Anda di halaman 1dari 9

Sebagai umat Islam, membaca Al-Qur'an adalah suatu kewajiban.

Ibadah ini
bahkan memiliki balasan pahala yang luar biasa, di mana keutamaan dari
membaca Al-Qur'an ini satu hurufnya diganjar dengan satu kebaikan dan dilipatkan
menjadi sepuluh kebaikan.
"Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah Saw bersabda: "Siapa
yang membaca satu huruf dari Alquran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan
tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak
mengatakan satu huruf 'Alif Laam Miim' akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf
dan Miim satu huruf." (HR. Tirmidzi).
Membaca Al-Qur'an memang memberikan banyak pahala serta keutamaan yang
besar bagi seseorang. Namun, dalam membaca Al-Qur'an, kita tidak bisa asal
membacanya begitu saja. Setiap kata dalam Alquran memiliki arti, dan jika salah
dalam membacanya, bisa mengubah arti dari kata tersebut.
Dalam membaca Al-Qur'an, ada ilmu yang disebut dengan tajwid. Tajwid adalah
kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu jawwada, yujawwidu, tajwiidan, yang
artinya membaguskan.
Sedangkan menurut istilah yang melansir dari tajwid.web.id, tajwid adalah ilmu untuk
mengetahui bagaimana cara melafalkan huruf yang benar dan di benarkan, baik
berkaitan dengan sifat, mad, dan sebagainya, misalnya Tarqiq, Tafhim dan selain
keduanya.

Pada pengertian tajwid tersebut dijelaskan bahwa ilmu tajwid berkaitan dengan
pelafalan huruf-huruf hijaiyah dan tata cara dalam melafalkan huruf-huruf tersebut
dengan baik dan benar. Karena akan ada huruf-huruf yang dibaca panjang, tebal,
tipis, berhenti terang, berdengung, dan sebagainya.
Imam Jalaluddin As-Suyuty memberikan pengertian tentang tajwid, di mana tajwid
adalah,

"Memberikan huruf akan hak-haknya dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada


makhraj dan (sifatnya) serta menghaluskan pengucapan dengan cara yang
sempurna tanpa berlebih-lebihan, serampangan, tergesa-gesa dan dipaksakan."
Melansir dari madrasatelquran.com, dalam hal pembacaan Al-Qur'an, sebenarnya
tajwid adalah seperangkat aturan linguistik dan pengucapan yang digunakan dalam
membaca Al-Qur'an untuk membacanya dengan cara yang baik dan benar.
Tajwid adalah salah satu ilmu Al-Qur'an yang diatur oleh aturan statis yang berasal
dari pembacaan lisan Al-Qur'an oleh Nabi Muhammad (SAW). Dengan kata lain,
tajwid dapat diartikan sebagai seni menjaga lidah agar tidak melakukan kesalahan
dalam membaca firman Allah.
Saat Anda belajar Al-Qur'an dengan tajwid, Anda akan dapat mengucapkan huruf
dan kata dalam ayat Al-Qur'an dengan benar dan memberikan hak setiap huruf
dalam membacaAl-Qur'an. Selain itu, tajwid juga menambahkan suara yang indah
pada pembacaan Al-Qur'an.
Tajwid adalah ilmu untuk membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Setiap huruf
Arab memiliki Makhraj (titik keluar atau artikulasi dari mana asalnya) dan Sifaat
(atribut atau karakteristik). Mengetahui Makhraj dan Sifaat setiap huruf adalah
bagian penting dari tajwid. Terkadang dua huruf memiliki tanda keluar yang sangat
mirip, yang membuatnya mudah untuk digabungkan.
Jadi, jika seseorang tidak mengetahui atribut masing-masing huruf, dia dapat
mengubah makna kata dalam bacaan Al-Qur'an. Oleh karena itu, mempelajari dan
menerapkan aturan tajwid dalam membaca Al-Qur'an dapat mencegah pembacanya
melakukan kesalahan seperti itu.
Sebagai disiplin ilmu, tajwid memiliki tujuan tersendiri. Adapun tujuan tajwid adalah:

1. Agar pembaca dapat melafalkan setiap huruf Hijaiyah dengan benar, yang sesuai
dengan makhraj dan sifatnya.

2. Agar dapat memelihara kemurnian bacaan Al-Qur'an melalui tata cara membaca
yang benar, sehingga keberadaan bacaan Al-Qur'an saat ini sama dengan bacaan
yang pernah diajarkan oleh Rasulullah. Allah SWT juga berfirman dalam salah satu
ayatnya:
"Sesungguhnya mengumpulkan Alqur’an dan membacanya adalah tanggung jawab
kami, jika kami telah membacakan, maka kamu ikuti bacaan itu." (Q.S. Al-Qiyamah :
17-18).
3. Menjaga lisan pembaca, agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan
terjerumus ke perbuatan dosa.

Pentingnya Tajwid
Al-Qur'an adalah firman Allah SWT, pesan ilahi, rahmat, dan petunjuk dari Allah
SWT untuk seluruh umat manusia. Al-Qur'an berisi pengetahuan, aturan, dan
rekomendasi tentang segala aspek untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. Jadi,
sangat penting membaca Al-Qur'an dengan tajwid untuk menghindari kesalahan
dalam mengucapkan setiap kata-kata dalam Al-Qur'an. Pasalnya, melakukan
kesalahan dalam satu huruf, dapat menyebabkan kesalahpahaman atau salah tafsir
terhadap keseluruhan ayat.
Mempelajari aturan tajwid membantu kita mengucapkan huruf Arab persis seperti
yang seharusnya dilafalkan, sehingga kata-kata kita memiliki arti yang diinginkan.
Misalnya, ilmu ini mengajarkan kita bahwa "‫ "ص‬dan "‫ "س‬diucapkan secara berbeda.

Menurut Muhammad Mahmud, hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardu kifayah,
yaitu kewajiban yang boleh diwakilkan oleh sebagian orang Muslim saja. Namun
untuk praktik, ilmu tajwid adalah fardu ain, sehingga wajib dilakukan oleh setiap
kaum muslimin.

Dilihat dari hukum tersebut, ilmu tajwid dapat diklasifikasikan sebagai ilmu yang
dapat membantu perbaikan bacaan Alquran. Allah SWT berfirman,

"Dan bacalah Alquran itu dengan bacaan yang tartil." (Q.S. Al-Muzammil : 4).
Pada firman di atas disebutkan lafal "tartil" di mana lafal tersebut memiliki dua
makna.
Pertama: makna hissiyah, yaitu dalam membaca Al-Qur'an diharapkan dalam
kondisi yang tenang, pelan, tidak terburu-buru, disuarakan dengan baik, bertempat
di tempat yang baik, dan tata cara lainnya yang berhubungan dengan segi indrawi
(penglihatan).
Kedua: makna maknawi, yaitu dalam membaca Al-Qur'an harus dengan ketentuan
tajwidnya, baik berkaitan dengan makhraj, sifat, mad, waqaf, dan sebagainya.
Makna kedua inilah yang pernah disebutkan oleh Ali bin abi Thalib, bahwa yang
dimaksud tartil adalah ilmu tajwid yang berarti,

"Perbaikan bacaan huruf-hurufnya serta mengetahui tempat pemberhentian kalimat."


Ilmu tajwid adalah ilmu yang mempelajari panjang pendeknya
huruf yang dibaca dalam Alquran. Sebab, membaca Alquran dengan
baik dan benar merupakan salah satu kewajiban seorang muslim
yang taat.
ADVERTISEMENT

Lantas, apa hukum membaca Alquran dengan tajwid dan


mempelajari ilmu tajwid? Terdapat banyak pendapat dari para
ulama, tapi sebagian besar ulama mewajibkan seorang muslim
untuk mempelajari ilmu tajwid agar bisa membaca Alquran dengan
baik dan benar.
Namun, pada dasarnya hukum mempelajari ilmu tajwid adalah
fardhu kifayah. Artinya, apabila di suatu tempat, wilayah,
ataupun negeri telah ada umat muslim yang ahli dalam ilmu tajwid,
maka orang dapat bertanya padanya, dan kewajiban itu telah
terpenuhi. Sedangkan membaca Alquran dengan ketentuan ilmu
tajwid hukumnya adalah fardhu ain atau diwajibkan untuk setiap
individu.
Tajwid dalam Dalil Alquran dan Hadist
Ada banyak dalil Alquran dan hadist yang menjelaskan tentang
tajwid dan orang yang mempelajari ilmu tajwid.
ADVERTISEMENT

Sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al Furqan ayat 32:


"Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Al-Qur'an itu tidak
diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami
memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan
benar)."
Selain itu surah Al Muzzammil ayat 4:
"Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan
perlahan-lahan."
Tartil dalam membaca huruf Alquran artinya dapat membaca huruf
dengan baik dan mengerti tempat dimana berhenti membaca dan
melanjutkan bacaan serta dibaca dengan perlahan.
Allah SWT juga berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 121:
“Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya,
mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka
itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar
kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
ADVERTISEMENT

Selain dari dalil Alquran, adapula beberapa hadist yang


menunjukan keutamaan dari membaca Alquran menggunakan ilmu
tajwid.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya bagaimana
bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab
bahwa bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan
panjang-panjang kemudian dia membaca “Bismillahirrahman
arrahiim” memanjangkan (bismillah) serta memanjangkan (ar
rahmaan) dan memanjangkan ar rahiim.” (HR. Bukhari)
Selain itu, Rasulullah juga menganjurkan umatnya untuk
mempelajari ilmu tajwid bacaan Alquran dari orang tertentu yang
dianggap lebih baik bacaannya dan lebih paham ilmu tajwid.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, telah bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Mintalah kalian bacaan Al Qur’an
dari Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin
Ka’ab, Mu’adz bin Jabal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ADVERTISEMENT

Itulah hukum mempelajari ilmu tajwid beserta dalil dan hadist yang
menjelaskannya. Semoga bermanfaat!
(RDY)
‫ِإَّن اَّلِذيَن َي ْتُلوَن ِك َت اَب ِهَّللا َو َأَقاُموا الَّص اَل َة َو َأْن َفُقوا ِمَّما َر َز ْق َن اُه ْم ِس ًّر ا َو َع اَل ِنَي ًة َي ْر ُجوَن ِتَج اَر ًة َلْن‬
‫ ِلُيَو ِّفَي ُهْم ُأُجوَر ُه ْم َو َي ِز يَد ُه ْم ِمْن َفْض ِلِهۚ ِإَّن ُه َغ ُفوٌر َش ُك وٌر‬# ‫َت ُبوَر‬

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah


(Alquran) dan melaksanakan sholat dan menginfakkan sebagian
rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak
akan merugi, agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka
dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Mahapengampun,
Mahapensyukur." (QS Fathir: 29-30).

Dalam ayat ini Allah menjanjikan kepada ahlul Quran (para pembaca
Alquran yang mengamalkannya) pahala yang besar, dan Dia
memberikan tambahan kepada mereka karunia yang tidak diketahui
besarnya kecuali oleh-Nya. Sungguh, beruntunglah orang-orang yang
disifati sesuai dengan ayat tersebut.

Terkait dengannya, Imam Qatadah rahimahullah, sebagaimana


dikutip dari Tafsir karya Ibnu Katsir berkata, "Mutharrif, jika membaca
ayat ini, berkata: 'Ini adalah ayat para qari.”

Dalam kitab tafsirnya, Imam al-Qurthubi berkata tentang ayat di atas:


"Ini adalah ayat para qari yang mengamalkan (isinya) dan
memahaminya."

2. Memperoleh pahala yang banyak

Ibnu Mas'ud RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫من قرأ حرفا من كتاب هللا فله حسنة والحسنة بعشر أمثالها ال أقول الم حرف ولكن ألف حرف والم‬
‫حرف وميم حرف‬

"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Alquran maka baginya


satu pahala, dan satu pahala itu dilipatgandakan menjadi sepuluh
pahala. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif
satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR At-Tirmidzi).

3. Mendapatkan syafaat pada Hari Kiamat

Rasulullah SAW bersabda:

‫اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا أل صحابه‬

"Bacalah Alquran, sesungguhnya ia pada hari Kiamat akan datang


memberi syafaat kepada pembacanya." (HR Muslim).

4. Sebagai kebaikan bagi pembacanya

Hal ini berlaku baik bagi yang sudah mahir maupun yang masih
terbata-bata. Rasulullah SAW bersabda:

‫ له أجران‬،‫ والذي يقرأ القرآن ويتتعتع فيه وهو عليه شاق‬،‫الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام البررة‬

"Orang yang mahir membaca Alquran maka dia bersama-sama


dengan malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca
Alquran dengan terbata-bata dan merasakan kesulitan maka baginya
dua pahala." (HR Muslim).

5. Pencapaian yang lebih baik dari harta dunia

Uqbah bin Amir RA berkata:

‫ َأُّي ُك ْم ُيِحُّب َأْن َي ْغ ُد َو ُك َّل َي وٍم إلى‬: ‫ َفقاَل‬،‫َخ َر َج َر سوُل ِهللا َص َّلى ُهَّللا عليه وسَّلَم َو َن ْح ُن في الُّص َّفِة‬
،‫ يا َر سوَل ِهللا‬:‫ َو اَل َقْط ِع َر ِح ٍم ؟ َفُقْلَن ا‬، ‫ َفَي ْأِتَي منه بَن اَقَت ْي ِن َك ْو َم اَو ْي ِن في غيِر إْث ٍم‬، ‫ َأْو إلى الَع ِقيِق‬، ‫ُبْط َح اَن‬
‫ َخ ْيٌر له ِمن‬،‫ َأْو َي ْق َر ُأ آَي َت ْي ِن ِمن ِك َت اِب ِهللا َع َّز َو َج َّل‬،‫ َأفال َي ْغ ُد و َأَح ُد ُك ْم إلى الَم ْس ِج ِد َفَي ْع َلُم‬: ‫ قاَل‬، ‫ُنِحُّب ذلَك‬
‫ َو ِمْن َأْع َد اِدِهَّن ِمَن اإلِبِل‬، ‫ َو َأْر َب ٌع َخ ْيٌر له ِمن َأْر َب ٍع‬،‫ َو َث اَل ٌث َخ ْيٌر له ِمن َث اَل ٍث‬، ‫َن اَقَت ْي ِن‬

"Rasulullah SAW keluar dan kami berada di Shuffah saat itu, lalu
beliau bersabda: 'Siapa di antara kalian yang suka setiap hari pergi ke
lembah Buth-han atau lembah Aqiq kemudian pulang membawa dua
unta yang gemuk tanpa berbuat dosa dan tanpa memutuskan
hubungan silaturahim?'
Kami menjawab: 'Wahai Rasulullah, kami menginginkan hal tersebut'.

Beliau bersabda: 'Tidakkah salah satu di antara kalian pergi ke masjid


kemudian mempelajari atau membaca dua ayat dari Kitabullah sebab
hal itu lebih baik baginya daripada mendapatkan dua unta, tiga ayat
lebih baik daripada tiga unta, empat ayat lebih baik daripada empat
unta, dan dari sekian jumlah ayat maka itu lebih baik daripada sekian
jumlah unta." (HR Muslim dan Ibnu Hibban).

Adapun Alquran merupakan Kalamullah, yang memiliki sifat-sifat yang


agung. Maka seorang hamba yang ingin mendapatkan anugrah besar
dari-Nya sudah seharusnya menghabiskan umurnya dengan
membaca, mempelajari serta mengamalkan kandungannya.
ani Membaca al-Qur’an dengan tartil yang maksimal merupakan keharusan. Mengetahui tentang
falsafah qur’aniyah juga harus diusahakan. Ada sindiran tajam yang ditujukan kepada ummat yang
kepadanya diturunkan Al-Qur’an. Allah berfirman: ِ َ ‫أ َِف َ ِِل َِي َِت َِد ِب ُ ِْر ِو َ ِِن َ ْ ِر ْ ِال ُِق ِا َ ِِن َ ْ ِِم َِع ِأ ِِىل ُِق ْو ِِب ُ ِل‬
‫“ ِأ ِق َِف ْ ُ َاِهال‬Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci?”
(Q.S. Muhammad/47: 24) Dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa, usaha untuk bisa membaca al-
Qur’an dengan tartil yang prima bukanlah akhir. Setelah pandai membaca, maka semestinya, kita
sebagai pembaca alQur’an sedikit-demi sedikit harus mulai memperhatikan Falsafah apa yang
terdapat di dalam ayatayat yang sudah dibaca. Dengan demikian, isi, dan kandungan tentang arah
dan petunjuk kehidupan bisa kita implementasikan dalam setiap sendi kehidupan. Agus Nur Qowim
26 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam | Volume 2 No. 01 2019 Logis, jika ayat yang
pertama diturunkan adalah terkait dengan perintah membaca. Allah berfirman: ِ‫ٱ َِِر ْق ْ ِب َ ِِك َ ِِّر ِب ْ اِّس ِِم ِِِّأ‬
َ ‫ َِخ َِِِقَل ْ ِاِّل‬,ِ ‫ ِٱ ِِّاْل ِن َس َ ِِان ِّ ِم ْ ِِن َِع َِل َِقل‬,ِ ‫ ِٱ ِل َ ِِك ْاَل َ ِو َ ِر ِب ْ َِر ِِأ ِق ْ ق‬,ِ ‫ َِع ِل ِال َِق َِل ْ ِّ ِِم ِب َ ِّ ِذ ْ ِِي َِع ِل ْ َِك ِر ُم‬,ِ ‫َِخ ْ ِِي ِاِّل ِذ ِم َ َ ِّم‬
‫“ ِام َ ِِان َس ْ ِن ْ ِي ِْع ْ ِِم َ َِل ِْمَل‬Bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha pencipta. (Dia) menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhan mu itu adalah Maha Mulia.(Dia) yang
mengajarkan dengan Qalam. Mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-‘Alaq/96:
1-5) Menurut Buya Hamka10, membaca adalah awal terbukanya perkembangan dalam segala hal,
termasuk agama. Maka, orang yang beriman merefleksikan diri pada Rasulullah, dia harus mau
membaca Wahyu Allah dengan kejernihan hati dan pikiran. Membaca tidak dalam artian membaca
secara harfiah. Membaca keadaan. Membaca dan mempersiapkan apa yang harus dipersiapkan
dalam rangka menghadapi masa depan, dan lain-lain. Memperhatikan, dan membaca inti kandungan
ayat-ayat Allah juga menjadi cirri-ciri bagi orang yang berpikir. Fenomena yang kita saksikan pada
kehidupan masyarakat modern adalah pudarnya buadaya mencintai kegiatan “nderes” al-Qur’an.
Berbeda dengan adat kebiasaan masyarakat islam Indonesia dahulu, selepas maghrib hamper setiap
rumah terdengar suara seperti suara lebah, yang apabila didekati itu adalah suara orang membaca
al-Qur’an. Suara tersebut tentu sangat terdengar jelas di setiap Langgar, Musholla, dan Masjid-
masjid di manapun berada. Berbeda dengan era modern. Suara-suara yang bergema adalah suara
TV, dimana sebagian besar keluarga yang ada di dalamnya sedang asyik melihat para artis berjoget.
Masjid, musholla dan langgar sepi. Karena, adat dan kebiasaan sebagian besar masyarakat telah
berubah. Mereka sudah meninggalkan kebiasaan dimana kebiasaan itu merupakan salah satu
indikator manusia terbaik di sisi Allah, yakni membaca al-Qur’an. Kualitas bacaan antara santri
dahulu dan sekarang juga jauh berbeda. Dahulu, untuk membaca surat Al-Fatihah saja, bisa satu
tahun belum khatam, sehingga untuk khatam 30 juz alQur’an membutuhkan waktu yang sangat
lama. Otomatis hasilnya matang dari segi bacaan. Meskipun mungkin tidak bisa melagukan dengan
bagus, tetapi bacaan benar dan fasih. Santri zaman sekarang tidak betah untuk berlama-lama
mengaji, maka hasilnya pun masih premature. 10 Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XXX, (Jakarta: Pustaka
Panjimas,1998). h. 215. Internalisasi Karakter Qurani dengan Tartil Al-Qur’an IQ (Ilmu Al-qur’an):
Jurnal Pendidikan Islam | Volume 2 No. 01 2019 | 27 Sok berlagu, padahal panjang pendek sja masih
belepotan. Ingatlah, bahwa salah satu syarat bisa memperoleh ilmu adalah membutuhkan waktu
yang lama, sebagaimana dituturkan pada kitab Ta’limul muta’allim sebagi berikut: Tidak akan
mampu seseorang meraih ilmu kecuali dia memenuhi enam criteria, salah satunya adalah thuuli
zamaani. Belajar itu membutuhkan waktu yang lama, bahkan konsep belajar itu adalah sepanjang
hayat11 . Masyarakat modern adalah masyarakat yang pola pikirnya realistis. Salah satu usaha yang
harus dilakukan adalah melogiskan kepada mereka bahwa membaca al-Qur’an adalah amal mulia
dan utama. Maka, penulis mempunyai pengalaman sebagai hasil membaca dan mentadabburi
alQur’an. Bagaimana mengkaji falsafah dari ilmu tajwid. Bahwasanya bukan sembarangan, AlQur’an
sebagai Wahyu ilahiyah diturunkan kepada Rasulullah saw. Merupakan tuntunan kehidupan.
Bahwasanya dengan mengkaitkan falsafah ilmu tajwid, bisa menjadi sarana membangun karakter,
dan semangat berinteraksi dengan al-Qur’an. Beberapa keterkaitan, bahwa dengan membaca al-
Qur’an yang baik dan benar (tartil) yang diikuti tadabbur, yakni berpikir tentang makna apa yang
terkandung di dalamnya, terutama kaitan mengapa Allah memerintahkan kita untuk membaca
dengan tartil maksimal bisa penulis jabarkan dengan gambaran sebegai berikut: Kita tentu sangat
mengenal bacaan izhar, yakni jelas, dan tegas ketika membaca ayat-ayat dimana ada nun sukun atau
tanwin bertemu dengan huruf halaq yang berjumlah enam. Tidak ada dengung. Apakah cukup
sampai di situ, Selesai dengan membaca Izhar ayat-ayat yang di dalamnya terdapat bacaan izhar?.
Coba sejenak kita merenung, mengapa harus ada bacaan izhar? Tentu bagi yang mau merenung,
pasti ada makna tersirat. Ahli al-Qur’an harus mengambil dan menerapkan falsafah izhar dalam
kehidupannya. Dia harus jelas, tegas dalam setiap langkahnya. Tidak mencampur aduk antara yang
hak dan bathil. Dia berani mengatakan kebenaran walaupun pahit. Itulah karakter yang Allah
inginkan dari bacaan izhar. Menjadi orang yang benar, shiddiq. Dengan kelurusan dan ketegsannya
maka, karakternya itu akan menggiring kepada kebaikan yang akan bermuara pada surga. Ada
beberapa hukum bacaan yang akan bisa terdefinisi, tergantung kepada huruf yang dihadapinya.
Seperti hukum nun sukun dan tanwin misalnya, tidak akan terdefinisi menjadi bacaan apa, sebelum
jelas huruf apa yang di hadapinya. Jika di hadapan nun sukun atau tanwin ada huruf 11 Aliy As’ad,
Terjemah Ta’limul Muta’allim, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Kudus: Menara Kudus,
2007), h. 32. Agus Nur Qowim 28 | IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal Pendidikan Islam | Volume 2 No. 01
2019 ya, maka baru bisa dikatakan terjadi bacaan idgham bighunnah. Hal tersebut menggambarkan
bahwa manusia itu harus selalu memandang masa depan. Dia harus mempersiapkan dirinya untuk
menghadapi masa depan. Dengan demikian, orang yang rajin membaca al-Qur’an diajarkan menjadi
manusia yang visioner, progresif, dan selalu memandang masa depan. Dia mempunyai motto bahwa
hari ini harus lebih baik dari kemarin. Dan hari esok harus lebih baik dari sekarang. Dengan demikian,
dia akan termasuk golongan orang yang beruntung, yakni jika hari yang dilaluinya selalu lebih baik
dari hari yang sudah dilaluinya. Ada juga hukum bacaan yang tergantung kepada harokat huruf
sebelumnya. Bacaan terkait tafkhim dan tarqiq (tebal dan tipis) baik untuk lafazh Allah, atau hukum
ro, tergantung dari harokat hani Membaca al-Qur’an dengan tartil yang maksimal merupakan
keharusan.

Anda mungkin juga menyukai