Anda di halaman 1dari 68

Tata cara bersuci dari hadas dan najis

hadas dibedakan menjadi 2, yaitu hadas kecil dan hadas besar


yang termasuk dalam hadas kecil, diantaranya
1) menyentuh kemaluan
2) tidur dengan terlentang ataupun dengan miring
3) mengeluarkan sesuatu dari dua jalan (dubur dan qubul)
4) hilang akal (tak sadarkan diri)
tata cara bersuci untuk menghilangkan hadas kecil dengan cara berwudhu atau tayamum
yang termasuk dalam hadas besar, diantaranya
1) bersetubuh
2) menstruasi
3) nifas
4) keluar mani
tata cara menghilangkan atau bersuci dari hadas besar
1) membersihkan kemaluan
2) berwudhu
3) niat mandi wajib
4) membasuh anggota tubuh bagian kanan terlebih dahulu, baru bagian kiri
najis dibagi menjadi 3,
1) najis ringan atau najis mukhoffafah
yang termasuk dalam najis ini adalah kencing bayi laki-laki yang belom makan makanan selain asi
cara menghilangkannya atau mensucikannya cukup memercikkan air yang terkena najis
2) najis sedang atau najis mutawassita
yang termasuk najis ini adalah kotoran hewan (ayam dll) , kotoran bayi yang sudah makan selain asi
cara menghilangkan atau mensucikannya dengan cara dicuci terlebih dahulu kemudian dialirkan air
atau dibasuh hingga bersih tak berbau lagi
3) najis berat atau najis mugholladho
yang termasuk dalam najis ini adalah air liur 4njing atau babi, cara menghilangkan atau
mensucikannya dengan cara dibasuh sampai 7 kali dan salah satunya menggunakan tanah
Ketentuan Shalat lima waktu dan Waktu-waktu shalat lima waktu
Shalat Shubuh
Awal waktu shalat shubuh ialah terbitnya fajar sidiq hingga terbitnya matahari. Sebagaimana
keterangan hadits riwayat Muslim No. 612: ‫ وقت صالة الصبح من‬:- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫قال رسول هللا‬
‫“ طلوع الفجر ما لم تطلع الشمس‬Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “
Waktu shalat shubuh ialah sejak terbitnya fajar hingga terbitnya matahari.”
Shalat Duhur
Shalat dluhur dimulai sejak tergelincirnya matahari di ufuk barat hingga masuknya waktu
ashar. Hal ini digambarkan dalam hadits riwayat Muslim no. 612: ‫ صلى هللا عليه‬- ‫أن رسول هللا‬
‫ ما لم يحضر العصر‬..... ،‫ "وقت الظهر إذ زالت الشمس‬:‫ قال‬- ‫“ وسلم‬Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Waktu dluhur ialah ketika matahari tergelincir, ... sampai
datangnya waktu ashar.”
Shalat Ashar
Waktu shalat ashar dimulai sejak bayangan benda sama panjangnya dengan benda tersebut
sampai terbenamnya matahari. Sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari No. 554: .....‫ومن‬
‫د أدرك العصر‬ff‫مس فق‬ff‫رب الش‬ff‫ل أن تغ‬ff‫ر قب‬ff‫ة من العص‬ff‫ “ أدرك ركع‬...Barangsiapa mendapati satu rakaat
shalat ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapati waktu ashar.”
Shalat Maghrib
Waktu shalat maghrib dimulai sejak terbenamnya matahari hingga hilangnya awan
berwarna merah dari cakrawala. Sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim no. 612: ‫وقت‬
‫فق‬fff‫ا لم يغب الش‬fff‫رب م‬fff‫“ المغ‬Waktu maghrib berakhir hingga hilangnya awan merah dari
cakrawala.”
Shalat Isya
Waktu shalat isya dimulai sejak selesainya waktu maghrib hingga terbitnya waktu fajar
sebagai pertanda waktu masuknya sembahyang shubuh
Pengertian serta Ketentuan Adzan dan Iqamah
Adzan dan Muadzin
Pengertian dari adzan ini adalah sebuah panggilan atau pemberitahuan kepada orang banyak
bahwasanya waktu sholat telah tiba. Dalam agama Islam, adzan ini mempunyai lafadz-lafadz
yang sudah ditentukan.
Mengumandangkan adzan ini hukumnya adalah sunnah muakkad, dan ini dilakukan sebelum
melakukan shalat fardhu, baik sendirian ataupun berjamaah. Ketika adzan ini
berkumandang, seorang yang baik akan diam dan mendengarkannya dengan penuh khidmat.
Perintah mengumandangkan adzan ketika masuk waktu shalat ini, tercantum dalam sebuah
hadits sebagai berikut: ْ‫ؤَذن‬ ِّ ُ‫ فَ ْلي‬،ُ‫صالَة‬
َّ ‫ت ال‬ َ ‫ َوإِ َذا َح‬..“ : ‫سلَّ َم‬
ِ ‫ض َر‬ َ ‫ قَا َل النَّبِ ُّي‬،‫ث‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ ‫الح َو ْي ِر‬
ُ ‫نْ َمالِ ِك ْب ِن‬
َّ ‫لَ ُك ْم أَ َح ُد ُك ْم …” (اَ ْخ َر َجهُ ال‬
)ُ‫س ْب َعة‬
Artinya:
Dari Malik bin Huwayrits, (ia berkata), Nabi saw. telah bersabda: “…. Dan apabila waktu
shalat telah tiba (hadir), bersegeralah salah satu diantara kalian semua untuk
mengumandangkan adzan. (HR. Tujuh Ahli Hadis)
Sebutan orang yang mengumandangkan adzan adalah disebut muadzin. Seorang muadzin
minimal tahu tentang tugasnya tentang mengumandangkan adzan. Karena berkaitan dengan
nada dan suara, alangkah baiknya jika muadzin ini bisa mengatur nada dan irama ketika
adzan.
Hal ini supaya para jamaah sholat yang mendengarkan adzan ini bisa memperhatikan,
mendengarkan lafadz adzan tersebut dengan seksama, sehingga bisa menjawab lafadz adzan
yang dikumandangkan muadzin, dan mempersiapkan diri untuk datang ke masjid. Seorang
muadzin,hendaknya mengumandangkan adzan dengan berdiri dan menghadap kiblat.
Ketikamendengarkan adzan hendaknya kita segera untuk melakukan wudhu dan bergegas
untuk datang ke masjid
Bacaan Adzan
Seorang muadzin pastinya harus tahu lebih dahulu lafadz – lafadz apa saja yang akan
dikumandangkan. Seorang muadzin bisa saja anak yang masih kecil, ataupun remaja, atau
pun orangtua yang memang punya kewajiban untuk adzan dalam suatu masjid.
Oleh karena itulah semuanya harus tahu apa saja lafadz – lafadz yang dikumandangkan
ketika adzan. Berikut ini adalah lafad-lafadz yang di baca ketika adzan:
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar 2x
(Allah Dzat Yang Maha Besar)
Asyhadu anlaaa ilaaha illallaah 2x
(aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah)
Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah 2x
(aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah)
Hayya ‘alas shalaah 2x
(Mari laksanakan shalat)
Hayya ‘alal falaah 2x
(Mari menuju kemenangan)
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
(Allah Dzat Yang Maha Besar)
Laa ilaaha illallaah
(Tidak ada Tuhan selain Allah)
Catatan Tambahan
Meskipun adzan ini dikumandangkan sebagai pertanda waktu shalat telah tiba, tetapi perlu
diketahui, untuk waktu adzan subuh, sesudah membaca lafadz “Hayya ‘alal falaah”, ada
lafadz tambahan yang perlu ditambahkan mu’azin, yaitu lafadz berikut ini :
As-shalaatu khairum minan nauum 2 x
Iqamah dan Bacaan Iqamah
Iqamah ini adalah sebuah pemberitahuan kepada para jamaah shalat yang telah mendatangi
masjid atau mushalla, atau tempat shalat yang lain untuk menyegerakan dirinya bangun dari
duduknya dan berdiri untuk bersiap-siap menjalankan ibadah shalat.
Bacaan iqamah ini hampir sama dengan bacaan adzan, bedanya lafadz yang
dikumandangkan ketika iqamah cukup satu kali saja. Serta setelah mengucapkan lafadz
“Hayya ‘alas shalaah” dan “hayya ‘alal falaah”, ditambahi dengan lafadz ُ‫صالَة‬ ِ ‫( قَ ْد قَا َم‬Qad
َّ ‫ت ال‬
qaamatis shalaah / shalat segera didirikan)
Demikian penjelasan mengenai tentang adzan dan iqamah yang dilakukan sehari-hari
ketika waktu shalat telah tiba. Semoga dengan penjelasan adzan dan iqamah melalui huruf
arab dan latin serta terjemahannya di atas bisa membuat mudah untuk dihafalkan dan
dipraktekan.
Sujud sahwi
Sujud sahwi (bahasa Arab: ‫ )سجود السهو‬adalah bagian ibadah Islam yang dilakukan di dalam
salat. Sujud sahwi merupakan dua sujud yang dilakukan oleh orang yang salat untuk
menggantikan kesalahan yang terjadi di dalam salatnya karena lupa (sahw).[1]

Penyebabnya dilakukannya Sujud sahwi ada tiga yaitu menambahkan sesuatu (az-ziyaadah),
menghilangkan sesuatu (an-naqsh), dan dalam keadaan ragu-ragu (asy-syak) di dalam Salat.
melupakan sesuatu dalam shalat
Tata cara Sujud sahwi
Sujud Sahwi dilakukan dengan cara melakukan dua sujud sebelum atau sesudah salam dan
bacaannya adalah sama dengan bacaan sujud lainnya di dalam Shalat. Bacaan sujud sahwi
tetap sama seperti lainnya di dalam shalat.
Sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam pada dua keadaan:
1. Apabila terjadi pengurangan, misalnya melupakan tasyahud pertama.
2. Jika hal tersebut karena ragu yang dia tidak dapat memutuskan mana dari dua
kemungkinan yang lebih condong dalam pikirannya.
Sujud sahwi dilaksanakan setelah salam ketika:
Apabila terjadi penambahan di dalam salat, juga termasuk seseorang yang lupa suatu
kewajiban Salat dan telah melakukan salam sebelum menyempurnakan shalatnya, lalu ia
mengingat apa yang dilupakannya (setelah salam) dan (kembali untuk) menyempurnakan
akan salatnya.
sujud sahwi dilaksanakan setelah salam ketika:
1. Apabila terjadi penambahan di dalam salat, juga termasuk seseorang yang lupa suatu
kewajiban Salat dan telah melakukan salam sebelum menyempurnakan shalatnya, lalu ia
mengingat apa yang dilupakannya (setelah salam) dan (kembali untuk) menyempurnakan
salatnya.
2. Jika hal itu karena lupa, ketika salah satu dari dua kemungkinan lebih condong dalam
pikiran seseorang

Pengertian Zikir
    Kata zikir berasal dari kata “zakaro" >> "yazkuru" >> "zikran", artinya; mengingat,
menyebut, menuturkan atau merenungi. Sedangkan menurut istilah adalah mengingat Allah
Swt., dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan cara menyebut semua
sifat-sifat keagungan-Nya atau kemulian-Nya, seperti membaca tasbih, tahmid, takbir dan
tahlil. Sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an:
‫ لِي َواَل تَ ْكفُرُو ِن‬f‫م َوا ْش ُكرُوا‬fْ ‫فَ ْاذ ُكرُونِي أَ ْذ ُكرْ ُك‬
Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu ingkar kepada-Ku. (Qs. Al-Baqarah 2:152)
‫ هَّللا َ ِذ ْكرًا َكثِيرًا‬f‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ْاذ ُكرُوا‬
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya)
sebanyak-banyaknya, (Qs. Al-Ahzab 33:41)
Diriwayatkan dari Abu Darda' ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: "Maukah kamu aku tunjukan amalan yang terbaik dan paling suci disisi Rabbmu,
yang paling mengangkat derajatmu. Lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan
perak dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu lantas kamu memenggal
leher mereka atau mereka memnggal lehermu?" Para sahabat yang hadir menjawab; "Tentu
saja wahai Rasulullah!" Beliau bersabda: "Zikir kepada Allah yang Tinggi." (HR. Tirmidzi
dan Ibnu Majah)
Pengertian Doa 
   Doa menurut bahasa adalah memanggil atau memohon sesuatu, sedangkan menurut
istilah adalah permohonan sesuatu yang disampaikan manusia sebagai makhluk kepada
Allah Swt sebagai Sang Pencipta dengan merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya, baik
untuk kepentingan hidup di dunia maupun di akherat.
‫وا بِي لَ َعلَّهُ ْم‬ffُ‫ت َِجيبُوا لِي َو ْلي ُْؤ ِمن‬f ‫ان ۖ فَ ْليَ ْس‬f
ِ f‫اع إِ َذا َد َع‬ ُ َ َ‫أَل‬f ‫َوإِ َذا َس‬
ِ fَ‫إِنِّي ق‬f َ‫ا ِدي َعنِّي ف‬ffَ‫ك ِعب‬
ِ ‫ َّد‬f ‫ َوةَ ال‬f‫ريبٌ ۖ أ ِجيبُ َد ْع‬f
َ‫يَرْ ُش ُدون‬
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa
kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar
mereka memperoleh kebenaran. (Qs. Al-Baqarah 2:186)
Bagi seorang mukmin yang ingin berhasil dalam kehidupan ini, ada dua cara yang harus
ditempuhnya yaitu: berusaha dan berdoa kepada Allah. Kedua hal ini harus ditempuh,
karena di dalam kehidupan ini ada hal-hal yang dapat dijangkau oleh pemikiran manusia,
tetapi ada pula yang tidak dijangkaunya. Oleh karena itu kedua cara ini harus ditempuh
secara bersama-sama.
Tata Cara Zikir dan Berdoa
   Mengucap zikir pada dasarnya tidak dibatasi jumlah bilangan. Demikian pula
mengenai lafal, waktu, cara dan tempat melaksanakannya. Akan tetapi, zikir seyogyanya
dilakukan di tempat-tempat yang suci dilandasi dengan niat yang ikhlas, di samping sikap
kusyu dan tawadhu, Allah Swt berfirman:
َ‫ال َواَل تَ ُكن ِّمنَ ْالغَافِلِين‬
ِ ‫ص‬َ ‫ضرُّ عًا َو ِخيفَةً َو ُدونَ ْال َجه ِْر ِمنَ ْالقَوْ ِل بِ ْال ُغ ُد ِّو َواآْل‬ َ َّ‫َو ْاذ ُكر َّرب‬
َ ‫ك فِي نَ ْف ِس‬
َ َ‫ك ت‬
Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang lengah. (Qs. Al-A'raf  7:205)
Firman Allah Swt. di atas memuat tata cara (adab) berzikir, antara lain :
1. Zikir hendaknya dilakukan dengan sikap tadarru' (merasa dirinya hina dan papa di
hadapan Allah Swt). Dengan demikian orang yang berzikir harus memperlihatkan sikap
tawadhu' kepada-Nya.
2. Zikir dilakukan dengan rasa takut kepada Allah Swt. Takut kepada keagungan dan
kemuliaan Allah Swt.
3. Zikir dilakukan dengan suara yang lembut,pelan dan kusyuk.
Cara berzikir ada tiga macam, yaitu:
1. Zikir dengan hati
    Zikir dengan hati ialah dengan cara bertafakur memikirkan ciptaan Allah Swt, sehingga
timbul di dalam pikiran kita bahwa Allah Swt. adalah Dzat yang Maha Kuasa. Semua yang
ada di dalam alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan dan mengaturnya, yaitu Allah
Swt.
2. Zikir dengan perbuatan
    Yaitu dengan melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Semua itu mesti
diawali dengan niat untuk mendapatkan ridha Allah Swt. Jadi, menuntut ilmu,
bersilaturahmi, mencari nafkah, dan amalan-amalan lainnya yang diperintahkan oleh agama
adalah termasuk dalam lingkup zikir dengan perbuatan
3. Zikir dengan ucapan
    Zikir dengan ucapan yaitu dengan cara menyebut asma Allah atau dengan mengucapkan
kalimat-kalimat WD\\LEDK. Sehingga setiap kali menyebut-Nya akan semakin bertambah
keimanan kita kepada Allah Swt.
Contoh kalimat toyibah:

Adab Berdoa
1. Menghadap kiblat.
2. Memperhatikan saat yang tepat untuk berdoa, seperti di tengah malam dan sehabis shalat
fardhu.
3. Mengangkat kedua tangan setentang kedua bahu.
4. Memulai dengan istighfar, memuji Allah, dan membaca shalawat.
5. Harus ada sikap tawadhu' (rendah hati) dan Tadarru' (rendah diri) dan rasa takut.
6. Hendaklah disertai dengan hati yang khusyu’ dan meyakini bahwa doanya akan
dikabulkan
oleh Allah Swt.

ِ ‫) َوالَّ ِذينَ هُ ْم ع َِن اللَّ ْغ ِو ُمع‬2( َ‫َاشعُون‬


 )3( َ‫ْرضُون‬ َ ‫) الَّ ِذينَ هُ ْم فِي‬1( َ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح ْال ُم ْؤ ِمنُون‬
ِ ‫صاَل تِ ِه ْم خ‬
Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya,
dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, (Qs. Al-
Mu'minun 23:3)
7. Menyederhanakan suara, antara bisik-bisik dengan suara keras. Firman Allah :

ْ ِ‫اف‬ffَ‫اَل تِكَ َواَل تُخ‬f‫ص‬


‫ا‬ffَ‫ت بِه‬ ْ ‫ َما ُء ْالح‬f‫هُ اأْل َ ْس‬fَ‫ ْدعُوا فَل‬fَ‫قُ ِل ا ْدعُوا هَّللا َ أَ ِو ا ْدعُوا الرَّحْ ٰ َمنَ ۖ أَيًّا َّما ت‬
َ ِ‫رْ ب‬ffَ‫ن َٰى ۚ َواَل تَجْ ه‬f‫ُس‬
‫ك َسبِياًل‬َ ِ‫َوا ْبت َِغ بَ ْينَ ٰ َذل‬
Katakanlah (Muhammad), “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang
mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asm±‘ul
¦usn±) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalat dan janganlah (pula)
merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu.” (Qs. Al-Isra 17:110)
8. Tidak berdoa untuk keburukan atau memutus tali silaturahim.
9. Tidak terburu-buru, maka doanya tidak akan dikabulkan.
10. Berdoa tidak boleh setulus hati dan berkata kepada Allah
11. Memilih kalimat-kalimat yang luas maknanya, tidak tertuju kepada kepentingan yang
sesaat dan ruang lingkupnya sempit. Misalnya: perkataan pangkat, jabatan, lulus ujian
diganti kebaikan dunia. Perkataan uang, materi tertentu diganti dengan rezeki yang luas.
Perkataan badan langsing, kurus, kuat, dan lain-lain diganti dengan kesehatan. Perkataan
pintar, ilmu tinggi diganti dengan ilmu yang manfaat. Perkataan anak yang bergelar tinggi
diganti dengan anak yang saleh
12. Jangan mendoakan diri, keluarga, anak, harta, pelayan dengan doa yang buruk Isi doanya
dimulai dari mendoakan diri sendiri dulu, baru untuk yang lain
13. Menyapu muka dengan kedua telapak tangan setelah selesai berdoa.
Waktu-waktu yang lebih utama untuk berdoa untuk berdoa
1. Pada bulan Ramadan, terutama pada malam Lailatul Qadar.
2. Pada waktu wukuf di ‘Arafah, ketika menunaikan ibadah haji.
3. Pada hari jumat (waktu antara dua khutbah).
4. Pada waktu seseorang sedang puasa.
5. Ketika turun hujan.
6. Sebelum dan sesudah.
7. Sesudah shalat lima waktu.
8. Di tengah malam (sepertiga malam yang terakhir)
9. Di antara azan dan iqamat.
10. Ketika I'tidal yang akhir dalam salat.
11. Ketika sujud dalam salat.
12. Ketika khatam (tamat) membaca Al-Quran 30 Juz.
13. Sepanjang malam, utama sekali sepertiga yang akhir dan waktu sahur. 14. Sepanjang
hari Jumat, karena mengharap berjumpa dengan saatijabah (saat diperkenankan doa) yang
terletak antara terbit fajar hingga terbenam matahari pada hari Jumat, terutama antara dua
khutbah jumat.
15. Antara Zuhur dengan ‘Ashar dan antara ‘Ashar dengan Maghrib.
16. Pada saat kritis atau genting
17. Pada saat teraniaya.
18. Pada waktu minum air zam-zam.
Tempat-tempat yang baik untuk berdoa
1. Ketika melihat Ka’bah.
2. Ketika melihat masjid Rasulullah Saw.
3. Di tempat dan di kala melakukan thawaf.
4. Di sisi Multazam di dalam Ka’bah.
5. Di sisi sumur Zamzam.
6. Di belakang makam Ibrahim.
7. Di atas bukit Shafa dan Marwah.
8. Di ‘Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di sisi Jamarat yang tiga.
Manfaat Zikir dan Doa
1. Dapat menentramkan hati
ْ ‫َط َمئِ ُّن قُلُوبُهُم بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ ۗ أَاَل بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ ت‬
ُ‫َط َمئِ ُّن ْالقُلُوب‬ ْ ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوت‬
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Qs. Ar-Rad 13:28)
2. Dapat menimbulkan kesabaran.
3. Menambah pahala dan menambahkan rasa kasih sayang kepada sesama.
4. Menimbulkan sifat berhati-hati.

Dengan sering kita berdoa setelah shalat fardu banyak manfaat yang akan diperoleh,
diantaranya:
1. Akan terhindar dari sifat sombong dan congkak.
2. Akan terhindar dari sifat gampang putus asa.
3. Hati dan pikiran kita akan tenang dan tentram.
4. Akan memberi motivasi atau dorongan yang kuat dalam menjalani kehidupan ini.
5. Memberikan perlindungan dalam menempuh kehidupan.
6. Kita akan merasa semakin dekat dengan Allah Swt.
7. Di akhirat kelak, kita akan mendapat tempat yang mulia di sisi Allah, yaitu surga
Doa yang Tidak/Belum Terkabulkan   
Dalam melaksanakan doa, ada beberapa sebab
mengada doa seseorang tidak atau belum dikabulkan, yaitu :

1) Ditunda untuk lain waktu

2) Ditangguhkan pengabulannya di akherat atau dikabulkan dalam bentuk lain.

3) Jika dikabulkan, akan berakibat tidak baik bagi pemohon.

Ketentuan Sholat Jumat


Kata Jum’at berarti mengumpulkan, menghimpunkan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, kata al-jumu’ah
dinamakan jumu’ah yang artinya berkumpul. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia makna asal jum’at
adalah perkumpulan, Perhimpunan, persahabatan, kerukunan dan persatuan. Juga berarti pekan
atau segenggam.
Kata Jum’at menurut Al-Fara’ dapat dibaca jum’at, jumu’ah, jama’ah dan ketiga kata
tersebut menunjukan sifat hari yang berarti saat berkumpulnya manusia. Sementara jumhur
ulama lebih cenderung membaca dengan bacaan jumu’ah.
Dari pengertian kata shalat dan kata Jum’at di atas bila digabung menjadi shalat Jum’at
maka memunculkan hipotesa yang mengarah kepada dua pengertian yaitu, pertama, bila kata
Jum’at dimaksudkan sebagai hari, maka shalat Jum’at adalah shalat yang dilakukan pada
hari Jum’at. Kedua, bila kata Jum’at dimaksudkan seperti pada arti asal Jum’at yaitu
berkumpul atau berhimpun, maka interpretasi terhadap shalat Jum’at adalah shalat yang
dilaksanakan dengan cara berjama’ah.
Pengertian shalat Jum’at dalam al-Qur’an dapat dilihat dari surat al Jumu’ah ayai 9 : Dari
ayat tersebut secara detail tidak menyebutkan tentang bagaimana sesungguhnya shalat
Jum’at yang semestinya namun hanya mengandung perintah untuk melaksanakan shalat
Jum’at.
Pada umumnya pengertian shalat Jum’at menurut fuqaha’ adalah shalat dua rakaat, dengan
berjama’ah di masjid pada waktu dzuhur pada setiap hari Jum’at sesudah khutbah Jum’at.
Pengertian ini adalah pengertian yang didasarkan dari realita historis-empiris (tradisi yang
hidup/living tradition) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika melaksanakan shalat
Jum’at beserta sahabat-sahabatnya.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang memberikan petunjuk pelaksanaan dalam
shalat: Artinya: “Shalatlah kamu sekalian sebagaiman kamu melihat aku shalat”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dasar Hukum Pelaksanaan Sholat Jum’at
1. Al-Qur’an
Islam adalah agama yang bersumberkan dari wahyu yang diyakini termanifestasi dalam
wujud teks yaitu Al-Qur’an dan As- Sunnah. Al-Qur’an berisi tentang pesan-pesan Syar’i
sebagai referensi dalam menentukan suatu hukum yang sebagian bersifat rinci dan sebagian
masih bersifat global (mujmal). Oleh karena globalnya petunjuk-petunjuk dalam al-Qur’an
maka sudah seharusnya memerlukan penjelasan-penjelasan yang bersifat memerinci (tafsil).
Al-Qur’an sebagai sumber pertama dalam istinbath hukum dan tidak diragukan keabsahan
nashnya secara naqli. Semua madzhab fiqh sepakat menempatkan al-Qur’an sebagai sumber
pertama dan utama dalam wacana penetapan hukum Islam (tasyri’ Islami), sedangkan As-
Sunnah merupakan sumber kedua yang bersifat naqli. Penggunaan As- Sunnah ini dilakukan
setelah istinbath al-hukm tidak ditemukan dalam
Al Qur’an atau dapat juga penggunaannya sebagai komplemen terhadap al Qur’an. Dalam
Al Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban shalat Jum’at adalah QS.al Jumu’ah ayat 9
yang berbunyi;
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman apabila telah diseru untuk menunaikan shalat
pada hari Jum’at. Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik jika kamu mengetahuinya”.(QS. Al-Jumu’ah: 9)22
2. Al Hadits
As Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua setelah al- Qur’an juga memuat tentang dasar
pelaksanaan shalat Jum’at. Dalam hadits banyak yang menerangkan tentang bagaimana
pelaksanaan shalat Jum’at, diantaranya yaitu:
Artinya: “Dari Thariq bin Syihab dari nabi SAW. bersabda: shalat Jum’at wajib bagi setiap
muslim dengan berjamaah kecuali bagi empat orang yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil,
dan orang sakit”. (HR. Abu Daud)
Dalam hadits lain juga disebutkan tentang kewajiban shalat jumat Artinya: “Dari Hafsah r.a
berkata:bahwasanya Nabi SAW bersabda: pergi ke Jum’at wajib bagi setiap yang sudah
bermimpi (baligh)”.(HR. An-Nasa’i)
3. Al-Ijma
Berdasarkan dari surat al-jumu’ah ayat 9-10 dan kemudian dikuatkan oleh hadits-hadits
diatas, kaum muslimin (ijma) bahwa shalat Jum’at hukumnya fardlu A’in, kewajiban bagi
masing-masing individu muslim yang sudah memenuhi kriteria baligh, kecuali bagi empat
orang yaitu wanita, musafir, hamba sahaya dan anak-anak. Dan dalam pelaksanaannya harus
dilakukan dengan berjama’ah dengan didahului khutbah.
Meskipun demikian, tidak seluruh ulama sepakat shalat Jum’at itu wajib. Ibnu Rusyd
mengemukakan bahwa pendapat yang ganjil berasal dari Imam Malik yang menyatakan
shalat Jum’at adalah sholat sunnah. Sebab perbedaan pendapat ini adalah kemiripan shalat
Jum’at dengan shalat Ied, berdasarkan pada hadits Nabi “Inna Haadzaa Yaumun
Ja’alahullahu Iedan” (Ini adalah suatu hari yang Allah menjadikannya sebagai hari raya).
Syarat-syarat Wajib Sholat Jum’at
Setiap ibadah di samping mengandung nilai-nilai religius, juga merupakan perwujudan
adanya rasa penghambaan kepada Allah SWT. setiap shalat tidak terlepas dari syarat-
syaratnya supaya ibadah shalat yang dikerjakan menjadi syah.
Begitu juga dengan shalat jum’at, kalangan fuqaha sepakat persyaratannya meliputi syarat-
syarat shalat wajib kecuali waktu dan adzan sebab kedua persyaratan itu masih
diperdebatkan para ulama.
Dalam hal syarat shalat jum’at ini Ulama fiqh (empat Imam Madzhab) memabgi syarat
shalat jum’at kedalam kategori syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib shalat jum’at sama
dengan shalat yang berlaku dalam masalah shalat fardhu lainnya.
Adapun syarat-syarat wajibnya shalat jum’at adalah sebagai berikut: Dalam hal syarat wajib
ini para fuqaha madzhab syafi’I mengemukakan bahwa shalat jum’at diwajibkan atas orang
yang memenuhi tujuh syarat, yaitu : Islam, baligh, berakal, merdeka, laki- laki, berbadan
sehat, dan penduduk asli tempat jum’at dilaksanakan atau sedang menetap dirumah.
Sementsara madzhab Maliki berpendapat bahwasanya syarat wajib shalat jum’at seperti
syarat wajibnya shalat yang lain, hanya saja dalam madzhab ini ada beberapa tambahan,
yaitu :
Pertama laki-laki, wanita tidak diwajibkan shalat jum’at, akan tetapi jika wanita ikut dalam
jama’ah shalt jumat maka shalatnya sah.
Kedua adalah merdeka, artinya bukan budak. Ketiga tidak adanya udur yang membolehkan
meninggalkan shalat jum’at.
Keempat orang yang melihat, artinya bahw orang buta yang kesulitan daatang sendiri dan
tidak punya penuntun, tidak diwajibkan shalat jum’at.
Kelima bulkan oran grenta.
Keenam adalah waktu shalat jum’at tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin.
Ketujuh tidk takut dari orang dhalim yang akan membahayakan dirinya.
Kemudian dalam madzhab Hanafi dalam menentukan shalat wajib shalat jum’at, sebagian
dari syarat tersebut adalah sebagaimana syarat yang dikemukakan oleh Maliki dan Syafi’i.
Seperti merdeka (bukan budak), laki-laki, tidak adanya udzur yang membolehkan
meninggalkan shalat jum’at tidak waktu panas atau dingin yang sangat.
a. Islam
Islam adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam setiap ibadah termasuk shalat jum’at,
sehingga bagi umat Islam wajib melaksanakannya sebagaimana sabda Nabi SAW:  Artinya:
“Dari Thariq bin Syihab bahwasannya Rasulallah SAW, telah bersabda: shalat jum’at hak
wajib atas orang muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: hamba sahaya, orang
perempuan, anak kecil dan orang sakit”. (HR. Abu Daud).
b. Berakal Sehat
Orang yang berakal sehat wajib mendirikan shalat jum’at kecuali bagi orang gila, ayan dan
mabuk. Akan tetapi orang mabuk masih dibebani shalat dzuhur setelah sembuh sebagai
pengganti shalat jum’at. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
Artinya: “Dari Ali ra. Nabi Muhammad bersabda, dihilangkan dari umatku tiga perkara yaitu
orang tidur hingga ia terbangun dan anak kecil hingga ia berakal dan orang gila hingga ia
sadar”. (HR. Abu Daud).
c. Baligh
Di wajibkan melaksanakan shalat jum’at bagi seorang muslim yang sudah baligh (dewasa),
anak kecil yang belum cukup umur (belum bermimpi dan keluar mani) tidak wajib
mendatangi shalat jum’at. Sabda Nabi SAW:
Artinya: “Dari Ibnu Umar Bin Harsah istri Nabi SAW bersabda pergi shalat jum’at di
wajibkan atas tiap-tiap orang yang telah bermimpi atau baligh”. (HR. an-Nasa’i).
d. Merdeka
Shalat jum’at wajib bagi setiap orang yang merdeka, bagi seorang budak tidak
diwajibkannya kecuali jika ia mendapat izin dari majikannya. Maka shalatnya syah dan tidak
diwajibkannya dengan shalat dzuhur.
e. Laki-laki
Seorang wanita banci tidak diwajibkan Shalat jum’at di karenakan seorang wanita tidak
aman dan dikhawatirkan menimbulkan fitrah dan kerusakan apabila berjama’ah di masjid,
tetapi apabila seorang wanita sudah melakukan shalat jum’at maka tidak perlu shalat dzuhur
lagi.
f. Sehat
Bagi orang sakit tidak diwajibkan pergi ke masjid untuk shalat jum’at di khawatirkan akan
bertambah parah sakitnya atau takut akan mempersulit proses penyembuhannya (udzur).
g. Mukim
Orang musafir tidak dikenakan kewajiban shalat jum’at apabila dalam perjalanannya
membutuhkan jarak dan waktu yang panjang sesuai dengan jarak yang telah ditentukan oleh
syar’i. Tetapi orang yang wajib shalat jum’at haram melakukan safar meninggalkan
negerinya setelah tergelincirnya matahari pada hari jum’at kecuali ia yakin akan dapat
melaksanakannya di perjalanan. Hukum ini berlaku juga bagi orang yang dalam perjalanan
sebelum tergelincir matahari sebab kewajiban shalat tersebut terkait dengan hari jum’at.
Syarat Sah Sholat Jum’at
Sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa syarat sah shalat jum’at seperti halnya syarat
sah shalat fardhu, yaitu menutup aurat, suci, menghadap kiblat, dikerjakan ditempat yang
boleh digunakan untuk shalat, dan menghindari perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan
yang tidak termasuk perbuatan dan ucapan shalat.
Syarat sah di atas merupakan persyaratan umum sebagaimana syarat yang diberlakukan pada
shalat-shalat maktubah yang lain (baca: tuntunan sholat lengkap). Akan tetapi untuk shalat
jum’at masih ada beberapa tambahan persyaratan (persyaratan khusus) yang akan
membedakan shalat jum’at dengan shalat lainnya. Secara umum syarat-syarat sah shalat
jum’at yang banyak terdapat kitab-kitab fiqh adalah sebagai berikut :
a. Jum’at Dilaksanakan secara berjamaah
Imam empat madzhab menyatakan bahwa shalat jum’at harus dilaksanakan dengan secara
berjamaah. Ini berarti shalat jum’at tidak sah dilaksanakan dengan sendirinya (munfarid)
menurut empat madzhab tersebut. Muhammad Syarbini al Khatib dalam Mughn al
Muhtajnya, mengemukakan bahwa yang disyaratkan berjama’ah itu hanya untuk raka’at
pertama saja.
Memang betul bahwa jumhur ulama mempunyai kecenderungan bahwa berjamaah salah satu
syarat yang harus dipenuhi agar shalat jum’at memenuhi kriteria absah. Akan tetapi lain
dengan apa yang menjadi penjelasannya Hasby ash Shiddieqi dalam buku Pedoman
Shalatnya, bahwa shalat jum’at itu bukan diwajibkan atas jamaah tetapi diwajibkan atas
masing-masing pribadi. Dengan perngertian baik dikerjakan sendiri-sendiri maupun
dikerjakan secara berjamaah.
b. Jumlah Jamaah
Dalam hal jumlah jamaah shalat jum’at, para ulama beragam pendapat. Sebagaimana dalam
kitab-kitab kalangan Syafi’iah mensyaratkan jumlah jamaah harus 40 orang yang mukallaf,
merdeka, dan laki-laki.
Sementara Imam Malik mensyaratkan lebih sedikit daripada Imam Syafi’I yaitu 20 Jamaah.
Meskipun demikian An Nakhai Ahlu ad Dhahir dan Al Hasan ibnu Hay berpendapat bahwa
shalat jum’at sah dengan 2 orang. Lain halnya dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu
Hazm dan Abdil Barr bahwa shalat jum’at sah dengan seorang diri.
c. Didirikan dikawasan pemukiman yang tepat
Syarat sah yang dimaksud ini adalah dilakukan di Khittatil Balad, yaitu suatu kawasan
pemukiman tetap yang dihuni oleh sekelompok masyarakat. Yang dalam konteks sekarang
secara administratif ditandai dengan KTP baik itu kota, desa, dusun, atau pedukuhan yang
disana ada bangunan perumahan penduduk.
d. Sholat Jum’at Dilakukan setelah masuk waktu
Waktu shalat jum’at adalah waktu shalat dhuhur, yaitu dari tergelincirnya matahari samapai
bayangan sesuatu telah menjadi sama setelah bayangan waktu istiwa’.
Al Malikiah menjelaskan bahwa waktu shalat jum’at adalah dari sejak tergelincirnya
matahari sampai dengan terbenamnya, yaitu sekiranya dapat menjumpakannya secara utuh
dengan khutbahnya sebelum matahari terbenam.
Sedang Hanafilah menggambarkan bahwa waktu shalat jum’at adalah mulai dari naiknya
matahari sekedar satu tombak, dan selesai dengan terjadinya bayangan sesuatu menjadi sama
selain waktu tergelincirnya matahari.
e. Didahului dengan dua kali khutbah Jum’at
Oleh para fuqaha khutbah dijadikan sebagai syaratnya shalat jum’at, kecuali oleh Syafiiyah.
Menurutnya khutbah itu termasuk fardhu atau rukunnya shalat jum’at, akan tetapi sebaliknya
Hasbi Ash Shiddiqie dengan menyetir pendapatnya Al Hasan Al Bisri, Daud al Zahiri dan
Al Juwaini, bahwa khutbah dalam shalat jum’at itu hukumnya hanyalah sunnah saja,
bukanlah fardhu.
Jadi khutbah bukan termasuk salah satu syaratnya shalat jum’at, yang berarti tanpa khutbah
pun shalat jum’at tetap sah dilaksanakan. Hal ini bila berpegang pada pendapat Hasbi yang
mensunnahkan khutbah.
f. Tidak adanya dua shalat jum’at dalam suatu pemukiman
Menutrut jumhur ulama termasuk Syafiiyah kecuali ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
shalat jum’at lebih dari satu dalam satu daerah atau satu kampung yang punya nama sendiri-
sendiri, tidak diperbolehkan. Apabila terjadi ta’addudil jum’at (jum’atan lebih dari satu)
maka yang sah adalah yang terlebih dahulu memulainya.
Pendapat Syafi’iah tersebut sering kali menjadi sumber perdebatan di sebagian pedesaan
ketika akan membangun dua masjid dalam suatu wilayah. Kemudian biasanya mereka
memakai parameter dalam jarak antara satu masjid yang lama dengan yang akan dibangun.
Rukun dan Tata Cara Shalat Jum’at yang Benar
Shalat jum’at tidak berbeda dengan rukun-rukun shalat maktubah yang lain. Para ulama pun
beragam dalam memformulasikan rukun-rukun shalat jum’at tersebut. Rukun tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Niat
Para ulama bermufakat bahwa eksistensi niat berimplikasi terhadap sahnya suatu shalat,
karena niat sebagai kepalanya ibadah (ra’si al Ibadah). Perbedaan pendapat para ulama
terletak pada kedudukan niat. Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal mendudukkan
niat sebagai syarat perbuatan. Sedangkan Imam Syafi’i mendudukkannya sebagai rukun
perbuatan.
Akibat dari perselisihan ini, membawa dampak hukum seperti dalam hal melafadzkan niat
atau talafudin niat (membaca ushalli dalam shalat). Bagi Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin
Hambal menyatakan bid’ah ketika membaca Ushalli, karena Nabi tidak pernah
membacanya. Lain halnya dengan Imam Syaf’i yang menyatakan sunnah ketika membaca
niat.
2) Berdiri bagi yang kuasa ketika shalat
Maksudnya adalah shalat fardhu itu diharuskan berdiri, akan tetapi bila seseorang dalam
keadaan tertentu dikarenakan sakit ataupun cacat, maka dibolehkan dengan duduk apabila
tidak kuasa duduk, maka boleh shalat boleh dengan berbaring.
Jika tidak kuasa berbaring maka menggunakan isyarat kedipan mata. Bila dengan yang
terakhir ini tidak mampu berarti shalat itu tidak dengan gerakan fisik melainkan dengan hati.
Hal tersebut memang menggambarkan bahwa dalam kondisi apapun shalat wajib
dilaksanakan. Lain dengan shalat fardhu, shalat sunah boleh dikerjakan dengan posisi duduk
walaupun mushalli mampu untuk berdiri.
3) Takbiratul Ikhram
Bagi Imam Malik lafadz takbiratul ihram tidak lain adalah allahu akbar bagi imam syafi’i
boleh membaca allahu akbar ataupun allahu al-akbar sedangkan abu hanifah menyatakan
bahwa ketika takbir boleh membaca lafadz apasaja yang bermakna pengagungan, seperti
allahi al-a’zom.
Bagi ulama syafiiyah takbiratul ihram ini dibaca bersamaan dengan niat serta semua huruf
dalam takbiratul ihram harus biasa didengar oleh dirinya sendiri.
4) Membaca surat al Fatihah
Dalam hal membaca surat al Fatihah ini, permasalahan muncul terutama terhaap permulaan
surat ini, yakni bacaan basmallah. Perdebatan ini bermula dari sebuah pertanyaan tentang
bacaan basmallah, apakah dia termasuk dari suarat bacaan al Fatihah atau tidak.
Abu Hanifah, Al Tsaury dan Ahmad mengungkapkan basmallah dibaca bersamaan dengan
al Fatihah pada setiap rakaat shalat secara pelan-pelan. Bagi Syafi’i basmallah harus dibaca
sesuai dengan konteksnya, dalam artian ketika seorang imam melaksankan berjamaah shalat
maghrib, Isya dan subuh, maka basmallah dibaca keras. Namun sebaliknya imam harus
membaca pelan-pelan ketika melaksanakan shalat dhuhur dan ashar. Karena basmallah
menurut Syafi’i merupakan bagian dari surat al Fatihah.
5) Ruku dengan tuma’ninah
Di dalam ruku’ ini harus ada diam sejenak dalam ruku’ (tuma’ninah). Ruku’ disepakati
kefardhuannya oleh para ulama. Mengingat ayat al Qur’an : Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, ruku’ dan sujudlah kamu….” (QS. Al Haj:77)
6) I’tidal dengan tuma’ninah
Adalah berdiri tegak yang memisahkan antara perbuatan ruku’ dan sujud. I’tidal dalam ruku’
menrutu syafi’i adalah wajib. Akan tetapi menurut Abu hanifah menjadi tidak wajib.
Untuk sahnya perbuatan I’tidal ini ada beberapa syarat yang harus Dipenuhi, pertama adalah
mushalli benar-benar melakukannya tanpa ada maksud lain, kecuali adalah ibadah. Maksud
lain tersebut menghindari sesuatu yang jatuh. Kedua dalam I’tidal harus tenang selama kira-
kira bacaan tasbih. Ketiga tidak terlalu lama berdiri dalam I’tidal, karena I’tidal merupakan
rukun yang pendek.
7) Sujud dengan tuma’ninah
Anggota-anggota sujud adalah muka, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki,
kesemuanya anggota badan harus menempel pada tangan.
Persoalan mendasar pada sujud adalah tentang batasan kalimat Yang harus dibaca pada saat
sujud maupun ruku’. Syafi’i, Hanifah dan Ahmad mensyatkan bahwa bacaan sujud adalah
subhana rabbiaya a’la sebanyak tiga kali. Kemudian Abu Hanifah menambahkan
bahwasanya didalam shalat tidak boleh berdoa selain lafadz-lafadz al Qur’an, namun Imam
Malik dan Syafi’I membolehkannya.
8) Duduk diantara dua sujud dengan tuma’ninah
Duduk diantara dua sujud ini menurut Ibnu Rusyd mayoritas pendapat menyatakan sebagai
sunnah, bukan kefardhuan. Namun mayoritas ulama menyatakan fardhu.
9) Duduk pada takhyat akhir
Sama halnya dengan tersebut di atas, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa duduk yang akhir ini
adalah sebuah kefardhuan diutarakan oleh mayoritas jumhur dan tidak fardhu diutarakan
oleh minoritas.
10) Membaca takhiyat
Tashyahut akhir ini merupakan salah satu rukun qauliyah (bila melihat pada
pengklasifikasian yang dilakukan Syafi’i kefi’liyah dan qauliyah) yang dibaca ketika duduk
yang terakhir sebelum salam. Jika Malik dan Abu Hanifah menyatakan tasyahut itu tidak
wajib, maka Syafi’i dan Ahmad mengutarakan tasyahut itu sekelompok rukun yang wajib.
11) Membaca shalawat
Hasbi mengungkapakan bahwa sebagian ulama menetapkan shalawat kepada Nabi dalam
tasyahut akhir (kedua) adalah sunnah dan bukan wajib. Bagi Syafi’iyah shalawat diharuskan
dibaca ketika tasyahut akhir.
12) Membaca salam terakhir
Adalah ucapan mushalli dengan menengok ke kanan. Salam ini merupakan salah satu rukun
yang mengakhiri perbuatan shalat. Menurut jumhur ulama salam adalah salah satu rukun
yang wajib. Abu Hanifah dan beberapa sahabatnya menyatakan salam itu tidak wajib.

Ketentuan shalat jamak dan qasar


Salat jamak adalah salat fardu yang dikumpulkan atau digabungkan. Atau, dengan kata lain,
salat jamak adalah menggabungkan dua salat fardu dan dikerjakan dalam satu waktu saja.
Salat jamak dibagi menjadi dua, yaitu jamak taqdim dan jamak ta'khir.
Salat qasar adalah salat fardu yang diringkas dari 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Salat fardu yang
boleh di-qasar adalah salat zuhur, ashar, dan isya. Salat subuh dan magrib tidak boleh di-
qasar.
Pembahasan
Ketentuan salat jamak adalah:

1) Sedang melakukan perjalanan jauh yang jarak tempuhnya tidak kurang dari 80,640
km. Perjalanan yang dilakukan bertujuan baik, bukan untuk kejahatan dan maksiat.

2) Sakit atau sedang dalam kesulitan.


Salat yang dijamak adalah salat adaan (tunai) bukan salat qada’.
Berniat menjamak ketika takbiratul ikram.
Ketentuan salat qasar adalah

a. Perjalanan yang dilakukan bertujuan bukan untuk maksiat

b. Jaraknya jauh, sekurang-kurang nya 80,640 km lebih (perjalanan sehari semalam)

c. Salat yang diqasar adalah salat adaan (tunai), bukan salat qada'.

d. Berniat salat qasar ketika takbiratul ikram.


Tata Cara Shalat dalam Keadaan Sakit-
Assalamualaikum,wr,wb. Alhamdulillah pada kesempatan kali ini Intisari Agama akan
membahas tata cara shalat dalam keadaan sakit.Ibadah shalat merupakan kewajiban yang
harus dikerjakan oleh setiap orang muslim. Kewajiban ini tidak menjadi gugur dikarenakan
sakit. Namun demikian ada kekhususan bagi orang sakit untuk melaksanakannya menurut
kadar kemampuan yang ada padanya. Jadi semampunya saja. Mengenai hal ini Rasulullah
SAW bersabda: 
‫ض‬ ُ َ‫ ُج ْو َدهُ اَ ْخف‬q‫س‬ ِ ‫س ُج َد اَ ْو َما َع ِب َر ْأ‬
ُ ‫ َل‬q‫س ِه َو َج َع‬ ْ َ‫ستَ ِط ْع اَنْ ي‬ ْ َ‫لَ ْم ي‬ ْ‫صلَّى قَائِدًا فَاِن‬ ْ َ‫ستَطَا َع فَاِنْ لَ ْم ي‬
َ ‫ستَ ِط ْع‬ ْ ‫ض قَاِئ ًما اِ ِن ا‬ُ ‫ص ِّل ْال َم ِر ْي‬َ ُ‫ي‬
َ ‫لِّ َي ع‬q‫ص‬
‫ ِه‬qِ‫َلى َج ْنب‬ َ ُ‫ت َِط ْع اَنْ ي‬q‫س‬ ْ ‫اِنْ لَ ْم َي‬q‫ ِة َف‬qَ‫تَ ْقبِ َل ْالقِ ْبل‬q‫س‬
ْ ‫ْي َم ِن ُم‬ َ ‫لَّى ع‬q‫ص‬
‫ ِه ْااَل‬qِ‫َلى َج ْنب‬ َ ‫ ًد‬q‫صلِّ َي قَاِئ‬ ْ َ‫ِمنْ ُر ُك ْو ِع ِه فَاِنْ لَ ْم ي‬
َ ُ‫ست َِط ْع اَنْ ي‬
‫رواه الدارقتنى‬. ‫ستَ ْلقِيَا ِر ْجاَل هُ ِم َّما يَلِ َي ْالقِ ْبلَة‬
ْ ‫صلَّى ُم‬
َ ‫ْااَل ْي َم ِن‬
Artinya: Nabi bersabda:" Orang yang sakit dipersilahkan shalat sambil berdiri jika
mampu. Jika tidak maka dipersilahkan sambil duduk, dan jika tidak mampu bersujud
cukuplah menganggukan kepalanya sedikit lebih rendah di banding anggukan ruku'nya.
Jika tidak kuasa sambil duduk maka boleh shalat sambil tidur miring ke kanan
menghadap kiblat. Jika tidak kuasa demikian maka silahkan shalat sambil  terlentang
dan kakinya menghadap kiblat" (HR. Daruqutani dari Ali bin Abu thalib
Dari uraian hadits di atas, dapat diketahui ada tiga cara shalat bagi orang sakit setelah tidak
kuasa berdiri, yaitu:
Shalat sambil duduk, dengan cara:

Shalat sambil duduk

 Mengambil posisi duduk iftirasi atau tawaruk, atau duduk cara lain yang sopan
dengan menghadap ke kiblat

 Rukuk dengan cara sedikit membungkuk, dan sujud seperti biasa jika mungkin. Bila
tidak, maka sujud dengan mengangguk lebih rendah dibanding anggukan rukuk

 Bacaan-bacaan shalat dikerjakan sebagaimana biasa.


b. Shalat sambil berbaring miring, dengan cara:
Shalat sambil berbaring

 Mengambil posisi berbaring miring ke kanan kepala di utara sedemikian rupa hingga
wajah dan dada tetap menghadap kiblat. Tangan bersedekap jika memungkinkan

 Gerakan shalat dilakukan dengan isyarat-isyarat anggukan kepala


 Bacaan-bacaan shalat dilakukan sebagaimana biasa. kalau tidak kuasa, maka dibaca
dalam hati.
c. Shalat sambil terlentang, dengan cara:
Shalat sambil terlentang
 Mengambil posisi terlentang menghadap ke atas. Kepala disebelah timur dengan
diberi bantal, sedemikian rupa wajah dan kaki menghadap kiblat. Tangan bersedekap
jika memungkinkan

 Gerakan shalat dilakukan dengan isyarat-isyarat anggukan kepala jika tidak kuasa
maka dengan isyarat kedipan mata atau isyarat apapun yang masih dapat dilakukan

 Bacaan-bacaan dikerjakan sebagaimana biasa kalau tidak kuasa maka dibaca dalam
hati.
SHOLAT SUNNAT MUAKAD DAN GHAIRU MUAKAD
A. SHALAT SUNNAH MUAKAD
1. Pengertian shalat muakad
Shalat sunnah muakad adalah shalat sunnah yang dikuatkan (selalu dikerjakan Rasulullah
dan jarang ditinggalkannya).
 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat sunnah muakad:
1) Tidak didahului adzan dan iqomah
2) Dileksanakan secara munfarid (sendirian) kecuali shalat sunnah idain
3) Dimulai dengan niat sesuai dengan jenis shalatnya
4) Dilaksanakan dengan dua rakaat salam
5) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
6) Bacaan sunnah ada yang dibaca sirri (berbisik): shalat dhuha dan shalat sunnah rawatib
dan ada yang dibaca jahr (keras): shalat sunnah idain. (Ibrahim, 2008: 120)
2. Macam-macam shalat sunnah muakad
a) Shalat sunnah rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu baik dikerjakan
sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Yang sering disebut shalat qobliyah (sebelum),
shalat ba’diyah (sesudah). (Amir Abyan, 2008: 108)
 Yang termasuk shalat sunnah rawatib
Menurut kesepakatan semua ulama
1) Dua rakaat sebelum shalat subuh
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan oleh Nabi, sebagai berikut:
‫ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺧﺍﺮﻯ‬. ‫ﻋﻟﻰ ﺸﻴﺊ ﻤﻥ ﺍﻠﻧﻮﺍ ﻓﻞ ﺃﺸﺪ ﻤﻧﻪ ﺗﻌﺎﻫﺪﺍﻋﻠﻰ ﺮﻜﻌﺘﻰ ﺍﻠﻓﺠﺮ‬.‫ﻡ‬.‫ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﻪ ﻠﻡ ﻳﻜﻦ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺺ‬
Artinya: dari Aisyah r.a.. “tidak ada shalat sunnah yang dipentingkan oleh Nabi SAW selain
dua rakaat sebelum subuh (shalat fajar).” (H.R. Al-Bukhari: 1093)
2) Dua rakaat sebelum shalat dzuhur
3) Dua rakaat sesudah shalat dzuhur
4) Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5) Dua rakaat sesudah shalat isya’ (Ibrahim, 2008: 121)
 Keutamaan shalat sunnah rawatib:
a. Keutamaan shalat sunnah sebelum subuh
Dijelaskan oleh hadits sebagai berikut:
Yang artinya: “dari Aisyah r.a. dari Nabi SAW. Beliau telah bersabda, dua rakaat sebelum
fajar itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR. Muslim)
b. Keutamaan shalat sunnah dzuhur baik qabliyah maupun ba’diyah dan shalat sunnah
sesudah shalat maghrib dan sesudah isya’
Dijelaskan dalam hadits, yang artinya sebagai berikut:
“siapa yang shalat sehari semalam dua belas rakaat, maka dibangunlah bagimya sebuah
rumah di surga, yaitu 4 rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat sesudah dzuhur, 2 rakaat sesudah
maghrib, 2 rakaat sesudah isya’ dan 2 rakaat sebelum subuh.” (HR. Turmudzi). (Amir
Abyan, 2008: 109)
b) Shalat sunnah malam
Shalat sunnah malam adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari setelah shalat
isya’ sampai terlihat fajar.
 Macam-macam shalat sunnah malam
1. Shalat witir
Shalat witir adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari setelah shalat isya’
hingga terbitnya fajar dengan jumlah rakaat yang ganjil, paling sedikit satu rakaat dan paling
banyak sebelas rakaat. Dan Shalat witir sebagai penutup dari seluruh shalat malam.
Sholat witir menurut Syafi'i, Hambali dan Maliki hukumnya adalah sunnah muakkadah
sementara menurut Hanafi hukumnya wajib.
Dasar Pengambilan Khulashotul Kalam halaman 112
‫الو ْت ِر َوا ِجبَةٌ ِع ْن َد أبِى َحنِ ْيفَةَ َو ُسنَّةٌ ُمؤَ َّك َدةٌ ِع ْن َد َغي ِْر ِه‬
ِ ُ‫صالة‬
 Cara pelaksanaan shalat witir
a. Tiap-tiap dua rakaat salam dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat salam.
b. Shalat witir dilaksanakan tiga rakaat maka tidak tidak usah membaca tasyahud awal

Madzhab Jumlah Keterangan


Maliki 3 rakaat dipisah dengan satu salam
Hanafi 3 rakaat Tanpa dipisah dengan salam

Syafi’i 1 rakaat -
(Abdurrahman, 2006: 414)
2. Shalat Tahajjud
Shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling
baik ialah dilaksanakan sesudah bangun tidur setelah shalat isya’ sepertiga malam yang
terakhir. Jumlah bilangan rakaatnya paling sedikit dua rakaat dan paling banyak tidak
terbatas. Allah berfirman: surat al-isra’: 79
“dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.”
3. Shalat tarawih
Shalat sunnah tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari, pada bulan
ramadhan. Waktunya setelah melaksanakan shalat isya’ sampai menjelang subuh.
 Bilangan rakaat shalat tarawih
Madzhab Bilangan Alasan
Syafi’I 20 Berdasarkan yang dilakukan oleh Khalifah
Hanafi 20
Umar bin Khatab dalam rangka mensyiarkan
Hambali 20
malam ramadhan
Melihat penduduk Madinah melakukan
Maliki 39
shalat tarawih 39 rakaat disertai shalat witir
melihat Nabi melakukan shalat malam pada
hadits
11 bulan ramadhan maupun selain ramadhan
Aisyah
hanya sebanyak 11 rakaat
Perbedaan pendapat tentang hal initidak perlu menjadi bahan pertentangan karena tarawih
itu merupakan bagian dari shalat malam yang jumlah rakaatnya tidak terbatas. Semua itu
untuk menghidupkan malam ramadhan yang banyak berkahnya. Jika shalat tarawih
dilaksanakan empat rakaat maka tidak diselingi dengan tasyahud awal.
c) Shalat Sunnah Idain
Kata idain berarti dua hari raya, yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul adha. Shalat idain
adalah shalat sunnah yang dilakukan karena datangnya hari raya idul fitri atau idul adha.
Shalat idul idul fitri di laksanakan pada tanggal 1 syawal, sedangkan shalat idul adha di
laksanakan pada tanggal 10 dzulhijjah. Shalat idain disyariatkan pada tahun pertama
hijriyah.
 Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat idul fitri dan idul adha, yaitu:
Madzha
Hukum
b
Fardhu ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat
Hanafi jum’at tetapi jika tidak dipenuhi kewajiban tersebut maka
akan menjadi gugur.
Maliki Sunnah muakkad
Syafi’i Sunnah muakkad
Hambali Fardhu kifayah
 Waktu pelaksanaan shalat ied menurut imam madzhab, yaitu:
Madzha
b Waktu shalat
Hambali Sejak naiknya matahari setombak sampai waktu zawal
Sejak terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari (waktu
Syafi’i
zawal)
Imamiya Sejak terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari (waktu
h zawal)
 Tata cara shalat ied menurut madzab-madzhab, sebagai berikut:
Madzha
b Tata cara
Niat, mengucapkan takbiratul ihram, mengucapkan takbir 3 kali
diselingi dengan diam sejenak sekadar bacaan 3 kali atau juga
boleh mengucapkan ‫ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮ‬
Hanafi Kemudian ‫ ﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ‬acabmem setelah itu membaca
alfatihah dan surat, lalu ruku’ dan sujud. Rakaat kedua,
membaca alfatihah, surat, takbir 3 kali, ruku’, sujud,
menyempurnakan shalat hingga selesai.
Mengucapkan takbiratul ihram, membaca doa iftihah, kemudian
takbir tujuh kali, tiap-tiap 2 takbir di selingi
‫ ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮ‬Secara perlahan, kemudian
membaca‫ﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ‬ kemudian membaca
Syafi’i alfatihah, surat Qaf, ruku’, sujud. Rakaat kedua, membaca
takbir yang kemudian di tambah 5 kali takbir lagi, diantara 2
takbir diselingi membaca ‫ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮ‬
Kemudian membaca alfatihah dan surat iqtarobat kemudian
menyempurnakan hingga selesai.
Hambali Membaca doa iftitah, membaca takbir 6 kali, yang diantara 2
takbir itu membaca:
‫ﺍﷲﺍﻜﺑﺮﻜﺑﻴﺮﺍﻮﺍﻟﺤﻤﺪﷲﻜﺛﻴﺮﺍﻮﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﺑﻜﺮﺓﺃﺻﻴﻼﻮﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻰﻣﺤﻣﺩﻮﺍﻠﻪﻮﺴﻠﻢﺘﺴﻠﻴﻣﺎ‬
kemudian membaca‫ ﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ‬dan basmalah, lalu
membaca al-fatihah dan surat al-a’la. Rakaat kedua, membaca
takbir 5 kali dan tiap-tiap dua takbir diselingi dengan ucapan
yang sama pada rakaat pertama. Kemudian membaca alfatihah
dan surat al-ghasyiyah, lalu ruku’ sampai selesai.
Mengucapkan takbiratul ihram, takbir 6 kali, lalu membaca al-
fatihah dan surat al-a’la, ruku’, dan sujud. Bangkit Rakaat
kedua sambil membaca takbir, ditambah dengan 5 takbir
Maliki
sesudahnya, lalu membaca al-fatihah dan surat as-syamsi
kemudian shala hingga selesai. (Jawad Mughniyah, 2010:126-
127)
 Hal-hal yang di sunnahkan dalam shalat ied
a. Membaca takbir.
b. Mandi, berhias, memakai pakaian yang paling bagus, dan memakai wangi-wangian.
c. Makan sebelum shalat idul fitri, sedangkan untuk idul adha makannya sesudah pulang dari
shalat ied.
d. Berangkat menuju ke tempat shalat ied dan pulangnya dengan jalan yang berbeda.
 Hal-hal yang di sunnahkan pada waktu shalat ied
a. Dilaksanakan secara berjamaah
b. Takbir tujuh kali setelah membaca do’a iftitah sebelum membaca surat alfatihah pada
rakaat pertama. Pada rakaat kedua takbir lima rakaat sebelum membaca surat al-fatihah
selain dari takbir pada waktu berdiri.
c. Mengangkat tangan setiap kali takbir
d. Membaca tasbih di antara beberapa takbir
e. Membaca surat Al-A’la setelah surat Al-fatihah pada rakaat pertama dan surat Al-
ghasyiyah. (Amir Abyan, 2008: 115-116 )
d) Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid berarti penghormatan masjid, shalat tahiyatul masjid berarti shalat yang
dikerjakan untuk menghormati masjid. Masjid adalah tempat manusia bersemabah sujud
kepada Allah, semua kegiatan dimasjid menggunakan nama Allah makanya masjid disebut
Baitullah. Demikian mulyanya sehinnga islam mensyariatkan shalat tahiyatul masjid,
Rasulullah bersabda:
‫ ﺭﻮﺍﻩﺃﺑﻮﺪ ﺍﻮﺪ‬.‫ﺇﺬﺍﺟﺎﺀﺍﺤﺪﻜﻢﺍﻠﻤﺴﺟﺪﻓﻠﻴﺻﻞﺴﺟﺪﺗﻳﻥﻣﻥﻗﺑﻞﺍﻥﻴﺟﻟﺱ‬
“Apabila salah seorang diantara kamu masuk masjid, hendaklah ia shalt dua rakaat
sebelum duduk. “(HR.Abu Dawud dari Abi Qatadah : 395)
 Tata cara dalam melakukan shalat tahiyatul masjid
a) Rukun shalat tahiyatul masjid sama dengan rukun shalat pada umumnya.
b) Syarat sah shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, ditambah satu lagi yakni
dilakukan di masjid. Tidak sah jika dilakukan diluar masjid.
c) Shalat tahiyatul masjid dilaksanakan sebanyak dua rakaat.
d) Bacaan-bacaan shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, hanya niatnya saja
yang berbeda. (Ibrahim, 2008: 126)
 Jumhur ulama berpendapat : hukum shalat dua rakaat sebelum masuk masjid adalah
mandub (sunnah) dan tidak wajib.(Abdurrahman, 2006 : 430)
B. SHALAT SUNNAH GHAIRU MUAKAD
1. Pengertian shalat sunnah ghairu muakad
Shalat sunnah ghairu muakad adalah shalat sunnah yang tidak dikuatkan (kadang dikerjakan
Rasulullah dan kadang tidak dikerjakannya)
 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat sunnah muakad:
a) Tidak didahului adzan dan iqomah
b) Dileksanakan secara munfarid (sendirian)
c) Dilaksanakan dengan dua rakaat salam
d) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
e) Bacaantidak di nyaringkan
f) Memulai shalat di awali dengan niatnya masing-masing.
(Ibrahim, 2008: 128)
2. Macam-macam Shalat Sunnah Ghairu Muakad
a. Shalat sunnah rawatib
Ada beberapa shalat sunnah rawatib yang merupakan sunnah ghairu muakkad, yaitu:
MADZHAB RAKAAT
Hanafi 4 rakaat sebelum dan sesudah
Syafi’i
dhuhur dan 4 rakaat sebelum ashar
b. Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika matahari terbit
setinggi tombak sampai menjelang waktu dhuhur. Hukum mengerjakan shalat dhuha adalah
sunnah. Shalat dhuha memiliki keutamaan yang besar bagi pelakunya sehingga rasulullah
menganjurjkan para sahabat dan seluru kaum muslim untuk melaksanakannya.
 Bilangan rakaat shalat dhuha
Shalat dhuha diikerjakan sekurang-kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya sebelas
rakaat.
 Tata Cara Shalat Dhuha
Tata cara shalat dhuha sama dengan shalat lainnya. Hanya saja pada rakaat pertama
dianjurkan membaca surat Al-fatihah kemudian surat Asy-Syams sedangkan rakaat surat Al-
fatihah lalu surat ad-dhuha. Jika belum hafal boleh menggunakan surat apa saja. (Ibrahim,
2008:130)

Ketentuan sujud syukur


1. Pengertian Dan Dalil Sujud Syukur
Syukur secara bahasa artinya adalah terimakasih, dan menurut istilah sujud  syukur  adalah 
sujud  yang  dilakukan  sebagai  tanda  terima  kasih  seorang hamba kepada  Sang Pencipta,
yaitu  Allah swt. Oleh  karena  itu, sujud syukur merupakan  ungkapan rasa  terima kasih 
kepada Allah swt.  atas segala nikmat  dan karunia yang diberikan kepada kita.
Mensyukuri  nikmat yang Allah berikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu
caranya,  yaitu  sujud  syukur.  Dengan  demikian,  sujud  syukur  merupakan perwujudan 
dari ungkapan  rasa terima  kasih seorang  hamba  kepada Tuhannya  dalam rangka
mencapai  rida-Nya.
Firman Allah :
‫ ِدي ٌد‬fffffffffffffff‫ َذابِي لَ َش‬fffffffffffffffَ‫رْ تُ ْم إِ َّن ع‬fffffffffffffffَ‫ َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َكف‬fffffffffffffff‫كَرْ تُ ْم أَل َ ِزي‬fffffffffffffff‫أ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َش‬fffffffffffffffَ‫َوإِ ْذ ت‬
Artinya :
”Dan  (ingatlah  juga),  tatkala  Tuhanmu  memaklumkan;  “Sesungguhnya  jika  kamu
bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim : 7)
ِ ‫ر‬fffffffffffffffffffffffffffffffُ‫ ُكرُوا لِي َواَل تَ ْكف‬fffffffffffffffffffffffffffffff‫رْ ُك ْم َوا ْش‬fffffffffffffffffffffffffffffff‫اذ ُكرُونِي أَ ْذ ُك‬ffffffffffffffffffffffffffffff
‫ُون‬ ْ َ‫ف‬
Artinya :
”Karena  itu,  ingatlah  kamu  kepada-Ku  niscaya  Aku  ingat  (pula)  kepadamu,  dan
bersyukurlah  kepada-Ku,  dan  janganlah  kamu  mengingkari  (nikmat)-Ku”.  (QS.  Al-
Baqarah  :152)
2. Hukum Bersyukur dan Sujud Syukur
Hukum bersyukur kepada Allah swt adalah wajib. Kapan pun, dalam kondisi apapun
seseorang diwajibkan untuk terus mensyukuri nikmat Allah. Sebab apapun yang diberikan
Allah Swt. kepada kita itulah yang terbaik buat kita. Kita wajib ridha dengan takdir Allah,
meskipun takdir tersebut tidak kita sukai.
Sementara itu hukum bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur adalah sunnah.
Hadits Rasullullah saw :
‫و داود وابن‬ff‫الَى (رواه اب‬ff‫ ْك ًرهَّلِلا ِ تَ َع‬f‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ اِ َذا أّتَاهُ اَ ْم ٌر يَ َّس َرهُ اَوْ بُ ِّش َربِ ِه خَ َّر َسا ِجدًا ُش‬ َّ ِ‫ع َْن اَبِى بَ ْك َرةَ اَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
)‫نه‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ذي وحس‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ه والترم‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ماج‬
Artinya :
“Dari Abu Bakrah, sesungguhnya Rasulullah saw. apabila mendapat sesuatu yang
menyenangkan atau diberi khabar gembira segeralah tunduk sujud sebagai tanda syukur
kepada Allah swt.” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan at-Turmudzi yang menganggapnya
sebagai hadits hasan).
Dalam hadits lain dijelaskan sebagai berikut:
َّ ‫ ِه‬f‫ل َعلَ ْي‬f
‫ال ُم‬f‫الس‬ ُ ِ‫ ” إِنِّي لَق‬:‫ال‬f
َ f‫يت َجب َْرائِي‬ َ fَ‫لَّ َم ق‬f‫ ِه َو َس‬f‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬f‫ص‬ َ f‫ أَ ّن َر ُس‬،‫ف‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬ ٍ ْ‫و‬ff‫; َم ِن ْب ِن َع‬1618#1#&‫رَّح‬f‫ع َْن َع ْب ِد ال‬
‫ ْكرًا‬ff‫ت هَّلِل ِ ُش‬ ُ ‫لَّ ْم‬ff‫ك َس‬
ُ ‫ َج ْد‬ff‫ فَ َس‬،‫ ِه‬ffْ‫ت َعلَي‬ َ ffْ‫لَّ َم َعلَي‬ff‫ َو َم ْن َس‬،‫ ِه‬ffْ‫ْت َعلَي‬
ُ ‫لَّي‬ff‫ص‬َ َ‫ك‬ff‫لَّى َعلَ ْي‬ff‫ص‬
َ ‫ َم ْن‬:ُ‫ول‬ffُ‫ يَق‬،َ‫ إِ َّن َربَّك‬:‫ا َل‬ffَ‫ َرنِي َوق‬ff‫فَبَ َّش‬
Artinya :
” Dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda: “Aku bertemu dengan Jibriil ‘alaihis-salaam, lalu ia memberikan kabar
gembira kepadaku dengan berkata : ‘Sesungguhnya Rabbmu telah berfirman : Barangsiapa
yang mengucapkan shalawat kepadamu, maka aku akan mengucapkan shalawat kepadanya.
Barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, maka aku akan mengucapkan salam
kepadanya’. (Mendengar hal itu), aku pun bersujud kepada Allah bersyukur kepada-Nya”.
(H.R. Baihaqi dan Hakim)
3. Sebab-Sebab Sujud Syukur
Hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan sujud syukur adalah :
 Karena ia mendapat nikmat dan karunia dari Allah swt
 Mendapatkan berita yang menyenangkan.
 Terhindar dari bahaya (musibah) yang akan menimpanya.
Dalam  prakteknya,  ada  hal-hal  yang  menyebabkan  Nabi  Muhammad  saw  dan  shalat
melaksanakan sujud syukur, yaitu :
a. Ketika Nabi Muhammad  saw  mendapat  surat dari  Ali yang  isinya kabar gembira 
bahwa suku Hamzan masuk Islam.
b. Ketika malaikat jibril  memberi kabar gembira kepada Nabi Muhammad saw. bahwa
orang yang  selalu  bershalawat  kepada  Nabi  Muhammad  saw.  akan  diberi  rahmat  dan
keselamatan.
c. Ketika  mendengar  kematian  Musailamah  al-Kadzdzab  mati,  Abu  Bakar 
melaksanakan  sujud syukur.
d. Ka`ab  bin  Abdul  Malik  melaksanakan  sujud  syukur  ketika  mendengar  bahwa 
tobatnya diterima oleh Allah swt.
4. Rukun Sujud Syukur
1. Niat (di dalam hati)
2. Takbiratul ihram
3. Sujud
4. Duduk sesudah sujud (tanpa membaca tasyahud)
5. Salam
Pada sujud syukur tidak disyaratkan wudhu, suci pakaian dan tempat, juga tidak disyaratkan
adanya takbir dan menghadap kiblat. Walaupun demikian dianjurkan untuk bersih badan,
pakaian dan tempat sebelum melaksanakan sujud syukur, dan menghadap kiblat jika
memungkingkan.
Niat sujud sujud adalah:
‫نويت سجود الشكر هلل تعلى‬
Ketika melakukan sujud syukur, hendaklah membaca doa sebagai berikut :
ُ‫اه‬f‫ض‬ َ ْ‫الِحًا تَر‬f‫ص‬ َ ‫ َل‬f‫ي َوأَ ْن أَ ْع َم‬
َّ ‫ َد‬fِ‫ي َو َعلَ ٰى َوال‬ َّ َ‫ك الَّتِي أَ ْن َع ْمتَ َعل‬
َ fَ‫ ُك َر نِ ْع َمت‬f‫ا َل َربِّ أَوْ ِز ْعنِي أَ ْن أَ ْش‬fَ‫ا َوق‬fَ‫ا ِح ًكا ِم ْن قَوْ لِه‬f‫ض‬
َ ‫ َم‬f‫فَتَبَ َّس‬
َ‫الِ ِحين‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ص‬ َّ ‫ك ال‬ َ ‫ا ِد‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffَ‫ك فِي ِعب‬ َ fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffِ‫َوأَ ْد ِخ ْلنِي بِ َرحْ َمت‬
Artinya :
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal
saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS. An-Naml: 19)
Bisa juga dengan ini:

َ َ‫ َذاب‬f‫ اَللَّهُ َّم قِنِي َع‬, ‫ف لِي‬


‫وْ َم‬ffَ‫ك ي‬ ْ ‫اع‬
ِ ‫ض‬َ َ‫ْف ف‬ٌ ‫ض ِعي‬َ ‫ اَللَّهُ َّم اِ َّن َع َملِي‬.‫ًّا‬fّ‫ك يَا َربِّ تَ َعبُّدًا َو ِرًق‬ ُ ‫ َس َج ْد‬،‫ك اَللَّهُ َّم اَ ْنتَ َربِّي َحقَّا َحقَّا‬
َ َ‫ت ل‬ َ َ‫ُس ْب َحان‬
ِ ‫ر‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ك اَ ْنتَ التَّوَّابُ ال‬
‫َّح ْي ُم‬ َ َّ‫ي اِن‬َّ َ‫ك َوتُبْ َعل‬ َ ‫ا ُد‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffَ‫ث ِعب‬ ُ ‫تُ ْب َع‬
Artinya :
“Maha Suci Engkau. Ya Allah, Engkaulah Tuhaku yang sebenarnya, aku sujud kepada-Mu
ya Rabbi sebagai pengabdian dan penghambaan. Ya Allah, sungguh amalku lemah, maka
lipat gandakan pahalanya bagiku. Ya Allah, selamatkan aku dari siksa-Mu pada hari
hamba-hamba-Mu dibangkitkan, terimalah taubatku, sesunguhnya Engkau Maha Menerima
taubat dan Maha Penyayang.”
5. Manfaat Sujud Syukur
 Menjadikan manusia selalu ingat kepada Allah swt., karena nikmat, karunia dan
anugrah hanya datang dari Nya.
 Terhindar dari sifat sombong, karena apa yang diraih manusia berasal dari Allah swt
  Akan menambah nikmat Allah, karena orang yang bersyukur akan
ditambahnikmatnya.
  Di akherat akan disediakan tempat yang istimewa bagi manusia yang pandai
bersyukur
6. Cara Sujud Syukur
Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan secara spontan. Misalkan, ketika seseorang
mendapatkan nikmat, atau baru saja mendapatkan kabar yang menggembirakan, maka
seketika itu juga ia melakukan sujud syukur tanpa menunda-nundanya. Meskipun boleh-
boleh saja seseorang melakukan sujud syukur setiap hari, setiap ba’da shalat, atau kapan pun
ia mau.
Tetapi sujud syukur lebih dianjurkan dilakukan oleh seseorang yang baru saja mendapat
kenikmatan-kenikmatan yang spesial seperti Lulus Ujian, naik kelas, memenangi lomba
tingkat nasional, dan lain sebagainya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut tidak terjadi belum
tentu kita dapatkan setahun sekali.
Adapun cara melakukannya adalah dengan satu kali sujud dan dilakukan di luar shalat.
Meskipun syarat sujud syukur boleh tidak suci tetapi tentunya lebih baik (afdhal) bila
melakukan selagi suci dari hadast dan najis.
Caranya,  yaitu  sebaiknya  suci  dari  hadas  dan  najis,  berdiri menghadap  kiblat, 
kemudian  niat sujud syukur bersamaan takbiratul ihram, setelah itu langsung sujud satu
kali, lalu duduk untuk mengucapkan salam.

1. Pengertian dan dalil Sujud Tilawah


Menurut bahasa tilawah berarti bacaan. Sedangkan menurut istilah sujud tilawah ialah sujud
yang dikerjakan pada saat membaca atau mendengar ayat-ayat "sajdah" dalam AI-Qur'an.
Sujud  tilawah  dilakukan  untuk  menyatakan  keagungan  Allah swt.  dan  sekaligus
pengakuan  bahwa diri  kita  ini sangat kecil  dan  lemah  di  hadapan  Allah,  karena Allah 
adalah Sang  Pencipta  alam  semesta  dan  pemberi  semua  anugerah  yang  kita  miliki. 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫جُو ِد‬f‫الس‬ُّ ِ‫ َر ابْنُ آ َد َم ب‬f‫ا َو ْيلِى – أُ ِم‬ffَ‫ب ي‬


ٍ ‫طانُ يَ ْب ِكى يَقُو ُل يَا َو ْيلَهُ – َوفِى ِر َوايَ ِة أَبِى ُك َر ْي‬ َ ‫إِ َذا قَ َرأَ ابْنُ آ َد َم السَّجْ َدةَ فَ َس َج َد ا ْعتَ َز َل ال َّش ْي‬
ُ ‫أَبَي‬fffffffffffffffffffffffَ‫جُو ِد ف‬fffffffffffffffffffffff‫الس‬
‫ْت فَلِ َى النَّا ُر‬ ُ ْ‫ر‬fffffffffffffffffffffff‫هُ ْال َجنَّةُ َوأُ ِم‬fffffffffffffffffffffffَ‫ َج َد فَل‬fffffffffffffffffffffff‫فَ َس‬
ُّ ِ‫ت ب‬
Artinya: “Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan
menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam
disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan
untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR. Muslim )

Hukum sujud tilawah adalah sunnah, Namun apabila dalam shalat jama'ah makmum
wajib mengikuti imam. Artinya jika imam membaca ayat sajdah lalu bersujud, maka
makmum wajib ikut sujud. Tetapi jika imam tidak sujud, maka makmumpun tidak boleh
sujud sendirian
Nabi saw bersabda:

ِ ‫عًا لِ َم َك‬fff‫ض‬
‫ ِه‬fffِ‫ان ج ْبهَت‬fff ِ ْ‫نَا َمو‬fff‫ْض‬ َ fff‫ َرأُ ُس‬fff‫رْ آنَ فَيَ ْق‬fffُ‫ َرأُ ْالق‬fff‫انَ يَ ْق‬fff‫َك‬
ُ ‫ ُد بَع‬fff‫ا يَ ِج‬fff‫ هُ َحتَّى َم‬fff‫ ُج ُد َم َع‬fff‫ ُج ُد َون َْس‬fff‫جْ َدةٌ فَيَ ْس‬fff‫ا َس‬fffَ‫ورةً فِيه‬
Artinya: “Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca Al Qur’an yang di dalamnya
terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu beliau bersujud, kami pun ikut bersujud
bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati tempat karena posisi dahinya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Syarat dan Rukun Sujud Tilawah


Syarat sujud tilawah adalah sebagai berikut:
1. Suci dari hadats dan najis, baik badan, pakaian maupun tempat 
2. Menutup aurat 
3. Menghadap ke arah kiblat 
4. Setelah mendengar atau membaca ayat sajdah
Sedangkan rukun sujud tilawah sama dengan rukun sujud syukur, yaitu:
1. Niat (di dalam hati) 
2. Takbiratullhram 
3. Sujud 
4. Duduk sesudah sujud (tanpa membaca tasyahud) 
5. Salam

3. Tata Cara Sujud Tilawah


Cara sujud tilawah ada dua macam, yaitu:
 Ketika kita berada dalam shalat
Jika shalat sendirian, caranya: begitu mendengar atau membaca ayat sajdah dalam shalat,
hendaklahsujud sekali, kemudian kembali berdiri meneruskan bacaan ayat tersebut dan
meneruskan shalat. Namun apabila dalam shalat jama'ah makmum wajib mengikuti imam.
Artinya jika imam membaca ayat sajdah lalu bersujud, maka makmum wajib ikut sujud.
Tetapi jika imam tidak sujud, maka makmum pun tidak boleh sujud sendirian
 Ketika diluar shalat.
Begitu selesai membaca atau mendengar ayat sajdah, maka langsung menghadap kiblat dan
niat melakukan sujud tilawah. Bertakbir  (seperti takbirotul ihrom) kemudian langsung sujud
dan membaca doa sujud, setelah itu bertakbir untuk duduk kemudian salam (seperti dalam
shalat biasa).
Niat Sujud Tilawah
‫جود التالوة هلل تعلى‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ويت س‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ن‬
Artimya: "Saya berniat sujud tilawah hanya karena Allah swt."
Bacaan dalam Sujud Tilawah
Ketika sujud tilawah, hendaklah membaca doa di bawah ini :
َ‫ الِقِين‬ffffffَ‫نُ ْالخ‬ffffff‫ك هَّللا ُ أَحْ َس‬
َ ‫ا َر‬ffffffَ‫ ِه فتَب‬ffffffِ‫ ِه َوقُ َّوت‬ffffffِ‫ َرهُ بِ َحوْ ل‬ffffff‫ص‬ َّ ffffff‫هُ َو َش‬ffffffَ‫ َج َد َوجْ ِهى لِلَّ ِذى َخلَق‬ffffff‫َس‬
َ َ‫ ْم َعهُ َوب‬ffffff‫ق َس‬
Artinya: "Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk
pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maha Suci Allah Sebaik-
baik Pencipta." (HR. Tirmizi)

4. Sebab-Sebab Sujud Tilawah


Seseorang  melakukan  sujud  tilawah  karena  ia  membaca  ayat-ayat  sajdah  atau
mendengar  bacaan  ayat-ayat  sajdah.  Di  dalam  Al-Qur'an  terdapat  15  ayat  yang
berkenaan dengan ayat-ayat sajdah, yaitu sebagai berikut :
Surat al-A`raf ayat 206
َ‫ ُج ُدون‬ffffffffffffff‫هُ يَ ْس‬ffffffffffffffَ‫بِّحُونَهُ َول‬ffffffffffffff‫ ِه َوي َُس‬ffffffffffffffِ‫تَ ْكبِرُونَ ع َْن ِعبَا َدت‬ffffffffffffff‫ َد َربِّكَ اَل يَ ْس‬ffffffffffffff‫۩ إِ َّن الَّ ِذينَ ِع ْن‬
Artinya  :  “Sesungguhnya  malaikat-malaikat  yang  ada  di  sisi  Tuhanmu  tidaklah 
merasa enggan  menyembah  Allah  dan  mereka  mentasbihkan-Nya  dan  Hanya 
kepada-Nya-lah mereka bersujud”
Surat ar-Ra'du ayat 15
‫ال‬ َ ‫ د ُِّو َواآْل‬fffffffffff‫ا َو ِظاَل لُهُ ْم بِ ْال ُغ‬fffffffffffً‫ا َوكَرْ ه‬fffffffffffً‫ض طَوْ ع‬
ِ fffffffffff‫ص‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ َّ ‫ ُج ُد َم ْن فِي‬fffffffffff‫۩ َوهَّلِل ِ يَ ْس‬
ِ ‫ َما َوا‬fffffffffff‫الس‬
Artinya : “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi,
baik dengan kemauan sendiri ataupun  terpaksa  (dan  sujud  pula)  bayang-bayangnya di 
waktu pagi dan petang hari”.
Surat an-Nahl ayat 49
َ‫تَ ْكبِرُون‬fffffffffff‫ ةُ َوهُ ْم اَل يَ ْس‬fffffffffff‫ض ِم ْن دَابَّ ٍة َو ْال َماَل ئِ َك‬
ِ ْ‫ا فِي اأْل َر‬fffffffffff‫ت َو َم‬ َّ ‫ا فِي‬fffffffffff‫ ُج ُد َم‬fffffffffff‫َوهَّلِل ِ يَ ْس‬
ِ ‫ َما َوا‬fffffffffff‫الس‬
Artinya : “Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua
makhluk  yang  melata  di bumi  dan  (juga)  para  ma]aikat,  sedang  mereka  (malaikat) 
tidak menyombongkan diri"
Surat al-Isra` ayat 107
‫ َّجدًا‬ffffff‫ان ُس‬ffffff
ِ َ‫ رُّ ونَ لِأْل َ ْذق‬ffffff‫ ِه إِ َذا يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ِه ْم يَ ِخ‬ffffffِ‫وا ْال ِع ْل َم ِم ْن قَ ْبل‬ffffffُ‫وا ۚ إِ َّن الَّ ِذينَ أُوت‬ffffffُ‫ ِه أَوْ اَل تُ ْؤ ِمن‬ffffffِ‫وا ب‬ffffffُ‫لْ آ ِمن‬ffffffُ‫ق‬
Artinya  :  “Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja
bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al
Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,

Surat Maryam ayat 58
ٍ ُ‫ِّين ِم ْن ُذ ِّريَّ ِة آ َد َم َو ِم َّم ْن َح َم ْلنَا َم َع ن‬
َ ِ‫وح َو ِم ْن ُذرِّ يَّ ِة إِ ْب َرا ِهي َم َوإِ ْس َرائ‬
ۚ ‫يل َو ِم َّم ْن هَ َد ْينَا َواجْ تَبَ ْينَا‬ َ ِ‫أُو ٰلَئ‬
fَ ‫ك الَّ ِذينَ أَ ْن َع َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم ِمنَ النَّبِي‬
‫ َّجدًا َوبُ ِكيًّا‬ffffffffffffffffffffffffffff‫ رُّ وا ُس‬ffffffffffffffffffffffffffffَ‫رَّحْ ٰ َم ِن خ‬ffffffffffffffffffffffffffff‫ات ال‬ffffffffffffffffffffffffffff
ُ َ‫۩ إِ َذا تُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ِه ْم آي‬
Artinya  :  “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para
nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari
keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan
telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka,
maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. ”
Surat al-Hajj ayat 18
َّ ‫ا ُل َو‬fَ‫و ُم َو ْال ِجب‬fُ‫ض َوال َّش ْمسُ َو ْالقَ َم ُر َوالنُّج‬
َ‫ي ٌر ِمن‬fِ‫ َّد َوابُّ َو َكث‬f‫ َج ُر َوال‬f‫الش‬ ِ ْ‫ت َو َم ْن فِي اأْل َر‬ ِ ‫أَلَ ْم تَ َر أَ َّن هَّللا َ يَ ْس ُج ُد لَهُ َم ْن فِي ال َّس َما َوا‬
ِ ‫هُ ِم ْن ُم ْك‬ffffffَ‫ا ل‬ffffff‫ َذابُ ۗ َو َم ْن يُ ِه ِن هَّللا ُ فَ َم‬ffffff‫ ِه ْال َع‬ffffffْ‫ق َعلَي‬
‫ا ُء‬ffffff‫ا يَ َش‬ffffff‫ ُل َم‬ffffff‫ر ٍم ۚ إِ َّن هَّللا َ يَ ْف َع‬ffffff َّ ffffff‫ي ٌر َح‬ffffffِ‫اس ۖ َو َكث‬ ِ َّ‫۩ الن‬
Artinya  : “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di
langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang
melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah
ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun
yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. ”
Surat al-Hajj ayat 77
َ‫ون‬ffffffffُ‫ َر لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬ffffffffْ‫وا ْالخَ ي‬ffffffffُ‫دُوا َربَّ ُك ْم َوا ْف َعل‬ffffffffُ‫ ُجدُوا َوا ْعب‬ffffffff‫اس‬
ْ ‫وا َو‬ffffffffُ‫وا ارْ َكع‬ffffffffُ‫ا الَّ ِذينَ آ َمن‬ffffffffَ‫ا أَيُّه‬ffffffffَ‫۩ ي‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah 
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”
Surat al-Furqan ayat 60
‫ورًا‬fffffffُ‫ا َوزَا َدهُ ْم نُف‬fffffffَ‫ا تَأْ ُم ُرن‬fffffff‫ ُج ُد لِ َم‬fffffff‫رَّحْ ٰ َمنُ أَن َْس‬fffffff‫ا ال‬fffffff‫الُوا َو َم‬fffffffَ‫رَّحْ ٰ َم ِن ق‬fffffff‫ ُجدُوا لِل‬fffffff‫اس‬
ْ ‫ َل لَهُ ُم‬fffffff‫۩ َوإِ َذا قِي‬
Artinya  : “Dan  apabila  dikatakan  kepada mereka:  "Sujudlah  kamu  sekalian  kepada 
yang Maha Penyayang", mereka menjawab:"Siapakah yang Maha Penyayang itu? apakah
kami akan  sujud  kepada  Tuhan  yang  kamu  perintahkan  kami(bersujud  kepada-
Nya)?",  dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman)”
Surat an-Naml ayat 26
‫ش ْال َع ِظ ِيم‬
ِ ْ‫ر‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫و َربُّ ْال َع‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffُ
َ ‫ هَ إِاَّل ه‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffَ‫۩ هَّللا ُ اَل إِ ٰل‬
Artinya  :  “Allah,  tiada  Tuhan  yang  disembah  kecuali  Dia,  Tuhan  yang  mempunyai 
'Arsy yang besar"
Surat as-Sajdah ayat 15
َ‫تَ ْكبِرُون‬ffffff‫ ِد َربِّ ِه ْم َوهُ ْم اَل يَ ْس‬ffffff‫بَّحُوا بِ َح ْم‬ffffff‫ َّجدًا َو َس‬ffffff‫ رُّ وا ُس‬ffffffَ‫ا خ‬ffffffَ‫ا الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِّكرُوا بِه‬ffffffَ‫ؤ ِمنُ بِآيَاتِن‬ffffffُ
ْ ‫ا ي‬ffffff‫۩ إِنَّ َم‬
Artinya  :  “Sesungguhnya  orang yang benar benar  percaya kepada ayat ayat kami adalah
mereka yang apabila diperingatkan  dengan ayat  ayat itu mereka segera bersujud seraya
bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong"
Surat Shad ayat 24
‫وا‬ffُ‫وا َو َع ِمل‬ffُ‫ْض إِاَّل الَّ ِذينَ آ َمن‬
ٍ ‫هُ ْم َعلَ ٰى بَع‬f ‫ْض‬ُ ‫ا ِء لَيَ ْب ِغي بَع‬ffَ‫يرًا ِمنَ ْال ُخلَط‬ffِ‫ ِه ۖ َوإِ َّن َكث‬f‫اج‬ َ f ِ‫ؤَ ا ِل نَ ْع َجت‬f ‫كَ بِ ُس‬ff‫ ْد ظَلَ َم‬f َ‫ال لَق‬f
ِ ‫ك إِلَ ٰى نِ َع‬ َ fَ‫ق‬
‫اب‬ffffffffَ
َ ‫ا َوأَن‬ffffffffً‫ َّر َرا ِكع‬ffffffffَ‫تَ ْغفَ َر َربَّهُ َوخ‬ffffffff‫اس‬
ْ َ‫ا فَتَنَّاهُ ف‬ffffffff‫ا هُ ْم ۗ َوظَ َّن دَا ُوو ُد أَنَّ َم‬ffffffff‫ ٌل َم‬ffffffff‫ت َوقَلِي‬ ِ ‫الِ َحا‬ffffffff‫الص‬ َّ ۩
Artinya  :  “Daud  berkata  :  "Sesungguhnya  dia  Telah  berbuat  zalim  kepadamu 
dengan meminta  kambingmu  itu  untuk  ditambahkan  kepada  kambingnya.  dan 
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian  yang  lain,  kecuali  orang-orang  yang  beriman  dan 
mengerjakan  amal  yang saleh;  dan  amat  sedikitlah  mereka  ini".  dan  Daud 
mengetahui  bahwa  kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat”
Surat Fussilat ayat 37
َ‫ ُدون‬f ُ‫ ُجدُوا هَّلِل ِ الَّ ِذي خَ لَقَه َُّن ِإ ْن ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعب‬f ‫اس‬ ِ f‫س َواَل لِ ْلقَ َم‬
ْ ‫ر َو‬f َّ ِ‫ ُجدُوا ل‬f ‫ ُر ۚ اَل ت َْس‬f‫ ْمسُ َو ْالقَ َم‬f ‫الش‬
ِ ‫ ْم‬f ‫لش‬ َّ ‫ا ُر َو‬ffَ‫ ُل َوالنَّه‬f‫ ِه اللَّ ْي‬f ِ‫َو ِم ْن آيَات‬
Artinya  :  “Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  malam,  siang, 
matahari  dan bulan.  janganlah  sembah  matahari  maupun  bulan,  tapi  sembahlah 
Allah  yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah”
Surat An-Najm ayat 62
‫دُوا‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffُ‫ ُجدُوا هَّلِل ِ َوا ْعب‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫اس‬
ْ َ‫۩ ف‬
Artinya : “Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)”.
Surat al-Insyiqaq ayat 21
َ‫ ُج ُدون‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫رْ آنُ اَل يَ ْس‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffُ‫ئ َعلَ ْي ِه ُم ْالق‬
َ ‫ر‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
ِ ُ‫۩ َوإِ َذا ق‬
Artinya : “dan apabila al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud”.
Surat Al-'Alaq ayat 19
َ‫ ُج ْد َوا ْقت‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ هُ َوا ْس‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫۩ َكاَّل اَل تُ ِط ْع‬
ْ‫رب‬fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
ِ
Artinya  :  “Sekali-kali  jangan,  janganlah  kamu  patuh  kepadanya;  dan  sujudlah  dan
dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)”.
         
Biasanya di mushaf Al-Qur’an, untuk menandai bahwa ayat tersebut adalah ayat sajdah
maka terdapat tanda kubah masjid dan terdapat tulisan ٌ‫ َسجْ َدة‬  di sebelah ayat-ayat sajdah
tersebut. 

5. Cara Melakukan Sujud Tilawah


Sujud  tilawah dilakukan dengan  cara  bertakbir,  lalu  sujud  satu kali, kemudian  berdiri
lagi untuk melanjutkan shalatnya. Tetapi apabila seseorang sedang tidak shalat, lalu ia
mendengar bacaan  ayat  sajdah  maka...

Pengertian Puasa
Secara etimologis, puasa atau saum adalah imsak (menahan) diri dari sesuatu. Puasa Ramadhan
diwajibkan bagi seluruh umat muslim seperti yang tercantum dalam surat al-baqarah ayat 183. ''Hai
orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu. Agar kamu bertaqwa'' Kiranya sangat jelas bahwa puasa dalam ajang
menahan diri dari hawa nafsu atau jelasnya menahan dari segala yang dapat membatalkan diri
sepanjang hari dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Ada juga yang menafsirkan
bahwa puasa yakni menahan diri dari satu jengkal keatas pusar dan satu jengkal kebawah pusar, yang
memiliki konotasi menahan hawa nafsu perut dan menahan hawa nafsu sahwat. Dari kesemua artian
diatas menunjukan bahwa nilai atau esensi berpuasa memiliki makna yang dalam. Dari tinjauan
sosiologis, puasa dapat memberikan dampak yang positif kepada realita sosial. Sebagai contoh,
dengan adanya puasa ramadhan yang diwajibkan bagi seluruh umat muslim terkecuali yang
berhalangan seperti sakit yang parah, dalam perjalanan jauh, atau sudah lanjut usia yang denganya
dapat digantikan melalui membayar fidyah makan untuk orang-orang fakir. Keadaan ini didukung
dengan kondisi bangsa kita yang sedang dalam masa transisi menuju pencarian jati dirinya. Artinya
bahwa ditengah derasnya arus era globalisasi, modernisasi dan era transisi politik ini, bangsa kita
sedang diuji ketahanan imanya dalam kehidupan sosialnya. Dengan membawa semangat quran dan
sunnah, pada dasarnya bulan suci ramadhan ini ialah lumbung untuk mendapatkan pahala. Dengan
mendapatkan dalil dari normatif Islam yang menyebutkan bahwa pada bulan yang suci ini ialah masa
yang paling dinanti oleh umat muslim untuk berlomba mendapatkan pahala dan magfirah dari Allah
SWT. Momen ini tentu sangat disayangkan bila tidak disiasari bersama dan dijadikan bahan refleksi
menuju kearah yang progresif. Dengan mengacu pada nilai-nilai kebersamaan dan nilai-nilai ke
illahian Islam, maka sudah seharusnya umat muslim dapat mempergunakan waktu di bulan suci
ramadhan ini dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat. Apa yang ditakutkan oleh baginda
Rasulullah SAW, dalam sebuah hadist ''betapa banyak orang yang berpuasa, yang diperolehnya dari
puasa itu hanyalah lapar dan dahaga saja'' (H.R. Ibn Khuzaimah dan Tabrani). Pada bulan suci
ramadhan biasanya masjid-masjid di beberapa kota besar sering menghidangkan takjilan untuk
berbuka puasa, ditambah pengajian yang rutin dilaksanakan selepas ba'da isya'. Ditambah lagi
dengan adanya bulan suci ramadhan, para stasiun tv gencar menayangkan pengajian-pengajian yang
bernafaskan dakwah islami. Artinya bahwa momen satu kali setahun ini selalu dirindukan oleh para
umat Islam bahkan umat lainya, karna banyak sekali agenda-agenda yang sangat positif di dalam
bulan suci ramadhan. Ada beberapa aspek yang saya lihat sebagai dampak positif dari datangnya
bulan suci ramadhan ini. Pertama, bidang pendidikan. Pada bulan ramadhan yang sarat akan makna
dan nilai, terutama nilai yang dapat diambil dan dirasakan oleh kita ialah nilai-nilai moral. Terkait
dengan wajibnya menahan diri Sepanjang hari. Nilai inilah yang harus ditanamkan kepada anak-anak
kita dalam rangka membangun budi pekerti semanjak dini. Kedua, bidang ekonomi. Dalam bulan
suci ramadhan ini memanglah bulan yang amat sangat penuh berkah. Salah satu berkah yang dapat
dirasakan ini pada para pedagang atau para enterpreuner yang menjajakan baik itu makanan, pakaian,
dll. Kesemua sendi lapisan itu memiliki pangsa yang sama potensialnya. Bagaimana tidak, setiap
sore para penjaja makanan sangat dicari oleh masyarakat yang akan berbuka, pada pakaian terutama
menjelang hari raya sangat ramai pengunjung untuk mencerminkan rasa bersyukur atas datangnya
hari kemenangan. Dari berbagai aspek inilah maka dapst dikatakan bahwa bulan suci ramadhan ini
ialah bulan yang penuh berkah. Selamat memunaikan ibadah puasa..

Pengertian Zakat
Zakat termasuk Rukun Islam Ke-4
Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Muslim untuk diberikan
kepada golongan yang berhak menerima, seperti fakir miskin dan semacamnya, sesuai
dengan yang ditetapkan oleh syariah. Zakat termasuk rukun Islam ke-4 dan menjadi salah
satu unsur paling penting dalam menegakkan syariat Islam.
Oleh karena itu, hukum zakat adalah wajib bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu. Zakat juga merupakan bentuk ibadah seperti shalat, puasa, dan lainnya dan
telah diatur dengan rinci berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.

Perhitungan Zakat
Cara Menghitung Zakat
1. Zakat Fitrah
Zakat Fitrah per orang = 3,5 liter x harga beras per liter. Contoh: harga beras yang biasa
kamu makan sehari-hari Rp 10.000 per liter, maka zakat fitrah yang harus dibayar per orang
sebesar Rp 35.000. Jika dihitung dari segi berat, maka zakat fitrah per orang = 2,5 kg x
harga beras per kg.
2. Zakat Maal
Zakat Maal = 2,5% x jumlah harta yang tersimpan selama 1 tahun. Menghitung nisab zakat
maal = 85 x harga emas pasaran per gram.
Contoh: Umi punya tabungan Rp 100 juta, deposito Rp 200 juta, rumah kedua yang
dikontrakkan senilai Rp 500 juta, dan emas perak senilai Rp 200 juta. Total harta yang
dimiliki Rp 1 miliar. Semua harta sudah dimiliki sejak 1 tahun lalu.
Misal harga 1 gram emas sebesar Rp 600 ribu, maka batas nisab zakat maal 85 x Rp 600
ribu = Rp 51 juta. Karena harta Umi lebih dari limit nisab, maka ia harus membayar zakat
maal sebesar Rp 1 miliar x 2,5% = Rp 25 juta per tahun.
3. Zakat penghasilan
Untuk mengetahui zakat penghasilanmu, kurangi total pendapatan dengan utang. Lalu
hasilnya dikali 2,5%. Nisab zakat penghasilan adalah 520 x harga makanan pokok. 
Contoh: Irman menerima gaji bulanan Rp 7 juta. Punya utang cicilan motor sebesar Rp
1 juta. Maka sisa penghasilan tersebut masih Rp 6 juta. Di sisi lain, rata-rata harga beras 1
kg adalah Rp 10 ribu. Jadi batas nisab zakat penghasilan 520 x Rp 10 ribu = Rp 5,2 juta.
Karena sisa gajimu sudah melebihi batas nisab, maka zakat penghasilan yang wajib dibayar
adalah Rp 6 juta x 2,5% = Rp 150 ribu. 

Penerima Zakat
Yang Berhak Menerima Zakat
Siapa saja yang berhak menerima zakat? Yang berhak mendapatkan zakat menurut kaidah
Islam dibagi menjadi 8 golongan. Golongan-golongan tersebut adalah:
1. Fakir
Golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidupnya.
2. Miskin
Golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan dasar
untuk hidupnya.
3. Amil
Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Mu'alaf
Orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan memerlukan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
5. Hamba Sahaya
Orang yang ingin memerdekakan dirinya.
6. Gharimin
Orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhannya, dengan catatan bahwa kebutuhan
tersebut adalah halal. Akan tetapi tidak sanggup untuk membayar utangnya.
7. Fisabilillah
Orang yang berjuang di jalan Allah.
8. Ibnus Sabil
Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya dalam ketaatan kepada Allah.
Dari pembahasan di atas, kamu pasti sudah dapat mengetahui apakah kamu termasuk orang
yang harus membayar zakat atau yang berhak menerima zakat. Dengan memenuhi
kewajiban Anda sebagai umat Muslim untuk membayar zakat, tentu saja banyak kebaikan
yang bisa didapat. Beberapa kebaikan tersebut di antaranya adalah:
 Mempererat tali persaudaraan antara masyarakat yang kekurangan dengan yang
berkecukupan
 Mengusir perilaku buruk yang ada pada seseorang
 Sebagai pembersih harta dan menjaga seseorang dari ketamakan harta
 Ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadamu
 Untuk pengembangan potensi diri bagi umat Islam

A. Syarat, Rukun, Wajib Dan Sunat Haji Dan Umrah


1. Syarat Haji dan Umrah
 a. Pengertian Syarat
 Menurut bahasa adalah (‫ )ربط‬yang artinya mengikat. Ibnu Manzhur dalam Lisan al-
Arab menjelaskan bahwa Syarat adalah:

]1[ ُ‫ش ْي ِئ َوا ْلتِ َزا ُمه‬


َ ‫ما َ يَ ْلزَ ُم ال‬ 

 Artinya:
 Yang mengharuskan sesuatu dan menjadikan keharusannya.
 Menurut Istilah fikih, syarat sering diartikan sebagai berikut:

ِ ِ‫ِل َذات‬
]2[.‫ه‬ ‫َما يَ ْلزَ ُم ِمنْ َع َد ِم ِه ال َع َد ُم َوالَ يَ ْل َز ُم ِمنْ ُو ُج ْو ِد ِه ُو ُج ْو ٌد َوالَ َع َد ٌم‬ 

 Artinya:
 Ketiadaan sesuatu tidak mengharuskan ketiadaan yang lain dan adanya dia tidak
mengharuskan ada dan tidak adanya yang lain.
 b. Syarat wajib Haji dan Umrah
 Syarat wajib Haji dan Umrah menurut pandangan jumhur fuqaha adalah:
 1) Islam
 2) baligh
 3) berakal sehat
 4) merdeka (bukan hamba sahaya), dan
 5) mampu (istitha’ah).
 Syarat tersebut di atas disepakati oleh empat mazhab kecuali Imam Malik yang
menyatakan syarat wajib haji dan umrah hanya satu yaitu Islam.[3]
 c. Syarat sahnya haji dan umrah
 Mengenai syarat sahnya haji dan umrah terdapat beberapa pendapat di kalangan
ulama:
 1) Menurut Mazhab Hanafi, syarat sahnya haji dan umrah adalah:
 a) Islam
 b) Ihram
 c) Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang tepat
 2) Menurut Mazhab Maliki
 Syarat sahnya haji dan umrah hanya satu, yaitu Islam.[4]
 3) Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, syarat sahnya haji dan umrah adalah:
 a) Islam, maka tidak sah hajinya/umrahnya orang selain muslim
 b) Mumayyiz (sudah dapat membedakan antara yang baik dan buruk), anak yang
belum mumayyiz tidak sah hajinya/umrahnya.
 c) Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
 Empat Imam Mazhab sepakat mensahkan wali bagi si anak yang belum mumayyiz
mewakili ihramnya, menghadirkannya di Arafah, meluntar jamrah baginya serta
membawanya thawaf dan sa’i.[5]
 2. Rukun Haji
 a. Pengertian Rukun
 Menurut bahasa (‫ركن‬qq‫ )ال‬berarti sisi/unsur pokok dari sesuatu.[6] Adapun menurut
istilah rukun adalah:

]7 [ .‫ام‬
ِ َ‫القِي‬ َّ ‫ش ْي ُئ ِمنَ التَّقَ ُّو ِم إِ ْذ قَ َّوا ُم ال‬
َ‫ش ْي ِئ بِ ُر ْكنِ ِه الَ ِمن‬ َّ ‫َما يَقُ ْو ُم بِ ِه َذالِكَ ال‬ 

 Artinya:
 Apa yang menopang berdirinya sesuatu, karena sesuatu itu berdiri dengan unsur
pokoknya (rukun) bukan karena berdiri sendiri.
 b. Rukun Haji
 Rukun haji adalah amalan-amalan haji yang apabila ditinggalkan maka batal hajinya.
Dalam hal ini, di antara para fuqaha terdapat perbedaan pendapat;
 1) Menurut Mazhab Hanafi, rukun haji ada dua, yaitu:
 a) wukuf di Arafah; dan
 b) Empat kali putaran dalam thawaf ifadhah sedangkan tiga kali putaran lainnya
sekedar wajib.[8]
 2) Menurut Mazhab Maliki dan Hambali, rukun haji ada empat, yaitu:
 a) ihram
 b) thawaf ifadhah
 c) sa’i, dan
 d) wukuf di Arafat (hari Arafah).[9]
 3) Menurut Mazhab Syafi’i ada enam,yaitu:
 a) Ihram;
 b) Thawaf Ifadhah;
 c) Sa’i
 d) Wukuf di Arafat (hari Arafah).
 e) Memotong/menggunting rambut
 f) Tertib
 Yang dimaksud tertib di sini adalah mendahulukan ihram dari semua amalan haji.
Melaksanakan wukuf sebelum thawaf Ifadhah dan menggunting rambut, melaksanakan
thawaf Ifadhah sebelum sa’i kecuali yang telah sa’i pada waktu thawaf qudum (bagi yang
melaksanakan haji ifrad atau qiran), maka setelah thawaf ifadhah tidak diharuskan sa’i lagi.
[10]
 c. Rukun Umrah
 Mengenai rukun umrah juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, di
anatarnya adalah;
 1) Menurut Mazhab Syafi'i ada lima yaitu:
 a) Ihram
 b) Thawaf
 c) Sa'i
 d) Memotong/menggunting rambut
 e) Tertib
 2) Menurut Mazhab Maliki dan Hambali ada tiga, yaitu :
 a) Ihram
 b) Thawaf
 c) Sa'i
 3) Menurut Mazhab Hanafi yaitu empat putaran thawaf, sedangkan yang tiga putaran
lainnya hukumnya wajib.[11]
 Rukun haji atau umrah kalau ditinggalkan haji atau umrahnya belum selesai (tidak
sah).
 3. Wajib Haji dan Umrah
 Wajib haji atau umrah adalah sesuatu hal yang apabila ditinggalkan sah haji atau
umrahnya akan tetapi wajib membayar dam.
 a. Pengertian Wajib

 Menurut bahasa wajib adalah (‫ولزم‬ ‫ )ثبت‬artinya keharusan dan kepastian.[12]


 Menurut istilah adalah perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan
apabila ditinggalkan mendapat dosa.[13]
 Wajib (haji/umrah) berbeda dengan rukun, karena apabila wajib haji dan wajib umrah
ditinggalkan hajinya tetap sah, akan tetapi wajib membayar dam.
 b. Wajib Haji
 1) Menurut Mazhab Hanafi ada lima, yaitu:
 a ) Sa'i
 b ) Mabit (keberadaan) di Muzdalifah
 c ) Meluntar jamaah
 d ) Menggunting/ memotong rambut
 e ) Thawaf Wada'.[14]
 2) Menurut Mazhab Maliki ada lima, yaitu :
 a) Mabit (keberadaan) di Muzdalifah
 b) Mendahulukan meluntar jamrah aqabah dan menggunting rambut dan thawaf
ifadhah pada hari Nahr (10 Dzulhijjah)
 c) Mabit di Mina pada hari Tasyriq (11 s/d 13 Dzulhijjah)
 d) Meluntar jamrah pada hari Tasyriq
 e) Menggunting/memotong rambut
 3) Menurut Mazhab Syafi'i ada lima, yaitu:
 a) Ihram
 b) Mabit di Muzdalifah
 c) Meluntar jamrah aqabah (10 Dzulhijjah)
 d) Mabit di Mina dan meluntar jamrah pada hari hari Tasyriq
 e) Menjauhi larangan-Iarangan ihram.[15]
 4) Menurut Mazhab Hambali ada tujuh, yaitu :
 a) Ihram dari miqat
 b) Wukuf di Arafah sampai mencapai malam hari
 c) Mabit di Muzdalifah
 d) Mabit di Mina
 e) Melontar jamrah
 f) Memotong menggunting rambut
 g) Thawaf wada'.[16]
 c. Wajib Umrah
 Para fuqaha berbeda pendapat mengenai wajib umrah;
 1) Menurut kalangan Syafi’iyah wajib umrah ada dua, yaitu ihram dari miqat dan
menghindari semua larangan-Iarangan ihram.[17]
 2) Menurut kalangan Hanafiyah, yaitu Sa’i di antara Shafa-Marwah dan memotong
atau mencukur sebagian rambut.[18]
 Pada dasarnya sama dengan wajib haji menurut tiap-tiap mazhab kecuali wukuf,
mabit dan meluntar jamrah, karena hal ini hanya ada dalam haji.
 4. Sunat Haji dan Umrah

 Sunat menurut bahasa(‫ن‬


ِ ‫ال ِّد ْي‬ ‫سلُو َكةُ في‬
ْ ‫ )الطَّ ِريقَةُ ا ْل َم‬artinya : jalan yang ditempuh.
[19]
 Menurut istilah adalah amalan-amalan yang apabila dilaksanakan mendapatkan
pahala dan apabila ditinggalkan tidak dikenakan apa-apa.[20]
 Sunat haji dan umrah akan diuraikan sesuai dengan rangkaian masing-masing
kegiatan dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, mulai ihram, thawaf, sa’i, bercukur,
wukuf, mabit di Muzdalifah/Mina dan meluntar jamrah serta menyembelih binatang (hadyu)
dan amalan-amalan lainnya yang akan dijelaskan secara rinci pada pembahasan selanjutnya.

Ketentuan shadaqah,hibah,dan hadiah


1. Pengertian shodaqoh

Shadaqoh adalah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan dari seseorang kepada orang lain
atau dari suatu pihak kepihak lain tanpa mengharapkan apa-apa kecuali ridha Allah SWT.
Sebenarnya pengertian shadakoh sangatlah luas sebab segala sesuatu yang kita berikan
berupa kebaikan ataupun yang bermanfaat, baik kepada manusia ataupun binatang adalah
shadaqoh. Demikian pula luasnya pengertian shadaqoh tidak hanya berbentuk harta ataupun
materi, tetapi juga yang immateri(rhohaniyah). Semua yang kita berikan adalah cabang dari
shadaqah , termasuk zakat adalah shadaqah (QS. At-Taubah : 60), senyum kebaikan adalah
shadaqah dll.adapun rukun dan syarat shadaqoh antara lain:

a) Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk
mentasharrufkan (mengedarkanya).

b) Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi
kepada.anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena
keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
c) Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan
qobul ialah pernyataan orang yang menerima pemberian.

d) Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat di jual atau dapat dimanfaatkan.

Adapun hukum shadaqah wajib apa bila sudah ditentukan ukuran, bentuk dan waktunya
seperti halnya zakat, dan sunnah muakkadah bila tidak ditentukan jumlah dan waktunya.
2. Pengertian Hibah
Hibah adalah pemberian sesuatu barang dari seseorang kepada orang lain tanpa suatu sebab,
tanpa adanya ikatan apa-apa dan tidak mengharapkan imbalan kecuali ridha Allah SWT.
Dari segi bentuknya hibah ini berbentuk materi atau barang yang bisa bertahan lama.
Sedangkan obyek yang diberinya bersifat perorangan bukan organisasi. Adapun dari segi
macamnya hibah terbagi menjadi dua yaitu: pertama, hibah benda yaitu, menghibah kan
suatu benda untuk memilikinya. Kedua, hibah manfaat suatu benda atau barang tetapi status
kepemilikan tetap pada pemberi. Adapun rukun dan syarat hibah antara lain:
ü Rukun Hibah
a) Orang yang memberikan hibah (wahib)
b) Orang yang diberi hibah (mauhub lahu)
c) Barang yang dihibahkan (mauhub)
d) Akad (ijab qobul)
ü Syarat Hibah
a) Syarat wahib
ü Baligh dan berakal
ü Dilakukan atas kemauan sendiri
ü Dapat melakukan tindakan hokum
ü Pemilik barang yang dihibahkan
b) Syarat mauhub
ü Jelas ada wujudnya tidak samar
ü Mempunyai nilai atau harga tertentu
ü Barang yang dihibahkan benar-benar barang milik orang yang menghibahkan
c) Syarat mauhub lahu
ü Terbukti adanya pada saat dilakukan hibah (ijab qobul
ü Benar-benar berhak memiliki sesuatu yang dihibahkan
3. Pengertian Hadiah
Hadiah adalah pemberian suatu barang oleh seseorang kepada orang lain untuk memuliakan
atau sebagai penghormatan atau penghargaan kepada yang di beri. Adapun hukumnya
adalah boleh. Tetapi ada pula hadiah yang dilarang oleh agama, yaitu hadiah yang mengarah
pada risywah atau suap. Rosulullah SAW. Bersabda:

‫ رواه ابو د ود‬.‫من استعملنا ه عمل فر ز قنا ه رزقا فمااخد بعدذدلك فهو غلول‬.
“Barangsiapa yang kami pekerjakan pada suatu pekerjaan, kemudian kami beri gaji, maka
apa yang diimbalkan lebih dari itu berarti suatu penipuan.” (HR. Abu Daud)
Adapun Rukun dan syarat hadiah antara lain:
1. Rukun Hadiah
ü Pemberi
ü Penerima
ü Ijab qobiul
ü Barang atau benda yang diberikan
2. Syarat – syarat Hadiah
ü Orang yang member hadiah sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain
ü Penerima hadiah bukanlah orang yang memintanya.artinya hadiah yang diberikan kepada
yang memintanya tidak termasuk hadiah
ü Barang yang di hadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya
B. Hikmah shadaqah, Hadiah, Hibah
Banyak sekali hikmah atau manfaat shadaqah, hibah, dan hadiah, antara lain sebagaimana
dijelaskan di bawah ini
a. Kebiasaan bershodaqoh merupakan sumber kebaikan pada diri seseorang
b. Mengikat masyarakat dengan ikatan kasih saying dan persaudaraan yang erat
c. Shadaqah dapat lebih memper erat tali persaudaraan atau silaturahmi
C. Perbedaan dan persamaan shadaqoh dan Hadiah
a. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang
yang berprestasi.
b. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya,
sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang
dihormati.
c. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah
hukumnya mubah (boleh).
Ketentuan makanan halal dan haram
Syekh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim dalam kitabnya Shahih Fiqih Sunnah
menyebutkan bahwa makanan dan minuman menjadi haram karena salah satu dari lima
sebab berikut;
1. Membawa mudharat pada badan dan akal (sebagaiman disinggung pada kaidah ketiga di
edisi lalu),
2. Memabukkan. Merusak akal, dan menghilangkan kesadaran (seperti khamr dan narkoba),
3. Najis atau mengandung najis,
4. Menjijikkan menurut pandangan orang kebanyakkan yang masih lurus fitrahnya, dan
5. Tidak diberi idzin oleh syariat karena makanan/minuman tersebut milik orang lain.
Artinya haram mengkonsumsinya tanpa seidzin pemiliknya.
Jenis-jenis Makanan dan Minuman Yang Diharamkan
Salah satu kaidah yang masyhur dalam urusan makanan adalah bahwa segala sesuatu
hukumnya halal, kecuali yang disebutkan pengharamannya dalam al-Qur’an dan hadits
Nabi. Oleh karena itu di sini akan disebutkan jenis-jenis makanan yang haram sebagai
disebutkan dalam al-Qur’an dan al-hadits.
1. Bangkai
Yaitu hewan yang mati tanpa melalui proses penyembelihan yang syar’i. Dalil pengharaman
bangkai adalah firman Allah dalam surah Al-an ‘Am ayat 145:
‫قًا‬f‫ير فَإِنَّهُ ِرجْ سٌ أَوْ فِ ْس‬ ْ َ‫طا ِع ٍم ي‬
ِ f‫فُوحًا أَوْ لَحْ َم ِخ‬f‫ط َع ُمهُ إِاَّل أَن يَ ُكونَ َم ْيتَةً أَوْ َد ًما َّم ْس‬
ٍ ‫نز‬f َ ‫ي ُم َح َّر ًما َعلَ ٰى‬ َّ َ‫قُل اَّل أَ ِج ُد فِي َما أُو ِح َي ِإل‬
‫ ِه‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffِ‫ر هَّللا ِ ب‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffْ
ِ ‫ َّل لِ َغي‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫أُ ِه‬ ۚ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah”.
Termasuk kategori bangkai adalah setiap hewan yang mati secara tidak wajar, tanpa
disembelih secara syar’i, yakni (a) Hewan yang mati karena tercekik [al-munkhaniqah], (b)
Hewan yang mati karena dipukul [al-mauqudzah], (c) Al-Mutaraddiyah, yaitu Hewan yang
mati karena terjatuh dari tempat yang tinggi, (d) An-Nathihah, yaitu hewan yang ditanduk
oleh hewan lain, lalu mati, dan (e) Hewan yang dimangsa atau diterkam oleh binatang buas.
Jika suatu hewan mati karena salah satu dari kelima sebab diatas, maka haram memakannya.
Kecuali jika masih hidup dan sempat disembelih, maka ia menjadi halal. Dalil larangan
untuk hewan yang mengalami kelima kondisi diatas adalah surah Al-Maidah ayat 3:
‫بُ ُع إِاَّل‬f‫الس‬ َ f‫ا أَ َك‬ff‫يحةُ َو َم‬
َّ ‫ل‬f َ ‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هَّللا ِ بِ ِه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُو َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّديَةُ َوالنَّ ِط‬ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ‬
ِ ‫نز‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
ٌ fffffffffffffff‫ۚ ٰ َذلِ ُك ْم فِ ْس‬ ‫اأْل َ ْزاَل ِم‬fffffffffffffffِ‫ ُموا ب‬fffffffffffffff‫ب َوأَن تَ ْستَ ْق ِس‬
‫ق‬ ِ fffffffffffffff‫ص‬ ُ ُّ‫ا ُذبِ َح َعلَى الن‬fffffffffffffff‫ا َذ َّك ْيتُ ْم َو َم‬fffffffffffffff‫ َم‬ ۗ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan
anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.. . “ (Qs:5:3)
Ayat tersebut sekaligus menjadi dalil keharaman jenis makanan yang akan disebutkan
selanjutnya.
Faidah (1) Termasuk bangkai adalah bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih
hidup. Maksudnya;hewan tersebut tidak disembelih. Tapi hanya dipotong tubuh tertentu
saja, paha misalnya. Maka bagian tubuh yang dipotong itu termasuk bangkai dan tidak halal
dimakan. Hal ini berdasakan sabda Nabi yang mengatakan bahwa, “Ma Quthi’a minal
bahimati wa hiya hayyah fa huwa maytatun, Bagian tubhuh yang terpotong dari hewan yag
masih hidup termasuk bangkai”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Faidah (2) Ada dua bangkai yang dikecualikan (tidak haram), yakni ikan (hewan laut) dan
belalang. Dasarnya adalah perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Telah dihalalkan
untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah
ikan dan belalang, . . “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad). Lalu bagaimana jika
kita menemukan ikan atau hewan laut lainnya yang terapung di atas permukaan air? Apakah
halal dikonsumsi atau tidak? Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama. Namun yang
paling rajih (kuat) adalah pendapat yang mengatakan ke-halal-an nya. Kecuali jika terbukti
secara medis bahwa ikan yang terapung itu sudah rusak dan membahayakan kesehatan atau
mengeluarkan bau busuk, maka mengindari dan meninggalkannya lebih utama. Karena hal
itu lebih selaras dengan kaidah syari’ah yang mengaramkan setiap makanan yang buruk dan
menjijikkan.
2. Darah yang mengalir
Tidak halal mengkonsumsi darah yang dialirkan atau ditumpahkan. Ha ini berdasarkan
firman Allah pada surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An ‘am ayat 146;
‫ َّد ُم‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ةُ َوال‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffَ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيت‬
ْ ‫رِّ َم‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffُ‫… ح‬.. ۚ
““Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, . . . “ (Terj. Qs:5:3).
َّ َ‫ا أُو ِح َي إِل‬ffff‫ ُد فِي َم‬ffff‫ل اَّل أَ ِج‬ffffُ‫ ق‬. . . .
ْ َ‫ا ِع ٍم ي‬ffffَ‫ا َعلَ ٰى ط‬ffff‫ي ُم َح َّر ًم‬
‫فُوحًا‬ffff‫ا َّم ْس‬ffff‫ةً أَوْ َد ًم‬ffffَ‫ونَ َم ْيت‬ffff‫ هُ إِاَّل أَن يَ ُك‬ffff‫ط َع ُم‬
“. . ., kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir. . . “ (Terj. Qs. 6:146)
Adapun darah yang sedikit semisal yang tersisa pada daging sembelihan, maka hal itu
dimaafkan. Selain itu dikecualikan pula hati dan limpa, sebagaimana dalam atsar Ibnu Umar
yang diriwayatkan Ibnu Maajah dan Ahmad diatas, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam
bangkai dan dua macam darah. . . . Dan adapun dua macam darah adalah hati dan limpa “
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad).
3. Daging Babi
Berdasarkan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 146:
‫ير‬
ِ ‫نز‬fffffffffffffffffffffffffff
ِ ‫ َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ‬fffffffffffffffffffffffffff‫ةُ َوال‬fffffffffffffffffffffffffffَ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيت‬ ْ ‫ ِّر َم‬fffffffffffffffffffffffffffُ‫……… ح‬. 
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, …” (Terj. Qs. 5:3),
‫ير‬
ٍ ‫نز‬fff ْ َ‫اع ٍم ي‬fff
ِ ‫فُوحًا أَوْ لَحْ َم ِخ‬fff‫ا َّم ْس‬fff‫ةً أَوْ َد ًم‬fffَ‫ونَ َم ْيت‬fff‫ هُ إِاَّل أَن يَ ُك‬fff‫ط َع ُم‬ ِ ‫ط‬ َ ‫ا َعلَ ٰى‬fff‫ي ُم َح َّر ًم‬ َّ َ‫ا أُو ِح َي إِل‬fff‫ ُد فِي َم‬fff‫ل اَّل أَ ِج‬fffُ‫… ق‬.. ۚ
“,. . kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, daging babi, . . “ (Terj.
Qs. 6: 146).
Penyebutan ‘daging’ mencakup seluruh bagian tubuhnya, baik daging, lemak, tulang,
rambut, dan sebagainya. “Tidak ada perselisihan diantara ulama tentang haramnya babi;
dagingnya, lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya”, demikian penegasan Penulis kitab
Shahih Fiqih Sunnah. Ini termasuk dalam kaidah ‘dzikrul ba’dh yuradu bihil kull’,
Menyebutkan sebahagian, tapi yang dimaksud adalh keseluruhan. Jadi hanya disebutkan
daging, yang dimaksud seluruh bagian tubuh babi. Karena biasanya yang dimakan dari
hewan adalah dagingnya.
4. Hewan yang disembelih Tanpa Menyebut nama Allah atau Menyebut Selain Nama Allah
Dasar pengharamannya adalah surah al-maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 121:
ِ ‫ َّل لِ َغي‬fffffffffff‫ا أُ ِه‬fffffffffff‫ير َو َم‬
‫ ِه‬fffffffffffِ‫ر هَّللا ِ ب‬fffffffffffْ ‫ َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ‬fffffffffff‫ةُ َوال‬fffffffffffَ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيت‬
ِ ‫نز‬fffffffffff
ِ ْ ‫ ِّر َم‬fffffffffffُ‫… ح‬.. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah,. . . “ (Terj. Qs:5:3)
ْ ُ‫أْ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم ي‬ffffffffffffffffffffffffَ‫َواَل ت‬
ٌ ffffffffffffffffffffffff‫ ِه َوإِنَّهُ لَفِ ْس‬ffffffffffffffffffffffff‫ ُم هَّللا ِ َعلَ ْي‬ffffffffffffffffffffffff‫ذ َك ِر ا ْس‬ffffffffffffffffffffffff
‫ق‬
“Dan janganlah kamu memakan -hewan-hewan- yang tidak disebut nama Allah saat
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan semacam itu termasuk kefasikan”. (Terj. Qs.
6:121).
Oleh karena itu, tidak dihalakan mengkonsumsi semeblihan orang kafir, orang musyrik, atau
orang Majusi. Sebab sembelihan mereka tidak sah karena tidak menyebut nama Allah.
Adapun sembelihan Ahli Kitab boleh dimakan, selama tidak diketahui bahwa mereka
menyembelih dengan menyebut nama selain Allah. “Dan makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi kitab itu halal bagimu”, kata Allah dalam surah Al-Maidah ayat 5 (Lih.
Terj. Qs.5:5).
Bagaimana dengan daging dan makanan olahan dari daging yang diimpor dari negeri non
Muslim?
a. Jika yang diimpor dari negeri non Muslim berupa daging-daging hewan laut, maka halal
dimakan. Karena hewan laut boleh dimakan tanpa disembelih, baik ditangkap oleh Muslim
maupun non Muslim.
b. Apabila yang diimpor adalah unggas dan daging hewan darat yang halal dimakan, seperti
ayam, bebek, sapi, kambing, kelinci, dan sebagainya; maka dilihat negara asalnya. Jika
berasal dari negeri yang mayoritas penduduknya menganut paham atheis, beragama majusi,
penyembah berhala (paganisme), maka daging-daging dari negeri tersebut tidak halal.
Adapun jika berasal dari negeri-negeri yang penduduknya mayoritas penganut Yahudi dan
Nasrani (Ahli Kitab), dihalakan dengan dua syarat: Pertama, Disembelih secara syar’i
(sembelihan ahli kitab halal dimakan); Kedua, Tidak diketahui, mereka menyebut selain
nama Allah ketika menyembelihnya.
Akan tetapi; Sebagian negara eksportir yang biasa mengekspor ke negeri Muslim melibatkan
ummat Islam dalam proses penyembelihan dan disembelih secara syar’i. Oleh karena itu jika
ada pengakuan (yang telah dichek kebenarannya) dari negara pengekspor, bahwa hewan
tersebut disembelih secara syariat, halal memakannya. Tetapi jika terbukti, dari berbagai
temuan dan fakta yang ada, negara-negara tersebut tidak menyembelihnya menurut syari’at
Islam, tidak halal dimakan. Adapun sekadar label halal atau tulisan ‘disembelih menurut
syari’at Islam” yang tertemepel pada kemasan daging tersebut, maka tidak dapat dijadikan
standar.
c. Keju impor yang berasal dari negeri ahli kitab yang memproduksi keju dari lemak hewan
yang halal dikonsumsi, maka boleh bagi kaum Muslimin memakannya. Tetapi jika mereka
memproduksi keju dari lemak hewan yang haram dimakan seperti Babi, maka keju dari
negeri tersebut haram dikonsumsi.
5. Hewan Yang Disembelih Untuk Berhala.
Dasarnya adalah firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3;
‫ب‬ ُ ُّ‫ا ُذبِ َح َعلَى الن‬fffffffffffffffffffffffff‫ةُ ……… َو َم‬fffffffffffffffffffffffffَ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيت‬
ِ fffffffffffffffffffffffff‫ص‬ ْ ‫ ِّر َم‬fffffffffffffffffffffffff‫… ُح‬. 
“Dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”. (Terj. Qs.5:3).
Ini mencakup semua binatang yang disembelih untuk untuk kuburan, sesajen yang
dilabuhkan ke laut, tumbal proyek pembangunan jembatan atau jalan, tugu peringatan yang
disembah sebagai tanda dan simbol bagi sesembahana selain Allah, atau sebagai perantara
kepada Allah. Hewan yang disembelih untuk berhala haram dikonsumsi meskipun
disembelih dengan menyebut nama Allah. Jika tidak menyebut nama Allah saat
menyembilhnya (misalnya menyebut nama berhala yang kan dituju), maka lebih haram lagi.
Karena menggabungkan dua sesab keharaman sekaligus. Sembelihan atas nama selain Allah
dan untuk selain Allah. (sym)

Ketentuan Menyembelih Hewan Sesuai Syariat Islam


Menyembelih hewan untuk makan dalam islam biasa di sebut dengan adz-Dzakaah. Adz-
Dzakaah berarti membuat baik dan wangi.
Jadi di dalam menyembelih hewan untuk makan kaum muslim di syariatkan dengan baik
dengan cara dzabh maupun nahr.• Sebab hewan yang boleh dimakan kecuali ikan dan
belalang, tidak boleh langsung dimakan sesuatu pun darinya kecuali setelah disembelih.
Alat menyembelih hewan.
Dalam menyembelih hewan memang disyariatkan dengan mmenggunakan pisau yang sudah
di tajam kan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan hadist yang berbunyi.
Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Dua hal yang aku hafal dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
ِ fُ‫ فَ ْلي‬.ُ‫ ْف َرتَه‬f‫ ُد ُك ْم َش‬f‫ َّد أَ َح‬f‫ َو ْلي ُِح‬.‫ ِّذ ْب َح‬f‫نُوا ال‬f‫ َوإِ َذا َذبَحْ تُ ْم فَأَحْ ِس‬.َ‫ة‬fَ‫نُوا ْالقِ ْتل‬f‫إ ِ َذا قَت َْلتُ ْم فَأَحْ ِس‬fَ‫ ف‬.‫ ْي ٍء‬f‫َب ْا ِإلحْ َسانَ َعلَ ٰى ُك ِّل َش‬
ْ‫رح‬f َ ‫إِ َّن هللاَ َكت‬
ُ‫ َذبِي َْحتَه‬.
‘Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu. Apabila engkau
membunuh, maka hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan jika engkau
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaknya seorang
menajamkan pisau dan menenangkan hewan sembelihannya itu.’”
Namun bila pisau yang tajam tak ada maka boleh digunakan alat lainnya yang bisa melukai
hewan bahkan batu pun boleh di gunakan.
Dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu:
‫ فَ ُسئِ َل النَّبِ ُّي صلى هَّللا عليه وسل ع َْن ذلِكَ فَأ َ َم َر بِأ َ ْكلِهَا‬،‫ت َشاةً بِ َح َج ٍر‬
ْ ‫أَ َّن ا ْم َرأَةً َذبَ َح‬.
“Bahwasanya ada seorang wanita menyembelih kambing dengan batu, kemudian hal itu
ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun memerintahkan
untuk memakannya.”
Dalam hadist lain juga dijelaskan
Dari ‘Abayah bin Rifa’ah dari kakeknya, bahwasanya ia berkata, “Wahai Rasulullah, kami
tidak mempunyai pisau.” Maka beliau bersabda:
ْ ‫ َوأَ َّما الس ُِّّن فَ َع‬،‫الظفُ ُر فَ ُمدَى ْال َحبَ َش ِة‬
‫ظ ٌم‬ ُّ ‫الظفُ َر َوالس َِّّن أَ َّما‬
ُّ ‫ْس‬
َ ‫ لَي‬، ْ‫ َما أَ ْنهَ َر ال َّد َم َو ُذ ِك َر ا ْس ُم هللاِ فَ ُكل‬.
‘(Alat) apa saja yang dapat mengalihkan darah dan disebut Nama Allah (pada saat
menyembelih) maka makanlah (sembelihan itu), asalkan tidak menggunakan kuku dan gigi.
Adapun kuku adalah pisaunya orang Habasyah sedangkan gigi merupakan tulang.’”
Cara Menyembelih Hewan dan Sifatnya.
Berdasarkan sifatnya Islam membagi jenis hewan dalam dua jenis.
a. Hewan yang dapat di sembelih
Untuk hewan jenis ini maka hewan tersebut disembelih pada lehernya dan pangkal lehernya.
b. Hewan yang tidak dapat di sembelih
Untuk jenis hewan ini maka hewan tersebut dilukai sesuai dengan kemampuan.
Adapun beberapa hadist yang menerangkan cara menyembelih hewan.
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu a’nhu, ia berkata:
ِ ‫اَل َّذ َكاةُ فِي ْال َح ْل‬.
‫ق َواللَّبَّ ِة‬
“Menyembelih itu pada leher dan pangkal lehernya.”
Dari Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Anas, ‫رضي هللا عنهم‬:
َ ْ‫س فَالَ بَأ‬
‫س‬ َ ‫إِ َذا قَطَ َع الر َّْأ‬.
“Apabila ia memotong lehernya, maka tidak mengapa.”
Dari Rafi’ bin Khudaij, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
besok akan bertemu musuh dan kami tidak mempunyai pisau.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pun bersabda:
ُّ ‫ َوأَ َّما‬،‫ظ ٌم‬
‫ دَى‬f‫ ُر فَ ُم‬fُ‫الظف‬ ِّ ‫ أَ َّما‬f: َ‫أ ُ َح ِّدثُك‬f‫ َو َس‬،‫ َر‬fُ‫الظف‬
ْ ‫ َّن فَ َع‬f‫الس‬ ُّ ‫ َّن َو‬f‫الس‬ ْ ‫ َر‬f‫ َّد َم َو ُذ ِك‬f‫ َر ال‬fَ‫ا أَ ْنه‬ff‫ َم‬-‫أَوْ أَرْ نِى‬- ْ‫أَ ْع َجل‬
َ ‫ لَي‬، ْ‫ل‬ff‫ ُم هللاِ فَ ُك‬f‫اس‬
ِّ ‫ْس‬
ْ
‫ال َحبَ َش ِة‬.
“Cepatkanlah dan ringankanlah (gerakan alat) apa saja yang dapat mengalirkan darah dan
disebut Nama Allah (pada saat menyembelih), maka makanlah (sembelihan itu), asalkan
tidak menggunakan gigi dan kuku. Aku akan memberitahu kalian, adapun gigi, ia
merupakan tulang sedangkan kuku adalah pisau orang Habasyah.”
Kami pun mendapatkan unta dan kambing sebagai harta rampasan. Salah seekor unta
menjadi liar dan lari, kemudian seorang laki-laki memanahnya dan tepat mengenainya
sehingga unta itu diam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ْ‫إِ َّن لِهَ ِذ ِه ْا ِإلبِ ِل أَ َوابِ َد َكأ َ َوابِ ِد ْال َوح‬.
‫ فَإ ِ َذا َغلَبَ ُك ْم ِم ْنهَا َش ْي ٌء فَا ْف َعلُوْ ا بِ ِه ه َك َذا‬،‫ش‬
“Sesungguhnya unta ini mempunyai sifat liar seperti sifat liar hewan liar, apabila ada unta
yang lari lagi, maka perlakukanlah unta itu seperti ini.”
Menyembelih Hewan yang hamil
Apabila kamu dapati hewan yang kamu sembelih sedang hamil atau mengandung maka
Apabila ada anak hewan yang baru keluar dari perut induk-nya dan masih dapat hidup, maka
wajib disembelih.
Apabila anak hewan itu keluar dalam keadaan sudah mati, maka penyembelihan terhadap
induknya merupakan penyembelihan terhadap anak hewan itu juga (bukan bangkai dan tidak
perlu disembelih lagi).
Dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang janin, maka beliau bersabda:
‫ فَإ ِ َّن َذ َكاتَهُ َذ َكاةُ أُ ِّم ِه‬،‫ ُكلُوْ هُ ِإ ْن ِش ْئتُ ْم‬.
‘Makanlah jika kalian menghendaki, sesungguhnya menyembelihnya adalah dengan
menyembelih induknya.’”
Menyebut Nama Allah Pada Saat Menyembelih
Menyebut Nama Allah pada saat menyembelih adalah syarat kehalalan hewan sembelihan
tersebut. Barangsiapa yang tidak menyebut Nama Allah dengan sengaja, maka
sembelihannya tidak halal.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ‫فَ ُكلُوا ِم َّما ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه إِن ُكنتُم بِآيَاتِ ِه ُم ْؤ ِمنِين‬
“Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut Nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.” [Al-An’aam: 118]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
‫وهُ ْم إِنَّ ُك ْم‬ff‫ ا ِدلُو ُك ْم ۖ َوإِ ْن أَطَ ْعتُ ُم‬f‫ائِ ِه ْم لِيُ َج‬ffَ‫ونَ إِلَ ٰى أَوْ لِي‬ff‫يَا ِطينَ لَيُو ُح‬f ‫الش‬ ْ ‫ذ َك ِر‬fْ fُ‫أْ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم ي‬ffَ‫َواَل ت‬
ٌ f ‫ ِه َوإِنَّهُ لَفِ ْس‬f ‫ ُم هَّللا ِ َعلَ ْي‬f ‫اس‬
َّ ‫ق ۗ َوإِ َّن‬
َ‫لَ ُم ْش ِر ُكون‬
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut Nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang
yang musyrik.” [Al-An’aam: 121]
Dari Rafi’ bin Khudaij Radhiyallahu ‘anhu, ia menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa salalm berkata kepadanya:
ْ‫ َما أَ ْنهَ َر ال َّد َم َو ُذ ِك َر ا ْس ُم هللاِ فَ ُكل‬.
“(Alat) apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut-kan Nama Allah (pada saat
menyembelih), maka makanlah (sembelihan itu).”
Menyembelih hewan dengan menghadap kiblat
Hal ini sunnah dilakukan karena rasulullah telah mencontohkannya sebagaimana tertuang
dalam uraian hadist berikut.
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba yang mempunyai tanduk bagus dan
bewarna putih serta telah dikebiri (dipukul dua biji pelirnya agar syahwatnya untuk kawin
hilang-penj). Ketika beliau menghadapkan keduanya (ke arah Kiblat) beliau berdo’a:
‫ ِكي‬f ‫الَتِي َونُ ُس‬f ‫ص‬ َ ‫ إِ َّن‬، َ‫ ِر ِك ْين‬f ‫ا ِمنَ ْال ُم ْش‬ffَ‫ا أَن‬ff‫ا َو َم‬ffً‫را ِه ْي َم َحنِ ْيف‬f
َ f‫ض َعلَى ِملَّ ِة إِ ْب‬ َ ْ‫ت َو ْاألَر‬ َّ ‫ َر‬f َ‫ْت َوجْ ِه َي لِلَّ ِذي فَط‬
ِ ‫مٰ َوا‬f ‫الس‬ ُ ‫إِنِّي َو َّجه‬
ْ ِ‫ ِه ب‬fِ‫كَ ع َْن ُم َح َّم ٍد َوأُ َّمت‬ffَ‫كَ َول‬ff‫ اَللّهُ َّم ِم ْن‬، َ‫لِ ِم ْين‬f‫ا ِمنَ ْال ُم ْس‬ffَ‫ت َوأَن‬
ِ‫ ِم هللا‬f‫اس‬ ُ ْ‫ك أُ ِمر‬
َ ِ‫اي َو َم َماتِي ِهللِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْينَ الَ َش ِر ْيكَ لَهُ َوبِ ٰذل‬
َ َ‫َو َمحْ ي‬
‫وهللا أَ ْكبَ ُر‬.
َ
‘Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Rabb yang menciptakan langit dan
bumi di atas agama Nabi Ibrahim yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang
musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku, dan matiku hanyalah
untuk Allah, Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku termasuk orang-orang menyerahkan diri (kepada Allah). Ya
Allah, ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu dari Muhammad dan umatnya, bismillaahi wa
Allaahu akbar (dengan Nama Allah (aku menyembelih) dan Allah Mahabesar).’
Kemudian beliau menyembelihnya.”
itulah tadi beberapa ketentuan dan tata cara menyembelih hewan yang baik dan benar sesuai
dengan syariat islam. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi khalayak
dibuat oleh haryo bayu, 11 Desember 2016, di pamulang elok jam 8.53pm
kajian islam, cara menyembelih hewan, syariat menyembelih hewan, tata cara menyembelih,
menyembelih dengan pisau, menggunakan batu, menyembelih menghadap kiblat,
menggunakan batu,melukai hewan, menyebut nama allah, menyembelih hewan hamil,
ketentuan menyembelih hewan,
KETENTUAN DALAM BERQURBAN
Seseorang yang berkurban diharuskan untuk melakukan niat berkurban saat menyembelih
atau menta’yin (menentukan hewan kurban) sebelum disembelih. Orang yang mewakilkan
penyembelihan hewankurban (muwakil), maka sudah dianggap telah berniat dan tidak perlu
atau tidak membutuhkan pada niatnya wakil (orang yang mewakili). Bahkan jika sang wakil
tidak mengetahui bahwa muwakkil adalah orang yang berkurban, itu sudah dianggap cukup
atau syah.
Orang yang berkurban diperbolehkan menyerahkan niatnya pada orang Islam yang telah
terkategori tamyiz, baik itu statusnya sebagai wakil atau bukan.
*) Bagi orang laki-laki, hewan kurban Sunnah disembelih sendiri. Karena itba’ (mengikuti
pada Nabi)
*) Bagi orang perempuan, Sunnah untuk diwakilkan dan sunah baginya menyaksikan
penyembelihan yang dilakukan oleh wakilnya.
Berikut ini beberapa ketentuan, apabila kurbannya sunnah bukan nadzar, maka
diperbolehkan :
1. Sunah baginya memakan daging qurban , satu, dua atau tiga suap, karena untuk
tabarruk (mencari berkah) dengan udlhiyyahnya.
2. Diperbolehkan baginya memberi makan (ith’am) pada orang kaya yang Islam
3. Wajib baginya menshadaqahkan daging qurban. Yang paling afdhal adalah
menshadaqahkan seluruh daging qurban, kecuali yang ia makan untuk kesunahan.
4. Apabila orang yang berqurban mengumpulkan antara memakan, shadaqah dan
menghadiahkan pada orang lain, maka disunahkan baginya agar tidak memakan di atas
sepertiga, dan tidak shadaqah di bawah sepertiganya.
5. Menshadaqahkan kulit hewan qurban, atau membuatnya menjadi perabot dan
dimanfaatkan untuk orang banyak, tidak diperbolehkan baginya untuk menjualnya atau
menyewakannya.
Lalu, bagaimana dengan melakukan kurban untuk orang lain ? Tidak diperbolehkan bagi
seseorang melakukan qurban untuk orang lain, tanpa mendapatkan izinnya, walaupun
orangnya sudah mati. (dikutip dari laman website nu.or.id).
Melakukan kurban untuk orang lain, hal ini akan menjadi boleh dan syah apabila telah
mendapat izin. Seperti permasalahan berwasiat agar dilakukan kurban untuk dirinya. Namun
ada beberapa pengecualian yang tanpa memandang izin orang yang dikurbani, yakni :
1. Kurban dari wali (orang yang mengurus harta seseorang) untuk orang yang tercegah
tasharrufnya (hak untuk mengelola harta), seperti untuk orang gila yang ada dalam
perwaliannya.
2. Kurban dari imam (pemimpin muslimm) untuk orang-orang Islam yang diambilkan
dari Baitul Mal (kas Negara).

KETENTUAN MENYEMBELIH HEWAN KURBAN


Proses penyembelihan hewan qurban didahului dengan beberapa hal dibawah ini :
1. Membaca basmalah
2. Membaca Shalawat pada Nabi
3. Menghadap ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang
menyembelih)
4. Membaca takbir 3 kali bersama-sama
5. Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah, orang yang menyembelih mengucapkan
Sedangkan Rukun penyembelihan itu ada 4, yaitu;
1. Dzabhu (pekerjaan menyembelih)
2. Dzabih (orang yang menyembelih)
3. Hewan yang disembelih
4. Alat menyembelih
Syarat dalam pekerjaan menyembelih adalah memotong hulqum (jalan nafas) dan mari’
(jalan makanan). Hal ini apabila hewannya maqdur (mampu disembelih dan dikendalikan)
Kesunnahannya:
1. Memotong wadajain (dua otot yang ada disamping kanan dan kiri)
2. Menggunakan alat penyembelih yang tajam
3. Membaca bismillah
4. Membaca shalawat dan salam pada Nabi Muhammad. Karena menyembelih itu
adalah tempat disyari’atkan untuk ingat pada Allah, maka juga disyari’atkan ingat pada Nabi
(sumber dari nu.or.id)
Syarat orang yang menyembelih:
1. Orang Islam / orang yang halal dinikahi orang Islam
2. Bila hewannya ghoiru maqdur, maka disyaratkan orang yang menyembelih adalah
orang yang bisa melihat. Dimakruhkan sembelihannya orang yang buta, anak yang belum
tamyiz dan orang yang mabuk.
Syarat hewan yang disembelih:
1. Hewannya termasuk hewan yang halal dimakan
2. Masih memiliki hayatun mustaqirrah (kehidupan yang masih tetap), bukan gerakan di
ambang kematian kematian.
Syarat alat penyembelih:
*) Yaitu berupa sesuatu yang tajam yang bisa melukai, selain tulang belulang.

Ketentuan Aqiqah
Aqiqah hukumnya sunnah bagi orang yang bertanggung jawab atas biaya hidup sang
bayi.
Bentuk aqiqah adalah menyembelih dua ekor kambing untuk bayi anak laki-laki dan
seekor kambing untuk anak perempuan. Bagi yang tidak mampu, boleh saja menyembelih
seekor kambing untuk anak laki-laki.
Persyaratan hewan aqiqah Binatang yang dapat disembelih untuk aqiqah adalah kambing,
domba, sapi, kerbau, dan unta. Binatang yang digunakan adalah binatang yang baik, yakni
sudah cukup umurnya dan tidak memiliki cacat. Untuk kambing, sudah berumur dua tahun
atau sudah berganti giginya dan untuk domba, sudah berumur satu tahun lebih. Untuk sapi
dan kerbau, juga sudah berumur dua tahun. Sedang untuk unta, sudah berumur lima tahun.
Daging hewan aqiqah dibagikan kepada fakir miskin, keluarga, dan tetangga dalam
bentuk siap saji (sudah dimasak). Di samping dibagikan, daging aqiqah dapat juga
dinikmati oleh yang beraqiqah.
Waktu penyembelihan aqiqah adalah tujuh hari, empat belas hari, atau dua puluh satu
hari setelah kelahiran seorang bayi. Jika pada waktu-waktu itu tidak bisa, maka bisa
dilakukan di waktu-waktu yang lain.

Ketentuan jual beli dan qirad


A. Jual Beli
1. Pengertian
    Jual beli dalam bahasa Arab disebut dengan Al-Bai'u merupakan kegiatan yang sangat akrab
dengan kehidupan manusia mulai zaman purba sampai zaman modern. Jual beli sudah dilakukan
dengan cara canggih yaitu secara Online.
     Suatu akad jual beli bisa terjadi karena adanya perbedaan kebutuhan hidup antara orang satu
dengan orang lainnya.
2.Rukun dan Syarat Jual Beli
   Rukun adalah bagian pokok dari suatu perbuatan. Apabila kurang salah satu saja, berarti perbuatan
tersebut tidak akan terjadi.
   Didalam jual beli terdapal hal berikut:
- Ada penjual dan pembeli
-Benda atau barang
-Sigat (Ijab & Kabul)

3. Jenis Jual Beli


    Jenis-jenis jual beli yaitu:
-Jual Beli Sistem Ijon
-Jual Beli Anak Binatang Ternak
-Jual Beli Sperma Binatang Jantan
-Jual Beli Barang Yang Belum Ada Di Tangan
-Jual Beli Yang Dilarang Oleh Agama, misalnya:
~Jual Beli Dengan Cara Menimbun Barang
~Jual Beli Dengan Cara Penipuan
~Jual Beli Yang Masih Dalam Tawaran Orang Lain
~Jual Beli Barang Untuk Kemaksiatan

4. Khiyar Dalam Jual Beli


A. Pengertian Khiyar
     Khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya.
B. macam-Macam Khiyar
- Khiyar Majelis
  Memilih antara jadi jual beli atau tidak selama pembeli dan penjual masih ada ditempat jual beli.
- Khiyar Syarat
  Memilih antara jual beli atau tidak dengan mempertimbangkan dalam masa yang disepakati oleh
kedua belah pihak
- Khiyar Aibi
  Memilih untuk melangsungkan akad jual beli.
B. Qiradh
1. Pengertian Qiradh
    Akad Qiradh dalam Fikih Muamalah juga dikenal dengan nama Mudharabah. Qiradh adalah
istilah dari penduduk daerah Hijaz, sedangkan Mudharabah adalah istilah yang digunakan oleh
penduduk Irak.
   Akal Qiradh itu dikenal pada masa Jahiliyah kemudian semasa Islam datang akad ini tetap
dipertahankan.
2. Hukum Qiradh
    Hukum menjalankan akad Qiradh atau Mudharabah adalah Mubah dan Jaiz.
3. Rukun Dan Syarat
    Qiradh bisa berlangsung apabila terpenuhi Rukun dan Syaratnya.
4. Pembatalan Akad Qiradh
    Akad Qiradh batal apabila ada perkara-perkara sebagai Berikut:
-Tidak terpenuhi salah satu atau beberapa syarat-syarat Qiradh
-Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
tujuan akad
-Pemilik modal atau pengelola meninggal dunia salah satunya.

Menentukan jenis jenis riba


Jenis jenis riba dalam Islam
1. Riba hutang-piutang
Riba yang mengambil keuntungan lebih dari suatu hutang, contohnya riba qardh dan riba
jahiliyah.
2. Riba jual beli
Penambahan nilai barang yang dibeli oleh konsumen, contohnya riba fadhl dan riba nasi’ah.
Macam macam riba dalam Islam
1. Riba Fadhl 
Pertukaran atau jual beli barang ribawi dengan kuantitas, kualitas, atau kadar takaran yang
berbeda. Barang ribawi itu sendiri disebutkan dalam hadits sebagai emas, perak, gandum,
gandum merah, garam, dan kurma. Dalam hadits lain disebutkan sebagai emas, perak, dan
bahan makanan. Sehingga dalam Islam, untuk barang barang tersebut pertukaran yang
dilakukan harus lah memenuhi jumlah dan kualitas yang sama. 
Contoh praktik riba fadhl misalnya seseorang menukar 10 gram emas  (20 karat) dengan 11
gram emas (19 karat). Contoh lainnya 2 kilo gandum berkualitas baik ditukar dengan 3 kilo
gandum berkualitas buruk.
2. Riba Qardh 
Adanya persyaratan kelebihan pengembalian pinjaman yang dilakukan di awal akad
perjanjian hutang-piutang oleh pemberi pinjaman terhadap yang berhutang tanpa tahu untuk
apa kelebihan tersebut digunakan. 
Contohnya seperti rentenir yang meminjamkan uang 10 juta kepada peminjam, kemudian
peminjam harus mengembalikan 11 juta tanpa dijelaskan kelebihan dana tersebut untuk apa.
Tambahan 1 juta pada kasus inilah yang disebut sebagai riba qardh dan hanya akan
merugikan peminjam plus menguntungkan si rentenir.
3. Riba Jahiliyah
Adanya tambahan nilai hutang karena adanya tambahan tempo pembayaran hutang
disebabkan peminjam tidak mampu membayar hutang pada waktunya. Praktik riba seperti
ini banyak diterapkan pada masa jahiliyah.
Contohnya pemberi hutang berkata kepada pihak penerima hutang saat jatuh tempo, “kamu
lunasi hutang sekarang sesuai jumlah kamu berhutang atau membayar dikemudian hari
dengan syarat adanya tambahan jumlah hutang”
Contoh lainnya adalah penggunaan kartu kredit. Saat pengguna kartu kredit membeli barang
senilai 1 juta dan tidak mampu membayar penuh saat jatuh tempo, maka penguna diharuskan
membayar bunga atas tunggakan kartu kreditnya tersebut.
4. Riba Yad
Transaksi yang tidak menegaskan berapa nominal harga pembayaran atau ketika seseorang
berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. 
Contoh misalnya seorang penjual menawarkan mobil dengan harga 90 juta jika membayar
tunai dan 95 juta jika membayar dengan cicilan. Kemudian ada seseorang yang ingin
membeli, tetapi sampai akhir transaksi tidak ada kesepakatan antara keduanya berapakah
harga yang harus dibayarkan.
5. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis 
barang ribawi lainnya. Riba ini mirip dengan riba fadhl hanya saja ada perbedaan pada serah
terima barang jual beli.
Contohnya dua orang saling bertukar emas. Satu orang memiliki emas 24 karat ingin ditukar
dengan emas 24 karat dengan timbangan yang sama. Akan tetapi emas 24 karat yang
satunya baru diserahkan satu bulan setelah perjanjian transaksi disetujui masing-masing
pihak padahal harga emas bisa saja berubah sewaktu-waktu

Ketentuan pinjam meminjam

Pengertian Pinjam Meminjam dan Dalil Meminjam Pinjam meminjam dalam bahasa Arab disebut
“Ariyah”. Secara bahasa artinya pinjaman. Pinjam-meminjam menurut istilah ‘Syara” ialah akad
berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan
dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya.
ِ ‫ا‬ffَ‫ ِدي ُد ْال ِعق‬f‫وا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َش‬ffُ‫إلث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َواتَّق‬
Allah swt. berfirman: ‫ب‬ ْ ‫اونُوا َعلَى ْا‬
َ ‫ َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َوالَ تَ َع‬Artinya
“Dan tolong-memolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong
memolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat
berat siksa-nya.” (QS. Al-Maidah: 2). , ‫ َوالَ يَحُضُّ َعلَى طَ َع ِام ْال ِم ْس ِكي ِن‬, ‫ك الَّ ِذي يَ ُد ُّع ْاليَتِي َم‬ ِ ‫أَ َرأَيْتَ الَّ ِذي يُ َك ِّذبُ بِالد‬
َ ِ‫ فَ َذل‬,‫ِّين‬
َ‫ا ُعون‬ff‫ونَ ْال َم‬ff‫ َويَ ْمنَ ُع‬, َ‫ الَّ ِذينَ هُ ْم يُ َراءُون‬, َ‫صالَتِ ِه ْم َساهُون‬ َ ‫ فَ َو ْي ٌل ِل ْل ُم‬Artinya: “Tahukah kamu (orang)
َ ‫ الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن‬, َ‫صلِّين‬
yang mendustakan agama?, . Itulah orang yang menghardik anak yatim,, . dan tidak menganjurkan
memberi makan orang miskin., . Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, . (yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. Dan “Dan enggan (menolong
dengan) barang berguna.” (QS. Al Ma’un : 1 - 7) 2. Hukum Pinjam Meminjam. Hukum pinjam
meminjam dalam syariat Islam dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu :
a. Mubah, artinya boleh, ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam.
b. Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan merupakan suatu kebutuhan akan hajatnya,
lantaran dirinya tidak punya, misalnya meminjam sepeda untuk mengantarkan tamu, meminjam uang
untuk bayar sekolah anaknya dan sebagainya.
c. Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dan kalau
tidak meminjam akan menemukan suatu kerugian misalnya : ada seseorang yang tidak punya kain
lantaran hilang atau kecurian semuanya, maka apabil atidak pinjam kain pada orang lain akan
telanjang, hal ini wajib pinjam dan yang punya kainjuga wajib meminjami.
d. Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau untuk berbuat jahat,
misalnya seseorang meminjam pisau untuk membunuh, hal ini dilarang oleh agama. Contoh lain,
pinjam tempat (rumah) untuk berbuat maksiat. 3. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam. Anda belum
mahir membaca Qur'an? Ingin Segera Bisa? Klik disini Sekarang! Rukun meminjam berarti bagian
pokok dari pinjam meminjam itu sendiri. Apabila ada bagian dari rukun itu tidak ada, maka dianggap
batal. Demikian juga syarat berarti hal-hal yang harus dipenuhi. Rukun pinjam meminjam ada empat
macam dengan syaratnya masing-masing sebagai berikut:
a. Adanya Mu’iir ( ‫ ) ُم ِع ْي ٌر‬yaitu, orang yang meminjami. - Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang
menghalangi. Orang yang dipaksa anak kecil tidak sah meminjamkan. - Barang yang dipinjamkan itu
milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkannya.
b. Adanya Musta’iir ( ‫ ) ُم ْستَ ِع ْي ٌر‬yaitu, orang yang meminjam. - Mampu berbuat kebaikan. Oleh sebab
itu, orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam. - Mampu menjaga barang yang dipinjamnya
dengan baik agar tidak rusak. - Hanya mengambil manfaat dari barang dari barang yang dipinjam.
c. Adanya Musta’aar ( ‫ ) ُم ْستَ َعا ٌر‬yaitu, barang yang akan dipinjam. - Barang yang akan dipinjam benar-
benar miliknya, - Ada manfaatnya - Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh
karena itu, maka yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah
dipinjamkan.
d. Dengan perjanjian waktu untuk mengembalikan. Ada pendapat lain bahwa waktu tidak menjadi
syarat perjanjian dalam pinjam meminjam, sebab pada hakekatnya pinjam meminjam adalah
tanggung jawab bersama dan saling percaya, sehingga apabila terjadi suatu kerusakan atau keadaan
ِ ‫اَ ْل َع‬
yang harus mengeluarkan biaya menjadi tanggung jawab peminjam. Hadits Nabi Saw. : ٌ‫اريَةُ ُم َؤ َدة‬
ِ ‫ َوالر َِّع ْي ُم غ‬Artinya : “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu
‫َـار ٌم‬
harus membayar.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

e. Adanya lafadz ijab dan qabul, yaitu ucapan rela dan suka atas barang yang dipinjam. 4. Hak dan
Kewajiban Pemberi Pinjaman dan Peminjam. Antara pemberi pinjaman dan peminjam harus selalu
menjaga hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam antara lain :
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman. 1) Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam
dengan ikhlas dan suka rela. 2) Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan
memberikan manfaat yang halal. 3) Tidak didasarkan atas riba. b. Hak dan Kewajiban Peminjam. 1)
Harus memelihara benda pinjaman dengan rasa tanggung jawab. 2) Dapat mengembalikan barang
pinjaman dengan tepat. 3) Biaya ditanggung peminjam, jika harus mengeluarkan biaya. 4) Selama
barang itu ada pada peminjam, tanggung jawab berada padanya. 5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pinjam meminjam. a. Pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan
halal. Pinjam meminjam barang untuk perbuatan maksiat hukumnya haram.
b. Orang yang meminjam barang hanya boleh menggunakan barang itu sebatas yang diizinkan oleh
pemilik barang atau kurang dari batasan yang ditentukan oleh pemilik barang. Misalnya, seseorang
meminjamkan tanah dengan akad hanya diperkenankan untuk ditanami padi, maka tidak boleh
ditanami tebu.
ْ ‫صلَّي هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَي ْاليَ ِد َما أَخَ َذ‬
c. Merawat barang dengan baik. ّ‫ت َحتَّى يُ َؤ ِّد ْي ِه (رواه الخمسة اال‬ َ ‫ال النَّبِ ُّي‬
َ َ‫ع َْن َس ُم َرةَ ق‬
‫ النسائ‬Artinya: “ Dari Samurah, Nabi saw. bersabda : Tanggung jawab barang yang diambil atas yang
mengambil sampai dikembalikannya barang itu. ” (HR. Lima Orang Ahli Hadits)
d. Jika barang yang dipinjamkan itu rusak atau hilang dengan pemakaian sebatas yang diizinkan
pemiliknya, maka peminjam tidak wajib mengganti. Sebab pinjam-meminjam itu sendiri berarti
saling percaya- mempercayai, Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari
pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya. Hadits Nabi saw.:
ِ ‫ اَ ْل َع‬Artinya :“Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang
ِ ‫اريَةُ ُم َؤ َّدةٌ َو ال َّز ِع ْي ُم غ‬
‫و داود و الترمذ‬f‫ار ٌم (رواه اب‬fَ
menjamin sesuatu harus membayar “ (H.R. Abu Daud).
e. Jika dalam proses mengembalikan barang itu memerlukan ongkos maka yang menanggung adalah
ْ ‫صلَّي هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَي ْاليَ ِد َما أَ َخ َذ‬
pihak peminjam. ‫ت َحتَّى يُ َؤ ِّد ْي ِه (رواه الخمسة االّ النسائ‬ َ ‫ ع َْن َس ُم َرةَ قَا َل النَّبِ ُّي‬Artinya :
“Dari Samurah, Nabi saw. bersabda: Tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil
sampai dikembalikannya barang itu”. (HR. Lima Orang Ahli Hadits).
f. Akad pinjam-meminjam boleh diputus dengan catatan tidak merugikan salah satu pihak.
g. Akad pinjam-meminjam akan putus jika salah seorang dari kedua belah pihak meninggal dunia,
atau karena gila. Maka jika terjadi hal seperti itu maka ahli waris wajib mengembalikannya, dan
tidak halal menggunakannya. Dan andaikan ahli waris menggunakannya maka wajib membayar
sewanya.
h. Jika terjadi perselisihan antara pemberi pinjaman dengan peminjam, misalnya yang pemberi
pinjaman mengatakan bahwa barangnya belum dikembalikan, sedang peminjam mengatakan bahwa
barangnya belum dikembalikan, maka pengakuan yang diterima adalah pengakuannya pemberi
pinjaman dengan catatan disertai sumpah.i. Setelah si peminjam telah mengetahui bahwa yang
meminjamkan sudah memutuskan / membatalkan akad, maka dia tidak boleh memakai barang yang
dipinjam itu. Secara

ketentuan gadai
syar‘i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa
dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan)
menunaikannya. Ar-Rahn disyariatkan dalam Islam. Allah Swt. Berfirman (QS al-Baqarah :
283):
Ketentuan Gadai/Rahn Hukum, Rukun dan Syaratnya Menurut Islam bacaanmadani 8:37:00
PM Bacaan Islami , Fiqih 0 Comments Ar-Rahn merupakan mashdar dari rahana-yarhanu-
rahnan; bentuk pluralnya rihân[un], ruhûn[un] dan ruhun[un]. Secara bahasa artinya adalah
ats-tsubût wa ad-dawâm (tetap dan langgeng); juga berarti al-habs (penahanan). Secara
syar‘i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa
dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan)
menunaikannya. Ar-Rahn disyariatkan dalam Islam. Allah Swt. Berfirman (QS al-Baqarah :
ِ َّ‫اؤتُ ِمنَ أَ َمانَتَه َو ْليَت‬
283): ُ‫ق هَّللا َ َربَّه‬ ْ ‫ض ُكم بَ ْعضًا فَ ْليُ َؤ ِّد الَّ ِذي‬
ُ ‫ضةٌ ۖ فَإ ِ ْن أَ ِمنَ بَ ْع‬
َ ‫َان َّم ْقبُو‬
ٌ ‫َوإِن ُكنتُ ْم َعلَ ٰى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِره‬
‫هَا َدةَ ۚ َو َمن‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫وا ال َّش‬ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff‫ۗ َواَل تَ ْكتُ ُم‬

‫يَ ْكتُ ْمهَا فَإِنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ ۗ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬

Menentukan ketentuan upah


Upah dapat diartikan sebagai hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan. Termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. UMP berarti upah yang minimal
dibayarkan kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dalam tingkat provinsi oleh gubernur.
Kebijakan pengupahan berlaku bagi semua pekerja, yaitu setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain oleh undang-undang. Padanan UMP adalah
UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dalam tingkatan kabupaten/kota. Selain itu
terdapat pula variasi Upah Minimum Sektoral (UMS) baik pada tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. UMS merupakan upah minimum pada masing-masing sektor usaha yang
ditentukan bersama oleh para pemangku kepentingan, baik pengusaha, pekerja, maupun
Pemerintah. UMS pada pokoknya tidak boleh lebih rendah dari UMP ataupun UMK.

Menentukan kepengurusan jenazah


Ada 4 kewajiban terhadap jenazah yang mesti dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal
ini dihukumi fardhu kifayah, artinya harus ada sebagian kaum muslimin yang melakukan hal
ini terhadap mayit. Jika tidak, semuanya terkena dosa.
Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit oleh yang hidup adalah:
1- Memandikan
2- Mengafani
3- Menyolatkan
4- Menguburkan
Empat hal di atas hanya berlaku pada mayit muslim. Adapun mayit kafir, tidak dishalatkan
baik kafir harbi maupun dzimmi. Boleh memandikan orang kafir, namun cuma dalam dua
keadaan. Dan wajib mengafani kafir dzimmi dan menguburkannya, tetapi hal ini tidak
berlaku bagi kafir harbi dan orang yang murtad. Adapun orang yang mati dalam keadaan
ihram (sedang berumrah atau berhaji), jika dikafani, maka kepalanya tidak ditutup.
Berikut kami sebutkan point-point penting yang mesti dilakukan yang terdapat pada empat
hal di atas. Sebagai rujukan utama kami adalah fikih ulama Syafi’i dari penjelasan Al Qodhi
Abu Syuja’ dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib, ditambah beberapa dari penjelasan lainnya.
Memandikan Mayit
Ada dua mayit yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan perang (mati
syahid), (2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini menurut madzhab Imam
Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad, yang tidak perlu dimandikan adalah
janin yang keguguran di bawah 4 bulan.
Mayit disiram dengan bilangan ganjil, yaitu boleh tiga, lima kali siraman atau lebih dari itu.
Namun jika mayit disiram dengan sekali siraman saja ke seluruh badannya, maka itu sudah
dikatakan sah.
Pada siraman pertama diperintahkan diberi daun sider (bidara) dan saat ini boleh diganti
dengan air sabun. Sedangkan pada siraman terakhir diberi kapur barus.
Mengafani Mayit
Mengafani mayit dilakukan dengan tiga helai kain berwarna putih, tidak ada pakaian dan
tidak imamah (penutup kepala).
Menyolatkan Mayit
Shalat jenazah terdapat tujuh rukun:
1- Berniat (di dalam hati).
2- Berdiri bagi yang mampu.
3- Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
4- Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5- Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala
Muhammad).
6- Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari shalat jenazah.
7- Salam setelah takbir keempat.
Tujuh rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Iqna’.
Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:

ِ ‫س ْلهُ بِا ْل َما ِء َوالثَّ ْل‬


‫ َونَقِّ ِه‬،‫ج َوا ْلبَ َر ِد‬ ِّ ‫ َو َو‬،ُ‫ َوأَ ْك ِر ْم نُ ُزلَه‬،ُ‫ار َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنه‬
ِ ‫ َوا ْغ‬،ُ‫س ْع َمد َْخلَه‬ ْ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لَهُ َو‬
‫ ا‬q‫ َوز َْو ًج‬،‫ ِه‬q ِ‫ ًرا ِمنْ أَ ْهل‬q ‫ َوأَ ْهالً َخ ْي‬،‫ َوأَ ْب ِد ْلهُ دَا ًرا َخ ْي ًرا ِمنْ دَا ِر ِه‬،‫س‬ ِ َ‫ض ِمنَ ال َّدن‬ َ َ‫ب ْاألَ ْبي‬
َ ‫ِمنَ ا ْل َخطَايَا َك َما نَقَّيْتَ الثَّ ْو‬
ِ ‫ َوأَ ِع ْذهُ ِمنْ َع َذا‬،َ‫ َوأَد ِْخ ْلهُ ا ْل َجنَّة‬،‫َخ ْي ًرا ِمنْ ز َْو ِج ِه‬
ِ ‫ب ا ْلقَ ْب ِر َو َع َذا‬
‫ب النَّا ِر‬
Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’
madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa
kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min daari-
hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata,
wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.
“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari
beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia
(Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari
segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah
rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang
lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada
istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan
Neraka.” (HR. Muslim no. 963)
Catatan: Do’a di atas berlaku untuk mayit laki-laki. Jika mayit perempuan, maka kata –hu
atau –hi diganti dengan –haa. Contoh “Allahummaghfirla-haa warham-haa …”. Do’a di
atas dibaca setelah takbir ketiga dari shalat jenazah.
Do’a khusus untuk mayit anak kecil:
‫سلَفًا َوأَ ْج ًرا‬
َ ‫اج َع ْلهُ لَنَا فَ َرطًا َو‬
ْ ‫اَللَّ ُه َّم‬
Allahummaj’ahu lanaa farothon wa salafan wa ajron
“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala
buat kami”. (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab
Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Do’a setelah takbir keempat:
ُ‫اللَّ ُه َّم الَ ت َْح ِر ْمنَا أَ ْج َرهُ َوالَ تَ ْفتِنَّ بَ ْع َدهُ َوا ْغفِ ْرلَنا َ َولَه‬
Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu
“Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan
sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”.
Untuk mayit perempuan, kata –hu diganti –haa.
Menguburkan Mayit
Mayit dikuburkan di liang lahat dengan diarahkan ke arah kiblat.
Bentuk Liang Lahat (Rumaysho.Com)
Mayit dimasukkan dalam kubur dengan mengakhirkan kepala dan dimasukkan dengan
lemah lembut.
Bagi yang memasukkan ke liang lahat hendaklah mengucapkan: Bismillah wa ‘alaa millati
rosulillah (Dengan nama Allah dan di atas ajaran Rasulullah).
Larangan Terhadap Kubur
Dilarang mendirikan bangunan di atas kubur dan tidak boleh kubur disemen. Ini pendapat
dalam madzhab Syafi’i namun banyak diselisihi oleh kaum muslimin di negeri kita karena
kubur yang ada saat ini dipasang kijing, marmer dan atap.
Padahal terdapat hadits, dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di
atas kubur.” (HR. Muslim no. 970). Sudah dibahas oleh Rumaysho.Com: Memasang Kijing,
Marmer dan Atap di Atas Kubur.
Terhadap Keluarga Mayit
Boleh menangisi mayit asal tidak dengan niyahah (meratap atau meraung-raung dengan
suara teriak atau keras), diharapkan keluarga sabar dan ridho.
Disunnahkan menta’ziyah keluarga mayit hingga hari ketiga setelah pemakaman.
Masing-masing dari point di atas, insya Allah akan disajikan dalam bahasan tersendiri di
Rumaysho.Com.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Menentukan ketentuan waris

Mengenai ahli waris, ada delapan kelompok orang yang berhak menerima warisan, yaitu:
1. Ahli waris sababiah, yaitu orang yang berhak mendapat hak waris karena hubungan
perkawinan yang masih berjalan.
2. Ahli waris nasabiah, yaitu orang yang berhak mendapat warisan karena hubungan darah,
antara lain dari garis keturunan ayah atau ibu terus ke atas, garis keturunan anak baik laki-
laki maupun perempuan dan terus ke bawah, dan saudara, baik saudara laki-laki maupun
perempuan, saudara seayah maupun seibu, serta paman dan kemenakan.
3. Ahli waris menurut jenis kelamin, antara lain
 suami
 anak laki-laki
 cucu laki-laki dari garis keturunan laki-laki
 ayah
 kakek
 saudara laki-laki seibu seayah
 saudara laki-laki seibu
 saudara laki-laki seayah
 anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah dan terus ke bawah menurut garis
keturunan laki-laki
 anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan terus ke bawah menurut garis
keturunan laki-laki
 paman seibu seayah
 paman seayah
 anak laki-laki dari paman seibu seayah dan terus ke bawah menurut garis keturunan
laki-laki
 anak laki-laki dari paman seayah dan anak laki-laki melalui garis keturunan laki-laki
ke bawah.
4. Ahli waris menurut jenis kelamin perempuan, yaitu istri, anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah melalui garis keturunan laki-laki, ibu,
nenek, saudara perempuan seibu seayah, saudara perempuan seibu, dan saudara perempuan
seayah.
5. Ahli waris yang memperoleh bagian tertentu yaitu:
 suami memperoleh setengah harta istri jika istri tidak meninggalkan keturunan, dan
memperoleh seperempat jika istri meninggalkan keturunan.
 istri memperoleh seperempat harta waris jika suami tidak meninggalkan keturunan,
dan memperoleh seperdelapan jika suami meninggalkan keturunan.
 ayah memperoleh seperenam harta peninggalan anaknya jika anaknya tidak memiliki
keturunan
 ibu memperoleh sepertiga harta anaknya apabila anaknya tidak meninggalkan
keturunan atau dua orang saudara atau lebih, namun ibu mendapat seperenam bagian jika
anaknya memiliki keturunan atau dua orang saudara atau lebih
 seorang anak perempuan dan tidak memiliki saudara laki-laki mendapat setengah
harta waris, namun jika anak perempuan ada dua orang atau ada anak laki-laki, maka ia
mendapat dua pertiga bagian
 cucu perempuan dari garis keturunan anak laki-laki, jika hanya seorang dan tidak ada
yang lain maka mendapat setengah bagian harta warisan, jika ada dua atau lebih maka
bagiannya adalah sebanyak dua pertiga, jika si mati memiliki anak perempuan, maka cucu
perempuan memperoleh seperenam bagian
 saudara perempuan sekandung mendapat setengah bagian jika hanya seorang dan
tidak ada ahli waris lain yang dekat, jika ada dua orang atau lebih dan tidak ada ahli waris
lain, maka bagiannya adalah dua pertiga
 saudara perempuan seayah, mendapat setengah bagian harta warisan jika hanya
seorang dan tidak ada ahli waris yang lain, jika jumlahnya dua orang atau lebih maka
bagiannya adalah seperenam.
 saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan memperoleh seperenam bagian jika
tidak ada saudara yang lain dan si mati tidak meninggalkan keturunan, dan dua pertiga
bagian jika ada dua orang atau lebih, namun jika tidak ada saudara perempuan dan tidak ada
keturunan maka saudara laki-laki menguasai seluruh bagian, jika ada saudara laki-laki dan
perempuan, maka saudara laki-laki memperoleh bagian sebanyak dua saudara perempuan.
 kakek memperoleh seperenam harta waris jika tidak ada keturunan
 nenek mendapat seperenam bagian jika tidak ada keturunan ke atas yang lebih dekat
6. Ahli waris asabat, yaitu ahli waris yang menerima harta peninggalan tidak berdasarkan
jumlah tertentu, tetapi mendapat sisa peninggalan dari ahli waris yang telah disebutkan
dalam poin 5. Ahli waris ini terdiri atas ahli waris yang telah memerdekakan orang yang
meninggalkan pusaka dengan status hamba.
7. Orang yang tidak memiliki hubungan dengan pewaris.
Ali bin Abi Thalib, Mu'az bin Jamal, Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Khulafa' ar-Rasyidin yang
lain, dan pihak tabiin berpendapat ahli waris yang tidak memiliki hubungan dengan pewaris
bisa mendapatkan hak warisan. Namun, Imam Malik, Imam Syafi'i, Abdurrahman Al-
Auza'i, dan Ibn Hazm berpendapat jika seseorang meninggal tanpa memiliki ahli waris
(kerabat) maka hartanya menjadi milik baitulmal.
Begitulah ketentuan islam mengenai waris. Karenanya, ulama Malaysia, Prof Dr Musa
Fatullah Harun, menyatakan sedih bila ada pihak yang menyebut ketetapan Islam mengenai
warisan sudah ketinggalan zaman. Apa jadinya kalau seorang muslim sudah meragukan
ajaran agamanya sendiri? Menurut dia, segala sesuatu adalah milik Allah dan Allah berhak
untuk menentukan siapa yang akan memilikinya kemudian. Milik kita itu sebenarnya adalah
milik pinjaman. Bila kita meninggal, siapa yang berhak untuk memiliki apa yang ada di
tangan kita? Siapa yang ditetapkan oleh Allah dia akan memilikinya maka dia berhak untuk
memilikinya.

Anda mungkin juga menyukai