Naskah JALAN TERAKHIR GAMBIT SETYAWAN 1911009014
Naskah JALAN TERAKHIR GAMBIT SETYAWAN 1911009014
Gambit Setyawan
Tokoh-tokoh :
MUHIDIN 35 Tahun (Kepala keluarga dan suami dari SITI, badan tegap berisi rambut
sedikit gondrong, pekerja keras)
SITI 31 Tahun (Perempuan hamil, istri dari MUHIDIN, tinggi , penyabar)
ARIF 29 Tahun (Tetangga dari MUHIDIN, rambut pendek, tegas)
MANDA 20 Tahun (Adik dari ARIF, Berjilbab, kurus, penyayang dan penyabar)
ADEGAN 1
1
005. ARIF : Pak Muhidin belum pulang bu ?
006. SITI : Mas Muhidin masih bekerja diluar kota. Lusa atau minggu depan
baru pulang.
007. ARIF : Hmm iya .. Manda akan sering datang kesini dan sepertinya
kurangilah aktivitasmu yang berat berat.
008. SITI : Iya Arif. Tadi pagi sudah cukup membantu. Persiapan ini sudah
cukup untuk kelahiran anak kami.
009. ARIF : Kalau begitu saya pamit dulu.
010. SITI : Terimakasih Arif
SITI MENUTUP PINTU DAN MEMBUKA SURAT ITU DI KURSI RUANG TAMU.
SITI MEMBUKA SURAT. SITI TERKEJUT SEAKAN AKAN TIDAK PERCAYA.
TERDENGAR SUARA SEPEDA MOTOR YANG TIDAK ASING DARI KEJAUHAN. SITI
BERGEGAS MERAPIKAN SURAT ITU DAN MENYEMBUNYIKANNYA.
2
MUHIDIN MELEPAS SERAGAM KANTORNYA DAN MENUJU KE KAMAR
MANDI , SITI BERJALAN KE DAPUR DAN MEMASAK AIR DI POCI UNTUK
MEMBUAT TEH. MUHIDIN TERDIAM DI LORONG KAMAR MANDI SAMBIL
BERCERMIN.
020. SITI : Mas (memanggil muhidin tapi tidak ada tanggapan) Mas, jadi
masak air atau tidak ? Pancinya di dapur.
021. MUHIDIN : Hmmmm… Iya ?
022. SITI : Air mandinya bagaimana ?
023. MUHIDIN : Sepertinya belum terlalu dingin buat mandi. Tidak perlu air hangat.
024. SITI : Baik mas.
3
035. SITI : Ada apa mas ?
036. MUHIDIN : Tidak, tidak…. Aku terdiam karena selalu merasa tidak ada yang
lebih enak dari masakanmu.
037. SITI : Hmmmmm.. hehe.. entah pujian atau gombalan itu sudah tidak
berlaku untukku mas. Kita sudah hidup bersama saat ini.
038. MUHIDIN : Hahah iya … aku ingin membelikan oleh oleh tadi pagi tapi
sepertinya harus kusisihkan untuk biaya kelahiran buah hati
kita ini. (sambil mengelus dan mencium perut istrinya.)
039. SITI : Lebih baik seperti itu mas, ditabung untuk biaya persalinan.
Kebutuhan sehari hari juga masih cukup kok.
040. MUHIDIN : Iya
041. SITI : (melihat muhidin yang sepertinya akan pergi keluar) Mas mau
kemana ?
042. MUHIDIN : Pergi ke rumah Arif sebentar
043. SITI : Jangan lama lama mas, cepat istirahat karena perjalanan jauh tadi
044. MUHIDIN : Iya tidak lama hanya berkunjung sebentar saja.
045. SITI : Bawalah payung.
046. MUHIDIN : Iya.
047. SITI : Hati hati
4
ADEGAN 2
5
menafkahimu bagaimanapun caranya. Persepsi
orang orang tentang kita karena tinggal di rumah ibumu seakan
akan mengharapkan sebuah warisan dari orang tuamu
dan menyingkirkan saudaramu lainnya.
064. SITI : Biarkan kata orang, sekarang ini bagaimana situasi malah semakin
sulit karena aku mengikuti mas ke rumah kontrakan ini.
Bukannya aku tidak bersyukur tapi disini malah menambah
keadaan susah keluarga kita mas. Kita pulang saja.
065. MUHIDIN : Tidak bisa. membawamu pergi dari rumah itu bukti kalau aku
mampu untuk menafkahimu secara tanggung jawab dan
mencintaimu sebagai istriku.
066. SITI : Terserah mas. janjimu itu tidak sesuai dengan keadaan kita (masuk
ke dalam kamar)
067. ARIF : (dengan nada tajam) Muhidin, kau pikir ini akan berlalu begitu
saja? Surat pemecatan itu harus kau tanggung!
068. MUHIDIN : Arif, kau tak seharusnya memberikan surat itu pada Siti! Aku telah
meminta padamu untuk menunda pemberitahuan ini!
069. ARIF : Kau berani meminta sesuatu padaku? Setelah segala janji palsumu
selama ini?
070. MUHIDIN : (menghela nafas) Arif, aku tahu aku punya utang padamu, tapi ini
terlalu kejam! Itu adalah urusan keluargaku!
071. ARIF : Utang, Muhidin? Aku punya utang yang lebih besar padamu, dan
ini adalah cara membayar utangmu.
6
SITI KELUAR DARI DALAM KAMAR DAN BERDIRI DENGAN MELIHAT
MUHIDIN DAN ARIF YANG BERBICARA DENGAN TENSI TINGGI. SITI MASIH
BELUM TAHU APA YANG SEBENARNYA TERJADI. KEMUDIAN DISUSUL MANDA
JUGA DATANG.
072. MUHIDIN : Tapi aku sudah memberimu uang! Aku berjanji akan melunasinya!
073. ARIF : Uang itu tak cukup, Muhidin.
074. MANDA : Kalian berdua, sudahlah! Lihatlah kondisi Siti, dia sedang hamil
besar! Ini bukan saatnya untuk bertengkar!
075. ARIF : (menoleh pada Manda) Ini semua karena kerabatmu satu ini yang
tidak bisa mengendalikan diri!
076. MANDA : Tapi kau juga tidak perlu membongkar semuanya di depan Siti!
Dia tidak bersalah dalam semua ini!
077. ARIF : Kau pikir aku peduli? Aku butuh uang, Manda. Uang untuk biaya
sekolahmu.
078. MANDA : Aku tahu,. Tapi ini bukan cara yang benar.
079. ARIF : (mengeluarkan dokumen) Manda, ini yang kubicarakan padamu
beberapa hari yang lalu. Data kematian orang tua kita dan
uang pesangon yang digelapkan oleh Muhidin.
080. MANDA : Ini... ini sungguh?
081. MUHIDIN : (berdiri di depan Siti, tatapannya terhenti pada perut Siti yang
sedang hamil besar) aku... aku harus bicara.
082. SITI : Apa yang sebenarnya terjadi, Mas? Aku tidak mengerti.
083. MUHIDIN : Sebenarnya, semuanya dimulai dari investasi. Aku mencoba
meningkatkan keuangan kita, tapi malah terjebak dalam
penipuan. Dan akhirnya aku memakai uang pesangon dari
orang tua Arif dan Manda untuk melunasi hutang hutang. Tak
lama kemudian aku juga dipecat dari tempat kerja. Surat yang
kamu terima dari Arif itu adalah sebagai jaminan atas hutangku ke
7
dia. Aku tidak ingin kamu membaca surat itu karena akan
membuatmu khawatir. Cukup aku saja yang --
8
095. MUHIDIN : (berlutut di depan Siti) aku tahu kata-kata tidak cukup. Aku
bersedia melakukan apapun untuk memperbaiki
kesalahanku. Tolong, berikan aku kesempatan untuk
membuktikan cintaku padamu.
096. SITI : Mas, ini bukan hanya tentang aku dan kamu. Ini tentang keluarga
kita, tentang anak yang akan segera lahir. Kau harus
bertanggung jawab atas pilihanmu.
097. MUHIDIN : Aku akan bertanggung jawab. Aku akan menjalani konsekuensi
dari perbuatanku, dan aku akan bekerja keras untuk
memberikan masa depan yang baik untuk keluarga kita.
098. SITI : Mari kita bersama-sama hadapi ini, mas. Kita harus kuat untuk
anak kita.
099. MUHIDIN : Terima kasih, Siti. Aku akan melakukan segalanya untuk
membuatmu bangga padaku lagi.
TAMAT.