Menjadi penyiar profesional tidak cukup bermodal suara emas (golden voice), ganteng, cantik, seksi dan montok alias semok,
tapi juga perlu modal lainnya, seperti wawasan, nalar, sense of music, sense of humor, kemampuan bertutur, dll.
Banyak orang yang memiliki suara bagus, berkarakter, khas, dewasa, empuk dan renyah dan ada juga yang plus ganteng, seksi
dan semok. Namun, tidak semuanya bisa menjadi penyiar karena ada beberapa kemampuan penunjang yang harus dimiliki
Kalau di radio keunggulan fisik memang tidak mutlak diperlukan. Tidak ada pendengar yang melihat bagaimana gaya anda
berpakaian, bagaimana gaya rambut anda, betapa ganteng, cantik dan seksinya anda. Hanya saksi hidup teman kerja anda
serta saksi bisu mixer dan mic yang tahu bagaimana penampilan Anda.
Siaran sambil sarunganpun bisa, bercelana pendek juga boleh, karena radio adalah suara (sound). Suara plus kemampuan
profesional seorang penyiar adalah jembatan keberhasilan sebuah radio menjual program dan konten siaran kepada
Berbeda memang dengan TV, dimana layar – layar kaca LCD dan LED berbagai stasiun TV bak etalase orang-orang ganteng,
cantik, dan seksi. Seperti tidak memberikan ruang buat –maaf- orang jelek, padahal belum tentu orang jelek itu bodoh dan tak
bertalenta.
Sebaliknya beberapakali kita lihat mas-mas dan mbak-mbak yang ganteng dan caktik di layar TV terlihat bodoh dan tidak
berwawasan ketika mewawancarai narasumber atau hanya sekedar menyampaikan improvisasi berita. Penyebabnya mudah di
tebak, yaitu karena wawasan yang kurang dan nalar yang cetek.
Untuk Radio, kelihatannya tren sekarang ini dianggap agak kuno jika masih berpatokan pada kualitas suara untuk menjadi
seorang penyiar, karena tren sekarang golden voice sepertinya sudah tidak menjadi syarat utama untuk menjadi penyiar .
Orang bersuara cepreng, tidak bulat, atau jelek saja sekarang bisa jadi penyiar asal pinter ngebanyol, tahu musik dikit, beken
alias selebritis, atau bersedia menjadi bahan olok-olok alias siap di buly penyiar utama yang menjadi tandem siarannya, maka
Intinya jadi seorang penyiar radio atau penyiar TV harus cerdas, smart, pandai berkomunikasi dengan berbagai kalangan dari
kondektur sampai direktur, dari mantri sampai menteri, dari pak raden sampai presiden.
Kenapa memiliki wawasan penting buat seorang penyiar? Ya iyalah, bagaimana seorang penyiar dapat membuat siarannya
hidup, dinamis, berisi, dan tidak monoton jika tidak memiliki wawasan soal kosa kata, soal musik, soal berita dan
perkembangan terkini, dan masalah-masalah lain yang menjadi perhatian publik. Dengan memiliki wawasan kosa kata saja
seorang penyiar akan dengan lugas berkata-kata dan bertutur dengan varietas kata dan improvisasi yang oke.
Banyak baca, banyak melihat (nonton TV misalnya), banyak beriteraksi dengan orang-orang yang memiliki kemampuan dari
berbagai disiplin ilmu, dan mau menerima kritik dan masukan orang lain adalah modal memiliki wawsan luas.
Makanya kalau mau jadi penyiar radio atau TV hebat dan jempolan jangan males, arogan, dan defensif. Kalau mau jadi penyiar
atau yang sudah jadi penyiar dan mau meningkatkan levelnye ke taraf beken buanglah sifat malas, arogan dan difensif. Kalau
belum bisa membuang sifat-sifat itu lebih baik anda banting stir jadi penyiar di kamar mandi saja. Berikut yang Anda harus
1 . Sense Of Music.
Penyiar harus memiliki sense of music yang tinggi. Soalnya, tugas penyiar bukan hanya mutar lagu-lagu, tapi mesti
2 . Sense Of Humor.
Penyiar juga harus humoris, punya bakat menghibur. Bakat itu diperlukan karena profesi penyiar radio dituntut mampu
3 . Bahasa Tutur.
Siaran harus menggunakan bahasa tutur, bahasa percakapan (conversational language), demikian juga naskah berita
atau iklan. Bahasa tutur yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari yang mempunyai ciri khas :
1. Kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata penghubung.
Didalam bahasa tutur, lagu kalimat (infleksi, inflection) memegang peranan penting. Tanpa bantuan lagu kalimat sering
Sama pentingnya adalah artikulasi atau pronounciation (pengucapan kata), intonasi (nada suara atau irama bicara),
4 . Rileks.
Penyiar adalah “pemain sandiwara” (performer) dan menghadapi tantangan yang sama dengan penyanyi atau aktor.
Begitu di atas pentas, di depan kamera, atau di belakang microphone, Anda tidak akan dapat memberikan penampilan terbaik
suara terbaik. Relaksasi bukanlah soal psikologis, tapi soal fisik. Ia tidak dimulai di otak, tapi di badan. Relaksasi diperoleh
melalui sebuah proses fisik berupa peregangan dan pernafasan. Jika tubuh Anda rileks, emosi Anda akan mengikuti.
5 . Atur Nafas.
Bernafas secara tepat adalah dasar siaran profesional. Naskah siaran harus memberi kesempatan untuk bernafas. Ketika
Anda membaca naskah, buatlah tanda di mana Anda akan mengambil nafas. Ikuti instruksi Anda sendiri dan bernafaslah saat
Anda melihat tanda itu. Sikap badan yang baik dan dukungan dari diafragma Anda, akan membuat tiap nafas bekerja lebih
Anda bisa latih hal itu dengan cara meratakan jari tangan dan tekan diafragma (rongga antara dana dan perut). Ketika Anda
mulai dengan suara rendah, tekan diafragma Anda dengan tangan. Teknik ini akan memberi Anda kekuatan ekstra. Jauhkan
mulut Anda dari microphone saat menarik nafas. Jangan sampai tarikan nafas Anda mengudara.
6 . Visualisasi.
Penyiar radio berbicara kepada pendengar yang tidak terlihat. Secara simultan (bersamaan), sebagai penyiar Anda
berbicara kepada tidak seorang pun (talk to no one) –karena tidak satu orang pendengar pun yang hadir secara fisik di depan
Anda— dan kepada setiap orang (talk to everyone), mungkin ribuan pendengar.
Talk to one one and eveyone! Penyiar radio juga sering sendirian di ruang siaran, tidak ada lawan bicara, hanya ditemani
sejumlah “benda mati” –komputer, mixer, dan sebagainya. Membentuk “mental image” tentang pendengar Anda sangat
penting untuk siaran terbaik. Berbicara kepada benda mati bukan saja tidak membangkitkan semangat (uninspiring), tapi juga
tidak realistis.
Karenanya, saat siaran, bayangkan Anda sedang berbicara pada seorang teman, atau sekelompok kecil orang. Membayangkan
adanya seorang pendengar di depan Anda, akan membantu Anda berkomunikasi secara alamiah, gaya ngobrol (conversational
way).
7 . Tentukan Pilihan.
Di radio, Anda hanya punya satu kesempatan untuk membuat pendengar Anda mengerti yang Anda kemukakan. Di
media cetak, pembaca akan mengulang bacaan pada bagian yang mereka tidak pahami. Di televisi, ada bantuan visual untuk
memperjelas berita. Tapi di radio, yang dimiliki pendengar hanya suara Anda.
Karena itu, saat menyampaikan sebuah informasi, putuskan kata-kata mana yang menjadi kata kunci (key words) dan
garisbawahi. Tiap kata memiliki nilai berbeda. Putuskan apa yang akan Anda tekankan, di mana lagu kalimat (inflection) Anda
akan menaik dan menurun, dan di mana Anda akan bernafas. Biasanya, infleksi menaik kalau akan bersambung dan menurun
8 . Konsentrasi.
Tidak ada pilot otomatis dalam siaran. Jika Anda tidak mendengar apa yang Anda katakan, tidak ada orang lain yang
akan mendengar. Siaran yang baik membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi. Tidak mudah untuk mengatur nafas Anda,
memvisualkan pendengar Anda, dan melaporkan cerita pada saat yang sama. Karena itu, relaksasi adalah kunci konsentrasi.
9 . Latihan.
Best voice requires experimentation. Seorang penyiar harus menemukan suara terbaiknya dan ini butuh eksperimen.
Jika Anda punya pilihan mikrofon, cobalah satu per satu untuk menemukan mike paling sesuai bagi Anda. Beberapa mike
dibuat untuk mendorong tinggi-rendah suara Anda, dan Anda bisa menyelaraskannya sesuai dengan kebutuhan Anda.
Cobalah dengan merekam suara Anda dalam sikap tubuh yang berbeda, kedekatan yang berbeda dengan mike, dan tingkat
proyeksi (pengerasan) yang berbeda. Bayangkan ragam pendengar dan lihatlah bagaimana “mental image” ini mempengaruhi
penyampaian Anda.
Bayangkan, pendengar itu satu orang! Orang yang baru pertama kali berbicara di radio, sering secara salah
memvisualkan pendengarnya –membayangkan bahwa pendengar itu ribuan. Padahal, orang yang mendengarkan itu dalam
kelompok berjumlah satu orang (in group of one). Ya, bayangkan pendengar itu satu orang. Berbicaralah layaknya kepada
teman akrab (intimate friend). Lihat wajah teman Anda itu dalam “pikiran mata” (mind’s eye) Anda.
11 . Smile.
Senyumlah, meski pendengar tidak melihat Anda. Berbicara dengan senyum, akan terasa hangat, ramah, friendly, di
telinga pendengar.
12 . Gesture.
Gunakan gerakan tubuh (gesture), meskipun tidak ada orang yang melihat Anda. Gestur akan membantu anda berbicara
Pelajarilah cara orang berbicara saat ngobrol dan gunakan pola pembicaraan itu ketika membaca naskah.
14 . Atasi Gugup.
Mulut Anda kering, jantung berdebar, dan lutut bergetar. Anda pun panic dan Anda gugup (nervous). Lantas harus
bagaimana?
Tarik nafas yang dalam – penuhi tubuh Anda dengan oksigen. Ini akan membantu otak Anda bekerja.
Gerakan badan Anda (bluff). Berdiri tegak, layaknya tentara berbaris dengan bahu dan dada yang tegap.
Lalu tersenyumlah! Meskipun Anda tidak merasa bahagia atau percaya diri, lakukanlah. Anda akan tampak percaya diri
dan tubuh Anda akan “mengelabui” otak Anda untuk berpikir bahwa ini adalah percaya diri.
Jaga agar mulut dan tenggorokan Anda tetap basah. Siapkan selalu air mineral, jangan sampia mulut dan tenggorokan
Anda kering.
Pastikan Anda sudah siap. Siapkan bahan pembicaraan, pahami tema atau naskah.
15 . Tehnik Vocal.
Penyiar harus lancar bicara dengan kualitas vokal yang baik. Teknik vokal yang diperlukan antara lain kontrol suara
(voice control) selama siaran, meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar suara (quality).
16 . Diafragma.
Kualitas suara yang diperlukan seorang penyiar adalah “suara perut”, suara yang keluar dari rongga badan antara dada
dan perut –dikenal dengan sebutan “suara diafragma”. Jenis suara ini akan lebih bertenaga (powerful), bulat, terdengar jelas,
dan keras tanpa harus berteriak. Untuk bisa mengeluarkan suara diafragma, menurut para ahli vokal, bisa dilakukan dengan
Ucapkan huruf vocal A, I, U, E, O dengan panjang-panjang. Contoh: tarik nafas, lalu suarakan AAAAAaaaaaaaaaaaaa…
(dengan bulat), terus, sampai habis nafas. Dilanjutkan lagi untuk huruf lainnya.
Suarakan AAAAaaaaaaa… dari nada rendah, lalu naik sampai AAAAaaaaaaa… nada tinggi.
Ambil napas pelan-pelan. Ketika diafragma dirasa udah penuh, buang pelan-pelan. Untuk nambah power, buang nafas itu,
hela dengan cara berdesis: ss… ss… ss… (putus-putus), seperti memompa isi udara keluar. Akan tampak diafragma Anda
bergerak.
Saat mengambil napas, bahu jangan sampai terangkat. Kalau terangkat, berarti Anda bernapas dengan paru-paru. Contoh:
ketika orang sedang ambil napas mendadak karena kaget, ia akan mengambil napas dengan paru-paru. Makanya, orang
17 . Intonasi.
Intonasi (intonation) adalah nada suara, irama bicara, atau alunan nada dalam melafalkan kata-kata, sehingga tidak
datar atau tidak monoton. Intonasi menentukan ada tidaknya antusiasme dan emosi dalam berbicara. Misalnya, mengucapkan
“Bagus ya!” dengan tersenyum dan semangat, akan berbeda dengan mengucapkannya dalam ekspresi wajah datar, bahkan
nada sinis. Latihan intonasi bisa dengan mengucapkan kata “Aduh” dengan berbagai ekspresi –sedih, kaget, sakit, riang, dan
seterunya.
18 . Aksentuasi.
Aksentuasi (accentuation) adalah logat atau dialek. Lakukan penekanan (stressing) pada kata-kata tertentu yang
dianggap penting. Misal, “Saat sakit, tindakan terbaik adalah dengan minum obat”; atau “Saat sakit, tindakan terbaik adalah
dengan minum obat”; “Saat sakit, tindakan terbaik adalah dengan minum obat”.
Aksentuasi dapat dilatih dengan cara menggunakan “konsep suku kata” -dan, yang, di (satu suku kata); minggu, jadi, siap,
Bandung (dua suku kata); bendera, pendekar, perhatian (tiga suku kata); dan sebagainya. Ucapkan sesuai penggalan atau suku
katanya!
19 . Speed.
Gunakan kecepatan (speed) dan kelambatan berbicara secara bervariasi. Kecepatan berpengaruh pada kejelasan
(clarity), juga durasi. Kalo waktu siaran sudah mepet, kecepatan diperlukan.
20 . Artikulasi.
Artikulasi (articulation), yaitu kejelasan pengucapan kata-kata. Disebut juga pelafalan kata (pronounciation). Setiap kata
yang diucapkan harus jelas, misalkan harus beda antara ektrem dengan eksim. Seringkali, dijumpai kata atau istilah yang
pengucapannya berbeda dengan penulisannya, utamanya kata-kata asing seperti “grand prix” (grong pri), atau nama-nama
orang Barat — -”Tom Cruise” (Tom Cruz), George Bush (Jos Bus), dan banyak lagi.
21 . Be Yourself.
Keaslian (naturalness) suara harus keliar. Bicara jangan dibuat-buat. Anda harus menjadi diri sendiri, be yourself, tidak
Kelincahan (vitality) dalam berbicara sehingga dinamis dan penuh semangat, cheerful! Anda harus ceria selalu. Jangan
lemas, lunglai, nanti terkesan tidak mood, apalagi ”judes”! Ingat, penyiar adalah penghibur, entertainer!
23 . Hangat.
Keramahtamahan (friendliness) sangat penting. Anda harus sopan, hangat, dan akrab. Penyiar profesional menjadi
teman dekat bagi pendengar. Intinya menjadi seorang penyiar radio secara umum sebenarnya gampang, asal ada kemauan
dan memiliki kompetensi dasar yang akan menjadi pondasi untuk pengembangan diri untuk menjadi seorang penyiar
profesional. Menjadi penyiar tidak cukup dengan modal bisa ngomong saja. Banyak yg perlu di pelajari dan dipahami dari
Harus disadari bahwa penyiar adalah seorang komunikator dalam proses komunikasi, karena memiliki tugas sebagai pengirim
pesan kepada publik. Menjadi penyiar yang baik dan profesional tidak bisa diperoleh begitu saja, tetapi harus melalui proses
pembelajaran panjang yang harus dilalui dengan serius agar dapat memahami dan melaksanakan profesi tersebut dengan
optimal.
Oleh karena itu jangan bosan untuk terus mengembangkan diri dan belajar tanpa terbatas oleh ruang, waktu dan situasi serta
kondisi. Cara paling mudah, yaitu bertekad dan bersikaplah selalu sebagai seorang penyiar profesional dan bukan karyawan
yang hanya puas dengan gaji yang terima setiap bulannya. Seorang penyiar professional harus ahli dibidangnya, tahu aturan
main yang terkait dengan profesinya dan ujungnya layak dibayar mahal.
Seorang penyiar profesional tidak akan pernah puas dengan apa yang telah dicapai dan di dapatkannya saat ini. Dia akan selalu
membuka diri untuk terus belajar dari siapapun dan dari sumber manapun, termasuk pendengar. Hampir semua
penyiar/anchor/presenter profesional, seperti Larry King sekalipun banyak belajar dari masukan masyarakat.
Masukan dari masyarakat bisa berupa koreksi, cemooh atau makian, bahkan pujian yang akan mengajarkan kita menjadi
penyiar yang baik. Selain itu untuk menjadi penyiar profesional jangan pernah bosan untuk mempelajari apapun dan jangan
alergi terhadap bidang apapun. Berusahalah untuk menguasai banyak hal seperti bidang politik, ekonomi, hukum, dan lain-
lain. Kuncinya “Yang penting banyak tahunya, meskipun tidak mengetahui terlalu mendalam satu bidang tertentu layaknya
seorang pakar”.