Anda di halaman 1dari 104

EKONOMI PERTANIAN

PNE 1201 A

RPKPS
(Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester)

1. Nama Mata Kuliah: EKONOMI PERTANIAN


2. Kode / SKS: PNE 1201 A(2/0)
3. Prasyarat: Dasar-dasar Manajemen
4. Status Mata Kuliah: Wajib
5. Deskripsi Singkat:

Dasar-dasar ekonomi mikro dan ekonomi makro untuk membahas dan mendalami
persoalan yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan pertanian dan
pembangunan ekonomi pada umumnya.

1. Tujuan Pembelajaran

Mengajarkan kepada mahasiswa agar mampu mengaplikasikan teori ekonomi


(ekonomi mikro dan ekonomi makro) untuk membahas dan mendalami persoalan
yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan pertanian dan pembangunan
ekonomi pada umumnya.

2. Materi Pembelajaran
No. Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
1. Pengantar: Ruang Lingkup 1. Pengertian ekonomi pertanian
Ekonomi Pertanian 2. Ekonomi pertanian Indonesia
3. Persoalan-persoalan ekonomi
pertanian
4. Kelembagaan dalam ekonomi
pertanian.

2. Prinsip-prinsip Ekonomi Produksi 1. Hubungan antara input dan output


Pertanian pertanian
2. Hubungan antara input dan input
pertanian
3. Hubungan antara output dan output
pertanian
4. Kondisi optimal dari sisi output

3 Analisis Ekonomi Usaha 1. Biaya dan pendapatan usahatani

EKONOMI PERTANIAN 1
Pertanian 2. Laporan keuangan perusahaan
pertanian
a. Neraca perusahaan pertanian
b. Rugi laba perusahaan
pertanian
c. Perubahan modal perusahaan
pertanian
3. Analisis keuangan perusahaan
pertanian

4 Permintaan dan Penawaran Hasil 1. Permintaan hasil pertanian dan


Pertanian elastisitas
2. Penawaran hasil pertanian dan
elastisitas
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan
penawaran hasil pertanian.
4. Keseimbangan pasar hasil
pertanian
5. Tataniaga Hasil Pertanian 1. Fungsi tataniaga hasil pertanian
2. Biaya tataniaga hasil pertanian
3. Efisiensi tataniaga hasil pertanian
4. Ekspor dan impor hasil pertanian

6. Pembangunan Pertanian 1. Model-model pembangunan


pertanian
2. Syarat-syarat pembangunan
pertanian
3. Teknologi dan pembangunan
pertanian
4. Pembangunan pertanian di
Indonesia

7. Peranan Pemerintah Dalam 1. Kebijakan harga


Pembangunan Pertanian 2. Kebijakan infrastruktur
3. Kebijakan kelembagaan
4. Kebijakan ekspor dan impor

8. Persoalan Ekonomi Makro 1. Pertanian dan pendapatan nasional


2. Pertanian dan kesempatan kerja
3. Pertanian dan inflasi
4. Pertanian dan neraca perdagangan luar
negeri

2. Outcome Pembelajaran

EKONOMI PERTANIAN 2
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori ekonomi (ekonomi mikro dan ekonomi
makro) untuk membahas dan mendalami persoalan yang timbul dalam bidang
pertanian, pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi pada umumnya.

4. Rencana Kegiatan Pembelajaran

Minggu Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Metode


ke-.
1. Pengantar 1. Pengertian ekonomi pertanian Ceramah,
2. Ekonomi pertanian Indonesia Diskusi
3. Persoalan-persoalan ekonomi dan
pertanian Penugasan
4. Kelembagaan dalam ekonomi
pertanian.

2. Prinsip-prinsip 1. Hubungan antara input dan Ceramah,


Ekonomi Produksi output pertanian Diskusi
Pertanian 2. Hubungan antara input dan input dan
pertanian Penugasan

3 Prinsip-prinsip 3. Hubungan antara output dan Ceramah,


Ekonomi Produksi output pertanian Diskusi
Pertanian 4. Kondisi optimal dari sisi output dan
Penugasan
4 Analisis Ekonomi 1. Biaya dan pendapatan usahatani Ceramah,
Usaha Pertanian 2. Laporan keuangan perusahaan Diskusi
pertanian dan
a. Neraca perusahaan Penugasan
pertanian
b. Rugi laba perusahaan
pertanian
c. Perubahan modal
perusahaan pertanian
3. Analisis keuangan perusahaan
pertanian

5 Permintaan dan 1. Permintaan hasil pertanian dan Ceramah,


Penawaran Hasil elastisitas Diskusi
Pertanian 2. Penawaran hasil pertanian dan dan
elastisitas Penugasan

6 Permintaan dan 3. Faktor-faktor yang Ceramah,


Penawaran Hasil mempengaruhi permintaan dan Diskusi

EKONOMI PERTANIAN 3
Pertanian penawaran hasil pertanian. dan
4. Keseimbangan pasar hasil Penugasan
pertanian
Ujian Sisipan
7. Tataniaga Hasil 1. Fungsi tataniaga hasil pertanian Ceramah,
Pertanian 2. Biaya tataniaga hasil pertanian Diskusi
3. Efisiensi tataniaga hasil pertanian dan
4. Ekspor dan impor hasil pertanian Penugasan

8. Pembangunan 1. Model-model pembangunan Ceramah,


Pertanian pertanian Diskusi
2. Syarat-syarat pembangunan dan
pertanian Penugasan

9 Pembangunan 3. Teknologi dan pembangunan Ceramah,


Pertanian pertanian Diskusi
4. Pembangunan pertanian di dan
Indonesia Penugasan

10. Peranan 1. Kebijakan harga Ceramah,


Pemerintah Dalam 2. Kebijakan infrastruktur Diskusi
Pembangunan dan
Pertanian Penugasan
11 Peranan 3. Kebijakan kelembagaan Ceramah,
Pemerintah Dalam 4. Kebijakan ekspor dan impor Diskusi
Pembangunan dan
Pertanian Penugasan
12. Persoalan Ekonomi 1. Pertanian dan pendapatan nasional Ceramah,
Makro 2. Pertanian dan kesempatan kerja Diskusi dan
3. Pertanian dan inflasi Penugasan
4. Pertanian dan neraca perdagangan luar
negeri

Ujian Akhir

5. Kriteria & Cara Evaluasi Hasil Pembelajaran

Penilaian atau evaluasi hasil pembelajaran didasarkan pada penilaian dari 3


komponen, yaitu penugasan, ujian sisipan, dan ujian akhir.

6. Bahan, Sumber Informasi & Referensi

EKONOMI PERTANIAN 4
Cramer, Gail L. and Clarence W. Jensen. 1979. Agricultural Economics &
Agribusiness:An Introduction. John Wiley & Son, Inc. Canada.

Darmawan, Thomas. 2003. Tantangan Internal dan Global Dalam Penerapan


Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian dan Solusinya. Makalah
disampaikan pada hari pangan sedunia di Yogyakarta 20 Oktober 2003.

Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2003.


Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian. Draft I Pembahasan
Kebijakan Tarif dan Non Tarif.

Goodwin, John W. and H. Evan Drummond. 1982. Agricultural Economics.


National Book Store, Inc. Philippines

Hayami, Yujiro and Vernon W. Ruttan. 1971. Agricultural Development: An


International Perspective.

Masyhuri. 2003. Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian. Makalah


disampaikan pada hari pangan sedunia di Yogyakarta 20 Oktober 200

Masyhuri. 2003. Pengembangan Agribisnis Dalam Era Globalisasi. Pidato


Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Ekonomi Pertanian/Agribisnis
pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Mosher, A.T. 1966. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. C.V. Yasaguna.


Jakarta.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Pustaka LP3ES. Jakarta.

Sanim, Bunasor. 2003. Tantangan Internal dan Global Dalam Penerapan


Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian Serta Solusinya.
Makalah disampaikan pada hari pangan sedunia di Yogyakarta 20 Oktober
200

Snodgrass, Milton W. and L.T. Wallace. 1982. Agricultural Economics and


Resource Management. National Bookstore, Inc. Philippines.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.

EKONOMI PERTANIAN 5
I. RUANG LINGKUP EKONOMI PERTANIAN

1. Kelahiran Ilmu Ekonomi Pertanian.

Ilmu Ekonomi Pertanian lahir pada awal abad 20 atau akhir abad 19
bersamaan dengan terjadinya depresi ekonomi. Dengan demikian ilmu ini lahir
setelah ekonomi moderen lahir yakni setelah terbitnya buku Wealth of Nations oleh
Adam Smith pada tahun 1776. Di AS ilmu ini mulai diajarkan pada tahun 1892 di
Universitas Ohio dengan nama Rural Economics dan sejak tahun 1910 mulai
diajarkan di beberapa universitas dengan nama Agicultural Economics.

Di Eropa Ilmu Ekonomi Pertanian lahir sebagai cabang dari Ilmu Pertanian.
Sebagai pencetus utamanya adalah Von Der Goltz dengan bukunya yang berjudul
Handbuch der Landwirtschaftlichen Bertriebslehre pada tahun 1885.

Di Indonesia Ilmu Ekonomi Pertanian mula-mula diberikan di Fakultas-


fakultas Pertanian dengan tradisi Eropa yang lebih menekankan pada aspek sosial
ekonomi dari Ilmu Pertanian. Sebagai tokoh Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia
adalah Prof. Iso Reksohadiprodjo dan Prof. Teko Sumodiwirjo.

2. Pengertian Ekonomi Pertanian

Semula ada dua pandangan tentang Ilmu Ekonomi Pertanian. Pertama,


merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pertanian yang mempelajari aspek sosial
ekonomi dari Ilmu Pertanian. Bagian ini mencakup Ilmu Ekonomi Pertanian dengan
cabang-cabangnya tataniaga pertanian, ekonomi produksi pertanian, dsb. dan Ilmu
Sosiologi Pedesaan yang lebih mengarah pada penyuluhan pertanian. Kedua,
merupakan Ilmu Ekonomi (teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, statistik, dsb.
) yang diterapkan pada bidang pertanian. Dalam perkembangannya perbedaan ini
menjadi tidak jelas karena (a) Ilmu Ekonomi Pertanian mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan tehnik pertanian dan ekonomi baik ekonomi mikro maupun
ekonomi makro dan (b) bakat dan minat perseorangan mendorong mereka
mempelajari kedua hal tersebut.

Ilmu Ekonomi Pertanian berkembang menjadi Ilmu Sosial yang membahas


dan mendalami persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang pertanian,
pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Ilmu Ekonomi
Pertanian juga mencakup analisis ekonomi makro seperti pendapatan nasional,

EKONOMI PERTANIAN 6
konsumsi, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya
dengan bidang pertanian.

Banyak difinisi dan pengertian Ilmu Ekonomi Pertanian namun paling tidak
Ilmu Ekonomi Pertanian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Bagian dari Ilmu Ekonomi yang mempelajari fenomena ekonomi di sektor
pertanian.
(b) Ilmu Ekonomi mempelajari alokasi sumberdaya (alam, manusia, modal) yang
tersedianya terbatas untuk berbagai alternatif penggunaan yang saling
bersaing.
(c) Sumberdaya terbatas (langka), sumberdaya yang tersedianya tidak dapat
memenuhi kebutuhan potensialnya.
(d) Sumberdaya yang terbatas tersebut digunakan untuk berbagai alternatif
penggunaan yaitu produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi.
(e) Bidang yang dipelajari oleh Ilmu Ekonomi Pertanian mencakup produksi,
pengolahan, distribusi dan konsumsi.

3. Persoalan Ekonomi Pertanian


Jarak waktu antara pengeluaran dan penerimaan. Pertanian merupakan proses
produksi biologis yang memerlukan waktu relatif panjang sampai dengan hasil
pertanian diperoleh. Keadaan ini menimbulkan persoalan karena penerimaan petani
hanya diperoleh pada saat panen sebaliknya pengeluaran petani setiap waktu dalam
bulan, minggu, hari, atau bahkan dalam waktu yang sangat mendesak. Sifat produksi
pertanian ini juga membawa akibat terhadap harga yang diterima petani. Pada saat
panen raya dimana hasil pertanian berlimpah harga hasil pertanian rendah sebaliknya
pada saat peceklik harga hasil pertanian tinggi. Keadaan harga hasil pertanian yang
sangat berfluktuasi ini sangat berpengaruh terhadap petani kecil oleh karena
golongan petani ini adalah produsen yang sekaligus juga konsumen. Untuk
mengatasi persoalan ini dilakukan kebijakan harga yaitu penetapan harga dasar dan
harga tertinggi agar fluktuasi harga dapat dikurangi.

Pembiayaan pertanian. Persoalan pembiayaan pertanian terutama di kalangan


petani kecil merupakan persoalan yang banyak dijumpai di negara-negara sedang
berkembang. Hasil pertanian yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
menyebabkan kesulitan bagi petani untuk membiayai usahanya. Hal ini juga
menimbulkan persoalan bagi petani dalam penerapan teknologi baru karena
penggunaan teknologi baru memerlukan tambahan biaya. Untuk memecahkan
masalah ini dilakukan penyediaan kredit bagi petani yang umumnya diberikan dalam
bentuk sarana produksi, tanpa agunan, dan bunganya disubsidi.

Tekanan penduduk dan pertanian. Persoalan penduduk di Indonesia tidak


hanya terbatas pada jumlahnya yang cukup tinggi tetapi juga penyebarannya yang
tidak merata. Jawa yang luasnya hanya 7% dari total wilayah dihuni oleh 60%

EKONOMI PERTANIAN 7
penduduk. Keadaan jumlah dan dan distribusi penduduk ini dapat menimbulkan
berbagai persoalan seperti (a) persediaan tanah pertanian semakin kecil, (b) produksi
pertanian per penduduk menurun, (c) bertambahnya pengangguran, dan (d)
memburuknya hubungan antara pemilik tanah dengan penyewa atau penyakap.

Pertanian subsisten. Petani kecil umumnya bersifat subsisten yaitu dalam


melaksanakan usahataninya lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan
keluarga. Keadaan ini menyebabkan petani kurang responsive terhadap perubahan
harga dan teknologi. Akibatnya tidak mudah memasukkan kebijakan harga dan
teknologi baru kepada petani. Hal ini pada gilirannya menyebabkan upaya
peningkatan produksi dan pendapatan petani tidak mudah dilaksanakan.

Keberlanjutan pertanian. Penggunaan sumberdaya pertanian (terutama lahan


dan air) yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi menyebabkan produksi
pertanian menurun, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.

4. Kelembagaan Dalam Ekonomi Pertanian

Lembaga pertanian yang dimaksud disini adalah organisasi atau kaidah-


kaidah, baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota
masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari ataupun dalam usahanya
mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga adat yang penting peranannya misalnya
pemilikan tanah, jual beli dan sewa-menyewa tanah, bagi hasil, gotong royong dan
sebagainya. Lembaga-lembaga formal yang diselenggarakan pemerintah untuk
mendorong produksi pertanian antara lain Bimas, Koperasi, P3A, penyuluhan
pertanian, dsb.

5. Perkembangan Pertanian Terakhir

Peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi meliputi (a) menciptakan


ketahanan pangan, (b) penyedia bahan baku industri, (c) memberikan kesempatan
kerja dan pendapatan, (d) pengentasan kemiskinan, (e) sumber devisa, dan (f)
sumber pertumbuhan ekonomi. Kenerja pembangunan pertanian terakhir sebagai
berikut.

a. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian


PDB: nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh suatu perekonomian (negara,
propinsi, kabupaten) dalam periode waktu tertentu (Januari-Desember)

Uraian Tahun Laju Pertumbuhan Keterangan


(%/tahun)
PDB Pertanian 2000-2003 1,83
1998-1999 0,88
1993-1997 1,57
PDB Bahan Makanan 2000-2003 0,77 Sblm krisis 0,13%

EKONOMI PERTANIAN 8
PDB Perkebunan 2000-2003 5,02 Sblm krisis 4,30%
PDB Peternakan 2000-2003 3,17 Sblm krisis 5,01%

b. Produksi Tanaman Pangan


Komoditas Keterangan
Padi Produksi tahun 2003 53,4 juta ton, perkiraan 2004 (ARM III-
BPS) 54,3 juta ton, impor beras 1999 sebesar 4,8 juta ton dan
tahun 2002 sebesar 1,0 juta ton.
Jagung Produksi tahun 2003 10,9 juta ton, perkiraan 2004 (ARM III-
BPS) 11,1 juta ton

c. Produksi Hortikultura
Uraian Keterangan
Peningkatan produksi Sayuran 8,01%, buah-buahan 10,37%, tanaman hias
2001-2004 10,81%, tanaman biofarmaka 4,58%
Ketersediaan per kapita Buah-buahan meningkat dari 37 kg menjadi 59 kg,
per tahun 2001-2004 sayuran meningkat dari 31 kg menjadi 38 kg

d. Produksi Perkebunan
Uraian Keterangan
Produksi 2000-2003 Terjadi peningkatan produksi hampir seluruh
komoditas kecuali teh. Karet meningkat 16,43%;
kelapa sawit 14,12%; tebu 7,43%
Peran perkebunan Sebagai sumber pertumbuhan utama sector pertanian

e. Produksi Peternakan
Uraian Keterangan
Pertumbuhan populasi 2000-2003 Sapi potong 0,64%, sebelum krisis
1,69%
Sapi perah 2,20%, sebelum krisis
1,51%
Kambing domba 1,53%, sebelum
krisis 4,33%
Ayam broiler 27,30%, sebelum krisis
8,14%
Ayam petelur 13,67%, sebelum krisis
7,15%
Pertumbuhan ternak ruminansia Cenderung lambat akibat laju
konsumsi yang lebih besar dibanding
produksi.

EKONOMI PERTANIAN 9
Permasalahan tahun 2004 Terganggu oleh wabah flu burung

f. Konsumsi Energi dan Protein


Tahun Konsumsi
Energi
1999 1852 kka/kap
2002 1986 kka/kap
Protein
1999 48,7 gr/kap
2002 54,4 gr/kap

g. Ekspor-Impor
Uraian Keterangan
Neraca perdagangan Meningkat dari US $ 1.300 milyar pada tahun 1990
menjadi US $ 3.794 milyar pada tahun 2003
Ekspor agribisnis Meningkat dari US $ 7.763 milyar pada tahun 2002
menjadi US $ 8,850 milyar pada tahun 2003 (6,71%)
Impor agribisnis Meningkat dari US $ 4,096 milyar pada tahun 2002
menjadi US $ 4,491 milyar pada tahun 2003 (9,64%)
Surplus perdagangan Naik 3,32 %. Surplus terbesar terjadi pada produk
perkebunan, peternakan, dan hortikultura sedangkan
produk tanaman pangan deficit. Surplus perdagangan
agribisnis terbesar terjadi pada produk olahan. Adanya
surplus ini menunjukkan daya saing produk pertanian.

h. Kesejahteraan Petani
Uraian Keterangan
Jumlah penduduk miskin Jumlah penduduk miskin (i) 1999 sebanyak 48,4
menurun juta (24%), (ii) 2000 sebanyak 36,1 juta (19%),
dan (iii) 2004 sebanyak 36,1 juta (17%)
Peran sektor pertanian Sektor pertanian menurunkan penduduk miskin
hingga 66% (74% di desa dan 55% di kota)
Nilai Tukar Petani (NTP) Meningkat dari tahun ke tahun (2001-2003) dan
pada tahun 2003 telah melampaui angka sebelum
krisis.

6. Soal-soal Latihan

EKONOMI PERTANIAN 10
a. Carilah data PDB pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
perikanan, dsb.) selama 5 tahun terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan
PDB dari tahun ke tahun.
b. Carilah data produksi tanaman pangan (padi, jagung, kedele) selama 5 tahun
terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan produksi tanaman pangan
tersebut dari tahun ke tahun
c. Carilah data produksi perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dsb.) selama
5 tahun terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan produksi perkebunan
tersebut dari tahun ke tahun.
d. Carilah data ekspor dan impor salah satu komoditas pertanian selama 5 tahun
terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan ekspor dan impor komoditas
btersebut dari tahun ke tahun.

Contoh Data Dari BPS

Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Pertanian, 2004-2006


No Lapangan Usaha 2004 2005 2006
1 Pertanian, Peternakan, 329.124,60 364.169,30 433.223,40
Kehutanan, dan Perikanan
a. Tanaman Bahan Makanan 165.558,20 181.331,60 214.346,30
b. Tanaman Perkebunan 49.630,90 56.433,70 63.401,40
c. Peternakan 40.634,70 44.202,90 51.074,70
d. Kehutanan 20.290,00 22.561,80 30.065,70
e Perikanan 53.010,80 59.639,30 74.335,30

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Padi Provinsi Indonesia
Jenis Luas
Provinsi Tahun Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman Panen(Ha)
Indonesia Padi 2001 11499997.00 43.88 50460782.00
Indonesia Padi 2002 11521166.00 44.69 51489694.00
Indonesia Padi 2003 11488034.00 45.38 52137604.00
Indonesia Padi 2004 11922974.00 45.36 54088468.00
Indonesia Padi 2005 11839060.00 45.74 54151097.00

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung Provinsi Indonesia

EKONOMI PERTANIAN 11
Jenis Luas
Provinsi Tahun Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman Panen(Ha)
Indonesia Jagung 2001 3285866.00 28.45 9347192.00
Indonesia Jagung 2002 3126833.00 30.88 9654105.00
Indonesia Jagung 2003 3358511.00 32.41 10886442.00
Indonesia Jagung 2004 3356914.00 33.44 11225243.00
Indonesia Jagung 2005 3625987.00 34.54 12523894.00

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Kedelai Provinsi Indonesia


Jenis Luas
Provinsi Tahun Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman Panen(Ha)
Indonesia Kedelai 2001 678848.00 12.18 826932.00
Indonesia Kedelai 2002 544522.00 12.36 673056.00
Indonesia Kedelai 2003 526796.00 12.75 671600.00
Indonesia Kedelai 2004 565155.00 12.80 723483.00
Indonesia Kedelai 2005 621541.00 13.01 808353.00

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Kacang Tanah Provinsi Indonesia
Jenis Luas
Provinsi Tahun Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman Panen(Ha)
Kacang
Indonesia 2001 654838.00 10.84 709770.00
Tanah
Kacang
Indonesia 2002 646953.00 11.10 718071.00
Tanah
Kacang
Indonesia 2003 683537.00 11.49 785526.00
Tanah
Kacang
Indonesia 2004 723434.00 11.58 837495.00
Tanah
Kacang
Indonesia 2005 720526.00 11.61 836295.00
Tanah

EKONOMI PERTANIAN 12
Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (000 Ha), 1995 – 2000
Tahun Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Teh Kina Tebu Tembakau
1995 471,9 992,4 125,4 49,3 81,0 4,6 496,9 9,1
1996 538,3 1146,3 129,6 46,7 88,8 2,2 400,0 4,3
1997 557,9 2109,1 146,3 61,8 89,3 2,3 378,1 4,5
1998 549,0 2669,7 151,3 62,5 91,2 0,6 405,4 5,7
1999 545,0 2860,8 154,6 63,2 91,6 1,3 391,1 5,2
2000 549,0 2991,3 157,8 63,2 90,0 1,3 388,5 5,2

Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 1995 – 2000
Karet Minyak Biji Kulit Gula
Tahun Coklat Kopi Teh Tembakau
Kering Sawit Sawit Kina Tebu
1995 341,00 2476,40 605,30 46,40 20,80 111,08 0,30 2104,70 9,90
1996 334,60 2569,50 626,60 46,80 26,50 132,00 0,40 2160,10 7,10
1997 330,50 4165,69 838,71 65,89 30,61 121,00 0,50 2187,24 7,80
1998 332,57 4585,85 917,17 60,93 28,53 132,68 0,40 1928,74 7,70
1999 293,66 4907,78 981,56 58,91 27,49 126,44 0,92 1801,40 5,80
2000 375,82 5094,86 1018,97 57,73 28,27 123,12 0,79 1780,13 6,31

Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman, 2000-2004


Jenis Tanaman 2000 2001 2002 2003 2004
Karet 3 046,00 2 838,40 2 825,50 2 772,50 2 747,90
Kelapa 3 601,70 3 819,00 3 806,00 3 785,30 3 723,90
Kelapa sawit 1 190,20 1 566,00 1 808,40 1 854,40 2 220,30
Kopi 1 321,90 1 259,50 1 318,00 1 243,20 1 251,30
Kakao 641,10 708,30 798,60 898,90 1 003,30

Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman (ribu ton), 2000-2004


Jenis Tanaman 2000 2001 2002 2003 2004
Karet 1 125,2 1 723,3 1 226,6 1 396,2 1 662,0
Kelapa 2 951,0 3 069,0 3 010,9 3 136,4 3 000,8
Minyak k. sawit 1 977,8 2 800,7 3 426,7 3 517,3 3 847,2
Inti sawit 542,6 621,3 668,3 731,0
Kopi 585,2 560,4 654,3 645,0 618,2

EKONOMI PERTANIAN 13
Kakao 353,6 40,2 511,4 657,2 636,8
Ekspor dan Impor
Ekspor Crude Oil of Copra
Kode HS Diskripsi HS Jan Nilai (US$) Jan Brt (kg) Dec Nilai (US$) Dec Brt (kg)
151311000 Crude oil of 55,453,380 53,927,563 26,099,445 31,783,902
Copra

Impor Maize (Corn) Starch


Kode HS Diskripsi HS Jan Nilai (US$) Jan Brt (kg) Dec Nilai (US$) Dec Brt (kg)
110812000 Maize (Corn) 4,586,061 13,818,514 397,181 957,007
Starch

Perubahan
Perubahan Perubahan
Jan-2013
Sub Sektor, Kelompok dan Des-2012 Feb-2013
Jan-13 Feb-13 dengan Mar-13
Subkelompok dengan Jan- dengan Mar-
Feb-2013
2013 (%) 2013 (%)
(%)

INDEKS HARGA YANG


DIBAYAR PETANI 142.52 1.04 143.34 0.57 144.27 0.65
- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 146.73 1.2 147.7 0.66 148.82 0.76
a) Bahan Makanan 155.55 1.99 157.15 1.03 159.17 1.28
b) Makanan Jadi 144.95 0.58 145.43 0.33 145.91 0.33
c) Perumahan 146.22 0.46 146.78 0.39 147.2 0.28
d) Sandang 141.36 0.34 141.6 0.17 141.7 0.07
e) Kesehatan 131.23 0.52 131.72 0.38 132.08 0.27
f) Pendidikan, Rekreasi & Olah
raga 126.88 0.15 127.14 0.2 127.26 0.09
g) Transportasi & Komunikasi 116.35 0.2 116.41 0.05 116.56 0.13
- Indeks BPPBM 130.04 0.4 130.38 0.27 130.69 0.24
a) Bibit 132.25 0.45 132.5 0.19 132.79 0.22
b) Obat-obatan & Pupuk 128.84 0.33 129.02 0.13 129.16 0.11
c) Transportasi & Komunikasi 125.12 0.3 125.33 0.16 125.46 0.1
d) Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 125.65 0.33 125.94 0.23 126.35 0.33
e) Penambahan Barang Modal 133.2 0.4 133.54 0.26 133.88 0.25
F) Upah Buruh Tani 130.22 0.46 130.71 0.37 131.16 0.34
INDEKS HARGA YANG
DITERIMA PETANI 150.6 0.85 150.78 0.12 150.81 0.02
NILAI TUKAR PETANI 105.67 -0.19 105.19 -0.45 104.53 -0.63

EKONOMI PERTANIAN 14
II. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

2.1. Hubungan Input-Output

Input pertanian meliputi lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Lahan
sebagai input pertanian mencakup luas, sebaran, status, kesuburan, lokasi dsb.
Tenaga kerja dalam usahatani dapat berupa tenaga kerja keluarga (suami, istri, anak,
orang lain tinggal dalam satu rumah) dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja
luar keluarga adalah tenaga kerja yang dibayar baik dibayar dengan upah pasar atau
upah institusional. Modal usahatani dapat berupa modal tetap (bangunan, alat dan
mesin pertanian, dsb.), dan modal variabel (bibit, pupuk, pestisida, herbisida, pakan,
dsb.). Manajemen adalah kemampuan manajerial petani untuk usahataninya.

Input yang diperlukan dalam proses produksi pertanian meliputi (i) lahan:
luas, status, kesuburan, fragmentasi, lokasi, dsb.; (ii) tenaga kerja: jumlah, kualitas,
kontinyuitas, dsb.; (iii) modal: modal tetap yaitu modal yang besarnya tidak
tergantung pada jumlah produksi (bangunan, alat dan mesin pertanian, dsb.), modal
variable yaitu modal yang besarnya tergantung pada jumlah produksi (benih, pupuk,
obat, pakan, dsb.); dan (iv) manajemen yaitu kemampuan produsen mengelola usaha
pertaniannya. Output pertanian merupakan hasil proses produksi biologis yang dapat
berupa hasil tanaman, ternak, ikan, dan hutan.

a. TPP, APP dan MPP

TPP=Total Physical Product


APP=Average Physical Product
MPP=Marginal Physical Product

Hubungan antara input dan output pertanian dapat dijelaskan dengan (i)
tabel, (ii) grafik, dan (iii) persamaan matematik. Tabel 2.1. berikut menyatakan
hubungan antara input (X) dengan output (Q) yang dinyatakan tabel. Secara grafis
hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.

Tabel 2.1. Hubungan input-output (table)


Input (X) Output (Q)
0 0
1 5
2 14

EKONOMI PERTANIAN 15
3 21
4 26
5 30
6 33
7 35
8 36
9 36
10 35

Gambar 2.1. Hubungan input-output (grafik)


Hubungan antara input-output yang dinyatakan dengan persamaan matematik
misalnya Q=X2-1/3X3. Persamaan tersebut menunjukkan produksi merupakan fungsi
pangkat 3 dari input. Gambar 1 menunjukkan bahwa hubungan antara input dan
output bersifat diskrit (gambarnya patah-patah) sedangkan persamaan Q=X 2-1/3X3
bila digambar akan diperoleh kurva yang mulus (smooth).

EKONOMI PERTANIAN 16
Dalam hubungan input-output berlaku hukum pertambahan hasil yang
semakin berkurang atau law of deminishing return. Hukum tersebut mengatakan
bahwa bila input variabel ditambahkan pada sejumlah input tetap, pada awalnya
akan diperoleh tambahan hasil yang semakin meningkat kemudian bila input
variabel tersebut terus ditambahkan akan diperoleh tambahan hasil yang semakin
menurun. Untuk memahami hukum tersebut perlu dipelajari konsep (i) Hasil Fisik
Total (Total Physical Product/TPP), (ii) Hasil Fisik Rata-rata (Average Physical
Product/APP) dan (iii) Hasil Fisik Marginal (Marginal Physical Product/ MPP).

TPP dapat dirumuskan sebagai Q=f(X), output (Q) merupakan fungsi dari
input (X). APP dirumuskan sebagai Q/X atau output per unit input. MPP dirumuskan
sebagai Q/X atau dQ/dX atau perubahan output per unit perubahan input. Tabel 3
berikut menunjukkan hubungan antara input dan output serta angka-angka APP dan
MPP. Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang ditunjukkan oleh angka
MPP yang pada awalnya mengalami kenaikan bila input X bertambah, kemudian
meunurun dan akhirnya menjadi negatif. MPP positif berarti menambah input akan
menambah hasil, MPP nol berarti menambah input tidak menambah hasil, dan MPP
negatif berarti menambah input mengurangi hasil. APP dan MPP pada berbagai
tingkat penggunaan input dapat dilihat pada gambar 2.2. Bila fungsi produksi mulus
maka TPP, APP, dan MPP seperti terlihat pada gambar 2.3.

Tabel 2.2. Hubungan input-output, A PP dan MPP


Input (X) Output (Q) APP X Q MPP
TPP (Q/X) (Q/X)
0 0 - - - -
1 5 5 1 5 5/1=5
2 14 7 1 9 9/1=9
3 21 7 1 7 7/1=7
4 26 6,8 1 5 5/1=5
5 30 6 1 4 4/1=4
6 33 5,5 1 3 3/1=3
7 35 5 1 2 2/1=2
8 36 4,5 1 1 1/1=1
9 36 4 1 0 0/1=0
10 35 3,5 1 -1 -1/1=-1

EKONOMI PERTANIAN 17
Gambar 2.2. APP dan MPP pada berbagai tingkat penggunaan input

EKONOMI PERTANIAN 18
Output (Q)

B TPP

Daerah Daerah Daerah


I II III

O X1 X2 X3 Input (X)

APP,MPP

MPP

APP

Input (X)
Gambar 2.3. TPP, APP, dan MPP bila fungsi produksi mulus

EKONOMI PERTANIAN 19
Bila fungsi produksi adalah Q=X2-(1/30)X3 maka dapat dicari persamaan APP dan
MPP sebagai berikut.

APP = Q/X = (X2-(1/30)X3)/X = X-(1/30)X2


MPP = dQ/dX = 2X – (1/10)X2

b. Elastisitas Produksi
Respon produksi terhadap perubahan input dapat diukur dengan elastisitas
produksi yang dirumuskan sebagai berikut.

Bila >1 produksi dalam keadaan elastis, =1 unit elastis, dan <1 inelastis.
Sebagai contoh =1,5 artinya bila input dinaikkan sebesar 1% maka produksi akan
naik sebesar 1,5%.

Proses produksi dapat dibedakan menjadi daerah rasional dan daerah


irrasional. Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa daerah I adalah daerah irrasional
karena tidak rasional bila seorang produsen menghentikan penambahan input di
daerah ini sementara APP terus meningkat. Demikian pula daerah III juga termasuk
daerah irrasional karena menambah input menyebabkan output menurun. Daerah II
merupakan daerah yang rasional karena di daerah ini produsen akan memperoleh
keuntungan terbesar. Tingkat penggunaan input yang paling menguntungkan
ditentukan oleh rasio harga input dan harga output.

c. Penggunaan Input Optimal

Penentuan tingkat penggunaan input yang menghasilkan keuntungan terbesar


adalah sebagai berikut.

= keuntungan
PQ = harga output
PX = harga input

EKONOMI PERTANIAN 20
FC = fixed cost atau biaya tetap

Dengan demikian keuntungan tertinggi tercapai pada waktu MPP sama dengan rasio
harga input dan harga output.

Contoh
Bila hubungan antara input dan output seperti pada table 3 dan harga input (P X) 1
dan harga output (PQ) juga 1 maka tingkat penggunaan input yang paling
menguntungkan sebagai berikut.

PX/PQ = 1/1 = 1, maka MPP harus sama dengan 1


Hal ini terjadi pada tingkat penggunaan input X antara 7-8 unit atau
output antara 35-36 unit

PX/PQ = 2/1 = 2, maka MPP harus sama dengan 2


Hal ini terjadi pada tingkat penggunaan input X antara 6-7 unit atau
output antara 33-35 unit

Secara grafis MPP adalah slope atau tangen dari garis singgung pada kurva
produksi. Dengan demikian penentuan tingkat penggunaan input yang paling
menguntungkan atau optimum adalah mencari slope pada kurva produksi yang
besarnya sama dengan rasio harga input dan harga output (PX/PQ). Gambar 4
menunjukkan bahwa bila rasio harga input-output adalah (PX/PQ)1 maka tingkat
penggunaan input optimum adalah X*1 dengan produksi sebesar Q*1. Pada tingkat
penggunaan input ini keuntungan yang diperoleh produsen terbesar.

Bila (PX/PQ) turun karena harga input relatif menjadi lebih murah dari harga
output atau karena harga output relatif menjadi lebih mahal dari harga input maka
tingkat penggunaan input akan naik dan produksi meningkat. Hal ini ditunjukkan
oleh gambar 2. 4. dimana (PX/PQ) bergeser dari (PX/PQ)1 menjadi (PX/PQ)2 sehingga
input naik dari X*1 menjadi X*2 dan output naik dari Q*1 ke Q*2. Kebijakan
pemberian subsidi pada harga input (pupuk urea, BBM, irigasi, bunga KUR, dsb)
dan support pada harga output (Harga Pembelian Pemerintah/HPP untuk beras, dsb)
merupakan aplikasi dari teori ini.

EKONOMI PERTANIAN 21
Q (PX/PQ)1 (PX/PQ)2
Q*2
B
Q*1
A

X
X*1 X*2
Gambar 2.4. Penentuan tingkat penggunaan input optimum

Contoh
Diketahui fungsi produksi Q = 65,54 +1,084X-0,003X2, harga input (PX) 0,25 dan
harga output (PQ) 2,50. Tentukan tingkat penggunaan input yang optimal.

1,084 – 0,006X

Syarat optimal: MPP = PX/PQ

1,084 – 0,006X = X* =

Dari penggunaan input optimal dapat diperoleh kurva atau fungsi permintaan
input sebagai berikut.

PX=1
X=7 - 8
PQ=1

PX=2
X=6 - 7
PQ=1

Harga Input (PX)

EKONOMI PERTANIAN 22
Kurva Permintaan Input Untuk PQ=1
2

● ● ● Input (X)
6 7 8

Gambar 2.5. Kurva permintaan input

Contoh

Fungsi produksi: Q = 65,54 + 1,084X – 0,003X2

2,5(1,084 – 0,006X) = PX
Permintaan input untuk PQ=2,5

d. Soal-soal Latihan

1. Fungsi produksi: Q = 70 + 2X – 0,02X2

a. Carilah X pada saat Q maksimum


b. Carilah elastisitas produksi bila X=10; 20; 30; 40; dan 50
c. Carilah X yang memberikan keuntungan terbesar bila

c.1. PX = 1 dan PQ = 1
c.2. PX = 1 dan PQ = 2
c.3. PX = 1 dan PQ = 4
c.4. PX = 1 dan PQ = 10

2. Fungsi produksi: Q=X1/2

EKONOMI PERTANIAN 23
a. Carilah persamaan APP dan MPP
b. Carilah X yang memberikan keuntungan terbesar bila PX=1 dan PQ=4
c. Carilah persamaan permintaan input untuk PQ = 4

3. Tabel berikut menyatakan produktivitas padi, luas panen dan jumlah


penggunaan bibit, pestisida, dan pupuk per hektar di Indonesia tahun 1984-
2003. Gambarkan grafik perkembangan produktivitas, luas panen, bibit,
pestisida, dan pupuk dari data di atas dan interpretasikan grafik tersebut.

4. Carilah fungsi produksi berikut dan interpretasikan hasilnya..

Tahun Produktivitas Luas Bibit Pestisida Pupuk


(ton/ha) Panen (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha)
(000ha)

1984 3,906 9764 38,79 2,37 244,45


1985 3,942 9902 39,24 2,35 241,76
1986 3,977 9988 39,97 3,7 262,08
1987 4,039 9923 40,3 3,84 261,31
1988 4,354 8251 40,65 2,57 301,36
1989 4,247 10531 40,76 2,72 311,58
1990 4,302 10502 40,33 2,42 302,89
1991 4,346 10904 38,71 4,72 312,82
1992 4,345 11103 39,67 2,52 303,2
1993 4,447 8926 36,71 2,99 296,66
1994 4,345 10734 38,73 2,79 284,23
1995 4,349 11439 39,06 2,67 290,98
1996 4,417 11570 39,01 2,65 271,28
1997 4,432 11141 39,44 3,13 303
1998 4,174 11613 45,8 2,75 300,22
1999 4,252 11963 42,68 3,19 319
`2000 4,401 11793 41,74 3,36 328
`2001 4,388 11500 41,58 3,44 334
2002 4,469 11521 41,65 3,5 338
2003 4,538 11477 41,8 3,54 343
Pertum
buhan
per
tahun
(%) 0,55 -9,18 0,36 0.98 2,06

Tahun
PRO LUS BNH PES PPK t

EKONOMI PERTANIAN 24
1984 3,906 9764 38.79 2.37 244.45 1
1985 3,942 9902 39.24 2.35 241.76 2
1986 3,977 9988 39.97 3.7 262.08 3
1987 4,039 9923 40.3 3.84 261.31 4
1988 4,354 8251 40.65 2.57 301.36 5
1989 4,247 10531 40.76 2.72 311.58 6
1990 4,302 10502 40.33 2.42 302.89 7
1991 4,346 10904 38.71 4.72 312.82 8
1992 4,345 11103 39.67 2.52 303.2 9
1993 4,447 8926 36.71 2.99 296.66 10
1994 4,345 10734 38.73 2.79 284.23 11
1995 4,349 11439 39.06 2.67 290.98 12
1996 4,417 11570 39.01 2.65 271.28 13
1997 4,432 11141 39.44 3.13 303 14
1998 4,174 11613 45.8 2.75 300.22 15
1999 4,252 11963 42.68 3.19 319 16
`2000 4,401 11793 41.74 3.36 328 17
`2001 4,388 11500 41.58 3.44 334 18
2002 4,469 11521 41.65 3.5 338 19
2003 4,538 11477 41.8 3.54 343 20

Dependent Variable: LOG(PRO)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 15:48
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 8.303007 0.013637 608.8637 0.0000
T 0.005583 0.001138 4.904578 0.0001
R-squared 0.571988 Mean dependent var 8.361632
Adjusted R-squared 0.548209 S.D. dependent var 0.043675
S.E. of regression 0.029356 Akaike info criterion -4.123985
Sum squared resid 0.015512 Schwarz criterion -4.024412
Log likelihood 43.23985 F-statistic 24.05488
Durbin-Watson stat 0.830403 Prob(F-statistic) 0.000114

Produktivitas padi dari waktu ke waktu:


Total diferential:

Perubahan produktivitas relatif: =β

Perubahan prodiktivitas dalam persen: x100%


ln PRO=8.303007+0.005583t

EKONOMI PERTANIAN 25
Pertumbuhan produktivitas padi per tahun = 0.00558x100%=0.558%

Dependent Variable: LOG(LUS)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 15:50
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 9.550070 0.969057 9.855012 0.0000
T -0.091880 0.080895 -1.135788 0.2709
R-squared 0.066875 Mean dependent var 8.585331
Adjusted R-squared 0.015034 S.D. dependent var 2.101957
S.E. of regression 2.086096 Akaike info criterion 4.403105
Sum squared resid 78.33233 Schwarz criterion 4.502678
Log likelihood -42.03105 F-statistic 1.290013
Durbin-Watson stat 2.437541 Prob(F-statistic) 0.270943

Dependent Variable: LOG(BBT)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 16:16
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3.657508 0.019629 186.3337 0.0000
T 0.003686 0.001639 2.249767 0.0372
R-squared 0.219477 Mean dependent var 3.696216
Adjusted R-squared 0.176114 S.D. dependent var 0.046553
S.E. of regression 0.042255 Akaike info criterion -3.395546
Sum squared resid 0.032139 Schwarz criterion -3.295972
Log likelihood 35.95546 F-statistic 5.061452
Durbin-Watson stat 1.232737 Prob(F-statistic) 0.037213

Dependent Variable: LOG(PES)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 16:24
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.998403 0.084911 11.75819 0.0000

EKONOMI PERTANIAN 26
T 0.009821 0.007088 1.385475 0.1828
R-squared 0.096365 Mean dependent var 1.101520
Adjusted R-squared 0.046163 S.D. dependent var 0.187160
S.E. of regression 0.182789 Akaike info criterion -0.466328
Sum squared resid 0.601414 Schwarz criterion -0.366754
Log likelihood 6.663276 F-statistic 1.919541
Durbin-Watson stat 2.204594 Prob(F-statistic) 0.182837

Dependent Variable: LOG(PES)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 16:24
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.998403 0.084911 11.75819 0.0000
T 0.009821 0.007088 1.385475 0.1828
R-squared 0.096365 Mean dependent var 1.101520
Adjusted R-squared 0.046163 S.D. dependent var 0.187160
S.E. of regression 0.182789 Akaike info criterion -0.466328
Sum squared resid 0.601414 Schwarz criterion -0.366754
Log likelihood 6.663276 F-statistic 1.919541
Durbin-Watson stat 2.204594 Prob(F-statistic) 0.182837

Dependent Variable: LOG(PPK)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 15:52
Sample(adjusted): 2014 2020
Included observations: 6
Excluded observations: 1 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5.432028 0.029572 183.6856 0.0000
T 0.020689 0.001695 12.20487 0.0003
R-squared 0.973849 Mean dependent var 5.790642
Adjusted R-squared 0.967311 S.D. dependent var 0.045290
S.E. of regression 0.008188 Akaike info criterion -6.510988
Sum squared resid 0.000268 Schwarz criterion -6.580401
Log likelihood 21.53296 F-statistic 148.9587
Durbin-Watson stat 0.763611 Prob(F-statistic) 0.000259

Fungsi Produksi:

Total Differential

Partial Derivative

EKONOMI PERTANIAN 27
, elastisitas luas lahan

, elastisitas benih

, elastisitas pestisida

, elastisitas pupuk

Dependent Variable: LOG(PRO)


Method: Least Squares
Date: 03/20/14 Time: 08:41
Sample: 1984 2003
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.001084 0.488155 14.34191 0.0000
LOG(LUS) 0.056369 0.057537 0.979705 0.3428
LOG(BNH) -0.439290 0.119591 -3.673262 0.0023
LOG(PES) -0.039049 0.027439 -1.423120 0.1752
LOG(PPK) 0.440082 0.057802 7.613620 0.0000
R-squared 0.826658 Mean dependent var 8.361632
Adjusted R-squared 0.780434 S.D. dependent var 0.043675
S.E. of regression 0.020465 Akaike info criterion -4.727873
Sum squared resid 0.006282 Schwarz criterion -4.478940
Log likelihood 52.27873 F-statistic 17.88360
Durbin-Watson stat 1.447923 Prob(F-statistic) 0.000014

C=7.001084: produktivitas awal

=elastisitas lahan=0.056369, bila lahan ditambah 1% maka produktivitas akan


naik sebesar 0.056369%

=elastisitas benih=-0.439290, bila benih ditambah 1% maka produktivitas akan


turun 0,43290
2.3. Hubungan Input-input

Dalam proses produksi pertanian hubungan input satu dengan lainnya dapat
bersifat substitusi, komplementer, atau independent. Misalnya, traktor dapat
menggantikan tenaga kerja dalam pengolahan lahan atau dikatakan bahwa hubungan
antara traktor dan tenaga kerja saling menggantikan. Untuk mencapai produksi yang
tinggi penggunaan pupuk harus disertai dengan penyediaan air irigasi yang cukup.
Dalam hal ini hubungan antara pupuk dan air irigasi bersifat komplementer atau
saling melengkapi. Adakalanya dua macam input tidak terkait satu dengan lainnya.
Bila hal ini terjadi hubungan kedua macam input tersebut bersifat independent.

EKONOMI PERTANIAN 28
a. Fungsi Produksi

Fungsi produksi dengan dua macam input variabel dapat dituliskan sebagai
berikut.

atau

Tabel 2.3. berikut menunjukkan produksi (Q) yang dapat dicapai dengan berbagai
kombinasi input-1 (X1) dan input-2 (X2) yang diturunkan dari fungsi produksi
.

Tabel 2.3.
10 80 93 104 113 120 125 128 129 128 125 120
9 81 94 105 114 121 126 129 130 129 126 121
8 80 93 104 113 120 125 128 129 128 125 120
7 77 90 101 110 117 122 125 126 125 122 117
6 72 85 96 105 112 117 120 121 120 117 112
5 65 78 89 98 105 110 113 114 113 110 105
4 56 69 80 89 96 101 104 105 104 101 96
X1 3 45 58 69 78 85 90 93 94 93 90 85
2 32 45 56 65 72 77 80 81 80 77 72
1 17 30 41 50 57 62 65 66 65 62 57
0 0 13 24 33 40 45 48 49 48 45 40
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X2

Dari fungsi produksi di atas dapat ditentukan penggunaan input untuk mencapai
produksi tertinggi sebagai berikut.

}
a. Isoquant

EKONOMI PERTANIAN 29
Dari tabel 2.3. dapat dicari kombinasi input yang menghasilkan output sama.
Misalnya output sebesar 105 dapat dicapai dengan kombinasi input seperti pada
tabel 2.4. Kurva yang menggambarkan kombinasi input yang menghasilkan output
sama disebut sebagai isoquant. Bila kombinasi input pada tabel 2.3. diplotkan dalam
gambar akan diperoleh kurva isoquant seperti pada gambar 2.7.

Tabel 2.4. Kombinasi input X1 dan X2 untuk output sebesar 105


Input X1 Input X2 Output
9 2 105
6 3 105
5 4 105
4 7 105
5 10 105

10
9 2- 9
8
7
6 3- 6
Input-1

5 4- 5 10- 5
4 7- 4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12

Input-2

Series1

Gambar 2.6. Kurva isoquant untuk ouput sebesar 105

Gambar 2.7. di bawah menunjukkan isoquant pada berbagai tingkat output yaitu
Q=130, Q=104, Q=78, Q=52, dan Q=0. Isoquant untuk output tertinngi yaitu Q=130
dan output terendah yaitu Q=0 digambarkan dengan suatu titik. Isoquant yang
letaknya semakin jauh dari titik origin menunjukkan tingkat produksi yang lebih
tinggi.

X1

10 - ● Q=130

EKONOMI PERTANIAN 30
9 -
8 -
7 -
6 -
5 -
4 -
3 - Q = 104
2 -
1 - Q=20 Q = 78
0ֽ =Q Q = 52
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X2

Gambar 2.7. Kurva isoquant untuk ouput sebesar 130, 104, 78, 52 dan 0

b. Marginal Rate of Input Substitution (MRS)

Jumlah X1 yang dapat digantikan oleh setiap unit X 2 agar output tetap disebut
sebagai MRS X2 untuk X1. Secara matematis MRS X2 untuk X1 dapat dirumuskan
sebagai berikut.

X1

10 -
9 - A
8 -
7 -
6 - B
5 - C

EKONOMI PERTANIAN 31
4 -
3 -
2 -
1 -
ֽ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X2

Gambar 2.8. Penentuan marginal rate of input substitution

Diantara titik A dan B, , artinya agar


output tetap, 3 unit input X1 dapat digantikan oleh 1 unit input X2.

Diantara titik B dan C, , artinya agar


ouput tetap 1 unit input X1 dapat digantikan oleh 1 unit input X2.
Tabel 2.5. MRS input X2 untuk X1 untuk Q=105

2 9 - - -
3 6 1 -3 -3/1=-3
4 5 1 -1 -1/1=-1
5 4,4 1 -0,6 -0,6/1=-0,6
6 4,1 1 -0,3 -0,3/1=-0,3
7 4 1 -0,1 -0,1/1=-0,1
8 4,1 1 0,1 0,1/1

Contoh

EKONOMI PERTANIAN 32
Untuk X1=6 dan X2=3 maka,

c. Isocost Line

Isocost line adalah garis yang menggambarkan kombinasi input yang dapat dibeli
dengan biaya yang sama. Isocost line dapat dirumuskan dari Total Variable Cost
(TVC) sebagai berikut.

Slope isocost line =


Tabel 2.6. dan gambar 2.6. di bawah menunjukkan kombinasi input pada TVC=18
dan TVC=12 bila PX1=2 dan PX2=3. Bila masing-masing kombinasi input tersebut
digambarkan akan diperoleh 2 isocost line yang sejajar atau sama slopenya tetapi
berbeda intersepnya. Isocost line yang letaknya lebih jauh dari titik origin
menunjukkan TVC yang lebih besar. Tabel 2.7 dan gambar 2.10 menunjukkan
isocost line bila PX1 naik menjadi 3.

Tabel 2.6. Kombinasi input pada TVC=18 dan TVC=12 bila PX1=2 dan PX2=3
TVC = 18; PX1 = 2; PX2=3 TVC = 12; PX1 = 2; PX2 = 3
X1 X2 X1 X2
0 6 0 4
.... .... .... ....
.... …. …. ….
9 0 6 0

X1

10 - X1 = TVC/PX1 = 18/2 =9
9 - X1 = TVC/PX1 = 12/2 = 6
8 -
7 -

EKONOMI PERTANIAN 33
6 -
5 - Isocost line, slope = -3/2
4 -
3 -
2 - X2 = TVC/PX2 = 12/3 = 4
1 - X2 = TVC/PX2 = 18/3 = 6
ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X2
Gambar 2.9. Kurva isocost line

Tabel 2.7. Kombinasi input pada TVC=18 dan TVC=12 bila PX1=3 dan PX2=3
TVC = 18; PX1 = 3; PX2=3 TVC = 12; PX1 = 3; PX2 = 3
X1 X2 X1 X2
0 6 0 4
.... .... .... ....
.... …. …. ….
.... …. …. ….
....
6 0 4 0

X1

10 - X1 = TVC/PX1 = 18/3 = 6
9 - X1 = TVC/PX1 = 12/3 = 4
8 -
7 -
6 -
5 - Isocost line, slope = -3/3 = -1
4 -
3 -
2 - X2 = TVC/PX2 = 12/3 = 4
1 - X2 = TVC/PX2 = 18/3 = 6
ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ ֽ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X2

EKONOMI PERTANIAN 34
Gambar 2.10. Kurva isocost line

d. Biaya Input Terkecil

Dalam hubungan input-input yang dicari adalah kombinasi input yang


biayanya terkecil atau kombinasi input yang keuntungannya terbesar atau disebut
juga sebagai kombinasi input yang optimal. Untuk menentukan kombinasi input
yang optimal perlu dipahami pengertian isoquant dan isocost.

Untuk menentukan kombinasi input yang optimal perlu dipahami gambar


2.11 dan gambar 2.12. Gambar 2.11. menunjukkan bahwa MRS dapat digambarkan
oleh slope pada kurva isoquant. Slope di titik A lebih tajam dari pada di titik B
menunjukkan bahwa MRS di titik A lebih tinggi dari pada di titik B. Atau
selanjutnya dapat diartikan bahwa daya substitusi suatu input terhadap input lain
semakin lama semakin menurun.

X1

EKONOMI PERTANIAN 35
X2

Gambar 2.11. Slope dari isoquant

Gambar 2.12. menunjukkan bahwa output sebesar Q o dapat dicapai dengan


kombinasi input di titik A (X2A,X1A) atau C (X2C,X1C). Bila hal ini dilakukakn maka
biaya yang harus dikeluarkan akan sebesar TVC2. Output sebesar Qo dapat
dihasilkan dengan kombinasi input di titik B (X2B,X1B). Biaya terkecil untuk
menghasilkan output sebesar Qo di titik B dengan biaya sebesar TVC1. Bila biaya
yang tersedia kurang dari TVC1 misal TVCo maka output sebesar Qo tidak dapat
tercapai. Secara grafis dapat dilihat bahwa penggunaan input optimal tercapai bila
terpenuhi syarat sebagai berikut

slope isoquant = slope isocost

X1

A
X1A ●

B
X1B ●
C
X1C ● Q = Qo
ֽ TVCo TVC1 TVC2

EKONOMI PERTANIAN 36
X2
X2A X2B X2C

Gambar 2.12. Kombinasi input dengan biaya terkecil

Contoh

Syarat optimal:

a=-3,25; b=58,5; c=-238,25

EKONOMI PERTANIAN 37
Untuk menghasilkan output sebanyak 105 unit kombinasi input yang biayanya
termurah atau kombinasi input yang keuntungannya terbesar adalah X 1 = 6,2 dan X2
= 2,8.

e. Soal-soal Latihan

1. Berikut adalah kombinasi input yang menghasilkan sejumlah output tertentu.

X1 X2 =MPP2/MPP1
30 0
28 1 -2 1 -2
20 3 -8 2 -4
14 5 -6 2 -3
9 8 -5 3 -5/3
5 12 -4 4 -1
1 17 -4 5 -4/5
0 25 -1 8 -1/8

Carilah kombinasi input yang biayanya termurah bila harga input sebagai
berikut.

PX1 PX2
8 6,4
0,25 0,75
0,4 1

2. Carilah kombinasi input yang biayanya termurah dari fungsi produksi dan harga-
harga berikut.

2.4. Hubungan Output-Output

Bila sumberdaya pertanian (lahan, tenaga kerja, dan modal) terbatas maka
persoalannya adalah menentukan berbagai macam output yang memberikan
keuntungan terbesar. Untuk memecahkan masalah ini perlu dipahami bagaimana
hubungan antara output satu dengan output lainnya.

a. Macam Hubungan Output-output

EKONOMI PERTANIAN 38
Hubungan antara output satu dengan output lainnya dapat bersifat (i)
competitive, (ii) complementary, (iii) supplementary, dan (iv) joint. Uraian dari
masing-masing hubungan tersebut sebagai berikut.

(i) Competitive
Hubungan antar ouput yang bersifat competitive ditandai dengan menurunnya
jumlah suatu output bila output lainnya meningkat. Misalnya, meningkatkan
produksi padi berakibat menurunnya produksi jagung. Secara grafis hubungan antar
output yang bersifat competitive dapat dilihat pada gambar 2.13a dan b.

Q2 Q2

A●
A●

B B
● Q1 ● Q1

(a) (b)
Gambar 2.13. Hubungan output-output competitive

(ii) Complementary
Hubungan antar output yang bersifat complementary ditandai dengan meningkatnya
jumlah suatu output bila output lainnya meningkat. Misalnya, meningkatnya jumlah
produksi legum berakibat meningkatnya jumlah produksi jagung. Secara grafis
hubungan antar output yang bersifat complementary ditunjukkan oleh kurva AB
pada gambar 2.14a dan kurva AB dan DC pada gambar 2.14b.

(iii) Supplementary
Pada hubungan antar output yang bersifat supplementary kenaikan suatu output
diikuti dengan output lain yang jumlahnya tetap. Misalnya, usaha meningkatkan
produksi jagung tanpa mempengaruhi jumlah pemeliharaan sapi. Secara grafis
hubungan antar output yang bersifat supplementary ditunjukkan oleh kurva AB pada
gambar 2.15a. dan kurva AB dan CD pada gambar 2.15b.

EKONOMI PERTANIAN 39
Q2 Q2

B

A● B

A● ●C

Q1 ●D Q1

(a) (b)
Gambar 2.14. Hubungan output-output complementary

Q2 Q2

A● ●B
A● ●B

●D

Q1 ●C Q1
(a) (b)
Gambar 2.15. Hubungan output-output supplementary

(iv) Joint
Hubungan antar output yang bersifat joint ditandai dengan adanya dua macam
produk atau lebih dihasilkan secara simultan pada perbandingan tertentu. Misalnya,
gula dan tetes dihasilkan secara simultan. Secara grafis hubungan antar output yang
bersifat joint ditunjukkan oleh 2.16a. dan 2.16b.

Q2 Q2

EKONOMI PERTANIAN 40





Q1 Q1
(a) (b)

Gambar 2.16. Hubungan output-output joint

b. Kurva Kemungkinan Produksi

Kurva kemungkinan produksi atau production possibility curve (PPC) adalah


kurva yang menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan oleh sejumlah
sumberdaya tertentu. Misal, gambar 2.17. menunjukkan kurva kemungkinan
produksi bila sumberdaya yang tersedia X=Xo.

Q2

Q2A A

Q2B B

Q1A Q1B Q1

Gambar 2.17. Kurva kemungkinan produksi (PPC)

Bila diketahui hubungan antara input X dan output Q1 dan Q2 seperti pada
tabel 2.8. maka dapat diturunkan PPC pada X = 4 seperti pada tabel 2.9. dan gambar
2.18. Bila ditetapkan X = 7 maka PPCnya dapat dilihat di tabel 2.10 dan gambar
2.19.

Tabel 2.8. Produksi Q1 dan Q2


X Q1 MPPXQ1 X Q2 MPPXQ2
0 0 - 0 0 -
1 7 7 1 12 12
2 13 6 2 22 10

EKONOMI PERTANIAN 41
3 18 5 3 30 8
4 22 4 4 36 6
5 25 3 5 40 4
6 27 2 6 42 2
7 28 1 7 43 1
8 27 -1 8 42 -1
9 25 -2 9 40 -1

Tabel 2.9. PPC pada X = 4


PPC untuk X=4
Q2 X untuk X untuk
Q2 Q1 Q1
36 4 4 -4 = 0 0
30 3 4 -3 = 1 7
22 2 4 -2 = 2 13
12 1 4 -1 = 3 18
0 0 4 – 0= 4 22

25
0- 22
20
12- 18
15
22- 13
Q2

10
30- 7
5

0 36- 0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Q1

Series1

Gambar 2.18. Kurva PPC pada X = 4

Tabel 2.10. PPC pada X = 7


PPC untuk X=7
X untuk X untuk
Q2 Q2 Q1 Q1
43 7 7–7=0 0
42 6 7–6=1 7

EKONOMI PERTANIAN 42
40 5 7–5=2 13
36 4 7–4=3 18
30 3 7–3=4 22
22 2 7–2=5 25
12 1 7–1=6 27
0 0 7–0=7 28

30
0- 28
12- 27
25 22- 25
30- 22
20
36- 18
Q1

15
40- 13
10
42- 7
5

0 43- 0
0 10 20 30 40 50
Q2

Series1

Gambar 2.19. Kurva PPC pada X = 7

c. Marginal Rate of Product Substitution (MRPS)

didifiniskan sebagai jumlah output Q2 yang dapat digantikan


oleh setiap unit output Q1 bila sumberdaya tetap. Dari difinisi tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut.

Tabel 2.11. berikut menyatakan PPC pada X=7 dan . Secara grafis
MRPS adalah slope dari PPC (gambar 2.20).

Tabel 2.11. PPC pada X = 7 dan MRPS

43 0 - - -
42 7 -1 7 -1/7
40 13 -2 6 -1/3

EKONOMI PERTANIAN 43
36 18 -4 5 -4/5
30 22 -6 4 -3/2
22 25 -8 3 -8/3
12 27 -10 2 -5
0 28 -12 1 -12

Q2

Q1
Gambar 2.20. Kurva PPC dan MRPS

d. Isorevenue

Isorevenue adalah garis atau kurva yang menggambarkan kombinasi output


yang menghasilkan total penerimaan (TR) yang sama. TR dapat dirumuskan sebagai
berikut.

TR = PQ1Q1 +PQ2Q2
Q2=TR/PQ2-(PQ1/PQ2) Q1
dimana PQ1 adalah harga Q1 dan PQ2 harga Q2
Kombinasi output pada berbagai TR dapat dilihat pada tabel 2.12. sedangkan
kurva isorevenuenya dapat dilihat pada gambar 2.21. TR yang semakin besar
digambarkan dengan garis isorevenue yang semakin jauh dari titik origin. Pengaruh

EKONOMI PERTANIAN 44
perubahan harga output terhadap isorevenue dapat dilihat pada tabel 2.13. dan
gambar 2.22. dan gambar 2.23.

Tabel 2.12. Kombinasi output pada TR=80, TR=100 dan TR=120

=1;

Q1 Q2 Q1

0 80 80 0 100 100 0 120 120


10 60 80 10 80 100 10 100 120
20 40 80 20 60 100 20 80 120
30 20 80 30 40 100 30 60 120
40 0 80 40 20 100 40 40 120
50 0 100 50 20 120
60 0 120

Q2

120 -

100 - TR1=80

80 - TR2=100

TR3=120

0 40 50 60 Q1

Gambar 2.21. Isorevenue pada TR=80, TR=100 dan TR=120


TR = PQ1Q1 +PQ2Q2
Q2=TR/PQ2-(PQ1/PQ2) Q1

Tabel 2.13. Pengaruh perubahan harga Q1 dan harga Q2


Harga Semula Harga Q2 Naik Harga Q1 Naik
=1;

EKONOMI PERTANIAN 45
Q1 Q2 Q1

0 80 80 0 40 80 0 80 80
10 60 80 10 30 80 10 55 80
20 40 80 20 20 80 20 30 80
30 20 80 30 10 80 30 5 80
40 0 80 40 0 80 32 0 80
Q2

80 -

40-

.
40 Q1
Gambar 2.22. Pengaruh kenaikan harga Q2 terhadap isorevenue
Q2

80 -

32 40 Q1
Gambar 2.23. Pengaruh kenaikan harga Q1 terhadap isorevenue

Slope isorevenue dapat dirumuskan sebagai berikut.

EKONOMI PERTANIAN 46
Slope isorevenue =

e. Total Revenue Terbesar

Bila sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi tetap jumlahnya


maka keuntungan terbesar dapat dicapai dengan jalan memaksimumkan total
revenue.
Q2

TR2
TR1

●A

●B

●C

Q1
Gambar 2.24. Kombinasi output yang menghasilkan TR terbesar

Kombinasi output di titik A dan C menghasilkan revenue sebesar TR1. Kombinasi


ouput di titik B menghasilkan revenue sebesar TR2. Kombinasi output di titik B
menghasilkan revenue terbesar.Titik B dicirikan dengan kondisi sebagai berikut.

Slope PPC = Slope Isorevenue

Tabel 2.14. MRPS untuk PPC pada X=7


PPC pada X = 7
Q2 Q1
43 0 - - -
42 7 -1 7 1/7
40 13 -2 6 -2/6

EKONOMI PERTANIAN 47
36 18 -4 5 -4/3
30 22 -6 4 -6/4
22 25 -8 3 -8/3
12 27 -10 2 -10/2
0 28 -12 1 -12/1

Bila PQ1=2 dan PQ2=1 maka PQ1/PQ2= 2/1 = 2. Q1 dan Q2 yang menghasilkan TR
terbesar dapat dicari dari yang besarnya sama dengan 2. Dari tabel 2.14.
dapat dilihat bahwa sebesar 2 terletak antara -6/4 dan -8/3 atau output
Q2 antara 22s/d30 dan output Q1 antara 22s/d25.

Contoh

PPC

PQ1=5 dan PQ2=6

-0,013Q2 = -6/5 Q2 = 92,3

Q1=44,6 dan Q2=92,3 menghasilkan TR terbesar atau keuntungan terbesar.

f. Soal-soal Latihan

1. Berikut adalah kombinasi output yang dapat dihasilkan oleh sejumlah


sumberdaya tertentu.

Q1 Q2
53 0
52 17
50 23
46 28

EKONOMI PERTANIAN 48
40 32
32 35
22 37
0 38

Carilah kombinasi output yang menghasilkan TR terbesar bila harga Q 1 dan harga
Q2 sebagai berikut.

(i) PQ1 = 6 PQ2 = 2


(ii) PQ1 = 4 PQ2 = 6
(iii) PQ1 = 2 PQ2 = 10

2. Deketahui fungsi produksi jagung dan sorgum sebagai berikut.

C = jagung
S = sorgum
N = nitrogen

Carilah kombinasi jagung dan sorgum yang menghasilkan revenue terbesar bila
harga jagung dan sorgum sebagai berikut.

(i) PC = 3 dan PS = 2,5


(ii) PC = 4 dan PS = 2

2.5. Kondisi Optimal Dari Sisi Output

Dilihat dari sisi output keuntungan dapat didifinisikan sebagai berikut.

TR = penerimaan total
TC = biaya total

a. Cara 1

; perubahan input per unit perubahan output

perubahan biaya per unit perubahan output

EKONOMI PERTANIAN 49
= Marginal Cost (MC)

MPP=Px/PQ

Sisi ouput Sisi input


b. Cara 2

,MR=marginal revenue, perubahan penerimaan per unit perubahan


output

, MC=marginal cost, perubahan biaya per unit perubahan output

Bila akan diperoleh tabel 2.15.


Tabel 2.15.
X Q TR=PQQ TVC=PXX FC TC=TR-TVC-FC MR MC
0 0 0 0 1000 1000 -1000
2 3,7 111 200 1000 1200 -1089 30 54,05
4 13,9 417 400 1000 1400 -983 30 19,1
6 28,8 864 600 1000 1600 -736 30 13,42
8 46,9 1407 800 1000 1800 -393 30 11,04
10 66,7 2001 1000 1000 2000 -1 30 10,1
12 86,4 2592 1200 1000 2200 392 30 10,15
14 104,5 3135 1400 1000 2400 735 30 11,04
16 119,5 3585 1600 1000 2600 985 30 13,33
18 129,6 3888 1800 1000 2800 1088 30 19,8
20 133,3 3999 2000 1000 3000 999 30 54,05
22 129,6 3888 2200 1000 3200 688 30

EKONOMI PERTANIAN 50
Dari tabel 2.15. selanjutnya dapat digambarkan kurva TR dan TC (gambar 2.25.),
kurva keuntungan (gambar 2.26), dan kurva MC (gambar 2.27).

4500
4000
3500
3000
TR,TC

2500
2000
1500
1000
500
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Output

TR TC

Gambar 2.25. Kurva TR dan TC

1500

1000
Keuntungan

500

0
0 20 40 60 80 100 120 140
-500

-1000

-1500
Output

Gambar 2.26. Kurva keuntungan

EKONOMI PERTANIAN 51
60

50

40
MC

30

20

10

0
0 20 40 60 80 100 120 140
Output

MC

Gambar 2.27. Kurva MC

Contoh

Marginal Rate of Input Substitution=ratio harga input

penggunaan input optimal

EKONOMI PERTANIAN 52
Average Variable Cost (AVC) = TVC/Q

Average Cost (AC) = TC/Q

Bila harga Q sebesar P2 maka Q optimal sebesar Q2. Bila harga Q turun menjadi
P1(masih di atas AVC) maka Q optimal sebesar Q 1. Bila harag Q turun di bawah
AVC misal Po maka Q tidak diproduksi. Oleh karena itu kurva MC di atas minimum
AVC misal AB menggambarkan penawaran.

AVC, AC

MC AVC
P2 B

P1 A

Po

Q1 Q2 Q

Gambar 2.28. Kurva penawaran

c. Soal-soal Latihan

1. Dari fungsi produksi dan PX1=3, PX2=1, PQ=10 carilah TVC,


AVC, dan MC
2. Dari fungsi produksi dan PX1=6, PX2=3, PQ=15 carilah TVC,
AVC, dan MC.

III. ANALISIS EKONOMI USAHA PERTANIAN

EKONOMI PERTANIAN 53
3.1. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani

a. Perhitungan Biaya dan Pendapatan Usahatani

Faktor produksi dalam proses produksi pertanian meliputi lahan, modal,


tenaga kerja dan manajemen. Imbalan atau balas jasa atas faktor produksi tersebut
berupa (i) sewa untuk faktor produksi lahan, (ii) bunga untuk faktor produksi modal,
(iii) upah untuk faktor produksi tenaga kerja, dan (iv) keuntungan untuk faktor
produksi manajemen.

Tujuan suatu usahatani umumnya adalah untuk mencapai pendapatan yang


tertinggi. Dalam menghitung pendapatan usahatani perlu memperhatikan dari mana
faktor produksi tersebut berasal. Bila faktor produksi berasal dari dalam usahatani
maka balas jasa atas faktor produksi tersebut tidak diperhitungkan sebagai biaya.
Sebaliknya bila faktor produksi berasal dari luar usahatani maka balas jasa atas
faktor produksi tersebut diperhitungkan sebagai biaya.

a. Sewa lahan diperhitungkan sebagai biaya usahatani bila lahan yang digunakan
dalam usahatani diperoleh dengan cara menyewa atau menyakap. Bila lahan yang
digunakan dalam usahatani lahan milik sendiri maka sewa lahan tidak
diperhitungkan dalam biaya usahatani atau merupakan pendapatan usahatani.
b. Bunga modal diperhitungkan sebagai biaya usahatani bila modal yang digunakan
dalam usahatani diperoleh dengan cara meminjam dari bank atau sumber
pinjaman lainnya. Bila modal yang digunakan dalam usahatani modal sendiri
maka bunga modal tidak diperhitungkan dalam biaya usahatani atau merupakan
pendapatan usahatani.
c. Upah tenaga kerja diperhitungkan sebagai biaya usahatani bila tenaga kerja yang
digunakan dalam usahatani adalah tenaga kerja luar keluarga. Bila tenaga kerja
yang digunakan dalam usahatani adalah tenaga kerja keluarga maka upah tenaga
kerja keluarga tidak diperhitungkan dalam biaya usahatani atau merupakan
pendapatan usahatani.
d. Keuntungan usahatani sebagai imbalan atas faktor produksi manajemen
sepenuhnya merupakan pendapatan usahatani.

Pendapatan Usahatani=Penerimaan Total - Biaya yang benar-benar dikeluarkan


Total (Biaya Eksplisit)

Keuntungan= Penerimaan Total – Biaya Total

Gross Margin = Penerimaan Total – Biaya Variable

Biaya variable: biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi (pupuk,
tenaga kerja, dsb)

EKONOMI PERTANIAN 54
Biaya Tetap: biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi (PBB,
penyusutan, dsb)

Tabel 3.1.
Biaya dan Pendapatana Usahatani
No. Uraian Perhitungan
1 Nilai Produksi
a. Padi QPD x PPD = Rp ………………….
b. Jagung QJG x PJG = Rp ………………….
c. Ayam QAY x PAY = Rp ………………….
d. Ikan QIK x PIK = Rp ………………….

Jumlah-1 Rp .…………………

2 Biaya Produksi
a. Benih
Padi XPD x PXPD = Rp …………………
Jagung XJG x PXJG = Rp …………………
Ayam XAY x PXAY = Rp …………………
Ikan XIK x PXIK = Rp …………………
b. Pupuk
Urea XUR x PXUR = Rp …………………
SP36 XSP x PXSP = Rp …………………
KCl XKC x PXKC = Rp …………………
c. Pakan ayam XPAY x PXPAY = Rp …………………
d. Pakan ikan XPIK x PXPIK = Rp …………………
e. Pestisida XPES x PXPES = Rp …………………
f. Tenaga kerja luar XTK x PXTK = Rp …………………
g. Bunga kredit Rp …………………
h. Sewa lahan/Bagi Hasil Rp.…………………
i. Iuran irigasi Rp …………………
j. PBB Rp …………………
k. Penyusutan Rp …………………

Jumlah-2 Rp …………………

3 Pendapatan Usahatani (on farm)= Jml-1-Jml-2= Rp …………………


Jumlah-3

4 Pendapatan Luar Usahatani


a. Off-farm Rp.. ………………..
b. Non-farm Rp.. ………………..

Jumlah-4 Rp.. ………………..

5 Pendapatan Rumah Tangga Tani


=Jumlah-3 + Jumlah-4 = Jumlah-5 Rp …………………

b. Kasus Usahatani 1

Seorang petani memiliki lahan sawah seluas 0,5 ha dan lahan kering seluas
0,25 ha. Lahan sawah dalam setahunnya dapat ditanami padi dua kali (padi musim
hujan dan padi musim kemarau) dan jagung sekali. Lahan kering seluruhnya
ditanami kelapa sebanyak 40 pohon. Petani juga memiliki lahan pekarangan yang

EKONOMI PERTANIAN 55
dimanfaatkan untuk menggemukkan sapi, membesarkan ayam buras, menjemur
gabah dan untuk tempat tinggal dan keperluan rumah tangga lainnya.

Hasil padi 3,5 ton gabah kering panen (GKP) pada musim hujan dan 3 ton
pada musim kemarau sedangkan hasil jagung 3 ton pipilan kering. Semua tanaman
kelapa telah berbuah dengan perkiraan produksi sebanyak 30 butir per pohon per
tahun. Tingkat produksi kelapa ini diperkirakan berlangsung selama 15 tahun. Dalam
waktu satu tahun petani mampu menggemukkan sapi siap jual sebanyak 4 ekor dan
membesarkan ayam buras sebanyak 3 kali dengan jumlah pemeliharaan 40 ekor per
periode.

Sebagian pekerjaan usahatani dikerjakan petani dibantu istri dan anaknya


sedangkan selebihnya dikerjakan tenaga kerja luar keluarga dengan upah Rp 10
000,- per orang per hari. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dan kebutuhan tenaga
kerja dari bulan ke bulan untuk seluruh kegiatan usahatani dalam Hari Orang Kerja
(HOK) sebagai berikut.

Tabel 3.2.
Uraian Bulan
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ketersediaan 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
(HOK)
Kebutuhan 60 45 45 60 60 45 45 60 60 45 45 60
(HOK)

Biaya penanaman dan pemeliharaan tanaman kelapa sampai dengan tanaman


kelapa menghasilkan sebesar Rp 15 000,- per pohon. Nilai awal kandang sapi dan
kandang ayam masing-masing diperkirakan Rp 2000 000,- dengan umur ekonomis 5
tahun untuk kandang sapi dan 4 tahun untuk kandang ayam. Nilai penyusutan alat
pertanian yang dimiliki petani diperhitungkan sebesar Rp 50 000,- per tahun.

Untuk seluruh kegiatan usahataninya petani mengeluarkan biaya untuk


pembelian bibit, pupuk, pakan, pestisida, vaksin dan biaya lain-lain sebagai berikut.

Tabel 3.3.
No Macam Jumlah Harga (Rp/Unit)
1 Bibit
a. Padi (kg) 30 2 000
b. Jagung (kg) 20 1 250
c. Ayam (ekor) 120 1 000
d. Sapi (ekor) 4 2 000 000
2 Pupuk
a. Urea (kg) 300 1 000
b. SP36 (kg) 150 1 250
c. KCl (kg) 100 1 500
3 Pakan

EKONOMI PERTANIAN 56
a. Konsentrat (kg) 1000 750
b. Pakan ayam (kg) 1000 1 200
4 Pestisida (l) 2 10 000
5 Vaksin (unit) 3 15 000
6 Iuran irigasi (kali/tahun) 1 20 000
7 PBB (kali/tahun) 1 50 000

Penerimaan
No Komoditas Jumlah Harga Penerimaan
1 Padi MH (ton GKP) 3,5 Rp
1500/kg
2 Padi MK (ton GKP) 3 Rp
1500/kg
3 Jagung (ton pipilan) 3 Rp
1000/kg
4 Sapi (ekor) 4 Rp 3 jt/ek
5 Ayam (ekor) 3x40 =120 Rp
10000/ek
6 Kelapa (butir) 40x30=1200 Rp 500/bt
Jumlah

Biaya Penyusutan
No Uraian Biaya Umur Biaya
Investasi Ekonomis Penyusutan
1 Tanaman kelapa 40xRp 15 Rp 600000/15
15000=Rp = Rp 40000
600000
2 Kandang sapi Rp 2000000 5 Rp
2000000/5=Rp
400000
3 Kandang ayam Rp 2000000 4 Rp 2000000/4=
Rp 500000
4 Peralatan Rp 50000
Jumlah Rp 990000

c. Kasus Usahatani-2

Tabel 3.4. s/d tabel 3.6. adalah hasil penelitian usahatani di dusun Planggok,
Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman selama tiga tahun tanam
yaitu tahun tanam 97/98, 98/99, dan 99/00. Dari tabel-tabel ini dapat diketahui
karakteristik rumah tangga tani, komposisi pendapatan rumah tangga tani, dan biaya
usahatani padi.

EKONOMI PERTANIAN 57
Table 3.4.
General characteristics of farm household in Planggok

Items Unit Crop Year


97/98 98/99 99/00
Sample Person 24 24 24
Age of head of household Year 52,85 53,85 54,85
Family member living together Person 3,95 4,2 4,1
Labor force Person 2,25 2,1 3
Family member living apart Person 1,65 1,65 1,85

Agricultural land
Owned land: paddy field m2 1776 1860 1828
Other m2 239 63 206
Leased in m2 1955 2430 2249
Leased out m2 845 998 664
Cultivated m2 3230 3354 3619
Compound and home garden m2 682 699 785,6

Total cash income Rp 2348012 7464228 7474480


Total cash expenditure Rp Na 2296000 6674894
Surplus Rp Na 5168228 799586
Cash income per capita Rp Na 1735867 1818466
In rice equivalent Kg Na 948 994
Sumber: Slamet Hartono, Noriaki Iwamoto, and Seiichi Fukui (2004)

Table 3.5.
Income composition and self sufficiency rate of farm household in Planggok
Crop Year
Items Unit
97/98 98/99 99/00
Income composition
Agriculture Rp -259196 4635301 3881905
Off-farm Rp 1958675 2280665 3149075

EKONOMI PERTANIAN 58
Remittance Rp 173250 399250 168500
Land rent Rp 338760 149012 275000
Total Rp 2211489 7464228 7474480

Composition of agricultural sales value


Crops Rp 582025 1700641 1918016
Home garden Rp 52250 154000 99580
Livestock Rp 0 86450 135175
Catfish Rp 2645480 11000407 14701125
Total Rp 3279755 12941498 16853896

Total sale's value of ag. product/ag. Rp/m2 835 3858 4657


land cultivated
Self sufficiency rate
Rice % Na 93,65 90
Vegetable % Na 14,66 20,25
Fruits % Na na 45,5
Egg % Na 37,25 33
Chicken % Na 17,75 18
Fish % Na na 34
Sumber: Slamet Hartono, Noriaki Iwamoto, and Seiichi Fukui (2004)

Table 3.6.
Area, yield and fertilizers and pesticides cost of rice in Planggok
Harvested/Planted Yield of Rice Fertilizer&Pesticides
Crop Year Area (%) (kg/ha) Cost/Crop Sale (%)

EKONOMI PERTANIAN 59
Dry Season 1997 50,53 727
Rainy Season I 1998 68,27 2036
Rainy Season II 1998 63,46 1918

Total 64,04 1845 23,61

Dry Season 1998 74,09 2924


Rainy Season I 1999 95,47 3869
Rainy Season II 1999 93,36 3116

Total 88,86 3333 24,31

Dry Season 1999 98,63 4425


Rainy Season I 2000 93,82 4093
Rainy Season II 2000 96,35 4406

Total 96,01 4306 26,48


Sumber: Slamet Hartono, Noriaki Iwamoto, and Seiichi Fukui (2004)

3.2. Analisis Keuangan Perusahaan Pertanian

Tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya dengan


jalan mengalokasikan sumberdaya yang dikuasai secara optimal.Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan pencatatan semua aktivitas perusahaan guna membantu
manajemen dalam pengambilan keputusan. Kegiatan pencatatan disebut juga sebagai
pembukuan atau proses akuntansi. Dari kegiatan pencatatan ini akan dihasilkan
laporan keuangan. Kegiatan pencatatan meliputi (i) pencatatan kegiatan bisnis di
buku jurnal dan (ii) pemindahan dari buku jurnal ke buku besar.

a. Kegiatan Pencatatan

a.1. Buku Jurnal


Buku jurnal merupakan catatan awal dalam bisnis (book of original entry).
Dalam buku jurnal yang dicatat adalah kegiatan bisnis/transaksi berdasarkan
dokumen resmi misal bukti penjualan, tanda penerimaan, cek, faktur, kartu jam kerja
karyawan dan sebagainya.

a.2. Buku Besar


Catatan kegiatan bisnis dikelompokkan menjadi aktiva dan pasiva.
Pemindahan catatan bisnis dari buku jurnal ke buku besar disebut posting. Kegunaan
pencatatan kegiatan bisnis adalah (i) keberhasilan bisnis, (ii) keadaan keuangan
perusahaan, (iii) kemampuan perusahaan memenuhi tuntutan perubahan dan
perluasan, (iv) prestasi perusahaan, dan (v) pemilihan cara penggunaan sumberdaya.

EKONOMI PERTANIAN 60
a.3. Proses Pencatatan

Neraca (Balanced Sheet)


Dokumen Asli Buku Jurnal Buku Besar Rugi/Laba (Income Statement)

Perubahan Modal (equity)

b. Neraca Perusahaan

Neraca menggambarkan keadaan keuangan perusahaan pada saat tertentu.


Neraca terdiri atas Aktiva (Assets) dan Pasiva (Liabilities). Aktiva adalah kekayaan
perusahaan dan pasiva adalah hutang ditambah modal sendiri.

Tabel 3.7.
No. Macam Aktiva (Assets) Contoh
1 Aktiva Lancar a. Uang tunai
b. Piutang
c. Persediaan
d. Pembayaran di muka

2 Aktiva Tidak Lancar a. Tanah


b. Bangunan
c. Pabrik
3 Aktiva Lain Tidak termasuk 1 dan 2 misal
mesin tidak terpakai, biaya pra
operasi

Tabel 3.8.
No Macam Pasiva (Liabilities) Contoh
1 Hutang Jangka Pendek a. Hutang usaha
(pelunasan kurang dari b. Beban yang harus dibayar
setahun) perusahaan
c. Pendapatan yang diterima

EKONOMI PERTANIAN 61
dimuka
d. Hutang pajak
e. Hutang bunga
f. Hutang gaji
2 Hutang jangka panjang a. Hutang obligasi
b. Hutang hipotik
3 Modal (equity) a. Saham yang ditanam
b. Laba yang ditahan
(retained earning)

Tabel 3.9.
Neraca
No Aktiva No Pasiva
1 Aktiva Lancar Nilai (Rp) 1 Hutang Jangka Nilai (Rp)
Pendek
Kas Hutang Usaha
Persediaan Hutang Gaji
Piutang
2 Aktiva Tidak 2 Hutang Jangka
Lancar Panjang
Tanah Obligasi
Bangunan Hipotik
Pabrik
3 Aktiva Lain-lain 3 Modal
Saham
Laba ditahan

c. Laporan Rugi/Laba

Laporan rugi/laba menggambarkan hasil usaha dalam periode waktu tertentu.


Biasanya diantara 2 tanggal neraca. Rugi/Laba negatif belum tentu tidak layak.
Misalnya usaha perkebunan selama tanaman belum menghasilkan (TBM) maka
Rugi/Laba akan negatif. Unsur-unsur Rugi/Laba meliputi (i) pendapatan, terdiri atas
pendapatan dari operasi dan pendapatan non-operasi, (ii) biaya (harga pokok
penjualan), (iii) laba kotor, (iv) beban operasi (biaya penjualan dan biaya
administrasi/umum).

Contoh
Perhatikan transaksi bisnis berikut ini.

1. Pada tanggal 1-1-2001 petani menanamkan modalnya sebesar Rp 5 000 000,-


untuk usaha jagung manis.

EKONOMI PERTANIAN 62
2. Pada tanggal 3-1-2001 petani membeli tanah untuk memulai usaha senilai Rp
3 000 000,-
3. Pada tanggal 10-1-2001 petani membeli peralatan seharga Rp 1 250 000,-
secara kredit.
4. Pada tanggal 10-2-2001 petani membeli saprodi senilai Rp 250 000,- secara
tunai.
5. Pada tanggal 28-2-2001 jagung dijual senilai Rp 2 000 000,- secara tunai.
6. Pada tanggal 1-3-2001 petani mengambil uang Rp 300 000,- untuk keperluan
pribadi.

Tabel 3.10.
Jurnal
Tanggal Uraian Debet Kredit
1/1 Kas 5 000 000
Modal 5 000 000
3/1 Kas 3 000 000
Tanah 3 000 000
10/1 Peralatan 1 250 000
Utang 1 250 000
10/2 Saprodi 250 000
Kas 250 000
28/2 Kas 2 000 000
Jagung 2 000 000
1/3 Prive 300 000
Kas 300 000
Jumlah 11 800 000 11 800 000
Debet: penambahan aktiva, pengurangan modal/utang
Kredit: pengurangan aktiva, penambahan modal/utang

Tabel 3.11.
Neraca
Transaksi Aktiva Hutang+Modal
Kas Peralatan Lahan Hutang Modal
01/1 5 000 000 5 000 000
03/1 -3 000 000 3 000 000

EKONOMI PERTANIAN 63
2 000 000 3 000 000 5 000 000
10/1 1 250 000 1 250 000
2 000 000 1 250 000 3 000 000 1 250 000 5 000 000
10/2 - 250 000 - 250 000
1 750 000 1 250 000 3 000 000 1 250 000 4 750 000
28/2 2 000 000 2 000 000
3 750 000 1 250 000 3 000 000 1 250 000 6 750 000
01/3 - 300 000 - 300 000
3 450 000 1 250 000 3 000 000 1 250 000 6 450 000

Tabel 3.12.
Rugi Laba
No Uraian Nilai (Rp)
1 Penerimaan 2 000 000
2 Biaya 250 000
3 Laba Bersih 1 750 000

Tabel 3.13.
Perubahan Modal
No Uraian Nilai (Rp)
1 Modal Awal 5 000 000
2 Laba Bersih 1 750 000
3 Prive -300 000
4 Modal Sekarang 6 450 000

d. Analisis Keuangan

d.1. Analisis Liquiditas

Menganalisis kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek

d.2. Analisis Solvensi


Menganalisis kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka panjang

(i) Rasio hutang dibagi modal sendiri


(ii) Rasio kekayaan bersih (modal sendiri) dengan total assets
(iii) Rasio hutang jangka panjang dengan kekayaan bersih (modal sendiri)

EKONOMI PERTANIAN 64
d.3. Analisis Profitabilitas

Menganalisis kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.

(i) Rasio pendapatan dengan penjualan


(ii) Rasio laba setelah pajak dengan penjualan
(iii) Rasio laba setelah pajak dengan kekayaan bersih
(iv) Rasio gross margin dengan penjualan

e. Kasus Perusahaan Perkebunan

Tabel 3.14.

KONDISI KEUANGAN PTPN IX

NERACA ( Rp juta )
PER 31 DESEMBER
URAIAN 2001 2002 2003 2004
AKTIVA
Aktiva Lancar 341.256 318.092 319.527 276.049
Penyertaan 1.765 994 379 379
Aktiva Tetap Neto 178.478 207.062 241.163 274.381
Aktiva dalam penyelesaian 1.500 1.540 1.794 3.093
Aktiva Tak Berujud 2.898 3.767 4.534 5.525
Aktiva Lain-lain 30.462 25.342 15.543 14.653
JUMLAH AKTIVA 556.359 556.797 582.940 574.080

PASSIVA
Passiva Lancar 367.336 462.294 568.188 480.822
Hutang Jangka Panjang 721 57.289 41.457 96.543
Modal 165.000 165.000 165.000 165.000
Cadangan 104.565 74.021 70.329 70.329
Laba/rugi tahun lalu (70.749) (49.939) (201.808) (262.035)
Laba/rugi tahun berjalan (10.514) (151.868) (60.226) 23.421
JUMLAH PASSIVA 556.359 556.797 582.940 574.080

Sumber: H. Soehardjo, 2004

Tabel 3.15.

EKONOMI PERTANIAN 65
Sumber: H. Soehardjo, 2004
Free on board =fob

Tabel 3.16.

DIVISI TANAMAN SEMUSIM


TAHUN
URAIAN 2001 2002 2003 2004
AREAL GILING ( HA ) 26.990 32.264 27.999 29.256
PRODUKSI SHS ( TON )
PRODUKSI TOTAL 104.363 133.817 122.783 136.009
PRODUKSI/HA 3,867 4,148 4,385 4,649
PRODUKSI MILIK PG 65.163 89.609 87.970 78.738

BIAYA PRODUKSI AF PABRIK ( Rp juta ) 198.953 276.438 282.184 217.384


HARGA POKOK ( Rp/kg ) 3,053 3,085 3,208 2,761

BIAYA PRODUKSI FOB ( Rp juta ) 253.381 356.584 361.284 298.223


HARGA POKOK ( Rp/kg ) 3,888 3,979 4,107 3,788

HARGA JUAL ( Rp/kg ) 3.004 2.605 3.278 3.233

PENDAPATAN PENJUALAN ( Rp juta ) 241.744 242.396 489.545 332.576

LABA/RUGI GULA (25.585) (146.199) (67.347) (37.413)


TETES (6.309)

Sumber: H. Soehardjo (2004)

EKONOMI PERTANIAN 66
Tabel 3.17.

DIVISI TANAMAN TAHUNAN


TAHUN
URAIAN 2001 2002 2003 2004
KARET
LUAS AREAL TM ( HA ) 16.762 17.748 18.438 18.788
PRODUKSI ( TON ) 18.019 18.875 19.971 20.689
PRODUKTIVITAS ( TON/HA) 1,075 1,064 1,083 1,101
BIAYA PRODUKSI AF PABR ( Rp juta ) 58.148 70.210 101.988 117.529
HARGA POKOK AF PABR ( Rp/kg ) 3,227 3,720 5,107 5,681
BIAYA PRODUKSI FOB ( Rp juta ) 75.535 94.079 142.252 154.707
HARGA POKOK FOB ( Rp/kg ) 4,192 4,984 7,123 7,478

HARGA JUAL RATA-RATA ( Rp/kg ) 5.583 5.938 8.023 10.827

PENDAPATAN PENJUALAN 100.543 114.400 154.180 221.127

LABA/RUGI 24.998 20.318 45.552 75.400

Sumber: H. Soehardjo (2004)

Tabel 3.18.

DIVISI TANAMAN TAHUNAN

TAHUN
URAIAN 2001 2002 2003 2004
TEH
LUAS AREAL TM ( HA ) 1.431 1.471 1.511 1.403
PRODUKSI ( TON ) 2.451 2.292 2.325 2.476
PRODUKTIVITAS ( TON/HA) 1,713 1,558 1,539 1,764
BIAYA PRODUKSI AF PABR ( Rp juta ) 15.230 17.005 18.907 21.154
HARGA POKOK AF PABR ( Rp/kg ) 6,214 7,419 8,133 8,545
BIAYA PRODUKSI FOB ( Rp juta ) 17.821 19.449 22.724 24.709
HARGA POKOK FOB ( Rp/kg ) 7,271 8,486 9,775 9,981

HARGA JUAL RATA-RATA ( Rp/kg ) 7.293 7.470 6.464 7.408

PENDAPATAN PENJUALAN 18.649 17.944 14.299 17.838

LABA/RUGI 2.389 (794) (4.594) (5.775)

Sumber: H. Soehardjo (2004)

Tabel 3.19.

EKONOMI PERTANIAN 67
DIVISI TANAMAN TAHUNAN
TAHUN
URAIAN 2001 2002 2003 2004
KOPI
LUAS AREAL TM ( HA ) 2.726 2.796 2.860 2.869
PRODUKSI ( TON ) 2.566 2.129 1.438 1.858
PRODUKTIVITAS ( TON/HA) 0,941 0,761 0,503 0,647
BIAYA PRODUKSI AF PABR ( Rp juta ) 19.014 15.165 14.857 17.332
HARGA POKOK AF PABR ( Rp/kg ) 7,410 7,123 10,332 9,330
BIAYA PRODUKSI FOB ( Rp juta ) 21.716 17.325 17.991 20.575
HARGA POKOK FOB ( Rp/kg ) 8,463 8,138 12,511 11,076

HARGA JUAL RATA-RATA ( Rp/kg ) 6.021 6.812 7.678 7.872

PENDAPATAN PENJUALAN 19.107 14.533 14.920 14.447

LABA/RUGI (4.310) (5.220) (5.561) (5.460)

Sumber: H. Soehardjo (2004)

Tabel 3.19.

DIVISI TANAMAN TAHUNAN


TAHUN
URAIAN 2001 2002 2003 2004
KAKAO
LUAS AREAL TM ( HA ) 1.505 1.505 2.242 2.201
PRODUKSI ( TON ) 482 428 618 628
PRODUKTIVITAS ( TON/HA) 0,320 0,284 0,276 0,285
BIAYA PRODUKSI AF PABR ( Rp juta ) 3.930 3.836 6.372 7.035
HARGA POKOK AF PABR ( Rp/kg ) 8,154 8,963 10,311 11,196
BIAYA PRODUKSI FOB ( Rp juta ) 4.748 4.601 7.490 8.321
HARGA POKOK FOB ( Rp/kg ) 9,851 10,750 12,120 13,243

HARGA JUAL RATA-RATA ( Rp/kg ) 9.208 13.270 11.974 11.119

PENDAPATAN PENJUALAN 4.645 4.848 6.478 6.887

LABA/RUGI 330 1.520 552 (1.148)

Sumber: H. Soehardjo (2004)

Tabel 3.20.

EKONOMI PERTANIAN 68
DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PRODUKSI DAN BIAYA PRODUKSI

TAHUN
URAIAN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
LUAS AREAL TM 100.776 97.772 95.532 96.101 96.591 100.315 925.887
Prod M + I ( ton ) 511.504 544.899 460.513 587.123 643.639 604.690 685.605
Produktivitas ( ton ) 4,900 5,400 4,600 5,000 4,900 4,600 5,000
Bi prod af kb (Rp jt ) 224.017 259.083 392.931 690.349 784.316 826.527 925.887
Harga pokok (Rp/kg) 438 475 853 1.176 1.219 1.367 1.350

Bi prod fob ( Rp juta) 317.378 368.668 487.953 991.425 1.037.356 1.074.986 1.179.857

Harga pokok (Rp/kg) 620 677 1.060 1.689 1.612 1.778 1.721

Sumber: H. Soehardjo (2004)

Tabel 3. 21.

DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


HARGA POKOK VS HARGA JUAL
HARGA POKOK VS HARGA JUAL
1.996 1.997 1.998 1.999 2.000 2.001 2.002
Harga pokok (Rp/kg) 620 677 1.060 1.689 1.612 1.778 1.721
Harga jual ( Rp/kg ) 995 1.147 2.642 2.205 1.986 2.022 2.110
3.000

2.500

2.000

1.500

1.000

500

0
1.996 1.997 1.998 1.999 2.000 2.001 2.002

Harga pokok (Rp/kg)


Harga jual ( Rp/kg )

Sumber: H. Soehardjo (2004)

EKONOMI PERTANIAN 69
3.3. Soal-soal Latihan

1. Dari kasus usahatani 1 di atas jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.


a. Berapa penerimaan petani bila harga hasil di tingkat petani sebagai berikut.
No Macam Hasil Harga
1 Padi Rp 100 000,-/kuintal
2 Jagung Rp 60 000,-/kuintal
3 Kelapa Rp 1000,-/butir
4 Sapi Rp 2 500 000,-/ekor
5 Ayam Rp 15 000,-/ekor

b. Berapa biaya usahatani yang harus dikeluarkan petani setiap tahunnya.


c. Berapa pendapatan petani dari seluruh kegiatan usahataninya.
d. Bila 10% hasil padi dan kelapa dikonsumsi, berapa pendapatan petani yang
berupa uang.

2. Berikut adalah transaksi usaha dari suatu perusahaan angkutan (PO Ali)

Transaksi-1
Pak Ali menyetor modalnya untuk memulai usaha sebesar Rp 4 000 000,-
Transaksi-2
PO Ali meminjam uang kepada bank sebesar Rp 5 000 000,-

Transaksi-3
PO Ali membeli mobil dan peralatan senilai Rp 7 400 000,-

Transaksi-4
PO Ali membeli oli dan minyak rem dari liveransir secara kredit sebesar
Rp 65 000,-

Transaksi-5
PO Ali membayar hutang sebesar Rp 30 000,-

Transaksi-6
PO Ali memperoleh pendapatan jasa angkutan sebesar Rp 800 000,-

Transaksi-7
PO Ali membayar gaji sopir dan kernet Rp 175 000,- , bensin Rp 50 000,-,
minuman Rp 25 000,-, dan alin-lain Rp 50 000,-

Transaksi-8
Pada akhir bulan perlengkapan yang masih tersisa Rp 25 000,-
Transaksi-9

EKONOMI PERTANIAN 70
PO Ali mengangsur pinjaman pada bank sebesar Rp 150 000,-
Transaksi-10
Pak Ali mengambil uang Rp 100 000,- dari perusahaan untuk keperluan pribadi

a. Susunlah jurnal
b. Susunlah neraca
c. Susunlah Rugi/Laba
d. Susunlah perubahan modal

EKONOMI PERTANIAN 71
IV. PEMASARAN HASIL PERTANIAN

4.1. Permintaan dan Penawaran Pasar

a. Permintaan
Permintaan adalah jumlah barang diminta pada berbagai tingkat harga.
Hubungan antara jumlah barang diminta pada berbagai tingkat harga adalah bila h
arga naik maka jumlah barang diminta akan turun sebaliknya bila harga turun maka
jumlah barang diminta akan naik. Hubungan ini dikenal sebagai hukum permintaan.

Tabel 4.1. Hubungan antara harga dan jumlah barang diminta

Harga (P) Jumlah (Q)


1000 1000
900 1200
800 1400
700 1600
600 1800
500 2000
400 2200
300 2400
200 2600
100 2800

1000

100

1000 2800

Gambar 4.1. Permintaan

EKONOMI PERTANIAN 72
Permintaan suatu barang dapat dibedakan menjadi permintaan individu dan
permintaan pasar. Permintaan individu adalah permintaan dari seorang konsumen
sedangkan permintaan pasar adalah permintaan semua konsumen yang ada di pasar.
Secara matematis permintaan pasar adalah penjumlahan horisontal dari permintaan
individual.

Tabel 4.2. Permintaan individu dan permintaan pasar


Harga Permintaan Konsumen (kg/minggu) Permintaan
(Rp/kg) A B C Pasar
(kg/minggu)
100 50 100 55 205
110 40 80 50 170
120 30 60 45 135
130 20 40 40 100
140 10 20 35 65

150-
10 20 35 65
140- ● ● ● ●

130-
A B C Pasar
120-

110-
50 55 100 205
100- ● ● ● ●

Q
10 20 30 40 50 ….. 100 ….. 200

Gambar 4.2. Permintaan individu dan permintaan pasar

Permintaan suatu barang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (i) harga
barang itu sendiri, (ii) harga barang lain (substitusi, komplementer), (iii) pendapatan

EKONOMI PERTANIAN 73
konsumen, dan (iv) selera konsumen. Secara matematis permintaan barang dapat
dirumuskan sebagai berikut.

Q = f(PS, PL, Y, S)

Q = jumlah barang diminta


PS = harga barang itu sendiri
PL= harga barang lain
Y = pendapatan konsumen
S = selera

Pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap permintaan dapat diukur dengan


elastisitas permintaan.

Elastisitas Pendapatan

Untuk barang normal EY>0. Barang normal dapat dibedakan menjadi barang
kebutuhan pokok dan barang mewah. Barang kebutuhan pokok E Y<1 dan barang
mewah EY>1. Untuk barang inferior EY<0.

Contoh
Q Y
25 1000
50 1100

Bila pendapatan konsumen naik 1% maka jumlah barang diminta akan naik 10%.
Dapat diperkirakan bahwa barang ini adalah barang mewah.

Elastisitas Harga Barang Sendiri

Bila maka permintaan barang bersifat inelastis, bila maka


permintaan barang bersifat unit elastis, dan bila maka permintaan barang
bersifat elastis.

EKONOMI PERTANIAN 74
Contoh
Q PS
1000 1000
1200 900

Elastisitas Harga Barang Lain

Bila maka hubungan QL dan QS adalah substitusi sedangkan bila maka


hubungan antara QL dan QS adalah komplementer.

Contoh
QS PL
25 15
50 10

QS dan QL komplementer

QS PL
25 10
50 15

QS dan QL substitusi

b. Penawaran
Penawaran adalah jumlah barang ditawarkan pada berbagai tingkat harga.
Hubungan antara jumlah barang ditawarkan dengan harga adalah bila harga naik
maka jumlah barang yang ditawarkan akan mengalami kenaikan sebaliknya bila
harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan akan mengalami penurunan.
Hubungan ini dikenal sebagai hukum penawaran.

Penawaran dapat dibedakan menjadi penawaran individual dan penawaran


pasar. Penawaran individual adalah penawaran dari seorang produsen dan penawaran
pasar adalah penawaran dari semua produsen yang ada di pasar. Secara matematis
penawaran pasar adalah penjumlahan horisontal dari penawaran individual.

EKONOMI PERTANIAN 75
Tabel 4.3. Penawaran individual dan penawaran pasar
Harga Jumlah yang ditawarkan produsen Pasar Pasar
1 2 3 4 5 Parsial Total
1 5 0 5 10 30 50 50000
2 15 0 5 25 45 90 90000
3 20 20 10 30 50 130 130000
4 25 35 20 35 55 170 170000
5 30 55 25 40 60 210 210000
6 35 75 30 45 65 250 250000
7 40 95 35 50 70 290 290000
8 45 115 40 55 75 330 330000
9 50 130 45 65 80 370 370000
10 55 145 50 75 85 410 410000

c. Keseimbangan Pasar
Keseimbangan pasar terjadi bila permintaan sama dengan penawaran. Pada
keseimbangan pasar tidak ada kecenderungan bahwa harga dan jumlah barang akan
berubah. Bila permintaan melebihi penawaran atau terjadi excess demand maka
harga cenderung naik sebaliknya bila penawaran melebihi permintaan atau terjadi
excess supply maka harga cenderung turun.

P1 A B

Po C D

Gambar 4.1. Kesimbangan pasar

4.2. Struktur Pasar

EKONOMI PERTANIAN 76
a. Unsur-unsur Struktur Pasar

a.1. Persaingan dalam pasar


Jumlah dan distribusi kekuatan penjual dan pembeli dalam pasar. Semakin banyak
pembeli dalam pasar maka pasar akan semakin kompetitif dalam harga dam kualitas
barang. Demikian pula, semakin imbang kekuatan pembeli dan penjual maka pasar
akan semakin kompetitif dalam harga dan kualitas barang.

a.2. Firm dan individu dalam pasar


Pasar terdiri atas firm dan individu yang bersedia dan mampu menjual dan membeli
produk tertentu. Struktur pasar berpengaruh terhadap harga yang dibayar konsumen,
tersedianya produk yang berkualitas, kesempatan kerja dan karir, inovasi produk dan
sebagainya.

a.3. Entrant yang potensial


Entrant yang potensial dapat mempengaruhi harga pasar. Oleh karena itu bila
membahas struktur pasar perlu mempertimbangkan efek dari adanya entrant
potensial.

b. Pasar Persaingan Sempurna

Pasar persaingan sempurna dicirikan oleh (i) jumlah pembeli dan penjual
banyak sehingga secara individual pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi
harga atau dikatakan pembeli dan penjual secara individual adalah price taker, (ii)
informasi permintaan dan penawaran lengkap dan dapat diperoleh secara cuma-cuma
oleh pembeli dan penjual, dan (iii) tidak ada hambatan untuk keluar atau masuk
pasar. Dengan ciri-ciri ini maka harga bersaing, excess profit hanya diperoleh dalam
jangka pendek selama belum ada pelaku ekonomi baru yang masuk ke pasar. Dalam
jangka panjang penjual hanya akan memperoleh normal profit.

c. Pasar Monopoli

Pasar monopoli dicirikan oleh (i) hanya ada satu penjual dalam pasar
sehingga penjual dapat menentukan harga atau penjual adalah price maker, (ii) tidak
mudah bagi entrant baru untuk masuk ke pasar sehingga monopolist yang efisien
atau tidak efisien dapat menikmati excess profit dalam jangka panjang.

d. Faktor Penentu Tingkat Persaingan

Bila suatu barang banyak barang substitusi/penggantinya maka dapat meningkatkan


tingkat persaingan. Sifat fisik produk misalnya mudah rusak atau tidak,
mempengaruhi biaya distribusi, mempengaruhi tingkat kompetisi di tingkat nasional,
regional, dan lokal.

EKONOMI PERTANIAN 77
4.3. Fungsi Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan membawa atau menyampaikan barang dari


produsen ke konsumen. Oleh karena itu pemasaran mempunyai fungsi sebagai
berikut.

a. Fungsi Pertukaran
Pemasaran memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari
penjual ke pembeli. Fungsi yang dilakukan adalah penjualan dan pembelian.

b. Fungsi Fisik
Fungsi ini berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa yang menimbulkan
kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi (i) fungsi pengangkutan
dan transportasi, (ii) fungsi pengolahan, (iii) fungsi pengepakan dan pemberiaan
label, dan (iv) fungsi penyimpanan.

a) Fungsi pengangkutan dan transportasi, memindahkan barang atau mengangkut


barang untuk memenuhi permintaan konsumen di tempat lain.

b) Fungsi pengolahan, kegiatan untuk mengubah bentuk dari barang yang


dipasarkan. Misalnya, gabah kering panen (GKP) dikeringkan menjadi gabah
kering giling (GKG) kemudian digiling menjadi beras. Jadi ada perubahan bentuk
barang karena pengolahan.

c) Fungsi pengepakan/pemberian label, barang disiapkan dalam berbagai ukuran


sesuai permintaan konsumen.

d) Fungsi penyimpanan, perlakuan terhadap barang agar dapat digunakan untuk


memenuhi permintaan konsumen pada waktu yang lain.

c. Fungsi Fasilitasi
Kegiatan untuk memperlancar pertukaran barang antara produsen dan
konsumen atau penjual dan pembeli. Fungsi ini meliputi (i) standardisasi, (ii)
penanggungan resiko, (iii) pembiayaan, dan (iv) informasi pasar. Manfaat
standardisasi dan grading adalah (i) memudahkan penetapan harga/nilai barang atau
jasa, (ii) mempermudah pertukaran karena barang tidak harus dibawa, (iii)
mengurangi biaya pemasaran, berkaitan dengan pengangkutan dan resiko pemasaran,
(iv) memperluas pasar.

4.4. Rantai Pemasaran

EKONOMI PERTANIAN 78
Rantai pemasaran menunjukkan aliran barang dari produsen melalui lembaga
pemasaran yang ada sampai ke konsumen akhir. Contoh berikut adalah rantai
pemasaran salak di Menado dan Magelang.

Petani

Pedagang Pedagang
Pengecer Pengumpul
Tingkat Tingkat
Desa Desa

Pedagang Pedagang
Pengecer Antar
Moderen Pulau
(Super
Market)

Pedagang
Pengecer

Konsumen

Gambar 4.2. Rantai pemasaran salak di Menado, 1995.

Petani

EKONOMI PERTANIAN 79
Pedagang
Pengumpul

Pedagang
Antar
Daerah

Pedagang
Grosir

Pedagang
Pengecer

Konsumen

Gambar 4.3. Pemasaran salak di Kabupaten Magelang, 1995.

4.5. Biaya dan Margin Pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan fungsi


pemasaran seperti sortasi, grading, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan
sebagainya. Besarnya biaya pemasaran tergantung pada (i) macam komoditas, (ii)
lokasi pemasaran, (iii) efektivitas lembaga pemasaran, (iv) pungutan-pungutan.

Margin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayar konsumen


dengan harga yang diterima petani. Jadi dalam margin pemasaran terdapat biaya
pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh pelaku pemasaran.

EKONOMI PERTANIAN 80
Tabel 4.4. Biaya pemasaran salak dari petani di Kecamatan Ratahan sampai
konsumen di Menado, Februari 1995.
No Unsur Biaya Biaya Harga % Dari
(Rp/Kg) (Rp/kg) Harga
Eceran
1 Petani
Biaya pemasaran
a. Panen 25,00
b. Pengemasan di kebun 90,00
c. Ongkos angkut 45,00
Harga Jual 750,00 33,33
2 Pedagang Pengumpul Desa
Harga beli 750,00
Biaya pemasaran
a. Ongkos pengemasan 10,00
b. Biaya angkut 15,00
Keuntungan 225,00
Marjin pemasaran 250,00
Harga jual 1000,00 44,44
3 Pedagang antar pulau
Harga beli 1000,00
Biaya pemasaran
a. Ongkos pengepakan 70,00
b. Ongkos angkut ke Biak 285,00
c. Ongkos angkut ke Jayapura 357,00
Keuntungan di Biak 1145,00
Keuntungan di Jayapura 2273,00
Margin pemasaran di Biak 1500,00
Margin pemasaran di Jayapura 2700,00
Harga jual di Biak 2500,00
Harga jual di Jayapura 3700,00
4 Pedagang Pengecer
Harga beli 1000,00
Biaya pemasaran
a. Ongkos pengemasan 10,00
b. Susut 175,00
Keuntungan 1065,00
Marjin pemasaran 1250,00
Harga jual 2250,00 100,00
5 Harga beli konsumen 2250,00

EKONOMI PERTANIAN 81
4.6. Sistem Pemasaran Komoditas Pangan

a. Isu Global Pangan

Globalisasi perekonomian mengakibatkan perubahan tatalaku, institusi, dan


kerjasama perdagangan antar negara. Hal ini dapat diamati dari keterikatan suatu
negara sebagai anggota organisasi perdagangan internasional seperti tercantum pada
tabel 4.5. di bawah..

Tabel 4.5. Keanggotaan beberapa negara dalam WTO, APEC, dan AFTA.
No. Negara WTO APEC AFTA
1 Jepang Anggota Anggota Bukan
2 Korea Selatan Anggota Anggota Bukan
3 Malaysia Anggota Anggota Anggota
4 Indonesia Anggota Anggota Anggota
5 Filipina Anggota Anggota Anggota
6 Thailand Anggota Anggota Anggota
7 India Anggota Bukan Bukan
8 Pakistan Anggota Bukan Bukan
9 Cina Bukan Anggota Bukan
10 Vietnam Bukan Anggota Anggota

Globalisasi juga merupakan peluang pasar yang diikuti dengan semakin


banyaknya pemain baru dalam bisnis. Dengan kata lain meningkatnya peluang pasar
dibarengi dengan meningkatnya persaingan yang semakin kuat di antara pelaku
bisnis.

Dalam era globalisasi produsen dituntut untuk meningkatkan daya saing


dalam pasar dunia melalui peningkatan efisiensi di segala bidang, peningkatan
produktivitas, peningkatan mutu produk, dan peningkatan pemasaran secara proaktif
dengan dukungan promosi yang kuat. Isu global komoditas pangan meliputi hal-hal
sebagai berikut.

a) Meningkatnya peranan WTO dalam menegakkan sistem perdagangan produk


pertanian multilateral. Perubahan ini akan (i) memberikan peluang bagi usaha
kecil dan menengah dalam mengembangkan usaha-usaha di bidang pertanian, (ii)
persaingan produk pertanian di pasar dunia semakin ketat, dan (iii) penyelesaian
sengketa perdagangan melalui forum bilateral dan regional yang dapat merugikan
kepentingan negara berkembang.
b) Penurunan hambatan perdagangan internasional yang berupa tarif. Keadaan
ini menyebabkan pasar semakin global sehingga tidak jelas pembagian pasar
domestik dan luar negeri sehingga negara asal dari suatu produk semakin kabur.
Sistem produksi global ini adalah peluang yang besar tetapi sekaligus persaingan

EKONOMI PERTANIAN 82
yang semakin ketat dan hanya produsen atau petani yang efisien yang dapat
memenangkan persaingan.
c) Tuntutan terhadap pelaku ekonomi untuk memperhatikan aspek lingkungan
hidup (Ecolabel, Tropical Timber Campaign, ISO 9000-14000 series, Deaner
Production). Dengan demikian maka barang-barang yang akan diterima pasar
adalah barang-barang yang diproduksi dengan memperhatikan aspek kelestarian
lingkungan hidup.
d) Tuntutan konsumen akan keamanan pangan, kehalalan pangan, dan
kesehatan pangan. Tuntutan ini mengharuskan produsen menghasilkan produk
pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan tidak bertentangan
dengan norma budaya serta agama.
e) Diberlakukannya UU HAKI tahun 2003 yang terdiri dari UU Merek Dagang,
UU Hak Cipta, dan UU Hak Paten dan diratifikasinya beberapa konvensi
internasional di bidang HAKI.
f) Masuknya perusahaan multinasional dalam industri pertanian. Di samping
membawa dampak positif seperti penciptaan lapangan kerja juga membawa
dampak negatif karena menjadi pesaing berat bagi perusahaan dalam negeri.
g) Perkembangan teknologi informasi melahirkan sistem/pola perdagangan
moderen yang berbasis jaringan elektronis (internet). Hal ini memungkinkan
agroindustri dapat melakukan aktivitas usahanya secara efisien tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu.

b. Kondisi Pasar Komoditas Pangan

a) Pertumbuhan pasar global komoditas pertanian didominasi oleh komoditas non-


tradisional seperti buah-buahan dan sayuran, ikan olahan, makanan olahan yang
rata-rata tumbuh 10% per tahun.
b) Permintaan makanan olahan adalah yang paling tinggi sejalan dengan
meningkatnya aktivitas di luar rumah sehingga waktu yang tersedia bagi keluarga
untuk memasak terbatas.
c) Negara-negara ASEAN umumnya belum intensif mengekspor produk-produk
bernilai tambah tinggi kecuali Thailand yang sukses mengekspor buah-buahan
olahan, sayuran dan produk ikan olahan.
d) Permintaan USA terhadap produksi hasil laut juga cenderung meningkat. Nilai
impor udang USA selama lima tahun terakhir meningkat 4,38% per tahun dan
pemasok utama adalah Thailand dengan pangsa pasar 34%.
e) Perdagangan hasil pertanian ke Uni Eropa cukup tinggi dan sering diwarnai
dengan perjuangan yang cukup rumit karena Uni Eropa umumnya penghasil
produk pertanian yang menerapkan subsidi cukup besar.
f) Permintaan dalam negeri mulai mengarah pada produk-produk olahan serta
makanan siap saji khususnya di kota besar.
g) Berikut adalah kondisi pasar beberapa komoditas pangan dan hortikultura
Indonesia.

EKONOMI PERTANIAN 83
Tabel 4.6. Kondisi pasar beberapa komoditas pangan
No. Komoditas Uraian
1 Beras a. Pertumbuhan produksi beras tahun 1995- 2000
sebesar 0,9% per tahun.
b. Pertumbuhan impor beras 1995-2000 sebesar
138, 8% pertahun.
c. Produksi dalam negeri hanya memenuhi 90% dari
total konsumsi dalam negeri..
d.Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) meningkat
dari 0,31-0,45 tahun 1986, menjadi 0,79 tahun
1998, dan 0,90 tahun 2001. Artinya keunggulan
komparatif beras menurun.
e. Tarif beras pada tahun 2001 sebesar 30%
2 Kedele a. Pertumbuhan produksi kedele tahun 1995 -2000
menurun dengan laju 8,9% per tahun.
b. Pertumbuhan impor kedele 1995-2000 sebesar
47,8% per tahun.
c. Produksi dalam negeri hanya memenuhi 50% dari
total konsumsi dalam negeri.
d. DRCR tahun 1986-2001 mendekati satu artinya,
kedele kurang memiliki keunggulan komparatif.
e. Tarif pada tahun 1998 sebesar 25%.
3 Jagung a. Pertumbuhan produksi jagung tahun 1995-2002
sebesar 1,8% per tahun.
b. Pertumbuhan impor jagung tahun 1997-2002
sebesar 22,0% per tahun.
c. Pertumbuhan ekspor jagung tahun 1997-2002
sebesar 652,89% per tahun.
d. DRCR tahun 1986-2001 meningkat dari 0,7
menjadi 0,8, menunjukkan keunggulan komparatif
jagung menurun.
4 Bawang a. Pertumbuhan produksi bawang merah tahun 1997-
merah 2001 mengalami penurunan 0,39% per tahun.
b. Impor bawang merah meningkat dari 43.082 ton
pada tahun 1997 menjadi 47.945 ton tahun 2001
dengan trend menurun.
c. Ekspor bawang merah meningkat dari 3.189 ton
tahun 1997 menjadi 5.982 ton pada tahun 2001
dengan trend eningkat.
5 Jeruk a. Pertumbuhan produksi jeruk tahun 1997-2001
sebesar 3,17% per tahun.
b. Pertumbuhan impor jeruk tahun 1995-2000 sebesar
27,4% per tahun.
c. Tingkat ketergantungan impor tahun 1995 sebesar

EKONOMI PERTANIAN 84
5% meningkat menjadi 10% tahun 1999.
7 Manggis a. Pertumbuhan produksi tahun 1997-2001 sebesar
47,7% per tahun.
b. Kenaikan ekspor tahun 1997-2001 sebesar
335,2%.
c. Tingkat ketergantungan impor tahun 1977-2001
tidak lebih dari 2%.

c. Tantangan Pasar Komoditas Pangan

a) Memenuhi persyaratan mutu yang sangat ketat yang diberlakukan oleh


negara-negara maju.
 Jepang menerapkan 3 peraturan berkaitan dengan impor pangan (i) Food
Safety Law, (ii) Plant Protection Law, (iii) Quarantine Law.
 USA memberlakukan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) sejak 18 Desember 1997.
 Uni Eropa melalui Komisi Eropa pada tanggal 7 Mei 2002 telah
mensahkan suatu strategi baru mengenai kebijakan konsumen untuk
periode waktu lima tahun 2002-2006.
b) Lambatnya mengantisipasi perubahan pasar. Perwakilan RI di luar negeri
harusnya dapat melakukan market intelegence. Atase-atase di luar negeri
mestinya harus ditugasi untuk lebih banyak mengamati dan menganalisis peluang
pasar agribisnis.
c) Lemahnya pengetahuan tentang sistem distribusi di pasar tujuan ekspor dan
kurangnya network pemasaran di luar negeri. Hal ini akibat sikap para eksportir
yang merasa puas hanya dengan ekspor sistem f.o.b. Sering kali eksportir cukup
puas melakukan ekspor melalui pihak ketiga tanpa berusaha mencari atau
menemukan pembeli akhir.
d) Lemahnya pengembangan produk (product development). Pengembangan
industri hilir seperti oleokimia dan industri pengalengan seharusnya sudah
dilakukakn lima tahun yang lalu. Industri pengolahan skala kecil pedesaan juga
perlu dikembangkan untuk mengantisipasi melimpahnya panen dan
memperpanjang usia produk.
e) Lemahnya promosi sehingga produk-produk Indonesia yang sesungguhnya
disukai oleh masyarakat negara lain kurang dikenal. Mengingat promosi
memerlukan biaya yang jumlanya besar maka perlu dirumuskan cara yang
terpadu, efisien dan efektif.
f) Pasokan produk tidak kontinyu karena faktor skala usaha agribisnis yang
tidak optimal. Di samping itu juga kondisi industri penunjang seperti
pengemasan, cooling storage, gudang, dsb. yang belum memadai.
g) Tantangan lainnya adalah adanya perubahan paradigma trade barier seperti
tercantum dalam tabel 3 di bawah.

EKONOMI PERTANIAN 85
Tabel 4.7. Perubahan pradigma trade barier
1992 1996 1999 2001 2002
Sehat Sehat Aman Bayar Bayar
Aman Aman Sehat Aman Aman
Halal Utuh Sehat Sehat
Halal Utuh Utuh
Halal Halal
Lingkungan
hidup
Gizi
IPR/HAKI

d. Menyikapi Pasar Komoditas Pangan

a. Industri pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu industri primer,


sekunder dan tertier yang terkait satu dengan lainnya (gambar 4.4.).

PRIMER SEKUNDER TERTIER

Bibit/Benih Pengolahan Olah Mix


Bahan Baku Pangan Bahan Pangan

Tanam/ Tradisional Tradisional


Breeding Moderen Moderen

K
Panen O
Pasca Panen S
U
M
E
N

Gambar 4.4. Industri pangan primer, sekunder dan tertier

b. Mengembangkan sistem pembinaan mutu keamanan pangan terpadu seperti

EKONOMI PERTANIAN 86
tercantum pada gambar 2 .untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin
kompleks.

HACCP

Sarana
Produksi

Produksi Handling Pengolahan Distribusi Pasar Konsumen


Pertanian

GFP GHP GMP GDP GRP GCP

Pra-panen Panen Pasca Panen

Mutual Recognition Arrangement

GFP = Good Farming Practices


GHP = Good Handling Practices
GMP = Good Manufacturing Practices
GDP = Good Distribution Practices
GRP = Good Retailing Practices
GCP = Good Catering Practices

Gambar 4.5. Sistem pembinaan mutu keamanan pangan

c. Melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter yang berkesinambungan dan


adil serta regulasi/penegakan hukum yang adil.
d. Mengikuti dan mewasdai perubahan sistem pemasaran dan distribusi pangan
global serta meningkatkan kemampuan manajemen dan efisiensi.
e. Menyiapkan strategi yang baik dalam menghadapi tuduhan damping dan
menuduh damping.
f. Memanfaatkan IPTEK dalam produksi, distribusi, dan marketing untuk
menekan biaya operasi.
g. Pembuatan/revisi standar wajib produk dan jasa (SNI)
h. Memanfaatkan safeguard measures pada barang impor agar tidak menjadi
masalah di WTO.

EKONOMI PERTANIAN 87
V. PEMBANGUNAN PERTANIAN

5.1. Peranan Sektor Pertanian


Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan
ekonomi secara keseluruhan yang dilaksanakan secara terencana. Sebelum tahun
1969, dikenal beberapa rencana pembangunan ekonomi yaitu (1) Plan Kasimo, (2)
Rencana Kesejahteraan Istimewa, (3) Rencana Pembangunan Lima Tahun, dan (4)
Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun. Semenjak tahun 1969,
pembangunan ekonomi di Indonesia dilaksanakan melalui Repelita mulai Repelita I
sampai dengan Repelita V yang dikenal dengan Pembangunan Jangka Panjang Tahap
I. Setelah itu, dilanjutkan dengan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II yang terdiri
dari 5 Repelita, yaitu Repelita VI sampai dengan Repelita X. Memasuki awal
Repelita VII terjadi reformasi yang berakibat pada terjadinya rencana pembangunan
ekonomi selanjutnya.

Menurut Soedarsono Hadisapoetro (1970), pertanian dapat diartikan sebagai


turut campurtangannya manusia dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan
supaya lebih baik memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pembangunan pertanian
dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan selalu menambah produksi
pertanian untuk tiap-tiap konsumen yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan
produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk
memperbesar turut campurtangannya manusia di dalam perkembangan tumbuh-
tumbuhan dan hewan.

Dalam difinisi di atas terdapat istilah selalu, karena di dalam pembangunan


pertanian orang mudah memperoleh kenaikan produksi tetapi mengabaikan norma-
norma pengawetan tanah, pencegahan erosi dan sifat-sifat perkembangan tumbuh-
tumbuhan dan hewan itu sendiri. Dengan demikian kenaikan produksi hanya akan
berlangsung beberapa tahun saja dan sesudah itu bukan kenaikan produksi yang
diperoleh tetapi justru kemerosotan. Jadi penambahan modal dan skill di dalam
pembangunan pertanian harus dipergunakan tidak sekedar untuk mempertinggi
produksi di dalam beberapa tahun saja tetapi dipergunakan pula untuk menjalankan
usaha-usaha yang konkrit seperti pengawetan tanah, pencegahan erosi, dan
sebagainya yang dapat menjamin bahwa penambahan produksi dapat berlangsung
untuk waktu yang tidak terbatas.

Produksi yang dimaksud dalam difinisi di atas adalah produksi pertanian


yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat bukan produksi yang dihasilkan. Oleh karena
itu penambahan modal dan skill harus ditujukan pula untuk menjaga agar kehilangan
dan kerusakan dalam pemasaran dan pengolahan dapat ditiadakan atau setidak-
tidaknya dapat diperkecil.

EKONOMI PERTANIAN 88
Pada dasarnya peningkatan produksi pertanian dapat dilaksanakan melalui
dua cara yaitu (1) intensifikasi dan (2) perluasan lahan pertanian. Intensifikasi adalah
usaha peningkatan produksi pertanian dengan menambah modal dan tenaga kerja
(skill) per kesatuan luas tanah yang sama. Sebagai contoh, pemupukan, perbaikan
pengairan, cara bercocok tanam, pemberantasan hama dan penyakit tumbuhan, dan
sebagainya. Peningkatan produksi pertanian melalui perluasan tanah pertanian adalah
usaha menambah modal dan tenaga kerja (skill) untuk merubah bukan tanah
pertanian menjadi tanah pertanian. Misalnya, membuka tanah hutan, tanah rawa,
tanah padang rumput dan sebagainya menjadi tanah pertanian. Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam pembangunan pertanian meliputi lima hal sebagai berikut.

1. Perubahan perbandingan kekuatan dan perubahan hubungan kekuasaan. Dalam


kaitannya dengan lahan dan modal, pembangunan pertanian akan mendorong
kearah penguasaan lahan dan modal yang lebih merata, tidak hanya terkonsentrasi
pada segelintir orang. Dalam kaitannya dengan pemasaran, pembangunan pertanian
mendorong ke arah terciptanya posisi tawar petani yang lebih kuat.
2. Perubahan dalam produksi, produktivitas dan pendapatan petani.
Pembangunan pertanian akan membawa produksi, produktivitas dan
pendapatan petani menjadi lebih tinggi.
3. Penggunaan alat & mesin pertanian serta sarana produksi pertanian. Pembangunan
pertanian akan mendorong penggunaan alat & mesin pertanian yang lebih intensif
agar tercapai produktivitas usaha pertanian yang lebih tinggi.
4. Secara ekonomis akan terjadi perubahan sifat-sifat perusahaan dari subsistance
farming ke arah commercial farming. Subsistance farming adalah usaha pertanian
yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri sedangkan
commercial farming adalah usaha pertanian yang berorientasi pasar.
5. Di bidang sosial akan terjadi perubahan dalam corak masyarakat dari masyarakat
yang tertutup ke arah masyarakat yang terbuka. Masyarakat tertutup adalah
masyarakat yang tidak berhubungan dengan masyarakat lainnya sedangkan
masyarakat terbuka adalah masyarakat yang berhubungan dengan masyarakat
lainnya.

Perubahan-perubahan tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil


pembangunan pertanian tidak hanya berupa pertumbuhan ekonomi (kenaikan
produksi, produktivitas dan pendapatan) tetapi harus diikuti pula dengan
menurunnya jumlah penduduk miskin, lebih terdistribusinya pendapatan, dan
berkurangnya pengangguran di sektor pertanian. Bila hasil pembangunan pertanian
hanya berupa pertumbuhan tanpa diikuti tiga perubahan yang terakhir tersebut maka
yang terjadi baru pertumbuhan belum pembangunan.

Sektor pertanian peranannya sangat penting dalam pembangunan ekonomi.


Menurut Hayami dan Ruttan (1977), setidak-tidaknya terdapat 5 peran sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi sebagai berikut.

EKONOMI PERTANIAN 89
1. Sebagai penghasil pangan (nabati, hewani, ikan) yang permintaannya terus
meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat.
Peran ini tidak tergantikan sektor lain karena selama ini dan untuk waktu yang
akan datang hanya sektor pertanianlah yang dapat menghasilkan pangan.
2. Memberikan lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat baik sebagai petani,
buruh tani, penyedian sarana produksi dan alat & mesin pertanian, pemasar dan
pemroses hasil pertanian, dan sebagainya.
3. Sebagai penyedia bahan baku bagi agroindustri yang cukup banyak macam dan
ragamnya serta cukup besar efek panggandanya bagi perekonomian secara
nasional.
4. Sebagai penghasil devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor barang-
barang konsumsi, barang-barang setengah jadi, dan barang-barang modal yang
belum dapat dipenuhi dalam negeri.
5. Sebagai pasar yang cukup potensi bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor
industri dalam negeri. Peran ini sangat penting bagi pengembangan industri di
dalam negeri mengingat ketatnya persaingan di pasar dunia sehingga pasar utama
bagi industri dalam negeri yang baru berkembang adalah masyarakat di sektor
pertanian.

5.2. Syarat Mutlak dan Pelancar


Seperti telah disebutkan di atas, syarat mutlak dan syarat pelancar harus
terpenuhi agar proses pembangunan pertanian berjalan lancar. Secara berturut-turut
akan dibahas pentingnya syarat-syarat tersebut dalam pembangunan pertanian.
Sumber bacaan untuk topik ini sepenuhnya diambilkan dari Mosher (1965).

5.2.1. Syarat Mutlak Pembangunan Pertanian

a. Pasar Hasil Pertanian

Pembangunan pertanian meningkatkan produksi pertanian sehingga harus


ada pasar hasil pertanian yang terus berkembang dan memberikan harga yang cukup
memadai bagi petani agar petani mampu membiayai usahataninya dan memperoleh
penghasilan yang layak dari usahataninya. Terdapat tiga unsur penting bagi
terwujudnya pasar hasil pertanian tersebut, yairu (a) permintaan akan hasil pertanian,
(b) sistem pemasaran bagi hasil pertanian, dan (c) kepercayaan petani terhadap
sistem pemasaran.

Permintan pasar hasil pertanian dapat berasal dari dalam negeri dan luar
negeri. Terdapat tiga penyebab berkembangnya permintaan pasar hasil pertanian
dalam negeri. Pertama karena adanya keterkaitan antara pembangunan pertanian
dengan pembangunan industri. Industrialisasi bergantung kepada pembangunan
pertanian karena sektor pertanian merupakan pasar dalam negeri yang potensial bagi
industri. Demikian pula pembangunan pertanian bergantung pada pembangunan

EKONOMI PERTANIAN 90
industri karena sektor industri merupakan pasar bagi sektor pertanian. Kedua,
karena industrialisasi dan urbanisasi namun sektor pertanian tidak dapat memenuhi
permintaan tersebut. Kasus ini kemungkinan karena (1) ekspor hasil pertanian dan
impor pangan masih lebih menguntungkan dan (2) belum adanya peluang ekonomi
yang menarik untuk menggantikan impor pangan. Ketiga, permintaan pasar dalam
negeri meningkat karena kenaikan pendapatan masyarakat. Meningkatnya
pendapatan masyarakat di daerah perkotaan menyebabkan permintaan hasil
pertanian meningkat dalam jumlah dan mutu.

Permintaan pasar luar negeri menjadi sangat penting artinya pada waktu
pembangunan pertanian memasuki tahap komersialisasi. Pada tahap ini sektor
pertanian memerlukan barang-barang modal yang harus diimpor dari luar negeri.
Sektor pertanian harus menghasilkan devisa untuk mengimpor barang-barang modal
tersebut. Pada tahap ini permintaan pangan untuk konsumsi dalam negeri akan
mengalami peningkatan. Oleh karenanya perlu adanya keseimbangan antara
produksi pangan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri dan produksi hasil
pertanian untuk memenuhi permintaan ekspor.

Agar petani memperoleh harga yang layak bagi hasil-hasil pertaniannya


diperlukan sistem pemasaran yang efisien. Sistem pemasaran hasil-hasil pertanian
meliputi transportasi, penyimpanan, prosesing, pendanaan, dan pengelolaan.
Transportasi yang memadai diperlukan untuk mengangkut hasil pertanian dari lokasi
pertanian ke lokasi konsumen. Panen hasil pertanian yang sifatnya musiman
memerlukan sistem penyimpanan yang memadai agar hasil pertanian dapat
didistribusikan sepanjang tahun. Untuk hasil pertanian yang mudah rusak misalnya
daging, ikan, sayuran, dan buah-buahan memerlukan prosesing. Untuk
melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran diperlukan
pendanaan dan pengelolaan agar sistem pemasaran dapat bekerja secara efisien.

Kepercayaan petani terhadap sistem pemasaran menentukan keputusan petani


dalam memilih komoditas yang akan diusahakan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kepercayaan petani terhadap sistem pemasaran antara lain (1)
pelayanan oleh pihak pemasar (swasta, koperasi, pemerintah), (2) kinerja sistem
pemasaran pada waktu yang lalu, (3) fluktuasi dan prediktabilitas harga berbagai
hasil pertanian, dan (4) tersedianya fasilitas prosesing. Kepercayaan terhadap sistem
pemasaran oleh semua pihak yang terlibat merupakan dasar yang harus dibangun
untuk menuju ke pertanian modern.

b. Teknologi Yang Senantiasa Berubah

Dengan teknologi yang sama produksi pertanian tidak dapat ditingkatkan


secara terus menerus karena adanya faktor pembatas. Oleh karenanya, harus selalu
dicari teknologi baru untuk mengatasi masalah ini. Sebagai contoh, perlu dicari
varietas baru karena varietas lama tidak lagi responsif terhadap pemupukan, varietas

EKONOMI PERTANIAN 91
lama tidak lagi resisten terhadap serangan hama dan sebagainya. Teknologi baru
biasanya diperkenalkan kepada petani dalam bentuk paket misalnya varietas baru
disertai dosis pemupukan, cara penanaman, cara pengendalian hama dan sebagainya.
Demikian pula, teknologi baru akan diterima oleh petani bila teknologi tersebut
dapat menaikkan produksi atau menurunkan biaya dalam jumlah yang cukup besar.

Teknologi baru dapat berasal dari berbagai sumber antara lain (1) praktek
petani, (2) daerah lain, dan (3) hasil percobaan. Budidaya yang diterapkan petani
dalam satu lokasi seringkali berbeda antara petani satu dengan petani lainnya.
Diantara petani-petani tersebut terdapat petani yang berhasil mencapai produksi
yang tinggi. Budidaya yang diterapkan oleh petani lainnya. Teknologi yang berhasill
diterapkan di suatu daerah di dalam negeri atau di luar negeri mungkin dapat
diterapkan di daerah yang mempunyai karakteristik pertanian yang sama. Teknologi
baru dapat dihasilkan oleh lembaga penelitian melalui percobaan pengujian.

Tidak ada negara yang berhasil mencapai pembangunan pertanian yang


memadai tanpa mendirikan lembaga penelitian dan pengembangan pertanian yang
mampu menghasilkan teknologi baru. Program penelitian dan pengembangan yang
perlu dilaksanakan oleh lembaga ini adalah pengembangan stasiun percobaan yang
komprehensif di satu atau lebih agar dapat mewakili daerah pertanian yang luas dan
potensial. Di samping itu, mengembangkan stasiun pengujian yang tersebar di
berbagai lokasi usahatani. Hal ini perlu dilakukan karena kondisi fisik lokasi
usahatani bervariasi sehingga teknologi baru yang dihasilkan oleh stasiun percobaan
dapat diuji lebih lanjut oleh stasiun pengujian agar diperoleh teknologi yang spesifik
untuk suatu lokasi atau dikenal sebagai teknologi spesifik lokasi.

c. Tersedianya Saprodi dan Alsintan Secara Lokal

Sarana produksi pertanian yang berupa bahan kimia seperti pupuk dan
pestisida dihasilkan oleh pabrik yang berskala besar. Demikian pula alat dan mesin
pertanian tertentu seperti traktor, alat pemanen, alat perontok, sprayer juga
dihasilkan oleh pabrik yang berskala besar. Hanya peralatan pertanian sederhana
seperti cangkul, sabit yang dapat diproduksi secara lokal. Benih dihasilkan oleh
lembaga penelitian dan pengembangan selanjutnya diperbanyak oleh balai benih,
penangkar benih atau petani tertentu untuk memenuhi permintaan petani.

Petani akan membeli dan menggunakan sarana produksi dan alat & mesin
pertanian bila masing-masing input tersebut memenuhi syarat-syarat berikut.
Pertama secara teknis efektif misalnya produktivitasnya lebih tinggi, masaknya lebih
serempak, rasanya lebih enak, dan sebagainya. Kedua, kualitasnya terjamin misalnya
kebenaran komposisi bahan, keaslian barang , dan sebagainya. Ketiga, harganya
rasional, dalam arti rasio harga input dan output menguntungkan petani. Keempat,
tersedia di lokasi pada waktu dibutuhkan. Kelima, dijual dalam ukuran dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan petani.

EKONOMI PERTANIAN 92
Petani sangat berhati-hati dalam menggunakan input baru. Petani akan
menggunakan setelah input baru tersebut teruji efektifitasnya di beberapa lokasi
yang kondisinya sama dengan kondisi lahan petani. Setiap perubahan dalam cara
berushatani umumnya diikuti dengan perubahan-perubahan lainnya, termasuk
perubahan dalam penggunaan berbagai macam input. Input baru biasanya disediakan
dalam bentuk paket yang terdiri atas berbagai macam input agar cara berusahatani
baru dapat diterapkan oleh petani. Oleh karena itu, perlu pengaturan distribusi
berbagai sarana produksi dan alat & mesin pertanian agar tersedia di pasar lokal.
Karena kehati-hatiannya, waktu yang diperlukan oleh petani dari mulai mengenal
input baru sampai dengan menerapkan input tersebut di lahan usahanya memerlukan
waktu yang cukup lama. Keadaan ini menyebabkan permintaan input baru oleh
petani tidak mudah diterapkan. Untuk mengatasi masalah ketidakpastian ini,
penyediaan input baru ditingkatkan dari waktu ke waktu sejalan dengan permintaan
petani.

d. Insentif Produksi Bagi Petani

Akses terhadap pasar hasil pertanian, cara-cara usahatani yang lebih baik,
dan tersedianya input pertanian merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh
petani untuk meningkatkan produksinya. Peluang ini akan dimanfaatkan oleh petani
untuk meningkatkan produksinya. Peluang ini akan dimanfaatkan oleh petani
bergantung pada (1) harga input dan harga output, (2) bagian hasil yang diterima
petani, dan (3) tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan rumah tangga tani.

Kesediaan petani meningkatkan produksi untuk pasar tergantung pada harga


dan kondisi pasar. Pertama, bila harga hasil pertanian yang diterima petani cukup
menarik. Kedua, dalam berproduksi petani memilih komoditas yang harganya paling
tinggi dengan catatan pilihan ini tidak mengganggu pasokan pangan untuk krumah
tangga. Ketiga, petani akan menggunakan cara-cara usahatani baru bila input yang
dibutuhkan tersedia secara lokal, petani mengetahui cara penggunaan input.
Keempat, memperbiki efisiensi pemasaran (menurunkan pemasaran hasil pertanian)
dapat meningkatkan harga yang diterima petani, menurunkan harga yang dibayar
konsumen atau keduanya.

Dalam sistem bagi hasil, petani penyakap harus membayar sewa dalam
bentuk hasil panen kepada pemilik tanah. Hasil panen yang dibayarkan kepada
pemilik tanah akan meningkat bila hasil yang diperoleh petani penggarap meningkat.
Hal ini kurang memberikan insentif bagi petani penggarap untuk meningkatkan
produksinya. Sistem sewa (petani membayar sewa atas tanah yang digarap kepada
pemilik tanah) lebih memberikan insentif kepada petani penggarap karena besarnya
sewa tanah tidak ditentukan oleh produksi secara langsung. Sistem bagi hasil akan
memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi bila biaya
produksi ditanggung bersama oleh petani penggarap dan pemilik tanah.

EKONOMI PERTANIAN 93
Tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rumah tangga tani
merupakan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi hasil pertanian.
Semakin banyak kebutuhan rumah tangga tani akan barang dan jasa, peani akan
sakin terdorong untuk meningkatkan produksi pertaniannya agar memperoleh uang
yang lebih banyak. Dengan demikian distribusi barang dan jasa di daerah pedesaan
yang efisien merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat pembangunan
pertanian.

e. Transportasi

Biaya transportasi yang murah diperlukan agar harga yang diterima petani
dari hasil penjualan produknya relatif tinggi sebaliknya harga yang harus dibayar
petani atas pembelian input relatif rendah. Besarnya biaya transportasi bergantung
pada (1) berat atau volume barang yang diangkut, (2) jarak dari asal ke tujuan, (3)
jumlah setiap kali mengangkut, dan (4) macam alat angkut. Di samping itu, untuk
angkutan darat masih bergantung pada kondisi jalan, untuk angkutan laut dan udara
bergantung pada frekuensi pelayaran atau penerbangan. Berbagai kasus
menunjukkan bahwa biaya transportasi yang murah dan memadai menentukan
keberhasilan pembangunan pertanian.

Jalan yang menghubungkan lokasi petani sampai dengan jalan raya atau
sering disebut sebagai jalan lokal, besar pengaruhnya terhadap jumlah hasil
pertanian yang dapat dipasarkan. Jalan semacam ini juga besar pengaruhnya
terhadap harga yang diterima dan harga yang dibayar petani. Kunjungan petugas
yang melayani kepentingan seperti penyuluh, petugas pertanian lainnya meningkat
dengan adanya jalan ini. Jalan raya dibangun untuk berbagai kepentingan termasuk
pertanian. Jalan raya dan jalan lokal harus terhubung dan terintegrasi satu dengan
lainnya agar hasil pertanian dengan mudah mengalir dari lokasi petani ke pusat-pusat
pasar. Demikian pula input pertanian baik sarana produksi dan alat & mesin
pertanian dapat sampai ke lokasi petani.

5.2.2. Syarat Pelancar Pembangunan Pertanian

a. Pendidikan Untuk Pembangunan

Pendidikan untuk pembangunan adalah pendidikan yang tepat untuk suatu


masyarakat yang ingin berkembang. Tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan ini
adalah meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan melalui belajar dari
pengalaman masyarakat tersebut pada masa yang lalu dan dari masyarakat kainnya.
Pendidikan untuk pembangunan meliputi (1) pendidikan dasar dan lanjutan, (2)
pendidikan pembangunan untuk petani, (3) pelatihan untuk teknisi pertanian, dan (4)
pendidikan pertanian bagi masyarakat perkotaan.

EKONOMI PERTANIAN 94
Pendidikan untuk pembangunan diperlukan untuk menyiapkan setiap anak
hidup dalam suatu masyarakat yang sedang berkembang. Pendidikan semacam ini
perlu diberikan kepada murid di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan agar setiap
anak terdorong untuk selalu berpikir secara scientific terhadap sesuatu yang sedang
dikerjakan, pengetahuan yang telah diperoleh, pengembangan ketrampilan baru, dan
penyelesaian masalah. Materi pendidikan untuk pembangunan tidak perlu diberikan
dalam satu mata pelajaran tertentu tetapi dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran
yang telah ada.

Pendidikan pembangunan untuk petani harus disesuaikan dengan kondisi dan


tugasnya sebagai seorang petani. Prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam
menyelenggarakan pendidikan bagi petani adalah (1) pendidikan diselenggarakan
ditempat petani, (2) petani adalah orang dewasa, (3) sesuai dengan waktu yang
tersedia pada petani, (4) berkaitan dengan cara-cara baru dalam usahatani, (5) harus
segera diikuti dengan kesempatan untuk mencoba, (6) sesuati yang secara teknis
dapat dilakukan oleh petani dan menguntungkan bagi petani, dan (7) petani
didorong untuk mencoba. Pendidikan yang diselenggarakan dengan prinsip-prinsip
tersebut dikenal sebagai pendidikan penyuluhan.

Pelatihan untuk teknisi pertanian dilakukan untuk menyiapkan teknisi


pertanian yang profesiaonal. Profesionalisme bagi teknisi pertanian dapat diperoleh
selama belajar di universitas, pelatihan setelah mereka bekerja, pengalaman selama
mereka bekerja. Unsur-unsur profesionalisme teknisis pertanian meliputi (1)
spesialis dalam pengetahuan dan ketrampilan teknis, (2) memahami pertanian, (3)
memahami sifat dan pentingya pembangunan pertanian, (4) memahami petani dan
organisasi atau komunitasnya, (5) memahami bahwa petani umumnya adalah
rasional, (6) menghargai dan memahami spesialisasi di bidang lain, (7) memahami
pentingnya hubungan individu dalam suatu organisasi, dan (8) terus menerus belajar
dan mencoba.

Pendidikan pertanian bagi orang kota diperlukan karena banyak diantara


orang kota yang menjadi politisi yang dapat mempengaruhi proses pembangunan
pertanian. Orang kota umumnya lebih peduli terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan orang kota sendiri yang sering kali tidak sejalan dengan kepentingan
petani. (harga pangan yang murah, prasarana (jalan, listrik, telpon, air bersih) untuk
kepentingan industri merupakan contoh kepentingan orang kota. Agar orang kota
memahami masalah pedesaan dan pertanian maka mass-media harus proporsional
dalam menyampaikan berita kepada masyarakat.

b. Kredit Produksi

Pada umumnya petani tidak memisahkan secara tegas dana yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi. Perilaku petani ini

EKONOMI PERTANIAN 95
menimbulkan kekhawatiran bahwa kredit produksi tidak digunakan secara benar,
kenaikan produksi dan pendapatan tidak tercapai dan selanjutnya petani tidak
mampu mengembalikan kredit. Sesuai dengan perilaku petani ini, ada lima macam
kredit produksi untuk petani yaitu (1) kredit dikembalikan dalam bentuk hasil
pertanian, (2) kredit dengan pengawasan, (3) kredit Bank, (4) kredit koperasi, dan (5)
kredit perorangan.

Kredit yang diberikan dalam bentuk peralatan dan sarana produksi dan
kemudian dikembalikan dalam bentuk hasil pertanian sekarang jarang ditemukan
atau bahkan sudah tidak ada. Kredit semacam ini sebenarnya dapat menghindarkan
petani dari masalah ketidakpastian harga hasil pertanian yang menyebabkan petani
tidak bisa mengembalikan kredit. Dengan semakin berkembangnya pasar hasil
pertanian dan pasar peralatan dan sarana produksi pertanian kredit semacam ini di
pandang tidak praktis bagi pemberi pinjaman dan peminjam.

Kredit dengan pengawasan adalah kredit yang pemberiannya disertai


bimbingan teknis oleh pihak penyedia kredit. Untuk mendapatkan kredit petaqni
diminta menyusun rencana usahatani yang meliputi komoditas yang akan
diusahakan, kebutuhan input, dan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan
usahatani tersebut. Kredit diberikan sesuai dengan kebutuhan petani dalam bentuk
barang (bibit, pupuk, pestisida, dan sebagainya) dan uang untuk membayar tenaga
kerja dan sebagian dari biaya hidup petani.

Kredit bank adalah kredit komersial yang disediakan oleh nak untuk
membiayai usaha pertanian. Kredit bank umumnya ditujukan kepada petani yang
telah mampu menggunakan kredit produksi dengan baik. Produser dan skema kredit
yang ditawarkan kepada petani bervariasi dari satu bank ke bank lainnya.

Kredit koperasi adalah kredit yang disediakan oleh koperasi untuk petani
anggotanya. Banyak koperasi yang berhasil menyelenggarakan kredit produksi bagi
anggotanya tetapi banyak pula yang gagal. Banyak faktor yang mempenagruhi
keberhasilan dan kegagalan koperasi dalam menyelenggarakan kredit produksi bagi
anggotanya, dua diantaranya yang penting adalah kemampuan petani menggunakan
kredit produksi dan kemampuan pengurus koperasi dalam mengelola usaha koperasi.

Kerdit perorangan yaitu kredit yang disediakan bukan oleh lembaga resmi
misalnya pedagang, pemilik tanah, pelepas uang dan sebagainya. Meskipun
bunganya tinggi kredit semacam ini lebih disukai petani karena mudah
memperolehnya, tersedia pada waktu petani membutuhkan, bentuk kredit (uang atau
barang) sesuai dengan kebutuhan petani.

Beberapa pertimbangan yang diperhatikan oleh petani dalam pengambilan


kredit antara lain (1) kenaikan hasil pertanian yang akan diperoleh, (2) harga yang
akan diterima pada waktu panen, (3) biaya kredit yang berupa bunga dan biaya

EKONOMI PERTANIAN 96
pengurusan, (4) denda bila pengembalian tertunda, (5) kemudahan dalam
memperoleh kredit, dan (6) kredit diperoleh pada saat dibutuhkan. Beberapa masalah
yang dihadapi oleh pemberi kredit antara lain (1) biaya administrasi kredit biasanya
tinggi, dan (2) periode pengembalian kredit bervariasi tergantung macam usahatani
yang dibiayai dengan dana kredit.

c. Kegiatan Kelompok Tani

Beberapa kegiatan usahatani harus dikerjakan secara serempak atau diatur


oleh petani secara bersama-sama. Untuk itu diperlukan adanya organisasi petani
yang mengelola kegiatan bersama tersebut. Organisasi semacam ini dikenal sebagai
kelompok tani. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara berkelompok antara lain
(1) pembangunan, pemeliharaan, dan pengoperasian prasarana pertanian (irigasi,
jalan desa dan sebagainya), (2) pengendalian hama dan penyakit, (3) kegiatan
koperasi pertanian, (4) pengaturan-pengaturan di kalangan petani, dan (5) kegiatan
politik petani.

Banyak prasarana yang dibutuhkan oleh petani tetapi tidak dapat


diselenggarakan oleh petani secara individual misalnya jaringan irigasi, jalan desa
dan sebagainya. Prasarana semacam ini harus dibangun, diperlihara, dan
dioperasikan oleh petani secara bersama-sama melalui organisasi kelompok tani.
Tanpa adanya organisasi kelompok tani yang mengelola prasarana semacam ini
kebutuhan petani tidak terpenuhi.

d. Perbaikan dan Perluasan Areal Pertanian

Untuk mempercepat proses pembangunan pertanian dapat dilakukan (1)


perbaikan kualitas lahan dan (2) perluasan areal pertanian. Perbaikan kualitas lahan
meliputi koservasi, drainase, dan irigasi sedangkan perluasan lahan pertanian dapat
dilakukan dengan merubah rawa, hutan menjadi lahan pertanian.

e. Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional

Perencanaan pembangunan pertanian nasional meliputi perencanaan


kebijakan dan program pemerintah. Kebijakan pemerintah berkaitan dengan
pemilikan dan penguasaan lahan, pajak, nilai tukar, tarif, harga-harga domestik,
investasi publik sedangkan program pemerintah berkaitan dengan pendidikan ,
penelitian, kredit, peraturan perdangan, pengembangan lahan, fasilitas transportasi
dan sebagainya. Perencanaan pembangunan pertanian tingkat nasional di Indonesia
dituangkan dalam bentuk Repelita yang kemudian dijabarkan dalam bentuk Repelita
daerah di tingkat propinsi dan kabupaten.

EKONOMI PERTANIAN 97
Gross Domestic Product at Current Market Prices by Industrial Origin,
2000-2002 (Billion Rupiahs)
Industrial Origin 2000 2001 2002
Agriculture, Livestock, Forestry and 217.897,9 246.298,2 281.325,0
Fishery
a. Farm Food Crops 112.661,2 126.065,2 141.137,4
b. Non-food Crops 33.744,7 37.491,2 41.919,5
c. Livestock and Products 27.034,6 30.438,2 34.808,9
d. Forestry 14.947,8 15.648,7 16.848,9
e. Fishery 29.509,7 36.654,8 46.610,3
Mining and Quarrying 175.262,5 191.762,4 191.827,2
a. Crude Petroleum and Natural Gas 129.220,9 131.877,8 131.656,7
b. Non-Oil and Gas Mining 34.495,7 45.691,9 43.480,4
c. Quarrying 11.545,9 14.192,7 16.690,0
Manufacturing Industry 314.918,4 362.031,2 402.601,1
a. Oil and Gas Manufacturing 54.279,9 56.137,0 56.678,5

EKONOMI PERTANIAN 98
b. Non Oil-Gas Manufacturing 260.638,5 305.894,2 345.922,6
Electricity, Gas and Water Supply 16.519,3 21.183,9 29.100,5
a. Electricity 13.797,1 17.772,9 25.033,8
b. Gas 462,1 621,0 827,0
c. Water Supply 2.260,1 2.790,0 3.239,7
Construction 76.573,4 85.263,2 92.366,3
Trade, Hotel and Restaurant 199.110,4 234.262,6 258.869,2
a. Wholesale and Retail Trade 159.384,7 187.996,0 205.791,7
b. Hotel 6.761,7 7.687,1 8.634,0
c. Restaurant 32.964,0 38.579,5 44.443,5
Transport and Communication 62.305,6 75.795,9 97.343,5
a. Transport 47.911,3 59.462,8 72.234,5
b. Communication 14.394,3 16.333,1 25.109,0
Financial, Ownership and Business 80.459,9 91.438,4 105.621,7
Services
a. Bank 28.554,9 33.061,4 39.832,8
b. Non Bank Financial Institutions 7.143,2 8.436,8 9.319,2
c. Services Allied to Financial 619,2 733,9 797,0
d. Building Rental 26.938,6 29.584,9 33.173,8
e. Business Services 17.204,0 19.621,5 22.498,9
Services 121.871,4 141.362,2 150.957,2
a. General Government 69.460,2 81.850,9 83.293,5
b. Private 52.411,3 59.511,3 67.663,7
Gross Domestic Product 1.264.918,7 1.449.398,1 1.610.011,6
GDP Non-Oil Gas 1.081.417,9 1.261.383,3 1.421.676,4

Gross Domestic Product at Constant 1993 Market Prices,


2000-2002 (billion Rupiahs)
Industrial Origin 2000 2001 2002
Agriculture, Livestock, Forestry and 66.208,9 66.858,2 68.018,4
Fishery
a. Farm Food Crops 34.533,8 34.260,2 34.442,1
b. Non-food Crops 10.722,0 10.979,5 11.327,9
c. Livestock and Products 7.061,3 7.312,7 7.537,0
d. Forestry 6.388,9 6.522,5 6.651,3
e. Fishery 7.502,9 7.783,3 8.060,0
Mining and Quarrying 38.896,4 38.894,8 39.768,1
a. Crude Petroleum and Natural Gas 22.658,3 21.537,3 21.574,4
b. Non-Oil and Gas Mining 11.619,2 12.502,5 13.082,2
c. Quarrying 4.618,9 4.855,0 5.111,5
Manufacturing Industry 104.986,9 109.290,2 113.671,7
a. Oil and Gas Manufacturing 11.599,9 11.196,5 11.434,0
b. Non Oil-Gas Manufacturing 93.387,0 98.093,7 102.237,7
Electricity, Gas and Water Supply 6.574,8 7.078,0 7.514,6

EKONOMI PERTANIAN 99
a. Electricity 5.394,7 5.818,2 6.163,5
b. Gas 268,0 297,3 342,8
c. Water Supply 912,1 962,6 1.008,3
Construction 23.278,7 24.259,1 25.255,3
Trade, Hotel and Restaurant 63.498,3 66.888,1 69.303,2
a. Wholesale and Retail Trade 50.333,8 53.055,3 54.827,3
b. Hotel 2.669,2 2.760,2 2.796,4
c. Restaurant 10.495,3 11.072,5 11.679,4
Transport and Communication 29.072,1 31.207,1 33.649,5
a. Transport 21.176,3 22.319,8 23.364,1
b. Communication 7.895,8 8.887,3 10.285,4
Financial, Ownership and Business 27.449,4 28.388,6 29.963,2
Services
a. Bank 9.167,9 9.655,9 10.296,6
b. Non Bank Financial Institutions 3.064,6 3.172,8 3.284,0
c. Services Allied to Financial 235,1 242,7 251,2
d. Building Rental 9.214,8 9.417,6 9.947,0
e. Business Services 5.767,0 5.899,7 6.184,4
Services 38.051,5 38.826,9 39.596,6
a. General Government 22.555,1 22.795,4 22.887,0
b. Private 15.496,4 16.031,5 16.709,6
Gross Domestic Product 398.016,9 411.691,0 426.740,5
Gross Domestic Product Non-Oil Gas 363.758,7 378.957,2 393.732,1

Growth Rate of Gross Domestic Product at Constant 1993 Market Prices by Industrial Origin, 1996-
2002 (Percent)
Industrial Origin 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Agriculture, Livestock, Forestry and 3.14 1.00 (1.33) 2,16 1,88 0,98 1,74
Fishery
a. Farm Food Crops 2.11 (2.85) 2.03 1,99 1,53 (0,79) 0,53
b. Non-food Crops 4.47 1.37 0.05 1,91 0,19 2,40 3,17
c. Livestock and Products 5.06 4.90 (13.94) 6,17 3,28 3,56 3,07
d. Forestry 2.23 11.57 (8.47) (4,45) 1,60 2,09 1,97
e. Fishery 5.40 5.79 1.92 6,07 5,00 3,74 3,56
Mining and Quarrying 6.30 2.12 (2.76) (1,62) 5,51 (0,00) 2,25
a. Crude Petroleum and Natural Gas 1.45 (0.59) (2.42) (5,16) 2,36 (4,95) 0,17
b. Non-Oil and Gas Mining 19.19 5.20 26.58 7,02 12,18 7,60 4,64
c. Quarrying 12.74 8.80 (36.10) (1,90) 5,66 5,11 5,28
Manufacturing Industry 11.59 5.25 (11.44) 3,92 5,98 4,10 4,01
a. Oil and Gas Manufacturing 11.06 (1.97) 3.68 6,84 (1,67) (3,48) 2,12
b. Non Oil-Gas Manufacturing 11.66 6.11 (13.10) 3,54 7,02 5,04 4,22
Electricity, Gas and Water Supply 13.63 12.37 3.03 8,27 7,56 7,65 6,17
a. Electricity .13.16 12.06 3.25 8,81 7,62 7,86 5,95

EKONOMI PERTANIAN 100


b. Gas 21.63 22.54 (16.52) 0,62 18,28 10,96 15,30
c. Water Supply 13.95 10.86 8.88 7,38 4,45 5,53 4,75
Construction 12.76 7.36 (36.44) (1,91) 5,64 4,21 4,11
Trade, Hotel and Restaurant 8.16 5.83 (18.22) (0,06) 5,67 5,34 3,61
a. Wholesale and Retail Trade 8.01 6.00 (18.69) (0,57) 5,80 5,41 3,34
b. Hotel 6.07 3.01 (8.91) 4,30 2,95 3,41 1,31
c. Restaurant 9.44 5.66 (18.02) 1,30 5,73 5,50 5,48
Transport and Communication 8.68 7.01 (15.13) (0,75) 8,59 7,34 7,83
a. Transport 6.60 4.76 (19.94) (3,74) 7,29 5,40 4,68
b. Communication 19.55 17.44 4.83 8,70 12,24 12,56 15,73
Financial, Ownership and Business 6.04 5.93 (26.63) (7,19) 4,59 3,42 5,55
Services
a. Bank 2.99 5.06 (37.90) (13,64) 5,55 5,32 6,63
b. Non Bank Financial Institutions 10.40 8.48 (17.21) 1,81 3,91 3,53 3,51
c. Services Allied to Financial 12.14 6.12 (16.65) 3,70 3,88 3,23 3,52
d. Building Rental 5.85 4.97 (19.87) (6,01) 3,47 2,20 5,62
e. Business Services 12.05 8.50 (16.73) (2,72) 5,30 2,30 4,83
Services 3.40 3.62 (3.85) 1,94 2,33 2,04 1,98
a. General Government 1.27 1.19 (7.32) 1,66 1,37 1,07 0,40
b. Private 7.38 7.88 1.88 2,37 3,77 3,45 4,23
Gross Domestic Product 7.82 4.70 (13.13) 0,79 4,92 3,44 3,66
Gross Domestic Product Non-Oil Gas 8.16 5.23 (14.22) 1,00 5,31 4,18 3,90

Population and Type of Activity 1997-2001

No Type of Activity 1997 1998 1999 2000*) 2001


1. Population 15 + 135,070,350 138,556,198 141,096,417 141,170,805 144,033,873
2. Labor Force 89,602,835 92,734,932 94,847,178 95,650,961 98,812,448
Labor Force (66.34) (66.63) (67.22) (67.76) (68.60)
Participation Rate
Working 85,405,529 87,672,449 88,816,859 89,837,730 90,807,417
Looking for Work 4,197,306 5,062,483 6,030,319 5,813,231 8,005,031**)
Unemployment (4.68) (5.46) (6.36) (6.08) (8.10)
Rate
3. Not in Labor 45,467,515 45,821,266 46,249,239 45,519,844 45,221,425
Force
Schooling 10,814,356 11,273,682 10,934,731 10,763,473 10,899,236
House Keeping 25,896,013 25,266,906 25,857,621 25,275,187 26,461,653
Others 8,757,146 9,280,678 9,456,887 9,481,184 7,860,536
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001

EKONOMI PERTANIAN 101


Population 15 Years of Age and Over Who Worked by Main Industry 1997-
2001
No Main Industry 1997 1998 1999 2000 2001
1. Agriculture, Forestry, 34,789,927 39,414,765 38,378,133 40,676,713 39,743,908
Hunting and Fishery
2. Mining and Quarrying 875,280 674,597 725,739 - -
3. Manufacturing Industry 11,008,951 9,933,622 11,515,955 11,641,756 12,086,122
4. Electricity, Gas, and 233,237 147,849 188,321 - -
Water
5. Construction 4,184,970 3,521,682 3,415,147 3,497,232 3,837,554
6. Wholesale Trade, Retail 16,953,006 16,814,233 17,529,099 18,489,005 17,469,129
Trade, Restaurants and
Hotels
7. Transportation, Storage, 4,125,429 4,153,707 4,206,067 4,553,855 4,448,279
and Communications
8. Financing, Insurance, 656,724 617,722 633,744 882,600 1,127,823
Real Estate and Business
Services
9. Community, Social, and 12,574,844 12,394,272 12,224,654 9,574,009 11,003,482
Personal Services
10. Others 3,161 - - 522,560 1,091,120
Total 85,405,529 87,672,449 88,816,859 89,837,730 90,807,417
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001

Population 15 Years of Age and Over By Main Employment Status 1997-2001


No Main Employment Status 1997 1998 1999 2000 2001
1. Self Employed 19,864,774 20,523,338 21,707,778 19,501,330 17,451,704
2. Self Employed Assisted by 17,982,745 19,690,059 18,914,502 20,720,366 20,329,073
Family Member/Temp. Help
3. Employer with Permanent 1,466,471 1,525,625 2,552,803 2,032,527 2,788,878
Workers
4. Employee 30,277,787 28,805,421 29,383,548 29,498,039 26,579,000
5. Casual employee in agriculture - - - - 3,633,126
6. Casual employee not in - - - - 2,439,035
agriculture
7. Unpaid Worker 15,813,752 17,128,006 16,258,228 18,085,468 17,586,601
Total 85,405,529 87,672,449 88,816,859 89,837,730 90,807,417
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001

Unemployment by Educational Ataintment 1997-2001


No Educational Ataintment 1997 1998 1999 2000 2001
1. Under Primary School 216,495 257,330 278,500 221,242 851,426
2. Primary School 760,172 911,782 1,151,252 1,216,976 1,893,565
3. Junior High School 736,375 984,104 1,159,478 1,367,892 1,786,317
4. Senior High School 2,106,182 2,479,739 2,886,216 2,546,355 2,933,490
5. Diploma I/II 37,676 47,380 90,230 - -

EKONOMI PERTANIAN 102


6. Academy/Diploma III 104,054 128,037 153,696 184,690 251,134
7. University 236,352 254,111 310,947 276,076 289,099
Total 4,197,306 5,062,783 6,030,319 5,813,231 5,813,231
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001

Export of Non Oil and Gas by Sector and Commodities, 2001- 2002

No Sector/Goods FOB Value (Million USD) Growth


2001 2002 Absolute Percent
I. Agricultural Products 2 438,5 2 568,3 129,8 5,3
1. Coffee 182,6 218,8 36,2 19,8
2. Shrimp 940,1 840,4 -99,7 -10,6
3. Spices 174,4 186,2 11,8 6,8
4. Tea 94,7 98,0 3,3 3,5
5. Fish and Other Related 359,1 377,5 18,4 5,1
6. Cocoa 276,6 521,3 244,7 88,5
7. Tobacco 80,8 66,5 -14,3 -17,7
8. Others 330,2 259,6 -70,6 -12,4
II. Industrial Products 37 671,1 38 729,6 1 058,5 2,8
1. Plywood 1 837,9 1 748,3 -89,6 -4,9
2. Garments 4 476,5 3 887,2 -589,3 -13,2
3. Processed Rubber 1 207,5 1 560,6 353,1 22,6
4. Furniture & Parts 1 414,3 1 501,9 87,6 6,2
5. Tulle and Lace 1 527,6 1 258,4 -242,2 -15,8
6. Base Metal Goods 2 042,8 1 902,5 -140,3 -6,9
7. Electrical Appliance 2 605,1 2 700,0 94,9 3,6
8. Audio Visual 3 259,2 3 291,3 32,1 1,0
9. Fertilizer 130,2 134,6 4,4 3,4
10. Palm Oil 1 080,9 2 092,4 1 011,5 93,6

EKONOMI PERTANIAN 103


11. Footwear 1 505,6 1 148,1 -357,5 -23,7
12. Processed Food 1 042,5 1 184,1 141,6 13,6
13. Others 15 541,0 16 293,2 752,2 4,8
III. Mining Products 3 569,6 3 743,7 174,1 4,9
1. Copper Ore 1 704,3 1 755,5 51,2 3,0
2. Coal 1 617,6 1 762,4 144,8 9,01
3. Nickel Ore 55,5 50,8 -4,7 -8,5
4. Natural Sands 60,6 27,0 -33,6 -55,4
5. Bauxite 12,5 20,8 8,3 66,4
6. Others 119,1 127,2 8,1 6,8
IV. Other Sectors 5,4 4.5 -0,9 -16,7

EKONOMI PERTANIAN 104

Anda mungkin juga menyukai