Karbon Nunukan Ind
Karbon Nunukan Ind
Diedit oleh:
Betha Lusiana, Meine van Noordwijk dan Subekti Rahayu
W O R L D A G R O F O R E S T R Y C E N T R E ( I C R A F )
Untuk informasi lebih lanjut harap hubungi:
ISBN 979-3198-24-9
Foto cover:
Sampul Muka: Latar Belakang: Hutan di Nunukan (CARE International Indonesia); Kiri: Petani
Nunukan conducting membantu survei pengambilan contoh cadangan karbon (CARE
International Indonesia); Tengah: Kebun merica di desa Lubok Buat, Sembakung (Kusuma Wijaya);
Kanan: Sistem jakaw pada masa bera, di dekat sungai Sembakung (Kusuma Wijaya)
Sampul Belakang: Kiri: Kayu tebangan siap ditransportasikan melaui sungai Sebuku (Kusuma
Wijaya); Tengah: Sistem jakaw sesaat setelah tebas bakar, desa Tanjung Harapan Village,
Sembakung (Kusuma Wijaya); Kanan: Sistem padi gogo (CARE International Indonesia)
Sampul dalam: Sepasang anak kecil bermain dengan kano di sungai Sembakung sambil
menunggu orang-tuanya bekerja di lahan pertanian mereka. Di latar belakang adalah sistem
agrofrestri (Kusuma Wijaya)
DAFTAR ISI i
i
Hasil dan Pembahasan 47
Kesimpulan 56
DAFTAR PUSTAKA 83
LAMPIRAN 87
ii
KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan rangkuman dari beberapa studi yang dilakukan oleh Proyek FORMACS
(Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Penyimpanan Karbon). Proyek tersebut terselenggara
atas dana dari CIDA dan diimplemetasikan oleh CARE Internasional Indonesia di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Timur.
Ada empat kegiatan utama yang dilakukan pada program ini yaitu:
• Survei sosial ekonomi rumah tangga
• Pengukuran cadangan karbon
• Remote Sensing/analisis spasial untuk perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan
• Model untuk simulasi dinamika cadangan karbon pada skala lansekap (bentang lahan)
• Kegiatan tersebut di atas dilakukan oleh tiga lembaga yaitu: Hatfindo, World Agroforestry
Centre (ICRAF) and CARE International Indonesia. Hatfindo dengan bantuan ICRAF
bertanggung jawab atas kegiatan analisis spasial. ICRAF bertanggung jawab dalam merancang
survei sosial ekonomi, menyediakan protokol untuk pengukuran cadangan karbon and
melakukan analisis dengan model. CARE International Indonesia sebagai pelaksana
pengukuran cadangan karbon di lapang dan survei sosial ekonomi rumah tangga.
Kegiatan tersebut di atas dilakukan oleh tiga lembaga yaitu: Hatfindo, World Agroforestry
Centre (ICRAF) and CARE International Indonesia. Hatfindo dengan bantuan ICRAF
bertanggung jawab atas kegiatan analisis spasial. ICRAF bertanggung jawab dalam merancang
survei sosial ekonomi, menyediakan protokol untuk pengukuran cadangan karbon and melakukan
analisis dengan model. CARE International Indonesia sebagai pelaksana pengukuran cadangan
karbon di lapang dan survei sosial ekonomi rumah tangga.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepadas staff lapang CARE International Indonesia
(Abdul Azis, Ansori, Basuki Budi Santoso, Darmawan Setia Budi, Debit Losong, Dewi Maharani,
Eko Sugiharto, Iwantoro, Joned, Jimmy Sukaputra, Nurhayati, Pery, Rico Sukaswanto dan Welly
Brodus) yang telah mengumpulkan data di lapangan untuk keperluan pembuatan laporan ini.
Masukan dari Susilo Adi Kuncoro pada Bab 1 dan Iwan Kurniawan pada Bab 5, telah banyak
membantu penyelesaian laporan ini. Kepada mereka kami mengucapkan terima kasih. Ucapan
terima kasih kami sampaikan pula kepada Dwiati Novita Rini yang telah membantu mengatur tata
letak laporan ini dan kepada Tikah Atikah yang memberikan bantuan demi kelancaran proses
pembuatan laporan ini.
Editor
iii
Kontributor
Hatfindo Prima
Jl. Bango 2-4
Tanah Sareal Bogor
Indonesia
iv
1. PENDAHULUAN: MENGAPA MEMONITOR
CADANGAN KARBON NUNUKAN?
1
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
2
3
Gambar 1.1. Peta Nunukan, Kalimantan Timur. Lokasi studi proyek FORMACS
Pendahuluan: mengapa memonitor cadangan karbon Nunukan?
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
dan diekspor ke Amerika Serikat, Jepang, kayu menjadi berkurang. Apabila suatu area
Eropa dan China. Hampir lima juta meter telah ditebang semua dan kayu-kayu yang
kubik kayu mengalir ke Malaysia tiap tahunnya bernilai ekonomi telah habis, penebangan
(EIA and Telapak Indonesia, 2001). Selain illegal tidak menjadi isu hangat lagi.
menyebabkan hilangnya keanekaragaman Masyarakat lokal mengetahui bahwa mereka
hayati dan kerusakan ekologi pada ekosistem, tidak dapat lagi tergantung pada penebangan
penebangan liar juga menimbulkan biaya illegal untuk kelangsungan hidupnya, oleh
ekonomi dan kesehatan akibat asap pemba- karena itu pertanian berkelanjutan dan
karan lahan yang umumnya terjadi setelah kegiatan pengelolaan hutan berbasis
penebangan liar. Perkiraan nilai royalti, dana masyarakat menjadi alternatif yang mungkin
reboisasi dan pembayaran pajak ekspor yang untuk dilakukan. Pengelolaan Sumberdaya
tidak masuk ke kas Pemerintah Indonesia Alam Berbasis Masyarakat akan mampu
akibat pencurian kayu berjumlah sekitar memberikan keuntungan bagi masyarakat
US$600 juta per tahun2. Situasi seperti ini sebagai alternatif penebangan illegal dan
dapat dijumpai di Kabupaten Nunukan, yang pengelolaan hutan (dari pengelolaan hutan
dipicu oleh dekatnya jarak kabupaten ini industri skala besar ke pengelolaan multiguna
dengan negara bagian Sabah, Malaysia Timur. skala kecil) yang menggabungkan antara
Kayu gergajian terus mengalir melewati perba- produksi kayu dengan konservasi
tasan meskipun adanya larangan ekspor kayu. keanekaragaman hayati, mempertahankan
fungsi ekosistem dan penyerap karbon.
Masalah penebangan liar merupakan
masalah nasional dan global. Meskipun
demikian Proyek FORMACS berusaha 3. Kebakaran
mengatasi masalah penebangan liar ini dengan Kebakaran dan kekeringan skala besar telah
melakukan kegiatan di tingkat desa, kecamatan menjadi bagian dari Kalimantan Timur pada
dan kabupaten, dimana hasil kegiatan akan dua dekade terakhir ini. Meskipun kebakaran
terlihat dampaknya. Sementara ini, konsesi terjadi setiap tahun, namun kebakaran skala
hutan diberikan kepada perusahaan- besar selalu berkaitan dengan ENSO (El Nino
perusahaan besar dan hutan dianggap sebagai Southern Oscillation) yang saat ini memiliki
sumberdaya yang dapat diakses oleh siapapun, siklus tiga-lima tahunan. Selama kejadian
sehingga masyarakat berlomba-lomba untuk kebakaran tahun 1997/1998, jumlah karbon
mendapatkan bagian sumberdaya tersebut yang dilepaskan ke atmosfir melalui
sebelum diambil oleh orang lain. Konsep pembakaran gambut dan vegetasi di Indonesia
seperti ini perlu diubah menjadi konsep diperkirakan antara 0.81 and 2.57 Gt. Jumlah
pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang ini setara dengan 13-40% dari rata-rata emisi
mengedepankan masyarakat sebagai pelindung karbon global dari bahan bakar fosil per tahun
sumberdaya di sekitar mereka. Dalam konsep (Page, et al., 2002). Kebakaran umumnya
ini kerjasama antara masyarakat dengan badan terjadi di lahan-lahan yang terdegradasi (hutan
hukum lokal dan badan pemerintahan bekas tebangan, semak belukar, and padang
merupakan prasyarat utama. alang-alang). Sekitar 80% kebakaran umumnya
terjadi di daerah perkebunan (GTZ, 2000) dan
Sebagian besar lahan hutan yang hampir semua kebakaran diawali oleh
berbatasan dengan desa telah ditebang oleh pembukaan lahan, baik secara intensif untuk
perusahaan kehutanan sehingga keberadaan perkebunan besar maupun dengan tebas bakar
2
untuk pertanian rakyat. Api juga sering
Press release dari World Bank on Decalaration of Forest
Law Enforcement and Governance http://siteresources. digunakan masyarakat lokal sebagai alat
worldbank.org/INTINDONESIA/FLEG/20172547/FLE mempertahankan diri dalam menyelesaikan
G+Conference+Press+Release.pdf konflik (Tomich et al., 1998).
Diakses pada 21 March 2005
4
Pendahuluan: mengapa memonitor cadangan karbon Nunukan?
5
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
pertanian yang memadukan pohon dengan tidak bisa lagi dianggap sebagai satu-satunya
tanaman pangan. Selain itu juga sumber pendapatan keluarga. Oleh karena itu
mengembangkan teknologi pertanian pertanian merupakan alternatif yang menarik
berkelanjutan dengan input rendah (LEISA) yang masih mempunya potensi untuk
serta sistem pengelolaan hutan berbasis dikembangkan. Meskipun pemasaran
masyarakat. Teknologi ini juga akan merupakan kendala mengingat jarak yang jauh
mengurangi penggunaan api sehingga dapat ke pasar dan tingginya biaya trasportasi.
mengurangi resiko kebakaran.
Proyek FORMACS bersama mitra kerja
bersama-sama melakukan kegiatan untuk
6. Kurangnya alternatif ekonomi mengidentifikasi komoditi yang sesuai dan
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia berpotensi untuk dipasarkan. Peluang ekowi-
(1998), penambangan dan pabrik merupakan sata berbasis sumberdaya, termasuk keragaman
sumber yang paling penting (74%) bagi Gross hayati, juga digali melalui berbagai pertemuan
Domestic Regional Product dari Kalimantan antara pemerintah daerah dan masyarakat,
Timur. Sebagian besar pabrik skala menengah sehingga semua pihak sadar akan potensi
dan skala besar, berbasis produksi kayu dan keuntungan dari konservasi ekosistem alam.
pulp ada di provinsi ini. Meskipun propinsi ini
sangat makmur dari segi sumberdaya alamnya,
namun sebagian besar penduduk lokalnya Gambar 1.2 mendeskripsikan kerangka kerja
terbelakang dan mengalami kesulitan dalam aktivitas FORMACS secara skematik. Secara
memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan sederhana, aktivitas FORMACS didasarkan
serta penyuluhan pertanian. Bagi masyarakat pada pilihan untuk meningkatkan kehidupan
dan pemerintah daerah penebangan kayu menjadi lebih baik sehingga dapat menekan
merupakan sumber keuangan yang melimpah. keinginan untuk mengkonversi hutan dan
Di Kecamatan Sebuku and Sembakung, akan berupaya menurunkan kemiskinan serta
pendapatan rumah tangga sebagian besar meningkatkan cadangan karbon.
tergantung pada penebangan kayu liar dan
hanya sebagian kecil dari hasil menjual produk
pertanian. Saat ini ketersediaan kayu komersial Kegiatan monitoring karbon di
yang bisa ditebang semakin berkurang, Nunukan
sehingga masyarakat desa sulit memperoleh
pendapatan dari kayu untuk memenuhi FORMACS merekomendasikan teknologi
kebutuhan pokok mereka. Masyarakat dan yang menggabungkan antara tanaman pangan
pemerintah daerah menyadari bahwa kayu dengan pohon serta teknologi pertanian
6
Pendahuluan: mengapa memonitor cadangan karbon Nunukan?
berkelanjutan dengan input rendah, sebagai Untuk mencapai tujuan tersebut di atas,
pilihan petani dalam mengelola lahannya. ada empat kegiatan yang dilakukan yaitu:
Rekomendasi ini diberikan karena penggunaan
1. Survei sosial ekonomi untuk skala rumah
lahan dengan teknologi tersebut akan
tangga.
memberikan sumber penghidupan yang
berkelanjutan bagi petani serta meningkatkan Survei ini dilakukan di Kecamatan Sebuku
atau mempertahankan penyerapan karbon. and Sembakung untuk mengetahui sistem
penggunaan lahan yang dikelola petani
Seberapa besar keberhasilan sistem berikut data produktivitas dan profitabilitas-
penggunaan lahan yang direkomendasikan nya. Produktivitas dan profitabilitas dari
dapat berfungsi sebagai penyimpan karbon suatu sistem penggunaan lahan merupakan
perlu selalu dinilai dan dipantau. Proses faktor penentu bagi petani dalam
penilaian dan pemantauan ini dilakukan dalam memutuskan sistem yang akan diterapkan di
kegiatan monitoring karbon. lahannya. Secara tak langsung, faktor-faktor
ini juga menentukan jumlah cadangan
Ponce-Hernandez (2004) mengembangkan karbon yang terserap antar waktu.
metode, model dan perangkat lunak untuk 2. Pengukuran cadangan karbon pada skala plot.
memonitor cadangan karbon dan menyusun
Cadangan karbon diukur pada berbagai
skenario penggunaan lahan yang pada
plot contoh yang dibuat pada setiap
berbagai peroyek karbon di Meksiko dan
penggunaan lahan. Jumlah cadangan
Kuba. Metode untuk memonitor karbon yang
karbon yang terukur pada masing-masing
dikembangkannya ini mengintegrasikan
penggunaan lahan akan menjadi nilai
metode pengumpulan data secara biofisik dan
kemampuan sistem penggunaan lahan
pemodelan penggunaan lahan dengan
tersebut dalam menyerap karbon.
memanfaatkan pengideraan jarak jauh.
3. Analisis perubahan penutupan lahan dengan
Proyek FORMACS telah mengimplemen- menggunakan pengideraan jarak jauh.
tasikan pendekatan Rapid Carbon Stocks Citra satelit dianalisa untuk mendapatkan
Assessment (RaCSA)3 untuk memonitor peta penutupan lahan dalam dua periode
cadangan karbon di Nunukan. Aktivitas yang berbeda, yang selanjutnya digunakan
monitoring karbon dengan pendekatan ini untuk menduga perubahan penutupan
mempunyai tiga tujuan utama yaitu: lahan. Dengan menggunakan hasil dari
studi cadangan karbon pada skala plot
1. Untuk mengestimasi cadangan karbon di
(kegiatan 2), maka cadangan karbon pada
Nunukan pada skala plot maupun lansekap
skala lanskap (bentang lahan) dan
(bentang lahan).
perubahannya antar waktu dapat diduga.
2. Untuk menduga sistem penggunaan lahan
4. Simulasi model lanskap.
yang dikelola petani di Nunukan yang ber-
potensi sebagai sumber penyimpan karbon. Untuk memprediksi dinamika cadangan
karbon pada skala lanskap dilakukan
3. Untuk memprediksi dinamika cadangan
simulasi dengan menggunakan model
karbon di Nunukan.
FALLOW4. Model ini mensimulasikan
3 Rapid Carbon Stocks Assessment (RaCSA) dampak pengambilan keputusan oleh petani
dikembangkan oleh ICRAF untuk menduga cadangan dalam mengelola lahannya terhadap
carbon pada skala lanskap. ICRAF juga mengembangkan
Rapid Hydrologocal Assesment (RHA) untuk menduga
dinamika cadangan karbon pada skala
fungsi hidrologi pada Daerah Aliran Sungan (DAS). Saat
4 FALLOW (Forest, Agroforest, Low-value Land Or
ini sedang diuji dan dikembangkan Rapid Biodiversiy
Assesment (RaBA) untuk menduga keanekaragaman hayati Waste-land?) adalah model dinamika lanskap yang
pada skala lanskap. Dengan demikian, ada tiga alat yang dikembangkan oleh ICRAF. Informasi lebih jauh dapat
menjadi dasar untuk menduga jasa lingkungan yang dilihat pada http://www.worldagrofrestrycentre.org/sea/
diberian oleh suatu daerah. products/models
7
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 1.3. Keterkaitan antara bab-bab pada laporan ini (nomor pada gambar ini menunjukkan nomor bab
dalam laporan ini).
lanskap. Berbagai skenario yang mungkin menggunakan analisis penginderaan jarak jauh.
diambil oleh petani untuk menanggapi Model simulasi yang mengintegrasikan semua
peluang yang telah ada juga dievaluasi. hasil yang ada dari bab 2, 3 dan 4 dilaporkan
dalam bab 5. Kegiatan ini mensimulasikan
Keempat kegiatan dalam RaCSA dinamika cadangan karbon akibat perubahan
dirangkum dalam laporan ini. Gambar 1.3. lanskap dari waktu ke waktu karena perubah-
menunjukkan keterkaitan berbagai aktivitas an perilaku petani dalam mengelola lahannya.
dan bab-bab dalam laporan ini.
Studi yang dilaporkan di sini merupakan
Bab 2 dari laporan ini memberikan salah satu contoh pendekatan yang terintegrasi
informasi mengenai latar belakang mengapa dalam memonitor cadangan karbon yang
Kabupaten Nunukan dijadikan sebagai lokasi dapat diaplikasikan di lapangan. Hasil dari
studi proyek ini dan mendiskripsikan sistem kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk
penggunaan lahan yang umum dikelola oleh menduga dinamika cadangan karbon pada
petani. Pengukuran cadangan karbon pada berbagai skenario yang mungkin terjadi dan
berbagai sistem penggunaan lahan dilaporkan dapat dimanfaatkan untuk memulai suatu
pada bab 3. Bab ini juga menganalisis dialog dengan petani tentang berbagai pilihan
kemampuan masing-masing lahan dalam yang ada yang dapat memberikan manfaat
menyerap karbon dari waktu ke waktu. bagi kehidupan mereka dan lingkungan. Hasil
Sebagai tambahan, di dalam bab ini didoku- ini juga dapat dijadikan langkah awal untuk
mentasikan spesies-spesies pohon yang ditemu- berdialog dengan pengambil kebijakan di
kan pada tiap-tiap sistem penggunaan lahan. tingkat lokal maupun nasional, sehingga
dengan kebijakan ini masyarakat lokal mampu
Bab 4 mendeskripsikan pendugaan untuk mengelola lahannya dengan cara yang
cadangan karbon pada skala lanskap dengan berkelanjutan.
8
2. STUDI SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN
SEBUKU DAN SEMBAKUNG, KABUPATEN
NUNUKAN, KALIMANTAN TIMUR
9
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
informasi mengenai latar belakang sosial- utara dengan Sabah dan di sebelah barat
ekonomi petani dan sistem pertanian yang dengan Sarawak (Tabel 2.1).
mereka kelola. Dengan mengkombinasikan
hasil survei dan data sekunder, maka akan
diperoleh informasi mengenai: Tabel 2.1. Posisi geografi Kabupaten Nunukan
10
Studi sosial ekonomi di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Nunukan adalah 5,9 ~ 6 orang per km2. hingga landai. Perbukitan di sebelah selatan
Kecamatan Sebatik dan Nunukan merupakan bagian tengah mempunyai ketinggian antara
daerah padat penduduk, sekitar 72% 500-1.500 meter di atas permukaan laut.
penduduk Kabupaten Nunukan tinggal di Topografi perbukitan bersudut kemiringan
kecamatan ini (BPS Kabupaten Nunukan, lebih dari 30%. Pada daerah dataran tinggi
2002) dengan kepadatan penduduk 6,81 dan kemiringan berkisar antara 8-15%.
26,87 orang per km2 untuk Kecamatan Sebatik
dan Nunukan (Kabupaten Nunukan Dalam Kondisi tanah
Angka, 2001).
Jenis tanah di bagian barat Kabupaten
Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Nunukan dan sebagian Pulau Nunukan serta
CARE Internasional Indonesia tahun 2005, Pulai Sebatik adalah Podsolik Merah Kuning
Kecamatan Sebuku mencakup 21 desa dengan dengan tingkat kesuburan relatif rendah dan
jumlah penduduk 4.064 orang yang terdiri dari memiliki lapisan 'top soil' yang tipis. Jenis
54% laki-laki dan 46% wanita. Kecamatan tanah pada dataran rendah di sepanjang sungai
Sembakung mencakup 18 desa dengan jumlah dan laut berupa sedimen tanah Gleysol yang
penduduk 6.010 orang dengan perbandingan berwarna abu-abu.
laki-laki dan perempuan hampir sama seperti
di Kecamatan Sebuku. Struktur tanah di Kabupaten Nunukan
didominasi oleh struktur gumpal bersudut,
yang mempunyai konsistensi dari teguh
Iklim dan topografi
sampai sangat teguh dan mempunyai pori-pori
Suhu udara yang diukur di Nunukan (ibukota sedikit yang tersebar pada lapisan atas.
Kabupaten Nunukan) rata-rata 27,4OC. Suhu Kedalaman tanah efektif dari dangkal sampai
terendah terjadi pada bulan Juni dengan rata- sangat dangkal dengan derajat keasaman (pH)
rata 23OC dan suhu tertinggi pada bulan April berkisar antara 3,5-4,5. Air tanah banyak
dan September dengan rata-rata 32,2OC. terdapat di permukaan, maka drainase tanah
menjadi buruk, terutama pada daerah-daerah
Rata-rata curah hujan tahunan adalah dengan topografi datar di sepanjang sungai.
2.326,7 mm per tahun dan rata-rata curah
hujan bulanan 194 mm per bulan. Curah Kondisi tanah pada daerah dataran tinggi
hujan tertinggi terjadi pada Bulan Mei dengan relatif mudah mengalami erosi khususnya
rata-rata 367 mm dan terendah pada Bulan daerah-daerah yang gundul. Tanah-tanah rawa
Juli yaitu 88 mm. Kelembaban udara berkisar umumnya hampir sepanjang tahun digenangi
antara 82% sampai dengan 87%. Kecepatan air.
angin rata-rata 5 knots.
Daerah aliran sungai (DAS)
Wilayah Kabupaten Nunukan didominasi
oleh satuan fisiografi gunung (mountain) dan Di Kabupaten Nunukan daratan terdapat dua
dataran (plain). Satuan fisiografi gunung DAS utama yaitu DAS Sebuku yang
sebagian besar berada di bagian barat menjangkau Kecamatan Sebuku dan DAS
Kabupaten Nunukan memanjang ke arah Sembakung yang menjangkau wilayah
Kabupaten Malinau hingga perbatasan Kecamatan Sembakung dan Kecamatan
Malaysia. Perbukitan sebagian besar berada di Lumbis. Kedua sungai tersebut memiliki debit
bagian barat Kabupaten Nunukan yang air yang besar sepanjang tahun. Sungai-sungai
merupakan wilayah pegunungan memanjang yang ada di Kabupaten Nunukan ditampilkan
dengan ketinggian 1.500-3.000 meter di atas pada Tabel 2.3.
permukaan laut. Pada bagian tengah sedikit
berbukit dan bagian timur bergelombang
11
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Tabel 2.3. Sungai-sungai di Kabupaten Nunukan meter masuk ke daerah daratan atau berada
pada 50 - 150 meter dari garis pantai atau
No. Nama Panjang (km)
sungai. Lahan persawahan yang tersedia di
1 Sembakung 278 Kabupaten Nunukan masih cukup luas,
2 Sulanan 52
3 Sumalungun 42
namun belum dimanfaatkan dengan baik
4 Sepadaan 32 oleh penduduk.
5 Itay 146
6 Sebuku 115 3. Daerah perladangan
7 Agisan 62 Daerah perladangan umumnya berada di
8 Tikung 50
9 Tabut 30
bagian atas daerah pesawahan.
10 Simenggaris 36
4. Daerah perkebunan
Sumber: BAPPEDA Propinsi Kalimantan Timur
Daerah perkebunan berada di Sungai
Pancang, Kecamatan Sebatik dan
Tata guna lahan sekitarnya. Daerah ini cukup baik untuk
dikembangkan sebagai perkebunan kakao,
Tata guna lahan di Kabupaten Nunukan kopi, cengkeh, kelapa dan pisang. Daerah-
dibagi menjadi beberapa kriteria yaitu: daerah lain yang juga dapat dikembangkan
1. Daerah perkampungan/pemukiman sebagai perkebunan kopi dan cengkeh
Penduduk umumnya menempati daerah- adalah daerah di sekitar Sungai Sebuku.
daerah yang datar di atas ketinggian 2 - 10
meter dari permukaan laut (dpl), hanya Hasil Survei Rumah Tangga
sebagian kecil dari mereka yang menempati
daerah-daerah bukit.. Pemukiman pendu-
duk sebagian besar berada di sepanjang Demografi
pantai, sungai atau di tepi jalan yang ada. Responden dalam survei ini sebagaian besar
adalah kepala keluarga (ayah/suami), kecuali
2. Daerah pesawahan
ada dua keluarga di Sembakung yang diwakili
Daerah persawahan umumnya berada di oleh anggota keluarganya (ibu/istri). Tabel 2.4
belakang pemukiman, sekitar 100 - 500 dan 2.5 menampilkan profil kependudukan
Tabel 2.4. Profil kependudukan responden dan keluarga tambahannya di Kecamatan Sebuku dan
Sembakung
12
Studi sosial ekonomi di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
13
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Table 2.6. Tingkat pendidikan responden (lama Tabel 2.8. Pekerjaan yang dilakukan oleh
sekolah) responden dan anggota keluarga lainnya
14
Studi sosial ekonomi di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Informasi ini diperoleh ketika responden lahan pada masyarakat Dayak Agabag yang
ditanya tentang berapa banyak pendapatan meliputi 85% dari masyarakat yang disurvei.
yang mereka terima dari menjual kayu hutan Studi rumah tangga ini hanya memfokuskan
(lihat bagian Pendapatan). pada kepemilikan lahan secara individu oleh
petani.
Kamelarczyk (2004) melakukan penelitian
di Kabupater Malinau5, Kalimantan Timur Tiap-tiap rumah tangga yang disurvei
mengenai dampak pemberian ijin memiliki paling tidak satu plot. Jumlah plot
pengusahaan hutan (IPPK = Ijin Pemungutan terbanyak yang dimiliki oleh rumah tangga
dan Pemanfaatan Kayu), terhadap kehidupan adalah 4 plot (Tabel 2.11). Enam puluh tiga
masyarakat di tiga desa. Hasil dari studi persen dari responden hanya memiliki satu
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata rumah plot. Total plot yang disurvei adalah 75 plot.
tangga yang mempunyai aktivitas
berhubungan dengan pemanenan hasil hutan Sebagian besar plot diperoleh dari warisan
adalah 46% pada pemanenan kayu, 70% (Tabel 2.12), hal ini menunjukkan bahwa
berburu, mencari ikan 85%, mengumpulkan sebagian besar responden bukanlah penduduk
gaharu 20%, mengumpulkan rotan 35% dan baru di daerah tersebut (minimal generasi
mengumpulkan buah-buahan 47%. kedua). Pembukaan lahan hutan adalah cara
kedua yang dilakukan untuk memperoleh
Penggunaan lahan dan kepemilikan lahan.
lahan
Sistem Usaha Tani
Di Nunukan, lahan dimiliki secara individu
maupun kelompok (sebagai lahan komunal). Secara keseluruhan ada empat sistem usaha
Tabel 2.10 menampilkan sistem kepemilikan tani yang ditemukan di lokasi survei yaitu:
padi tadah hujan, perkebunan rakyat, jakaw
Tabel 2.10. Sistem kepemilikan dan alokasi lahan pada masyarakat Dayak Agabag
Kepemilikan Lahan
Individu Kelompok
Jenis penggunaan lahan Pemukiman, Kebun dan Ladang Gua walet (Collocalia sp.), sungai dan hutan
Cara memperoleh lahan Membuka hutan, warisan Adat, kesepakatan kelompok
Ukuran lahan 0.5 – 1.5 ha per rumah tangga 10 – 10 000 ha
Tanda batas Pohon-pohonan/Tanam- Batas alam (sungai, bukit, gunung)
tanaman
Sumber: Dokumen Amdal Kabupaten Nunukan, 2002
Tabel 2.11. Sebaran plot yang dimiliki oleh Tabel 2.12. Cara untuk mendapatkan lahan
rumah tangga
Persentase plot dalam tiap-tiap lokasi
Jumlah Rumah tangga Sebuku Sembakung Total
Jumlah plot
Sebuku Sembakung Total Warisan 49 45 47
1 19 (37) 13 (25) 32 (63) Membuka lahan 25 42 35
2 6 (12) 10 (20) 16 (31) Membeli 3 - 1
3 1 (2) 1 (2) Hibah 23 10 16
4 1 (2) 1 (2) 2 (4) Bagi hasil - 3 1
Total Plot 35 (51) 40 (49) 75 (100)
* Nilai di dalam kurung menunjukkan persentase dari
5 Sebelum tahun 1999, Malinau dan Nunukan masuk dalam
plot.
wilayah Kabupaten Bulungan.
15
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
dan agroforestri. Sawah tadah hujan adalah oleh 98% rumah tangga. Pada sistem
satu-satunya sistem berbasis tanaman pangan agroforestri dikombinasikan antara pohon
yang ditemukan di lokasi survei, sedangkan kopi atau pohon buah-buahan seperti
lainnya berupa sistem berbasis pohon. Tabel rambutan, langsat dan lay dengan tanaman
2.13 memberikan deskripsi umum mengenai pangan setahun seperti kacang panjang,
masing-masing sistem berbasis pohon yang jagung dan kacang tanah. Sistem agroforestri
ditemukan. mencakup 63,1 ha atau 71% dari total areal
sistem pertanian yang dimiliki oleh responden
Ada dua tipe perkebunan rakyat yaitu lada (Gambar 2.2).
monokultur dan kelapa sawit. Kelapa sawit
sepertinya baru ditanam di daerah ini, terlihat Sebagian besar plot (69%) mempunyai
dari stadia pertumbuhannya yang masih muda. tujuan semi-komersial, memenuhi kebutuhan
Kelapa sawit ini ditanam bersama-sama rumah tangga untuk konsumsi sendiri
dengan padi lahan kering. maupun sebagai penyedia pendapatan. Hanya
kurang dari 3% sistem usaha tani yang
Sekitar 35% dari plot-plot yang ada berasal mempunyai tujuan komersial.
dari hutan, sebagian besar dibuka menjadi
sistem agroforestri berbasis pohon buah- Rata-rata ukuran plot di Kecamatan
buahan. Sistem tersebut paling banyak Sebuku adalah satu hektar, sementara di
dijumpai di daerah studi saat ini, yaitu sekitar Kecamatan Sembakung lebih luas yaitu 1,4
83% dari total plot (Tabel 2.14), yang dikelola hektar. Ukuran lahan yang dimiliki petani di
16
Studi sosial ekonomi di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Tabel 2.14. Jumlah plot dan rata-rata ukuran plot pada sistem pertanian di Kecamatan Sebuku dan
Sembakung.
Tabel 2.15. Input tenaga kerja pada masing-masing sistem usaha (dalam HOK tahun-1 hektar-1)
Kecamatan Sebuku adalah 1,3 ha dan di Tenaga kerja yang diperlukan untuk
Sembakung 2,16 hektar. aktivitas pemanenan dan pasca panen pada
sistem lada monokultur terlihat sangat sedikit.
Kemungkinan karena lada merupakan
Input
tanaman yang pematangan buahnya terjadi
Input pada sistem usaha tani dikelompokkan secara beruntun sehingga aktivitas pemanenan
menjadi dua komponen yaitu: tenaga kerja dan sepertinya dimasukkan sebagai bagian dari
non tenaga kerja. Non tenaga kerja meliputi pemeliharaan.
pupuk, pestisida dan herbisida. Pada area studi
ini, input non tenaga kerja tidak digunakan Sistem kelapa sawit di daerah ini masih
oleh petani, kecuali pada perkebunan rakyat pada tahap awal pertumbuhan, sehingga
dan beberapa plot sistem agroforestri. masih ditanami padi tadah hujan. Jumlah
tenaga kerja yang diperlukan untuk aktivitas
Total input tenaga kerja untuk sistem pemanenan pada sistem ini (Tabel 2.15)
usaha tani di daerah studi berkisar antara 113 berkaitan dengan pemanenan padi lahan
sampai 149 hari orang kerja (HOK) tahun-1 kering (lihat penerimaan yang diperoleh dari
hektar-1. Untuk sistem berbasis pohon, masing-masing sistem dalam Tabel 2.16).
aktivitas persiapan lahan diperlukan hanya
pada permulaan tanam. Sehingga setelah Tabel 2.16 menunjukkan suatu perkiraan
tahun pertama, kebutuhan tenaga kerja pada kasar mengenai penerimaan yang diperoleh
sistem ini akan berkurang antara 23-36%. dari masing-masing sistem. Penerimaan
Pada sistem berbasis pohon, pemeliharaan dihitung dari rata-rata hasil panen komoditi
plot merupakan komponen utama dari input pada masing-masing sistem, dikalikan dengan
tenaga kerja yaitu berkisar antara 47-61% dari harga. Seperti telah disebutkan bahwa hanya
total input tenaga kerja. 3% dari plot di area studi yang mempunyai
17
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
tujuan komersial dan sekitar 46% mempunyai Untuk responden di daerah Sebuku,
tujuan semi komersial, sehingga tidak semua sumber pendapatan berasal dari aktivitas
produk dari sistem usaha tani akan dijual dan pertanian maupun dari kehutanan. Di Sebuku,
menjadi sumber uang keluarga. Produk seperti pendapatan dari sektor kehutanan berjumlah
singkong dan padi sebagian besar akan 56% dari total pendapatan rumah tangga,
dikonsumsi sendiri. sedangkan di Sembakung pendapatan dari
sektor kehutanan hanya berjumlah sekitar 7%.
Pendapatan dan pengeluaran rumah Perbedaan tersebut terjadi karena kualitas
tangga hutan yang ada di Sembakung sudah sangat
rendah. Sebagian besar hutan di Sembakung
Sumber utama pendapatan rumah tangga di telah dieksploitasi oleh perusahaan
daerah Sembakung berasal dari aktivitas pengusahaan hutan atau dikonversi menjadi
pertanian (Tabel 2.17). Pada aktivitas perkebunan kelapa sawit maupun tanaman
pertanian tersebut pendapatan diperoleh dari industri yang menanam Acacia mangium
produk yang dipasarkan, sedangkan produk (CARE, 2005).
yang dikonsumsi sendiri oleh masing-masing
rumah tangga tidak dimasukkan dalam Di sisi lain, aktivitas non-pertanian di
pendapatan. Sembakung memberikan sumbangan
6 Nilai tukar pada Bulan Desember 2003 - April 2004 adalah sekitar Rp. 8.900 per US$.
18
Studi sosial ekonomi di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
pendapatan 88% lebih tinggi bila Rp. 15.000.000 per tahun. Di Malinau
dibandingkan dengan di Sebuku. Hal ini (Kamelarczyk, 2004), masyarakat yang tinggal
menunjukkan adanya perbedaan strategi antara di hutan Tanjung Naga pada tahun 2001
kedua desa tersebut dalam upaya untuk menerima kompensasi sebesar Rp. 100 juta
memenuhi kebutuhannya, karena dipengaruhi untuk kayu yang telah diambil hingga tahun
oleh sumberdaya yang ada. 2000. Uang yang diterima oleh masing-masing
rumah tangga berkisar antara Rp. 1.950.000
Perbedaan pilihan hidup yang ditemukan hingga Rp. 6.282.000 per periode IPKK.
di masing-masing kecamatan, mempengaruhi
pendapatan per kapita dan pendapatan per Indikator kemiskinan nasional untuk
rumah tangga (Tabel 2.17). Sebuku daerah pedesaan di Indonesia adalah Rp. Rp.
mempunyai pendapatan rumah tangga dan 105.888 per orang per bulan. (BPS, 2003).
pendapatan perkapita lebih tinggi bila Sementara itu, indikator regional untuk
dibandingkan dengan responden di Kalimantan Timur adalah Rp. 145.460 per
Sembakung. orang per bulan. Secara rata-rata, pendapatan
per kapita untuk Sebuku dan Sembakung ada
Di Sebuku, dua orang responden di atas rata-rata untuk indikator nasional
menerima pendapatan dari upah IPPK kayu maupun regional. Tetapi, apabila dilihat pada
masing-masing Rp. 1.250.000 per bulan atau individu rumah tangga, 4% dari rumah tangga
19
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
di Sebuku berada di bawah indikator Kayu adalah produk hutan yang paling
kemiskinan regional dan 1% berada di bawah menarik di daerah ini, oleh karena itu
indikator kemiskinan nasional. Untuk penebangan hutan merupakan aktivitas non
responden di Sembakung, persentase rumah pertanian yang paling menarik. Aktivitas
tangga yang berada di bawah indikator penebangan hutan juga menghasilkan
kemiskinan lebih tinggi, 44% dibawah penerimaan yang lebih tinggi bila
indikator kemiskinan regional dan 28% di dibandingkan dengan aktivitas pertanian.
bawah indikator kemiskinan nasional. Literatur yang ada belum banyak memberikan
informasi mengenai aspek soial ekonomi pada
Sekitar 46% pengeluaran rumah tangga tingkat keluarga, meskipun sebagian besar
dialokasikan untuk makanan. Transportasi literatur mengakui aktivitas penebangan kayu
kelihatannya merupakan komponen penting (illegal atau legal) sebagai bagian dari pilihan
dari pengeluaran yang mencapai 16% dari hidup masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
seluruh pengeluaran. Proporsi pengeluaran Kalimantan (Levang, 2002). Sulit untuk
yang dialokasikan untuk kesehatan sekitar 8%, mendapatkan perkiraan berapa besar
sama dengan alokasi untuk rokok. Dalam hal sumbangan dari aktivitas penebangan kayu
rasio pengeluaran dan pendapatan, 33% dari terhadap tingkat pendapatan rumah tangga.
pendapatan digunakan untuk pengeluaran Sebagian besar literatur yang ada
rumah tangga. mendiskusikan mengenai ekonomi dari
penebangan kayu, illegal atau legal, oleh
pengusahaan hutan pada skala regional dan
Diskusi nasional (Casson dan Obidzinsky, 2002;
Resosudarmo dan Dermawan, 2002 dan
Survei rumah tangga dilakukan untuk Smith et al., 2003). Bahasan utama pada
mengetahui mata pencaharian (pilihan hidup) penebangan legal adalah mengenai hal-hal
masyarakat yang ada di sekitar hutan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan yang
Kabupaten Nunukan. Memahami pilihan menyoroti pentingnya cara yang berkelanjutan
hidup masyarakat merupakan hal yang sangat dalam pemanenan kayu hutan (Barr, 2002 dan
diperlukan untuk mengetahui dan Sist et al., 2003). Diskusi mengenai
membandingkan keputusan yang dibuat oleh penebangan illegal sebagian besar menyangkut
petani dalam mengelola lahannya berdasarkan kebijakan dan aspek pemerintahan,
pilihan yang ada. menekankan pada perlunya pemantauan
penebangan illegal yang lebih baik untuk
Hasil survei dari dua kecamatan di menyelamatkan kehilangan pendapatan lokal
Kabupaten Nunukan secara jelas dan nasional dari pajak pemungutan kayu
menunjukkan perbedaan pilihan hidup karena (Taconi, 2004). Suatu studi tentang perspektif
perbedaan sumber daya yang ada, dalam kasus rumah tangga terhadap penebangan kayu dan
ini adalah kualitas hutan. Pendapatan petani di sumbangan ekonominya terhadap ekonomi
Sebuku berasal dari aktivitas pertanian dan rumah tangga sangat diperlukan. Dengan
produk-produk hutan, sedangkan sebagian tujuan untuk memperoleh gambaran
besar pendapatan petani di Sembakung berasal mengenai alternatif kegiatan yang dapat
dari aktivitas pertanian. Dari hasil studi pada dilakukan petani untuk memperoleh
dua kecamatan di Kabupaten Nunukan pendapatan yang memadai, sebagai bagian
didapatkan bahwa bila masih tersedia banyak dalam menemukan penyelesaian untuk
hutan dengan kualitas baik, maka pendapatan mempertahankan hutan yang ada dan
yang diperoleh dari hutan dapat memberikan mengurangi deforestasi.
sumbangan hingga 56% terhadap pendapatan
rumah tangga.
20
Studi sosial ekonomi di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
21
3. PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI
ATAS PERMUKAAN TANAH PADA BERBAGAI
SISTEM PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN
NUNUKAN, KALIMANTAN TIMUR
23
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
24
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
25
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
kelas-kelas penutupan lahan yang berkaitan karbon secara lengkap dapat dilihat dalam
dengan siklus dari masing-masing sistem Hairiah et al., 2001. Pada survei ini
penggunaan lahan. Pada survei ini ditentukan pengukuran cadangan karbon hanya dilakukan
'strata' yang dianggap sebagai 'skema stratified di atas permukaan tanah.
sampling'.
Pohon
Pengukuran dilakukan pada 54 plot contoh
(lihat Tabel Lampiran 8) selama periode Cadangan karbon pada suatu sistem
Desember 2003 - Maret 2004, meliputi hutan penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis
primer, hutan bekas tebangan2 (3, 10, 30, 50 vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan
tahun setelah tebang pertama), padi ladang, yang terdiri dari pohon dengan spesies yang
jakaw (1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 15 tahun setelah mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi,
pembukaan lahan), agroforestri (9, 11-20, 21- biomasanya akan lebih tinggi bila
30 tahun) dan alang-alang. Pada tiap-tiap plot dibandingkan dengan lahan yang mempunyai
dilakukan pengukuran diameter dan tinggi spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.
tanaman hidup dan tanaman mati. Tanaman
hidup maupun mati yang berdiameter 5-30 cm Biomasa pohon (dalam berat kering)
diukur pada plot berukuran 10 m x 30 m, dan dihitung menggunakan "allometric equation"
yang berdiameter > 30 cm diukur pada plot berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3
20 m x 100 m. Pengambilan contoh m di atas permukaan tanah3 (dalam cm). Tabel
tumbuhan bawah dan seresah dilakukan 3.1 berisi daftar allometric equation yang
dengan kuadran berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 m digunakan dalam mengestimasi biomasa pada
yang ditempatkan di dalam plot 10 m x 30 m. berbagai jenis vegetasi. Nilai kerapatan kayu
Protokol pengambilan contoh cadangan diambil dari 'literature review' yang dikemas
dalam database4.
Tabel 3.1. Allometric equation yang digunakan pada penghitungan biomass pohon.
26
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Dari berat kering komponen penyimpan C [Mg ha-1] = fcrop Ccrop + ffallow Cfallow =
karbon dalam suatu luasan tertentu kemudian fcrop Ccrop + ffallow (Tfallow Cincr,fallow)/2 (1)
dikonversi ke nilai karbonnya dengan
perhitungan sebagai berikut: Dimana fcrop dan ffallow merupakan fraksi dari
waktu ketika lahan ditanami tanaman pangan atau
Karbon biomasa = Total berat kering * 0.45 di'bera'kan, Ccrop dan Cfallow adalah cadangan
karbon [Mg ha-1] pada fase tanaman pangan dan
'bera', Tfallow adalah waktu yang digunakan dalam
'Time-averaged' cadangan karbon satu kali siklus 'bera' (tahun) dan Cincr,fallow adalah
Untuk membandingkan potensi penyerapan laju penyerapan karbon [Mg ha-1 tahun-1] selama
karbon pada berbagai sistem penggunaan fase 'bera'.
lahan, perlu diketahui waktu siklus karbon,
nilai minimum dan maksimum karbon yang
diharapkan pada suatu lanskap. Jika tidak ada Hasil dan Pembahasan
proses kegiatan intensifikasi atau adopsi cara
baru, diasumsikan bahwa semua fase dari Keragaman pohon
siklus karbon yang mewakili secara spasial
sesuai dengan proporsinya secara total. "Time- Keragaman kerapatan jenis kayu
averaged' cadangan karbon didefinisikan
Rangkuman dari nilai kerapatan kayu
sebagai integral antar waktu dari cadangan
(berdasarkan database) untuk spesies yang
karbon pada masing-masing fase dari suatu
ditemukan pada berbagai sistem penggunaan
siklus, dibagi dengan lama siklus. Untuk
lahan di Kabupaten Nunukan dicantumkan
sistem pertanian rotasional (bergilir), 'time-
dalam Tabel 3.2. Hutan primer mempunyai
averaged' cadangan karbon dapat digunakan
prosentase spesies dengan kerapatan kayu
untuk menduga pada skala lanskap (Palm,
berat hingga sangat berat sekitar 42%, hutan
1995). Di Nunukan, sistem jakaw-padi adalah
bekas tebangan 32%, agroforestri 11% dan
suatu sistem rotasi. Dengan mengasumsikan
jakaw 19%. Jakaw dan agroforestri didominasi
laju penyerapan karbon selama 'bera' dengan
oleh pohon dengan kerapatan kayu rendah
'time-independent', maka 'time-averaged'
hingga sedang (sekitar 80%).
cadangan karbonnya dapat dihitung dengan:
Tabel 3.2. Kerapatan kayu dan sebaran kualitasnya pada berbagai sistem penggunaan lahan.
Nilai Tengah5 Sebaran spesies7 (%)
Sistem penggunaan
Kerapatan kayu
lahan Ringan Sedang Berat Sangat berat
(Mg6.m-3)
Hutan primer 0.68 34.2 23.4 11.7 30.6
Hutan bekas tebangan 0.61 25.9 41.3 17.6 15.2
Agroforestri 0.60 50.1 38.1 7.0 4.7
Jakaw 0.59 61.7 18.8 12.5 7.0
5
Nilai Kerapatan kayu diperoleh dari referensi berdasarkan penelitian. Sebagai contoh: Tengkawang (Shorea stenoptera
Burck.) mempunyai nilai kerapatan kayu of 0,31 - 0,57 Mg.m-3. Dengan demikian nilai tengah kerapatan kayu
Tengkawang adalah 0.42 Mg.m-3.
6
Mg = 106 g = 1 ton. Dalam studi ini, kita menggunakan satuan Mg.m-3 untuk menggantikan satuan kg.m-3, dengan
alasan satuan Internasional tersebut setara dengan gr.cm-3 (sementara kg.m-3 = 1000 x gr.cm-3).
7
Kayu digolongkan ringan apabila kerapatannya < 0,6 gr.cm-3, sedang 0,6 - 0,75 gr.cm-3, berat 0,75 - 0,9 gr.cm-3 and
sangat berat > 0,9 gr.cm-3 (Pendidikan Industri Kayu Atas, 1979).
27
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 3.2. Frekuensi kumulatif kerapatan kayu pada hutan primer, hutan bekas tebangan, agroforestri dan
jakaw di Kabupaten Nunukan.
Spesies pohon di hutan primer mempunyai yang memiliki kisaran kerapatan kayu dari
nilai tengah kerapatan kayu yang relatif tinggi berat hingga sangat berat dan Sapotaceae
yaitu 0,68 g cm-3, sedangkan pada hutan bekas (Palaquium sp.), Anacardiaceae (Buchanania sp.,
tebangan 0,61 g cm-3, pada agroforestri 0.6 g Gluta sp.), Myriasticaceae (Horsfieldia sp.) yang
cm-3 dan jakaw hanya sekitar 0.59 g cm-3 memiliki kerapatan kayu sedang. Sedangkan
seperti terlihat pada Gambar 3.2. pada hutan bekas tebangan umur 0-10 tahun
dan 11-30 tahun, jenis-jenis pohon dari famili
Keragaman spesies Dipterocarpacea telah berkurang menjadi
sekitar 30%, karena ditebang. Pada hutan
Pada hutan primer di lokasi studi, jenis-jenis bekas tebangan 31-50 tahun, pohon dari famili
vegetasi didominasi oleh kayu komersial dari Dipterocarpacea menempati 78% dari total
famili Dipterocarpaceae seperti keruing pohon seperti ditampilkan pada Gambar 3.3.
(Dipterocarpus sp.), meranti (Shorea sp.) dan
kayu kapur (Dryobalanops sp.) yang menempati Pada jakaw yang ditinggalkan selama 1
40%, sedangkan 60% diantaranya terdiri dari tahun, vegetasi yang ada hanyalah pisang
jenis-jenis dari famili Ebenaceae (Diospyros hutan. Tumbuhan perintis seperti sedaman
sp.), Meliaceae (Aglaia sp.), Lauraceae (Macaranga sp.) dari famili Euphorbiaceae
(Beilschmiedia sp., Eusiderixylon sp.), Rutaceae mulai tumbuh pada jakaw yang ditinggalkan
(Muraya sp.), Sterculiaceae (Pterospermum sp.) antara 2 sampai 6 tahun.
28
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Gambar 3.4. Jumlah jenis tanaman berkayu yang ditemukan pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kab.
Nunukan, Kalimantan Timur.
Apabila dilihat berdasarkan jumlah jenis (Artocarpus sp.) dan sedaman (Macaranga sp.).
tanaman berkayu yang ditemukan pada sistem Pada sistem agroforestri lebih dari 10 tahun,
agroforestri, jakaw, hutan bekas tebangan dan terdapat lebih banyak spesies buah-buahan.
hutan primer, jumlah jenis tertinggi terdapat Pohon buah-buahan yang umum ditanam
pada hutan bekas tebangan 0-10 tahun (47 antara lain durian (Durio zibethinus), mangga
jenis) dan jakaw 0-10 tahun (43 jenis) seperti (Mangifera indica), langsat (Lansium domesticum),
terlihat pada Gambar 3.4. cempedak (Artocarpus integer), rambutan
(Nephelium lappaceum) dan kelapa (Cocos
Sistem agroforestri yang umum dikelola nucifera). Pada beberapa kebun ada juga
oleh petani-petani di Nunukan adalah sistem tanaman kopi (Coffea sp.) dan cacao (Theobroma
agroforestri berbasis pohon buah-buahan. cacao) dalam komponen agroforestri. Dalam
Pada sistem agroforestri yang berumur 0-10 sistem agroforestri ini jumlah species yang ada
tahun, selain pohon buah-buahan, masih hampis sama dengan di hutan, tetapi mem-
terdapat jenis-jenis kayu kualitas rendah yang punyai komposisi yang berbeda (Gambar 3.4)
merupakan sisa tebangan sepert terap
29
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
30
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Tabel 3.3. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan
di Kabupaten Nunukan.
31
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
penebangan dapat diturunkan dengan praktek Pada jakaw 0-10 tahun, cadangan karbon
penebangan yang sesuai (menggunakan tektik yang berasal dari biomasa pohon paling kecil
pengarahan rebahnya pohon dan perencaaan bila dibandingkan dengan sistem penggunaan
untuk pengangkutan). lahan lainnya yaitu 68%. Nekromasa
menempati 2,5%, tumbuhan bawah 7% dan
Cadangan karbon di atas permukaan tanah seresah 21,5%. Sistem agroforestri umur 0-10
pada agroforestri umur 0-10 tahun adalah 37.7 tahun mempunyai 78,3%, 0,4%, 5% dan
Mg ha-1 dan pada umur 11-30 tahun mencapai 17,6% dari total karbon dalam bentuk biomas,
72,6 ton ha-1 atau sekitar 16% dan 32% dari nekromasa, tumbuhan bawah dan seresah.
hutan primer. Sistem jakaw umur 0-10 tahun Pada agroforestri, biomasa pohon mengalami
mempunyai cadangan karbon di atas peningkatan seiring dengan waktu. Plot jakaw
permukaan tanah 19 ton ha-1 dan pada umur mempunyai nekromasa yang lebih tinggi
15 tahun 58 ton ha-1 atau 8% dan 25% dari (secara relatif maupun secara mutlak).
hutan primer. Pada sistem agroforestri Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan
cadangan karbonnya lebih tinggi bila teknik pembukaan lahan yang dilakukan oleh
dibandingkan dengan sistem jakaw, karena petani. Sistem tebang-bakar yang dilakukan
pada agroforestri masih terdapat sisa-sisa petani menyisakan nekromasa dan seresah
pohon bekas tebangan sedangkan pada jakaw relatif banyak. Seiring pertambahan waktu,
petani melakukan menebang dan membakar dekomposisi nekromas dan seresah terjadi,
semua vegetasi yang ada. sehingga komposisi nekromas mengalami
penurunan. Demikian juga terjadi pada
Pada lahan alang-alang dan padi di lokasi tumbuhan bawah, semakin rapat kanopi
studi cadangan karbon di atas permukaan pohon, biomasa tumbuhan bawah semakin
tanah hanya 4 Mg ha-1 dan 4,8 Mg ha-1. berkurang karena berkurangnya cahaya
Cadangan karbon yang berupa biomasa pada matahari yang mencapai lantai kebun. Pada
tanaman padi, akan dilepaskan kembali ketika imperata sumber cadangan karbon hanya
panen melalui hasil panen berupa padi terdapat pada tumbuhan bawah (48%) dan
maupun pembakaran jerami atau dekomposisi seresah (52%).
jerami. Selain itu, penurunan cadangan karbon
juga terjadi akibat penyiangan gulma,
Time-averaged cadangan karbon
pengolahan tanah dan pengairan (Hairiah dan
Murdiyarso, inpress). Nilai cadangan karbon mencerminkan
dinamika karbon dari sistem penggunaan
Komposisi komponen penyusun cadangan lahan yang berbeda, yang nantinya digunakan
karbon untuk menghitung 'time-averaged karbon' di
atas permukaan tanah pada masing-masing
Pohon merupakan komponen terbesar dari sistem. Time-averaged karbon tergantung
biomasa di atas permukaan tanah. Hasil dari pada laju akumulasi karbon, karbon
studi ini menunjukkan bahwa biomasa pohon maksimum dan minimum yang tersimpan
dari hutan primer, hutan bekas tebangan dan dalam suatu sistem penggunaan lahan, waktu
agroforestri umur 11-30 tahun untuk mencapai karbon maksimum dan waktu
menyumbangkan 90% dari total karbon rotasi (Palm et al., in press).
(Gambar 3.6). Nekromasa, tumbuhan bawah
dan seresah hanya memberikan sekitar 10%. Pada hutan alam diasumsikan bahwa
Kondisi ini hampir sama dengan pengamatan contoh yang diambil secara langsung dapat
yang pernah dilakukan di hutan sekuder mewakili 'time-averaged' cadangan karbon,
Sumberjaya, Lampung yaitu 8% (Van karena telah mencerminkan skala mosaik dari
Noordwijk et al., 2002). bagian siklus regenerasi.
32
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Gambar 3.6. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan komposisinya di Kab. Nunukan.
Data untuk bekas tebangan, dengan Pada sistem penggunaan lahan agroforestri
melihat perbedaan waktu setelah penebangan dan jakaw-padi, cadangan karbon antar waktu
tidak menunjukkan pola yang diharapkan menunjukkan adanya peningkatan seperti yang
(garis titik-titik pada Gambar 3.6), penurunan diharapkan (Gambar 3.7). Peningkatan secara
secara langsung terjadi karena pengambilan linear dengan intersep yang sangat kecil
biomasa, diikuti oleh kematian pohon dan terlihat pada sistem jakaw, sementara pada
selanjutnya terjadi pertumbuhan kembali agroforestri menunjukkan intersep yang lebih
vegetasi. Pada plot bekas tebangan 31-50 tinggi secara substansial (adanya sisa pohon
tahun khususnya, tidak ada hubungan yang dari hutan), begitu juga laju peningkatannya
sesuai. Tidak adanya pola antar waktu yang lebih rendah.
dapat mengiterpretasikan data ini, maka akan
digunakan rata-rata dari plot-plot bekas Laju penyerapan karbon pada jakaw
tebangan tanpa memperhitungkan waktu diperkirakan 3,66 Mg ha-1 tahun-1 dan pada
untuk mengestimasi 'time-averaged' cadangan sistem agroforestri adalah 2,00 Mg ha-1 tahun-1
karbon. (Gambar 3.7), dapat dibandingkan dengan
sistem 'bera' (fallow) yang diamati di
33
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 3.7. Pertumbuhan cadangan karbon pada agroforestri dan jakaw di Kec. Sebuku dan Sembakung, Kab.
Nunukan, Kalimantan Timur.
Tabel 3.4. Nilai 'time-averaged' cadangan karbon pada empat sistem penutupan lahan/penggunaan
lahan utama pada lahan kering Kab. Nunukan; pada sistem agroforestri dideskripsikan dua tipe strategi
peremajaan pohon yang berbeda (sistem rotasi atau sistem sisipan); jenis yang dominan saat ini ditandai
dengan sistem penggunaan lahan dengan huruf tebal.
34
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Pada sistem agroforestri ada dua situasi buah-buahan di antara pohon-pohon sisa
yang perlu dijelaskan: salah satu dari sistem tebangan yang masih ditinggalkan.
agroforestri yang ada merupakan peremajaan
dengan menempatkan tanaman baru atau Pengukuran pada skala plot menemukan
menyisipkannya pada ruang kosong dalam bahwa cadangan karbon pada sistem
suatu lahan ('sisipan') dan memilih beberapa agroforestri lebih tinggi dari pada sistem
pohon hutan untuk dipertahankan. Pada kasus jakaw, dengan nilai antara 19 Mg ha-1 dan 58
ini 'time-averaged' cadangan karbonnya Mg ha-1 pada jakaw yang diberakan 0-10 tahun
tergantung pada rata-rata 'umur suksesi' dari dan lebih dari 10 tahun, 38 Mg ha-1 dan 73 Mg
sistem tersebut. Pada sistem lainnya, ha-1 pada agroforestri yang dikelola 0-10 tahun
agroforestri diperbarui pada tingkat lahan dan 11-30 tahun. Perkiraan cadangan karbon
dengan menebang pohon dan mulai pada agrofotesrtri berbasis buah dan kayu
membangun dari titik nol suatu siklus. Sistem yang ditemukan di lokasi studi terlihat lebih
agroforestri yang ada di Kab. Nunukan rendah bila dibandingkan dengan sistem
sebagian besar berupa sistem 'sisipan'. agroforestri lainnya, seperti agroforestri
Penanaman pohon yang lebih intensif sebagai berbasis kopi dan karet. Hal ini terjadi karena
tanaman pangan cenderung dilakukan pada jenis pohon yang ada pada agroforestri
tipe rotasi (pergiliran tanaman). berbasis buah dan kayu merupakan jenis-jenis
dengan nilai kerapatan kayu rendah (sebagian
besar merupakan pohon sisa tebangan yang
Kesimpulan nilai komersialnya rendah).
35
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
36
4. ALIH GUNA LAHAN DI KABUPATEN
NUNUKAN: PENDUGAAN CADANGAN
KARBON BERDASARKAN TIPE TUTUPAN
LAHAN DAN KERAPATAN VEGETASI PADA
SKALA LANSKAP
37
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
38
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
39
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Tabel 4.2. Karakteristik spektral citra Landsat (Lillesand dan Kiefer, 1994)
Panjang Gelombang
Saluran (band) Sifat dan Aplikasinya
μ m)
(μ
1 0.45-0.52 • Tanggap peningkatan penetrasi tubuh air
• Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah, vegetasi
2 0.53-0.6 • Mengindera puncak pantulan cegetasi
• Menekankan perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan
3 0.63-0.69 • Untuk memisahkan vegetasi
• Saluran pada serapan klorofil dan memperkuat kontras vegetasi dan bukan
vegetasi
4 0.76-0.9 • Tanggap biomasa vegetasi
• Identifikasi tipe vegetasi
• Memperkuat kontras tanah - tanaman dan lahan - air
5 1.55-1.75 • Menentukan jenis tanaman dan kandungan air tanaman
• Membantu menentukan kondisi kelembaban tanah
6 10.4-12.5 • Deteksi suhu obyek
• Analisa gangguan vegetasi
• Perbedaan kelembaban tanah
7 2.08-2.35 • Pemisahan formasi batuan
• Analisis bentuk lahan
40
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
41
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 4.4. Tipe penutupan lahan di Kabupaten Nunukan, agroforestri (kiri atas), kelapa sawit muda (kanan
atas). Tambak (kiri bawah) dan hutan sekunder (kanan bawah)
42
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
43
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
44
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.6. Pendugaan tipe dan luas penutupan lahan di bawah penutupan awan
45
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
3. Penghitungan luas tiap tipe penutupan Coops et al., 1997 menyatakan bahwa luas
lahan untuk memperoleh neraca karbon bidang dasar tegakan akan terus bertambah
DAS Sembakung dan Sebuku pada tahun seiring dengan pertumbuhan tegakan, namun
1996 dan 2003. pertambahan tersebut tidak mempengaruhi
sinyal penginderaan jauh. Sinyal tersebut
Metode 2: Extrapolasi berdasarkan plot dipengaruhi oleh tingkat penutupan tajuk yang
pengamatan cadangan karbon akan mencapai 100% pada saat tumbuhan
masih muda. Demikan juga untuk LAI, bentuk
Hingga saat ini belum ada metode yang dapat hubungan antara NDVI dan LAI adalah
mengukur kandungan karbon yang ada di kurvilinier dan mencapai puncaknya pada nilai
dalam tanah pada skala lanskap. Hubungan LAI = 6 untuk hutan konifer (Spanner, Pierce
antara NDVI dan data hasil pengukuran et al., 1996 dalam Brown, 1996).
lapangan mampu memberikan informasi
tentang biomasa vegetasi dan merupakan Pada dasarnya metode ini dilakukan untuk
salah satu metode pendekatan untuk menduga mencari hubungan antara cadangan karbon
kandungan karbon (Brown, 1996). skala plot dengan data penginderaan jauh.
Penggunaan karakteristik spektral dan Data cadangan karbon di atas tanah pada
transformasi data penginderaan jauh lainnya skala plot terdiri dari 4 komponen, yaitu:
untuk menduga biomasa serta karakteristik biomasa pohon, biomasa tumbuhan bawah,
biofisik vegetasi telah dilakukan dalam nekromasa dan biomasa serasah. Nilai NDVI
penelitian-penelitian sebelumnya. Terdapat menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi
hubungan empiris yang cukup kuat antara berdasarkan tingkat kehijauan vegetasi.
transformasi spektral dengan luas bidang Tingkat kehijauan vegetasi dipengaruhi oleh
dasar (basal area) dan kerapatan pohon (Coops daun sebagai komponen biomasa pohon dan
et al., 1997). Gemmel & Goodenough, 1992 in biomasa tumbuhan bawah. Metode 2 ini
46
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
terbatas penggunaannya karena terdapat pada saat itu adalah hutan. Kelas hutan primer
banyak penutupan awan pada citra satelit. dan sekunder mencakup areal seluas hampir
Untuk daerah yang tertutup awan, nilai NDVI 9000 km2 atau lebih dari 55% total area
tidak dapat diperoleh. Kabupaten Nunukan. Luasan areal hutan di
atas selayaknya dianggap sebagai taksiran
Langkah kerja metode 2: minimal, mengingat cukup luasnya tutupan
1. Ekstraksi nilai NDVI pada tiap lokasi plot awan pada citra satelit. Hutan mangrove yang
pengukuran cadangan karbon. berlokasi di dekat garis pantai Kecamatan
Nunukan dan Sembakung, mencakup areal
2. Analisa regresi hubungan antara cadangan
seluas lebih dari 5% dari total luasan areal
karbon skala plot dengan nilai NDVI.
studi. Areal yang dikategorikan sebagai no data
3. Pendugaan cadangan karbon menggunakan akibat penutupan awan dan bayangan awan
persamaan regresi terpilih pada piksel citra meliputi hampir 28% areal Nunukan di tahun
yang bebas awan di DAS Sembakung dan 1997/1997 (Tabel 4.6).
Sebuku, Kabupaten Nunukan tahun 1996
dan 2003. Tutupan Lahan Kabupaten Nunukan tahun
2003
Hasil dan Pembahasan Hasil klasifikasi citra Landsat Enhanced
Thematic Mapper (ETM) Kabupaten
Tutupan Lahan Nunukan tahun 2003 ditunjukkan dalam
Gambar 4.8. Tutupan awan pada citra ini
Tutupan Lahan Kabupaten Nunukan tahun mencapai hampir 42% areal studi, lebih tinggi
1996 daripada tutupan awan di tahun 1996. Hutan
primer dan sekunder masih merupakan tipe
Hasil klasifikasi citra Landsat Thematic Mapper
penutupan lahan yang dominan di Kabupaten
(TM) tahun 1996/1997 (Gambar 4.7)
Nunukan, walaupun luasannya mengalami
menunjukkan bahwa tipe penutupan lahan
penurunan dari tahun 1996 menjadi sekitar
yang paling dominan di Kabupaten Nunukan
44% dari total luasan Kabupaten Nunukan.
47
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Tabel 4.6. Ikhtisar area penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 1996/1997
Tipe penutupan lahan semak meningkat Sembakung dan Sebuku yang mencakup areal
menjadi 320 km2 atau sekitar 2% dari total seluas 1.1 juta hektar dari 1.6 juta hektar total
areal studi. area Kabupaten Nunukan. Hasil pendugaan
penutupan lahan tahun 1996 dan 2003
Pendugaan Tipe Penutupan Lahan Pada ditunjukkan dalam Tabel 4.8. Areal hutan hasil
Areal Tertutup Awan pendugaan menunjukkan peningkatan yang
signifikan dari 55,6% menjadi 84% untuk
Pendugaan penutupan lahan pada areal tutupan lahan di tahun 1996. Sedangkan untuk
tertutup awan dengan menggunakan informasi tutupan lahan di tahun 2003, areal hutan hasil
pendukung dari peta sistem lahan dan peta pendugaan meningkat menjadi 64% dari
elevasi dilakukan pada wilayah DAS luasan sebelumnya yang hanya 28.9%.
48
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Tabel 4.7. Ikhtisar area penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 2003
Table 4.8B. Penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 2003 setelah penghilangan awan
49
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 4.9. Peta perubahan tutupan hutan Sembuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan
Gambar 4.10. Ikhtisar perubahan tutupan lahan Sembakung dan Sebuku, Kabupaten Nunukan
50
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.11. Kerapatan vegetasi (NDVI) di Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan di tahun 1996 (atas)
dan 2003 (bawah) dipadu dengan distribusi plot pengukuran cadangan karbon.
51
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
direkam dalam dua musim yang berbeda dan menjadi 175 Mg ha-1, hal ini sebagin besar
tidak dilakukan kalibrasi terhadap faktor- terjadi akibat adanya 217.000 ha hutan primer
faktor atmosfer dan musim. Oleh karena itu, yang dikonversi menjadi tipe penggunaaan
maka nilai NDVI yang dihasilkan ikut lahan lain. Dalam hal ini, penurunan cadangan
terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut. karbon (17%) lebih rendah daripada
Perbedaan musim pada waktu perekaman penurunan luasan hutan primer (24%).
menimbulkan penyimpangan dalam
penghitungan nilai NDVI. Penyimpangan ini Distribusi geografis konversi hutan dan
terjadi bukan akibat adanya perubahan akibatnya terhadap penurunan cadangan
tutupan lahan, melainkan lebih diakibatkan karbon sangat sulit diungkapkan secara akurat
oleh perbedaan kandungan air pada vegetasi. akibat luasnya tutupan awan pada citra satelit.
Faktor lain yang menyebabkan penyimpangan Secara umum, dapat dikatakan bahwa
nilai NDVI adalah kabut, yang mengakibatkan Kecamatan Sebuku telah mengalami
nilai NDVI menjadi lebih rendah dari keadaan penurunan luasan hutan secara substansial
sebenarnya. Kasus semacam ini dapat dilihat menjadi jakaw, areal bekas tebangan, dan
dengan jelas pada bagian barat Lumbis dimana perkebunan muda. Sebaliknya, areal pantai
nilai NDVI yang dihasilkan berkisar antara 40- Kecamatan Nunukan dapat dikatakan stabil
50, walaupun tipe penutupan lahan pada areal dengan keberadaan hutan mangrove,
tersebut adalah hutan. walaupun di bagian utara terjadi degradasi dan
alih guna hutan. Perubahan ini memberikan
Pendugaan Cadangan Karbon Pada kontribusi besar terhadap penurunan
cadangan karbon di Kecamatan Nunukan.
Skala Lanskap
Peta cadangan karbon (Gambar 4.12) Kerapatan karbon dari plot pengukuran
dihasilkan dari perpaduan kelas penutupan
lahan dan nilai kerapatan karbon pada kelas Hanya informasi dari 26 plot pengukuran
tutupan lahan terkait (Tabel 4.5). Peta ini cadangan karbon (apendiks 1) yang dapat
mengindikasikan penurunan cadangan karbon digunakan dalam membangun hubungan
yang cukup substansial pada periode 1996- regresi antara NDVI dengan nilai cadangan
2003 di Kabupaten Nunukan, terutama pada karbon di atas tanah (aboveground Carbon stock).
daerah aliran sungai di bagian tengah Plot-plot pengukuran tersebut berlokasi di
Kecamatan Sebuku. daerah bebas awan citra Landsat Kabupaten
Nunukan. Tipe guna lahan dengan nilai NDVI
Neraca karbon total diperkirakan tertinggi adalah plot yang diukur pada area
berdasarkan tutupan lahan dari total areal agroforestri dan jakaw yang diberakan selama
pada masing-masing tipe penutupan lahan, lebih dari 6 tahun (NDVI>=69). Nilai
termasuk luasan lahan yang diduga dari areal tersebut sesuai dengan harapan, mengingat
tutupan awan. Pada DAS Sebuku dan rapatnya tutupan kanopi dari tegakan muda di
Sembakung, Kabupaten Nunukan, total plot tersebut. Areal bekas tebangan juga
cadangan karbon mendekati 228 Tg1 di tahun memiliki nilai NDVI yang cukup tinggi (67-
1996 dan 189 Tg di tahun 2003, hal ini berarti 69). Sedangkan, plot di tipe guna lahan jakaw
telah terjadi penurunan cadangan karbon dengan periode bera yang singkat
sebesar 17% dalam waktu 7 tahun. Rata-rata menunjukkan rentang NDVI yang cukup lebar
cadangan karbon menurun dari 211 Mg ha-1 (45-67). Sayangnya, seluruh plot yang
berlokasi di hutan ternyata berada pada daerah
1 Tg = 1012 g
52
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.12. Distribusi kerapatan karbon berdasarkan tipe penutupan lahan di cekungan Sembakung dan
Sebuku, Kabupaten Nunukan, pada tahun 1996/7 (atas) dan 2003 (bawah)
tutupan awan citra satelit, sehingga nilai cadangan karbon, sehingga didapatkan
NDVI dari plot tersebut tidak dapat kesesuaian dengan asumsi analisa regresi
dihasilkan. Relasi antara nilai kerapatan karbon standar untuk keragaman mutlak (uniform
dari pengukuran plot dengan nilai NDVI variability). Walaupun kerapatan karbon terus
ditunjukkan oleh Gambar 4.13. meningkat seiring dengan pertumbuhan
biomasa kayu dan riap tegakan, nilai NDVI
Relasi antara nilai NDVI dan cadangan menunjukkan saturasi pada nilai 70 dimana
karbon, secara khusus dapat dikatakan index area daun (leaf area index) mencapai
berbentuk kurva lengkung (curvilinear). Dengan optimum. Secara keseluruhan, hanya 54%
memperhatikan hal tersebut, diperlukan variasi nilai logaritmik kerapatan karbon yang
proses transformasi logaritmik terhadap nilai dapat diwakili oleh nilai NDVI. Perlunya relasi
53
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 4.13. Relasi antara NDVI dan cadangan karbon di atas tanah (pada skala logaritmik); relasi untuk
seluruh data (kiri) dan relasi pada rentang NDVI yang lebih besar dari 60
yang dibangun secara bertahap, sebagaimana dan keberadaan kabut pada citra satelit
diindikasikan oleh data, dilakukan dengan (Gambar 4.14)
memisahkan nilai NDVI yang >60. Pemisahan
ini memperbaiki keseragaman terhadap kera- Perbandingan secara langsung dengan
gaman data, walau pun disisi lain, mengurangi pendekatan pertama hanya mungkin dilakukan
kemungkinan terwakilinya seluruh tingkat pada area bebas awan, seluas 738.000 ha pada
keragaman. Berdasarkan hal-hal tersebut di tahun 1996 dan 512.000 ha di tahun 2003.
atas, persamaan regresi yang akan digunakan Pada area tersebut, pendugaan cadangan
untuk perhitungan selanjutnya adalah: karbon berdasarkan nilai NDVI menunjukkan
penurunan yang dramatis dari tahun 1996 ke
Densitas karbon [Mg ha-1] = 0.0019*e 0.1462*NDVI tahun 2003. Pada tahun 1996, rata-rata nilai
dugaan kerapatan karbon adalah 221 Mg ha-1,
Penggunaan persamaan eksponensial dan sedangkan pada tahun 2003 nilai cadanagn
transformasi logaritmik dalam membangun karbon berkurang menjadi hanya 27 Mg ha-1
relasi terhadap cadangan karbon terukur, (Tabel 4.9).
memunculkan prediksi bahwa untuk
pendugaan cadangan karbon akan Tabel 4.9. Perbandingan cadangan karbon
menghasilkan rata-rata nilai taksiran yang Kabupaten Nunukan tahun 1996 dan 2003
terlalu rendah (undersestimation). Pada berdasarkan dua pendekatan yang berbeda
kenyataannya, perbandingan rata-rata nilai
Rata-rata kerapatan Rata-rata kerapatan
dugaan terhadap nilai sebenarnya pada plot Tahun karbon berdasarkan karbon berdasarkan
pengukuran menghasilkan 52,8% nilai tutupan lahan [Mg ha-1] NDVI [Mg ha-1]
kesesuaian (59,7% jika digunakan pemisahan 1996 210 222
terhadap nilai NDVI >60). Penggunaan 2003 166 27
persamaan tersebut dalam menduga cadangan
karbon pada skala lanskap akan menghasilkan
nilai taksiran yang terlalu rendah. Meskipun, Perbandingan nilai dugaan cadangan karbon
regresi yang diperoleh berasal dari nilai NDVI berdasarkan peta tutupan lahan dan peta
tahun 2003, namun digunakan juga dalam
menduga cadangan karbon tahun 1996,
kerapatan vegetasi
dengan mengabaikan perbedaan nilai NDVI Untuk tahun 1996, rata-rata nilai kerapatan
yang mungkin terjadi akibat perbedaan musim karbon pada area bebas awan menunjukkan
54
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.14. Peta dugaan kerapatan karbon berdasarkan nilai NDVI untuk DAS Sembakung dan Sebuku,
Kabupaten Nunukan pada tahun 1996 (atas) dan 2003 (bawah).
perbedaan yang kecil antara dua pendekatan karbon pada nilai NDVI >70, dimana pada
yang digunakan. Sedangkan untuk tahun 2003, rentang tersebut, cadangan karbon
ditemukan perbedaan yang cukup besar antara bervariasi antara 50 to 250 Mg ha-1. Tidak
nilai dugaan karbon dari dua pendekatan linearnya hubungan regresi antara NDVI
tersebut. Beberapa faktor yang menimbulkan dan cadangan karbon akhirnya
perbedaan ini adalah: menimbulkan bias dalam nilai dugaan
karbon sebagaimana dijelaskan di atas.
a. Pendugaan cadangan karbon berdasarkan
nilai NDVI menunjukkan hasil yang secara b. Pendugaan karbon berdasarkan tipe
umum merupakan taksiran yang terlalu tutupan lahan membutuhkan proses analisa
rendah. Hal ini terjadi akibat lemahnya akurasi peta tutupan lahan dengan
korelasi antara NDVI dan nilai kerapatan menggunakan data hasil pengecekan
karbon terukur. Selain itu, juga diakibatkan lapangan (dengan titik contoh yang belum
oleh tingginya keragaman nilai cadangan dipergunakan dalam membangun kunci
55
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
56
5. STUDI SKENARIO TATA GUNA LAHAN DI
NUNUKAN, KALIMANTAN TIMUR
(INDONESIA): FAKTOR PENYEBAB, SUMBER
PENGHIDUPAN LOKAL DAN CADANGAN
KARBON YANG RELEVAN SECARA GLOBAL
57
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
pada resolusi global yang buram sebagai suatu kerumitan yang mungkin terjadi di masa
"kenormalan yang merayap"2, sehingga me- mendatang. Ide sentral dari perencanaan
nyebabkan terjadinya "amnesia konsekuensi" berbasis skenario adalah lebih
pada suatu kelompok masyarakat. Sehingga, mempertimbangkan beragam kemungkinan
ketika hubungan "umpan-balik berputar" yang yang bisa terjadi di masa depan dengan segala
terkait dengan siklus karbon ditempatkan ketidakpastiannya yang dianggap penting
secara tepat dengan inisiatif-inisiatif untuk dalam suatu sistem, daripada memfokuskan
mempertahankan cadangan karbon melalui diri pada upaya prediksi suatu hasil tunggal
pemberian insentif kepada masyarakat, maka dengan akurat. Perencanaan berbasis skenario
pemahaman mengenai sumber-sumber dimulai dengan melakukan identifikasi isu atau
penghidupan masyarakat sangat diperlukan. masalah sentral. Masalah tersebut kemudian
Sumber-sumber penghidupan masyarakat digunakan sebagai perangkat dalam
merupakan cerminan pengetahuan mereka memfokuskan penilaian sistem; dan kombinasi
dalam berjuang demi melangsungkan antara hasil penilaian tersebut dengan
kehidupan serta persepsi mereka terhadap permasalahan utamanya digunakan dalam
resiko dan manfaat. Jika pilihan yang tersedia rangka mengidentifikasikan alternatif kunci.
didominasi oleh sumber-sumber penghidupan Dalam menilai proyek terkait dengan
berbasis pemanenan karbon, maka diperlukan pencapaian tujuan tersebut, tiga pertanyaan
upaya untuk mencari sumber penghidupan penting berikut ini akan muncul:
yang hemat-karbon namun masih bermanfaat
1. "mampukah proyek mengentaskan
bagi masyarakat lokal. Proyek FORMACS
kemiskinan, sekaligus meningkatkan
bermaksud untuk mencapai dua manfaat: yaitu
cadangan karbon di wilayah tersebut?",
memperbaiki taraf hidup masyarakat,
sekaligus meningkatkan pengikatan karbon 2. "dapatkah masyarakat mengadopsi CBNRM
pada wilayah bekas-pembalakan di Nunukan, dan LEISA serta mempersepsikannya
Kalimantan Timur, melalui dua pendekatan: sebagai sumber penghidupan baru yang
Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis menguntungkan?",
Komunitas (CBNRM) dan Pertanian Lestari 3. atau singkatnya "adakah imbal-balik antara
dengan Asupan Eksternal Rendah (LEISA), manfaat lingkungan global dengan tujuan
lihat Bab 1 oleh Lusiana dan Shea. lokal?" (Tomich, et al., 2001).
Kebutuhan dasar ketika menawarkan
Tentunya, pertanyaan-pertanyaan tersebut
kesempatan kerja (mandiri) dengan
tidak akan bisa dijawab di dalam kerangka
pendapatan per pengorbanan tenaga kerja
waktu proyek, karena menyangkut skala ruang
yang menarik pada tingkat kepadatan
yang lebih luas dan skala waktu yang lebih
penduduk yang ada, sementara di sisi lain juga
panjang. Oleh karena itu, diperlukan
harus mampu memenuhi kebutuhan pangan,
pendekatan ilmiah yang mampu
air bersih dan jasa-jasa lingkungan lainnya,
mengekstrapolasikan hasil-hasil pendugaan
bisa dipenuhi dengan berbagai cara. Untuk itu,
dari skala plot ke lanskap, dari skala rumah
diperlukan suatu cara yang konsisten dalam
tangga ke komunitas, dan dari kerangka waktu
membandingkan berbagai skenario perubahan
saat ini ke masa depan yang tidak pasti.
serta dampaknya terhadap cadangan karbon
dan pendapatan. Menurut Peterson et al. Model dapat digunakan sebagai alat untuk
(2003), perencanaan berbasis skenario melakukan analisis ex ante atau analisis
merupakan metode sistemis untuk berpikir prospektif (Gambar 5.1). Model merupakan
secara kreatif mengenai ketidakpastian dan produk konseptualisasi dari pemahaman
terkini mengenai interaksi-interaksi yang
2
terjadi dalam suatu sistem, dengan
Kecenderungan yang terkesan berubah secara perlahan,
tertutup oleh fluktuasi yang tak beraturan (Diamond, 2005) merancang-bangun hipotesa mengenai proses-
58
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
Gambar 5.1. Struktur generik suatu model yang menterjemahkan 'penyebab' atau peubah eksogen menjadi
respons-respons terikat-waktu dalam suatu lanskap, dengan konsekuensi (atau dianggap 'eksternalitas' sejauh
konsekuensi tersebut bukan merupakan bagian hubungan umpan-balik berputar dari bagian yang dinamis) yang
digunakan untuk kriteria dan indikator dari kinerja sistem; dalam hal ini skenario merupakan kombinasi spesifik
dari peubah-peubah penyebab untuk mewakili perubahan-perubahan pada sistem-sistem dengan tingkat yang
lebih tinggi.
proses fundamental yang terkait agar dapat model dalam interpolasi, namun akhirnya
dipertanggungjawabkan. Penggunaan model justru akan mengurangi tingkat kepercaya-
untuk proses-proses negosiasi dalam suatu annya dalam ekstrapolasi yang melibatkan
kelompok masyarakat memerlukan evaluasi kondisi-kondisi yang baru, sehingga
terlebih dulu, yaitu dengan cara membanding- mengurangi kemampuan model untuk tujuan
kan pola-pola data hasil simulasi model analisis ex ante.
dengan pola-pola data hasil observasi
langsung. Sebenarnya, skema dasar dari Makalah ini memaparkan aplikasi Model
'penyebab', 'respons' dan 'konsekuensi' berlaku FALLOW (Van Noordwijk, 2002) dalam
umum pada berbagai tipe model, termasuk mengeksplorasi semua pola imbal-balik yang
model-model yang hakikatnya merupakan mungkin antara manfaat lokal (pendapatan per
persamaan regresi (dalam persamaan regresi kapita) dengan resiko global (cadangan
Y=a+bX, X adalah penyebab, b adalah karbon) melalui simulasi berbasis skenario.
respons dan Y adalah konsekuensi). Di sini Sebelumnya, validitas model dievaluasi terlebih
kami lebih tertarik pada jenis-jenis model, dahulu menggunakan data dari wilayah kajian.
dimana respons bisa melakukan umpan-balik
berputar secara mandiri dan mewakili tingkat
struktur endogen. Namun, kualitas model- Tujuan
model jenis ini bisa saja mundur menjadi
1. Mengeksplorasi berbagai skenario
model-model yang hakikatnya sama dengan
penyebab alih guna lahan, kemungkinan
model-model regresi, jika langkah-langkah
dampaknya pada pengambilan keputusan
untuk memvalidasikannya melibatkan upaya
lokal dan pendapatan per kapita, serta
penyesuaian secara ekstensif pada keseluruhan
konsekuensi logisnya terhadap cadangan
model sehingga hasil simulasi dipaksakan
karbon.
secara sengaja untuk mendekati data
observasi. Upaya penyesuaian secara paksa 2. Menguji kelayakan Model FALLOW untuk
tersebut mungkin bisa memperbaiki presisi tujuan tersebut
59
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 5.2. Hubungan-hubungan penting yang dipertimbangkan dalam putaran dinamis di Model FALLOW
(nilai manfaat lahan, ekonomi lokal dan pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan lahan) yang
menentukan pola keruangan tutupan lahan, serta modul-modul yang menterjemahkan pola tersebut ke dalam
nilai konsekuensi terhadap berbagai jasa lingkungan, termasuk di antaranya cadangan karbon. 'Penyebab-
penyebab' eksternal (digambarkan sebagai putaran-putaran kecil) berperan dalam dinamika dengan
mempengaruhi respons lokal melalui perdagangan (misalnya kebijakan pasar yang dibuat oleh agen-agen dari
luar wilayah), pengetahuan (misalnya kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh agen-agen dari luar wilayah),
proses pengambilan keputusan (misalnya kebijakan tata ruang yang dibuat oleh agen-agen dari luar wilayah) atau
nilai manfaat lahan (misalnya variabilitas cuaca yang dipengaruhi oleh proses-proses klimatis global).
60
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
61
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
pendapatan per pengorbanan luasan lahan penanaman dan produksi yang lama, laju
(Rp/ha). Ukuran manfaat tersebut dinyatakan difusi inovasi baik yang terjadi di dalam
sebagai nilai harapan yang mencerminkan suatu komunitas maupun antar komunitas
pengetahuan masyarakat mengenai resiko dan merupakan faktor penting dalam menentukan
manfaat yang mereka pelajari dari pengalaman dampak keseluruhan. Dipertimbangkannya
sendiri. Jadi, persepsi masyarakat terhadap peran 'penyuluhan' secara eksplisit dalam
resiko dan manfaat tidak harus diukur dengan pendekatan pemodelan ini merupakan
menggunakan tingkat suku bunga bank pencapaian kemajuan dalam kerumitan
sebagai standar dalam mengukur melakukan 'pelambangan' terhadap aktor-
ketidakpastian masa depan. aktor spesifik yang berperan dalam perubahan
sistem-sistem kompleks, yang seringkali
Dalam proses belajar-mandiri, masyarakat dibutuhkan dalam penilaian dampak. Di dalam
memiliki gaya yang berbeda-beda. Di dalam teori difusi inovasi, eksperimenter disebut
model, gaya belajar tersebut dicerminkan oleh sebagai pengadopsi awal, yang hanya memiliki
parameter "laju pembaharuan-pengetahuan", fraksi relatif kecil dalam keseluruhan populasi
yang menunjukkan fraksi dari informasi suatu komunitas, sedangkan konservatif
terbaru yang dipertimbangkan atau seberapa diistilahkan sebagai kelompok mayoritas awal,
banyak pengetahuan lama yang dipertahankan kelompok mayoritas lanjut atau kelompok
oleh seseorang untuk digunakan dalam mem- tradisional, yang mendominasi komunitas
perbaharui pengetahuan yang ada. Beberapa tersebut (Gladwell, 2000). Istilah 'inovator'
orang cenderung lebih mempercayai informasi pada teori tersebut merujuk pada agen
terbaru daripada pengetahuan lamanya, pendampingan dalam model ini.
sedangkan yang lain berperilaku sebaliknya.
Sebuah desa bisa ditempati oleh sekelompok Alokasi Lahan dan Tenaga Kerja pada
masyarakat yang relatif konservatif, yang
Berbagai Pilihan Penggunaan Lahan
cenderung mempertahankan pengetahuan
lamanya, dan sekelompok masyarakat yang Dalam memilih praktek-praktek penggunaan
relatif progresif, yang cenderung mempercayai lahan, seseorang melibatkan pertimbangan
informasi terbaru sebagai almanak masa yang mendalam mengenai neraca resiko-
depan dan dengan mudah melupakan manfaat dari setiap pilihan yang ada. Oleh
pelajaran yang telah diperoleh di masa lalu. karena itu, akan sangat dipengaruhi oleh
Dalam suatu komunitas, apabila kesuksesan pengetahuan masyarakat dan gaya belajar
pengambilan keputusan dari seseorang dapat mereka. Keputusan-keputusan strategis
dirasakan manfaatnya oleh orang lain, maka (dengan konsekuensi tahunan) dan keputusan-
terbuka kesempatan bagi yang lainnya untuk keputusan taktis pada 'sistem-sistem
mempelajari pengalaman tersebut. Dengan penggunaan lahan' dapat dibedakan dalam hal
demikian, evolusi pengetahuan pada tingkat pengalokasian tenaga kerja pada setiap jenis
desa terbentuk oleh dua kelompok masyarakat penggunaan lahan yang terdapat pada lanskap
dengan gaya belajar yang bertolak belakang: yang dikelola.
konservatif dan eksperimenter. Pengetahuan
juga bisa diperbaharui oleh informasi yang Lahan akan dialokasikan untuk setiap
didapatkan melalui pendidikan dan pilihan penggunaan lahan, terkait dengan nilai
pendampingan. Pada skala yang lebih luas, harapan pendapatan per pengorbanan luasan
pengetahuan masyarakat pada suatu tempat lahan (Rp/ha). Makin tinggi nilai harapan
bisa dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat pendapatan per pengorbanan luasan lahan
di tempat lainnya. Khususnya, dengan (Rp/ha), orang cenderung mengalokasikan
terlibatnya sistem-sistem produksi berbasis ruang yang lebih luas untuk jenis praktek
pohon yang memiliki waktu tunggu antara penggunaan lahan seperti ini. Ketika nilai
62
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
harapan pendapatan per pengorbanan luasan panen harapan), biaya ekspansi (misalnya jarak
lahan (Rp/ha) melebihi nilai aktual yang terkait dengan biaya perjalanan,
pendapatan per pengorbanan luasan lahan kelerengan lahan, dan kemudahan untuk
pada plot-plot yang telah ada (Rp/ha), orang pembersihan lahan), pengendalian lahan
cenderung melakukan ekspansi lahan untuk (misalnya jarak dari pemukiman atau jarak dari
memenuhi harapannya. Pada beberapa kasus, plot yang telah ada) dan status pengakuan atas
ekspansi lahan tidak hanya dikendalikan oleh hak mengelola lahan (lahan publik atau privat).
pasar, sebagai contoh ekspansi pertanian
tanaman pangan lebih cenderung ditentukan
oleh kebutuhan pangan. Selanjutnya, Metodologi
keputusan untuk memberakan atau
memperbaharui suatu plot dipengaruhi oleh Dalam menggunakan Model FALLOW
takaran seseorang dalam menentukan batas sebagai alat untuk mensimulasikan dinamika
marjinal lahan, yaitu ketika nilai aktual lanskap dan penghidupan masyarakat di Nu-
pendapatan per pengorbanan luasan lahan dari nukan, dilakukan langkah-langkah berikut ini:
suatu plot (Rp/ha) telah turun dari nilai
• pemilihan wilayah kajian untuk validasi dan
harapannya.
simulasi;
Dalam Model FALLOW, alokasi tenaga • parameterisasi model;
kerja pada setiap jenis pilihan penggunaan • validasi model; dan
lahan dilakukan setiap tahun, terkait dengan • simulasi beberapa skenario.
nilai harapan pendapatan per pengorbanan
tenaga kerja (Rp/HOK). Makin tinggi nilai
harapan pendapatan per pengorbanan tenaga Hasil
kerja (Rp/HOK), orang cenderung
mengalokasikan tenaga kerja pada porsi yang Wilayah Validasi
lebih tinggi untuk jenis penghidupan tersebut.
Dalam pengambilan keputusan taktisnya, Sebelum mengaplikasikan model, validasi
masyarakat mungkin menggunakan dasar dilakukan untuk mengevaluasi kinerjanya
proporsionalitas sederhana antara nilai dalam menggambarkan dinamika alih guna
harapan pendapatan dan alokasi sumberdaya lahan. Bagian wilayah Sebuku dengan luasan
maupun menggunakan skema keputusan yang 24.656 ha dipilih sebagai wilayah kajian
cenderung memilih jenis-jenis pilihan yang (Gambar 5.3). Wilayah ini dipilih karena kon-
'paling menjanjikan' (sebagaimana telah disinya yang relatif bebas awan sebagaimana
diyakini). Dalam model, alokasi tenaga kerja ditangkap oleh citra Landsat pada tahun 1996
untuk jenis kegiatan produksi pangan lokal dan 2003 (lihat Widayati et al. dalam Bab 4).
bisa melebihi 'perilaku pemilihan rasional' Peta tutupan lahan wilayah tersebut pada
berdasarkan nilai harapan pendapatan relatif tahun 1996 digunakan untuk inisialisasi model.
per pengorbanan tenaga kerja. Hal tersebut Kemudian, hasil simulasi 8-tahun dibanding-
mencerminkan perilaku antisipatif terkait kan dengan peta tutupan lahan tahun 2003.
dengan pencegahan krisis-pangan. Pembalakan, pertanian dan agroforestri
merupakan pilihan penggunaan lahan utama
Dalam memilih suatu plot untuk ekspansi di wilayah ini.
lahannya, orang akan mempertimbangkan
beberapa penentu keruangan yang Parameterisasi Model
mempengaruhi daya tarik suatu plot. Daya
tarik suatu plot itu sendiri terkait dengan nilai Sebagian besar parameter yang digunakan
manfaat (misalnya kesuburan lahan, hasil dalam studi ini dianalisis dari data hasil survei
rumah tangga/survei lapangan yang dilakukan
63
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 5.3. Wilayah validasi yang dipilih sebagai wilayah aplikasi model, mencakup luasan 24.656 ha dan
merupakan bagian dari Sebuku.
oleh tim proyek (lihat Bab 2 oleh Wijaya et al. total biomasa permukaan dari hutan alam.
untuk hasil rinci survei sosial-ekonomi rumah Untuk inisialisasi pada tingkat piksel
tangga dan Bab 3 oleh Rahayu et al. untuk digunakan distribusi normal dengan nilai
hasil rinci survei biofisik/karbon). Parameter tengah dan simpangan baku sebagaimana
lainnya diduga melalui data sekunder. terindikasi dan dibatasi dengan nilai minimum
serta maksimum hasil pengamatan.
Dinamika Hutan
Sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 5.1,
Rataan biomasa permukaan dari plot-plot waktu setelah penebangan pertama (tahun)
jakaw pada usia bera 1, 2, 3, 4, 5, 6-10, dan tidak berkorelasi langsung dengan riap
>10 tahun, serta dari hutan primer digunakan biomasa pada petak-petak bekas tebangan.
untuk menentukan batas waktu suksesi hutan Dengan demikian, riap biomasa permukaan
alam. Gambar 5.4 memperlihatkan biomasa hutan secara umum tidak dapat diduga
terukur (segitiga) dan model duganya (garis berdasarkan umur suksesinya (sebagai
bernoktah), menggunakan fungsi asimptotis dBiomasaPermukaan/dt), namun berdasarkan
umum y=ymax(1-exp[-βxγ])η (Vanclay, 1994). kondisi biomasa permukaan saat ini relatif
Batas waktu hutan bekas-tebangan ditentukan terhadap biomasa permukaan maksimum yang
sesuai dengan data survei lapangan (Tabel ditemukan pada hutan primer (Biomasa
5.1). Tabel 5.2 merangkum statistik (min, Permukaan/ BiomasaPermukaanRujukan). Kurva
maks, nilai tengah and simpangan baku) dari asimptotis digunakan untuk membangun
64
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
Tabel 5.1. Lama waktu setelah penebangan pertama (tahun) dan statistik biomasa permukaan untuk petak-petak
bekas tebangan
Batas waktu (tahun Simpangan
Minimum Maksimum Nilai tengah
Tahap setelah penebangan baku
(Mg ha-1) (Mg ha-1) (Mg ha-1)
pertama) (Mg ha-1)
Tebangan 1 2 406,1 644,7 528,6 119,5
Tebangan 2 7 248,9 654,6 390,5 228,9
Tebangan 3 21 411,4 523,4 467,4 79,2
Tebangan 4 41 256,7 575,0 438,8 164,1
Tabel 5.2. Parameter-parameter yang menjelaskan suksesi hutan alam dan statistik biomasa permukaannya
grafik hubungan antara riap biomasa ymax=0.90, β=0.001, γ=2.27, η=1, dan akar
permukaan dan BiomasaPermukaan/Biomasa rataan galat kuadrat=0.13 (Gambar 5.6).
PermukaanRujukan, dengan ymaks=0.003, β=1, Potensi tegakan (m3 ha-1) adalah 1,4842 dari
γ=1.6, η=-1.2, dan akar rataan galat biomasa pohon (Mg ha-1), berdasarkan korelasi
kuadrat=0.02 (Gambar 5.5). Dalam hal ini, yang ditunjukkan dalam Gambar 5.7. Dalam
riap biomasa permukaan ditetapkan sebagai hal ini, potensi tegakan (m3 ha-1) diduga
[BiomassPermukaant-BiomassPermukaant-1]/ dengan asumsi faktor silindris (fs) sama
BiomassPermukaant-1. dengan 1. Potensi tegakan ditetapkan sebagai
komponen produk kayu yang bisa dipanen.
Fraksi dari biomasa pohon diduga dari
korelasinya dengan biomasa permukaan total, Pembalakan diasumsikan mengekstraksi
berdasarkan kurva asimptotis dengan pohon-pohon berukuran besar. Fraksi dari
65
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
66
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
67
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Table 5.3. Parameter-parameter yang menjelaskan perkembangan sistem agroforestri dan statistik
biomasa permukaannya.
Batas waktu Minimum Maksimum Nilai tengah Simpangan baku
Tahap
(tahun) (Mg ha-1) (Mg ha-1) (Mg ha-1) (Mg ha-1)
Pioner 0 0,0 49,4 25,29 24,74
Produksi awal 3 68,9 120,3 96,81 20,36
Produksi lanjut 8 128,5 166,8 153,21 12,27
Pasca produksi 21 167,7 171,7 170,11 1,32
68
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
Hasil produksi setiap spesies (Mg ha-1) diduga Faktor penuaan ditambahkan sebagai pengali
dari fraksinya, relatif terhadap biomasa pada setiap tahap perkembangan. Pada studi
permukaannya. Fraksi hasil produksi untuk ini, faktor penuaan sebesar 0,1; 1; 0,75; 0,2
spesies pohon (rambutan, elai, langsat, kopi digunakan untuk mengkoreksi hasil produksi
dan durian) diduga berdasarkan biomasa pada tahapan pioner, produksi awal, produksi
pohon, sedangkan untuk pisang diduga dari lanjut dan pasca produksi berturut-turut.
biomasa permukaan bukan pohon (Tabel 5.5).
Tabel 5.5. Hasil produksi sistem agroforestri diduga sebagai fraksi dari biomasa permukaan pohon atau
bukan pohon.
69
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Tabel 5.6. Statistik bahan organik tanah (Mg ha-1) pada berbagai jenis tutupan lahan untuk inisialisasi
model
70
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
Tabel 5.7. Laju penipisan kesuburan tanah tahunan dan efisiensi konversi pada padi.
Tabel 5.8. Persepsi masyarakat mengenai Diasumsikan bahwa 1% dari total populasi,
manfaat sumber penghidupan di Sebuku terdiri dari kelompok masyarakat yang
Nilai harapan Nilai harapan memiliki laju pembaharuan pengetahuan sama
Sumber
pendapatan per pendapatan per dengan 0,75, sedangkan sisanya (99%)
pengorbanan pengorbanan
penghidupan
tenaga kerja luasan lahan memiliki laju pembaharuan pengetahuan sama
(Rp orang-1ha-1) (Rp ha-1) dengan 0,25. Strategi awal antara dua
Pertanian 18,380 1,348,194 kelompok masyarakat tersebut diasumsikan
tanaman pangan
Agroforestri 41,127 4,574,014 berada pada kondisi kesetimbangan Nash,
(kebun buah sehingga keduanya memiliki pengetahuan yang
campuran)
Hasil hutan non 3,968 N.A.
sama pada tahap awal.
kayu (gaharu)
Pembalakan 34,673 61,311,413 Analisis keruangan dilakukan
Non pertanian 13,292 menggunakan peta tutupan lahan, peta
kelerengan dan peta-peta jarak (meliputi jarak
ekonomi dari survei rumah tangga: asupan ke jalan, jarak ke sungai, dan jarak ke
tenaga kerja tahunan per ha (HOK ha-1 pemukiman). Analisis ini dilakukan untuk
tahun-1), hasil panen padi rataan per ha (317 menduga efek dari karakteristik keruangan
kg ha-1) dan harga beras (Rp 4,250 kg-1). Dua dalam menentukan perencanaan masyarakat
informasi terakhir juga digunakan untuk yang terkait dengan pemilihan plot untuk
menduga nilai harapan pendapatan per ekspansi lahan. Rangkuman hasil analisis
pengorbanan luasan lahan pada sistem disajikan pada Gambar 5.13.
pertanian tanaman-pangan. Metode yang sama
diterapkan untuk menduga nilai harapan Validasi Model
pendapatan per pengorbanan tenaga kerja dan
Validasi dilakukan untuk mengukur kemiripan
nilai pendapatan per perngorbanan luasan
pola lanskap pada tahun 2003 antara hasil
lahan pada sistem agroforestri. Nilai harapan
simulasi dengan data rujukan (yaitu peta
pendapatan per pengorbanan tenaga kerja
tutupan lahan, yang diturunkan dari citra
pada aktivitas pembalakan diturunkan
langsung dari data hasil survei rumah tangga. Landsat TM − lihat Bab 4). Model divalidasi
Nilai harapan pendapatan per pengorbanan pada tiga tingkatan yaitu: (1) pada tingkat
luasan lahan pada aktivitas pembalakan hutan nominal rinci, dengan mengukur kemiripan
diduga dari data luas areal bekas tebangan peta tutupan lahan; (2) pada tingkat nominal
pada tahun 1996 (47 ha), hasil kayu pada agregat, dengan mengukur kemiripan peta
petak tebangan baru (772 m3 ha-1), harga kayu penggunaan lahan; dan (3) pada tingkat
(Rp 99,276 m-3) serta jumlah tenaga kerja yang kuantitatif rinci, dengan mengukur kemiripan
mungkin terlibat dalam aktivitas pembalakan peta Karbon/KarbonRujukan. Peta-peta yang
(dengan fraksi dugaan sekitar 0,35). digunakan dalam validasi disajikan pada
71
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
(c) Agroforestri
72
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
Gambar 5.14-5.16. Prosedur validasi diadopsi (Gambar 5.17). Ketika validasi dilakukan pada
dari Costanza (1989), dengan mengukur tingkat agregat (pembandingan peta
kemiripan pola keruangan pada resolusi penggunaan lahan, Gambar 5.15), kemiripan
bertingkat. Hasilnya disajikan dalam gambar model meningkat menjadi 70% (Gambar
5.17. Pada tingkat nominal rinci 5.17). Model mencapai kemiripan 80%
(pembandingan peta tutupan lahan, Gambar (Gambar 5.17) ketika validasi dilakukan pada
5.14), kemiripan model hanya berkisar 37% tingkat kuantitatif detail (Gambar 5.16).
Peta tutupan lahan rujukan (dari Landsat TM). Peta tutupan lahan simulasi
Wilayah hitam merupakan daerah berawan, yang
tidak diperhitungkan.
Gambar 5.14. Peta tutupan lahan rujukan dari daerah Sebuku pada tahun 2003 (kiri), dibandingkan dengan hasil
simulasi (kanan). Pada tingkat nominal rinci, kemiripan keruangan dari data hasil simulasi terhadap data rujukan
hanya berkisar 37% (lihat Gambar 5.17).
Peta penggunaan lahan rujukan (agregasi peta Peta penggunaan lahan simulasi (agregasi peta
tutupan lahan). Wilayah hitam merupakan daerah tutupan lahan)
berawan, yang tidak diperhitungkan.
Gambar 5.15. Peta penggunaan lahan rujukan derah Sebuku pada tahun 2003 (kiri), dibandingkan dengan hasil
simulasi (kanan). Peta-peta tersebut dihasilkan dari agregasi peta-peta tutupan lahan, dimana hutan pioneer
dipisahkan dari kelompok hutan dan direklasifikasikan menjadi lahan bera. Pada tingkat nominal agregat,
kemiripan keruangan dari data hasil simulasi terhadap data rujukan meningkat menjadi 70% (lihat Gambar
5.17).
73
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Gambar 5.16. Dugaan peta Karbon/KarbonRujukan berdasarkan peta rujukan tutupan lahan dan statistik dari
survei karbon lapangan (kiri), dibandingkan dengan Karbon/KarbonRujukan hasil simulasi (kanan). Dalam hal ini,
Karbon/KarbonRujukan merupakan cadangan karbon permukaan relatif terhadap nilai cadangan karbon maksimum
pada hutan primer. Pada tingkat kuantitatif detail, kemiripan keruangan dari data hasil simulasi terhadap data
rujukan adalah 80% (lihat Gambar 5.17).
Acuan dan efek ledakan penduduk: dari bab ini) dengan kemiripan yang bisa
perubahan terprediksi dalam diterima akibat perubahan yang terjadi selama
karakteristik sistem jika 10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa
kecenderungan terkini terus berlanjut pembalakan akan tetap dipersepsikan sebagai
pilihan sumber penghidupan yang paling
sebagai acuan dinamis dalam
menguntungkan dalam kurun waktu 25 tahun
melakukan analisis 'dampak' dari mendatang (Gambar 5.18). Oleh karena itu,
intervensi-intervensi bertipe proyek simulasi model menghasilkan suatu 'acuan'
Ekstrapolasi waktu dengan menggunakan yang menyatakan bahwa penipisan lanjut
parameter-parameter di atas (lihat bagian awal cadangan kayu dan tentunya juga cadangan
74
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
Gambar 5.18. Dinamika lanskap simulasi di Sebuku selama 25 tahun dari tahun 2003, menggunakan seting
parameter terkini, dimana pembalakan hutan dianggap oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan yang
paling menguntungkan sehingga menipiskan cadangan karbon permukaan.
Gambar 5.19. Menggunakan setting parameter terkini, kencenderungan yang mungkin terjadi dari dinamika
lanskap di Sebuku selama 25 tahun (diinisialisasi menggunakan peta tutupan lahan rujukan tahun 2003),
menghasilkan kurva yang menurun pada kedua indikator manfaat: pendapatan per kapita (juta Rp/orang) dan
cadangan karbon permukaan (Mg ha-1).
75
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
pada Tabel 5.9. Skenario 1 dan skenario 2 pasar kayu pada tingkat ini mampu menaikkan
dimaksudkan untuk mengeksplorasi pendapatan sebanyak 58%-83% (Gambar
kemudahan adopsi sistem agroforestri pada 5.20.D2) dan mengurangi cadangan karbon
lanskap tersebut jika profitabilitasnya sebanyak 18%, dibandingkan dengan kondisi
ditingkatkan. Skenario terakhir dimaksudkan acuan (Gambar 5.20.D1).
untuk mengeksplorasi perilaku adaptif
masyarakat, jika pasar kayu hilang dari wilayah Jika skenario 1 dan skenario 2 digabungkan
tersebut. dengan skenario 3, dimana hasil dan harga
produk agroforestri ditingkatkan sebanyak
Upaya-upaya untuk meningkatkan 100% pada berbagai tingkat pengurangan
profitabilitas agroforestri melalui peningkatan pasar kayu, cadangan karbon bisa dipertahan-
hasil dan perbaikan pasar (dengan menaikkan kan pada tingkat pengurangan pasar kayu
harga produk agroforestri) ternyata tidak setidaknya 75% (Gambar 22 A) tanpa mem-
berpengaruh terhadap adopsi agroforestri di perburuk resiko pengurangan pendapatan
lanskap tersebut, sehingga menghasilkan pola dibandingkan dengan kondisi acuan (Gambar
imbal-balik yang sama, dibandingkan dengan 22 B).
acuan (Gambar 5.20 B1, B2, C1, C2).
Tabel 5.9. Skenario yang digunakan untuk eksplorasi semua pola imbal-balik yang mungkin antara
pendapatan per kapita dengan cadangan karbon permukaan.
A1 A2
76
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
B1 B2
C1 C2
D1 D2
Gambar 5.20. Sebagaimana disimulasikan oleh model, peningkatan populasi penduduk mengurangi keuntungan
lokal (A2), sementara cadangan karbon tetap sama dengan kecenderungan terkini (A1). Upaya untuk
memperbaiki profititabilitas agroforestri dengan meningkatkan hasil dan memperbaiki pasar tidak berpengaruh
terhadap tingkat adopsi agroforestri, jika kapital sumberdaya alam untuk melakukan aktivitas pembalakan masih
lebih menjanjikan dengan hasil yang lebih tinggi, sehingga baik pendapatan per kapita (B1, C1) maupun
cadangan karbon (B2, C2) tidak berubah dari kecenderungan terkini. Mengurangi pasar kayu hingga 25%-50%
dari seting terkini (kapasitas penuh) mengurangi pendapatan masyarakat (D2) tanpa mengubah kecenderungan
terkini dari pengurangan cadangan karbon (D1). Ketika pasar kayu dikurangi hingga 75%-100%, masyarakat
mulai mengadopsi sistem pertanian maupun agroforestri sebagai kompensasi kehilangan pendapatan dari
kegiatan pembalakan, sehingga makin mengurangi cadangan karbon (D1) dan menciptakan keuntungan yang
lebih tinggi (D2).
77
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
(A) pasar kayu direduksi 25% (B) pasar kayu direduksi 50%
Gambar 5.21. Masyarakat masih mengharapkan pembalakan untuk dapat memberikan penghasilan yang terbaik
bagi mereka, meskipun pasar kayu telah dikurangi hingga 25%-50% dari seting terkini (A and B). Ketika pasar
kayu dikurangi hingga 75%-100%, masyarakat mulai mengadopsi sistem pertanian dan sistem agroforestri pada
skala yang lebih besar sebagai kompensasi kehilangan keuntungan dari aktivitas pembalakan.
A B
Gambar 5.22. Pada populasi penduduk saat ini (4.046 jiwa), ketika agroforestri diperbaiki dengan meningkatkan
hasil dan harga produknya 100% dari seting saat ini, cadangan karbon dapat dipertahankan saat pasar kayu
dikurangi paling tidak sebanyak 75% (A), dengan resiko pengurangan pendapatan yang sama dengan seting saat
ini (B).
78
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
dari beberapa skenario penyebab alih guna Untuk kasus pada studi ini, kedekatan nilai
lahan terhadap pendapatan dan cadangan luasan lahan dapat dianggap lebih penting
karbon di Nunukan. daripada kemiripan keruangan, ketika kita
membicarakan konsekuensi pada cadangan
Bagaimana "Kemiripan" Hasil karbon yang bersifat aditif.
Simulasi Model Bisa Diukur Lebih
Pada proses validasi model (untuk
Baik?
mendapatkan kemiripan pola keruangan dari
Dalam konteks pemantauan karbon, model data hasil simulasinya), peta tutupan lahan
dinamika lanskap seperti FALLOW bisa yang diperoleh dengan menjalankan hasil
dijadikan sebagai alat pendugaan dengan biaya interpretasi dari citra Landsat TM digunakan
transaksi yang relatif rendah. Jika sebagai rujukan untuk mewakili hasil observasi
kemiripannya telah diuji dengan baik, model langsung. Namun kenyataannya, dengan
juga bisa digunakan sebagai alat untuk menggunakan Landsat TM stratifikasi umur
membantu melakukan perencanaan berbasis tutupan lahan secara rinci (misalnya hutan
skenario (analisis ex ante). Studi ini sekunder dipilah menjadi hutan sekunder
menunjukkan bahwa pada validasi tingkat rinci muda dan hutan sekunder tua) tidak bisa
dengan menggunakan nilai nominal, dilakukan pada tingkat resolusi 30-m.
FALLOW hanya memberikan tingkat Sehingga, asumsi yang salah mengenai umur
kemiripan sebesar 37%, namun kemiripan tutupan lahan akan menghasilkan kemiripan
tersebut meningkat ketika validasi dikaburkan yang rendah. Meskipun "jarak ekologis" antara
pada tingkat agregat yang lebih kasar atau dua nilai nominal (antara hutan sekunder tua
menggunakan nilai kuantitatif (dengan dan hutan primer) sebenarnya sangat
memberikan nilai kemiripan sebesar 70% dan berdekatan, tetapi keduanya tidak akan
80% berturut-turut). dipertimbangkan sebagai dua nilai yang
"mirip" dalam prosedur validasi. Ketika
Jika data simulasi dibandingkan dengan kesalahan dalam pendugaan umur dikurangi
data aktual dalam hal kedekatan luasan (bukan melalui reklasifikasi peta tutupan lahan pada
kemiripan pola keruangan) pada tingkat tingkat yang lebih agregat (peta penggunaan
agregat (pembandingan penggunaan lahan), lahan), kemiripan yang lebih baik bisa dicapai.
akan diperoleh perbedaan luasan relatif dari Nilai kemiripan yang relatif tinggi yang
data hasil simulasi terhadap data aktual, dicapai oleh proses validasi menggunakan nilai
dengan rataan 11,15%, berkisar dari +2,45% kuantitatif (Karbon/KarbonRujukan)
pada hutan hingga +28,6% pada plot-plot menyarankan bahwa nilai kuantitatif bisa
agroforestri (Tabel 5.10). Sehingga, model menjelaskan "jarak ekologis" dengan lebih
tersebut menghasilkan nilai dugaan yang "bisa baik daripada nilai nominal.
diterima" dalam hal kedekatan nilai luasannya.
Tabel 5.10. Kedekatan nilai luasan lahan pada tingkat nominal agregat (pembandingan penggunaan
lahan).
Luas aktual pada Luas simulasi pada Perbedaan luas data
Tipe penggunaan lahan tahun 2003 tahun 2003 simulasi relatif terhadap
(ha) (ha) data aktual (%)
Pertanian 2269 2397 5,64
Bera 211 217 2,84
Hutan 19481 19959 2,45
Bekas tebangan 1297 1507 16,19
Kebun agroforestri 430 553 28,60
79
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Kemiripan pola keruangan yang rendah tentu saja pola keruangan lahan pertanian
dari peta tutupan lahan hasil simulasi bisa sebagaimana disimulasikan oleh model
disebabkan juga karena belum terwakilinya memiliki ketergantungan keruangan yang
penentu keruangan yang "tepat" pada studi cukup tinggi terhadap jalan dan sungai
ini. Gambar 5.23 dengan jelas menunujukkan (Gambar 5.24). Barangkali, penentu
bahwa pola keruangan aktual dari lahan keruangan "sejati" yang mempengaruhi
pertanian pada tahun 2003 nampaknya tidak ekspansi lahan muncul pada resolusi yang
mengikuti pola keruangan jalan maupun sangat tinggi, misalnya berupa peta jalan
sungai. Namun, karena peta-peta jalan dan setapak. Oleh karena itu, untuk validasi
sungai pada resolusi yang relatif kasar selanjutnya, disarankan untuk melakukan
merupakan satu-satunya informasi keruangan inisialisasi dan validasi model menggunakan
yang tersedia untuk memparametrisasi model, peta tutupan lahan hasil survei lapangan atau
Gambar 5.23. Lahan pertanian di Sebuku sebagaimana diamati melalui Landsat TM pada tahun 2003 (piksel
warna hitam), ditumpangtindihkan dengan peta jarak ke sungai (A) dan peta jarak ke jalan (B). Pola keruangan
dari lahan pertanian tersebut ternyata tidak mengikuti pola sungai maupun pola jalan.
Gambar 5.24. Lahan pertanian di Sebuku sebagaimana disimulasikan oleh model pada tahun 2003 (piksel warna
hitam), ditumpang-tindihkan dengan peta jarak ke sungai (A) dan peta jarak ke jalan (B). Pola keruangan dari
lahan pertanian hasil simulasi tersebut berkumpul di sekitar sungai atau jalan.
80
Studi Skenario Tata Guna Lahan di Nunukan, Kalimantan Timur (Indonesia): faktor penyebab, sumber penghidupan lokal dan cadangan karbon
yang relevan secara global
peta turunan dari citra satelit resolusi tinggi penggunaan lahan), dan 80% pada tingkat
(misalnya QuickBird), daripada menggunakan kuantitatif pembandingan peta
produk model lain dengan resolusi rendah Karbon/KarbonRujukan).
sebagai rujukan (termasuk dalam hal ini peta
tutupan lahan yang diturunkan dari citra Model memberikan nilai dugaan yang "bisa
Landsat TM). diterima" dalam hal kedekatan luasan pada
tingkat nominal agregat.
Imbal-balik Karbon-Pendapatan pada
Model dinamika lanskap yang
Lanskap Berhutan
mempertimbangkan aspek keruangan secara
Ketika lanskap masih didominasi oleh hutan eksplisit seperti FALLOW seharusnya
seperti di wilayah validasi (Sebuku), sumber diinisialisasi dan divalidasi menggunakan peta-
penghidupan masyarakat lokal sangat peta hasil survei lapangan atau peta-peta
tergantung pada sumberdaya hutan. Dari turunan beresolusi tinggi, daripada
semua skenario tunggal (skenario 1-skenario membandingkannya dengan produk model
3), pengurangan cadangan karbon tidak bisa lainnya pada resolusi rendah.
dihindarkan. Ketika pasar kayu dikurangi,
masyarakat akan berpindah ke sistem Dari hasil simulasi acuan dinamis di
pertanian dan sistem agroforestri pada skala Nunukan, menunjukkan bahwa baik
besar, yang berarti merupakan betuk lain dari pendapatan maupun cadangan karbon pada
deforestasi dengan konsekuensi yang lebih tingkat lanskap terus menurun, karena
buruk terhadap cadangan karbon. Ketika pembalakan yang tanpa memperhitungkan
pasar kayu dikurangi dan pada saat bersamaan kelestarian masih merupakan pilihan
juga dilakukan perbaikan sistem agroforestri, penggunaan lahan yang dianggap paling
cadangan karbon bisa dipertahankan tanpa menguntungkan.
memperburuk resiko penurunan pendapatan
Untuk mencapai manfaat global maupun
dari kondisi saat ini. Dengan demikian,
lokal secara bersamaan, CBNRM dan LEISA
mengurangi emisi karbon akibat perubahan
harus diterapkan secara simultan: peningkatan
lahan sekaligus meningkatkan keuntungan
profitibilitas agroforestri secara substansial
lokal di wilayah seperti ini harus didekati
diperlukan sebelum jenis praktek ini bisa
dengan mempromosikan CBNRM (misalnya
berkompetisi dengan daya tarik praktek
melalui pembalakan berdampak rendah) secara
pembalakan, bergandengan dengan upaya
bersamaan dengan upaya perbaikan sistem
efektif dalam mengurangi penjualan papan
agroforestri.
kayu; faktor waktu penantian yang
mempengaruhi profitibilitas agroforestri
menunjukkan sangat pentingnya upaya
Kesimpulan promosi serta pendampingan secara aktif
untuk berpacu dengan waktu, namun hanya
Tingkat kesesuaian model adalah sebesar 37%
dalam kondisi jika pilihan penggunaan lahan
pada tingkat nominal (pembandingan peta
yang dipromosikan benar-benar bermanfaat
tutupan lahan), 70% pada tingkat nominal
bagi petani.
yang lebih kasar (pembandingan peta
81
DAFTAR ISI
Anonim. 2001. Kabupaten Nunukan dalam Brown K. 1996. The Utility of Remote
Angka (Nunukan in Numbers). Badan Sensing Technology in Monitoring
Perencanaan, Pembangunan Daerah Carbon Sequestration Agroforestry
Kabupaten Nunukan dan Badan Pusat Projects, College of Forest Resources,
Statistik Kabupaten Nunukan, Nunukan. University of Washington.
http://www.ghgprotocol.org/docs/
Arifin J 2001. Estimasi cadangan karbon pada
winrock_remote_sensing.pdf (viewed, 21
berbagai sistem penggunaan lahan di
March 2005)
Kecamatan Ngantang, Malang, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Canadell JG. 2002. Land use effects on
Brawijaya, Malang, 61pp. terrestrial carbon sources and sinks.
Science in China Vol. 45: 1-9.
Australian Greenhouse Office. 2002. Field
Measurement Procedures for Carbon Casson A and Obidzinski K. 2002. From new
Accountin. Bush for Greenhouse Report order to regional autonomy: shifting
No.2 Version 1. dynamics of ''illegal'' logging in
http://www.greenhouse.gov.au/land/ Kalimantan,Indonesia. World Development
bush_workbook_a3/index.html 30 (12): 2133-2151.
Accessed: 24 February 2005
Chavez PS. 1996. Image based atmospheric
Barr C. 2002. Timber concession reform : corrections revisited and improved.
questioning the "sustainable logging" Photogrametric Engineering and Remote Sensing
paradigm: dalam Pierce, CJ. and 62:9, 1025-1036.
Resosudarmo, IAP. (eds). Which Way
Coops N. 1996. Estimating eucalypt forest
Forward? People, Forest and
volume and density using textural,
Policymaking in Indonesia. Resources for
spectral and environmental variables.
the Future, Washington DC. Pp. 191:220.
Proceeedings 8th Australasian Remote
Biro Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia Srnsing Conference. Canberra, Australia.
(Statistical Yearbook of Indonesia).
Costanza R. 1989. Model goodness of fit: a
Central Bureau of Statistics. Jakarta,
multiple resolution procedure. Ecological
Indonesia.
Modelling 47:199-215.
Billsborrow RE and Okoth-Ogendo HWO.
Diamond J. 2005. Collapse: How Societies
1992. Population-driven changes in land
Choose to Fail or Survive. Penguin
use in developing countries. AMBIO
Books. 592 pp.
21(1): 37-45.
EIA and Telapak Indonesia. 2001. Timber
Brookfield H, Potter L and Byron L. 1995. In
Trafficking:Illegal Logging in Indonesia,
Place of the Forest: Environmental and
South East Asia and International
Socio-Economic Transformation in
Consumption of Illegally Sourced
Borneo and the Eastern Malay Peninsula.
Timber http://www.eia-international.
United Nations University Press, Tokyo.
org/ accessed: 21 March 2005
310 pp.
Gladwell M. 2000. The Tipping Point: How
Little Things Can Make a Big Difference.
83
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
84
Daftar Isi
85
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
86
LAMPIRAN
Lampiran 1. Cadangan karbon terukur dan perkiraan cadangan kayu pada plot contoh di Kecamatan Sebuku dan Sembakung, Nunukan, Kalimantan Timur.
88
Feb-04 Tau Baru 484793 457809 Primary Forest - 417.9 0.5 0.0 9.2 682.60
Feb-04 Tau Baru 484817 457684 Primary Forest - 363.1 0.4 0.2 7.9 524.47
Feb-04 Sekikilan 498670 457071 Imperata - 0.0 0.0 4.6 5.6 na
Feb-04 Sekikilan 498617 457120 Imperata - 0.0 0.0 4.2 4.4 na
Feb-04 Sekikilan 498472 451989 Imperata - 0.0 0.0 4.6 4.5 na
Feb-04 Sekikilan 498503 451968 Jakaw 1 0.2 1.5 5.8 11.4 na
Feb-04 Sekikilan 498527 451997 Jakaw 1 7.7 1.9 1.6 5.5 5.15
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Feb-04 Sekikilan 498472 451989 Jakaw 1 16.0 0.3 2.6 9.1 27.20
25-Dec-03 Manuk Bungkul 497447 422652 Jakaw 2 3.7 0.8 1.5 5.0 6.10
25-Dec-03 Manuk Bungkul 497436 422662 Jakaw 2 3.2 0.6 2.0 1.8 3.45
25-Dec-03 Manuk Bungkul 497419 422649 Jakaw 2 18.1 0.9 1.5 3.2 23.70
07-Mar-04 Manuk Bungkul 497235 422041 Jakaw 3 26.0 0.2 0.8 7.5 49.98
07-Mar-04 Manuk Bungkul 496957 421936 Jakaw 3 16.9 0.0 1.0 6.0 27.67
07-Mar-04 Manuk Bungkul 496957 421854 Jakaw 3 21.6 0.1 1.0 7.8 38.81
14-Dec-03 Tanjung Harapan 479474 417051 Jakaw 4 31.9 1.1 1.9 7.4 110.03
14-Dec-03 Tanjung Harapan 479522 416983 Jakaw 4 43.7 0.7 1.0 9.8 na
14-Dec-03 Tanjung Harapan 479365 416983 Jakaw 4 33.5 1.2 0.8 6.4 78.78
1
Cadangan kayu diperkirakan dari jumlah pohon yang ditemukan pada masing-masing plot.
na: tidak ditemukan kayu di dalam plot contoh
Lampiran 1. (Lanjutan)
89
08-Mar-04 Manuk Bungkul 497686 423021 Agroforest 10-20 75.0 0.6 1.5 11.5 na
08-Mar-04 Manuk Bungkul 497725 422993 Agroforest 10-20 138.5 0.0 1.1 16.8 na
28-Feb-04 Sujau Lama 479978 439228 Agroforest 21-30 351.4 0.0 1.1 5.2 na
28-Feb-04 Sujau Lama 479984 439236 Agroforest 21-30 48.5 0.0 1.1 4.8 na
28-Feb-04 Sujau Lama 480025 439257 Agroforest 21-30 100.0 0.0 1.3 5.3 na
25-Feb-04 Apas 499884 440098 Padi - Jakaw 1 0.0 0.0 2.4 0.0 na
02-Mar-04 Kunyit 496304 436179 Padi - Jakaw 2 0.0 0.0 5.1 0.0 na
06-Mar-04 Manuk Bungkul 498191 422694 Padi - Jakaw 3 0.0 0.0 5.3 0.0 na
02-Mar-04 Lubok Buat 483997 418862 Padi - Jakaw 4 0.0 0.0 5.5 0.0 na
01-Mar-04 Lubok Buat 485469 418436 Padi - Jakaw 5 0.0 0.0 5.8 0.0 na
09-Feb-04 Pagaluyon 480985 418710 Padi - Jakaw 6 0.0 0.0 12.0 0.0 na
Lampiran
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
A. Hutan primer
90
Lampiran
91
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
92
Lampiran
93
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
94
Lampiran
Lampiran 3. Daftar titik-titik contoh yang digunakan dalam regresi cadangan karbon di atas permukaan
tanah terhadap NDVI
Carbon
density
No. Easting Northing Location Landcover NDVI03
measured
(Mg ha-1)*
1 498670 457071 Kalun Sayan Imperata 2.06 44
2 497447 422652 Manuk Bungkul 2-yr-old abandoned jakaw 2.32 45
3 497436 422662 Manuk Bungkul 2-yr-old abandoned jakaw 2.32 45
4 496304 436179 Kunyit 2-yr cropped jakaw, rice 2.27 52
5 498191 422694 Manuk Bungkul 3-yr cropped jakaw, rice 2.40 59
6 497419 422649 Manuk Bungkul 2-yr-old abandoned jakaw 8.82 64
7 485760 419370 Tanjung Harapan 6-10-yr old abandoned jakaw 58.75 65
8 496957 421936 Manuk Bungkul 3-yr-old abandoned jakaw 8.02 66
9 496957 421854 Manuk Bungkul 3-yr-old abandoned jakaw 8.02 66
10 480505 417490 Tanjung Harapan 5-yr-old abandoned jakaw 16.28 66
11 480414 417590 Tanjung Harapan 5-yr-old abandoned jakaw 16.78 66
12 498527 451997 Sekikilan 1-yr-old abandoned jakaw 4.18 67
13 480985 418710 Tanjung Harapan 6-10-yr cropped jakaw 5.41 67
14 497235 422041 Manuk Bungkul 3-yr-old abandoned jakaw 12.06 67
15 498603 451246 Sekikilan 4-10-yr logged over area 104.78 67
16 503632 427741 Atap 11-30-yr logged over area 205.12 68
17 499463 451897 Sekikilan >10-yr old abandoned jakaw 48.03 69
18 499390 451863 Sekikilan >10-yr old abandoned jakaw 77.38 69
19 503625 427654 Atap 11-30-yr logged over area 176.78 69
20 479509 436626 Sujau 0-3-yr logged over area 222.25 69
21 503594 427669 Atap 11-30-yr logged over area 227.89 69
22 479475 436480 Sujau 0-3-yr logged over area 232.49 70
23 497686 423021 Manuk Bungkul Agroforest 11 - 20 yrs 34.45 71
24 497725 422993 Manuk Bungkul Agroforest 11 - 20 yrs 62.83 71
25 497694 423055 Manuk Bungkul Agroforest 11 - 20 yrs 87.21 71
26 485993 419545 Tanjung Harapan 6-10-yr old abandoned jakaw 42.05 72
* c-stock measured from tree biomass and understorey
95