Anda di halaman 1dari 240

TUGAS AKHIR

KAJIAN PORTAL STRUKTUR BAJA GEDUNG WORKSHOP


ALAT BERAT DI BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
TAHAP II DENGAN METODE DFBK DAN DKI
TINJAUAN KHUSUS PERHITUNGAN STRUKTUR KOLOM
BAJA DAN BASE PLATE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademis Dalam


Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Batanghari

Disusun Oleh :
BINTANG MULIARDI UTAMAS
NIM : 1700822201064

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BATANGHARI JAMBI

2021
HALAMAN PERSETUJUAN

KAJIAN PORTAL STRUKTUR BAJA GEDUNG WORKSHOP


ALAT BERAT DI BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
TAHAP II DENGAN METODE DFBK DAN DKI

Disusun Oleh :
BINTANG MULIARDI UTAMAS
Npm : 1700822201064

Dengan ini Dosen Pembimbing Tugas Akhir Prodi Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Batanghari Jambi, menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir
dengan Judul dan penyusunan sebagaimana tersebut diatas disetujui sesuai dengan
prosedur, ketentuan, kelaziman yang berlaku dan dapat diajukan untuk Ujian
Komprehensif Tugas Akhir Program Srata Satu (S1) Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Batanghari.

Jambi, Desember 2021


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Suhendra, ST, MT Wari Dony, ST, MT

ii
HALAMAN PENGESAHAN

KAJIAN PORTAL STRUKTUR BAJA GEDUNG WORKSHOP


ALAT BERAT DI BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
TAHAP II DENGAN METODE DFBK DAN DKI

Tugas Akhir ini telah dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Ujian Tugas Akhir
dan Ujian Komprehensif, dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Batanghari.

Nama : Bintang Muliardi Utamas


NPM : 1700822201064
Hari / Tanggal : Rabu, 15 Desember 2021
Jam : 10.00 s/d Selesai
Tempat : Ruang Sidang Fakultas Teknik Universitas Batanghari

PANITIA PENGUJI

Jabatan Nama Tanda Tangan

1. Ketua : Elvira Handayani, ST., MT : jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjf

2. Sekretaris : Wari Dony, ST., MT : jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjf

3. Penguji I : Suhendra, ST., MT : jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjf

4. Penguji II : Dr. Ir. H. Amsori, M. Das., M.Eng : jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjf

5. Penguji III : Ria Zulfiati, ST., MT : jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjf

Disahkan Oleh :

Dekan Fakultas Teknik Ketua Prodi Teknik Sipil

Dr. Ir. H. Fakhrul Rozi Yamali., ME. Elvira Handayani, ST., MT.

iii
MOTTO

“ Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah


menjadi manusia yang berguna ”
(Albert Einstein)

“ Hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi. Tanda
manusia masih hidup adalah ketika ia mengalami
ujian, kegagalan, dan penderitaan ”
(Socrates)

“ Bangun kesuksesan dari sebuah kegagalan dan keputusasaan, dua hal itu
loncatan yang paling baik menuju kesuksesan ”
(Dale Carnegie)

“ Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya ”
(Q.S At-Talaq : 4)

“ Kamu tidak akan bisa kembali dan mengubah masa lalu, maka dari itu tataplah
masa depan dan jangan buat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya ”
(Bintang Muliardi Utamas)

“ Doa Ibu menyelimuti setiap langkahku, kemana pun aku pergi, dimana pun aku
ditempatkan, aku bersama-sama dengan doanya ”
(Zarry Hendrik)

“ Setiap orang pasti mempunyai mimpi, begitu juga saya, namun bagi saya yang
paling penting adalah bukan seberapa besar mimpi yang kamu punya, tapi
seberapa besar usaha kamu untuk mewujudkan mimpi itu ”

(Nazril irham)

iv
KAJIAN PORTAL STRUKTUR BAJA GEDUNG WORKSHOP
ALAT BERAT DI BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
TAHAP II DENGAN METODE DFBK DAN DKI

Bintang Muliardi Utamas1


Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Batanghari Jambi 2
E-mail : thebintank455@gmail.com

ABSTRAK

Analisa perhitungan maupun perencanaan dalam struktur baja terdapat 2


metode yang biasanya digunakan, metode tersebut berupa metode Desain Faktor
Beban dan Ketahanan (DFBK) dan metode Desain Kekuatan Ijin (DKI). Metode
DFBK merupakan metode yang memperhitungkan beban bekerja yang dikalikan
dengan beberapa faktor keamanan sehingga menghasilkan beban terfaktor yang
kemudian digunakan untuk menghitung ataupun merencanakan suatu bangunan,
sedangkan metode DKI merupakan metode yang tidak tergantung pada faktor
kombinasi beban dalam perhitungan maupun dalam perencanaannya, melainkan
dengan menggunakan tegangan izin yang pada dasarnya metode ini menekankan
kepada faktor durasi beban yang terjadi pada struktur. Dalam studi kasus ini,
penulis membandingkan antara metode DFBK dan DKI dalam portal struktur baja
dengan dimensi profil baja yang sama. Terdapat 3 jenis profil baja yang digunakan
pada gedung workshop alat berat di Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, profil baja
H-Beam 200.200.7.11 untuk kolom, profil baja I-WF 200.100.5,5.8 untuk balok,
dan profil baja CNP 100.50.5.7,5 untuk gordingnya. Gedung workshop ini memakai
bahan seng Zincalum sebagai penutup atapnya dengan kemiringan atap 20 O.
Analisa gaya dalam pada portal baja dilakukan dengan program SAP 2000 dengan
pembebanan sesuai dengan SNI 1727-2020 dan hasil dari program SAP 2000
diambil momen, geser dan axial yang terbesar untuk perhitungan portal struktur
baja. Berdasarkan dari hasil perhitungan lendutan untuk metode DFBK didapatkan
sebesar 2,4 cm, sedangkan metode DKI lendutan didapatkan sebesar 2,1 cm
sehingga metode DKI lebih aman dari lendutan. Demikian pula segi penggunaan
baut metode DFBK sebanyak 10 baut dengan tebal base plate sebesar 15 mm dan
panjang total las sebesar 135 mm, sedangkan metode DKI untuk penggunaan baut
sebesar 6 baut dengan tebal base plate 14 mm dan panjang total las 70 mm, sehingga
bisa dikatakan metode DFBK lebih mendekati dalam hal perencanaan
konstuksinya.

Kata kunci : Portal Stuktur Baja, DFBK, DKI, Gedung Workshop

1
Mahasiswa Universitas Batanghari Jambi
2
Institusi Penulis

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga-Nya, dan para sahabat-Nya serta hingga kedapa umat-Nya
hingga akhir zaman.

Penulisan Laporan Tugas Akhir dengan judul Kajian Portal Struktur Baja
Gedung Workshop Alat Berat Di Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Tahap II
Dengan Metode DFBK dan DKI ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
akademik dalam menempuh jenjang strata satu pada Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi juga sebagai media tertulis mengenai
hasil pengamatan kegiatan – kegiatan yang berlangsung dilapangan.

Dalam penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan,


bimbingan serta dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis dengan senang hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. H. Fakhrul Rozi Yamali, ME selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Batanghari Jambi.
2. Bapak Drs. G. M. Saragih, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknik
Universitas Batanghari Jambi.
3. Bapak Ir. H. Azwarman, MT selaku Wakil Dekan II Fakultas Teknik
Universitas Batanghari Jambi
4. Bapak Ir. H. Myson, MT selaku Wakil Dekan III Fakultas Teknik
Universitas Batanghari Jambi.
5. Ibu Elvira Handayani, ST, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
6. Suhendra, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I
7. Wari Dony, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II.
8. Bapak/Ibu Dosen, Tenaga Pengajar serta Staf pada Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi.

vi
9. Seluruh Pegawai, Staf dan Karyawan Balai Wilayah Sungai Sumatera VI
10. Rekan-rekan Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Batanghari
Jambi.
Dari penulisan laporan ini, penulis berharap agar dapat bermanfaat untuk semua
kalangan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih
terdapat banyak sekali kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna keperluan serupa
kemudian hari

Jambi, Desember 2021

BINTANG MULIARDI UTAMAS

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………. iii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. v

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... vii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. ix

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xiii

DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xiv

DAFTAR NOTASI ..…………………………………………………………... xvi


BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 3

1.3. Maksud dan Tujuan .............................................................. 3

1.3.1 Maksud ................................................................................. 3

1.3.2 Maksud ................................................................................. 3

1.4. Batasan Masalah ................................................................... 3

1.5. Lokasi Penelitian .................................................................. 5

1.6. Manfaat ................................................................................. 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Portal Baja ............................................................................ 6

2.2. Material Baja dan Sifat-Sifatnya .......................................... 8

2.2.1 Material Baja ........................................................................ 8

viii
2.2.2 Sifat-Sifat Fisik Baja ............................................................ 10

2.2.3 Sifat-Sifat Kimia Baja .......................................................... 10

2.2.4 Sifat-Sifat Mekanik Baja ...................................................... 10

2.2.5 Keuletan Material Baja ........................................................ 15

2.2.6 Keruntuhan Getas ................................................................. 16

2.2.7 Keruntuhan Leleh ................................................................. 17

2.3. Perhitungan Portal Berdasarkan Metode DFBK .................. 18

2.3.1 Kombinasi Pembebanan Metode DFBK .............................. 22

2.3.2 Batang Tarik dengan Metode DFBK ................................... 24

2.3.3 Batang Tekan dengan Metode DFBK ................................. 25

2.3.4 Komponen Struktur Lentur dengan Metode DFBK ............ 27

2.3.5 Sambungan Baut dengan Metode DFBK ........................... 32

2.3.6 Sambungan Las dengan Metode DFBK .............................. 34

2.3.7 Perhitungan Base Plate dengan Metode DFBK ................... 35

2.4. Perhitungan Portal Berdasarkan Metode DKI ..................... 37

2.4.1 Kombinasi Pembebanan Metode DKI ................................ 41

2.4.2 Komponen Struktur Lentur dengan Metode DKI ................ 43

2.4.3 Batang Tarik dengan Metode DKI ...................................... 48

2.4.4 Batang Tekan dengan Metode DKI ..................................... 49

2.4.5 Sambungan Baut dengan Metode DKI ................................ 51

2.4.6 Sambungan Las dengan Metode DKI .................................. 53

2.4.7 Perhitungan Base Plate dengan Metode DKI ...................... 54

2.5. Pembebanan Struktur .......................................................... 55

2.6. Analisa Gaya Dalam Pada Portal Baja ................................ 61

2.7. Struktur Portal Gable Frame Baja ....................................... 62

ix
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Konsep Dasar Studi ............................................................. 71

3.2. Pengumpulan Data Studi ...................................................... 71

3.3. Proses Penelitian dan Flowchart Tugas Akhir ...................... 76

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. PERHITUNGAN MENGGUNAKAN METODE DFBK ... 77

4.1.1 Data Konstruksi ................................................................... 77

4.1.2 Perhitungan Pembebanan ...................................................... 79

4.1.3 Perhitungan Dimensi Gording, Tracktang dan Ikatan Angin 85

4.1.4 Perhitungan Gaya-Gaya Dalam Pada Kolom-Balok ............. 92

4.1.5 Analisa Struktur Dengan SAP 2000 .................................... 99

4.1.6 Perhitungan Kolom dan Balok Gable Frame ........................ 111

4.1.7 Perhitungan Rafter ................................................................ 123

4.1.8 Perhitungan Base Plate ......................................................... 134

4.2. PERHITUNGAN MENGGUNAKAN METODE DKI ....... 139

4.2.1 Data Konstruksi ................................................................... 139

4.2.2 Perhitungan Pembebanan ...................................................... 141

4.2.3 Perhitungan Dimensi Gording, Tracktang dan Ikatan Angin 152

4.2.4 Perhitungan Gaya-Gaya Dalam Pada Kolom-Balok ............. 153

4.2.5 Analisa Struktur Dengan SAP 2000 .................................... 160

4.2.6 Perhitungan Kolom dan Balok Gable Frame ........................ 173

4.2.7 Perhitungan Rafter ................................................................ 182

4.2.8 Perhitungan Base Plate .......................................................... 193

4.2.9 Perbandingan Hasil Metode DFBK dan Metode DKI .......... 198

x
BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ........................................................................... 201

5.2. Saran ..................................................................................... 203

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 204

LAMPIRAN ..................................................................................................... 207

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Hubungan Tegangan vs Regangan ..................................... 11

Gambar 2.2 Bagian Kurva Tegangan-Regangan Yang Diperbesar .................. 12

Gambar 2.3 Tata Letak Baut ............................................................................ 33

Gambar 2.4 Penampang Pelat Landasan dan Notasi ...................................... 36

Gambar 2.5 Konfigurasi Base Plate Kolom Umumnya .................................. 54

Gambar 2.6 Tabel Profil Konstruksi Baja ........................................................ 63

Gambar 2.7 Tabel Profil Konstruksi Baja ........................................................ 64

Gambar 2.8 Detail Struktur Atap ..................................................................... 65

Gambar 2.9 Struktur Portal Statis Tak Tentu ................................................... 66

Gambar 2.10 Panjang Tekuk Untuk Beberapa Reaksi Perletakan ..................... 67

Gambar 2.11 Tabel Profil Konstruksi Baja ........................................................ 68

Gambar 2.12 Struktur Portal Gable Frame ......................................................... 69

Gambar 3.1 Denah Bangunan .............................................................................. 74

Gambar 3.2 Tampak Samping ........................................................................... 75

Gambar 3.3 Tampak Depan ................................................................................ 75

Gambar 3.4 Flow Chart Tugas Akhir ................................................................. 76

Gambar 4.1 Detail Struktur Bangunan ............................................................. 78

Gambar 4.2 Detail Struktur Atap Bangunan .................................................... 78

Gambar 4.3 Gaya-gaya Sumbu Profil Bangunan ............................................. 79

Gambar 4.4 Gaya Tarik Tracktang ................................................................... 88

Gambar 4.5 Jarak Antar Tracktang Pada Gording ........................................... 88

Gambar 4.6 Perletakan Ikatan Angin ............................................................... 90

Gambar 4.7 Pembebanan Beban Mati .............................................................. 92

xii
Gambar 4.8 Pembebanan Beban Hidup ............................................................ 93

Gambar 4.9 Pembebanan Beban Hujan ............................................................ 93

Gambar 4.10 Pembebanan Beban Angin Kanan ................................................ 96

Gambar 4.11 Pembebanan Beban Angin Kiri .................................................... 97

Gambar 4.12 Pembebanan Beban Gempa ......................................................... 98

Gambar 4.13 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 1 .................................. 99

Gambar 4.14 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 2 .................................. 100

Gambar 4.15 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 3 .................................. 100

Gambar 4.16 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 4 .................................. 101

Gambar 4.17 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 5 .................................. 101

Gambar 4.18 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 6 .................................. 102

Gambar 4.19 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 7 .................................. 102

Gambar 4.20 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 1 ...................................... 103

Gambar 4.21 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 2 ...................................... 104

Gambar 4.22 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 3 ...................................... 104

Gambar 4.23 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 4 ...................................... 105

Gambar 4.24 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 5 ...................................... 105

Gambar 4.25 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 6 ...................................... 106

Gambar 4.26 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 7 ...................................... 106

Gambar 4.27 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 1 ..................................... 107

Gambar 4.28 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 2 ..................................... 108

Gambar 4.29 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 3 ..................................... 108

Gambar 4.30 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 4 ..................................... 109

Gambar 4.31 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 5 ..................................... 109

Gambar 4.32 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 6 ..................................... 110

xiii
Gambar 4.33 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 7 ..................................... 110

Gambar 4.34 Segmen Faktor CB Pengaruh Momen ......................................... 116

Gambar 4.35 Skema Penyambung Kolom dan Balok Luar ............................... 126

Gambar 4.36 Skema Penyambung Kolom dan Balok Dalam ............................ 130

Gambar 4.37 Skema Penyambung Balok-Balok ................................................ 133

Gambar 4.38 Penampang Pelat Landasan dan Notasi ....................................... 134

Gambar 4.39 Pondasi dengan Angkur ............................................................... 136

Gambar 4.40 Detail Struktur Bangunan ............................................................ 139

Gambar 4.41 Detail Struktur Atap Bangunan ................................................... 139

Gambar 4.42 Gaya-gaya Sumbu Profil Bangunan ............................................ 140

Gambar 4.43 Gaya Tarik Tracktang .................................................................. 149

Gambar 4.44 Jarak Antar Tracktang Pada Gording ........................................... 149

Gambar 4.45 Perletakan Ikatan Angin ............................................................... 151

Gambar 4.46 Pembebanan Beban Mati .............................................................. 153

Gambar 4.47 Pembebanan Beban Hidup ............................................................ 154

Gambar 4.48 Pembebanan Beban Hujan ............................................................ 154

Gambar 4.49 Pembebanan Beban Angin Kanan ................................................ 157

Gambar 4.50 Pembebanan Beban Angin Kiri .................................................... 158

Gambar 4.51 Pembebanan Beban Gempa ......................................................... 159

Gambar 4.52 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 1 .................................. 160

Gambar 4.53 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 2 .................................. 161

Gambar 4.54 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 3 .................................. 161

Gambar 4.55 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 4 .................................. 162

Gambar 4.56 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 5 .................................. 162

Gambar 4.57 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 6 .................................. 163

xiv
Gambar 4.58 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 7 .................................. 163

Gambar 4.59 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 8 .................................. 164

Gambar 4.60 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 1 ...................................... 165

Gambar 4.61 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 2 ...................................... 165

Gambar 4.62 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 3 ...................................... 166

Gambar 4.63 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 4 ...................................... 166

Gambar 4.64 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 5 ...................................... 167

Gambar 4.65 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 6 ...................................... 167

Gambar 4.66 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 7 ...................................... 168

Gambar 4.67 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan 8 ...................................... 168

Gambar 4.68 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 1 ..................................... 169

Gambar 4.69 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 2 ..................................... 170

Gambar 4.70 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 3 ..................................... 170

Gambar 4.71 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 4 ..................................... 171

Gambar 4.72 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 5 ..................................... 171

Gambar 4.73 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 6 ..................................... 172

Gambar 4.74 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 7 ..................................... 172

Gambar 4.75 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 8 ..................................... 173

Gambar 4.76 Skema Penyambung Kolom dan Balok Luar ............................... 186

Gambar 4.77 Skema Penyambung Kolom dan Balok Dalam ............................ 189

Gambar 4.78 Skema Penyambung Balok-Balok ................................................ 193

Gambar 4.79 Penampang Pelat Landasan dan Notasi ....................................... 194

Gambar 4.80 Pondasi dengan Angkur ............................................................... 196

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat – Sifat Mekanis Baja ............................................................ 14

Tabel 2.2 Faktor-Faktor Berpotensi Menimbulkan Keruntuhan Getas ........ 16

Tabel 2.3 Sifat Mekanis Baja Struktur ......................................................... 21

Tabel 2.4 Tegangan Dasar .......................................................................... 48

Tabel 2.5 Faktor Arah Angin ...................................................................... 57

Tabel 2.6 Koefisien Tekanan Internal ......................................................... 59

Tabel 2.7 Koefisien Tekanan Eksternal ...................................................... 60

Tabel 2.8 Batas Lendutan Maksimum ........................................................ 70

Tabel 4.1 Pembebanan ................................................................................ 84

Tabel 4.2 Kombinasi Pembebanan Terfaktor ............................................... 84

Tabel 4.3 Momen Maksimal dari Kombinasi Pembebanan ......................... 99

Tabel 4.4 Axial Akibat Kombinasi Pembebanan ......................................... 103

Tabel 4.5 Geser Maksimal dari Kombinasi Pembebanan ............................ 107

Tabel 4.6 Pembebanan ................................................................................ 145

Tabel 4.7 Kombinasi Gaya Momen Tidak Terfaktor .................................. 145

Tabel 4.8 Momen Maksimal dari Kombinasi Pembebanan ......................... 160

Tabel 4.9 Axial Maksimal dari Kombinasi Pembebanan ............................. 164

Tabel 4.10 Geser Maksimal dari Kombinasi Pembebanan ............................ 169

Tabel 4.11 Perbandingan Metode DFBK dan Metode DKI ........................... 198

xvi
DAFTAR NOTASI

A = Luas penampang komponen batang

A1 = Luas penampang baja

A2 = Luas maksimum bagian permukaan beton

Ab = Luas penampang bruto

Ae = Luas neto efektif

Ag = Luas penampang bruto

As = Luas penampang profil baja

ASTM = American Society For Testing and Material

Aw = Luas kotor pada pelat badan

B = Panjang base plate

Cb = Faktor modifikasi tekuk torsi lateral untuk diagram momen tidak merata

Cp = koefisisen tekanan eksternal

Cs = Faktor respon gempa yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan dan


jenisnya

Cv = Koefisien geser badan

Cw = Kostanta pada pembengkokan

D = Beban Mati

E = Beban gempa

E = Modulus elastis baja

Ec = Modulus elastisitas beton

F = Tegangan

xvii
Fa = Koefisien situs

Fc = Tegangan yang tersedia

Fcr = Tegangan kritis pada kondisi tekan

Fe = Tegangan batas tekuk elastis

Fn = Tegangan nominal

Fp = Batas Proporsional

FS = Faktor keamanan (ϕ/γ) = 1,67

Fu = Tegangan putus baja

Fub = Kekuatan tarik baut

Fuv = Tegangan tarik geser minimum

Fy = Tegangan leleh baja

Fyu = Tegangan leleh atas

G = Efek tiupan angin

G = Modulus geser

Gcpi = Koefisien tekanan internal

I = momen inersia komponen struktur primer

Ie = Faktor keutamaan gedung

Ix.Iy = Momen inersia pada sumbu utama

Iz = Intersitas turbulensi

J = Kostanta torsi

K = Faktor panjang efektif

Kd = Faktor arah angin

Ke = Faktor elevasi permukaan tanah

xviii
Kz = koefisien eksposur tekanan kecepatan

Kzt = Efek topografi

L = Panjang batang/kolom

L = Beban hidup

Lb = Panjang antara titik titik yang dibreis

Lk = Panjang batang

Lp = Pembatas panjang tidak dibreis kondisi batas leleh

Lr = Beban hidup atap

Lr = pembatasan panjang tidak dibreis batas tekuk torsi lateral

Lr = Beban terpusat dari pekerja dan peralatan

Lrx = Beban terpusat arah sumbu x

Lry = Beban terpusat arah sumbu y

Lx = Panjang batang arah sumbu x

Ly = Panjang batang arah sumbu y

Lw = Panjang total las

M = Momen lentur ; momen beban layan

MA = Nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen

MB = Nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen

MC = Nilai mutlak momen pada sumbu segmen

Mc = Kekuatan lentur tersedia

Mcx.Mcy = Kekuatan lentur tersedia

Mijin = Kekuatan lentur perlu yang menggunakan kombinasi beban DKI

Mgx = Momen gording arah sumbu x

xix
Mgy = Momen gording arah sumbu y

MLrx = Momen beban terpusat arah sumbu x

MLry = Momen beban terpusat arah sumbu y

Mmax = Nilai mutlak momen maksimum dari segmen tanpa dibreising

Mn = Kekuatan lentur nominal

Mp = Momen tahanan plastis

MPa = Megapascal

Mrx.MRy= Kekuatan lentur perlu

MRX = Momen beban air hujan arah sumbu x

MRy = Momen beban air hujan arah sumbu y

Mu = Kekuatan lentur yang perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

MWx = Momen angin arah sumbu x

MWy = Momen angin arah sumbu y

Mx = Momen beban mati arah sumbu x

My = Momen beban mati arah sumbu y

N = Lebar base plate

Na = Kuat baut tunggal

Nag = Kuat baut kelompok

Ni = Beban lateral tambahan

Nt geser = kekuatan geser desain baut

Nn = Kuat nominal penampang komponen struktur

Nsb = Kuat ambrol nominal terhadap tarik

Nu = Kekuatan aksial perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

xx
Ov = Koefisien sambungan overlab

Pc = Kekuatan aksial tersedia

Pe = Beban tekuk kritis elastis yang ditentukan

Pn = Kekuatan aksial desain

Pp = Kekuatan tumpu nominal

Pr = Kekuatan aksial perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK

Pu = Kekuatan aksial perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK

Px = Beban terpusat arah sumbu x

Py = Beban terpusat arah sumbu y

Py = Kekuatan leleh aksial

Q = Respon latar belakang

R = Akibat air hujan

R = Koefisein modifikasi respons

Ra = Kekuatan perlu yang menggunakan kombinasi beban DKI

Rijin = Kuat ijin pada suatu penyambung dalam tarik metode DKI

Ru = Kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Rn = Kekuatan nominal

Rnw = Kuat rencana las

Rw = Beban ijin per inch pada las

S = Modulus penampang elastis

SDS = Parameter percepatan respons spektral desain

Sms = Parameter respons spektral percepatan pada periode pendek

Ss = Parameter respons spektral percepatan gempa untuk periode pendek

xxi
Sx = Modulus penampang elastis

T = Gaya tarik beban layan

Tn = Kekuatan nominal batang tarik

Tu = Beban tarik terfaktor

U = Faktor geser yang di perhitungkan

V = Kecepatan angin dasar

V = Gaya geser dasar seismik

Vd = Kekuatan geser desain satu baut

Vijin = Kekuatan geser perlu yang menggunakan kombinasi beban DKI

Vn = Kuat geser nominal

Vu = Kekuatan geser perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK

Vub = Gaya geser terfaktor pada angkur

W = Beban angin

W = Berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesuaian

Wx = Modulus penampang plastis pada sumbu x

Wy = Modulus penampang plastis pada sumbu y

Z = Modulus penampang plastis

Zb = Modulus penampang plastis dari cabang pada sumbu lentur

Zx = Modulus penampang plastis pada sumbu x

Zy = Modulus penampang plastis pada sumbu y

a = Jarak besi antar pengaku

a’ = Panjang jarak las sepanjang kedua tepi dari penghentian pelat penutup

pada balok

xxii
b = Lebar total kaki dalam tekan

b = Lebar profil

db = Diameter baut

ho = Jarak antara titik berat sayap

fa = Tegangan tarik atau tekan aksian beban layan = P/Ag

fb = Tegangan lentur beban layan

fc = Mutu kuat tekan beton

fijin = Tegangan yang diijinkan

fub = Tegangan tarik putus baut

futa = Kuat tarik baut angkur

fya = Kuat leleh baut angkur

g = Berat profil baja

h = Jarak tinggi profil baja antara titik luar elemen sayap

ho = Jarak antara titik berat elemen sayap

ix = jari – jari girasi arah sumbu x

iy = Jari – jari girasi arah sumbu y

n = Jumlah baut

nt = Jumlah ulir (mm)

q = qz untuk dinding disisi angin datang yang diukur pada keting gian z diatas

permukaan tanah.

ql = qh untuk dinding disisi angin datang, dinding samping, dinding disisi

angin pergi dan atap bangunan gedung tertutup.

qx = Beban arah sumbu x

xxiii
qy = Beban arah sumbu y

qz = Tekanan kecepatan

qR = Beban air hujan

qRX = Beban air hujan arah sumbu x

qRy = Beban air hujan arah sumbu y

r = jari – jari girasi

ry = Radius girasi pada sumbu y

r1 = Untuk baut tanpa ulir pada bidang geser, (0,5)

r1 = Untuk baut dengan ulir pada bidang geser, (0,4)

r2ts = Radius girasi efektif

rx = Radius girasi komponen terhadap sumbu x

ry = Radius girasi komponen terhadap sumbu y

rz = Jari-jari girasi

t = Tebal material dasar disepanjang las

tb = Tebal badan profil

te = Dimensi lebar efektif

tf = Tebal sayap profil

tp = Tebal pelat

tw = Tebal badan profil

z = Tinggi diatas elevasi tanah

𝑍̅ = Tinggi stuktur ekuivalen

Zg = Tinggi nominal lapisan batas atmosfir yang digunakan dalam standar

Zmin = Konstan eksposur

Δ = Simpangan tingkat orde-pertama

xxiv
ϕ = Faktor ketahanan

ϕr = Faktor reduksi untuk fraktur

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur

ϕRnw = Kekuatan desain las

ϕTd = Kekuatan tarik desain baut dihitung

β = Faktor reduksi

λ = Parameter kelangsingan

μ = Koefisien slip rata-rata untuk pemukaan kelas A atau B

ρsr = Rasio tulangan minimum

θ = Sudut lancip antara cabang dari kord

Ø = Faktor reduksi kuat angkur

ε = Regangan

εy = Tegangan leleh bawah

γ = Faktor – faktor kelebihan beban

ω = Faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan

Ω = Faktor keamanan

Ʃ𝒬𝑖 = Beban

σijin = Tegangan ijin

𝜎𝑏 = Tegangan lentur yang diijinkan

σa = Tegangan aksial beban layan yang diijinkan

τ = Kontrol tegangan

τx = Kontrol tegangan arah sumbu x

τy = Kontrol tegangan arah sumbu y

xxv
𝜏b = Tegangan yang direduksi baut, 0,6 x σ

σtp = Tegangan tarik pada sambungan

σ1 = Tegangan leleh baja

δ = Kontrol Lendutan

δx = Kontrol lendutan arah sumbu x

δy = Kontrol lendutan arah sumbu y

xxvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Analisa perhitungan maupun perencanaan dalam struktur baja terdapat 2

metode yang biasanya digunakan, metode tersebut berupa metode Desain Faktor

Beban dan Ketahanan (DFBK) dan metode Desain Kekuatan Ijin (DKI). Metode

DFBK merupakan metode yang memperhitungkan beban bekerja yang dikalikan

dengan beberapa faktor keamanan sehingga menghasilkan beban terfaktor yang

kemudian digunakan untuk menghitung ataupun merencanakan suatu bangunan,

sedangkan metode DKI merupakan metode yang tidak tergantung pada faktor

kombinasi beban dalam perhitungan maupun dalam perencanaannya, melainkan

dengan menggunakan tegangan izin yang pada dasarnya metode ini menekankan

kepada faktor durasi beban yang terjadi pada struktur. Kedua metode tersebut

memiliki perbedaaan yang terletak pada faktor ketahanan, faktor keamanan dan

kombinasi beban yang digunakan, dalam analisisnya sendiri metode DFBK lebih

mengacu kepada kondisi batas atau Limit State Design. Kondisi batas yang ditinjau

adalah kekuatan, yang disebut juga kekuatan batas atau Ultimate Strength,

sedangkan metode DKI umumnya mengacu pada Specification for Structural Steel

Building Allowable Stress Design and Plastic Design, yaitu perhitungan atau

perencanaan yang menggunakan beban kerja yang sering disebut juga sebagai

Working Stress Design.

Pada umumnya bangunan rangka baja memiliki bentang yang lebar dan

tinggi serta berbentuk rangka gable frame yang merupakan struktur portal kaku

1
2

yang berbentuk segitiga pelana pada satu bidang tunggal. Berdasarkan metode

DFBK dan DKI keduanya memiliki keterkaitan dalam penganalisaan perhitungan

portal gable frame rangka baja, salah satunya sering digunakan dalam perencanaan.

Bangunan yang dijadikan studi penelitian Tugas Akhir ini merupakan Bangunan

Gedung Workshop Alat Berat Di Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Tahap II, yang

kontruksinya memakai material baja sebagai struktur utamanya dan berbentuk

rangka gable frame. Profil baja yang digunakan pada bangunan tersebut

menggunakan profil baja H-Beam untuk kolomnya dan profil baja I-WF untuk

balok dan rangka gable framenya. Memanfaatkan lahan kosong dibelakang Balai

Wilayah Sungai Sumatera VI menjadi alasan bangunan ini didirikan, dipergunakan

sebagai penyimpanan alat-alat balai atau inventaris balai, gedung pelatihan, dan

penyimpanan arsip dokumen balai.

Pada penulisan Tugas Akhir ini akan membahas tentang perhitungan ulang

suatu bangunan konstruksi yang kali ini bahan yang akan dijadikan sebagai judul

Tugas Akhir yaitu Kajian Portal Stuktur Baja Gedung Workshop Alat Berat Di

Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Tahap II menggunakan metode DFBK dan DKI

yang mana konstruksi yang di pakai sebagian besar memakai material baja.

Penulisan Tugas Akhir ini dilatar belakangi dengan alasan untuk mengkaji ulang

dan membandingkan hasil perhitungan antara metode DFBK dan metode DKI pada

bangunan portal baja dengan mengacu pada SNI terbaru 1727-2020 tentang beban

minimum untuk perencanaan bangunan gedung dan struktur lain.


3

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Bagaimana perhitungan portal struktur baja dengan menggunakan metode

DFBK ?

2. Bagaimana perhitungan portal struktur baja dengan menggunakan metode

DKI ?

3. Bagaimana perbandingan antara metode DFBK dan metode DKI dalam

perhitungan portal struktur baja ?

1.3. Maksud dan Tujuan

1.3.1. Maksud

Maksud dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu

syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (1). Selain itu juga

maksud dari penulisan ini juga adalah untuk mengetahui perbandingan antara

metode DFBK dan DKI dalam perhitungan portal baja.

1.3.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Menghitung portal struktur baja ketika menggunakan metode DFBK.

2. Menghitung portal struktur baja ketika menggunakan metode DKI.

3. Untuk mengetahui perbandingan antara metode DFBK dan metode DKI

dalam perhitungan portal struktur baja.

1.4. Batasan Masalah

Penulisan Tugas Akhir ini hanya akan membahas perhitungan ulang tentang

portal struktur baja pada Bangunan Gedung Workshop Alat Berat Di Balai
4

Wilayah Sungai Sumatera VI Tahap II menggunakan metode DFBK dan metode

DKI dengan perhitungan pembebanan dibantu dengan program SAP 2000 serta

Peraturan Pembebanan Minimum SNI 1727-2020 yang meliputi perhitungan

dimensi gording, trackstang, ikatan angin, balok – kolom, sambungan dan base

plate serta tumpuan menggunakan sendi. Adapun bangunannya memiliki bentang

10 meter dan panjang bangunan sebesar 24 meter dan tidak menghitung pondasi.

1.5. Lokasi Penelitian

Tempat Penelitian Tugas Akhir berlokasi dibelakang kantor Balai Wilayah

Sungai Sumatera VI Tahap II terletak di Balai Wilayah Sumatera VI di Jl. Lintas

Sumatera, Mendalo Darat, Kec. Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi,

Provinsi Jambi Kode Pos 36361.

Lokasi
Penelitian

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian Tugas Akhir


Sumber : data olahan ( 2020)
5

Gambar 1.2 Peta Lokasi Penelitian Tugas Akhir


Sumber : data olahan ( 2020)

1.6. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Menereapkan ilmu pengetahuan dibidang ilmu teknik sipil dan kajian

portal struktur baja dalam bentuk karya tulis ilmiah.

b. Menambah wawasan bagi yang membaca hasil penulisan Tugas Akhir.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Portal Baja

Portal merupakan struktur rangka utama dari suatu bangunan yang terdiri

atas komponen – komponen balok dan kolom yang saling bertemu pada titik – titik

simpul (buhul), dan saling berhubungan yang berfungsi sebagai penahan beban dari

suatu bangunan. Struktur dapat didefinisikan sebagai campuran antara seni dan ilmu

pengetahuan yang di kombinasikan dengan intuisi seorang ahli struktur mengenai

perilaku dengan dasar-dasar pengetahuan dalam statika, dinamika, mekanika bahan

dan analisa struktur, maka dari itu untuk menghasilkan suatu struktur yang

ekonomis dan aman selama masa layanannya (Agus Setiawan, 2008)

Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan beberapa

elemen lainnya, termasuk karbon dalam baja berkisar antara 0,2 % hingga 2,1 %

berat sesuai grade-nya, elemen berikut ini selalu ada dalam baja : karbon, mangan,

fosfor, sulfur, silicon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen, alumunium. Fungsi

karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah diskolasi

bergeser pada kisi Kristal (Crystal lattice) atom besi. Dengan memvariasikan

kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai kualitas baja bias

didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan

kekerasan (Hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun disisi lain

membuatnya menjadi getas (Brittle) serta menurunkan keuletannya (daktalitas)

(Davis, 1982).

6
7

Getas dan keuletan memiliki perbedaan antara keduanya yang saling

berlawanan. Getas merupakan suatu keruntuhan atau kerusakan yang terjadi secara

tiba-tiba tanpa didahului deformasi plastis dan tanpa munculnya tanda-tanda

kerusakan, sedangkan keuletan merupakan suatu kemampuan deformasi terhadap

kekuatan tarik sebelum akhirnya patah, sifat ini memungkin material sudah berubah

dari bentuk awalnya namun masih dapat bertahan. Pengaruh utama dari kandungan

karbon dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk.

Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya

kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk. Sifat baja yang

dapat mengalami deformasi yang besar dibawah pengaruh tegangan tarik yang

tinggi tanpa hancur atau rusak disebut daktilitas. Baja memiliki kekuatan tinggi

dan kuat pada kekuatan tarik yang sama serta pers dan oleh karena itu baja

merupakan elemen struktur yang memiliki batasan yang sempurna akan menahan

jenis beban tarik aksial, dan lentur dengan fasilitas serupa (Davis, 1982).

Bangunan portal baja yang berkualitas, aman dan bermutu tinggi maka

diperlukan ketelitian dan keahlian dalam proses pengerjaannya, sehingga material

baja tersebut dapat menghasilkan bangunan yang berkualitas dan aman. Selain itu

juga analisa pada struktur untuk mengetahui besarnya gaya dan momen yang terjadi

pada portal akibat beban – beban yang bekerja, selain itu juga perlu diperhatikan

juga dalam syarat – syarat dan ketentuan yang berlaku yang tercantum dalam

peraturan dan standart pembangunan di Indonesia.

Baja menjadi bahan dasar yang sangat vital untuk industri. Semua peralatan

berbahan baja, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka
8

gedung dan jembatan. Material baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan,

kekakuan dan daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek

konstruksi bangunan (jembatan ataupun gedung) maka baja selalu ditemukan,

meskipun tentu saja volumenya tidak harus mendominasi. Eksplotasi besi baja

menduduki peringkat pertama diantara barang tambang dan logam serta produknya

melingkupi hampir 95 % dari produk barang berbahan logam yang dimanfaatkan

dalam kehidupan manusia. Adapun untuk keuntungan lain dari struktur baja , antara

lain yaitu :

1. Cepat dalam pemasangannya dan fabrikasi dilapangan

2. Mudah dalam penyambungannya baik dengan baut, paku keeling, maupun

las.

3. Tidak terlalu sulit dalam proses pemeliharaan

4. Kemungkinan dapat digunakan kembali setelah pembongkaran.

5. Masih dapat bernilai meskipun tidak digunakan kembali sebagai elemen

struktur.

2.2. Material Baja dan Sifat-Sifatnya

2.2.1. Material Baja

Baja yang digunakan dalam suatu struktur bangunan dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa macam antara lain baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi

dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari baja itu sendiri yaitu tegangan leleh dan

tegangan putusnya diatur dalam ASTM A6/A6M (Karyoto, 2011).

Adapaun klasifikasi baja antara lain sebagai berikut :

a. Baja Karbon
9

Baja karbon adalah material logam yang terbentuk dari unsur utama Fe dan

unsur kedua yang berpengaruh pada sifat-sifatnya adalah karbon, sedangkan

unsur yang lainnya berpengaruh menurut prosentasinya. Baja dengan karbon

sebagai campuran interstisial utama berkisar 0.12–2.0%. Istilah baja karbon

juga dapat digunakan untuk merujuk pada baja bukan baja tahan karat, maka

baja aloi juga bisa masuk. Ketika persentase kandungan karbon meningkat,

baja akan semakin keras dan kuat dengan perlakuan panas, namun keuletannya

akan berkurang. Kandungan karbon yang tinggi juga akan mengurangi

kemampuan untuk disambung dengan las. Pada baja karbon, makin tinggi

kandungan karbon maka titik leburnya akan menurun.

b. Baja paduan rendah mutu tinggi

Baja yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-

strength low-alloy steel/HSLA) mempunyai tegangan leleh berkisar antara

290 - 550 MPa dengan tegangan putus (Fu) antara 415 – 700 MPa. Penambahan

bahan-bahan paduan seperti chromium, columbium, agan, molybden, nikel,

fosfor, vanadium atau zinkonium dapat memperbaiki sifat-sifat mekaniknya.

Jika baja karbon mendapatkan kekuatannya seiring dengan penambahan

presentase karbon, maka bahan-bahan aduan ini mampu memperbaiki sifat

mekanik aja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan aja yang lebih

halus.

c. Baja Paduan

Baja paduan adalah baja yang menjadi paduan dengan berbagai elemen dalam

jumlah total antara 1.0% dan 50% dari berat total yang bertujuan untuk
10

meningkat sifat mekanik baja tersebut. Baja paduan rendah (low alloy) dapat

ditempa dan dipanaskan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550-760

MPa.

2.2.2. Sifat-Sifat Fisik Baja

Sifat fisik baja adalah kemampuan suatu material baja yang ditinjau dari

bentuknya. Sifat fisik dapat dilihat atau tampak langsung suatu bahan atau material

baja tersebut dan relatif tidak dapat berubah. Sifat-sifat fisik baja meliputi antara

lain bentuk, berat jenis, daya hantar panas dan konduktivitas listrik. (Deni

Setiawan,2011)

2.2.3. Sifat-Sifat Kimia Baja

Sifat kimia baja adalah sifat material baja yang mencakup antara lain

kelarutan bahan tersebut terhadap larutan kimia, basa atau garam dan

pengoksidasiannya terhadap material baja. Salah satu contoh sifat kimia adalah

korosi, berkarat. Baja secara murni bersifat sangat reaktif dan mudah mengalami

korosi dan berkarat, khususnya dalam kondisi udara yang lembab. Baja bersifat

keras, rapuh dan pada umumnya mudah dicampur dan digunakan untuk

menghasilkan alloy.(Muhammad Munir,2014)

2.2.4. Sifat-Sifat Mekanik Baja

Sifat mekanis baja adalah kemampuan material baja memberikan

perlawanan apabila dilakukan uji terhadap tarik dan tekan. Agar dapat memahami

perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus dapat memahami pula

sifat-sifat mekanika dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk

mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji
11

tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang

akurat terhadap sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal

antara lain adanya suatu potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan

ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi

didalam benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik dari pada uji tekan. Adapun

gambar 2.1 menunjukkan suatu hasil uji tarik material baja yang dilakukan pada

suhu ruangan serta dengan memberikan laju regangan yang normal (Agus Setiawan,

2008).

Gambar 2.1 Kurva Hubungan Tegangan (f) vs Regangan (ε)

Sumber : Agus Setiawan, 2008

Tegangan nominal (f) yang terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu

vertikal, sedangkan regangan (ε) yang merupakan perbandingan antara

pertambahan panjang dengan panjang mula-mula (ΔL/L) diplot pada sumbu


12

horizontal. Adapun Gambar 2.1 merupakan hasil uji tarik dari suatu benda uji

baja yang dilakukan hingga benda uji mengalami keruntuhan, sedangkan pada

Gambar 2.2 menunjukan gambaran yang lebih detail dari perilaku benda uji hingga

mencapai regangan sebesar ± 2 % (Agus Setiawan, 2008).

Gambar 2.2 Bagian Kurva Tegangan-Regangan Yang Diperbesar

Sumber : Agus Setiawan, 2008

Titik-titik penting dalam kurva tegangan-regangan antar lain adalah :

fp : batas proporsional

fe : batas elastis

fyu , fy : tegangan leleh atas dan bawah

fu : tegangan putus

εsh : regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan

regangan)

εy : regangan saat tercapainya tegangan putus


13

Titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa daerah

sebagai berikut :

1. Daerah liniear antara 0 dan fp, dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke,

kemiringan dan bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus

Elastisitas atau Modulus Young, (E = f/ε).

2. Daerah elastis antara 0 dan fp, pada daerah ini jika beban dihilangkan maka

benda uji ini akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda

uji tersebut masih bersifat elastis.

3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 - 1,5%,

pada bagian ini dapat menunjukkan pula tingkat daktalitas dari material baja

tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada

daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini

tidak mempunyai daerah plastis yang benar-benar datar sehingga tak dapat

dipakai dalam analisa plastis.

4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara εsh dan εu-. Untuk

regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum,

tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang

lebih kecil dari pada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan

daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang berlanjut hingga

mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus

penguatan regangan (εst).


14

Dalam kajian portal struktur baja ini, beberapa sifat-sifat mekanik dan

material baja yang digunakan pada perencanaan yang mengaju pada SNI 03-1729-

2002 yaitu :

Modulus Elastisitas, (E) = 200.000 MPa

Modulus Geser, (G) = 77.200 MPa

Rasio Poisson = 0,30

Koefisien muai panjang = 12 x 10 – 6 0C

Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, menurut

SNI 1729 – 2019 mengklasifikasikan mutu dari material baja adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Sifat - Sifat Mekanis Baja

Kuat
Tebal Kuat Tarik Min. Elongasi Min.
Tipe Leleh
(mm) (MPa) @200 mm, %
(MPa)
A36 t ≤ 75 250 400 ~ 550 20
t ≤ 40 345 485
A242 40 < t ≤ 75 315 460 18
t > 50 290 435
t ≤ 65 690 769 ~ 895
A514 18
65 < t ≤ 150 620 690 ~ 895
A529 – Gr.50 345 18
t ≤ 40 485 ~ 690
A529 – Gr.55 380 17
A572 – Gr.42 290 415 20
A572 – Gr.50 Semua 345 450 18
A572 – Gr.55 380 485 17
A572 – Gr.60 415 520 16
t ≤ 50
A572 – Gr.65 450 550 15
A588 345 485 18
A633 – Gr.A t ≤ 100 290 430 ~ 570 18
15

Tabel 2.1 Sifat - Sifat Mekanis Baja (Lanjutan)

Kuat
Tebal Kuat Tarik Min. Elongasi Min.
Tipe Leleh
(mm) (MPa) @200 mm, %
(MPa)
A633 – Gr.C t ≤ 65 345 485 ~ 620
A633 – Gr.D 65 < t ≤ 100 315 450 ~ 590 18
A633 –Gr.E t ≤ 100 415 550 ~ 690
A709 – Gr.36 t ≤ 75 250 400 ~ 550 20
A709 – Gr.50 345 450 18
A852 485 620 - 760 19
A871 – Gr.60 415 520 16
A871 – Gr.65 450 550 15
A913 – Gr.50 345 450 18
A913 – Gr.60 415 520 16
A913 – Gr.65 450 550 15
A913 – Gr.70 485 620 14
A992 345 ~ 450 450 18
A1026 – Gr.50 345 to 450 450 18
A1026 – Gr.65 450 to 550 550 15
A1043 – Gr.36 250 400 ~ 550 20
A1043 – Gr.50 345 450 18
A1077 – Gr. 36 250 400 ~ 550 20
t ≤ 100
A1077 – Gr.50 345 450 18

Sumber : Wiryanto Dewobroto,2015

2.2.5. Keuletan Material Baja

Penggunaan material baja dengan mutu yang lebih tinggi dari BJ 37 tanpa

ada perlakuan panas (heat treatment) akan mengakibatkan bahan tidak memiliki

daktalitas yang baik dan bahan yang getas/mudah patah, sehingga penggunaan

material yang demikian perlu mendapat perhatian yang lebih dari seorang

perencana struktur. Dalam perencanaan struktur baja, keuletan (daktalitas) atau

dengan kata lain adalah ukuran dari suatu material untuk menahan terjadinya putus
16

(facture) atau dengan kata lain menyerap energi. Keuletan material juga dapat

didefinikan sebagai kemampuan untuk menahan terjadinya perambatan retak akibat

adanya takikan pada bahan material. Retak yang merambat menimbulkan getas

pada material (Agus Setiawan, 2008).

Keuletan atau bisa disebut juga sebagai daktalitas adalah ukuran

kemampuan suatu logam baja untuk menahan tegangan tarik ataupun saat diberikan

beban. Pada temperatur ± 93 0C, kurva tegangan-tegangan akan berubah menjadi

tidak linier lagi, dan secara bersamaan titik leleh material tidak tampak dengan jelas.

Modulus elastisitas, tegangan leleh, dan tegangan tarik semuanya akan tereduksi

seiring dengan naiknya temperatur material, pada saat temperatur mencapai 430 –

540 0C laju penurunan sifat-sifat mekanik baja mencapai titik tingkat maksimum

(Agus Setiawan, 2008).

2.2.6. Keruntuhan Getas

Keruntuhan getas adalah merupakan suatu keruntuhan yang terjadi secara

tiba-tiba tanpa didahului deformasi plastis, terjadi dengan kecepatan yang sangat

tinggi. Keruntuhan ini dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan pembebanan, tingkat

tegangan, tebal plat, dan sistem pengerjaan. Secara garis besar, faktor-faktor yang

dapat menimbulkan keruntuhan getas pada suatu struktur ditampilkan dalam tabel

di bawah ini (Agus Setiawan, 2008).

Tabel 2.2 Faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan masalah keruntuhan getas

NO. Faktor Pengaruh Efek


Makin tinggi temperatur makin besar peluang
1 Temperatur
terjadinya
17

Tabel 2.2 Faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan masalah keruntuhan getas


(Lanjutan)
NO. Faktor Pengaruh Efek
Keruntuhan getas hanya dapat terjadi di bawah
2 Tegangan Tarik
tegangan tarik
Makin tebal permukaan baja, makin besar
3 Ketebalan Material
peluang terjadinya keruntuhan getas
Menimbulkan efek tegangan multiaksial yang
cenderung mengekang proses leleh baja dan
4 Kontinuitas tiga dimensi
meningkatkan kecenderungan terjadinya
keruntuhan getas
Adanya takikan akan meningkatkan potensi
5 Takikan
keruntuhan getas
Makin cepat kelajuan pembebanan, makin
6 Kecepatan Pembebanan
besar pula peluang terjadinya keruntuhan getas
Naiknya kelajuan tegangan akan meningkatkan
7 Perubahan laju tegangan
potensi keruntuhan getas
Retakan pada las akan bereaksi sebagai suatu
8 Las
takikan

Sumber : Agus Setiawan,2008

2.2.7. Keruntuhan Leleh

Pembebanan yang bersifat siklik (khususnya beban tarik) dapat

menyebabkan keruntuhan, meskipun tegangan leleh baja tidak pernah tercapai.

Sehingga keruntuhan ini dinamakan keruntuhan leleh (fatigue failure). Keruntuhan

leleh dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, antara lain yaitu (Agus Setiawan, 2008) :

a. Jumlah siklus pembebanan.


18

b. Daerah tegangan layan (perbedaan antara tegangan maksimum dan

minimum).

c. Cacat-cacat dalam material tersebut, seperti retak-retak kecil.

Pada proses pengelasan cacat dapat juga diartikan sebagai suatu takikan

pertemuan antara dua elemen yang disambung. Lubang baut yang mengakibatkan

dikontinuitas pada elemen juga dapat dikategorikan sebagai cacat pada elemen

tersebut. Cacat-cacat kecil dalam suatu elemen dapat diabaikan dalam suatu proses

desain struktur, namun pada struktur yang mengalami suatu beban-beban siklik,

maka retakan akan menjadi semakin bertambah panjang untuk setiap siklus

pembebanan sehingga akan berdampak mengurangi kapasitas elemen untuk

memikul suatu beban layan. Mutu baja tidak terlalu mempengaruhi keruntuhan

leleh ini (Agus Setiawan, 2008).

2.3. Perhitungan Portal Berdasarkan Metode DFBK

Metode Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK) merupakan metode

yang sudah dikembangkan dari metode sebelumnya dikenal sebagai metode LRFD

atau disebut juga Load and Resistance Factor Design yaitu metode yang mengacu

pada kondisi batas atau limit state design, kondisi batas ditinjau berdasarkan

kekuatan yang disebut juga kekuatan batas atau ultimate strength. Pada metode ini

memperhitungkan mengenai kekuatan nominal Mn penampang struktur yang

dikalikan oleh faktor pengurangan kapasitas atau disebut under-capacity (ϕ), yaitu

bilangan yang lebih kecil dari 1,0 untuk memperhitungkan ketidak-pastian dalam

besarnya daya tahan atau resistance uncertainties. Selain itu diperhitungkan juga

faktor gaya dalam ultimate atau Mu, dengan kelebihan beban (overload) γ (bilangan
19

yang lebih besar dari 1,0) untuk menghitung ketidak-pastian dalam analisa struktur

dalam menahan beban mati (dead load), beban hidup (live load), angin (wind), dan

gempa (earthquake). Konsep perhitungan dari metode DFBK pada prinsipnya

adalah tegangan ultimate dalam setiap elemen struktur harus lebih kecil dari

tegangan yang sudah dikombinasikan dengan beban terfaktor (Cahya, 2014).

Struktur harus selalu direncanakan memikul beban yang lebih besar dari

pada yang diperkirakan dalam pemakaian normal. Hal ini disediakan terutama

untuk memperhitungkan kemungkinan beban yang berlebihan. Selain itu juga

ditunjukan untuk memperhitungkan kemungkinan pengurangan kekuatan

penampang struktur. Penampang baja mempunyai kekuatan leleh sedikit dibawah

harga minimun yang ditetapkan, sehingga juga mengurangi kekuatan. Kelebihan

beban bisa diakibatkan oleh perubahan pemakaian dari yang direncanakan untuk

struktur, penaksiran pengaruh beban yang terlalu rendah dengan penyederhanaan

perhitungan yang berlebihan dan variasi dalam prosedur pemasangan. Biasanya

perubahan pemakaian yang drastis tidak ditinjau secara eksplisit atau tidak dicakup

oleh faktor keamanan, namun prosedur pemasangan yang diketahui menimbulkan

kondisi tegangan tertentu harus diperhitungkan secara eksplisit.

Perhitungan desain struktur portal baja untuk metode DFBK harus

memenuhi persyaratan spesifikasi apabila kekuatan desain setiap komponen

struktural sama atau melebihi kekuatan maka perlu yang namanya ditentukan

berdasarkan kombinasi beban DFBK. Maka dengan begitu kontrol yang harus

dilakukan sesuai dengan persamaan rumus berikut (Cahya, 2014) :


20

RU ≤ ϕRn ................................................................................ 2.1

Keterangan :

Ru = Kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Rn = Kekuatan nominal

ϕ = Faktor ketahanan

ϕRn = Kekuatan desain

Secara umum, persamaan untuk persyaratan keamanan dapat dituliskan

sebagai berikut (C.G Salmon, 1994) :

.𝜙𝑅𝑛 ≥ Ʃ 𝛾𝑖 𝒬𝑖 ..................................................................... 2.2

Dimana

ϕ = Faktor resistensi ; faktor reduksi

Rn = Kekuatan nominal

γi = Faktor-faktor kelebihan beban

𝓠i = Beban

Dimana ruas kiri mewakili resistensi, atau kekuatan dari komponen atau

struktur, sedangkan sisi kana mewakili beban yang diharapkan akan ditanggung.

Pada sisi kekuatan, harga nominal resistensi Rn dikalikan dengan faktor resistensi

(reduksi kekuatan) ϕ untuk mendapatkan kekuatan desain atau disebut juga

kekuatan yang dapat digunakan atau resistensi yang dapat digunakan). Pada sisi

beban 𝓠i dikalikan dengan faktor-faktor kelebihan beban γi untuk mendapatkan

jumlah beban-beban terfaktor (Ʃ 𝛾𝑖 𝒬𝑖 ). Nilai faktor mungkin saja berlainan untuk


21

masing-masing tipe beban 𝓠i yang bekerja seperti beban mati (D), beban hidup (L),

beban angin (W), dan beban gempa (E) (Cahya, 2014).

Tabel 2.3 Sifat Mekanis Baja Struktur

Faktor reduksi
Kuat rencana untuk
(ϕ)
Komponen struktur yang memikul lentur :
➢ Balok 0,90
➢ Balok plat berdinding penuh 0,90
➢ Plat badan yang memikul geser 0,90
➢ Plat badan pada tumpuan 0,90
➢ pengaku 0,90
Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial :
➢ Kuat penampang 0,85
➢ Kuat komponen struktur 0,85
Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial :
➢ Terhadap kuat penampang 0,90
➢ Terhadap kuat tarik struktur 0,75
Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi :
➢ Kuat lentur atau geser 0,90
➢ Kuat tarik 0,90
➢ Kuat tekan 0,85
Komponen struktur komposit :
➢ Kuat tekan 0,85
➢ Kuat tumpu beton 0,60
➢ Lentur dengan distribusi tegangan plastis 0,85
➢ Lentur dengan distribusi tegangan elastis 0,90
Sambungan baut :
➢ Baut yang memikul geser 0,75
➢ Baut yang memikul tarik 0,75
22

Tabel 2.3 Sifat Mekanis Baja Struktur (Lanjutan)

Faktor reduksi
Kuat rencana untuk
(ϕ)
➢ Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik 0,75
➢ Lapis yang memikul tumpu 0,75
Sambungan las :
➢ Las tumpu penetrasi penuh 0,90
➢ Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian 0,75
➢ Las pengisi 0,75
Sumber : Agus Setiawan, (2008)

2.3.1 Kombinasi Pembebanan Metode DFBK

Perhitungan suatu struktur bangunan perlu adanya analisis serta desain dari

sistem struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan load

combination dari beberapa kasus beban yang dapat bekerja bersamaan selama

umur rencana. Sehingga untuk kontrol aman nya bahwa tahanan rencana

harus melebihi jumlah dari beban-beban kerja dikalikan dengan suatu faktor beban.

Penjumlahan benar-benar kerja ini dinamakan sebagai kombinasi pembebanan.

Dalam SNI 1727 – 2020 tentang Beban Minimum untuk perancangan bangunan

gedung dan struktur. Pada pasal 2 tentang kombinasi beban dan lebih diatur lagi

pada pasal 2.3 yaitu kombinasi beban terfaktor yang digunakan dalam metode

DFBK yaitu pasal 2.3.2 tentang kombinasi dasar beban struktur, komponen dan

fondasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau

melebihi efek dari beban terfaktor dalam kombinasi berikut (SNI 1727 – 2020) :

a. 1,4 D
23

b. 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 (Lr atau S atau R)

c. 1,2 D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5 W)

d. 1,2 D + 1,0 W + Lr + 0,5 (Lr atau S atau R)

e. 1,2 D + 1,0 E + Lr + 0,2 S

f. 0,9 D + 1,0 W

g. 0,9 D + 1,0 E

Keterangan :

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh karat konstruksi permanen,

termasuk dinding, lantai atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan

layan tetap.

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,

termasuk beban kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti

angi, hujan, gempa dan lain sebagainya.

Faktor beban untuk L harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah

yang digunakan untuk pertemuan umum dan semua daerah yang

memikul beban hidup lebih besar dari 5 Kpa.

Lr adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh

pekerja peraltan dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang

dan benda bergerak.

W adalah beban angin.

R Beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.


24

E adalah beban gempa yang ditimbulkan dari peraturan gempa γL = 0,5

bila L < 5 Kpa, dan γL = 1 bila > - 5 Kpa.

2.3.2 Batang Tarik dengan Metode DFBK

Batang tarik dengan metode DFBK dapat menggunakan persyaratan

keamanan struktur menurut SNI 1729-2020 : pasal D sebagai berikut :

ϕtRn ≤ Ru ............................................................................................ 2.3

Dimana :

ϕt = Faktor Tahanan (0,90)

Rn = Kekuatan aksial nominal

Ru = Kekuatan aksial perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK

Komponen struktur tarik, harus memiliki nilai terendah yang diperoleh sesuai

dengan keadaan batas dari leleh tarik pada penampang bruto dan keruntuhan tarik

dari penampang neto dapat ditentukan menurut SNI 1729-2020 : pasal D sebagai

berikut :

a. Leleh tarik

Rn = fy . Ag ............................................................................ 2.4

b. Keruntuhan tarik

Rn = fu . Ae ............................................................................ 2.5

Dimana :

fy = Tegangan leleh minimum baja

fu = Tegangan putus minimum baja


25

2.3.3 Batang Tekan dengan Metode DFBK

Persyaratan kekuatan dan resistansi batang tekan menurut SNI 1729-2020 :

pasal E sebagai berikut :

ϕcPn ≤ Pu ........................................................................................... 2.6

Dimana :

ϕc = Faktor reduksi aksial tekan (0,90)

Pn = Kekuatan nominal

Pu = Kekuatan perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK

Filosofi desain faktor beban dan ketahanan (DFBK) bertujuan memberikan

marjin keamaan dan konstanta bagi semua kolom. Bila kekuatan tersebut bervariasi

menurut kerampingan, tentulah variasi ini harus dicakup dalam kekuatan nominal

Pn. Kekuatan nominal Pn dari suatu elemen tekan adalah dihitung dengan

menggunakan rumus kekuatan kolom menurut SNI 1729-2020 : pasal E sebagai

berikut :

Pn = Fcr . Ag ...................................................................................... 2.7

Dimana :

Pn = Kekuatan nominal batang tekan yang dibebani secara aksial

Fcr = Tegangan kritis pada kondisi tekan

Ag = Luas penampang bruto komponen struktur

𝐾𝐿 𝐸 𝑓𝑦
a. Bila ≤ 4,71 √𝐹𝑦 : Fcr = [0,685 ]
𝑟 𝑓𝑒

𝐾𝐿 𝐸
b. Bila ≥ 4,71 √𝐹𝑦 : Fcr =0,877 Fe
𝑟
26

Dimana :

K = Faktor panjang efektif

L = Panjang batang / kolom

r = jari jari girasi

E = Modulus elastisitas baja

Fe = Tegangan tekuk elastis

Tegangan tekuk elastis ditentukan sesuai dengan persamaan yang disyaratkan

sebagai berikut menurut SNI 1729-2020 : pasal E :

𝜋2 𝐸
𝐹𝑒 = 𝐾𝐿 2
......................................................................................... 2.8
( )
𝑟

𝜋2 𝐸 𝐶𝑤 1
𝐹𝑒 = [( ) + 𝐽𝐺] 𝐼𝑥+𝐼𝑦 ............................................................... 2.9
(𝐾𝐿)2

Dimana :

IY .ho2
Cw = Konstanta pembengkokan,
4

J = Konstanta torsi, = 1/3 ( 2 * tf3 * b + tb3 * h1 )

Ix.Iy = Momen inersia pada sumbu utama

Tekuk lentur (flexural buckling) yaitu peristiwa menekuknya batang tekan (pada

arah sumbu lemahnya) secara tiba-tiba ketika terjadi ketidakstabilan. Kuat tekan

nominal pada kondisi batas ini dapat dirumuskan (SNI 1729-2020) :

0,90 x Nn = Ag. Fcr = Ag . ry / ω ≥ Nu ........................................... 2.10

Dimana :

Untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1,0


1,43
Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω = 1,6−0,67𝜆𝑐
27

Untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25 λc

Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua atau lebih profil, yang

disatukan dengan menggunakan pelat kopel. Analisis kekuatanya harus dihitung

terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan yaitu dengan persamaan berikut

(Agus setiawan, 2008) :

k . L𝑥 k . L𝑦
𝑟= ; 𝜆𝑟 = ....................................................... 2.11
𝑟𝑥 𝑟𝑦

Dimana : Lx . Ly = panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y

k = faktor panjang tekuk

rx . ry = jari-jari girasi komponen struktur

k . L𝑥 k . L𝑦
𝜆𝑥 = 𝜆𝑦 =
𝑟𝑥 𝑟𝑦

K𝑥 . L𝑥 𝑓𝑦
𝜆𝑐 = .√𝐸
𝜋

Periksa terhadap lentur dan tekan dengan dihitung melalui persyaratan sebagai

berikut (Agus setiawan, 2008) :


𝑀𝑢 𝑁𝑢 . 𝜔
f = ∅. + ≤ 𝑓𝑦 ............................................ 2.12
𝐼𝑥 ∅. A

Dimana :

ϕ = Faktor Tahanan

Ix = Radius girasi

A = Luas pampang komponen struktur

2.3.4 Komponen Struktur Lentur dengan Metode DFBK

Persyaratan keamanan untuk komponen struktur lentur pada Desain Faktor


28

Beban dan Ketahanan dapat dinyatakan menurut SNI 1729-2020 : pasal F sebagai

berikut :

ϕbMn ≥ Mu ........................................................................... 2.13

Dimana :

ϕb = Faktor Ketahanan untuk lentur (0,90)

Mn = Kekuatan lentur nominal

Mu = Kekuatan lentur perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK

Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara penampang

kompak, tidak kompak dan langsing seperti halnya pada batang tekan. Batasnya

kompak, tidak kompak dan langsing adalah sebagai berikut (SNI 1729-2020 :

pasal E7) :

1. Penampang kompak : λ < λp

2. Penampang tidak kompak : λp < λ < λr

3. Penampang langsing : λ > λr

Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang kompak

menurut SNI 1729-2020 : pasal F :

Mn = Mp = Zx . fy ........................................................................... 2.14

Dimana :

Mp = Momen tahanan plastis

Z = Modulus penampang plastis

fy = Tegangan leleh baja

Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang tidak

kompak pada saat λp < λ < λr menurut SNI 1729-2020 : pasal F :


29

𝐿𝑏−𝐿𝑝
Mn = Cb. [ Mp − (Mp − 0,7. Fy. Sx). (𝐿𝑟−𝐿𝑝) ] ≤ Mp .................. 2.15

Dimana :

Mp = Momen tahanan plastis.

Cb = Faktor modifikasi tekuk torsi lateral untuk momen tidak merata.

Sx = Modulus penampang elastis.

Lb = Panjang antara titik-titik yang dibreis.

Lp = Pembatas panjang tidak dibreis kondisi batas leleh.

Lr = Pembatas panjang tidak dibreis batas tekuk torsi lateral.

Faktor modifikasi tekuk torsi lateral untuk momen tidak merata dapat dicari melalui

persamaan berikut menurut SNI 1729-2020 : pasal F :

12,5| 𝑀𝑚𝑎𝑥 |
Cb = ........................................................... 2.16
2,5|𝑀𝑚𝑎𝑥|+3|𝑀𝐴|+4|𝑀𝐵|+3|𝑀𝐶|

Dimana :

Mmax = nilai mutlak momen maksimum dalam segmen tanpa di breising

MA = nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen.

MB = nilai mutlak momen pada sumbu segmen.

MC = nila mutlak momen pada titik tiga-perempat segmen.

Pembatas panjang tidak dibreis kondisi batas leleh dapat dicari melalu persamaan

berikut menurut SNI 1729-2020 : pasal F :

𝐸
LP = 1,76 𝑟𝑦 √𝑓𝑦 .............................................................................. 2.17

Dimana :

E = modulus elastisitas baja.


30

𝑦 𝐼
ry = radius girasi, √ 𝐸

Pembatas panjang tidak dibreis batas tekuk torsi lateral dapat dicari melalui

persamaan rumus berikut menurut SNI 1729-2020 : pasal F :

𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 0,7 . 𝐹𝑦
Lr = 1,95. 𝑟 2 𝑡𝑠. 0,7.𝐹𝑦 √𝑆𝑥 . ℎ𝑜 + √(𝑆𝑥 .ℎ𝑜)2 + 6,76 ( 𝐸 )2 ........ 2.18

Dimana :

𝑟 2 𝑡𝑠 = Radius girasi efektif


1
Jc = Konstanta torsi, 3 . 𝑏 . 𝑡 3

Sx = modulus penampang elastis

Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang

langsing pada saat λ > λr menurut SNI 1729-2020 : pasal F :

Mn = Fcr . Sx ≤ Mp ......................................................................... 2.19

Dimana :

Fcr = Tegangan kritis

Sx = Modulus penampang elastis.

Mp = Momen tahanan plastis.

Pada kuat geser bagian badan pelat yang memikul gaya geser perlu Vu harus

memenuhi ketentuan pada metode DFBK yang dirumuskan dengan persamaan SNI

1729-2020 sebagai berikut :

Vu ≤ ϕVn ......................................................................................... 2.20

Keterangan :

Vu = Kekuatan geser perlu yang menggunakan kombinasi beban DFBK


31

Vn = Kuat geser nominal pelat badan.

ϕ = Faktor rekuksi

kuat geser nominal pelat badan dapat dihitung melalui persamaan menurut keadaan

batas dari pelelehan geser dan tkuk geser SNI 1729-2020 : pasal G :

Vn = 0,6 . fy . Aw . Cv ......................................................................... 2.21

Dimana :

Cv = Koefisien geser badan (1,0)

Aw = Luas kotor pada pelat badan

Kekuatan aksial tersedia dapat dihitung melalui persamaan berikut menurut SNI

1729-2020 : pasal H sebagai berikut :

Pc = ϕc . Pn ....................................................................................... 2.22

Dimana :

ϕc = Faktor Ketahanan (0,90)

Pc = Kekuatan aksial tersedia

ϕc Pn = Kekuatan aksial desain

𝑃𝑟 𝑃𝑢 8 𝑀𝑟𝑥 𝑀𝑟𝑦
a. Bila 𝑃𝑐 ≥ 0,2 maka . 𝑃𝑐 + 9 (𝑀𝑐𝑥 + ) ≤ 1,0
𝑀𝑐𝑦

𝑃𝑟 𝑃𝑢 𝑀𝑟𝑥 𝑀𝑟𝑦
b. Bila 𝑃𝑐 ≤ 0,2 maka .2 𝑃𝑐 + (𝑀𝑐𝑥 + ) ≤ 1,0
𝑀𝑐𝑦

Dimana :

Pr = Kekuatan aksial perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Mr = Kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Mc = Kekuatan lentur tersedia


32

x = Indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur

y = Indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur

2.3.5 Sambungan Baut dengan Metode DFBK

Untuk baut yang memikul gaya teraktor, Rn harus memenuhi persyaratan

rumus berikut (SNI 1729-2002) :

Ru ≤ ϕ. Rn ...................................................................................... 2.23

Dimana :

ϕ = Faktor reduksi kekuatan, (0,75)

Ru = Kuat perlu pada suatu penyambung dalam tarik

Rn = Kuat nominal baut

a. Kekuatan tarik desain baut dihitung dengan persamaan berikut (SNI 1729-

2002) :

ϕTd = ϕf Tn = ϕf . (0,75 . fub) . Ab ..................................................... 2.24

Dimana :

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur, (0,75)

fub = Tegangan tarik putus baut

Ab = Luas penampang bruto yang melintang pada bagian baut

b. Kekuatan geser desain satu baut dihitung dengan persamaan berikut (SNI

1729-2002) :

Vd = ϕf Vn = ϕr . r1 . fub . Ab .......................................................... 2.25

Dimana :

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur, (0,75)

fub = Tegangan tarik putus baut


33

r1 = Untuk baut tanpa ulir pada bidang geser, (0,5)

r1 = Untuk baut dengan ulir pada bidang geser, (0,4)

Ab = Luas penampang bruto yang melintang pada bagian baut

c. Kuat tumpu desain satu baut untuk jenis baut selot panjang tegak lurus arah kerja

gaya berlaku persamaan berikut ini (SNI 1729-2002) :

Rd = ϕf Rn = 2,0 . ϕf . db . tp . fu .......................................................... 2.26

Dimana :

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur, (0,75)

fu = Tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau pelat

tp = Tebal pelat

db = Diameter baut nominal pada daerah tak berulir

Gambar 2.3 Tata Letak Baut


Sumber : Agus setiawan, (2008)

Tata letak baut diatur dalam SNI 1729-2002 : pasal 13.2. Jarak antar pusat

lubang baut harus diambil tidak kurang dari tiga kali diameter nominal baut, dan jarak

antar baut tepi dengan ujung pelat harus sekurang-kurangnya 1,5 diameter nominal

baut, dan jarak maksimum antar pusat lubang baut tidak boleh melebihi 1,5 tp (dengan
34

tp adalah tebal pelat lapis tertipis dalam sambungan) atau 200 mm, sedangkan jarak

tepi maksimum tidak boleh melebihi (4tp + 100 mm) atau 200 mm. Dimana jarak tepi

baut : 3d < S < 1,5tp atau 200 mm, dan jarak antar baut : 1,5db < S1 < (4tp + 100)

atau 200 mm (PPBBI, 1984).

Perhitungan jumlah baut dapat dirumuskan sebagai berikut (SNI1729-2002) :

Vu
n = ................................................................................................. 2.27
ϕr Rn

Sehingga, kontrol tegangan baut dapat dihitung melalui persamaan berikut SNI 1729-

2020 :

Vu
Fuv = 0,75 ≤ fu ........................................................................ 2.28
. Ab

Dimana :

n = Jumlah baut

Ab = Luas nominal

fu = Tegangan tarik minimum

Vu = Gaya geser perlu

2.3.6 Sambungan Las dengan Metode DFBK

Kekuatan desain persatuan panjang las fillet didasarkan atas resistensi geser

melalui leher las sebagai berikut (Agus setiawan, 2008) :

ϕRnw = ϕ te . (0,60. fub) ......................................................................... 2.29

Dimana :

ϕ = Faktor tahanan, (0,75)

te = Dimensi lebar efektif

fub = Tegangan tarik putus yang terendah dari las


35

Kapasitas las ini tidak boleh melebihi kuat geser pelat dengan persamaan sebagai

berikut (Agus setiawan, 2008) :

ϕRnw = ϕ t . (0,60. fu) .......................................................................... 2.30

Dimana :

ϕ = Faktor tahanan, (0,75)

t = Tebal material dasar disepanjang las

Sehingga, panjang total las yang dibutuhkan dapat dihitung melalui persamaan

berikut (Agus setiawan, 2008) :

Lw = Tu / ϕRnw ....................................................................................... 2.31

Dimana :

Tu = Beban tarik terfaktor

ϕRnw = Kekuatan desain las

2.3.7 Perhitungan Base Plate dengan Metode DFBK

Untuk memenuhi syarat kesetimbangan statis, reaksi tumpuan pada beton

(Pp) harus segaris dengan beban aksial yang bekerja (Wiryanto, 2016).

Pu ≤ ϕc Pp ......................................................................................... 2.32

𝐴2
Pp = 0,85 . fc . A1 . √ ...................................................................... 2.33
𝐴1

Dimana :
ϕc = Faktor tahanan, (0,60)
fc = Mutu kuat tekan beton
A1 = Luas penampang baja
A2 = Luas maksimum bagian permukaan beton
Untuk base plate yang termasuk kategori 1 (tidak ada momen lentur), maka :
36

A1 = B . N ......................................................................................... 2.34

Sehingga,
𝐴2
Pu ≤ (0,60) . (0,85) . fc . B . N . √𝐴1 ................................................ 2.35

Gambar 2.4 Penampang Pelat Landasan dan Notasi

Sumber : Wiryanto Dewobroto, (2016)

Angkur yang dipasang pada suatu base plate direncanakan untuk

memikul kombinasi beban geser dan tarik, dan syarat sebagai berikut

(Agus setiawan, 2008) :

Vub ≤ ϕ . Fu . Ab ............................................................................... 2.36

Vub = Vu / n ....................................................................................... 2.37

Dimana :

ϕ = Faktor tahanan pada angkur, (0,75)

Vub = Gaya geser terfaktor pada angkur


37

Ab = Luas Penampang angkur

(𝐵−0,8 . 𝑏𝑓)
n = Jumlah angkur, 2

B = Panjang penampang base plate

N = Lebar penampang base plate

Perhitungan tebal pelat dasar dihitung dengan persamaan berikut :

𝑃𝑢
t perlu = 1,5 . m . √ ............................................................... 2.38
𝐵 . 𝑁 . 𝑓𝑦

Dimana :

(𝑁 − 0,95 . 𝑑)
m = 2
𝑚
x =
2
𝑑
f =2+𝑥

Menghitung panjang angkur baut minimum digunakan persamaan sebagai berikut

(Agus setiawan, 2008) :

𝑓𝑦
Lmin = ............................................................................ 2.39
(4 . √𝑓𝑐 . 𝑑𝑏

Dimana :

fy = Tegangan leleh minimum baja

fc = mutu beton

db = Diameter baut

2.4. Kajian Desain Kekuatan Berdasarkan Metode DKI

Metode Desain Kekuatan Ijin (DKI) merupakan metode yang kita kenal

sekarang yang dahulunya dikenal sebagai metode ASD atau disebut juga Allowable

Stress Design yang pada umumnya mengacu pada Specification for Structural Steel
38

Building Allowable Stress Design and Plastic Design (AISC 1989), yaitu metode

yang menggunakan beban kerja atau disebut juga working stress design (desain

tegangan kerja). Metode ini merupakan salah satu metode perhitungan konstruksi

yang juga biasa digunakan dilapangan, didalam metode ini elemen struktur pada

bangunan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tegangan yang timbul

akibat beban kerja atau laya tidak melampaui tegangan ijin yang telah ditetapkan

yaitu 𝜎maks ≤ 𝜎ijin (Cahya, 2014).

Tegangan ijin ini ditentukan oleh peraturan bangunan atau spesifikasi untuk

mendapatkan faktor keamanan terhadap tercapainya tegangan batas, seperti

tegangan leleh minimum atau tegangan tekuk (buckling). Tegangan yang dihitung

akibat beban kerja atau layan harus berada dalam batas elastis. Selain itu,kombinasi

beban yang digunakan tanpa menggunakan beban kerja. Pada kondisi beban kerja,

tegangan yang terjadi dihitung dengan menganggap struktur bersifat elastis, dengan

memenuhi syarat keamanan (kekuatan yang memadai) untuk struktur. Pada

dasarnya, tegangan ijin pada baja sesuai kualitasnya yang diberikan dalam

spesifikasi AISC ditentukan berdasarkan kekuatan yang bisa dicapai bila struktur

dibebani lebih dari semestinya (faktor beban tambahan jagaan). Bila penampang

bersifat daktail dan tekuk (buckling) tidak terjadi, regangan yang lebih besar

daripada regangan saat leleh dapat diterima oleh penampang tersebut (Cahya,

2014).

Pada metode DKI, tegangan ijin disesuaikan bila kekuatan plastis

merupakan keadaan batas yang sesungguhnya. Jika keadaan batas yang


39

sesungguhnya adalah ketidak-stabilan tekuk (buckling) atau kelakuan lain yang

mencegah pencapaian regangan leleh awal, maka tegangan ijin harus diturunkan.

Syarat-syarat daya layan lainnya seperti lendutan biasanya diperiksa pada kondisi

beban kerja (Cahya, 2014).

Perhitungan desain struktur portal baja untuk metode DKI harus memenuhi

persyaratan spesifikasi apabila kekuatan perlu dari setiap komponen lebih kecil atau

sama dengan kekuatan ijn maka ditentukan berdasarkan kombinasi struktur beban

DKI. Maka desain harus dilakukan menurut persamaan sebagai berikut (SNI 1729

: 2019) :

Ra ≤ Rn / Ω ............................................................................. 2.40

Keterangan :

Ra = Kekuatan perlu yang menggunakan kombinasi beban DKI

Rn = Kekuatan nominal

Ω = Faktor keamanan

Rn / Ω = Kekuatan ijin

Secara umum, persamaan untuk persyaratan keamanan dapat ditulis sebagai

berikut (C.G Salmon, 1994) :

∅Rn
. ≥ Ʃ𝒬𝒊 ............................................................................ 2.41
𝛾

Dimana :

ϕ = Faktor resistensi ; faktor reduksi

Rn = Kekuatan nominal

γ = Faktor-faktor kelebihan beban


40

Ʃ𝒬𝑖 = Beban

Beban yang diasumsikan sebagai memiliki variabilitas rata-rata yang sama.

Keseluruhan variabilitas beban-beban dan kekuatan-kekuatan ditempatkan pada

ruas kekuatan persamaan tersebut. Utuk menyelidiki persamaan tersebut menurut

Allowable Stess Design untuk balok, ruas kiri hendaknya mewakili kekuatan balok

nominal Mn yang dibagi oleh suatu faktor keamanan FS (sama dengan ϕ/γ),

sedangkan ruas kanan mewakili momen lentur beban layanan M yang bekerja

sebagai hasil dari semua tipe beban. Dengan demikian, persamaan untuk

persyaratan momen lentur dapat ditulis sebagai berikut (C.G Salmon, 1994) :
Mn
. ≥ M ................................................................................. 2.42
𝐹𝑠

Dimana :

Mn = Kekuatan momen nominal

FS = Faktor keamanan (ϕ/γ) = 1,67

M = Momen lentur ; momen beban layan

Bila kekuatan nominal final Mn telah didasarkan atas pencapaian suatu

tegangan Fcr yang lebih sedikit dari pada fy karena, misalnya saja kekuatan,

tegangan yang diijinkan σb akan sama dengan Fcr/FS. Dengan demikian kriteria

keamanan dalam metode DKI dapat ditulis sebagai (C.G Salmon, 1994) :

𝑦 𝑓 𝐹𝑐𝑟
.𝑓𝑏 ≤ [𝜎𝑏 = 𝐹𝑆 ; 𝜎𝑏 = ] ................................................... 2.43
𝐹𝑆

Dimana :

fb = Tegangan lentur beban layan


41

𝜎𝑏 = Tegangan lentur yang diijinkan

fy = Tegangan leleh

FS = Faktor keamanan (ϕ/γ) = 1,67

𝐹𝑐𝑟 = Tegangan kritis pada kondisi tekan

Berdasarkan kedua metode tersebut, beberapa hal yang membedakan

metode DFBK dan DKI yaitu terletak pada tegangan yang dipakai pada kedua

metode tersebut yang mana metode DFBK mengacu pada tegangan batas atau

ultimate stress, sedangkan metode DKI lebih mengacu kepada tegangan ijin atau

allowable stress. Selain itu juga, metode DFBK menggunakan beban terfaktor

dalam pengkombinasian beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan, hal ini

bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan kelebihan beban pada struktur

bangunan. Dibandingkan dengan metode DKI lebih memakai beban bekerja tanpa

tergantung pada faktor kombinasi beban dalam perhitungannya, melainkan dengan

menggunakan tegangan ijin. Hal lain yang membedakan kedua metode tersebut

terletak pada faktor ketahan, faktor keamanan, dan faktor reduksi yang lebih besar

pada metode DFBK daripada metode DKI. Perbedaan dari keduanya menjadi

kelebihan dan kekurangan dari masing-masing dari metode tersebut. (Cahya, 2014).

2.4.1 Kombinasi Pembebanan Metode DKI

Pemfaktoran beban pada struktur bangunan lalu mengkombinasikannya

beban – beban yang bekerja tersebut yang nantinya bagian mana saya pada

konstruksi bangunan akan menghasilkan efek paling tidak baik dalam struktur

bangunan gedung, pondasi, ataupun komponen struktural yang diperhitungkan serta


42

efek dari satu atau lebih beban yang tidak bekerja harus dipertimbangkan. Dalam

hal ini untuk perbandingan pengkajian ulang struktur portal baja menggunakan

kombinasi beban dan faktor beban nominal dengan metode DKI. Kombinasi beban

dalam metode DKI ini bahwa dalam peningkatan tegangan yang diizinkan tidak

boleh digunakan dengan beban atau kombinasi beban yang diberikan dalam standar

ini kecuali dapat menunjukan bahwa peningkatan semacam itu adalah dibenarkan

oleh perilaku struktural yang disebabkan oleh laju atau durasi beban (SNI 1727 –

2020).

Adapun untuk kombinasi pembebanan dan faktor beban dalam

SNI 1727 : 2020 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung

dan Struktur dengan metode DKI antara lain sebagai berikut (SNI 1727 – 2020) :

1. D

2. D + Lr

3. D + (Lr atau S atau R)

4. D + 0,75Lr + 0,75(Lr atau S atau R)

5. D + (0,6W atau 0,7E)

6. D + 0,75Lr + 0,75(0,6W) + 0,75(Lr atau S atau R)

7. 0,6D + 0,6W

Keterangan :

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh karat konstruksi permanen,

termasuk dinding, lantai atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan

layan tetap.
43

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,

termasuk beban kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti

angin, hujan, gempa dan lain sebagainya.

Faktor beban untuk L harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah

yang digunakan untuk pertemuan umum dan semua daerah yang

memikul beban hidup lebih besar dari 5 Kpa.

Lr adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh

pekerja peralatan dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang

dan benda bergerak.

W adalah beban angin.

R Beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.

E adalah beban gempa yang ditimbulkan dari peraturan gempa γL = 0,5

bila L < 5 Kpa, dan γL = 1 bila > - 5 Kpa.

2.4.2 Komponen Struktur Lentur dengan Metode DKI

Persyaratan keamanan untuk komponen struktur lentur pada Desain

Kekuatan Ijin dapat dinyatakan menurut SNI 1729-2020 : pasal F sebagai berikut :

Mn / Ωb ≥ Mijin ........................................................................ 2.44

Dimana :

Ωb = Faktor Ketahanan untuk lentur (1,67)

Mn = Kekuatan lentur nominal

Mijin = Kekuatan lentur perlu yang menggunakan kombinasi beban DKI


44

Balok menurut filosofi Desain Kekuatan Ijin memberikan keamanan

struktural sebagai berikut (Charles G. Salmon, 1994) :

𝑀𝑛 𝑀𝑛
(𝛾 / 𝜙 = ) ≥ 𝑀 ............................................................................. 2.45
𝐹𝑆

Dimana :

Mn = Kekuatan momen nominal

𝛾/𝜙 = Faktor kelebihan beban dibagi dengan faktor kurangnya kekuatan

FS = Faktor keamanan nominal pada desain balok, (1,67)

M = Momen lentur beban layan

Persamaan rumus diatas dapat diperoleh dengan membagi kedua sisi tersebut

dengan modulus penampang S, sehingga menjadi (Charles G. Salmon, 1994) :

𝑀 𝑀𝑛
fb( 𝑆 ) ≤ (𝜎𝑏 = (𝑭𝑺) 𝑺
) .................................................................... 2.46

Dimana :

fb = Tegangan lentur beban layan = M/S

M = Momen lentur beban layan

S = Modulus penampang elastis

σb = Tegangan lentur yang diijinkan

Mn = Kekuatan momen nominal

FS = Faktor keamanan nominal, (1,67)

Perhitungan modulus penampang plastis dapat dirumuskan melalui persamaan

berikut SNI 1729-2020 :

Sx = (b x tw x h1) + (tf x (h1 – tf/2) x ((h1 – tf/2)/2) ............................ 2.47


45

Dimana :

b = Lebar profil

tw = Tebal badan profil

tf = Tebal sayap profil

Kontrol tegangan terhadap interaksi lentur dan geser dapat dihitung melalui

persamaan berikut (PPBBI, 1984) :


𝑉 . 𝑆𝑥
τ = 𝑡𝑤 . 𝐼𝑥
≤ 0,60 . σ ..................................................................... 2.48

Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang kompak

adalah SNI 1729-2020 :

Mp = Z . fy ......................................................................................... 2.49

Dimana :

Mp = Momen tahanan plastis

Z = Modulus plastis

fy = Kuat leleh

1. Untuk penampang profil I, Lentur terhadap sumbu x-x adalah (Charles G.

Salmon, 1994) :

σb = 0,66 fy ....................................................................................... 2.50

Dimana :

σb = Tegangan ijin

fy = Tegangan leleh

2. Untuk penampang Profil I, lentur terhadap sumbu y-y adalah (Charles G.

Salmon, 1994) :
46

σb = 0,75 . fy

Dimana :

σb = Tegangan ijin

fy = Kuat leleh

Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang tidak

kompak adalah (Charles G. Salmon, 1994) :

𝑓𝑦
σb = 1,67 = 0,60 fy .............................................................................. 2.51

Dimana :

σb = Tegangan ijin

fy = Kuat leleh

Pada kuat geser bagian badan pelat yang memikul gaya geser perlu Vijin

harus memenuhi ketentuan pada metode DKI yang dirumuskan dengan persamaan

SNI 1729-2020 sebagai berikut :

Vijin ≤ Vn / Ω ....................................................................................... 2.52

Keterangan :

Vijin = Kekuatan geser perlu yang menggunakan kombinasi beban DKI

Vn = Kuat geser nominal pelat badan.

Ω = Faktor rekuksi, (1,67)

kuat geser nominal pelat badan dapat dihitung melalui persamaan menurut keadaan

batas dari pelelehan geser dan tekuk geser SNI 1729-2020 : pasal G :

Vn = 0,6 . fy . Aw . Cv ......................................................................... 2.53

Dimana :
47

Cv = Koefisien geser badan (1,0)

Aw = Luas kotor pada pelat badan

Kekuatan aksial tersedia dapat dihitung melalui persamaan berikut menurut SNI

1729-2020 : pasal H sebagai berikut :

Pc = Pn / Ωc ....................................................................................... 2.54

Dimana :

Ωc = Faktor Ketahanan (1,67)

Pc = Kekuatan aksial tersedia

Pn / Ωc = Kekuatan aksial desain

Secara umum,lendutan maximum akibat beban mati + beban hidup harus


1
lebih kecil dari L, L adalah bentang dari balok tersebut. Pada balok menerus
250

atas banyak perletakan, L adalah jarak antara titik-titik baloknya akibat beban mati,

sedangkan pada balok kantilever L adalah dua kali panjang kantilevernya. Bila

sebelum dibebani suatu konstruksi diberi lawan lendutan maka demikian

rupa sehingga akibat beban mati + beban hidup, lendutan yang terjadi terhadap
1
garis sistem yang sebenarnya kurang dari sama dengan L, maka harus
250

pula dipenuhi syarat : lendutan maximum akibat beban hidup kurang dari atau
1
sama dengan 500 L (PPBBI, 1984).

Syarat-syarat lendutan tersebut diatas harus ditentukan tersendiri, apabila

lendutan ini akan menyebabkan bagian-bagian lain (misalnya dinding, jendela, dsb)

menjadi rusak (PPBBI, 1984).


48

Tegangan-tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-

macam baja bangunan seperti tabel 2.4. Untuk dasar perhitunga tegangan-tegangan

yang diijinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai tegangan dasar

yang besarnya dapat dihitung dari persamaan berikut ini (PPBBI, 1984) :

σ = σ1 / 1,5 ....................................................................................... 2.55

Dimana :

σ = Tegangan diijinkan

σ1 = Tegangan leleh baja

Tabel 2.4 Tegangan Dasar

Sumber : Heppy Nur Cahya, (2015)

2.4.3 Batang Tarik dengan Metode DKI

Batang tarik untuk metode DKI memberikan persyaratan keamanan

menurut Charles g. Salmon sebagai berikut :

∅𝑅𝑛
≥ 𝓠𝒊 ........................................................................................... 2.56
𝑦

Dimana :

ϕ = Faktor resistensi
49

Rn = Resistensi nominal

𝓠𝒊 = Beban

Menyatakan bahwa kekuatan desain ϕRn yang dibagi dengan suatu faktor γ untuk

kelebihan beban yang harus melebihi beban-beban layan. Dalam metode desain

kekuatan ijin, besarnya faktor keamanan adalah γ / ϕ. Pada batang tarik, dengan

mengambil faktor keamanan FS = γ / ϕ, kekuatan Rn seperti halnya Tn dan 𝓠𝒊 sama

dengan beban layan T dalam tarik, persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai

berikut (Charles g. Salmon,1994) :


𝑇𝑛
≥ 𝑇 ............................................................................................ 2.57
𝐹𝑆

Dimana :

Tn = Kekuatan nominal batang tarik

Fs = Faktor keamanan, (1,67)

T = Gaya tarik beban layan

2.4.4 Batang Tekan dengan Metode DKI

Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin

stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini harus diperlihatkan dengan

persamaan sebagai berikut (PPBBI,1984) :


M𝑖𝑗𝑖𝑛 N𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜔. + ≤ σ ijin ................................................................... 2.58
𝐴 𝐼𝑥

Dimana :

M = Gaya momen pada batang tersebut

N = Gaya tekan pada batang tersebut

A = Luas penampang batang


50

σ ijin = Tegangan ijin

ω = Faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan profil

Tegangan kritis tekan harus lebih besar dari pada tegangan ijin melalu persamaan

berikut ini (SNI 1729-2020) :

𝑓𝑦
Fcr = [0,685 ] ≤ f ijin ........................................................................ 2.59
𝑓𝑒

Perhitungan tekuk lentur dapat dirumuskan melalui persamaan sebagai berikut

(SNI 1729-2020) :

Nn / 1,67 = Ag. Fcr = Ag . ry / ω ≥ Nu ......................................... 2.60

Harga ω dapat ditentukan dengan persamaan berikut menurut PPBBI, 1984 yaitu :

𝐸 𝜆
λg = 𝜋 √ λs = ................................................. 2.61
0,7 𝜎 𝜆𝑔

untuk λs ≤ 0,183 maka ω = 1,0


1,41
untuk 0,183 < λs < 1 maka ω = 1,593− 𝜆𝑠

untuk λs ≥ 1 maka ω = 1,25 λs

Kelangsingan pada batang-batang tunggal dicari melalui persamaan sebagai berikut

(PPBBI, 1984) :
𝐿𝐾
λ= ................................................................................................. 2.62
𝑖

Dimana :

Lk = Panjang batang

I = Jari-jari girasi

Persyaratan keamanan untuk kolom yang dibebani secara aksial dalam metode DKI

dapat dinyatakan sebagai berikut (Charles G. Salmon, 1994) :


51

fa ≤ σa .............................................................................................. 2.63

Dimana :

fa = Tegangan tarik atau tekan aksian beban layan = P/Ag

σa = Tegangan aksial beban layan yang diijinkan

2.4.5 Sambungan Baut dengan Metode DKI

Untuk baut yang memikul gaya teraktor, Rn harus memenuhi persyaratan

rumus berikut (SNI 1729-2020) :

R ≤ Rn / Ω ........................................................................................ 2.64

Dimana :

Ω = Faktor reduksi kekuatan, (1,67)

Rijin = Kuat ijin pada suatu penyambung dalam tarik metode DKI

Rn = Kuat nominal baut

a. Kekuatan geser desain baut


𝜋
Nτ geser = . 𝑑 2 . 𝜏 .......................................................................... 2.65
4

Dimana :

db = Diameter baut

𝜏b = Tegangan yang direduksi baut, 0,6 x σ

b. Kekuatan tumpu desain baut

N tumpu = d . s . σtp .............................................................................. 2.66

Dimana :

db = Diameter baut

σtp = Tegangan tarik pada sambungan


52

Tegangan yang diijinkan pada sambungan baut menurut PPBBI, 1984 :

𝑓𝑢
σ = ............................................................................................. 2.67
1,5

Dimana :

fu = Tegangan tarik pada suatu sambungan

Perhitungan jumlah baut yang dibutuhkan menurut SNI 1729-2002 sebagai

berikut :

𝑑𝑏
n = ............................................................................................. 2.68
𝑁𝜏

Dimana :

n = Jumlah baut

db = Diameter baut

Nτ = Kekuatan geser desain

Kontrol pada tegangan baut menurut SNI 1729-2002 sebagai berikut :


𝐷
τb = ≤ τ ................................................................. 2.69
Luas lubang baut

Dimana :

D = Diameter baut

τb = Tegangan desain baut

Kontrol tegangan pada sambungan baut menurut PPBBI, 1984 sebagai berikut :

f = √τ geser 2 + τ axial2 ......................................................... 2.70

Dimana :
Vu
τ geser = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2
N
τ axial = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2
53

2.4.6 Sambungan Las dengan Metode DKI

Filosofi Desain Kekuatan Ijin adalah menghitung tegangan-tegangan pada

beban layan, dapat dibagi dengan luas efektif las per inch. Ruas-ruas persamaan

tersebut bila dipertukarkan (mengubah pertidaksamaannya) akan memberikan rumus

sebagai berikut (Charles G. Salmon,1994) :

𝑅𝐿 𝑅𝑛
[𝑓 = ] ≤ [𝜎 = tegangan yang diijinkan = (𝐹𝑆)𝑡𝑒
] ...................... 2.71
𝑡𝑒

Dimana :

RL = Beban layan

te = Dimensi leher efektif las

Rn = Kekuatan nominal

Fs = Faktor keamanan metode DKI, (167)

Beban layan RL per inch tidak boleh melampaui beban Rw yang diijinkan per inch las.

Ini dapat diwujudkan sebagai berikut (Charles G. Salmon, 1994) :

RL ≤ [ Rw = tegangan ijin x te ] ............................................................... 2.72

Dimana :

RL = Beban layan

Rw = Beban ijin per inch pada las

te = Dimensi leher efektif las

Kuat rencan las sudut dengan ukuran yang ditentukan dapat dituliskan melalui

persamaan berikut (Agus setiawan, 2008) :

ϕRnw = te . ( fub / 1,5) ............................................................................. 2.73

Dimana :
54

te = Dimensi lebar efektif

fu = Tegangan tarik untuk base plate

2.4.7 Perhitungan Base Plate dengan Metode DKI

Syarat memenuhi kesetimbangan statis, pada Desain Kekuatan Ijin reaksi tumpuan

pada beton (PP) harus segaris dengan beban aksial yang bekerja (PPBBI, 1984) :

𝐴2
Fp = 0,35 . fc . √𝐴1 ≤ ϕc . Pp .............................................................. 2.74

Dimana :

ϕc = Faktor reduksi, (0,70)

fc = mutu tekan beton

A1 = Luas penampang baja

A2 = Luas maksimum bagian permukaan beton

Gambar 2.5 Konfigurasi Base-Plate Kolom Umumnya


Sumber : Wiryanto Dewobroto (2016)
55

Kontrol Tegangan pada base plate sebagai berikut (Agus setiawan,2008) :

ϕfub . Ab ≥ Vub .................................................................... 2.75

Dimana :

Ab = Luas nominal base plate

fu = Tegangan tarik minimum baja


𝐷
Vub = 𝑛

2.5. Pembebanan Struktur

Pembebanan pada suatu struktur bangunan terdapat sejumlah gaya-gaya

yang akan membebani sistem struktur tersebut. Beban tersebut ada macamnya bisa

dapat berasal dari struktur ini sendiri maupun dapat juga berasal dari beban yang

akibat penggunaan, ataupun yang terjadi akibat kejadian faktor alam atau kejadian

alami, misalnya angin, gempa, air hujan, dan lain sebagainya (Agus Setiawan,

2008).

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara

pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya

merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari

struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen,

dalam suatu struktur umumnya memerlukan suatu asumsi dan pendekatan.

Beberapa jenis beban yang sering dijumpai antara lain yaitu (SNI 1727 – 2020) :

a. Beban Mati adalah berat dari semua bagian suatu bangunan yang bersifat

tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan,

finishing, serta peralatan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari


56

bangunan tersebut. Beberapa contoh berat dari beberapa komponen

bangunan penting yang dimaksud beban mati dari suatu gedung atau

bangunan, antara lain seperti beton, dinding bata merah, penutup atap

genteng, dan lain sebagainya.

Perhitungan sejajar sumbu beban pada atap (Agus setiawan,2008) :

qx = qtotal x sin α qy = qtotal x cos α ...... 2.76

b. Beban Hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa

layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu struktur bangunan. Termasuk

beban hidup ini adalah berat manusia, kendaraan dan barang lain sebagainya

yang dapat dipindah-pindah. Karena besar dan lokasi beban yang senantiasa

berubah-ubah, maka penentuan beban hidup secara pasti adalah merupakan

suatu hal yang cukup sulit. Pada peraturan SNI 1727-2020 pasal 4.7.3 bahwa

beban hidup itu 100 kg.

c. Beban Angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan-

tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari lokasi dan

ketinggian dari struktur. Beban angin ditentukan pada SNI 1727-2020 pasal

26 :

1. Kecepatan angin dasar (V) dengan kecepatan hembusan 10 m/s.

2. Faktor arah angin (Kd), ditentukan dari tabel dibawah ini dan harus

mencakup dalam beban angin yang dihitung dan tipe struktur bangunan.
57

Tabel 2.5 Faktor Arah Angin, Kd

Sumber : SNI 1727-2020

3. Faktor elevasi permukaan tanah (Ke), menyesuaikan densitas udara.

Untuk semua elevasi, boleh diambil nilai Ke = 1,0.

4. Kategori eksposur terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Eksposur B : untuk bangunan gedung atau struktur lain dengan

tinggi atap rata-rata kurang dari atau sama dengan 9,1 meter.

b. Eksposur C : berlaku untuk semua kasus dimana eksposur B atau

eksposur D tidak berlaku.

c. Eksposur D : berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah, sebagai

mana ditentukan oleh kekasaran permukaan D.

5. Efek topografi (Kzt), jika kondisi situs dan lokasi bangunan gedung dan

struktur lain tidak memenuhi semua kondisi yang disyaratkan, maka Kzt

= 1,0.
58

6. Efek tiupan angin (G), untuk suatu bangunan gedung dan struktur lain

yang kaku boleh diambil sebesar 0,85.

7. Intersitas turbulensi pada ketinggian (Iz), adalah tinggi ekuivalen dari

bangunan gedung atau struktur ditentukan dengan rumus sebagai

berikut :

10 1/6
Iz = c( ) .......................................................... 2.77
𝑧̅

dimana :

c = 0,30 (SNI 1727-2020 : tabel 26.11.1)

𝑧̅ = 0,6h

8. Respon latar belakang (Q) adalah :

1
Q = √ 𝐵+𝐻 0,63 ................................................. 2.78
1+0,63 ( )
𝐼𝑧

9. Menentukan tekanan velositas, dapat ditentukan dari rumus berikut :

Kz untuk 15 ft ≤ z ≤ Zg = 2,01 ( z / Zg )2/α ............................ 2.79


Kzt untuk 15 ≤ 15 ft = 2,01 ( 15 / Zg )2/α ............................... 2.80
Dimana :
Zg = 365,76 ditetapkan pada Tabel 26.9-1
Z = Tinggi diatas elevasi tanah

10. Tekanan kecepatan (qz), yang dievaluasi pada ketinggian z diatas tanah

harus dihitung dengan persamaan berikut :

qz = 0,613 Kz . Kzt . Kd . Ke . V2 .................................... 2.81


dimana :
59

Kz = koefisien eksposur tekanan kecepatan


Kzt = faktor topografi
Kd = faktor arah angin
Ke = faktor evaluasi permukaan tanah
V = kecepatan angin dasar

11. Tekanan angin desain (P)

P = qGCp – ql (GCpl) ............................................................. 2.82

Dimana :

q = qz untuk dinding disisi angin datang yang diukur pada keting

gian z diatas permukaan tanah.

ql = qh untuk dinding disisi angin datang, dinding samping, dinding

disisi angin pergi dan atap bangunan gedung tertutup.

G = faktor efek hembusan angin

Cp = koefisisen tekanan eksternal

(Gcpi) = koefisien tekanan internal

Tabel 2.6 Koefisien Tekanan Internal

Sumber : SNI 1727-2020


60

Tabel 2.7 Koefisien Tekanan Eksternal

Sumber : SNI 1727-2020

12. Beban Angin (W), dapat dirumuskan sebagai berikut (Heppy nur cahya,

2015) :
1
W angin = P angin x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda .... 2.83

d. Beban Gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada

struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan

arah vertikal maupun horizontal. Namun pada umumnya percepatan tanah

arah horizontal lebih besar dari pada arah vertikalnya. Sehingga pengaruh

gempa horizontal jauh lebih menentukan dari pada gempa vertikal.


61

Besarnya gaya geser dasar (statik ekuivalen) ditentukan berdasarkan

persamaan berikut : (SNI 1726 - 2019)

𝑆𝑎 𝑥 𝐼𝑒
𝑉 = 𝐶𝑠 . 𝑊 = . 𝑊 ...................................... 2.84
𝑅

Keterangan :

Cs = Faktor respon gempa yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan

dan jenisnya.

Ie = Faktor keutamaan gedung.

R = Faktor reduksi gempa yang tergantung pada jenis struktur yang

bersangkutan.

W = Berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesuaian.

2.6. Analisa Gaya Dalam Pada Portal Baja

Dalam menganalisa gaya-gaya dalam atau bisa disebut juga analisa struktur

adalah proses menghitung dan menentukan efek akibat beban yang bekerja pada

struktur (bangunan, jembatan, dermaga, atau objek lainnya) yang menimbulkan

reaksi berupa gaya dalam (internal forces) pada struktur. Analisis struktur sangatlah

penting untuk memastikan bagaimana alur, distribusi dan dampak beban terhadap

struktur yang ditinjau. Selain beban yang mempengaruhi perilaku struktur adalah

bahan yang digunakan dan geometri (sistem) struktur. Dengan melakukan analisis

struktur maka dapat diketahui bagaimana perilaku struktur dan tingkat

keamanannya saat dikenai beban yang diperkirakan akan bekerja. Analisis Struktur

dapat dilakukan selama tahapan desain, pada saat pengujian maupun pasca

konstruksi untuk mengkaji ulang struktur bangunan (Deni Firmansyah, 2016).


62

Pada masa sekarang ini analisa gaya-gaya dalam dapat dilakukan secara

analisis ataupun manual dan dapat pula dilakukan dengan bantuan aplikasi

komputer melalui software-software yang sudah terkenal dikalangan teknik sipil,

seperti SAP 2000 ataupun ETABS, dan lain sebagainya. Saat ini hampir semua

analisis struktur dapat dilakukan dengan menggunakan model matematika yang

mengacu pada kaidah-kaidah mekanika, di mana model bisa elastis atau inelastis,

linear atau non-linear, gaya dapat statis atau dinamis, dan model struktur mungkin

bisa satu dimensi, dua dimensi atau tiga dimensi. Penggunaan software ini dapat

mempermudahkan pada saat analisa, mendesain dan kajian ulang struktur, tetapi

intuisi seorang engineer juga sangat diperlukan didalam penggunaan aplikasinya

dan paham dilapangannya. Hal ini sangat diperlukan agar analisa, desain atau kajian

ulang suatu struktur dengan bantuan aplikasi software dikomputer agar hasil yang

dihasilkan benar dan sesuai yang diharapkan. Analisis dan pemodelan juga harus

mengacu pada peraturan standar yang berlaku (Deni Firmansyah, 2016).

Dari suatu analisa struktur akibat beban mati, beban hidup, beban angin dan

beban gempa, maka dihitung gaya-gaya dalam berupa momen, gaya lintang, dan

gaya normal. Untuk struktur yang dibebani beban mati merata sebesar q, maka

didapatkan suatu bidang momen, bidang gaya lintang dan bidang gaya normal

(aksial) (Deni Firmansyah, 2016).

2.7. Struktur Portal Gable Frame Baja

Berdasarkan bangunan gable frame pada umumnya yang bangunannya

menggunakan baja sebagai materialnya, biasanya distruktur atap terdapat istilah

gording, ikatan angin dan trackstang. Rangka atap Gording ini ialah suatu balok
63

induk yang bertugas menahan elemen struktur yang berada diatasnya dan beban –

beban yang bekerja diatas rangka atap.

Gambar 2.6 Tabel Profil Konstruksi Baja


Sumber : Ir. Rudy Gunawan dan Ir. Marisco (1987)

Gording ini merupakan salah satu konstruksi yang vital yang diletakkan diatas,

sehingga karena tugasnya menahan beban yang bekerja diatap maka diperlukan

analisis yang tepat pada beban mati, beban hidup dan beban angin. Gording yang

biasa digunakan pada umumnya baja dengan profil CNP (Deni Firmansyah,2016).

Struktur atap adalah bagian bangunan yang menahan atau mengalirnya

beban – beban dari atap dan penopang rangka atap. Rangka atap ini berfungsi

menahan beban dari suatu bahan penutup atap sehingga pada umumnya berupa

susunan balok – balok ( dari kayu atau baja ) secara vertikal maupun horizontal.

Perhitungan ulang pada bangunan rangka baja ini penulis mengambil tabel untuk
64

rangka atap menggunakan tabel profil konstruksi baja sebagai pedoman dalam

kajian ulang pada bangunan portal baja. Ukuran serta inersia penampang profil

yang digunakan untuk analisis yang terdapat pada tabel profil konstruksi baja

(Machado Roque Viana Bossa, 2014).

Gambar 2.7 Tabel Profil Konstruksi Baja


Sumber : Ir. Rudy Gunawan dan Ir. Marisco (1987)

Sedangkan untuk ikatan angin dipasang untuk menerima gaya – gaya yang

bekerja sejajar dengan arah memanjang bangunan dan tegak lurus terhadap bidang

kerja, sebagai akibat dari adanya tekanan angin. Angin yang bekerja tegak lurus

arah memanjang gording (dari samping kanan dan kiri) dapat ditahan oleh balok

dan kolom. Trackstang adalah pengaku yang digunakan dalam konstruksi kuda-

kuda untuk mengantisipasi sumbu lemah (arah y) pada gording. Trackstang ini pada
65

umumnya berupa besi polos dan berfungsi sebagai memperkokoh struktur atap,

selain itu juga berfungsi pengaku dan meluruskan gording yang menggunakan baja

profil CNP dan mencegah gording agar tidak melintir (Karyoto,2011).

Gambar 2.8 Detail Struktur Atap


Sumber : Karyoto, 2011

Suatu komponen struktur harus mampu memikul beban aksial (tarik ataupun

tekan) serta momen lentur. Apabila besarnya gaya aksial yang bekerja cukup kecil

dibandingkan momen lentur yang bekerja, maka efek dari gaya aksial tersebut dapat

diabaikan dan komponen struktur tersebut dapat didesain sebagai komponen balok

lentur. Namun apabila komponen struktur memikul gaya aksial dan momen lentur

yang tidak dapat diabaikan salah satunya, kombinasi dari gaya aksial dan momen

lentur perlu dipertimbangkan dalam proses desain komponen struktur tersebut.


66

maka komponen struktur tersebut sering dinamakan balok – kolom (beam-coloum)

(Agus Setiawan, 2008).

Elemen balok – kolom umumnya dijumpai pada struktur – struktur statis

tak tentu. Misalkan pada struktur portal statis tak tentu pada gambar 2.9. Akibat

Gambar 2.9 Struktur Portal Statis Tak Tentu


Sumber : Agus Setiawan, 2008

kondisi pembebanan yang bekerja, maka batang AB tidak hanya memikul beban

merata saja namun juga memikul beban lateral P1. Dalam hal ini efek lentur dan

gaya tekan P1 yang bekerja pada batang AB, maka batang AB harus didesain

sebagai suatu elemen balok – kolom. Selain itu juga batang AB yang didesain

sebagai elemen balok – kolom, batang AC, BD, CE, DF, juga didesain sebagai

elemen balok – kolom. Karena selain memikul gaya aksial akibat reaksi dari balok

AB dan balok CD, efek lentur dan efek gaya aksial yang bekerja tidak bisa

diabaikan salah satunya. Berbeda dengan batang CD yang hanya didominasi oleh

efek lentur, gaya lateral P2 telah dipikul oleh pengaku – pengaku (bracing) bentuk
67

X, sehingga batang CD dapat didesain sebagai suatu elemen balok tanpa pengaruh

gaya aksial. (Agus Setiawan, 2008)

Gambar 2.10 Panjang Tekuk Untuk Beberapa Reaksi Perletakan


Sumber : Agus Setiawan, 2008

Kolom dengan kekangan yang besar terhadap rotasi dan translasi pada

ujung-ujungnya (contohnya tumpuan jepit) akan mampu menahan beban yang lebih

besar dibandingkan dengan kolom yang mengalami rotasi dan tranlasi pada bagian

ujungnya (contohnya adalah tumpuan sendi). Selain kondisi tumpuan perletakan,

besar beban yang dapat diterima oleh suatu komponen struktur tekan juga

bergantung dari panjang efektifnya (Agus Setiawan, 2008).

Panjang efektif suatu kolom secara sederhana dapat didefinisikan sebagai

jarak di antara dua titik pada kolom tersebut yang mempunyai momen sama dengan

nol, atau didefinisikan pula sebagai jarak diantara dua titik belok dari suatu
68

kelengkungan pada kolom. Dalam perhitungan kelangsingan komponen struktur

tekan (λ = L/r), panjang komponen struktur yang digunakan harus dikalikan suatu

faktor panjang tekuk k untuk memperoleh panjang efektif dari kolom

tersebut(Crawley dan Dillon, 1987).

Gambar 2.11 Tabel Profil Konstruksi Baja


Sumber : Ir. Rudy Gunawan dan Ir. Marisco (1987)

Gable frame adalah bentuk khusus dari rangka kaku yang semua komponen

pada struktur gable frame memikul kombinasi momen lentur dan gaya aksial. Suatu

batang yang menderita beban aksial dan momen lentur secara bersamaan

dinamakan balok-kolom. Akibat momen lentur batang berperilaku sebagai balok,

dilain pihak dengan adanya gaya tekan aksial menjadikan batang tersebut

berperilaku sebagai kolom. Prosedur untuk perhitungan dan merencanakan

konstruksi gable frame hampir sama dengan rangka kaku bentuk persegi.
69

Perhitungan pada konstruksi gable frame lebih kompleks dari pada rangka kaku

bentuk persegi (Salmon & Johnson,1994).

L
Gambar 2.12 Struktur Portal Gable Frame
Sumber : Srikirana Meidiani (2018)

Profil kolom dan ukuran serta inersia yang digunakan sebagai pedoman

dalam analisis kolom pada konstruksi portal baja mengacu pada tabel profil

konstruksi baja, yang pada umumnya portal baja memakai profil H-Beam untuk

kolomnya dikarenakan H-Beam memiliki dimensi lebar dan kuping yang sama,

sedangkan baja dengan profil I-WF memiliki dimensi kuping yang lebih lebar (Budi

Siswanto (2018).

Adapun untuk ketentuan batas – batas lendutan limit state of strength pada

balok dalam pendesaian telah terpenuhi namun perlu dievaluasi untuk keadaan

kemampuan batas layan limit state of servicebility harus sesuai dengan struktur
70

tersebut, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen – elemen yang

didukung oleh struktur tersebut sehingga tidak menimbulkan permasalahan.

Banyak bangunan yang tidak berfungsi disebabkan oleh kerusakan lokal, lendutan

besar, vibrasi yang mengganggu atau hal lainnya (Agus Setiawan, 2008).

Tabel 2.8 Batas Lendutan Maksimum (δ)


Komponen struktur dengan beban tidak Beban
Beban Tetap
terfaktor Sementara
Balok pemikul dinding atau finishing yang
L/360 -
getas
Balok biasa L/240 -
Kolom dengan analisis orde pertama saja h/500 h/200
Kolom dengan analisis orde kedua h/300 h/200

Sumber : Agus Setiawan,(2008)


Dengan syarat ∆ < δ

Untuk beban terbagi rata dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut

(Wiryanto, 2016) :

5 𝑞 . 𝐿4
∆ = . ...................................................................... 2.85
384 𝐸. 𝐼

Khusus pada kontrol lendutan yang terjadi akibat beban terbagi rata pada gording

memakai persamaan sebagai berikut (PPBBI, 1984):

𝐿 4
5 (𝑞 cos 𝛼) . 𝐿4 5 (𝑞 sin 𝛼) . ( )
3
fx1 = . ; fy1 = . ............. 2.86
384 𝐸. 𝐼 384 𝐸. 𝐼

Sedangkan untuk beban terpusat ditengah bentang dapat dirumuskan dengan

persamaan sebagai berikut (Wiryanto, 2016) :

1 𝑃 . 𝐿3
∆ = . ........................................................................ 2.87
48 𝐸. 𝐼
71

Khusus pada kontrol lendutan akibat beban terpusat pada gording memakai

persamaa sebagai berikut (PPBBI,1984) :

𝐿 3
1 (𝑃 cos 𝛼) . 𝐿3 1 (𝑝 sin 𝛼) . ( )
3
fx2 = . ; fy1 = . .................. 2.88
48 𝐸. 𝐼 48 𝐸. 𝐼

Keterangan :

W = DL + LL

P = Beban aksial terfaktor, N.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Konsep Dasar Studi

Konsep dasar studi yang dilaksanakan dalam penulisan Tugas Akhir ini

berupa Kajian Portal Struktur Baja Gedung Workshop Alat Berat Di Balai Wilayah

Sungai Sumatera VI Tahap 2 Dengan Metode Desain Faktor Beban dan Ketahanan

(DFBK) dan Desain Kekuatan Ijin (DKI). Alasan dimana penulis mengambil judul

yaitu untuk membandingkan kedua metode tersebut sehingga apa yang

membedakan dua metode tersebut pada bangunan portal baja gable frame.

3.2. Tahapan Pengumpulan Data Studi

Kebutuhan data merupakan hal yang sangat penting untuk

mengidentifikasikan dan merumuskan suatu permasalahan studi yang ada secara

sistematis, sehingga tujuan dari studi menjadi lebih mudah dilakukan serta

mendapatkan hasil yang baik dan akurat, agar suatu saat dapat digunakan sebagai

referensi ataupun acuan bagi yang memerlukannya untuk menambah ilmu dan

wawasan mengenai masalah yang dibahas dalam studi ini.

Dalam pengumpulan data studi ini terdapat data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara). Data primer ini dapat berupa opini (orang) secara

individual ataupun kelompok, sehingga hasil obseservasi terhadap suatu benda

(fisik), kejadian ataupun kegiatan, dan hasil pengujian.

72
73

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dari hasil penilitian

secara tidak langsung melalui perantara (data ini diperoleh dan dicatat oleh pihak

lain). Data sekunder pada umumnya bisa berupa bukti, catatan ataupun laporan

historis yang telah tersusun dalam suatu arsip (data dokumenter) yang

dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Data yang digunakan penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini merupakan

data primer dan data sekunder. Adapun data primer tersebut antara lain sebagai

berikut :

a. Bentang Kuda-Kuda = 10 meter

b. Jarak Antar Kuda-Kuda = 6 meter

c. Panjang Bangunan = 24 meter

d. Jarak Antar Gording = 1,0 meter

e. Kolom Baja = H-Beam (200 x 200 x 7 x 11)

f. Balok Baja = I-WF (200 x 100 x 5,5 x 8)

g. Gording = CNP ( 100 x 50 x 5 x 7,5 )

h. Penutup Atap = Seng Zinc Alum

i. Kemiringan atap = 20O

j. Trackstang = 1 Btg

k. Ikatan Angin = 2 Btg

l. Pelat Landasan (Base Plate) = 40 cm x 40 cm

m. Alat Sambungan = Baut dan Las

n. Baut Angkur = M19

o. Foto Dokumentasi
74

Adapun data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut :


a. As Build Drawing dan Fungsi Bangunan
b. Spesifikasi dan Bahan Material Bangunan

Adapun gambar denah bangunan yang dijadikan tempat penelitian Tugas Akhir
sebagai berikut :

Gambar 3.1 Denah Bangunan


Sumber : data penelitian (2021)
Berdasarkan dari gambar 3.1 tentang denah bangunan, bahwa panjang
bangunan yaitu 24 meter dengan jarak antar kuda-kuda yaitu 6 meter dengan
bentang bangunan 10 meter.
75

Gambar 3.2 Tampak Samping


Sumber : data penelitian (2021)

Gambar 3.3 Tampak Depan


Sumber : data penelitian (2021)
Berdasarkan dari gambar 3.2 dan gambar 3.3 tentang tampak depan dan
samping, bahwa sebagian bangunan dibikin ruangan dan sebagian untuk tempat
parkir alat berat dan lain sebagainya. Tinggi kolom bangunan yaitu 6 meter
sedangkan untuk tinggi kuda-kuda rangka baja yaitu 2,17 meter. Lebar rabat selasar
2 meter dan pemasangan plafond pada ketinggian 5 meter.
76

3.3. Proses Penelitian dan Flowchart Tugas Akhir

Primer Mulai Sekunder

- Detail dan dimensi bangunan Studi Pustaka - As Build Drawing dan


meliputi Kolom, Balok dan Fungsi Bangunan
Base Plate, Sambungan, dll - Spesifikasi dan Bahan
Data
- Foto Dokumentasi Penelitian Bangunan

Metode DFBK Metode DKI

Pembebanan Pembebanan
Terfaktor Tidak Terfaktor

Perhitungan Gording Perhitungan Gording

Cek Lendutan Cek Lendutan

Ya Ya
Tidak Tidak

Perhitungan Trackstang dan Perhitungan Trackstang dan


Ikatan angin Ikatan angin

Analisa Struktur Dengan Analisa Struktur Dengan


SAP 2000 SAP 2000

Perhitungan Kolom dan Balok Perhitungan Kolom dan Balok


Baja Baja
Tidak Tidak

Cek tegangan batas Cek tegangan ijin

Ya Ya

Perhitungan Base Plate Perhitungan Base Plate

Analisis Perbandingan Hasil


dan kesimpulan

Selesai

Gambar 3.4 Flow Chart Tugas Akhir


BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 PERHITUNGAN MENGGUNAKAN METODE DFBK

4.1.1 Data Kontruksi

Data konstruksi sebagai berikut :

a. Bentang Kuda-Kuda = 10 meter

b. Jarak Antar Kuda-Kuda = 6 meter

c. Panjang Bangunan = 24 meter

d. Jenis Atap = Zincalum

e. Jarak Antar Gording = 1,0 meter

f. Tinggi kolom = 6 meter

g. Kolom Baja = H-Beam (200 x 200 x 7 x 11)

h. Balok Baja = I-WF (200 x 100 x 5,5 x 8)

i. Gording = CNP ( 100 x 50 x 5 x 7,5 )

j. Berat atap = 6 kg/m2

k. Kemiringan atap = 20O

l. Trackstang = 1 Btg

m. Ikatan Angin = 2 Btg

n. Pelat Landasan (Base Plate) = 40 cm x 40 cm

o. Mutu Baja Bj. 41 fy = 250 MPa

fu = 410 MPa

77
78

p. Alat Sambungan = Baut dan Las

q. Baut Angkur = M19

Gambar 4.1 Detail Struktur Bangunan

Gambar 4.2 Detail Struktur Atap Bangunan


79

4.1.2 Perhitungan Pembebanan

a. Akibat beban mati pada gording ( D )

1. Profil gording yang dipakai CNP 100 x 50 x 5 x 7,5 = 9,36 kg/m

2. Penutup atap memakai Seng Zincalume = 6 kg/m2 x 1 m = 6,00 kg/m

q = 15,36 kg/m

3. Berat sambungan (10 % x q)

0,1 x 15,36 kg/m = 1,54 kg/m

Q total = 16,9 kg/m

Q total diambil = 17 kg/m

Gambar 4.3 Gaya-gaya sumbu profil gording

Perhitungan sejajar sumbu beban pada gording :

qx = Qtotal x sin α qy = Qtotal x cos α

= 17 x sin 20O = 17 x cos 20O

= 5,814 kg/m = 15,975 kg/m

Momen yang terjadi pada gording :

Mx = 1/8 . qx . (L)2 = 1/8 . 5,814 . (6)2 = 26,163 kg.m

My = 1/8 . qy . (L)2 = 1/8 . 15,975 . (6)2 = 71,888 kg.m


80

b. Akibat beban hidup (Lr)

1. Beban air hujan (R)

Dihitung menggunakan rumus (SNI 1727-1989) :

= (40 – 0,8α)

= (40 – 0,8 . 20)

= 24 kg/m2 ≥ 20 kg/m2

qr = 20 kg/m2 (berdasarkan ketentuan SNI 1727-2020 : tabel 4.3.1, beban

hujan diambil tidak lebih dari 20 kg/m2)

qR = qr . jarak gording

= 20 . 1

= 20 kg/m

qRx = qR . sin α qRy = qR . cos α

= 20 . sin 20 = 20 . cos 20

= 6,84 kg/m = 18,794 kg/m

Momen yang terjadi akibat beban air hujan :

MRx = 1/8 . qRx . (L)2 = 1/8 . 6,84 . (6)2 = 30,780 kg.m

MRy = 1/8 . qRy . (L)2 = 1/8 . 18,794 . (6)2 = 84,573 kg.m

2. Beban terpusat dari seseorang pekerja dan peralatan (Lr)

Beban diambil sebesar Lr = 0,96 KN = 97,892 Kg (SNI 1727-2020 :

pasal 47.3)

Lrx = Lr sin α = 97,892 . sin 20O = 33,481 kg

Lry = Lr cos α = 97,892 . cos 20O = 91,988 kg


81

Momen yang terjadi akibat beban terpusat :

MLrx = 1/4 . Lrx . (L) = 1/4 . 33,481 . 6 = 50,222 kg.m

MLry = 1/4 . Lry . (L) = 1/4 . 91,988 . 6 = 137,982 kg.m

Oleh karena momen yang terjadi akibat beban air hujan (R) lebih kecil

dibandingkan dengan momen yang terjadi pada beban terpusat (Lr), maka

beban terbesar yang digunakan adalah beban terpusat dari seseorang pekerja dan

peralatan (Lr) (SNI 1727-2020 : pasal 47.3).

3. Beban Angin (W)

Kecepatan angin dasar (V) = 10 m/s (SNI 1727-2020 : pasal 26)

Faktor arah angin, (kd) = 0,85 ( Bangunan gedung)

Faktor elevasi permukaan tanah, (ke) = 1,0

Kategori eksposur B yaitu untuk bangunan gedung atau struktur lain dengan

tinggi atap rata-rata kurang dari atau sama dengan 9,1 m dan berada dalam

arah lawan angin untuk jarak yang lebih besar 457 m

Efek topografi, (Kzt) = 1,0

Efek tiupan angin, (G) = 0,85

Intersitas turbulensi pada ketinggian, Iz (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

10 1/6
Iz = c ( )
𝑧̅

dimana :

c = 0,30 (SNI 1727-2020 : tabel 26.11.1)

𝑧̅ = 0,6h = 0,6 x 6 = 3,6


82

10 1/6
Maka ; Iz = c( )
𝑧̅

10 1/6
= 0,30 x ( 3,6 )

= 0,356

Respon latar belakang, Q (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

1
Q = √ 𝐵+𝐻 0,63
1+0,63 ( )
𝐼𝑧

1
= √ 6 + 7,085 0,63
1+0,63 ( )
0,356

= 0,375
Menentukan tekanan velositas (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :
a. Kz untuk 15 ft ≤ z ≤ Zg
dimana : z = 6 ft
= 2,01 ( z / Zg )2/α
= 2,01 x ( 6 / 365,76 )2/7
= 0,621
b. Kzt untuk 15 ≤ 15 ft
= 2,01 ( 15 / Zg )2/α
= 2,01 x ( 15 / 365,76 )2/7
= 0,807 ≈ 1,0
Tekanan kecepatan, (qz ) (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :
qz = 0,613 Kz . Kzt . Kd . Ke . V2
= 0,613 x 0,621 x 1,0 x 0,85 x 1,0 x 102
= 32,357 N/m2
Tekanan angin desain, (P) (SNI 1727-2020 : pasal 27.4) :

P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

dimana berdasarkan tabel koefisien tekanan atap eksternal dan internal :


83

Gcp angin tekan = 0,85 x 0,2 = 0,17 (SNI 1727-2020 : pasal 27.4)

Gcp angin hisap = 0,85 x (-0,6) = (-0,51)

GcpI angin tekan = (-0,55) (SNI 1727-2020 : pasal 26.11)

GcpI angin hisap = (+0,55)

q = q1 = qz = 32,357 N/m2

Maka ;

P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x 0,17 – 32,357 x (-0,55)

= 23,237 N/m2 = 2,324 kg/m2

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x (-0,51) – 32,357 x 0,55

= (-34,298) N/m2 = (-3,430) kg/m2


1
W angin tekan = 2,324 x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda

1
= 2,324 x cos 𝛼 x 5 x 6

= 74,194 kg/m
1
W angin hisap = (-3,430) x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda

1
= (-3,430) x cos 𝛼 x 5 x 6

= (-109,504) kg/m

Sehingga, momen yang dihasilkan akibat beban angin:

MWx = 1/8 x W angin tekan x Jarak antar gording

= 1/8 x 74,194 x 1,0

= 9,274 kg/m2
84

MWy = 1/8 x W angin hisap x Jarak antar gording

= 1/8 x (-109,504) x 1,0

= (-13,688) kg/m2

Tabel 4.1 Gaya Momen yang dihasilkan

Type D Lr R W tekan W Hisap


Arah (kg.m) (kg.m) (kg.m) (kg.m) (kg.m)
x 26,163 50,222 30,780 9,724 -13,688
y 71,888 137,982 84,573 0,00 0,00

Tabel 4.2 Kombinasi Gaya Momen Terfaktor

Kombinasi Momen (kg.m)

1) 1,4 D

Arah x : 1,4 x 26,163 36,628


Arah y : 1,4 x 71,888 100,643

2) 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 R

Arah x : 1,2 x 26,163 + 1,6 x 50,222 + 0,5 x 30,780 127,141


Arah y : 1,2 x 71,888 + 1,6 x 137,982 + 0,5 x 84,573 349,323

3) 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 W

Arah x : 1,2 x 26,163 + 1,6 x 50,222 + 0,5 x (-3,964) 109,769


Arah y : 1,2 x 71,888 + 1,6 x 137,982 + 0,5 x 0 307,037

4) 1,2 D + 1 W + Lr + 0,5 R

Arah x : 1,2 x 26,163 + 1 x (-3,964) + 50,222 + 0,5 x 30,780 93,044


Arah y : 1,2 x 71,888 + 1 x 0 + 137,982 + 0,5 x 84,573 266,525

5) 1,2 D + Lr

Arah x : 1,2 x 26,163 + 50,222 81,618


Arah y : 1,2 x 71,888 + 137,982 224,248
85

Tabel 4.2 Kombinasi Gaya Momen Terfaktor (Lanjutan)

Kombinasi Momen (kg.m)

6) 0,9 D + 1 W

Arah x : 0,9 x 26,163 + 1 x (-3,964) 19,583


Arah y : 0,9 x 71,888 + 1 x 0 64,699

4.1.3 Perhitungan Dimensi Gording, Trackstang dan Ikatan Angin

A. Perhitungan Dimensi Gording

Dimensi gording diperoleh berdasarkan gaya dalam momen yang terjadi.

Nilai momen maksimum untuk arah x dan arah y digunakan dalam perencanaanya

yaitu sebagai berikut :

Mgx = 127,141 kg.m = 12714,1 kg.cm

Mgx = 349,323 kg.m = 34932,3 kg.cm


𝑀𝑔𝑥 12714,1
Wx perlu = = 0,9 = 5,651 (SNI 1729-2020 : pasal F1)
∅ 𝑓𝑦 . 2500

𝑀𝑔𝑦 34932,3
Wy perlu = = 0,9 = 15,525
∅ 𝑓𝑦 . 2500

Untuk dimensi gording dengan profil baja CNP (100 x 50 x 5 x 7,5) :

g = 9,36 kg/m ≤ 10 kg

Ix = 189 cm4

Iy = 26,9 cm4

Wx = 37,8 cm3

Wy = 7,82 cm3

Mutu Baja (BJ 41)

Fy = 2500 kg/cm2
86

Cek tegangan :
𝑀𝑔𝑥
τx = 0,9 . Wy
=
12714,1
0,9 x 7,82
= 1806,493 kg/cm2 (SNI 1729-2020 : pasal F1)

𝑀𝑔𝑦
τy = 0,9 . Wx
=
34932,3
0,9 x 37,8
= 1026,817 kg/cm2

τ = √Fx 2 + Fy 2 ≤ Fy

= √1806,4932 + 1026,8172 ≤ Fy

= 2077,924 ≤ 2500 kg/cm2 (OK ‼!)

Cek Lendutan :

qx = 5,814 kg/m → 0,05814 kg/cm

qy = 15,975 kg/m → 0,15975 kg/cm

px = 33,481 kg

py = 91,988 kg

L = 600 cm

Lendutan yang diizinkan akibatkan berat sendiri ditambah beban :


1 1
δ izin = L = 600 = 2,5 cm (SNI 1729-2002 : pasal 6.4.3)
240 240

5 . qx . (𝐿 )4 1 . px . (𝐿 )3
δx = +
384 . E . Iy 48 . E . Iy

5 . 0,05814 . (600)4 1 . 33,481 . (600)3


= +
384 . 2,1 . 106 . 26,9 48 . 2,1 . 106 . 26,9

= 1,737 + 2,667

= 4,404

5 . qy . (L)4 1 . py . (L)3
δy = +
384 . E . Ix 48 . E . Ix

5 . 0,15975 . ( 600 )4 1 . 91,988 . ( 600 )3


= +
384 . 2,1 .106 . 189 48 . 2,1 .106 . 189

= 0,679 + 1,043
87

= 1,722

δ = √δx 2 + δy 2

= √4,4042 + 1,7222

= 4,729 ≥ 2,4 cm (NO ‼!)

Lendutan tidak aman maka perlu dipasang tracktang pada arah sumbu lemah

dipasangi 1 buah tracktang pada bentang ½ gording (Heppy nur cahya,2014 : bab

4.4).

Lx = 1/2 x jarak kuda-kuda = 1/2 x 600 = 300 cm

5 . qy . (L )4 1 . py . (L)3
δx = +
384 . E . Ix 48 . E . Ix

5 . 0,05814 . ( 300 )4 1 . 34,202 . ( 300 )3


= +
384 . 2,1 .106 . 26,9 48 . 2,1 .106 . 26,9

= 0,109 + 0,341

= 0,450

δ = √δx 2 + δy2

= √0,4502 + 1,7222

= 1,780 ≤ 2,4 cm (OK ‼!)

Gording aman dari lendutan jika dipasang tracktang pada sumbu lemahnya.

B. Perhitungan Tracktang

Diketahui :

Atap (seng zincalum) = 6 kg/m2

Hujan = ( 40 – 0,8 . α )

= ( 40 – 0,8 . 20 )

= 24 kg/m
88

Jarak trackstang = 3 meter

Jarak gording = 1 meter

Gambar 4.4 Gaya Tarik Tracktang

Gambar 4.5 Jarak Antar Tracktang Pada Gording

Mutu baja : fu = 410 MPa = 4100 Kg/cm2

fy = 250 MPa = 2500 Kg/cm2

Beban gording = q gording x jarak trackstang x jarak antar kuda-kuda


89

= 9,36 kg/m x 3 m x 6 m

= 162 kg/m

Beban atap = q atap x jarak antar kuda-kuda x jarak gording

= 6 kg/m x 6 m x 1 m

= 36 kg/m

Berat rangka = Berat asumsi x jarak gording x jarak antar kuda-kuda

= 30 kg/m x 1 m x 6 m

= 180 kg/m

D = beban gording + beban atap + berat rangka

= 162 + 36 + 180

= 378 kg

Jumlah beban (Pu) = 1,2 x D + 1,6 x Lr

= 1,2 x 378+ 1,6 x 100

= 613,600 kg
613,600
P sin α = sin 20°

= 1794,046 kg

a) Keruntuhan Leleh (SNI 1729 - 2019 : pasal D2)

Pu ≤ Ø Rn

Pu ≤ 0,9 x fy x Ag

Pu 1794,046
Ag ≥ 0,9 x fy = = 0,797 cm2 → 79,7 mm2 (Dipakai)
0,9 x 2500

b) Keruntuhan Putus (SNI 1729 – 2019 : pasal D2)

Pu ≤ ØPn
90

Ø = 0,75

Pn = 0,75 x Ab x fu

Pu ≤ Ø (0,75 x Ab x fu)

Pu 1794,046
Ab ≥ ∅ x 0,75 x fu = = 0,778 cm2 → 77,8 mm2
0,75 x 0,75 x 4100

As = 79,7 mm2
1
As = x π x d2
2

4 x As 4 x 79,7
d =√ = √
𝜋 3,14

= 10,076 mm < Ø 12 mm

Tracktang yang dipakai dibangunan tersebut berdiameter 12 mm, sehingga aman

dan kuat.

C. Perhitungan Ikatan Angin

Gambar 4.6 Perletakan Ikatan Angin

Pmax = jarak gording x jarak kuda-kuda x jarak ikatan angin x W

= 1 m x 6 m x 6 m x 74,194 kg/m
91

= 2670,984 kg/m
Pmax 2670,984
Pu = Cos α = = 4338,397 kg
Cos 52°

a. Keruntuhan Leleh (SNI 1729 - 2019 : pasal D2)

Pu ≤ Ø Rn

Ø = 0,9

Pu ≤ 0,9 x fy x Ag
Pu 4338,397
Ag ≥ = = 1,928 cm2 → 192,8 mm2 (dipakai)
0,9 x fy 0,9 x 2500

b. Keruntuhan Putus (SNI 1729 - 2019 : pasal D2)

Pu ≤ Ø Pn

Ø = 0,9

Pn = 0,75 x Ab x fu

Pu ≤ Ø (0,75 x Ab x fu)

Pu 4338,397
Ab ≥ = = 1,881 cm2 → 188,1 mm2
∅ x 0,75 x fu 0,75 x 0,75 x 4100

Untuk dimensi ikatan angin atap diambil nilai luas tulangan terbesar yang

diperlukan, yaitu (Heppy nur cahya,2014 : bab 4.4) :

As = 192,8 mm2
1
As = x π x d2
4

4 x As 4 x 192,8
d √ = √ = 15,672 mm < ∅ 16 mm
𝜋 3,14

Ikatan angin yang dipakai dibangunan tersebut berdiameter 16 mm, sehingga aman

dan kuat.
92

4.1.4 Perhitungan Gaya – Gaya Dalam Pada Kolom – Balok

A. Pembebanan

a. Akibat beban mati (D)

1. Berat sendiri gording : 9,36 x 16 x 6 = 898,560 kg/m

2. Berat penutup atap : (6 x 6) x 2 = 72,00 kg/m

3. Berat trackstang : 1 x (π x 0,0062) x 7850 = 0,887 kg/m

4. Berat ikatan angin : 2 x (π x 0,0082) x 7850 = 3,155 kg/m

5. Berat rangka : 21,3 x 12,74 = 271,362 kg/m

6. Berat plafond : 10 x 6 = 60,00 kg/m

q = 1305,964 kg/m

7. Berat sambungan : (10% x q) → 0,1 x = 130,596 kg/m

Q total = 1436,560 kg/m


120 x 1
8. Berat Sendiri Balok ditaksir 120 kg/m : = 122,200 kg/m
0,982

Jumlah = 1558,760 kg/m

Gambar 4.7 Pembebanan Beban Mati


93

b. Akibat beban hidup (Live)


Beban akibat pekerja, Lr = 0,96 KN → 97,892 Kg ( SNI 1727-2020 :
pasal 47.3).

Gambar 4.8 Pembebanan Beban Hidup

c. Akibat beban hujan


20 x 6
Beban akibat air hujan, R = 20 kg/m → = 122,200 kg/m,
0,982

maka yang digunakan adalah beban air hujan berdasarkan (SNI 1727-2020
: pasal 4.1).

Gambar 4.9 Pembebanan Beban Hujan


94

d. Akibar beban angin (W)

Kecepatan angin dasar (V) = 10 m/s (SNI 1727-2020 : pasal 26)

Faktor arah angin, (kd) = 0,85 ( Bangunan gedung)

Faktor elevasi permukaan tanah, (ke) = 1,0

Kategori eksposur B yaitu untuk bangunan gedung atau struktur lain dengan

tinggi atap rata-rata kurang dari atau sama dengan 9,1 m dan berada dalam

arah lawan angin untuk jarak yang lebih besar 457 m

Efek topografi, (Kzt) = 1,0

Efek tiupan angin, (G) = 0,85

Intersitas turbulensi pada ketinggian, Iz (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

10 1/6
Iz = c ( )
𝑧̅

dimana :

c = 0,30 (berdasarkan SNI 1727-2020 : tabel 26.11.1)

𝑧̅ = 0,6h = 0,6 x 6 = 3,6

10 1/6
Maka ; Iz = c( )
𝑧̅

10 1/6
= 0,30 x ( 3,6 )

= 0,356

Respon latar belakang, Q (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

1
Q = √ 𝐵+𝐻 0,63
1+0,63 ( )
𝐼𝑧
95

1
= √ 6 + 7,085 0,63
1+0,63 ( )
0,356

= 0,375

Menentukan tekanan velositas (SNI 1727-2020 : pasal 27.3) :


a. Kz untuk 15 ft ≤ z ≤ Zg
dimana : z = 6 ft
= 2,01 ( z / Zg )2/α
= 2,01 x ( 6 / 365,76 )2/7
= 0,621
b. Kzt untuk 15 ≤ 15 ft
= 2,01 ( 15 / Zg )2/α
= 2,01 x ( 15 / 365,76 )2/7
= 0,807 ≈ 1,0

Tekanan kecepatan, (qz ) (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :


qz = 0,613 Kz . Kzt . Kd . Ke . V2
= 0,613 x 0,621 x 1,0 x 0,85 x 1,0 x 102
= 32,357 N/m2
Tekanan angin desain, (P) (SNI 1727-2020 : pasal 27.4) :

P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

dimana berdasarkan tabel koefisien tekanan atap eksternal dan internal :

Gcp angin tekan = 0,85 x 0,2 = 0,17 (SNI 1727-2020 : pasal 27.4)

Gcp angin hisap = 0,85 x (-0,6) = (-0,51)

GcpI angin tekan = (-0,55) (SNI 1727-2020 : pasal 26.11.1)

GcpI angin hisap = (+0,55)

q = q1 = qz = 32,357 N/m2
96

Maka ; P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x 0,17 – 32,357 x (-0,55)

= 23,237 N/m2 = 2,324 kg/m2

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x (-0,51) – 32,357 x 0,55

= (-34,298) N/m2 = (-3,430) kg/m2


1
W angin tekan = 2,324 x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda

1
= 2,324 x cos 𝛼 x 5 x 6

= 74,194 kg/m
1
W angin hisap = (-3,430) x x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda
cos 𝛼

1
= (-3,430) x cos 𝛼 x 5 x 6

= (-109,504) kg/m

Gambar 4.10 Pembebanan Beban Angin Kanan


97

Gambar 4.11 Pembebanan Beban Angin Kiri

c. Akibat beban gempa (E)

Beban gempa dapat dihitung menggunakan rumus V = Cs . W =

Sa x Ie
R
. W , dan pada SNI 1726 -2019 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan

Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Nongedung” , maka didapatlah data

sebagai berikut antara lain :

𝑆𝐷𝑆 0,467
Cs = 𝑅 = 3 1/2 = 0,311
(𝐼𝑒) ( )
1

Dimana :

Cs = Koefisien respons seismik


2
SDS = Parameter percepatan respons spektral desain, 3 . Sms

Sms = Parameter respons spektral percepatan pada periode pendek, Fa.SS

Fa = Koefisien situs diambil 1,4 pada (SNI 1726-2029 : tabel 6)


98

Ss = Parameter respons spektral percepatan gempa untuk periode

pendek, diambil 0,5 pada (SNI 1726-2019 : tabel 6)

R = Koefisein modifikasi respons, Faktor R diambil 3½ pada (SNI

1726-2019 : tabel 12.c.4)

Ie = Faktor keutamaan gedung, diambil kategori I pada (SNI 1726-

2019: tabel 3)

W = Berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesuaian

W = Beban Mati + Beban Hidup + Beban Air Hujan = 1778,852 kg

Menghitung nilai V (SNI 1726-2019 : pasal 7.8):

V = Cs . W = 0,311 x 1778,852 = 553,223 kg

V untuk setiap portal = V / 5 = 553,223 kg / 5 rangka = 110,645 kg/portal

Gambar 4.12 Pembebanan Beban Gempa


99

4.1.5 Analisa Struktur Dengan SAP 2000

Perhitungan momen portal struktur baja digunakan program SAP 2000

untuk mendapatkan nilai-nilai momen, Axial dan Geser struktur gable frame.

Berdasarkan perhitungan menggunakan Program SAP 2000 maka didapatlah data

sebagai berikut :

Tabel 4.3 Momen Maksimal dari Kombinasi Pembebanan (Mu)

Momen Maksimum
Kombinasi Pembebanan
(Kg.m)
COMB 1 1,4 D 13866,76
COMB 2 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 R 12978,69
COMB 3 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 Wk 12455,88
COMB 4 1,2 D + 1 Wk + Lr + 0,5 R 12673,24
COMB 5 1,2 D + 1,0 E + Lr 11960,48
COMB 6 0,9 D + 1,0 Wk 8608,90
COMB 7 0,9 D + 1,0 E 8543,53

Gambar 4.13 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 1


100

Gambar 4.14 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 2

Gambar 4.15 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 3


101

Gambar 4.16 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 4

Gambar 4.17 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 5


102

Gambar 4.18 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 6

Gambar 4.19 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 7


103

Tabel 4.4 Aksial Maksimal dari Kombinasi Pembebanan (Nu)

Axial Maksimum
Kombinasi Pembebanan
(Kg)
COMB 1 1,4 D -12285,37
COMB 2 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 R -11485,85
COMB 3 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 Wk -11110,03
COMB 4 1,2 D + 1 Wk + Lr + 0,5 R -11392,25
COMB 5 1,2 D + 1,0 E + Lr -10855,50
COMB 6 0,9 D + 1,0 Wk -7804,14
COMB 7 0,9 D + 1,0 E -7964,13

Gambar 4.20 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 1


104

Gambar 4.21 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 2

Gambar 4.22 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 3


105

Gambar 4.23 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 4

Gambar 4.24 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 5


106

Gambar 4.25 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 6

Gambar 4.26 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 7


107

Tabel 4.5 Geser Maksimal dari Kombinasi Pembebanan (Vu)

Geser Maksimal
Kombinasi Pembebanan
(Kg)
COMB 1 1,4 D -2311,13
COMB 2 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 R -2163,11
COMB 3 1,2 D + 1,6 Lr + 0,5 Wk -2074,31
COMB 4 1,2 D + 1 Wk + Lr + 0,5 R -2112,21
COMB 5 1,2 D + 1,0 E + Lr -1993,41
COMB 6 0,9 D + 1,0 Wk -1434,82
COMB 7 0,9 D + 1,0 E -1423,92

Gambar 4.27 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 1


108

Gambar 4.28 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 2

Gambar 4.29 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 3


109

Gambar 4.30 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 4

Gambar 4.31 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 5


110

Gambar 4.32 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 6

Gambar 4.33 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 7


111

4.1.6 Perhitungan Kolom dan Balok Gable Frame

a. Kolom

1. Dimensi Kolom ditempat penelitian menggunakan profil H-Beam 200 x 200

x 7 x 11 dengan data profil sebagai berikut :

g = 44,700 kg/mm

Ag = 56,960 cm2

Wx = 426,273 cm3

Wy = 146,700 cm3

ix = 8,70 cm

iy = 5,08 cm

Ix = 4262,732 cm4 = 4262,732 x 104 mm4

Iy = 1467,175 cm4 = 1467,175 x 104 mm4

ho = h – tf = 200 – 11 = 189 mm

E = 200.000 MPa = 2,1 x 106 kg/cm2

G = 80.000 MPa

Fy = 250 MPa = 2500 Kg/cm2

2. Hitung Propertis Geometri Penampang Tekan (Dewobroto, 2016 : bab 6)


Section Area = 5696 mm2

Ix
rx =√ = 86,509 mm
A

Iy
ry =√ = 50,762 mm
A

J = 1/3 ( 2 * 113 * 200 + 73 * 189 ) = 199.075,667 mm

IY .ho2 1467,175x104 x1892


Cw = = = 1,31 x 1011 mm6
4 4
112

Ix + Iy = 4262,731 x 104 + 1467,175 x 104 = 57.299.060 mm4

3. Periksa kelangsingan penampang kolom (SNI 1729 – 2020 : pasal E7)

b 200 𝑥 0,5 E
Sayap = = = 9,09 << 0,56 √
tf 11 Fy

(2,1 x 106 )
0,56 √ = 16,23
2500

(Tidak Langsing)

h 200−(2 𝑥 11) E
Badan = = = 25,43 << 1,49 √Fy
tb 7

(2,1 x 106 )
1,49 √ = 43,18
2500

(Tidak Langsing)

4. Periksa Kelangsingan pada arah sumbu bahan

k . L𝑥 k . L𝑦
𝜆𝑟 = ; 𝜆𝑟 =
𝑟𝑥 𝑟𝑦

Dimana : Lx . Ly = panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y

= 6000 mm

k = faktor panjang tekuk = 1,0

rx . ry = jari-jari girasi komponen struktur

k . L𝑥 1 x 6000
𝜆𝑥 = 𝑟𝑥
= 87
= 68,966

k . L𝑦 1 x 6000
𝜆𝑦 = = = 118,110
𝑟𝑦 50,8

K𝑥 . L𝑥 𝑓𝑦 68,966 250
𝜆𝑐 = . √ = . √2,1 𝑥 106 = 0,240
𝜋 𝐸 3,14

Besarnya ω ditentukan nilai 𝜆𝑐

𝜆𝑐 < 0,25 maka ω = 1


113

1,43
0,25 < 𝜆𝑐 < 1,2 maka ω = 1,6−0,670 . 𝜆𝑐𝑥

𝜆𝑐 > 1,2 maka ω = 1,25 . λc2

Dipakai persamaan pertama 𝜆𝑐 < 0,25 maka ω = 1 (SNI 1729 – 2020 : pasal

E7)

5. Periksa terhadap daya dukung nominal komponen struktur tekan :


𝑓𝑦 2500
Nn = Ag . fcr =𝐴𝑔 . = 56,96 𝑥 = 142400 kg
𝜔 1

ØNn ≥ Nu

0,9 x 142400 kg ≥ 12285,37 kg

128160,00 kg ≥ 12285,37 kg

6. Tegangan kritis tekuk – lentur (SNI 1729-2020 : pasal E7)

.𝐾𝐿𝑦 1 x 6000
= = 118,110
𝑟𝑦 50,8

𝐾𝐿𝑥 1 x 6000 E
= = 68,966 << 4,71 √
𝑟𝑥 87 Fy

(2,1 x 106
4,71 √ = 136,51 (Tekuk Inelastis)
2500

Sehingga (SNI 1729-2020 : pasal F.12) ,

𝜋2 𝐸 3,142 𝑥 (200.000)
.𝐹𝑒 = 𝐾𝐿 2
= = 435,320 MPa
( ) 68,9662
𝑟

𝐹𝑦 250
. 𝐹𝑐𝑟 = (0,658 𝐹𝑒 ) 𝐹𝑦 = (0,658 435,320) . 250 =94,471 MPa = 963,336 kg/cm2

Fcr = 94,471 MPa ≤ fy = 250 MPa

7. Tegangan kritis lekuk – puntir (SNI 1729-2020 : pasal E.4).

𝜋2 𝐸 𝐶𝑤 1
.𝐹𝑒 = [( ) + 𝐽𝐺] 𝐼𝑥+𝐼𝑦
(𝐾𝐿)2
114

3,142 𝑥 (200.000) 𝑥 1,31 x 1011 1


.𝐹𝑒 = [( ) + 199.075,667 𝑥 800.000 ] 57.299.060
60002

.𝐹𝑒 = 2904,692 MPa

Dimana, E = 200.000 MPa = (2,1 x 106) Kg/cm2

. √𝐹𝑦 250
= √ = 0,29 berarti tekuk inelastis, sehingga
𝐹𝑒 2904,692

𝐹𝑦 250
.𝐹𝑒 = (0,658 𝐹𝑒 ) . 𝐹𝑦 = (0,658 435,320 ) . 250 = 94,471 MPa

8. Kuat Tekan Nominal Kolom Profil H.

Fcr tekuk – puntir >> Fcr tekuk lentur (s.y-y), maka tekuk yang terjadi adalah

lentur.

Kuat tekan nominalnya adalah (SNI 1729-2020 : pasal E5) :


1
P𝑛 = 𝐹𝑐𝑟. A = 963,336 . 5696 x 1000 = 5487,162 Kg

P𝑐 = ∅. Pn = 0,9 x 5487,162 = 4938,446 Kg

9. Kuat lentur penampang pada kondisi batas plastis (maksimum) (SNI 1729-

2020 : pasal F2)

Zx = bt(d-t)+0,25wh2 = 200x11x(200-11)+0,25x7x1782 = 471.247 mm3

Mp = Zx . Fy = 471,247x2500 = 1178117,50 Kg.m ( terhadap sumbu kuat)

10. Check Klasifikasi Profil H-Beam (200x200x7x11) (SNI 1729-2020 : tabel 4.1)

λpf = 0,38(E/Fy)1/2 = 11,01 λrf = 1,0 (E/Fy)1/2 = 28,98

½ bf/tf = 9,09 << λpf Profil Sayap Kompak

λpf = 3,76(E/Fy)1/2 = 108,98 λrf = 5,70 (E/Fy)1/2 = 165,20

h/tw = 25,43 << λpw Profil Badan Kompak


115

11. Parameter LTB ( Tekuk Torsi Lateral ) ( Dewobroto, 2016 : bab 6.8.5)

ry = √𝐼𝑦/𝐴 = 50,752 mm

𝐸
Lp = 1,76 𝑟𝑦 √𝐹𝑦 = 2588,842 mm = 2,59 m

C = 1 dan ho = (h - tf) = (200 – 11) = 189 mm

𝐼𝑦 . ℎ𝑜2 14,67175 x 106 𝑥 1892


Cw = = = 1,31 x 1011 mm6
4 4

ℎ𝑜2 . 𝑏 3 . 𝑡 1892 𝑥 2003 𝑥 11


Cw = = = 1,31 x 1011
24 24

√𝐼𝑦.𝐶𝑤 √14,67175 𝑥 106 𝑥 1,31 𝑥 1011


r2ts = = = 32,523 mm
𝑆𝑥 4262732

𝐼𝑦 .ℎ𝑜 14,67175 𝑥 106 𝑥 189


r2ts = = = 32,523 mm
2.𝑆𝑥 2 𝑥 4262732

J = 1/3 ( 2 x 113 x 200 + 73 x 189 ) = 199075,667 mm4

𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 0,7 . 𝐹𝑦
Lr = 1,95. 𝑟 2 𝑡𝑠. 0,7.𝐹𝑦 √𝑆𝑥 . ℎ𝑜 + √(𝑆𝑥 .ℎ𝑜)2 + 6,76 ( 𝐸 )2

A B

𝐸 (2,1 𝑥 106 )
A = 1,95. 𝑟 2 𝑡𝑠 = 1,95 . 32,523 . 0,7 𝑥 2500 = 76,104 mm
0,7.𝐹𝑦

𝐽𝑐 𝐽𝑐 0,7 . 𝐹𝑦 2
B = √𝑆𝑥 . ℎ𝑜
+ √(𝑆𝑥 . ℎ𝑜
)2 + 6,76 ( 𝐸
) =

199075,667 199075,667 0,7 . 2500


√ + √(426273 𝑥 189)2 + 6,76 ((2,1 𝑥 106 ))2 = 0,07588
426273 𝑥 189

Lr = A x B = 76,104 x 0,07588 = 5774,772 mm ≈ 5,775 m

12. Hitung faktor Cb untuk memasukkan pengaruh bentuk momen (SNI 1729-

2020 : pasal F1)

MA = 3466,69 kg.m
116

MB = 6933,38 kg.m

MC = 10400,07 kg.m

Mmax = 13866,76 kg.m

Gambar 4.34 Segmen Faktor CB Pengaruh Momen

12,5| 𝑀𝑚𝑎𝑥 |
Cb =
2,5|𝑀𝑚𝑎𝑥|+3|𝑀𝐴|+4|𝑀𝐵|+3|𝑀𝐶|

12,5| 13866,76 |
=
2,5|13866,76|+3|3466,69|+4|6933,38|+3|10400,07|

= 2,194
13. Momen nominal terhadap batas tekuk torsi lateral (SNI 1729-2020 : pasal

F2)

𝐿𝑏−𝐿𝑝
Mn = Cb. [ Mp − (Mp − 0,7. Fy. Sx). (𝐿𝑟−𝐿𝑝) ] ≤ Mp

6,00−2,59
= 2,194 . [1178117,50 − (1178117,50 − 0,7.2500.426273). (5,775−2,59)] ≤ Mp

= 1752113280,00 Kg.m

Karena Mn > Mp maka Mn = Mp = 1178117,50 Kg.m < tidak terjadi LTB>

14. Kuat Lentur ditentukan oleh kondisi leleh (SNI 1729-2020 : pasal F1)

Mc = Ø . Mn = 0,9 . 1178117,50 = 1060305,75 Kg.m


117

Maka, Mu < Ø . Mn ( 13866,76 Kg.m < 1060305,75 Kg.m) ........... (OK)

<< Menghitung interaksi gaya aksial dan momen lentur >>

Pn = Fcr . Ag = 0,65 . Fy . 56,960

= 0,65 . 2500 . 56,960

= 92560,000 Kg

Pc = Vn = Ø . Pn = 0,9 . 92560,000 Kg (SNI 1729 : 2019 : pasal G3)

= 83304,000 kg ≥ Pu = Nu = 12285,37 kg
𝑃𝑢 12285,37
Jika, = = 0,147
𝑃𝑐 83304,000

𝑃𝑢 8 𝑀𝑟𝑥 𝑀𝑟𝑦
.2 𝑃𝑐 + 9 (𝑀𝑐𝑥 + ) ≤ 1,0
𝑀𝑐𝑦

12285,37 8 13866,76
.2 x 83304,000 + 9 (1060305,75 + 0) = 0,085 ≤ 1,0 ........................... (OK)

(SNI 1729 : 2019 : pasal H1)

15. Periksa terhadap interaksi lentur batas leleh :


𝑀𝑢 𝑁𝑢 . 𝜔
f = ∅. + ≤ 𝑓𝑦
𝐼𝑥 ∅. A

13866,76 12285,37 x 1
= 0,9 x + ≤ 𝑓𝑦
8,70 0,85 x 56,96

= 2024,724 kg/cm2 ≤ 2500 kg/cm2 ............................. (OK)

16. Periksa interaksi terhadap lentur dan geser (Dewobroto, 2016 : bab 6)

Mu = 13866,76 Kg.m

Mn = 1178117,50 kg.m

Vu = 12285,37 kg

Vn = 623424,263 kg
𝑀𝑢 𝑉𝑢
+ 0,625 ≤ 1,375
∅ 𝑀𝑛 ∅ 𝑉𝑛
118

13866,76 12285,37
+ 0,625 ≤ 1,375
0,9 x 1178117,50 0,9 x 623424,263

0,027 ≤ 1,375

Cek terhadap geser (SNI 1729 – 2020 : pasal G2) :

Vn = 0,6 x fy x Aw x cv

= 0,6 x 2500 x 56,96 x 1,00

= 85440,00 kg

ØVn ≥ Vu

1,00 x 85440 kg ≥ 2311,13 kg

85440 kg ≥ 2311,13 kg .............................. (OK !!)

b. Balok

1. Properti penampang dimensi balok ditempat penelitian menggunakan profil

I-WF 200 x 100 x 5,5 x 8 dengan data profil sebagai berikut :

g = 21,30 kg/mm

Ag = 27,16 cm2

Wx = 184,00 cm3

Wy = 26,80 cm3

ix = 8,24 cm

iy = 2,22 cm

Ix = 1840,00 cm4 = 1840,00 x 104 mm4

Iy = 134,00 cm4 = 134,00 x 104 mm4

ho = h – tf = 200 – 11 = 189 mm

E = 200.000 MPa = 2,1 x 106 kg/cm2


119

G = 80.000 MPa

Fy = 250 MPa = 2500 Kg/cm2

2. Cek klasifikasi Penampang

λpf = 0,38(E/Fy)1/2 = 11,01 λrf = 1,0 (E/Fy)1/2 = 28,98

½ bf/tf = 6,25 << λpf Profil Sayap Kompak

λpf = 3,76(E/Fy)1/2 = 108,98 λrf = 5,70 (E/Fy)1/2 = 165,20

h/tw = 33,455 << λpw Profil Badan Kompak

3. Kuat lentur penampang pada kondisi batas plastis (maksimum) (SNI 1729-

2020 : pasal F2)

Zx = bt(d-t)+0,25wh2 = 100x8x(200-8)+0,25x5,5x842 = 163.302 mm3

Mp = Zx . Fy = 163.302x2500 = 408255,00 Kg.m ( terhadap sumbu kuat)

4. Parameter LTB ( Tekuk Torsi Lateral ) ( Dewobroto, 2016 : bab 6.8.5)

ry = √𝐼𝑦/𝐴 = 22,21 mm

𝐸
Lp = 1,76 𝑟𝑦 √𝐹𝑦 = 1132,924 mm = 1,13 m

C = 1 dan ho = (h - tf) = (200 – 8) = 192 mm

𝐼𝑦 . ℎ𝑜2 1,34 x 106 𝑥 1922


Cw = = = 1,23 x 1010 mm6
4 4

ℎ𝑜2 . 𝑏 3 . 𝑡 1922 𝑥 1003 𝑥 8


Cw = = = 1,23 x 1010
24 24

√𝐼𝑦.𝐶𝑤 √1,34 𝑥 106 𝑥 1,23 𝑥 1010


r2ts = = = 69,773 mm
𝑆𝑥 184000

𝐼𝑦 .ℎ𝑜 1,34 𝑥 106 𝑥 192


r2ts = = = 69,913 mm
2.𝑆𝑥 2 𝑥 184000

J = 1/3 ( 2 x 83 x 100 + 5,53 x 192 ) = 44781,333 mm4


120

𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 0,7 . 𝐹𝑦
Lr = 1,95. 𝑟 2 𝑡𝑠. 0,7.𝐹𝑦 √𝑆𝑥 . ℎ𝑜 + √(𝑆𝑥 .ℎ𝑜)2 + 6,76 ( 𝐸 )2

A B

𝐸 (2,1 𝑥 106 )
A = 1,95. 𝑟 2 𝑡𝑠 = 1,95 . 69,773 . 0,7 𝑥 2500 = 163,269 mm
0,7.𝐹𝑦

𝐽𝑐 𝐽𝑐 0,7 . 𝐹𝑦 2
B = √𝑆𝑥 . + √(𝑆𝑥 . )2 + 6,76 ( ) =
ℎ𝑜 ℎ𝑜 𝐸

44781,333 44781,333 0,7 . 2500


√ + √(184000 𝑥 192)2 + 6,76 ((2,1 𝑥 106 ))2 = 0,0479
184000 𝑥 192

Lr = A x B = 163,269 x 0,0479 = 7820,585 mm ≈ 7,820 m

5. Hitung faktor Cb untuk memasukkan pengaruh bentuk momen (SNI 1729-

2020 : pasal F1)

MA = 11048,06 kg.m

MB = 7351,02 kg.m

MC = - 953,91 kg.m

Mmax = -13866,76 kg.m

12,5| 𝑀𝑚𝑎𝑥 |
Cb =
2,5|𝑀𝑚𝑎𝑥|+3|𝑀𝐴|+4|𝑀𝐵|+3|𝑀𝐶|

12,5| 13866,76 |
=
2,5|13866,76|+3|11048,06|+4|7351,02|+3|953,91|

= 1,732

6. Momen nominal terhadap batas tekuk torsi lateral (SNI 1729-2020 : pasal
F2)
𝐿𝑏−𝐿𝑝
Mn = Cb. [ Mp − (Mp − 0,7. Fy. Sx). (𝐿𝑟−𝐿𝑝) ] ≤ Mp

6,00−1,13
= 1,732. [408255,00 − (408255,00 − 0,7.2500.184000). ( )] ≤ Mp
7,820−1,13
121

= 406174200,00 Kg.m

Karena Mn > Mp maka Mn = Mp = 408255,00 Kg.m < tidak terjadi LTB>

7. Kuat Lentur Balok ditentukan oleh kondisi leleh (SNI 1729-2020 : pasal F1)

Mc = Ø . Mn = 0,9 . 408255,00 = 367429,50 Kg.m

Maka, Mu < Ø . Mn ( 13866,76 Kg.m < 367429,50 Kg.m) ........... (OK)

<< Menghitung interaksi gaya aksial dan momen lentur >>

Pn = Fcr . Ag = 0,65 . Fy . 27,16

= 0,65 . 2500 . 27,16

= 44135,000 Kg

Pc = Vn = Ø . Pn = 0,9 . 44135,000 Kg (SNI 1729 : 2019 : pasal G3)

= 39721,500 kg ≥ Pu = Nu = 12285,37 kg
𝑃𝑢 12285,37
Jika, = = 0,309
𝑃𝑐 39721,500

𝑃𝑢 8 𝑀𝑟𝑥 𝑀𝑟𝑦
.2 𝑃𝑐 + 9 (𝑀𝑐𝑥 + ) ≤ 1,0
𝑀𝑐𝑦
12285,37 8 13866,76
.2 x 39721,500 + 9 (367429,50 + 0) = 0,188 ≤ 1,0 ........................... (OK)

(SNI 1729 : 2019 : pasal H1)

8. Periksa terhadap interaksi lentur batas leleh :


𝑀𝑢 𝑁𝑢 . 𝜔
f = ∅. + ≤ 𝑓𝑦
𝐼𝑥 ∅. A

13866,76 12285,37 x 1
= 0,9 x + ≤ 𝑓𝑦
8,24 0,85 x 27,16

= 2402,00 kg/cm2 ≤ 2500 kg/cm2 .......................... (OK)

9. Periksa interaksi terhadap lentur dan geser balok (Dewobroto, 2016 : bab 6)

Mu = 13866,76 Kg.m

Mn = 408255,00 kg.m
122

Vu = 12285,37 kg

Vn = 269100,00 kg
𝑀𝑢 𝑉𝑢
+ 0,625 ≤ 1,375
∅ 𝑀𝑛 ∅ 𝑉𝑛

13866,76 12285,37
+ 0,625 ≤ 1,375
0,9 x 408255,00 0,9 x 269100,00

0,091 ≤ 1,375

Cek terhadap geser (SNI 1729 – 2020 : pasal G2) :

Vn = 0,6 x fy x Aw x cv

= 0,6 x 2500 x 27,16 x 1,00

= 40740,00 kg

ØVn ≥ Vu

1,00 x 40740,00 kg ≥ 2311,13 kg

40740,00 kg ≥ 2311,13 kg .............................. (OK !!)

10. Kontrol terhadap lendutan (SNI 1729 – 2002 : pasal 6.4.3)

δ ijin = L / 240

= 600 / 240

= 2,5 cm

11. Lendutan maksimum yang didapat dari perhitungan persamaan sebagai

berikut (Dewobroto, 2016 : bab 6.9.7)

5 13866,76 x 6004 1 12285,37 x 6003


δ maks = [348 x (2,1 x 106 x 1840,00)] + [48 x (2,1 x 106 x 184,00)]

= 2,4 cm
δ ijin ≥ δ maks

2,5 cm ≥ 2,4 cm
123

4.1.7 Sambungan Rafter

a. Sambungan rafter tepi luar

Diketahui : Baut = Ø 16 mm

Tebal pelat (tp) = 12 mm

Mu = 13866,76 kg.m

Nu = 12285,37 kg

Vu = 2311,13 kg

Digunakan baut dengan diameter Ø 16 mm

Kekuatan tarik baut (fub) = 410 MPa

= 4100 kg/cm2

Tegangan tarik pelat (fy) = 250 MPa

= 2500 kg/cm2

Diamter baut = Ø 16 mm = 1,6 cm

Luas penampang baut (Ab) = ¼ . 3,14 . 1,62

= 2,010 cm2

Kuat nominal penyambung terhadap geser (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

ϕr Vn = ϕr . r1 . fub . Ab

= 0,75 x 0,40 x 4100 x 2,010

= 247,230 kg

Dimana :

ϕr = Faktor reduksi untuk fraktur (0,75)

r1 = Untuk baut dengan tegangan ulir pada bidang geser (0,4)

fub = Tegangan tarik putus baut


124

Ab = Luas penampang baut

Kuat nominal penyambung terhadap tarik (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

ϕf Tn = ϕr . (0,75 . fub) . Ab

= 0,75 x (0,75 x 4100) x 2,010

= 463,556 kg

Kuat nominal penyambunga tehadap tumpu (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

Tebal pelat penyambung tp = 1,2 cm

ϕr Rn = 2,0 . ϕr . db . tp . fy

= 2,0 x 0,75 x 1,6 x 1,2 x 2500

= 720 kg

Dimana :

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur (0,75)

db = Diameter baut nominal pada daerah tak berulir

tp = Tebal pelat penyambung

fy = Tegangan tarik pelat

Diambil yang terkecil adalah akibat geser sebesar = 2472,300 kg

Jumlah baut yang butuhkan (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

Vu
n = ϕr Rn

2311,13
= 0,75 x 247,230

= 9,273 buah ≈ 10 buah baut

Diambil = 10 buah baut (digunakan dibangunan)

Vu
Fuv = ≤ fu
0,75 . Ab
125

2311,13
= 0,75 x 2,010 ≤ 4100 kg/cm2

= 1533,088 kg/cm2 ≤ 4100 kg/cm2 ....... (OK!!)

Jarak tepi baut diambil = 1,5 db – 3db (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

Jarak minimum = 1,5 x 1,6 = 2,40 cm = 24,00 mm

Jarak maksimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Diambil jarak tepi baut = 5 cm = 50,00 mm

Jarak antar baut = 3 db – 9 db

Jarak minimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Jarak maksimal = 9 x 1,6 =11,20 cm = 144,00 mm

Jarak antar lubang baut = 10 cm = 100 mm

0,75 . f𝑢 b . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
a = (Agus setiawan, 2006 : pasal 6.2)
𝑓𝑦 . 𝑏

0,75 . 4100 . 2 . 5 . 2,010


= 2500 . 20

= 1,236 cm
𝑛
0,9 . 𝑓𝑦 . 𝑎2 . 𝑏
ϕ Mn = + ∑ 𝑇. 𝑑𝑖
2
𝑖=1

Jarak ( di ) =

d1 = 5 cm d4 = 35 cm

d2 = 15 cm d5 = 45 cm

d3 = 25 cm

di = 125 cm
126

∑ 𝑇. 𝑑𝑖 = 0,75 . fu b . n1 . n2 . Ab . d𝑖
𝑖=1

= 0,75 x 4100 x 2 x 5 x 2,010 x 125

= 7.725.937,00 kg.cm

0,9 x 2500 x 1,2362 x 20


ϕ Mn = + 7.725.937,00
2

= 7.760.310,160 kg.cm = 77.603,102 kg/m

ϕ Mn ≥ Mu ( SNI 1729-2020 : pasal F1)

77.603,102 kg/m ≥ 13.866,76 kg.m ........... (OK!!)

Gambar 4.35 Skema Penyambungan Kolom dan Balok Luar

b. Sambungan rafter tepi dalam

Diketahui : Baut = Ø 16 mm

Tebal pelat (tp) = 12 mm

Mu = 13866,76 kg.m

Nu = 12285,37 kg

Vu = 2311,13 kg

Digunakan baut dengan diameter Ø 16 mm


127

Kekuatan tarik baut (fub) = 410 MPa

= 4100 kg/cm2

Tegangan tarik pelat (fy) = 250 MPa

= 2500 kg/cm2

Diamter baut = Ø 16 mm = 1,6 cm

Luas penampang baut (Ab) = ¼ . 3,14 . 1,62

= 2,010 cm2

Kuat nominal penyambung terhadap geser (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

ϕr Vn = ϕr . r1 . fub . Ab

= 0,75 x 0,40 x 4100 x 2,010

= 247,230 kg

Dimana :

ϕr = Faktor reduksi untuk fraktur (0,75)

r1 = Untuk baut dengan tegangan ulir pada bidang geser (0,4)

fub = Tegangan tarik putus baut

Ab = Luas penampang baut

Kuat nominal penyambung terhadap tarik (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

ϕf Tn = ϕr . (0,75 . fub) . Ab

= 0,75 x (0,75 x 4100) x 2,010

= 463,556 kg

Kuat nominal penyambunga tehadap tumpu (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :


128

Tebal pelat penyambung tp = 1,2 cm

ϕr Rn = 2,0 . ϕr . db . tp . fy

= 2,0 x 0,75 x 1,6 x 1,2 x 2500

= 720 kg

Dimana :

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur (0,75)

db = Diameter baut nominal pada daerah tak berulir

tp = Tebal pelat penyambung

fy = Tegangan tarik pelat

Diambil yang terkecil adalah akibat geser sebesar = 2472,300 kg

Jumlah baut yang butuhkan (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

Vu
n = ϕr Rn

2311,13
= 0,75 x 247,230

= 9,273 buah ≈ 10 buah baut

Diambil = 10 buah baut (digunakan dibangunan)


Vu
Fuv = 0,75 ≤ fu
. Ab

2311,13
= 0,75 x 2,010 ≤ 4100 kg/cm2

= 1533,088 kg/cm2 ≤ 4100 kg/cm2 ....... (OK!!)

Jarak tepi baut diambil = 1,5 db – 3db (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

Jarak minimum = 1,5 x 1,6 = 2,40 cm = 24,00 mm

Jarak maksimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Diambil jarak tepi baut = 5 cm = 50,00 mm


129

Jarak antar baut = 3 db – 9 db

Jarak minimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Jarak maksimal = 9 x 1,6 =11,20 cm = 144,00 mm

Jarak antar lubang baut = 10 cm = 100 mm

0,75 . f𝑢 b . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
a = (Agus setiawan, 2006 : bab 6.2)
𝑓𝑦 . 𝑏

0,75 . 4100 . 2 . 6 . 2,010


= 2500 . 20

= 1,483 cm
𝑛
0,9 . 𝑓𝑦 . 𝑎2 . 𝑏
ϕ Mn = + ∑ 𝑇. 𝑑𝑖
2
𝑖=1

Jarak ( di ) =

d1 = 5 cm d4 = 35 cm

d2 = 15 cm d5 = 45 cm

d3 = 25 cm

di = 125 cm
𝑛

∑ 𝑇. 𝑑𝑖 = 0,75 . fu b . n1 . n2 . Ab . d𝑖
𝑖=1

= 0,75 x 4100 x 2 x 5 x 2,010 x 125

= 7.725.937,00 kg.cm

0,9 x 2500 x 1,2362 x 20


ϕ Mn = + 7.725.937,00
2

= 7.760.310,160 kg.cm = 77.603,102 kg/m

ϕ Mn ≥ Mu ( SNI 1729-2020 : pasal F1)

77.603,102 kg/m ≥ 13.866,76 kg.m ........... (OK!!)


130

Gambar 4.36 Skema Penyambungan Kolom dan Balok Dalam

c. Sambungan rafter puncak

Diketahui : Baut = Ø 16 mm

Tebal pelat (tp) = 12 mm

Mu = 13866,76 kg.m

Nu = 12285,37 kg

Vu = 2311,13 kg

Digunakan baut dengan diameter Ø 16 mm

Kekuatan tarik baut (fub) = 410 MPa

= 4100 kg/cm2

Tegangan tarik pelat (fy) = 250 MPa

= 2500 kg/cm2

Diamter baut = Ø 16 mm = 1,6 cm

Luas penampang baut (Ab) = ¼ . 3,14 . 1,62

= 2,010 cm2
131

Kuat nominal penyambung terhadap geser (SNI 1729-2002 : 13.2) :

ϕr Vn = ϕr . r1 . fub . Ab

= 0,75 x 0,40 x 4100 x 2,010

= 247,230 kg

Dimana :

ϕr = Faktor reduksi untuk fraktur (0,75)

r1 = Untuk baut dengan tegangan ulir pada bidang geser (0,4)

fub = Tegangan tarik putus baut

Ab = Luas penampang baut

Kuat nominal penyambung terhadap tarik (SNI 1729-2002 : 13.2) :

ϕf Tn = ϕr . (0,75 . fub) . Ab

= 0,75 x (0,75 x 4100) x 2,010

= 463,556 kg

Kuat nominal penyambunga tehadap tumpu (SNI 1729-2002 : 13.2) :

Tebal pelat penyambung tp = 1,2 cm

ϕr Rn = 2,0 . ϕr . db . tp . fy

= 2,0 x 0,75 x 1,6 x 1,2 x 2500

= 720 kg

Dimana :

ϕf = Faktor reduksi untuk fraktur (0,75)

db = Diameter baut nominal pada daerah tak berulir

tp = Tebal pelat penyambung

fy = Tegangan tarik pelat


132

Diambil yang terkecil adalah akibat geser sebesar = 2472,300 kg

Jumlah baut yang butuhkan (SNI 1729-2002 : 13.2) :

Vu
n = ϕr Rn
2311.13
= 0,75 x 247,230

= 9,273 buah ≈ 10 buah baut

Diambil = 10 buah baut (digunakan dibangunan)


Vu
Fuv = ≤ fu
0,75 . Ab

2311,13
= 0,75 x 2,010 ≤ 4100 kg/cm2

= 1533,088 kg/cm2 ≤ 4100 kg/cm2 ....... (OK!!)

Jarak tepi baut diambil = 1,5 db – 3db (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

Jarak minimum = 1,5 x 1,6 = 2,40 cm = 24,00 mm

Jarak maksimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Diambil jarak tepi baut = 5 cm = 50,00 mm

Jarak antar baut = 3 db – 9 db

Jarak minimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Jarak maksimal = 9 x 1,6 =11,20 cm = 144,00 mm

Jarak antar lubang baut = 10 cm = 100 mm

0,75 . f𝑢 b . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
a = (Agus setiawan, 2006 : bab 6.2)
𝑓𝑦 . 𝑏

0,75 . 4100 . 2 . 5 . 2,010


= 2500 . 20

= 1,236 cm
133

𝑛
0,9 . 𝑓𝑦 . 𝑎2 . 𝑏
ϕ Mn = + ∑ 𝑇. 𝑑𝑖
2
𝑖=1

Jarak ( di ) =

d1 = 5 cm d4 = 35 cm

d2 = 15 cm d5 = 45 cm

d3 = 25 cm

di = 125 cm
𝑛

∑ 𝑇. 𝑑𝑖 = 0,75 . fu b . n1 . n2 . Ab . d𝑖
𝑖=1

= 0,75 x 4100 x 2 x 5 x 2,010 x 125

= 7.725.937,00 kg.cm

0,9 x 2500 x 1,2362 x 20


ϕ Mn = + 7.725.937,00
2

= 7.760.310,160 kg.cm = 77.603,102 kg/m

ϕ Mn ≥ Mu ( SNI 1729-2020 : pasal F1)

77.603,102 kg/m ≥ 13.866,76 kg.m ........... (OK!!)

Gambar 4.37 Skema Penyambungan Balok-Balok


134

4.1.7 Perhitungan Base Plate

a. Perhitungan Base Plate

Gambar 4.38 Penampang Pelat Landasan dan Notasi

Panjang base plate = 40 cm

Lebar base plate = 40 cm

fc` = 30 MPa

Pu = Nu = 12285,37 kg

Vu = 2311,13 kg

fy = 2500 kg/cm2

(𝑁 − 0,95 . 𝑑) (𝐵−0,8 . 𝑏𝑓)


m = n =
2 2

40− 0,95 x 20 (40−0,8 x 20)


= =
2 2

= 10,50 cm = 12,00 cm

𝑚 𝑑
x = f = +𝑥
2 2

10,50 20
= = + 5,250
2 2
135

= 5,250 cm = 15,25 cm

(Dewobroto, 2016 : bab 8.10.4)

Kontrol Tekan

A1 = B . N (Dewobroto, 2016 : bab 8.10.3)

= 40 x 40

= 1600,00 cm2
𝐴2
Pp = 0,85 . fc` . A1 . √𝐴1

1600
= 0,85 x 30 x 1600 x √
1600

= 40800 kg

ϕc . Pp ≥ Pu

0,6 x 40800,00 kg ≥ 12285,37 kg

24480,00 kg ≥ 12285,37 kg ............ (OK!!)

Periksa angkur terhadap gaya geser

Untuk angkur tipe M19 : n = 8 buah angkur

Diameter baut Ø19 = 1,9 cm

Ab = 1/4 x 3,14 x 1,92

= 2,834 cm2
𝑉𝑢 2311,13
Vub = = (Agus setiawan, 2006 : bab 6.6)
𝑛 8

= 288,891 kg

ϕfub . Ab = 0,75 x 4100 x 2,834 (SNI 1729-2020 : pasal J4)

= 8714,550 kg

ϕfub . Ab ≥ Vub

8714,550 kg ≥ 288,891 kg ............ (OK!!)


136

Perhitungan tebal pelat dasar (Dewobroto, 2016 : bab 8.10 6) :

𝑃𝑢
t perlu = 1,5 . m . √𝐵 . 𝑁 . 𝑓𝑦

12285,37
= 1,5 x 10,50 x √20 x 20 x 2500

= 1,54 cm

Dipakai tebal dibangunan = 15 mm = 1,5 cm

Kontrol panjang angkur baut

𝑓𝑦
Lmin = (4 . √𝑓𝑐 . 𝑑𝑏

2500
= (4 x √300 x 1,9

= 18,992 cm

Maka dipasang panjang angkur Lmin = 20 cm

Gambar 4.39 Pondasi dengan Angkur

b. Perhitungan panjang las

Persyaratan ukuran las untuk tebal pelat lebih dari 6,4 mm (Agus setiawan, 2006 :

bab 7.6) :
137

Maksimum = tebal pelat – 1,6

= 12 – 1,6

= 10,4 mm

Minimum = 6 mm

Digunakan las ukuran 8 mm

te = 0,707 . a

= 0,707 x 8

= 5,656 mm

Kuat rencana las sudut ukuran 7,070 mm per mm panjang :

ϕRnw = ϕ te . (0,60. fub)

= 0,75 x 5,656 x (0,60 x 410)

= 1043,532 N/mm

Dan kapasitas las ini tidak boleh melebihi kuat runtuh geser pelat :

Nilai maks. ϕRnw = ϕ t . (0,60. fu)

= 0,75 x 10 x (0,6 x 410)

= 1845,000 N/mm

Beban tarik terfaktor, Tu :

Tu = Mu = 13,866 ton

Panjang total las yang dibutuhkan, Lw :

13,866 x 104
Lw = 1043,532

= 132,876 mm ≈ 135 mm
138

4.2 PERHITUNGAN MENGGUNAKAN METODE DKI

4.2.1 Data Konstruksi

Data konstruksi sebagai berikut :

a. Bentang Kuda-Kuda = 10 meter

b. Jarak Antar Kuda-Kuda = 6 meter

c. Panjang Bangunan = 24 meter

d. Jenis Atap = Zincalum

e. Jarak Antar Gording = 1,0 meter

f. Tinggi kolom = 6 meter

g. Kolom Baja = H-Beam (200 x 200 x 7 x 11)

h. Balok Baja = I-WF (200 x 100 x 5,5 x 8)

r. Gording = CNP ( 100 x 50 x 5 x 7,5 )

i. Berat atap = 6 kg/m2

j. Kemiringan atap = 20O

k. Pelat Landasan (Base Plate) = 40 cm x 40 cm

l. Mutu Baja Bj. 41 fy = 250 MPa

fu = 410 MPa

m. Alat Sambungan = Baut dan Las

n. Baut Angkur = M19

o. fijin = Rn / Ω

= 2500 / 1,5

= 1666,667 kg/cm2
139

p. Trackstang = 1 Btg

q. Ikatan Angin = 2 Btg

Gambar 4.40 Detail Struktur Bangunan

Gambar 4.41 Detail Struktur Atap Bangunan


140

4.2.2 Perhitungan Pembebanan

a. Akibat beban mati pada gording ( D )

1. Profil gording yang dipakai CNP 100 x 50 x 5 x 7,5 = 9,36 kg/m

2. Penutup atap memakai Seng Zincalume = 6 kg/m2 x 1 m = 6,00 kg/m

q = 15,36 kg/m

3. Berat sambungan (10 % x q)

0,1 x 15,36 kg/m = 1,54 kg/m

Q total = 16,9 kg/m

Q total diambil = 17 kg/m

Gambar 4.42 Gaya-gaya sumbu profil gording

Perhitungan sejajar sumbu beban pada gording :

qx = Qtotal x sin α qy = Qtotal x cos α

= 17 x sin 20O = 17 x cos 20O

= 5,814 kg/m = 15,975 kg/m

Momen yang terjadi pada gording :

Mx = 1/8 . qx . (L)2 = 1/8 . 5,814 . (6)2 = 26,163 kg.m

My = 1/8 . qy . (L)2 = 1/8 . 15,975 . (6)2 = 71,888 kg.m


141

b. Akibat beban hidup (Lr)

1. Beban air hujan (R)

Dihitung menggunakan rumus (SNI 1727-1989) :

= (40 – 0,8α)

= (40 – 0,8 . 20)

= 24 kg/m2 ≥ 20 kg/m2

qr = 20 kg/m2 (berdasarkan ketentuan SNI 1727-2020 : tabel 4.3.1, beban

hujan diambil tidak lebih dari 20 kg/m2)

qR = qr . jarak gording

= 20 . 1

= 20 kg/m

qRx = qR . sin α qRy = qR . cos α

= 20 . sin 20 = 20 . cos 20

= 6,84 kg/m = 18,794 kg/m

Momen yang terjadi akibat beban air hujan :

MRx = 1/8 . qRx . (L)2 = 1/8 . 6,84 . (6)2 = 30,780 kg.m

MRy = 1/8 . qRy . (L)2 = 1/8 . 18,794 . (6)2 = 84,573 kg.m

2. Beban terpusat dari seseorang pekerja dan peralatan (Lr)

Beban diambil sebesar Lr = 0,96 KN = 97,892 Kg (SNI 1727-2020 :

pasal 47.3)

Lrx = Lr sin α = 97,892 . sin 20O = 33,481 kg

Lry = Lr cos α = 97,892 . cos 20O = 91,988 kg


142

Momen yang terjadi akibat beban terpusat :

MLrx = 1/4 . Lrx . (L) = 1/4 . 33,481 . 6 = 50,222 kg.m

MLry = 1/4 . Lry . (L) = 1/4 . 91,988 . 6 = 137,982 kg.m

Oleh karena momen yang terjadi akibat beban air hujan (R) lebih kecil

dibandingkan dengan momen yang terjadi pada beban terpusat (Lr), maka

beban terbesar yang digunakan adalah beban terpusat dari seseorang pekerja dan

peralatan (Lr) (SNI 1727-2020 : pasal 47.3).

3. Beban Angin (W)

Kecepatan angin dasar (V) = 10 m/s (SNI 1727-2020 : pasal 26)

Faktor arah angin, (kd) = 0,85 ( Bangunan gedung)

Faktor elevasi permukaan tanah, (ke) = 1,0

Kategori eksposur B yaitu untuk bangunan gedung atau struktur lain dengan

tinggi atap rata-rata kurang dari atau sama dengan 9,1 m dan berada dalam

arah lawan angin untuk jarak yang lebih besar 457 m

Efek topografi, (Kzt) = 1,0

Efek tiupan angin, (G) = 0,85

Intersitas turbulensi pada ketinggian, Iz (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

10 1/6
Iz = c ( )
𝑧̅

dimana :

c = 0,30 (SNI 1727-2020 : tabel 26.11.1)

𝑧̅ = 0,6h = 0,6 x 6 = 3,6


143

10 1/6
Maka ; Iz = c( )
𝑧̅

10 1/6
= 0,30 x ( 3,6 )

= 0,356

Respon latar belakang, Q (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

1
Q = √ 𝐵+𝐻 0,63
1+0,63 ( )
𝐼𝑧

1
= √ 6 + 7,085 0,63
1+0,63 ( )
0,356

= 0,375
Menentukan tekanan velositas (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :
c. Kz untuk 15 ft ≤ z ≤ Zg
dimana : z = 6 ft
= 2,01 ( z / Zg )2/α
= 2,01 x ( 6 / 365,76 )2/7
= 0,621
d. Kzt untuk 15 ≤ 15 ft
= 2,01 ( 15 / Zg )2/α
= 2,01 x ( 15 / 365,76 )2/7
= 0,807 ≈ 1,0
Tekanan kecepatan, (qz ) (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :
qz = 0,613 Kz . Kzt . Kd . Ke . V2
= 0,613 x 0,621 x 1,0 x 0,85 x 1,0 x 102
= 32,357 N/m2
Tekanan angin desain, (P) (SNI 1727-2020 : pasal 27.4) :

P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

dimana berdasarkan tabel koefisien tekanan atap eksternal dan internal :


144

Gcp angin tekan = 0,85 x 0,2 = 0,17 (SNI 1727-2020 : pasal 27.4)

Gcp angin hisap = 0,85 x (-0,6) = (-0,51)

GcpI angin tekan = (-0,55) (SNI 1727-2020 : pasal 26.11)

GcpI angin hisap = (+0,55)

q = q1 = qz = 32,357 N/m2

Maka ;

P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x 0,17 – 32,357 x (-0,55)

= 23,237 N/m2 = 2,324 kg/m2

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x (-0,51) – 32,357 x 0,55

= (-34,298) N/m2 = (-3,430) kg/m2


1
W angin tekan = 2,324 x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda

1
= 2,324 x cos 𝛼 x 5 x 6

= 74,194 kg/m
1
W angin hisap = (-3,430) x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda

1
= (-3,430) x cos 𝛼 x 5 x 6

= (-109,504) kg/m

Sehingga, momen yang dihasilkan akibat beban angin:

MWx = 1/8 x W angin tekan x Jarak antar gording

= 1/8 x 74,194 x 1,0

= 9,274 kg/m2
145

MWy = 1/8 x W angin hisap x Jarak antar gording

= 1/8 x (-109,504) x 1,0

= (-13,688) kg/m2

Tabel 4.6 Gaya Momen yang dihasilkan

Type D Lr R W tekan W Hisap


Arah (kg.m) (kg.m) (kg.m) (kg.m) (kg.m)
x 26,163 50,222 30,780 9,724 -13,688
y 71,888 137,982 84,573 0,00 0,00

Tabel 4.7 Kombinasi Gaya Momen Tidak Terfaktor

Kombinasi Momen (kg.m)

1) D
Arah x : 26,163 26,163
Arah y : 71,888 71,888
2) D + Lr
Arah x : 26,163 + 50,222 76,385
Arah y : 71,888 + 137,982 209,870
3) D+R
Arah x : 26,163 + 30,780 56,943
Arah y : 71,888 + 84,573 156,461
4) D + 0,75 Lr + 0,75 R
Arah x : 26,163 + 0,75 x 50,222 + 0,75 x 30,780 86,915
Arah y : 71,888 + 0,75 x 137,982 + 0,75 x 84,573 238,804
5) D + 0,6 W
Arah x : 26,163 + 0,6 x (-3,964) 25,324
Arah y : 71,888 + 0,6 x 0 76,113
6) D + 0,75 Lr + 0,75 (0,6 W) + 0,75 R
146

Arah x : 26,163 + 0,75 x 51,303 + 0,75 x (-2,38) + 0,75 x 30,780 85,940


Arah y : 71,888+0,75x137,982+0,75 x 0 + 0,75 x 84,573 238,804
7) 0,6 D + 0,6 W
Arah x : 0,6 x 26,163 + 1 x (-3,964) 11,734
Arah y : 0,6 x 71,888 + 1 x 0 43,133

4.2.3 Perhitungan Dimensi Gording, Trackstang dan Ikatan Angin

A. Perhitungan Dimensi Gording

Dimensi gording diperoleh berdasarkan gaya dalam momen yang terjadi.

Nilai momen maksimum untuk arah x dan arah y digunakan dalam perencanaannya

yaitu sebagai berikut :

Mgx = 86,915 kg.m = 8691,5 kg.cm

Mgy = 238,804 kg.m = 23880,4 kg.cm


𝑀𝑔𝑥 8691,5
Wx perlu = = 2500 / 1,67 = 5,806 (SNI 1729-2020 : pasal F1)
𝑓𝑦/ 1,67

𝑀𝑔𝑦 23880,4
Wy perlu = = 2500 / 1,67 = 15,952
𝑓𝑦/ 1,67

Untuk dimensi gording dengan profil baja CNP (100 x 50 x 5 x 7,5) :

g = 9,36 kg/m ≤ 10 kg

Ix = 189 cm4

Iy = 26,9 cm4

Wx = 37,8 cm3

Wy = 7,82 cm3

Kontrol tegangan

Fijin = 1666,667 kg/cm2


147

Cek tegangan :
𝑀𝑔𝑥
τx = 1,67 x Wy
=
8691,5
1,67 x 7,82
= 665,536 kg/cm2 (SNI 1729-2020 : pasal F1)

𝑀𝑔𝑦
τy = 1,67 x Wx
=
23880,4
1,67 x 37,8
= 378,297 kg/cm2

τ terjadi = √Fx 2 + Fy2 ≤ 𝑓ijin

= √665,5362 + 378,2972 ≤ 𝑓ijin = 2500 / 1,5 = 1666.667 kg/cm2

= 765,537 kg/cm2 ≤ 1666,667 kg/cm2

Cek Lendutan :

qx = 5,814 kg/m → 0,05814 kg/cm

qy = 15,975 kg/m → 0,15975 kg/cm

px = 33,481 kg

py = 91,988 kg

L = 600 cm

Lendutan yang diizinkan akibatkan berat sendiri ditambah beban hidup.


1 1
δ izin = L = 600 = 2,5 cm (SNI 1729-2002 : pasal 6.4.3)
240 240

5 . qx . (𝐿 )4 1 . px . (𝐿 )3
δx = +
384 . E . Iy 48 . E . Iy

5 . 0,05814 . (600)4 1 . 33,481 . (600)3


= +
384 . 2,1 . 106 . 26,9 48 . 2,1 . 106 . 26,9

= 1,737 + 2,667

= 4,404

5 . qy . (L)4 1 . py . (L)3
δy = +
384 . E . Ix 48 . E . Ix

5 . 0,15975 . ( 600 )4 1 . 91,988 . ( 600 )3


= +
384 . 2,1 .106 . 189 48 . 2,1 .106 . 189

= 0,679 + 1,043
148

= 1,722

δ = √δx 2 + δy 2

= √4,4042 + 1,7222

= 4,729 ≥ 2,4 cm (NO ‼!)

Lendutan tidak aman maka perlu dipasang tracktang pada arah sumbu lemah

dipasangi 1 buah tracktang pada bentang ½ gording (Heppy nur cahya, 2014 : bab

4.4).

Lx = 1/2 x jarak kuda-kuda = 1/2 x 600 = 300 cm

5 . qy . (L )4 1 . py . (L)3
δx = +
384 . E . Ix 48 . E . Ix

5 . 0,05814 . ( 300 )4 1 . 33,481 . ( 300 )3


= +
384 . 2,1 .106 . 26,9 48 . 2,1 .106 . 26,9

= 0,109 + 0,333

= 0,442

δ = √δx 2 + δy2

= √0,4422 + 1,7882

= 1,842 ≤ 2,4 cm (OK ‼!)

Gording aman dari lendutan jika dipasang tracktang pada sumbu lemahnya.

B. Perhitungan Tracktang

Diketahui :
Atap (seng zincalum) = 6 kg/m2

Hujan = ( 40 – 0,8 . α )

= ( 40 – 0,8 . 20 )

= 24 kg/m
149

Jarak trackstang = 3 meter

Jarak gording = 1 meter

Gambar 4.43 Gaya Tarik Tracktang

Gambar 4.44 Jarak Antar Tracktang Pada Gording

Mutu baja : fuijin = 273,333 MPa = 2733,333 Kg/cm2

fijin = 166,667 MPa = 1666,667 Kg/cm2

Beban gording = q gording x jarak trackstang x jarak antar kuda-kuda

= 9,36 kg/m x 3 m x 6 m
150

= 162 kg/m

Beban atap = q atap x jarak antar kuda-kuda x jarak gording

= 6 kg/m x 6 m x 1 m

= 36 kg/m

Berat rangka = Berat asumsi x jarak gording x jarak antar kuda-kuda

= 30 kg/m x 1 m x 6 m

= 180 kg/m

D = beban gording + beban atap + berat rangka

= 162 + 36 + 180

= 378 kg

Jumlah beban (P) = D + Lr

= 378+ 100

= 478 kg
478
P sin α = sin 20°

= 1397,579 kg

a. Keruntuhan Leleh (SNI 1729-2020 : pasal D3)

P ≤ Ø Rn

Pu ≤ 1,67 x fijin x Ag

P 1397,579
Ag ≥ 1,67 x fijin = = 0,502 cm2 → 50,2 mm2 (Dipakai)
1,67 x 1666,667

b. Keruntuhan Putus (SNI 1729-2020 : pasal D3)

P ≤ ØPn

Ø = 2,00

Pn = 2,00 x Ab x fuijin
151

P ≤ Ø (2,00 x Ab x fu)

P 1397,579
Ab ≥ ∅ x 2,00 x fuijin = = 0,128 cm2 → 12,8 mm2
2,00 x 2,00 x 2733,333

As = 50,2 mm2
1
As = 2 x π x d2

4 x As 4 x 50,2
d =√ = √
𝜋 3,14

= 7,997 mm < Ø 12 mm .......... (OK!!)

Tracktang yang dipakai dibangunan tersebut berdiameter 12 mm, sehingga aman

dan kuat.

C. Perhitungan Ikatan Angin

Gambar 4.45 Perletakan Ikatan Angin

Pmax = jarak gording x jarak kuda-kuda x jarak ikatan angin x W

= 1 m x 6 m x 6 m x 74,194 kg/m

= 2670,984 kg/m
152

Pmax 2670,984
P = Cos α = = 4338,397 kg
Cos 52°

a. Keruntuhan Leleh (SNI 1729-2020 : pasal D3)

P ≤ Ø Rn

Ø = 1,67

Pu ≤ 1,67 x fijin x Ag

P 4338,397
Ag ≥ = = 1,559 cm2 → 155,9 mm2 (dipakai)
1,67 x fijin 1.67 x 1666,667

b. Keruntuhan Putus (SNI 1729-2020 : pasal D3)

P ≤ Ø Pn

Ø = 2,00

Pn = 2,00 x Ab x fuijin

Pu ≤ Ø (2,00 x Ab x fu)

P 4338,397
Ab ≥ = = 0,397 cm2 → 39,7 mm2
∅ x 2,00 x fuijin 2,00 x 2,00 x 2733,333

Untuk dimensi ikatan angin atap diambil nilai luas tulangan terbesar yang

diperlukan, yaitu (Heppy nur cahya, 2014 : bab 4.4) :

As = 155,9 mm2
1
As = x π x d2
4

4 x As 4 x 155,9
d √ = √ = 14,093 mm < ∅ 16 mm
𝜋 3,14

Ikatan angin yang dipakai dibangunan tersebut berdiameter 16 mm, sehingga aman

dan kuat.
153

4.2.4 Perhitungan Gaya – Gaya Dalam Pada Kolom – Balok

A. Pembebanan

a. Akibat beban mati (D)

1. Berat sendiri gording : 9,36 x 16 x 6 = 898,560 kg/m

2. Berat penutup atap : (6 x 6) x 2 = 72,00 kg/m

3. Berat trackstang : 1 x (π x 0,0062) x 7850 = 0,887 kg/m

4. Berat ikatan angin : 2 x (π x 0,0082) x 7850 = 3,155 kg/m

5. Berat rangka : 21,3 x 12,74 = 271,362 kg/m

6. Berat plafond : 10 x 6 = 60,00 kg/m

q = 1305,964 kg/m

7. Berat sambungan : (10% x q) → 0,1 x = 130,596 kg/m

Q total = 1436,560 kg/m


120 x 1
8. Berat Sendiri Balok ditaksir 120 kg/m : = 122,200 kg/m
0,982

Jumlah = 1558,760 kg/m

Gambar 4.46 Pembebanan Beban Mati


154

b. Akibat beban hidup (Live)


Beban akibat pekerja, Lr = 0,96 KN → 97,892 Kg ( SNI 1727-2020 :
pasal 47.3).

Gambar 4.47 Pembebanan Beban Hidup

c. Akibat beban hujan


20 x 6
Beban akibat air hujan, R = 20 kg/m → = 122,200 kg/m,
0,982

maka yang digunakan adalah beban air hujan berdasarkan (SNI 1727-2020
: pasal 4.1).

Gambar 4.48 Pembebanan Beban Hujan


155

d. Akibar beban angin (W)

Kecepatan angin dasar (V) = 10 m/s (SNI 1727-2020 : pasal 26)

Faktor arah angin, (kd) = 0,85 ( Bangunan gedung)

Faktor elevasi permukaan tanah, (ke) = 1,0

Kategori eksposur B yaitu untuk bangunan gedung atau struktur lain dengan

tinggi atap rata-rata kurang dari atau sama dengan 9,1 m dan berada dalam

arah lawan angin untuk jarak yang lebih besar 457 m

Efek topografi, (Kzt) = 1,0

Efek tiupan angin, (G) = 0,85

Intersitas turbulensi pada ketinggian, Iz (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

10 1/6
Iz = c ( )
𝑧̅

dimana :

c = 0,30 (SNI 1727-2020 : tabel 26.11.1)

𝑧̅ = 0,6h = 0,6 x 6 = 3,6

10 1/6
Maka ; Iz = c( )
𝑧̅

10 1/6
= 0,30 x ( 3,6 )

= 0,356

Respon latar belakang, Q (SNI 1727-2020 : pasal 26.9.4) :

1
Q = √ 𝐵+𝐻 0,63
1+0,63 ( )
𝐼𝑧
156

1
= √ 6 + 7,085 0,63
1+0,63 ( )
0,356

= 0,375
Menentukan tekanan velositas (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :
e. Kz untuk 15 ft ≤ z ≤ Zg
dimana : z = 6 ft
= 2,01 ( z / Zg )2/α
= 2,01 x ( 6 / 365,76 )2/7
= 0,621
f. Kzt untuk 15 ≤ 15 ft
= 2,01 ( 15 / Zg )2/α
= 2,01 x ( 15 / 365,76 )2/7
= 0,807 ≈ 1,0
Tekanan kecepatan, (qz ) (SNI 1727-2020 : pasal 27.3.2) :
qz = 0,613 Kz . Kzt . Kd . Ke . V2
= 0,613 x 0,621 x 1,0 x 0,85 x 1,0 x 102
= 32,357 N/m2
Tekanan angin desain, (P) (SNI 1727-2020 : pasal 27.4) :

P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

dimana berdasarkan tabel koefisien tekanan atap eksternal dan internal :

Gcp angin tekan = 0,85 x 0,2 = 0,17 (SNI 1727-2020 : pasal 27.4)

Gcp angin hisap = 0,85 x (-0,6) = (-0,51)

GcpI angin tekan = (-0,55) (SNI 1727-2020 : pasal 26.11)

GcpI angin hisap = (+0,55)

q = q1 = qz = 32,357 N/m2
157

Maka ; P angin tekan = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x 0,17 – 32,357 x (-0,55)

= 23,237 N/m2 = 2,324 kg/m2

P angin hisap = qGCp – ql (GCpl)

= 32,357 x (-0,51) – 32,357 x 0,55

= (-34,298) N/m2 = (-3,430) kg/m2


1
W angin tekan = 2,324 x cos 𝛼 x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda

1
= 2,324 x cos 𝛼 x 5 x 6

= 74,194 kg/m
1
W angin hisap = (-3,430) x x 1/2 bentang x jarak kuda-kuda
cos 𝛼

1
= (-3,430) x cos 𝛼 x 5 x 6

= (-109,504) kg/m

Gambar 4.49 Pembebanan Beban Angin Kanan


158

Gambar 4.50 Pembebanan Beban Angin Kiri

d. Akibat beban gempa (E)

Beban gempa dapat dihitung menggunakan rumus V = Cs . W =

Sa x Ie
R
. W , dan pada SNI 1726 -2019 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan

Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Nongedung” , maka didapatlah data

sebagai berikut antara lain :

𝑆𝐷𝑆 0,467
Cs = 𝑅 = 3 1/2 = 0,311
(𝐼𝑒) ( )
1

Dimana :

Cs = Koefisien respons seismik


2
SDS = Parameter percepatan respons spektral desain, 3 . Sms

Sms = Parameter respons spektral percepatan pada periode pendek, Fa.SS

Fa = Koefisien situs diambil 1,4 pada (SNI 1726-2029 : tabel 6)


159

Ss = Parameter respons spektral percepatan gempa untuk periode

pendek, diambil 0,5 pada (SNI 1726-2019 : tabel 6)

R = Koefisein modifikasi respons, Faktor R diambil 3½ pada (SNI

1726-2019 : tabel 12.c.4)

Ie = Faktor keutamaan gedung, diambil kategori I pada (SNI 1726-

2019: tabel 3)

W = Berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesuaian

W = Beban Mati + Beban Hidup + Beban Air Hujan = 1371,236 kg

Menghitung nilai V (SNI 1726-2019 : pasal 7.8):

V = Cs . W = 0,311 x 1371,236 = 426,454 kg

V untuk setiap portal = V / 5 = 426,454 kg / 5 rangka = 85,291 kg/portal

Gambar 4.51 Pembebanan Beban Gempa


160

4.2.5 Analisa Struktur Dengan SAP 2000

Perhitungan momen portal struktur baja digunakan program SAP 2000

untuk mendapatkan nilai-nilai momen, Axial dan Geser struktur gable frame.

Berdasarkan perhitungan menggunakan Program SAP 2000 maka didapatlah data

sebagai berikut :

Tabel 4.8 Momen Maksimal dari Kombinasi Pembebanan (Mijin)

Momen Maksimum
Kombinasi Pembebanan
(Kg.m)
COMB 1 D 9904,83
COMB 2 D + Lr 10350,33
COMB 3 D+R 10665,00
COMB 4 D + 0,75 Lr + 0,75 R 10809,08
COMB 5 D + 0,6 Wk 9721,56
COMB 6 D + 0,75 Lr + 0,75 (0,6 Wk) + 0,75 R 10671,63
COMB 7 0,6 D + 0,6 Wk 5759,63
COMB 8 0,6 D + 0,6 E 5720,41

Gambar 4.52 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 1


161

Gambar 4.53 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 2

Gambar 4.54 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 3


162

Gambar 4.55 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 4

Gambar 4.56 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 5


163

Gambar 4.57 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 6

Gambar 4.58 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 7


164

Gambar 4.59 Momen Akibat Kombinasi Pembebanan 8

Tabel 4.4 Aksial Maksimal dari Kombinasi Pembebanan (Nijin)

Axial Maksimum
Kombinasi Pembebanan
(Kg)
COMB 1 D -8775,27
COMB 2 D + Lr -9166,83
COMB 3 D+R -9433,33
COMB 4 D + 0,75 Lr + 0,75 R -9562,49
COMB 5 D + 0,6 Wk -8719,11
COMB 6 D + 0,75 Lr + 0,75 (0,6 Wk) + 0,75 R -9520,37
COMB 7 0,6 D + 0,6 Wk -5209,00

COMB 8 0,6 D + 0,6 E -5225,33


165

Gambar 4.60 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 1

Gambar 4.61 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 2


166

Gambar 4.62 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 3

Gambar 4.63 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 4


167

Gambar 4.64 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 5

Gambar 4.65 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 6


168

Gambar 4.66 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 7

Gambar 4.67 Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan 8


169

Tabel 4.5 Geser Maksimal dari Kombinasi Pembebanan (Vijin)

Geser Maksimal
Kombinasi Pembebanan
(Kg)
COMB 1 D -1650,80
COMB 2 D + Lr -1725,06
COMB 3 D+R -1777,50
COMB 4 D + 0,75 Lr + 0,75 R -1801,51
COMB 5 D + 0,6 Wk -1620,26
COMB 6 D + 0,75 Lr + 0,75 (0,6 Wk) + 0,75 R -1778,61
COMB 7 0,6 D + 0,6 Wk -959,94

COMB 8 0,6 D + 0,6 E -953,40

Gambar 4.68 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 1


170

Gambar 4.69 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 2

Gambar 4.70 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 3


171

Gambar 4.71 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 4

Gambar 4.72 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 5


172

Gambar 4.73 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 6

Gambar 4.74 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 7


173

Gambar 4.75 Geser Akibat Kombinasi Pembebanan 8

4.2.6 Perhitungan Kolom dan Balok Gable Frame

a. Kolom

1. Dimensi Kolom ditempat penelitian menggunakan profil H-Beam 200 x 200

x 7 x 11 dengan data profil sebagai berikut :

g = 44,700 kg/mm

Ag = 56,960 cm2

ix = 8,70 cm

iy = 5,08 cm

Wx = 426,273 cm3

Wy = 146,700 cm3

Ix = 4262,732 cm4 = 4262,732 x 104 mm4

Iy = 1467,175 cm4 = 1467,175 x 104 mm4


174

ho = h – tf = 200 – 11 = 189 mm

E = 200.000 MPa = 2,1 x 106 kg/cm2

G = 80.000 MPa

Fijin 𝜎̅ = 166,6 MPa = 1666,667 Kg/cm2

2. Hitung Propertis Geometri Penampang Tekan (Dewobroto, 2016 : bab 6)


Section Area = 5696 mm2

Ix
rx =√ = 86,509 mm
A

Iy
ry =√ = 50,762 mm
A

J = 1/3 ( 2 * 113 * 200 + 73 * 189 ) = 199.075,667 mm


IY .ho2 1467,175x104 x1892
Cw = = = 1,31 x 1011 mm6
4 4

Ix + Iy = 4262,731 x 104 + 1467,175 x 104 = 57.299.060 mm4

3. Periksa kelangsingan penampang kolom (SNI 1729-2020 : pasal E7)


b 200 𝑥 0,5 E
Sayap = = = 9,09 << 0,56 √
tf 11 Fy

(2,1 x 106
0,56 √ = 16,23
2500

(Tidak Langsing)

h 200−(2 𝑥 11) E
Badan = = = 25,43 << 1,49 √Fy
tb 7

(2,1 x 106
1,49 √ = 43,18
2500

(Tidak Langsing)

4. Kelangsingan pada arah sumbu bahan (Agus setiawan,2006 : bab 4.8)


175

k . L𝑥 k . L𝑦
𝜆𝑟 = 𝑟𝑥
; 𝜆𝑟 = 𝑟𝑦

Dimana : Lx . Ly = panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y

k = faktor panjang tekuk

rx . ry = jari-jari girasi komponen struktur

k . L𝑥 1 x 6000
𝜆𝑥 = = = 68,966
𝑟𝑥 87

k . L𝑦 1 x 6000
𝜆𝑦 = = = 118,110
𝑟𝑦 50,8

K𝑥 . L𝑥 𝑓𝑦 68,966 250
𝜆𝑐 = .√ = .√ = 0,240
𝜋 𝐸 3,14 2,1 𝑥 106

Besarnya ω ditentukan nilai 𝜆𝑐 (Perencanaan Struktur Baja, Agus Setiawan,

2008)

𝜆𝑐 < 0,25 maka ω = 1


1,43
0,25 < 𝜆𝑐 < 1,2 maka ω = 1,6−0,670 . 𝜆𝑐𝑥

𝜆𝑐 > 1,2 maka ω = 1,25 . λc2

Dipakai persamaan pertama 𝜆𝑐 < 0,25 maka ω = 1 (SNI 1729-2020 : pasal

E7)
𝑓𝑖𝑗𝑖𝑛 1666,667
Nn = Ag . fcr =𝐴𝑔 . = 56,96 𝑥 = 94933,352 kg
𝜔 1

Nn / 1,67 ≥ Nijin

94933,352 kg / 1,67 ≥ 9562,49 kg

56846,319 kg ≥ 9562,49 kg .......................... (OK)

5. Tegangan kritis tekuk – lentur (SNI1729-2020 : pasal E7)

.𝐾𝐿𝑦 6000
= = 118,110
𝑟𝑦 50,8
176

𝐾𝐿𝑥 6000 E
= = 68,966 << 4,71 √
𝑟𝑥 87 Fy

(2,1 x 106
4,71 √ = 136,51 (Tekuk Inelastis)
2500

Sehingga ,

𝜋2 𝐸 3,142 𝑥 (200.000)
.𝐹𝑒 = 𝐾𝐿 2
= = 435,320 MPa (SNI 1729-2020 : pasal E7)
( ) 68,9662
𝑟

𝐹ijin 166,6
.𝐹𝑐𝑟 = (0,658 ) Fijin = (0,658 435,320) . 166,6 = 41,953 MPa = 427,802 kg/cm2
𝐹𝑒

Fcr ≤ f ijin

427,802 kg/cm2 ≤ 1666,667 kg/cm2 (SNI 1729-2020 : pasal F12)

6. Check Klasifikasi Profil H-Beam (200x200x7x11) (SNI 1729-2020 : tabel 4.1)

λpf = 0,38(E/Fy)1/2 = 11,01 λrf = 1,0 (E/Fy)1/2 = 28,98

½ bf/tf = 9,09 << λpf Profil Sayap Kompak

λpf = 3,76(E/Fy)1/2 = 108,98 λrf = 5,70 (E/Fy)1/2 = 165,20

h/tw = 25,43 << λpw Profil Badan Kompak

7. Periksa terhadap interaksi lentur dan geser (Dewobroto, 2016 : pasal 6)

h1 = [ 20 – (2(1,1/2) ] / 2 = 9,45 cm

Sx = (b x tw x h1) + (tf x (h1 – tf/2) x ((h1 – tf/2)/2)

= (20 x 0,7 x 9,45) + (1,1 x (9,45 – 1,1/2)) x ((9,45 – 1,1/2)/2)

= 132,300 + 9,79 + 4,45

= 146,54 cm3
_ _
τ = 0,60 . σ (PPBBI : pasal 8.2)

= 0,60 x 1666,667
177

= 1000,00 kg/cm2

𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛 . 𝑆𝑥
τ = (PPBBI : pasal 11)
𝑡𝑤 . 𝐼𝑥

1801,51 x 146,54
= 7 x 426,732

= 88,377 kg/cm2
_
τ ≤ τ

88,377 kg/cm2 ≤ 1000,00 kg/cm2 .............................. ( OK!!)

8. Kuat lentur penampang pada kondisi batas elastis (SNI 1729-2020 : pasal F2)

Zx = Wx = 426,273 x 103 mm3

Mp = Zx . Fijin = 426,273 x 1666,667 = 710455,142 Kg.m ( terhadap sumbu kuat)

9. Kuat Lentur ditentukan oleh kondisi putus (SNI 1729-2020 : pasal F1)

Mc = Mn / 1,67 = 710455,142 / 1,67 = 425422,241 Kg.m

Maka, Mijin < Mn / 1,67 ( 10809,08 Kg.m < 425422,241 Kg.m) ....... (OK)

<< Menghitung interaksi gaya aksial dan momen lentur >>

Pn = Fcr . Ag = 0,65 . Fijin . 56,960 (SNI 1729-2020 : pasal E3)

= 0,65 . 1666,667 . 56,960

= 61706,679 Kg

Pc = Pn / 1,67 = 61706,679 Kg / 1,67 (SNI 1729-2020 : pasal B3)

= 36950,107 Kg ≥ Pijin = 9562,49 Kg ............. (OK!!!)


𝑃𝑖𝑗𝑖𝑛 9562,49
Jika, = = 0,259
𝑃𝑐 36950,107

𝑃𝑖𝑗𝑖𝑛 8 𝑀𝑟𝑥 𝑀𝑟𝑦


. 2 𝑃𝑐 + 9 (𝑀𝑐𝑥 + ) ≤ 1,0
𝑀𝑐𝑦

9562,49 8 10809,08
.2 x 36950,107 + 9 (425422,241 + 0) = 0,152 ≤ 1,0 .............................. (OK)

(SNI 1729 : 2019 : pasal H1)


178

10. Periksa tegangan yang terjadi :


𝑀𝑖𝑗𝑖𝑛 𝑁𝑖𝑗𝑖𝑛
f yang terjadi =𝜔. +
𝐴 𝐼𝑥

10809,08 9562,49
=1x + ≤ fijin = 2500 / 1,5 = 1666,667 kg/cm2
56,96 8,70

= 1288,903 kg/cm2 ≤ f ijin = 1666,667 kg/cm2 ...... (OK!!)

b. Balok

1. Properti penampang dimensi balok ditempat penelitian menggunakan profil

I-WF 200 x 100 x 5,5 x 8 dengan data profil sebagai berikut :

g = 21,30 kg/mm

Ag = 27,16 cm2

Wx = 184,00 cm3

Wy = 26,80 cm3

ix = 8,24 cm

iy = 2,22 cm

Ix = 1840,00 cm4 = 1840,00 x 104 mm4

Iy = 134,00 cm4 = 134,00 x 104 mm4

ho = h – tf = 200 – 11 = 189 mm

E = 200.000 MPa = 2,1 x 106 kg/cm2

G = 80.000 MPa
Fijin 𝜎̅ = 166,6 MPa = 1666,667 Kg/cm2

2. Hitung Propertis Geometri Penampang Tekan (Dewobroto, 2016 : bab 6)

Section Area = 5696 mm2

Ix
rx =√ = 82,4 mm
A
179

Iy
ry =√ = 22,2 mm
A

J = 1/3 ( 2 * 83 * 100 + 5,53 * 189 ) = 44614,958 mm


IY .ho2 134,00 x 104 x 1892
Cw = = = 1,196 x 1010 mm6
4 4

Ix + Iy = 1840,00 x 104+ 134,00 x 104 = 1.341.840,00 mm4

3. Check Klasifikasi Profil H-Beam (200x200x7x11) (SNI 1729-2020 : tabel 4.1)

λpf = 0,38(E/Fy)1/2 = 11,01 λrf = 1,0 (E/Fy)1/2 = 28,98

½ bf/tf = 9,09 << λpf Profil Sayap Kompak

λpf = 3,76(E/Fy)1/2 = 108,98 λrf = 5,70 (E/Fy)1/2 = 165,20

h/tw = 25,43 << λpw Profil Badan Kompak

4. Kelangsingan pada arah sumbu bahan (Agus setiawan, 2006 : bab 4.8)

k . L𝑥 k . L𝑦
𝜆𝑟 = ; 𝜆𝑟 =
𝑟𝑥 𝑟𝑦

Dimana : Lx . Ly = panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y

k = faktor panjang tekuk

rx . ry = jari-jari girasi komponen struktur

k . L𝑥 1 x 6000
𝜆𝑥 = = = 72,816
𝑟𝑥 82,4

k . L𝑦 1 x 6000
𝜆𝑦 = 𝑟𝑦
= 22,2
= 270,270

K𝑥 . L𝑥 𝑓𝑦 68,966 250
𝜆𝑐 = .√𝐸 = . √2,1 𝑥 106 = 0,240
𝜋 3,14

Besarnya ω ditentukan nilai 𝜆𝑐 (Perencanaan Struktur Baja, Agus Setiawan,

2008)

𝜆𝑐 < 0,25 maka ω = 1


180

1,43
0,25 < 𝜆𝑐 < 1,2 maka ω = 1,6−0,670 . 𝜆𝑐𝑥

𝜆𝑐 > 1,2 maka ω = 1,25 . λc2

Dipakai persamaan pertama 𝜆𝑐 < 0,25 maka ω = 1 (SNI 1729-2020 : pasal

E7)
𝑓𝑖𝑗𝑖𝑛 1666,667
Nn = Ag . fcr =𝐴𝑔 . = 27,16 𝑥 = 45266,676 kg
𝜔 1

Nn / 1,67 ≥ Nijin

45266,676 kg / 1,67 ≥ 9562,49 kg

27105,794 kg ≥ 9562,49 kg .......................... (OK)

5. Tegangan kritis tekuk – lentur (SNI1729-2020 : pasal E7)


.𝐾𝐿𝑦 1 x 6000
= = 270,270
𝑟𝑦 22,2

𝐾𝐿𝑥 1 x 6000 E
= = 72,816 << 4,71 √
𝑟𝑥 82,4 Fy

(2,1 x 106
4,71 √ = 136,51 (Tekuk Inelastis)
2500

Sehingga ,

𝜋2 𝐸 3,142 𝑥 (200.000)
.𝐹𝑒 = 𝐾𝐿 2
= = 371,908 MPa (SNI 1729-2020 : pasal E7)
( ) 72,8162
𝑟

𝐹ijin 166,6
.𝐹𝑐𝑟 = (0,658 ) 𝐹ijin = (0,658 371,908) . 166,6 = 49,107 MPa = 500,75 kg/cm2
𝐹𝑒

Fcr ≤ f ijin

500,75 kg/cm2 ≤ 1666,667 kg/cm2 (SNI 1729-2020 : pasal F12)

6. Periksa terhadap interaksi lentur dan geser (Dewobroto, 2016 : pasal 6)

h1 = [ 20 – (2(1,1/2) ] / 2 = 9,45 cm
181

Sx = (b x tw x h1) + (tf x (h1 – tf/2) x ((h1 – tf/2)/2)

= (10 x 0,55 x 9,45) + (0,8 x (9,45 – 0,8/2)) x ((9,45 – 0,8/2)/2)

= 51,975 + 7,240 + 4,525

= 63,740 cm3
_ _
τ = 0,60 . σ (PPBBI : pasal 8.2)

= 0,60 x 1666,667

= 1000,00 kg/cm2

𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛 . 𝑆𝑥
τ = (PPBBI : pasal 11)
𝑡𝑤 . 𝐼𝑥

1801,51 x 63,740
= 5,5 x 426,732

= 48,925 kg/cm2
_
τ ≤ τ

48,925 kg/cm2 ≤ 1000,00 kg/cm2 .............................. ( OK!!)

7. Kuat lentur penampang pada kondisi batas elastis (SNI 1729-2020 : pasal F2)

Zx = 184,00 x 103 mm3

Mp = Zx . Fijin = 184,00 x 1666,667 = 306666,728 Kg.m (terhadap sumbu kuat)

8. Kuat Lentur ditentukan oleh kondisi putus (SNI 1729-2020 : pasal F1)

Mc = Mn / 1,67 = 306666,728 / 1,67 = 183632,335 Kg.m

Maka, Mijin < Mn / 1,67 ( 10809,08 Kg.m < 183632,335 Kg.m) ........ (OK)

<< Menghitung interaksi gaya aksial dan momen lentur >>

Pn = Fcr . Ag = 0,65 . Fijin . 27,16 (SNI 1729-2020 : pasal E3)

= 0,65 . 1666,667 . 27,16

= 29423,339 Kg

Pc = Pn / 1,67 = 29423,339 Kg / 1,67 (SNI 1729-2020 : pasal B3)


182

= 17618,766 Kg ≥ Pijin = 9562,49 Kg ............. (OK!!!)


𝑃𝑖𝑗𝑖𝑛 9562,49
Jika, = = 0,543
𝑃𝑐 17618,766

𝑃𝑖𝑗𝑖𝑛 8 𝑀𝑟𝑥 𝑀𝑟𝑦


. 2 𝑃𝑐 + 9 (𝑀𝑐𝑥 + ) ≤ 1,0
𝑀𝑐𝑦

9562,49 8 10809,08
.2 x 17618,766 + 9 (183632,335 + 0) = 0,324 ≤ 1,0 .............................. (OK)

(SNI 1729 : 2019 : pasal H1)

11. Kontrol Lendutan (SNI1729-2002 : pasal 6.4.3)

δ ijin = L / 240

= 600 / 240

= 2,5 cm

12. Lendutan maksimum yang didapat dari perhitungan persamaan sebagai


berikut (Dewobroto, 2016 : bab 6.9.7)
5 10809,08 x 6004 1 9562,49 x 6003
δ terjadi = [348 x (2,1 x 106 x 1840,00)] + [48 x (2,1 x 106 x 184,00)]

= 2,1 cm

δ terjadi ≤ δ ijin

2,1 cm ≤ 2,5 cm
13. Periksa tegangan yang terjadi :
𝑀𝑖𝑗𝑖𝑛 𝑁𝑖𝑗𝑖𝑛
f yang terjadi =𝜔. +
𝐴 𝐼𝑥

10809,08 9562,49
=1x + ≤ fijin = 2500 / 1,5 = 1666,667 kg/cm2
27,16 8,24

= 1558,474 kg/cm2 ≤ f ijin = 1666,667 kg/cm2 ...... (OK!!)

4.2.7 Sambungan Rafter

a. Sambungan rafter tepi luar

Diketahui : Baut = Ø 16 mm
183

Tebal pelat (tp) = 12 mm

Mijin = 10809,08 kg.m

Nijin = 9562,49 kg

Vijin = 1801,51 kg

Digunakan baut dengan diameter Ø 16 mm

Kekuatan tarik baut (fuijin) = 273,3 MPa

= 2733,333 kg/cm2

Tegangan tarik pelat (fijin) = 166,6 MPa

= 1666,667 kg/cm2

Diamter baut = Ø 16 mm = 1,6 cm

Luas penampang baut (Ab) = ¼ . 3,14 . 1,62

= 2,010 cm2

Digunakan baut M19 → fu = 4100 kg/cm2

𝑓𝑢 4100
𝜎̅ = = = 2733,333 kg/cm2
1,5 1,5

σtp = 1,5 x 𝜎̅ = 1,5 x 2733,333

= 4100 kg/cm2

𝜏̅ = 0,6 x 𝜎̅ = 0,6 x 2733,333

= 1640,00 kg/cm2

Dipakai baut diameter = 16 mm = 1,6 cm (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :

= 1,6 + 0,100

= 1,70 cm
𝜋
Nτ geser = . 𝑑2 . 𝜏
4
184

= 1/4 x 3,14 x 1,602 x 1640,00

= 283,776 kg

N tumpu = d . s . σtp

= 1,60 x 0,8 x 4100

= 524,800 kg

Diambil nilai terkecil adalah akibat geser sebesar = 2837,760 kg

Jumlah baut yang dibutuhkan (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :


𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
n =
𝑁𝜏

1801,51
= 283,776

= 4,942 buah ≈ 5 buah baut

Diambil = 6 buah baut (agar seimbang pengikatan pada tiap sambungan)


𝜋
Luas lubang baut = . 𝑑2 . 𝑛
4

= 1/4 x 3,14 x 1,62 x 10

= 20,096 cm2

Kontrol :
𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
τ = Luas lubang baut

1801,51
=
20,096

_
= 89,645 kg/cm 2
≤ τ = 1640,00 kg/cm2

Jarak tepi baut diambil = 1,5 db – 3db (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

Jarak minimum = 1,5 x 1,6 = 2,40 cm = 24,00 mm

Jarak maksimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm


185

Diambil jarak tepi baut = 5 cm = 50,00 mm

Jarak antar baut = 3 db – 9 db

Jarak minimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Jarak maksimal = 9 x 1,6 =11,20 cm = 144,00 mm

Jarak antar lubang baut = 10 cm = 100 mm

0,75 . f𝑢 ijin . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
a = (Agus setiawan, 2006 : bab 6.2)
𝑓ijin . 𝑏

0,75 . 2733,333 . 2 . 5 . 2,010


= 1666,667 . 20

= 1,236 cm

Jarak ( di ) =

d1 = 5 cm d3 = 25 cm

d2 = 15 cm

di = 45 cm

Ʃd = 52 + 152 + 252 (Heppy nur cahya, 2014 : bab 5.5)

= 875 cm2

𝑀 . 𝑑 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑢ℎ
N = 2 . Ʃ𝑑

= 154,415 kg

N
τ axial =
1/4 . 𝜋 . 𝑑2

154,415
= = 76,839 kg/cm2
1/4 x 3,14 x 1,62

𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
τ geser = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2

1801,51
= = 896,452 kg/cm2
1/4 x 3,14 x 1,62
186

f = √76,8392 + 896,4522
_
= 899,739 kg/cm 2
≤ σ = 2733,333 kg/cm2 ............. (OK!!)

Gambar 4.76 Skema Penyambungan Kolom dan Balok Luar

b. Sambungan rafter tepi dalam

Diketahui : Baut = Ø 16 mm

Tebal pelat (tp) = 12 mm

Mijin = 10809,08 kg.m

Nijin = 9562,49 kg

Vijin = 1801,51 kg

Digunakan baut dengan diameter Ø 16 mm

Kekuatan tarik baut (fuijin) = 273,3 MPa

= 2733,333 kg/cm2

Tegangan tarik pelat (fijin) = 166,6 MPa

= 1666,667 kg/cm2

Diamter baut = Ø 16 mm = 1,6 cm

Luas penampang baut (Ab) = ¼ . 3,14 . 1,62


187

Digunakan baut M19 → fu = 4100 kg/cm2


_
𝑓𝑢 4100
𝜎̅ = 1,5 = 1,5 = 2733,333 kg/cm2

σtp = 1,5 x 𝜎̅ = 1,5 x 2733,333

= 4100 kg/cm2

𝜏̅ = 0,6 x 𝜎̅ = 0,6 x 2733,333

= 1640,00 kg/cm2

Dipakai baut diameter = 16 mm = 1,6 cm (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

= 1,6 + 0,100

= 1,70 cm
𝜋
Nτ geser = . 𝑑2 . 𝜏
4

= 1/4 x 3,14 x 1,602 x 1640,00

= 283,776 kg

N tumpu = d . s . σtp

= 1,60 x 0,8 x 4100

= 524,800 kg

Diambil nilai terkecil adalah akibat geser sebesar = 2837,760 kg

Jumlah baut yang dibutuhkan (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :


𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
n = 𝑁𝜏

1801,51
= 283,776

= 4,942 buah ≈ 5 buah baut

Diambil = 6 buah baut (agar seimbang pengikatan pada tiap sambungan)


188

𝜋
Luas lubang baut = . 𝑑2 . 𝑛
4

= 1/4 x 3,14 x 1,62 x 12

= 24,115 cm2
Kontrol :
𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
τ = Luas lubang baut

1801,51
=
24,115

_
= 74,705 kg/cm2 ≤ τ = 1640,00 kg/cm2

Jarak tepi baut diambil = 1,5 db – 3db (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

Jarak minimum = 1,5 x 1,6 = 2,40 cm = 24,00 mm

Jarak maksimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Diambil jarak tepi baut = 5 cm = 50,00 mm

Jarak antar baut = 3 db – 9 db

Jarak minimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Jarak maksimal = 9 x 1,6 =11,20 cm = 144,00 mm

Jarak antar lubang baut = 10 cm = 100 mm

0,75 . f𝑢 ijin . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
a = 𝑓ijin . 𝑏
(Agus setiawan, 2006 : bab 6.2)

0,75 . 2733,333 . 2 . 6 . 2,010


= 1666,667 . 20

= 1,483 cm

Jarak ( di ) =

d1 = 5 cm d3 = 25 cm
189

d2 = 15 cm

di = 45 cm

Ʃd = 52 + 152 + 252 (Heppy nur cahya, 2014 : bab 5.5)

= 875 cm2

𝑀 . 𝑑 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑢ℎ
N = 2 . Ʃ𝑑

= 154,415 kg

N
τ axial = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2

154,415
= = 76,839 kg/cm2
1/4 x 3,14 x 1,62

𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
τ geser = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2

1801,51
= = 896,452 kg/cm2
1/4 x 3,14 x 1,62

f = √76,8392 + 896,4522
_
= 899,739 kg/cm2 ≤ σ = 2733,333 kg/cm2 ............. (OK!!)

Gambar 4.77 Skema Penyambungan Kolom dan Balok Dalam


190

c. Sambungan rafter puncak

Diketahui : Baut = Ø 16 mm

Tebal pelat (tp) = 12 mm

Mijin = 10809,08 kg.m

Nijin = 9562,49 kg

Vijin = 1801,51 kg

Digunakan baut dengan diameter Ø 16 mm

Kekuatan tarik baut (fuijin) = 273,3 MPa

= 2733,333 kg/cm2

Tegangan tarik pelat (fijin) = 166,6 MPa

= 1666,667 kg/cm2

Diamter baut = Ø 16 mm = 1,6 cm

Luas penampang baut (Ab) = ¼ . 3,14 . 1,62

= 2,010 cm2

Digunakan baut M19 → fu = 4100 kg/cm2

𝑓𝑢 4100
𝜎̅ = = = 2733,333 kg/cm2
1,5 1,5

σtp = 1,5 x 𝜎̅ = 1,5 x 2733,333

= 4100 kg/cm2

𝜏̅ = 0,6 x 𝜎̅ = 0,6 x 2733,333

= 1640,00 kg/cm2

Dipakai baut diameter = 16 mm = 1,6 cm (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

= 1,6 + 0,100
191

= 1,70 cm
𝜋
Nτ geser = 4
. 𝑑2 . 𝜏

= 1/4 x 3,14 x 1,602 x 1640,00

= 283,776 kg

N tumpu = d . s . σtp

= 1,60 x 0,8 x 4100

= 524,800 kg

Diambil nilai terkecil adalah akibat geser sebesar = 2837,760 kg

Jumlah baut yang dibutuhkan (SNI 1729-2002 : pasal 13.2) :


𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
n = 𝑁𝜏

1801,51
= 283,776

= 4,942 buah ≈ 5 buah baut

Diambil = 6 buah baut (agar seimbang pengikatan pada tiap sambungan)


𝜋
Luas lubang baut = . 𝑑2 . 𝑛
4

= 1/4 x 3,14 x 1,62 x 10

= 20,096 cm2

Kontrol :
𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
τ = Luas lubang baut

1801,51
= 20,096

_
= 89,645 kg/cm 2
≤ τ = 1640,00 kg/cm2
192

Jarak tepi baut diambil = 1,5 db – 3db (SNI 1729-2002 : pasal 13.2)

Jarak minimum = 1,5 x 1,6 = 2,40 cm = 24,00 mm

Jarak maksimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Diambil jarak tepi baut = 5 cm = 50,00 mm

Jarak antar baut = 3 db – 9 db

Jarak minimum = 3 x 1,6 = 5,80 cm = 58,00 mm

Jarak maksimal = 9 x 1,6 =11,20 cm = 144,00 mm

Jarak antar lubang baut = 10 cm = 100 mm

0,75 . f𝑢 ijin . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
a = (Agus setiawan, 2006 : bab 6.2)
𝑓ijin . 𝑏

0,75 . 2733,333 . 2 . 5 . 2,010


= 1666,667 . 20

= 1,236 cm

Jarak ( di ) =

d1 = 5 cm d3 = 25 cm

d2 = 15 cm

di = 45 cm

Ʃd = 52 + 152 + 252 (Heppy nur cahya, 2014 : bab 5.5)

= 875 cm2

𝑀 . 𝑑 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑢ℎ
N = 2 . Ʃ𝑑

= 154,415 kg

N
τ axial = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2

154,415
= = 76,839 kg/cm2
1/4 x 3,14 x 1,62
193

𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛
τ geser = 1/4 . 𝜋 . 𝑑2

1801,51
= = 896,452 kg/cm2
1/4 x 3,14 x 1,62

f = √76,8392 + 896,4522
_
= 899,739 kg/cm2 ≤ σ = 2733,333 kg/cm2 ............. (OK!!)

Gambar 4.78 Skema Penyambungan Balok-Balok

4.2.8 Perhitungan Base Plate

a. Perhitungan Base Plate

Panjang base plate = 40 cm

Lebar base plate = 40 cm

fc` = 30 MPa

Pijin = Nijin = 9562,49 kg

Vijin = 1801,51 kg

f ijin = 1666,667 kg/cm2


194

fu las = 410 MPa

= 4100 kg/cm2

Gambar 4.79 Penampang Pelat Landasan Dan Notasi

(𝑁 − 0,95 . 𝑑) (𝐵−0,8 . 𝑏𝑓)


m = n =
2 2

40− 0,95 x 20 (40−0,8 x 20)


= =
2 2

= 10,50 cm = 12,00 cm
𝑚 𝑑
x = f = +𝑥
2 2

10,50 20
= = + 5,250
2 2

= 5,250 cm = 15,25 cm

(Dewobroto, 2016 : bab 8.10.4)

Kontrol Tekan

A1 = B.N (Dewobroto, 2016 : bab 8.10.3)

= 40 x 40

= 1600,00 cm2
195

𝐴2
Fp = 0,35 fc` . A1 . √𝐴1

1600
= 0,35 x 30 x 1600 x √1600

= 16800,00 kg

Pp / 1,5 ≥ P ijin
16800,00 kg / 1,5 ≥ 7477,63 kg

11200,00 kg ≥ 7477,63 kg ............ (OK!!)

Periksa angkur terhadap gaya geser

Untuk angkur tipe M19 : n = 8 buah angkur

Diameter baut Ø19 = 1,9 cm

Ab = 1/4 x 3,14 x 1,92

= 2,834 cm2
𝑉𝑖𝑗𝑖𝑛 1801,51
Vb = = (Agus setiawan, 2006 : bab 6.6)
𝑛 8

= 225,189 kg

fu . Ab / 1,5 = 4100 x 2,834 / 1,5 (SNI 1729-2020 : pasal J4)

= 7746,267 kg

ϕfub . Ab ≥ Vb

7746,267 kg ≥ 225,189 kg ............ (OK!!)

Perhitungan tebal pelat dasar (Dewobroto, 2016 : bab 8.10.6)) :

𝑃 𝑖𝑗𝑖𝑛
t perlu = 1,5 . m . √𝐵 . 𝑁 . 𝑓ijin

9562,49
= 1,5 x 10,50 x √20 x 20 x 1666,667

= 1,36 cm
196

Dipakai tebal base plate dibangunan = 14 mm = 1,4 cm

Kontrol panjang angkur baut

𝑓ijin
Lmin = (4 . √𝑓𝑐 . 𝑑𝑏

1666,667
= (4 x √300 x 1,9

= 16,661 cm

Maka dipasang panjang angkur Lmin = 20 cm

Gambar 4.80 Pondasi dengan Angkur

b. Perhitungan panjang las

Persyaratan ukuran las untuk tebal pelat lebih dari 6,4 mm (Agus setiawan, 2006 :

bab 7.6) :

Maksimum = tebal pelat – 1,6

= 12 – 1,6

= 10,4 mm

Minimum = 6 mm

Digunakan las ukuran 8 mm


197

te = 0,707 . a

= 0,707 x 8

= 5,656 mm

Kuat rencana las sudut ukuran 7,070 mm per mm panjang :

ϕRnw = te . ( fu / 1,5)

= 5,656 x (410 / 1,5)

= 1545,973 N/mm

Dan kapasitas las ini tidak boleh melebihi kuat runtuh geser pelat :

Nilai maks. ϕRnw = t . ( fu / 1,5)

= 10 x (410 / 1,5)

= 2733,333 N/mm

Beban tarik tidak terfaktor, T :

T = Mijin = 10,809

Panjang total las yang dibutuhkan, Lw :

10,809 x 104
Lw = 1545,973

= 69,917 mm ≈ 70 mm
198

4.2.9 Perbandingan Hasil Metode DFBK dan DKI

Tabel 4.11 Perbandingan Metode DFBK dan Metode DKI

METODE

Desain Faktor Beban dan Ketahanan


Desain Kekuatan Ijin (DKI)
(DFBK)

H-Beam (200x200x7x11) H-Beam (200x200x7x11)


Profil Profil
I-WF (200x100x5,5x8) I-WF (200x100x5,5x8)
H-Beam 44,70 kg H-Beam 44,70 kg
Berat Berat
I-WF 21,30 kg I-WF 21,30 kg

Mu 13866,76 kg.m Mijin 10809,08 kg.m

Vu 2311,13 kg Vijin 1801,51 kg

Nu 12285,37 kg Nijin 9562,49 kg

Lendutan 2,4 cm Lendutan 2,1 cm

Kontrol Tegangan Terhadap Lentur

2024,724 ≤ 2500 1288,903 ≤ 1666,667


Kolom Kolom
kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2

2402,000 ≤ 2500 1558,474 ≤ 1666,667


Balok Balok
kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2

Kontrol Tegangan Terhadap Aksial Sambungan

Batas 1533,088 ≤ 4100 896,452 ≤ 2733,333


Batas Ijin
Ultimate kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2
Baut untuk Baut untuk
10 Baut 6 Baut
sambungan sambungan
199

Tabel 4.11 Perbandingan Metode DFBK dan Metode DKI (Lanjutan)

METODE

Desain Faktor Beban dan Ketahanan


Desain Kekuatan Ijin (DKI)
(DFBK)

Kontrol Gaya Geser Pada Base Plate

Kontrol 288,891 ≤ 8714,550 225,189 ≤ 7746,267


Base plate
Base plate kg kg kg kg
Panjang Panjang
total las 135 mm total las 70 mm

Tebal Tebal
Base Plate 15 mm Base Plate 14 mm

Hasil dari perhitungan antara metode DFBK dan metode DKI dengan

memakai profil yang sama yaitu H-Beam 200 x 200 x 7 x 11 dan I-WF 200 x 100

x 5,5 x 8, yang mana pembebanannya untuk metode DFBK menggunakan beban

terfaktor dan metode DKI tidak menggunakan beban terfaktor maka didapatlah

hasil perbandingan kedua metode tersebut melalui tabel 4.11.

Untuk perhitungan kontrol lendutan metode DFBK yaitu sebesar 2,4 cm

lebih besar dari pada hasil kontrol lendutan metode DKI yaitu sebesar 2,1 cm. Pada

kontrol tegangan terhadap lentur batas leleh metode DFBK yaitu untuk kolom

sebesar 2024,724 kg/cm2 dan balok sebesar 2402,000 kg/cm2 , sedangkan kontrol

tegangan terhadap lentur batas untuk metode DKI yaitu untuk kolom sebesar

1288,903 kg/cm2 dan balok sebesar 1558,474 kg/cm2.

Pada perhitungan sambungan tiap rangka bangunan didapatlah hasil

perhitungan baut dengan metode DFBK yaitu sebesar 10 baut, sedangkan metode
200

DKI lebih sedikit yaitu 6 baut. Kontrol tegangan pada sambungan tiap rangka

bangunan dengan metode DFBK yaitu sebesar 1533,088 kg/cm2 , sedangkan

kontrol tegangan pada sambungan menggunakan metode DKI yaitu sebesar

896,452 kg/cm2.

Bagian pada base plate untuk perhitungan tebal pelat landasan

menggunakan metode DFBK yaitu sebesar 15 mm ≈ 1,5 cm lebih tebal dari pada

hasil perhitungan tebal pelat landasan menggunakan metode DKI yaitu 14 mm ≈

1,4 cm. Perhitungan panjang total las dalam metode DFBK didapatkan sepanjang

135 mm ,sedangkan panjang total las dalam metode DKI didapatkan sepanjang 70

mm. Kontrol gaya geser pada base plate untuk metode DFBK yaitu sebesar

288,891 kg ,sedangkan kontrol gaya geser pada base plate untuk metode DKI yaitu

sebesar 225,189 kg.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisa perhitungan menggunakan metode DFBK

(Desain Faktor Beban dan Ketahanan) dan metode DKI (Desain Kekuatan Ijin)

pada kajian struktur portal baja pada gedung workshop alat berat di Balai Wilayah

Sungai Sumatera VI tahap II, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil analisa perhitungan portal struktur baja menggunakan metode

DFBK dengan memakai beban terfaktor didapatkan momen, aksial dan

geser maksimal dari kombinasi pembebanan sebagai berikut :

Mu = 13866,76 kg.m

Vu = 2311,13 kg

Nu = 12285,37 kg

Hasil dari momen, aksial dan geser maksimum tersebut dipakai untuk

perhitungan portal struktur baja sehingga didapatkan hasil lendutan sebesar

2,4 cm. Hasil perhitungan kontrol tegangan terhadap lentur batas leleh

didapatkan sebesar 2024,724 kg/cm2 ≤ fy = 2500 kg/cm2. Hasil

perhitungan kontrol tegangan terhadap aksial sambungan didapatkan

sebesar 1533,088 kg/cm2 ≤ fu = 4100 kg/cm2. Hasil perhitungan kontrol

gaya geser pada base plate didapatkan sebesar 288,891 kg ≤ 8714,550 kg.

201
202

2. Dari hasil analisa perhitungan portal struktur baja menggunakan metode

DKI yang hanya menggunakan beban kerja saja tanpa dikalikan beban

terfaktor didapatkan momen, aksial dan geser maksimal dari kombinasi

pembebanan sebagai berikut :

Mijin = 10809,08 kg.m

Vijin = 1801,51 kg

Nijin = 9562,49 kg

Hasil dari momen, aksial dan geser maksimum tersebut dipakai untuk

perhitungan portal struktur baja sehingga didapatkan hasil lendutan sebesar

2,1 cm. Hasil perhitungan kontrol tegangan didapatkan sebesar 1288,903

kg/cm2 ≤ fijin =1666,667 kg/cm2. Hasil perhitungan kontrol sambungan

didapatkan sebesar 896,452 kg/cm2 ≤ 2733,333 kg/cm2. Hasil perhitungan

kontrol base plate didapatkan sebesar 225,189 kg ≤ 7746,267 kg.

3. Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dari perbandingan antara metode

DFBK dan metode DKI dengan memakai profil baja yang sama H-Beam

(200x200x7x11) dan I-WF (200x100x5,5x8) antara lain sebagai berikut :

a. Berdasarkan dari hasil perhitungan dan perbedaan dari kedua

metode tersebut dalam perencanaan portal baja gedung workshop

alat berat di Balai Wilayah Sungai Sumatera VI tahap II

menggunakan metode DKI sudah aman dan kokoh, namun dalam

hal perencanaan konstruksinya, perhitungan metode DFBK lebih

mendekati dalam hal penggunaan baut, ketebalan base plate serta

pengelasan dari pada metode DKI.


203

b. Berdasarkan dari hasil kedua metode tersebut, metode DFBK

memiliki lendutan yang lebih besar dari metode DKI, sehingga

metode DKI lebih aman terhadap lendutan.

c. Berdasarkan dari hasil perhitungan terdapat perbedaan hasil dari

segi penggunaan baut yang diperlukan, tebal base plate, dan panjang

total las untuk tiap-tiap metode. Adapun metode DFBK untuk

penggunaan baut yang diperlukan sebanyak 10 baut, tebal base plate

yang diperlukan sebesar 15 mm, dan panjang total las sebesar 135

mm, sedangkan untuk metode DKI untuk penggunaan baut yang

diperlukan sebanyak 6 baut, tebal base plate yang diperlukan sebesar

14 mm, dan panjang total las sebesar 70 mm

5.2 Saran

Berdasarkan dari hasil perbandingan analisis dari metode DFBK dengan

metode DKI yang dilakukan penulis memberikan saran bahwa dengan

menggunakan metode DKI dalam perencanaan bangunan portal baja gedung

workshop alat berat di Balai Wilayah Sungai Sumatera VI tahap II saja sudah cukup

aman, akan tetapi akan lebih aman dan safety memakai metode DFBK karena tetap

kuat dalam menahan beban luar yang bekerja. Berbeda dengan metode DKI yang

menekankan penggunaan tegangan hanya mencapai batas elastis, sedangkan

metode DFBK mencapai batas plastis.


DAFTAR PUSTAKA

Arifi, Eva dan Desy Setyowulan, (2021). “ Perencanaan Struktur Baja ”. UB

Press, Malang.

Badan Standarisasi Nasional, “ Spesifikasi untuk bangunan gedung baja

struktural. SNI 1729 : 2020”.

Badan Standarisasi Nasional, “ Beban minimum untuk perencangan banguna

gedung dan struktur lain. SNI 1727-2020 ”.

Badan Standarisasi Nasional, “ Pedoman Perencanaan Pembebanan Umum

Rumah dan Gedung. SNI 03-1727-1989 ” .

Badan Standarisasi Nasional, “ Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk

Bangunan Gedung. SNI-03-1729-2002 ” .

Badan Standarisasi Nasional, “ Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Nongedung. SNI 1726-2019 ” .

Bossa, Machado Roque Viana. (2014). “ Perencanaan Struktur Atap Gable

Frame Dengan Menggunakan Profil Baja WF Dengan Metode LRFD

Pada Proyek BalRoom Ijen Padjadjaran Suits Resorts and Convention

Hall Malang ”. Institut Teknologi Nasional Malang.

Cahya, Heppy Nur. (2014). “Studi Analisis Perbandingan Metode ASD

(Allowable Stress Design) Dengan LRFD (Load and Resistance Factor

Design) Pada Struktur Gable Frame Di Pembangunan Pasar Baru

Kabupaten Lumajang”. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Teknologi Nasional Malang.

204
205

Davis, H,E., (1982). “ The Testing of Engineering Materials, Mc GrawHill Inc”.

Auckland.

Dewobroto, Wiryanto. (2016). “ Struktur Baja Perilaku, Analisa dan Desain-

AISC 2010 - Edisi Kedua ”.Jakarta.

Firmansyah, Deni. (2016). “Studi Analisis Gording Baja pada Pembangunan

Gedung Auto2000 Kabupaten Sukabumi”. Program Studi Teknik Sipil

Politeknik Sukabumi.

Karyoto (2011). “ Merencana Konstruksi Baja ”. Jurusan Teknik Sipil

Universitas Negeri Surabaya.

Munir, Muhammad. (2014). “ Sifat Fisik dan Kimia dari Baja ”, Medan.

Nawangalam, Purbolaras. (2019). “ Desain Struktur Bangunan Atap Rangka

Baja-Bagian 1 ”. Wahana Resolusi, Jogjakarta.

Pandaleke, Ronny dan Banu, Dwi Handono. (2016). “ Analisis Dimensi Pelat

Dasar (Base Plate) Pada Kolom Struktur Baja Yang Mampu Tahan

Terhadap Efek Pray. Fakultas Teknik. Universitas Sam Ratulangi

Manado.

Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI). (1984). Yayasan

lembaga penyelidikan masalah bangunan.

Robert M. Dillon, Stanley W. Crawley. (1987). “ Steel Buildings : Analysis and

Design ”. Canada.

Rudy Gunawan dan Morisco (1987). “Tabel Profil Konstruksi Baja”,

Yogyakarta.
206

Salmon, C.G dan Johnson, J.E., Wira, Wira. (1994). “ Struktru Baja ”, Erlangga,

Jakarta, 1994.

Setiawan, Agus. (2008). “ Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD

(Berdasarkan SNI 03-1729-2002) “.Erlangga. Jakarta.

Setiawan, Deni. (2011). “ Sifat Fisik dan Mekanis Baja Bahan Bangunan ”.

Bandung.

Siswanto, Budi dan Aniendhita Rizki Amalia. (2018). “Studi Perbandingan

Kekuatan Aksial Rencana Profil WF Berdasarkan SNI 03-1729 dan SNI

1729:2015”. Jurnal Rekayasa Teknik Sipil Universitas Madura.

Srikirana Meidiani, Susi Riwayati dan , Dessy Imriany. (2018). “ Analisis

Perbandingan Perencanaan Fortal Frame Perletakan Jepit-Jepit dan

Sendi-Sendi Dengan Variasi Sudut Kemiringan Atap ”. Fakultas

Teknik. Universitas IBA dan Universias Tamansiswa Palembang.

Yanti, Noventa Tiara. (2017). “Perencanaan Ulang Struktur Atas Gedung

Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang Menggunakan

Kontruksi Baja Komposit Dengan Metode LRFD”. Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Malang.


FOTO DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 5.1 Bangunan Tampak Depan


Sumber : Data Olahan, (2021)

Gambar 5.2 Bangunan Tampak Samping


Sumber : Data Olahan, (2021)
Gambar 5.3 Pengukuran Bangunan
Sumber : Data Olahan, (2021)

Gambar 5.4 Pengukuran Bangunan


Sumber : Data Olahan, (2021)
Gambar 5.5 Pengukuran Bangunan
Sumber : Data Olahan, (2021)

Gambar 5.6 Pengukuran Bangunan


Sumber : Data Olahan, (2021)
Gambar 5.7 Detail Sambungan
Sumber : Data Olahan, (2021)

Gambar 5.8 Detail Rangka Atap


Sumber : Data Olahan, (2021)
Gambar 5.9 Detail Rangka Atap
Sumber : Data Olahan, (2021)

Gambar 5.10 Detail Rangka Atap


Sumber : Data Olahan, (2021)
Tabel 3.1 Schedule Penyusunan Tugas Akhir

Nama Kegiatan
No April Mei Juni Juli Agustus September
Penelitian

1 Pengajuan Judul

2 Studi Literatur

3 Pengumpulan Data

4 Penyusunan Proposal

212
5 Seminar Proposal
LAMPIRAN

6 Revisi Proposal

7 Penyusunan Penelitian

8 Sidang

9 Revisi

10 Penjilidan

Sumber : Data Olahan, (2021)


LAMPIRAN

Tabel 3.1 Schedule Penyusunan Tugas Akhir

Nama Kegiatan
No April Mei Juni Juli Agustus September
Penelitian

1 Pengajuan Judul

2 Studi Literatur

3 Pengumpulan Data
Penyusunan
4
Proposal
5 Seminar Proposal
Revisi
6
Proposal
Penyusunan
7
Penelitian
8 Sidang

9 Revisi

10 Penjilidan

Sumber : Data Olahan (2021)

213
214

Anda mungkin juga menyukai