Anda di halaman 1dari 186

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING GENTING

BETON SKALA LABORATORIUM

Design And Build Concrete Roof Tile Dryer Laboratory Scale

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma Empat Program Studi Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin di
Jurusan Teknik Mesin

Oleh
FADLI RAMDANI
NIM: 191234017

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2023
TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING GENTING BETON


SKALA LABORATORIUM

dipersiapkan dan disusun oleh:


FADLI RAMDANI
NIM: 191234017

Tugas Akhir ini telah disidangkan pada tanggal 18 Agustus 2023 dan disahkan
sesuai dengan ketentuan.

Tim Penguji:

Ketua : Dr. Budi Triyono, S.S.T., M.T.


NIP. 197704092003121001 ……………………….

Anggota : Devi Eka Septiyani Arifin, S.Si., M.S


NIP. 199209282019032017 ……………………….

Menyetujui
Bandung, 1 September 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Haryadi, M.T. Ir. Suyitno, M. Eng.


NIP. 196408261990031002 NIP. 195803101989101001

Ketua Jurusan Teknik Mesin

Adri Maldi Subardjah, B.Eng. (Hons)., M.Sc.


NIP. 196303291994031002
PERNYATAAN PENULIS

Dengan ini menyatakan bahwa laporan Tugas Akhir dengan judul “Rancang Bangun
Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium” adalah karya ilmiah yang bebas
dari unsur tindakan plagiarisme, dan sesuai dengan ketentuan tata tulis yang berlaku.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya unsur plagiarisme, maka hasil penilaian
dari Tugas Akhir ini dicabut dan bersedia menerima sanksi sesuai dengen ketentuan
yang berlaku.
Demikian penyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dalam keadaan sadar
sepenuhnya.

Bandung, 18 Agustus 2023

Materai 10.000

Fadli Ramdani
NIM: 191234017
Jadilah seperti tusuk gigi. Kendati pun ia sendiri, rapuh, dan
mudah patah, ia masih tetap berguna untuk hal lain dan orang
lain.
ABSTRAK

Pada kegiatan produksi genting beton di industri lokal, masih mengalami kendala
terhadap proses pengeringan. Hal ini didukung dengan pergantian cuaca yang mana
proses pengeringan dari industri lokal masih mengandalkan cahaya matahari. Selain
itu, produksi alat pengering genting pun masih dalam pengembangan dan belum
marak di pasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan alat yang mendukung penelitian untuk
mengembangkan alat pengering genting beton.

Melalui tugas akhir ini dilakukan rancang bangun alat pengering genting skala
laboratorium yang akan digunakan untuk mempermudah pengembangan dan
penelitian studi karakteristik dari proses pengeringan genting beton. Diharapkan alat
ini menjadi solusi untuk pengembangan proses produksi genting agar lebih optimal.
Dalam proses rancang bangun ini dilakukan dengan menggunakan metode Pahl dan
Beitzh yang terdiri dari enam tahapan, yakni tahap perencanaan dengan kajian produk
eksisting dan klarifikasi masalah, tahap mengkonsep dengan membuat variasi konsep
dan memilih konsep terpilih, tahap perancangan bentuk alat sesuai dengan konsep
terpilih dan perencanaan komponen standar serta mendetailkan model alat dengan
kajian aspek perancangan, tahap dokumentasi berupa pembuatan gambar kerja dan
SOP, tahap membuat prototipe sesuai dengan gambar kerja yang dibuat, dan tahap
pengujian prototipe dengan menguji fungsi kinerja alat dan evaluasi.

Secara umum alat hasil perealisasian dapat bekerja dengan baik sehingga dapat
digunakan untuk proses pengeringan terutama pada proses curing. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara pada pada layer 2 dan layer 3 ruang
pengering memiliki kecepatan udara sangat kecil sehingga tidak terdeteksi oleh
anemometer. Besar temperatur yang terdapat pada setiap layer ruang pengering
menunjukkan nilai yang sama besar, dalam hal ini besar temperatur setiap layer yakni
38oC dengan 40oC sebagai temperatur acuan yang diterapkan pada termostat. Dan
untuk presentase kelembaban juga masih terdapat selisih besar presentase yang cukup
signifikan, dalam hal ini presentase kelembaban pada temperatur akhir yang
ditampilkan hygrostat sebesar 21,7% dan untuk hasil perhitungan sebesar 26,6%.

Kata Kunci: Rancang Bangun, Alat Pengering Genting

i
ABSTRACT

In the production of concrete tiles in the local industry, there are still problems with
the drying process. This is supported by weather changes where the drying process
from the local industry still relies on sunlight. In addition, the production of tile dryers
is still under development and has not yet hit the market. Therefore, a tool is needed
to support research to develop a concrete tile dryer.

Through this final project, Design and Build Concrete Roof Tile Dryer Laboratory
Scale to facilitate the development and research of characteristic studies of the drying
process of concrete tiles. This tool is envisioned as a way to improve the roof tile
production process and make it more efficient. In the design process this was carried
out using The Pahl and Beitzh method, which consists of six stages, was used to carry
out the design process. These stages are planning stage with a review of existing
products and clarification of problems, conceptualizing stage by varying the concept
and selecting the selected concept, design stage of the shape of the tool in accordance
with the selected concept and standard component planning as well as detailing the
tool model with a study of design aspects, the documentation phase in the form of
making working drawings and SOPs, making a prototype in accordance with the
working drawings made and prototype testing by testing tool performance and
evaluation functions.

In general, the resulting tool can work well so that it can be used for the drying
process, especially in the curing process. The test results show that the air velocity at
layer 2 and layer 3 of the drying chamber has a very small air velocity so that it cannot
be detected by the anemometer. The temperature in each layer of the drying chamber
shows the same value, in this case the temperature for each layer is 38oC with 40oC
as the reference temperature applied to the thermostat. And for the percentage of
humidity there is still a significant difference in percentage, in this case the percentage
of humidity at the final temperature shown by the hygrostat is 21.7% and for the
calculation results it is 26.6%.

Keywords: Design and Build, Concrete Tile Dryer

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik. Shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW yang
telah membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang ini.
Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk memenuhi beberapa persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Terapan Teknik di Politeknik Negeri Bandung.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Orang tua yang telah
memberikan dukungan selama melaksanakan Tugas Akhir dan semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Adri Maldi Subardjah, B.Eng. (Hons)., M.Sc. selaku Ketua Jurusan
Teknik Mesin
2. Heri Widiantoro, S.S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi DIV
Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin.
3. Devi Eka S., M.S., selaku Panitia TA
4. Dr. Haryadi, S.S.T., M.T., selaku dosen pembimbing TA 1 yang telah
memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini
5. Ir. Suyitno, M.Eng. selaku dosen pembimbing TA 2 yang telah
memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini
menjadi baik lagi.
6. Kepada rekan seperjuangan di kelas TPKM yang selalu menyemangati.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada proposal
ini, baik dari segi penulisan maupun penyajiannya. Oleh karenanya, saran dan kritik
yang sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan. Sehingga kesalahan dan
kekurangan tersebut dapat diperbaiki pada penyusunan berikutnya. Semoga
proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis sendiri.

Bandung, 14 Juni 2023


Fadli Ramdani

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .....................................................................................................................i

ABSTRACT ................................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN .................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1


1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Tujuan Tugas Akhir ..................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ......................................................2
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................5


2.1 Karya Ilmiah Sejenis Sebelumnya ............................................................5
2.2 Dasar Teori ................................................................................................8
2.2.1 Genting ..........................................................................................8
2.2.2 Genting Beton ...............................................................................8
2.2.3 Proses Pengeringan .....................................................................12
2.2.4 Perpindahan Massa dan Panas....................................................15
2.2.5 Debit ............................................................................................17
2.2.6 Aliran Massa ...............................................................................18
2.2.7 Kalor............................................................................................18
2.2.8 Asas Black ..................................................................................19
2.2.9 Sistem Pemanas ..........................................................................19
2.2.10 Hambatan Termal .......................................................................20

iv
2.2.11 Perpindahan Panas Gabungan ....................................................22
2.2.12 Aliran Laminer dan Turbulen .....................................................22
2.2.13 Bilangan Prandtl .........................................................................24
2.2.14 Bilangan Reynold .......................................................................25
2.2.15 Bilangan Nusselt .........................................................................25
2.2.16 Bilangan Rayleigh ......................................................................26
2.2.17 Hukum Ohm ...............................................................................26
2.2.18 Daya Listrik ................................................................................27
2.2.19 Energi Listrik ..............................................................................27
2.2.20 Statika..........................................................................................28
2.2.21 Tegangan Aksial .........................................................................29
2.2.22 Tegangan Bending ......................................................................29
2.2.23 Tegangan Prinsipal Maksimum..................................................30
2.2.24 Tegangan Ijin ..............................................................................30
2.2.25 Persamaan Tiga Momen .............................................................31
2.2.26 Rasio Udara Bahan Bakar ..........................................................31
2.2.27 Nilai Kalor Bakar ........................................................................31
2.2.28 Hukum Bernoulli ........................................................................33

BAB III METODE DAN PROSES PENYELESAIAN............................................34


3.1 Metode Penyelesaian...............................................................................34
3.2 Perencanaan .............................................................................................36
3.2.1 Penjelasan Fungsi Alat ...............................................................36
3.2.2 Penjelasan Pengoperasian Alat...................................................36
3.2.3 Kajian Paten ................................................................................37
3.2.4 Kajian Kebutuhan .......................................................................37
3.2.5 Kajian Produk Eksisting .............................................................39
3.2.6 Kajian Dampak Lingkungan ......................................................46
3.2.7 Daftar Tuntutan ...........................................................................47
3.3 Perancangan Konsep ...............................................................................47
3.3.1 Deskripsi Fungsi Utama. ............................................................48
3.3.2 Fungsi Bagian .............................................................................48
3.3.3 Morfologi ....................................................................................49

v
3.3.4 Evaluasi Alternatif Solusi ...........................................................50
3.3.5 Variasi Konsep ............................................................................52
3.3.6 Penilaian Konsep Rancangan .....................................................56
3.3.7 Konsep Rancangan Terpilih .......................................................61
3.4 Perancangan Detail..................................................................................62
3.4.1 Sistematika Perhitungan .............................................................62
3.4.2 Perhitungan dan Pemodelan Komponen Non Standar ..............63
3.4.3 Pemilihan Komponen Standar ....................................................79
3.4.4 Fungsi Kontrol Dan Kendali ......................................................84
3.4.5 Pemodelan 3D Alat .....................................................................85
3.4.6 Simulasi Numerik CAE ..............................................................89
3.4.7 Simulasi Numerik CFD ..............................................................93
3.4.8 Aspek Manufaktur ......................................................................95
3.4.9 Aspek Keterakitan ....................................................................100
3.4.10 Aspek Ergonomi .......................................................................106
3.4.11 Aspek Perawatan ......................................................................116
3.4.12 Aspek Ekonomi ........................................................................117

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................119


4.1 Spesifikasi Alat......................................................................................119
4.2 Prinsip Kerja Alat ..................................................................................119
4.3 Daftar Kebutuhan Material (Bill of Material) ......................................120
4.4 Diagram Kelistrikan dan Kontrol .........................................................123
4.5 SOP Perawatan ......................................................................................124
4.6 SOP Troubleshooting ............................................................................125
4.7 Realisasi Hasil Rancangan ....................................................................126
4.7.1 Pembelian Komponen Standar .................................................126
4.7.2 Proses Manufaktur ....................................................................129
4.7.3 Proses Perakitan ........................................................................129
4.7.4 Cara Pengoperasian ..................................................................133
4.8 Pengujian Alat ...........................................................................................134
4.9 Hasil Pengujian .........................................................................................136
4.10 Pembahasan .............................................................................................141

vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................143
5.1 Kesimpulan ............................................................................................143
5.2 Saran ......................................................................................................144

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................145

LAMPIRAN A DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................147


A.1 Identitas Diri ..........................................................................................147
A.2 Riwayat Pendidikan ..............................................................................147
A.3 Pengalaman Magang & Studi Independen ...........................................148

LAMPIRAN B LEMBAR PERHITUNGAN....................................................149

LAMPIRAN C HASIL TURNITIN ..................................................................164

LAMPIRAN D DOKUMENTASI .....................................................................165


D.1 GAMBAR KERJA................................................................................165

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II- 1 Alat Pengering Kayu Buatan Slamet Karyono dkk ...............................5
Gambar II- 2 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Aqso Has dkk ..................................6
Gambar II- 3 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Lintang Putri Mahardika dkk ..........6
Gambar II- 4 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Indah Purnamasari dkk ...................7
Gambar II- 5 Genting Beton .........................................................................................8
Gambar II- 6 Beberapa Bentuk dan Ukuran Genting Beton .......................................9
Gambar II- 7 Proses Pengeringan pada Psychrometri .............................................. 13
Gambar II- 8 Kurva Periode Proses Pengeringan ..................................................... 14
Gambar II- 9 Skema Perpindahan Massa secara Konveksi ..................................... 16
Gambar III- 1 Diagram Alir Rancang Bangun ......................................................... 34
Gambar III- 2 Paten Alat Pengering Keey, Langrish dan......................................... 37
Gambar III- 3 Customer Window .............................................................................. 38
Gambar III- 4 Oven Pengering Listrik Otomatis Buatan ......................................... 40
Gambar III- 5 Pemasangan Termostat Pada Oven Pengering Listrik Otomatis
Buatan Anong Oprek ........................................................................ 40
Gambar III- 6 Pemasangan Heater Pada Oven Pengering Listrik Otomatis
Buatan Anong Oprek ........................................................................ 40
Gambar III- 7 Skema Rangkaian Kelistrikan Oven Pengering Listrik Otomatis
Buatan Anong Oprek ........................................................................ 41
Gambar III- 8 Alat Pengering Kayu Buatan Buatan Slamet Karyono dkk .............. 43
Gambar III- 9 Diagram Fungsi Oven Pengering Listrik........................................... 42
Gambar III- 10 Diagram Fungsi Alat Pengering Kayu ............................................ 45
Gambar III- 11 Diagram Fungsi Utama .................................................................... 48
Gambar III- 12 Blackbox Fungsi Bagian .................................................................. 49
Gambar III- 13 Selection Chart ................................................................................. 51
Gambar III- 14 Skema Mekanisme Variasi Konsep 1 .............................................. 53
Gambar III- 15 Skema Mekanisme Variasi Konsep 2 .............................................. 54
Gambar III- 16 Skema Mekanisme Variasi Konsep 3 .............................................. 55
Gambar III- 17 Skema Mekanisme Variasi Konsep 4 .............................................. 56
Gambar III- 18 Skema Mekanisme Konsep Rancangan Terpilih ............................ 62

viii
Gambar III- 19 Grafik Penilaian Variasi Konsep ..................................................... 61
Gambar III- 20 Sistematika Perhitungan................................................................... 63
Gambar III- 21 Geometri Ruang Pengering.............................................................. 64
Gambar III- 22 Skema Gaya Luar ............................................................................. 65
Gambar III- 23 Free Body Diagram ......................................................................... 66
Gambar III- 24 Titik Kritis Perhitungan Tegangan .................................................. 66
Gambar III- 25 Skema Beban Terdistribusi dari satu Genting pada Layer 1, 2
dan 3 - Tatapan Depan ...................................................................... 67
Gambar III- 26 Skema Beban Terdistribusi dari Satu Genting pada Layer 1, 2
dan 3 - Tatapan Samping .................................................................. 67
Gambar III- 27 Skema Beban Terdistribusi dari dari Rangka Pijakan Furnace...... 69
Gambar III- 28 Lingkaran Mohr Pijakan Furnace ................................................... 70
Gambar III- 29 Data Rinci Cuaca dengan Suhu ....................................................... 72
Gambar III- 30 Rekap Cuaca Bulan Maret ............................................................... 72
Gambar III- 31 Tabel Psychrometri .......................................................................... 73
Gambar III- 32 Skema Perpindahan Gabungan ........................................................ 74
Gambar III- 33 Hollow Baja Ringan ......................................................................... 79
Gambar III- 34 Paku Rivet ........................................................................................ 80
Gambar III- 35 Ball Caster Wheel ............................................................................ 80
Gambar III- 36 Exhaust Fan...................................................................................... 81
Gambar III- 37 Fan .................................................................................................... 82
Gambar III- 38 Gas Burner ....................................................................................... 82
Gambar III- 39 Tubular Heater ................................................................................. 83
Gambar III- 40 Triplek .............................................................................................. 83
Gambar III- 41 Pelat Alumunium ............................................................................. 83
Gambar III- 42 Diagram Blok Fungsi Kontrol ......................................................... 84
Gambar III- 43 Display STC-3028............................................................................ 85
Gambar III- 44 Model Sub Assembly Rangka Utama, dengan Pelat........................ 86
Gambar III- 45 Model Sub Assembly Rangka Utama, tanpa Pelat........................... 86
Gambar III- 46 Model Sub-Assembly Furnace ......................................................... 86
Gambar III- 47 Model Sub-Assembly Furnace, Tatapan Depan .............................. 87
Gambar III- 48 Model Sub-Assembly Furnace, Tatapan Samping .......................... 87

ix
Gambar III- 49 Model Sub-Assembly Damper.......................................................... 87
Gambar III- 50 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium ....... 88
Gambar III- 51 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Tatapan Depan .................................................................................. 88
Gambar III- 52 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Tatapan Atas ..................................................................................... 88
Gambar III- 53 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Tatapan Samping .............................................................................. 89
Gambar III- 54 Assembly Alat Pengering Genting Beton Skala Laboratorium,
Bagian Dalam.................................................................................... 89
Gambar III- 55 Titik kritis ......................................................................................... 90
Gambar III- 56 Meshing pada Objek Simulasi ......................................................... 91
Gambar III- 57 Penempatan Beban pada Objek Simulasi ........................................ 91
Gambar III- 58 Hasil Simulasi Tegangan Bending pada Rangka Utama
Bagian Ruang Pengering .................................................................. 91
Gambar III- 59 Hasil Simulasi Regangan pada Rangka Utama Bagian Ruang
Pengering........................................................................................... 92
Gambar III- 60 Hasil Simulasi Tegangan Bending pada Rangka Utama
Bagian Dudukan Furnace................................................................. 92
Gambar III- 61 Hasil Simulasi Regangan pada Rangka Utama Bagian
Dudukan Furnace ............................................................................. 92
Gambar III- 62 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan Aliran Udara................. 93
Gambar III- 63 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan Aliran Udara
(Tatapan Samping) ............................................................................ 93
Gambar III- 64 Hasil Simulasi CFD, Distribusi Temperatur Aliran Udara ............. 94
Gambar III- 65 Hasil Simulasi CFD, Distribusi Temperatur Aliran Udara
(Tatapan Samping) ............................................................................ 94
Gambar III- 66 Kondisi Pengoperasian Alat........................................................... 107
Gambar III- 67 Penilaian Ergonomi dengan Menggunakan Metode RULA ......... 108
Gambar III- 68 Penilaian RULA untuk Alat Pengering Genting Beton Skala
Laboratorium ................................................................................... 111
Gambar III- 69 Kondisi Penyimpanan Genting Beton ........................................... 112

x
Gambar III- 70 Penilaian Ergonomi dengan Menggunakan Metode REBA ......... 112
Gambar III- 71 Penilaian REBA untuk Alat Pengering Genting Beton Skala
Laboratorium ................................................................................... 116
Gambar IV- 1 Pola Aliran Udara dengan Damper Terbuka ................................... 120
Gambar IV- 2 Pola Aliran Udara dengan Damper Tertutup .................................. 120
Gambar IV- 3 Explode View Alat Pengering Genting Beton Bagian Ruang
Pengering......................................................................................... 121
Gambar IV- 4 Explode View Alat Pengering Genting Beton Bagian Ruang
Furnace ............................................................................................ 123
Gambar IV- 5 Diagram Kelistrikan dan Kontrol Alat Pengering Genting
Beton Skala Laboratorium .............................................................. 124
Gambar IV- 6 Proses Manufaktur Batangan Hollow.............................................. 129
Gambar IV- 7 Hasil Akhir Realisasi Rancang Bangun .......................................... 133
Gambar IV- 8 Pengujian menggunakan Anemometer ........................................... 135
Gambar IV- 9 Peletakan Genting Beton pada Ruang Pengering ........................... 135
Gambar IV- 10 Acuan Suhu yang Digunakan untuk Pengujian ............................ 136
Gambar IV- 11 Peletakan Termometer pada Ruang Pengering ............................. 136
Gambar IV- 12 Acuan Presentase Kelembaban ..................................................... 136
Gambar IV- 13 Hasil Pengukuran Kelembaban pada Termostat dan Hygrostat ... 140
Gambar IV- 14 Presentase Kelembaban Hasil Perhitungan ................................... 141

xi
DAFTAR TABEL

Tabel II- 1 Ukuran Bagian Genting Beton ................................................................ 10


Tabel II- 2 Beban Lentur Minimal Genting Beton ................................................... 11
Tabel II- 3 Perbandingan Bahan Pembuatan Genting Beton.................................... 11
Tabel III- 1 Fungsi Part Oven Pengering Listrik ...................................................... 41
Tabel III- 2 Analisis Material Oven Pengering Listrik ............................................. 42
Tabel III- 3 Fungsi Part Alat Pengering Kayu .......................................................... 44
Tabel III- 4 Alat Pengering Kayu .............................................................................. 44
Tabel III- 5 Kajian Dampak Lingkungan .................................................................. 46
Tabel III- 6 Daftar Tuntutan ...................................................................................... 47
Tabel III- 7 Penjelasan Fungsi Bagian ...................................................................... 49
Tabel III- 8 Morfologi................................................................................................ 50
Tabel III- 9 Evaluasi Tabel Morfologi ...................................................................... 52
Tabel III- 10 Variasi Konsep 1 .................................................................................. 53
Tabel III- 11 Variasi Konsep 2 .................................................................................. 54
Tabel III- 12 Variasi Konsep 3 .................................................................................. 55
Tabel III- 13 Variasi Konsep 4 .................................................................................. 55
Tabel III- 14 Kriteria Penilaian ................................................................................. 57
Tabel III- 15 Perbandingan Aspek User Criteria ..................................................... 57
Tabel III- 16 Perbandingan Aspek Manufacture Criteria ........................................ 58
Tabel III- 17 Indeks User Criteria ............................................................................ 58
Tabel III- 18 Indeks Manufacture Criteria ............................................................... 59
Tabel III- 19 Penilaian Aspek User Criteria............................................................. 60
Tabel III- 20 Penilaian Aspek Manufacture Criteria ............................................... 60
Tabel III- 21 Perbandingan Tegangan ....................................................................... 70
Tabel III- 22 Tabel Spesifikasi Paku Rivet [17] ....................................................... 80
Tabel III- 23 Tabel Spesifikasi Ball Caster Wheel [18] ........................................... 81
Tabel III- 24 Tabel Spesifikasi Exhaust Fan [19] .................................................... 81
Tabel III- 25 Keterangan Skema STC 3028.............................................................. 85
Tabel III- 26 Mechanical Property ........................................................................... 90
Tabel III- 27 Proses Manufaktur ............................................................................... 95

xii
Tabel III- 28 Rincian Proses Manufaktur.................................................................. 96
Tabel III- 29 Urutan Proses Perakitan ..................................................................... 100
Tabel III- 30 Penilaian Score A ............................................................................... 109
Tabel III- 31 Penilaian Score B ............................................................................... 110
Tabel III- 32 Penilaian Score C ............................................................................... 111
Tabel III- 33 Penilaian Score A ............................................................................... 113
Tabel III- 34 Penilaian Score B ............................................................................... 114
Tabel III- 35 Penilaian Score C ............................................................................... 115
Tabel III- 36 Aspek Perawatan Alat Pengering Genting ........................................ 116
Tabel III- 37 Harga Komponen Alat Setiap Sub Fungsi ........................................ 117
Tabel III- 38 Biaya Manufaktur .............................................................................. 117
Tabel III- 39 Harga Pokok Produksi ....................................................................... 118
Tabel IV- 1 Spesifikasi Alat Pengering Genting Beton.......................................... 119
Tabel IV- 2 BOM Alat Pengering Genting Beton Bagian...................................... 121
Tabel IV- 3 BOM Furnace ...................................................................................... 123
Tabel IV- 4 Pembelian Komponen Standar ............................................................ 126
Tabel IV- 5 Proses Perakitan ................................................................................... 129
Tabel IV- 6 Hasil Pengujian Kecepatan Aliran Udara ........................................... 137
Tabel IV- 7 Hasil Pengujian Distribusi Temperatur ............................................... 138

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................147


A.1 Identitas Diri .........................................................................................147
A.2 Riwayat Pendidikan ..............................................................................147
A.3 Pengalaman Magang & Studi Independen ..........................................148

LAMPIRAN B LEMBAR PERHITUNGAN....................................................149

LAMPIRAN C HASIL TURNITIN ..................................................................164

LAMPIRAN D DOKUMENTASI .....................................................................165

D.1 GAMBAR KERJA ...............................................................................165

xiv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

Daftar Simbol

A : Luas penampang bidang (m2)


𝐶𝐴,𝑠 : Konsentrasi uap air di permukaan bahan (kg.mol/ m3)
𝐶𝐴,∞ : Konsentrasi uap air di medium pengering (kg.mol/m3)
𝐷𝐴𝐵 : Koefisien difusi binari air dari bahan (m2/s)
I : Arus (Ampere)
𝑁"𝑤𝑓 : Fluks molar uap air (kg.mol/m2.s)
P : Daya (Watt)
𝑃𝑜 : Tekanan uap jenuh
R : Konstanta gas universal (L atm/mol.K)
R : Resistansi atau hambatan (Ohm)
Q : Kalor (J)
T : Temperatur (K)
𝑇∞ : Temperatur udara pengering (K)
𝑇𝑠 : Temperatur permukaan produk yang dikeringkan (K)
ΔT : Temperatur permukaan produk yang dikeringkan (K)
V : Tegangan (Volt)
W : Usaha (Joule)
C : Kalor jenis (J/kg.K)
H : Koefisien konveksi perpindahan panas (W/m2K)
hc : Koefisien konveksi (W/m2.ºC)
ℎ𝑓𝑔 : Panas penguapan air (kJ/kg)
𝜎𝑎 : Tegangan ijin (N/mm2)
𝜎𝑏 : Tegangan bending (N/mm2)
𝜎𝑝 : Tegangan prinsipal maksimum (N/mm2)
𝜎𝑦 : Tegangan luluh (N/mm2)
𝜎𝑡 : Tegangan aksial (N/mm2)

xv
Daftar Singkatan

3D : Tiga Dimensi
J : Joule
K : Kelvin
AFR : Air Fuel Ratio
HHV : High Heating Value
LHV : Low Heating Value
SOP : Standar Operasional Prosedur
SNI : Standar Nasional Indonesia
PUBI : Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia
Twb : Temperature Wet Bulb
cm : Sentimeter
Dkk : Dan kawan-kawan
Kg : Kilogram
kJ : Kilo Joule
mm : Milimeter

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada proses produksi genteng beton di industri lokal, sering kali ditemukan
kendala terutama pada tahap pengeringan. Hal ini disebabkan oleh pergantian cuaca
yang mempengaruhi lamanya proses pengeringan karena masih mengandalkan
cahaya matahari dan dilakukan dalam beberapa tahap pada kegiatan produksi
berlangsung.

Proses pembuatan genting beton dimulai dari tahap pencampuran dan


pengadukan bahan, yakni mencampurkan semen, pasir dan air sampai menjadi
homogen. Setelah tahap pencampuran, dilanjutkan dengan tahap pencetakan
menggunakan cetakan atau alat kompresi untuk memberi bentuk pada yang sudah
dicampurkan. Kemudian hasil dari cetakan dilakukan pengeringan dengan
ditempatkan di atas rak dan diangin-anginkan selama 24 jam. Untuk tahapan terakhir
yaitu tahap curing atau perawatan yang dilakukan dengan merendam hasil cetakan
ke dalam air bersih selama minimal 3 hari, setelah itu genting beton diangkat dari
tempat perendaman dan diangin-anginkan selama 14 hari. Menurut salah satu
karyawan PT CISANGKAN, waktu yang digunakan untuk pengeringan pada saat
proses curing dianggap terlalu lama.

Selain itu, alat pengering genting beton masih dalam pengembangan dan
belum dipasarkan di Indonesia. Data mengenai karakteristik dari proses pengeringan
genting beton pun masih belum ada. Hal tersebut dikarenakan proses pengeringan
merupakan proses yang sangat kompleks, melibatkan berbagai fenomena yang
menyertainya, seperti: perpindahan panas dan perpindahan massa [1]. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut, dibutuhkan alat pengering genting beton untuk
membantu proses pengeringan pada tahap curing agar lebih efektif dan tidak
bergantung dengan cahaya matahari.

Maka melalui tugas akhir ini akan dilakukan rancang bangun alat pengering
genting skala laboratorium sebagai alat bantu untuk menunjang kegiatan penelitian

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 1


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 2

dan pengembangan mengenai studi karakeristik dari proses pengeringan genting


beton terutama pada tahap curing agar nantinya proses produksi dari produk tersebut
dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Alat ini direncanakan memiliki
dimensi 1600 x 1100 x 1100 mm, kapasitas 60 kg dengan kecepatan udara sebesar 3
m/s dan temperatur yang dapat divariasikan.

1.2 Tujuan Tugas Akhir

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tugas akhir ini yaitu dapat
menghasilkan rancangan dan prototipe alat pengering genting beton skala
laboratorium untuk pengembangan dan penelitian studi karakeristik dari proses
pengeringan genting beton terutama pada proses curing.

1.3 Rumusan Masalah

Hal yang menjadi rumusan masalah dari tugas akhir rancang bangun ini yaitu
bagaimana caranya menghasilkan rancangan dan prototipe alat pengering genting
beton skala laboratorium untuk pengembangan dan penelitian studi karakeristik dari
proses pengeringan genting beton khususnya untuk proses curing yang mampu
mengalirkan udara pengering dengan kecepatan 3 m/s dan temperatur yang cukup
serta dapat divariasikan.

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Untuk mencapai tujuan dari rancang bangun alat pengering genting skala
laboratorium ini, beberapa ruang lingkup berikut akan dilakukan diantara lain :
1. Melakukan kajian produk eksisting untuk menentukan daftar tuntutan
untuk perancangan ulang alat.
2. Melakukan perancangan konsep berupa pembuatan variasi konsep dan
evaluasi variasi konsep sehingga didapat konsep terpilih.
3. Melakukan perancangan bentuk agar didapat model 3D alat,
perancangan detail agar didapat spesifikasi alat serta
4. Melakukan simulasi optimasi pola aliran udara dan temperatur
menggunakan Computational Flow Dynamics (CFD).
5. Membuat dokumentasi alat berupa bills of material, SOP alat, serta
gambar kerja untuk pembuatan alat.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 3

6. Membuat prototipe alat serta melakukan pengujian kinerja alat dan


evaluasi hasil pengujian.
Beberapa ruang lingkup di atas dibatasi agar pembahasan bisa lebih fokus
pada permasalahan yang akan diselesaikan. Berikut adalah batasan masalah tersebut
yaitu:

1. Rancangan alat dibuat menyesuaikan kepada daftar tuntutan yang telah


disusun.

2. Energi yang digunakan alat menggunakan energi listrik dan gas.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan tugas akhir rekayasa ulang ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut yang dapat menjelaskan penyelesaian masalah secara terperinci dan
runut.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
tugas akhir, ruang lingkup dan batasan masalah serta sistematika penulisan tugas
akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bab ini membahas mengenai karya ilmiah sejenis sebelumnya mengenai
topik alat pengering, landasan teori mengenai genting beton dan bahan baku genting
beton, komponen standar yang akan digunakan, serta teori perhitungan dalam proses
merancang detail alat pengering genting skala laboratorium ini.

BAB III METODE DAN PENYELESAIAN MASALAH

Pada bab ini membahas mengenai metodologi yang digunakan, tahapan


metodologi penyelesaian mulai dari merencana, mengonsep dan merancang detail

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas mengenai hasil dan pembahasan proses perancangan
berupa dokumentasi, spesifikasi alat dan hasil lainnya.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 4

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan yang dihasilkan dan saran-saran
sebagai perbaikan dalam penulisan tugas akhir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini dijelaskan tinjauan pustaka berupa kumpulan informasi yang
dari berbagai sumber terkait alat pengering genting skala laboratorium serta
dilengkapi dengan landasan teori yang mendukung penyelesaian tugas akhir rancang
bangun.

2.1 Karya Ilmiah Sejenis Sebelumnya

Dalam melakukan rancang bangun, diperlukan produk eksisting yang


dijadikan dasar untuk produk yang akan dibuat, dalam hal ini beberapa alat pengering
hasil rancangan mahasiswa yang ditinjau agar proses rekayasa ulang lebih terbuka
karena tidak terpaku pada satu rancangan saja.

Gambar II- 1 Alat Pengering Kayu Buatan Slamet


Karyono dkk [2]

Pada penelitian yang berjudul “Oven Pengering Kayu untuk Produk Mainan
Kayu Ekspor” yang dilakukan oleh Slamet Karyono, Darmono, Lies Endarwati
bertujuan untuk pengembangan proses pengeringan kayu untuk produk mainan kayu
ekspor. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu didapat sebuah
Rancangan prototype alat pengering kayu yang memiliki kapasitas maksimal 3 m3,
dimensi ruang pengering 1,2 m x 2,4 m x 1,2 m dan ruang pembakaran yang
dilengkapi dengan cerobong. Energi panas dihasilkan dari ruang pembakaran yang
mengeluarkan udara panas. Untuk sirkulasi udara, dipasang penyedot udara

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 5


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 6

menggunakan motor listrik ¾ HP berkecepatan 1425 rpm. Hal ini bertujuan untuk
mengulangi siklus aliran udara yang melewati ruang pengering [2].

Gambar II- 2 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Aqso


Has dkk [3]

Pada penelitian yang berjudul “Efisiensi Thermal Alat Pengering Tipe Tray
untuk Pengeringan Pulp Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pelepah
Pisang” yang dilakukan oleh Ratu Aqso Has, Indah Purnamasari, Fadarina bertujuan
untuk pengembangan proses pengeringan pulp skala kecil atau rumahan. Kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini yaitu didapat sebuah Rancangan prototype alat
pengering tipe tray yang memiliki kapasitas maksimal 41,989 kg dengan ukuran 39,5
cm x 45 cm x 39 cm berbahan stainlees steel. Pengering memiliki tray sebanyak 4
tingkat dengan jarak 7,5 cm pada setiap tray. Energi panas dihasilkan dari strip heater
yang berjumlah 2 buah dengan daya 100 watt. Untuk meningkatkan laju udara
pengering dipasang 1 buah kipas (fan) dengan daya 30,8 watt, diletakkan pada sisi
bawah pengering tipe tray sehingga didapatkan udara panas yang mengalir ke alat
pengering dan akan berkontak langsung dengan pulp [3].

Gambar II- 3 Alat Pengering Tipe Tray Buatan Lintang Putri


Mahardika dkk [4]
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 7

Pada penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray
Dengan Media Udara Panas Ditinjau Dari Lama Waktu Pengeringan Terhadap
Exergi Pada Alat Heat Exchanger.” yang dilakukan oleh Lintang Putri Mahardhika,
Sutini Pujiastuti Lestari, Yohandri Bow bertujuan untuk pengembangan proses
pengeringan kerupuk dari industri skala kecil atau rumahan. Kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu didapat sebuah rancangan alat pengering kerupuk
dengan rancangan alat merujuk pada karakteristik tipe Tray dryer yang dilengkapi
dengan furnace, ketel uap, fan dan heat exchanger. Alat ini memiliki dimensi 70,5
cm x 70,5 cm, menggunakan 3 rak atau tray pengering, kapasitas kerupuk pada ruang
pengering 5400 gr dengan temperatur maksimum 100oC [4].

Gambar II- 4 Alat Pengering Tipe Tray Buatan


Indah Purnamasari dkk [5]

Pada penelitian yang berjudul “Prototype Alat Pengering Tray Dryer


Ditinjau Dari Pengaruh Temperatur Dan Waktu Terhadap Proses Pengeringan
Mie Kering” yang dilakukan oleh Indah Purnamasari, Anerasari Meidinariasty,
Ricki Noufal Hadi bertujuan untuk pengembangan proses pengeringan mie instan
dari industri skala kecil atau rumahan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
yaitu didapat sebuah rancangan alat pengering mie instan dengan rancangan alat
merujuk pada karakteristik tipe Tray dryer dengan spesifikasi dimensi luar alat 60 cm
x 60 cm x 70 cm, dimensi dalam alat 50 cm x 50 cm x 60 cm, jumlah rak pengerigan
4 rak, luas rak pengeringan 50 cm x 50 cm, daya motor 300 watt, daya heater 600
watt dengan kapasitas 4 kg [5].
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 8

2.2 Dasar Teori

Dasar teori akan membahas mengenai dasar teori yang digunakan dalam tugas
akhir rancang bangun alat pengering genting skala laboratorium.

2.2.1 Genting

Gambar II- 5 Genting Beton [6]

Genting ialah unsur bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap, agar
bangunan tidak terkena air hujan, panas matahari, dan lainnya. Genting merupakan
salah satu unsur penting dalam suatu bangunan. Ada beberapa macam genting
penutup atap yang disebutkan dalam Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia
(PUBI-1982), diantaranya genting keramik, genting beton, genting kaca, genting
bambu [6].

2.2.2 Genting Beton

Genting beton adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk atap terbuat
dari campuran merata antara semen Portland atau sejenisnya denagan agregat dan air
atau tanpa menggunakan pigmen (SNI 0096-2007). Genting ini tidak memerlukan
proses pembakaran seperti halnya pada genting keramik, dikarenakan adanya semen
yakni dengan sifatnya yang mengeras bila bereaksi dengan air [6]. Dengan mengacu
pada penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa semen merupakan bagian penting
pada proses pembuatan genting beton.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 9

Gambar II- 6 Beberapa Bentuk dan Ukuran Genting Beton [6]

Berdasarkan gambar di atas, genting memiliki berbagai macam bentuk dan


ukuran tergantung tujuan dan tanda identitas produk. Bentuk genting yang umum di
pasaran yaitu segi empat. Namun desain dan bentuk genting dari beton tidak memiliki
perbedaaan yang cukup signifikan dan berpengaruh besar terhadap cara pemasangan
secara keseluruhan bagi pengguna.

2.1.2.1 Karakteristik Beton

Menurut Tjokrodimulyo (1992), Beton merupakan suatu bahan komposit


(campuran) dari beberapa material, yang bahan utamanya terdiri dari medium
campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air serta bahan tambahan lain
dengan perbandingan tertentu. Karena beton merupakan komposit, maka kualitas
beton sangat tergantung dari kualitas masing masing material pembentuk. Beton
banyak digunakan sebagai salah satu jenis bahan bangunan karena bahan baku beton
mudah diperoleh, tahan lama, mudah dikerjakan dan dapat menggunakan berbagai
bahan tambah untuk mendapatkan sifat-sifat beton sesuai keinginan. Sifat-sifat beton
pada umumnya lebih baik jika kuat tekannya lebih tinggi. Kuat tekan beton
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 10

dipengaruhi oleh; faktor air semen, jenis semen, agregat semen dan penggunaan
bahan tambahan [7].

2.1.2.2 Syarat Mutu Genteng Beton

Ada beberapa indikator yang digunakan sebagai syarat mutu menurut SNI
0096:2007 [8]:

1. Genting harus mempunyai permukaan atas yang mulus, tidak terdapat


retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaian.

2. Genting memiliki kerataan maksimal 3 mm.

3. Penyerapan air yang terjadi pada genting sebesar 10%.

4. Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bagian bawah genting dalam
waktu 20 jam ± 5 menit (Impermeabilitas).

5. Ukuran bagian genting beton dapat dilihat pada Tabel II- 1 sebagai
berikut:

Tabel II- 1 Ukuran Bagian Genting Beton [8]


Bagian yang diuji Satuan Persyaratan
 Tebal
Bagian yang rata mm min. 8
Penumpang mm min. 6
 Kaitan
Panjang mm min. 30
Lebar mm min. 12
Tinggi mm min. 9
 Penumpang
Lebar mm min. 25
Kedalaman alur mm min. 3
Jumlah alur buah min. 1

6. Genting beton harus mampu menahan beban lentur minimal seperti


pada Tabel II- 2 sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 11

Tabel II- 2 Beban Lentur Minimal Genting Beton [8]

Genting Interlok Genting


Tinggi Profil
Profil Rata Non
(mm)
Interlok
t > 20 20 ≥ t ≥ 5 t<5
Lebar Penutup
(mm) ≥ 300 ≤ 200 ≥ 300 ≤ 200 ≥ 300 ≤ 200 -

Beban Lentur
(N) 2000 1400 1400 1000 1200 800 550

2.1.2.3 Proses Pembuatan Genting Beton

Langkah – langkah dalam pembuatan benda uji genting beton [9], yaitu:

1. Persiapan bahan susun genting

Persiapan bahan susun genting meliputi, mempersiapkan takaran semen,


kapur mill, pasir, serat dan air sesuai dengan kebutuhan yang telah
direncanakan. Berikut perbandingan untuk masing-masing bahan yang
diperlukan:

Tabel II- 3 Perbandingan Bahan Pembuatan


Genting Beton [9]

2. Tahap pencampuran dan pengadukan bahan susun genting beton

Bahan susun genting beton serat (semen, kapur mill, pasir, dan serat)
dimasukkan kedalam talam ember dan dicampur dalam keadaan kering
dengan menggunakan cetok sampai adukan menjadi homogen, yaitu jika
warnanya sudah sama. Selanjutnya tambahkan air ± 75% dari jumlah air
yang diperlukan, kemudian adukan diratakan dan sisa air yang diperlukan
ditambahkan sedikit-sedikit sambil adukan terus diratakan sampai
homogen.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 12

3. Tahap pencetakan atau pengepresan bahan susun genting beton

Adukan yang telah homogen, selanjutnya dituang dalam cetakan genting


beton sampai penuh yang sebelumnya telah diolesi pelumas. Lalu ditekan
dan digosok-gosok sampai halus, setelah itu genting beton yang sudah
jadi diangkat ke tempat pemeliharaan. Demikian seterusnya langkah ini
dilakukan berulang-ulang hingga jumlah genting beton mencapai jumlah
yang diinginkan untuk diuji.

4. Pengeringan

Genting beton yang telah selesai dicetak, dikeringkan dengan


ditempatkan di atas tatakan atau rak-rak, kemudian diangin-anginkan
pada tempat yang terlindung dari terik matahari dan hujan selama 24 jam.

5. Perawatan genting beton

Genting direndam dalam air bersih selama minimal 3 hari, setelah itu
genting beton diangkat dari tempat perendaman dan diangin-anginkan
selama 14 hari.

2.2.3 Proses Pengeringan

Konsep dasar proses pengeringan adalah pengurangan kandungan air pada


produk lewat proses tertentu hingga dicapai kondisi kandungan air pada produk yang
diinginkan. Proses pengeringan pada umumnya bertujuan untuk mengurangi
kandungan air dalam sebuah produk. Kandungan air yang tidak berlebih akan
mempengaruhi kualitas dari sebuah produk. Pengeringan yang dilakukan pada bahan
pangan umumnya bertujuan untuk pengawetan dan mencegah pembusukan akibat
kandungan air yang berlebihan. Sementara itu pengeringan yang dilakukan pada
genting bertujuan untuk mendapatkan kekeringan genting yang ideal agar dapat
diproses dengan baik nantinya. Proses pengeringan pada sebuah produk terjadi dalam
beberapa tahap. Proses pertama adalah pergerakan air dari dalam menuju lapisan luar
produk yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu akibat pemanasan yang terjadi
selama proses pengeringan. Proses berikutnya adalah penguapan kandungan air pada
permukaan produk. Kandungan air yang menguap dari permukaan produk akan
tercampur oleh udara pemanas hingga menyebabkan naiknya kandungan air pada
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 13

udara [10]. Proses pengeringan digunakan secara luas dalam berbagai lingkup
industri. Berdasarkan prosesnya, pengeringan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa proses antara lain:

1. Pengeringan Alami

Proses pengeringan dengan pemanfaatan energi panas matahari. Pada


pengeringan alami waktu pengeringan tidak dapat diperkirakan akibat
ketidakstabilan proses [10].

2. Pengeringan Buatan:

Proses pengerinngan buatan memiliki keunggulan dalam prosesnya. Pada


proses pengeringan buatan, parameter proses dapat dikendalikan sehingga kualitas
produk lebih baik dibandingkan pengeringan alami.

Gambar II- 7 Proses Pengeringan Pada Psychrometri [11]

Proses pengeringan dapat digambarkan lewat psychrometric chart untuk


memudahkan penganalisaan. Pada psychrometric chart dapat dilihat kondisi udara
selama proses pengeringan terjadi. Pengeringan diawali dengan naiknya temperatur
dari udara akibat udara pemanas yang disuplai dalam ruang pengeringan. Proses
naiknya temperatur udara dapat dilihat dengan bergesernya titik awal udara ke arah
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 14

kanan yang ditandai dengan naiknya temperatur dry bulb udara. Proses selanjutnya
adalah perpindahan massa dengan diuapkannya kandungan air dalam produk
pengering. Proses penguapan ditandai dengan naiknya titik kondisi udara pemanas
pada psychrometric chart ke arah kiri atas. Hal ini sebagai akibat dari naiknya
kandungan air dalam udara setelah terjadi proses penguapan air dari produk ke udara
[10].

Pada proses pengeringan dapat dibagi menjadi beberapa periode proses.


Periode pengeringan digolongkan berdasarkan gejala fisik proses pengeringan yang
berbeda tiap waktu. Suatu proses pengeringan terdiri dari tiga periode laju
pengeringan, yaitu: Periode laju pengeringan naik, konstan dan menurun.

Gambar II- 8 Kurva Periode Proses Pengeringan


(a) Humidity Ratio Rate (b) Drying Rate [11]

1. Periode Laju Pengeringan Naik

Sesaat setelah bahan menerima panas dari udara pengering yang panas, maka
temperatur benda yang dikeringkan akan naik hingga mencapai kesetimbangan
dengan temperature wet bulb udara (Twb) [10].

2. Periode Laju Pengeringan Konstan

Pada periode ini (B - C) permukaan bahan jenuh dengan uap air, temperatur
uap air pada permukaan sama dengan Twb udara pengering. Selama proses ini
berlangsung kecepatan aliran air dari dalam bahan sama dengan kecepatan air yang
diuapkan. Proses ini berakhir bila kadar air bebas bahan mencapai titik kritis (critical
moisture content). Kadar air kritis adalah kadar air bebas terendah saat laju kecepatan
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 15

air bebas ke permukaan sama dengan laju penguapan. Pada periode ini proses
pengeringan bergantung pada faktor eksternal seperti laju aliran udara dan temperatur
udara pengering [10].

3. Periode Laju Pengeringan Menurun

Titik C pada gambar adalah kadar air bebas kritis. Pada titik ini air pada
permukaan tidak mencukupi untuk mempertahankan lapisan air yang kontinyu.
Seluruh permukaan produk akan terus mengering sampai seluruh permukaan produk
kering pada titik D. Pada fase kedua laju pengeringan menurun yang dimulai pada
titik D saat seluruh permukaan produk telah kering, panas yang tersedia digunakan
untuk menguapkan air pada produk dan selanjutnya karena perbedaan konsentrasi
antara dalam dan permukaan maka air tersebut akan bergerak ke permukaan. Jumlah
cairan yang diuapkan pada periode ini relatif kecil dan waktu yang diperlukan relatif
lama [10].

2.2.4 Perpindahan Massa dan Panas

Dalam proses pengeringan selalu terjadi perpindahan massa uap air dari bahan
ke udara pengering. Perpindahan massa yang terjadi selama proses pengeringan,
yaitu:

1. Perpindahan uap air dari dalam ke permukaan bahan.

2. Perpindahan uap air dari permukaan ke udara pengering.

Perpindahan massa dari dalam benda hingga ke permukaan benda terjadi


karena adanya perbedaan konsentrasi. Konsentrasi air pada bagian dalam material
lebih besar dari pada konsentrasi air pada permukaan material [10]. Dengan
menganggap suatu lapisan tipis, gerakan uap air dari material ke permukaan dapat
ditentukan dengan persamaan Fick untuk difusi satu dimensi yang ditunjukkan pada
Persamaan 2.1 dan Persamaan 2.2 sebagai berikut:

𝛿𝐶𝑤
𝑁"𝑤𝑓 = −𝐷𝐴𝐵 (2.1)
𝛿𝑥

𝛿𝜌𝑤 (2.2)
𝑛"𝑤𝑓 = −𝐷𝐴𝐵
𝛿𝑥
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 16

Dimana :

𝑁"𝑤𝑓 = fluks molar uap air (kg.mol/m2.s)

𝑛"𝑤𝑓 = fluks massa uap air (kg/m2.s)

𝐷𝐴𝐵 = koefisien difusi binari air dari bahan (m2/s)


𝛿𝐶𝑤
= perbedaan konsentrasi uap air dalam arah x (kg.mol/m4)
𝛿𝑥

𝛿𝜌𝑤
= perbedaan rapat massa uap air dalam arah x (kg/m4)
𝛿𝑥

Perpindahan massa dari permukaan benda ke udara pengering dalam proses


pengeringan berlangsung secara konveksi. Laju perpindahan massa secara konveksi
ditentukan dengan Persamaan 2.3 dan 2.4 sebagai berikut:

𝑁"𝐴 = ℎ𝑚 (𝐶𝐴,𝑠 − 𝐶𝐴,∞ ) (2.3)

𝑛"𝐴 = ℎ𝑚 (𝜌𝐴,𝑠 − 𝜌𝐴,∞ ) (2.4)


Dimana :

ℎ𝑚 = Koefisien konveksi perpindahan massa (m/s).

𝐶𝐴,𝑠 = Konsentrasi uap air di permukaan bahan (kg.mol/ m3)

𝐶𝐴,∞ = Konsentrasi uap air di medium pengering (kg.mol/m3)

𝜌𝐴,𝑠 = Massa jenis uap air di permukaan bahan (kg/m3)

𝜌𝐴,∞ = Massa jenis uap air di medium pengering (kg/m3)

Gambar II- 9 Skema Perpindahan Massa secara


Konveksi [11]
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 17

Laju perpindahan panas dan massa berlangsung secara simultan. Pada kondisi
steady, panas yang berpindah dipergunakan untuk menguapkan air dari material
menjadi uap [10]. Hal ini sesuai dengan hubungan:

𝑞"𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝑞"𝑒𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖

Dari persamaan diatas, panas yang dipindahkan digunakan sebagai panas


untuk penguapan bahan, sehingga:

ℎ(𝑇𝑠 − 𝑇∞ ) = ℎ𝑓𝑔 ℎ𝑚 (𝜌𝐴,𝑠𝑎𝑡 (𝑇𝑠 ) − 𝜌𝐴,∞ ) (2.5)

Dimana :

ℎ = Koefisien konveksi perpindahan panas (W/m2K).

𝑇∞ = Temperatur udara pengering (K).

𝑇𝑠 = Temperatur permukaan produk yang dikeringkan (K)

ℎ𝑓𝑔 = Panas penguapan air (kJ/kg).

ℎ𝑚 = Koefisien konveksi perpindahan massa (m/s).

𝜌𝐴,𝑠𝑎𝑡 = Massa jenis uap air pada permukaan material (kg/m3)

𝜌𝐴,∞ = Massa jenis uap air pada udara pengering (kg/m3).

2.2.5 Debit

Debit fluida adalah jumlah banyaknya volume fluida yang melalui suatu
tempat setiap satuan waktu [13]. Besar debit fluida yang melewati melalui suatu
tempat, dapat ditunjukkan menggunakan Persamaan 2.6 sebagai berikut:

𝑉 (2.6)
𝑄=
𝑡

Dimana :

Q = Debit (m3/s)

V = Volume (m3)

t = Waktu (sekon)
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 18

Jika fluida yang mengalir memiliki kecepatan dan jarak yang diketahui pada
suatu luas penampang, maka besar debit dari fluid dapat pula ditunjukkan dengan
Persamaan 2.7 sebagai berikut:

𝑄=𝐴 × 𝑣 (2.7)

Dimana :

Q = Debit (m3/s)

A = Luas Penampang (m2)

v = Kecepatan aliran udara (m/s)

2.2.6 Aliran Massa

Laju aliran massa adalah jumlah massa yang melalui suatu penampang tiap
satuan waktu [10]. Besar laju aliran massa, dapat ditunjukkan dengan menggunakan
Persamaan 2.8 dan Persamaan 2.9 sebagai berikut:

ṁ = 𝜌 × (𝐴 × 𝑣) (2.8)

ṁ = 𝜌𝑄 (2.9)

Dimana :

Q = Debit (m3/s)

A = Luas Penampang (m2)

ṁ = Aliran massa (kg/s)

v = Kecepatan aliran udara (m/s)

𝜌 = Densitas (kg/m3)

2.2.7 Kalor

Kalor adalah energi yang dipindahkan dari satu objek ke objek yang lain
karena perbedaan suhu [13]. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang
dimiliki oleh suatu benda, dapat dilakukan dengan mengukur suhu benda tersebut.
Jika suhunya tinggi, maka kalor yang terdapat pada benda tersebut juga tinggi. Begitu
pun sebaliknya. Besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda atau zat
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 19

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu massa zat, jenis zat dan perubahan suhu. Sehingga
secara matematis dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.10 sebagai berikut:

𝑄 = 𝑚𝑐𝛥𝑇 (2.10)

Dimana :

Q = Kalor (J)

m = Massa (kg)

c = Kalor Jenis (J/kg.K)

𝛥𝑇 = Perubahan Suhu (K atau ºC)

2.2.8 Asas Black

Menurut asas Black apabila dua benda dengan suhu yang berbeda disatukan
atau dicampur maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bersuhu tinggi ke benda
yang bersuhu rendah [13]. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi keseimbangan
termal (suhu kedua benda sama). Hal ini sesuai dengan prinsip kekalan energi yang
secara matematis dirumuskan:

𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎

2.2.9 Sistem Pemanas

Sistem pemanas adalah sistem yang mengubah energi listrik menjadi energi
panas dengan menggunakan elemen panas [13]. Pada alat pengering genting, sistem
pemanas berfungsi untuk mengubah energi listrik yang disalurkan pada heater
menjadi energi panas. Reaksi perpindahan panas yang terjadi pada sistem pemanas
alat yaitu konduksi dan konveksi. Konduksi adalah reaksi perpindahan panas yang
terjadi pada benda yang saling berkontak langsung yang mana tidak ada pergerakan
relatif antara benda. Berikut Persamaan 2.11 adalah rumus perhitungan reaksi
konduksi satu dimensi:

∆𝑇
𝑞𝑘 = 𝑘𝐴 (2.11)
∆𝑥

Dimana :

qk = laju panas konduksi yang berpindah (Watt)


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 20

A = luas penampang bidang (m2)

k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K)

ΔT = Perbedaan temperatur (K atau ºC)

Δx = Panjang Batang (m)

Konveksi adalah reaksi perpindahan panas yang terjadi pada permukaan


benda yang berkontak dengan fluida yang mengalir menyentuh permukaan benda.
Berikut Persamaan 2.12 adalah rumus perhitungan reaksi konveksi untuk seluruh
permukaan :

𝑞𝑐 = ℎ𝑐 𝐴(𝑇𝑤 − 𝑇∞ ) (2.12)

Dimana :

qc = laju panas konveksi yang berpindah (Watt)

A = luas penampang bidang (m2)

hc = Koefisien konveksi (W/m2.ºC)

Tw = Temperatur Tembok

T∞= Temperatur Fluida

Untuk menentukan koefisien konveksi dari udara dengan kecepatan yang


telah diketahui [14], dapat menggunakan Persamaan 2.13 sebagai berikut:

ℎ = 12,12 + 1,16 + 11,6 𝑣 1/2 (2.13)

2.2.10 Hambatan Termal

Untuk kasus perpindahan panas yang terjadi pada dinding berlapis, peristiwa
difusi panas dapat dianalogikan dengan aliran arus listrik dan hambatan listrik
dianalogikan dengan hambatan perpindahan panas, serta beda potensial dianalogikan
dengan beda temperatur seperti yang dirumuskan pada Persamaan 2.14 sebagai
berikut [12]:

∆𝑇 𝐿
𝑅𝑘 = = (2.14)
𝑞𝑘 𝑘𝐴
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 21

Sebaliknya laju perpindahan panas dapat ditulis dengan Persamaan 2.15


sebagai berikut:

∆𝑇 𝑇2 − 𝑇1
𝑞𝑘 = = (2.15)
𝑅𝑘 𝑅𝑘

Dimana :

Rk = Hambatan termal konduksi

qk = Laju panas konduksi yang berpindah (Watt)

A = Luas penampang bidang (m2)

k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K)

L = Tebal atau panjang specimen (m)

ΔT = Perbedaan temperatur (K atau ºC)

Untuk laju perpindahan panas konveksi juga dapat dirumuskan dengan


Persamaan 2.16 dan Persamaan 2.17 sebagai berikut:

∆𝑇 1
𝑅𝑐 = = (2.16)
𝑞𝑐 ℎ𝑐 𝐴

∆𝑇 𝑇𝑤 − 𝑇∞
𝑞𝑐 = = (2.17)
𝑅𝑐 𝑅𝑐

Dimana :

Rc = Hambatan termal konveksi

qc = Laju panas konduksi yang berpindah (Watt)

A = Luas penampang bidang (m2)

h = Koefisien konveksi termal (W/m.K)

L = Tebal atau panjang specimen (m)

Tw = Temperatur Tembok (K atau ºC)

T∞= Temperatur Fluida (K atau ºC)


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 22

2.2.11 Perpindahan Panas Gabungan

Di dalam praktek perpindahan panas yang terjadi tidak hanya dalam satu
mekanisme saja melainkan terjadi secara gabungan antara konduksi, konveksi, dan
radiasi maupun ketiga mekanisme tersebut. Perpindahan panas gabungan antara
konduksi dengan konveksi akan lebih mudah menentukannya jika dengan
menggunakan metode thermal resistant seperti yang ditunjukkan pada (R) [12].
Karena dengan tanpa mengetahui temperatur permukaan benda, besarnya
perpindahan panas dapat diketahui.

Gambar II- 10 Perpindahan Panas antara Konduksi


dengan Konveksi [12]

Perpindahan Panas antara Konduksi dengan Konveksi dirumuskan dalam


Persamaan 2.18 dan Persamaan 2.19 sebagai berikut:

∆𝑇 𝑇∞,1 − 𝑇∞,2
𝑞𝑥 = = (2.18)
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

1 𝐿 1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = + + (2.19)
ℎ𝑐1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ𝑐2 𝐴

2.2.12 Aliran Laminer dan Turbulen

Dalam memperlakukan setiap persoalan konveksi, langkah pertama yang


diambil adalah menentukan apakah aliran tersebut laminer atau turbulen. Gesekan
permukaan dan laju perbedaan konveksi sangat tergantung pada keberadaan kondisi
tersebut. Seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini, ada perbedaan tajam antara
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 23

kondisi laminer dan turbulen. Pada batas laminer, pergerakan fluida sangat teratur
dan memungkinkan untuk mengidentifikasi partikel – partikel memanjang pada garis
streamline [12].

Gambar II- 11 Pengembangan lapisan batas kecepatan


pada plat datar [12]

Pada Gambar II- 11, pergerakan fluida memanjang garis streamline


dikarakteristikan oleh komponen kecepatan pada kedua arah x dan y. Karena
komponen kecepatan V adalah normal pada permukaan, maka komponen tersebut
dapat memberikan kontribusi yang cukup pada perpindahan momentum, energi, dan
spesies melalui lapisan batas. Perpindahan fludia normal pada permukaan adalah
diperlukan oleh pertumbuhan lapisan batas pada arah x. Berbeda dengan pergerakan
fluida pada lapisan batas turbulen yang sangat tidak teratur dan dikarakteristikkan
oleh fluktuasi kecepatan. Fluktuasi ini menambah perpindahan momentum, energi,
dan spesies. Karena itu menambah laju perpindahan konveksi. Sebagai akibat hasil
percampuran dari fluktuasi, ketebalan lapisan batas turbulen adalah lebih besar dari
profil lapisan batas kecepatan, lapisan batas temperatur, dan lapisan batas konsentrasi
adalah lebih datar daripada lapisan laminer. Kondisi ini digambarkan secara skematis
untuk pengembangan lapisan batas pada plat datar. Lapisan batas mula – mula
laminer, terapi untuk suatu jarak dari ujung, transisi ke aliran turbulen mulai terjadi
fluktuasi fluida untuk berkembang pada daerah transisi dan lapisan batas akhirnya
menjadi turbulen penuh. Perpindahan menjadi turbulen diikuti oleh kenaikan yang
cukup berarti pada ketebalan lapisan batas, tahanan geser dinding, dan koefisien
konveksi. Pada lapisan batas turbulen, tiga daerah berbeda dapat dilukiskan. Pada
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 24

laminar sublayer, transport didominasi oleh difusi dan profil kecepatan adalah
mendekati linier. Dan pada lapisan daerah turbulen transport didominasi oleh
campuran turbulen. Pada perhitungan sifat lapisan batas, sering digunakan untuk
mengasumsikan bahwa transisi terjadi pada local Xc. Bilangan Reynold kritis adalah
nilai dari (Re) pada mana transisi terjadi dan untuk aliran luar bilangan tersebut
diketahui bervariasi dari 105 sampai 3 x 106 , tergantung pada kekasaran permukaan.
Asumsi umum untuk perhitungan lapisan batas diambil harga Reynold sebesar: Re =
5 x 10^5. Bila bilangan Reynoldnya < Re 5 x 10^8 disebut aliran turbulen [12].

2.2.13 Bilangan Prandtl

Bilangan Prandtl (Pr) adalah suatu parameter yang menunjukkan


perbandingan antara viskositas kinematik dan 20 difusifitas termal dari fluida.
Viskositas kinematik fluida memberikan informasi tentang laju difusi momentum
dalam fluida karena gerak molekul, difusi termal memberikan informasi tentang hal
yang serupa mengenai difusi panas dalam fluida [12]. Jadi perbandingan antara kedua
kuantitas itu menunjukkan besaran relatif antara difusi momentum dan difusi kalor di
dalam fluida. Besarnya bilangan Prandtl dirumuskan dalam Persamaan 2.20 sebagai
berikut:

𝑣 𝜇 𝜌𝐶𝑝 𝐶𝑝 𝜇
𝑃𝑟 = = × = (2.20)
𝛼 𝜌 𝑘 𝑘

Dimana :

Pr = Bilangan Prandtl

𝑣 = Viskositas kinematic (m2/s)

𝛼 = Difusivitas termal (m2/s)

k = Konduktivitas termal (W/m.K)

𝜇 = Koefisien viskositas (Ns/ms-1)

𝜌 = Densitas fluida (kg/m3)

𝐶𝑝 = Kapasitas panas (J/K)


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 25

2.2.14 Bilangan Reynold

Bilangan Reynold (Re) merupakan suatu perbandingan antara gaya inersia


dengan gaya gesek dari fluida [12]. Besar bilangan Reynold dirumuskan dengan
Persamaan 2.21 sebagai berikut:

𝑉𝐿
𝑅𝑒 = (2.21)
𝑣

Dimana :

Re = Bilangan Reynold

V = Kecepatan aliran udara (m/s)

v = Viskositas kinematic (m2/s)

L = Tebal atau panjang specimen (m)

2.2.15 Bilangan Nusselt

Bilangan Nusselt adalah rasio pindah panas konveksi dan konduksi normal
terhadap batas dalam kasus pindah panas pada permukaan fluida [12]. Besar bilangan
Nusselt dirumuskan dalam Persamaan 2.22 sebagai berikut:

𝐻𝐿
𝑁𝑢 = (2.22)
𝑘𝑓

Dimana :

Nu = Hambatan termal konveksi

kf = Konduktivitas termal (W/m.K)

L = Panjang dinding (m)

H = Koefisien konveksi termal (W/m2.K)

Bilangan Nusselt merupakan fungsi dari medan aliran yaitu bilangan Reynold
(Re) dan bilangan Prandtl (Pr). Hubungan antara NuL dengan Re dan Pr tergantung
dari bentuk aliran dan lintasan. Hubungan ini biasanya didapat dengan percobaan,
misalnya:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 26

 Persamaan 2.23 untuk aliran laminer melintasi plat datar

𝑁𝑢 = 0,664𝑅𝑒 1/2 . 𝑃𝑟 1/3 (2.23)

 Persamaan 2.24 untuk aliran turbulent melintasi plat datar

𝑁𝑢 = 0,0296𝑅𝑒 4/5 . 𝑃𝑟 1/3 (2.24)

2.2.16 Bilangan Rayleigh

Rayleigh Number terkait erat dengan jumlah Grashof dan kedua nomor yang
digunakan untuk menggambarkan konveksi alami (Gr) dan perpindahan panas secara
konveksi alami (Ra) [12]. Hal tersebut dirumuskan dalam Persamaan 2.25 sebagai
berikut:

𝑔𝛽(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )𝐿3
𝑅𝑎 = (2.25)
𝑣𝛼

Ra = Bilangan Rayleigh

𝑣 = Viskositas kinematic (m2/s)

𝛼 = Difusivitas termal (m2/s)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

𝛽 = Koefisien ekspansi volume (K-1)

L = Panjang dinding (m)

Tw = Temperatur Tembok (K atau ºC)

T∞= Temperatur Fluida (K atau ºC)

2.2.17 Hukum Ohm

Hukum Ohm adalah hukum dasar yang menjelaskan bahwa arus listrik yang
mengalir pada suatu penghantar sebanding dengan tegangan yang didapatkannya,
namu berbanding terbalik dengan hambatan [13]. Hukum Ohm dirumuskan dengan
Persamaan 2.26 sebagai berikut:

𝑉 (2.26)
𝐼=
𝑅
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 27

Dimana :

I = Arus (Ampere)

V = Tegangan (Volt)

R = Resistansi atau Hambatan (Ohm)

2.2.18 Daya Listrik

Daya listrik adalah besarnya kekuatan atau suplai tenaga listrik yang mengalir
per satuan waktu [13]. Besar daya listrik dirumuskan dengan Persamaan 2.27 berikut:

𝑊 (2.27)
𝑃=
𝑡

Dimana :

P = Daya (Watt)

W = Usaha (Joule)

t = Waktu (sekon)

2.2.19 Energi Listrik

Energi listrik adalah energi yang disebabkan oleh mengalirnya muatan listrik
dalam suatu rangkaian listrik tertutup [13]. Pada alat pengering genting, sistem
pemanas berfungsi untuk mengubah energi listrik yang disalurkan pada heater
menjadi energi panas. Besar dari energi listrik dalam Persamaan 2.28 sampai dengan
Persamaan 2.30 sebagai berikut:

𝑊 = 𝑃𝑡 (2.28)

𝑊 = 𝐼 2 𝑅𝑡 (2.29)

𝑉2
𝑊= 𝑡 (2.30)
𝑅

Dimana :

P = Daya (Watt)

W = Usaha (Joule)
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 28

t = Waktu (sekon)

I = Arus (Ampere)

V = Tegangan (Volt)

R = Resistansi atau Hambatan (Ohm)

Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi listrik dapat berubah menjadi


energi panas atau kalor dan juga sebaliknya. Hal tersebut dirumuskan pada
Persamaan 2.31 dan Persamaan 2.32 sebagai berikut:

𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛

𝑄=𝑊 (2.31)

𝑚𝑐𝛥𝑡 = 𝑃𝑡 (2.32)

Dimana :

P = Daya (Watt)

W = Usaha (Joule)

t = Waktu (sekon)

Q = Kalor (J)

m = Massa (kg)

c = Kalor Jenis (J/kg.K)

𝛥𝑇 = Perubahan Suhu (s)

2.2.20 Statika

Statika adalah bagian ilmu yang dapat menyelesaikan masalah terkait


kesetimbangan gaya yang terjadi pada sebuah benda atau komponen yang
diakibatkan oleh gaya luar pada sebuah komponen. Statika ini didefiniskan jika
seluruh gaya dan momen nya adalah nol atau kondisinya diam [15]. Persamaan
statika dua dimensi ditunjukkan pada Persamaan 2.23 sebagai berikut:

𝛴𝐹𝑥 = 0; 𝛴𝐹𝑦 = 0; 𝛴𝑀 = 0 (2.33)


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 29

2.2.21 Tegangan Aksial

Tegangan aksial adalah tegangan tarik atau tekan yang didefinisikan sebagai
gaya aksial dibagi dengan luas permukaan. Gaya aksial sendiri merupakan gaya yang
arahnya tegak lurus penampang [15]. Persamaan ini menunjukkan persamaan
tegangan tarik dan juga untuk mencari tegangan tekan.

𝐹
𝜎𝑡 = (2.34)
𝐴

Dimana :

𝜎𝑡 = Tegangan aksial (N/m2)

F = Gaya tegak lurus (N)

A = Luas penampang bidang (m2)

Tegangan geser atau shear stress merupakan tegangan yang terjadi karena
gaya geser pada suatu komponen atau benda. Tegangan geser didefinisikan sebagai
gaya geser dibagi dengan luas permukaan penampang [15]. Gaya geser adalah gaya
yang arahnya sejajar dengan penampang komponen. Besar tegangan geser yang
terjadi dapat ditunjukkan oleh Persamaan 2.35 sebagai berikut:

𝑉
𝜏= (2.35)
𝐴

Dimana :

𝜏 = Tegangan geser (N/m2)

𝑉 = Gaya gese (N)

A = Luas penampang bidang (m2)

2.2.22 Tegangan Bending

Tegangan bending atau lentur adalah tegangan yang diakibatkan oleh momen
bending [15]. Besar tegangan bending yang terjadi, dapat ditunjukkan menggunakan
Persamaan 2.36 sebagai berikut:

𝑀𝑏 𝑦
𝜎𝑏 = (2.36)
𝐼
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 30

Dimana :

𝜎 = Tegangan lentur

Mb = Momen maksimum (N)

y = Jarak tengah terjauh penampang (m2)

I = Inersia penampang (m4)

2.2.23 Tegangan Prinsipal Maksimum

Tegangan normal maksimum merupakan penjumlahaan dari tegangan aksial


dan tegangan lentur. Persamaan tegangan normal maksimum ditunjukkan pada
persamaan (2.37) [16].

𝜎𝑝 = 𝜎𝑏 + 𝜎𝑡 (2.37)

Dimana :

𝜎𝑡 = Tegangan Aksial (N/mm2)

𝜎𝑏 = Tegangan Bending (N/mm2)

2.2.24 Tegangan Ijin

Tegangan izin merupakan tegangan maksimal yang diizinkan pada suatu


material komponen. Tegangan izin didefinisikan sebagai tegangan maksimum dibagi
dengan safety factor. Persamaan tegangan izin ini ditunjukkan pada persamaan (2.38)
[15].
𝜎𝑦
𝜎𝑎 = (2.38)
𝑆𝐹

Dimana:

𝜎𝑦 = Tegangan luluh (N/mm2 )

SF = Faktor keamanan/safety factor


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 31

2.2.25 Persamaan Tiga Momen

Persamaan tiga momen menyatakan hubungan antara momen lentur di tiga


tumpuan yang berurutan pada suatu balok kontinu yang memikul beban-beban yang
bekerja pada kedua bentangan yang bersebelahan, dengan atau tanpa penurunan-
penurunan tumpuan yang tak sama [15]. Rumusana mengerai persamaan tiga momen
ditunjukkan pada Persamaan 2.39 sebagai berikut:

𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0 (2.39)
𝐿1 𝐿2

2.2.26 Rasio Udara Bahan Bakar

Perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar disebut dengan Air Fuel
Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa ataupun
dalam jumlah volume [16]. Besar perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar
ditunjukkan dengan Persamaan 2.40 sebagai berikut:
𝑚𝑓𝑢𝑒𝑙
𝐴𝐹𝑅 = (2.40)
𝑚𝑎𝑖𝑟

2.2.27 Nilai Kalor Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang timbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value). Berdasarkan asumsi ikut
tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor
suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor
atas dan nilai kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value) merupakan nilai kalor yang diperoleh
secara eksperimen dengan menggunakan calorimeter dimana hasil pembakaran
bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang
terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya
[16]. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui
komposisi bahan bakar dengan menggunakan Persamaan Dulong seperti yang
ditunjukkan pada Persamaan 2.41 sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 32

𝑜2
𝐻𝐻𝑉 = 33950 + 144200 (𝐻2 − ) + 9400𝑆 (2.41)
8

Dimana:

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar

H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (Low Heating Value) merupakan nilai kalor bahan bakar
tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan
hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15% yang berarti setiap satu satuan bahan
bakar dan 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air
yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol
hidrogennya [16].

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses
pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam
bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial
20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg,
sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapatdihitung berdasarkan Persamaan
2.42 sebagai berikut:

𝐿𝐻𝑉 = 𝐻𝐻𝑉 − 2400(𝑀 + 9𝐻2 ) (2.42)

Dimana:

LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari mesin bakar, dapat menggunakan nilai
kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan
mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor
atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian
berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers) menentukan penggunaan
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 33

nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan 17 SAE (Society of Automotive


Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.2.28 Hukum Bernoulli

Hukum yang berlandaskan pada hukum kekekalan energi yang dialami oleh
aliran fluida. Hukum ini menyatakan bahwa jumlah tekanan, energi kinetik serta
energi potensial per satuan volume memiliki besar nilai yang sama untuk setiap titik
sepanjang suatu garis arus. Hukum Bernoulli diungkapkan dengan persamaan 2.43
sebagai berikut [12]:

1 1
𝑃1 + 𝜌1 𝑣1 2 + 𝜌1 𝑔ℎ1 = 𝑃2 + 𝜌2 𝑣2 2 + 𝜌2 𝑔ℎ2 (2.43)
2 2
BAB III
METODE DAN PROSES PENYELESAIAN

Proses penyelesaian tugas akhir rancang bangun alat pengering genting beton,
menggunakan metode penyelesaian yang ditunjukan oleh diagram alir pada Gambar
III- 1.

3.1 Metode Penyelesaian

Dalam menyelesaikan tugas akhir rancang bangun alat pengering genting


skala laboratorium menggunakan metode penyelesaian yang ditunjukkan pada
Gambar III- 1 di bawah ini.

Gambar III- 1 Diagram Alir Rancang Bangun

1. Tahap Perencanaan

Tahapan pertama dalam proses perancangan alat yaitu tahap perencanaan atau
planning. Dalam tahap perencanaan dilakukan kajian produk eksisting
diantaranya mengetahui fungsi, dimensi dan geometri, serta material tiap
komponen alat pengering genting. Kemudian dilakukan klarifikasi masalah
pada alat pengering genting agar menjadi acuan nantinya dalam penyusunan

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 34


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 35

daftar tuntutan. Luaran dari tahapan perencanaan yaitu daftar tuntutan untuk
rancang bangun alat pengering genting skala laboratorium.

2. Tahap Mengkonsep

Pada tahap mengkonsep dilakukan penyusunan fungsi utama dan bagian


sehingga didapat diagram fungsi alat pengering genting. Fungsi-fungsi bagian
akan dicari alternatif solusi kemudian dilakukan evaluasi alternatif solusi
sehingga didapat variasi konsep untuk alat pengering genting. Variasi konsep
yang didapat akan dievaluasi menggunakan dua kriteria yaitu kriteria teknik
dan ekonomi sehingga didapat konsep terpilih. Luaran dari tahapan
mengkonsep ini yaitu konsep terpilih alat pengering genting beton skala
laboratorium.

3. Tahap Perancangan Bentuk dan Detail

Pada tahap perancangan bentuk dan detail dilakukan perhitungan komponen


alat pengering genting baik komponen standar maupun non standar. Kemudian
dilakukan pemilihan material komponen dengan mempertimbangkan fungsi
dan umur komponen. Model rancangan alat pengering genting diwujudkan
berupa model 3D menggunakan software Solidworks sesuai dengan konsep
terpilih. Setelahnya diketahui dimensi keseluruhan alat dan spesifikasi alat
serta dilakukan evaluasi rancangan apakah sesuai dengan daftar tuntutan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Jika sesuai, maka dilakukan kajian aspek
perancangan pada hasil rancangan berupa aspek keterbuatan tiap komponen
dan aspek ekonomi sehingga didapat hasil akhir berupa bills of material alat.

4. Tahap Dokumentasi

Pada tahap dokumentasi dilakukan penyusunan cara kerja alat pengering


genting hingga langkah-langkah penggunaan alat. Kemudian dilakukan
pembuatan gambar kerja alat menggunakan software Solidworks dengan
tujuan untuk membantu memudahkan proses manufaktur nantinya. Pada
pembuatan gambar kerja, beberapa hal perlu diperhatikan seperti toleransi
dimensi hingga toleransi geometri guna menjaga fungsi tiap komponen
bekerja secara maksimal. Hasil akhir tahapan ini berupa data cara kerja alat
dan gambar kerja alat pengering genting.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 36

5. Pembuatan Prototipe

Pada tahap ini dilakukan pembelian komponen standar secara mandiri dan
pembuatan komponen non standar secara mandiri dan sebagian menggunakan
jasa manufaktur di luar kampus berupa workshop. Untuk pembuatan
komponen non standar mengacu pada gambar kerja yang telah disusun
sebelumnya. Setelah selesai pembuatan tiap komponen non standar dan semua
komponen standar sudah tersedia maka dilakukan perakitan alat pengering
genting beton skala laboratorium skala laboratorium sehingga didapat hasil
akhir berupa prototipe alat pengering genting.

6. Tahap Pengujian

Pada tahapan ini dilakukan pengujian prototipe alat pengering genting untuk
mengetahui apakah alat sudah bekerja sesuai fungsinya dan melakukan
evaluasi kinerja alat. Tahapan pengujian dilakukan berupa pengujian besar
kecepatan dan distribusi aliran udara pada ruang pengering. Hasil akhir dari
tahapan ini yaitu berupa hasil evaluasi kinerja alat dan saran penyempurnaan
alat pengering genting.

3.2 Perencanaan

Pada tahap perencanaan awal, dilakukan kajian di berbagai aspek sebelum


melakukan tahapan perancangan lebih lanjut. Pada tahap ini, kajian – kajian
dilakukan untuk menghasilkan daftar tuntutan yang selanjutnya menjadi acuan dalam
proses rancang bangun.

3.2.1 Penjelasan Fungsi Alat

Alat pengeringan genting beton ini berfungsi sebagai alat bantu pengeringan
pada tahap curing setelah genting beton dicelupkan ke dalam air bersih selama 3 hari.
Luaran yang dihasilkan dari proses pengeringan adalah genting beton yang memiliki
kekerasan sesuai standarisasi yang sudah ditentukan.

3.2.2 Penjelasan Pengoperasian Alat

Pengoperasian alat pengering genting beton ini adalah dengan mengalirkan


udara yang dipanaskan menggunakan heater pada ruang pengering, lalu selanjutnya
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 37

dilakukan sirkulasi udara dengan kipas dan damper untuk mengatur aliran massa
udara. Alat ini menggunakan sistem kontrol berupa termostat yang dilengkapi dengan
pengukur presentase kelembaban atau hygrostat.

3.2.3 Kajian Paten

Alat pengering kini dibuat oleh Keey, Langrish, dan Walker di patenkan
pada tahun 2000. Metode yang digunakan pengeringan yang digunaan pada alat ini
adalah Kiln drying dengan menggunakan komponen yang digerakkan oleh motor
dan heater coil. Motor menggerakkan kipas dengan heater coil berdiri di depannya
yang menghasilkan udara panas. Adapun alat pengering beton tersebut dapat dilihat
pada Gambar III-2.

Gambar III- 2 Paten Alat Pengering Keey, Langrish dan


Walker [10]

3.2.4 Kajian Kebutuhan

Kebutuhan pengguna merupakan poin penting mengenai alat yang akan


dibuat. Hal tersebut dibutuhkan untuk menjadi daftar tuntutan secara umum dalam
menentukan spesifikasi alat yang akan dibuat. Untuk dapat membuat daftar tersebut,
dilakukan studi literatur, observasi dan wawancara terkait kebutuhan yang diinginkan
pengguna yakni penggiat produksi genting beton. Selanjutnya informasi yang didapat
akan dikembangkan dan dibuat dalam bentuk customer window. Lalu ditentukan
segmentasi pasar yang cocok untuk dapat memberikan gambaran pasar yang ada.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 38

Observasi yang telah dilakukan memberikan gambaran secara umum masalah


yang terjadi pada proses pengeringan genting beton, yakni masalah tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Proses pengeringan genting beton membutuhkan waktu yang cukup lama,


berkisar 14 hari.

2. Pergantian cuaca menghambat proses pengeringan.

 Customer Window

Masalah pengguna tidak terlepas dari keinginan dan kepuasan owner dan
karyawan yang bekerja terhadap kinerja alat yang dipakai saat ini, kepuasan,
keinginan dan kebutuhan tersebut dapat digambarkan dengan matriks Customer
Window yang menggambarkan keinginan dan hal yang sudah didapat, sehingga
dapat menentukan kebijakan yakni dipertahankan, dihilangkan, dikembangkan dan
di abaikan.

Matriks Customer Window ditunjukkan pada Gambar III- 3 sebagai berikut:

Gambar III- 3 Customer Window


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 39

 Segmentasi Pasar

Segmentasi pasar merupakan kegiatan membagi pasar ke dalam beberapa


kelompok pembeli yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku dengan
kebutuhan produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Berikut segmentasi pasar
alat pengering genting beton skala laboratorium:

a. Segmentasi geografi

Segmentasi Geografi untuk alat pengering genting skala laboratorium ini


adalah negara Indonesia sebagai negara yang memiliki jenis genting yang beragam.

b. Segmentasi karakteristik

Segmentasi karakteristik alat ini adalah alat yang dapat membantu proses
pengeringan genting beton.

c. Segmentasi demografi

Produk ini dibuat untuk membantu industri lokal di bidang pembuatan genting
beton. Sehingga segmentasi demografinya adalah pelaku usaha di bidang pembuatan
genting beton terutama yang masih bergantung kepada cahaya matahari untuk proses
pengeringan.

3.2.5 Kajian Produk Eksisting

Tahapan ini dilakukan untuk mengenal lebih detail alat eksisting sebagai
referensi untuk kegiatan rancang bangun alat pengering genting beton yang akan
dilakukan. Spesifikasi dan kelebihan produk eksisting dapat diketahui pada tahap ini.
Sehingga pada tahap rancang bangun selanjutnya, perancang dapat menggunakan
informasi dari produk eksisting sebagai pertimbangan pada saat kegiatan rancang
bangun dilakukan. Berikut beberapa produk serupa yang ada di pasaran:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 40

1. Oven Pengering Listrik Otomatis Buatan Anong Oprek

Gambar III- 4 Oven Pengering Listrik Otomatis Buatan


Anong Oprek

Gambar III- 5 Pemasangan Termostat pada Oven Pengering


Listrik Otomatis Buatan Anong Oprek

Gambar III- 6 Pemasangan Heater pada Oven Pengering


Listrik Otomatis Buatan Anong Oprek

Kelebihan :
 Proses assembly yang mudah
 Proses pemanasan di dalam oven merata
Kekurangan:
 Daya listrik yang digunakan cukup besar
 Tidak terdapat mekanisme sirkulasi udara
Spesfikasi:
 Daya : 600 watt
 Suhu maksimum : 50 ºC
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 41

Oven pengering listrik otomatis ini berfungsi membantu proses pengeringan


berbagai macam jenis produk. Pada gambar di atas nampak beberapa komponen yang
memiliki peranan penting pada oven seperti thermostat dan heater. Gambar di bawah
ini menggambarkan mekanisme oven pengering listrik pada prototipe alat.

Gambar III- 7 Skema Rangkaian Kelistrikan Oven Pengering


Listrik Otomatis Buatan Anong Oprek

Berdasarkan gambar di atas, proses pemanasan dilakukan ketika termostat


dialiri listrik lalu diteruskan pada heater yang akhirnya menghasilkan suhu panas.
Dengan alumunium foil di sekitar ruangan oven, suhu panas yang dihasilkan heater
dapat dipantulkan agar suhu di dalam oven tetap terjaga.

Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai cara kerja oven, berikut kajian fungsi
yang menjelaskan fungsi-fungsi setiap komponen beserta analisis sub fungsi dari
tiap-tiap komponen yang terdapat Tabel III- 1 sampai dengan Gambar III- 8 di bawah
ini.

Tabel III- 1 Fungsi Part Oven Pengering Listrik


Otomatis

No Nama Part Fungsi


1 Heater Sebagai penghasil suhu panas
2 Termostat Sebagai pengatur suhu oven
3 Sensor Sebagai pendeteksi suhu di dalam oven
4 Alumunium foil Sebagai pemantul suhu panas pada ruangan
oven
5 Alumunium Profile Sebagai rangka utama dan penopang dari
seluruh komponen
6 Alumunium Tape Sebagai pencegah kebocoran suhu pada oven
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 42

No Nama Part Fungsi


7 Triplek Sebagai cover atau frame dari rangka alat
8 Paku rivet Sebagai penghubung antar rangka alumunium
profil

Tabel III- 2 Analisis Material Oven Pengering Listrik


Otomatis

No Nama Part Metode Identifikasi Material

1 Heater Visual – terlihat warna Alumunium


material transparan
2 Thermostat Visual – terlihat warna Tembaga
material berwarna hitam
Alumunium Visual – terlihat warna
3 material berwarna putih Alumunium
foil
kekuningan
Alumunium Visual – terlihat warna
4 material berwarna silver Alumunium
Profile
mengkilap
Alumunium Visual – terlihat warna
5 material berwarna silver Alumunium
Tape
mengkilap
6 Triplek Visual – terlihat warna Kayu
material berwarna cokelat
7 Paku rivet Visual – terlihat warna Steel
material berwarna silver

Gambar III- 8 Diagram Fungsi Oven Pengering Listrik


Otomatis
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 43

2. Alat Pengering Kayu Buatan Slamet Karyono dkk

Alat pengering kayu buatan Slamet Karyono dkk ini berfungsi membantu
proses pengeringan kayu yang digunakan untuk pembuatan kerajinan dan mainan
berbahan dasar kayu. Alat pengering kayu yang didesain adalah model oven
konvensional di mana panas yang dihasilkan dari ruang pembakaran kayu limbah
dialirkan menuju ruang pengering dengan menggunakan kipas pengisap. Dari ruang
pengering kayu, aliran udara kemudian diarahkan menuju saluran hisap yang
kemudian dialirkan kembali ke ruang pengering kayu bersama-sama udara panas dari
ruang pembakaran. Aliran udara tersebut terjadi terus menerus sampai tercapainya
kekeringan kayu yang diharapkan. Model ini diharapkan efektif mengurangi tingkat
kadar air dengan waktu pengeringan yang lebih cepat dan konsumsi bahan bakar yang
efisien. Digunakan motor listrik 3/4 HP dengan kecepatan rotasi 1425 rpm untuk
memutar beberapa kipas pengisap [7].

Gambar III- 9 Alat Pengering Kayu Buatan


Slamet Karyono dkk [1]

Kelebihan:
 Biaya operasi murah
 Udara di dalam ruang pengeringan bersirkulasi dengan baik
Kekurangan:
 Membutuhkan ruang pembakaran tambahan
Spesfikasi:
 Dimensi ruang pengeringan : 2400 mm x 1200 mm x 1200 mm
 Suhu maksimum : 80 ºC
 Daya : 550 Watt
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 44

Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai cara kerja alat pengering kayu,
berikut kajian fungsi yang menjelaskan fungsi-fungsi setiap komponen beserta
analisis fungsi bagian dari tiap-tiap komponen yang terdapat Tabel III- 3 sampai
dengan Gambar III- 10 di bawah ini.

Tabel III- 3 Fungsi Part Alat Pengering Kayu

No Nama Part Fungsi


1 Baja profil siku Sebagai rangka untuk kaki ruang pengering
2 Plat Baja Sebagai cover dari cerobong
3 Plat Seng Sebagai cover sekaligus pemantul suhu panas
pada ruangan pengering dari ruang pengering
4 Plat Strip Sebagai rangka utama ruang pengeringan
5 Poros Baja Karbon Sebagai penerus daya dari motor untuk
memutar fan
6 Termometer Sebagai pengukur suhu di dalam ruang
pengering
7 Pipa Galvanis Sebagai ruangan pengalir udara dari ruang
pembakaran ke ruang pengeringan
8 Puli Sebagai penerus daya dari motor
9 Sabuk Transmisi Sebagai penerus daya dari motor untuk
memutar beberapa puli
10 Motor Listrik ¾ HP Sebagai penghasil daya dari fan
11 Baut dan Mur Sebagai penghubung antar rangka dengan plat
12 Engsel Sebagai pengait plat dengan pintu ruang
pengering
13 Bantalan Bola Sebagai peredam gesekan dari poros

Tabel III- 4 Alat Pengering Kayu

No Nama Part Metode Identifikasi Material

Visual – terlihat warna


1 Baja profil siku material berwarna silver Baja
mengkilap
Visual – terlihat warna
2 Plat Baja material berwarna silver Baja
mengkilap
Visual – terlihat warna
3 Plat Seng material berwarna silver Seng
mengkilap
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 45

No Nama Part Metode Identifikasi Material

Visual – terlihat warna


4 Plat Strip material berwarna silver Besi
mengkilap
Visual – terlihat warna
5 Poros Baja Baja
material berwarna silver
Karbon
mengkilap
Visual – terlihat warna
6 Pipa Galvanis material berwarna silver Seng
mengkilap
Visual – terlihat warna
7 Puli material berwarna silver Alumunium
mengkilap
8 Sabuk Visual – terlihat warna Karet
Transmisi material berwarna hitam
9 Motor Listrik Visual – terlihat warna Temabaga
¾ HP material berwarna hitam
10 Baut dan Mur Visual – terlihat warna Baja
material berwarna silver
11 Engsel Visual – terlihat warna Kuningan
material berwarna kuning
Visual – terlihat warna
12 Bantalan Bola material berwarna silver Stainless Steel
mengkilap

Gambar III- 10 Diagram Fungsi Alat Pengering Kayu


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 46

3.2.6 Kajian Dampak Lingkungan

Kajian dampak lingkungan pada aspek teknologi dan sejenisnya dikenal juga
sebagai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL dalam kajian
perancangan ini dibuat dalam bentuk tinjauan aspek lingkungan seperti aspek udara,
tanah dan limbah. Selain itu diharapkan alat yang nantinya akan dibuat tidak
berdampak pada aspek biotik, abiotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL ini diatur
oleh Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup.
Berikut ini beberapa aspek kajian dampak lingkungan hidup pada rancang bangun
alat pengering genting skala laboratorium:

Tabel III- 5 Kajian Dampak Lingkungan

No. Aspek Lingkungan Dampak Pada Lingkungan Solusi

1 Panas Alat yang dibuat mengeluarkan Menyediakan pintu


udara panas dari saluran saluran pembuangan
pembuangan untuk yang dapat diatur
mengurangi kelembaban pada besar lubang
ruang pengeringan pintunya.

2 Udara Tidak terdapat pengaruh pada


aspek kualitas udara di sekitar -
lingkungan

3 Air Tidak terdapat pengaruh pada


aspek kualitas air/ lingkungan -
air

4 Suara Alat yang dibuat tidak


menimbulkan suara bising
yang termasuk kedalam
pencemaran suara (Menurut
Kep Mentri LH No. 48 tahun
1996, ambang batas mutu -
kebisingan lingkungan yang
disyaratkan adalah 55 db,
sedangkan untuk di daerah
kawasan industri sebesar 70
db)

5 Tanah/Bumi Tidak terdapat polusi pada


-
tanah/ bumi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 47

No. Aspek Lingkungan Dampak Pada Lingkungan Solusi

6 Produk yang Produk yang dihasilkan alat


dihasilkan alat adalah genteng beton kering.
Semua hasil adonan genting
betonakan dibentuk dan
-
dikemas menjadi bentuk yang
kecil sehingga tidak
menghasilkan limbah hasil
produksi.

3.2.7 Daftar Tuntutan

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan maka dapat dirimuskan daftar


tuntutan perancangan alat yang diinginkan oleh pengguna. Daftar tuntutan
ditunjukkan pada Tabel III- 6.

Tabel III- 6 Daftar Tuntutan


DAFTAR TUNTUTAN
Perancangan Ulang Alat Pengering Genting Skala Laboratorium
Permintaan/
Tuntutan
Harapan
P 1. Alat mampu menampung beban minimal sebesar 60 kg
H 2. Dilengkapi dengan mekanisme untuk sirkulasi udara
H 3. Udara panas di dalam ruang pengering dialirkan secara merata
P 4. Dimensi ruang pengering alat 1600 x 1100 x 1100 mm
P 5. Alat dapat digunakan untuk skala laboratorium
P 6. Dilengkapi dengan roda penggerak
P 7. Memiliki kecepatan aliran udara maksimal 3 m/s
P 8. Memiliki suhu udara pengering maksimal 70oC

1.3 Perancangan Konsep

Perancangan konsep adalah bagian dari proses rancang bangun di mana pada
tahap ini dilakukan pengembangan subfungsi alat eksisting yang disesuaikan dengan
daftar tuntutan yang diperoleh pada tahap perencanaan. Selanjutnya tiap subfungsi
dicarikan prinsip kerja eksisting yang dapat memenuhi subfungsi tersebut untuk
nantinya masing-masing prinsip kerja eksisting dikombinasikan menjadi beberapa
variasi konsep. Hal terakhir yang dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan evaluasi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 48

variasi konsep berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sehingga hasil akhir yang
didapatkan yaitu desain konsep terpilih untuk dilanjutkan ke perancangan detail.

3.3.1 Deskripsi Fungsi Utama.

Fungsi utama alat pengering genting beton skala laboratorium ini adalah
sebagai alat bantu pembuatan genting beton yakni dalam proses curing,setelah
dilakukan pencelupan pada air bersih selama tiga hari. Pemetaan fungsi utama dari
alat pengering genting beton skala laboratorium ini digambarkan dengan Gambar III-
11 sebagai berikut:

Gambar III- 11 Diagram Fungsi Utama

3.3.2 Fungsi Bagian

Selain fungsi utama, ada pula fungsi bagian yang berlaku bagi komponen-
komponen yang menyusun alat ini. Penentuan fungsi bagian ini ditentukan oleh
diagram blackbox seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 12 berikut ini:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 49

Gambar III- 12 Blackbox Fungsi Bagian

Diagram blackbox ini menggambarkan proses dan fungsi bagian alat


pengering genting skala laboratorium, dari diagram tersebut dibuat tabel fungsi
bagian. Adapun beberapa fungsi bagian beserta penjelasannya seperti pada Tabel III-
7 dibawah ini:

Tabel III- 7 Penjelasan Fungsi Bagian


No. Fungsi Bagian Penjelasan
1 Fungsi Memanaskan Sebagai komponen yang dapat mengubah energi
menjadi sumber panas
2 Fungsi Mengalirkan Sebagai komponen untuk mengalirkan udara
agar merata di seluruh ruangan
3 Fungsi Mengeringkan Sebagai tempat untuk mengeringkan genting
beton

3.3.3 Morfologi

Morfologi digunakan dalam bentuk tabel dengan baris dan kolom yang berisi
prinsip-prinsip kerja eksisting berdasarkan parameter yang relevan dalam hal ini yaitu
tiap-tiap subfungsi. Prinsip kerja eksisting yang telah ditentukan nantinya akan
dikombinasikan satu sama lain hingga membentuk suatu sistem fungsional yang
dijadikan sebagai berbagai konsep rancangan. Morfologi alat pengering genting
beton skala laboratorium yang akan dirancang ditunjukkan pada Tabel III- 8
Morfologi dengan parameterparameternya berupa subfungsi yang telah ditentukan:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 50

Tabel III- 8 Morfologi


No. Fungsi Bagian Alternatif Solusi

Fungsi
1
Memanaskan

Gas burner dan


Gas Burner Heater Listrik
heater listrik
A1 A2 A3

Fungsi
2
Mengalirkan

Kipas Blower
B1 B2 B3

Fungsi
3
Mengeringkan
Ruang pengering tipe – C Ruang pengering tipe strip
dengan damper dengan damper
C1 C2

3.3.4 Evaluasi Alternatif Solusi

Dalam proses pembuatan morfologi sering ditemui beberapa alternatif solusi


yang banyak. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan eliminasi alternatif solusi yang
ada. Evaluasinya dilakukan dengan membuat penilaian berdasarkan selection criteria
dan diberikan nilai (+) jika sesuai dan (-) jika kurang sesuai. Jika jumlah (+) lebih
banyak maka dapat dibuat variasi konsep. Namun jika nilai (-) lebih banyak, maka
variasi di eliminasi. Variasi yang dieliminasi diberi tanda X. Berikut hasil dari
evaluasi alternatif solusi dengan metode Selection chart:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 51

Gambar III- 13 Selection Chart

Setelah melakukan evaluasi pemilihan alternatif solusi menggunakan


selection chart, untuk alternatif solusi yang tereliminasi ditandai dengan warna merah
pada selection chart serta ditandai dengan garis silang pada tabel morfologi sebagai
informasi bahwa alternatif solusi tersebut tidak akan digunakan dalam membuat
variasi konsep. Untuk alternatif solusi antar subfungsi pada tabel morfologi
selanjutnya dilakukan kombinasi sehingga terbentuk beberapa variasi konsep yang
paling memungkinkan untuk diwujudkan. Tabel III- 9 menunjukkan tabel morfologi
baru setelah dievaluasi.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 52

Tabel III- 9 Evaluasi Tabel Morfologi


No. Fungsi Bagian Alternatif Solusi

Fungsi
1
Memanaskan

Gas burner dan


Gas Burner Heater Listrik
heater listrik
A1 A2 A3

Fungsi
2
Mengalirkan

Kipas Blower
B1 B2 B3

Fungsi
3
Mengeringkan
Ruang pengering tipe – C Ruang pengering tipe strip
dengan damper dengan damper
C1 C2
Keterangan:

 Variasi Konsep 1:

 Variasi Konsep 2:

 Variasi Konsep 3:

 Variasi Konsep 4:

3.3.5 Variasi Konsep

Variasi konsep merupakan variasi yang menampilkan rencana rancangan


yang terdiri dari gabungan alternatif solusi dari tabel morfologi. Dari banyaknya
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 53

variasi yang bisa dibuat, dibuat empat rancangan variasi konsep dengan solusi yang
berbeda. Dari empat variasi tersebut akan dilakukan pemilihan dengan menilai
konsep tersebut berdasarkan beberapa kriteria sehingga akhirnya didapatkan satu
konsep terpilih. Berikut adalah empat variasi konsep dari alat pengering genting
beton skala laboratorium:

a. Variasi konsep 1

Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 1 ditunjukkan pada Tabel
III- 10 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 14
sebagai berikut:

Tabel III- 10 Variasi Konsep 1


No. Sub-Fungsi Alternatif Solusi
1 Penyimpanan tipe C dengan
Fungsi Memanaskan
damper
2 Fungsi Mengalirkan Heater dan Gas Burner
3 Fungsi Mengeringkan Kipas

Gambar III- 14 Skema Mekanisme Variasi Konsep 1

Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 1 ini memiliki
ruang pengering tipe C, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan empat buah gas
burner untuk penghasil udara panas segar. Dengan menggunakan ruang pengering
tipe C, udara panas segar yang sudah melewati genting basah, dapat digunakan
kembali untuk proses pengeringan. Untuk mempertahankan suhu dengan baik,
terdapat tiga buah heater listrik di beberapa titik yang tertera pada gambar yang
dikontrol menggunakan termostat dan hygrostat digital.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 54

b. Variasi konsep 2

Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 2 ditunjukkan pada Tabel
III- 11 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 15
sebagai berikut:

Tabel III- 11 Variasi Konsep 2


No. Sub-Fungsi Alternatif Solusi
1 Penyimpanan tipe strip dengan
Fungsi Memanaskan
damper
2 Fungsi Mengalirkan Heater dan Gas Burner
3 Fungsi Mengeringkan Kipas

Gambar III- 15 Skema Mekanisme Variasi Konsep 2

Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 2 ini memiliki
ruang pengeringan tipe strip, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan empat buah
gas burner untuk penghasil udara panas segar. Untuk mempertahankan suhu dengan
baik, terdapat empat buah heater listrik di beberapa titik yang tertera pada gambar
yang dikontrol menggunakan termostat dan hygrostat digital.

c. Variasi konsep 3

Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 3 ditunjukkan pada Tabel
III- 12 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 16
sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 55

Tabel III- 12 Variasi Konsep 3


No. Sub-Fungsi Alternatif Solusi
1 Penyimpanan tipe strip dengan
Fungsi Memanaskan
damper
2 Fungsi Mengalirkan Heater
3 Fungsi Mengeringkan Kipas

Gambar III- 16 Skema Mekanisme Variasi Konsep 3

Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 3 ini memiliki
ruang pengeringan tipe strip, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan dua buah
heater listrik dengan daya yang cukup besar untuk penghasil udara panas segar.
Untuk mempertahankan suhu dengan baik, terdapat empat buah heater listrik di
beberapa titik yang tertera pada gambar yang dikontrol menggunakan termostat dan
hygrostat digital.

d. Variasi konsep 4

Alternatif solusi yang dipilih oleh variasi konsep 4 ditunjukkan pada


Tabel III- 13 dengan skema mekanisme yang ditunjukkan Gambar III- 17
sebagai berikut:

Tabel III- 13 Variasi Konsep 4


No. Sub-Fungsi Alternatif Solusi
1 Fungsi Memanaskan Penyimpanan tipe C
2 Fungsi Mengalirkan Heater
3 Fungsi Mengeringkan Kipas
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 56

Gambar III- 17 Skema Mekanisme Variasi Konsep 4

Alat pengering genting beton skala laboratorium variasi konsep 4 ini memiliki
ruang pengering tipe C, dengan dua buah kipas sebagai pengalir dan 2 buah heater
listrik dengan daya yang cukup besar untuk penghasil udara panas segar. Dengan
menggunakan ruang pengering tipe C, udara panas segar yang sudah melewati
genting basah, dapat digunakan kembali untuk proses pengeringan. Untuk
mempertahankan suhu dengan baik, terdapat tiga buah heater listrik di beberapa titik
yang tertera pada gambar yang dikontrol menggunakan termostat dan hygrostat
digital.

3.3.6 Penilaian Konsep Rancangan

Setelah dihasilkan empat buah variasi konsep. Tahap selanjutnya adalah


memilih konsep terpilih yang dilakukan dengan menilai ketiga konsep tersebut.
Metode penilaian ini menggunakan metode Pahl dan Beitz dari buku Engineering
Design dan proses pembobotan kriteria dengan menggunakan metode Pugh dari buku
Ullman, The Mechanical Design Process.

Adapun tahapan dari penilaian konsep ini terdiri dari lima tahapan utama
yakni sebagai berikut:

A. Kriteria penilaian

Penilaian yang dilakukan berdasar pada pertimbangan 2 jenis kriteria yakni


user criteria dan manufacture criteria. Berikut beberapa aspek dari kriteria tersebut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 57

Tabel III- 14 Kriteria Penilaian


No. User Criteria Manufacture Criteria
1 Kemudahan pengoperasian alat Ketersedian bahan
2 Harga barang Waktu pengerjaan
3 Kapasitas alat Kemudahan pembuatan
4 Daya yang dibutuhkan Ketersediaan alat
5 Konsumsi energi Kemudahan perakitan
6 Kemudahan perawatan Biaya manufaktur

B. Perbandingan aspek kriteria

Setelah dibuat tiga variasi konsep dari hasil persilangan morfologi, dan juga
didapatkan kriteria dalam melakukan penilaian variasi konsep, selanjutnya adalah
melakukan pemilihan konsep yang akan dipilih. Namun sebelum itu, perlu dilakukan
pembobotan kepada setiap kriteria untuk menentukan urutan prioritas kriteria yang
lebih diutamakan.

Dalam melakukan pembobotan kriteria, yang perlu dilakukan pertama kali


adalah membandingkan tiap aspek satu sama lain dengan memberi nilai (1) dan (0).
Aspek yang diberi nilai (1) menunjukan bahwa aspek tersebut lebih penting
dibandingkan dengan aspek yang bernilai (0). Berikut adalah hasil dari perbandingan
aspek-aspek dapat dilihat pada Tabel III- 15 dan

Tabel III- 16 berikut ini:

Tabel III- 15 Perbandingan Aspek User Criteria


No. Kriteria Penilaian a b c d e f Jumlah Bobot Persen
Kemudahan 0,2
1 0 1 1 1 0 3 20%
pengoperasian alat
2 Harga barang 1 0 0 1 1 3 0,2 20%
3 Kapasitas alat 1 0 0 1 1 3 0,2 20%
Daya yang 0,26
4 0 1 1 1 1 4 26%
dibutuhkan
5 Berat alat 0 0 0 0 1 1 0,07 7%
Kemudahan 0,07
6 1 0 0 0 0 1 7%
perawatan
Total 15 1 100%
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 58

Tabel III- 16 Perbandingan Aspek Manufacture Criteria


No. Kriteria Penilaian a b c d e f Jumlah Persen
1 Ketersedian bahan 1 1 1 0 0 3 0,2 20%
2 Waktu pengerjaan 0 0 1 0 0 1 0,07 7%
Kemudahan 0,13 13%
3 0 1 0 1 0 2
pembuatan
4 Ketersediaan alat 0 0 1 1 1 3 0,2 20%
Kemudahan 0,2 20%
5 1 1 0 0 1 3
perakitan
6 Biaya manufaktur 1 1 1 0 0 3 0,2 20%
Total 15 1 100%

C. Penilaian kriteria

Sebelum memberikan penilaian, diperlukan bobot nilai kriteria pelanggan


dari sisi model dan juga manufaktur. Berikut merupakan user criteria model/design:

Tabel III- 17 Indeks User Criteria


No. USER CRITERIA Nilai PENILAIAN
Perlu pengkalibrasian
secara periodik dan
1
beberapa pengaturan
komponen terkait
Perlu pengkalibrasian
2
1 Kemudahan pengoperasian alat secara periodik
Cukup menekan
3 tombol On-Off dan
pengkalibrasian
Hanya menekan
4
tombol On-Off
1 RP > 10.000.000
Rp 8.000.000 -
2
10.000.000
2 Harga barang
Rp 5.000.000 –
3
8.000.000
4 Rp < 3.000.000
Menyebabkan Cacat
1
Fisik
3 Safety Factor 2 Menyebabkan Cidera
3 Berpotensi Melukai
4 Aman
1 RP > 500.000
2 Rp 200.000 - 500.000
4 Biaya Bahan Bakar
3 Rp 100.000 - 200.000
4 Rp 20.000 - 100.000
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 59

No. USER CRITERIA Nilai PENILAIAN


1 >200 kg
2 150 – 200 kg
5 Berat alat
3 100 – 150 kg
4 <100 kg
Penggantian
1 komponen secara
keseluruhan
Cenderung dilakukan
pelumasan dan
2
6 Kemudahan perawatan penggantian
komponen
Cenderung dilakukan
3 pembersihan dan
pelumasan komponen
4 Cukup dibersihkan
Berikut merupakan indeks penilaian dalam kriteria manufaktur:

Tabel III- 18 Indeks Manufacture Criteria


No. MANUFACTURE CRITERIA Nilai PENILAIAN
1 Langka
2 Cukup sullit dicari
1 Ketersedian bahan
3 Tersedia di beberapa toko
4 Banyak di pasaran
1 2 bulan
2 1-2 bulan
2 Waktu pengerjaan
3 20 hari
4 <20bulan
1 Sangat perlu tenaga ahli
Dikerjakan oleh tenaga
2
ahli
3 Kemudahan pembuatan
Membutuhkan arahan
3
tenaga ahli
4 Tidak perlu tenaga ahli
Menggunakan bantuan
1
mesin
Menggunakan special
2
tools
4 Ketersediaan alat Menggunakan perkakas
3 sederhana dengan bantuan
special tools
Cukup dengan perkakas
4
sederhana
Dilakukan oleh beberapa
5 Kemudahan perakitan 1
orang dengan arahan ahli
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 60

No. MANUFACTURE CRITERIA Nilai PENILAIAN


Dilakukan sendiri dengan
2
arahan ahli
Dilakukan oleh beberapa
3
orang
4 Dapat dilakukan sendiri
1 >Rp.1.000.000
2 Rp.500.000 – 1.000.000
6 Biaya manufaktur
3 Rp.250.000 – 500.000
4 Rp.0 – 250.000

D. Hasil Penilaian
Berikut merupakan hasil dari penilaian berdasarkan pertimbangan user
criteria model dan manufaktur:

Tabel III- 19 Penilaian Aspek User Criteria


Bobot Penilaian Konsep (X) Nilai
No. Kriteria Penilaian
(W) A B C D Ideal
Kemudahan
1 0,2 2 2 2 2 0,8
pengoperasian alat
2 Harga barang 0,2 3 3 3 3 0,8
3 Safety Factor 0,2 4 2 2 4 0,8
4 Biaya Bahan Bakar 0,26 3 3 2 2 1,04
5 Berat alat 0,07 2 2 2 2 0,28
Kemudahan
6 0,07 2 2 2 2 0,28
perawatan
Total 2,86 2,46 2,2 2,6 4

Tabel III- 20 Penilaian Aspek Manufacture Criteria


Bobot Penilaian Konsep (X) Nilai
No. Kriteria Penilaian
(W) A B C D Ideal
Ketersedian bahan
1 0,2 3 3 3 3 0,8
2 Waktu pengerjaan 0,07 2 2 2 2 0,28
Kemudahan
3 0,13 2 3 3 2 0,52
pembuatan
4 Ketersediaan alat 0,2 3 3 3 3 0,8
5 Kemudahan perakitan 0,2 2 3 3 2 0,8
6 Biaya manufaktur 0,2 4 4 4 4 0,8
Total 2.8 3.13 3.13 2.8 4

Berikut Gambar III- 18 grafik penilaian variasi konsep untuk menentukan


konsep terpilih:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 61

Grafik Penilaian Variasi Konsep


4.5
4
3.5
3
User Criteria

VK1
VK3
2.5
VK2
2
VK4
1.5
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Manufacture Criteria

Gambar III- 18 Grafik Penilaian Variasi Konsep

Hasil penilaian variasi konsep pada grafik di atas menunjukkan bahwa variasi
konsep 1 terpilih menjadi konsep rancangan terpilih.

3.3.7 Konsep Rancangan Terpilih

Berdasarkan penil aian variasi konsep dengan berbagai parameter maka


terpilihlah variasi konsep 1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar III.18 sebagai
konsep rancangan terpilih. Pada aspek user criteria, variasi konsep memiliki total
nilai terbesar karena rangka pengering tipe C yang lebih aman dan sistem pemanas
yang lebih murah saat dioperasikan dibandingkan dengan variasi konsep lainnya
sehingga unggul di berbagai parameter. Walaupun berdasarkan penilaian aspek
manufacture criteria tidak sebaik variasi konsep lainnya namun hal tersebut
dilakukan demi kenyamanan dan keselamatan pengguna.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 62

Gambar III- 19 Skema Mekanisme Konsep Rancangan Terpilih

1.4 Perancangan Detail

Perancangan detail merupakan tahap perancangan alat yang kompleks di


mana pendetailan konsep rancangan terpilih dilakukan melalui perhitungan hingga
analisis yang berpengaruh satu sama lain sehingga apabila terdapat perubahan yang
dilakukan pada satu bagian maka bagian lain yang berpengaruh harus diubah juga.
Beberapa aktivitas pendetailan yang dilakukan diantaranya yaitu perhitungan
beberapa bagian yang dominan yang dimodelkan, membuat model 3D, serta analisis
dengan finite element method. Aktivitas pendetailan tersebut dilakukan secara iterasi
sehingga keluaran yang diperoleh merupakan bill of material yang sesuai dengan
daftar tuntutan yang diperoleh pada tahap perencanaan.

3.4.1 Sistematika Perhitungan

Dalam melakukan perhitungan dibutuhkan terlebih dahulu urutan pekerjaan


yang akan dilakukan untuk memudahkan perhitungan. Sistematika perhitungan yang
akan diterapkan ditunjukkan pada Gambar III- 20 sebagai berikut :
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 63

Gambar III- 20 Sistematika Perhitungan

3.4.2 Perhitungan dan Pemodelan Komponen Non Standar

Perhitungan dilakukan sesuai urutan sistematika perhitungan, ditekankan


pada perhitungan pada bagian yang kritis. Selanjutnya dilakukan pemodelan setelah
dihitung kekuatannya.

1. Perencanaan Ruang Pengering

Sebelum melakukan perencanaan lebih lanjut, diperlukan data mengenai


dimensi ruang pengering dari alat yang aka dibuat. Berikut data-data mengenai ruang
pengering:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 64

 Dimensi Ruang Pengering

Besar ruang pengering yang akan dibuat ditunjukkan pada Gambar III- 21
sebagai berikut:

Gambar III- 21 Geometri Ruang Pengering

 Bahan Dinding

Agar sirkulasi udara di dalam ruang pengering tetap terjaga dan tidak
menimbulkan panas berlebih yang keluar, dipilihlah beberapa bahan yang
akan digunakan sebagai pelapis dinding, yakni:

a. Alumunium dengan tebal 0,2 mm dan memiliki konduktivitas termal


237 W/m.K

b. Triplek dengan tebal 10 mm dan memiliki konduktivitas termal 0,017


W/m.K

 Asumsi Beban Produk Total


Direncanakan ruang pengering mampu menampung beban total sebesar 60
kg, dengan distribusi 20 kg untuk masing-masing layer.

 Diameter Damper
Untuk saluran pembuangan, direncanakan Damper memiliki diameter
sebesar 200 mm, dilengkapi dengan pintu yang dapat diatur sudut bukaannya.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 65

2. Pembuatan FBD (Free Body Diagram)

Pembuatan FBD alat dibagi menjadi dua bagian utama, yakni bagian rangka
ruang pengering dan rangka penyanggah furnace. Sebelum membuat FBD dilakukan
terlebih dahulu penempatan gaya-gaya luar yang terjadi dan sesuai konsep terpilih.
Beberapa aspek yang diperhatikan dalam penentuan gaya-gaya pada konsep, yaitu:

a. Gaya Luar

b. Gaya Normal

c. Berat Komponen

Gambaran mengenai gaya luar dan free body diagram pada assembly alat
pengering genting beton skala laboratorium ditunjukkan pada Gambar III- 22 dan
Gambar III- 23 sebagai berikut:

Gambar III- 22 Skema Gaya Luar


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 66

Gambar III- 23 Free Body Diagram

3. Perhitungan Tegangan

Perhitungan tegangan berfokus pada tiga titik yang mendapat beban paling
kritis. Titik kritis yang akan dihitung besar tegangan yang terjadinya ditunjukkan
pada Gambar III- 24, ditandai dengan persegi berwarna biru sebagai berikut:

Gambar III- 24 Titik Kritis Perhitungan Tegangan

a. Perhitungan Tegangan Pada Layer Ruang Pengering

Fokus perhitungan adalah setiap layer pada rangka yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan genting. Gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk
peletakan satu genting ditunjukkan pada Gambar III- 25 dan Gambar III- 26 sebagai
berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 67

Gambar III- 25 Skema Beban Terdistribusi dari Satu Genting


pada Layer 1, 2 dan 3 – Tatapan Depan

Gambar III- 26 Skema Beban Terdistribusi dari Satu Genting


pada Layer 1, 2 dan 3 – Tatapan Samping

Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
genting yakni dengan rincian sebagai berikut:

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑮𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 = 𝟒, 𝟖 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟏, 𝟔 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 1,6 𝑘𝑔 × 9,81 = 15,969 𝑁 ≈ 16 𝑁
𝑠2

 W dari tatapan depan

𝑅 16 𝑁
𝑊= = = 38,1 𝑁/𝑚
𝑙 0,42 𝑚

 W dari tatapan samping

𝑅 16 𝑁
𝑊= = = 48,5 𝑁/𝑚
𝑙 0,33 𝑚

Setelah dilakukan perhitungan tegangan bending dan geser dengan detail


pada Lampiran B.1, didapat data tegangan sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 68

Beban terbesar pada layer 1 dan 2 berada di titik B karena terjadi momen
terbesar, maka tegangan lentur dan geser adalah:

 Tegangan lentur pada rangka layer 1 dan 2

𝑏 . ℎ3 𝑏1 . ℎ1 3 0,03 𝑚 . (0,03𝑚)3 (0,027 𝑚) . (0,027 𝑚)3


𝐼𝑏 − −
𝑊𝑏 = = 12 12 = 12 12
𝑦 ℎ 0,03 𝑚
2 2
= 1,54755 . 10−6 𝑚3

𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝑏 = = −6 3
= 852538,5 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10 𝑚

 Tegangan geser pada rangka layer 1 dan 2

𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
= = 171368,3 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 𝑚)2 − (0,027 𝑚)2

Beban terbesar pada layer 3 berada di titik B karena terjadi momen terbesar,
maka tegangan lentur dan geser adalah:

 Tegangan lentur rangka layer 3

𝑏 . ℎ3 𝑏1 . ℎ1 3 0,03 . 0,0153 0,027 . 0,0123


𝐼𝑏 − −
𝑊𝑏 = = 12 12 = 12 12
𝑦 ℎ 0,015
2 2
= 6,066 . 10−7 𝑚3

𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝐵 = = = 2174985,1 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 6,066 . 10−7 𝑚3

 Tegangan geser rangka layer 3

𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
=
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 × 0,015) 𝑚 − (0,027 × 0,012) 𝑚
= 232571,43 𝑁/𝑚2

b. Perhitungan Tegangan Pada Rangka Pijakan Furnace

Gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk rangka pijakan furnace
ditunjukkan pada Gambar III- 27 sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 69

Gambar III- 27 Skema Beban Terdistribusi dari


Rangka Pijakan Furnace

Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
furnace yakni dengan rincian sebagai berikut:

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑭𝒖𝒓𝒏𝒂𝒄𝒆 = 𝟗 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟑 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 3 𝑘𝑔 × 9,81 = 30 𝑁
𝑠2
𝐹 30 𝑁
𝑊= = = 49,18 𝑁/𝑚
𝑙 0,61 𝑚

Setelah dilakukan perhitungan tegangan bending dan geser dengan detail pada
Lampiran B.1, didapat data tegangan sebagai berikut:

 Tegangan lentur pada rangka pijakan furnace

𝑏 . ℎ3 𝑏1 . ℎ1 3 0,03 . 0,033 0,027 . 0,0273


𝐼𝑏 − −
𝑊𝑏 = = 12 12 = 12 12
𝑦 ℎ 0,03
2 2
= 1,54755 . 10−6 𝑚3

𝑀 5,025
𝜎𝐵 = = = 3247067,9 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10−6

 Tegangan geser pada rangka pijakan furnace

𝐹 𝐹 5,025 𝑁
𝜏𝑎 = = = = 171368,42 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴 − 𝐴′ (0,03 𝑚)2 − (0,027 𝑚)2

Secara keseluruhan, diketahui tegangan luluh dan tegangan geser paling


tinggi terjadi pada rangka pijakan furnace sebesar 3247067,9 N/m2 atau 3,24 MPa
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 70

dan 171368,42 N/ mm2 atau 0,171 MPa. Sebelum menentukan material yang akan
digunakan untuk pembuatan rangka utama, dilakukan analisis menggunakan
lingkaran Mohr dengan tegangan pada pijakan furnace sebagai acuan. Berikut
Gambar III- 28 yang merupakan lingkaran Mohr dari rangka utama.

Gambar III- 28 Lingkaran Mohr Pijakan Furnace

Berdasarkan lingkaran Mohr di atas menunjukkan bahwa tegangan maksimal


yang didapat pada titik kritis sebesar 1,629 MPa. Selanjutnya dilakukan evaluasi
tegangan untuk memastikan material yang digunakan dalam komponen sudah tepat
atau tidak. Dengan membandingkan tegangan yang terjadi dengan tegangan izin
materialnya dengan syarat:

𝜎𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 𝜎𝑖𝑧𝑖𝑛

Berikut Tabel III- 21 yang merupakan perbandingan tegangan yang terjadi


dengan tegangan izin material dengan Galvanized Steel sebagai material
pembandingnya.

Tabel III- 21 Perbandingan Tegangan


Ultimate Safety Tegangan Tegangan
No Material Strength Factor Izin Maksimal Evaluasi
(MPa) (SF) (MPa) (MPa)
Galvanized
1 200 4 50 1,629 Aman
Steel
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 71

Dari hasil perbandingan tegangan yang terjadi dengan tegangan izin material
terkait menunjukkan bahwa rangka akan tetap aman digunakan tanpa perlu ada
penggantian material atau dimensi.

4. Perhitungan Massa yang Udara Masuk ke Inlet Ruang Pengering

Sebelum merencanakan daya pemanas, perlu ditentukan massa udara yang


akan masuk ke dalam ruang pengering. Penentuan kapasitas penampung dilakukan
dengan menghitung debit udara yang akan masuk ke ruang pengering. Debit udara
dirumuskan dengan persamaan (2.7) sebagai berikut:

𝑄=𝐴 × 𝑣

Dengan data kecepatan udara yang telah ditentukan sebesar 3 m/s dan luas
penampang inlet ruang pengering sebesar 245 x 245 mm, maka massa dari udara yang
akan masuk ke ruang pengering sebesar dapat ditentukan. Berikut perhitungan massa
udara yang akan masuk ke inlet ruang pengering menggunakan persamaan (2.7) dan
(2.9) sebagai berikut:

𝑄 = 𝐴 × 𝑣 = 0,06 𝑚2 × 3 𝑚⁄𝑠 = 0,18 𝑚3 ⁄𝑠

ṁ = 𝑄𝜌 = 0,18 𝑚3 ⁄𝑠 . 1,2 𝑘𝑔⁄𝑚3 = 0,216 𝑘𝑔⁄𝑠

Dari hasil perhitungan, didapatkan massa udara yang masuk ke inlet ruang
pengering sebesar 0,216 kg.

5. Perencanaan Daya Pemanas

Setelah nilai dari massa udara yang masuk ke inlet diperoleh, selanjutnya
menghitung daya pemanas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara. Pada
perhitungan daya pemanas, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat digunakan
untuk melakukan perhitungan, seperti rekap cuaca bulanan sekitar dan data rinci
cuaca terendah dalam satu bulan seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 30 dan
Gambar III- 30.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 72

Gambar III- 29 Data Rinci Cuaca dengan Suhu


Terendah di Bandung

Gambar III- 30 Rekap Cuaca Bulan Maret

Setelah mengetahui data rinci cuaca terendah dalam satu bulan, besar daya
pemanas dapat ditentukan dengan menggunakan Psychrometri seperti yang
ditunjukkan pada Gambar III- 31. Penentuan daya pemanas dilakukan dengan
menghitung massa udara yang akan masuk ke ruang pengering dan besar entalpi yang
dibutuhkan untuk memanaskan udara. Melalui Psychrometri, besar entalpi udara
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 73

dapat ditentukan dengan memperhatikan perubahan suhu dan kadar kelembaban


sesuai yang kita inginkan.

Gambar III- 31 Tabel Psychrometri

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa akibat dari perubahan temperatur pada
udara dari suhu 25oC ke 70oC, terjadi perubahan besar kelembaban relatif yang
awalnya sebesar 68% menjadi 7% dengan kelembaban absolut sebesar 14g air per kg
udara kering. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kapasitas
maksimum udara untuk mengangkut uap air. Kapasitas maksimum dari udara dapat
dilihat dari besar nilai kelembaban absolut, ketika udara pada suhu tertentu telah
mencapai dew point atau titik jenuh setelah udara menyerap banyak uap air. Dalam
hal ini, besar kapasitas udara dari suhu 25oC dalam keadaan jenuh sebesar 20 g/kg.
Sedangkan besar kapasitas udara dari suhu 70oC dalam keadaan jenuh sebesar 276,7
g/kg.

Selanjutnya, untuk mengetahui daya yang dibutuhkan untuk pemanas, dapat


ditentukan dengan mengetahui selisih dari entalpi yang terkandung pada udara pada
kondisi temperatur awal dan temperatur akhir. Berikut perhitungan daya pemanas
yang akan digunakan:

𝑊 = ṁ (h2 − h1)

𝑊 = 0,216 kg/s. (105,6 − 59,6) kJ/kg = 9,936kJ/s = 9,936 kW

Dari hasil perhitungan, didapatkan daya pemanas yang akan digunakan masuk
ke inlet ruang pengering sebesar 9,936 kW.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 74

6. Perencanaan Tebal Isolator

Untuk mencegah keluarnya panas yang berlebih dari dinding ruang pengering
saat alat bekerja, perlu ditentukan tebal dari isolator untuk meminimalisir panas yang
akan dikeluarkan selama proses pengeringan. Sebagai langkah pertama, perlu
ditentukan terlebih dahulu besar koefisien konveksi dari udara dengan menggunakan
kecepatan aliran udara sebagai parameter perhitungan. Koefisien konveksi udara
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.13) sebagai berikut:

ℎ = 12,12 + 1,16 + 11,6 𝑣 1/2

ℎ = 12,12 + 1,16 (3 𝑚/𝑠) + 11,6 . (3 𝑚/𝑠)1/2 = 35.691 𝑊/𝑚2 . ℃

Gambar III- 32 Skema Perpindahan Gabungan

Setelah data koefisien udara di dalam ruang pengering telah didapatkan, maka
besar kalor yang dikeluarkan dari dinding yang diasumsikan terjadi melalui proses
perpindahan panas konveksi, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
persamaan (2.12) sebagai berikut:

𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = ℎ × 𝐴 × ∆𝑇

Berikut perhitungan besar kalor yang keluar dari dinding:

 Besar kalor yang dikeluarkan dari dinding depan, belakang, atas dan
bawah melalui konveksi

𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = 35.691 𝑊/𝑚2 . ℃ × (1,6 𝑚 × 1,1 𝑚) × (70 − 30℃) = 2512,6 𝑊

 Besar kalor yang dikeluarkan dari dinding kanan dan kiri melalui
konveksi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 75

𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = 35.691 𝑊/𝑚2 . ℃ × (1,1 𝑚 × 1,1 𝑚) × (70 − 30℃) = 1727.44 𝑊

Selanjutnya dilakukan perhitungan tebal isolator yang akan digunakan dengan


mengasumsikan besar kalor konveksi yang keluar dari dinding sama dengan besar
kalor konduksi yang merambat pada dinding. Tebal isolator yang diperlukan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.11) sebagai berikut:

𝑘 × 𝐴 × ∆𝑇
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 =
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢

 Tebal minimal isolator dari dinding depan, belakang, atas dan bawah

0,017 𝑊/mK × (1,6 𝑚 × 1,1 𝑚) × (343.15𝐾 − 303.15𝐾)


2512,6 𝑊 =
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑖𝑟𝑖

1,1968 𝑊. 𝑚
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑖𝑟𝑖 = = 0.0004763 𝑚
2512,6 𝑊

 Tebal minimal isolator dari dinding kanan dan kiri

0,017 𝑊/mK × (1,1 𝑚 × 1,1 𝑚) × (343.15𝐾 − 303.15𝐾)


1727.44 𝑊 =
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔

0,8228 𝑊. 𝑚
𝑙𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 = = 0.0004763 𝑚
1727.44 𝑊

Dari hasil perhitungan, didapatkan tebal isolator untuk dinding di semua sisi
masing-masing sebesar 0.0004763 m. Namun untuk meningkatkan keamanan bagi
pengguna digunakan isolator dengan tebal 0,01 m.

7. Perhitungan Qloss Dinding

Setelah diketahui tebal minimal isolator yang diperlukan, selanjutnya adalah


menghitung besar Qloss dari dinding yang sudah dilapisi beberapa material yang
telah ditentukan. Hal tersebut dilakukan karena pada dinding terjadi perpindahan
panas gabungan seperti yang telah dirumuskan dalam persamaan (2.18) dan (2.19)
sebagai berikut:

∆𝑇 𝑇∞,1 − 𝑇∞,2
𝑞𝑥 = =
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

1 𝐿 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = + +
ℎ1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ2 𝐴
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 76

Sehingga perhitungan besar Qloss dari dinding dapat ditentukan dengan


persamaan di atas sebagai berikut:

 Besar Qloss dinding kanan dan kiri

Setelah dilakukan perhitungan koefisien konveksi dari pelat dalam dan luar
dari pelapis dinding kanan dan kiri ruang pengering dengan detail pada Lampiran
B.2, didapat data besar Qloss sebagai berikut:

1 𝐿1 𝐿2 𝐿1 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = +( + + )+
ℎ1 𝑘1 𝑘2 𝑘1 ℎ3

1 0,002 𝑚 0,01 𝑚 0,002 𝑚 1


𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙1 = +( + + )+
𝑊 𝑊 𝑊 𝑊 𝑊
6,6 2 . 𝐾
𝑚
237
𝑚
. 𝐾 0,017 . 𝐾 237
𝑚 𝑚
.𝐾 1,137 𝑚 2 .𝐾
𝑚2
= 1.49907 .𝐾
𝑊
∆𝑇
𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑥𝐴1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙1

343,15 − 303,15 𝐾
𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = × 1,21 𝑚2 = 32,287 𝑊
𝑚2
1.49907 𝑊 . 𝐾

𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar Qloss untuk dinding kanan dan kiri
masing-masing sebesar 32,287 W.

 Besar Qloss dinding depan, belakang, atas dan bawah

Setelah dilakukan perhitungan koefisien konveksi dari pelat dalam dan luar
dari pelapis dinding depan, belakang, atas dan bawah ruang pengering dengan detail
pada Lampiran B.2, didapat data besar Qloss sebagai berikut:

1 𝐿1 𝐿2 𝐿1 1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = +( + + )+
ℎ2 𝑘1 𝑘2 𝑘1 ℎ4

1 0,002 𝑚 0,01 𝑚 0,002 𝑚 1


𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = +( + + )+
𝑊 𝑊 𝑊 𝑊 𝑊
7,955 2 . 𝐾 237 . 𝐾 0,017 . 𝐾 237 .𝐾 1,196 2 . 𝐾
𝑚 𝑚 𝑚 𝑚 𝑚
𝑚2
= 1.57589 .𝐾
𝑊
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 77

∆𝑇
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑥𝐴2
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙1

343,15 − 303,15 𝐾
𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = × 1,76 𝑚2 = 44,673 𝑊
𝑚2
1.57589 𝑊 . 𝐾

𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 = 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠 = 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar Qloss untuk dinding depan,


belakang, atas dan bawah masing-masing sebesar 44,673 W.

 Besar Qloss dinding total

Setelah mengetahui besar Qloss dari masing-masing dinding ruang pengering,


besar Qloss dinding total dapat ditentukan dengan penjumlahan sebagai berikut:

𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 4 × 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 + 2 × 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛

𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 4 × 44,673 𝑊 + 2 × 32,287 𝑊 = 243,266 𝑊

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar Qloss dinding total sebesar 243,266
W.

8. Perhitungan Daya Total

Sebagai tahapan akhir dari perhitungan daya, dilakukan perhitungan daya total
yang akan diperlukan untuk proses pengeringan. Besar daya total yang diperlukan
untuk proses pengeringan dinyatakan dengan penjumlahan sebagai berikut:

𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑞𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠 + 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 9936 W + 243,266 𝑊 = 10179,266 𝑊 = 10,179266 𝑘𝑊

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar daya total yang dibutuhkan untuk
proses pengeringan sebesar 10179,266 W atau 10,179266 kW. Namun untuk
meningkatkan efektivitas pemanasan udara disediakan daya total untuk proses
pengeringan sebesar 13000 W atau 13 kW.

9. Perhitungan Aliran Massa Bahan Bakar

Untuk mengetahui seberapa banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk


mengoperasikan alat pengering dengan target suhu maksimum, dilakukan
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 78

perhitungan aliran massa bahan bakar yang akan digunakan. Besar aliran massa
bahan bakar dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ṁ𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐿𝐻𝑉


𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
ṁ𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 =
𝐿𝐻𝑉
10,179266 𝑘𝐽/𝑠
ṁ𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 = = 23 × 10−5 𝑘𝑔/𝑠
44400 𝑘𝐽/𝑘𝑔

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar aliran massa bahan bakar yang
dibutuhkan untuk mengoperasikan alat pengering dengan target suhu maksimum
sebesar 23 x 10-5 kg/s.

10. Perhitungan Aliran Massa Udara Pembakaran

Untuk mengetahui perbandingan udara yang dibutuhkan untuk proses


pembakaran saat alat pengering dioperasikan, dilakukan perhitungan aliran massa
udara pembakaran yang dinyatakan dengan persamaan (2.38) sebagai berikut:

ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
AFR = = 14,7
ṁ𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟

ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 14,7 × ṁ𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟

𝑘𝑔
ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 14,7 × (23 × 10−5 ) = 338,1 × 10−6 𝑘𝑔/𝑠
𝑠

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar aliran massa udara yang dibutuhkan
untuk proses pembakaran saat alat pengering dioperasikan sebesar 338,1 x 10-6 kg/s.

11. Perhitungan Debit Air Hasil Pembakaran

Untuk mengetahui apakah udara yang mengembun dari sisa hasil pembakaran
bahan bakar dapat menyebabkan ruang pengering dalam keadaan lembab, dilakukan
perhitungan debit air hasil pembakaran yang dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:

ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
Q=
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

3381 × 10−6 𝑘𝑔/𝑠


Q= = 28175 × 10−7 𝑘𝑔/𝑠
1,2 𝑘𝑔/𝑚3
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 79

Dari hasil perhitungan, didapatkan besar debit air hasil pembakaran yang
muncul selama proses pembakaran saat alat pengering dioperasikan sebesar 28175 x
10-7 kg/s. Hal ini mengindikasikan udara yang mengembun dari sisa hasil
pembakaran bahan bakar tidak menyebabkan ruang pengering dalam keadaan
lembab.

3.4.3 Pemilihan Komponen Standar

Setelah dilakukan perhitungan selanjutnya dilakukan pemilihan komponen


standar yakni:

1. Hollow Baja Ringan

Untuk membuat rangka alat, dibutuhkan bahan yang memiliki sifat tahan
karat, kuat, ringan, dan mudah dalam pemasangannya. Oleh sebab itu, Hollow
Galvanis digunakan sebagai bahan untuk pembuatan rangka alat agar dapat menahan
beban dari seluruh komponen dan genting beton ketika alat beroperasi. Ukuran
Hollow Baja Ringan yang digunakan adalah 2x4 cm dan 4x4 cm dengan ketebalan
0,3 mm seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 33.

Gambar III- 33 Hollow Baja Ringan

2. Paku Rivet

Pada proses pembuatan rangka alat, dibutuhkan bahan yang dapat


menyatukan batangan hollow yang satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, paku rivet
digunakan sebagai bahan untuk menyatukan beberapa bahan agar rangka dapat
menahan beban dari seluruh komponen dan genting beton ketika alat beroperasi.
Ukuran paku rivet yang digunakan adalah diameter 3 mm seperti yang ditunjukkan
pada Gambar III- 34 dengan keterangan spesifikasi yang tertera pada Tabel III- 22.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 80

Gambar III- 34 Paku Rivet

Tabel III- 22 Tabel Spesifikasi Paku Rivet [17]

3. Ball Caster Wheel

Agar alat dapat bergerak, dibutuhkan roda untuk alat gerak sekaligus tumpuan
dari komponen keseluruhan. Ball Caster Wheel digunakan sebagai alat gerak agar
alat pengering mudah digerakan sekaligus menjadi tumpuan seluruh komponen.
Ukuran Ball Caster Wheel yang digunakan adalah diameter 50 mm seperti yang
ditunjukkan pada Gambar III- 35 dengan spesifikasi yang tertera pada Tabel III- 23.

Gambar III- 35 Ball Caster Wheel


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 81

Tabel III- 23 Tabel Spesifikasi Ball Caster Wheel [18]

4. Exhaust Fan

Pada saat alat bekerja, udara mengalir yang sudah digunakan untuk
pengeringan sebagian dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, dibutuhkan exhaust
fan untuk menarik udara lembab dari layer 4 ke layer inlet ruang pengering agar dapat
mengaliri kembali genting beton pada saat proses pengeringan. Ukuran exhaust fan
yang digunakan adalah 8 inch seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 36 dengan
spesifikasi yang tertera pada Tabel III- 24.

Gambar III- 36 Exhaust Fan

Tabel III- 24 Tabel Spesifikasi Exhaust Fan [19]


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 82

5. Fan

Pada saat alat bekerja, udara dari luar diperlukan untuk proses pengeringan.
Oleh karena itu, dibutuhkan fan untuk menarik udara dari luar agar dapat memasuki
ruang pengering pada saat proses pengeringan. Ukuran fan yang digunakan adalah
18 inch seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 37.

Gambar III- 37 Fan


6. Gas Burner

Pada saat proses pengeringan, kelembaban udara menjadi salah satu faktor
mempengaruhi hasil dari genting beton yang dikeringkan. Diperlukan komponen
yang dapat memanaskan dan mengurangi kadar kelembaban udara segar agar pada
saat proses pengeringan, udara memiliki kadar kelembaban yang rendah sehingga
udara dapat digunakan dalam beberapa siklus pengeringan. Dalam hal ini, burner
digunakan untuk keperluan tersebut dengan daya asumsi 2500 W seperti yang
ditunjukkan pada Gambar III- 38.

Gambar III- 38 Gas Burner


7. Tubular Heater

Selain keperluan untuk mengurangi kelembaban dari udara segar yang masuk
ke ruang pengering, dibutuhkan juga komponen yang dapat menjaga suhu di dalam
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 83

ruang pengering agar tetap stabil. Oleh sebab itu, tubular heater digunakan sebagai
komponen yang berfungsi untuk mempertahankan suhu panas di ruang pengering.
Tubular heater yang digunakan memiliki diameter 9 mm, panjang 968 mm dengan
daya 1000 W seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 39.

Gambar III- 39 Tubular Heater


8. Triplek

Untuk mengurangi jumlah panas yang keluar dari dalam ruang pengering saat
alat beroperasi, diperlukan bahan penutup untuk bagian luar ruang pengering. Oleh
sebab itu triplek digunakan untuk keperluan tersebut. Tebal triplek yang digunakan
adalah 10 mm seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 40.

Gambar III- 40 Triplek


9. Pelat Alumunium

Agar udara tetap mengalir di dalam ruang pengering dan menghindari


kebocoran udara panas saat alat beroperasi, diperlukan bahan penutp untuk bagian
dalam ruang pengering. Oleh sebab itu pelat alumunium digunakan untuk keperluan
tersebut. Pelat yang digunakan memiliki tebal 0,2 mm seperti yang ditunjukkan pada
Gambar III- 41.

.
Gambar III- 41 Pelat Alumunium
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 84

3.4.4 Fungsi Kontrol Dan Kendali

Fungsi kontrol dan kendali merupakan bagian yang penting dalam


pengoperasian alat. Fungsi kontrol pada alat ini adalah untuk mengontrol operasi alat
yakni pengaturan suhu dan kelembaban ruang pengering pada proses pengeringan.
Berikut ini merupakan beberapa penjelasan fungsi kontrol dan kendali:

1. Mengalirkan sumber energi dengan menggunakan switch button.

2. Mengendalikan temperatur ruang pengering dengan sebuah tombol dan


indikator kerja berupa seven segment display dari STC-3028.

Diagram blok yang menggambarkan bagaimana fungsi kontrol dan kendali


dari alat pengering genting beton bekerja ditunjukkan pada Gambar III- 42 sebagai
berikut:

Gambar III- 42 Diagram Blok Fungsi Kontrol dan Kendali

Proses kontrol dimulai dari pengaliran arus dengan tegangan 220V pada
pengaman 1 sebagai penghubung sumber listrik ke seluruh komponen yang
selanjutnya disalurkan pada tiga buah saklar yang masing-masing dilengkapi dengan
pengaman, yakni input saklar 1 untuk proses penarikan udara luar, saklar 2 untuk
proses penarikan udara dalam dan input saklar 3 untuk menyalakan alat ukur digital
sekaligus proses pemanasan udara.

Pada saat proses pemanasan terjadi, tingginya suhu dan kadar kelembaban
yang terbaca probe sensor yang sudah diletakan pada posisi yang telah ditentukan,
ditunjukkan melalui kedua layar LCD seperti yang tertera pada skema STC 3028
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 85

yang ditunjukkan pada Gambar III- 43 dengan keterangan skema yang tertera pada
Tabel III- 25 sebagai berikut:

Gambar III- 43 Display STC-3028

Tabel III- 25 Keterangan Skema STC 3028


No. Komponen Keterangan
1 Layar LCD Suhu (Co) Warna merah
Warna indikator : merah
2 Indikator Suhu Status menyala : menandakan
sedang beroperasi
3 Layar LCD Kelembapan (RH) Warna biru
Warna indikator : biru Status
4 Indikator Kelembapan menyala : menandakan
sedang beroperasi
Tombol untuk mengatur suhu
5 Tombol Pengatur Suhu (Mulai)
batas bawah
Tombol untuk mengatur suhu
6 Tombol Pengatur Suhu (Stop)
batas atas
Tombol untuk mengatur
7 Tombol Pengatur RH (Mulai)
kelembapan batas bawah
Tombol untuk mengatur
8 Tombol Pengatur RH (Stop)
kelembapan batas atas

3.4.5 Pemodelan 3D Alat

Pemodelan 3D alat terdiri dari model dalam bentuk sub assembly dan
assembly. Berikut merupakan model sub assembly alat pengering genting skala
laboratorium yang ditunjukkan pada Gambar III- 44 sampai dengan Gambar III- 54
sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 86

1. Sub Assembly Rangka Utama

Gambar III- 44 Model Sub Assembly Rangka Utama,


Tanpa Pelat

Gambar III- 45 Model Sub Assembly Rangka Utama,


dengan Pelat

2. Sub Assembly Furnace

Gambar III- 46 Model Sub-Assembly Furnace


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 87

Gambar III- 47 Model Sub-Assembly Furnace,


Tatapan Depan

Gambar III- 48 Model Sub-Assembly Furnace,


Tatapan Samping

3. Sub Assembly Damper

Gambar III- 49 Model Sub-Assembly Damper


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 88

Berikut merupakan gambar assembly alat pengering genting beton skala


laboratorium:

Gambar III- 50 Assembly Alat Pengering Genting Beton


Skala Laboratorium

Gambar III- 51 Assembly Alat Pengering Genting Beton


Skala Laboratorium, Tatapan Depan

Gambar III- 52 Assembly Alat Pengering Genting Beton


Skala Laboratorium, Tatapan Atas
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 89

Gambar III- 53 Assembly Alat Pengering Genting Beton


Skala Laboratorium, tatapan samping

Gambar III- 54 Assembly Alat Pengering Genting Beton


Skala Laboratorium, bagian dalam

3.4.6 Simulasi Numerik CAE

Computer Aided Engineering (CAE) adalah suatu program komputer yang


berfungsi untuk menyelesaikan persoalan – persoalan engineering seperti Analisa
atau optimasi suatu produk atau bagian – bagian produk tersebut. Selain itu, (CAE)
ini juga dapat digunakan untuk membandingkan data perhitungan manual dengan
simulasi secara numerik dan berulang. Fokus perhitungan yang dilakukan adalah
komponen yang mengalami gaya, momen gaya dan tegangan terbesar. Berikut
tahapan yang dilakukan dalam proses simulasi numerik CAE menggunakan software
Solidworks:

1. Menentukan titik kritis

2. Menentukan parameter material, tumpuan dan gaya luar


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 90

3. Melakukan perhitungan dan menyimpulkan hasil

Langkah pertama, yakni menentukan titik kritis. Berikut ini merupakan titik
kritis d a r i alat pengering genting beton skala laboratorium yang akan dilakukan
simulasi, ditandai dengan persegi merah seperti yang ditunjukkan pada Gambar III-
55 sebagai berikut:

Gambar III- 55 Titik kritis

Setelah menentukan titik kritis pada rangka utama, dilanjutkan dengan


menentukan material yang akan digunakan selama simulasi berlangsung. Material
yang digunakan adalah material Galvanis yang memiliki mechanical property yang
ditampilkan pada Tabel III- 26 sebagai berikut:

Tabel III- 26 Mechanical Property


No. Parameter Keterangan
1. Material Galvanized Steel
2. Density 7870 K𝑔/𝑚3
4. Yield Strenght 203 MPa
5. Ultimate Tensile Strenght 356.9 MPa
6. Elastic Modulus 200 GPa

Selanjutnya adalah menentukan beberapa titik sebagai tumpuan dan letak


gaya luar yang terjadi. Jenis tumpuan yang digunakan adalah fix atau tumpuan tetap
dengan posisi gaya luar yang terjadi seperti yang ditunjukkan pada Gaya luar yang
terjadi adalah sebesar 200 N untuk setiap layer pada ruang pengering dan 90 N untuk
dudukan furnace seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 56 dan Gambar III- 57
sebagai berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 91

Gambar III- 56 Meshing pada Objek Simulasi

Gambar III- 57 Penempatan Beban pada Objek Simulasi

Setelah menentukan parameter material, tumpuan dan gaya luar pada rangka,
selanjutnya melakukan simulasi statik dimana kondisi proses penyelesaian dapat
dilihat pada Gambar III- 58 sampai dengan Gambar III- 61 sebagai berikut:

Gambar III- 58 Hasil Simulasi Tegangan Bending pada


Rangka Ruang Pengering
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 92

Gambar III- 59 Hasil Simulasi Regangan pada Rangka


Utama Bagian Ruang Pengering

Gambar III- 60 Hasil Simulasi Tegangan Bending pada


Rangka Utama Bagian Dudukan Furnace

Gambar III- 61 Hasil Simulasi Regangan pada


Rangka Furnace

Dari semua gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hasil simulasi
statik yang terjadi rangka bagian ruang pengering tersebut memiliki nilai yield
strength sebesar 204 MPa. Tampak pada layer 4, terdapat titik yang mengalami
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 93

tegangan yang melampaui nilai yield strength. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
layer 4 membutuhkan penyanggah tambahan untuk dapat menahan beban sebesar
200N. Sedangkan yang terjadi pada rangka bagian dudukan furnace, menunjukan
bahwa tidak terdapat titik bagian dengan tegangan yang melampaui nilai yield
strength, sehingga dapat dikatakan aman dan cukup kuat menahan beban.

3.4.7 Simulasi Numerik CFD

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah cabang ilmu dari mekanika


fluida yang menggunakan analisis numerik dan data yang terstruktur untuk
menganalisis dan memecahkan problematika yang melibatkan fluida. Selain itu, CFD
menawarkan solusi yang murah untuk melakukan analisis jika dibandingkan dengan
uji eksperimental langsung di lapangan. Fokus perhitungan yang dilakukan adalah
kecepatan aliran udara serta distribusi temperatur pada ruang pengering. Hasil
simulasi CFD yang menunjukkan pola aliran udara dari rangka ruang pengering
ditunjukkan pada Gambar III- 62 dan Gambar III- 63 sebagai berikut:

Gambar III- 62 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan Aliran Udara

Gambar III- 63 Hasil Simulasi CFD, Pola dan Kecepatan


Aliran Udara (Tatapan Samping)
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 94

Tampak pada gambar di atas, kecepatan udara masuk yang diterapkan pada
pengujian adalah sebesar 3 m/s. Berdasarkan simulasi yang dilakukan, menunjukkan
bahwa masih terdapat titik mati atau daerah yang tidak teraliri oleh udara pada ruang
pengering. Selain itu, jika mengacu pada hukum Bernoulli, terdapat perbedaan
kecepatan udara yang mengalir pada ruang pengering untuk setiap layer yang
disebabkan oleh perbedaan ketinggian dan besar penampang terutama pada bagian
inlet ruang pengering, layer ruang pengering serta lubang damper. Hal tersebut
tampak pada perbedaan kecepatan udara untuk layer inlet dan layer 3 yang mana
kecepatan udara yang mengalir pada ruang tersebut memiliki selisih yang cukup
signifikan, yakni berkisar 1,6 sampai dengan 2,8 m/s untuk layer 1 dan 0,443 sampai
dengan 1,231 m/s untuk layer 3.

Gambar III- 64 Hasil Simulasi CFD, Distribusi


Temperatur Aliran Udara

Gambar III- 65 Hasil Simulasi CFD, Distribusi Temperatur


Aliran Udara (Tatapan Samping)

Selanjutnya dilakukan pengujian distribusi temperatur aliran udara.


Temperatur udara masuk yang diterapkan pada pengujian adalah sebesar 313,15 K
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 95

atau 40oC. Pada Gambar III- 64 dan Gambar III- 65 menunjukkan bahwa temperatur
udara yang mengalir pada ruang pengering mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Jika mengacu pada Asas Black, penurunan temperatur yang terjadi
disebabkan oleh perpindahan kalor yang terdapat pada udara panas ke sekitar ruang
pengering. Hal tersebut tampak pada perbedaan temperatur aliran udara untuk layer
inlet dan layer 3 yang mana temperatur udara yang mengalir pada ruang tersebut
memiliki selisih yang cukup signifikan, yakni berkisar 310,19K atau 37,04oC sampai
dengan 313,15K atau 40oC untuk layer 1 dan 306,5 K atau 33,35 oC sampai dengan
308,72K atau 35,6 oC untuk layer 3.

3.4.8 Aspek Manufaktur

Aspek manufaktur menjelaskan mengenai jenis proses manufaktur dikerjakan


pada komponen non standar. Penjelasan aspek manufaktur akan dibagi ke dalam
tahap pembagian proses manufaktur dan rincian mengenai pengerjaan spesifik proses
manufaktur dari beberapa komponen terkait. Penjelasan mengenai proses manufaktur
ditunjukkan pada Tabel III- 27 sebagai berikut:

Tabel III- 27 Proses Manufaktur


Proses Manufaktur
No. Komponen
Fabrikasi Permesinan
1 Rangka
2 Panel Box
Triplek
3
Belakang
4 Penutup
5 Pelat
6 Damper
Rincian proses manufaktur komponen ditunjukkan oleh Tabel III- 28 sebagai
berikut:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 96

Tabel III- 28 Rincian Proses Manufaktur


Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama

Grinding,
1 Rangka Cutting 1
Riveting

1
Rangka Grinding,
2 Cutting
Pintu Riveting

Grinding,
3 Bracket Cutting 1
Riveting

4 Pelat Atas Cutting - 1

Pelat Atas
5 Saluran Cutting - 1
Pembuangan

Pelat Bawah
6 Saluran Cutting - 2
Angkat

Pelat Bawah
7 Saluran Cutting - 1
Pembuangan

8 Pelat Bawah Cutting - 1


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 97

Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama

9 Pelat Duct Cutting - 2

Pelat Inlet
10 Ruang Cutting - 2
Pengering

11 Pelat Inlet Cutting - 4

12 Pelat Kiri Cutting - 1

Pelat Layer
13 Cutting - 2
1

Pelat Layer
14 Cutting - 2
2

Pelat Layer
15 Cutting - 2
3

Pelat Miring
16 Saluran Cutting - 2
Angkat

Pelat
17 Cutting - 1
Pemisah
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 98

Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama

18 Pelat Pintu Cutting - 1

Pelat
19 Saluran Cutting - 2
Angkat

Pelat
20 Samping Cutting - 2
Duct

Pelat
Samping
21 Cutting - 2
Inlet
Furnace

Pelat Inlet
22 Cutting Bending 2
Furnace

Pelat
23 Samping Cutting - 1
Layer 1

Pelat
24 Samping Cutting - 1
Layer 2

Pelat
25 Samping Cutting - 1
Layer 3

Pelat
26 Samping Cutting - 1
Layer 4
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 99

Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama

Pelat
27 Samping Cutting - 1
Pintu

Pelat Cutting
Samping
28 - 2
Saluran
Angkat

Pelat Cutting
Samping
29 - 2
Saluran
Pembuangan

Penutup
30 Cutting Sanding 1
Belakang

Penutup
31 Cutting Sanding 1
Atas

Penutup
32 Cutting Sanding 1
Bawah

33 Penutup Kiri Cutting Sanding 1

Penutup
34 Cutting Sanding 1
Kanan

Penutup
35 Cutting Sanding 1
Pintu
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 100

Proses
Proses Jumlah
No. Komponen Gambar Manufaktur
Finishing Komponen
Utama
Penutup
36 Samping Cutting Sanding 1
Pintu

Ruang Cutting,
37 Riveting 1
Furnace Rolling

Cutting,
38 Damper Painting 1
Welding

3.4.9 Aspek Keterakitan

Aspek keterakitan menjelaskan mengenai tahapan untuk proses perakitan dari


alat yang akan dibuat. Tahapan mengenai proses perakitan dijabarkan oleh Tabel III-
29 sebagai berikut:

Tabel III- 29 Urutan Proses Perakitan

No Demonstrasi Proses

1 Rangka utama dibuat dalam


keadaan terpisah terlebih dahulu
untuk memudahkan proses
perakitan dari beberapa
komponen di dalam ruang
pengering. Paku rivet digunakan
sebagai penyambung antar
batangan hollow.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 101

No Demonstrasi Proses

Ruang pengering yang sudah


dibuat, dipasangi dengan pelat
agar udara dapat bersirkulasi
dengan baik.

Selanjutnya, heater listrik di


pasang pada dudukan yang
sudah disediakan pada saat
pembuatan rangka. Pastikan
heater tidak bersentuhan
langsung dengan dudukan agar
arus listrik tidak mengaliri
seluruh bagian ruang pengering.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 102

No Demonstrasi Proses

Pada bagian inlet di ruang


pengering, bracket dipasang
untuk memudahakan
pemasangan kipas dalam. Untuk
memudahkan pemasangan
bracket, dapat menggunakan
cable ties atau sambungan baut.

Beberapa sisi dari rangka utama


dapat dipasangi triplek terlebih
dahulu. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan wiring atau
pengkabelan sistem kontrol dan
kendali, pemasangan rangka
saluran pembuangan, serta
menyamakan ketinggian antara
ruang pengering dengan
dudukan furnace. Baut roofing
baja ringan digunakan sebagai
media penyambung.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 103

No Demonstrasi Proses

Agar alat pengering dapat


bergerak, roda di pasang di
bagian bawah rangka utama
pada posisi yang tertera pada
gambar. Baut roofing baja
ringan digunakan sebagai media
penyambung.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 104

No Demonstrasi Proses

7
Untuk menyimpan beberapa
komponen sistem kontrol dan
kendali, panel box di pasang
pada sisi kiri ruang pengering.
Baut roofing baja ringan
digunakan sebagai media
penyambung.

Agar udara yang sudah cukup


lembab dapat dikeluarkan,
rangka untuk saluran
pembuangan pembuangan yang
dan damper dipasang di sisi
kanan bawah ruang pengering
dengan beberapa sisi yang
tertutup pelat.

Selanjutnya, rangka ruang


pengering dan rangka dudukan
furnace disambungkan oleh
saluran penghubung lalu ditutup
dengan pelat.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 105

No Demonstrasi Proses

10
Pada saluran inlet furnace,
dipasang pelat seperti yang
tertera pada gambar Hal ini
bertujuan untuk memastikan
bahwa seluruh aliran udara yang
akan keluar dari furnace, masuk
ke dalam ruang pengering.

11

Furnace di masukan ke dalam


rangka dudukan furnace.

12

Tutup beberapa sisi dari ruang


pengering yang masih terbuka
dengan triplek. Baut roofing
baja ringan digunakan sebagai
media penyambung.

13

Selanjutnya engsel pintu,


dipasang untuk menyanggah
pintu. Untuk memasang engsel
pintu, paku rivet digunakan
sebagai media penyambung.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 106

No Demonstrasi Proses

14

Rangka pintu dipasang pada


egnsel pintu dengan paku rivet
sebagai media penyambung.
Baut roofing baja ringan
digunakan sebagai media
penyambung antara triplek
dengan rangka pintu.

15
Sebagai langkah terakhir,
gagang, slot dan pengunci pintu
dipasang dengan posisi seperti
yang tertera pada gambar. Paku
rivet digunakan media
penyambung.

3.4.10 Aspek Ergonomi

Aspek ergonomi berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan dari pengguna


dalam menggunakan alat yang akan direalisasikan. Aspek ini akan ditinjau
menggunakan analisis REBA dan RULA. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
merupakan metode yang digunakan untuk pengecekan atau investigasi pada anggota
badan pengguna bagian atas. Metode ini dibuat oleh Lyn Mc. Atamney dan Nigel C.
Tahun 1933. Sedangkan Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah suatu metode
yang digunakan untuk menganalisa postur tubuh saat kondisi bekerja. Metode ini
dibuat untuk menginvestigasi pekerjaan dan aktivitas. Pekerjaan tersebut dapat
disimpulkan memiliki kecenderungan ketidaknyamanan saat digunakan pada tubuh
bagiian punggung, tulang punggung, lengan dan lain-lain.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 107

Aspek ergonomi untuk alat ini ditinjau dari dua kondisi yakni:

a. Pengoperasian alat

b. Penyimpanan genting beton

 Pengoperasian alat

Kondisi pengoperasian alat adalah pada saat operator/pengguna


menggunakan alat dan menekan tombol pada panel box yang ada di samping kiri alat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar III- 66 sebagai berikut:

Gambar III- 66 Kondisi Pengoperasian Alat

Kondisi pertama yakni saat pengoperasian dimana pengguna dalam kondisi


berdiri dan dapat dianalisa dengan metode RULA seperti yang ditunjukkan pada
Gambar III- 67 karena hanya berfokus pada kondisi badan bagian atas (dari perut ke
bagian anggota tubuh bagian atas).
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 108

Gambar III- 67 Penilaian Ergonomi dengan Menggunakan RULA

Metode RULA ini dibagi menjadi 2 bagian penilaian yakni Arm and Wrist
Analysis, dan Neck, Trunk and Leg Analysis.

1. Arm and Wrist Analysis

1.1 Posisi lengan atas

Posisi lengan atas membentuk sudut 0-20o tanpa penambahan kondisi bahu
yang terangkat dan lengan atas yang tertarik. Sehingga skor lengan atas adalah +1.

1.2 Posisi lengan bawah

Posisi lengan bawah membentuk sudut 60-100o ke bawah tanpa penambahan


kondisi lengan bawah yang menyilang atau menyamping. Sehingga skor lengan
bawah adalah +1.

1.3 Posisi pergelangan tangan

Posisi pergelangan tangan membentuk sudut 15 derajat dari garis normal tanpa
penambahan kondisi lekukan pergelangan tangan ke kanan dan kiri. Sehingga
skornya +2
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 109

1.4 Putaran pergelangan

Pergelangan tangan berputar sekitar mid-range sehingga skornya +1.

1.5 Menentukan skor pada tabel A

Skor pada tabel A metode RULA ditunjukkan oleh Tabel III- 30 sebagai
berikut:

Tabel III- 30 Penilaian Score A

Skor pada tabel A adalah 2.

1.6 Skor Otot

Jika postur statik selama lebih dari 10 menit atau gerakan ulang 4 kali per
menit skornya +1 namun hanya sebatas menekan dalam waktu singkat sehingga
skornya 0.

1.7 Skor Beban

Beban sangat kecil karena hanya menekan tombol sehingga bebannya kurang
dari 4,4 lbs dengan skor 0.

1.8 Menemukan skor pada tabel C

Skor C didapat dari skor postur (tabel A) ditambah skor otot dan skor beban.
Sehingga nilainya 2 + 0 + 0 = 2. Sehingga wrist/arm score nya 2.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 110

2. Neck, Trunk and Leg Analysis

2.1 Posisi Leher

Posisi leher berada pada sudut 10-20o tanpa ada putaran dan bending sehingga
skornya +2.

2.2 Postur Tubuh

Posisi dada tegak berada pada sudut 0o tanpa ada putaran dan bending
sehingga skornya +1.

2.3 Kaki

Kaki tidak disupport sehingga skornya +1.

2.4 Penilaian Skor pada Tabel B

Hasil perhitungan sebelumnya, dijabarkan oleh Tabel III- 31 yang


mununjukkan bahwa nilai postur leher adalah +2, postur tubuh nilainya +1 dan skor
kaki +1 sehingga nilai tabel B adalah 2.

Tabel III- 31 Penilaian Score B

2.5 Skor Otot

Jika postur statik selama lebih dari 10 menit atau gerakan ulang 4 kali per
menit skornya +1 namun hanya sebatas menekan dalam waktu singkat sehingga
skornya 0.

2.6 Skor Beban

Beban sangat kecil karena hanya menekan tombol sehingga bebannya kurang
dari 4,4 lbs dengan skor 0.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 111

2.7 Penilaian Skor pada Tabel C

Sebelum menentukan skor C, perlu dijumlah skor pada penilaian tabel B, skor
otot, dan beban sehingga nilainya 2 seperti yang ditunjukkan pada Tabel III- 32.

Tabel III- 32 Penilaian Score C

Kesimpulannya untuk skor berjumlah 2 adalah postur tubuh dapat diterima


untuk proses penekanan tombol dalam kondisi berdiri dan tidak perlu ada perubahan/
revisi penempatan panel box pada alat pengering genting beton tersebut.

Gambaran total hasil penilaian pada tabel RULA ditunjukkan pada Gambar III- 68
sebagai berikut:

Gambar III- 68 Penilaian RULA untuk Alat Pengering


Genting Beton Skala Laboratorium
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 112

 Penyimpanan Genting Beton

Penyimpanan genting beton yang sudah dicelupkan di air bersih, diletakan


pada di dalam ruang pengering. Posisi alat memang agak rendah karena memiliki
beberapa layer untuk tempat penyimpanan genting beton. Karena kondisi pengguna
seperti posisi duduk, maka penilaian yang tepat adalah menggunakan metode REBA.

Berikut Gambar III- 69 yang menunjukkan kondisi pengguna saat


penyimpanan genting beton:

Gambar III- 69 Kondisi Penyimpanan Genting Beton

Penilaian Ergonomi dengan metode REBA pada Gambar III- 70 sebagai


berikut:

Gambar III- 70 Penilaian Ergonomi dengan


menggunakan REBA
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 113

Metode REBA ini dibagi menjadi 2 bagian penilaian yakni Arm and Wrist
Analysis, and Neck, Trunk and Leg Analysis.

1. Neck, Trunk and Leg Analysis

1.1 Posisi Leher

Posisi leher berada pada sudut di atas 20o tanpa penambahan kondisi bending
dan twist ke samping. Sehingga skor untuk posisi leher adalah +2.

1.2 Skor Postur Tubuh

Posisi postur membentuk 20 sampai 60o tanpa penambahan kondisi bending


dan twist. Sehingga skor untuk postur tubuh adalah +3.

1.3 Skor Kaki

Karena posisi kaki membentuk sudut 60-90o, skor untuk posisi kaki adalah
+2.

1.4 Penilaian Skor pada Tabel A

Skor pada tabel A metode REBA ditunjukkan padaTabel III- 33 Penilaian


Score A Tabel III- 33 sebagai berikut:

Tabel III- 33 Penilaian Score A

1.5 Penambahan Skor Beban Gaya atau Beban

Karena beban yang ditahan kurang dari 11 lbs dan bukan termasuk beban kejut
dan berulang, penambahan skor untuk beban adalah 0.

1.6 Penentuan Skor A

Skor A ditentukan dengan penjumlahan skor 1.4 dan 1.5, sehingga skor yang
didapat adalah 5.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 114

2. Arm and Wrist Analysis

2.1 Posisi Lengan Atas

Posisi lengan atas berada pada posisi 45-90o tanpa penambahan kondisi tanpa
penambahan kondisi bahu yang terangkat, lengan atas yang tertarik atau bertumpu
sehingga skor untuk posisi lengan atas adalah +3.

2.2 Posisi Lengan Bawah

Posisi lengan bawah berada pada sudut 60-100o, sehingga skor untuk posisi
lengan bawah adalah +1.

2.3 Posisi Pergelangan Tangan

Pergelangan tangan berada pada sudut 15-15o, sehingga skor untuk posisi
pergelangan tangan adalah +1.

2.4 Penilaian Skor pada Tabel B

Hasil perhitungan sebelumnya, dijabarkan oleh Tabel III- 34 yang


mununjukkan bahwa nilai posisi lengan atas adalah +3, posisi lengan bawah nilainya
+1 dan skor pergelangan tangan skor +1, sehingga nilai tabel B adalah 3.

Tabel III- 34 Penilaian Score B

2.5 Penambahan Skor Pencengkraman (Coupling)

Pencengkraman benda hanya pada genting beton sehingga termasuk kategori


well fitting handle and mid range grip atau pencengkraman baik dengan skor good
yaitu +0.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 115

2.6 Skor B

Skor B didapat dari penjumlahan 1.10 dan 1.11, sehingga skor yang didapat
adalah +3.

2.7 Skor Aktivitas

Dalam proses penyimpanan genting beton, ada beberapa bagian dari tubuh
yang tertahan selama beberapa menit. Sehingga skor untuk aktivitas adalah +1.

2.8 Skor C

Skor C didapat dari Tabel III- 35 yang berisi data skor A dan B sebagai berikut:

Tabel III- 35 Penilaian Score C

Skor tabel C adalah 4. Untuk menentukan nilai REBA nya maka harus
dijumlahkan dengan skor aktivitas sehingga nilainya 5.

Kesimpulannya untuk skor berjumlah 5 adalah postur tubuh yang memiliki


kategori medium risk yang memungkinkan untuk melakukan investigasi lebih lanjut
dan perubahan kondisi postur seperti penambahan meja sehingga konstruksi mesin
lebih tinggi.

Berikut Gambar III- 71 yang merupakan total hasil penilaian pada tabel REBA:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 116

Gambar III- 71 Penilaian RULA untuk Alat Pengering


Genting Beton Skala Laboratorium

3.4.11 Aspek Perawatan

Aspek perawatan berkaitan dengan jenis perawatan berkala baik itu harian,
bulanan, maupun tahunan untuk menjamin kualitas kerja dari mesin yang akan
digunakan. Perawatan yang dapat dilakukan antara lain berupa pembersihan,
penggantian, dan pelumasan. Rincian mengenai aspek perawat dari alat pengering
genting beton skala laboratorium ditunjukkan oleh Tabel III- 36 sebagai berikut:

Tabel III- 36 Aspek Perawatan Alat Pengering Genting


Beton Skala Laboratorium
No. Komponen Harian Bulanan Tahunan
1 Rangka Dibersihkan
2 Exhaust Fan Pelumasan Diganti
3 Kipas Inlet Pelumasan Diganti
4 Heater Listrik Diganti
5 Panel Box Dibersihkan
6 Regulator Diganti
7 Selang Gas Diganti
8 Cabang Segitiga Gas Diganti
9 Burner Diganti
10 Triplek Belakang Dibersihkan
11 Triplek Atas Dibersihkan
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 117

No. Komponen Harian Bulanan Tahunan


12 Triplek Bawah Dibersihkan
13 Triplek Kiri Dibersihkan
14 Triplek Kanan Dibersihkan
15 Triplek Pintu Dibersihkan
16 Triplek Samping Pintu Dibersihkan
17 Plat Ruang Furnace Dibersihkan
18 Ball Caster Wheel Diganti
19 Damper Dibersihkan
20 Hinge Pelumasan

3.4.12 Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi berkaitan dengan daftar kebutuhan anggaran dalam proses


pembuatan alat pengering genting beton skala laboratorium. Aspek ini membahas
harga komponen hingga keuntungan yang didapat dari alat yang akan diproduksi.

1. Harga Komponen Alat

Berikut Tabel III- 37 yang merupakan rincian mengenai harga pokok alat
pengering genting beton skala laboratorium untuk setiap sub fungsi:

Tabel III- 37 Harga Komponen Alat Setiap Sub Fungsi


No. Sub Fungsi Harga
1 Fungsi Penyimpanan Rp 3.194.000
2 Fungsi Pemanas Rp 644.000
3 Fungsi Pengalir Rp 556.000
4 Fungsi Pembuangan Rp 300.000
5 Fungsi Kontrol dan Rp 882.000
Kendali
Total Rp 5.576.000
2. Biaya Manufaktur

Berikut Tabel III- 38 merupakan rincian mengenai biaya manufaktur alat


pengering genting beton skala laboratorium untuk setiap proses pengerjaan:

Tabel III- 38 Biaya Manufaktur


No. Manufaktur Harga Total
1 Fabrikasi Rp 50.000
2 Pemesinan Rp 50.000
3 Perakitan Rp 150.000
Total Rp 250.000
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 118

3. Sumber Energi untuk Produksi

Sumber energi yang dimaksud adalah biaya penggunaan listrik selama proses
pembuatan alat. Biaya untuk energi ini diestimasikan sebesar Rp100.000,00

4. Harga Pokok Produksi

Berikut Tabel III- 39 merupakan yang merupakan rincian mengenai harga


pokok produksi alat pengering genting beton skala laboratorium yang merangkum
kebutuhan secara keseluruhan kegiatan produksi alat:

Tabel III- 39 Harga Pokok Produksi


No. Biaya Harga
1 Harga Komponen Alat Rp 5.576.000
2 Biaya Manufaktur Rp. 250.000
3 Sumber Energi untuk Produksi Rp. 100.000
Total Rp 5.926.000

5. Harga Jual

Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi, harga alat pengering genting


beton yang telah dirancang adalah Rp 5.926.000. Jika mengambil keuntungan sebesar
10% dari harga pokok produksi, maka harga jual untuk satu unit alat ini yaitu sebesar
(10% x Rp 5.926.000) + Rp 5.926.000 = Rp 6.519.000 atau dibulatkan menjadi enam
juta lima ratus sembilan belas ribu rupiah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menampilkan hasil yang diperoleh dari kegiatan rancang bangun alat
pengering genting beton skala laboratorium yang telah dilakukan. Hasil yang
ditampilkan adalah hasil akhir berupa spesifikasi hingga realisasi hasil rancangan
alat.

4.1 Spesifikasi Alat

Berdasarkan proses rancang bangun yang telah dilakukan, diperoleh


spesifikasi akhir rancangan alat yang diwujudkan dalam bentuk model 3D dan
gambar teknik. Penjelasan lebih lanjut mengenai spesifikasi rancangan alat hingga
alat pengering genting beton skala laboratorium ditunjukkan pada Tabel IV- 1
sebagai berikut:

Tabel IV- 1 Spesifikasi Alat Pengering Genting Beton


Skala Laboratorium
No. Keterangan Spesifikasi
Dimensi total: 3405 x 1157 x 1312 mm
1 Dimensi
Ruang pengering: 1600 x 1000 x 1000 mm
Beban Minimal: 60 kg (20kg per layer),
2 Kapasitas
Beban Maksimal: 180 kg
Kecepatan aliran udara
3 3 m/s
maksimal
4 Temperatur maksimal 70oC
5 Sistem Kontrol STC-3028, 220V

4.2 Prinsip Kerja Alat

Secara prinsip, sumber energi panas dari alat pengering genting skala
laboratorium, didesain menggunakan panas dari kompor LPG sebagai sumber panas
utama dan heater listrik yang dilewati oleh udara kering untuk mempertahankan suhu
agar dalam keadaan tetap di ruang pengering. Udara panas dialirkan oleh kipas dari
furnace ke dalam ruang pengering yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
genting beton. Ketika damper dalam posisi tertutup, udara panas yang telah
digunakan dapat ditarik oleh exhaust fan agar dapat digunakan kembali untuk proses
pengeringan. Sebaliknya, jika damper dalam keadaan terbuka, udara akan mengalir

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 119


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 120

melalui damper yang berfungsi sebagai saluran pembuangan untuk mengurangi kadar
kelembaban udara panas yang ada di dalam ruangan pengering. Berikut Gambar IV-
1 dan Gambar IV- 2 yang menunjukkan perbedaan pola aliran udara yang disebabkan
oleh kondisi damper yang berbeda.

Gambar IV- 1 Pola Aliran Udara dengan Damper Terbuka

Gambar IV- 2 Pola Aliran Udara dengan Damper Tertutup

4.3 Daftar Kebutuhan Material (Bill of Material)

Daftar kebutuhan material berisi informasi komponen yang digunakan dalam


pembuatan alat. Untuk mempermudah proses pendataan, BOM dibagi menjadi 2
tabel, yakni BOM untuk ruang pengering dan BOM untuk furnace. Berikut Gambar
IV- 3 yang merupakan gambar exploded view dari alat pengering genting beton skala
laboratorium bagian ruang pengering:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 121

Gambar IV- 3 Explode View Alat Pengering Genting


Beton Bagian Ruang Pengering

Berikut Tabel IV- 2 merupakan rincian kebutuhan material dari alat pengering
genting beton bagian ruang pengering:

Tabel IV- 2 BOM Alat Pengering Genting Beton Bagian


Ruang Pengering

No. Nama Bagian Bahan Jumlah Ukuran (mm)


3075 x 1100
1 Rangka Total Galvanis 1
x 1100
2 Penutup Belakang Kayu 1 1610 x 1110
3 Penutup Atas Kayu 1 1600 x 1110
4 Penutup Kiri Kayu 1 1120 x 1110
5 Penutup Pintu Kayu 1 1100 x 1070
6 Penutup Samping Pintu Kayu 1 1120,5 x 526
7 Penutup Bawah Kayu 1 745 x 450
Penutup Bawah
8 Kayu 1 1980 x 1100
Dudukan Furnace
9 Penutup Kanan Kayu 1 1100 x 820
Zinc
10 Pelat Atas 1 1540 x 1070
Alumunium
Zinc
11 Pelat Layer 1 2 1100 x 1070
Alumunium
Zinc
12 Pelat Layer 2 2 1070 x 1070
Alumunium
Zinc
13 Pelat Kiri 1 1100 x 520
Alumunium
Zinc
14 Pelat Pintu 1 1100 x 1070
Alumunium
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 122

No. Nama Bagian Bahan Jumlah Ukuran (mm)


Zinc
15 Pelat Samping Pintu 1 795 x 500
Alumunium
Zinc
16 Pelat Bawah 1 1540 x 1070
Alumunium
Zinc
17 Pelat Layer 3 2 1100 x 1070
Alumunium
Zinc
18 Pelat Samping Layer 1 1 1040 x 245
Alumunium
Zinc
19 Pelat Samping Layer 2 1 1310 x 245
Alumunium
Zinc
20 Pelat Samping Layer 3 1 1310 x 245
Alumunium
Zinc
21 Pelat Samping Layer 4 1 1540 x 245
Alumunium
Zinc
22 Pelat Inlet 4 280 x 280
Alumunium
Zinc
23 Pelat Inlet Furnace 2 560 x 237,5
Alumunium
Pelat Samping Inlet Zinc
24 2 560 x 237,5
Furnace Alumunium
Zinc
25 Pelat Duct 2 560 x 245
Alumunium
Zinc
26 Pelat Duct Samping 2 560 x 305
Alumunium
Pelat Depan Saluran Zinc
27 1 232 x 232
Pembuangan Alumunium
Pelat Atas Saluran Zinc
28 1 1040 x 208
Pembuangan Alumunium
Pelat Samping Saluran Zinc
29 2 491 x 290
Pembuangan Alumunium
Pelat Bawah Saluran Zinc
30 1 1039 x 226
Pembuangan Alumunium
Pelat Depan Saluran Zinc
31 2 697,5 x 580
Angkat Alumunium
Pelat Samping Saluran Zinc
32 2 556,5 x 200
Angkat Alumunium
Pelat Miring Saluran Zinc
33 2 352,5 x 200
Angkat Alumunium
Pelat Bawah Saluran Zinc
34 2 192,5 x 200
Angkat Alumunium
Zinc
35 Pelat Pemisah 1 1040 x 520
Alumunium
Pelat Inlet Ruang Zinc
36 2 475 x 245
Pengering Alumunium
37 Rangka Pintu Galvalum 1 1100 x 1070
38 Bracket Galvalum 1 245 x 245
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 123

No. Nama Bagian Bahan Jumlah Ukuran (mm)


39 Damper STD Part 1 ⌀ 200 x 170
350 x 250 x
40 Panel Box STD Part 1
180
41 Pengunci STD Part 1 -
42 Slot Pengunci STD Part 1 -
43 Engsel STD Part 1 -
44 Caster Wheel STD Part 15 ⌀ 50
45 Heater Listrik - 3 ⌀ 8 x 915
46 Kipas Dalam STD Part 1 245 x 245
47 Gagang Pintu STD Part 1 -
Berikut Gambar IV- 4 yang merupakan gambar exploded view dari alat
pengering genting beton skala laboratorium bagian furnace:

Gambar IV- 4 Explode View Alat Pengering Genting


Beton Bagian Furnace

Berikut merupakan rincian proses manufaktur komponen serta waktu yang


dibutuhkan, ditujukkan oleh Tabel III-36:

Tabel IV- 3 BOM Furnace


No. Nama Bagian Bahan Jumlah Ukuran (mm)
Ruang Zinc
1 1 1600 x 610
Furnace Alumunium
2 Gas Burner STD Part 1 -
3 Kipas Furnace STD Part 1 -
4 Selang STD Part 1 -
5 Cabang Selang STD Part 1 -
6 Regulator STD Part 1 -

4.4 Diagram Kelistrikan dan Kontrol

Berikut Gambar IV- 5 yang merupakan wiring diagram kontrol alat pengering
genting beton skala laboratorium:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 124

Gambar IV- 5 Diagram Kelistrikan dan Kontrol Alat Pengering


Genting Beton Skala Laboratorium

Wiring diagram kontrol di atas terdiri dari 5 pengaman, 3 input, dan 5 output.
Input terdiri dari 2 buah tombol yang berfungsi untuk menghidupkan output kedua
kipas, dan STC 3028 sebagai termostat sekaligus hygrostat yang bekerja secara
digital untuk mengontrol output berupa heater listrik. Untuk pengaman rangkaian di
atas menggunakan MCB dengan beragam spesifikasi arus sesuai dengan kebutuhan
output yang akan dioperasikan.

4.5 SOP Perawatan

Standar operasional perawatan pada alat pengering genting beton skala


laboratorium ini dilakukan untuk menjamin proses pengeringan berjalan dengan
baik. Aspek perawatan dalam hal ini perawatan berkala telah dijelaskan pada bab
sebelumnya dalam tabel perawatan berkala atau planned maintenance. Adapun
perawatan lain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Hal memberikan pelumas pada komponen yang bergerak berulang seperti kipas
dalam dan kipas pada furnace.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 125

2. Memastikan kontrol berjalan dengan baik dengan mencoba tombol yang ada serta
memperhatikan besar nilai suhu dan kelembaban pada thermostat dan hygrostat
sebelum digunakan.

3. Buka pintu dari ruang pengering dan damper setelah melakukan proses
pengeringan agar ruang pengering tidak dalam kondisi lembab.

4.6 SOP Troubleshooting

Standard Operational Procedure pada tahap Troubleshooting ini membantu


menyelesaikan permasalahan pada saat alat akan digunakan. Permasalahan ini
biasanya terjadi karena ketidakpahaman instalasi atau penggunaan alat. Berikut ini
adalah SOP saat terjadi kesalahan:

1. Genting Beton Gosong

Apabila ruang pengering menghasilkan panas berlebih hingga bagian


permukaan genting beton menghitam maka api pada furnace dapat
diperkecil.

2. Over Current atau Kelebihan Arus

Hal ini biasanya terjadi karena arus yang dibutuhkan untuk menyalakan
heater listrik lebih besar daripada kapasitas arus dari rangkaian stop kontak
yang tersedia pada setiap rumah, gedung dan lain-lain. Untuk menghidari
terjadinya kelebihan arus, pastikan stop kontak yang terpasang, tersambung
dengan MCB dengan kapasitas melebihi arus yang dibutuhkan untuk
menyalakan heater pada alat pengering.

3. Kesalahan Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Saat heater listrik dinyalakan, thermostat dan hygrostat tidak menunjukkan


besar nilai yang sesuai dari temperatur ruang pengering. Hal ini juga bisa
terjadi karena Over Current atau kelebihan arus yang menyebabkan kedua
alat ukur tersebut mati dan secara otomatis melakukan reset. Untuk itu perlu
dilakukan kalibrasi ulang sebelum kembali melakukan proses pengeringan.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 126

4.7 Realisasi Hasil Rancangan

Tahap realisasi hasil rancangan yaitu tahap pembuatan alat yang meliputi
pembelian komponen standar, proses manufaktur hingga perakitan komponen untuk
pembuatan alat pengering genting beton skala laboratorium.

4.7.1 Pembelian Komponen Standar

Komponen standar diperoleh terlebih dahulu karena sudah memiliki ukuran


yang pasti. Berikut menunjukkan beberapa komponen standar yang diperoleh beserta
sumber lokasi perolehannya.

Tabel IV- 4 Pembelian Komponen Standar


No. Gambar Nama Komponen Sumber

e-commerce:
1 Panel Box
Tokopedia

e-commerce:
2 Pengunci
Tokopedia

e-commerce:
3 Slot
Tokopedia

e-commerce:
4 Engsel
Tokopedia
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 127

No. Gambar Nama Komponen Sumber

e-commerce:
5 Caster Wheel
Tokopedia

e-commerce:
6 Heater Listrik
Tokopedia

Exhaust Fan e-commerce:


7
(Kipas Dalam) Tokopedia

e-commerce:
8 Gagang Pintu
Tokopedia

e-commerce:
9 Gas Burner
Tokopedia

Kipas Furnace e-commerce:


10
(Kipas 18 inch) Tokopedia
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 128

No. Gambar Nama Komponen Sumber

e-commerce:
11 Selang
Tokopedia

e-commerce:
12 Cabang Selang
Tokopedia

e-commerce:
13 Regulator
Tokopedia

e-commerce:
14 Baut Roofing
Tokopedia

e-commerce:
15 Paku Rivet
Tokopedia

e-commerce:
16 STC 3028
Tokopedia
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 129

4.7.2 Proses Manufaktur

Proses manufaktur yaitu tahap untuk membuat komponen-komponen non


standar yang dilakukan menggunakan fasilitas perguruan tinggi secara keseluruhan.
Proses manufaktur memakan waktu sekitar 5 bulan. Terhitung proses manufaktur ini
memakan waktu yang cukup lama terutama manufaktur rangka utama, sebab
keterbatasan alat dan dilakukan sendiri. Manufaktur menggunakan perkakas
sederhana seperti bor listrik dan gerinda. Dokumentasi komponen-komponen non-
standar yang dimanufaktur dapat dilihat pada Gambar IV- 6 sebagai berikut.

Gambar IV- 6 Proses Manufaktur Batangan Hollow

4.7.3 Proses Perakitan

Komponen-komponen mesin perajang basreng otomatis yang telah dilakukan


pembelian dam dibuat akan dirakit menjadi satu kesatuan agar setiap fungsi dapat
saling berintregrasi. Perakitan mesin perajang basreng otomatis ditunjukkan pada
Gambar 4.8 dan Gambar 4.9

Tabel IV- 5 Proses Perakitan

No. Gambar Keterangan

Membuat rangka ruang


pengering dan dudukan
furnace
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 130

No. Gambar Keterangan

Melapisi rangka ruang


pengering dengan plat
alumunium.

Memasang penutup pada


rangka

Memasang roda pada


bagian bawah rangka

Memasang kipas dalam


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 131

No. Gambar Keterangan

Memasang damper dan


membuat rangka saluran
pembuangan

Wiring kelistrikan dan


kontrol

Memasang panel box


pada rangka ruang
pengering
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 132

No. Gambar Keterangan

Memasang heater listrik

10
Menyambungkan
dudukan furnace dengan
rangka ruang pengering
dan melapisi saluran
masuk dengan palt
alumunium

11

Memasang furnace

12

Memasang sensor suhu

13

Memasang sensor
kelembaban
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 133

No. Gambar Keterangan

14

Memasang engsel pintu


dan pintu

15

Memasang slot, penguci,


dan gagang pintu

Hasil akhir dari realisasi hasil rancangan ditunjukkan pada Gambar IV- 7
sebagai berikut:

Gambar IV- 7 Hasil Akhir Realisasi Rancang Bangun

4.7.4 Cara Pengoperasian

Alat dapat dioperasikan dengan sumber tegangan 220V dan disalurkan ke


dalam kontrol dan komponen pemanas menggunakan rangkaian distribusi tegangan.
Berikut ini merupakan proses pengoperasian model:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 134

1. Menghubungkan steker pada stop kontak.

2. Kalibrasi terlebih dahulu batas minimal dan maksimal suhu termostat.

3. Menekan switch on-off untuk menyalakan kipas dalam dan kipas pada
furnace.

4. Putar variable resistor pada kipas furnace untuk menentukan kecepatan


pada kipas.

5. Heater listrik akan menyala jika suhu pada termostat menunjukkan nilai
di bawah batas minimal suhu yang telah ditentukan.

6. Dalam waktu tertentu, heater akan mati jika suhu pada termostat
menunjukkan nilai di bawah batas maksimal suhu yang telah ditentukan.

7. Selesai

4.8 Pengujian Alat

Pengujian alat ditunjukkan untuk mengetahui kondisi operasi optimal alat


terutama kecepatan dan distribusi temperatur aliran udara pada ruang pengering serta
keakuratan pengukuran presentasi kelembaban saat proses pengeringan. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui beberapa titik bagian dari ruang pengering yang
dicurigai merupakan titik mati atau daerah yang tidak dialiri udara panas serta waktu
yang diperlukan alat pengering untuk mencapai suhu tertentu.

1. Cara Pengujian

Berdasarkan Gambar III- 62, terdapat beberapa titik mati ketika ruang
pengering dialiri udara. Selain itu, distribusi temperatur dan keakuratan hasil
pengukuran kelembaban yang terjadi pada alat masih belum diketahui dengan pasti.
Maka dari itu untuk mengetahui hal di atas, pengujian alat dilakukan dengan
mengalirkan udara ke ruang pengering untuk memastikan kebenaran akan adanya
beberapa titik mati pada ruang pengering ketka dialiri udara serta memperhatikan
besar suhu di beberapa titik dan presentase kelembaban yang terjadi ketika heater
listrik dan furnace dinyalakan. Ada pun alat-alat bantu yang digunakan untuk
pengujian di termometer alkohol dan anemometer.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 135

2. Proses Pengujian

Pengujian diawali dengan mengalirkan udara pada ruang pengering


menggunakan kipas dalam dan kipas pada furnace. Setelah kedua kipas dinyalakan,
Anemometer diletakkan di beberapa daerah yang dicurigai sebagai titik mati pada
ruang pengering seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV- 8 sebagai berikut:

Gambar IV- 8 Pengujian menggunakan Anemometer

Selanjutnya, heater listrik dan gas burner dinyalakan untuk menaikkan


temperatur pada ruang pengering dengan thermostat yang sudah dikalibrasi terlebih
dahulu untuk memastikan besar temperatur ruang pengering sama besar dengan nilai
temperatur pada thermostat. Adapun ruang pengering diisi dengan beberapa genting
beton seperti pada Gambar IV- 9 yang sekiranya memenuhi ruang pengering agar
hasil dari pengujian distribusi temperatur mendapatkan hasil yang lebih akurat. Besar
temperatur yang dijadikan acuan sebesar 40oC seperti yang ditunjukkan pada Gambar
IV- 10.

Gambar IV- 9 Peletakan Genting Beton pada Ruang Pengering


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 136

Gambar IV- 10 Acuan Suhu yang Digunakan untuk Pengujian

Gambar IV- 11 Peletakan Termometer pada Ruang Pengering

Sebagai tahap akhir, pengujian kelembaban dilakukan perbandingan hasil


presentase kelembaban antara hasil pengukuran yang didapat menggunakan
hygrostat dengan hasil perhitungan menggunakan psychrometri. Besar presentase
yang dijadikan acuan adalah 52% pada temperatur 29,5oC seperti pada Gambar IV-
12 sebagai berikut:

Gambar IV- 12 Acuan Presentase Kelembaban

4.9 Hasil Pengujian

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecepatan antara


hasil simulasi menggunakan software dengan hasil pengujian secara langsung,
terutama yang terjadi pada layer 2 dan layer 3. Hasil pengujian langsung
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecepatan udara yang mengalir pada ruang
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 137

pengering untuk setiap layer juga disebabkan oleh perbedaan ketinggian dan besar
penampang terutama pada bagian inlet ruang pengering, layer ruang pengering serta
lubang damper. Namun besar kecepatan udara yang mengalir pada layer 2 dan 3 tidak
menunjukkan nilai yang signifikan alias 0. Berbeda dengan hasil pengujian
menggunakan software yang mana hasilnya menunjukkan besar kecepatan aliran
udara pada layer 2 dan layer 3 masih berkisar 0,4 – 1,6 m/s. Adapun pengujian
kecepatan aliran udara di beberapa titik yang berbeda ditunjukkan pada Tabel IV- 6
sebagai berikut:

Tabel IV- 6 Hasil Pengujian Kecepatan Aliran Udara


Gambar Posisi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 138

Gambar Posisi

Selanjutnya adalah pengujian untuk mengetahui distribusi temperature aliran


udara pada ruang pengering. Hasil pengujian langsung menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan besar temperatur aliran udara yang mengalir pada ruang pengering untuk
setiap layer yang juga disebabkan oleh perpindahan kalor yang terdapat pada udara
panas ke sekitar ruang pengering. Tampak pada tabel di bawah, hasil pengukuran
termometer alkohol menunjukkan selisih nilai 2o dari temperatur acuan yang
diterapkan pada termostat. Adapun pengujian distribusi temperatur di beberapa titik
ruang pengering yang berbeda ditunjukkan pada Tabel IV- 7 sebagai berikut:

Tabel IV- 7 Hasil Pengujian Distribusi Temperatur


Aliran Udara
Gambar Posisi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 139

Gambar Posisi
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 140

Gambar Posisi

Dan yang terakhir adalah pengujian untuk mengetahui presentase kelembaban


pada ruang pengering. Hasil pengukuran dari thermostat hygrostat menunjukkan
bahwa pada saat ruang pengering memiliki suhu 41,7 derajat, menunujukkan
presentasi kelembaban sebesar 21,7%. Masih terdapat selisih nilai 5 persen dari
presentase kelembaban yang didapat dari hasil perhitungan sebesar 26,6% seperti
yang ditunjuk pada Gambar IV- 14. Adapun hasil pengukuran dari termostat dan
hygrostat ditunjukkan pada Gambar IV- 13 sebagai berikut:

Gambar IV- 13 Hasil Pengukuran Kelembaban pada


Termostat dan Hygrostat
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 141

Gambar IV- 14 Presentase Kelembaban Hasil


Perhitungan [20]

4.10 Pembahasan

Hasil kegiatan rancang bangun alat pengering genting beton berupa prototipe
masih perlu dikembangkan lebih lanjut seperti penambahan atau pengantian material
pada setiap dinding di ruang pengering seperti menambahkan rockwool, pengantian
bahan penutup setiap dinding dengan pelat. Hal tersebut didukung dengan hasil
pengujian kecepatan dan distribusi aliran udara.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara pada layer 2 dan
layer 3 tidak terbaca oleh anemometer atau dengan kata lain kecepatan aliran
udaranya kecil. Hal itu terjadi diduga karena terdapat kebocoran di suatu titik yang
tidak terlihat dan pintu yang tidak tertutup rapat dengan sehingga memberikan hasil
pengujian yang tidak akurat.

Selain itu masih terdapat selisih hasil pengukuran temperatur antara besar
temperatur yang diterapkan pada termostat dengan nilai hasil pengukuran yang
ditunjukkan oleh termometer alkohol meskipun nilai temperatur yang terdapat pada
setiap layer pada ruang pengering menunjukkan nilai yang sama besar, dalam hal ini
besar temperatur setiap layer yakni 38oC dengan 40oC sebagai temperatur acuannya.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 142

Hal tersebut terjadi diduga karena kesalahan dalam mengkalibrasi sehingga


memunculkan nilai temperatur yang tidak akurat.

Tidak hanya temperatur, pada presentase kelembaban juga terdapat selisih


besar presentase yang cukup signifikan antara hasil yang ditampilkan oleh hygrostat
dengan hasil perhitungan, dalam hal ini presentase kelembaban pada temperatur akhir
yang ditampilkan hygrostat sebesar 21,7% dan untuk hasil perhitungan sebesar
26,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena dipengaruhi oleh tingkat responsivitas
sensor dari alat yang digunakan sehingga memunculkan presentase kelembaban yang
tidak akurat.

Secara keseluruhan alat bekerja dengan baik. Spesifikasi hasil realisasi alat
pun mendekati dengan spesifikasi yang diharapkan sehingga dapat digunakan untuk
proses pengeringan terutama pada proses curing.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perancangan dan perencanaan realisasi hasil rancangan,


didapatkan kesimpulan bahwa telah dihasilkan prototipe alat pengering genting beton
skala laboratorium dengan sistem pemanas menggunakan heater dan gas burner,
sistem pengalir menggunakan kipas dan sistem pengering menggunakan rangka tipe
C yang dilengkapi dengan damper.

Secara umum alat dapat bekerja dengan baik sehingga dapat digunakan untuk
proses pengeringan terutama pada proses curing. Spesifikasi hasil realisasi alat pun
mendekati dengan spesifikasi yang diharapkan, yakni memiliki dimensi ruang
pengering sebesar 1600 x 1100 x 1100 mm, kapasitas beban minimal sebesar 60 kg,
kecepatan aliran udara maksimal yang dicapai alat sebesar 70oC dengan
menggunakan sistem kontrol STC-3028.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa alat dapat menghasilkan informasi


mengenai kondisi kecepatan dan distribusi temperatur dari aliran udara untuk setiap
layer pada ruang pengering ketika proses pengeringan berlangsung. Untuk kecepatan
aliran udara pada ruang pengering, terdapat perbedaan untuk beberapa layer yang
memiliki kecepatan udara sangat kecil sehingga tidak terdeteksi oleh anemometer,
dalam hal ini terjadi pada layer 2 dan layer 3. Namun perbedaan tersebut tidak terjadi
pada distribusi temperatur aliran udara. Besar temperatur yang terdapat pada setiap
layer ruang pengering menunjukkan nilai yang sama besar, dalam hal ini besar
temperatur setiap layer yakni 38oC dengan 40oC sebagai temperatur acuan yang
diterapkan pada termostat. Dan untuk presentase kelembaban juga masih terdapat
selisih besar presentase yang cukup signifikan antara hasil yang ditampilkan oleh
hygrostat dengan hasil perhitungan, dalam hal ini presentase kelembaban pada
temperatur akhir yang ditampilkan hygrostat sebesar 21,7% dan untuk hasil
perhitungan sebesar 26,6%.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 143


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 144

5.2 Saran

Saran yang ingin disampaikan penulis terkait improvisasi dalam kegiatan


rancang bangun yang dapat membantu untuk mengatasi permasalahan dan
mengembangkan realisasi alat pengering genting beton skala laboratorium antara
lain:

1. Menambahkan pemahaman tentang mekanika fluida terutama untuk pola


aliran udara dan distribusi temperatur terhadap bentuk dalam ruang
pengering.

2. Perubahan bentuk bagian dalam rangka utama bagian ruang pengering


dengan harapan dapat merubah kecepatan aliran udara menjadi lebih tinggi
dan distribusi temperatur yang merata untuk setiap layernya.

3. Sebagai opsi alternatif, penambahan 1 exhaust fan pada ruang pengering


dengan harapan dapat merubah kecepatan aliran udara lebih tinggi dan merata
untuk setiap layernya tanpa mengubah bentuk rangka.

4. Menambahkan rockwool untuk setiap dinding ruang pengering agar suhu


didalamnya tetap terjaga dengan baik.

5. Mengganti bahan penutup dengan pelat logam.

6. Mengganti komponen sistem kontrol dan kendali, khususnya pada alat


pengukur kelembaban.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 145

DAFTAR PUSTAKA

[1] Haryadi. "Pemodelan dan Simulasi Fenomena Pengeringan pada Materi


Berbentuk Bola," Politeknik Negeri Bandung, 2007

[2] Supatmi, “Oven Pengering Kayu untuk Produk Mainan Kayu Ekspor,”
Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.

[3] Has, ratu Aqso, et al, “Efisiensi Thermal Alat Pengering Tipe Tray untuk
Pengeringan Pulp Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pelepah
Pisang,” Politeknik Negeri Sriwijaya, 2021.

[4] Mahardika, Lintang Putri, et al, “Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray
dengan Media Udara Panas Ditinjau dari Lama Waktu Pengeringan terhadap
Exergi pada Alat Heat Exchanger,” Politeknik Negeri Sriwijaya, 2016.

[5] Purnamasari, Indah, et al, “Protoype Alat Pengering Tray Dryer Ditinjau dari
Pengaruh Temperatur dan Waktu terhadap Proses Pengeringan Mie Kering,”
Politeknik Negeri Sriwijaya, 2019.

[6] Cisangkan, "Catolog of Product," PT Cisangkan, 2021.

[7] Nugroho, FebriesaTri, et al, “Pembuatan Genteng Beton Berkonsep Eco-


Friendly Materials Menggunakan Abu Sekam Padi dan Limbah Polyethylene
Terephthalate (PET),” Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2017.

[8] SNI 0096-2007 Genteng Beton.

[9] Pambudi, Warih, “Pengaruh Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir
terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genting Beton,” Universitas Negeri
Semarang, 2005.

[10] Mujumdar, Arun S, Handbook of Industrial Drying. Fourth Edition. CRC


Press, 2015.

[11] Mayses Sitanggang, Cheridolang, “Simulation of Wood Drying Process with


Velocity and Drying Process Variation to Mass and Heat Transfer,” Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, 2016.
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 146

[12] Incropera, Frank P., et al, Fundamentals of Heat and Mass Transfer. 6th
Edition. John Willey & Sons Inc., 2007.

[13] Giancoli, Douglas C., Fisika Edisi Ketujuh. Jilid 1. Prinsip Dan Aplikasi.
Penerbit Erlangga, 2014. ISBN 007-530-003-0

[14] The Engineering Toolbox, “Convective Heat Transfer,” 2023.


https://www.engineeringtoolbox.com/convective-heat-transfer-d_430.html
(accessed April 16, 2023).

[15] Hibbler, R. C., Statics and Mechanical of Materials SI Edition. Pearson


Prerince Hall, 2004.

[16] Tchobanoglous, George,Hilary Theisen, and Samuel A.Vigil, Integrated Solid


Waste Management. Pearson Prerince Hall, Mc.Graw Hill, 1993.

[17] ISO 15983, Open end blind rivets with break pull mandrel and protruding
head. 2002.

[18] Volar, Ball Caster. Kin Kei Hardware Industries Ltd.

[19] CKE, EXHAUST FAN ESN-D06 1-YL. 2020.

[20] Psych-Chart.com, “Calc & Sketch,” 2023. https://www.psych-chart.com/


(accessed August 12, 2023).
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 147

LAMPIRAN A DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A.1 Identitas Diri

Nama : Fadli Ramdani

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Depok, 1 Desember 2001

Pergururuan Tinggi : Politeknik Negeri Bandung

Jurusan : Teknik Mesin

Program Studi : D4 – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin

Nomor Induk Mahasiswa : 191234017

Alamat Email : fadli.ramdani.tpkm19@polban.ac.id

A.2 Riwayat Pendidikan

No Nama Instansi Jurusan Tahun


1. SDN Mekarjaya 28 - 2007-2013
2. SMPN 3 Depok - 2013 – 2016
3. SMKN 4 Depok PPIEPU 2016 – 2019
4. Politeknik Negeri Bandung Teknik Mesin 2019-2023
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 148

A.3 Pengalaman Magang & Studi Independen

No. Nama Perusahaan Divisi Tahun


1. Fasharkan Pesud Teknisi 2018
2. PT. Mekar Langgeng Jaya Mechanical Design & 2022
Perkasa Analysis | CAD, CAE, CAM
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 149

LAMPIRAN B LEMBAR PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Tegangan

a. Perhitungan Tegangan Pada Layer Ruang Pengering

Fokus perhitungan adalah setiap layer pada rangka yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan genting. Berikut merupakan gambaran dari gaya yang terjadi
dan dimensi untuk peletakan satu genting tatapan depan:

D E
A B C

Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
genting yakni dengan rincian sebagai berikut:

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑮𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 = 𝟒, 𝟖 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟏, 𝟔 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 1,6 𝑘𝑔 × 9,81 = 15,969 𝑁 ≈ 16 𝑁
𝑠2

 W dari tatapan depan

𝐹 16 𝑁
𝑊= = = 38,1 𝑁/𝑚
𝑙 0,42 𝑚

 W dari tatapan samping

𝐹 16 𝑁
𝑊= = = 48,5 𝑁/𝑚
𝑙 0,33 𝑚

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menemukan nilai Mb dengan


menggunakan persamaan tiga momen. Untuk membuat perhitungan momen di B,
momen di A dan C dibuat menjadi sama dengan 0.

𝑀𝑎 = 𝑀𝑐 = 0
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 150

𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
𝑏𝐴𝑎 𝑤
= [𝑏 2 (2 𝐿12 − 𝑏 2 ) − 𝑎2 (2 𝐿12 − 𝑎2 )]
𝐿1 4 𝐿1

𝑏𝐴𝑎 38,1 𝑁/𝑚


= [(0,4775𝑚) 2 (2 (0,27𝑚)2 − 0,4775𝑚2 )
𝐿1 4 . 0,27𝑚
− (0,0575𝑚)2 (2 (0,27𝑚)2 − (0,0575𝑚)2 )] = −0,67785 𝑁. 𝑚2

𝑏𝐴𝑏 𝑤
= [𝑑 2 (2 𝐿22 − 𝑑2 ) − 𝑐 2 (2 𝐿22 − 𝑐 2 )]
𝐿2 4 𝐿2
𝑏𝐴𝑏 38,1 𝑁/𝑚
= [(0,4775) 2 (2 (0,265)2 − 0,47752 ) − (0,0575)2 (2 (0,265)2 − (0,0575)2 )]
𝐿2 4 . 0,265𝑚
= −0,73385 𝑁. 𝑚2

𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
0 . 𝐿1 + 2𝑀𝐵 . (0,27 + 0,265) + 0. 𝐿2 + (−0,67785) + (−0,73385) = 0
1,4117 𝑁. 𝑚2
𝑀𝐵 = = 1,319346 𝑁. 𝑚
0,535 𝑚 . 2

Selanjutnya perlu ditentukan reaksi pada setiap titik tumpuan:

 Reaksi RB’
∑𝑀𝑎 = 0
𝑅𝐵′ . (0,27 𝑚) − 16 𝑁 . (0,16375 𝑚) − 1,319346 𝑁. 𝑚 = 0
16 𝑁 . (0,16375 𝑚) + 1,319346 𝑁. 𝑚
𝑅𝐵′ = = 14,59 𝑁
0,27 𝑚
 Reaksi RA
∑𝑉 = 0
𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 ′ = 𝑅
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 151

𝑅𝐴 = 16 𝑁 − 14,59 𝑁 = 1,41𝑁
 Reaksi RB”
∑𝑀𝑐 = 0
−𝑅𝐵 ". 0,265 + 16 . (0,16125) + 1,319346 𝑁. 𝑚 = 0
16 𝑁 . (0,16125 𝑚) + 1,319346 𝑁. 𝑚
𝑅𝐵 " = = 14,714 𝑁
0,265 𝑚
 Reaksi RC
∑𝑉 = 0
𝑅𝐶 + 𝑅𝐵 " = 𝑅
𝑅𝐶 = 16 𝑁 − 14,714 𝑁 = 1,286 𝑁
 Reaksi RB
𝑅𝐵 = 𝑅𝐵 ′ + 𝑅𝐵 "
𝑅𝐵 = 14,59 𝑁 + 14,714 𝑁 = 29,304 𝑁

Selanjutnya perlu ditentukan momen pada titik D dan titik E:


𝑀𝐷 = 𝑅𝐴 × 0.0575 𝑚
𝑀𝐷 = 1,41 𝑁 × 0,0575 𝑚 = 0,081 𝑁. 𝑚

𝑀𝐸 = 𝑅𝑐 × 0.0575 𝑚
𝑀𝐸 = 1,286 𝑁 × 0,0575 𝑚 = 0,074 𝑁. 𝑚
Berikut merupakan gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk
peletakan satu genting tatapan depan:

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menemukan nilai Mf dengan


menggunakan persamaan tiga momen. Untuk membuat perhitungan momen di F,
momen di G dan A dibuat menjadi sama dengan 0.

𝑀𝑎 = 𝑀𝑔 = 0
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 152

𝑏𝐴𝑎 𝑤
= [𝑏 2 (2 𝐿12 − 𝑏 2 ) − 𝑎2 (2 𝐿12 − 𝑎2 )]
𝐿1 4 𝐿1
𝑏𝐴𝑎 48,5 𝑁/𝑚
= [0,4325m2 (2 (0,2675m )2 − 0,4325m 2 )
𝐿1 4 . 0,2675𝑚
− (0,1025𝑚)2 (2 (0,2675m)2 − (0,1025𝑚)2 )] = −0,43574 𝑁. 𝑚2

𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑔 . 𝐿1 + 2𝑀𝑓 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑎. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
0 . 𝐿1 + 2𝑀𝑓 . (0,2675 m + 0,2675 m) + 0. 𝐿2 + (−0,43574 𝑁. 𝑚2 )
+ (−0,43574 𝑁. 𝑚2 ) = 0
0.87148 𝑁. 𝑚2
𝑀𝑓 = = 0.8145 𝑁. 𝑚
0,535 𝑚 . 2

Selanjutnya perlu ditentukan reaksi pada setiap titik tumpuan:

 Reaksi Rf’
∑𝑀𝑔 = 0
𝑅𝑓 ′ . (0,265) − 16. (0,185) − 0.8145 𝑁. 𝑚 = 0
16 𝑁 . (0,185 𝑚) + 0.8145 𝑁. 𝑚
𝑅𝑓 ′ = = 14,11 𝑁
0,2675 𝑚
 Reaksi Rg
∑𝑉 = 0
𝑅𝑔 + 𝑅𝑓′ = 𝑅
𝑅𝑔 = 16 𝑁 − 14,11 𝑁 = 1,89 𝑁
 Reaksi Rf
𝑅𝑓′ = 𝑅𝑓"
𝑅𝑔 = 𝑅𝑎
𝑅𝑓 = 𝑅𝑓 ′ + 𝑅𝑓" = 28,22 𝑁
Selanjutnya perlu ditentukan momen pada titik I dan H:
𝑀𝑖 = 𝑀ℎ
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 153

𝑀𝑖 = 𝑅𝑎 × 0,1025 m
𝑀𝑖 = 1,89 𝑁 × 0,1025 𝑚 = 0,194 𝑁. 𝑚
Setelah semua reaksi dan masing-masing reaksi di setiap tumpuan dan momen
di setiap titik sudah ditemukan, tegangan lentur dan geser dapat ditentukan dengan
rincian sebagai berikut:

Beban terbesar pada layer 1 dan 2 berada di titik B karena terjadi momen
terbesar, maka tegangan lentur dan geser adalah:

 Tegangan lentur pada rangka layer 1 dan 2

𝑏 . ℎ3 𝑏1 . ℎ1 3 0,03 𝑚 . (0,03𝑚)3 (0,027 𝑚) . (0,027 𝑚)3


𝐼𝑏 − −
𝑊𝑏 = = 12 12 = 12 12
𝑦 ℎ 0,03 𝑚
2 2
= 1,54755 . 10−6 𝑚3

𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝑏 = = = 852538,5 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10−6 𝑚3

 Tegangan geser pada rangka layer 1 dan 2

𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = = = 171368,42 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴 − 𝐴′ (0,03 𝑚)2 − (0,027 𝑚)2

Beban terbesar pada layer 3 berada di titik B karena terjadi momen terbesar,
maka tegangan lentur dan geser adalah:

 Tegangan lentur rangka layer 3

𝑏 . ℎ3 𝑏1 . ℎ1 3 0,03 . 0,0153 0,027 . 0,0123


𝐼𝑏 − −
𝑊𝑏 = = 12 12 = 12 12
𝑦 ℎ 0,015
2 2
= 6,066 . 10−7 𝑚3

𝑀 1,319346 𝑁. 𝑚
𝜎𝐵 = = = 2174985,1 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 6,066 . 10−7 𝑚3

 Tegangan geser rangka layer 3

𝐹 𝐹 29,304 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
=
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 × 0,015) 𝑚 − (0,027 × 0,012) 𝑚
= 232571,43 𝑁/𝑚2
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 154

b. Perhitungan Tegangan Pada Rangka Pijakan Furnace

Berikut merupakan gambaran dari gaya yang terjadi dan dimensi untuk rangka
pijakan furnace:

D E
A B C

Besar beban harus dibagi tiga karena rangka penopangnya terdiri dari tiga
hollow sejajar. Besar gaya yang terjadi pada rangka dinyatakan dengan R dan W
furnace yakni dengan rincian sebagai berikut:

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑭𝒖𝒓𝒏𝒂𝒄𝒆 = 𝟗 𝒌𝒈 / 𝟑 = 𝟑 𝒌𝒈
𝑚
𝑅 = 3 𝑘𝑔 × 9,81 = 30 𝑁
𝑠2
𝐹 30 𝑁
𝑊= = = 49,18 𝑁/𝑚
𝑙 0,61 𝑚

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menemukan nilai Mb dengan


menggunakan persamaan tiga momen. Untuk membuat perhitungan momen di B,
momen di A dan C dibuat menjadi sama dengan 0.

𝑀𝑎 = 𝑀𝑐 = 0

𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 155

𝑏𝐴𝑎 𝑤
= [𝑏 2 (2 𝐿12 − 𝑏 2 ) − 𝑎2 (2 𝐿12 − 𝑎2 )]
𝐿1 4 𝐿1
𝑏𝐴𝑎 49,18 𝑁/𝑚
= [(0,6625 m)2 (2 (0,24 m )2 − (0,6625 m)2 )
𝐿1 4 . 0,24 𝑚
− (0,0525 𝑚)2 (2 (0,24 m)2 − (0,0525 𝑚)2 )] = −7,29435 𝑁. 𝑚2

𝑏𝐴𝑏 𝑤
= [𝑑 2 (2 𝐿22 − 𝑑2 ) − 𝑐 2 (2 𝐿22 − 𝑐 2 )]
𝐿2 4 𝐿2
𝑏𝐴𝑏 49,18 𝑁/𝑚
= [(0,6625 m)2 (2 (0,475 𝑚)2 − (0,6625 m)2 )
𝐿2 4 .0,475𝑚
− (0,0525 𝑚)2 (2 (0,475 𝑚)2 − (0,0525 𝑚)2 )] = 0,108237 𝑁. 𝑚2

𝑏𝐴𝑎 𝑏𝐴𝑏
𝑀𝑎 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (𝐿1 + 𝐿2) + 𝑀𝑐. 𝐿2 + + =0
𝐿1 𝐿2
0 . 𝐿1 + 2𝑀𝑏 . (0,24 m + 0,475 m) + 0. 𝐿2 + (−7,29435 𝑁. 𝑚2 )
+ (0,108237 𝑁. 𝑚2 ) = 0

7,186113 𝑁. 𝑚2
𝑀𝑏 = = 5,025 𝑁. 𝑚
0,715 𝑚 . 2

Selanjutnya perlu ditentukan reaksi pada setiap titik tumpuan:

 Reaksi RB’
∑𝑀𝑎 = 0
𝑅𝑏 ′ . (0,475) − 30. (0,26375) − 5,025 𝑁. 𝑚 = 0
30 . (0,26375) + 5,025
𝑅𝑏 ′ = = 27,237 𝑁
0,475

 Reaksi RA
∑𝑉 = 0
𝑅𝑎 + 𝑅𝑏′ = 𝑅
𝑅𝑎 = 30𝑁 − 27,237 𝑁 = 2,763 𝑁

 Reaksi B”
∑𝑀𝑐 = 0
−𝑅𝐵 ". 0,240 + 30 . (0,14625) + 5,025 𝑁. 𝑚 = 0
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 156

30 . (0,14625) + 5,025 𝑁. 𝑚
𝑅𝐵 " = = 39,218 𝑁
0,24

 Reaksi C
∑𝑉 = 0
𝑅𝐶 + 𝑅𝐵 " = 𝑅
𝑅𝐶 = 30 − 39,218 𝑁 = −9,218 𝑁

 Reaksi B
𝑅𝐵 = 𝑅𝐵 ′ + 𝑅𝐵 "
𝑅𝐵 = 27,237 𝑁 + 39,218 𝑁 = 66.455𝑁
Setelah semua reaksi dan masing-masing reaksi di setiap tumpuan dan momen
di setiap titik sudah ditemukan, tegangan lentur dan geser dapat ditentukan dengan
rincian sebagai berikut:

 Tegangan lentur pada rangka pijakan furnace

𝑏 . ℎ3 𝑏1 . ℎ1 3 0,03 . 0,033 0,027 . 0,0273


𝐼𝑏 − −
𝑊𝑏 = = 12 12 = 12 12
𝑦 ℎ 0,03
2 2
= 1,54755 . 10−6 𝑚3

𝑀 5,025
𝜎𝐵 = = = 3247067,9 𝑁/𝑚2
𝑊𝑏 1,54755 . 10−6

 Tegangan geser pada rangka pijakan furnace

𝐹 𝐹 5,025 𝑁
𝜏𝑎 = = ′
= 2 2
= 171368,42 𝑁/𝑚2
𝐴 𝐴−𝐴 (0,03 𝑚) − (0,027 𝑚)

B.2 Perhitungan Qloss

Setelah diketahui tebal minimal isolator yang diperlukan, selanjutnya adalah


menghitung besar Qloss dari dinding yang sudah dilapisi beberapa material yang
telah ditentukan. Hal tersebut dilakukan karena pada dinding terjadi perpindahan
panas gabungan seperti yang telah dirumuskan dalam persamaan berikut:

∆𝑇 𝑇∞,1 − 𝑇∞,2
𝑞𝑥 = =
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 157

1 𝐿 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = + +
ℎ1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ2 𝐴

Sebagai langkah awal untuk melakukan perhitungan dengan persamaan di


atas, perlu ditentukan terlebih dahulu besar koefisien konveksi dari masing-masing
plat pada ruang pengering di lapisan dalam dan luar dengan rincian sebagai berikut:

 Bagian Dalam
Temperatur rata-rata antara temperatur ruang pengering dan temperatur
permukaan plat lapisan dalam diasumsikan sebesar 70 C, maka dapat diketahui
properti fluida dari Appendix A.4 dari buku Fundamental Of Heat And Mass
Transfer, yaitu:
v = 20,02 . 10-6 m2/s
k = 0,03047 W/mK
α = 28,566 . 10-6 m2/s
Pr = 0,694
ρ = 1,029 kg/m3
µ = 20,59 x 10-6 Ns/(m2/s)

Kanan dan kiri:


𝑉𝐿
𝑅𝑒𝑥 =
𝑣
3 𝑚/𝑠 . 1,1 𝑚
𝑅𝑒 = = 164835.16
20,02 . 10−6 𝑚2 /𝑠
Dengan hasil nilai dari Re = 164835.16, maka besarnya nilai tersebut
merupakan Laminar, dengan batas yang bersumber dari dari buku Fundamental Of
Heat And Mass Transfer ialah Rex < 5.10^5 Maka rumus Nuselt yang digunakan
ialah:

𝑁𝑢 = 0,664𝑅𝑒 1/2 . 𝑃𝑟 1/3


𝑁𝑢 = 0,664 . (164835,16)1/2 . (0,694)1/3 = 238,68

Koefisien konveksi pada plat Alumunium dinding bagian kanan dan kiri
lapisan dalam ruang pengering:
𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
238,68 . 0,0304 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ1 = = 6,6 2 . 𝐾
1,1 𝑚 𝑚
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 158

Depan, belakang, atas dan bawah:


𝑉𝐿
𝑅𝑒𝑥 =
𝑣
3 𝑚/𝑠 . 1,6 𝑚
𝑅𝑒 = = 239760,24
20,02 . 10−6 𝑚2 /𝑠

Dengan hasil nilai dari Re = 239760,24, maka besarnya nilai tersebut


merupakan Laminar, dengan batas yang bersumber dari dari buku Fundamental Of
Heat And Mass Transfer ialah Rex < 5.10^5 Maka rumus Nuselt yang digunakan
ialah :

𝑁𝑢 = 0,664𝑅𝑒 1/2 . 𝑃𝑟 1/3


𝑁𝑢 = 0,664 . (239760,24)1/2 . (0,694)1/3 = 287,856

Koefisien konveksi pada plat Alumunium dinding bagian depan,belakang, atas


dan bawah lapisan dalam ruang pengering:

𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
287,856 . 0,0304 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ2 = = 7,955 2 . 𝐾
1,1 𝑚 𝑚

 Bagian Luar
Temperatur rata-rata antara temperatur ruang pengering dan temperatur
permukaan plat lapisan luar diasumsikan sebesar 30 C, maka dapat diketahui properti
fluida dari Appendix A.4 dari buku Fundamental Of Heat And Mass Transfer, yaitu:
v = 16,00 . 10-6 m2/s
k = 0,02675 W/mK
α = 22,861 . 10-6 m2/s
Pr = 0,701
ρ = 1,165 kg/m3
µ = 18,63 x 10-6 Ns/(m2/s)
g = 9,81
𝛽 = 1/303,15 = 0,0033K-1

Kanan kiri:
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 159

𝑔𝛽(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )𝐿3
𝑅𝑎 =
𝑣𝛼
9,81 𝑚/𝑠 2 . (0,0033)𝐾 −1 (303,15 − 302,15)𝐾 . (1,1 𝑚)3
𝑅𝑎 = = 0,1178 . 109
(16 . 10−6 𝑚2 /𝑠)(22,861 . 10−6 𝑚2 /𝑠)
Dengan hasil nilai dari Ra = 0,1178 .10^9, besarnya nilai tersebut merupakan
Laminar, dengan batas yang bersumber dari dari buku Fundamental Of Heat And
Mass Transfer ialah Ra. Maka rumus Nuselt yang digunakan ialah:
0,67𝑅𝑎 1/4
𝑁𝑢 = 0,68 + 4/9
0,492 9/16
[1 + ( 𝑃𝑟 ) ]

0,67(0,1178 . 109 )1/4


𝑁𝑢 = 0,68 + = 54,1775
9/16 4/9
0,492
[1 + (0,701) ]

Koefisien konveksi pada plat Alumunium dinding bagian kanan dan kiri
lapisan luar ruang pengering:
𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
54,1775 . 0,02675 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ3 = = 1,317 2 . 𝐾
1,1 𝑚 𝑚

Depan, belakang, atas dan bawah:


𝑔𝛽(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )𝐿3
𝑅𝑎 =
𝑣𝛼

9,81 𝑚/𝑠 2 . (0,0033)𝐾 −1 (303,15 − 302,15)𝐾 . (1,6 𝑚)3


𝑅𝑎 =
(16 . 10−6 𝑚2 /𝑠)(22,861 . 10−6 𝑚2 /𝑠)
= 0,362516425. 109

Dengan hasil nilai dari Ra = 0,362516425.10^9, besarnya nilai tersebut


merupakan Laminar, dengan batas yang bersumber dari dari buku Fundamental Of
Heat And Mass Transfer ialah Ra. Maka rumus Nuselt yang digunakan ialah:

0,67𝑅𝑎 1/4
𝑁𝑢 = 0,68 + 4/9
0,492 9/16
[1 + ( 𝑃𝑟 ) ]
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 160

0,67(0,1178 . 109 )1/4


𝑁𝑢 = 0,68 + 4/9
= 71,5365
0,492 9/16
[1 + (0,701) ]

Koefisien konveksi pada plat Alumunium dinding bagian depan,belakang, atas


dan bawah lapisan luar ruang pengering:

𝑁𝑢 . 𝑘
ℎ=
𝐿
71,5365 . 0,02675 𝑊/𝑚. 𝐾 𝑊
ℎ4 = = 1,196 2 . 𝐾
1,6 𝑚 𝑚

Setelah koefisien konveksi dari masing-masing plat sudah ditemukan,


selanjutnya perlu ditentukan hambatan termal pada lapisan dinding dengan jenis
material yang telah ditentukan. Besar hambatan ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:

Kanan dan kiri:


1 𝐿1 𝐿2 𝐿1 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = +( + + )+
ℎ1 𝑘1 𝑘2 𝑘1 ℎ3

1 0,002 𝑚 0,01 𝑚 0,002 𝑚 1


𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙1 = +( + + )+
𝑊 𝑊 𝑊 𝑊 𝑊
6,6 2 . 𝐾 237 𝑚 . 𝐾 0,017 𝑚 . 𝐾 237 𝑚 . 𝐾 1,317 2 . 𝐾
𝑚 𝑚

𝑚2
= 1.49907 .𝐾
𝑊

Depan, belakang, atas dan bawah:


1 𝐿1 𝐿2 𝐿1 1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = +( + + )+
ℎ2 𝑘1 𝑘2 𝑘1 ℎ4

1 0,002 𝑚 0,01 𝑚 0,002 𝑚


𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = +( + + )
𝑊 𝑊 𝑊 𝑊
7,955 2 . 𝐾 237 𝑚 . 𝐾 0,017 𝑚 . 𝐾 237 𝑚 . 𝐾
𝑚
1
+
𝑊
1,196 2 . 𝐾
𝑚

𝑚2
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙2 = 1.57589 .𝐾
𝑊
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 161

Setelah hambatan termal dari masing-masing dinding telah ditemukan, besar


Qloss total dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Kanan dan kiri:


∆𝑇
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑥𝐴1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙1

343,15 − 303,15 𝐾
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = × 1,21 𝑚2 = 32,287 𝑊
𝑚2
1.49907 𝑊 . 𝐾

𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖

Depan, belakang, atas dan bawah:


343,15 − 303,15 𝐾
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = × 1,76 𝑚2 = 44,673 𝑊
𝑚2
1.57589 𝑊 . 𝐾

𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 = 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠 = 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ

Qloss Total:
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔
+𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠 + 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ

𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 4 × 44,673 𝑊 + 2 × 32,287 𝑊 = 243,266 𝑊


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 162

B.3 Harga Komponen


No. Nama Bagian Bahan Jumlah Ukuran (mm) Harga
Fungsi Penyimpanan
1600 x 1100 x
1 Rangka Total Galvanis 1 Unit Rp. 900.000
1100 mm
2 Paku Rivet Tembaga 15 Pieces Ø3 mm Rp. 150.000
2000 x 1000
3 Triplek Kayu 7 Lembar Rp. 905.000
mm
Plat 2000 x 1000
4 Alumunium 14 Lembar Rp. 870.000
Alumunium mm
Lakban
40 mm x 19
5 Alumunium Alumunium 13 Roll Rp. 156.000
m
Foil
Stainless
6 Roda Steel dan 17 Buah Ø50 mm Rp. 123.000
Karet
7 Baut Roofing Alloy Steel 3 Pieces Ø8 x 16 mm Rp. 90.000
Fungsi Pemanas
8 Gas Burner 4 Buah - Rp. 160.000
9 Regulator Gas 1 Buah - Rp. 70.000
Kromium
10 Heater 3 Buah Ø8 x 915 mm Rp. 414.000
Alumunium
Fungsi Pengalir
Stainless
11 Kipas 1 Buah Ø457 mm Rp. 200.000
Steel
Stainless
12 Exhaust Fan 1 Buah Ø203 mm Rp. 356.000
Steel
Fungsi Kontrol dan Kendali
DMC dan
13 MCB 20A 1 Buah 83 x 18 mm Rp. 177.000
Bimetal
DMC dan 83 x 18 mm
14 MCB 16A 1 Buah Rp. 34.600
Bimetal
DMC dan 83 x 18 mm
15 MCB 2A 3 Buah Rp. 105.300
Bimetal
Stainless 1 250 x 350
16 Panel Box Buah Rp. 122.000
Steel mm
17 Pilot Lamp ABS 1 Buah Ø 25 mm Rp. 25.000
Emergency 1
18 ABS Buah - Rp. 25.000
Button
19 Switch On/Off ABS 1 Buah - Rp. 35.000
20 Terminal Blok ABS 1 Buah - Rp. 30.000
Kabel NYAF PVC dan
21 15 Roll 1000 mm Rp. 67.500
Ø1,5 mm Tembaga
Kabel NYA PVC dan Roll 1000 mm
22 4 Rp. 24.000
Ø2,5 mm Tembaga
Kabel NYAF PVC dan Roll 1000 mm
23 2 Rp. 20.000
Ø4 mm Tembaga
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 163

No. Nama Bagian Bahan Jumlah Ukuran (mm) Harga


Kabel NYAF PVC dan
24 2 Roll 1000 mm Rp. 36.000
Ø6 mm Tembaga
Thermostat &
PC dan 85 x 75 x
25 Hygrostat STC 1 Buah Rp. 130.000
ABS 34.5mm
3028
Thermostat &
PC dan 85 x 75 x 34.5
26 Hygrostat STC 1 Buah Rp. 50.000
ABS mm
1000
Fungsi Pembuangan
27 Damper Besi 1 Buah Ø 50 mm Rp. 300.000
Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 164

LAMPIRAN C HASIL TURNITIN


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 165

LAMPIRAN D DOKUMENTASI

D.1 GAMBAR KERJA

Dokumentasi gambar kerja terlampir pada halaman berikutnya:


Program Studi DIV – Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin 166

Anda mungkin juga menyukai