Pengertian Ilmu Tajwid, Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid, dan Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid.
Tajwid ( تَجْ ِو ْي ٌد ) merupakan bentuk masdar, berakar dari fiil madhi (َ ) َج َّود yang
berarti "membaguskan". Muhammad Mahmud dalam Hidayatul mustafiq memberikan
ف َحقَّهُ َو ُم ْستَ َحقَّهُ ِم َن ٍ ْف بِ ِه اِطَا ُء ُك ِّل َحر ْ اَلتَّجْ ِو ْي ُدهُ َو
ُ عل ٌم يُ ْع َر
ْق َوالتَّ ْف ِخي ِْم َونَحْ ِو ِه َما
ِ ك َكالتَرْ قِي َ ِت َو ْال ُم ُدو ِد َو َغي ِْر َذال
ِ الصِّ فَا.
"Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengatahui bagaimana cara melafalkan huruf
yang benar dan di benarkan, baik berkaitan dengan sifat, mad, dan sebagainya, misalnya Tarqiq,
Tafhim dan selain keduanya.’’
Pada pengertian itu dijelaskan, bahwa ruang lingkup tajwid berkenaan dengan melafalkan
huruf-huruf hijaiyah dan bagimana tata cara melafalkan huruf-huruf tersebut sebaik-
baiknya, apakah ia dibaca panjang, tebal, tipis, berhenti terang, berdengung, dan
sebaigainya. Jika huruf tersebut dilafalkan sebagaimana tata caranya, maka fungsi tajwid
sebagai ilmu memperbaiki tata cara membaca Alqur’an terpenuhi dan meyelamatkan
pembaca dari perbuatan yang diharamkan. Namun jika hal itu diabaikan maka
menjerumuskan pembaca pada perbuatan haram atau dimakruhkan. Misalnya berhenti
pada kalimat yang haram waqaf, jika tuntunan ini diabaikan menjadikan perubahan makna
yang meyalahi tujuan makna aslinya, dan mengakibatkan berdosa bagi pembaca.
Dari ketiga tujuan tersebut, maka dalam proses belajar-mengajar ilmu tajwid harus
mempunyai kiat tersendiri untuk memenuhi tujuan yang di inginkan. Kiat yang
dimaksudkan dapat berupa upaya sebagai berikut :
Dilihat dari hukum tersebut, ilmu tajwid dapat diklasifikasikan sebagai ilmu alat yang dapat
membantu perbaikan membaca Alqur’an, sehinga jika ilmu alat sudah dikuasai,
mengharuskan adanya praktik, sampai alat itu benar-benar berfungsi sebagai penunjang
yang dituju. Allah berfirman:
Pada firman diatas disebutkan lafal “ tartil” yang sebenarnya lafal tersebut mempunyai dua
makna.
Pertama : makna hissiyah, yaitu dalam pembacaan Alqur’an diharapkan tenang, pelan, tidak
tergesah-gesah, disuarakan dengan baik, bertempat ditempat yang baik dan tata cara
lainnya yang berhubungan dengan segi-segi inderawi ( penglihatan ).
Kedua : makna maknawi, yaitu dalam membaca Alqur’an diharuskan dengan ketentuan
tajwidnya, baik berkaitan dengan makhraj, sifat, mad, waqaf dan sebagainya. Makna kedua
inilah yang pernah diyatakan oleh kholifah Ali bin abi Thalib, bahwa yang dimaksud tartil
adalah ilmu tajwid yang berarti:
Cukup sampai disini untuk pembahasan tentang Pengertian ilmu tajwid, tujuan dan hukum
mempelajarinya.
Semoga menambah wawasan dan dapat menggerakkan hati kita untuk menjalankannya,
amin ya mujiibassa-iliin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tajwid
Tajwid secara bahasa berasal dari kata “Jawwada – yujawwidu – tajwidan” yang artinya
membaguskan atau membuat jadi bagus. Dan pengertian yang lain menurut lughoh
(bahasa), Tajwid dapat juga diartikan: “Segala sesuatu yang mendatangkan
kebaikan” Sedangkan pengertian menurut istilah adalah:
“Ilmu yang memberikan segala pengertian tentang huruf, baik hak-hak huruf (haqqul huruf)
maupun hukum-hukum baru yang timbul setelah hak-hak huruf (mustahaqqul huruf)
dipenuhi, yang terdiri atas sifat-sifat huruf, hukum-hukum madd, dan sebagainya. Sebagai
contoh adalah tarqiq, tafkhim, dan semisalnya.”
Dalam matan al-Jazariyyah, hal 14 dijelaskan bahwa Ilmu Tajwid adalah: “Ilmu yang
memberikan pengertian tentang hak-hak sifat huruf dan mustahaqqul huruf.”[1]
Imam Jalaluddin as-Suyuthi rahimahullah dalam al-Itqan juga memberikan penekanan yang
hampir sama pada defini tajwid, yaitu: “Memberikan huruf akan hak-haknya dan tertibnya,
mengembalikan huruf kepada makhraj dan asal (sifat)nya serta menghaluskan pengucapan
dengan cara yang sempurna tanpa berlebih-lebihan, serampangan, tergesa-gesa, dan
dipaksakan.”[2]
Dari beberapa pengertian Tajwid diatas, maka secara garis besar pokok bahasan (ruang
lingkup) Ilmu Tajwid dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Haqqul Huruf (ف >ِ ) َح ُّق ْال ُحر ُْو, yaitu segala sesuatu yang lazimat (wajib ada) pada setiap
huruf. Hak hruf ini meliputi sifat-sifat huruf (sifatul huruf) dan tempat-tempat keluarnya huruf
(makhorijul huruf). Apabila hak huruf ditiadakan, maka semua suara yang diucapkan tidak
mungkin mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas.
>ِ )مُسْ َت َح ُّق ْال ُحر ُْو, yaitu hukum-hukum baru (Aridla) yang timbul oleh
2. Mustahaqqul Huruf ( ف
sebab-sebab tertentu setelah hak-hak huruf melekat pada setiap huruf. Mustahaqqul Huruf
meliputi hukum-hukum seperti Izh-har, Ikhfa’, Iqlab, Idghom, Qolqolah, Ghunnah, Tafkhim,
Tarqiq, Mad, Waqaf, dll.
Selain penbagian diatas, ada juga yang membagi okok bahasan Ilmu Tajwid ke dalam enam
cakupan masalah, yaitu:
1. Makharijul huruf, membahas tentang tempat-tempat keluarnya huruf.
2. Sifatul huruf, membahas tentang sifat-sifat huruf.
3. Ahkamul huruf, membahas tentang hukum-hukum yang lahir dari hubungan antar huruf.
4. Ahkamul Madd Wa Qashr, membahas tentang hukum-hukum memanjangkan dan
memendekkan bacaan.
5. Ahkamul Waqfi Wal Ibtida’, membahas tentang hukum-hukum menghentikan dan memulai
bacaan.
6. Al-Khoththul Utsmaniy, membahas tentang bentuk-bentk tulisan mush-haf Utsmaniy.[3]
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang agung, yang dijadikan pedomn hidup oleh seluruh
kaum Muslimin. Membacanya bernilai Ibadah dan mengamalkannya merupakan kewajiban
yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus mampu membaca ayat-ayat Al-
Qur’an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
B. Dasar Hukum Wajibnya Membaca Al-Qur’an dengan Tajwid
Ada dua dasar hukum mengenai wajibnya membaca Al-Qur’an degan Tajwid, yaitu:
1. Al-Qur’an
Firman Allah:
٤ َو َرتِّ ِل ۡٱلقُ ۡر َءانَ ت َۡرتِياًل
“...Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (Q.S Al-Muzzammil : 4)
Ayat ini memerintahkan kita agar membaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan sehingga
membantu pemahaman dan perenungan dalam membaca Al-Qur’an sebagaimana yang
dijelaskan Aisyah r.a bahwa Rasulullah s.a.w membaca Al-Qur’an dengan tartil sehingga
membaca panjang setiap lafazh yang seharusnya di baca panjang (dan sebaliknya).
ٰۡ ٰ
١٠٦ َنزياٗل
ِ ث َونَ َّزلنَهُ ت ِ َّ َوقُ ۡر َء ٗانا فَ َر ۡقنَهُ لِت َۡق َرَأهۥُ َعلَى ٱلن
ٖ اس َعلَ ٰى ُم ۡك
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” (Q.S. Al-Isra’: 106)
١٧ ُ ِإ َّن َعلَ ۡينَا َجمۡ َعهۥُ َوقُ ۡر َءانَ ۥه١٦ رِّك بِ ِهۦ لِ َسانَكَ لِت َۡع َج َل بِ ِٓۦه
ۡ اَل تُ َح
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Q.S Al-Qiyamah: 16-17)
2. Hadits
“Dari Aisyah r.a kepadanya pernah disampaikan bahwa ada orang yang dapat membaca Al-
Qur’an dalam satu malam sekali atau dua kali khatam. Aisyah berkata: mereka merasa
membaca tapi sebenarnya tidak. Aku pernah bersama Rasulullah s.a.w satu malam penuh,
Rasulullah hanya sempat membaca surah al-Baqarah, Ali Imran, dan an-Nissa’. Bila
bertemu dengan ayat adzab Rasulullah meneruskan bacaannya hingga beliau berdo’a
memohon perlindungan. Begitupula beliau tidak meneruskan bacaan bila bertemu dengan
ayat yang menggembirakan hingga beliau berdo’a serta mengharapkannya.”
“Dari Abi Hamzah ia berkata: aku pernah berkata kepada Ibnu Abbas bahwa aku membaca
dengan cepat dan dapat menamatkan Al-Qur’an dalam tiga hari. Ibnu Abbas menjawab:
membaca surah al-Baqarah semalam dengan memperhatikan isinya dan tartil lebih baik dan
lebih aku senangi dari pada yang engkau katakan.”
Beberapa surah dan hadits diatas memerintahkan kita agar membaca Al-qur’an dengan
tartil. Ini artinya, secara tidak langsung kitapun dituntut untuk mempelajari ilmu tentang cara
membaca Al-qur’an dengan tartil. Ilmu yang dimaksud tidak lain adalah Ilmu Tajwid.[4]
C. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
Hukum mempelajari Tajwid sebagai disiplin ilmu adalah Fardlu Kifayah atau merupakan
kewajiban kolektif. Artinya, mempelajari Ilmu Tajwid secara mendalam tidak diharuskan bagi
orang, tetapi cukup diwakili oleh beberapa orang saja. Namun, jika dalam suatu kaum tidak
ada seorang yang mempelajari Ilmu Tajwid, maka berdosalah kaum itu. Adapun hukum
membaca Al-Qur’an dengan menggunakan aturan Tajwid adalah Fardlu Ain atau merupakan
kewajiban pribadi, karenanya apabila seseorang membaca Al-Qur’an dengan tidak
menggunakan Ilmu Tajwid, berdosalah kaum itu.[5]
Dalam kitab Hidayatul Mustafid Fi Ahkamit Tajwid dijelaskan: “Tidak ada perbedaan
pendapat bahwa (mempelajari) Ilmu Tajwid hukumnya Fardlu Kifayah, sementara
mengamalkannya (ketika membaca Al-Qur’an) hukumnya Fardlu Ain bagi setiap muslim dan
muslimah yang telah mukallaf.”
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Seperti yang kita ketehaui mempelajari Al-Qur’an bagi setiap umat muslim itu wajib,
membacanya dicatat sebagai ibadah. Membaca dengan tartil, baik dan benar menjadi
keharusan dengan mempelajari Ilmu Tajwid. Hukum memperlajari Ilmu Tajwid adalah Fardlu
Kifayah, namun membaca Al-Qur’an dengan menggunakan aturan Tajwid adalah wajib.