Anda di halaman 1dari 20

1

Analisis Pengaruh Pemberian Pemberat Kaki Terhadap


Parameter Kinematika dan Spatio Temporal Gerakan
Berjalan

Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. & M. A. Mufasirin


1
13121071@mahasiswa.itb.ac.id
2
13121082@mahasiswa.itb.ac.id
3
13121088@mahasiswa.itb.ac.id
4
13121183@mahasiswa.itb.ac.id
5
13121198@mahasiswa.itb.ac.id

Abstract. Pemberian pemberat kaki merupakan salah satu teknik yang populer
dalam pelatihan dan rehabilitasi olahraga untuk memperkuat otot kaki,
meningkatkan kekuatan serta daya tahan, atau bahkan mengubah pola gerakan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian pemberat kaki
terhadap parameter kinematika, yaitu sudut hip dan knee, serta parameter
spatio temporal, yaitu panjang langkah kaki dengan tanah pada gerakan
berjalan. Penelitian dilakukan secara eksperimen memakai pemberat kaki
dengan beban 2 kg dan tidak memakai pemberat. Eksperimen gerakan berjalan
direkam menggunakan optical motion capture systems yang meliputi kalibrasi
kamera, penempatan marker, pelacakan marker, serta rekonstruksi 2 dimensi.
Hasil eksperimen kemudian diolah dan dianalisis menggunakan MATLAB. Hasil
analisis menunjukkan adanya penurunan pada sudut sendi pinggul dan lutut
ketika eksperimen menggunakan pemberat kaki yang mengakibatkan langkah
kaki menjadi lebih pendek dibanding eksperimen tanpa pemberat kaki.

Keywords: analisis, pemberat kaki, kinematika, spatio temporal, gerakan berjalan


2 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

DAFTAR ISI

BAB I
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Batasan Masalah
1.4. Manfaat
1.5. Metodologi
BAB II
2.1 Anatomi Tubuh Manusia
2.1.1 Kerangka Tubuh Manusia Bagian Bawah
2.1.2 Bidang Referensi Tubuh Manusia
2.2 Analisis Gerak Berjalan
2.2.1 Siklus Gerakan Berjalan
2.2.2 Teknik Pengukuran Citra
2.3 Fotogrametri
2.3.1 Dasar Fotogrametri
2.3.2 Kalibrasi Kamera
2.3.3 Direct Linear Transformation Equation
2.4 Penempatan Marker
BAB III
3.1. Pengaruh Pemberian Pemberat Kaki Terhadap Sudut Sendi Hip
dan Knee
3.2. Pengaruh Pemberian Pemberat Kaki Terhadap Panjang Langkah
Kaki
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
3 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberat kaki, yang juga dikenal sebagai ankle weights, adalah


perangkat yang dikenakan di sekitar pergelangan kaki atau tungkai untuk
meningkatkan beban selama latihan atau aktivitas fisik tertentu.
Penggunaan pemberat kaki ini telah menjadi teknik yang populer dalam
pelatihan dan rehabilitasi olahraga untuk memperkuat otot kaki,
meningkatkan kekuatan serta daya tahan, atau bahkan mengubah pola
gerakan.

Dalam dunia olahraga, pemahaman mengenai bagaimana pemberat kaki


mempengaruhi kinematika seperti sudut sendi serta parameter spatio
temporal seperti panjang langkah, dapat memberikan informasi berharga
bagi pelatih, peneliti, dan atlet itu sendiri. Dengan mengetahui hal-hal
tersebut, dapat disusun program pelatihan yang lebih efektif, memahami
potensi risiko cedera, dan meningkatkan kinerja dari atlet.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai


pengaruh pemberat kaki terhadap parameter kinematik dan
spatiotemporal gerakan jalan untuk lebih memahami pengaruhnya
terhadap biomekanik gerakan jalan serta manfaat atau risiko
penggunaannya.

1.2. Tujuan

Berikut merupakan tujuan dari penelitian ini.

1. Menganalisis pengaruh latihan menggunakan pemberat kaki


terhadap sudut hip dan knee saat berjalan.
2. Menganalisis pengaruh latihan menggunakan pemberat kaki
terhadap panjang langkah kaki dengan tanah saat berjalan.
4 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

1.3. Batasan Masalah

Berikut adalah beberapa batasan masalah yang ada dalam penelitian ini.

1.3.1. Variasi Desain Pemberat Kaki

Penggunaan pemberat kaki yang berbeda, baik dalam berat,


bentuk, atau distribusi beban, dapat menghasilkan dampak yang
berbeda pada gerakan berlari. Studi ini hanya terfokus pada
perbedaan pemakaian pemberat 2 kg pada tiap kaki dan tidak
memakai pemberat.

1.3.2. Fokus pada Gerakan Berjalan

Penelitian ini membatasi diri pada analisis efek pemberat kaki


pada gerakan berjalan. Dampak pada gerakan lainnya seperti
berlari atau gerakan olahraga yang spesifik mungkin tidak
dibahas secara mendalam.

1.4. Manfaat

Penelitian mengenai pengaruh pemberat kaki terhadap parameter


kinematika dan spatio temporal gerakan berjalan dapat memberikan
sejumlah manfaat yang signifikan, seperti:

1. Memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana


penggunaan pemberat kaki mempengaruhi gerakan berjalan dari
sudut kinematika dan spatiotemporal. Ini akan membantu dalam
memahami perubahan pola gerakan yang mungkin terjadi.
2. Pelatih dapat merancang program latihan yang lebih efektif dan
sesuai untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan, atau bahkan
memperbaiki pola gerakan atlet.
3. Melalui pengetahuan tentang efek pemberat kaki pada kinematika
dan spatiotemporal gerakan berlari, risiko cedera dapat diidentifikasi.
Ini dapat membantu dalam mengurangi potensi risiko cedera yang
disebabkan oleh penggunaan pemberat kaki yang tidak tepat.
4. Dengan memahami bagaimana pemberat kaki memengaruhi
parameter gerakan berjalan, atlet dan pelatih dapat menggunakan
informasi ini untuk meningkatkan kinerja atlet secara keseluruhan,
baik dari segi kecepatan, panjang langkah, maupun efisiensi gerakan.
5 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

1.5. Metodologi
6 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Anatomi Tubuh Manusia

2.1.1 Kerangka Tubuh Manusia Bagian Bawah

Bagian bawah tubuh dibagi menjadi tiga bagian, antara lain paha,
kaki, dan pergelangan kaki; dan di bagian bawah pergelangan
kaki, ada kaki. Ada 30 tulang dalam setiap anggota gerak bawah.
Ini adalah femur, patella, tibia, fibula, tujuh tulang tarsal, lima
tulang metatarsal, dan 14 falang. Salah satu fungsi utama dari
anggota gerak bawah adalah untuk menopang berat tubuh dengan
pengeluaran energi yang minimal.

Femur adalah tulang tunggal pada paha. Patella adalah tulang


lutut dan bersendi dengan bagian ujung femur. Tibia adalah
tulang yang lebih besar dan menopang berat badan yang terletak
di sisi medial kaki, sedangkan fibula adalah tulang yang lebih
tipis di bagian sisi lateral kaki. Tulang-tulang pada kaki dibagi
menjadi tiga kelompok. Bagian belakang kaki terbentuk oleh
sekelompok tujuh tulang, masing-masing disebut tulang tarsal,
sedangkan bagian tengah kaki mengandung lima tulang yang
lebih panjang, masing-masing adalah tulang metatarsal. Jari kaki
terdiri dari 14 tulang kecil, masing-masing adalah tulang falang
pada kaki.

(a) (b) (c)


Figure 1 (a)femur dan patella, (b)tibia dan fibula, (c)tarsal,metatarsal,dan
falang
7 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

2.1.2 Bidang Referensi Tubuh Manusia


Tubuh manusia bisa dibagi menjadi berbagai bagian berdasarkan
tiga bidang utama, antara lain bidang sagital, transversal, dan
frontal. Setiap bidang ini memungkinkan penelaahan yang
mendalam terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia.

Bidang sagital adalah bidang vertikal yang melewati tubuh secara


longitudinal. Bidang frontal adalah bidang vertikal yang juga
melewati tubuh secara membujur – tetapi tegak lurus terhadap
bidang sagital. Bidang transversal merupakan bidang mendatar .
Letaknya tegak lurus terhadap bidang sagital dan bidang koronal,
serta sejajar dengan tanah.
FIGURE

Figure 2 bidang referensi

Dalam bidang sagital, gerakan yang terjadi adalah membungkuk


(flexion) dan meluruskan (extension). Dalam bidang frontal,
gerakan umumnya adalah menjauhkan (abduction) dan
mendekatkan (adduction). Sedangkan dalam bidang transversal,
gerakan umumnya adalah rotasi ke dalam (medial rotation) dan
rotasi ke luar (lateral rotation).

2.2 Analisis Gerak Berjalan

Analisis gerak berjalan (gait analysis) adalah studi ilmiah yang


mendalam terhadap mekanisme dan karakteristik gerakan tubuh manusia
saat berjalan. Penelitian ini melibatkan pengukuran dan analisis terhadap
berbagai parameter yang terkait dengan gerakan berjalan, seperti langkah
8 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

kaki, perubahan posisi tubuh, gaya dan tekanan pada kaki, serta
koordinasi otot yang terlibat dalam proses berjalan.

Tujuan utama dari analisis gerak berjalan adalah memahami mekanisme


normal berjalan, mengidentifikasi pola gerakan yang tidak normal, serta
mengevaluasi pengaruh terapi atau perubahan kondisi pada kinerja
berjalan seseorang. Metode analisis gerak berjalan meliputi penggunaan
alat dan teknologi khusus, seperti treadmill, platform pengukuran
tekanan, kamera-kamera untuk merekam gerakan, serta pemantauan
sensor-sensor yang terpasang pada tubuh untuk mengukur gerakan sendi,
kecepatan, dan gaya.

2.2.1 Siklus Gerakan Berjalan

Saat tubuh bergerak maju, satu tungkai bertindak sebagai sumber


dukungan sementara tungkai lainnya melangkah menuju tempat
dukungan baru. Kemudian, peran keduanya berganti. Serangkaian
peristiwa ini diulang oleh setiap tungkai dengan waktu yang
bergantian hingga mencapai tujuan. Satu rangkaian fungsi tungkai
ini disebut sebagai siklus berjalan (Gait Cycle/GC). Orang normal
memulai kontak dengan lantai menggunakan tumitnya (yaitu,
tumit menyentuh lantai).

Setiap siklus berjalan dibagi menjadi dua periode, yakni stance


dan swing, yang juga dikenal sebagai fase gerak (figure 3).
Stance adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan seluruh
periode saat kaki berada di tanah. Stance dimulai dengan kontak
awal. Kata swing merujuk pada waktu saat kaki berada di udara
untuk melangkah maju. Swing dimulai saat kaki terangkat dari
lantai (toe-off). Oleh karena itu, siklus berjalan dapat
didefinisikan sebagai interval waktu antara dua kejadian berturut-
turut dari salah satu peristiwa berulang saat berjalan.
9 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

FIGURE

Figure 3 siklus gerak berjalan

2.2.2 Teknik Pengukuran Citra


Sistem pemantauan gerak optik (optical motion capture systems)
adalah teknologi yang digunakan untuk merekam dan
menganalisis gerakan manusia atau objek lainnya dengan
menggunakan kamera dan marker (penanda) optik. Sistem ini
umumnya digunakan dalam berbagai bidang seperti animasi,
olahraga, ilmu kedokteran, riset biomekanik, dan industri film.
Adapun komponen utama yang dibutuhkan dalam melakukan
Optical Motion Capture System adalah kamera optik, marker, dan
software. Berikut merupakan prosedur dalam melakukan Optical
Motion Capture System,
1. Kalibrasi kamera
2. Penempatan marker
3. Pelacakan marker
4. Rekontruksi 2 dimensi atau 3 dimensi

2.3 Fotogrametri

2.3.1 Dasar Fotogrametri


Fotogrametri merupakan salah satu bidang ilmu yang
mempelajari pengukuran benda dan permukaan bumi dengan
menggunakan informasi dalam gambar fotografi, serta melibatkan
banyak prinsip trigonometri dan geometri. Prinsip dasar ini
mencakup berbagai karakteristik kamera seperti panjang fokus
lensa, distorsi lensa, dan resolusi gambar. Proses teknologi
stereoskopis sangat penting dalam fotogrametri, di mana dua atau
10 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

lebih gambar dari sudut berbeda digunakan untuk membuat


representasi tiga dimensi suatu objek atau permukaan bumi.
Pentingnya titik kontrol sebagai acuan penentuan skala dan
orientasi gambar juga menjadi fokus studi literatur ini.
Orientasi dalam fotogrametri yaitu penentuan posisi dan arah
kamera pada saat pengambilan gambar merupakan aspek penting
untuk menjamin keakuratan hasil pengukuran. Memahami distorsi
fotogrametri (baik distorsi lensa maupun perspektif) adalah dasar
untuk mengoreksi dan mengubah informasi gambar ke ukuran
sebenarnya suatu objek. Pemodelan permukaan, termasuk
triangulasi dan interpolasi, merupakan langkah selanjutnya dalam
membuat model tiga dimensi dari objek atau daratan yang
diamati. Di sisi lain, pengintegrasian fotogrametri ke dalam
sistem informasi geografis (GIS) memberikan dimensi tambahan
pada analisis spasial dan pengelolaan data geografis.

2.3.2 Kalibrasi Kamera


Kalibrasi kamera merupakan aspek krusial dalam pemrosesan
gambar dan fotogrametri. Proses kalibrasi kamera bertujuan untuk
memahami dan mengkompensasi distorsi optik serta parameter
kamera yang dapat mempengaruhi akurasi pengukuran. Salah satu
pendekatan yang umum digunakan dalam kalibrasi kamera adalah
menggunakan model matematis, seperti model pinhole atau
model kamera fisheye.
Berbagai penelitian menyajikan metode kalibrasi kamera dengan
menggunakan pola titik kontrol atau grid yang ditempatkan di
depan kamera. Teknik ini memungkinkan ekstraksi parameter
kamera, termasuk panjang fokus lensa, titik principal, dan distorsi
lensa. Selain itu, beberapa studi mengusulkan metode kalibrasi
kamera yang bersifat otomatis menggunakan teknologi yang
dapat dideteksi secara otomatis oleh perangkat lunak pengolahan
gambar. Kalibrasi kamera juga mencakup pemahaman distorsi
lensa, seperti distorsi radial dan tangensial, yang mempengaruhi
akurasi pengukuran. Penelitian terkini menunjukkan upaya untuk
mengembangkan model distorsi yang lebih kompleks guna
meningkatkan ketepatan dalam memodelkan karakteristik lensa
yang kompleks.
11 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

Berdasarkan objek yang digunakan dalam proses kalibrasi, teknik


kalibrasi dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu :
1. Menggunakan Objek 3D
2. Menggunakan Bidang 2D
3. Menggunakan Garis 1D
4. Self Calibration (tidak menggunakan objek)

2.3.3 Direct Linear Transformation Equation


Dalam fotogrametri, algoritma Direct Linear Transformation
(DLT) adalah teknik untuk memprediksi transformasi antara dua
kumpulan titik. Matriks homografi yang diperkirakan
menggunakan algoritma DLT, yaitu matriks berukuran 3x3 yang
memetakan titik-titik dari satu bidang ke bidang lainnya.
Untuk mendapatkan persamaan DLT, dibutuhkan sistem
persamaan linear yang dapat diselesaikan dengan bantuan linear
aljabar. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi matriks
homografi yang mengubah titik antara bidang yang berbeda
dengan membuat sistem persamaan yang menghubungkan
koordinat titik-titik yang bersesuaian pada kedua bidang.
Menemukan titik-titik yang bersesuaian pada kedua bidang,
membangun sistem persamaan linear, menerapkan aljabar linear
untuk menyelesaikan sistem persamaan, serta normalisasi matriks
homografi adalah beberapa proses yang membentuk algoritma
DLT.

Figure 4 skematik metode DLT


12 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

Selain koordinat yang telah diberikan pada gambar diatas, kita


bisa menentukan koordinat untuk N sebagai [ x o y o z o ] Jika kita
menggambar vektor A dari titik N menuju O, maka diperoleh
(1)

Proyeksi dari ruang benda titik O ke N tidak seluruhnya tegak


lurus /normal pada permukaan bidang bayangan. Untuk alasan
ini, kami menetapkan poin utama, yang merupakan suatu titik
pada bidang bayangan sehingga vektor yang ditarik dari N ke titik
tersebut adalah normal pada permukaan bidang gambar. P adalah
titik utama tersebut, seperti yang dijelaskan pada diagram
dibawah ini.

Figure 5 diagram DLT


Persamaan dari diagram diatas adalah :
L 1 x + L2 y + L3 z + L 4
u= (2)
L9 x + L10 y + L11 z+ 1

L 5 x + L6 y + L7 z + L 4
y= (3)
L9 x + L10 y + L11z +1

Variabel L dikenal sebagai Parameter DLT. Kita membutuhkan


parameter DLT sebelum dapat memulai kalibrasi kamera.
Terdapat 11 parameter DLT yang tidak diketahui berdasarkan
persamaan diatas. Persamaan diatas dapat diterapkan pada objek
3D. Sedangkan untuk objek 2D, melalui penurunan persamaan
tersebut, terdapat 8 parameter DLT yang dibutuhkan. Kita dapat
13 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

menulis kembali persamaan tersebut dalam bentuk matriks untuk


objek 2D dengan 8 parameter DLT yang tidak diketahui.

(4)

Jumlah titik kendali yang tersedia ditunjukkan dengan subskrip n


sebelumnya. Lokasi di dalam objek dimana dunia dan sistem
koordinat gambar diketahui dikenal sebagai titik kontrol.

2.4 Penempatan Marker

Marker adalah titik-titik tertentu yang ditempatkan pada tubuh atau


bagian tubuh yang akan diamati pada analisis gerakan. Pemasangan
marker dilakukan berdasarkan karakteristik antropologi dari bagian
tubuh. Pada analisis gerak dua dimensi dibutuhkan dua marker pada tiap
segmen tubuh yang akan diamati, sementara pada analisis gerak tiga
dimensi membutuhkan tiga marker yang non-collinear untuk masing-
masing segmen tubuh.
Pada studi ini, analisis gerak tubuh bagian bawah dilakukan hanya pada
bidang sagital sehingga tiap segmen tubuh bagian bawah akan dipasang
masing-masing dua marker dengan kriteria marker ditempatkan di
proximal dan distal dari masing-masing segmen lower limb.

Figure 6 pemasangan marker


14 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengaruh Pemberian Pemberat Kaki Terhadap Sudut Sendi Hip


dan Knee

Penelitian ini mengamati perubahan yang cukup signifikan pada sudut


sendi pinggul dan lutut saat melakukan gerakan berjalan dengan dan
tanpa menggunakan pemberat kaki. Perhitungan dilakukan dengan cara
di bawah ini.

LOWER EXTREMITY JOINT


ANGLE

Figure 7 lower extremity joint angle

θ Hip=¿ θ Thigh Absolute −θTrunk Absolute ¿ (5)

θ Knee=¿θ Thigh Absolute −θ Leg Absolute ¿ (6)


15 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

Berikut merupakan tabel hasil pemakaian pemberat kaki dan tanpa


pemberat kaki dalam satu gait cycle pada satu subjek.
Table 1 Sudut Relatif Pinggul dan Lutut dengan Pemakaian dan Tanpa
Beban

knee relative angle hip relative angle


Gait (DEG) angle (DEG) angle
Cycle Frame differences differences
(%) tanpa dengan (DEG) tanpa dengan (DEG)
beban beban beban beban
2.63 1 8,22 8,13 0,09 -1,25 0,00 -1,25
5263 2 10,85 9,46 1,39 -1,25 0,00 -1,25
7894 3 10,90 8,60 2,3 -2,49 -2,44 -0,05
10.52 4 9,98 7,31 2,67 -3,73 -3,73 0
13.15 5 9,60 9,98 -0,38 -5,08 -3,73 -1,35
15.78 6 8,54 9,07 -0,53 -6,48 -4,97 -1,51
18.42 7 9,83 9,27 0,56 -7,77 -7,43 -0,34
45067 8 10,45 10,50 -0,05 -8,84 -6,20 -2,64
23.68 9 9,00 7,47 1,53 -11,56 -8,84 -2,72
26.31 10 10,96 6,69 4,27 -11,56 -11,31 -0,25
28.94 11 13,17 9,27 3,9 -12,80 -12,53 -0,27
31.57 12 14,26 6,57 7,69 -14,04 -16,46 2,42
34.21 13 21,16 20,31 0,85 -14,68 -11,56 -3,12
36.84 14 29,17 22,49 6,68 -10,30 -11,56 1,26
39.47 15 34,11 29,62 4,49 -9,04 -9,04 0
42.10 16 43,74 34,83 8,91 -3,99 -6,48 2,49
44.73 17 48,81 42,46 6,35 0,00 -2,54 2,54
47.36 18 52,71 47,91 4,8 3,90 0,00 3,9
50 19 52,60 53,50 -0,9 6,63 3,81 2,82
52.63 20 53,28 49,79 3,49 9,25 3,81 5,44
55.26 21 43,69 47,67 -3,98 9,25 6,48 2,77
57.89 22 39,24 44,38 -5,14 12,09 8,84 3,25
60.52 23 29,29 39,26 -9,97 12,09 11,56 0,53
63.15 24 18,55 31,88 -13,33 10,78 10,08 0,7
16 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

knee relative angle hip relative angle


Gait (DEG) angle (DEG) angle
Cycle Frame differences differences
(%) tanpa dengan (DEG) tanpa dengan (DEG)
beban beban beban beban
65.78 25 6,64 19,58 -12,94 7,94 9,04 -1,1
68.42 26 -2,83 11,39 -14,22 6,63 8,84 -2,21
71.05 27 -9,82 -0,29 -9,53 5,19 6,34 -1,15
73.68 28 -7,07 -3,82 -3,25 6,63 6,48 0,15
76.31 29 -1,33 -6,91 5,58 8,13 6,48 1,65
78.94 30 -1,50 -8,01 6,51 6,63 6,34 0,29
81.57 31 5,15 -1,44 6,59 7,94 7,59 0,35
84.21 32 7,96 -0,29 8,25 6,63 6,34 0,29
86.84 33 11,92 2,49 9,43 6,48 6,48 0
89.47 34 9,31 3,75 5,56 3,99 5,08 -1,09
92.10 35 13,50 6,41 7,09 3,81 5,08 -1,27
94.73 36 10,96 7,64 3,32 1,27 3,65 -2,38
97.36 37 13,65 9,12 4,53 1,27 2,49 -1,22
100 38 13,71 8,13 5,58 0,00 0,00 0

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa saat subjek berjalan


menggunakan pemberat kaki, terjadi kecenderungan di mana besar sudut
sendi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kondisi tanpa pemberat
kaki. Terdapat penurunan pada sudut sendi utama yang terlibat dalam
mekanisme gerakan berjalan, yaitu pada sudut pinggul dan lutut,
menyebabkan perubahan dalam panjang langkah kaki dengan tanah.
Sudut sendi yang lebih 'terkompresi' atau lebih mendekati tubuh ini
disebabkan oleh otot yang harus bekerja lebih keras untuk menyelesaikan
gerakan, sehingga mengakibatkan langkah yang lebih pendek
dibandingkan saat tidak menggunakan pemberat kaki.
17 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

HIP RELATIVE ANGLE

Figure 8 grafik perbandingan sudut relatif pinggul

KNEE RELATIVE ANGLE

Figure 9 grafik perbandingan sudut relatif lutut

Dari hasil pengolahan data di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan


pemberat kaki secara signifikan dapat memengaruhi pola biomekanika
gerakan berjalan. Terjadinya perubahan sudut sendi pada hasil yang
diamati menandakan kemungkinan adanya redistribusi beban atau
perubahan dalam penggunaan otot selama gerakan berjalan. Hal ini dapat
memengaruhi efisiensi gerakan yang berdampak pada kecepatan atau
performa saat berjalan. Namun, penurunan sudut sendi juga dapat
meningkatkan resiko cedera atau ketegangan berlebih pada area sendi
tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang perubahan
gerakan biomekanika ini dapat menjadi landasan penting dalam
18 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

merancang program latihan yang efektif dengan pemberat kaki,


meminimalkan risiko cedera, dan mengoptimalkan manfaat dari
penggunaan perangkat ini dalam latihan atau rehabilitasi atlet.

3.2. Pengaruh Pemberian Pemberat Kaki Terhadap Panjang


Langkah Kaki

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh pemberat kaki terhadap


panjang langkah subjek saat melakukan aktivitas berjalan. Berikut
merupakan tabel hasil panjang langkah pada aktivitas gerak berjalan saat
menggunakan pemberat kaki dan tanpa menggunakan pemberat kaki.

Table 2 Data panjang langkah saat tidak menggunakan beban

Rata-rata
Kondisi Langkah ke- Panjang langkah (cm)
posisi x
Awal 100,5217391
Pertama 98,2699275
Akhir 198,7916667
Awal 198,7916667
Kedua 93,0208333
Akhir 291,8125000
Rata-rata total 95,6453804
Standar Deviasi 3,7116701

Table 3 Data panjang langkah saat menggunakan beban

Rata-rata
Kondisi Langkah ke- Panjang langkah (cm)
posisi x
Awal 106,00000000
Pertama 96,25925600
Akhir 202,25925930
Awal 202,25925930
Kedua 88,70227920
Akhir 290,96153850
Rata-rata total 92,48076923
Standar Deviasi 5,34359184
19 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

Dari hasil penelitian di atas, diperoleh bahwa ketika subjek tidak


memakai pemberat di kaki, rata-rata panjang langkah adalah
95.64538043 cm. Sedangkan, ketika subjek menggunakan pemberat kaki,
rata-rata panjang langkahnya adalah 92.48076923 cm.

Hal ini menunjukkan terdapat penurunan panjang langkah ketika subjek


menggunakan pemberat kaki dikarenakan adanya penyesuaian dalam
pola gerakan dan beban ekstra yang harus diatasi oleh otot dan sendi.
Peningkatan beban pada kaki dapat mengakibatkan panjang langkah
menjadi lebih pendek karena otot-otot kaki harus bekerja lebih keras
untuk mengangkat dan memindahkan beban tambahan tersebut.
Penggunaan pemberat kaki juga meningkatkan kebutuhan energi selama
berjalan. Sehingga terdapat kecenderungan bagi seseorang secara alami
memilih untuk mengambil langkah-langkah yang lebih pendek untuk
mengurangi kelelahan dan meminimalisir penggunaan energi yang lebih
besar.

Faktor lain yang berperan adalah perubahan pola gerakan dan


penyesuaian postur. Otot-otot tentunya bergerak dengan cara yang
berbeda untuk menyesuaikan dengan beban tambahan yang
mengakibatkan perubahan postur langkah selama berjalan. Selain itu,
penambahan pemberat kaki juga berpengaruh pada distribusi beban tubuh
sehingga akan berpengaruh juga terhadap keseimbangan alami seseorang
Penggunaan pemberat kaki dapat mempengaruhi distribusi beban antara
tungkai yang memberi dukungan dan tungkai yang sedang melangkah.
Ini bisa berdampak pada stabilitas dan koordinasi gerakan, sehingga
mempengaruhi panjang langkah yang diambil untuk menjaga
keseimbangan dan stabilitas selama berjalan.
20 Nadine A. W., R. M. Hazel P. H., Ratna D. S., Nasywatha C. R. &
M. A. Mufasirin

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian, percobaan, dan pembahasan maka dapat


disimpulkan bahwa:
1. Dengan adanya penggunaan pemberat kaki menyebabkan
penurunan pada sudut relatif sendi utama yang terlibat dalam
mekanisme gerakan berjalan.

2. Penggunaan pemberat kaki dapat membuat panjang langkah saat


aktivitas berjalan menjadi lebih pendek.

4.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperbanyak variasi


beban yang digunakan agar dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai efek spesifik dari setiap jenis pemberat terhadap
panjang langkah kaki. Selain itu, juga dapat dengan menambah parameter
yang diuji, misalnya apakah efek ini lebih terlihat pada penggunaan
jangka panjang atau seberapa cepat efek tersebut terjadi setelah
penggunaan pemberat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Oliver, J., Anatomical Planes, TeachMe Anatomy,


https://teachmeanatomy.info/the-basics/anatomical-terminology/pla
nes/. [Diakses 23 Desember 2023].
[2] “Bones of the Lower Limb”, OpenStax College, https://pressbooks-
dev.oer.hawaii.edu/anatomyandphysiology/chapter/bones-of-the-
lower-limb/#fig-ch08_04_01. [Diakses 23 Desember 2023].
[3] Ferryanto, “Pengembangan Sistem Pengolahan Citra Digital Untuk
Analisis Gerak Berjalan 3D,” 2011.
[4] Gutemberg, B., Optical Motion Capture: Theory and
Implementation, University of Maryland, 2005.

Anda mungkin juga menyukai