Anda di halaman 1dari 40

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ص ََلة‬ َ ‫جعلت قُ َّرة‬


َّ ‫عيْني فِي ال‬
“Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada saat
mengerjakan shalat” (HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya.
Hadits Shahih)

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan:

‫ْس كل َم ْحبُوب تقر بِ ِه ْالعين َوإِنَّ َما تقر ْالعين‬ َ ‫وقرة ْالعين فَوق ْالمحبَّة فَإِنَّهُ لَي‬
‫ْس ذَ ِلك ِإ ََّّل هللا الَّذِي ََّل إِلَه إِ ََّّل ُه َو وكل‬
َ ‫بِأ َ ْعلَى المحبوبات الَّذِي يحب لذاته َولَي‬
‫َما سواهُ فَإِنَّ َما يحب تبعا لمحبته‬
“Qurratul ‘ain” itu melebihi sekedar cinta biasa (kesukaan biasa), karena
tidak setiap perkara yang dicintai pasti sebagai “Qurratul ‘ain” (paling
menyenangkan hati), dan semata-mata hati itu bisa mencapai puncak
kesenangannya, hanyalah dengan sesuatu yang paling dicintai, (yaitu) yang
dicintai karena dirinya (maksudnya: statusnya sebagai pokok cinta dan
bukan cinta cabang , pent). Dan tidak lain itu adalah Allah, yang tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia. Seluruh selain-Nya semata-
mata dicintai karena mengikuti kecintaan kepada-Nya” (Risaalah Ibnil
Qoyyim ila ahadi ikhwaanihi (PDF), hal. 36).

Pada petikan yang lain beliau juga berkata:

‫ص ََلة قُ َّرة عُيُون المحبين فِي َهذِه الد ُّ ْنيَا لما فِي َها من ُمنَا َجاة من ََّل تقر ْالعُيُون َو ََّل‬ َّ ‫فَال‬
‫ذكر ِه والتذلل والخضوع لَه ُ والقرب‬ ِ ِ‫تطمئِن ْالقُلُوب َو ََّل تسكن النُّفُوس إِ ََّّل ِإلَ ْي ِه والتنعم ب‬
‫س ُجود َوتلك ْال َحال أقرب َما يكون العَبْد من ربه فِي َها‬ ُّ ‫ِم ْنه ُ َو ََّل ِسي َما فِي َحال ال‬
“Maka shalat dikatakan “Qurratul ‘ain” bagi orang-orang yang mencintai
(Allah) di dalam kehidupan dunia ini karena di dalam shalat terdapat
aktifitas bermunajat (berkomunikasi lirih) dengan Dzat, yang tidaklah
senang dan tenang suatu hati dan tidaklah jiwa menjadi sakinah kecuali
dengan berkomunikasi dengan-Nya dan bernikmat-nikmat dengan
mengingat-Nya, merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya serta
mendekatkan diri kepada-Nya. Terlebih lagi dalam keadaan sujud, keadaan
tersebut adalah keadaan hamba yang terdekat dengan Rabb nya di dalam
shalat” (Risaalah Ibnil Qoyyim ila ahadi ikhwaanihi (PDF), hal. 37).

Apa yang dirasakan dalam shalat?

Ibnul Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan gurunya, (yaitu Syaikhul


Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah):

ْ َّ ‫إذا لم تجد للعمل حَلوة في قلبك وانشرا ًحا فات‬


.‫همه فإن الربَّ تعالى شكور‬
“Jika Anda tidak mendapatkan kemanisan (iman/ibadah) dan kelapangan
dalam hatimu ketika beramal (beribadah), maka curigailah amalan Anda
tersebut, karena Allah Ta’ala Dzat Yang Maha Mensyukuri”

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan maksud perkataan gurunya di atas:

‫يعني أنه َّل بد أن يثيب العامل على عمله في الدنيا من حَلوة يجدها في قلبه‬
‫ فحيث لم يجد ذلك فعمله مدخول‬،‫وقوة انشراح وقرة عين‬
“Maksudnya, bahwa Allah pasti memberi pahala pelaku amal shaleh
(ibadah) di Dunia, berupa kemanisan (iman/ibadah) yang ia dapatkan
dalam hatinya, demikian pula kelapangan dan kesenangan hati , maka jika
ia tidak mendapatkan hal itu, maka amalnya terkontaminasi (terkotori
kotoran)” (Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim: 2/68).

Pahala shalat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ ‫ ُخ ُم‬،‫سها‬
،‫ ُربُعُها‬،‫سها‬ ُ ُ ‫سد‬ ُ ،‫ ث ُ ُمنُها‬،‫سعُها‬
ُ ،‫سبُعُها‬ ُ ُ ‫ ت‬،‫ش ُر صَلتِ ِه‬
ُ ‫ع‬ َ ِ‫رف؛ َو َما ُكت‬
ُ ‫ب إَِّل‬ ُ ‫ص‬َ ‫الر ُج َل لَيَ ْن‬
َّ ‫إِ َّن‬
‫صفها‬ ْ ِ‫ ن‬،‫ثلُثُها‬

“Sesungguhnya seseorang selesai dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya


dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya,
seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya,
seperempatnya, sepertiganya, setengahnya” (HR Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Al-Munaawi rahimahullah berkata:

‫ضي ْال َك َما َل‬ ُ ‫ب ْال ُخ‬


ِ َ ‫ش ْوعِ َوالتَّدَب ُِّر َونَ ْح ِو ِه ِم َّما يَ ْقت‬ َ ‫ف األ َ ْشخَاص بِ َح‬
ِ ‫س‬ ُ ‫أ َ َّن ذَ ِل َك يَ ْخت َ ِل‬
ِ َ‫ف بِا ْختَِل‬
“Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang
yang sholat berdasarkan kekhusyu’an dan penghayatan makna bacaan
sholat dan yang semisalnya dari perkara-perkara yang menyebabkan
kesempurnaan sholat“ (Faidhul Qodiir: 2/333, Hadits no. 1978)

Standar penilaian shalat

Ada satu riwayat yang shahih sanadnya, bahwa Sufyan Ats-Tsauri


rahimahullah mengatakan:

‫يكتب للرجل من صَلته ما عقل منها‬

“Pahala shalat seseorang ditulis berdasarkan apa yang ia pahami dari


shalatnya (berdasarkan kehadiran hati)” (Al-Qaulul Mubiin, Syaikh
Masyhuur Salaman, hal. 454).

Jadi, yang mempengaruhi bobot shalat seseorang, selain ikhlas dan tata cara
shalatnya yang sesuai dengan sunnah, juga apakah hatinya hadir dalam
shalatnya, menghayati ucapan dan perbuatan shalat yang ia lakukan?

Siapa yang mau shalatnya seperti badan tanpa ruh (shalat hanya gerakan
badan tanpa hadirnya hati/khusyu’)? Ketahuilah, bahwa Allah Ta’ala
memuji orang-orang yang khusyu’ dalam shalat mereka,

َ‫قَدْ أ َ ْفلَ َح ْال ُمؤْ ِمنُون‬

(1) ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,”

َ ‫الَّذِينَ هُ ْم فِي‬
َ‫ص ََلتِ ِه ْم خَا ِشعُون‬

(2) “(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al-Mu`minuun: 1-


2).
Dan khusyu’ dalam shalat meliputi khusyu’ lahir dan batin (hati),
sebagaimana penafsiran Syaikh As-Sa’di rahimahullah terhadap ayat di atas,

،‫ فيسكن لذلك قلبه‬،‫ مستحضرا لقربه‬،‫ هو حضور القلب بين يدي هللا تعالى‬:‫والخشوع في الصَلة‬
‫ مستحضرا جميع ما يقوله ويفعله‬،‫ متأدبا بين يدي ربه‬،‫ ويقل التفاته‬،‫ وتسكن حركاته‬،‫وتطمئن نفسه‬
‫ وهذا روح‬،‫ فتنتفي بذلك الوساوس واألفكار الردية‬،‫ من أول صَلته إلى آخرها‬،‫في صَلته‬
‫ وإن‬،‫ فالصَلة التي َّل خشوع فيها وَّل حضور قلب‬،‫ وهو ا لذي يكتب للعبد‬،‫ والمقصود منها‬،‫الصَلة‬
‫ فإن الثواب على حسب ما يعقل القلب منها‬،‫ كانت مجزئة مثابا عليها‬.

“Khusyu’ dalam shalat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan


Allah Ta’ala, menghayati kedekatan dengan-Nya, hingga tentram hati
karenanya, tenang jiwa dan gerakannya, tidak banyak mengingat sesuatu di
luar urusan shalat, beradab di hadapan Rabb-nya, menghayati seluruh apa
yang ia ucapkan dan lakukan dalam shalatnya, dari awal hingga selesai
shalatnya, sehingga hilang was-was (bisikan syaitan) dan berbagai pikiran
yang jelek. Inilah ruh dan maksud shalat. Shalat yang seperti inilah yang
ditulis pahalanya bagi seorang hamba. Jadi shalat yang tidak ada
kekhusyu’an dan tidak ada pula kehadiran hati -walaupun shalat seperti itu
sah dan diberi pahala (pelakunya)- namun sesungguhnya pahala shalat itu
sesuai dengan kehadiran hati di dalam mengerjakannya” (Tafsir As-Sa’di, hal.
637).

Takbiratul Ihram adalah rukun shalat

Lafadz yang pertama kali diucapkan dalam shalat adalah lafadz takbiratul
ihram, yaitu “Allahu Akbar”. Sebuah lafadz pembuka shalat yang tidaklah
sah sebuah shalat kecuali dengannya, karena kedudukannya sebagai rukun
shalat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ير َوت َ ْح ِليلُ َها الت َّ ْس ِلي ُم‬


ُ ِ‫ور َوت َ ْح ِري ُم َها الت َّ ْكب‬ ُّ ِ‫صَلَة‬
ُ ‫الط ُه‬ ُ ‫ِم ْفتَا‬
َّ ‫ح ال‬
“Pembuka sahnya shalat adalah bersuci, sesuatu yang menyebabkan
haramnya hal-hal yang bertentangan dengan shalat adalah ucapan takbir
dan yang menyebabkan halalnya hal-hal itu kembali adalah ucapan salam”
(HR. Abu Daud no. 61, Tirmidzi no. 3, Al-Irwa`: 301).

Dalam kitab Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim menjelaskan hakikat


kedudukan takbiratul ihram sebagai tahrimush shalah (sesuatu yang
menyebabkan haramnya hal-hal yang bertentangan dengan shalat)
sebagaimana yang ada dalam hadits di atas, dengan mengatakan,
‫ فجعل‬.‫ وتحليلها بابها الذي يخرج به منها‬،‫تحريمها هنا هو بابها الذي يدخل منه إليها‬
،‫ والتسليم باب الخروج لحكمة بديعة بالغة يفهمها من عقل عن هللا‬،‫التكبير باب الدخول‬
‫ وسافر فكره في استخراج حكمه وأسراره‬،‫وألزم نفسه بتأمل محاسن هذا الدين العظيم‬
،‫وبدائعه‬
“Yang dimaksud tahrim shalat di sini adalah pintu masuk shalat itu dimulai
dari mengucapkan takbiratul ihram, sedangkan tahlil shalat adalah pintu
keluar dari shalat dengan mengucapkan salam. Maka dijadikan takbiratul
ihram sebagai pintu masuk dan mengucapkan salam sebagai pintu keluar,
untuk suatu hikmah yang indah yang sangat mendalam,hikmah ini barulah
bisa dipahami oleh orang yang mengenal Allah dan menuntun dirinya untuk
merenungkan keindahan Agama yang agung ini, sedangkan fikirannya
mengembara di dalam mengeluarkan mutiara hikmah, rahasia dan
keindahan-keindahan Agama ini” (Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim 2/695
[PDF]).

Lafadz takbiratul ihram ini tidak sah jika diganti dengan lafadz yang
lainnya. Berkata Syaikh Muhammad Shalih Al-
‘Utsaimin rahimahullah, “(Lafadz Allahu Akbar) tidaklah sah diganti dengan
lafadz lain walaupun maknanya bisa menggantikannya, misalnya seseorang
(yang sedang shalat) mengucapkan “Allahul Ajallu atau Allahu Ajallu atau
Allahu A’dhamu atau yang semisalnya (maka ini tidak sah- pent)” (Syarhul
Mumti‘ : 3/26).

Makna Allahu Akbar

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna


Lafadz “Allahu Akbar”, bahwa kata “Akbar” mengandung makna melebihi,
namun di dalam lafadz “Allahu Akbar” tidak disebutkan “sesuatu yang lain”
sebagai pembanding, yang kebesarannya berada di bawah kebesaran Allah .

Jadi, lafadz takbiratul ihram itu bukanlah “Allahu Akbar minas Samawat
(Allah lebih besar dari langit) ”misalnya. Pada kalimat ini, disebutkanlah
“sesuatu yang lain”, sebagai pembanding, yang kebesarannya berada di
bawah kebesaran Allah ”, yaitu langit.

Nah, apakah rahasia tidak disebutkannya “sesuatu yang lain, yang


kebesarannya berada di bawah kebesaran Allah ” ? Syaikh Muhammad
Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengungkap rahasia tersebut, beliau
berkata:

َّ ‫كل شيء‬
‫عز وج َّل‬ ِ ‫ أكبر ِمن‬،‫و ُحذف المفضَّل عليه ليتناول ك َّل شيء‬
“(Dalam ucapan Takbir ) Sesuatu yang lain -yang kebesarannya berada di
bawah kebesaran Allah- tidaklah disebutkan, guna mencakup segala sesuatu
(selain Allah), (dengan demikian, kesimpulannya) Allah ‘Azza wa Jalla lebih
besar dari segala sesuatu (baca: Allah Maha Besar)” (Syarhul Mumti‘ : 3/29).

Adapun Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan


makna lafadz “Allahu Akbar” ,

‫ أن هللا تعالى أكبر من كل شيء في ذاته و أسمائه و صفاته و كل ما تحتمله هذه‬:‫معناها‬


‫الكلمة من معنى‬
“Maknanya adalah bahwa Allah Ta’ala lebih besar dari segala sesuatu, dalam
Dzat, nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta seluruh makna yang tercakup di
dalam lafadz ini” (Syarhul Mumti‘ : 3/28).

Kesalahan pengucapan takbir

Kesalahan yang terjadi dalam pengucapan lafadz “ ‫(هللا أكبر‬Allaahu Akbar)”


ada dua macam, yaitu:

1. Kesalahan yang merubah makna lafadz takbir. Contoh:


memanjangkan huruf “ ‫ ” ا‬, yaitu: ‫( آهلل أكبر‬Aallaahu Akbar), yang
artinya “Apakah Allah Maha Besar?” atau memanjangkan huruf
“‫”ب‬, yaitu: ‫( هللا أ َ ْكبَار‬Allaahu Akbaar), yang artinya “Allah adalah
genderang” -Maha Suci Allah dari ucapan tersebut, karena
kata ‫أ َ ْكبَار‬adalah bentuk jamak (majemuk) dari ‫ َكبَ ُر‬artinya genderang.
Demikianlah keterangan yang disampaikan oleh An-
Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu‘: 3/253. Kesalahan yang
merubah makna ini menyebabkan tidak sahnya shalat seseorang.
2. Kesalahan yang tidak sampai merubah makna lafadz takbir. Contoh,
membaca fathah huruf “‫( ه‬ha`)”, yaitu: ‫( هللاَ أكبر‬Allaaha
Akbar), sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-
‘Utsaimin rahimahullah.

Jika seseorang melakukan kesalahan yang tidak sampai merubah makna ini,
maka shalatnya tetap sah.

Rahasia Indahnya Takbir

Dalam Kitaabush Shalaah, Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bentuk


penghayatan yang selayaknya ada dalam hati seorang hamba ketika
mengucapkan takbiratul ihram “Allahu Akbar”,
‫فإنه إذا انتصب قائما بين يدي الرب تبارك وتعالى شاهد بقلبه قيوميته وإذا قال هللا اكبر‬
‫شاهد كبرياءه وإذا قال سبحانك اللهم وبحمدك تبارك اسمك وتعالى جدك وَّل إله غيرك‬
‫شاهد بقلبه ربا منزها عن كل عيب سالما من كل نقص محمودا بكل حمد فحمده‬
‫يتضمن وصفه بكل كمال‬.
“Maka jika seorang hamba berdiri tegak di hadapan Ar-Rabb Tabaraka wa
Ta’ala, (berarti) ia menyaksikan dengan hatinya (menghayati)
kemahamandirian-Nya. Jika ia mengucapkan “ Allahu Akbar”, maka ia
menghayati kesombongan (Kemahabesaran)-Nya. Dan jika ia mengucapkan
“Subhanakallahumma wa bihamdika Tabaarakasmuka wa Ta’ala Jadduka, wa
la ilaha ghairuka”, maka ia pun menyaksikan dengan hatinya (menghayati)
Tuhan yang disucikan dari seluruh aib, senantiasa selamat dari seluruh
kekurangan, terpuji dengan segala pujian. Pujian terhadap-Nya tersebut
mengandung pensifatan bagi-Nya dengan setiap sifat-sifat sempurna”
(Kitaabush Shalaah, Ibnul Qoyyim, hal. 171).

Dalam Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang


adab batin seorang hamba yang hendak menunaikan shalat. Ketika ia sudah
mempersiapkan lahir dan batinnya untuk segera memulai shalat, maka
ketika itu ia tertuntut untuk menghadirkan di dalam hatinya pengagungan
dan pemuliaan terhadap Allah dengan puncak pengagungan dan pemuliaan,
melebihi pemuliaan seorang budak terhadap rajanya, saat masuk menemui
rajanya, beliau menuturkan,

‫ وأخذ زينته‬،‫ وقطع جميل العَلئق وتطهر‬،‫لما كان المصلي قد تخلى عن الشواغل‬
،‫ شرع له أن يدخل عليه دخول العبيد على الملوك‬،‫وتهيأ للدخول على هللا ومناجاته‬
‫ هللا أكبر‬:‫ فشرع له أبلغ لفظ يدل على هذا المعنى وهو قول‬،‫فيدخل بالتعظيم واإلجَل ل‬
“Ketika seorang yang hendak menunaikan shalat telah kosong hatinya dari
kesibukan-kesibukan (dunia), telah memutuskan ketertarikan hatinya
dengan perkara yang disukainya, dan ia pun telah bersuci, berhias serta
bersiap-siap untuk menghadap kepada Allah dan bermunajat dengan-Nya
(untuk shalat), maka disyari’atkan baginya untuk masuk memulai shalatnya
seperti keadaan masuknya seorang budak menghadap raja-raja, maka ia
masuk memulai shalatnya dengan (puncak) pengagungan dan
pemuliaan, sehingga disyari’atkanlah baginya (ketika itu) lafadz yang
paling menunjukkan makna puncak pengagungan dan pemuliaan ini, yaitu
ucapan “Allahu Akbar”. (Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim 2/695).

Di dalam perkataannya yang lain, beliau mengungkapkan mutiara-mutiara


rahasia keindahan peribadatan takbiratul ihram,
‫ لينسلخ‬، ‫ و يستقبل هللا عز و جل بقلبه‬، ‫و أُمر بأن يستقبل القبلة ـ بيته الحرام ـ بوجهه‬
‫ ثم قام بين يديه مقام المتذلل الخاضع المسكين‬، ‫مما كان فيه من التولي و اإلعراض‬
‫ خاشع القلب‬، ‫ و ألقى بيديه مسلما ً مستسلما ً ناكس الرأس‬، ‫المستعطف لسيِده عليه‬
‫ خاشع قد توجه‬، ‫ َّل يمنة و َّل يسرة‬، ‫ و طرفة عين‬، ‫ُمطرق الطرف َّل يلتفت قلبه عنه‬
‫كله إليه‬
ِ ‫بقلبه‬.
“Seseorang yang hendak menunaikan shalat diperintahkan untuk
menghadap kiblat dengan wajahnya (ke Baitullah), dan ia menghadap
Allah ‘Azza wa Jalla dengan hatinya, agar sirna pelarian dan
keberpalingannya (dari mengingat Allah) yang telah menimpanya, lalu ia
menghadap-Nya dalam keadaan merendahkan diri, tunduk, merasa butuh,
dan mengharap kasih sayang Rabb nya kepadanya, dan “mengangkat kedua
tangannya” pasrah menyerahkan (dirinya), menundukkan kepalanya,
khusyu’ hatinya, kosentrasi mengingat-Nya, tidak lalai dari-Nya, dan
gerakan bola matanya pun tidak ke kanan dan tidak pula ke kiri, khusyu’
telah menghadapkan hatinya kepada-Nya dengan totalitas”

‫ ثم كبَّره بالتعظيم و اإلجَلل و واطأ قلبه لسانه في التكبير فكان هللا‬، ‫و أقبل بكليته عليه‬
‫ و صد َّق هذا التكبير بأنه لم يكن في قلبه شيء أكبر من‬، ‫كل شيء‬ ِ ‫أكبر في قلبه من‬
‫هللا تعالى يشغله عنه فإنه إذا كان في قلبه شيء يشتغل به عن هللا دل على أن ذلك‬
‫ كان ما اشتغل به هو أهم عنده‬، ‫الشيء أكبر عنده من هللا فإنه إذا اشتغل عن هللا بغيره‬
، ‫ و كان قوله ” هللا أكبر ” بلسانه دون قلبه ؛ ألن قلبه مقبل على غير هللا‬، ‫من هللا‬
ً ‫ مجَل‬، ‫معظما له‬

“Dan ia menghadap kepada-Nya secara totalitas, kemudian ia mengucapkan


takbir dengan mengagungkan dan memuliakan-Nya, hatinya selaras dengan
lisannya dalam bertakbir, sehingga Allah lebih besar dari segala sesuatu
dalam hatinya, dan ia pun membenarkan takbir itu, bahwa tidak ada dalam
hatinya sesuatu apapun yang lebih besar dari Allah Ta’ala, yang
menyibukkannya dari (mengingat)-Nya. Karena sesungguhnya jika di dalam
hatinya ada sesuatu yang menyibukkan dirinya dari mengingat Allah, berarti
ini menunjukkan bahwa sesuatu tersebut lebih besar dari dari Allah (lebih
menarik untuk diingat), karena jika hatinya sibuk dengan mengingat selain
Allah, lalai dari mengingat Allah, berarti perkara yang menyibukkkan
hatinya tersebut hakikatnya lebih penting (untuk diingat dalam shalatnya)
dari Allah dan hakikatnya, ucapannya “Allahu Akbar” hanya dengan lisannya
tanpa disertai hatinya, sebab hatinya mengarah kepada selain-Nya,
mengagungkannya, dan memuliakannya” (Asraarush Shalah, Ibnul Qoyyim,
hal.12).
Faidah ucapan takbiratul ihram

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan,

‫فالتكبير‬:

1- ‫يخرجه من لبس رداء التكبر المنافي للعبودية‬.

2- ‫ويمنعه من التفات قلبه إلى غير هللا‬.

Ucapan takbir (mengandung faedah):

1. Mengeluarkan seseorang dari mengenakan pakaian kesombongan


yang bertentangan dengan peribadatan.
2. Dan mencegah hatinya dari berpaling kepada selain-Nya (baca:
mengingat selain-Nya).

(Dzauqush shalah: 18).

Dua bencana besar berupa kesombongan dan berpaling kepada selain-Nya


(mengingat selain-Nya) itu, beliau sebut sebagai salah satu tabir penghalang
terbesar antara diri seseorang dengan Rabb nya.

Takbiratul ihram termasuk rukun shalat, shalat tidak sah tanpanya. Dalil
bahwa takbiratul ihram adalah rukun shalat adalah hadits yang dikenal
sebagai hadits al musi’ shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang
belum paham cara shalat, hingga setelah ia shalat Nabi bersabda
kepadanya:

‫ص ِِّل فإنك لم تُص ِِّل‬


َ َ‫ارج ْع ف‬
ِ

“Ulangi lagi, karena engkau belum shalat”

Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap


sudah menunaikan shalat. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
mengajarkan shalat yang benar kepadanya dengan bersabda:
‫ ثم اسْتقبل ال ِقبْلةَ فكبِر‬،‫ضو َء‬
ُ ‫الو‬
ُ ‫صَلةِ فأ ْسبِغ‬ َ ُ‫…إذا ق‬
َّ ‫مت إلى ال‬

“Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan
bertakbirlah…” (HR. Bukhari 757, Muslim 397)

Menujukkan tata cara yang disebutkan Nabi tersebut adalah hal-hal yang
membuat shalat menjadi sah, diantaranya takbiratul ihram.

Para ulama mengatakan, dinamakan dengan takbiratul ihram karena


dengan melakukannya, seseorang diharamkan melakukan hal-hal yang
sebelumnya halal, hingga shalat selesai. Sebagaimana hadits,

‫مفتاح الصَلة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم‬

“Pembuka shalat adalah bersuci (wudhu), yang mengharamkan adalah


takbir dan yang menghalalkan adalah salam” (HR. Abu Daud 618,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Sebagaimana kita ketahui, ketika dalam keadaan shalat, kita diharamkan


berbicara, makan, minum dan lain-lain hingga shalat selesai.

Bolehkah mengganti ucapan Allahu Akbar?

Mengganti ucapan takbiratul ihram, misalnya dengan ‫ هللا أجل‬/Allahu Ajall/


atau ‫ هللا أعظ ُم‬/Allahu A’zham/ atau lafadz-lafadz lain, hukumnya haram,
walaupun masih berupa lafadz pujian dan pengagungan terhadap Allah.
Karena lafadz takbir itu tauqifiyyah, ditetapkan oleh dalil. Menggantinya
dengan lafadz lain adalah perbuatan bid’ah.

Namun para ulama berselisih pendapat jika lafadz takbir menggunakan


ucapan ‫األكبر‬
ُ ‫ هللا‬/Allahul Akbar/. Sebagian ulama, semisal Imam Abu
Hanifah dan Imam Asy Syafi’i, menganggapnya sah. Imam Syafi’i
menyatakan bahwa alif lam dalam lafadz tersebut hanya tambahan tidak
mengubah lafadz dan makna (Shifatu Shalatin Nabi, 58). Demikian juga
perihal mengganti lafadz Allahu Akbar dengan bahasa selain arab.

Yang benar, semua itu menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu’alaihi


Wasallam. Tidak boleh mengganti lafadz takbir dengan selain ‫أكبر‬
ُ ‫هللا‬.
Karena hadits-hadits yang menyebutkan tentang lafadz takbir dalam
shalat, disebutkan hanya lafadz ‫أكبر‬
ُ ‫هللا‬. Misalnya hadits:

ُ َ ‫َّللا ُ أ‬
‫كبر‬ َّ ‫اس حتَّى يتوضَّأ َ فيض َع الوضو َء مواضعَه ُ ث َّم يقو ُل‬
ِ َّ‫إنَّه ُ َّل تت ُّم صَلة ٌ ألح ٍد منَ الن‬

“Tidak sempurna shalat seseorang sampai ia berwudhu, lalu ia membasuh


air wudhu pada tempat-tempatnya, lalu ia berkata ‘Allahu Akbar’” (HR Abu
Daud 857, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫صلوا كما رأيتموني أصلي‬

“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat” (HR. Bukhari 631, 5615,


6008)

Adapun bagi orang non-arab yang kesulitan atau tidak bisa melafalkan
takbir, sebagian ulama seperti Syafi’iyyah, Hanabilah, Abu Yusuf
membolehkan pelafalan takbir dengan bahasa lain. Sebagian ulama
seperti Malikiyyah dan Al Qadhi Abu Ya’la berpendapat bahwa gugur
baginya kewajiban takbiratul ihram.

Ukuran suara takbir

Takbiratul ihram itu wajib diucapkan dengan lisan, tidak boleh hanya
diucapkan di dalam hati. Lalu para ulama berselisih pendapat apakah
dipersyaratkan suara takbir minimal dapat didengar oleh diri sendiri atau
tidak. Sebagian ulama seperti Hanabilah mempersyaratkan demikian,
yaitu suara takbir dapat didengar oleh sebelahnya atau minimal dapat
didengar oleh si pengucap sendiri (Syarhul Mumthi’, 3/20). Namun yang
rajih, hal ini tidak dipersyaratkan. Syaikh Al Utsaimin mengatakan: “Yang
benar, tidak dipersyaratkan seseorang dapat mendengar suara takbirnya.
Karena terdengarnya takbir itu zaaid (objek eksternal) dari pengucapan.
Maka bagi yang meng-klaim bahwa hal ini diwajibkan, wajib
mendatangkan dalil” (Syarhul Mumthi’, 3/20).

Bagaimana takbirnya orang bisu?

Orang bisu atau orang yang memiliki gangguan fisik sehingga tidak bisa
berkata-kata, maka ia cukup bertakbir di dalam hati. Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Karena perkataan Allahu Akbar itu
mencakup ucapan lisan dan ucapan hati. Tidaklah lisan seseorang
mengucapkan Allahu Akbar kecuali pasti hatinya mengucapkan dan
memaksudkannya dalam hati. Sehingga jika seseorang terhalang untuk
mengucapkannya, yang wajib baginya adalah cukup dengan
mengucapkan dengan hatinya” (Syarhul Mumthi’, 3/20)

Namun para ulama berbeda pendapat apakah orang tersebut harus


menggerakan bibirnya sambil mengucapkan di dalam hati? Sebagian
ulama seperti Syafi’iyyah tetap mewajibkan menggerakkan bibir, karena
yang dinamakan al qaul dalam bahasa arab, itu disertai dengan gerakan
bibir. Dan jika seseorang terhalang untuk bertakbir secara sempurna,
maka wajib baginya bertakbir sesuai kemampuan yang ia miliki, termasuk
menggerakkan bibir. Sebagian ulama seperti Malikiyyah, Hanabilah dan
Hanafiyyah tidak mewajibkan, karena gerakan bibir bukanlah tujuan
namun sarana atau wasilah untuk mengucapkan takbir. Sehingga ketika
seseorang terhalang untuk melakukan pengucapan, maka gugur pula
sarananya. Dan sekedar gerakan bibir itu tidak teranggap dalam syari’at
(Syarhul Mumthi’, 3/20, Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 19/92).

Mengangkat Kedua Tangan


Para ulama bersepakat bahwa disyar’iatkan mengangkat kedua tangan
ketika takbiratul ihram. Dalilnya hadits:

‫ وإذا رفع‬،‫ وإذا كب ََّر للركوع‬،َ ‫صالة‬ َ ‫ي صلِّى هللا عليه وسلِّم كان يرف ُع يديه‬
َّ ‫حذو َمنكبيه؛ إذا افتتح ال‬ َّ
َّ ‫أن النب‬
‫رأسه من الركوع‬

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika


takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepada setelah ruku’, beliau
mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” (HR. Bukhari 735)

Namun mereka berselisih pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama


mengatakan hukumnya wajib, seperti Al Auza’i, Al Humaidi, Ibnu
Khuzaimah dan Al Hakim. Dalil mereka adalah karena hadits-hadits
menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam selalu mengangkat
kedua tangan ketika takbiratul ihram. Sedangkan beliau bersabda:

‫صلوا كما رأيتموني أصلي‬

“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat”

Namun pendapat ini tidak tepat, karena banyak tata cara shalat yang
beliau selalu lakukan seperti duduk tawarruk, duduk iftirasy, berdoa
istiftah, dll namun tidak wajib hukumnya. Bahkan ini semua tidak dinilai
wajib oleh ulama yang mewajibkan mengangkat tangan ketika takbiratul
ihram. Sehingga ada idthirad (kegoncangan) dalam pendapat ini. Yang
benar, Ibnul Mundzir telah menukil ijma ulama bahwa mengangkat
tangan ketika takbiratul ihram itu hukumnya sunnah (Shifatu Shalatin
Nabi, 63-67).

Bentuk Jari-Jari Dan Telapak Tangan

Jari-jari direnggangkan, tidak terlalu terbuka dan juga tidak dirapatkan.


Berdasarkan hadits:
‫كان إذا قام إلى الصالة قال هكذا – وأشار أبو عامر بيده ولم يفرج بين أصابعه ولم يضمها‬
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika shalat beliau begini, Abu
Amir (perawi hadits) mengisyaratkan dengan gerakan tangannya, beliau
tidak membuka jari-jarinya dan tidak merapatkannya” (HR. Ibnu
Khuzaimah 459, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Khuzaimah)

Untuk telapak tangan, sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim, At Thahawi,


Abu Yusuf dan sebagian besar Hanabilah menganjurkan mengarahkan
telapak tangan lurus ke arah kiblat ketika mengangkat kedua tangan,
berdalil dengan hadits :

َ‫ وليستقبل بباطنِهما ال ِقبلة‬، ‫إذا استفتح أحدُكم الصالة َ فليرفع يد ْي ِه‬

“Jika salah seorang kalian memulai shalat hendaklah mengangkat kedua


tangannya, lalu hadapkan kedua telapak tangannya ke arah kiblat” (HR. Al
Baihaqi dalan Sunan Al Kubra 2/27, dalam Silsilah Adh Dha’ifah (2338) Al
Albani berkata: “dhaif jiddan”)

Dan ada beberapa hadits yang semakna namun tidak ada yang shahih.
Adapun hadits dari Wa’il bin Hujr radhiallahu’anhu:

‫ألنظرن الى صالة رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قال فلما افتتح الصالة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه‬
‫قريبا من أذنيه‬

“Sungguh aku menyaksikan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat,


ketika beliau memulai shalat beliau bertakbir lalu mengangkat kedua
tangannya sampai aku melihat kedua jempolnya dekat dengan kedua
telinganya” (HR. An Nasa-i 1101, dishahihkan Al Albani dalam Sunan An
Nasa-i)

bukan merupakan dalil yang sharih akan perbuatan ini. Namun memang
terdapat atsar shahih dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu:

‫انه كان اذا كبر استحب ان يستقبل بإبهامه القبلة‬


“Ibnu Umar biasanya ketika bertakbir beliau menyukai menghadapkan
kedua ibu jarinya ke arah kiblat” (HR. Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat
4/157, dinukil dari Shifatu Shalatin Nabi, 63)

Sebagian ulama berdalil dengan keumuman keutamaan menghadap


kiblat di luar dan di dalam ibadah. Diantaranya seperti ayat:

‫ْث َما ُك ْنت ُ ْم‬ ْ ‫ضاهَا فَ َو ِِّل َوجْ َهكَ ش‬


ُ ‫َط َر ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام َو َحي‬ َ ‫اء فَلَنُ َو ِلِّيَنَّكَ قِ ْبلَةً ت َْر‬
ِ ‫س َم‬ َ ‫قَ ْد ن ََرى تَقَل‬
َّ ‫ب َوجْ ِهكَ فِي ال‬
ُ‫َط َره‬ ْ ‫فَ َولوا ُو ُجو َه ُك ْم ش‬

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka


sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS. Al Baqarah: 144)

Juga hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

‫الحرام قبلتِكم أحيا ًء وأمواتًا‬


ِ ‫ت‬
ِ ‫البي‬

“Masjidil Haram adalah kiblat kalian ketika hidup maupun ketika mati”
(HR. Abu Daud 2875)

Hadits ini diperselisihkan keshahihannya dan secara umum ini adalah


pendalilan yang tidak sharih (tegas). Oleh karena itu, yang rajih insya
Allah, mengarahkan kedua telapak tangan ke kiblat ketika takbiratul ihram
itu boleh dilakukan sebagaimana perbuatan Ibnu Umar radhiallahu’anhu
namun tidak sampai disunnahkan (Shifatu Shalatin Nabi, 63-66).

Ukuran Tinggi

Kedua tangan diangkat setinggi pundak atau setinggi ujung telinga.


Berdasarkan hadits:

‫حذو ِمنكَبيه‬
َ ‫وسلم إذا قام إلى الصالةِ يرف ُع يديه حتى إذا كانتا‬
َ ‫كان رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ علي ِه‬
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau
mengangkat kedua tangannya sampai setinggi pundaknya” (HR. Ahmad
9/28, Ahmad Syakir mengatakan: “sanad hadits ini shahih”)

Juga hadits:

‫كانَ رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم إذا افتت َح الصالة َ رفع َي َدي ِه حتى تكونا َ َح ْذ َو أُذُنَي ِه‬

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika memulai shalat


beliau mengangkat kedua tangannya sampai setinggi kedua telinganya”
(HR. Al Baihaqi 2/26)

Juga hadits dari Malik bin Huwairits radhiallahu’anhu


‫ حتى يحاذي بهما فروع أذنيه‬: ‫ وقال‬. ‫أنه رأى نبي هللا صلى هللا عليه وسلم‬
“Ia melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat, ia berkata (tangannya
diangkat) sampai setinggi pangkal telinganya” (HR. Muslim 391, Abu Daud
745)

Ini adalah khilaf tanawwu’ (perbedaan variasi), maka seseorang boleh


memilih salah satu dari cara yang ada. Bahkan yang lebih utama
terkadang mengamalkan yang satu dan terkadang mengamalkan yang
lain, sehingga masing-masing dari sunnah ini tetap lestari dan diamalkan
orang.

Sebagian ulama memperinci ukuran tersebut, yaitu bagian bawah telapak


tangan setinggi pundak, atau bagian atas telapak tangan setinggi pangkal
telinga. Namun yang tepat, dalam hal ini perkaranya luas, yang
mengangkat kedua telapaknya tangan sampai sekitar pundak atau sampai
sekitar telinga tanpa ada batasan tertentu itu sudah melakukan yang
disunnahkan oleh Nabi (lihat Syarhul Mumthi, 3/31). Adapun praktek
sebagian orang yang meyakini bahwa kedua telapak tangan harus
menyentuh daun telinga, ini tidak ada asalnya sama sekali (Shifatu
Shalatin Nabi, 63).
Takbir Dulu Atau Angkat Tangan Dulu?

Menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah, takbir berbarengan dengan


mengangkat tangan. Sedangkan Hanafiyyah dan salah satu pendapat
Syafi’iyyah, mengangkat tangan itu sebelum takbir. Sebagian ulama
Hanafiyah juga berpendapat mengangkat tangan itu setelah takbir. Yang
benar, perkara ini masih bisa ditolerir, artinya boleh mengangkat tangan
dahulu sebelum takbir, boleh setelah takbir dan dibolehkan juga
berbarengan dengan takbir. Karena semua ini pernah dipraktekkan oleh
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam (Ashlu Sifati Shalatin Nabi, 193-199).

Dalil sebelum takbir

Hadits dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu:

‫سلَّ َم إذا قام إلى الصالة؛ رفع يديه حتى تكونا حذو منكبيه ثم كبَّر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫كان رسول هللا‬

“Pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau


mengangkat kedua tangannya sampai keduanya setinggi pundak, lalu
bertakbir” (HR. Muslim 390)

Hadits dari Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu:

‫ ثم‬،‫سلَّ َم إذا قام إلى الصالة؛ يرفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫كان رسول هللا‬

‫يكبر‬

“Pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau


mengangkat kedua tangannya sampai keduanya setinggi pundak, lalu
bertakbir” (HR. Abu Daud 729 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi
Daud)

Dalil bersamaan dengan takbir

Hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu:


‫ فرفع يديه حين يكبر حتى يجعلهما‬،‫سلَّ َم افتتح التكبير في الصالة‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫رأيت النبي‬

‫ وإذا كبَّر للركوع؛ فعل مثله‬،‫حذو منكبيه‬

“Aku melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memulai shalatnya dengan


takbir. Lalu beliau mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir hingga
keduanya setinggi pundak. Jika beliau hendak ruku, beliau juga melakukan
demikian” (HR. Bukhari 738)

Hadits Malik Ibnul Huwairits radhiallahu’anhu:

‫ وإذا رفع رأسه من‬، ‫ وإذا أراد أن يركع‬، ‫ يرفع يديه حين يكبر حيال أذنيه‬، ‫أن رسول هللا كان إذا صلى‬
‫الركوع‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika shalat beliau


mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir hingga sampai setinggi
kedua telinganya. Beliau lakukan itu juga ketika hendak ruku’ atau hendak
mengangkat kepada dari ruku’” (HR. An Nasa-i 879, dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Sunan Nasa-i)

Dalil setelah takbir

Hadits dari Abu Qilabah,

‫ وإذا رفع رأسه‬. ‫ وإذا أراد أن يركع رفع يديه‬. ‫ ثم رفع يديه‬. ‫ إذا صلى كبر‬، ‫أنه رأى مالك بن الحويرث‬
‫ وحدث ؛ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم كان يفعل هكذا‬. ‫من الركوع رفع يديه‬

“Ia melihat Malik bin Al Huwairits radhiallahu’anhu jika shalat ia bertakbir,


lalu mengangkat kedua tangannya. Jika ia ingin ruku, ia juga mengangkat
kedua tangannya. Jika ia mengangkat kepala dari ruku, juga mengangkat
kedua tangannya. Dan ia pernah mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam juga melakukan seperti itu” (HR. Muslim 391)
Para ulama bersepakat bahwa bersedekap ketika shalat adalah hal yang
disyariatkan, berdasarkan hadits dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu’anhu:

ِ‫ضع الرج ُل اليدَ اليُمنى على ذِرا ِعه اليُسرى في الصَلة‬


َ ‫الناس يؤ َمرون أن ي‬
ُ ‫كان‬

“Dahulu orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas


lengan kirinya ketika shalat” (HR. Al Bukhari 740)

Sebagian orang ada yang menukil pendapat Imam Malik bahwa beliau
menganggap makruh bersedekap dalam shalat dan beliau menganjurkan
irsal, yaitu membiarkan tangan terjulai disamping. Namun yang shahih
adalah bahwa beliau juga berpendapat disyari’atkannya bersedekap.
Buktinya dalam kitab Al Muwatha, beliau membuat judul bab:

‫باب وضع اليدين إحداهما على األخرى في الصَلة‬

“Bab: Meletakkan kedua tangan, yang satu di atas yang lain, ketika shalat”

Walaupun dalam hadits Bukhari tadi terdapat ungkapan perintah untuk


bersedekap, namun tidak diketahui perkataan dari salaf, baik dari sahabat,
tabi’in, maupun tabi’ut tabi’in atau pun para imam madzhab yang
menyatakan wajibnya bersedekap dalam shalat (lihat Sifat Shalat Nabi Lit
Tharifi, 84). Dengan demikian bersedekap dalam shalat hukumnya sunnah
tidak sampai wajib.

Bentuk Sedekap

Para ulama bersepakat bahwa tangan kanan berada di atas tangan kiri,
namun mereka berbeda pendapat mengenai rincian bentuk sedekap, yang
merupakan khilaf tanawwu’ (perbedaan dalam variasi). Walaupun demikian,
cara yang bersedekap yang benar dibagi menjadi dua cara:

1. Cara pertama yaitu al wadh’u (meletakkan kanan di atas kirim tanpa


melingkari atau menggenggam). Letak tangan kanan ada di tiga
tempat: di punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di
lengan bawah dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr
tentang sifat shalat Nabi,

‫والرسغِ والساع ِد‬


ُّ ‫ظهر ك ِفه اليُسرى‬
ِ ‫ضع يدَه اليُمنى على‬
َ ‫ثم و‬
“..setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung
tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan atau di atas lengan” (HR.
Abu Daud 727, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Dalam Madzhab Maliki dan Hambali, mereka menganjurkan
meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri. Sedangkan
dalam Madzhab Syafi’i, tangan kanan diletakkan di punggung tangan
kiri, di pergelangan tangan kiri dan di sebagian lengan (Mausu’ah
Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 27/87).

2. Cara kedua yaitu al qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau


menggenggam tangan kiri). Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr
radhiallahu’anhu:

‫قبض بيمينِ ِه على شما ِل ِه‬


َ ‫صَل ِة‬ َّ ‫رأيتُ رسو َل‬
َّ ‫َّللاِ إذا كانَ قائ ًما في ال‬

“Aku Melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri dalam shalat


beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An
Nasa-i 886, Al Baihaqi 2/28, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An
Nasa-i).

Adapun di luar dua cara ini, seperti meletakkan tangan kanan di siku kiri,
atau di lengan atas, adalah kekeliruan dan tidak ada satupun ulama yang
membolehkannya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
“Kita pernah melihat orang yang bersedekap dengan memegang sikunya,
apakah ini ada dasarnya? Jawabnya, ini tidak ada dasarnya sama sekali”
(Syarhul Mumthi’, 3/36).

Sebagian ulama membedakan tata cara bersedekap laki-laki dengan wanita,


namun yang tepat tata cara bersedekap laki-laki dengan wanita adalah
sama. Karena pada asalnya tata cara ibadah yang dicontohkan oleh Nabi itu
berlaku untuk laki-laki dengan wanita kecuali ada dalil yang
membedakannya.

Letak Sedekap

Para ulama berbeda pendapat mengenai letak sedekap. Madzhab Hanafi dan
Hambali berpendapat bahwa letak sedekap adalah di bawah pusar.
Berdasarkan hadits:

ُّ ‫ص ََلةِ تَحْ تَ ال‬


ِ‫س َّرة‬ ِ ‫علَى ْال َك‬
َّ ‫ف فِي ال‬ ِ ‫ض ُع ْال َك‬
َ ‫ف‬ ُّ ‫ ِمنَ ال‬: ‫ قَا َل‬، ُ‫َّللاُ َع ْنه‬
ْ ‫سنَّ ِة َو‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ َ ‫أ َ َّن‬
ِ ‫ع ِليًّا َر‬
“Ali radhiallahu’anhu berkata: Termasuk sunnah, meletakkan telapak tangan
di atas telapak tangan dalam shalat di bawah pusar” (HR. Abu Daud 758, Al
Baihaqi, 2/31)

Namun hadits ini sangat lemah karena ada perawinya yang bernama Ziad
bin Zaid Al Kufi statusnya majhul ‘ain, dan Abdurrahman bin Ishaq yang
berstatus dhaiful hadits.

Adapun Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat di bawah dada dan di atas


pusar. Dalilnya hadits Wail bin Hujr:

‫صد ِْر ِه َوه َُو‬ ُ َ‫علَى يَ ِد ِه ْاليُس َْرى ث ُ َّم ي‬


َ ‫شدُّ بَ ْينَ ُه َما َعلَى‬ َ ‫ض ُع يَدَهُ ْالي ُْمنَى‬
َ َ‫سلَّ َم ي‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َكانَ َر‬
‫ص ََل ِة‬َّ ‫فِي ال‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam meletakkan tangan kanannya di atas


tangan kirinya kemudian mengencangkan keduanya di atas dadanya ketika
beliau shalat” (HR,. Abu Daud 759, Al Baihaqi 4/38, Ath Thabrani dalam
Mu’jam Al Kabir 3322)

Syafi’iyyah dan Malikiyyah memaknai bahwa maksud lafadz ‫علَى ص َْدرِ ِه‬
َ
adalah bagian akhir dari dada. Namun keshahihan hadits ini diperselisihkan
oleh para ulama. Yang tepat insya Allah, hadits ini lemah. Letak
kelemahannya pada perawi Mu’ammal bin Isma’il, yang dapat dirinci
sebagai berikut:

 Sebagian ulama men-tsiqah-kannya, bahkan termasuk Ishaq bin


Rahawaih dan Yahya bin Ma’in. Namun Adz Dzahabi menjelaskan:
“Abu Hatim berkata: ‘Ia shaduq, tegar dalam sunnah, namun sering
salah’. Sebagian ulama mengatakan bahwa kitab-kitabnya dikubur,
lalu ia menyampaikan hadits dengan hafalannya sehingga sering
salah”. Ibnu Hajar juga mengatakan: “Shaduq, buruk hafalannya”.
Sehingga yang tepat ia berstatus shaduq, wallahu’alam.
 Dengan statusnya yang shaduq, ia tafarrud dalam meriwayatkan
hadits ini.
 Periwayatan Mu’ammal dari Sufyan Ats Tsauri bermasalah.
 Periwayatan Mu’ammal menyelisihi para perawi lain yang tsiqah yang
meriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri dengan tanpa tambahan lafadz
‫علَى ص َْد ِر ِه‬
َ (di atas dadanya). Menunjukkan riwayat ini syadz.

Terdapat jalan lain yang diriwayatkan secara mursal dari Thawus bin Kaisan
dengan sanad yang shahih. Dengan demikian hadits tentang letak sedekap di
atas dada lebih tepat kita katakan hadits mursal.
Juga dinukil sebagai salah satu pendapat imam Ahmad bahwasanya letak
sedekap adalah persis di atas dada, sesuai zhahir hadits. Ini juga yang
dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dan juga Syaikh Al
Albani rahimahumallah. Namun karena tidak ada hadits yang shahih dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang ini maka yang tepat tidak ada
batasan letak sedekap. Dalam hal ini perkaranya luas. Sedekap boleh di atas
dada, di bawah dada, di perut, di atas pusar maupun di bawah pusar (lihat
Sifat Shalat Nabi Lit Tharifi, 90).

Adapun bersedekap di dada kiri atau di rusuk kiri, dan orang yang
melakukannya sering beralasan bahwa itu adalah tempatnya jantung, ini
adalah alasan yang dibuat-buat yang tidak ada asalnya. Selain itu ada hadits
dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu:

‫نهى أن يصلي الرجل مختصرا‬

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang seseorang bertolak pinggang


ketika sedang shalat” (HR. Bukhari 1220, Muslim 545)

dan perbuatan demikian walaupun tidak sama dengan tolak pinggang,


namun itu mendekati tolak pinggang. Selain itu juga, perbuatan ini membuat
badan tidak seimbang (lihat Syarhul Mumthi’, 3/37-38).

Sedekap Setelah Ruku’

Sebagian ulama salaf menganjurkan bersedekap setelah bangun dari ruku,


diantaranya Al Qadhi Abu Ya’la, Ibnu Hazm, dan Al Kasani. Mereka berdalil
dengan hadits Wa’il bin Hujr radhiallahu’anhu:

‫قبض بيمينِ ِه على شما ِل ِه‬


َ ‫صَل ِة‬ َّ ‫رأيتُ رسو َل‬
َّ ‫َّللاِ إذا كانَ قائ ًما في ال‬

“Aku Melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri dalam shalat beliau


melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i 886, Al
Baihaqi 2/28, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

Lafadz ِ‫صَلة‬
َّ ‫(إذا كانَ قائ ًما في ال‬ketika beliau berdiri dalam shalat) dipahami
bahwa sedekap itu dilakukan dalam setiap kondisi berdiri dalam shalat
kapan pun itu, baik sebelum rukuk maupun sesudah rukuk. Namun ini
adalah pendalilan yang tidak sharih. Karena tidak ada dalil yang shahih dan
sharih mengenai hal ini, maka khilaf ulama dalam hal ini adalah khilaf
ijtihadiyyah,
ُّ ‫عثْ َمانَ َع ْن أ َ ِبي‬
‫الزبَي ِْر‬ ُ ‫علَيَّةَ أ َ ْخبَ َرنِي ْال َح َّجا ُج ْبنُ أَ ِبي‬ ُ ُ‫ب َحدَّثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل ا ْبن‬ ٍ ‫ َحدَّثَنَا ُز َهي ُْر ْبنُ َح ْر‬:٩٤٣ ‫صحيح مسلم‬
َ
‫ع َم َر قا َل‬ ُ ‫عتْبَةَ َع ْن اب ِْن‬ ُ ‫َّللاِ ب ِْن‬َّ ‫َع ْن َع ْو ِن ب ِْن َع ْب ِد‬
َ‫سبْحَ ان‬ ُ ‫يرا َو‬ً ِ‫يرا َوا ْلح َْم ُد ِ هّلِلِ َكث‬ً ‫َّللاُ أَ ْكبَ ُر َك ِب‬ ْ
َّ ‫سلَّ َم ِإذْ قَا َل َر ُج ٌل ِم ْن القَ ْو ِم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ص ِلي َم َع َر‬ َ ُ‫بَ ْي َن َما نَحْ نُ ن‬
َّ ‫سو َل‬
ِ‫َّللا‬ َ َ ْ ْ ٌ َ َ َ َ َ َ
ُ ‫سل َم َمن القائِل ك ِل َمة كذا َوكذا قا َل َر ُجل ِمن الق ْو ِم أنَا يَا َر‬ َ ُ َ ْ ْ َّ َ َّ ‫صلى‬
َ ‫َّللاُ َعل ْي ِه َو‬ َّ َّ ‫سول‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ُ ‫َّللاِ بُك َْرةً َوأَ ِصيل فقا َل َر‬
َ َ ً ‫ه‬
‫اء‬
ِ ‫س َم‬ َ
َّ ‫ت لَ َها أب َْوابُ ال‬ ْ ‫قَا َل َع ِجبْتُ لَ َها فُتِ َح‬
َ‫سلَّ َم َيقُو ُل ذَلِك‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو َل‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ ُ ‫ع َم َر فَ َما ت ََر ْكت ُ ُه َّن ُم ْنذ‬
ُ ُ‫قَا َل ا ْبن‬
Shahih Muslim 943: Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah
menceritakan kepada kami Isma`il bin 'Ulayyah telah mengabarkan kepadaku Al Hajjaj
bin Abu Usman dari Abu Zubair dari 'Aun bin Abdullah bin 'Utbah dari Ibnu Umar dia
berkata: "Ketika kami shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba
seseorang mengucapkan ALLAHU AKBAR KABIRAW WAL HAMDU LILLAHI KATSIIRAW
WASUBHAANALLAAHI BUKRATAN WA ASHIILAN (Maha Besar Allah, dan segala puji bagi
Allah, pujian yang banyak, dan Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang)." Lantas
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: "Siapakah yang mengucapkan kalimat
tadi?" Seorang sahabat menjawab: "Saya wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Sungguh
aku sangat kagum dengan ucapan tadi, sebab pintu-pintu langit dibuka karena kalimat
itu." Kata Ibnu Umar: "Maka aku tak pernah lagi meninggalkannya semenjak aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan hal itu."
Keutamaan membaca doa ini :
Dalam hadits tersebut dikisahkan bahwa ketika salah seorang Sahabat membaca bacaan
tersebut dengan keras dalam sholat, dan ketika selesai sholat Rasulullah bersabda : “
Aku takjub dengan kalimat yang dibacanya, karena dengan kalimat itu dibukalah pintu-
pintu langit “. Sahabat Ibnu Umar-sang perawi hadits ini- mengatakan : “ Aku kemudian
tidak pernah meninggalkan membaca doa iftitah tersebut sejak aku mendengar
Rasulullah mengucapkan (ketakjuban) hal itu “

Rincian Makna :

‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬


Allah yang terbesar diatas segalanya َّ
Aku bertakbir mengagungkanNya ،‫يرا‬ ً ِ‫َكب‬
dan segala puji bagi Allah dengan pujian yang melimpah ‫يرا‬ ً ِ‫َو ْال َح ْمد ُ ِ َّلِلِ َكث‬
dan maha suci Allah َّ َ‫س ْب َحان‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫َو‬
diwaktu pagi dan sore ‫يَل‬ ً ‫ص‬ َ
ِ ‫بُ ْك َرةً َوأ‬
‫سلَ َمةَ قَا َل‬ َ ‫يز ْبنُ أَبِي‬ ِ ‫الرحْ َم ِن ْبنُ َم ْهدِي ٍ قَا َل َحدَّثَنَا َع ْبدُ ْالعَ ِز‬ َّ ُ ‫ أ َ ْخبَ َرنَا َع ْم ُرو ْبنُ َع ِلي ٍ قَا َل َحدَّثَنَا َع ْبد‬:٨٨٧ ‫سنن النسائي‬
ُ‫َّللاُ َع ْنه‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ِلي ٍ َر‬ َ
َ ‫َّللاِ ب ِْن أ ِبي َرافِعٍ َع ْن‬ َّ ‫عبَ ْي ِد‬ ُ ‫الرحْ َم ِن ْاألَع َْرجِ َع ْن‬ َّ ‫سلَ َمةَ َع ْن َع ْب ِد‬ َ ‫اجشُونُ ْبنُ أ َ ِبي‬ ِ ‫َحدَّثَنِي َع ِمي ْال َم‬
‫ض‬ َ ‫ت َو ْاأل َ ْر‬ ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫ط َر ال‬َ َ‫ي ِللَّذِي ف‬ َ ‫ص ََلةَ َكب ََّر ث ُ َّم قَا َل َو َّج ْهتُ َوجْ ِه‬ َّ ‫سلَّ َم َكانَ ِإذَا ا ْستَ ْفت َ َح ال‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫أَ َّن َر‬
َ ُ
‫ب العَالَ ِمينَ ََّل ش َِريكَ لَهُ َوبِذَلِكَ أ ِم ْرتُ َوأنَا ِم ْن‬ ْ ِ ‫اي َو َم َماتِي ِ َّلِلِ َر‬ َ َ‫س ِكي َو َمحْ ي‬ ُ ُ‫ص ََلتِي َون‬ ْ َ
َ ‫َحنِيفًا َو َما أنَا ِم ْن ال ُم ْش ِركِينَ إِ َّن‬
‫ظلَ ْمتُ نَ ْفسِي َوا ْعت ََر ْفتُ ِبذَ ْن ِبي فَا ْغ ِف ْر ِلي ذُنُو ِبي َج ِمي ًعا ََّل َي ْغ ِف ُر‬ َ َ‫ْال ُم ْس ِل ِمينَ اللَّ ُه َّم أ َ ْنتَ ْال َم ِلكُ ََّل ِإلَهَ إِ ََّّل أ َ ْنتَ أَنَا َع ْبد ُك‬
‫سيِئَ َها إِ ََّّل‬ َ ‫ف َعنِي‬ ُ ‫ص ِر‬ْ َ‫سيِئ َ َها ََّل ي‬
َ ‫ف َعنِي‬ ْ ‫ص ِر‬ ْ ‫س ِن َها إِ ََّّل أَ ْنتَ َوا‬َ ْ‫ق ََّل َي ْهدِي ِألَح‬ ِ ‫س ِن ْاأل َ ْخ ََل‬َ ْ‫وب إِ ََّّل أ َ ْنتَ َوا ْه ِدنِي ِألَح‬َ ُ‫الذُّن‬
َ‫ار ْكتَ َوتَ َعالَيْتَ أ َ ْستَ ْغ ِف ُركَ َوأَتُوبُ ِإلَيْك‬ َ ‫ْس ِإلَيْكَ أَنَا ِبكَ َو ِإلَيْكَ ت َ َب‬َ ‫ش ُّر لَي‬ َّ ‫أ َ ْنتَ لَبَّيْكَ َو َس ْعدَيْكَ َو ْال َخي ُْر ُكلُّهُ فِي َيدَيْكَ َوال‬
Sunan Nasa'i 887: Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin 'Ali dia berkata: telah
menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dia berkata: telah menceritakan
kepada kami Abdul 'Aziz bin Abu Salamah dia berkata: pamanku Al Majisyun bin Abu
Salamah telah menceritakan kepadaku, dari Abdurrahman Al A'raj dari 'Ubaidullah bin
Abu Rafi' dari 'Ali bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat
beliau bertakbir kemudian mengucapkan -doa yang artinya-: "Aku hadapkan wajahku
kepada Dzat yang telah menciptakan lagit dan bumi dengan lurus, dan aku bukan
termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanya bagi Allah Rabb semesta alam. yang tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku
diperintahkan dan aku termasuk kaum muslimin. Ya Allah, Engkau adalah penguasa yang
tiada Dzat yang berhak diibadahi selain Engkau, dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah
menzhalimi diriku sendiri dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah semua dosaku,
karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain Engkau. Tunjukkanlah aku kepada
akhlak yang terbaik, karena tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang baik
kecuali Engkau. Dan palingkanlah aku dari kejelekannya (Akhlaq), karena tidak ada yang
bisa memalingkannya aku dari kejelekannya kecuali Engkau. Aku siap untuk
menjalankan perintah-Mu dan taat kepada-Mu. Semua kebaikan ada di tangan-Mu dan
kejelekan tidak kembali kepada-Mu. Aku bergantung dan berlindung kepada-Mu.
Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi, maka aku meminta ampun dan bertaubat kepada-
Mu.'"

‫الرحْ َم ِن‬ َّ ‫اجشُونُ َحدَّثَنِي أَ ِبي َع ْن َع ْب ِد‬ ِ ‫ف ْال َم‬ ُ ‫س‬ ُ ‫ي َحدَّثَنَا يُو‬ ُّ ‫ َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْبنُ أ َ ِبي بَ ْك ٍر ْال ُمقَد َِّم‬:١٢٩٠ ‫صحيح مسلم‬
‫ب‬ٍ ‫طا ِل‬ َ ‫َّللاِ ب ِْن أَبِي َرافِعٍ َع ْن َع ِلي ِ ب ِْن أَبِي‬ َّ ‫عبَ ْي ِد‬ ُ ‫ْاألَع َْرجِ َع ْن‬
‫ض‬ َ
َ ‫ت َو ْاأل ْر‬ ِ ‫س َم َاوا‬
َّ ‫ط َر ال‬ َّ
َ َ‫ي ِللذِي ف‬ َ ‫ص ََلةِ قَا َل َو َّج ْهتُ َوجْ ِه‬ َّ ‫ام ِإلَى ال‬ َ
َ َ‫سل َم أنَّهُ َكانَ ِإذَا ق‬ َّ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬ َّ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫َع ْن َر‬
ْ‫ب ْالعَالَ ِمينَ ََّل ش َِريكَ لَهُ َوبِذَلِكَ أ ُ ِم ْرتُ َوأَنَا ِمن‬ َّ
ِ ‫اي َو َم َماتِي ِلِلِ َر‬ َ َ‫س ِكي َو َمحْ ي‬ ُ
ُ ‫صَلتِي َون‬ َ َ ‫َحنِيفًا َو َما أنَا ِمن ال ُمش ِركِينَ إِن‬
َّ ْ ْ ْ َ
ُ
‫ظلَ ْمتُ نَ ْفسِي َوا ْعت ََر ْفتُ بِذَ ْنبِي فَا ْغ ِف ْر ِلي ذنُوبِي َج ِميعًا‬ َ َ‫ْال ُم ْس ِل ِمينَ اللَّ ُه َّم أَ ْنتَ ْال َم ِلكُ ََّل إِلَهَ إِ ََّّل أ ْنتَ أ ْنتَ َربِي َوأنَا َع ْبد ُك‬
َ َ َ
‫ف‬
ُ ‫ص ِر‬ ْ ‫س ِيئ َ َها ََّل َي‬ َ ‫ف َع ِني‬ ْ ‫ص ِر‬ ْ ‫ق ََّل َي ْهدِي ِألَحْ َس ِن َها ِإ ََّّل أ َ ْنتَ َوا‬ ِ ‫س ِن ْاأل َ ْخ ََل‬ َ ْ‫وب ِإ ََّّل أ َ ْنتَ َوا ْه ِد ِني ِألَح‬ َ ُ‫ِإنَّهُ ََّل َي ْغ ِف ُر الذُّن‬
َ َ
َ‫اركتَ َوتَعَاليْتَ أ ْست َ ْغ ِف ُرك‬ ْ َ َ
َ َ‫ْس إِليْكَ أنَا بِكَ َوإِليْكَ تَب‬ َ َ
َ ‫ش ُّر لي‬ ُّ
َّ ‫س ْعدَيْكَ َوال َخي ُْر ُكلهُ فِي يَدَيْكَ َوال‬ ْ َ ‫سيِئ َ َها إِ ََّّل أ َ ْنتَ لبَّيْكَ َو‬
َ َ ‫َعنِي‬
‫ظ ِمي‬ ْ ‫ص ِري َو ُم ِخي َو َع‬ َ َ َ‫ب‬‫و‬ ‫ي‬ ‫ع‬
ِ ‫م‬
َْ‫س‬ َ‫ك‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ش‬
َ ‫خ‬ َ ُ‫ت‬‫م‬ْ َ ‫ل‬ ‫س‬
ْ َ ‫أ‬ َ‫ك‬ َ ‫ل‬ ‫و‬
َ ُ‫ت‬ ‫ن‬ْ ‫م‬ ‫آ‬ َ‫ك‬ ‫ب‬
َ ِ َ ْ َ‫و‬ ُ‫ت‬ ‫ع‬‫ك‬َ ‫ر‬ َ‫ك‬ َ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ه‬
َّ ُ َّ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ل‬َ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫ع‬ َ
‫ك‬
َ َ َِ ‫ر‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬ ‫و‬ َ‫ْك‬‫ي‬َ ‫ل‬ ِ ُ‫َوأَتُوب‬
‫إ‬
ٍ‫ش ْيء‬ ْ
َ ‫ض َو ِم ْل َء َما َب ْي َن ُه َما َو ِم ْل َء َما ِشئتَ ِم ْن‬ َ ْ
ِ ‫ت َو ِم ْل َء األ ْر‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ْ َ َّ
َّ ‫صبِي َوإِذا َرفَ َع قَا َل الل ُه َّم َربَّنَا لكَ ال َح ْمد ُ ِم ْل َء ال‬ َ َ ‫َو َع‬
ُ‫ص َره‬ َ َ‫س ْم َعهُ َوب‬ َ ‫ص َّو َرهُ َوش ََّق‬ َ ‫س َجدَ َوجْ ِهي ِللَّذِي َخلَقَهُ َو‬ َ ُ‫س َجدْتُ َو ِبكَ آ َم ْنتُ َولَكَ أ َ ْسلَ ْمت‬ َ َ‫س َجدَ قَا َل ال َّل ُه َّم َلك‬ َ ‫بَ ْعد ُ َو ِإذَا‬
َّ َ َ ْ َّ
‫ش ُّه ِد َوالت ْس ِل ِيم الل ُه َّم اغ ِف ْر ِلي َما قدَّ ْمتُ َو َما أخ ْرتُ َو َما‬ َّ َّ ُ
َ ‫آخ ِر َما يَقو ُل بَيْنَ الت‬ ْ ُ ُ
ِ ‫سنُ الخَا ِلقِينَ ث َّم يَكونُ ِمن‬ ْ َ
َ ْ‫َّللاُ أح‬ َّ َ‫ارك‬ َ َ‫تَب‬
َ‫أَس َْر ْرتُ َو َما أ َ ْعلَ ْنتُ َو َما أَس َْر ْفتُ َو َما أ َ ْنتَ أ َ ْعلَ ُم ِب ِه ِمنِي أ َ ْنتَ ْال ُمقَ ِد ُم َوأ َ ْنتَ ْال ُم َؤ ِخ ُر ََّل ِإلَهَ ِإ ََّّل أ َ ْنت‬
‫ِيم أَ ْخبَ َرنَا أَبُو النَّض ِْر قَ َاَّل َحدَّثَنَا‬ َ ‫لرحْ َم ِن ْبنُ َم ْهدِي ٍ ح و َحدَّثَنَا ِإ ْس َح ُق ْبنُ إِب َْراه‬ َّ ‫ب َحدَّثَنَا َع ْبدُ ا‬ ٍ ‫و َحدَّثَنَاه ُز َهي ُْر ْبنُ َح ْر‬
‫سو ُل‬ ُ ‫اإل ْسنَا ِد َوقَا َل َكانَ َر‬ َ
ِ ْ ‫سلَ َمةَ َع ْن ْاألع َْرجِ بِ َهذَا‬ َ
َ ‫ون ب ِْن أبِي‬ ِ ‫ش‬ ُ ‫اج‬ ْ
ِ ‫سلَ َمةَ َع ْن َع ِم ِه ال َم‬ َ
َ ‫َّللاِ ب ِْن أبِي‬ َّ ‫يز ْبنُ َع ْب ِد‬ ِ ‫َع ْبد ُ ْالعَ ِز‬
َ ْ‫ص ََلة َ َكب ََّر ث ُ َّم قَا َل َو َّج ْهتُ َوجْ ِهي َوقَا َل َوأَنَا أَ َّو ُل ْال ُم ْس ِل ِمينَ َوقَا َل َو ِإذَا َرفَ َع َرأ‬
ُ ‫سه‬ َّ ‫سلَّ َم إِذَا ا ْست َ ْفت َ َح ال‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ِ‫َّللا‬
َّ
‫سل َم قَا َل الل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِلي‬َّ َ ‫ص َو َرهُ َوقَا َل َوإِذَا‬ ُ َ‫سن‬ َ
َ ْ‫ص َّو َرهُ فَأح‬ ْ
َ ‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ َربَّنَا َولَكَ ال َح ْمد ُ َوقَا َل َو‬ َّ ‫س ِم َع‬ َ ‫الر ُكوعِ قَا َل‬ ُّ ‫ِم ْن‬
َ َّ ‫ث َولَ ْم َيقُ ْل َبيْنَ الت‬
‫ش ُّه ِد َوالتَّ ْس ِل ِيم‬ ِ ‫آخ ِر ْال َحدِي‬ ِ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ِ ‫َما قَدَّ ْم‬
‫إ‬ ُ‫ت‬
Shahih Muslim 1290: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bukair
Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami Yusuf Al Majisyun telah
menceritakan kepadaku bapakku dari Abdurrahman Al A'raj dari Ubaidullah bin
Abu Rafi' dari Ali bin Abu Thalib dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
Biasanya apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, beliau
membaca (do'a iftitah) sebagai berikut: (Aku hadapkan wajahku kepada Allah,
Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan ikhlas dan tidak
mempersekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku, hidupku dan
matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu
bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri
kepadaNya. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak
disembah selain Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku
telah menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah
dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk
mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Dan tunjukilah kepadaku akhlak
yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya
melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena
sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya
Engkau. Labbaik wa sa'daik (Aku patuhi segala perintahMu, dan aku tolong
agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu. Sedangkan kejahatan tidak
datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan kepadaMu. Maha
Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku bertobat
kepadaMu)." Dan jika beliau ruku' beliau membaca: "ALLAHUMMA LAKA
RAKA'TU WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU KHASYA'A LAKA SAM'II
WA BASHARII WA MUKHKHII WA 'AZHMII WA 'ASHABII (Ya Allah, kepadaMu
aku ruku', denganMu aku beriman, kepadaMu aku berserah diri, patuh dan
tunduk kepadau pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulang-tulangku dan
otot-ototku semuanya)." Kemudian bila beliau bangkit dari ruku' beliau
membaca: "ALLAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMDU MIL`AS SAMAAWAATI
WA MIL`AL ARDLI WA MIL`A MAA BAINAHUMAA WA MIL`A MAAS YI`TA MIN
SYAI`IN BA'DU (Ya Allah, Tuhan kami, untuk-Mulah segala puji sepenuh langit
dan bumi, dan sepenuh ruang antara keduanya, dan sepenuh apa yang Engkau
kehendaki setelah itu)." Kemudian apabila beliau sujud beliau membaca:
"ALLAHUMMA LAKA SAJADTU WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU
SAJADA WAJHIY LILLADZII KHALAQAHU WA SHAWWARAHU WA SYAQQA
SYAM'AHU WA BASHARAHU TABAARAKALLAHU AHSANUL KHALIQIIN (Ya
Allah, kepada Engkau aku sujud, dengan Engkau aku beriman, dan kepada
Engkau aku berserah diri. Mukaku sujud kepada Tuhan yang menciptakan dan
membentuknya, yang membukakan pendengaran dan penglihatannya. Maha
suci Allah sebaik-baik Maha pencipta)." Kemudian pada akhir tasyahud sebelum
memberi salam beliau membaca: "ALLAHUMMAGH FIRLII MAA QADDAMTU
WA MAA AKHKHARTU WAMAA ASRARTU WA MAA A'LANTU WA ASRAFTU
WA MAA ANTA A'LAMU BIHI MINNII ANTAL MUQADDiMU WA ANTAL
MU`AKHKHIRU LAA ILAAHA ILLAA ANTA (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku
yang lama dan yang baru yang tersembunyi dan nyata, yang aku lakukan
keterlaluan dan engkau lebih tahu daripadaku. Engkaulah yang memajukan dan
memundurkan. Tidak ada ilah selain Engkau)." Dan telah menceritakannya
kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin
Mahdi -dalam jalur periwayatan yang lain- Dan telah menceritakan kepada kami
Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abu An Nadlr keduanya
berkata: telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah bin Abu
Salamah dari pamannya Al Majisyuna bin Abu Salamah dari Al A'raj dengan
isnad ini, dan ia berkata: Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memulai shalat, beliau bertakbir dan membaca (do'a iftitah): "WAJJAHTU
WAJHIYA." Beliau juga membaca: "WA ANA AWWALUL MUSLIMIN." Dan
ketika beliau bangkit dari ruku', beliau membaca: "ALLAHUMMA RABBANAA
LAKAL HAMDU." Beliau juga melanjutkan: "WA SHAWWARAHU FAAHSANA
SHUWARAHU." Dan setelah setelah salam beliau membaca:
"ALLAHUMMAGHFIR LII MAA QADAMTU." hingga akhir hadits. Dan ia tidak
mengatakan: "Antara tasyahud dan salam".

Empat

‫شعَيْبُ ْبنُ أَبِي َح ْمزَ ة َ َع ْن‬ ُ ‫ي قَا َل َحدَّثَنَا ا ْبنُ ِح ْميَ ٍر قَا َل َحدَّثَنَا‬ ُّ ‫ص‬ِ ‫عثْ َمانَ ْال ِح ْم‬ ُ ُ‫ أ َ ْخبَ َرنَا يَحْ يَى ْبن‬:٨٨٨ ‫سنن النسائي‬
َ‫الرحْ َم ِن ب ِْن ه ُْر ُمزَ ْاألَع َْرجِ َع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َم ْسلَ َمة‬ َّ ‫ُم َح َّم ِد ب ِْن ْال ُم ْن َكد ِِر َوذَك ََر آخ ََر قَ ْبلَهُ َع ْن َع ْب ِد‬
‫ت‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ
َّ ‫ي ِللذِي فَط َر ال‬َّ َ ‫َّللاُ أ ْكبَ ُر َو َّج ْهتُ َوجْ ِه‬ َ َ
َّ ‫ص ِلي تَط ُّوعًا قَا َل‬ َ ُ‫ام ي‬ َ َ‫سلَّ َم َكانَ إِذَا ق‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
ُ‫ب ْال َعالَ ِمينَ ََّل ش َِريكَ لَه‬ ِ ‫اي َو َم َماتِي ِ َّلِلِ َر‬ ُ ُ‫ص ََلتِي َون‬
َ ‫س ِكي َو َمحْ َي‬ َ ‫ض َحنِيفًا ُم ْس ِل ًما َو َما أَنَا ِم ْن ْال ُم ْش ِركِينَ ِإ َّن‬ َ ‫َو ْاأل َ ْر‬
ُ ‫س ْب َحانَكَ َوبِ َح ْم ِدكَ ث ُ َّم يَ ْق َرأ‬
ُ َ‫َوبِذَلِكَ أ ُ ِم ْرتُ َوأنَا أ َّو ُل ال ُم ْس ِل ِمينَ الل ُه َّم أ ْنتَ ال َم ِلكُ ََّل إِلهَ إَِّل أ ْنت‬
َ َّ َ ْ َ َّ ْ َ َ
Sunan Nasa'i 888: Telah mengabarkan kepada kami Yahya bin 'Usman Al
Himshi dia berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Hamir dia berkata:
telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Abu Hamzah dari Muhammad bin
Al Munkadir dan menyebutkan sebelumnya dari Abdurrahman bin Hurmuz Al
A'raj dari Muhammad bin Maslamah bahwa jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bangkit untuk mengerjakan shalat sunnah maka beliau mengucapkan:
"Allahu Akbar Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathoros Samawaati Wal Ardlo Haniifan
Musliman Wamaa Anaa Minal Musyrikiin, Inna Sholatiy Wanusukiy
Wamahyaaya Wamamaatiy Lillahirabbil 'Aalamiin La Syariikalahu Wa Bidzalika
Umirtu Wa Anaa Awwalul Muslimiin, Allahumma Antal Maliku Laa Ilaha Illa Anta
Subhaanaka Wabihamdika (Allah Maha Besar aku hadapkan wajahku
(tujuanku) kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi dengan lurus
dan pasrah. Aku tidak termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku,
ibadahku (Kurbanku). hidupkun dan matiku hanya bagi Allah, Rabb semesta
alam, yang tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku diperintahkan, dan aku
termasuk kaum muslim. Ya Allah, Engkau adalah penguasa yang tiada Dzat
yang berhak disembah selain Engkau. Engkau Maha Suci dan dengan memuji-
Mu)." Kemudian beliau membaca surat (al-Fatihah.)

Lima
‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ قَا َل‬ َ َ‫ارة َ ب ِْن ْالقَ ْعقَاعِ َع ْن أَبِي ُز ْر َعة‬ َ ‫ع َم‬ ُ ‫ير َع ْن‬ ٌ ‫ب َحدَّثَنَا َج ِر‬ ٍ ‫ َحدَّثَنِي ُز َهي ُْر ْبنُ َح ْر‬:٩٤٠ ‫صحيح مسلم‬
‫َّللاِ ِبأ َ ِبي أ َ ْنتَ َوأ ُ ِمي‬َّ ‫سو َل‬ ‫ر‬
ُ َ َ ‫ا‬ ‫ي‬ ُ‫ت‬ ْ
‫ل‬ ُ ‫ق‬َ ‫ف‬ َ ‫أ‬ ‫ر‬ ْ
‫ق‬
َ َ ‫ي‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫ل‬
َ ‫ب‬
ْ َ ‫ق‬ ً ‫ة‬ ‫ي‬
َّ ‫ن‬
َ ُ
‫ه‬ َ‫ت‬ ‫ك‬َ ‫س‬
َ ِ َّ ‫ة‬‫َل‬ َ ‫ص‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ِ َ ‫سلَّ َم ِإذَا َكب‬
‫ف‬ ‫َّر‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َكانَ َر‬
ْ
ِ ‫اي َك َما بَا َعدْتَ َبيْنَ ال َم ْش ِر‬
‫ق‬ َ َّ ُ َ
َ َ‫ير َوال ِق َرا َءةِ َما تَقو ُل قَا َل أقو ُل الل ُه َّم بَا ِعدْ بَ ْينِي َوبَيْنَ َخطاي‬ ُ ْ ْ َّ
ِ ‫س ُكوتَكَ بَيْنَ التك ِب‬ ُ َ‫أ َ َرأَيْت‬
‫اء َو ْال َب َر ِد‬ِ ‫اي ِبالثَّ ْلجِ َو ْال َم‬َ ‫طا َي‬َ ‫ض ِم ْن الدَّن َِس اللَّ ُه َّم ا ْغس ِْلنِي ِم ْن َخ‬ ُ ‫اي َك َما يُنَقَّى الث َّ ْوبُ ْاأل َ ْب َي‬َ ‫طا َي‬ َ ‫ب اللَّ ُه َّم ن َِقنِي ِم ْن َخ‬ِ ‫َو ْال َم ْغ ِر‬
‫اح ِد يَ ْع ِني ابْنَ ِزيَا ٍد‬ ْ َ
ِ ‫ام ٍل َحدَّثنَا َع ْبدُ ال َو‬ َ َ
ِ ‫ض ْي ٍل ح و َحدَّثنَا أبُو َك‬ ُ َ َ َ
َ ‫ش ْيبَة َوا ْبنُ نُ َمي ٍْر قاَّل َحدَّثنَا ا ْبنُ ف‬ َ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َبك ِر ْبنُ أبِي‬
َ ْ
‫ير‬
ٍ ‫ث َج ِر‬ ِ ْ ‫ارة َ ب ِْن ْالقَ ْعقَاعِ ِب َهذَا‬
ِ ‫اإل ْسنَا ِد نَحْ َو َحدِي‬ َ ‫ع َم‬ ُ ‫ِك ََل ُه َما َع ْن‬
Shahih Muslim 940: Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah
menceritakan kepada kami Jarir dari 'Umarah bin Qa'Qa dari Abu Zur'ah dari
Abu Hurairah dia berkata: Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bertakbir ketika shalat, maka beliau diam sejenak sebelum membaca Al Fatihah,
lalu aku bertanya: "Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang engkau
baca saat engkau diam antara takbir dan membaca Al Fatihah?" beliau
menjawab" :ALLAAHUMMA BAA'ID BAINII WABAINA KHATHAYAAYA KAMAA
BAA'ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB, ALLAAHUMMA NAQQINII
MIN KHOTHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD
DANASI, ALLAAHUMMAGH SIL NII MIN KHATHAAYAAYA BITSTSALJI
WALMAA'I WALBARAD( Ya Allah ,jauhkanlah antara aku dan kesalahanku
sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat, Ya Allah, bersihkanlah
aku dari kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran, Ya
Allah, cucilah aku dari kesalahanku dengan es, air dan embun)." Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair
keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail (Dan
diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Abu Kamil telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahid yaitu Ibn Ziyad, keduanya dari 'Umarah
bin Qa'qa' dengan isnad ini seperti hadis Jarir.
ْ َّ
Jauhkan ya Allah ‫الل ُه َّم َب ِاعد‬

dosaku antara diriku dan dosa ‫اي‬ َ ‫ي َخ َط َاي‬ َ‫َب ْي نن َو َب ْ ن‬


‫ِي‬
َ َْ َ
sebagaimana engkau jauhkan ‫ك َما َباعدت‬
ْ ْ ْ ْ َ ْ َ‫َ ْ ن‬
antara timur dan barat ‫ش ِق َوال َمغ ِر ِب‬ِ ‫بي الم‬
ِّ َ َّ
Y Allah bersihkanlah aku ‫الل ُه َّم نق ِ ن ين‬

dosaku dari dosa ‫اي‬ َ ‫م ْن َخ َط َاي‬


ِ
َّّ َ ُ َ َ
sebagaimana terbersihkannya ‫كما ينق‬
َ ْ ُ ْ َّ
ُ ‫اْل ْب َي‬
pakaian putih ‫ض‬ ‫الثوب‬
َ َّ ْ
dari noda ‫س‬ ِ ‫ِمن الدن‬
ْ ْ َّ
ya Allah cucilah diriku ‫الل ُه َّم اغ ِسل ِ ن ين‬

dosaku dari dosa ‫اي‬ َ ‫م ْن َخ َط َاي‬


ِ
َْ َ َ َ ْ َ ْ َّ
dan embun,salju ,dengan air ‫ِبالثل ِج والم ِاء وال َب ِد‬
Enam
ُ‫ت َوقَت َادَة َ َو ُح َم ْي ٍد َع ْن أَن ٍَس أَنَّه‬ ٍ ‫ أ َ ْخبَ َرنَا ُم َح َّمدُ ْبنُ ْال ُمثَنَّى قَا َل َحدَّثَنَا َح َّجا ٌج قَا َل َحدَّثَنَا َح َّماد ٌ َع ْن ثَا ِب‬:٨٩١ ‫سنن النسائي‬
‫قَا َل‬
ْ َ
ِ‫َّللاُ أ ْكبَ ُر ال َح ْمدُ ِ َّلِل‬
َّ ‫س فَقَا َل‬ ْ ْ
ُ َ‫ص ِلي بِنَا ِإذ َجا َء َر ُج ٌل فَدَ َخ َل ال َمس ِْجدَ َوقَدْ َحفَزَ هُ النَّف‬ َّ
َ ُ‫سل َم ي‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬ َّ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َكانَ َر‬
‫ت فَأ َ َر َّم ْالقَ ْو ُم‬ٍ ‫ص ََلتَهُ قَا َل أَ ُّي ُك ْم الَّذِي تَ َكلَّ َم ِب َك ِل َما‬ ‫م‬ َّ ‫ل‬ ‫س‬
َ َ َ َ ِ َ ُ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ َّ
‫َّللا‬ ‫ى‬ َّ ‫ل‬ ‫ص‬
َ ِ َّ
‫َّللا‬ ُ
‫ل‬ ‫و‬‫س‬ ‫ر‬
ُ َ َ ‫ى‬ ‫ض‬ َ ‫ق‬ ‫ا‬ ‫م‬ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬ ‫ه‬ ‫ي‬‫ف‬ ‫ا‬ ً
َّ ِ ِ َ َ ُ ِ ً ‫َح ْمدًا َك ِث‬
‫ك‬ ‫ار‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ًا‬ ‫ب‬‫ي‬ َ
‫ط‬ ‫ا‬ ‫ير‬
ْ َ
‫سل َم لَقَدْ َرأيْتُ اثنَ ْي‬ َّ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َّ ‫صلى‬ َّ َ ‫ي‬ ْ
ُّ ِ‫س فَقُلت ُ َها قَا َل النَّب‬ُ َ‫َّللاِ ِجئْتُ َوقَدْ َحفَزَ نِي النَّف‬َّ ‫سو َل‬ ُ ‫سا قَا َل أَنَا يَا َر‬ ً ْ ‫قَا َل إِنَّهُ لَ ْم يَقُ ْل بَأ‬
‫َعش ََر َملَ ًكا َي ْبتَد ُِرونَ َها أَيُّ ُه ْم َي ْرفَعُ َها‬
Sunan Nasa'i 891: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Al
Mutsanna dia berkata: telah menceritakan kepada kami Hajjaj dia berkata: telah
menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dan Qatadah dan Humaid dari
Anas dia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat bersama kami,
tiba-tiba ada seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid, dan nafasnya masih
tersengal-sengal, kemudian ia mengucapkan: 'Allahu akbar, alhamdulillahi
hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiih (Allah Maha Besar ,segala puji bagi
Allah dengan pujian yang banyak serta pujian yang diberkahi)', Setelah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat beliau berkata: 'Siapa di
anlara kalian yang mengucapkan kalimat tersebut?' Orang-orang terdiam,
lantas Beliau berkata lagi: 'Orang yang mengucapkan kalimat tadi tidak
mengucapkan hal yang salah.' Lelaki tersebut lalu berkata: 'Aku wahai
Rasulullah, Aku datang dalam keadaan nafasku yang tersengal-sengal, lalu aku
mengucapkannya.' Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Aku
melihat dua belas malaikat berebut untuk mengangkat kalimat tersebut"'.

Tuju
‫ َحدَّثَنَا‬:‫ قَا َل‬،ٍ‫الرحْ َم ِن ْبنُ َم ْهدِي‬ َّ ُ‫ أ َ ْخ َب َرنَا َع ْبد‬:‫ َقا َل‬،َ‫ أَ ْخ َب َرنَا أَبُو َخ ْيثَ َمة‬:‫ َقا َل‬،‫ أَ ْخ َب َرنَا أَبُو َي ْع َلى‬:١٧٨٠ ‫صحيح ابن حبان‬
َّ ‫صلَّى‬
‫َّللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫سو ُل هللا‬ ُ ‫ َكانَ َر‬:‫ قَا َل‬،‫ َع ْن أَ ِبي ِه‬،‫ط ِع ٍم‬ ْ ‫ع ِن اب ِْن ُجبَي ِْر ب ِْن ُم‬ َ ،ِ‫اص ٍم ْال َعن َِزي‬
ِ ‫ع‬ َ ‫ َع ْن‬،َ ‫ َع ْن َع ْم ِرو ب ِْن ُم َّرة‬،ُ‫ش ْعبَة‬ ُ
ُ َ ً
َّ ِ‫ أعُوذ ب‬-‫ ثََلَثا‬-ً‫صيَل‬
َ‫الِلِ ِمن‬ َ
ِ ‫س ْب َحانَ هللاِ بَ ْك َرةً َوأ‬ ً
ُ -‫ ثََلَثا‬-‫يرا‬ ْ َ
ً ِ‫َّللاُ أ ْك َب ُر َكب‬
ً ‫ َوال َح ْمدُ ِ َّلِلِ َك ِث‬،‫يرا‬ َّ
َّ ‫سل َم إِذَا دَ َخ َل ال‬
َّ :‫صَلَة َ قَا َل‬ َ ‫َو‬
ُ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ
ِ :ُ‫ َونَفثه‬،‫ ال ُموتَة‬:ُ‫ َو َه ْمزه‬،‫ ال ِكب ُْر‬:ُ‫ نَفخه‬:‫قا َل َع ْم ٌرو‬.‫ َونَفثِ ِه‬،ِ‫ َو َه ْم ِزه‬،‫ ِمن نَف ِخ ِه‬،‫الر ِج ِيم‬
.‫الش ْع ُر‬ ْ ْ َّ ‫ان‬ َ
ِ ‫ش ْيط‬ َّ ‫ال‬

Shahih Ibnu Hibban 1780: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu
Khaitsamah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Mahdi
mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Amr
bin Murrah, dari Ashim Al Anazi93, dari Ibnu Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila menunaikan shalat, membaca
”Allahu akbar kabiiran walhamdu lillaahi katsiiran -tsalatsan- subhaanallaahi bukratan
ashiila -tsalatsan- a’uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim: min nafkhihi wa hamzihi wa
naftsih." (Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak —tiga kali.
Maha Suci Allah pada waktu pagi dan sore —tiga kali—. Aku berlindung kepada Allah
dari syetan yang terkutuk, dari tiupannya, godaannya, dan bisikannya).”
‫سنن النسائي ‪ :١٠٥٤‬أ َ ْخبَ َرنَا ِإ ْس َم ِعي ُل ب ُْن َم ْسعُو ٍد قَا َل َحدَّثَنَا خَا ِلدٌ قَا َل‬
‫َّللاِ أَنَّهُ‬ ‫ع ْب ِد َّ‬ ‫طانَ ب ِْن َ‬ ‫ع ْن ِح َّ‬ ‫س ب ِْن ُجبَي ٍْر َ‬ ‫ع ْن يُونُ َ‬ ‫ع ْن قَتَادَة َ َ‬ ‫س ِعيدٌ َ‬ ‫َحدَّثَنَا َ‬
‫طبَنَا‬ ‫سلَّ َم َخ َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫ي َّ‬ ‫سى قَا َل ِإ َّن نَ ِب َّ‬ ‫س ِم َع أَبَا ُمو َ‬ ‫َحدَّثَهُ أَنَّهُ َ‬
‫صفُوفَ ُك ْم ث ُ َّم‬ ‫صلَّ ْيت ُ ْم فَأَقِي ُموا ُ‬ ‫ص ََلتَنَا فَقَا َل ِإذَا َ‬ ‫علَّ َمنَا َ‬ ‫سنَّتَنَا َو َ‬ ‫َوبَيَّنَ لَنَا ُ‬
‫ب‬
‫ضو ِ‬ ‫غي ِْر ْال َم ْغ ُ‬ ‫اإل َما ُم فَ َكبِ ُروا َوإِذَا قَ َرأ َ َ‬ ‫ِليَ ُؤ َّم ُك ْم أ َ َحدُ ُك ْم فَإِذَا َكب ََّر ْ ِ‬
‫َّللاُ َو ِإذَا َكبَّ َر َو َر َك َع فَ َك ِب ُروا‬ ‫علَ ْي ِه ْم َو ََّل الض َِّالينَ فَقُولُوا ِآمينَ يُ ِج ْب ُك ْم َّ‬ ‫َ‬
‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫ي َّ‬ ‫ام يَ ْر َك ُع قَ ْبلَ ُك ْم َويَ ْرفَ ُع قَ ْبلَ ُك ْم قَا َل نَ ِب ُّ‬ ‫ار َكعُوا فَإِ َّن ْ ِ‬
‫اإل َم َ‬ ‫َو ْ‬
‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ فَقُولُوا اللَّ ُه َّم َربَّنَا‬ ‫س ِم َع َّ‬ ‫سلَّ َم فَ ِت ْل َك ِب ِت ْل َك َو ِإذَا قَا َل َ‬‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫َ‬
‫علَ ْي ِه‬ ‫َّللاُ َ‬ ‫صلَّى َّ‬ ‫ان نَبِ ِي ِه َ‬ ‫س ِ‬ ‫علَى ِل َ‬ ‫َّللاَ قَا َل َ‬ ‫َولَ َك ْال َح ْمدُ يَ ْس َم ْع َّ‬
‫َّللاُ لَ ُك ْم فَإِ َّن َّ‬
‫س َجدَ فَ َك ِب ُروا َوا ْس ُجد ُوا فَإِ َّن‬ ‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ فَإِذَا َكب ََّر َو َ‬ ‫س ِم َع َّ‬ ‫سلَّ َم َ‬ ‫َو َ‬
‫سلَّ َم‬‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫َّللاُ َ‬ ‫صلَّى َّ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫ي َّ‬ ‫ام يَ ْس ُجدُ قَ ْبلَ ُك ْم َويَ ْرفَ ُع قَ ْبلَ ُك ْم قَا َل نَبِ ُّ‬ ‫اإل َم َ‬ ‫ِْ‬
‫فَتِ ْل َك ِبتِ ْل َك فَإِذَا َكانَ ِع ْندَ ْالقَ ْعدَةِ فَ ْليَ ُك ْن ِم ْن أ َ َّو ِل قَ ْو ِل أ َ َح ِد ُك ْم الت َّ ِحيَّاتُ‬
‫َّللاِ َوبَ َر َكاتُهُ‬ ‫ي َو َر ْح َمةُ َّ‬ ‫علَي َْك أَيُّ َها النَّ ِب ُّ‬ ‫صلَ َواتُ ِ َّلِلِ َ‬
‫س ََل ٌم َ‬ ‫الط ِيبَاتُ ال َّ‬‫َّ‬
‫َّللاُ َوأ َ ْش َهدُ‬ ‫صا ِل ِحينَ أ َ ْش َهدُ أ َ ْن ََّل إِلَهَ إِ ََّّل َّ‬ ‫علَى ِعبَا ِد َّ‬
‫َّللاِ ال َّ‬ ‫علَ ْينَا َو َ‬ ‫س ََل ٌم َ‬ ‫َ‬
‫ص ََلةِ‬ ‫ي ت َ ِحيَّةُ ال َّ‬ ‫ت َو ِه َ‬ ‫س ْب ُع َك ِل َما ٍ‬ ‫سولُهُ َ‬ ‫ع ْبدُهُ َو َر ُ‬ ‫أ َ َّن ُم َح َّمدًا َ‬

‫‪Sunan Nasa'i 1054: Telah mengabarkan kepada kami Isma'il bin Mas'ud dia‬‬
‫‪berkata: telah menceritakan kepada kami Khalid dia berkata: telah‬‬
‫‪menceritakan kepada kami Sa'id dari Qatadah dari Yunus bin Jubair dari‬‬
‫‪Hiththan bin 'Abdullah bahwasanya ia mendengar Abu Musa berkata:‬‬

‫‪"Sesungguhnya Nabi Allah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah di‬‬


‫‪hadapan kami, beliau menjelaskan sunnah dan mengajarkan kami cara shalat,‬‬
‫‪beliau berkata: 'Jika kalian shalat maka luruskan barisan kalian. Hendaklah‬‬
salah seorang dari kalian menjadi imam. Bila imam bertakbir maka bertakbirlah
kalian dan bila imam mengucapkan, "Ghairil maghdluubi 'alahim waladl-dlaalliin
(Bukan orang-orang yang dimurkai dan bukan orang-orang yang sesat) " maka
hendaklah kalian mengucapkan, "Aamiin (semoga Allah mengabulkan) niscaya
Allah akan mengabulkan kalian". Jika imam bertakbir dan ruku' maka
bertakbirlah dan ruku'lah, sesungguhnya imam ruku' dan mengangkat kepala
dari ruku' sebelum kalian'. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
'Hendaklah gerakan imam itu kalian ikuti sesudahnya'. Dan jika ia mengangkat
kepala dari ruku dengan mengucapkan, "Sami'allahu Ii man hamidah (Allah
mendengar orang yang memuji-Nya)" maka ucapkanlah, "Allahumma rabbanaa
wa lakal hamdu (Wahai Rabb kami, untuk-Mu segala pujian)" niscaya Allah
mendengar kalian. Sesungguhnya Allah berfirman melalui lisan Nabi-Nya,
"Sami'allahu liman hamidah". Bila imam bertakbir dan sujud maka ikutlah
bertakbir dan sujud, sesungguhnya imam bertakbir dan sujud sebelum kalian'.
Lalu Rasulullau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: -'Hendaklah gerakan
imam itu kalian ikuti sesudahnya- dan jika ia duduk maka yang pertama kali
diucapkan oleh salah seorang dari kalian adalah -doa yang artinya-: "Ucapan
selamat yang baik dan shalawat bagi Allah, semoga keselamatan, rahmat, dan
keberkahan tetap ada pada engkau wahai Nabi. Keselamatan semoga juga ada
pada hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang
berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
-ini adalah tujuh kalimat sebagai tahiyyat shalat".-

ٍ ‫ َحدَّثَنِي َح ْر َملَةُ ب ُْن يَ ْحيَى أ َ ْخبَ َرنِي اب ُْن َو ْه‬:١٥٠٠ ‫صحيح مسلم‬
‫ب‬
ُّ ‫سلَ َمةَ ْال ُم َرا ِد‬
‫ي‬ َ ‫الطا ِه ِر َو ُم َح َّمدُ ْب ُن‬ َّ ‫س ح و َحدَّثَنِي أَبُو‬ ُ ُ‫أ َ ْخبَ َرنِي يُون‬
ُ ‫ع ْر َوة‬ ُ ‫ب قَا َل أ َ ْخبَ َر ِني‬ ٍ ‫ع ْن اب ِْن ِش َها‬ َ ‫س‬ َ ُ‫ع ْن يُون‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫قَ َاَّل َحدَّثَنَا اب ُْن َو ْه‬
‫ت‬ ْ َ‫سلَّ َم قَال‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ج النَّ ِبي‬ ِ ‫شةَ زَ ْو‬ َ ‫عا ِئ‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫الزبَي ِْر‬ُّ ‫ب ُْن‬
‫سلَّ َم فَخ ََر َج‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫س فِي َحيَا ِة َر‬ ُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ت ال‬ ْ َ ‫سف‬
َ ‫َخ‬
‫اس‬ُ َّ‫ف الن‬ َّ ‫ص‬َ ‫ام َو َكب ََّر َو‬ َ َ‫سلَّ َم ِإلَى ْال َم ْس ِج ِد فَق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َر‬
‫ط ِويلَةً ث ُ َّم َكب ََّر‬ َ ً ‫سلَّ َم قِ َرا َءة‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫َّللا‬َّ ‫صلَّى‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َو َرا َءهُ فَا ْقت َ َرأ َ َر‬
‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ َربَّنَا‬َّ ‫س ِم َع‬ َ ‫سهُ فَقَا َل‬ َ ْ‫يَل ث ُ َّم َرفَ َع َرأ‬ ً ‫ط ِو‬ َ ‫عا‬ ً ‫فَ َر َك َع ُر ُكو‬
‫ي أ َ ْدنَى ِم ْن ْال ِق َرا َءةِ ْاألُولَى‬ َ ‫ط ِويلَةً ِه‬ َ ً ‫ام فَا ْقت َ َرأ َ قِ َرا َءة‬ َ َ‫َولَ َك ْال َح ْمدُ ث ُ َّم ق‬
‫س ِم َع‬ َ ‫الر ُكوعِ ْاأل َ َّو ِل ث ُ َّم قَا َل‬ ُّ ‫يَل ُه َو أ َ ْدنَى ِم ْن‬ ً ‫ط ِو‬ َ ‫عا‬ ً ‫ث ُ َّم َكب ََّر فَ َر َك َع ُر ُكو‬
َ‫س َجد‬ َ ‫الطا ِه ِر ث ُ َّم‬ َّ ‫س َجدَ َولَ ْم يَ ْذ ُك ْر أَبُو‬ َ ‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ َربَّنَا َولَ َك ْال َح ْمدُ ث ُ َّم‬ َّ
ٍ ‫الر ْكعَ ِة ْاأل ُ ْخ َرى ِمثْ َل ذَ ِل َك َحتَّى ا ْست َ ْك َم َل أ َ ْربَ َع َر َكعَا‬
‫ت‬ َّ ‫ث ُ َّم فَعَ َل ِفي‬
‫ب‬َ ‫ط‬ َ ‫ام فَ َخ‬ َ َ‫ف ث ُ َّم ق‬ َ ‫ص ِر‬ َ ‫س قَ ْب َل أ َ ْن يَ ْن‬ ُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ت ال‬ ْ َ‫ت َوا ْن َجل‬ ٍ ‫س َجدَا‬ َ ‫َوأ َ ْربَ َع‬
ِ َ ‫س َو ْالقَ َم َر آيَت‬
‫ان‬ َ ‫ش ْم‬ َّ ‫َّللاِ ِب َما ُه َو أ َ ْهلُهُ ث ُ َّم قَا َل ِإ َّن ال‬َّ ‫علَى‬ َ ‫اس فَأَثْنَى‬ َ َّ‫الن‬
‫ت أ َ َح ٍد َو ََّل ِل َحيَاتِ ِه فَإِذَا َرأ َ ْيت ُ ُموهَا‬ ِ ‫ان ِل َم ْو‬ ِ َ‫َّللاِ ََّل يَ ْخ ِسف‬َّ ‫ت‬ ِ ‫ِم ْن آيَا‬
‫ع ْن ُك ْم َوقَا َل‬ َّ ‫صلُّوا َحتَّى يُفَ ِر َج‬
َ ُ‫َّللا‬ َ َ‫ضا ف‬ ً ‫ص ََلةِ َوقَا َل أ َ ْي‬ َّ ‫عوا ِلل‬ ُ َ‫فَا ْفز‬
ٍ‫ش ْيء‬ َ ‫امي َهذَا ُك َّل‬ ِ َ‫سلَّ َم َرأَيْتُ فِي َمق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َر‬
‫طفًا ِم ْن ْال َجنَّ ِة ِحينَ َرأ َ ْيت ُ ُمونِي‬ ْ ِ‫ُو ِع ْدت ُ ْم َحتَّى لَقَ ْد َرأ َ ْيتُنِي أ ُ ِريدُ أ َ ْن آ ُخذَ ق‬
‫َجعَ ْلتُ أُقَ ِد ُم‬
َ‫ضا ِحين‬ ً ‫ض َها بَ ْع‬ ُ ‫ي أَتَقَدَّ ُم َولَقَ ْد َرأَيْتُ َج َهنَّ َم يَ ْح ِط ُم بَ ْع‬ ُّ ‫و قَا َل ْال ُم َرا ِد‬
‫ب‬
َ ‫س َوا ِئ‬ َّ ‫َّب ال‬َ ‫سي‬ َ ‫َرأ َ ْيت ُ ُمو ِني تَأ َ َّخ ْرتُ َو َرأَيْتُ ِفي َها ابْنَ لُ َحي ٍ َو ُه َو الَّذِي‬
‫ص ََل ِة َولَ ْم يَ ْذ ُك ْر َما‬ َّ ‫عوا ِلل‬ ُ َ‫الطا ِه ِر ِع ْندَ قَ ْو ِل ِه فَا ْفز‬ َّ ‫ِيث أَبِي‬ ُ ‫َوا ْنت َ َهى َحد‬
ُ‫بَ ْعدَه‬
Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku
Yunus -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir dan Muhammad bin
Salamah Al Muradi keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Yunus
dari Ibnu Syihab ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair dari Aisyah isteri
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun keluar menuju
masjid dan berdiri lantas bertakbir (menunaikan shalat), sehingga orang-orang pun ikut
membentuk shaf di belakangnya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca dengan
bacaan yang panjang. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku dengan ruku' yang panjang.
Kemudian beliau mengangkat kepalanya seraya membaca: "SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH
RABBANAA WA LAKALHAMDU (Allah Maha Mendengar siapa saja yang memuji-Nya)." Kemudian
beliau berdiri dan membaca dengan bacaan yang panjang, namun lebih pendek dari bacaan
yang pertama. Setelah itu, beliau bertakbir lalu ruku' dengan ruku' yang panjang, namun lebih
pendek dari ruku' yang pertama. Setelah itu, beliau membaca: "SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH
RABBANAA WA LAKALHAMDU." Kemudian beliau sujud. -Abu Thahir tidak menyebutkan lafadz:
kemudian beliau sujud.- Kemudian pada raka'at berikutnya, beliau berbuat seperti itu hingga
sempurnalah shalatnya terdiri dari empat ruku' dan empat sujud. Sesudah itu, matahari pun
kembali bersinar sebelum beliau beranjak bubar. Beliau kemudian berdiri dan menyampaikan
khutbah kepada orang banyak. Beliau memuji Allah dengan pujian yang hak atas-Nya, kemudian
beliau bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) dari ayat-ayat
Allah. Tidaklah terjadi gerhana pada keduanya karena kematian atau pun kelahiran seseorang.
Maka apabila kalian melihatnya, bersegeralah untuk menunaikan shalat." dan beliau juga
bersabda: "Maka shalatlah kalian hingga Allah menampakkannya kembali pada kalian." Dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: "Aku telah melihat di tempatku berdiri ini,
yaitu segala sesuatu yang dijanjikan kepada kalian. Bahkan aku melihat diriku ingin memetik
buah dari Jannah, yakni saat kalian melihatku maju." Dan Al Muradi berkata: Ataqaddam (maju
ke depan)."Dan aku juga telah melihat neraka Jahannam yang saling menghancurkan satu sama
lain, yaitu saat kalian melihatku mundur. Kemudian aku juga melihat di dalamnya ada Ibnu
Luhay, yang telah mengirimkan As Sawa`ib (binatang yang dipersembahkan untuk berhala)."
Hadits Abu Thahir berakhir pada ungkapannya: "Maka bersegeralah kalian untuk menunaikan
shalat." dan ia tidak menyebutkan sesudahnya.

‫ع ْن‬ َ ‫ير‬ ٌ ‫يم قَا َل أ َ ْنبَأَنَا َج ِر‬ َ ‫ أ َ ْخبَ َرنَا ِإ ْس َح ُق ب ُْن ِإب َْرا ِه‬:١١٢١ ‫سنن النسائي‬
‫صلَةَ ب ِْن‬ ِ ‫ع ْن‬ َ ‫َف‬ ِ ‫ع ْن ْال ُم ْست َ ْو ِر ِد ب ِْن ْاأل َ ْحن‬ َ َ ‫عبَ ْيدَة‬ُ ‫س ْع ِد ب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ْاأل َ ْع َم ِش‬
‫ع ْن ُحذَ ْيفَةَ قَا َل‬ َ ‫ُزفَ َر‬
ِ‫ورة‬ َ ‫س‬ ُ ‫ات لَ ْيلَ ٍة فَا ْست َ ْفت َ َح ِب‬ َ َ‫سلَّ َم ذ‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫صلَّيْتُ َم َع َر‬ َ
‫الر ْكعَتَي ِْن‬َّ ‫ضى قُ ْلتُ يَ ْختِ ُم َها فِي‬ َ ‫ْالبَقَ َرةِ فَقَ َرأ َ ِب ِمائ َ ِة آيَ ٍة لَ ْم يَ ْر َك ْع فَ َم‬
َ ‫اء ث ُ َّم قَ َرأ‬ ِ ‫س‬ َ ِ‫ورة َ الن‬ َ ‫س‬ ُ َ ‫ضى َحتَّى قَ َرأ‬ َ ‫ضى قُ ْلتُ يَ ْختِ ُم َها ث ُ َّم يَ ْر َك ُع فَ َم‬ َ ‫فَ َم‬
َ‫س ْب َحان‬ ُ ‫ام ِه يَقُو ُل فِي ُر ُكو ِع ِه‬ ِ َ‫ورة َ آ ِل ِع ْم َرانَ ث ُ َّم َر َك َع ن َْح ًوا ِم ْن قِي‬ َ ‫س‬ ُ
ُ‫سه‬ َ ْ‫ي ْالعَ ِظ ِيم ث ُ َّم َرفَ َع َرأ‬ َ ِ‫س ْب َحانَ َرب‬ ُ ‫ي ْالعَ ِظ ِيم‬ َ ِ‫س ْب َحانَ َرب‬ ُ ‫ي ْالعَ ِظ ِيم‬ َ ِ‫َرب‬
‫طا َل‬ َ َ ‫س َجدَ فَأ‬ َ ‫ام ث ُ َّم‬ َ َ‫طا َل ْال ِقي‬َ َ ‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ َربَّنَا لَ َك ْال َح ْمد ُ َوأ‬ َّ ‫س ِم َع‬ َ ‫فَقَا َل‬
‫ي ْاأل َ ْعلَى‬ َ ‫س ْب َحانَ َر ِب‬ ُ ‫ي ْاأل َ ْعلَى‬ َ ِ‫س ْب َحانَ َرب‬ ُ ‫س ُجو ِد ِه‬ ُ ‫س ُجودَ يَقُو ُل ِفي‬ ُّ ‫ال‬
‫ع َّز َو َج َّل ِإ ََّّل‬ َ ِ‫ي ْاأل َ ْعلَى ََّل يَ ُم ُّر ِبآيَ ِة ت َ ْخ ِويفٍ أ َ ْو ت َ ْع ِظ ٍيم ِ َّلِل‬ َ ِ‫س ْب َحانَ َرب‬ ُ
ُ‫ذَ َك َره‬
Sunan Nasa'i 1121: Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dia berkata: telah
memberitakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Sa'ad bin 'Ubaidah dari Al Mustaurid bin Al
Ahnaf dari Shilah bin Zufar dari Hudzaifah dia berkata:

"Pada suatu malam aku mengerjakan shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
beliau mulai dengan membaca surat Al Baqarah. Beliau telah membaca seratus ayat dan belum
ruku lalu tetap membacanya." Hudzaifah berkata: "Beliau menyelesaikannya pada dua rakaat,
lantas berlalu." Hudzaifah berkata lagi: "Beliau menyelesaikannya kemudian ruku' dan terus
berlalu hinggga beliau membaca surat An Nisaa', kemudian membaca surat Ali 'Imraan, lalu
ruku' yang lamanya seperti berdiri. Saat ruku' beliau mengucapkan, 'Subhana rabbiyal 'adzimi,
subhana rabbiyal 'adzimi, subhana rabbiyal 'adzimi (Maha suci Tuhan-ku yang Maha Agung)'.
Lalu beliau mengangkat kepala sambil mengucapkan, 'Sami'Allahu liman hamidah rabbana lakal
hamdu (Allah Maha mendengar orang yang memuji-Nya, segala puji untuk-Mu)'. Beliau
memperpanjang berdirinya kemudian sujud, dan beliau memperlama sujudnya sambil
mengucapkan, 'Subhana rabbiyal a'laa, subhana rabbiyal a'laa, subhana rabbiyal a'laa (Maha
Suci Tuhanku yang Maha Tinggi)'. Beliau tidak melalui ayat ancaman atau pengagungan Allah
Azza wa Jalla kecuali Beliau berdzikir kepada-Nya."
١٠٥٤ ‫ سنن النسائي‬:١٥٠٠ ‫صحيح مسلم‬
Rukuk gerhana
َ‫علَيَّة‬ ُ ‫يم قَا َل َحدَّثَنَا اب ُْن‬ َ ‫وب ب ُْن ِإب َْرا ِه‬ ُ ُ‫ أ َ ْخبَ َرنَا يَ ْعق‬:١٤٥٣ ‫سنن النسائي‬
ُ ‫ع َمي ٍْر يُ َحد‬
‫ِث‬ ُ َ‫عبَ ْيدَ بْن‬ ُ ُ‫س ِم ْعت‬ َ ‫طاءٍ قَا َل‬ َ ‫ع‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ْج‬ ٍ ‫قَا َل أ َ ْخبَ َرنِي اب ُْن ُج َري‬
‫ت‬ ْ َ‫شةَ أَنَّ َها قَال‬ َ ِ‫عائ‬َ ُ ‫ظنَ ْنتُ أَنَّهُ يُ ِريد‬ َ َ‫ِق ف‬ ُ ‫صد‬ َ ُ ‫قَا َل َحدَّثَنِي َم ْن أ‬
َ َ‫سلَّ َم فَق‬
‫ام‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ع ْه ِد َر‬ َ ‫علَى‬ َ ‫س‬ ُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ت ال‬ ْ َ ‫سف‬
َ ‫َك‬
‫اس ث ُ َّم يَ ْر َك ُع ث ُ َّم يَقُو ُم ث ُ َّم يَ ْر َك ُع ث ُ َّم يَقُو ُم ث ُ َّم‬ ِ َّ‫شدِيدًا يَقُو ُم بِالن‬ َ ‫اس قِيَا ًما‬ ِ َّ‫بِالن‬
َ‫س َجد‬ َ ‫ت َر َك َع الثَّا ِلثَةَ ث ُ َّم‬ ٍ ‫ث َر َكعَا‬ َ ‫يَ ْر َك ُع فَ َر َك َع َر ْكعَتَي ِْن ِفي ُك ِل َر ْكعَ ٍة ث َ ََل‬
‫ب‬ُّ ‫ص‬ َ ُ ‫اء لَت‬ ِ ‫علَ ْي ِه ْم َحتَّى ِإ َّن ِس َجا َل ْال َم‬ َ ‫َحتَّى ِإ َّن ِر َج ًاَّل يَ ْو َمئِ ٍذ يُ ْغشَى‬
َّ ‫س ِم َع‬
ُ‫َّللا‬ َ ُ‫سه‬ َ ْ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر َو ِإذَا َرفَ َع َرأ‬ َّ ‫ام ِب ِه ْم يَقُو ُل ِإذَا َر َك َع‬ َ َ‫علَ ْي ِه ْم ِم َّما ق‬ َ
‫َّللاَ َوأَثْنَى‬َّ َ‫ام فَ َح ِمد‬ َ َ‫س فَق‬ ُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ت ال‬ ْ َّ‫ف َحتَّى ت َ َجل‬ ْ ‫ص ِر‬ َ ‫ِل َم ْن َح ِمدَهُ فَلَ ْم يَ ْن‬
‫ت أ َ َح ٍد َو ََّل ِل َحيَاتِ ِه‬ ِ ‫ان ِل َم ْو‬ِ َ‫س َو ْالقَ َم َر ََّل يَ ْن َك ِسف‬ َ ‫ش ْم‬َّ ‫علَ ْي ِه َوقَا َل ِإ َّن ال‬ َ
‫عوا ِإلَى ِذ ْك ِر‬ ُ َ‫سفَا فَا ْفز‬ َ ‫َّللاِ يُخ َِوفُ ُك ْم ِب ِه َما فَإِذَا َك‬ َّ ‫ت‬ ِ ‫ان ِم ْن آيَا‬ ِ َ ‫َولَ ِك ْن آيَت‬
‫ع َّز َو َج َّل َحتَّى يَ ْن َج ِليَا‬ َّ
َ ِ‫َّللا‬
Sunan Nasa'i 1453: Telah mengabarkan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim dia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah dia berkata: Telah
mengabarkan kepadaku Ibnu Juraij dari 'Atha dia berkata: Aku mendengar
'Ubaid bin 'Umair bercerita, dia berkata: Telah menceritakan kepadaku orang
yang aku percayai, -aku mengira dia adalah Aisyah - dia berkata: "Pada masa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat bersama orang-orang dengan berdiri
yang lama sekali, lalu beliau ruku', berdiri lagi ,ruku lagi, berdiri lagi lalu ruku
lagi. Beliau mengerjakan shalat dua raka'at dimana setiap rakaat tiga kali ruku'.
Beliau ruku pada ketiga kalinya, lalu sujud. Beberapa orang ketika itu jatuh tidak
sadarkan diri, karena lamanya beliau berdiri bersama mereka, sehingga
dituangkan air seember keatas tubuh mereka. Apabila beliau ruku' maka beliau
mengucapkan Allahu Akbar, dan apabila beliau bangkit dari ruku beliau
mengucapkan: 'Sami'allah huliman hamidah'. Beliau tidak bangkit sampai
matahari terang kembali. Lalu beliau berdiri, bertahmid dan memuji Allah
kemudian bersabda: 'Matahari dan bulan tidak terjadi gerhana karena kematian
atau kelahiran seseorang akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-
tanda kebesaran Allah Ta'ala, yang dengannya Allah memberi peringatan
kepada kalian. Apabila keduanya mengalami gerhana maka segeralah kalian
mengingat Allah Azza Wa Jalla (Shalat) hingga terang kembali'.
١٤٥٥ ‫سنن النسائي‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫ور قَا َل َحدَّثَنَا‬ ٍ ‫ص‬ ُ ‫سي ُْن ب ُْن َم ْن‬ َ ‫ أ َ ْخبَ َرنَا ْال ُح‬:١٦٤٦ ‫سنن النسائي‬
‫ع ْن ْال ُم ْست َ ْو ِر ِد ب ِْن‬َ َ ‫عبَ ْيدَة‬ُ ‫س ْع ِد ب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ش‬ ُ ‫ب ُْن نُ َمي ٍْر قَا َل َحدَّثَنَا ْاأل َ ْع َم‬
‫ع ْن ُحذَ ْيفَةَ قَا َل‬ َ ‫صلَةَ ب ِْن ُزفَ َر‬ ِ ‫ع ْن‬ َ ‫َف‬ ِ ‫ْاأل َ ْحن‬
‫سلَّ َم لَ ْيلَةً فَا ْفتَت َ َح ْالبَقَ َرة َ فَقُ ْلتُ يَ ْر َك ُع‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫صلَّيْتُ َم َع النَّ ِبي‬ َ
‫ص ِلي ِب َها‬ َ ُ‫ضى فَقُ ْلتُ ي‬ َ ‫ضى فَقُ ْلتُ يَ ْر َك ُع ِع ْندَ ْال ِمائَتَي ِْن فَ َم‬ َ ‫ِع ْندَ ْال ِمائ َ ِة فَ َم‬
‫سا َء فَقَ َرأَهَا ث ُ َّم ا ْفتَت َ َح آ َل ِع ْم َرانَ فَقَ َرأَهَا‬ َ ِ‫ضى فَا ْفتَت َ َح الن‬ َ ‫فِي َر ْكعَ ٍة فَ َم‬
‫سأ َ َل َو ِإذَا‬َ ‫س َؤا ٍل‬ ُ ِ‫سبَّ َح َو ِإذَا َم َّر ب‬َ ‫يَ ْق َرأ ُ ُمت َ َر ِس ًَل ِإذَا َم َّر ِبآيَ ٍة فِي َها ت َ ْس ِبي ٌح‬
‫عهُ ن َْح ًوا‬ ُ ‫ي ْالعَ ِظ ِيم فَ َكانَ ُر ُكو‬ َ ‫س ْب َحانَ َر ِب‬ ُ ‫َم َّر ِبتَعَ ُّو ٍذ تَعَ َّوذَ ث ُ َّم َر َك َع فَقَا َل‬
‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ فَ َكانَ قِيَا ُمهُ قَ ِريبًا‬ َّ ‫س ِم َع‬ َ ‫سهُ فَقَا َل‬ َ ْ‫ام ِه ث ُ َّم َرفَ َع َرأ‬ِ َ‫ِم ْن قِي‬
ُ‫س ُجودُه‬ ُ َ‫ي ْاأل َ ْعلَى فَ َكان‬ َ ِ‫س ْب َحانَ َرب‬ ُ ‫س َجدَ فَ َجعَ َل يَقُو ُل‬ َ ‫ِم ْن ُر ُكو ِع ِه ث ُ َّم‬
‫قَ ِريبًا ِم ْن ُر ُكو ِع ِه‬
Sunan Nasa'i 1646: Telah mengabarkan kepada kami Al Husain bin Manshur
dia berkata: telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Numair dia berkata:
telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Sa'd bin 'Ubaidah dari Al
Mustaurid bin Al Ahnaf dari Shilah bin Zufar dari Hudzaifah dia berkata: "Aku
pernah shalat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu
malam, beliau memulainya dengan membaca surah Al Baqarah. Lalu aku
berkata dalam hatiku: -Mungkin- beliau akan ruku' pada ayat ke seratus. Namun
beliau malah meneruskannya'. Aku berkata dalam hatiku, '-Mungkin- beliau
akan ruku' saat dua ratus ayat, namun beliau malah meneruskannya'. Aku
berkata dalam hatiku, 'Beliau shalat dengan surat Al Baqarah dalam satu rakaat.
Kemudian beliau meneruskan (shalatnya), dan memulainya dengan membaca
surah An Nisaa'. Beliau membacanya (hingga selesai), kemudian memulai lagi
dengan surah Ali 'Imraan, dan beliau membacanya (hingga selesai) dengan
perlahan-perlahan. Jika beliau menjumpai ayat tasbih maka beliau bertasbih
(memuji Allah), jika beliau menjumpai ayat yang menganjurkan untuk meminta
maka beliau pun meminta (kepada Allah), dan jika beliau menjumpai ayat yang
berkenaan dengan memohon perlindungan maka beliau memohon
perlindungan. Kemudian beliau ruku dengan membaca subhana rabbiyal
'azhimi (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung), yang (karenanya) ruku beliau
sama dengan (lamanya) berdiri. Kemudian beliau mengangkat kepalanya, lalu
mengucapkan Sami'allahu liman Hamidah (Allah Maha Mendengar orang yang
memuji-Nya). Dan (lamanya) berdiri beliau sama dengan (lamanya) beliau ruku'.
Kemudian beliau sujud dengan membaca subhana rabbiyal a'laa (Maha Suci
Tuhanku Yang Maha Tinggi). Sujud beliau sama dengan (lamanya) ruku'
beliau".
‫ع ِن‬
َ ‫ام ٍر‬ ِ ‫ع‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن ُم َجا ِل ٍد‬ َ ‫ َحدَّثَنَا اب ُْن نُ َمي ٍْر‬:٣٤٨٢ ‫مسند أحمد‬
‫ْاأل َ ْس َو ِد ب ِْن يَ ِزيدَ قَا َل‬
‫َّللاِ ب ِْن َم ْسعُو ٍد فَلَ َّما‬ َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫ص ََلة ُ فِي ْال َم ْس ِج ِد فَ ِجئْنَا ن َْمشِي َم َع‬ َّ ‫ت ال‬ ْ ‫أُقِي َم‬
َ‫َّللاِ َو َر َك ْعنَا َمعَهُ َون َْح ُن ن َْمشِي فَ َم َّر َر ُج ٌل بَيْن‬ َّ ُ‫ع ْبد‬ َ ‫اس َر َك َع‬ ُ َّ‫َر َك َع الن‬
‫َّللاِ َوهُ َو َرا ِك ٌع‬َّ ُ ‫ع ْبد‬ َ ‫الر ْح َم ِن فَقَا َل‬
َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫علَي َْك يَا أَبَا‬ َ ‫س ََل ُم‬
َّ ‫يَدَ ْي ِه فَقَا َل ال‬
‫سلَّ َم‬َ َ‫ت ِحين‬ َ ‫ض ْالقَ ْو ِم ِل َم قُ ْل‬ُ ‫سأَلَهُ بَ ْع‬َ ‫ف‬ َ ‫ص َر‬ َ ‫سولُهُ فَلَ َّما ا ْن‬ َّ َ‫صدَق‬
ُ ‫َّللاُ َو َر‬ َ
‫صلَّى‬َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو َل‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ ‫سولُهُ قَا َل إِنِي‬ َّ َ‫صدَق‬
ُ ‫َّللاُ َو َر‬ َ ‫الر ُج ُل‬ َّ ‫علَي َْك‬ َ
‫علَى‬ َ ُ‫َت الت َّ ِحيَّة‬ ْ ‫ع ِة إِذَا َكان‬ َ ‫سا‬َّ ‫اط ال‬ِ ‫سلَّ َم يَقُو ُل إِ َّن ِم ْن أ َ ْش َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
‫ْال َم ْع ِرفَ ِة‬
Musnad Ahmad 3482: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair dari Mujalid
dari Amir dari Al Aswad bin Yazid berkata: Shalat telah didirikan di masjid, lalu
kami datang bersama Abdullah bin Mas'ud, tatkala orang-orang ruku', Abdullah
pun ruku dan kami pun ruku' bersamanya, sementara kami sedang berjalan.
Seorang laki-laki lewat di depannya seraya berkata: (ASSALAMU 'ALAIKA)
wahai Abu Abdurrahman. Maka Abdullah pun menjawab, ketika itu ia sedang
ruku': (SHADAQALLAHU WA RASULUHU) (Maha Benar Allah dan RasulNya) ia
melanjutkan: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Sesungguhnya dari tanda-tanda kiamat adalah apabila
ucapan salam hanya kepada orang yang dikenal".

َ‫ع ْن أَبِي إِ ْس َحاق‬ َ ‫ َحدَّثَنَا أ َ ْس َود ُ أ َ ْخبَ َرنَا إِ ْس َرائِي ُل‬:٣٧٣٣ ‫مسند أحمد‬
‫ع ْلقَ َمةَ َو ْاأل َ ْس َو ِد‬َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ِن اب ِْن ْاأل َ ْس َو ِد‬ َ
ُ‫ع ْلقَ َمةُ َو ْاأل َ ْس َود‬ َ ‫ص ََلة ُ فَتَأ َ َّخ َر‬َّ ‫ت ال‬ ْ ‫ض َر‬ َ ‫أَنَّ ُه َما َكانَا َم َع اب ِْن َم ْسعُو ٍد فَ َح‬
‫ار ِه‬
ِ ‫س‬ َ َ‫ع ْن ي‬ َ ‫ع ْن يَ ِمينِ ِه َو ْاْلخ ََر‬ َ ‫ام أ َ َحدَ ُه َما‬ َ َ‫فَأ َ َخذَ ا ْب ُن َم ْسعُو ٍد ِبأ َ ْيدِي ِه َما فَأَق‬
َ‫طبَّقَ بَيْن‬ َ ‫ب أ َ ْي ِديَ ُه َما ث ُ َّم‬ َ ‫علَى ُر َك ِب ِه َما َو‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫ضعَا أ َ ْي ِديَ ُه َما‬َ ‫ث ُ َّم َر َكعَا فَ َو‬
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ َّ ‫شب ََّك َو َجعَلَ ُه َما بَيْنَ فَ ِخذَ ْي ِه َوقَا َل َرأَيْتُ النَّ ِب‬ َ ‫يَدَ ْي ِه َو‬
ُ‫سلَّ َم فَعَلَه‬
َ ‫َو‬
‫الر ْح َم ِن ب ِْن‬ َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ع ْن‬ َ َ‫ع ْن أَبِي إِ ْس َحاق‬ َ ‫سي ٌْن َحدَّثَنَا ِإ ْس َرائِي ُل‬ َ ‫َحدَّثَنَاه ُح‬
ُ‫ع ْلقَ َمةَ ب ِْن قَي ٍْس فَذَ َك َره‬ َ ‫ع ِن ا ْأل َ ْس َو ِد ب ِْن يَ ِزيدَ َو‬ َ ‫ْاأل َ ْس َو ِد‬
Musnad Ahmad 3733: Telah menceritakan kepada kami Aswad telah
mengabarkan kepada kami Isra`il dari Abu Ishaq dari Ibnu Al Aswad dari
'Alqamah dan Al Aswad bahwa keduanya pernah bersama Ibnu Mas'ud lalu
shalat telah didirikan, maka terlambatlah 'Alqamah dan Al Aswad sehingga Ibnu
Mas'ud meraih tangan mereka serta memberdirikan salah satunya di sebelah
kanan dan yang lain di sebelah kirinya, kemudian keduanya ruku dan
meletakkan tangan di atas lututnya dan menjadikannya di antara kedua pahanya
dan berkata: AKu melihar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan itu.
Telah menceritakannya kepada kami Husain telah mengabarkan kepada kami
Isra`il dari Abu Ishaq dari Abdurrahman bin Al Aswad dari Al Aswad bin Yazid
dari 'Alqamah bin Qais lalu ia menyebutkan itu.

‫ع ْن‬
َ ‫ب‬ ٍ ‫وب َحدَّثَنَا اب ُْن أ َ ِخي اب ِْن ِش َها‬ ُ ُ‫ َحدَّثَنَا يَ ْعق‬:٥٨٩٩ ‫مسند أحمد‬
‫َّللاِ قَا َل‬
َّ َ‫ع ْبد‬َ ‫َّللاِ أ َ َّن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫سا ِل ُم ب ُْن‬َ ‫ع ِم ِه َحدَّثَنِي‬َ
‫ص ََلةِ يَ ْرفَ ُع يَدَ ْي ِه‬ َّ ‫ام ِإلَى ال‬ َ َ‫سلَّ َم ِإذَا ق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َكانَ َر‬
‫َحتَّى ِإذَا َكانَتَا َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه َكب ََّر ث ُ َّم ِإذَا أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْر َك َع َرفَعَ ُه َما َحتَّى يَ ُكونَا‬
‫ص ْلبَهُ َرفَعَ ُه َما‬ ُ ‫َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه َكب ََّر َوهُ َما َكذَ ِل َك َر َك َع ث ُ َّم إِذَا أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْرفَ َع‬
‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَهُ ث ُ َّم يَ ْس ُجد ُ َو ََّل يَ ْرفَ ُع يَدَ ْي ِه‬
َّ ‫س ِم َع‬ َ ‫َحتَّى يَ ُكونَا َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه قَا َل‬
‫الر ُكوعِ َحتَّى‬ ُّ ‫يرةٍ َكب ََّرهَا قَ ْب َل‬ َ ‫س ُجو ِد َويَ ْرفَعُ ُه َما فِي ُك ِل َر ْكعَ ٍة َوت َ ْك ِب‬ ُّ ‫فِي ال‬
ُ‫ص ََلت ُه‬ َ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ َ‫ت َ ْنق‬
Musnad Ahmad 5899: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah
menceritakan kepada kami putera saudaraku Ibnu Syihab dari pamannya, telah
menceritakan kepadaku Salim bin Abdillah bahwa Abdullah berkata: Adalah
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, jika beliau beranjak hendak menunaikan
shalat maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua
bahunya lalu beliau bertakbir. Kemudian jika beliau hendak ruku' beliau
mengangkat kedua tangannya lagi hingga sejajar dengan kedua bahunya lalu
takbir dan dengan posisi kedua tangan seperti itu beliau ruku'. Kemudian jika
beliau hendak mengangkat punggungnya maka beliau mengangkat lagi kedua
tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya lalu membaca" ,SAMI'ALLAHU
LIMAN HAMIDAH" lalu beliau sujud. Dan beliau tidak mengangkat kedua
tangannya dalam sujud dan mengangkat keduanya pada setiap ruku' dan takbir
yang beliau baca sebelum ruku hingga shalatnya selesai.

,‫ي‬ ُّ ‫ َحدَّثَنَا أ َ ْح َمدُ ْب ُن ُم َح َّم ِد ب ِْن أ َ ِبي بَ ْك ٍر ْال َوا ِس ِط‬:١١٠٤ ‫سنن الدارقطني‬
‫ع ِم ِه‬َ ‫ع ْن‬ َ , ِ ‫الز ْه ِري‬ ُّ ‫ ثنا اب ُْن أ َ ِخي‬, ‫ع ِمي‬ َ ‫ َحدَّثَنِي‬, ‫س ْع ٍد‬ َ ‫َّللاِ ْب ُن‬
َّ ُ‫عبَ ْيد‬
ُ ‫ثنا‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ َكانَ َر‬:‫َّللاِ قَا َل‬َّ َ‫ع ْبد‬ َ ‫ أ َ َّن‬, ‫سا ِل ٌم‬
َ ‫ أ َ ْخبَ َرنِي‬,
‫ ث ُ َّم ِإذَا‬, ‫ص ََل ِة َرفَ َع يَدَ ْي ِه َحتَّى ِإذَا َكانَتَا َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه َكب ََّر‬
َّ ‫ام ِإلَى ال‬ َ َ‫ِإذَا ق‬
‫ َو ُه َما َكذَ ِل َك ث ُ َّم‬, ‫أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْر َك َع َرفَعَ ُه َما َحتَّى يَ ُكونَا َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه َو َكب ََّر‬
:‫ ث ُ َّم قَا َل‬, ‫ص ْلبَهُ َرفَعَ ُه َما َحتَّى ت َ ُكونَا َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه‬ ُ ‫إِذَا أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْرفَ َع‬
‫س ُجو ِد‬ ُّ ‫ش ْيءٍ ِمنَ ال‬ َ ‫ ث ُ َّم يَ ْس ُجدُ فَ ََل يَ ْرفَ ُع يَدَ ْي ِه فِي‬, »ُ‫َّللاُ ِل َم ْن َح ِمدَه‬
َّ ‫س ِم َع‬ َ «
‫ي‬
َ ‫ض‬ ِ َ‫الر ُكوعِ َحتَّى ت َ ْنق‬ َ ‫َويَ ْرفَعُ ُه َما ِفي ُك ِل َر ْكعَ ٍة َوت َ ْك ِب‬
ُّ ‫يرةٍ يُ َكبِ ُرهَا قَ ْب َل‬
ُ‫ص ََلتُه‬َ
Sunan Daruquthni 1104: Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar Al Wasithi menceritakan kepada
kami, Ubaidullah bin Sa'd menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepadaku, putra
saudaranya Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dari pamannya, Salim mengabarkan kepadaku,
bahwa Abdullah mengatakan, "Adalah Rasulullah SAW, apabila berdiri untuk shalat, beliau
mengangkat kedua tangannya hingga ketika sejajar dengan bahunya beliau bertakbir. Kemudian
ketika hendak ruku beliau juga mengangkatnya hingga keduanya sejajar dengan bahunya lalu
bertakbir ketika kedua tangannya seperti itu lalu ruku. Kemudian ketika hendak mengangkat
tulang punggungnya beliau juga mengangkat (kedua tangan)nya hingga sejajar dengan bahunya
lalu mengucapkan, 'Sami'alaahu liman hamidah" lalu sujud. Kemudian beliau tidak mengangkat
tangannya ketika sujud, namun beliau mengangkatnya pada setiap raka'at dan setiap takbimya
sebelum ruku, hingga beliau menyelesaikan shalatnya."

‫َّللاِ ب ُْن‬ َ ‫ ثنا‬, ‫سي ُْن ب ُْن ِإ ْس َما ِعي َل‬


َّ ُ‫ع ْبد‬ َ ‫ َحدَّثَنَا ْال ُح‬:١٢٨٢ ‫سنن الدارقطني‬
‫ ثنا‬, ‫ي‬ ِ ‫ ثنا ُم َح َّمدُ ب ُْن َم ْسلَ َمةَ ب ِْن ُم َح َّم ِد ب ِْن ِهش ٍَام ْال َم ْخ ُز‬, ‫ب‬
ُّ ‫وم‬ ٍ ‫ش ِبي‬َ
:‫ قَا َل‬, ‫ع ْن أَبِي ِه‬َ , ‫َّللاِ ب ِْن أ َ ْق َر َم‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ ُ ‫ع ْن‬
َّ ‫عبَ ْي ِد‬
َ ‫َّللاِ ب ِْن‬ َ , َ‫س ْل َمان‬ َ ‫إِب َْرا ِهي ُم ْب ُن‬
ُ « :‫سلَّ َم يَقُو ُل فِي ُر ُكو ِع ِه‬
َ‫س ْب َحان‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َرأَيْتُ َر‬
‫ي ْالعَ ِظ ِيم» ث َ ََلثًا‬َ ‫َر ِب‬
Sunan Daruquthni 1282: Al Husain bin Isma'il menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin
Zanjawaih menceritakan kepada kami, Abu Al Yaman mengabarkan kepada kami, Isma'il bin
Ayyasy menceritakan kepada kami, dari Abdul Aziz bin Ubaidullah, dari Abdurrahman bin Nafi'
bin Jubair bin Muth'im, dari ayahnya, dari kakeknya, ia mengatakan, "Adalah Rasulullah SAW,
apabila ruku beliau membaca: 'Subhaana rabbiyal azhiim' [Maha Suci Allah Yang Maha Agung]
tiga kali".

‫َّاس ب ُْن‬ُ ‫ ثنا ْالعَب‬, ‫ار‬ ُ َّ‫صف‬


َّ ‫ َحدَّثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل ال‬:١٢٩٣ ‫سنن الدارقطني‬
‫ع ْن‬
َ ,‫ث‬ ٍ ‫ص ب ُْن ِغيَا‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا َح ْف‬, ‫ار‬ ُ ‫ط‬ َّ َ‫ ثنا ْالعَ ََل ُء ب ُْن ِإ ْس َما ِعي َل ْالع‬, ‫ُم َح َّم ٍد‬
‫علَ ْي ِه‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َرأَيْتُ َر‬:‫ قَا َل‬, ‫ع ْن أَن ٍَس‬ َ , ‫اص ٍم ْاأل َ ْح َو ِل‬
ِ ‫ع‬ َ
‫ ث ُ َّم َر َك َع َحتَّى ا ْستَقَ َّر ُك ُّل‬, ‫سلَّ َم « َكب ََّر َحتَّى َحاذَى ِبإِ ْب َها َم ْي ِه أُذُنَ ْي ِه‬
َ ‫َو‬
ُ‫ص ٍل ِم ْنه‬ ِ ‫سهُ َحتَّى ا ْستَقَ َّر ُك ُّل َم ْف‬ َ ْ‫ ث ُ َّم َرفَ َع َرأ‬, ‫ض ِع ِه‬ ِ ‫ص ٍل ِم ْنهُ فِي َم ْو‬ ِ ‫َم ْف‬
‫ تَفَ َّردَ بِ ِه ْالعَ ََل ُء‬.»‫ت ُر ْكبَتَاهُ يَدَ ْي ِه‬ ْ َ‫سبَق‬ َ َ‫ير ف‬ َّ ‫ ث ُ َّم ا ْن َح‬, ‫ض ِع ِه‬
ِ ِ‫ط بِالت َّ ْكب‬ ِ ‫فِي َم ْو‬
‫َّللاُ أ َ ْعلَ ُم‬ ِ ْ ‫ص ِب َهذَا‬
َّ ‫اإل ْسنَا ِد َو‬ ٍ ‫ع ْن َح ْف‬ َ , ‫ب ُْن ِإ ْس َما ِعي َل‬
Sunan Daruquthni 1293: Isma'il bin Muhammad Ash-Shaffar menceritakan
kepada kami, Al Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Al 'Ala' bin
Isma'il Al Aththar menceritakan kepada kami, Hafsh bin Ghiyats menceritakan
kepada kami, dari Ashim Al Ahwal, dari Anas, ia mengatakan, "Aku melihat
Rasulullah SAW bertakbir, hingga kedua ibu jarinya sejajar dengan telinganya.
Kemudian ruku hingga setiap persendiannya mantap di tempatnya. Kemudian
mengangkat kepalanya hingga setiap persendian mantap di tempatnya.
Kemudian menyungkur disertai takbir yang mana kedua lututnya mendahului
kedua tangannya." Al 'Ala' bin Isma'il meriwayatkannya sendirian dari Hafsh
dengan isnad ini. Wallahu a‘lam.

َ ‫ َحدَّثَنَا ْال ُح‬:١٢٨٤ ‫سنن الدارقطني‬


‫ ثنا ِإب َْرا ِهي ُم ب ُْن‬, ‫سي ُْن ب ُْن ِإ ْس َما ِعي َل‬
‫ع ْو ِن ب ِْن‬َ ‫ع ْن‬ َ , َ‫اق ب ُْن يَ ِزيد‬ ُ ‫ ثنا إِ ْس َح‬, ‫ب‬ ٍ ْ‫ ثنا اب ُْن أ َ ِبي ِذئ‬, ‫ ثنا آدَ ُم‬, ‫هَانِ ٍئ‬
ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬, ‫ع ِن اب ِْن َم ْسعُو ٍد‬ َ , َ‫عتْبَة‬
ُ ‫َّللاِ ب ِْن‬ َّ ‫ع ْب ِد‬ َ
َ ‫ي ْالعَ ِظ ِيم ث َ ََل‬
‫ث‬ ُ :‫ " ِإذَا قَا َل أ َ َحدُ ُك ْم فِي ُر ُكو ِع ِه‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫س ْب َحانَ َر ِب‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
" ُ‫عهُ َوذَ ِل َك أ َ ْدنَاه‬
ُ ‫ت فَقَ ْد ت َ َّم ُر ُكو‬ٍ ‫َم َّرا‬
Sunan Daruquthni 1284: Al Husain menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa
mengabarkan kepada kami, Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami,
Ibrahim bin Al Fadhl menceritakan kepada kami, dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu
Hurairah, ia mengatakan, "Rasulullah SAW bersabda, lApabila seseorang di
antara kalian ruku (lalu) hertasbih tiga kali, sesungguhnya telah bertasbih kepada
Allah dari jasadnya sebanyak tiga ratus tigapuluh tiga tulang dan tiga ratus tiga
puluh tiga urut".'

َ ‫ َحدَّثَنَا ْال ُح‬:١٢٨٦ ‫سنن الدارقطني‬


‫ ثنا ُم َح َّمدُ ب ُْن‬،‫سي ُْن ب ُْن إِ ْس َما ِعي َل‬
‫ع ْن‬َ ،َ‫ع ْن قَتَادَة‬ َ ،ُ‫ش ْعبَة‬ُ ‫ ثنا‬،‫ب‬ ٍ ‫ان ب ُْن َح ْر‬ ُ ‫سلَ ْي َم‬
ُ ‫ ثنا‬،‫ي‬ ُّ ‫ع ْب ِد ْال َم ِل ِك الدَّ ِقي ِق‬
َ
‫سلَّ َم َكانَ َيقُو ُل فِي‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬َّ ‫ أَن النَّ ِب‬،َ‫شة‬
َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن‬ َ ، ٍ‫ط ِرف‬ َ ‫ُم‬
".ِ‫الروح‬ ُّ ‫ب ْال َمَلئِ َك ِة َو‬ ُّ ‫ُّوس َر‬ٌ ‫سبُّو ٌح قُد‬ ُ " :‫ُر ُكو ِع ِه‬
‫ع ْن‬َ ، ٍ‫ط ِرف‬ َ ‫ع ْن ُم‬َ ،َ‫ع ْن قَتَادَة‬ َ ،ِ‫ب الدَّ ْست ُ َوائِي‬ ُ ‫اح‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ َو َحدَّثَنِي ِهشَا ٌم‬:‫قَا َل‬
ُ‫ش ْع َبة‬
ُ :‫ب‬ ُ ‫قُ ْلتُ ِل‬.‫س ُجو ِد ِه‬
ٍ ‫سلَ ْي َمانَ ب ِْن َح ْر‬ ُ ‫شةَ أَنَّهُ َكانَ يَقُو ُل ِفي ُر ُكو ِع ِه َو‬
َ ‫عا ِئ‬
َ
‫ َكذَا قَا َل‬:‫ قَا َل‬،‫ َحدَّثَنِي ِهشَا ٌم‬:ُ‫يَقُول‬
Sunan Daruquthni 1286: Al Husain bin Isma'il menceritakan kepada kami,
Muhammad bin Abdul malik Ad-Daqiqi menceritakan kepada kami, Sulaiman bin
Harb menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami, dari
Qatadah, dari Mutharrif, dari Aisyah: Bahwa Nabi SAW di dalam rukunya
membaca: 'Subbuuhun quddusun rabbul malaaikati war ruuh [Maha Suci Engkau
(dari kekurangan dan hal yang tidak layak bagi kebesaran-Mu) Dzat Yang Maha
Suci, Rabb malaikat dan Jibril]." Ia mengatakan: Hisyam sahabatnya Ad-
Dastawa'i juga menceritakan kepadaku, dari Qatadah, dari Mutharrif, dari Aisyah,
bahwa ia mengatakan, "Beliau membaca di dalam ruku dan sujudnya" Aku
katakan kepada Sulaiman bin Harb, "Syu'bah mengatakan: Hisyam
menceritakan kepadaku, ia mengatakan: Demikian yang dikemukakannya".

, ‫َارونَ ِإ ْم ََل ًء‬ ُ ‫ام ٍد ُم َح َّمدُ ب ُْن ه‬ِ ‫ َحدَّثَنَا أَبُو َح‬:١٣٠٠ ‫سنن الدارقطني‬
ِ ‫ َو َو ِكي ُع ب ُْن ْال َج َّر‬, ‫يس‬
, ‫اح‬ َ ‫َّللاِ ْب ُن ِإ ْد ِر‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
َ ‫ ثنا‬, ٍ ‫ع ِلي‬ َ ‫ع ْم ُرو ب ُْن‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫ع ْن‬َ ,‫ش‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا ْاأل َ ْع َم‬:‫ قَالُوا‬, ‫ي‬ ِ ‫س ِعي ٍد ْال َم‬
ُّ ِ‫ازن‬ َ ‫ َو َح َّمادُ ب ُْن‬, َ‫َوأَبُو ُمعَا ِويَة‬
‫صلَّى‬
َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬, ‫ع ْن أَبِي َم ْسعُو ٍد‬ َ , ‫ع ْن أَبِي َم ْع َم ٍر‬ َ , َ ‫ارة‬ َ ‫ع َم‬
ُ
.»‫س ُجو ِد‬ ُّ ‫الر ُكوعِ َوال‬ ُّ ‫ص ْلبَهُ فِي‬ ُ ‫ص ََلة َ ِل َر ُج ٍل ََّل يُ ِقي ُم‬ َ ‫ « ََّل‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫هللا‬
‫ص ِحي ٌح‬
َ ‫ت‬ ٌ ِ‫َهذَا إِ ْسنَادٌ ثَاب‬
Sunan Daruquthni 1300: Abu Hamid Muhammad bin Harun Al Hadhrami
menceritakan kepada kami secara dikte, Amr bin Ali menceritakan kepada kami,
Abdullah bin Idris, Waki' bin Al Jarrah, Abu Mu'awiyah dan Hammad bin Sa'id Al
Mazini menceritakan kepada kami, mereka mengatakan: Al A'masy
menceritakan kepada kami, dari Umarah, dan Abu Ma'mar, dan Ibnu Mas'ud, ia
mengatakan, "Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada shalat bagi seseorang yang
tidak menegakkan tulang punggungnya di dalam ruku dan sujud. Isnad ini valid
lagi shahih.

Anda mungkin juga menyukai