Mempelajarinya
By Laila Saadah | 22/05/2017
0 Comment
ف َحقَّهُ َو ُم ْستَ َحقَّهُ ِم َن ٍ ْف ِب ِه اِطَا ُء ُك ِّل َحر ْ اَلتَّجْ ِو ْي ُدهُ َو
ُ عل ٌم يُ ْع َر
ْق َوالتَّ ْف ِخي ِْم َونَحْ ِو ِه َما
ِ ك َكالتَرْ قِيَ ِت َو ْال ُم ُدو ِد َو َغي ِْر َذال
ِ صفَا ِّ ال.
“Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengatahui bagaimana cara melafalkan huruf yang
benar dan di benarkan, baik berkaitan dengan sifat, mad, dan sebagainya, misalnya Tarqiq, Tafhim
dan selain keduanya.’’
Pada pengertian itu dijelaskan, bahwa ruang lingkup tajwid berkenaan dengan melafalkan huruf-huruf
hijaiyah dan bagimana tata cara melafalkan huruf-huruf tersebut sebaik-baiknya, apakah ia dibaca
panjang, tebal, tipis, berhenti terang, berdengung, dan sebaigainya. Jika huruf tersebut dilafalkan
sebagaimana tata caranya, maka fungsi tajwid sebagai ilmu memperbaiki tata cara membaca Alqur’an
terpenuhi dan meyelamatkan pembaca dari perbuatan yang diharamkan. Namun jika hal itu diabaikan
maka menjerumuskan pembaca pada perbuatan haram atau dimakruhkan. Misalnya berhenti pada
kalimat yang haram waqaf, jika tuntunan ini diabaikan menjadikan perubahan makna yang meyalahi
tujuan makna aslinya, dan mengakibatkan berdosa bagi pembaca.
: اِ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َعهُ َوقُرْ اَنَهُ فَا ِء َذَأقَ َرْأنَهُ فَاتَّبِ ْع قُرْ اَنَهُ (القيامة
١٨-١٧
Sesungguhnya mengumpulkan Alqur’an dan membacanya adalah tangung jawab kami, jika kami
telah membacakan, maka kamu ikuti bacaan itu.” ( Q.S. 75, Al-qiyamah: 17-18 )
3. Menjaga lisan pembaca, agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan terjerumus ke perbuatan
dosa.
Dari ketiga tujuan tersebut, maka dalam proses belajar-mengajar ilmu tajwid harus mempunyai kiat
tersendiri untuk memenuhi tujuan yang di inginkan. Kiat yang dimaksudkan dapat berupa upaya
sebagai berikut :
1. Antara guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar harus berhadap-hadapan, sehingga siswa
mengerti benar suara yang dialunkan sekaligus dapat melihat mimik gurunya. Demikian itu
sangat membantu dalam mengetahui kedudukan huruf secara pasti, baik berkaitan dengan
mahraj maupun sifatnya.
2. Setelah pemberian teori ilmu tajwid, seorang guru langsung mempraktekkan teorinya, sehinga
apa yang sudah dimiliki siswa tidak terlupakan dan memberikan pengalaman praktek secara
benar.
3. Perlu pembiasaan membaca secara tekun, rajin, dan tabah bagi siswa dan seorang guru tetap
memperhatikan bacaan siswanya.
4. Dalam praktek membaca Alqur’an, tidak perlu mengejar kuantitas (membaca yang banyak)
tetapi yang lebih penting adalah meraih kualitas (biar sedikit asalkan benar), karena dengan
belajar praktek sedikit yang benar maka mempermudah praktek selanjutnya. Sebaliknya, jika
yang sudah dibaca itu banyak kesalahan, maka lebih sulit memperbaikinya.
C. Hukum Mempelajari Ilmu tajwid
Menurut Muhammad Mahmud, hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardu kifayah (wajib
refresentatif), yaitu kewajiban yang boleh diwakilkan oleh sebagian orang muslim saja, namun
praktek pengamalannya fardu ain (wajib personal), yaitu kewajiban yang harus dilakukan oleh
seluruh pembaca Alqur’an.
Dilihat dari hukum tersebut, ilmu tajwid dapat diklasifikasikan sebagai ilmu alat yang dapat
membantu perbaikan membaca Alqur’an, sehinga jika ilmu alat sudah dikuasai, mengharuskan
adanya praktik, sampai alat itu benar-benar berfungsi sebagai penunjang yang dituju. Allah berfirman: