menyeting
gambarkan beberapa karakter tokoh ruang kerja praktik agar membangkitkan
secara tepat. Aspek ketiga skor 3. Artinya imajinasi siswa. Dari kreativitas produk
(3) mampu menggambarkan seluruh set- kegiatan membaca, guru secara langsung
ing cerita. Aspek keempat skor 3. Artinya mengenalkan kepada siswa bahwa dari
(4) mampu menyusun deskripsi/narasi kegiatan membaca apresiatif akan meng-
secara tepat dan mampu membuat balon hasilkan suatu produk cerita bergambar
kata/dialog tokoh dengan tepat. Aspek (komik), tidak sebatas membaca (menga-
kelima skor 3. artinya (5) kualitas yang presiasi) teks cerita rakyat.
dihasilkan rapi, jelas, dan menarik dari
komposisi bentuk. Skor yang diperoleh UCAPAN TERIMA KASIH
93. (93%) sudah jauh melebihi target (23 Artikel ini merupakan intisari deser-
%) dari target 70 (70%). tasi yang berjudul Pengembangan Model
Pembelajaran Transformasi Teks Cerita
SIMPULAN Rakyat melalui Penguatan Bentuk Cerita Ber-
Hasil pengujian/analisis data tersebut gambar (TTCRPBCB) bagi Peningkatan Ke-
dapat disimpulkan bahwa, model pem- mampuan Membaca Apresiatif Siswa Kelas
belajaran TTCRPBCB yang digunakan XII SMKN Tasikmalaya Tahun 2012-2013,
mampu dan secara signifikan meningkat- pada program pascasarjana Universitas
kan kemampuan siswa dalam membaca Pendidikan Indonesia Bandung. Untuk
apresiatif. Tujuan utama (hasil pembela- itu, ucapan terima kasih dan rasa bangga
jaran) adalah peningkatan kemampuan disampaikan kepada para pembimbing
membaca apresiatif. Indikator pencapaian dan penguji: 1) Prof. Dr. Dadang Sunen-
hasil belajar difokuskan pada kemampuan dar, M.Hum. 2) Prof. Dr. Syamsuddin AR,
siswa mengapresiasi, dan menggali nilai- M.S., 3) Prof. Dr. Suminto A. Sayuti,4) Dr.
nilai kehidupan yang terdapat dalam Sumiyadi, M.Hum., 5) Dr. Vismaia S. Da-
cerita rakyat (nilai sosial, moral/agama, maianti, M.Pd. Sebagai wujud kelayakan
dan pendidikan). Pengembangan model pengembangan model pembelajaran ini,
pembelajaran didasarkan pada tujuan penelitian ini mendapat bantuan Hibah
pendidikan di SMK secara umum diarah- Bersaing. Penelitian diajukan untuk 2 peri-
kan pada kompetensi keahlian vokasional ode (tahun) 2016-2017. Untuk itu, Ucapan
dan kecakapan hidup dalam dunia kerja. terima kasih disampaikan kepada Direk-

LITERA, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016


401

torat Penelitian dan Pengabdian Kepada OECD. 2004. Learning for Tomorrow’s
Masyarakat Dirjen DIKTI Kementerian World: First Results from PISA 2003.
Pendidikan dan Kebudayaan sesuai den- Canada: OECD.
gan surat perjanjian Pelaksanaan Hibah OECD. 2007. PISA 2006: Sciences Compete-
Penelitian Nomor 095/UN.58.09/LT/2015 cies for Tomorrow’s World Volume 1
Tahun ke-1 dari Rencana 2 Tahun. Selan- Analisys. Canada: OECD.
jutnya ucapan terima kasih disampaikan OECD. 2010. PISA 2009. Results: What
kepada sejawat yang tidak dapat diurai- Students Know and Can Do Volume 1
kan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat Canada: OECD.
bermanfaat untuk pengembangan ke- Pradotokusumo, PS.1986. Kakawin Gajah
mampuan mentransformasi teks sastra. Mada Sebuah Karya Sastra Kakawin Abad
ke 20: Suntingan Naskah serta Telaah
DAFTRA PUSTAKA Struktur Tokoh dan Hubungan Antar-
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Teks. Bandung: Binacipta.
Belajar untuk Mengajar. Buku Dua Pradopo, Rachmat Djoko,. 2002. Kritik
Terjemahan, Yogyakarta: Pustaka Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:
Pelajar. Gama Media.
Brown, H. Douglas. 2007. Prinsip Pembela- Ratna, Nyoman Kuta. 2011. Antropologi
jaran dan Pengajaran Bahasa. Terjemah- Sastra Peranan Unsur-unsur Kebudaya-
an: Noor Holis dan Yusi Avianto Pare- an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
-anom. Jakarta: Compliments of The Richard dan Rodgers 2001. Approach,
Public Affairs Section U.S.Embassy. Method, and Technique Teaching Langu-
Creswell, John W. 1994. Research Design: age. New York: Allynand Bacon.
Qualitative & Quantitative Approaches. Richard, Jack dan Theodore S. Rodger.
London-New Delhi: SAGE Publica- 1986. Approaches and Methods in Langu-
tions. age Teaching. London: Cambridge
Gall, M.D. et al. (2003) Educational Re- Language Teaching Library.
search: An Introduction. New York: Riffaterre, M. 1978. Semiotics of Poetry.
Allyn and Bacon. ‘Penciptaan Teks’ Diterjemahkan Oleh
Greene, J.C., Caracelli, V J., & Graham Suminto A. Sayuti. London : Rout-
W.F. 1989. Toward a Conceptual Fram- ledge & Kegan Paul.
work for Mixed-Methods Evaluation De- Santrock, John W. 2012. Psikologi Pendidik-
sign. Educational-Evaluation and Policy an. Educational Psychology. Buku 1.
Analysis. London-New Delhi: SAGE Jakarta: Salemba Humanika.
Publications. Segers, Rien T. Evaluasi Teks Sastra. 2000.
Joice, Bruce and Marsha Weil. 1986. Models Diterjemahkan oleh Suminto A. Sayu-
of Teaching. Third Edition. New Jersey: ti. Yogyakarta: AdiCinta.
Prentice-Hall. Inc.Englewood Cliffs Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan
Joyce, Bruce. et al. 2001. Models of Teaching. Teori dan Praktik. Jilid 2. Terjemahan.
New York: Allyn and Bacon. Jakarta: PT Indeks.
Moody, H. L. B. 1974. The Teaching of Litera- Valdes, M.J. 1987. Phenomenological Herme-
tur. London: Longman Group Ltd. neutical Hermeneutics and the Study
OECD. 2003. Literacy Skills for the World of of Literature. London: University of
Tomorrow: Further Results from PISA Toronto Press.
2000. Canada: OECD.

Transformasi Teks Cerita Rakyat ke dalam Bentuk Cerita Bergambar ...

Anda mungkin juga menyukai