Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma Empat Program Studi Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin di
Jurusan Teknik Mesin
Oleh
FADLI RAMDANI
NIM: 191234017
Tugas Akhir ini telah disidangkan pada tanggal 18 Agustus 2023 dan disahkan
sesuai dengan ketentuan.
Tim Penguji:
Menyetujui
Bandung, 1 September 2023
Pembimbing I Pembimbing II
Dengan ini menyatakan bahwa laporan Tugas Akhir dengan judul “Rancang Bangun
Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium” adalah karya ilmiah yang bebas
dari unsur tindakan plagiarisme, dan sesuai dengan ketentuan tata tulis yang berlaku.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya unsur plagiarisme, maka hasil penilaian
dari Tugas Akhir ini dicabut dan bersedia menerima sanksi sesuai dengen ketentuan
yang berlaku.
Demikian penyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dalam keadaan sadar
sepenuhnya.
Materai 10.000
Fadli Ramdani
NIM: 191234017
Jadilah seperti tusuk gigi. Kendati pun ia sendiri, rapuh, dan
mudah patah, ia masih tetap berguna untuk hal lain dan orang
lain.
ABSTRAK
Pada kegiatan produksi genting beton di industri lokal, masih mengalami kendala
terhadap proses pengeringan. Hal ini didukung dengan pergantian cuaca yang mana
proses pengeringan dari industri lokal masih mengandalkan cahaya matahari. Selain
itu, produksi alat pengering genting pun masih dalam pengembangan dan belum
marak di pasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan alat yang mendukung penelitian untuk
mengembangkan alat pengering genting beton.
Melalui tugas akhir ini dilakukan rancang bangun alat pengering genting skala
laboratorium yang akan digunakan untuk mempermudah pengembangan dan
penelitian studi karakteristik dari proses pengeringan genting beton. Diharapkan alat
ini menjadi solusi untuk pengembangan proses produksi genting agar lebih optimal.
Dalam proses rancang bangun ini dilakukan dengan menggunakan metode Pahl dan
Beitzh yang terdiri dari enam tahapan, yakni tahap perencanaan dengan kajian produk
eksisting dan klarifikasi masalah, tahap mengkonsep dengan membuat variasi konsep
dan memilih konsep terpilih, tahap perancangan bentuk alat sesuai dengan konsep
terpilih dan perencanaan komponen standar serta mendetailkan model alat dengan
kajian aspek perancangan, tahap dokumentasi berupa pembuatan gambar kerja dan
SOP, tahap membuat prototipe sesuai dengan gambar kerja yang dibuat, dan tahap
pengujian prototipe dengan menguji fungsi kinerja alat dan evaluasi.
Secara umum alat hasil perealisasian dapat bekerja dengan baik sehingga dapat
digunakan untuk proses pengeringan terutama pada proses curing. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara pada pada layer 2 dan layer 3 ruang
pengering memiliki kecepatan udara sangat kecil sehingga tidak terdeteksi oleh
anemometer. Besar temperatur yang terdapat pada setiap layer ruang pengering
menunjukkan nilai yang sama besar, dalam hal ini besar temperatur setiap layer yakni
38oC dengan 40oC sebagai temperatur acuan yang diterapkan pada termostat. Dan
untuk presentase kelembaban juga masih terdapat selisih besar presentase yang cukup
signifikan, dalam hal ini presentase kelembaban pada temperatur akhir yang
ditampilkan hygrostat sebesar 21,7% dan untuk hasil perhitungan sebesar 26,6%.
i
ABSTRACT
In the production of concrete tiles in the local industry, there are still problems with
the drying process. This is supported by weather changes where the drying process
from the local industry still relies on sunlight. In addition, the production of tile dryers
is still under development and has not yet hit the market. Therefore, a tool is needed
to support research to develop a concrete tile dryer.
Through this final project, Design and Build Concrete Roof Tile Dryer Laboratory
Scale to facilitate the development and research of characteristic studies of the drying
process of concrete tiles. This tool is envisioned as a way to improve the roof tile
production process and make it more efficient. In the design process this was carried
out using The Pahl and Beitzh method, which consists of six stages, was used to carry
out the design process. These stages are planning stage with a review of existing
products and clarification of problems, conceptualizing stage by varying the concept
and selecting the selected concept, design stage of the shape of the tool in accordance
with the selected concept and standard component planning as well as detailing the
tool model with a study of design aspects, the documentation phase in the form of
making working drawings and SOPs, making a prototype in accordance with the
working drawings made and prototype testing by testing tool performance and
evaluation functions.
In general, the resulting tool can work well so that it can be used for the drying
process, especially in the curing process. The test results show that the air velocity at
layer 2 and layer 3 of the drying chamber has a very small air velocity so that it cannot
be detected by the anemometer. The temperature in each layer of the drying chamber
shows the same value, in this case the temperature for each layer is 38oC with 40oC
as the reference temperature applied to the thermostat. And for the percentage of
humidity there is still a significant difference in percentage, in this case the percentage
of humidity at the final temperature shown by the hygrostat is 21.7% and for the
calculation results it is 26.6%.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik. Shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW yang
telah membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang ini.
Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk memenuhi beberapa persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Terapan Teknik di Politeknik Negeri Bandung.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Orang tua yang telah
memberikan dukungan selama melaksanakan Tugas Akhir dan semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Adri Maldi Subardjah, B.Eng. (Hons)., M.Sc. selaku Ketua Jurusan
Teknik Mesin
2. Heri Widiantoro, S.S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi DIV
Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin.
3. Devi Eka S., M.S., selaku Panitia TA
4. Dr. Haryadi, S.S.T., M.T., selaku dosen pembimbing TA 1 yang telah
memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini
5. Ir. Suyitno, M.Eng. selaku dosen pembimbing TA 2 yang telah
memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini
menjadi baik lagi.
6. Kepada rekan seperjuangan di kelas TPKM yang selalu menyemangati.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada proposal
ini, baik dari segi penulisan maupun penyajiannya. Oleh karenanya, saran dan kritik
yang sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan. Sehingga kesalahan dan
kekurangan tersebut dapat diperbaiki pada penyusunan berikutnya. Semoga
proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis sendiri.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................................i
ABSTRACT ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
iv
2.2.11 Perpindahan Panas Gabungan ....................................................22
2.2.12 Aliran Laminer dan Turbulen .....................................................22
2.2.13 Bilangan Prandtl .........................................................................24
2.2.14 Bilangan Reynold .......................................................................25
2.2.15 Bilangan Nusselt .........................................................................25
2.2.16 Bilangan Rayleigh ......................................................................26
2.2.17 Hukum Ohm ...............................................................................26
2.2.18 Daya Listrik ................................................................................27
2.2.19 Energi Listrik ..............................................................................27
2.2.20 Statika..........................................................................................28
2.2.21 Tegangan Aksial .........................................................................29
2.2.22 Tegangan Bending ......................................................................29
2.2.23 Tegangan Prinsipal Maksimum..................................................30
2.2.24 Tegangan Ijin ..............................................................................30
2.2.25 Persamaan Tiga Momen .............................................................31
2.2.26 Rasio Udara Bahan Bakar ..........................................................31
2.2.27 Nilai Kalor Bakar ........................................................................31
2.2.28 Hukum Bernoulli ........................................................................33
v
3.3.4 Evaluasi Alternatif Solusi ...........................................................50
3.3.5 Variasi Konsep ............................................................................52
3.3.6 Penilaian Konsep Rancangan .....................................................56
3.3.7 Konsep Rancangan Terpilih .......................................................61
3.4 Perancangan Detail..................................................................................62
3.4.1 Sistematika Perhitungan .............................................................62
3.4.2 Perhitungan dan Pemodelan Komponen Non Standar ..............63
3.4.3 Pemilihan Komponen Standar ....................................................79
3.4.4 Fungsi Kontrol Dan Kendali ......................................................84
3.4.5 Pemodelan 3D Alat .....................................................................85
3.4.6 Simulasi Numerik CAE ..............................................................89
3.4.7 Simulasi Numerik CFD ..............................................................93
3.4.8 Aspek Manufaktur ......................................................................95
3.4.9 Aspek Keterakitan ....................................................................100
3.4.10 Aspek Ergonomi .......................................................................106
3.4.11 Aspek Perawatan ......................................................................116
3.4.12 Aspek Ekonomi ........................................................................117
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................143
5.1 Kesimpulan ............................................................................................143
5.2 Saran ......................................................................................................144
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II- 1 Alat Pengering Kayu Buatan Slamet Karyono dkk ...............................5
Gambar II- 2 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Aqso Has dkk ..................................6
Gambar II- 3 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Lintang Putri Mahardika dkk ..........6
Gambar II- 4 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Indah Purnamasari dkk ...................7
Gambar II- 5 Genting Beton .........................................................................................8
Gambar II- 6 Beberapa Bentuk dan Ukuran Genting Beton .......................................9
Gambar II- 7 Proses Pengeringan pada Psychrometri .............................................. 13
Gambar II- 8 Kurva Periode Proses Pengeringan ..................................................... 14
Gambar II- 9 Skema Perpindahan Massa secara Konveksi ..................................... 16
Gambar III- 1 Diagram Alir Rancang Bangun ......................................................... 34
Gambar III- 2 Paten Alat Pengering Keey, Langrish dan......................................... 37
Gambar III- 3 Customer Window .............................................................................. 38
Gambar III- 4 Oven Pengering Listrik Otomatis Buatan ......................................... 40
Gambar III- 5 Pemasangan Termostat Pada Oven Pengering Listrik Otomatis
Buatan Anong Oprek ........................................................................ 40
Gambar III- 6 Pemasangan Heater Pada Oven Pengering Listrik Otomatis
Buatan Anong Oprek ........................................................................ 40
Gambar III- 7 Skema Rangkaian Kelistrikan Oven Pengering Listrik Otomatis
Buatan Anong Oprek ........................................................................ 41
Gambar III- 8 Alat Pengering Kayu Buatan Buatan Slamet Karyono dkk .............. 43
Gambar III- 9 Diagram Fungsi Oven Pengering Listrik........................................... 42
Gambar III- 10 Diagram Fungsi Alat Pengering Kayu ............................................ 45
Gambar III- 11 Diagram Fungsi Utama .................................................................... 48
Gambar III- 12 Blackbox Fungsi Bagian .................................................................. 49
Gambar III- 13 Selection Chart ................................................................................. 51
Gambar III- 14 Skema Mekanisme Variasi Konsep 1 .............................................. 53
Gambar III- 15 Skema Mekanisme Variasi Konsep 2 .............................................. 54
Gambar III- 16 Skema Mekanisme Variasi Konsep 3 .............................................. 55
Gambar III- 17 Skema Mekanisme Variasi Konsep 4 .............................................. 56
Gambar III- 18 Skema Mekanisme Konsep Rancangan Terpilih ............................ 62
viii
Gambar III- 19 Grafik Penilaian Variasi Konsep ..................................................... 61
Gambar III- 20 Sistematika Perhitungan................................................................... 63
Gambar III- 21 Geometri Ruang Pengering.............................................................. 64
Gambar III- 22 Skema Gaya Luar ............................................................................. 65
Gambar III- 23 Free Body Diagram ......................................................................... 66
Gambar III- 24 Titik Kritis Perhitungan Tegangan .................................................. 66
Gambar III- 25 Skema Beban Terdistribusi dari satu Genting pada Layer 1, 2
dan 3 - Tatapan Depan ...................................................................... 67
Gambar III- 26 Skema Beban Terdistribusi dari Satu Genting pada Layer 1, 2
dan 3 - Tatapan Samping .................................................................. 67
Gambar III- 27 Skema Beban Terdistribusi dari dari Rangka Pijakan Furnace...... 69
Gambar III- 28 Lingkaran Mohr Pijakan Furnace ................................................... 70
Gambar III- 29 Data Rinci Cuaca dengan Suhu ....................................................... 72
Gambar III- 30 Rekap Cuaca Bulan Maret ............................................................... 72
Gambar III- 31 Tabel Psychrometri .......................................................................... 73
Gambar III- 32 Skema Perpindahan Gabungan ........................................................ 74
Gambar III- 33 Hollow Baja Ringan ......................................................................... 79
Gambar III- 34 Paku Rivet ........................................................................................ 80
Gambar III- 35 Ball Caster Wheel ............................................................................ 80
Gambar III- 36 Exhaust Fan...................................................................................... 81
Gambar III- 37 Fan .................................................................................................... 82
Gambar III- 38 Gas Burner ....................................................................................... 82
Gambar III- 39 Tubular Heater ................................................................................. 83
Gambar III- 40 Triplek .............................................................................................. 83
Gambar III- 41 Pelat Alumunium ............................................................................. 83
Gambar III- 42 Diagram Blok Fungsi Kontrol ......................................................... 84
Gambar III- 43 Display STC-3028............................................................................ 85
Gambar III- 44 Model Sub Assembly Rangka Utama, dengan Pelat........................ 86
Gambar III- 45 Model Sub Assembly Rangka Utama, tanpa Pelat........................... 86
Gambar III- 46 Model Sub-Assembly Furnace ......................................................... 86
Gambar III- 47 Model Sub-Assembly Furnace, Tatapan Depan .............................. 87
Gambar III- 48 Model Sub-Assembly Furnace, Tatapan Samping .......................... 87
ix
Gambar III- 49 Model Sub-Assembly Damper.......................................................... 87
Gambar III- 50 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium ....... 88
Gambar III- 51 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Tatapan Depan .................................................................................. 88
Gambar III- 52 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Tatapan Atas ..................................................................................... 88
Gambar III- 53 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Tatapan Samping .............................................................................. 89
Gambar III- 54 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Bagian Dalam.................................................................................... 89
Gambar III- 55 Titik kritis ......................................................................................... 90
Gambar III- 56 Meshing pada Objek Simulasi ......................................................... 91
Gambar III- 57 Penempatan Beban pada Objek Simulasi ........................................ 91
Gambar III- 58 Hasil Simulasi Tegangan Bending pada Rangka Utama
Bagian Ruang Pengering .................................................................. 91
Gambar III- 59 Hasil Simulasi Regangan pada Rangka Utama Bagian Ruang
Pengering........................................................................................... 92
Gambar III- 60 Hasil Simulasi Tegangan Bending pada Rangka Utama
Bagian Dudukan Furnace................................................................. 92
Gambar III- 61 Hasil Simulasi Regangan pada Rangka Utama Bagian
Dudukan Furnace ............................................................................. 92
Gambar III- 62 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan Aliran Udara................. 93
Gambar III- 63 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan Aliran Udara
(Tatapan Samping) ............................................................................ 93
Gambar III- 64 Hasil Simulasi CFD, Distribusi Temperatur Aliran Udara ............. 94
Gambar III- 65 Hasil Simulasi CFD, Distribusi Temperatur Aliran Udara
(Tatapan Samping) ............................................................................ 94
Gambar III- 66 Kondisi Pengoperasian Alat........................................................... 107
Gambar III- 67 Penilaian Ergonomi dengan Menggunakan Metode RULA ......... 108
Gambar III- 68 Penilaian RULA untuk Alat Pengering Genting Beton Skala
Laboratorium ................................................................................... 111
Gambar III- 69 Kondisi Penyimpanan Genting Beton ........................................... 112
x
Gambar III- 70 Penilaian Ergonomi dengan Menggunakan Metode REBA ......... 112
Gambar III- 71 Penilaian REBA untuk Alat Pengering Genting Beton Skala
Laboratorium ................................................................................... 116
Gambar IV- 1 Pola Aliran Udara dengan Damper Terbuka ................................... 120
Gambar IV- 2 Pola Aliran Udara dengan Damper Tertutup .................................. 120
Gambar IV- 3 Explode View Alat Pengering Genting Beton Bagian Ruang
Pengering......................................................................................... 121
Gambar IV- 4 Explode View Alat Pengering Genting Beton Bagian Ruang
Furnace ............................................................................................ 123
Gambar IV- 5 Diagram Kelistrikan dan Kontrol Alat Pengering Genting
Beton Skala Laboratorium .............................................................. 124
Gambar IV- 6 Proses Manufaktur Batangan Hollow.............................................. 129
Gambar IV- 7 Hasil Akhir Realisasi Rancang Bangun .......................................... 133
Gambar IV- 8 Pengujian menggunakan Anemometer ........................................... 135
Gambar IV- 9 Peletakan Genting Beton pada Ruang Pengering ........................... 135
Gambar IV- 10 Acuan Suhu yang Digunakan untuk Pengujian ............................ 136
Gambar IV- 11 Peletakan Termometer pada Ruang Pengering ............................. 136
Gambar IV- 12 Acuan Presentase Kelembaban ..................................................... 136
Gambar IV- 13 Hasil Pengukuran Kelembaban pada Termostat dan Hygrostat ... 140
Gambar IV- 14 Presentase Kelembaban Hasil Perhitungan ................................... 141
xi
DAFTAR TABEL
xii
Tabel III- 28 Rincian Proses Manufaktur.................................................................. 96
Tabel III- 29 Urutan Proses Perakitan ..................................................................... 100
Tabel III- 30 Penilaian Score A ............................................................................... 109
Tabel III- 31 Penilaian Score B ............................................................................... 110
Tabel III- 32 Penilaian Score C ............................................................................... 111
Tabel III- 33 Penilaian Score A ............................................................................... 113
Tabel III- 34 Penilaian Score B ............................................................................... 114
Tabel III- 35 Penilaian Score C ............................................................................... 115
Tabel III- 36 Aspek Perawatan Alat Pengering Genting ........................................ 116
Tabel III- 37 Harga Komponen Alat Setiap Sub Fungsi ........................................ 117
Tabel III- 38 Biaya Manufaktur .............................................................................. 117
Tabel III- 39 Harga Pokok Produksi ....................................................................... 118
Tabel IV- 1 Spesifikasi Alat Pengering Genting Beton.......................................... 119
Tabel IV- 2 BOM Alat Pengering Genting Beton Bagian...................................... 121
Tabel IV- 3 BOM Furnace ...................................................................................... 123
Tabel IV- 4 Pembelian Komponen Standar ............................................................ 126
Tabel IV- 5 Proses Perakitan ................................................................................... 129
Tabel IV- 6 Hasil Pengujian Kecepatan Aliran Udara ........................................... 137
Tabel IV- 7 Hasil Pengujian Distribusi Temperatur ............................................... 138
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
Daftar Simbol
xv
Daftar Singkatan
3D : Tiga Dimensi
J : Joule
K : Kelvin
AFR : Air Fuel Ratio
HHV : High Heating Value
LHV : Low Heating Value
SOP : Standar Operasional Prosedur
SNI : Standar Nasional Indonesia
PUBI : Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia
Twb : Temperature Wet Bulb
cm : Sentimeter
Dkk : Dan kawan-kawan
Kg : Kilogram
kJ : Kilo Joule
mm : Milimeter
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
Pada proses produksi genteng beton di industri lokal, sering kali ditemukan
kendala terutama pada tahap pengeringan. Hal ini disebabkan oleh pergantian cuaca
yang mempengaruhi lamanya proses pengeringan karena masih mengandalkan
cahaya matahari dan dilakukan dalam beberapa tahap pada kegiatan produksi
berlangsung.
Selain itu, alat pengering genting beton masih dalam pengembangan dan
belum dipasarkan di Indonesia. Data mengenai karakteristik dari proses pengeringan
genting beton pun masih belum ada. Hal tersebut dikarenakan proses pengeringan
merupakan proses yang sangat kompleks, melibatkan berbagai fenomena yang
menyertainya, seperti: perpindahan panas dan perpindahan massa [1]. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut, dibutuhkan alat pengering genting beton untuk
membantu proses pengeringan pada tahap curing agar lebih efektif dan tidak
bergantung dengan cahaya matahari.
Maka melalui tugas akhir ini akan dilakukan rancang bangun alat pengering
genting skala laboratorium sebagai alat bantu untuk menunjang kegiatan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tugas akhir ini yaitu dapat
menghasilkan rancangan dan prototipe alat pengering genting beton skala
laboratorium untuk pengembangan dan penelitian studi karakeristik dari proses
pengeringan genting beton terutama pada proses curing.
Hal yang menjadi rumusan masalah dari tugas akhir rancang bangun ini yaitu
bagaimana caranya menghasilkan rancangan dan prototipe alat pengering genting
beton skala laboratorium untuk pengembangan dan penelitian studi karakeristik dari
proses pengeringan genting beton khususnya untuk proses curing yang mampu
mengalirkan udara pengering dengan kecepatan 3 m/s dan temperatur yang cukup
serta dapat divariasikan.
Untuk mencapai tujuan dari rancang bangun alat pengering genting skala
laboratorium ini, beberapa ruang lingkup berikut akan dilakukan diantara lain :
1. Melakukan kajian produk eksisting untuk menentukan daftar tuntutan
untuk perancangan ulang alat.
2. Melakukan perancangan konsep berupa pembuatan variasi konsep dan
evaluasi variasi konsep sehingga didapat konsep terpilih.
3. Melakukan perancangan bentuk agar didapat model 3D alat,
perancangan detail agar didapat spesifikasi alat serta
4. Melakukan simulasi optimasi pola aliran udara dan temperatur
menggunakan Computational Flow Dynamics (CFD).
5. Membuat dokumentasi alat berupa bills of material, SOP alat, serta
gambar kerja untuk pembuatan alat.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 3
Penulisan laporan tugas akhir rekayasa ulang ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut yang dapat menjelaskan penyelesaian masalah secara terperinci dan
runut.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
tugas akhir, ruang lingkup dan batasan masalah serta sistematika penulisan tugas
akhir.
Pada bab ini membahas mengenai karya ilmiah sejenis sebelumnya mengenai
topik alat pengering, landasan teori mengenai genting beton dan bahan baku genting
beton, komponen standar yang akan digunakan, serta teori perhitungan dalam proses
merancang detail alat pengering genting skala laboratorium ini.
Pada bab ini membahas mengenai hasil dan pembahasan proses perancangan
berupa dokumentasi, spesifikasi alat dan hasil lainnya.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 4
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan yang dihasilkan dan saran-saran
sebagai perbaikan dalam penulisan tugas akhir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini dijelaskan tinjauan pustaka berupa kumpulan informasi yang
dari berbagai sumber terkait alat pengering genting skala laboratorium serta
dilengkapi dengan landasan teori yang mendukung penyelesaian tugas akhir rancang
bangun.
Pada penelitian yang berjudul “Oven Pengering Kayu untuk Produk Mainan
Kayu Ekspor” yang dilakukan oleh Slamet Karyono, Darmono, Lies Endarwati
bertujuan untuk pengembangan proses pengeringan kayu untuk produk mainan kayu
ekspor. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu didapat sebuah
Rancangan prototype alat pengering kayu yang memiliki kapasitas maksimal 3 m3,
dimensi ruang pengering 1,2 m x 2,4 m x 1,2 m dan ruang pembakaran yang
dilengkapi dengan cerobong. Energi panas dihasilkan dari ruang pembakaran yang
mengeluarkan udara panas. Untuk sirkulasi udara, dipasang penyedot udara
menggunakan motor listrik ¾ HP berkecepatan 1425 rpm. Hal ini bertujuan untuk
mengulangi siklus aliran udara yang melewati ruang pengering [2].
Pada penelitian yang berjudul “Efisiensi Thermal Alat Pengering Tipe Tray
untuk Pengeringan Pulp Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pelepah
Pisang” yang dilakukan oleh Ratu Aqso Has, Indah Purnamasari, Fadarina bertujuan
untuk pengembangan proses pengeringan pulp skala kecil atau rumahan. Kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini yaitu didapat sebuah Rancangan prototype alat
pengering tipe tray yang memiliki kapasitas maksimal 41,989 kg dengan ukuran 39,5
cm x 45 cm x 39 cm berbahan stainlees steel. Pengering memiliki tray sebanyak 4
tingkat dengan jarak 7,5 cm pada setiap tray. Energi panas dihasilkan dari strip heater
yang berjumlah 2 buah dengan daya 100 watt. Untuk meningkatkan laju udara
pengering dipasang 1 buah kipas (fan) dengan daya 30,8 watt, diletakkan pada sisi
bawah pengering tipe tray sehingga didapatkan udara panas yang mengalir ke alat
pengering dan akan berkontak langsung dengan pulp [3].
Pada penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray
Dengan Media Udara Panas Ditinjau Dari Lama Waktu Pengeringan Terhadap
Exergi Pada Alat Heat Exchanger.” yang dilakukan oleh Lintang Putri Mahardhika,
Sutini Pujiastuti Lestari, Yohandri Bow bertujuan untuk pengembangan proses
pengeringan kerupuk dari industri skala kecil atau rumahan. Kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu didapat sebuah rancangan alat pengering kerupuk
dengan rancangan alat merujuk pada karakteristik tipe Tray dryer yang dilengkapi
dengan furnace, ketel uap, fan dan heat exchanger. Alat ini memiliki dimensi 70,5
cm x 70,5 cm, menggunakan 3 rak atau tray pengering, kapasitas kerupuk pada ruang
pengering 5400 gr dengan temperatur maksimum 100oC [4].
Dasar teori akan membahas mengenai dasar teori yang digunakan dalam tugas
akhir rancang bangun alat pengering genting skala laboratorium.
2.2.1 Genting
Genting ialah unsur bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap, agar
bangunan tidak terkena air hujan, panas matahari, dan lainnya. Genting merupakan
salah satu unsur penting dalam suatu bangunan. Ada beberapa macam genting
penutup atap yang disebutkan dalam Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia
(PUBI-1982), diantaranya genting keramik, genting beton, genting kaca, genting
bambu [6].
Genting beton adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk atap terbuat
dari campuran merata antara semen Portland atau sejenisnya denagan agregat dan air
atau tanpa menggunakan pigmen (SNI 0096-2007). Genting ini tidak memerlukan
proses pembakaran seperti halnya pada genting keramik, dikarenakan adanya semen
yakni dengan sifatnya yang mengeras bila bereaksi dengan air [6]. Dengan mengacu
pada penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa semen merupakan bagian penting
pada proses pembuatan genting beton.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 9
dipengaruhi oleh; faktor air semen, jenis semen, agregat semen dan penggunaan
bahan tambahan [7].
Ada beberapa indikator yang digunakan sebagai syarat mutu menurut SNI
0096:2007 [8]:
4. Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bagian bawah genting dalam
waktu 20 jam ± 5 menit (Impermeabilitas).
5. Ukuran bagian genting beton dapat dilihat pada Tabel II- 1 sebagai
berikut:
Beban Lentur
(N) 2000 1400 1400 1000 1200 800 550
Langkah – langkah dalam pembuatan benda uji genting beton [9], yaitu:
Bahan susun genting beton serat (semen, kapur mill, pasir, dan serat)
dimasukkan kedalam talam ember dan dicampur dalam keadaan kering
dengan menggunakan cetok sampai adukan menjadi homogen, yaitu jika
warnanya sudah sama. Selanjutnya tambahkan air ± 75% dari jumlah air
yang diperlukan, kemudian adukan diratakan dan sisa air yang diperlukan
ditambahkan sedikit-sedikit sambil adukan terus diratakan sampai
homogen.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 12
4. Pengeringan
Genting direndam dalam air bersih selama minimal 3 hari, setelah itu
genting beton diangkat dari tempat perendaman dan diangin-anginkan
selama 14 hari.
udara [10]. Proses pengeringan digunakan secara luas dalam berbagai lingkup
industri. Berdasarkan prosesnya, pengeringan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa proses antara lain:
1. Pengeringan Alami
2. Pengeringan Buatan:
kanan yang ditandai dengan naiknya temperatur dry bulb udara. Proses selanjutnya
adalah perpindahan massa dengan diuapkannya kandungan air dalam produk
pengering. Proses penguapan ditandai dengan naiknya titik kondisi udara pemanas
pada psychrometric chart ke arah kiri atas. Hal ini sebagai akibat dari naiknya
kandungan air dalam udara setelah terjadi proses penguapan air dari produk ke udara
[10].
Sesaat setelah bahan menerima panas dari udara pengering yang panas, maka
temperatur benda yang dikeringkan akan naik hingga mencapai kesetimbangan
dengan temperature wet bulb udara (Twb) [10].
Pada periode ini (B - C) permukaan bahan jenuh dengan uap air, temperatur
uap air pada permukaan sama dengan Twb udara pengering. Selama proses ini
berlangsung kecepatan aliran air dari dalam bahan sama dengan kecepatan air yang
diuapkan. Proses ini berakhir bila kadar air bebas bahan mencapai titik kritis (critical
moisture content). Kadar air kritis adalah kadar air bebas terendah saat laju kecepatan
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 15
air bebas ke permukaan sama dengan laju penguapan. Pada periode ini proses
pengeringan bergantung pada faktor eksternal seperti laju aliran udara dan temperatur
udara pengering [10].
Titik C pada gambar adalah kadar air bebas kritis. Pada titik ini air pada
permukaan tidak mencukupi untuk mempertahankan lapisan air yang kontinyu.
Seluruh permukaan produk akan terus mengering sampai seluruh permukaan produk
kering pada titik D. Pada fase kedua laju pengeringan menurun yang dimulai pada
titik D saat seluruh permukaan produk telah kering, panas yang tersedia digunakan
untuk menguapkan air pada produk dan selanjutnya karena perbedaan konsentrasi
antara dalam dan permukaan maka air tersebut akan bergerak ke permukaan. Jumlah
cairan yang diuapkan pada periode ini relatif kecil dan waktu yang diperlukan relatif
lama [10].
Dalam proses pengeringan selalu terjadi perpindahan massa uap air dari bahan
ke udara pengering. Perpindahan massa yang terjadi selama proses pengeringan,
yaitu:
𝛿𝐶𝑤
𝑁"𝑤𝑓 = −𝐷𝐴𝐵 (2.1)
𝛿𝑥
𝛿𝜌𝑤 (2.2)
𝑛"𝑤𝑓 = −𝐷𝐴𝐵
𝛿𝑥
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 16
Dimana :
𝛿𝜌𝑤
= perbedaan rapat massa uap air dalam arah x (kg/m4)
𝛿𝑥
Laju perpindahan panas dan massa berlangsung secara simultan. Pada kondisi
steady, panas yang berpindah dipergunakan untuk menguapkan air dari material
menjadi uap [10]. Hal ini sesuai dengan hubungan:
𝑞"𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝑞"𝑒𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖
Dimana :
2.2.5 Debit
Debit fluida adalah jumlah banyaknya volume fluida yang melalui suatu
tempat setiap satuan waktu [13]. Besar debit fluida yang melewati melalui suatu
tempat, dapat ditunjukkan menggunakan Persamaan 2.6 sebagai berikut:
𝑉 (2.6)
𝑄=
𝑡
Dimana :
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (sekon)
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 18
Jika fluida yang mengalir memiliki kecepatan dan jarak yang diketahui pada
suatu luas penampang, maka besar debit dari fluid dapat pula ditunjukkan dengan
Persamaan 2.7 sebagai berikut:
𝑄=𝐴 × 𝑣 (2.7)
Dimana :
Q = Debit (m3/s)
Laju aliran massa adalah jumlah massa yang melalui suatu penampang tiap
satuan waktu [10]. Besar laju aliran massa, dapat ditunjukkan dengan menggunakan
Persamaan 2.8 dan Persamaan 2.9 sebagai berikut:
ṁ = 𝜌 × (𝐴 × 𝑣) (2.8)
ṁ = 𝜌𝑄 (2.9)
Dimana :
Q = Debit (m3/s)
𝜌 = Densitas (kg/m3)
2.2.7 Kalor
Kalor adalah energi yang dipindahkan dari satu objek ke objek yang lain
karena perbedaan suhu [13]. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang
dimiliki oleh suatu benda, dapat dilakukan dengan mengukur suhu benda tersebut.
Jika suhunya tinggi, maka kalor yang terdapat pada benda tersebut juga tinggi. Begitu
pun sebaliknya. Besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda atau zat
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 19
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu massa zat, jenis zat dan perubahan suhu. Sehingga
secara matematis dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.10 sebagai berikut:
𝑄 = 𝑚𝑐𝛥𝑇 (2.10)
Dimana :
Q = Kalor (J)
m = Massa (kg)
Menurut asas Black apabila dua benda dengan suhu yang berbeda disatukan
atau dicampur maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bersuhu tinggi ke benda
yang bersuhu rendah [13]. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi keseimbangan
termal (suhu kedua benda sama). Hal ini sesuai dengan prinsip kekalan energi yang
secara matematis dirumuskan:
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Sistem pemanas adalah sistem yang mengubah energi listrik menjadi energi
panas dengan menggunakan elemen panas [13]. Pada alat pengering genting, sistem
pemanas berfungsi untuk mengubah energi listrik yang disalurkan pada heater
menjadi energi panas. Reaksi perpindahan panas yang terjadi pada sistem pemanas
alat yaitu konduksi dan konveksi. Konduksi adalah reaksi perpindahan panas yang
terjadi pada benda yang saling berkontak langsung yang mana tidak ada pergerakan
relatif antara benda. Berikut Persamaan 2.11 adalah rumus perhitungan reaksi
konduksi satu dimensi:
∆𝑇
𝑞𝑘 = 𝑘𝐴 (2.11)
∆𝑥
Dimana :
𝑞𝑐 = ℎ𝑐 𝐴(𝑇𝑤 − 𝑇∞ ) (2.12)
Dimana :
Tw = Temperatur Tembok
Untuk kasus perpindahan panas yang terjadi pada dinding berlapis, peristiwa
difusi panas dapat dianalogikan dengan aliran arus listrik dan hambatan listrik
dianalogikan dengan hambatan perpindahan panas, serta beda potensial dianalogikan
dengan beda temperatur seperti yang dirumuskan pada Persamaan 2.14 sebagai
berikut [12]:
∆𝑇 𝐿
𝑅𝑘 = = (2.14)
𝑞𝑘 𝑘𝐴
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 21
∆𝑇 𝑇2 − 𝑇1
𝑞𝑘 = = (2.15)
𝑅𝑘 𝑅𝑘
Dimana :
∆𝑇 1
𝑅𝑐 = = (2.16)
𝑞𝑐 ℎ𝑐 𝐴
∆𝑇 𝑇𝑤 − 𝑇∞
𝑞𝑐 = = (2.17)
𝑅𝑐 𝑅𝑐
Dimana :
Di dalam praktek perpindahan panas yang terjadi tidak hanya dalam satu
mekanisme saja melainkan terjadi secara gabungan antara konduksi, konveksi, dan
radiasi maupun ketiga mekanisme tersebut. Perpindahan panas gabungan antara
konduksi dengan konveksi akan lebih mudah menentukannya jika dengan
menggunakan metode thermal resistant seperti yang ditunjukkan pada (R) [12].
Karena dengan tanpa mengetahui temperatur permukaan benda, besarnya
perpindahan panas dapat diketahui.
∆𝑇 𝑇∞,1 − 𝑇∞,2
𝑞𝑥 = = (2.18)
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1 𝐿 1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = + + (2.19)
ℎ𝑐1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ𝑐2 𝐴
kondisi laminer dan turbulen. Pada batas laminer, pergerakan fluida sangat teratur
dan memungkinkan untuk mengidentifikasi partikel – partikel memanjang pada garis
streamline [12].
laminar sublayer, transport didominasi oleh difusi dan profil kecepatan adalah
mendekati linier. Dan pada lapisan daerah turbulen transport didominasi oleh
campuran turbulen. Pada perhitungan sifat lapisan batas, sering digunakan untuk
mengasumsikan bahwa transisi terjadi pada local Xc. Bilangan Reynold kritis adalah
nilai dari (Re) pada mana transisi terjadi dan untuk aliran luar bilangan tersebut
diketahui bervariasi dari 105 sampai 3 x 106 , tergantung pada kekasaran permukaan.
Asumsi umum untuk perhitungan lapisan batas diambil harga Reynold sebesar: Re =
5 x 10^5. Bila bilangan Reynoldnya < Re 5 x 10^8 disebut aliran turbulen [12].
𝑣 𝜇 𝜌𝐶𝑝 𝐶𝑝 𝜇
𝑃𝑟 = = × = (2.20)
𝛼 𝜌 𝑘 𝑘
Dimana :
Pr = Bilangan Prandtl
𝑉𝐿
𝑅𝑒 = (2.21)
𝑣
Dimana :
Re = Bilangan Reynold
Bilangan Nusselt adalah rasio pindah panas konveksi dan konduksi normal
terhadap batas dalam kasus pindah panas pada permukaan fluida [12]. Besar bilangan
Nusselt dirumuskan dalam Persamaan 2.22 sebagai berikut:
𝐻𝐿
𝑁𝑢 = (2.22)
𝑘𝑓
Dimana :
Bilangan Nusselt merupakan fungsi dari medan aliran yaitu bilangan Reynold
(Re) dan bilangan Prandtl (Pr). Hubungan antara NuL dengan Re dan Pr tergantung
dari bentuk aliran dan lintasan. Hubungan ini biasanya didapat dengan percobaan,
misalnya:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 26
Rayleigh Number terkait erat dengan jumlah Grashof dan kedua nomor yang
digunakan untuk menggambarkan konveksi alami (Gr) dan perpindahan panas secara
konveksi alami (Ra) [12]. Hal tersebut dirumuskan dalam Persamaan 2.25 sebagai
berikut:
𝑔𝛽(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )𝐿3
𝑅𝑎 = (2.25)
𝑣𝛼
Ra = Bilangan Rayleigh
Hukum Ohm adalah hukum dasar yang menjelaskan bahwa arus listrik yang
mengalir pada suatu penghantar sebanding dengan tegangan yang didapatkannya,
namu berbanding terbalik dengan hambatan [13]. Hukum Ohm dirumuskan dengan
Persamaan 2.26 sebagai berikut:
𝑉 (2.26)
𝐼=
𝑅
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 27
Dimana :
I = Arus (Ampere)
V = Tegangan (Volt)
Daya listrik adalah besarnya kekuatan atau suplai tenaga listrik yang mengalir
per satuan waktu [13]. Besar daya listrik dirumuskan dengan Persamaan 2.27 berikut:
𝑊 (2.27)
𝑃=
𝑡
Dimana :
P = Daya (Watt)
W = Usaha (Joule)
t = Waktu (sekon)
Energi listrik adalah energi yang disebabkan oleh mengalirnya muatan listrik
dalam suatu rangkaian listrik tertutup [13]. Pada alat pengering genting, sistem
pemanas berfungsi untuk mengubah energi listrik yang disalurkan pada heater
menjadi energi panas. Besar dari energi listrik dalam Persamaan 2.28 sampai dengan
Persamaan 2.30 sebagai berikut:
𝑊 = 𝑃𝑡 (2.28)
𝑊 = 𝐼 2 𝑅𝑡 (2.29)
𝑉2
𝑊= 𝑡 (2.30)
𝑅
Dimana :
P = Daya (Watt)
W = Usaha (Joule)
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 28
t = Waktu (sekon)
I = Arus (Ampere)
V = Tegangan (Volt)
𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛
𝑄=𝑊 (2.31)
𝑚𝑐𝛥𝑡 = 𝑃𝑡 (2.32)
Dimana :
P = Daya (Watt)
W = Usaha (Joule)
t = Waktu (sekon)
Q = Kalor (J)
m = Massa (kg)
2.2.20 Statika
Tegangan aksial adalah tegangan tarik atau tekan yang didefinisikan sebagai
gaya aksial dibagi dengan luas permukaan. Gaya aksial sendiri merupakan gaya yang
arahnya tegak lurus penampang [15]. Persamaan ini menunjukkan persamaan
tegangan tarik dan juga untuk mencari tegangan tekan.
𝐹
𝜎𝑡 = (2.34)
𝐴
Dimana :
Tegangan geser atau shear stress merupakan tegangan yang terjadi karena
gaya geser pada suatu komponen atau benda. Tegangan geser didefinisikan sebagai
gaya geser dibagi dengan luas permukaan penampang [15]. Gaya geser adalah gaya
yang arahnya sejajar dengan penampang komponen. Besar tegangan geser yang
terjadi dapat ditunjukkan oleh Persamaan 2.35 sebagai berikut:
𝑉
𝜏= (2.35)
𝐴
Dimana :
Tegangan bending atau lentur adalah tegangan yang diakibatkan oleh momen
bending [15]. Besar tegangan bending yang terjadi, dapat ditunjukkan menggunakan
Persamaan 2.36 sebagai berikut:
𝑀𝑏 𝑦
𝜎𝑏 = (2.36)
𝐼
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 30
Dimana :
𝜎 = Tegangan lentur
𝜎𝑝 = 𝜎𝑏 + 𝜎𝑡 (2.37)
Dimana :
Dimana:
𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0 (2.39)
𝐿1 𝐿2
Perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar disebut dengan Air Fuel
Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa ataupun
dalam jumlah volume [16]. Besar perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar
ditunjukkan dengan Persamaan 2.40 sebagai berikut:
𝑚𝑓𝑢𝑒𝑙
𝐴𝐹𝑅 = (2.40)
𝑚𝑎𝑖𝑟
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang timbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value). Berdasarkan asumsi ikut
tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor
suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor
atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value) merupakan nilai kalor yang diperoleh
secara eksperimen dengan menggunakan calorimeter dimana hasil pembakaran
bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang
terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya
[16]. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui
komposisi bahan bakar dengan menggunakan Persamaan Dulong seperti yang
ditunjukkan pada Persamaan 2.41 sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 32
𝑜2
𝐻𝐻𝑉 = 33950 + 144200 (𝐻2 − ) + 9400𝑆 (2.41)
8
Dimana:
Nilai kalor bawah (Low Heating Value) merupakan nilai kalor bahan bakar
tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan
hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15% yang berarti setiap satu satuan bahan
bakar dan 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air
yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol
hidrogennya [16].
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses
pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam
bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial
20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg,
sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapatdihitung berdasarkan Persamaan
2.42 sebagai berikut:
Dimana:
Dalam perhitungan efisiensi panas dari mesin bakar, dapat menggunakan nilai
kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan
mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor
atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian
berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers) menentukan penggunaan
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 33
Hukum yang berlandaskan pada hukum kekekalan energi yang dialami oleh
aliran fluida. Hukum ini menyatakan bahwa jumlah tekanan, energi kinetik serta
energi potensial per satuan volume memiliki besar nilai yang sama untuk setiap titik
sepanjang suatu garis arus. Hukum Bernoulli diungkapkan dengan persamaan 2.43
sebagai berikut [12]:
1 1
𝑃1 + 𝜌1 𝑣1 2 + 𝜌1 𝑔ℎ1 = 𝑃2 + 𝜌2 𝑣2 2 + 𝜌2 𝑔ℎ2 (2.43)
2 2
BAB III
METODE DAN PROSES PENYELESAIAN
Proses penyelesaian tugas akhir rancang bangun alat pengering genting beton,
menggunakan metode penyelesaian yang ditunjukan oleh diagram alir pada Gambar
III- 1.
1. Tahap Perencanaan
Tahapan pertama dalam proses perancangan alat yaitu tahap perencanaan atau
planning. Dalam tahap perencanaan dilakukan kajian produk eksisting
diantaranya mengetahui fungsi, dimensi dan geometri, serta material tiap
komponen alat pengering genting. Kemudian dilakukan klarifikasi masalah
pada alat pengering genting agar menjadi acuan nantinya dalam penyusunan
daftar tuntutan. Luaran dari tahapan perencanaan yaitu daftar tuntutan untuk
rancang bangun alat pengering genting skala laboratorium.
2. Tahap Mengkonsep
4. Tahap Dokumentasi
5. Pembuatan Prototipe
Pada tahap ini dilakukan pembelian komponen standar secara mandiri dan
pembuatan komponen non standar secara mandiri dan sebagian menggunakan
jasa manufaktur di luar kampus berupa workshop. Untuk pembuatan
komponen non standar mengacu pada gambar kerja yang telah disusun
sebelumnya. Setelah selesai pembuatan tiap komponen non standar dan semua
komponen standar sudah tersedia maka dilakukan perakitan alat pengering
genting beton skala laboratorium skala laboratorium sehingga didapat hasil
akhir berupa prototipe alat pengering genting.
6. Tahap Pengujian
Pada tahapan ini dilakukan pengujian prototipe alat pengering genting untuk
mengetahui apakah alat sudah bekerja sesuai fungsinya dan melakukan
evaluasi kinerja alat. Tahapan pengujian dilakukan berupa pengujian besar
kecepatan dan distribusi aliran udara pada ruang pengering. Hasil akhir dari
tahapan ini yaitu berupa hasil evaluasi kinerja alat dan saran penyempurnaan
alat pengering genting.
3.2 Perencanaan
Alat pengeringan genting beton ini berfungsi sebagai alat bantu pengeringan
pada tahap curing setelah genting beton dicelupkan ke dalam air bersih selama 3 hari.
Luaran yang dihasilkan dari proses pengeringan adalah genting beton yang memiliki
kekerasan sesuai standarisasi yang sudah ditentukan.
dilakukan sirkulasi udara dengan kipas dan damper untuk mengatur aliran massa
udara. Alat ini menggunakan sistem kontrol berupa termostat yang dilengkapi dengan
pengukur presentase kelembaban atau hygrostat.
Alat pengering kini dibuat oleh Keey, Langrish, dan Walker di patenkan
pada tahun 2000. Metode yang digunakan pengeringan yang digunaan pada alat ini
adalah Kiln drying dengan menggunakan komponen yang digerakkan oleh motor
dan heater coil. Motor menggerakkan kipas dengan heater coil berdiri di depannya
yang menghasilkan udara panas. Adapun alat pengering beton tersebut dapat dilihat
pada Gambar III-2.
Customer Window
Masalah pengguna tidak terlepas dari keinginan dan kepuasan owner dan
karyawan yang bekerja terhadap kinerja alat yang dipakai saat ini, kepuasan,
keinginan dan kebutuhan tersebut dapat digambarkan dengan matriks Customer
Window yang menggambarkan keinginan dan hal yang sudah didapat, sehingga
dapat menentukan kebijakan yakni dipertahankan, dihilangkan, dikembangkan dan
di abaikan.
Segmentasi Pasar
a. Segmentasi geografi
b. Segmentasi karakteristik
Segmentasi karakteristik alat ini adalah alat yang dapat membantu proses
pengeringan genting beton.
c. Segmentasi demografi
Produk ini dibuat untuk membantu industri lokal di bidang pembuatan genting
beton. Sehingga segmentasi demografinya adalah pelaku usaha di bidang pembuatan
genting beton terutama yang masih bergantung kepada cahaya matahari untuk proses
pengeringan.
Tahapan ini dilakukan untuk mengenal lebih detail alat eksisting sebagai
referensi untuk kegiatan rancang bangun alat pengering genting beton yang akan
dilakukan. Spesifikasi dan kelebihan produk eksisting dapat diketahui pada tahap ini.
Sehingga pada tahap rancang bangun selanjutnya, perancang dapat menggunakan
informasi dari produk eksisting sebagai pertimbangan pada saat kegiatan rancang
bangun dilakukan. Berikut beberapa produk serupa yang ada di pasaran:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 40
Kelebihan :
Proses assembly yang mudah
Proses pemanasan di dalam oven merata
Kekurangan:
Daya listrik yang digunakan cukup besar
Tidak terdapat mekanisme sirkulasi udara
Spesfikasi:
Daya : 600 watt
Suhu maksimum : 50 ºC
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 41
Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai cara kerja oven, berikut kajian fungsi
yang menjelaskan fungsi-fungsi setiap komponen beserta analisis sub fungsi dari
tiap-tiap komponen yang terdapat Tabel III- 1 sampai dengan Gambar III- 8 di bawah
ini.
Alat pengering kayu buatan Slamet Karyono dkk ini berfungsi membantu
proses pengeringan kayu yang digunakan untuk pembuatan kerajinan dan mainan
berbahan dasar kayu. Alat pengering kayu yang didesain adalah model oven
konvensional di mana panas yang dihasilkan dari ruang pembakaran kayu limbah
dialirkan menuju ruang pengering dengan menggunakan kipas pengisap. Dari ruang
pengering kayu, aliran udara kemudian diarahkan menuju saluran hisap yang
kemudian dialirkan kembali ke ruang pengering kayu bersama-sama udara panas dari
ruang pembakaran. Aliran udara tersebut terjadi terus menerus sampai tercapainya
kekeringan kayu yang diharapkan. Model ini diharapkan efektif mengurangi tingkat
kadar air dengan waktu pengeringan yang lebih cepat dan konsumsi bahan bakar yang
efisien. Digunakan motor listrik 3/4 HP dengan kecepatan rotasi 1425 rpm untuk
memutar beberapa kipas pengisap [7].
Kelebihan:
Biaya operasi murah
Udara di dalam ruang pengeringan bersirkulasi dengan baik
Kekurangan:
Membutuhkan ruang pembakaran tambahan
Spesfikasi:
Dimensi ruang pengeringan : 2400 mm x 1200 mm x 1200 mm
Suhu maksimum : 80 ºC
Daya : 550 Watt
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 44
Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai cara kerja alat pengering kayu,
berikut kajian fungsi yang menjelaskan fungsi-fungsi setiap komponen beserta
analisis fungsi bagian dari tiap-tiap komponen yang terdapat Tabel III- 3 sampai
dengan Gambar III- 10 di bawah ini.
Kajian dampak lingkungan pada aspek teknologi dan sejenisnya dikenal juga
sebagai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL dalam kajian
perancangan ini dibuat dalam bentuk tinjauan aspek lingkungan seperti aspek udara,
tanah dan limbah. Selain itu diharapkan alat yang nantinya akan dibuat tidak
berdampak pada aspek biotik, abiotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL ini diatur
oleh Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup.
Berikut ini beberapa aspek kajian dampak lingkungan hidup pada rancang bangun
alat pengering genting skala laboratorium:
Perancangan konsep adalah bagian dari proses rancang bangun di mana pada
tahap ini dilakukan pengembangan subfungsi alat eksisting yang disesuaikan dengan
daftar tuntutan yang diperoleh pada tahap perencanaan. Selanjutnya tiap subfungsi
dicarikan prinsip kerja eksisting yang dapat memenuhi subfungsi tersebut untuk
nantinya masing-masing prinsip kerja eksisting dikombinasikan menjadi beberapa
variasi konsep. Hal terakhir yang dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan evaluasi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 48
variasi konsep berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sehingga hasil akhir yang
didapatkan yaitu desain konsep terpilih untuk dilanjutkan ke perancangan detail.
Fungsi utama alat pengering genting beton skala laboratorium ini adalah
sebagai alat bantu pembuatan genting beton yakni dalam proses curing,setelah
dilakukan pencelupan pada air bersih selama tiga hari. Pemetaan fungsi utama dari
alat pengering genting beton skala laboratorium ini digambarkan dengan Gambar III-
11 sebagai berikut:
Selain fungsi utama, ada pula fungsi bagian yang berlaku bagi komponen-
komponen yang menyusun alat ini. Penentuan fungsi bagian ini ditentukan oleh
diagram blackbox seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 12 berikut ini:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 49
3.3.3 Morfologi
Morfologi digunakan dalam bentuk tabel dengan baris dan kolom yang berisi
prinsip-prinsip kerja eksisting berdasarkan parameter yang relevan dalam hal ini yaitu
tiap-tiap subfungsi. Prinsip kerja eksisting yang telah ditentukan nantinya akan
dikombinasikan satu sama lain hingga membentuk suatu sistem fungsional yang
dijadikan sebagai berbagai konsep rancangan. Morfologi alat pengering genting
beton skala laboratorium yang akan dirancang ditunjukkan pada Tabel III- 8
Morfologi dengan parameterparameternya berupa subfungsi yang telah ditentukan:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 50
Fungsi
1
Memanaskan
Fungsi
2
Mengalirkan
Kipas Blower
B1 B2 B3
Fungsi
3
Mengeringkan
Ruang pengering tipe – C Ruang pengering tipe strip
dengan damper dengan damper
C1 C2
Fungsi
1
Memanaskan
Fungsi
2
Mengalirkan
Kipas Blower
B1 B2 B3
Fungsi
3
Mengeringkan
Ruang pengering tipe – C Ruang pengering tipe strip
dengan damper dengan damper
C1 C2
Keterangan:
Variasi Konsep 1:
Variasi Konsep 2:
Variasi Konsep 3:
Variasi Konsep 4:
variasi yang bisa dibuat, dibuat empat rancangan variasi konsep dengan solusi yang
berbeda. Dari empat variasi tersebut akan dilakukan pemilihan dengan menilai
konsep tersebut berdasarkan beberapa kriteria sehingga akhirnya didapatkan satu
konsep terpilih. Berikut adalah empat variasi konsep dari alat pengering genting
beton skala laboratorium:
a. Variasi konsep 1
Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 1 ditunjukkan pada Tabel
III- 10 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 14
sebagai berikut:
Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 1 ini memiliki
ruang pengering tipe C, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan empat buah gas
burner untuk penghasil udara panas segar. Dengan menggunakan ruang pengering
tipe C, udara panas segar yang sudah melewati genting basah, dapat digunakan
kembali untuk proses pengeringan. Untuk mempertahankan suhu dengan baik,
terdapat tiga buah heater listrik di beberapa titik yang tertera pada gambar yang
dikontrol menggunakan termostat dan hygrostat digital.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 54
b. Variasi konsep 2
Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 2 ditunjukkan pada Tabel
III- 11 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 15
sebagai berikut:
Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 2 ini memiliki
ruang pengeringan tipe strip, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan empat buah
gas burner untuk penghasil udara panas segar. Untuk mempertahankan suhu dengan
baik, terdapat empat buah heater listrik di beberapa titik yang tertera pada gambar
yang dikontrol menggunakan termostat dan hygrostat digital.
c. Variasi konsep 3
Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 3 ditunjukkan pada Tabel
III- 12 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 16
sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 55
Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 3 ini memiliki
ruang pengeringan tipe strip, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan dua buah
heater listrik dengan daya yang cukup besar untuk penghasil udara panas segar.
Untuk mempertahankan suhu dengan baik, terdapat empat buah heater listrik di
beberapa titik yang tertera pada gambar yang dikontrol menggunakan termostat dan
hygrostat digital.
d. Variasi konsep 4
Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 4 ini memiliki
ruang pengering tipe C, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan 2 buah heater
listrik dengan daya yang cukup besar untuk penghasil udara panas segar. Dengan
menggunakan ruang pengering tipe C, udara panas segar yang sudah melewati
genting basah, dapat digunakan kembali untuk proses pengeringan. Untuk
mempertahankan suhu dengan baik, terdapat tiga buah heater listrik di beberapa titik
yang tertera pada gambar yang dikontrol menggunakan termostat dan hygrostat
digital.
Adapun tahapan dari penilaian konsep ini terdiri dari lima tahapan utama
yakni sebagai berikut:
A. Kriteria penilaian
Setelah dibuat tiga variasi konsep dari hasil persilangan morfologi, dan juga
didapatkan kriteria dalam melakukan penilaian variasi konsep, selanjutnya adalah
melakukan pemilihan konsep yang akan dipilih. Namun sebelum itu, perlu dilakukan
pembobotan kepada setiap kriteria untuk menentukan urutan prioritas kriteria yang
lebih diutamakan.
C. Penilaian kriteria
D. Hasil Penilaian
Berikut merupakan hasil dari penilaian berdasarkan pertimbangan user
criteria model dan manufaktur:
VK1
VK3
2.5
VK2
2
VK4
1.5
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Manufacture Criteria
Hasil penilaian variasi konsep pada grafik di atas menunjukkan bahwa variasi
konsep 1 terpilih menjadi konsep rancangan terpilih.
Besar ruang pengering yang akan dibuat ditunjukkan pada Gambar III- 21
sebagai berikut:
Bahan Dinding
Agar sirkulasi udara di dalam ruang pengering tetap terjaga dan tidak
menimbulkan panas berlebih yang keluar, dipilihlah beberapa bahan yang
akan digunakan sebagai pelapis dinding, yakni:
Diameter Damper
Untuk saluran pembuangan, direncanakan Damper memiliki diameter
sebesar 200 mm, dilengkapi dengan pintu yang dapat diatur sudut bukaannya.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 65
Pembuatan FBD alat dibagi menjadi dua bagian utama, yakni bagian rangka
ruang pengering dan rangka penyanggah furnace. Sebelum membuat FBD dilakukan
terlebih dahulu penempatan gaya-gaya luar yang terjadi dan sesuai konsep terpilih.
Beberapa aspek yang diperhatikan dalam penentuan gaya-gaya pada konsep, yaitu:
a. Gaya Luar
b. Gaya Normal
c. Berat Komponen
Gambaran mengenai gaya luar dan free body diagram pada assembly alat
pengering genting beton skala laboratorium ditunjukkan pada Gambar III- 22 dan
Gambar III- 23 sebagai berikut:
3. Perhitungan Tegangan
Perhitungan tegangan berfokus pada tiga titik yang mendapat beban paling
kritis. Titik kritis yang akan dihitung besar tegangan yang terjadinya ditunjukkan
pada Gambar III- 24, ditandai dengan persegi berwarna biru sebagai berikut:
Fokus perhitungan adalah setiap layer pada rangka yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan genting. Gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk
peletakan satu genting ditunjukkan pada Gambar III- 25 dan Gambar III- 26 sebagai
berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 67
Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
genting yakni dengan rincian sebagai berikut:
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑮𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 = 𝟒, 𝟖 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟏, 𝟔 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 1,6 𝑘𝑔 × 9,81 = 15,969 𝑁 ≈ 16 𝑁
𝑠2
𝑅 16 𝑁
𝑊= = = 38,1 𝑁/𝑚
𝑙 0,42 𝑚
𝑅 16 𝑁
𝑊= = = 48,5 𝑁/𝑚
𝑙 0,33 𝑚
Beban terbesar pada layer 1 dan 2 berada di titik B karena terjadi momen
terbesar, maka tegangan lentur dan geser adalah:
𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝑏 = = −6 3
= 852538,5 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10 𝑚
𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
= = 171368,3 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 𝑚)2 − (0,027 𝑚)2
Beban terbesar pada layer 3 berada di titik B karena terjadi momen terbesar,
maka tegangan lentur dan geser adalah:
𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝐵 = = = 2174985,1 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 6,066 . 10−7 𝑚3
𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
=
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 × 0,015) 𝑚 − (0,027 × 0,012) 𝑚
= 232571,43 𝑁/𝑚2
Gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk rangka pijakan furnace
ditunjukkan pada Gambar III- 27 sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 69
Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
furnace yakni dengan rincian sebagai berikut:
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑭𝒖𝒓𝒏𝒂𝒄𝒆 = 𝟗 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟑 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 3 𝑘𝑔 × 9,81 = 30 𝑁
𝑠2
𝐹 30 𝑁
𝑊= = = 49,18 𝑁/𝑚
𝑙 0,61 𝑚
Setelah dilakukan perhitungan tegangan bending dan geser dengan detail pada
Lampiran B.1, didapat data tegangan sebagai berikut:
𝑀 5,025
𝜎𝐵 = = = 3247067,9 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10−6
𝐹 𝐹 5,025 𝑁
𝜏𝑎 = = = = 171368,42 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴 − 𝐴′ (0,03 𝑚)2 − (0,027 𝑚)2
dan 171368,42 N/ mm2 atau 0,171 MPa. Sebelum menentukan material yang akan
digunakan untuk pembuatan rangka utama, dilakukan analisis menggunakan
lingkaran Mohr dengan tegangan pada pijakan furnace sebagai acuan. Berikut
Gambar III- 28 yang merupakan lingkaran Mohr dari rangka utama.
Dari hasil perbandingan tegangan yang terjadi dengan tegangan izin material
terkait menunjukkan bahwa rangka akan tetap aman digunakan tanpa perlu ada
penggantian material atau dimensi.
𝑄=𝐴 × 𝑣
Dengan data kecepatan udara yang telah ditentukan sebesar 3 m/s dan luas
penampang inlet ruang pengering sebesar 245 x 245 mm, maka massa dari udara yang
akan masuk ke ruang pengering sebesar dapat ditentukan. Berikut perhitungan massa
udara yang akan masuk ke inlet ruang pengering menggunakan persamaan (2.7) dan
(2.9) sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan, didapatkan massa udara yang masuk ke inlet ruang
pengering sebesar 0,216 kg.
Setelah nilai dari massa udara yang masuk ke inlet diperoleh, selanjutnya
menghitung daya pemanas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara. Pada
perhitungan daya pemanas, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat digunakan
untuk melakukan perhitungan, seperti rekap cuaca bulanan sekitar dan data rinci
cuaca terendah dalam satu bulan seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 30 dan
Gambar III- 30.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 72
Setelah mengetahui data rinci cuaca terendah dalam satu bulan, besar daya
pemanas dapat ditentukan dengan menggunakan Psychrometri seperti yang
ditunjukkan pada Gambar III- 31. Penentuan daya pemanas dilakukan dengan
menghitung massa udara yang akan masuk ke ruang pengering dan besar entalpi yang
dibutuhkan untuk memanaskan udara. Melalui Psychrometri, besar entalpi udara
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 73
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa akibat dari perubahan temperatur pada
udara dari suhu 25oC ke 70oC, terjadi perubahan besar kelembaban relatif yang
awalnya sebesar 68% menjadi 7% dengan kelembaban absolut sebesar 14g air per kg
udara kering. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kapasitas
maksimum udara untuk mengangkut uap air. Kapasitas maksimum dari udara dapat
dilihat dari besar nilai kelembaban absolut, ketika udara pada suhu tertentu telah
mencapai dew point atau titik jenuh setelah udara menyerap banyak uap air. Dalam
hal ini, besar kapasitas udara dari suhu 25oC dalam keadaan jenuh sebesar 20 g/kg.
Sedangkan besar kapasitas udara dari suhu 70oC dalam keadaan jenuh sebesar 276,7
g/kg.
𝑊 = ṁ (h2 − h1)
Dari hasil perhitungan, didapatkan daya pemanas yang akan digunakan masuk
ke inlet ruang pengering sebesar 9,936 kW.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 74
Untuk mencegah keluarnya panas yang berlebih dari dinding ruang pengering
saat alat bekerja, perlu ditentukan tebal dari isolator untuk meminimalisir panas yang
akan dikeluarkan selama proses pengeringan. Sebagai langkah pertama, perlu
ditentukan terlebih dahulu besar koefisien konveksi dari udara dengan menggunakan
kecepatan aliran udara sebagai parameter perhitungan. Koefisien konveksi udara
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.13) sebagai berikut:
Setelah data koefisien udara di dalam ruang pengering telah didapatkan, maka
besar kalor yang dikeluarkan dari dinding yang diasumsikan terjadi melalui proses
perpindahan panas konveksi, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
persamaan (2.12) sebagai berikut:
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = ℎ × 𝐴 × ∆𝑇
Besar kalor yang dikeluarkan dari dinding depan, belakang, atas dan
bawah melalui konveksi
Besar kalor yang dikeluarkan dari dinding kanan dan kiri melalui
konveksi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 75
𝑘 × 𝐴 × ∆𝑇
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 =
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢
Tebal minimal isolator dari dinding depan, belakang, atas dan bawah
1,1968 𝑊. 𝑚
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑖𝑟𝑖 = = 0.0004763 𝑚
2512,6 𝑊
0,8228 𝑊. 𝑚
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 = = 0.0004763 𝑚
1727.44 𝑊
Dari hasil perhitungan, didapatkan tebal isolator untuk dinding di semua sisi
masing-masing sebesar 0.0004763 m. Namun untuk meningkatkan keamanan bagi
pengguna digunakan isolator dengan tebal 0,01 m.
∆𝑇 𝑇∞,1 − 𝑇∞,2
𝑞𝑥 = =
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1 𝐿 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = + +
ℎ1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ2 𝐴
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 76
Setelah dilakukan perhitungan koefisien konveksi dari pelat dalam dan luar
dari pelapis dinding kanan dan kiri ruang pengering dengan detail pada Lampiran
B.2, didapat data besar Qloss sebagai berikut:
1 𝐿1 𝐿2 𝐿1 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = +( + + )+
ℎ1 𝑘1 𝑘2 𝑘1 ℎ3
343,15 − 303,15 𝐾
𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = × 1,21 𝑚2 = 32,287 𝑊
𝑚2
1.49907 𝑊 . 𝐾
Dari hasil perhitungan, didapatkan besar Qloss untuk dinding kanan dan kiri
masing-masing sebesar 32,287 W.
Setelah dilakukan perhitungan koefisien konveksi dari pelat dalam dan luar
dari pelapis dinding depan, belakang, atas dan bawah ruang pengering dengan detail
pada Lampiran B.2, didapat data besar Qloss sebagai berikut:
1 𝐿1 𝐿2 𝐿1 1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = +( + + )+
ℎ2 𝑘1 𝑘2 𝑘1 ℎ4
∆𝑇
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑥𝐴2
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙1
343,15 − 303,15 𝐾
𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = × 1,76 𝑚2 = 44,673 𝑊
𝑚2
1.57589 𝑊 . 𝐾
Dari hasil perhitungan, didapatkan besar Qloss dinding total sebesar 243,266
W.
Sebagai tahapan akhir dari perhitungan daya, dilakukan perhitungan daya total
yang akan diperlukan untuk proses pengeringan. Besar daya total yang diperlukan
untuk proses pengeringan dinyatakan dengan penjumlahan sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan, didapatkan besar daya total yang dibutuhkan untuk
proses pengeringan sebesar 10179,266 W atau 10,179266 kW. Namun untuk
meningkatkan efektivitas pemanasan udara disediakan daya total untuk proses
pengeringan sebesar 13000 W atau 13 kW.
perhitungan aliran massa bahan bakar yang akan digunakan. Besar aliran massa
bahan bakar dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan, didapatkan besar aliran massa bahan bakar yang
dibutuhkan untuk mengoperasikan alat pengering dengan target suhu maksimum
sebesar 23 x 10-5 kg/s.
ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
AFR = = 14,7
ṁ𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟
𝑘𝑔
ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 14,7 × (23 × 10−5 ) = 338,1 × 10−6 𝑘𝑔/𝑠
𝑠
Dari hasil perhitungan, didapatkan besar aliran massa udara yang dibutuhkan
untuk proses pembakaran saat alat pengering dioperasikan sebesar 338,1 x 10-6 kg/s.
Untuk mengetahui apakah udara yang mengembun dari sisa hasil pembakaran
bahan bakar dapat menyebabkan ruang pengering dalam keadaan lembab, dilakukan
perhitungan debit air hasil pembakaran yang dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
Q=
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
Dari hasil perhitungan, didapatkan besar debit air hasil pembakaran yang
muncul selama proses pembakaran saat alat pengering dioperasikan sebesar 28175 x
10-7 kg/s. Hal ini mengindikasikan udara yang mengembun dari sisa hasil
pembakaran bahan bakar tidak menyebabkan ruang pengering dalam keadaan
lembab.
Untuk membuat rangka alat, dibutuhkan bahan yang memiliki sifat tahan
karat, kuat, ringan, dan mudah dalam pemasangannya. Oleh sebab itu, Hollow
Galvanis digunakan sebagai bahan untuk pembuatan rangka alat agar dapat menahan
beban dari seluruh komponen dan genting beton ketika alat beroperasi. Ukuran
Hollow Baja Ringan yang digunakan adalah 2x4 cm dan 4x4 cm dengan ketebalan
0,3 mm seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 33.
2. Paku Rivet
Agar alat dapat bergerak, dibutuhkan roda untuk alat gerak sekaligus tumpuan
dari komponen keseluruhan. Ball Caster Wheel digunakan sebagai alat gerak agar
alat pengering mudah digerakan sekaligus menjadi tumpuan seluruh komponen.
Ukuran Ball Caster Wheel yang digunakan adalah diameter 50 mm seperti yang
ditunjukkan pada Gambar III- 35 dengan spesifikasi yang tertera pada Tabel III- 23.
4. Exhaust Fan
Pada saat alat bekerja, udara mengalir yang sudah digunakan untuk
pengeringan sebagian dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, dibutuhkan exhaust
fan untuk menarik udara lembab dari layer 4 ke layer inlet ruang pengering agar dapat
mengaliri kembali genting beton pada saat proses pengeringan. Ukuran exhaust fan
yang digunakan adalah 8 inch seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 36 dengan
spesifikasi yang tertera pada Tabel III- 24.
5. Fan
Pada saat alat bekerja, udara dari luar diperlukan untuk proses pengeringan.
Oleh karena itu, dibutuhkan fan untuk menarik udara dari luar agar dapat memasuki
ruang pengering pada saat proses pengeringan. Ukuran fan yang digunakan adalah
18 inch seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 37.
Pada saat proses pengeringan, kelembaban udara menjadi salah satu faktor
mempengaruhi hasil dari genting beton yang dikeringkan. Diperlukan komponen
yang dapat memanaskan dan mengurangi kadar kelembaban udara segar agar pada
saat proses pengeringan, udara memiliki kadar kelembaban yang rendah sehingga
udara dapat digunakan dalam beberapa siklus pengeringan. Dalam hal ini, burner
digunakan untuk keperluan tersebut dengan daya asumsi 2500 W seperti yang
ditunjukkan pada Gambar III- 38.
Selain keperluan untuk mengurangi kelembaban dari udara segar yang masuk
ke ruang pengering, dibutuhkan juga komponen yang dapat menjaga suhu di dalam
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 83
ruang pengering agar tetap stabil. Oleh sebab itu, tubular heater digunakan sebagai
komponen yang berfungsi untuk mempertahankan suhu panas di ruang pengering.
Tubular heater yang digunakan memiliki diameter 9 mm, panjang 968 mm dengan
daya 1000 W seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 39.
Untuk mengurangi jumlah panas yang keluar dari dalam ruang pengering saat
alat beroperasi, diperlukan bahan penutup untuk bagian luar ruang pengering. Oleh
sebab itu triplek digunakan untuk keperluan tersebut. Tebal triplek yang digunakan
adalah 10 mm seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 40.
.
Gambar III- 41 Pelat Alumunium
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 84
Proses kontrol dimulai dari pengaliran arus dengan tegangan 220V pada
pengaman 1 sebagai penghubung sumber listrik ke seluruh komponen yang
selanjutnya disalurkan pada tiga buah saklar yang masing-masing dilengkapi dengan
pengaman, yakni input saklar 1 untuk proses penarikan udara luar, saklar 2 untuk
proses penarikan udara dalam dan input saklar 3 untuk menyalakan alat ukur digital
sekaligus proses pemanasan udara.
Pada saat proses pemanasan terjadi, tingginya suhu dan kadar kelembaban
yang terbaca probe sensor yang sudah diletakan pada posisi yang telah ditentukan,
ditunjukkan melalui kedua layar LCD seperti yang tertera pada skema STC 3028
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 85
yang ditunjukkan pada Gambar III- 43 dengan keterangan skema yang tertera pada
Tabel III- 25 sebagai berikut:
Pemodelan 3D alat terdiri dari model dalam bentuk sub assembly dan
assembly. Berikut merupakan model sub assembly alat pengering genting skala
laboratorium yang ditunjukkan pada Gambar III- 44 sampai dengan Gambar III- 54
sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 86
Langkah pertama, yakni menentukan titik kritis. Berikut ini merupakan titik
kritis d a r i alat pengering genting beton skala laboratorium yang akan dilakukan
simulasi, ditandai dengan persegi merah seperti yang ditunjukkan pada Gambar III-
55 sebagai berikut:
Setelah menentukan parameter material, tumpuan dan gaya luar pada rangka,
selanjutnya melakukan simulasi statik dimana kondisi proses penyelesaian dapat
dilihat pada Gambar III- 58 sampai dengan Gambar III- 61 sebagai berikut:
Dari semua gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hasil simulasi
statik yang terjadi rangka bagian ruang pengering tersebut memiliki nilai yield
strength sebesar 204 MPa. Tampak pada layer 4, terdapat titik yang mengalami
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 93
tegangan yang melampaui nilai yield strength. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
layer 4 membutuhkan penyanggah tambahan untuk dapat menahan beban sebesar
200N. Sedangkan yang terjadi pada rangka bagian dudukan furnace, menunjukan
bahwa tidak terdapat titik bagian dengan tegangan yang melampaui nilai yield
strength, sehingga dapat dikatakan aman dan cukup kuat menahan beban.
Gambar III- 62 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan Aliran Udara
Tampak pada gambar di atas, kecepatan udara masuk yang diterapkan pada
pengujian adalah sebesar 3 m/s. Berdasarkan simulasi yang dilakukan, menunjukkan
bahwa masih terdapat titik mati atau daerah yang tidak teraliri oleh udara pada ruang
pengering. Selain itu, jika mengacu pada hukum Bernoulli, terdapat perbedaan
kecepatan udara yang mengalir pada ruang pengering untuk setiap layer yang
disebabkan oleh perbedaan ketinggian dan besar penampang terutama pada bagian
inlet ruang pengering, layer ruang pengering serta lubang damper. Hal tersebut
tampak pada perbedaan kecepatan udara untuk layer inlet dan layer 3 yang mana
kecepatan udara yang mengalir pada ruang tersebut memiliki selisih yang cukup
signifikan, yakni berkisar 1,6 sampai dengan 2,8 m/s untuk layer 1 dan 0,443 sampai
dengan 1,231 m/s untuk layer 3.
atau 40oC. Pada Gambar III- 64 dan Gambar III- 65 menunjukkan bahwa temperatur
udara yang mengalir pada ruang pengering mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Jika mengacu pada Asas Black, penurunan temperatur yang terjadi
disebabkan oleh perpindahan kalor yang terdapat pada udara panas ke sekitar ruang
pengering. Hal tersebut tampak pada perbedaan temperatur aliran udara untuk layer
inlet dan layer 3 yang mana temperatur udara yang mengalir pada ruang tersebut
memiliki selisih yang cukup signifikan, yakni berkisar 310,19K atau 37,04oC sampai
dengan 313,15K atau 40oC untuk layer 1 dan 306,5 K atau 33,35 oC sampai dengan
308,72K atau 35,6 oC untuk layer 3.
Grinding,
1 Rangka Cutting 1
Riveting
1
Rangka Grinding,
2 Cutting
Pintu Riveting
Grinding,
3 Bracket Cutting 1
Riveting
Pelat Atas
5 Saluran Cutting - 1
Pembuangan
Pelat Bawah
6 Saluran Cutting - 2
Angkat
Pelat Bawah
7 Saluran Cutting - 1
Pembuangan
Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama
Pelat Inlet
10 Ruang Cutting - 2
Pengering
Pelat Layer
13 Cutting - 2
1
Pelat Layer
14 Cutting - 2
2
Pelat Layer
15 Cutting - 2
3
Pelat Miring
16 Saluran Cutting - 2
Angkat
Pelat
17 Cutting - 1
Pemisah
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 98
Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama
Pelat
19 Saluran Cutting - 2
Angkat
Pelat
20 Samping Cutting - 2
Duct
Pelat
Samping
21 Cutting - 2
Inlet
Furnace
Pelat Inlet
22 Cutting Bending 2
Furnace
Pelat
23 Samping Cutting - 1
Layer 1
Pelat
24 Samping Cutting - 1
Layer 2
Pelat
25 Samping Cutting - 1
Layer 3
Pelat
26 Samping Cutting - 1
Layer 4
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 99
Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama
Pelat
27 Samping Cutting - 1
Pintu
Pelat Cutting
Samping
28 - 2
Saluran
Angkat
Pelat Cutting
Samping
29 - 2
Saluran
Pembuangan
Penutup
30 Cutting Sanding 1
Belakang
Penutup
31 Cutting Sanding 1
Atas
Penutup
32 Cutting Sanding 1
Bawah
Penutup
34 Cutting Sanding 1
Kanan
Penutup
35 Cutting Sanding 1
Pintu
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 100
Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama
Penutup
36 Samping Cutting Sanding 1
Pintu
Ruang Cutting,
37 Riveting 1
Furnace Rolling
Cutting,
38 Damper Painting 1
Welding
No Demonstrasi Proses
No Demonstrasi Proses
No Demonstrasi Proses
No Demonstrasi Proses
No Demonstrasi Proses
7
Untuk menyimpan beberapa
komponen sistem kontrol dan
kendali, panel box di pasang
pada sisi kiri ruang pengering.
Baut roofing baja ringan
digunakan sebagai media
penyambung.
No Demonstrasi Proses
10
Pada saluran inlet furnace,
dipasang pelat seperti yang
tertera pada gambar Hal ini
bertujuan untuk memastikan
bahwa seluruh aliran udara yang
akan keluar dari furnace, masuk
ke dalam ruang pengering.
11
12
13
No Demonstrasi Proses
14
15
Sebagai langkah terakhir,
gagang, slot dan pengunci pintu
dipasang dengan posisi seperti
yang tertera pada gambar. Paku
rivet digunakan media
penyambung.
Aspek ergonomi untuk alat ini ditinjau dari dua kondisi yakni:
a. Pengoperasian alat
Pengoperasian alat
Metode RULA ini dibagi menjadi 2 bagian penilaian yakni Arm and Wrist
Analysis, dan Neck, Trunk and Leg Analysis.
Posisi lengan atas membentuk sudut 0-20o tanpa penambahan kondisi bahu
yang terangkat dan lengan atas yang tertarik. Sehingga skor lengan atas adalah +1.
Posisi pergelangan tangan membentuk sudut 15 derajat dari garis normal tanpa
penambahan kondisi lekukan pergelangan tangan ke kanan dan kiri. Sehingga
skornya +2
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 109
Skor pada tabel A metode RULA ditunjukkan oleh Tabel III- 30 sebagai
berikut:
Jika postur statik selama lebih dari 10 menit atau gerakan ulang 4 kali per
menit skornya +1 namun hanya sebatas menekan dalam waktu singkat sehingga
skornya 0.
Beban sangat kecil karena hanya menekan tombol sehingga bebannya kurang
dari 4,4 lbs dengan skor 0.
Skor C didapat dari skor postur (tabel A) ditambah skor otot dan skor beban.
Sehingga nilainya 2 + 0 + 0 = 2. Sehingga wrist/arm score nya 2.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 110
Posisi leher berada pada sudut 10-20o tanpa ada putaran dan bending sehingga
skornya +2.
Posisi dada tegak berada pada sudut 0o tanpa ada putaran dan bending
sehingga skornya +1.
2.3 Kaki
Jika postur statik selama lebih dari 10 menit atau gerakan ulang 4 kali per
menit skornya +1 namun hanya sebatas menekan dalam waktu singkat sehingga
skornya 0.
Beban sangat kecil karena hanya menekan tombol sehingga bebannya kurang
dari 4,4 lbs dengan skor 0.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 111
Sebelum menentukan skor C, perlu dijumlah skor pada penilaian tabel B, skor
otot, dan beban sehingga nilainya 2 seperti yang ditunjukkan pada Tabel III- 32.
Gambaran total hasil penilaian pada tabel RULA ditunjukkan pada Gambar III- 68
sebagai berikut:
Metode REBA ini dibagi menjadi 2 bagian penilaian yakni Arm and Wrist
Analysis, and Neck, Trunk and Leg Analysis.
Posisi leher berada pada sudut di atas 20o tanpa penambahan kondisi bending
dan twist ke samping. Sehingga skor untuk posisi leher adalah +2.
Karena posisi kaki membentuk sudut 60-90o, skor untuk posisi kaki adalah
+2.
Karena beban yang ditahan kurang dari 11 lbs dan bukan termasuk beban kejut
dan berulang, penambahan skor untuk beban adalah 0.
Skor A ditentukan dengan penjumlahan skor 1.4 dan 1.5, sehingga skor yang
didapat adalah 5.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 114
Posisi lengan atas berada pada posisi 45-90o tanpa penambahan kondisi tanpa
penambahan kondisi bahu yang terangkat, lengan atas yang tertarik atau bertumpu
sehingga skor untuk posisi lengan atas adalah +3.
Posisi lengan bawah berada pada sudut 60-100o, sehingga skor untuk posisi
lengan bawah adalah +1.
Pergelangan tangan berada pada sudut 15-15o, sehingga skor untuk posisi
pergelangan tangan adalah +1.
2.6 Skor B
Skor B didapat dari penjumlahan 1.10 dan 1.11, sehingga skor yang didapat
adalah +3.
Dalam proses penyimpanan genting beton, ada beberapa bagian dari tubuh
yang tertahan selama beberapa menit. Sehingga skor untuk aktivitas adalah +1.
2.8 Skor C
Skor C didapat dari Tabel III- 35 yang berisi data skor A dan B sebagai berikut:
Skor tabel C adalah 4. Untuk menentukan nilai REBA nya maka harus
dijumlahkan dengan skor aktivitas sehingga nilainya 5.
Berikut Gambar III- 71 yang merupakan total hasil penilaian pada tabel REBA:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 116
Aspek perawatan berkaitan dengan jenis perawatan berkala baik itu harian,
bulanan, maupun tahunan untuk menjamin kualitas kerja dari mesin yang akan
digunakan. Perawatan yang dapat dilakukan antara lain berupa pembersihan,
penggantian, dan pelumasan. Rincian mengenai aspek perawat dari alat pengering
genting beton skala laboratorium ditunjukkan oleh Tabel III- 36 sebagai berikut:
Berikut Tabel III- 37 yang merupakan rincian mengenai harga pokok alat
pengering genting beton skala laboratorium untuk setiap sub fungsi:
Sumber energi yang dimaksud adalah biaya penggunaan listrik selama proses
pembuatan alat. Biaya untuk energi ini diestimasikan sebesar Rp100.000,00
5. Harga Jual
Bab ini menampilkan hasil yang diperoleh dari kegiatan rancang bangun alat
pengering genting beton skala laboratorium yang telah dilakukan. Hasil yang
ditampilkan adalah hasil akhir berupa spesifikasi hingga realisasi hasil rancangan
alat.
Secara prinsip, sumber energi panas dari alat pengering genting skala
laboratorium, didesain menggunakan panas dari kompor LPG sebagai sumber panas
utama dan heater listrik yang dilewati oleh udara kering untuk mempertahankan suhu
agar dalam keadaan tetap di ruang pengering. Udara panas dialirkan oleh kipas dari
furnace ke dalam ruang pengering yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
genting beton. Ketika damper dalam posisi tertutup, udara panas yang telah
digunakan dapat ditarik oleh exhaust fan agar dapat digunakan kembali untuk proses
pengeringan. Sebaliknya, jika damper dalam keadaan terbuka, udara akan mengalir
melalui damper yang berfungsi sebagai saluran pembuangan untuk mengurangi kadar
kelembaban udara panas yang ada di dalam ruangan pengering. Berikut Gambar IV-
1 dan Gambar IV- 2 yang menunjukkan perbedaan pola aliran udara yang disebabkan
oleh kondisi damper yang berbeda.
Berikut Tabel IV- 2 merupakan rincian kebutuhan material dari alat pengering
genting beton bagian ruang pengering:
Berikut Gambar IV- 5 yang merupakan wiring diagram kontrol alat pengering
genting beton skala laboratorium:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 124
Wiring diagram kontrol di atas terdiri dari 5 pengaman, 3 input, dan 5 output.
Input terdiri dari 2 buah tombol yang berfungsi untuk menghidupkan output kedua
kipas, dan STC 3028 sebagai termostat sekaligus hygrostat yang bekerja secara
digital untuk mengontrol output berupa heater listrik. Untuk pengaman rangkaian di
atas menggunakan MCB dengan beragam spesifikasi arus sesuai dengan kebutuhan
output yang akan dioperasikan.
1. Hal memberikan pelumas pada komponen yang bergerak berulang seperti kipas
dalam dan kipas pada furnace.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 125
2. Memastikan kontrol berjalan dengan baik dengan mencoba tombol yang ada serta
memperhatikan besar nilai suhu dan kelembaban pada thermostat dan hygrostat
sebelum digunakan.
3. Buka pintu dari ruang pengering dan damper setelah melakukan proses
pengeringan agar ruang pengering tidak dalam kondisi lembab.
Hal ini biasanya terjadi karena arus yang dibutuhkan untuk menyalakan
heater listrik lebih besar daripada kapasitas arus dari rangkaian stop kontak
yang tersedia pada setiap rumah, gedung dan lain-lain. Untuk menghidari
terjadinya kelebihan arus, pastikan stop kontak yang terpasang, tersambung
dengan MCB dengan kapasitas melebihi arus yang dibutuhkan untuk
menyalakan heater pada alat pengering.
Tahap realisasi hasil rancangan yaitu tahap pembuatan alat yang meliputi
pembelian komponen standar, proses manufaktur hingga perakitan komponen untuk
pembuatan alat pengering genting beton skala laboratorium.
e-commerce:
1 Panel Box
Tokopedia
e-commerce:
2 Pengunci
Tokopedia
e-commerce:
3 Slot
Tokopedia
e-commerce:
4 Engsel
Tokopedia
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 127
e-commerce:
5 Caster Wheel
Tokopedia
e-commerce:
6 Heater Listrik
Tokopedia
e-commerce:
8 Gagang Pintu
Tokopedia
e-commerce:
9 Gas Burner
Tokopedia
e-commerce:
11 Selang
Tokopedia
e-commerce:
12 Cabang Selang
Tokopedia
e-commerce:
13 Regulator
Tokopedia
e-commerce:
14 Baut Roofing
Tokopedia
e-commerce:
15 Paku Rivet
Tokopedia
e-commerce:
16 STC 3028
Tokopedia
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 129
10
Menyambungkan
dudukan furnace dengan
rangka ruang pengering
dan melapisi saluran
masuk dengan palt
alumunium
11
Memasang furnace
12
13
Memasang sensor
kelembaban
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 133
14
15
Hasil akhir dari realisasi hasil rancangan ditunjukkan pada Gambar IV- 7
sebagai berikut:
3. Menekan switch on-off untuk menyalakan kipas dalam dan kipas pada
furnace.
5. Heater listrik akan menyala jika suhu pada termostat menunjukkan nilai
di bawah batas minimal suhu yang telah ditentukan.
6. Dalam waktu tertentu, heater akan mati jika suhu pada termostat
menunjukkan nilai di bawah batas maksimal suhu yang telah ditentukan.
7. Selesai
1. Cara Pengujian
Berdasarkan Gambar III- 62, terdapat beberapa titik mati ketika ruang
pengering dialiri udara. Selain itu, distribusi temperatur dan keakuratan hasil
pengukuran kelembaban yang terjadi pada alat masih belum diketahui dengan pasti.
Maka dari itu untuk mengetahui hal di atas, pengujian alat dilakukan dengan
mengalirkan udara ke ruang pengering untuk memastikan kebenaran akan adanya
beberapa titik mati pada ruang pengering ketka dialiri udara serta memperhatikan
besar suhu di beberapa titik dan presentase kelembaban yang terjadi ketika heater
listrik dan furnace dinyalakan. Ada pun alat-alat bantu yang digunakan untuk
pengujian di termometer alkohol dan anemometer.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 135
2. Proses Pengujian
pengering untuk setiap layer juga disebabkan oleh perbedaan ketinggian dan besar
penampang terutama pada bagian inlet ruang pengering, layer ruang pengering serta
lubang damper. Namun besar kecepatan udara yang mengalir pada layer 2 dan 3 tidak
menunjukkan nilai yang signifikan alias 0. Berbeda dengan hasil pengujian
menggunakan software yang mana hasilnya menunjukkan besar kecepatan aliran
udara pada layer 2 dan layer 3 masih berkisar 0,4 – 1,6 m/s. Adapun pengujian
kecepatan aliran udara di beberapa titik yang berbeda ditunjukkan pada Tabel IV- 6
sebagai berikut:
Gambar Posisi
Gambar Posisi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 140
Gambar Posisi
4.10 Pembahasan
Hasil kegiatan rancang bangun alat pengering genting beton berupa prototipe
masih perlu dikembangkan lebih lanjut seperti penambahan atau pengantian material
pada setiap dinding di ruang pengering seperti menambahkan rockwool, pengantian
bahan penutup setiap dinding dengan pelat. Hal tersebut didukung dengan hasil
pengujian kecepatan dan distribusi aliran udara.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara pada layer 2 dan
layer 3 tidak terbaca oleh anemometer atau dengan kata lain kecepatan aliran
udaranya kecil. Hal itu terjadi diduga karena terdapat kebocoran di suatu titik yang
tidak terlihat dan pintu yang tidak tertutup rapat dengan sehingga memberikan hasil
pengujian yang tidak akurat.
Selain itu masih terdapat selisih hasil pengukuran temperatur antara besar
temperatur yang diterapkan pada termostat dengan nilai hasil pengukuran yang
ditunjukkan oleh termometer alkohol meskipun nilai temperatur yang terdapat pada
setiap layer pada ruang pengering menunjukkan nilai yang sama besar, dalam hal ini
besar temperatur setiap layer yakni 38oC dengan 40oC sebagai temperatur acuannya.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 142
Secara keseluruhan alat bekerja dengan baik. Spesifikasi hasil realisasi alat
pun mendekati dengan spesifikasi yang diharapkan sehingga dapat digunakan untuk
proses pengeringan terutama pada proses curing.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Secara umum alat dapat bekerja dengan baik sehingga dapat digunakan untuk
proses pengeringan terutama pada proses curing. Spesifikasi hasil realisasi alat pun
mendekati dengan spesifikasi yang diharapkan, yakni memiliki dimensi ruang
pengering sebesar 1600 x 1100 x 1100 mm, kapasitas beban minimal sebesar 60 kg,
kecepatan aliran udara maksimal yang dicapai alat sebesar 70oC dengan
menggunakan sistem kontrol STC-3028.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[2] Supatmi, “Oven Pengering Kayu untuk Produk Mainan Kayu Ekspor,”
Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.
[3] Has, ratu Aqso, et al, “Efisiensi Thermal Alat Pengering Tipe Tray untuk
Pengeringan Pulp Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pelepah
Pisang,” Politeknik Negeri Sriwijaya, 2021.
[4] Mahardika, Lintang Putri, et al, “Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray
dengan Media Udara Panas Ditinjau dari Lama Waktu Pengeringan terhadap
Exergi pada Alat Heat Exchanger,” Politeknik Negeri Sriwijaya, 2016.
[5] Purnamasari, Indah, et al, “Protoype Alat Pengering Tray Dryer Ditinjau dari
Pengaruh Temperatur dan Waktu terhadap Proses Pengeringan Mie Kering,”
Politeknik Negeri Sriwijaya, 2019.
[9] Pambudi, Warih, “Pengaruh Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir
terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genting Beton,” Universitas Negeri
Semarang, 2005.
[12] Incropera, Frank P., et al, Fundamentals of Heat and Mass Transfer. 6th
Edition. John Willey & Sons Inc., 2007.
[13] Giancoli, Douglas C., Fisika Edisi Ketujuh. Jilid 1. Prinsip Dan Aplikasi.
Penerbit Erlangga, 2014. ISBN 007-530-003-0
[17] ISO 15983, Open end blind rivets with break pull mandrel and protruding
head. 2002.
Fokus perhitungan adalah setiap layer pada rangka yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan genting. Berikut merupakan gambaran dari gaya yang terjadi
dan dimensi untuk peletakan satu genting tatapan depan:
D E
A B C
Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
genting yakni dengan rincian sebagai berikut:
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑮𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 = 𝟒, 𝟖 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟏, 𝟔 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 1,6 𝑘𝑔 × 9,81 = 15,969 𝑁 ≈ 16 𝑁
𝑠2
𝐹 16 𝑁
𝑊= = = 38,1 𝑁/𝑚
𝑙 0,42 𝑚
𝐹 16 𝑁
𝑊= = = 48,5 𝑁/𝑚
𝑙 0,33 𝑚
𝑀𝑎 = 𝑀𝑐 = 0
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 150
𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
𝑏𝐴𝑎 𝑤
= [𝑏 2 (2 𝐿12 − 𝑏 2 ) − 𝑎2 (2 𝐿12 − 𝑎2 )]
𝐿1 4 𝐿1
𝑏𝐴𝑏 𝑤
= [𝑑 2 (2 𝐿22 − 𝑑2 ) − 𝑐 2 (2 𝐿22 − 𝑐 2 )]
𝐿2 4 𝐿2
𝑏𝐴𝑏 38,1 𝑁/𝑚
= [(0,4775) 2 (2 (0,265)2 − 0,47752 ) − (0,0575)2 (2 (0,265)2 − (0,0575)2 )]
𝐿2 4 . 0,265𝑚
= −0,73385 𝑁. 𝑚2
𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
0 . 𝐿1 + 2𝑀𝐵 . (0,27 + 0,265) + 0. 𝐿2 + (−0,67785) + (−0,73385) = 0
1,4117 𝑁. 𝑚2
𝑀𝐵 = = 1,319346 𝑁. 𝑚
0,535 𝑚 . 2
Reaksi RB’
∑𝑀𝑎 = 0
𝑅𝐵′ . (0,27 𝑚) − 16 𝑁 . (0,16375 𝑚) − 1,319346 𝑁. 𝑚 = 0
16 𝑁 . (0,16375 𝑚) + 1,319346 𝑁. 𝑚
𝑅𝐵′ = = 14,59 𝑁
0,27 𝑚
Reaksi RA
∑𝑉 = 0
𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 ′ = 𝑅
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 151
𝑅𝐴 = 16 𝑁 − 14,59 𝑁 = 1,41𝑁
Reaksi RB”
∑𝑀𝑐 = 0
−𝑅𝐵 ". 0,265 + 16 . (0,16125) + 1,319346 𝑁. 𝑚 = 0
16 𝑁 . (0,16125 𝑚) + 1,319346 𝑁. 𝑚
𝑅𝐵 " = = 14,714 𝑁
0,265 𝑚
Reaksi RC
∑𝑉 = 0
𝑅𝐶 + 𝑅𝐵 " = 𝑅
𝑅𝐶 = 16 𝑁 − 14,714 𝑁 = 1,286 𝑁
Reaksi RB
𝑅𝐵 = 𝑅𝐵 ′ + 𝑅𝐵 "
𝑅𝐵 = 14,59 𝑁 + 14,714 𝑁 = 29,304 𝑁
𝑀𝐸 = 𝑅𝑐 × 0.0575 𝑚
𝑀𝐸 = 1,286 𝑁 × 0,0575 𝑚 = 0,074 𝑁. 𝑚
Berikut merupakan gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk
peletakan satu genting tatapan depan:
𝑀𝑎 = 𝑀𝑔 = 0
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 152
𝑏𝐴𝑎 𝑤
= [𝑏 2 (2 𝐿12 − 𝑏 2 ) − 𝑎2 (2 𝐿12 − 𝑎2 )]
𝐿1 4 𝐿1
𝑏𝐴𝑎 48,5 𝑁/𝑚
= [0,4325m2 (2 (0,2675m )2 − 0,4325m 2 )
𝐿1 4 . 0,2675𝑚
− (0,1025𝑚)2 (2 (0,2675m)2 − (0,1025𝑚)2 )] = −0,43574 𝑁. 𝑚2
𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑔 . 𝐿1 + 2𝑀𝑓 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑎. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
0 . 𝐿1 + 2𝑀𝑓 . (0,2675 m + 0,2675 m) + 0. 𝐿2 + (−0,43574 𝑁. 𝑚2 )
+ (−0,43574 𝑁. 𝑚2 ) = 0
0.87148 𝑁. 𝑚2
𝑀𝑓 = = 0.8145 𝑁. 𝑚
0,535 𝑚 . 2
Reaksi Rf’
∑𝑀𝑔 = 0
𝑅𝑓 ′ . (0,265) − 16. (0,185) − 0.8145 𝑁. 𝑚 = 0
16 𝑁 . (0,185 𝑚) + 0.8145 𝑁. 𝑚
𝑅𝑓 ′ = = 14,11 𝑁
0,2675 𝑚
Reaksi Rg
∑𝑉 = 0
𝑅𝑔 + 𝑅𝑓′ = 𝑅
𝑅𝑔 = 16 𝑁 − 14,11 𝑁 = 1,89 𝑁
Reaksi Rf
𝑅𝑓′ = 𝑅𝑓"
𝑅𝑔 = 𝑅𝑎
𝑅𝑓 = 𝑅𝑓 ′ + 𝑅𝑓" = 28,22 𝑁
Selanjutnya perlu ditentukan momen pada titik I dan H:
𝑀𝑖 = 𝑀ℎ
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 153
𝑀𝑖 = 𝑅𝑎 × 0,1025 m
𝑀𝑖 = 1,89 𝑁 × 0,1025 𝑚 = 0,194 𝑁. 𝑚
Setelah semua reaksi dan masing-masing reaksi di setiap tumpuan dan momen
di setiap titik sudah ditemukan, tegangan lentur dan geser dapat ditentukan dengan
rincian sebagai berikut:
Beban terbesar pada layer 1 dan 2 berada di titik B karena terjadi momen
terbesar, maka tegangan lentur dan geser adalah:
𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝑏 = = = 852538,5 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10−6 𝑚3
𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = = = 171368,42 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴 − 𝐴′ (0,03 𝑚)2 − (0,027 𝑚)2
Beban terbesar pada layer 3 berada di titik B karena terjadi momen terbesar,
maka tegangan lentur dan geser adalah:
𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝐵 = = = 2174985,1 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 6,066 . 10−7 𝑚3
𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
=
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 × 0,015) 𝑚 − (0,027 × 0,012) 𝑚
= 232571,43 𝑁/𝑚2
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 154
Berikut merupakan gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk rangka
pijakan furnace:
D E
A B C
Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
furnace yakni dengan rincian sebagai berikut:
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑭𝒖𝒓𝒏𝒂𝒄𝒆 = 𝟗 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟑 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 3 𝑘𝑔 × 9,81 = 30 𝑁
𝑠2
𝐹 30 𝑁
𝑊= = = 49,18 𝑁/𝑚
𝑙 0,61 𝑚
𝑀𝑎 = 𝑀𝑐 = 0
𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 155
𝑏𝐴𝑎 𝑤
= [𝑏 2 (2 𝐿12 − 𝑏 2 ) − 𝑎2 (2 𝐿12 − 𝑎2 )]
𝐿1 4 𝐿1
𝑏𝐴𝑎 49,18 𝑁/𝑚
= [(0,6625 m)2 (2 (0,24 m )2 − (0,6625 m)2 )
𝐿1 4 . 0,24 𝑚
− (0,0525 𝑚)2 (2 (0,24 m)2 − (0,0525 𝑚)2 )] = −7,29435 𝑁. 𝑚2
𝑏𝐴𝑏 𝑤
= [𝑑 2 (2 𝐿22 − 𝑑2 ) − 𝑐 2 (2 𝐿22 − 𝑐 2 )]
𝐿2 4 𝐿2
𝑏𝐴𝑏 49,18 𝑁/𝑚
= [(0,6625 m)2 (2 (0,475 𝑚)2 − (0,6625 m)2 )
𝐿2 4 .0,475𝑚
− (0,0525 𝑚)2 (2 (0,475 𝑚)2 − (0,0525 𝑚)2 )] = 0,108237 𝑁. 𝑚2
𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
0 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (0,24 m + 0,475 m) + 0. 𝐿2 + (−7,29435 𝑁. 𝑚2 )
+ (0,108237 𝑁. 𝑚2 ) = 0
7,186113 𝑁. 𝑚2
𝑀𝑏 = = 5,025 𝑁. 𝑚
0,715 𝑚 . 2
Reaksi RB’
∑𝑀𝑎 = 0
𝑅𝑏 ′ . (0,475) − 30. (0,26375) − 5,025 𝑁. 𝑚 = 0
30 . (0,26375) + 5,025
𝑅𝑏 ′ = = 27,237 𝑁
0,475
Reaksi RA
∑𝑉 = 0
𝑅𝑎 + 𝑅𝑏′ = 𝑅
𝑅𝑎 = 30𝑁 − 27,237 𝑁 = 2,763 𝑁
Reaksi B”
∑𝑀𝑐 = 0
−𝑅𝐵 ". 0,240 + 30 . (0,14625) + 5,025 𝑁. 𝑚 = 0
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 156
30 . (0,14625) + 5,025 𝑁. 𝑚
𝑅𝐵 " = = 39,218 𝑁
0,24
Reaksi C
∑𝑉 = 0
𝑅𝐶 + 𝑅𝐵 " = 𝑅
𝑅𝐶 = 30 − 39,218 𝑁 = −9,218 𝑁
Reaksi B
𝑅𝐵 = 𝑅𝐵 ′ + 𝑅𝐵 "
𝑅𝐵 = 27,237 𝑁 + 39,218 𝑁 = 66.455𝑁
Setelah semua reaksi dan masing-masing reaksi di setiap tumpuan dan momen
di setiap titik sudah ditemukan, tegangan lentur dan geser dapat ditentukan dengan
rincian sebagai berikut:
𝑀 5,025
𝜎𝐵 = = = 3247067,9 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10−6
𝐹 𝐹 5,025 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
= 2 2
= 171368,42 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 𝑚) − (0,027 𝑚)
∆𝑇 𝑇∞,1 − 𝑇∞,2
𝑞𝑥 = =
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 157
1 𝐿 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = + +
ℎ1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ2 𝐴
Bagian Dalam
Temperatur rata-rata antara temperatur ruang pengering dan temperatur
permukaan plat lapisan dalam diasumsikan sebesar 70 C, maka dapat diketahui
properti fluida dari Appendix A.4 dari buku Fundamental Of Heat And Mass
Transfer, yaitu:
v = 20,02 . 10-6 m2/s
k = 0,03047 W/mK
α = 28,566 . 10-6 m2/s
Pr = 0,694
ρ = 1,029 kg/m3
µ = 20,59 x 10-6 Ns/(m2/s)
Koefisien konveksi pada plat Alumunium dinding bagian kanan dan kiri
lapisan dalam ruang pengering:
𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
238,68 . 0,0304 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ1 = = 6,6 2 . 𝐾
1,1 𝑚 𝑚
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 158
𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
287,856 . 0,0304 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ2 = = 7,955 2 . 𝐾
1,1 𝑚 𝑚
Bagian Luar
Temperatur rata-rata antara temperatur ruang pengering dan temperatur
permukaan plat lapisan luar diasumsikan sebesar 30 C, maka dapat diketahui properti
fluida dari Appendix A.4 dari buku Fundamental Of Heat And Mass Transfer, yaitu:
v = 16,00 . 10-6 m2/s
k = 0,02675 W/mK
α = 22,861 . 10-6 m2/s
Pr = 0,701
ρ = 1,165 kg/m3
µ = 18,63 x 10-6 Ns/(m2/s)
g = 9,81
𝛽 = 1/303,15 = 0,0033K-1
Kanan kiri:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 159
𝑔𝛽(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )𝐿3
𝑅𝑎 =
𝑣𝛼
9,81 𝑚/𝑠 2 . (0,0033)𝐾 −1 (303,15 − 302,15)𝐾 . (1,1 𝑚)3
𝑅𝑎 = = 0,1178 . 109
(16 . 10−6 𝑚2 /𝑠)(22,861 . 10−6 𝑚2 /𝑠)
Dengan hasil nilai dari Ra = 0,1178 .10^9, besarnya nilai tersebut merupakan
Laminar, dengan batas yang bersumber dari dari buku Fundamental Of Heat And
Mass Transfer ialah Ra. Maka rumus Nuselt yang digunakan ialah:
0,67𝑅𝑎 1/4
𝑁𝑢 = 0,68 + 4/9
0,492 9/16
[1 + ( 𝑃𝑟 ) ]
Koefisien konveksi pada plat Alumunium dinding bagian kanan dan kiri
lapisan luar ruang pengering:
𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
54,1775 . 0,02675 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ3 = = 1,317 2 . 𝐾
1,1 𝑚 𝑚
0,67𝑅𝑎 1/4
𝑁𝑢 = 0,68 + 4/9
0,492 9/16
[1 + ( 𝑃𝑟 ) ]
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 160
𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
71,5365 . 0,02675 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ4 = = 1,196 2 . 𝐾
1,6 𝑚 𝑚
𝑚2
= 1.49907 .𝐾
𝑊
𝑚2
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = 1.57589 .𝐾
𝑊
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 161
343,15 − 303,15 𝐾
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = × 1,21 𝑚2 = 32,287 𝑊
𝑚2
1.49907 𝑊 . 𝐾
Qloss Total:
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔
+𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
LAMPIRAN D DOKUMENTASI