Disusun oleh :
Imam Ibnu Hajar membawakan bahasan khusyuk dalam shalat. Di dalamnya berisi bahasan
khusyuk dan pengaruhnya di dalam shalat. Khusyuk adalah ruh dan inti shalat. Hadits-hadits
yang dibawakan oleh Imam Ibnu Hajar nantinya adalah hadits larangan mengenai perbuatan
yang melemahkan atau meniadakan khusyuk.
ًَاش َعة
ِ ضخَ ْك تَ َرى اَأْلر
َ ََّو ِم ْن آيَاتِ ِه َأن
“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang.” (QS.
Fussilat: 39). Yang dimaksud khasyi’atan di sini adalah tunduk, tenang.
Khusyuk dalam shalat berarti hadirnya hati ketika menghadap Allah dan tenangnya anggota
badan, juga perkataan dan perbuatan orang yang shalat ikut dihadirkan sejak awal hingga
akhir shalat dengan penghadiran dalam rangka pengagungan, pendekatan diri hamba kepada
Allah, dan bahwasanya ia sedang bermunajat kepada Allah.
Khusyuk ini bisa muncul ketika seseorang takut kepada Allah dan dekat dengan-Nya.
Kedekatan dengan Allah ini dirasakan ketika seseorang benar-benar mengenal Allah,
mencintai-Nya, khasyah (rasa takut berdasarkan ilmu) kepada-Nya, mengikhlaskan ibadah
kepada Allah, khauf (takut), raja’ (berharap), itulah yang menyebabkan seseorang makin
khusyuk.
Khusyuk itu dihasilkan di dalam hati, lalu diikuti dengan khusyuk jawarih (anggota badan).
Dari khusyuknya hati, barulah pendengaran, penglihatan, kepala, dan anggota badan lainnya
ikut khusyuk, sampai kalaam (ucapan) ikut juga khusyuk. Namun, jika hati tidak khusyuk,
yang dihasilkan adalah ghaflah (lalai, pikiran ke mana-mana), waswas (kegelisahan yang
tidak berdasar), dan rusaklah khusyuk anggota badan.
Khusyuk itu cepat sekali hilang, lebih-lebih lagi zaman ini. Dalam hadits Abu Ad-Darda’
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perkara yang pertama kali diangkat dari umat ini adalah khusyuk sampai tak terlihat orang
yang khusyuk di dalam shalatnya.” (HR. Ath-Thabrani, dengan sanad hasan. Lihat Shahih
At-Targhib wa At-Tarhib, 1:288).
Shalat yang di dalamnya tidak ada khusyuk dan tidak menghadirkan hati, walaupun sah,
tetapi besarnya pahala dilihat dari makin khusyuknya kita di dalam shalat. Dari ‘Ammar bin
Yasir radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ب لَهُ إاَّل عُش ُر صالتِ ِه تُسعُها ثُمنُها سُبعُها سُدسُها ُخمسُها رُبعُها ثُلثُها نِصفُها
َ ِص ِرفُ وما ُكت َّ
َ إن الرَّج َل لين
“Ada yang selesai dari shalatnya, tetapi ia hanya mendapatkan sepersepuluh, sepersembilan,
seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan separuhnya.”
(HR. Abu Daud, no. 796; An-Nasai dalam Al-Kubra, 1:316; Ahmad, 31:189; Ath-Thahawi
dalam Syarh Musykil Al-Atsar, 3:136-137. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, 2:65,
menyatakan bahwa hadits ini hasan).
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (2:314) menyatakan bahwa khusyuk dalam shalat
dianjurkan. Hal ini disepakati oleh para ulama.
Sumber
https://rumaysho.com/29518-apa-itu-khusyuk-dan-bagaimana-kiatnya-dalam-shalat.html
Video : https://youtu.be/8GUt6QSR4Yg?si=n_kNXbH8fQQO7cRr