Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BALAGAH AL-QUR’AN

TA’RIF USLUB, ‘UDUL, USLUB DALAM AL-QUR’AN

DOSEN PENGAMPU : SUCI HANDAYANI, M.Ag

DI SUSUN OLEH:

OLEH
WAHID ARBA’I
NIM : 2193010360

FAKULTAS USHULUDDIN ILMU AL-QUR‘AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM(STAI) DARUL KAMAL NWIT
KEMBANG KERANG DAYA TAHUN AKADEMIK 2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugrah nikmat yang begitu besar, terutama nikmat sehat, kesempatan, iman
dan islam, sehingga Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
tentang Epistemologi Tafsir Al-Qusyairi Al-Musamma Lata’if Al-Isyarat karya Imam
Al-Qusyairi. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi besar
Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabat hingga akhir zaman, mudah-
mudahan kita mendapatkan syafa’at beliau di yaumil qiyamah, aamiin aamiin ya
rabbal alamiin.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan teman- teman mahasiswa dan diri kami.

Kami telah berusaha maksimal untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik,
namun kami menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai
manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf yang sebesar-besarnya,
kritik, serta saran yang baik dari dosen pengajar bahkan semua teman-teman sangat
diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam
pengetahuan kita bersama.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN USLUB
B. KARAKTERISTIK YANG BAIK BAGI USLUB
C. MACAM-MACAM USLUB
D. ‘UDUL DAN MACAM-MACAMNYA
E. USLUB AL-QUR’AN
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
C. DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Setiap bahasa memiliki uslub atau gaya bahasa masing-masing, begitu pula Bahasa
Arab. Karena keberagaman uslub itulah yang menjadikan setiap pribadi tertarik untuk
mengkajinya dengan berbagai yang menggerakkan hatinya untuk hal tersebut. Orang dapat
dikatakan profesional, apabila mampu menggunakan uslub-uslub yang relevan dengan
pendengar serta situasi dan kondisi. Untuk itu perlu adanya pengetahuan mengenai uslub-
uslub dari bahasa asing yang ingin dikaji lebih mendalam.

Al-Qur’an tidak henti- hentinya selalu diteliti dan dikaji. Terlebih dari kajian uslub
al-Qur’an (‫ ) أسلوب القرآن‬yang dapat memberikan efek stimulus yang kuat terhadap pikiran
untuk memperhatikan audinensinya (khithabnya). Hal itulah yang menjadikan kemukjizatan
dari segi ilmiyah. Dari sinilah maka wajar jika ditemukan suatu ilmu pengetahuan
yang sudah menjadi aksioma dibidangnya maka akan ditemukan bahwa hal itu sebenarnya
sudah diberitakan, dijelaskan, dan diungkapkan dalam al-Qur’an. Di sisi lain, uslub al-
Qur’an juga memberikan stimulus yang menyentuh emosi dan perasaan. Artinya uslub al-
Qur’an bisa memberikan efek rangsangan, yaitu berupa uslub ilmiah yang targetnya
adalah fikiran dan efek uslub sastra yang targetnya adalah keindahan bahasa dan emosi
perasaan. Pakar bahasa, penikmat sastra, terlebih juga para penyair kelas tinggi pada zaman
Jahiliyah sudah mengkaji fenomena bahasa sastra Arab.

Namun demikian, ketika mereka disuguhkan bagaimana metode al-Qur’an dalam


memaparkan pesan-pesanya dengan ciri khasnya sendiri, yang tentu saja berbeda dengan
syair ataupun nasr yang sudah mereka kuasai, menjadikan mereka para penyair tertegun
dan takjub dengan keistimewaan bahasa al-Qur’an. Hal inilah maka wajar jika dikisahkan
bahwasanya para musuh Islam secara diam-diam ingin mendengarkan lantunan bacaan
ayat-ayat suci al-Qur’an yang sedang dibaca Rasulullah SAW meskipun mereka
memiliki bacaan yang gaya bahasanya sudah diakui keagungannya yang mereka kenal
dengan Muallaqot.

Oleh karena pentingnya uslub, maka penulis akan memaparkan makalah


tentang Uslub-uslub khususnya bahasa arab yang disertai dengan pengertian, pembagian
dari uslub itu sendiri, serta korelasinya dengan ilmu balaghoh. Semoga makalah yang
singkat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian uslub
2. Bagaimana kriteria uslub yang baik
3. Ada berapa banyak macam-macam uslub?
4. Apa maksud u’dul(penyimpangan) dan macam-macam ‘udul?
5. Bagaimana uslub al-qur’an, yaitu mtakallim, mukhottob, sapaan ?
3. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui ta’rif uslub dan macam-macam uslub.
2. Mengetahui maksud u’dul(penyimpangan) dan macam-macam ‘udul.
3. Mengetahui uslub al-qur’an, yaitu mtakallim, mukhottob, sapaan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. TA’RIF USLUB
Secara bahasa Uslub berasal dari kata ( ‫لبا‬LL‫ س‬-‫لب‬LL‫ يس‬-‫لب‬LL‫ )س‬yang berarti merampas,
merampok, dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti jalan–jalan yang
memanjang, barisan kurma, dan cara mutakallim dalam berbicara (menggunakan kalimat).
Jika dikatakan ( ‫ )سلبت أسلوب فالن في كذ‬maka artinya adalah aku mengikuti jalan dan madzhab
fulan. Uslub juga bisa berarti fann (seni), ada sebuah ungkapan ( ‫ول‬LL‫)أخذت في أساليب من الق‬
maka artinya aku mengambil seni-seni ucapan itu.
Adapun uslub 1dengan jamaknya asalib diartikan dengan jalan, cara, metode, gaya
bahasa. Adapun maknanya adalah cara pembicara atau penulis dalam mengungkapkan ide,
gagasan dan pikiran. Juga bisa dikatakan artinya aku mengambil cara-cara atau metode-
metode atau seni-seni dalam bertutur kata.2 Uslub atau gaya bahasa adalah metode
pemilihan dan pemakaian atau penggunaan kata-kata sehingga menghasilkan pengertian
tertentu bagi pembacanya. Uslub adalah metode berbicara yang digunakan untuk
mengungkapkan makna tersirat yang dimaksudkan oleh pembiacara,yaitu dengan
melakukan pemilihan-pemilihan kata yang tepat, indah, lugas, padat dan berisi.3
Uslub dalam penjelasan al-Zarqoni (745-794 H) secara istilah adalah cara
berbicara yang diambil penulis dalam menyusun kalimat dan memilih lafadz-lafadz. 4
Muhammad Mansyur dan Kustiawan dalam buku panduan terjemah mengatakan bahwa
gaya bahasa adalah metode yang ditempuh penulis atau pembicara dalam redaksinya untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada para pembaca atau pendengarnya.5
Ada juga yang memberikan definisi sebuah metode dalam memilih redaksi dan
menyusunnya, untuk mengungkapkan sejumlah makna, agar sesuai dengan tujuan dan
pengaruh yang jelas.
Hazim ‘Ali Kamaluddin dalam bukunya ‘Ilmul Uslub al-Muqorin uslub atau gaya
bahasa atau style ialah:
1
. Syihabuddin Qolyubi, Silistika dalam Orientasi Studi al-Qur’an, (Yogyakarta: Belukar,
2008), 57.
2
Muhamad Abd al-Azim az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an,(Mesir: Dar al-Ihya, t.th), 198.
3
Ahmad Syams Madyan, Peta Pembelajaran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 159.

4
Muhammad Abd al-Azim az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qurr’an, (Mesir: Dar al-Ihya’, t.th),
189.

5
Mohammad Mansyur dan Kustiawan, Panduan Terjemah(Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung,
2002), hlm. 59.
‫َطِرْيَقُة الَّتْع ِبْيِر َع ِن اْلِفْك ِر ِم ْن ِخ َالِل الُّلَغة‬
6

Cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa


Menurut Ali al-Jarim dan Musthafa Amin bahwa uslub adalah:
7
‫الَم ْعَنى الَم ُصوُغ ِفي َأْلَفاِظ ُم َؤ َّلَفٍة َع َلى ُصوَرٍة َتُك وُن َأْقَرَب ِلَنْيِل اْلَغ َر ِض الَم ْقُصوِد ِم َن الَكاَل ِم َو َأْفَع ل ِفي ُنُفوس َس اِمِع يِه‬
Makna yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih
cepat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para
pendengarnya.
Dari beberapa definisi uslub yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan
bahwa uslub adalah metode yang dipilih pembicara atau penulis di dalam menyusun
redaksinya untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna, sehingga dapat mencapai
sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh jiwa pendengarnya. Dan uslub terdiri dari
3 hal yaitu cara, redaksi dan makna. Dalam kehidupan sehari- hari kita berkomunikasi
dengan orang-orang di sekeliling kita di rumah, di tempat kerja. Untuk mengungkapakan
fikiran , perasaan dan tujuan digunakanlah bermacam- macam uslub yang sesuai dengan
gaya kalimat berita, pertanyaan, perintah, dan lain-lain tergantung situasi dan kondisi.
Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an merupakan
masdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’(yang dibaca). Menurut istilah
ahli agama ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW yang ditulis dalam mushaf.8
Menurut al-Lihyani (w.355 H) kata al-Qur’an berasal dari kata qara’a-yaqra’u-
qiraatanyang berarti membaca dan mengikuti pola kata al-Rujhandan al Ghufran
Menurut pendapat yang mashur mengatakan bahwa karena al-Qur’an itu dibaca maka
dinamakan al-Qur’an.9 Adapun menurut Ali al-Shabuni (1930-2021 M), al-Qur’an adalah
kalamullah (firman Allah) yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada penutup
para nabi dan rasul dengan perantaraan yang dapat dipercaya yaitu malaikat Jibril,
yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan kepada kita semua secara mutawatir, serta

6
Hazim Ali Kamaluddin, ‘Ilmul Uslub al-Muqorin, (Kairo: Maktabah al-Adab, 2009), hlm. 19.
7
Ali Al-Jarimi dan Musthofa Amin, Al-Balaghah Al-Wadhihah, (Dar Al-Ma’arif, 1999), hlm. 12.
8
teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejaran dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an & Tafsir,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), 1.

9
Mashuri Sirojudin Iqbal, dan Ahmad Fudhali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1989),
17.
diperintahkan membacanya, diawali dengan surat al-Fatihah (1) dan diakhiri dengan surat
al-Nas (114).10
Sedangkan menurut as-Shiddiqy (1904-1975 M), al-Qur’an adalah wahyu yang
diterima malaikat Jibril dan disampaikan kepada penutup para nabi dan rasul,
Muhammad SAW, yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun, yang diturunkan
berangsur-angsur lafadz dan yang dinukilkan dari nabi Muhammad SAW kepada kita
untuk umatnya dengan jalan mutawatir, dan tertera dengan sempurna dalam mushaf baik
lafadz maupun maknanya sedangkan membacanya diberi pahala karena membaca al-Qur’an
dihukumi suatu ibadah.11
Jika definisi uslub di atas disandingkan dikaitkan dihubungkan dengan al-Qur’an,
maka uslub al-Qur’an(Stilistika al-Qur’an) berarti rahasia artistik (seni)yang terdapat pada
pemilihan-pemilihan kata yang digunakan dalam al-Qur’an. Uslub al-Qur’an bukanlah
sebuah kosa kata dan susunan kalimat, melainkan metode yang dipakai al-Qur’an dalam
memilih kosa kata dan gaya kalimatnya.
B. KRITERIA USLUB YANG BAIK
Uslub yang baik adalah uslub yang efektif-sesuai definisi di atas-yaitu uslub dapat
menimbulkan efek psikologis, bahkan artistik (keindahan) sehingga dapat menggerakkan
jiwa mukhatab (pendengar) untuk merespon perkataan atau reaksi perbuatan atau keduanya,
sesuai dengan keinginan mutakallim (pembicara).
Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria, yaitu: bernilai fashahah, yang
sesuai dengan ‫ام‬LLLLLL‫(المق‬situasi kondisi). Jadi, uslub yang efektif atau uslub yang
bernilai balâghah adalah uslub yang fasih, serta sesuai dengan satu atau lebih aspek situasi
ucapan, yaitu:
1. Tujuan, artinya tujuan apa yang diinginkan mutakallim dari mukhatab dengan uslubnya
tersebut. Tujuan ini harus bersifat jalil.
2. Mutakallim dan mukhatab, artinya perlunya diperhatikan siapa berbicara dengan siapa,
apa status dan peranan masing-masing dalam komunikasi yang bersangkutan, latar
belakang pendidikan, cara berfikir dan sebagainya.

10
Masyruri Sirojudin Iqbal dan Ahmad Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir,(Bandung: Angkasa, 1989), 3.
11
Hasbi As-Siddiqi, Tafsir al-Bayan, (Bandung: Al-Ma’arif, 1971), 24.
3. Uslub yang disampaikan mutakallim sesuai dengan tempat dan waktu ucapan, termasuk
latar belakang fisik dan lingkungan sosial yang dapat membantu pembaca atau
pendengar dalam memahami dengan jelas apa yang dimaksud oleh mutakallim.
Ketiga kriteria tersebut sebaiknya diperhatikan pula oleh pembaca atau pendengar,
misalnya dalam uslub sehari-hari:
‫الساعة اآلن الثالثة والنصف‬
Uslub tersebut dalam ‫ام‬LLLLL‫مق‬tertentu bisa jadi tidak dimaksudkan sebagai
“pemberitahuan bahwa sekarang pukul 15.30”, tetapi dimaksudkan sesuai dengan situasi
dan kondisi seperti berikut:
a. Jika dikatakan oleh seorang ustadz kepada seorang mua’adzin menjelang datangnya
waktu asar, maka kalimat tersebut bermakna “meminta mu’adzin untuk segera ber-
adzan”.
b. Jika dikatakan oleh seorang pegawai kantor kepada temannya yang masih sibuk
bekerja, maka bertujuan “mengingatkan bahwa waktu bekerja telah usai” atau
“mengajak temannya untuk pulang bersama-sama sesuai dengan janji yang telah dibuat
sebelumnya”.12
Sedangkan menurut al-Zarqani (745-794 H) karakteristik uslub al-Qur’ansebagai
berikut:
1. Sentuhan Lafadz al-Qur’an dari segi lafadz dapat diklasifikasikan menjadi dua:
a. Keindahan Intonasi al-Qur’an
b. Keindahan Bahasa al-Qur’an
2. Dapat diterima semua lapisan masyarakat
3. Al-qur’an menyentuh akal dan perasaan manusia
4. Keserasian rangkaian kalimat al-qur’an
5. Kekayaan akan seni redaksonal
C. PEMBAGIAN USLUB
klasifikasi uslub yang berlaku pada bangsa arab secara global dapat diklasifikasikan
menjadi 3, yaitu:
1. Uslub Ilmiah

12
Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid Min Kalamil Badi’, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra, 2002), hlm. 53.
Uslub ilmiah merupakan uslub yang paling mendasar dan paling banyak
membutuhkan logika yang sehat serta pemikiran yang lurus dan jauh dari khayalan
syair. Karena uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta
menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran. Kelebihan
yang paling menonjol dari uslub ini adalah kejelasannya. Dalam uslub ini harus jelas
faktor kekuatan dan keindahannya. Kekuatannya terletak pada kejelasan dan
ketepatannya dalam argumentasinya. Sedangkan keindahannya terletak pada
kemudahan ungkapannya, kejernihan tabiat dalam memilih kata-katanya dan bagusnya
penetapan makna dari berbagai segi kalimat yang cepat dipahami. Untuk uslub ini
sebaiknya dihindari pemakaian kata atau kalimat majaz, permainan kata dan badi’ yang
dibagus-baguskan kecuali bila tidak diprioritaskan dan tidak sampai menyentuh salah
satu prinsip atau karakteristik uslub ini.
Jadi, uslub ini harus memperhatikan pemilihan kata-kata yang jelas dan tegas
maknanya serta tidak mengandung banyak makna, jauh dari aspek subjektif dan emotif.
Kata-kata tersebut dirangkai dengan mudah dan jelas sehingga makna kalimatnya
mudah ditangkap serta tidak menimbulkan banyak perbedaan penafsiran makna dari
kalimat tersebut. Biasanya uslub ini digunakan dalam buku- buku berwacana ilmiah,
buku kuliah, sekolah dan pendidikan.
2. Uslub Adabi (sastra)
Keindahan merupakan salah satu sifat dan kekhasan yang paling menonjol
dari uslub ini. Sumber keindahannya adalah khayalan yang indah, imajinasi yang tajam,
persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan pemakaian
kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda atau kata kerja
yang abstrak. Secara garis besar uslub ini harus indah, menarik inspirasinya, sangat
subjektif, karena ia merupakan merupakan ungkapan jiwa pengarangnya, sasaran uslub
ini adalah aspek emosi bukan logika. Karena uslub ini digunakan untuk memberikan
efek perasaan pembaca atau pendengar. Oleh karena itu relevansi yang erat dengan jiwa
pengarang dan mengesampingkan teori ilmiah, argumentasi logis, terminologis ilmiah
adalah pedomannya.
Sebagai contoh Al Imam Abu Abdillah Al Bushiri mengungkapkan tanda-
tanda cinta yaitu merahnya pipi dan pucatnya wajah dengan bunga dalam syair di
bawah ini:

‫فكيف تنكر حّبا بعد ما شهدتَ & به عليك عدول الدمع والّسقم‬
‫وأثبت الوجد خّطي عبرة وضنى & مثل البهار على خّد يك والعنم‬
Artinya “ apakah engkau akan mengingkari gelora cintamu? Setelah derasnya kucuran
air mata dan berbagai macam penyakit telah membuktikan adanya gelora cintamu. Dan
apakah engkau akan mengingkari rasa cintamu? Setelah kesedihan karena gelora
asmara telah menetapkan dua tanda yang terang pada pipimu yaitu merahnya pipimu
laksana bunga mawar merah dan pucatnya wajahmu laksana bunga mawar putih. Maka
setiap orang memandangmu pasti mengetahui bahwa ada cinta di wajahmu.” 13
Contoh lain al-Mutanabbi tidak memandang sakit panas yang kambuh seperti
dokter memandangnya sebagai akibat masuknya kuman ke dalam tubuh yang
menyebabkan suhu badan naik dan menggigil gemetaran. Setelah kuman itu bereaksi,
maka badan akan mengucurkan keringat, melainkan ia menggambarkannya sebagaimana
terdapat pada beberapa bait syair berikut:

‫َفَلْيَس َتُز ْو ُر ِاَّال ِفي الَّظَالِم‬ & ‫َو زَائَر تي َك َأَّن ِبَها َحَياًء‬
‫َفَع اَفْتَها َو َباَتْت ِفي ِع َظاِم ى‬ & ‫َبَذ ْلُت َلَها اْلَم َطاِر َف َو اْلَح َش اَيا‬
‫َفُتْو ِس ُعُه ِبَاْنَو اِع الَّس َقاِم‬ & ‫َيِض ْيُق اْلِج ْلُد ِع ْن َنْفِس ي ِو ِع ْنِها‬
......................................
Sering kali sakit panas yang menghampiriku itu bagaikan seorang dara pemalu. Ia
tidak mau menghampiriku kecuali di malam hari yang gelap.
Aku upayakan untuknya selalu selendang sutera dan kasur empuk. Namun ia menolak
dan lebih suka menginap di tulangku.
Kulitku terasa sempit untuk menampung nafasku dan ia ternyata membuat seluruh
tubuhku merasakan berbagai macam sakit. 14
Contoh lain yaitu
13
Muhammad ‘Athiq Nur Ar-Robbani, Tabridul Burdah Fi Tarjamati Matni Al Burdah, (Sarang:
Albarakah, 2007), hlm.2-3
14
Ali Al-Jarimi dan Musthafa Amin, Al-Balaghah Al-Wadhihah, terj, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2010), hlm. 11-12.
................................................
‫ِو ْر ًدا َو َعَّض ْت َع َلي اْلُع َّناِب ِباْلَبَرِد‬ :: ‫فَأْم َطَر ْت ُلْؤ ُلًؤا ِم ْن ِنْر ِج ٍس َو َس َقْت‬
Air matanya yang bagaikan butir-butir mutiara bunga barjis turun membasahi pipinya
yang putih kemerah-merahan bagaikan bunga mawar dan jari jemari tangannya yang
lentik itu digigitkan ke giginya yang putih bagaikan salju.
3. Uslub Khithabi(retorika)
Retorika merupakan salah satu seni yang berlaku pada bangsa arab .Hal yang
paling menonjol dalam uslub ini adalah ketegasan makna dan redaksi, ketegasan
argumentasi dan data, serta keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara
dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya.
Keindahan dan kejelasan uslub ini memiliki peran besar dalam mempengaruhi dan
menyentuh hati. Di antara yang memperbesar peran uslub ini adalah status si pembicara
dalam pandangan para pendengarnya, penampilannya, kecemerlangan argumentasinya,
kelantangan dan kemerduan suaranya, kebagusan penyampaiannya dan ketepatan
sasarannya.
Kelebihan lain yang menonjol dalam uslub ini adalah pengulangan kata atau
kalimat tertentu, pemakaian sinonim, pemberian contoh masalah, pemilihan kata-kata
yang tegas dan hendaknya kalimat penutupnya menggunakan kalimat yang tegas serta
meyakinkan. Baik sekali uslub ini bila diakhiri dengan pergantian gaya bahasa dari
kalimat berita menjadi kalimat tanya, kalimat berita yang menyatakan kekaguman atau
keingkaran.
Sebagaimana potongan khotbah berikut yang merupakan khotbahnya khalifah
Ali bin Abi Thalib yang dapat mempengaruhi dan menyentuh hati para pendengarnya.
‫ َو َق ْد َبَلَغ ِنى َأَّن‬. ‫َهَذ ا َأُخ ْو َغاِمٍد َقْد َبَلَغ ْت َخْيُلُه اَأْلْنَباَر َو َقَتَل َح َّساَن اْلَبْك ِر َّي َو َأَز اَل َخْيَلُك ْم َع ْن َم َس اِلِحَها َو َقَتَل ِم ْنُك ْم ِر َج اًال َص اِلِح ْيَن‬
‫ َفَيْنِزُع ِح ْج َلَها َو ُقْلَبَها َو ِر َعاَثَها ُثَّم اْنَصَر ُفْو ا َو اِفِرْيَن َم اَناَل َر ُج ًال‬،‫الَّرُج َل ِم ْنُهْم َك اَن َيْدُخ ُل َع َلي اْلَم ْر َأِة اْلُم ْس ِلَم ِة َو اُأْلْخ َر ى اْلُمَع اِهَد ِة‬
‫ َفَو اَع َجَب ا ِم ْن ِج ِّد‬.‫ َبْل َك اَن ِع ْنِد ي َجِد ْيًرا‬،‫ َم اَك اَن ِبِه َم ُلْو ًم ا‬،‫ َفَلْو َأَّن َر ُج ًال ُم ْس ِلًم ا َم اَت ِم ْن َبْع ِد َهَذ ا َأَس ًفا‬، ‫ِم ْنُهْم َك ْلٌم ِو َال ُأِرْيَق َلُهْم َد ٌم‬
، ‫ َو ُتْغ َز ْو َن َو َال َتْغ ُز ْو َن‬، ‫ ُيَغ اُر َع َلْيُك ْم َو َال ُتِغ ْي ُرْو َن‬،‫ َفُقْبَح اَلُك ْم ِح ْيَن ِص ْر ُتْم َغ َر ًض ا ُي ْر َم ى‬. ‫ َو َفَش ِلُك ْم َع ْن َح ِّقُك ْم‬، ‫َهُؤآلِء ِفي َباِط ِلِه ْم‬
. ‫َو ُيْع َص ى ُهللا َو َتْر َض ْو َن‬
Ini adalah seorang Bani Ghamid yang dengan pasukan berkudanya telah mencapai
wilayah Anbar, telah menewaskan Hasan al-Bakri, telah melarikan kuda-kudamu dari
kandang-kandangnya, dan membunuh banyak orang shaleh sepertimu. Telah sampai
kepadaku, bahwa salah seorang laki-laki dari mereka memasuki seorang wanita
muslimah dan seorang wanita dzimmi, lalu melucuti keroncongnya, gelangnya, dan
kalungnya. Kemudian mereka seluruhnya pergi dengan utuh tanpa seorang pun dari
mereka yang terluka dan tidak setetes pun darah mereka tumpahkan. Sungguh,
seandainya ada seorang muslim mati menyedihkan setelah ini, maka tiadalah ia
tercela, melainkan menurutku hal itu sangat patut. Maka sungguh mengherankan
perihal kesungguhan mereka dalam kebatilan dan kelemahanmu dalam kebenaran.
Maka alangkah jeleknya ketika kamu menjadi sasaran keserakahan musuh, kamu
diserbu dan kamu tidak berani menyerbu, kamu diperangi dan kamu tidak berani
melawan, dan Allah didurhakai di depan matamu, sedangkan kamu bertopang dagu. 15
Sedangkan pembagian uslub /gaya bahasa dalam bahasa indonesia banyak
macamnya dan sulit diperoleh kata sepakat. Henry tarigan membagi gaya bahasa
kepada: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa
pertautan dan (4) gaya bahasa perulangan. Setiap gaya bahasa ini diperinci ke dalam
berbagai macam gaya bahasa.
Gorys Keraf membaginya kepada: (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2)
gaya bahasa berdasarkan nada, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan (4)
gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna termasuk di dalamnya gaya bahasa
retoris dan gaya bahasa kiasan seperti perumpamaan, personifikasi, dan metafora.
Setiap orang terlebih para tokoh terkenal memiliki gaya tersendiri ketika bercakap,
mengarang, atau ketika berpidato, seperti gaya Bung Karno, gaya Bung Hatta, gaya
Chairil anwar.16
Namun jika dikorelasaikan antara pengertian dan pembagian gaya bahasa yang
berada pada Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia banyak kemiripan.
D. ‘UDUL (Penyimpangan) DALAM USLUB DALAM
Al-‘udul artinya penyimpangan dari kaedah umum bahasa atau penggunaan bahasa
yang berlaku umum. Al-‘udul terbagi menjadi empat:
1. Al-‘udul fi al-Ashwat (bunyi)
Al-‘udul di lakukan agar kalam sampai kepada mukhottab atau lawan bicara secara
efektif.
15
Ali Al-Jarimi dan Musthafa Amin, Op. Cit., hlm. 15-17.
16
Hidayat, Al Balaghoh Li Al Jami’, (Semarang: Karya Toha Putra , 2002), hlm. 52
Adapun contohnya di dalam al-Qur’an adalah surah al fathu ayat 10 :
]10-10:‫َو َم ۡن َأۡو َفٰى ِبَم ا َٰع َهَد َع َلۡي ُه ٱَهَّلل َفَس ُيۡؤ ِتيِه َأۡج ًرا َع ِظ يٗم ا [ الفتح‬
Artinya : maka barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka dia akan
.memberinya pahala yg besar
Jumhur ahli qiroaat membaca dhamir dalam ayat ini dgn kasrah ‫َع َلْي ُه اِهلل‬
sedangkan hafs dari ‘ashim membacanya dgn dhommah ‫عَلْيُه ُهللا‬
َ Mengucapkan ‫َع َلْي ُه‬
‫ُهللا‬dgn dhomir akan terasa berat, dan akan terasa lebih berat bila bacaan itu bersambung
dgn lafadz ‫هللا‬Menjadi ‫ َع َلْيُه ُهللا‬disebut dgn bacaan tafhim.

Bacaan tafkhim tersebut mencerminkan perasaan beratnya situasi dan kondisi


yg di alami para sahabat seputar peristiwa di Hudaibiyyah yang menghasilkan janji
setia para sahabat semua kecuali seorang munafiq, terhadap kebijaksanaan yg di ambil
pemimpin mereka yaitu Rasulullah saw. Dengan kata lain, bagi pembaca termasuk bagi
kita sekarang, bacaan tafkhim ini bisa merangsang untuk berimajinasi, melayangkan
pandangan kepada peristiwa yang kritis ini. Suasana kebhatinan kaum muslimin saat itu
dan pengaruh psikologinya dalam diri pembaca tidak tertampung, jika tidak dilakukan
al udul dari kaedah umum tentang dhomir yang melahirkantafkhim yang berat itu.

2. Contoh al-‘udul fi al-Binyah Al sharfiyyah.


Dalam Al Qur’an surat Al Fatihah ayat 2 Allah berfirman :
]2-2:‫ٱۡل َح ۡم ُد ِهَّلِل َر ِّب ٱۡل َٰع َلِم يَن [ الفاتحة‬

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. [Al Fatihah:2]

Terdapat didalam ayat itu kata benda ‫ الَع َلِم ْيَن‬jamak dari ‫ العالم‬padahal kata al ‘alam
berdasarkan kaidah umum dijamakkan dalam bentuk ‫ َجْم ُع الَّتْك ِس ير‬yaitu ‫الَع َو ِالِم‬tapi
dalam surat al-fatihah ayat 2 terjadi ‫ الُع ُد ْو ُل‬dibentuk dengan ‫جْم ُع الُم َذ َك ر‬
َ layaknya jamak
makhluk berakal.

Dari ayat ini dan ayat-ayat setelahnya, dipahami makhluk Allah yang paling
dominan, paling berperan di alam ini, mesti makhluk yang berakal, khususnya manusia,
untuk mengungkapkan makna ini maka diperlukan ‫ الُع ُد ْو ُل‬dari jamak taksir ‫الَع َو ِالم‬

kepada jamak Muzakkar ‫ ٱۡل َٰع َلِم ين‬. karena kata al aalam menurut kaidah sharaf tidak
bisa menjadi jamak berakal karena bukan kata sifat dan bukan benda berakal. Dengan
adanya Al ‘udul maka ayat ini bersajak dengan ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya.

3. Contoh al-‘udul fi al-Tarkib al-Nahwi


Surat alfatihah ayat 5.
]5-5:‫ِإَّياَك َنۡع ُبُد َو ِإَّياَك َنۡس َتِع يُن [ الفاتحة‬

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.

Disini tampak ‫ الُع ُد ْو ُل‬dalam bentuk perubahan secara tiba-tiba dari uslub kalimat
berita ke uslub dialog. Terasa dialog. Terasa dialog Akibat adanya peralihan dari
penyebutan asma Allah pada ayat sebelumnya menjadi dhomir mukhottab pada ayat ini.
Selain itu secara struktur juga tampak ‫ العدول‬dengan menempatkan objek ‫ مفعول به‬di
awal kalimat dengan tujuan mendapatkan penekanan makna menjadi “hanya kepada-
Mu dengan adanya dua macam‫ العدول‬sekaligus dalam satu ayat, maka surat al-fatihah
secara keseluruhan tampak hidup, dan sebagai surat pertama dalam Al Qur’an dapat
dipandang sebagai ikrar hamba kepada maha pencipta yaitu Allah.

4. Contoh al-‘udul fi al-dalali (semantik)


Dalam surat Al-baqarah ayat 183 :
-183:‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ُك ِتَب َع َلۡي ُك ُم ٱلِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى ٱَّلِذ يَن ِم ن َقۡب ِلُك ۡم َلَع َّلُك ۡم َتَّتُقوَن [ البقرة‬
]183
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, [Al Baqarah:183]

Dalam ayat ini terdapat ‫ العدول‬bukan dalam struktur kalimat, tapi dalam makna
(dalali semantik) yaitu walaupun ayat ini tampil dengan gaya kalimat berita atau
khobariyah tapi maknanya bukan berita melainkan perintah ‫ة‬LL‫ إنشا ي‬kewajiban puasa
ramadhan.

E. USLUB AL-QUR’AN
1. Makna Al-Qur’an
Makna yang di ungkapkan dalam al-qur’an berfungsi sebagai petunjuk, penuh
daya cipta, dan orisinil sedemikian rupa sehingga tidakmampu manusia untuk
menandinginya (mu’jizat) ajaran al-qur’an menjamin semua manusia yang
mengikutinya dapat hidup sejahtera di Dunia dan selamat bahagia di akhirat.
2. Mutakallim
Mutakallim dalam al-qur’an jelas adalah Allah swt
3. Mukhottob
Mukhattob al-qur’an adalah makhluk berakal khususnya manusia yang
dikategorikan dalam tiga kelompok besar, yaitu: mu’min, kafir, dan munafik.
4. Sapaan
Sapaan dalam al-qur’an terbagi menjadi tiga, yaitu penggunaan lafaz Allah,
rabb, dan dhomir (kata gant)
a. Lafaz Allah
Lafaz Allah menghimpun semua asma dan sifat-sifat keagungan, maka sehingga di
baca lefaz Allah, maka orang mukmin akan tersugisti dengan asma yang agung.
Contoh dalam alqur’an surah alfatihah ayat 1.
]1-1:‫ِبۡس ِم ٱِهَّلل ٱلَّر ۡح َٰم ِن ٱلَّر ِح يِم [ الفاتحة‬
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. [Al Fatihah:1]
b. Lafaz Rabb berarti Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta. Sebagai pengatur,
Allah maha pemberi rizki, Maha kasih sayang kepada semua ciptaanya di dunia.
Contoh :

]2-2:‫ٱۡل َح ۡم ُد ِهَّلِل َر ِّب ٱۡل َٰع َلِم يَن [ الفاتحة‬


Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. [Al Fatihah:2]

c. Penggunaan Dhomir Ana

Dhomir ini digunakan pada pembicaraan yang ditujukan kepada mukhattob ,


yang mendekatkan diri kepada Allah swt atau kepada mukhatob yang diberi teguran
atau kecaman.

Contoh : dalam al-qur’an surat al-baqarah ayat 160 :


‫َٰٓل‬
]160-160:‫ِإاَّل ٱَّلِذ يَن َتاُبوْا َو َأۡص َلُحوْا َو َبَّيُنوْا َفُأْو ِئَك َأُتوُب َع َلۡي ِهۡم َو َأَنا ٱلَّتَّواُب ٱلَّر ِح يُم [ البقرة‬

kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan
(kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang
Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. [Al Baqarah:160]
d. Dhomir nahnu

Dalam konteks nikamat dan kemahakuasaan Allah, di gunakan dhomir ini untuk
menampakkan kebesaran serta ketinggian derajat Allah di hadapan hamba-hamba-Nya.

Contoh dalam surat Maryam ayat 40.

]40-40:‫ِإَّنا َنۡح ُن َنِر ُث ٱَأۡلۡر َض َو َم ۡن َع َلۡي َها َو ِإَلۡي َنا ُيۡر َج ُعوَن [ مريم‬

Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan
hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan. [Maryam:40]

e. Dhomir anta dan dhomir huwa

Bagi mukhatob dalam berdialog dengan Allah swt, dhomir ini digunakan agar tetap
terjaga keyakinan bahwa Allah maha tunggal.

Contoh dalam surat ali Imran ayat 2 :

]2-2:‫ٱُهَّلل ٓاَل ِإَٰل َه ِإاَّل ُهَو ٱۡل َح ُّي ٱۡل َقُّيوُم [ آل عمران‬

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus makhluk-Nya. [Al 'Imran:2]

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Uslub atau gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas, sehingga dapat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh
jiwa pendengarnya. Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria, yaitu:
bernilai fashahah, dan sesuai dengan ‫( المقام‬situasi kondisi).
Uslub dalam Bahasa Arab dapat dibagi menjadi tiga macam
yaitu: uslub ilmiah, uslub adabi (sastra) dan uslub khithabi. Ketiga uslub tersebut memiliki
kekhasan masing-masing sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Uslub adalah metode pemilihan dan pemakaian atau penggunaan kata-kata
sehingga menghasilkan pengertian tertentu bagi pembacanya. Dengan karakteristik
uslub al-Qur’an menjadi audiensi tersentuh fikiran dan emosi perasaannya. Hal ini
karena memang uslub al-Qur’an sebenarnya i’jaz al-Qur’an itu sendiri.
Uslub al-Qur’an yang sebenarnya jumlahnya banyak ini menjadi penting
manakala dikaitkan dengan kaidah tafsir yang ada. Sehingga dalam proses membaca
tidak ada ketimpangan dalam menafsirkan, memaknai dan memahami ayat-ayat al-
Qur’an. Dari situlah maka dapat terbayang dengan jelas bahwa sebenarnya uslubsangat
menentukan dan mempunyai peranan penting dalam kaidah penafsiran, pemaknaan,
dan pembacaan al-Qur’an, terlebih yang menyangkut masalah penafsiran, pemaknaan,
pembacaan kebahasaan juga untuk memahami bahasa al-Qur’an itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Ali al-Jarim dan Mustafa Amin. Al-Balaghah AL-Wadhihah. Mesir: Dar Al Ma’arif,
T.th.
Aminullah. “Uslub al-Quran”. Aminullah3.pdf). USU digital library: Medan. Diakses 1
November 2021.
Ibrahim Anis dkk., al-Mu’jam al-Wasith. Beirut: Dar al-Fikr, jilid I, T.th
Kasman, Suf. Jurnalisme Universal, Bandung: Teraju, 2004.
Keraf, Gorys. Komposisi. Bandung: PT Aksara Ilmu, 1987.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Lingustik. Jakarta: Gramedia, Edisi ke-3 Cet. Ke-5,
2001.
Madyan, Ahmad Syams. Peta Pembelajaran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008.
Masyruri Sirojudin Iqbal dan Ahmad Fudlali. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa,
1989.
Munawir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya:
PustakaProgresif, cet.15, 2020.
Nur Shahirah Zolkanain dan Md Nor Abdullah, Estetik Taqdim dan Ta’khir dalam Surah
al-Baqarah, (Malaysia: Bintara International Journal of Civilizational Studies and
Human Sciences, vol.2, issue 3, 2019.
Qolyubi, Syihabuddin. Silistika dalam Orientasi Studi al-Qur’an. Yogyakarta: Belukar,
2008.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an &
Tafsir, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
As-Siddiqi, Hasbi. Tafsir al-Bayan, Bandung: Al-Ma’arif, 1971.
As-Suyuti, Jalaluddin. AL-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Beirut: Darul Fikr, Juz I, 2010

Anda mungkin juga menyukai