Anda di halaman 1dari 17

23

Al-Qur’an secara etimologis merupakan bentuk masdar dari kata kerja


(fi’il) qara’a yaqra’a sinonim dengan kata qiraah yang berarti bacaan
(supiana, 2002, hal. 30). Adapun pengertian Al-Qur’an menurut (Shiddieqy,
2000, hal. 3) ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw yang ditulis dalam mushaf.

Pendapat lain mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman atau kalam


Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya
merupakan ibadah (AS, 2004, hal. 17). Al-Qur’an adalah firman Allah yang di
wahyukan oleh-Nya (Allah) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
jibril. Al-Qur’an memiliki cara yang khas dan bentuk ungkapan yang tidak ada
bandingannya.

Dari definisi diatas dapat di pahami bahwa Al-Qur’an adalah kalam


Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan
malaikat Jibril yang ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada
kita secara mutawatir yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-
Naas dan membacanya adalah ibadah.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Baca tulis Al-
Qur’an yaitu salah satu metode belajar praktis dalam belajar membaca Al-
Qur’an yaitu metode yang mengajarkan membaca huruf-huruf Al-Qur’an yang
sudah berharokat secara langsung tanpa mengeja, langsung praktek secara
mudah dan praktis bacaan tajwid secara baik dan benar serta materi pelajaran
diberikan secara bertahap dan berkesinambungan.

Baca tulis Al-Qur’an dalam pembahasan ini yaitu kemampuan yang


dimiliki oleh mahasiswa dalam membaca, menulis Al-Qur’an dengan baik,
lancar dan benar yang dapat dilihat dari ketepatan tajwid dan gharib.

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti bisa atau dapat,
kemudian mendapat awalan ke- dan akhiran–an menjadi kemampuan, yang
berarti kecakapan , kesanggupan dan kebolehan melakukan sesuatu (Hidayat,
2010, hal. 27).
24

Bagi Gordon dalam (Ramayulis, 2008, hal. 37) kemampuan adalah


sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.

Sejalan dengan itu menurut Robbins dalam (Indrawati, 2006, hal. 46)
kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan.

Dari beberapa definisi dapat penulis pahami bahwa kemampuan adalah


kecakapan atau potensi yang dimiliki oleh individu untuk menguasai keahlian
dalam mengerjakan tugas ataupun pekerjaan.

Kemampuan adalah potensi yang dimiliki oleh individu. Pada awalnya


belum dimiliki oleh individu tetapi setelah adanya latihan-latihan maka
individu tersebut memiliki kemampuan. Apabila kita tidak pernah berlatih dan
mempelajari kemampuan yang akan kita dalami, maka hasilnya belum
maksimal karena kurangnya latihan.

Adapun yang dimaksud dengan “kemampuan” dalam tulisan ini adalah


kesanggupan atau kecakapan yang berkaitan dengan keterampilan membaca
Al-Qur’an dengan baik, lancar dan benar.

Bagi umat Islam memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an sangatlah


diperlukan. Tidak hanya berguna dalam lingkup sekolah saja, tetapi berguna
untuk kegiatan sehari-hari. Kita sebagai umat Islam alangkah baiknya
menomorsatukan hal kemampuan membaca Al-Qur’an. Karena mampu
membaca Al-Qur’an merupakan ciri dari umat Islam. Sangatlah berpengaruh
kemampuan membaca yang diperoleh seseorang pada pemahaman. Karena
kemampuan membaca merupakan dasar untuk kita menguasai berbagai bidang
studi.

Untuk itu sebagai seorang muslim sangat dianjurkan mempelajari Al-


Qur’an baik membaca dan memahami makna serta mengamalkan isi Al-Qur’an
menjadi sangat penting, karena Al-Qur’an menjadi pedoman hidup bagi semua
umat Islam, Allah SWT menurunkan Al-Qur’an untuk menghindarkan umat
25

manusia dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya Islam. Salah satu
keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an dan tidak dimiliki oleh kitab suci
lainnya adalah ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat kepada orang
yang senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an. Mengingat betapa pentingnya
Al-Qur’an bagi kehidupan manusia, maka pendidikan Al-Qur’an menjadi hal
yang sangat penting bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa .

Membaca Al-Qur’an tidak mengenal batas usia dan jenis kelamin.


Semua orang dari berbagai jenis kelamin dan usia, serta dari berbagai ilmu dan
ragam seni tidak akan pernah kehabisan semangat untuk membaca Al-Qur’an,
hingga pakar yang teramat sangat ahli dalam bidangnya masing-masing juga
merasakan nikmatnya membaca Al-Qur’an (Suma, 2013, hal. 21).

Tidak ada bacaan seperti Al-Qur’an yang diatur tata cara bacaannya,
mana yang dipendekkan, dipanjangkan, dipertebal, atau diperhalus ucapannya,
dimana tempat yang terlarang, atau boleh atau harus memulai dan berhenti,
bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya (shihab,
2003, hal. 3). Pendapat lain mengatakan Kemampuan membaca Al-Qur’an
menurut Mas’ud Syafi’i diartikan sebagai kemampuan dalam melafadzkan Al-
Qur’an dan membaguskan huruf atau kalimat Al-Qur’an satu persatu dengan
terang, teratur, perlahan dan tidak terburu-buru bercampur aduk, sesuai dengan
hukum tajwid.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat Peneliti fahami bahwa


kemampuan baca tulis Al-Qur’an dapat diartikan dengan kecakapan dan
keahlian melafadzkan Al-Qur’an serta membaguskan huruf atau kalimat-
kalimat Al-Qur’an satu persatu dengan terang, teratur, perlahan, dan tidak
terburu-buru sesuai dengan kaidah tajwid.

Kompetensi dalam baca tulis Al-Qur’an terdiri dari penguasaan tajwid,


kefasihan dalam membaca Al-Qur’an, ketartilan dalam membaca Al-Qur’an,
ketepatan penulisan huruf dan kerapihan bentuk tulisan (Mustinganah, 2012,
hal. 19).
26

2. Tujuan Baca Tulis Al-Qur’an

Pada dasarnya kegiatan membaca bertujuan untuk mencari dan


memperoleh pesan atau memahami makna bacaan. Al-Qur’an diturunkan
kedunia merupakan rahmat bagi seluruh umat manusia, karena Al-Qur’an juga
berfungsi sebagai pedoman umat Islam yang berisi petujuk dan tuntunan yang
berguna bagi kehidupan manusia. Membaca Al-Qur’an memiliki banyak tujuan
bagi kita.

Tujuan dari kemampuan baca tulis Al-Qur’an secara umum adalah agar
setiap pembaca mampu mengenal, membaca, dan menulis huruf, kata, serta
kalimat dan potongan-potongan ayat Al-Qur’an dengan benar sesuai kaidah
ilmu tajwid (Dalman, 2014, hal. 11)

Berdasarkan uraian di atas dapat difahami bahwa tujuan dari


kemampuan membaca Al-Qur’an yaitu, agar pembaca mampu membaca Al-
Qur’an dengan fasih dan benar, agar pembaca suka dan senang membiasakan
diri membaca Al-Qur’an, agar pembaca dapat menghafal ayat-ayat Al-Qur’an
dan dapat menghayati dan memahami isi kandungan Al-Qur’an.

3. Indikator Baca Tulis Al-Qur’an

Dalam membaca Al-Qur’an, terdapat beberapa aturan yang harus


diperhatikan dan dilaksanakan bagi pembacanya, di antara peraturan-peraturan
itu adalah memahami kaidah-kaidah ilmu tajwid. Membaca Al-Qur’an secara
tartil (dengan tajwid) dan fasih mengandung hikmah yaitu terbukanya
kesempatan untuk memperhatikan isi ayat-ayat yang dibaca sehingga dapat
menyebabkan hati menjadi khusyu (soenarjo, 1978, hal. 988).

Adapun indikator kemampuan baca tulis Al-Qur’an adalah penguasaan


tajwid, kefasihan dalam membaca Al-Qur’an, ketartilan dalam membaca Al-
Qur’an, ketepatan penulisan huruf dan kerapihan bentuk tulisan (Mustinganah,
2012, hal. 19).
27

Membaca Al Qur’an dengan baik dan benar sebagaimana ketentuan-


ketentuan yang perlu untuk dipelajari, sebagaimana yang akan dijelaskan
dibawah ini :

a. ketepatan pada makharijul huruf

Dalam membaca Al-Qur’an diharuskan memahami tentang


makharijul huruf (Kurnaedi, 2010, hal. 18). makharijul huruf adalah
tempat-tempat keluar huruf dari huruf pembaca. Semua huruf mempunyai
tempat asal yang dikeluarkan pembaca, sehingga membentuk bunyi
tertentu. (Mujib, 1994, hal. 39). Huruf-huruf yang dimaksud adalah :

‫ابتثجحخدذرزسشصضطظعغفقكلمنوهءي‬

Ketepatan pada makhrajnya adalah ukuran betul atau tidaknya


mengeluarkan huruf-huruf hijaiyyah pada makhrajnya. Dalam membaca
Al-Qur’an setiap huruf-huruf tersebut mempunyai cara untuk
membacanya. Maka diperlukan guru, Ustadz atau Kyai untuk membantu
memahamkan tentang tata cara palafalan huruf-huruf hijaiyah. Jenis-jenis
Makharijul Huruf seperti : Al-Jauf (rongga mulut), Al-Halq
( tenggorokan), Al-Lisan (Lidah), Al-Syafatani (dua bibir), Al-Khoisyum
(dalam hidung).

Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai kemampuan


membaca Al Qur’an manakala orang tersebut mampu mengucapkan huruf
dari daerah artikulasi atau tepat daam mengucapkan huruf dari daerah
artikulasi yang akhirmya tampak perbedaan dalam mengucapkan huruf
satu dengan huruf yang lain.

b. Ketepatan pada tajwid

Menurut etimologi, tajwid artinya al tahsin atau membaguskan


(Hasanuddin, 2015, hal. 118). Menurut terminologi, tajwid adalah ilmu
untuk mengetahui huruf-huruf arab secara benar dengan mengetahui
makhraj-makhrajnya, sifat-sifatnya, serta hukum-hukum yang muncul
28

darinya (Suwaid, 2015, hal. 18). Tajwid adalah ilmu yang memberikan
kepada huruf akan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj dan
asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna
tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa-paksakan (Al-Qathan,
2007, hal. 270).

Ilmu Tajwid merupakan bagian dari ulumul Qur’an yang perlu


dipelajari, mengingat ilmu ini berkaitan dengan bagaimana seseorang
dapat membaca Al-Qur’an dengan baik. Sebagai ilmu, tajwid dapat berdiri
sendiri, karena mempunyai syarat-syarat ilmiah, seperti adanya tujuan,
fungsi dan objek serta sistematika tersendiri. (Mujib, 1994, hal. 17).

Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa tajwid


adalah ilmu untuk mengetahui huruf-huruf arab secara benar dengan
mengetahui makhraj-makhrajnya, sifat-sifatnya, serta hukum-hukum yang
muncul darinya secara benar.

Mempelajari ilmu tajwid hukumnya Fardlu Kifayah. Membaca Al-


Qur’an dengan baik sesuai dengan Ilmu Tajwid hukumnya Fardlu ‘Ain.
Untuk itu, setiap orang yang akan membaca Al-Qur-an harus mengetahui
dan memperhatikan kaidah tajwid. Membaca Al-Qur-an dengan tidak
menggunakan ilmu tajwid hukumnya tidak boleh sebab akan
menyebabkan bacaannya salah serta pasa akhirnya makna yang
terkandung dari bacaan itu juga menjadi salah.

Macam-macam hukum bacaan dalam ilmu tajwid ialah Nun sukun


dan tanwin, Miem sukun, Nun bertasydid dan Mim bertasydid, Idghom,
Lam Ta’rif, Tarqiq–Tafkhiem, Lam sukun, Qolqolah, Mad dan Waqaf.
Hukum Bacaan Tajwid dalam Al Qur’an tersebut merupakan suatu
ketentuan dalam membaca Al Qur’an.

c. Ketepatan pada ghorib


29

Gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan


samarnya pembahasan baik dari segi huruf, lafadz, arti, maupun pemahaman
yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Istilah gharib Al-Qur’an kurang popular dalam pembelajaran baca Al-
Qur’an. Bahkan jarang dipakai dalam tulisan para pakar ilmu qira’at. Istilah
ini banyak dipakai dalam buku Tajwid Indonesia. Ada kalanya istilah ini
dimaknai sebagai bacaan yang mana antara tulisan dan cara bacanya sedikit
berbeda. Ketepatan pada gharib adalah ukuran betul atau tidaknya dalam
membaca Al-Qur’an. Dalam hal ini gharib adalah bacaan yang dianggap
asing dan keluar dari hukum bacaan. Bacaan-bacaan yang sering dianggap
gharib adalah isymam, tashil, imalah, saktah, badal, dan Naql. Berikut adalah
bacaan-bacaan yang dianggap gharib:

a) Isymam ialah mencampurkan dlommah pada sukun dengan


mengangkat dua bibir.

b) Tashil ialah membaca antara hamzah dan alif.

c) Imalah ialah mencondongkan alif mendekati kepada Ya.

d) Saktah ialah berhenti sejenak sekedar satu alif dan tidak boleh
bernafas, di dalam Al-Qur‟an hanya ada empat .

e) Badal Menurut bahasa artinya mengganti, mengubah, sedangkan


maksud badal disini adalah mengganti huruf hijaiyyah lainnya.

f) Naql menurut bahasa artinya memindah, sedangkan menurut istilah


artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya.

d. Ketepatan pada sifatul huruf

Shifatul huruf berarti sifat-sifat huruf. Tujuan utama mempelajari


shifatul huruf adalah agar setiap huruf yang kita ucapkan sesuai dengan
hurufnya baik tempat maupun sifatnya. Berbeda dengan makharijul huruf,
jika makhorijul huruf adalah mempelajari tempat-tempat keluarnya huruf,
maka dalam shifatul huruf mempelajari sifat-sifat huruf. Ketepatan pada
30

shifatul huruf adalah ukuran betul atau tidaknya dalam membaca huruf
sesuai dengan tempat maupun sifatnya. Penjelasan mengenai shifatul huruf
jarang digunakan dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur‟an. Sifat-sifat
huruf yaitu al-hams, asy-syiddah, al-isti’la, al-ithbaq, dan al-idzlaq.

1). Al-Hams

Al-hams mempunyai arti keluarnya nafas ketika kita membaca huruf-huruf


yang mempunyai sifat al-hams.

2). Asy-syiddah

Asy-syiddah mempunyai arti tertahannya suara ketika membaca


huruf-huruf yang bersifat asy-syiddah.

3) Al-isti’la

Al-Isti’la Adalah terangkatnya lidah kerongga atas ketika


mengucapkan huruf-hurufnya.

4) Al-ithbaq

Al-ithbaq Adalah menempelnya lidah dengan rongga atas ketika


mengucapkan huruf-hurufnya.

5) Al-idzlaq

Al- idzlaq Adalah mengucapkan huruf dengan mudah, karena


posisi makhrajnya berada di ujung lidah atau bibir.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Baca Tulis Al-Qur’an

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat


digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor
intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

Menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

1) Faktor internal, meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis


31

2) Faktor eksternal, meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan


non sosial. (syah, 2010, hal. 130)

Sehubungan dengan faktor-faktor ditas, ubtuk lebih jelasnya faktor-


faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a) Faktor Internal
Faktor ini bearsal dari diri individu itu sendiri. Faktor internal
terdiri dari dua faktor, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis
(djabidi, 2016, hal. 108).
(1) Faktor Fisiologis (jasmaniah)
Faktor fisiologis adalah hal-hal yang berhubungan dengan
keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan Diantara
keadaan fisik yang perlu diperhatikan antara lain:
(a) Kondisi fisik yang normal
Kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak
kandungan sejak lahir sangat menentukan keberhasilan belajar
seseorang, contoh seseorang yang sumbing tentu akan
mengganggu keaktifan membaca dalam hal itu juga akan
menjadi hambatan yang paling utama apalagi dengan membaca
Al-Qur’an.
(b) Kondisi kesehatan
Fisik Kesehatan fisik yang sehat dan segar (fit) sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Sebaliknya
apabila kondisi fisik yang lemah dan sakit-sakitan maka akan
mengurangi semangat belajar. Hal ini menunjukkan bahwa
membaca Al-Qur’an membutuhkan konsentrasi yang penuh,
karena apabila ada kekeliruan dalam membaca Al-Qur’an baik
tajwid ataupun yang lainnya, maka akan mengubah arti dari
kata itu sendiri dan pada akhirnya akan mempengaruhi kalimat.
Sehingga kondisi kesehatan fisik yang baik diperlukan daam
rangka mencapai kemampuan membaca Al-Qur’an. Hal ini
32

dapat terwujud dengan jalan menjaga kesehatan tubuh dengan


cara makan minum secara teratur, olahraga secukupnya dan
istirahat secukupnya. (Hakim, 2010, hal. 11)
(2) Faktor Psikologis (rohaniah)
Faktor psikologis ini berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang
dapat mendorong untuk lebih tekun dan rajin. Diantaranya meliputi:
a) Intelegensi
Intelegensi ialah kemampuan untuk memudahkan penyesuaian
secara tepat terhadap berbagai segi dari keseluruhan lingkungan
seseorang. (Rahim, 2008, hal. 16). Intelegensi atau kecerdasan
seseorang ini dapat dilihat adanya beberapa hal yaitu :
(1) Cepat menangkap isi pelajaran
(2) Tahan lama memusatkan perhatian pada pelajaran dan kegiatan
(3) Dorongan ingin tahu kuat, banyak inisiatif
(4) Cepat memahami prinsip-prinsip dan pengertian-pengertian
(5) Memiliki minat yang luas (Darajat, 1995, hal. 119)
Intelegensi sangat dibutuhkan sekali dalam belajar membaca
Al-Qur’an, karena dengan tingginya intelegensi seseorang maka
akan lebih mudah dan cepat menerima pelajaran-pelajaran yang telah
diberikan. Sehigga pada saat membaca Al-Qur’an dapat melakukan
dengan mudah dan lancar dan hasilnya pun akan mencapai nilai yang
maksimal.
b) Minat
Minat ialah kecenderungan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. (Rahmah, 2012, hal. 196). Minat besar
pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar seseorang. Apabila
seseorang mempunyai minat belajar yang besar, maka cenderung
akan menghasilkan prestasi yang tinggi. Sebaliknya apabila minat
belajar seseorang kurang, akan menghasilkan prestasi yang rendah.

Demikian minat memiliki peran penting dalam semua ktivitas


manusia, begitu pula aktivitas mahasiswa belajar Al-Qur’an. Sebab
33

dari sini akan muncul perasaan senang atau tidak senang, perasaan
tertarik atau tidak tertarik pada sesuatu yang akhirnya mempengaruhi
untuk belajar atau tidak belajar. Tidak adanya minat seorang anak
terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan suatu kesulitan dalam
belajar.

c) Motivasi
Menurut Crawley dan Mountain dalam (Rahim, 2008, hal. 20)
menjelaskan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong
seseorang belajar atau melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya menentukan tujuan seseorang, sehingga
semakin besar motivasi seseorang maka akan semakin besar
kesuksesan belajarnya. Dalam kemampuan membaca Al-Quran,
motivasi akan sangat menentukan besar kecilnya tingkat pencapaian
prestasi seseorang. Adanya usaha yang tekun dan terutama
didasarkan adanya motivasi yang tinggi dalam belajar akan
menunjukkan hasil yang baik
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar diri individu. Faktor ini dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan non sosial. (djabidi, 2016, hal. 113)
(1) Faktor Lingkungan Sosial
a. Keluarga
Keluarga pada umumnya terdiri dari ayah, ibi, dan saudara
merupakan tempat pembelajaran yang pertama dan utama bagi
anak. Dari orang tua anak belajar tentang nilai-nilai keyakinan,
etika dan norma-norma ataupun keterampilan hidup. Dengan
saudara anak dapat belajar berbagi, bertenggang rasa, saling
menghormati, dan menghargai.
b. Sekolah
Dalam lingkungan sekolah anak-anak sering berinteraksi
dengan guru-guru dan temannya.
34

c. Masyarakat
Jika keluarga dalam masyarakat itu baik, maka anak-anak
mendapat kontribusi yang juga baik dalam proses interaksinya
(helmawati, 2016, hal. 199).
(2) Faktor lingkungan non Sosial
a. Lingkungan alamiah
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu gelap,
suasana sejuk dan tenang.
b. Faktor instrumental
Perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware seperti gedung sekolah, alat-alat- belajar,
fasilitas belajar dan lain sebagainya.
c. Faktor materi pelajaran ( yang diajarkan ke siswa)
Guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat di terapkan sesuai dengan kondisi siswa
(djabidi, 2016, hal. 114)

Jadi kemampuan membaca seseorang tidak hanya dari dalam dirinya,


minat, serta kemauannya saja, tetapi ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi kemampuan membaca.

B. Madrasah Aliyah (MA)


Karakteristik yang dimiliki oleh Madrasah mempunyai karakter yang
sangat spesifik, tidak hanya melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran
agama, tetapi juga memberikan bimbingan hidup kepada masyarakat.
Madrasah mengandung arti tempat atau wahana dalam mengenyam proses
pembelajaran. Maksudnya adalah di Madrasah ini anak menjalani proses
belajar secara terarah, terpimpin dan terkendali.
Sistem pendidikan di madrasah madrasah mulai dibenahi dan
kurikulumnya tidak lagi mengkhususkan pada pendidikan agama, tetapi telah
35

dimasukkan ilmu pengetahuan umum yang lebih luas disejajarkan dengan


pengetahuan umum pada sekolah yang sederajat (Zuhairini, 2013, hal. 223)
Kurikulum Madrasah Aliyah (MA) disusun dengan berpedoman dan
mengacu pada struktur KMA Nomor 184 Tahun 2019 tentang pedoman
implementasi kurikulum pada madrasah. Dalam keputusan menteri Agama
(KMA) Nomor 184 tahun 2019 dijelaskan bahwa satuan pendidikan madrasah
dapat melakukan inovasi dan pengembangan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, sosial budaya dan kebutuhan madrasah.

Madrasah dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal maksimal 6


jam pelajaran dengan waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit. Dalam
menyusun kurikulum madrasah aliyah dapat menggunakan struktur kurikulum
standar minimal sesuai yang tertuang pada KMA Nomor 184 Tahun 2019.
Dapat dipahami pada Madrasah Aliyah jumlah jam pelajaran baca tulis Al-
Qur’an lebih banyak dibandingkan dengan sekolah Menengah Atas.

C. Sekolah Menengah Atas (SMA)

Sekolah menengah Atas Merupakan suatu gebrakan dalam pembaruan


pendidikan. Pada masa penjajahan, agama tidak mendapat tempat di sekolah
umum. Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh keluarga, bukan di
sekolah. Kolonial Belanda sangat gencar menghambat perkembangan
pendidikan agama di sekolah umum karena selain menjajah territorial, Belanda
juga membawa misi kristenisasi di Indonesia. Kemudian setelah kemerdekaan,
eksistensi pendidikan agama di sekolah umum sedikit demi sedikit mendapat
perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Republik Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Akhirnya pada Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 pendidikan
agama diselenggarakan tidak hanya oleh pemerintah, tetapi kelompok
masyarakat dan pemeluk agama telah diperbolehkan untuk berpartisipasi
menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal. (Departemen
Agama RI, 2007). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
36

tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan ketentuan sebagaimana


disebutkan dalam Pasal 1 dan 2 sebagai berikut:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual ke-
agamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (UU RI No. 20 Tahun 2003).

Dari gambaran di atas, dalam rangka mengembangkan potensi manusia


Indonesia seutuhnya, dalam arti utuh jasmani dan rohani sesuai dengan amanah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, diperlukan
adanya pelaksanaan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib di sekolah
pada semua jalur jenis dan jenjang pendidikan. Pelaksanaan pendidikan agama
di sekolah umum sesuai dengan ketentuan undang-undang dapat dilihat pada
beberapa pasal dari UUSP No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat
(1) menyebutkan bahwa: Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika,
ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga,
keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.

Struktur kurikulum SMA menggunakan kurikulum 2013 tetapi tidak sama


dengan kurikulum yang diterapkan di MA, kurikulum SMA terdiri atas mata
pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran Baca tulis Al-
Qur’an di SMA yang terdiri 2 jp yang masuk kedalam mata pelajaran PAI.

D. Program Studi Pendidikan Agama Islam

Didasarkan pada perkembangannya Peguruan Tinggi di Indonesia yang di


dalamnya Prodi PAI Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan mulai
37

mengembangkan tentang penyetaraan antara kualifikasi lulusan dan kualifikasi


dari proses pendidikan mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI).

Penerapan kurikulum KKNI dalam pengembangan kurikulum di


Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTAI) menjadi suatu keharusan dalam tujuan
mengejar ketertinggalan PTAI dengan Pendidikan Tinggi Umum (PTU) (RI,
2013) . Dengan diterapkannya KKNI sebagai pedoman dalam pengembangan
kurikulum pada PTAI, diharapkan lulusan PTAI bisa memenuhi kebutuhan
lapangan kerja dan dapat berproses dalam kehidupan bermasyarakat di tingkat
nasional dan internasional. Selain itu, seluruh lulusan PTAI bisa memperoleh
persamaan hak dan pengakuan yang berkaitan dengan pendidikan lanjut di
seluruh negara yang memiliki persamaan kualifikasi yang sudah ditetapkan.
Untuk menerapkan pengembangan kurikulum yang merujuk pada KKNI
dibutuhkan lembaga di Tingkat PTAI, yaitu lembaga penjamin mutu (LPM)
yang tersusun dari ketua lembaga, sekretaris, pusat pengembangan standard
mutu, dan pusat audit pengendalian mutu. Tujuan dari pengimplementasian
KKNI di kurikulum PTAI adalah (RI, 2013, hal. 4):

1. Meningkatkan mutu dan kesempatan lulusan PTAI ke lapangan kerja


nasional maupun internasional

2. Memberikan kesempatan pengakuan yang transparan terhadap


pencapaian pendidikan yang diperoleh dari pendidikan formal,
pendidikan nonformal, pendidikan informal, pembimbingan atau
pengalaman keahlian yang diakui dunia kerja nasional maupun
internasional

3. Mendorong peningkatan capaian pembelajaran yang diperoleh melalui


pendidikan formal, pendidikan nonformal, pendidikan informal,
pembimbingan atau pengalaman keahlian untuk perkembangan
ekonomi nasional
38

4. Miningkatkan transfer mahasiswa dan tenaga kerja antar negara yang


memiliki kualifikasi yang setara

5. Mengembangkan sistem pengakuan kualifikasi SDM dari negara lain


yang ingin bekerja di Indonesia untuk bidang keagamaan

Sejalan dengan itu Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 1 (6) bahwa Perguruan Tinggi
adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tujuan
perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi adalah
mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Kepdirjen
Diktis) nomor 102 tahun 2019 tentang standar keagamaan pendidikan tinggi
keagamaan islam menjelaskan bahwa lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
(PTKI) memiliki kemampuan keterampilan keagamaan islam secara umum yang
ada di masyarakat yaitu baca dan tulis Al-Qur’an, berbahasa arab, mengamalkan
ibadah, seni islami, berdakwah, kepemimpinan (leadership) yang memadai,
bekerjasama dengan berbagai pihak, serta penyelesaian masalah-masalah
kehidupan.
Oleh karena itu, dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa harus adanya
perhatian serius dalam lembaga Peguruan Tinggi, khusunya di Pendidkan Tinggi
Keagamaan Islam dalam mencetak lulusan PAI baik guru PAI di sekolah atau
madrasah yaitu dalam program studi di Peguruan Tinggi Keagamaan Islam pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) juga harus dapat menjamin mutu lulusan yang
berkualitas dan menghasilkan pendidikan Islam yang kritis mencetak lulusan-
lulusan yang tidak lepas dari iman, islam dan ihsan dan untuk mencetak guru
Pendidikan Agama Islam, sehingga pendidikan Islam harus dapat menghasilkan
tenaga-tenaga profesional.
39

Anda mungkin juga menyukai