Anda di halaman 1dari 12

Urgensi Khusyu’ dalam Shalat

1. Khusyu’ dalam shalat adalah cermin kekhusyu’an seseorang di luar shalat.

Khusyu’ dalam shalat adalah sebuah ketundukan hati dalam dzikir dan konsentrasi hati
untuk taat, maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil) di luar shalat. Oleh karena itulah
Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya.

َ ‫قَ ْد أ َ ْفلَ َح ْال ُمؤْ ِمنُونَ الَّذِينَ ُه ْم ِفي‬


َ‫ص ََل ِت ِه ْم خَا ِشعُون‬
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya
selalu khusyu’” (Al-Mu’minun:1-3).

Begitu juga iqamatush-shalah yang sebenarnya akan menjadi kendali diri sehingga jauh
dari tindakan keji dan munkar. Allah berfirman,

‫ّللاُ يَ ْعلَ ُم َما‬ َّ ‫َاء َو ْال ُم ْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر‬


َّ ‫ّللاِ أ َ ْكبَ ُر َو‬ ِ ‫ص ََلة َ ت َ ْن َهى َع ِن ْالفَ ْحش‬ َّ ‫َوأَقِ ِم ال‬
َّ ‫ص ََلة َ ِإ َّن ال‬
ْ َ‫ت‬
َ‫صنَعُون‬
“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah tindakan keji dan munkar”
(Al-Ankabut:45).

Sebaliknya, orang yang melaksanakan shalat sekedar untuk menanggalkan kewajiban dari
dirinya dan tidak memperhatikan kualitas shalatnya, apalagi waktunya, maka Allah dan
Rasul-Nya mengecam pelaksanaan shalat yang semacam itu. Allah berfirman,

َ ‫ص ََلتِ ِه ْم‬
َ‫سا ُهون‬ َ ‫فَ َو ْي ٌل ِل ْل ُم‬
َ ‫ص ِلينَ الَّذِينَ هُ ْم َع ْن‬
“Maka celakalah orang-orang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya” (Al-
Maun: 4-5)

Shalat yang tidak khusyu’ merupakan ciri shalatnya orang-orang munafik. Seperti yang
Allah firmankan,

‫سالَى‬ َّ ‫ع ُه ْم َو ِإذَا قَا ُموا ِإلَى ال‬


َ ‫ص ََل ِة قَا ُموا ُك‬ ُ ‫ّللاَ َو ُه َو خَا ِد‬ َّ َ‫ِإ َّن ْال ُمنَا ِف ِقينَ يُخَا ِدعُون‬
‫يَل‬ َّ َ‫اس َو ََل يَ ْذ ُك ُرون‬
ً ‫ّللاَ إِ ََّل قَ ِل‬ َ َّ‫يُ َرا ُءونَ الن‬
“Sessungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas) menipu
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri malas-malasan, mereka
memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak mengingat Allah kecuali sangat
sedikit” (An-Nisa’:142).

Rasulullah saw. bersabda,


َ َ‫ان ق‬
‫ام‬ ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ ْ ‫س َحتَّى إِذَا َكان‬
َّ ‫َت بَيْنَ قَ ْرن َْي ال‬ َ ‫ش ْم‬َّ ‫ب ال‬ ُ ُ‫س يَ ْرق‬ ُ ‫ق يَ ْج ِل‬ِ ِ‫ص ََلة ُ ْال ُمنَاف‬
َ ‫تِ ْل َك‬
َّ ‫فَنَقَ َرهَا أ َ ْربَعًا ََل يَ ْذ ُك ُر‬
ً ‫ّللاَ فِي َها إِ ََّل قَ ِل‬
‫يَل‬
“Itulah shalat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu matahari sampai ketika berada
di antara dua tanduk syetan, ia berdiri kemudian mematok empat kali, ia tidak mengingat
Allah kecuali sedikit.” (Diriwayatkan Al-Jama’ah kecuali Imam Bukhari).

2. Hilangnya kekhusyu’an adalah bencana bagi seorang mukmin.

Hilangnya kekhusyu’an dalam shalat adalah musibah (bencana) besar bagi seorang
mukmin. Ini bisa memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan agamanya, karena
shalat adalah tiang penyangga tegaknya agama. Maka Rasulullah saw. berlindung kepada
Allah, “Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang
tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas, mata yang tidak menangis, dan do’a yang tidak
diijabahi”

3. Khusyu’ adalah puncak mujahadah seorang mukmin

Khusyu’ adalah puncak mujahadah dalam beribadah, hanya dimiliki oleh mukmin yang
selalu bersungguh-sungguh dalam muraqabatullah. Khusyu’ bersumber dari dalam hati
yang memiliki iman kuat dan sehat. Maka khusyu’ tidak dapat dibuat-buat atau
direkayasa oleh orang yang imannya lemah. Pernah ada seorang laki-laki berpura-pura
shalat dengan khusyu’ di hadapan umar bin Khatthab ra. dan ia menegurnya, “Hai
pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak berada di leher namun berada di
hati.”

Ayat-ayat tentang khusyu’ dalam shalat:

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46).

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang


khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Al-Mukminun: 1-2).

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk


Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238).

Al-Mujahid berkata, “Di antara bentuk qunut adalah tunduk, khusyu’, menundukkan
pandangan, dan merendah karena takut kepada Allah.
“Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap.” (Al-Insyirah: 7-8)

Al-Mujahid berkata, “Kalau kamu selesai dari urusan dunia segeralah malakukan shalat,
jadikan niat dan keinginganmu hanya kepada Allah.”

Hadits-hadits dan atsar anjuran tentang shalat khusyu’

َ ‫سلَّ َم ” َاْذُ ُك ِر ْال َم ْو‬


‫ت‬ َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ُ ‫ع ْنهُ قَا َل قَا َل َر‬َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫نس َر‬ ٍ َ ‫َع ْن أ‬
ُ‫صَلَتَه‬َ َ‫ي أ َ ْن يُ ْحسِن‬ ٌّ ‫صَلَتِ ِه لَ َح ِر‬
َ ‫ت فِى‬ َ ‫الر ُج َل ِإذَا ذَ َك َر ْال َم ْو‬
َّ ‫صَلَتِ َك فَإ ِ َّن‬َ ‫فِى‬
ُ‫َّاك َو ُك ُّل أ َ ْم ٍر يُ ْعتَذَ ُر ِم ْنه‬
َ ‫صَلَة ً َغي َْرهَا َو ِإي‬
َ ‫ص ِلى‬ َ ُ‫ظ ُّن أَنَّهُ ي‬
ُ ‫صَلَة َ َر ُج ٍل َلَ َي‬َ ‫صلَّى‬ َ ‫َو‬
‫” رواه الديلمي فى مسند الفردوس وحسنه الحافظ ابن حجر و تابعه األلباني‬
Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah akan kematian dalam shalatmu
karena jika seseorang mengingat kematian dalam shalatnya tentu lebih mungkin bisa
memperbagus shalatnya dan shalatlah sebagaimana shalatnya seseorang yang mengira
bahwa bisa shalat selain shalat itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membutmu meminta
ampunan darinya.” (Diriwayatkan Ad-Dailami di Musnad Firdaus, Al-Hafidz Ibnu Hajar
menilainya hasan lalu diikuti Albani.

‫سلَّ َم فَقَا َل‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫اري ِ قَا َل َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى النَّ ِبي‬ ِ ‫ص‬ َ ‫َع ْن أ َ ِبي أَي‬
َ ‫ُّوب ْاأل َ ْن‬
‫ص ََلة َ ُم َودِعٍ َو ََل ت َ َكلَّ ْم ِب َك ََل ٍم‬
َ ‫ص ِل‬ َ َ‫ص ََل ِت َك ف‬
َ ‫ت ِفي‬ ْ ‫ِع‬
َ ‫ظ ِني َوأ َ ْو ِج ْز فَقَا َل ِإذَا قُ ْم‬
‫اس رواه أحمد وحسنه األلباني‬ ِ َّ‫ي الن‬
ْ َ‫اس ِم َّما فِي يَد‬ ِ ْ ‫اج َم ْع‬
َ َ‫اْلي‬ ْ ‫ت َ ْعتَذ ُِر ِم ْنهُ َغدًا َو‬
Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
“Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda, “Jika kamu hendak melaksanakan
shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang
membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di
angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani).

َ ُ‫سلَّ َم ي‬
‫ص ِلي َو ِفي‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫ّللا‬ ُ ‫ط ِرفٍ َع ْن أَبِي ِه قَا َل َرأ َ ْيتُ َر‬ َ ‫َع ْن ُم‬
‫سلَّ َم رواه أبو داود و‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫اء‬ِ ‫الر َحى ِم ْن ا ْلبُ َك‬
َّ ‫يز‬ ِ ‫يز َكأ َ ِز‬
ٌ ‫ص ْد ِر ِه أ َ ِز‬
َ
‫الترمذي‬
Dari Mutharif dari ayahnya berkata, “Aku melihat Rasulullah saw shalat dan di dadanya
ada suara gemuruh bagai gemuruhnya penggilingan akibat tangisan.” (Diriwayatkan Abu
Dawud dan Tirmidzi).
‫ي هللاُ َع ْنهُ َع ِن النَّبِي ِ قَا َل “ َما ِم ْن ُم ْس ِل ٍم يَت َ َوضَّأ فَيُ ْسبِ ُغ‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْقبَةَ بْنَ َع‬
ِ ‫ام ٍر َر‬ ُ ‫َع ْن‬
‫صَلَتِ ِه فَيَ ْعلَ ُم َما يَقُ ْو ُل إَِلَّ ا ْنتَفَ َل َوهُ َو َكيَ ْو ِم َولَدَتْهُ أ ُ ُّمهُ رواه‬ ُ ‫ْال ُو‬
َ ‫ض ْو َء ث ُ َّم يَقُ ْو ُم فِى‬
‫الحاكم وصححه األلباني‬
Utbah bin Amir meriyatkan dari Nabi yang bersabda, “Tidaklah seorang muslim
berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalua melaksakan shalat dan mengetahuai apa
yang dibacanya (dalam shalat) kecuali ia terbebas (dari dosa) seperti di hari ia dilahirkan
ibunya.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai shahih oleh Albani).

Khusyu’nya para Salafus Shalih

Abu Bakar

Imam Ahmad meriwatkan dari Mujahid bahwa Abdullah bin Zubair ketika shalat, seolah-
olah ia sebatang kayu karena kyusyu’nya. Abu Bakar juga demikian.

Umar bin Khathab

Juga diriwayatkan ketika Umar melewati satu ayat (dalam shalat). Ia seolah tercekik oleh
ayat itu dan diam di rumah hingga beberapa hari. Orang-orang menjenguknya karenanya
mengiranya sedang sakit.

Utsman bin Affan

Muhammad bin Sirin meriwayatkan, istri Utsman berkata bahwa ketika Utsman
terbunuh, malam itu ia menghidupkan seluruh malamnya dengan Al-Qur’an.

Ali bin Abi Thalib

Dan adalah Ali bin Abi Thalib, ketika waktu shalat tiba ia begitu terguncang dan
wajahnya pucat. Ada yang bertanya, “Ada apa dengan dirimu wahai Amirul Mukminin?”
ia menjawab, “Karena waktu amanah telah datang. Amanah yang disampaikan kepada
langit, bumi, dan gunung, lalu mereka sanggup memikulnya dan aku sanggup.”

Zainal Abidin bin Ali bin Husain

Diriwayatkan pula ketika Zainal Abidin bin Ali bin Husain berwudhu, wajahnya berubah
dan menjadi pucat. Dan ketika shalat, ia menjadi ketakutan. Ketika ditanya tentang hal itu
ia menjawab, “Tahukan anda di hadapan siapa anda berdiri?”

Hatim Al-Asham
Seseorang melihat Hatim Al-Asham berdiri memberi nasihat kepada orang lain. Orang itu
berkata, “Hatim, aku melihatmu memberi nasihat orang lain. Apakah kamu bisa shalat
dengan baik?”

“Ya.”

“Bagaimana kamu shalat?”

“Aku berdiri karena perintah Allah.

Aku berjalan dengan tenang.

Aku masuk masjid dengan penuh wibawa.

Aku bertakbir dengan mangagungkan Allah.

Aku membaca ayat dengan tartil.

Aku duduk tasyahud dengan sempurna.

Aku mengucapkan salam karena sunnah dan memasrahkan shalatku kepada Rabbku.

Kemudian aku memelihara shalat di hari-hari sepanjang hidupku.

Aku kembali sambil mencaci diriku sendiri.

Aku takut kiranya shalatku tidak diterima.

Aku berharap kiranya shalatku diterima.

Jadi, aku berada di antara harap dan takut.

Aku berterima kasih kepada orang yang mengajarkanku dan mengajarkan kepada orang
yang bertanya.

Dan aku memuji Tuhanku yang memberi hidayah kepadaku.

Muhammad bin Yusuf berkata,

“Orang seperti kamu ini berhak untuk memberi nasihat.”

Kecaman Bagi yang Meninggalkan Kekhusyukan


Sifat seorang mukmin adalah khusyu’ dalam shalat, sementara orang yang lalai dan tidak
bisa khusyu’ dalam shalatnya seperti sifat orang-orang munafik.

Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah yang (membalas)
menipu mereka. Apabila hendak shalat, mereka melaksanakannya dengan malas dan
ingin dilihat manusia serta tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali. Mereka
dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada
golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang
kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk)
baginya.” (An-Nisa’ : 142-143).

Inilah sifat orang-orang munafik dalam amal yang sangat mulia, shalat. Ini disebabkan
pada diri mereka tidak ada niat, rasa takut, dan keimanan kepada Allah. Sifat lahiriyah
mereka adalah malas dan sifat batiniyah lebih buruk lagi, agar dilihat oleh orang lain.

Seperti firman Allah yang lain,

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (At-Taubah: 54).

Dalam kondisi apapun mereka tidak melakukan shalat selain bermalas-malasan. Karena
tidak ada pahala yang mereka harapkan dan tidak ada yang mereka takutkan. Maka
dengan shalat itu mereka hanya ingin menampakkan sebagai orang Islam dan demi
kepentingan dunia semata.

Rasulullah pernah mengingatkan orang yang nampak tidak khusyu’ dalam shalatnya
bahkan menyusuh orang itu untuk mengulanginya. Abu Hurairah meriwatkan,

‫سلَّ َم‬ َ َ‫صلَّى ث ُ َّم َجا َء ف‬ َ َ‫سلَّ َم دَ َخ َل ْال َم ْس ِجدَ فَدَ َخ َل َر ُج ٌل ف‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ي‬ َّ ‫أ َ َّن النَّ ِب‬
‫س ََل َم فَقَا َل‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه ال‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫سلَّ َم فَ َردَّ النَّب‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ِ ‫َعلَى النَّبِي‬
‫سلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سلَّ َم َعلَى النَّبِي‬ َ َ‫صلَّى ث ُ َّم َجا َء ف‬ َ َ‫ص ِل ف‬ َ ُ ‫ص ِل فَإِنَّ َك لَ ْم ت‬َ َ‫ار ِج ْع ف‬ ْ
ُ‫ِن َغي َْره‬ ُ ‫ق فَ َما أ ُ ْحس‬ ِ ‫ص ِل ث َ ََلثًا فَقَا َل َوالَّذِي بَ َعث َ َك ِب ْال َح‬ َ ُ ‫ص ِل فَإِنَّ َك لَ ْم ت‬ َ َ‫ار ِج ْع ف‬ ْ ‫فَقَا َل‬
‫ار َك ْع‬ ْ ‫آن ث ُ َّم‬ِ ‫س َر َم َع َك ِم ْن ْالقُ ْر‬ َّ ‫ص ََلةِ فَ َك ِب ْر ث ُ َّم ا ْق َرأْ َما ت َ َي‬ َّ ‫ت ِإلَى ال‬ َ ‫فَ َع ِل ْمنِي قَا َل ِإذَا قُ ْم‬
‫اجدًا ث ُ َّم‬ِ ‫س‬ َ ‫ط َم ِئ َّن‬ ْ َ ‫ارفَ ْع َحتَّى ت َ ْعت َ ِد َل قَا ِئ ًما ث ُ َّم ا ْس ُج ْد َحتَّى ت‬ ْ ‫ط َم ِئ َّن َرا ِكعًا ث ُ َّم‬ ْ َ ‫َحتَّى ت‬
‫ص ََل ِت َك‬ َ ‫اجدًا ث ُ َّم ا ْف َع ْل ذَ ِل َك ِفي‬ ِ ‫س‬ ْ َ ‫سا ث ُ َّم ا ْس ُج ْد َحتَّى ت‬
َ ‫ط َم ِئ َّن‬ ً ‫ط َم ِئ َّن َجا ِل‬ْ َ ‫ارفَ ْع َحتَّى ت‬ ْ
‫ُك ِل َها‬
Bahwa Nabi masuk masjid kemudian masuk pula seseorang ke dalam masjid lalu ia
shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salamnya dan
bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat.” Serta merta orang itu
pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw dan beliau besabda, “Kembalilah
dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang
mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.”
Beliau bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah
bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar tenang
dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah sampai tenang
dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk, kemudian sujudlah
sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua shalatmu.”

Abu Darda’ meriwatkan dari Nabi saw. yang bersabda,

ُ ‫ش ْي ٍئ يُ ْرفَ ُع ِم ْن َه ِذ ِه األ ُ َّم ِة ْال ُخ‬


‫ش ْوعُ َحتَّى َلَ ت َ َرى فِ ْي َها خَا ِشعًا‬ َ ‫أ َ َّو ُل‬
“Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah khusyu’sampai-sampai kamu tidak
menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani dengan sanad baik dan dinilai shahih
oleh Albani).

Thalq bin Ali Al-Hanafi ra berkata, Rasulullah saw bersabda,

ُ ‫ص ْل َبهُ َبيْنَ ر ُك ْو ِع َها َو‬


‫س ُج ْو ِدهَا‬ ُ ‫ع ْب ٍد َلَ يُق ْي ُم ِف ْي َها‬
َ َ ‫صَلَة‬ ُ ‫َلَ يَ ْن‬
َ ُ‫ظ ُر هللا‬
“Allah tidak akan melihat shalat seseorang hamba yang tidak tegak tulang sulbinya antara
tuku’ dan sujudnya.” (Diriwayatkan Thabrani dan dishahihkan Albani).

‫سلَّ َم َرأى َر ُجَلً َلَ يُ ِت ُّم‬ َ ‫صلَّى هللا ِ َعلَ ْي ِه َو‬


َ ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫ع ْب ِد هللاِ األ َ ْشعَ ِري أ َ َّن َر‬َ ‫َع ْن أَبِي‬
: ‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ص ِلي فَقَا َل َر‬
َ ُ‫س ُج ْو ِد ِه َو ُه َو ي‬ُ ‫ُر ُك ْو َعهُ َوي ْن ِق ُر فِى‬
”‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫غي ِْر ِملَّ ِة ُم َح َّم ٍد‬
َ ‫ات َعلَى‬ َ ‫ات َهذَا َعلَى َحا ِل ِه َه ِذ ِه َم‬ َ ‫“لَ ْو َم‬
‫ يَأ ُك ُل الت َّ ْم َر ة َ أ َ ِو‬، ‫س ُج ْو ِد ِه َمث ُل ْال َجاِئع‬ُ ‫َمث َ ُل الَّذِي َلَ يُتِ ُّم ُر ُك ْو َعهُ َو يَ ْن ِق ُر فِى‬
”‫ش ْيئًا‬
َ ُ‫ع ْنه‬ ِ ‫الت َّ ْم َرتَي ِْن َلَ يُ ْغنِ َي‬
َ ‫ان‬
Abu Abdullah Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat seseorang yang
tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya dalam shalatnya.
Rasulullah saw bersabda, “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti ini tentu ia mati di
luar agama Muhammad saw.” Lalu beliau bersabda lagi, “Perumpamaan orang yang tidak
menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya bagai orang lapar lalu ia
makan satu atau dua biji kurma namun tidak merasa kenyang sedikit pun.” (Diriwayatkan
Thabrani di Al-Kabir, Abu Ya’la, dan Khuzaimah. Albani menilainya hasan).
Atsar tentang ancaman bagi mereka yang mengabaikan khusyu’ dalam shalat.

Umar bin Khatthab

Umar bin Khatthab ra pernah melihat seseorang yang mengangguk-anggukkan kepalanya


dalam shalat lalu ia berkata, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak
berada di leher namun berada di hati.”

Ibnu Abbas

“Kamu tidak mendapatkan apa-apa dari shalatmu selain apa yang kamu
mengerti darinya.”

“Dua rakaat sederhana yang penuh penghayatan lebih baik daripada qiyamul-lail namun
hatinya lalai.”

Salman

“Shalat adalah takaran. Barangsiapa memenuhi takaran itu akan dipenuhi (pahalanya) dan
barangsiapa curang ia akan kehilangan (pahalanya). Kalian telah tahu apa yang Allah
katakan tentang orang-orang yang curang terhadap takaran.”

Hudzaifah

“Hati-hatilah kalian terhadap kekhusyu’an munafik.” Ada yang bertanya, “Apa yang
dimaksud dengan kekhusyu’an munafik itu?” Ia menjawab, “Yaitu orang yang kamu lihat
jasadnya khusyu’ namun hatinya tidak khusyu’.”

Said bin Musayyib

Ia melihat seseorang yang main-main dalam shalatnya lalu berkata, “Kalau hati orang ini
khusyu’ tentu raganya juga khusyu’.”

Ibul Qayyim

Lima tingkatan manusia dalam shalat:

Pertama: Tingkatan orang yang mendzalimi dan sia-sia. Orang yang selalu kurang dalam
hal wudhu’nya, waktu-waktu shalatnya, batasan-batasannya, dan rukun-rukunnya.

Kedua: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun


lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Akan tetapi ia tidak bermujahadah terhadap bisikan-
bisikan di saat shalat akhirnya ia larut dalam bisikan itu.
Ketiga: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun
lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Ia juga bermujahadah melawan bisikan-bisikan dalam
shalatnya agar tidak kecolongan dengan shalatnya. Maka ia senantiasa dalam shalat dan
dalam jihad.

Keempat: Orang yang ketika melaksanakan shalat ia tunaikan hak-haknya, rukun-


rukunnya, dan batasan-batasannya. Haitnya tenggelam dalam upaya memelihara batasan-
batasannya dan rukun-rukunnya agar tidak ada yang menyia-nyiakannya sedikitpun.
Seluruh perhatiannya terpusat kepada upaya memenuhi sebagaimana mestinya, secara
sempurna dan utuh. Hatinya benar-benar larut dalam urusan shalat dan penyembahann
kepada Tuhannya.

Kelima: Orang yang menunaikan shalat seperti di atas (keempat) di samping itu ia telah
meletakkan hatinya di haribaan Tuhannya. Dengan hatinya ia melihat Tuhannya, merasa
diawasi-Nya, penuh dengan cinta dan mengagungkan-Nya. Seoalah-olah ia melihat da
menyaksikan-Nya secara kasat mata. Seluruh bisikan itu menjadi kecil dan tidak berarti
da ada hijad yang begitu tinggi antaranya dengan Tuhannya dalam shalatnya. Hijab yang
lebih kuat daripada hijab antara langit dan bumi. Maka dalam shalatnya ia sibuk bersama
Tuhannya yang telah menjadi penyejuk matanya.

Tingkatan pertama Mu’aqab (disiksa karena kelalaiannya), yang


kedua Muhasab(dihisab), yang ketiga Mukaffar ‘Anhu (dihaspus kesalahannya), yang
ketigaMutsab (mendapatkan pahala), dan yang kelima Muqarrab min Rabbihi (yang
didekatkan kepada Tuhannya) karena ia mendapatkan bagian dalam hal dijadikannya
shalat sebagai penyejuk mata. Barangsiapa yang dijadikan kesenangannya pada shalatnya
di dunia ia akan didekatkan kepada Tuhannya di akhirat dan di dunia ia diberi
kesenangan. Lalu barangsiapa yang kesenangannya ada pada Allah dijadikan semua
orang senang kepadanya dan barangsiapa yang kesenangannya bukan pada Allah ia akan
mendapatkan kegelisahan di dunia.

Contoh Kekhusyu’an Salafus Shalih

Mujahid berkata, “Jika Ibnu Zubair shalat, ia seperti kayu.” Tsabit Al-Banani juga
berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Zubair sedang shalat di belakang Maqam, ia seperti
kayu yang disandarkan, tidak bergerak sama sekali.”

Ma’mar, muazzinnya Salman At-Tamimi berkata, “Salman shalat Isya’ di sampingku lalu
aku mendengarnya membaca Tabaraka al-ladzi bi yadihi al-Mulku, ketika sampai pada
ayat ini, fa lamma raawhu zulfatan siiat wajuhul ladzina kafaru… Ia mengulang-ulang
ayat tersebut samapai orang-orang yang berada di masjid ketakutan dan mereka pun
bubar. Aku juga keluar meninggalkannya.”
Kiat-kiat Khusyu’ dalam Shalat

A. Mempersiapkan kondisi batin

1. Menghadirkan hati dalam shalat sejak mulai hingga akhir shalat.

2. Berusaha tafahhum (memahami) dan tadabbur (menghayati) ayat dan do’a yang
dibacanya sehingga timbul respon positif secara langsung.

Ayat yang mengandung perintah: bertekad untuk melaksanakan.

Ayat yang mengandung larangan: bertekad untuk menjauhi.

Ayat yang mengandung ancaman: muncul rasa tajut dan berlindung kepada Allah.

Ayat yang mengandung kabar gembira: muncul harapan dan memohon kepada Allah.

Ayat yang mengandung pertanyaan: memberi jawaban yang tepat.

Ayat yang mengandung nasihat: mengambil pelajaran.

Ayat yang menjelaskan nikmat: bersyukur dan bertahmid

Ayat yang menjelaskan peristiwa bersejarah: mengambil ibrah dan pelajarannya.

3. Selalu mengingat Allah dan betapa sedikitnya kadar syukur kita.

4. Merasakan haibah (keagungan) Allah ketika berada di hadapan-Nya, terutama saat


sujud. Rasulullah bersabda,

‫ون ْالعَ ْبدُ ِم ْن‬ ُ ‫سلَّ َم قَا َل أ َ ْق َر‬


ُ ‫ب َما يَ ُك‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫ّللا‬ ُ ‫َع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ أ َ َّن َر‬
‫اجدٌ فَأ َ ْكثِ ُروا الدُّ َعا َء‬
ِ ‫س‬ َ ‫َر ِب ِه َو ُه َو‬
Dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sedekat-dekat seorang hamba
dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (Riwayat Muslim)

5. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari.

6. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah dengan sebenar-benar haya’.

Rasulullah bersabda,
‫ْال َحيَا ُء ََل يَأْتِي إِ ََّل بِ َخي ٍْر‬
“Rasa malu tidak akan mendatangkan selain kebaikan” (Muttafaq ‘alaih).

Dan para ulama berkata, “Hakikat haya’ adalah satu akhlak yang bangkit untuk
meninggalkan tindakan yang buruk dan mencegah munculnya taqshir (penyia-nyiaan)
hak orang lain dan hak Allah.”

B. Mempersiapkan kondisi lahiriyah:

1. Menjauhi yang haram dan maksiat lalu banyak bertaubah kepada Allah.

2. Memperhatikan dan menunggu waktu-waktu shalat.

Rasulullah saw. bersabda,

َّ ‫ص ََلةٍ َما َكانَ فِي ْال َم ْس ِج ِد يَ ْنت َ ِظ ُر ال‬


ْ ‫ص ََلة َ َما لَ ْم يُ ْحد‬
‫ِث‬ َ ‫ََل يَزَ ا ُل ْالعَ ْبدُ فِي‬
“Seorang hamba senantiasa dalam keadaan shalat selama ia berada di dalam masjid
menunggu (waktu) shalat selama tidak batal.” (Bukhari Muslim).

3. Berwudlu’ sebelum datangnya waktu shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

َ َ‫ص ََلةٍ َما د‬


‫ام‬ َ ‫ص ََلةِ َفإِنَّهُ فِي‬ َّ ‫امدًا ِإلَى ال‬ ِ ‫ضو َءهُ ث ُ َّم خ ََر َج َع‬ ُ ‫سنَ ُو‬ َ ‫َم ْن ت َ َوضَّأ َ َفأ َ ْح‬
‫سنَةٌ َويُ ْم َحى َع ْنهُ ِب ْاأل ُ ْخ َرى‬ َ ‫ط َوت َ ْي ِه َح‬ْ ‫ب لَهُ ِبإ ِ ْحدَى ُخ‬ ُ َ ‫ص ََلةِ َوإِنَّهُ يُ ْكت‬ َّ ‫يَ ْع ِمدُ ِإلَى ال‬
‫ارا قَالُوا ِل َم َيا‬ً َ‫ظ َم ُك ْم أ َ ْج ًرا أ َ ْب َعدُ ُك ْم د‬
َ ‫اْلقَا َمةَ فَ ََل َي ْس َع فَإ ِ َّن أ َ ْع‬ َ ‫س ِيئَةٌ فَإِذَا‬
ِ ْ ‫س ِم َع أ َ َحدُ ُك ْم‬ َ
‫طا‬ ْ ْ
َ ‫أ َ َبا ُه َري َْرة َ قَا َل ِم ْن أ ْج ِل َكث َر ِة ال ُخ‬
َ
“Barangsiapa berwudhu dengan baik kemudian keluar untuk tujuan shalat. Maka
orang itu berada dalam shalat selama ia bertujuan menuju shalat. Setiap satu langkahnya
ditulis kebaikan dan langkah lainnya dihapus kesalahan.” (Riwayat Imam Malik).

4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca do’a dan dzikirnya.

َ َ‫س ِكينَ ِة َوَلَ تَأْت ُ ْوهَا َوأ ْنت ُ ْم ت َ ْس َع ْونَ فَ َما أ ْد َر ْكت ُ ْم ف‬
‫صلُّ ْوا َو َما‬ َّ ‫ِإذَا أَت َ ْيت ُ ُم ال‬
َّ ‫صَلَة َ فَ َعلَ ْي ُك ْم ِبال‬
‫فَات َ ُك ْم فَأَتِ ُّم ْوا‬
“Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang janganlah kalian berangkat shalat
tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya shalatlah dan jika ketinggalan maka
sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
5. Menempatkan diri pada shaf depan.

6. Melakukan shalat sunnah sebelum shalat wajib sebagai pemanasan.

7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari makruhnya.

Allahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai