Anakmu!
22 Desember 2014 | Dibaca : 4517 Kali | Psikologi Keluarga
Thabrani meriwayatkan dari Jabir Bin Samurah bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Salah seorang di antara kalian mendidik anaknya, itu lebih baik baginya dari
pada menyedekahkan setengah sha’ setiap hari kepada orang-orang miskin.”
Sahabat Ummi, seorang ibu adalah pendidik pertama dan utama untuk anak-
anaknya, oleh karena itu, sebagai ibu kita perlu mengupgradediri tiap hari agar
bisa mendidik anak-anak kita sesuai dengan zaman di mana mereka hidup.
“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda
dengan zamanmu,” demikian pesan Khalifah Kedua Umat Islam, Umar bin
Khaththab. Pesan yang sungguh singkat dan mudah diingat.
Salah satu cara mendidik anak tentu saja melalui perantara lisan, sayangnya…
banyak orangtua khususnya ibu, yang belum memahami pentingnya menjaga
kata-kata di depan anak, karena dapat berpengaruh besar pada perkembangan
diri, psikologis, dan konsep diri anak.
Berikut ini, 8 hal yang sebaiknya tidak dikatakan kepada anak, terutama usia
sampai dengan tujuh tahun:
“Kamu pemalas!”
“Kamu gendut!”
“Kamu nakal!”
Sebaliknya, katakanlah hal-hal positif kepada anak. Jika anak menerima nilai
buruk, jangan mengatakan, “Kamu begitu bodoh!”; Katakan sesuatu yang lain.
Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan
mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ini karena kamu sebetulnya adalah
anak pintar.” Bukankah kata-kata seperti ini akan lebih menenangkan hati anak
kita?
Hal ini tampaknya seperti hal yang normal. Seorang ibu sibuk memasak di
rumahnya. Atau ayah sibuk membaca berita menarik di koran. Atau mungkin juga
melanjutkan tugas yang dibawa dari kantor. Lalu ia mengunci diri di kamarnya.
Tiba-tiba anak datang dan meminta dia untuk sebuah bantuan. Dalam situasi
yang ketat, orang tua dapat berteriak pada anak itu, “Jangan ganggu aku! Aku
sibuk! ”
Menurut Suzette Haden Elgin PhD., penulis yang juga seorang pelatih bela diri
verbal dikutip dari parenting.com, bahwa jika orang tua bertindak seperti itu,
anak-anak mungkin merasa tidak berarti karena jika mereka meminta sesuatu
pada orang tua mereka, mereka akan diberitahu untuk pergi.
Bayangkan Sahabat Ummi… Jika sikap seperti itu diterapkan pada anak-anak
kita, maka sampai mereka tumbuh dewasa, kemungkinan besar mereka akan
merasa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtua.
Di sisi lain, Suzette menyarankan bahwa jika memang sedang benar-benar sibuk,
cobalah alihkan perhatian anak-anak untuk melakukan kegiatan lain sebelum
kita membantu mereka. Misalnya, jika mereka meminta bantuan dalam
melakukan pekerjaan rumah mereka dan kondisinya kita sedang benar-benar
sibuk, mintalah mereka untuk melakukan aktivitas lain terlebih dahulu seperti
menonton TV. Lalu kemudian, datanglah kepada mereka untuk membantu,
asalkan gangguan tersebut tidak terlalu lama.
Oleh karena itu, untuk menangani masalah ini, akan lebih baik untuk meminta
anak-anak menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Jika mereka merasa
diperlakukan tidak adil oleh teman-teman mereka, jelaskan pada mereka bahwa
perilaku teman-teman mereka adalah tidak baik.
“Lihatlah kakakmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak
bisa melakukannya juga?”
“Dulu ketika kecil ibu bisa begini begitu, masa kamu tidak bisa?!”
Perbandingan hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi
kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka
karena mereka selalu mendapatkan perlakuan buruk dari perbandingan tersebut
(terhadap kakak, adik, atau anak-anak lain), sedangkan perkembangan setiap
anak berbeda.
5. Jangan katakan “Tunggu Ayah Pulang ya! Biarkan kamu dihukum ayah”
Ada kalanya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anak mereka tetapi
tanpa ayahnya. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, ibu tidak segera
memberitahu anak-anak tentang kesalahan yang mereka buat. Si ibu hanya
mengatakan, “Tunggu sampai ayahmu pulang.” Ini berarti menunggu sampai
ayahnya yang akan menghukum nanti.
Menunda mengatakan kesalahan hanya akan memperburuk keadaan. Ada
kemungkinan bahwa ketika seorang ibu menceritakan kembali kesalahan yang
dilakukan anak-anak mereka, ibu malah membesar-besarkan sehingga anak-anak
menerima hukuman yang lebih dari seharusnya.
Ada kemungkinan juga orang tua menjadi lupa kesalahan anak-anak mereka,
sehingga kesalahan yang seharusnya dikoreksi terabaikan. Oleh karena itu, akan
lebih baik untuk tidak menunda dalam mengoreksi kesalahan yang dilakukan
anak-anak sebelum menjadi lupa sama sekali, dan
Rupanya, memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik.
Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika
seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan
“Luar Biasa! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal
yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.
Yang perlu diperhatikan juga, pujilah sikap anak kita, dan jangan memuji dirinya
atau hasil perbuatannya. Sekiranya ia mendapat hasil bagus di sekolah, pujilah
“Alhamdulillaah, Ibu bangga dengan kerja keras kamu sehingga kamu mendapat
nilai baik!”
Jika kita memuji hasil yang dilakukan anak dan bukan sikapnya, sangat mungkin
anak kita akan berfokus pada hasil dan tidak peduli dengan sikap/ karakter yang
baik, misalnya… demi mendapat nilai ujian bagus, anak akan rela mencontek
atau bertanya pada teman ketika ujian.
"Sebaliknya, bertanyalah kepada anak tentang apa yang bisa orangtua lakukan
untuk membantu dia mengubah kebiasaannya. Misalnya, 'Ibu perhatikan kamu
sering lupa membawa pulang buku pelajaran ke rumah. Apa yang bisa Ibu bantu
supaya kamu ingat untuk membawa bukumu pulang?'. Pernyataan seperti itu
akan membuat anak merasa terbantu dan nyaman," jelas dr Berman.