Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TEORI TENTANG ILMU TAJWID


DAN TARTIL MEMBACA AL-QUR’AN

A. Pengertian Ilmu Tajwid


1. Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
merangkaikan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahun; (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998: 747).
Pengertian ilmu menurut penulis disini merupakan suatu pengetahuan dalam
bidang tertentu yang sistematis menjelaskan tentang suatu bidang
pengetahuan.
2. Tajwid
Tajwīd (‫ )تجويد‬secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok
dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada
(‫جوّد‬-‫يجوّد‬-‫ )تجويدا‬dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qira‟ah, tajwid berarti
mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang
dimilikinya (Lim Abdurrohim Acep, 2007: 28). Jadi ilmu tajwid adalah suatu
ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan
huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur‟an maupun bukan.

Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa tajwid itu adalah suatu


cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari sebelum mempelajari ilmu
Qira‟at Al-Qur‟an. Ilmu tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan
Al-Qur‟an. Ilmu tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca huruf Arab dan
telah dapat membaca Al-Qur‟an sekedarnya. (Tombak Alam, 1994: 15)

Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini adalah


makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf), shifatul huruf (cara
pengucapan huruf), ahkamul huruf (hubungan antar huruf), ahkamul maddi
wal qasr (panjang dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida‟ (memulai

14
15

dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani. (Al-Mahmud, 2004: 56-


65).

Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sebaik-


baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat Al-Qur‟an. Para ulama
menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah
tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca Al-Qur‟an adalah fardhu ain atau
wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa. (Abdurohim,
2007: 46)

Untuk menghindari kesalahpahaman antara tajwid dan Qira‟at, maka


perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tajwid, pendapat
sebagaian ulama memberikan pengertian tajwid sedikit berbeda namun pada
intinya sama sebagaimana yang dikutip (Hasanudin, 2009: 44)

Secara bahasa, tajwid berarti al-tahsin atau membaguskan. Sedangkan


menurut istilah yaitu, mengucapkan setiap huruf sesuai dengan makhrajnya
menurut sifat-sifat huruf yang mesti diucapkan, baik berdasarkan sifat asalnya
maupun berdasarkan sifat-sifatnya yang baru. Sebagian ulama yang lain
mendefinisikan tajwid sebagai berikut :

“Tajwid ialah mengucapkan huruf (Al-Qur‟an) dengan tertib menurut


yang semestinya, sesuai dengan makhraj serta bunyi asalnya, serta
melembutkan bacaannya sesempurna mungkin tanpa berlebihan ataupun
dibuat-buat”. Rasulullah bersabda: "Bacalah olehmu Al-Qur'an, maka
sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat/pertolongan
ahli-ahli Al-Qur'an (yang membaca dan mengamalkannya)." (HR. Muslim).

Tajwid adalah membaguskan bacaan, huruf-huruf, kalimat-kalimat Al-


Qur‟an satu persatu dengan teratur perlahan dan tidak terburu-buru sesuai
dengan hukum-hukum tajwid. (Fahrurrosi, 2012: 25)

Jadi yang dimaksud dengan tajwid disini adalah rangakaian aturan


yang mengatur tentang cara membaca huruf, kalimat supaya bacaan menjadi
teratur dan sesuai menurut kaidah yang telah ditentukan.
16

B. Pengertian Tartil Membaca Al-Qur’an


1. Tartil
Tartil secara etimologi (bahasa) adalah tamahhul yang memiliki arti
pelan. Maka tartil adalah membaca Al-Qur‟an dengan tempo yang pelan dan
tidak terburu-buru.

Tartil secara terminologi (istilah) adalah membaca Al-Qur‟an dengan


mengikuti prosedur dan aturan serta sesuai dengan kaidah yang berlaku baik
dalam segi makhraj (tempat keluar dan sifat huruf) dan mengetahui tempat-
tempat berhenti (waqaf) dengan tempo yang pelan serta meresapi ma‟nanya
dan tidak bertujuan mengajar. (Nurul Jadid, 2003: 14)

Imam Abdul Chamid Al-Maki Al-Syarwani dan Imam Ahmad Ibnu


Qasim Al „Ubbadi didalam Kitabnya Chawasy Al-Syarwani Wal „Ubbadi
menyatakan bahwa hukum membaca Al-Qur‟an dengan tartil dengan meresapi
ma‟nanya adalah sunnah. Sedang membaca Al-Qur‟an dengan tempo yang
cepat adalah makruh. Wallahu a‟lam bis shawab.
2. Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media
bahasa tulis (Tarigan, 1984: 7). Pengertian lain dari membaca adalah suatu
proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa
tulis.

Membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan


pembinaan daya nalar (Tampubolon,1987: 6). Dengan membaca, seseorang
secara tidak langsung sudah mengumpulkan kata demi kata dalam mengaitkan
maksud dan arah bacaannya yang pada akhirnya pembaca dapat
menyimpulkan suatu hal dengan nalar yang dimilikinya.

Dari segi linguistik membaca adalah suatu proses penyandian kembali


dan pembahasan sandi, berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru
melibatkan penyandian. Sebuah aspek pembacaan sandi adalah
17

menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup


pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. (Tarigan, 1984: 8)

(Harjasujana, 1996: 4) mengemukakan bahwa membaca merupakan


proses. Membaca bukanlah proses yang tunggal melainkan sintesis dari
berbagai proses yang kemudian berakumulasi pada suatu perbuatan tunggal.
Membaca diartikan sebagai pengucapan kata-kata, mengidentifikasi kata dan
mencari arti dari sebuah teks.

Membaca diawali dari struktur luar bahasa yang terlihat oleh


kemampuan visual untuk mendapatkan makna yang terdapat dalam struktur
dalam bahasa. Dengan kata lain, membaca berarti menggunakan struktur
untuk menginterpretasikan struktur luar yang terdiri dari kata-kata dalam
sebuah teks.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa membaca


merupakan sebuah proses yang melibatkan kemampuan visual dan
kemampuan kognisi. Kedua kemampuan ini diperlukan untuk memberikan
lambang-lambang huruf agar dapat dipahami dan menjadi bermakna bagi
pembaca.

Hakikat Membaca (Kridalaksana, 1982: 105) mengemukakan bahwa


dalam kegiatan membaca melibatkan dua hal, yaitu (1) pembaca yang
berimplikasi adanya pemahaman dan (2) teks yang berimplikasi adanya
penulis.

(Syafi‟ie, 1994: 6-7) menyebutkan hakikat membaca adalah


Pengembangan keterampilan, mulai dari keterampilan memahami kata-kata,
kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam bacaan sampai dengan memahami
secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi bacaan. Kegiatan visual, berupa
serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan
penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok
kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. Kegiatan mengamati
dan memahami kata-kata yang tertulis dan memberikan makna terhadap kata-
kata tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
18

dipunyai. Suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses mempersepsi dan
memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan. Proses
mengolah informasi oleh pembaca dengan menggunakan informasi dalam
bacaan dan pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya
yang relevan dengan informasi tersebut. Proses menghubungkan tulisan
dengan bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. (Abduh
Zulfika akaha, 2003: 44)

Kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam tulisan.


Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan mekanis saja, melainkan merupakan
kegiatan menangkap maksud dari kelompok-kelompok kata yang membawa
makna. Dari beberapa butir hakikat membaca tersebut, dapat dikemukakan
bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan
psikologis. Proses yang berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara
visual dan merupakan proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis
tersebut berlanjut dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir
dalam mengolah informasi. Proses psikologis itu dimulai ketika indera visual
mengirimkan hasil pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui
sistem syaraf. Melalui proses decoding gambar-gambar bunyi dan
kombinasinya itu kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna.
(Anwar Desi, 2001: 425)

”Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis yang dilakukan
dengan melisankan atau dalam hati” (Harjasujana, 2003: 46).

Jadi yang dimaksud dengan keterampilan membaca adalah kecakapan


untuk menyelesaikan atau melakukan pemahaman terhadap isi dari sesuatu
yang tertulis yang dilakukan dengan cara melafalkan secara lisan atau dalam
hati.

3. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah bentuk masdhar dari kata kerja Qara‟a, berarti
“bacaan” kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. (Said
Agil Husin Al Munawwar, 2003: 4)
19

a. Makna Secara Bahasa (Etimologi)


Kata Al-Qur‟an adalah isim mashdar (kata benda) dari kata (‫)قرأ‬
dengan makna isim Maf‟ul, sehingga berarti “bacaan”. (Muhaimin Zen, 2012:
49)
(Lihat, http://himitsuqalbu.wordpress.com/2012/03/01/al-qu‟ran-dab
hadits-makalah/ diakses pada tanggal 28 Februari 2017) Al-Qur‟an
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro‟a (‫ )قرأ‬yang bermakna
Talaa (‫)تال‬ keduanya bererti: membaca, atau bermakna Jama‟a
(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro‟a Qor‟an Wa
Qur‟aanan (‫ )قرأ قرءا وقرآنا‬sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa
Qhufroonan ( ‫)غفر غفرا وغفرانا‬. Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa)
maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf‟uul,
artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni:
Jama‟a) maka ia adalah mashdar dari Isim Faa‟il, artinya Jaami‟ (Pengumpul,
Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-
hukum.
b. Makna Secara Syari‟at (Terminologi)
Al-Qur‟an yang mulia adalah firman Allah Swt. Al-Qur‟an diturunkan
kepada Rasulullah, Muhammad Saw, melalui wahyu yang dibawa oleh jibril,
baik lafazh maupun maknanya; membacanya merupakan ibadah, sekaligus
merupakan mukjizat yang sampai kepada kita secara mutawatir (Hizbut
Tahrir, 2004: 31). Adalah Kalam Allah Ta‟ala yang diturunkan kepada Rasul
dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu „alaihi wasallam,
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat an-Naas.
Al-Qur‟an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril
sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa
dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat,
zabur dan injil yang diturunkan kepada para rasul melalui perantara jibril.
Syaikh Abu Utsman berkata: ”Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan
bahwa Al-Qur‟an adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu
yang diturunkan, bukan makhluk. Barangsiapa yang menyatakan dan
20

berkeyakinan bahwa ia makhluk maka kafir menurut pandangan mereka.


(Departemen Agama RI, 2006: 277).
Al-Qur‟an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui
Jibril kepada Rasulullah dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu
sebagai peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah: dalam (Q.S.
Asy-Syu‟ara: 192-195)
Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata:
“Al-Qur‟an adalah kalamullah, bukan makhluk. Barangsiapa yang
mengatakan Al-Qur‟an adalah makhluk, maka dia telah kufur kepada Allah
Yang Maha Agung, tidak diterima persaksiannya, tidak dijenguk jika sakit,
tidak dishalati jika mati, dan tidak boleh dikuburkan di pekuburan kaum
muslimin. Ia diminta taubat, kalau tidak mau maka dipenggal lehernya.”
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur‟an berasal dari bahasa Arab
yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-
Qur‟an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja Qara‟a yang artinya
membaca. (Pendidikan Agama Islam, 2012: 13)
Al-Qur‟an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan
perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
ditutup dengan surat An-Nass.
c. Fungsi Al-Qur'an
1) Petunjuk bagi Manusia
Allah swt menurunkan Al-Qur‟an sebagai petujuk umat manusia,
seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185)
Terjemahnya:
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah: bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur‟an sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di
antara kamu hadir (di Negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka
21

hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (Departemen Agama RI, 28) dan (QS Al-Baqarah
2:2) dan (Q.S Al-Fusilat 41:44).
2) Sumber pokok ajaran islam
Fungsi Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan
diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam. Adapun ajarannya
meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum, ibadah,
ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan ,ilmu pengethuan dan seni.
(Probolinggo, 2012: 14)
3) Peringatan dan pelajaran bagi manusia
Dalam Al-Qur‟an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan
umat terdahulu, baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun
yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya. Bagi kita,
umat yang akan datang kemudian tentu harus pandai mengambil hikmah
dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur‟an.
4) Sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw
Turunnya Al-Qur‟an merupakan salah-satu mukjizat yang dimilki
oleh nabi Muhammad saw. (Muhaimin Zen, 2012: 49).
d. Tujuan Pokok Al-Qur‟an
Adapun Pokok Ajaran dalam isi kandungan Al-Qur‟an sebagai berikut:
1) Akidah
Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan. Akidah islam adalah
keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh
hati oleh setiap muslim. Dalam islam, akidah bukan hanya sebagai konsep
dasar yang ideal untuk diyakini dalam hati seorang muslim. Akan tetapi,
akidah tau kepercayaan yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus
22

mewujudkan dalam amal perbuatan dan tingkah laku sebagai seorang yang
beriman. (Fahrurrosi, 2012: 15)
2) Ibadah dan Muamalah
Kandungan penting dalam Al-Qur‟an adalah ibadah dengan
muamallah. Menurut Al-Qur‟an tujuan diciptakannya jin dan manusia
adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Seperti yang dijelaskan dalam
(Q.S Az,zariyat 51:56)
Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk
sosial. Manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat
komunikasi. Komunikasi dengan Allah atau hablum minallah, seperti
shalat, membayar zakat dan lainnya. Hubungan manusia dengan manusia
atau hablum minannas, seperti silahturahmi, jual beli, transaksi dagang,
dan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan seperti itu disebut kegiatan
Muamallah, tata cara bermuamallah di jelaskan dalam surat Al-Baqarah
ayat 82.
3) Hukum
Secara garis besar Al-Qur‟an mengatur beberapa ketentuan tentang
hukum seperti hukum perkawinan, hukum waris, hukum perjanjian,
hukum pidana, hukum musyawarah, hukum perang, hukum antar bangsa.
4) Akhlak
Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral.
Akhlak, di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia,
juga menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan
tugasnya. Nabi Muhammad saw berhasil menjalankan tugasnya
menyampaikan risalah islamiyah, anhtara lain di sebabkan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap akhlak. Ketinggian akhlak Beliau itu
dinyatakan Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 4.
5) Kisah-kisah umat terdahulu
Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur‟an. Al-Qur‟an
menaruh perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya.
Bahkan, didalamnya terdapat satu surat yang di namakan al-Qasas. Bukti
lain adalah hampir semua surat dalam Al-Qur‟an memuat tentang kisah.
23

Kisah para nabi dan umat terdahulu yang diterangkan dalam Al-Qur‟an
antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan ayat 37-39.
6) Isyarat pengemban ilmu pengetahuan dan teknologi (Hizbut Tahrir,
2004: 31)
Al-Qur‟an banyak mengimbau manusia untuk menggali dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti dalam surat ar-
Rad ayat 19 dan al zumar ayat: 9. Selain kedua surat tersebut masih
banyak lagi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam
kedokteran, farmasi, pertanian, dan astronomi yang bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan umat manusia.
e. Struktur Pembagian Al-Qur‟an
1) Surah, ayat dan ruku‟
Al-Qur‟an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan
nama surah (surat). Setiap surah akan terdiri atas beberapa ayat, di mana
surah terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang
terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-
„Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang
disebut ruku‟ yang membahas tema atau topik tertentu.
2) Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur‟an juga terbagi menjadi 30
bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian
ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur‟an
dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-
Qur‟an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari
(satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan
dengan pembagian subyek bahasan tertentu. Alqur‟an memiliki beberapa
struktur dan bagian-bagian mulai dari nama surah, tempat dimana
diturukannya dan ukuran-ukuran surah mulai dari awal mula
diturunkannya sampai dengan akhir diturunkannya. Yang kesemuanya ini
apabila dikaji secara mendalam maka akan memberikan pemahaman
kearah sang Pencipta, yaitu, ”Allah SWT”. Dari pemaparan diatas dapat
diketahui bahwa Al-Qur‟an diturunkan untuk dibaca sebagai sarana
24

mendekatkan diri kepada Allah untuk diresapi artinya agar lebih mengerti
akan “hakikat”. Namun begitu, Al-Qur‟an juga bisa digunakan untuk
mendapatkan berkah, agar mendapatkan kesembuhan dari segala penyakit
atau demi tujuan-tujuan lain yang dibenarkan oleh agama. Banyak
riwayat-riwayat mengenai penggunaan Al-Qur‟an atau doa-doa lainnya
sebagai “suwuk” atau mantra. (Departemen Agama RI, 2006: 35).
“Kitab Suci Umat Islam dan merupakan firman-firman Allah Swt
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantara
Malaikat Jibril untuk dipahami dan diamalkan sebagi petujuk atau
pedoman hidup umat manusia”.
C. Urgensi Ilmu Tajwid dalam Membina Tartil Membaca Al-Qur’an
1. Pentingnya Ilmu Tajwid
Mempelajari ilmu tajwid itu merupakan hal yang penting. Bagaimana
bacaan Al-Qur'an kita akan baik jika kita tidak memahami ilmu tersebut.
Allah SWT telah memberikan pernyatan yang tegas dalam Al-Qur'an:
"Dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan." (QS. al
Muzammil: 4) Al Imam Ibnul jazari rahimahullah berkata:
Membaca Al-Qur'an dengan tajwid hukumnya wajib, barangsiapa yang
tidak memperbaiki bacaan Al-Qur'an ia berdosa, karena dengan tajwidlah
Allah menurunkan, dan demikian pula Al-Qur'an itu sampai kepada kita.
Di dalam ilmu tajwid dibahas mengenai hal-hal penting di antaranya
mengenai pengucapan huruf Hija'i yang berjumlah 29 huruf dari
huruf (‫ )ا‬sampai dengan (‫)ي‬. Itu dikenal dengan Makharijul Huruf (tempat
keluarnya huruf). Satu huruf dengan huruf lainnya memiliki karakter sendiri-
sendiri. Berbeda makhraj dan sifatnya.
2. Pentingnya Tingkat Tartil Membaca Al-Qur‟an
Ketartilan membaca Al-Qur‟an bahwa pentingnya ketartilanan adalah
membaca dengan benar sesuai tajwid dan makhrojnya.
Belajar Al-Qur‟an dan mempelajari huruf Al-Qur‟an sangat penting
sebab itu mereka harus bisa membaca lancar, cepat, tepat dan benar sesuai
dengan makhrajnya dan kaidah tajwidnya, untuk dapat membaca Al-Qur‟an
dengan baik, tentu harus dapat memahami dan menguasai beberapa kriteria
25

yaitu fashoh, tartil dan menguasai ilmu tajwid. Bahwa ketiga kriteria tersebut
sangat penting untuk siswa bisa fashoh dalam membaca Al-Qur‟an. (Moh. Al-
Amiri Mannan Romzi, 2012: 14)
Maka bahwa ketidakpahaman terhadap ilmu tajwid akan menyebabkan
kesalahan salah satunya makhraj. Kesalahan makhraj akan menyebabkan
kesalahan makna. Kesalahan makna akan menyebabkan penyimpangan
terhadap Al-Qur`an yaitu:
Ketidak pahaman ilmu tajwid akan menyebabkan beberapa hal
diantaranya bahasa Al-Qur‟an menjadi seperti bahasa sehari-hari, sehingga
tidak memiliki keistimewaan sebagai kitab suci. Disamping itu ketidak
pahaman ilmu tajwid akan menyebabkan baca Al-Qur'an akan menjadi datar
dan tidak beriram. dan yang paling penting bisa menyebabkan salah kesalahan
makhraj.
Kesalahan makhraj akan menyebabkan kesalahan makna di dalam ilmu
tajwid dibahas mengenai hal-hal penting di antaranya mengenai pengucapan
huruf Hija'i yang berjumlah 29 huruf dari huruf (‫ )ا‬sampai dengan (‫)ي‬. Itu
dikenal dengan Makharijul Huruf (tempat keluarnya huruf). Satu huruf dengan
huruf lainnya memiliki karakter sendiri-sendiri, Berbeda makhraj dan sifatnya.
Ketika kita mengucapkan satu kata atau huruf dalam Al-Qur'an, maka artinya
pun akan berbeda. Sebagai contoh lain, kata )‫ (علمين‬memiliki makna beberapa
alam (seperti alam manusia, malaikat, jin dan sebagainya), jika huruf yang
pertama (huruf ‫ )ع‬diganti dengan huruf ‫ ء‬menjadi ‫( المين‬artinya segala
penyakit).
Kesalahan makna akan menyebabkan makna yang kabur bahkan
menyimpang dari tujuan yang utama diturunkannya Al-qur'an atau
penyimpangan dari ruh spirit islam yang original.

Anda mungkin juga menyukai