Anda di halaman 1dari 93

INTERAKSI SOSIAL NASABAH NPL (NON PERFORMING

LOAN) TERHADAPPIHAK PENAGIH PADA


BANK XDI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH

EBEN EZER PASARIBU


177047004

STUDI PROGRAM MAGISTER SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


INTERAKSI SOSIAL NASABAH NPL (NON PERFORMING
LOAN) TERHADAP PIHAK PENAGIH PADA
BANK X DI KOTA MEDAN

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister


Sosiologi dalam Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara

OLEH

EBEN EZER PASARIBU


177047004

STUDI PROGRAM MAGISTER SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Interaksi Sosial Nasabah NPL (Non Performing
Loan) Terhadap Pihak Penagih Pada Bank X
Di Kota Medan

Nama Mahasiswa: Eben Ezer Pasaribu

Nomor Pokok : 17704700004

Program Studi : Magister Sosiologi

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

(Prof. Rizabuana,M.Phil,PhD)(Drs.Zulkifli,MA)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof.Rizabuana,M,Phil,PhD) Dr.MuryantoAmin,S.Sos,M.Si)

Tanggal Lulus : 13 Desember 2019

Telah diuji pada

Universitas Sumatera Utara


Tanggal: 13 Desember 2019
______________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof.Rizabuana,M,Phil,PhD

Anggota : 1. Drs.Zulkifli,MA

2. Prof.Dr.Sismudjito,M.Si

3. Dr.Bengkel Ginting,M.Si

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

INTERAKSI SOSIAL NASABAH NPL (NON PERFORMING


LOAN) TERHADAP PIHAK PENAGIH PADA BANK X DI KOTA
MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai


syarat untuk memperoleh gelar Magister Sosiologi pada program studi
Magister Sosiologi Universitas Sumatera Utara adalah benar
merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada


bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan
tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai
dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau


sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat
dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi
pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi
lainnya sesuai dengan peraturan perundangn yang berlaku.

Medan, Desember 2019


Penulis

Eben Ezer Pasaribu

Universitas Sumatera Utara


INTERAKSI SOSIAL NASABAH NPL (NON PERFORMING
LOAN) TERHADAPPIHAK PENAGIH PADA BANK X
DI KOTA MEDAN

ABSTRAK
Interaksi Sosial antara debitur dan collector adalah interaksi atas dasar
kerjasamaa (cooperation) bersifat simbiosis mutualisme. Kerjasama tersebut
diikatkan dalam kontrak perjanjian kredit oleh pihak bank dengan membayarkan
sejumlah bunga uang yang sudah ditetapkan, namun tak jarang pembayaran
cicilan kredit macet, maka collector sebagai bagian dari Bank melakukan
penagihan. Para collector sering mendapatkan kendala, debitur tidak ada di rumah,
dan bahkan sulit dijumpai, sementara jika dijumpai di rumah, alasan debitur tidak
mampu membayar, dan berbagai alasan lainnya. Oleh sebab itu, collection
diharapkan mampu melakukan berbagai macam pola interaksi sosial, karena tak
jarang collector mendapatkan perlawanan dan kekerasan dari pihak debitur.
Pola pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan melakukan wawancara dengan informan kunci dan informan
biasa, baik itu debitur lancar, debitur tidak lancar, dan collection dari persepktif
interaksi sosial. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu bank milik BUMN di
Kota Medan, terutama pada devisi Kredit Mikro. Penentuan informan mengacu
pada catatan laporan bulanan debitur terhadap kronologi pembayaran cicilan
kredit, sehingga tidak begitu menyulitkan bagi peneliti dalam proses pengumpulan
data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola interaksi debitur dan collection
mengalami dinamika, disebabkan oleh faktor ekonomi. Dimanika sosial umumnya
debitur sulit dijumpai di lokasi dengan berbagai alasan, apalagi uang kredit
tersebut digunakan untuk konsumsi, sehingga debitur kesulitan untuk melunasi
cicilan kredit perbulan. Model pendekatan yang sering digunakan oleh debitur
menggunakan pendekatan sosial budaya. Jika ia orang dari Etnis Batak, maka
diusahakan collection yang melakukan penagihan adalah collection etnis Batak,
dengan menggunakan berbagai istilah garis kekerabatan dalam struktur daliha
natolu. Model pendekatan lain adalah membangun komunikasi debitur dan
collection untuk menemukan kendala sekaligus mencari solusi, biasanya melalui
penghitungan kembali. Pada akhirnya, interaksi sosial antara debitur dan
collection selalu terjadi dominasi ekonomi, yang mewajibkan debitur melunasi
cicilan, karena terperangkap pada agunan yang nilainya lebih tinggi dari nilai
pinjaman kredit. Maka yang perlu diperhatikan dalam pola pendekatan ini adalah
penggunaan kredit pada sektor produksi, bukan konsumsi, dan ia hanya bisa
didekatkan melalui pendekatan humanis.

Kata Kunci: Interaksi Sosial, Debitur, Collection, Kredit

Universitas Sumatera Utara


INFLUENCE OF SOCIAL INTERACTIONS OF CUSTOMERS WITH NON
PERFORMING LOANS ON DEBT COLLECTORS IN BANK X IN MEDAN

ABSTRACT

Social interaction between debtors and debt collectors is the cooperation based
interaction with mutualism symbiosis. It is bound by a loan agreement to the bank
by paying certain amount of money; however, bad credit often occurs that some
banks send debt collectors to collect the payment. Debt collectors frequently
encounter obstacles, namely, the debtor is not at home and is even difficult to
meet. Meanwhile, when they manage to meet the debtor at home, the debtor give
reason such as inability to pay, etc. therefore, it is expected that the collectors be
capable of performing various kinds of social interactions because they frequently
encounter debtors’ resistance and violence.
This research uses qualitative method and conducts interviews with key
informant and ordinary informant, either debtors with good credit or with bad
credit, and collectors in the perspective of social interaction. This research is
conducted in one of banks belonging to BUMN (State Owned Enterprise) in
Medan, particularly the Micro Credit Division. The selection of informants refers
to the notes in debtors’ monthly reports concerning the chronology of their
installment payment that facilitates the data collection of this research.
The results demonstrated that the interaction patterns between the debtor
and debt collectors are dynamic, resulted from economic factor. The social
dynamics that are generally found are that the debtor is difficult to meet at the
research location using various reasons, moreover the installment payment has to
be used for consumption, so that the debtors have difficulties to pay their monthly
installment. The debtors frequently use social-culture approach model. If the
debtor is a Bataknese, the debt collector has to be a Bataknese as well, so that
they can apply kinship line in dalihanatolu structure. The other approach is to
build communication with the debtor; and in case of encountering problems, the
debt collector will be able to find the solution which is usually to make
recalculation. Finally, the social interactions between debtors and debt collectors
always result in economic domination; that obliges the debtor to settle their
installment, because they are bound with the collateral which costs higher than
the value of the loan. It is important to notice that the loan is used in production
sector, not consumption, and the debtor can only be approached through
humanistic approach.

Keywords: social interaction, Debtor, Collection, Credit

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah yang maha pengasih, yang

dengan berkat-Nya masih memberi kesehatan serta kesempatan untuk

menyelesaikan penulisan tesis ini. Perjalanan panjang proses penulisan tesis ini

cukup membuat penulis hampir patah arang, namun dengan semangat dan

dukungan dari keluarga dan teman-teman, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muryanto

Amin,S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara. Bapak Prof. Rizabuana Ismail, PhD, pembimbing utama

sekaligus ketua prodi Magister Sosiologi, Bapak Drs. Zulkifli, M.A., selaku

pembimbing dua yang sangat memberikan bantuan, semangat, gagasan serta

dorongan dalam penulisan tesis ini. Bapak Prof.Dr.Sismudjito,M.Si dan Bapak

Dr.Bengkel Ginting.M.Si sebagai penguji tesis yang telah memberikan kriktik

yang membangun, saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini. dan Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan

berkontribusi dalam penulisan tesis ini, yaitu Dr. Fikarwin Zuska, M.A., sebagai

dosen, sekaligus dosen diskusi dan Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si sebagai

sekretaris Magister Sosiologi yang telah banyak memberikan masukan selama

awal penulisan sampai dengan saat ini. Segenap dosen, staff dan seluruh pegawai

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penghargaan dan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada orangtua

saya, isteri saya Hamida Hernawati Sihombing serta anak belahan jiwa

iii

Universitas Sumatera Utara


saya,Celina Benita br. Pasaribu dan Raisa Beatrice br. Pasaribu yang menjadi

penyemangat dalam penulisan tesis ini. Terima kasih pula saya haturkan kepada

rekan-rekan sesama karyawan Bank Mandiri wilayah Medan yang telah memberi

semangat kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

Tak lupa pula kepada Rekan-rekan almamater dan teman-teman

seangkatan yaitu : bang Donal,Slamet Haryono, Rita, Ismail, Septi, Santi, Jeni

yang selalu terus memberikan dorongan dan semangat saya dalam menyelesaikan

tesis ini.

Penulis menyadari tidak luput dari kesalahan baik dalam informasi

maupun sistematika penulisan. Untuk itu saya berharap sumbangan kritikan dan

saran yang membangun untuk perbaikan tesis saya.

Medan, Desember 2019

Penulis

Eben Ezer Pasaribu

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.................................................................................... ..................... i
ABSTRACT......................................................... ............................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN, GRAFIK, DAN MATRIKS ............................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………..… 15
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………….….. 15
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………….……... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................ 17
2.2. Landasan Teoti Interaksi ...................................................... 21
2.2.1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ................ 25
2.2.2. Jenis-Jenis Interaksi Sosial ...................................... 26
2.2.3. Teori Resistensi........................................................ 26
2.3. Pola komunikasi Collector dengan pelanggan ..................... 28
2.4. Konsep kredit dalam Perbankan ………………… ............ 29
2.4.1. Manfaat dan Prinsip kredit ……............................. 30
2.4.2. Penggolongan Kolektibilitas Kredit …………… 31
2.5. Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah …….… 34
2.5.1. Character Buruk ………………………………... 34
2.5.2. Capacity Rendah ……………………………….. 35
2.5.3.Collateral tidak mencukupi ……………………… 35
2.5.4. Capital tidak memadai …………………….….... 35
2.5.4. Condition of Economy tidak mendukung ………... 36

Universitas Sumatera Utara


2.6. Konsep Penelitian …………………………………………... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Desain Penelitian ................................................................ 38
3.2. Lokasi Penelitian.................................................................. 38
3.3. Informan Penelitian ............................................................. 39
3.4. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 40
3.4.1. Observasi ................................................................. 40
3.4.2. Wawancara............................................................... 40
3.4.3. Dokumentasi ............................................................ 41
3.5. Analisis Data ........................................................................ 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


4.1. DeskripsiUmum Tentang Bank X ...................................... 44
4.1.1. Perkembangan Bank X ............................................ 44
4.1.2. Kode Etik Collection ................................................. 48
4.1.3. Sistem Jerja Devisi Collection .................................. 49
4.4.4. Deskripsi Jabatan PT.Bank X .................................. 51
4.1.5. Aspek Kegiatan Perusahaan....................................... 52
4.1.6. Fungsi Bank X .......................................................... 52
4.1.7. Tugas Bank X .......................................................... 53
4.1.8. Jumlah Debitur........................................................... 53
4.1.9. Jenis Produk Kredit Mikro ……………….………. 53
4.2. Karakteristik Informan ……………………………..……. 54
4.2.1. Karakteristik Debitur …………………………….... 54
4.2.2. Karakteristik Penagih Utang (collector) ………..…... 59
4.2.3. Karakteristik Karyawan di Bank X ………..………. 62
4.3. Hasil dan Pembahasan …………………………………… 63
4.3.1. Interaksi Pemberian Kredit ……………………..…. 66
4.3.3. Pola Komunikasi Collector …………………..……. 69
4.3.4. Pola Kerja sama (corporation) …………………..…. 71
4.3.5. Akomodasi (accommodation) …………………..…. 74

vi

Universitas Sumatera Utara


4.3.6. Kontravensi (contravention) …………………..….... 76
4.3.7. Pertentangan (pertikaian atau conflict) …………….. 77
4.3.8. Kredit dalam perspektif Ekonomi Kapitalis ………... 78
4.4. Keterbatasan Penulis ……………………………..…..………….. 81

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan……………………………………………. 83
5.2. Saran ……………………………………………..….. 84

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1. Tabel Hasil Observasi Kredit Macet dan Lancar Bank x ........ 9
Tabel 5.1 Tabel Daftar Jenis usaha tahun 2019 ………………………. 58

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 1.1. Kredit bermasalah PT Bank X ................................................ 7

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR BAGAN, GRAFIK, DAN MATRIKS

Daftar Judul Halaman

Bagan 3.1. Konsep Penelitian ....................................................................... 37

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap manusia selalu berkeinginan untuk berinteraksi. Interaksi sosial
timbul karena manusia selain sebagai makhluk individual, juga merupakan
makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individual mempunyai dorongan atau
motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan manusia
sebagai makhluk sosial mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan
dengan orang lain. Dorongan atau motif sosial inilah yang mendorong manusia
untuk mencari manusia lainnya untuk mengadakan hubungan atau mengadakan
interaksi sosial (Sandstrom, 2014).
Kecenderungan manusia untuk berhubungan dengan orang lain,
mendorong terjadinya komunikasi dua arah yang mengandung aksi dan reaksi
(Fatnar & Anam, 2014). Aksi dapat diartikan suatu tindakan atau perbuatan yang
dilakukan seseorang, sedangkan reaksi adalah suatu respon terhadap keberadaan
orang lain. Tanpa adanya aksi dan reaksi, maka interaksi sosial tidak terjadi.
Interaksi sosial hanya akan dapat berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi
reaksi dari kedua belah pihak.
Menurut Herimanto dan Winarno (2008), ada dua sifat interaksi sosial,
yaitu interaksi sosial asosiatif dan interaksi sosial disosiatif. Interaksi sosial
asosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang memiliki sifat positif, seperti kerja
sama (cooperation), akomodasi (accomodation), asimilasi (assimilation),
akulturasi (aculturation), dan paternalism, sedangkan interaksi sosial disosiatif
adalah bentuk interaksi sosial yang bersifat negatif, seperti persaingan
(competition), kontraversi, pertikaian, pertentangan atau conflict.
Ada berbagai macam interaksi sosial yang terjadi antara penjual dan
pembeli, baik itu di pasar tradisional maupun pasar modern adalah bentuk
transaksi perdagangan. Interaksi sosial dapat diamati dari hubungan pemerintah
pusat dan daerah mencakup isi yang sangat luas, bisa terkait dengan isu
nasionalisme dan nation building, bisa pula dengan isu demokrasi nasional dan
demokrasi lokal, dan oleh karena itu terkait pula dengan isu hubungan antara
negara dan masyarakat. Interaksi sosial juga dapat dipahami antara Civil Society

Universitas Sumatera Utara


dan State. Diantara konsep civil society yang tidak sistematik tersebut terdapat
space yangharus diisi untuk terciptanya civil society, yang paling banyak
diharapkan dapatmemainkan peranan mengisi ruang publik di dalam civil sosiety
adalah kalangan LSMatau NGO. LSM dan NGO sebagai organisasi yang dapat
menjadi sumber daya politik potensial dalam rangka menyiapkan civil society.
Menurut Aliffiati (2014), interaksi sosial bisa dipahami melalui Interaksi
Antara Umat Beragama. Interaksi antarwarga perumahan Dalung Permai yang
latar belakangnya beragam khususnya berbeda agama, secara umum berjalan
lancar atau harmonis. Konflik yang terjadi diantara mereka dapat terselesaikan
sehingga kehidupan sosial di lingkungan mereka relatif berjalan normal. Interaksi
antar umat beragama di perumahan Bumi Dalung Permai terwujud dalam aktivitas
interaksi yang dibangun melalui dialog.
Interaksi sosial dapat dipahami dalam konteks sosiologi ekonomi antara
tauke dan petani sawit dalam hubungan patron-klien. Hubungan antara tauke dan
petani sawit disini adalah hubungan ketergantungan dan kepentingan, dimana
petani sawit meminjam uang kepada tauke dan tauke butuh Tandan Buah Segar
(TBS), dimana masing-masing diantara mereka akan menjaga dan memelihara
hubungan yang ada, kepentingan ini akan dijaga dengan sebaik-baiknya, dalam
menjaga kepentingan ini mereka harus menghormati norma-norma yang ada agar
hubungan yang sudah terpelihara tidak rusak begitu saja.Akhirnya hubungan yang
semula hanya untuk kepentingan dan ketergantungan lama kelamaan berubah
menjadi hubungan sosial (Syaputra, 2018).
Interaksi sosial pengguna gadgetdapat berguna bagi siswa dalam
mengembangkan pemikiran sosial, yang berkenaan dengan pengetahuan dan
keyakinan mereka tentang masalah hubungan dan keterampilan sosial (Sumantri,
2008: 48). Peningkatan jumlah penggunaan gadget serta cara berkomunikasi yang
berubah serta memunculkan suatu kesenangan dalam penggunaan alat-alat
teknologi guna membantu dan mempermudah aktivitas manusia, tetapi disatu sisi
penggunaan teknologi yang semakin meningkat justru menurunkan intensitas
hubungan individu.
Interaksi sosial sosial dapat dipahami dalam konsep hubungan industrial
yang dapat diterapkan secara baik di suatu negara, belum tentu dapat diterapkan

Universitas Sumatera Utara


dengan baik di negara lain. Para ahli hubungan industrial berpendapat bahwa
sistem hubungan industrial yang paling tepat bagi suatu negara adalah sistem yang
sesuai dengan nilai sosial budaya negara yang bersangkutan. Sistem hubungan
industrial yang diyakini paling tepat dengan kondisi Indonesia adalah hubungan
industrial Pancasila yang berlandaskan pada nilai-nilai sosial budaya bangsa
Indonesia. Hak berserikat dalam hubungan industrial yang diimplementasikan
melalui serikat pekerja, mempunyai fungsi untuk menciptakan suatu sistem
hubungan industrial dengan menitikberatkan prinsip kemitraan dan kesamaan
kepentingan untuk dapat memberdayakan peran pekerja secara optimal.
Penelitian Muryanto Amin (2014), dilatari oleh munculnya para
”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan mendukung
Syamsul Arifin sebagai calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2008. Sebagian
aktor lokal itu berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka mengandalkan
kekerasan dan uang yang dimiliki untuk memperoleh serta memaksimalkan akses
sumber daya dari pemerintah daerah. Untuk menjelaskan model relasi jaringan
yang digunakan Pemuda Pancasila sebagai modal memenangkan calon gubernur
yang didukung.
Model relasi yang terjalin antara Pemuda Pancasila dengan birokrasi,
pengusaha, dan media cetak lokal dilakukan atas dasar hubungan yang saling
menguntungkan atau simbiosis mutualisme. Jalinan relasi jaringan tersebut
dilakukan dengan cara yang beragam, saling mengait, dan penuh intrik untuk
mempertahankan akses kekuasaan dan memanfaatkan sumber daya yang dikuasai.
Pemuda Pancasila tetap ingin memperoleh akses sumber daya yang dikuasai
negara di tingkat lokal. Sementara, para pejabat birokrasi, pengusaha, dan
pengelola media cetak lokal membutuhkan kekuatan Pemuda Pancasila untuk
mempertahankan kekuasaan dan usaha mereka seperti menghindari ancaman dan
menjaga keamanan di lokasi-lokasi kekuasaan dan usaha mereka.
Interaksi Sosial dalam kekuasaan antara pemerintah kota dengan pelaku
sektor informal (Pedagang Kaki Lima), preman dan aparat. Dalam penelitian
Siswono (2009) ditemukan bahwa kebijakan Peraturan Daerah yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah Depok memunculkan berbagai respon pelaku pasar.

Universitas Sumatera Utara


Kehidupan mereka teracam oleh tindakan operasi penertiban petugas Satpol PP
sebagai salah satu aparat.
Penelitian Siswono (2009),hubungan-hubungan kekuasaan dalam

konteks penguasaan ruang publik tersebut, seolah menjadi perebutan antara pihak

PKL dengan Preman dan Aparat yang ingin melaksanakan aktivitas sehari-hari

serta tugasnya, dipandang sebagai sebuah perspektif, pengetahuan, dan kekuasaan

yang bebas diinterpretasikan oleh seorang peneliti Antropologi. Sikap negosiasi

dan akomodasi yang dilakukan para PKL yang terjadi di trotoar bekerja terkait

satu sama lain dan saling membutuhkan, menyebabkan posisi mereka semakin

menunjukkan penguasaannya. Para pelaku seperti preman dan aparat yang terlibat

dalam melakukan strategi negosisasi dan akomodasi merupakan praktik-praktik

sosial yang menandai bekerjanya kekuasaan, karena adanya hubungan antara

struktur dan agensi (Giddens, 1984).

Pola interaksi sosial juga terjadi dalam sistem perbankan yang menjadi

obyek penelitian. Sistem perbankan antara debitur yang terjadi dalam hubungan

saling membutuhkan. Lebih jauh lagi pola interaksi tersebut terjalin dalam

hubungan dominasi dan subordinat atau kapitalisme dan marginal sebagai sifat

dari kapitalisme semu. Bank dalam hal ini menyediakan uang untuk dikelolah

oleh pihak kedua (subordinat), dengan bunga, sementara peminjam (debitur)

menjalankan uang tersebut.

Dinamika interaksi antara kapitalisme dan debitur dalam sejarah telah

menentukan signifikasi perubahan struktur sosial (ekonomi, politik, dan budaya)

yang didasarkan pada sistem ekonomi uang dan ekonomi kredit. Praktik utang-

piutang diperbankan menjadi salah satu bentuk dinamika sosial dalam sistem

perekonomian dalam masyarakat. Pada gilirannya pokok persoalan, yang selalu

Universitas Sumatera Utara


mengundang tanya jawab, mengerucut pada eksistensi sistem perbankan yang

mendeterminasi kehidupan manusia modern (Rozi, 2016:129).

Pratik uang-piutang telah menghilangkan ruh kemanusiaan yang terdapat

pada praktik pinjam-meminjam (barang), dan menciptakan keterasingan manusia

dari kehidupannya sendiri dan masyarakat. Pada masa ini, sistem itu justru

dijalankan oleh perbankan yang menganut sistem yang disebut fractional reserve

(sistem dana cadangan sebagian). Karenanya bersama-sama dengan bunga,

lembaga perbankan telah menjadi faktor penentu dan penggerak utama dari sistem

keuangan dan perekonomian pada umumnya, yang lantas memperlihatkan

sosoknya selayaknya “vampir pengisap darah” yang tak kenal belas kasihan

(Rozi, 2016:136).

Dalam konteks debt based money system, pengenaan bunga (dalam utang

piutang) dimana bunga tidak pernah diedarkan oleh pihak perbankan (selaku

kreditur), maka suatu perekonomian (nasabah, debitur, masyarakat) mustahil

secara keseluruhan dapat membayar bunga dan mengembalikan sebagai pokok

utangnya. Sistem ini menciptakan situasi dimana tidak dimungkinkan semua

anggota masyarakat (debitur) dapat melunasi utangnya. Ada sebagian dari mereka

yang harus merelakan atau menjual asset riil (yang diagunkan) agar melunasi

utang-utangnya. Mereka adalah kelompok yang kalah bersaing dalam suatu

perekonomian (Rozi, 2016:138).

Sistem kredit bermasalah (utang) yang dipinjamkan ke salah lembaga

perbankan, turut mempengaruhi angka pertumbuhan pendapatan di perbankan.

Menurut Boudriga, Neila & Sana (2012), cara efektif untuk mengurangi kredit

macet adalah melalui penguatan sistem hukum dan meningkatkan transparasi dan

Universitas Sumatera Utara


demokrasi, dari pada fokus pada masalah regulasi dan pengawasan. Menurut rilis

tahun 2017 di Indonesia, ada tiga Bank Besar yang mengalami kredit bermasalah,

seperti pada gambar berikut.

Sumber: PT Bank X (Persero) Tbk , Bank BNI , Bank Permata Tbk

Gambar 1.1. Kredit Bermasalah Tiga Bank Besar

Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di sektor perbankan masih

menunjukkan peningkatan sepanjang semester pertama2017. Dari tiga bank besar

yang telah mempublikasikan laporan keuangan per Juni 2017, dua bank mencatat

kenaikan NPL.Kreditbermasalah Bank Permata pada semester pertama 2017 naik

13 basis poin (bps) menjadi 4,72 persen dari periode yang sama tahunsebelumnya.

Demikian pula kredit bermasalah Bank X juga meningkat 5 bps menjadi 3,79

persen dari sebelumnya 3,74persen. Sementara kredit seret Bank BNI justru turun

12 bps menjadi 2,83 persen dari sebelumnya 2,95 persen.Meskipun

mencatatkenaikan kredit bermasalah, ketiga bank tersebut berhasil mencatat

pertumbuhan laba dalam enam bulan pertama tahun ini. BankPermata pada paruh

Universitas Sumatera Utara


pertama tahun ini mampu mencatatkan laba Rp 620,57 miliar dibanding periode

yang sama tahun sebelumnyarugi Rp 835,67 miliar. Kemudian Bank X mencatat

pertumbuhan laba 33,65 persen menjadi Rp 9,46 triliun dari sebelumnya Rp7,08

trilun. Demikian pula Bank BNI juga menorehkan pertumbuhan laba 46,68 persen

menjadi Rp 6,41 triliun dari sebelumnya Rp 4,37 triliun.

Laporan Daily Economic and MarketBank X, 24 Oktober 2017 mencatat

tingginya NPL masih akan menghambat peningkatan pertumbuhan kredit.NPL

tercatat mengalami kenaikan menjadi 3,05%, dari NPL bulan sebelumnyayang

sebesar 3,00%. Berdasarkan sektor, NPL sektor perdagangan besar dan eceran

turun menjadi 4,42% dari 4,56% pada bulan sebelumnya, sedangkan NPL sektor

manufaktur mengalami kenaikan menjadi 3,70% dari 3,31%. Sementara itu NPL

sektor pertambangan melonjak menjadi 8,02% dari 7,49%. Masihtingginya NPL

akan menghambat perbankan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit pada

tahun ini (Mandiri, 2017).

Berdasarkan data ketiga bank di atas dan laporan khusus Kredit NPL di

Bank X, ini juga menunjukkan bahwa tingkat “utang” atau kredit macet oleh

debitur di bank cukup tinggi. Debitur tersebut sering dikelompokkan sebagai

kelompok masyarakat yang kalah bersaing dalam ekonomi tersebut ditemukan

beberapa kasus nasabah yang bermasalah, terutama di kredit ekonomi mikro,

terutama ketidakmampuan membayar kembali utang-piutang di bank.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa debitur tidak mampu membayar

bisa terjadi karena analisis kredit yang tidak sejalan dengan nilai agunan, atau

penilaian terhadap penghasilan perbulan debitur, atau debitur mengalami sakit

berat sehingga tidak mampu membayar cicilan bunga bank tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1. Hasil Observasi kredit Macet dan Kredit Lancar Bank X
Data yang diharapkan
Kredit
1. Kredit Lancar  Debitur Bertanggung Jawab atas segala kreditnya.
 Usaha debitur lancar
 Ada kemauan untuk membayar
 Kemampuan bayar dan niat bayar dari debitur
 Penggunaan keuangan dengan baik
2. Kredit Macet  Tidak ada kemauan untuk membayar
 Usaha menurun
 Karakter
 Antara kemauan membayar dan karakter debitur
 Fiktif
 Atas nama pinjaman kredit
 Debitur sakit/meninggal dunia
 Pertengkaran/perceraian dalam keluarga
 Malu

Menurut Siregar (2013), terdapat dua karakter buruk nasabah bank, yaitu:

pertama, ada niatan debitur untuk melakukan kecurangan terhadap bank,

diantaranya dengan melakukan pemalsuan dokumen. Hal ini dilakukan sejak awal

dijukannya pinjaman.Kedua, penyelahgunaan terjadi di tengah pembiayaan, pada

awalnya berjalan normal. Atas kredit bermasalah tersebut, jika dilakukan upaya

penagihan terdapat dua respon, yaitu: pertama, nasabah akan menghindari

penagihan atau membayar sekedarnya setelah dilakukan upaya penekanan. Kedua,

nasabah tetap tidak akan membayar, sekalipun dengan berbagai upaya tekanan

dilakukan.

Banyak alasan yang kemudian dilontarkan oleh nasabah terkait dengan

kemoloran pembayaran atau pun tidak dibayarnya sama sekali suatu hutang kredit

oleh nasabah. Disinilah pihak bank menggunakan jasa debtcollector/pihak ketiga

Universitas Sumatera Utara


untuk melakukan penagihan terhadap kemoloran pembayaran oleh nasabah, yang

mempunyai kemampuan tertentu untuk mempercepat pengembalian hutang kredit

yang belum terbayar tersebut dengan cara yang lebih efektif. Apabila berhasil

pihak ketiga tersebut akan mendapat balas jasa tertentu dari bank, biasanya

sebesar presentase tertentu dari jumlah tunggakan kredit dan bunga tertagih.

Dalam hal penagihan kredit seperti itu, secara hukum pihak ketiga yang bertugas

dalam hal penagihan bertindak untuk dan atas nama kreditur. Sepanjang tindakan

pihak ketiga tidak menyimpang, dari peraturan hukum, lessor pemberi kuasa tidak

akan mengalami kesulitan.

Kelancaran debitur melakukan pelunasan pembayaran kredit

mempengaruhi keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pembiayaan. Selanjutnya

lembaga pembiayaan ataupun perbankanmelengkapi diri dengan struktur

organisasi yang bertugas untuk memastikan setiap debitur dapat melunasi hutang

tepat pada waktu. Keberadaan debt collectoratau penagih hutang dalam lembaga

pembiayaan atau perbankanmenjadi polemik yang perlu untuk ditelusuri lebih

dalam dan dicarikan solusinya. Dalam praktiknya debt collector melakukan

penagihan kepada debitur terkadang kebablasan sampai ada unsur kekerasan.

(Tony, 2013: 3).

Penggunaan jasa debt collector sebagai pihak ketiga dalam penagihan

kredit macet diperbolehkan, hanya saja harus berprinsip pada kehati-hatian agar

tidak menimbulkan kerugian pada konsumen, oleh sebab itu pola interaksi yang

terbangun juga harus baik agar citra perbankan juga baik di mata konsumen.

Menurut Astuti (2017) dalam praktinya cukup sering para debtcollector bertindak

tidak sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku yang berlaku. Seringkali debt

Universitas Sumatera Utara


collector dalam melakukan jasa penagihan hutang bekerja secara tidak profesional

bahkan kadang cenderung melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga akan

menimbulkan kerugian bagi nasabah maupun bank penerbit kartu kredit, karena

tidak sesuai dengan yang diharapkannya, bahkan pernah terjadi sampai masuk

ranah pidana karena debt collector melakukan kekerasan kepada nasabah bank

sampai meninggal dunia, atau bahkan mencabuli korban

Hasil wawancara awal dengan para nasabah terkait perilaku debt collector

dalam melakukan penagihan cukup beragam, ada yang normatif ada juga yang

cenderung pengarah pada pemaksaan. Beberapa tindakan yang dilakukan debt

collector yang cenderung merugikan konsumen antara lain, mempermalukan

debitur pada keluarga atau tempat kerja, debt collector menelpon kerabat terdekat

atau atasan debitur dan menjelek-jelekkan debitur. Debt collector juga tak jarang

datang langsung ke sekitar rumah debitur dan menjelekkan pada masyarakat

sekitar.Terkadang debitur juga menunjukkan karakter kurang baik kepada debt

collector, yang disebabkan karena perbedaan karakteristik kesukuannya. Dengan

demikian hal ini menunjukan karaktersistik interaksi debt collector-debitur yang

berbeda-beda. Debitur yang dalam keadaan bangkrut sering tidak kooperatif

untukmelakukan penyelesaian tagihan hutang. Debitur yang mengalami kemajuan

usahanya jauh lebih kooperatif dalam interaksi penagihan (Supriyadi, 2012: 4)

Interaksi sosial antara debt collector dengan debiturdalam proses


penagihan dimulai dengan menghubungi nasabah via telepon atas kewajibannya
yang jatuh tempo. Selanjutnya surat peringatan dikirimkan oleh debt
collectorsampai tiga kali, secara bertahap. Langkah selanjutnya adalah
mendatangi rumah nasabah untuk melakukan komunikasi langsung.
Pola Interaksi sosial antara debitur dengan debt collector lain halnya yang
dilakukan oleh Bank Syariah Islam, Malaysia. Menurut Haniffa dan Hudaib
(dalam Amin, et al. 2007), debitur harus diberikan pendekatan yang tepat sesuai
dengan cara Islam. Para debitur diharapkan lebih toleran dengan debitur
dibandingkan dengan bank konvensional. Dalam keadaan tertentu, debitur berhak

10

Universitas Sumatera Utara


menerima zakat dan utang yang dianggap sebagai amal. Selain itu, bank syariah
harus menunjukkan dan berkomunikasi tentang kebijakan utang dalam laporan
tahunan. Bank diharapkan mampu memberikan laporan kebijakan utang, jenis
utang, dan utang yang dihapuskan jika ada.
Pada dasarnya komunikasi merupakan proses penyampaian pesan
informasi kepada penerima. Dalam proses penyampaian tersebut berpeluan
adanya gangguan (noise). Model komunikasi yang digunakan debt collector pada
debitur melalui perrtukaran pesan dengan tujuan agar debitur melunasi hutangnya
(Roberts, 2016). Jika terjadi kegagalan komunikasi secara persuasif dalam proses
penagihan, maka akan dilakukan tindakan hukum berupa penyitaan barang,
misalnya rumah atau kendaraan yang dijaminkan. Dalam proses penagihan, debt
collector terkadang menggunakan kekerasan. Hal ini menimbulkan stigma negatif
dari masyarakat terhadap debt collector. Sementara itu perusahaan perbankan
mempunyai tatacara penagihan termasuk di dalamnya model komunikasi yang
digunakan.
Berbagai bentuk atau model digunakan oleh pihak perbankan untuk
melakukan penagihan, pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Pihak
bank melakukan negosiasi kepada debitur yang bermasalah melalui telepon, surat
peringatan, kunjungan kerumah, dan sampai pada penyitaan aset sebagai agunan
pinjaman, tentu dengan SOP yang terstruktur untuk menghindari dari
penyimpangan dari hukum. Ini sering sekali ditemui kendala, bahkan sering
memunculkan resistensi dari pihak nasabah ketika asset dilakukan penyitaan
(Florin, 2014).
Pemikiran ini sejalan dengan istilah yang dikemukakan oleh Rozi
(2016:147) dengan istilah fractional reserve yang memaksa debitur untuk
menghasilkan laba. Apabila debitur mengalami kerugian dalam kegiatan usaha,
yang berarti tidak tercipta nilai baru, sehingga uang itu dinyatakan mengalami
kegagalan dalam menjalankan fungsinya sebagai alat penyimpanan nilai, maka ia
(debitur) tetap harus mengganti “nilai-fiktif” itu dengan “nilai riil’, karena uang
itu terlanjur eksis, misalnya dengan penyitaan asset yang diagunkan. Sistem
bungan dan fractional reserve bisa dipahami sebagai sarana bagi akumulasi
capital, yang merupakan gejala utama bagi sistem ekonomi capital.
Sistem Ekonomi Perbankan sebagai sistem ekonomi kapitalisme sejalan
dengan temuan Breton dan Caron (2008), sistem kapitalisme adalah profit. Ini
sejalan dengan teori ekonomi klasik. Profit telah menajdi a contrario yang telah
menjadi excessiveness, menjadi tanda bank yang sehat dalam sistem ekonomi
kapitalisme.
Realitas ini melahirkan asumsi baru dalam penelitian ini melalui berbagai
kendala yang dialami oleh bank terkait dengan debitur bermasalah sebagai aspek
resistensi yang dilakukan oleh debitur terhadap kapitalisme ekonomi perbankan.
Kapitalisme ekonomi (perbankan) tidak ada istilah rugi terhadap nasabah, karena
ada jaminan dari nasabah. Pihak perbankan hanya mengenal untung yang
dijalankan oleh pihak debitur. Dengan itu juga, resistensi yang dilakukan oleh
debitur bukan semata-mata lari dari tanggung jawab melainkan dipahami sebagai
resistensi terhadap kapitalis.
James Scott (2000) menjelaskan berbagai bentuk resistensi. Ada
perlawanan yang yang dilakukan sehari-hari, informal, dan tidak terbuka. Di sisi
lain ada juga perlawanan yang dilakukan secara terbuka. Perlawanan yang

11

Universitas Sumatera Utara


dilakukan dalam sehari-hari dapat dalam bentuk berpura-pura bodoh,
memperlambat pekerjaan, melarikan diri, pencurian, sabotase dan sebagainya.
Perlawanan model tersebut biasanya tidak terkoordinir dan tidak terencana.
Bentuk-bentuk resistensi yang dihadapi oleh pihak debt collector
perbankan terhadap debitur bermasalah ditemukan dalam salah satu Bank BUMN,
tempat peneliti bekerja sehari-hari. Sebagai pihak bank dan penagih debitur sering
sekali mendapatkan permasalahan yang kadang berujung pada pelaporan dan
penyitaan dengan menggunakan pihak kepolisian. Sebagai akademisi, tentu harus
melihat fakta sosial sebagai suatu bentuk dominasi kekuasaan kapitalisme melalui
sistem perbankan. Oleh sebab itu, peneliti mengangkat topik interaksi sosial
antara penagih dan debitur sebagai rangkaian resistensi nasabah bermasalah dalam
kaitan dengan kapitalisme sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi
ekonomi.

1.2. Rumusan Masalah


Penelitian interaksi sosial debitur dan penagih dalam sistem perbankan,
ditemukan berbagai dinamika sosial yang menyebabkan debitur tidak mampu
membayar tagihan yang sudah ditetapkan. Maka diperlukan pola-pola interaksi
sosial, sehingga debitur tidak lancar dapat melunasi tagihan yang sudah
ditetapkan. Pola tersebut dapat diamati dari nilai kredit, karakteristik debitur dan
aspek sosial budaya yang tidak bisa dipisahkan dari pola-pola pendekatan
tersebut. Oleh sebab itu, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana interaksi sosial nasabah bermasalah kredit NPL terhadap pihak
penagih pada Bank X di kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini secara garis besar berusaha menganalisis interaksi sosial
antara debitur dan penagih dari pihak perbankan dari perspektif sosiologis. Ini
disebabkan oleh beberapa fenomena sosial dimana terjadi aksi kekerasan terhadap
debitur atau penagih yang dilakukan oleh pihak penagih atau pihak debitur dan
atau pihak ketiga (preman) ketika ada kunjungan penagihan yang dilakukan oleh
bank. Oleh sebab itu, diperlukan pola-pola pendekatan sosial budaya, sehingga
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pola ini kemudian diinterprestasikan
dalam kajian-kajian ilmiah, sehingga ke depan ditemukan kesesuaikan dengan
teori-teori sosial.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian akan memperlihatkan interaksi sosial antara

debitur dan penagih dalam perbankan. Pola-pola ini akan diinterprestasikan dalam

kajian-kajian sosial dengan mengamati pola komunikasi, pola sosial budaya dan

karakter debitur serta resistensi. Secara akademis penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan teroritis bagi pengembangan konsep interaksis

12

Universitas Sumatera Utara


sosial dan teori resistensi sebagai bagian dari kajian sosiologi ekonomi yaitu

analisis resistensi hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman yang luas

terhadap senjata orang kalah melakukan resistensi terhadap kapitalisme ekonomi

perbankan.

Untuk penelitian lanjutan, hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong

peneliti lain untuk melakukan studi lanjutan atau studi komparatif tentang senjata

orang kalah di dalam setiap aspek pendidikan kaum marginal. Sehingga

memperkaya hasil kajian empirik, dapat studi lanjutan peneliti diharapkan dapat

dijadikan sebagai titik tolak untuk mengelaborasi resistensi terutama dalam

ranah kekuasaan.

13

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu


Penelitian penagihan debitur yang bermasalah dari perspektif sosiologi
masih kurang. Penelitian pada umumnya masih dari aspek hukum dan ekonomi
manajemen. Untuk menyokong pembangunan nasional diperlukan peran lembaga-
lembaga keuangan. Dalam rangka tersebut maka P.T. Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Barat melakukan kegiatan-kegiatan perbankan diantaranya penyaluran
dana lewat pemberian kredit. Kegiatan penyaluran kredit oleh bank mengandung
resiko adanya kredit yang bermasalah. Untuk mengetahui permasalahan kredit
bermasalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelamatan kredit
bermasalah pada umumnya dilakukan dengan penjadwalan kembali, persyaratan
kembali, penataan kembali. Akibat hukumnya adalah dilakukan perubahan klausul
perjanjian kredit atau membuat perjanjian kredit baru. Dalam penyelamatan kredit
ini PT. BPD SUMBAR mengalami kendala di lapangan, sebagian besar
disebabkan oleh watak atau kepribadian debitur yang kurang baik (Putra, 2011).
Penggunaan jasa debt collectoroleh Bank dalam melakukan penagihan
hutang sudah menjadi hal yang wajar dan telah dilakukan sejak lama. Bank
Indonesia sebenarnya tidak melarang adanya penggunaan jasa debt collectortetapi
penggunaan jasa ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Bank
Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 yang telah
disempurnakan dengan PBI 14/2/PBI/2012 dan SEBI 11/10/DASP. Kasus
meninggalnya salah seorang nasabah Citibank yang memiliki tunggakan hutang
kartu kredit akibat ulah debt collectormenunjukkan masih adanya tindakan
remanisme oleh debt collectoryang melakukan penagihan hutang. Menurut
pemeriksaan yang dilakukan Bank Indonesia, Citibank terbukti melakukan
beberapa kesalahan yang menunjukkan bahwa Citibank tidak menegakkan
peraturan yang disusun oleh Bank Indonesia terkait dengan penggunaan jasa
debtcollectorsehingga Citibank dijatuhi sanksi oleh Bank Indonesia (Batari,
2012).

14

Universitas Sumatera Utara


Penelitian Bogdan Florin (2014) mengulas mengenai studi Non
Performing Loan (NPL) dengan mengacu pada analisis pinjaman yang diberikan
Bank kepada Debitur. Pinjaman Bank dilakukan berdasarkan proses yang
kompleks, berpusat pada prinsip-prinsip dasar kredit, dengan asumsi, pertama
dan obyektif. Kelemahan Jurnal ini: masih cenderung membahas dari persepktif
teori ekonomi perbankan, namun kurang mengelaborasi analisis pada kondisi
debitur sehingga mengalami keterlambatan dalam Pembayaran Pijaman.
Hermawan (1995) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh nyata dalam pengembalian kredit tebu rakyat adalah luas
lahan, produktivitas usaha, penghasilan lain di luar tebu rakyat, umur, dan tingkat
pendidikan petani. Sementara itu jumlah tanggungan dan jumlah musim tanam
tidak berpengaruh terhadap kemampuan pengembalian kredit tebu rakyat.
Selanjutnya Sarianti (1998) menyatakan bahwa besarnya pendapatan petani
plasma kelapa hibrida tidak cukup untuk membayar cicilan kredit, karena hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan yang ditargetkan.
Penelitian Franklin Amuakwa-Mensah (2015), secara spesifik membahas
tentang kondisi perbankan di Ghana sehingga menyebabkan bank tidak berjalan
semestinya. Analisis ini dengan melihat NPL, kualitas pinjaman dari tahun ke
tahun, nilai tukar perkapital dan lain sebagainya. Kekurangan dalam penelitian ini
belum membahas aspek sosial dari debitur sehingga mengalami kendala dalam hal
pembayaran kewajiban di Bank.
Penelitian yang dilakukan Muhardini (1999) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pengembalian kredit motorisasi nelayan, di antaranya adalah
pengalaman usaha penangkapan, tagihan kredit dan asset. Semua variabel sosial
ekonomi berpengaruh langsung terhadap kemampuan pengembalian kredit
motorisasi nelayan. Variabel tersebut adalah pengalaman usaha penangkapan,
umur, jarak dari rumah nelayan ke KCD, modal, aset , pendidikan formal, jumlah
tanggungan, status pengusahaan kapal, frekuensi penyuluhan, tagihan kredit dan
hubungan personal. Selanjutnya sebanyak 54,55 % penerima kredit motorisasi
memperoleh peningkatan penghasilan, 45,45 % sisanya tidak mendapat
peningkatan penghasilan.

15

Universitas Sumatera Utara


Hidayati (2003) dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan
antara penggunaan kredit dengan kemampuan pengembalian kredit. Dari 23
responden yang menggunakan kredit sesuai dengan usahanya, terdapat 21
responden mengembalikan kreditnya secara tertib dan lancar. Lebih lanjut umur
merupakan salah satu faktor karakteristik individu yang berpengaruh terhadap
kemampuan pengembalian, semakin tua umur debitur kemampuan pengembalian
kreditnya semakin tidak lancar. Faktor pengalaman mengambil kredit juga
berpengaruh nyata dalam kemampuan pengembalian kredit, semakin sering
debitur mengambil kredit, semakin tidak lancar pengembalian kreditnya.
Berdasarkan penelitian Panggabean (2005) faktor penyebab tunggakan
tidak bisa digeneralisasi, karena sangat tipikal, bervariatif pada masing-masing
nasabah. Secara mendasar penyebab adanya tunggakan adalah adanya
penyimpangan peruntukkan dan pengeluaran rumah tangga. Sektor usaha
perdagangan adalah sektor usaha dengan resiko paling kecil, sehingga paling
potensial dalam penerimaan kredit.
Mardianingsih (2006), memberikan rekomendasi terkait penyaluran dan
pengembalian kredit dana bergulir sebagai berikut : pertama, kegiatan penyuluhan
sebaiknya dengan metode yang tepat dan dilakukan secara rutin agar tidak terjadi
penyalahgunaan pinjaman. Kedua, perlu adanya wadah pertemuan bulanan
antara anggota dan pengurus. Ketiga, faktor personal seperti umur, pengalaman
usaha, besaran kredit, pendapatan usaha dan jangka waktu kredit perlu untuk
menjadi bahan pertimbangan dalam peberian kredit. Keempat, pelu dilakukan
pembenahan instrumen pengawasan Raksa Desa. Kelima, perlu adanya
penambahan tenaga pendamping lapangan.
Afitri (2007) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa jumlah nasabah
terdapat 66,3 % nasabah dengan pola pengembalian lancar, sisanya sebanyak 33,7
% tidak lancar. Berdasarkan umur, nasabah terbanyak adalah umur 36-49 tahun
adalah yang paling banyak, sekaligus pola pengembaliannya tidak lancar.
Demikian juga dengan karakteristik jumlah tanggungan keluarga, omzet usaha
perbulan, penggunaan pinjaman dan frekuensi peminjaman berada pada kategori
umur yang sama. Selanjutnya Sari (2007) dalam penelitiannya berkesimpulan

16

Universitas Sumatera Utara


bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Kupedes adalah aset, pendapatan,
keluarga, pengalaman kredit, modal usaha dan agunan.
Taufiq (2007) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa karakteristik
Individu debitur seperti usia produktif, tanggungan keluarga sebanyak tiga orang,
berpendidikan SD dan mengikuti pembinaan saja tidaklah cukup dalam kredit
kupedes sektor agribisnis, karena banyak mengalami penunggakan. Untuk
mengurangi risiko penunggkan perlu dilakukan penambahan kriteria penilaian
seperti kepribadian calon debitur, aksesibilitas transportasi. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan meningkatkan komunikasi dengan nasabah, termasuk
diantaranya tokoh masyarakat setempat (Roberts, 2016).
Kajian-kajian penelitian terdahulu dari aspek hukum, ekonomi, dan
manajemen perbankan merupakan suatu referensi bagaimana resistensi yang
dilakukan oleh debitur terhadap kapitalisme ekonomi. Memang disisi lain, aspek
tanggung juga merupakan hal yang penting, tetapi yang paling penting bagaimana
ekonomi itu dimonopoli oleh kapitalisme. Oleh sebab itu, bentuk-bentuk resistensi
yang dilakukan oleh debitur yang bermasalah merupakan kajian sosiologi
ekonomi.

2.2.Landasan Teori Interaksi Sosial


Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia bergantung dan
membutuhkan individu lain atau makhluk lainnya. Dalam hidup bermasyarakat,
manusia dituntut untuk berinteraksi dengan sesama secara baik agar tercipta
masyarakat yang tentram dan damai.Interaksi adalah suatu rangkaian tingkah laku
yang terjadi antara dua orang atau lebih dari dua atau beberapa orang yang saling
mengadakan respons secar timbal balik. Oleh karena itu, interaksi dapat pula
diartikan sebagai saling mempengaruhi perilaku masing-masing. Hal ini bisa
terjadi antara individu dan individu lain, antara individu dan kelompok, atau
antara kelompok dan kelompok lain.
Menurut Gerungan (1996) secara lebih mendalam menyatakan interaksi
sosial adalah proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis
kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain.
Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu

17

Universitas Sumatera Utara


lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang
pertama.
Menurut Basrowi (2014) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan
dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok,
maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat
kerjasama, tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya.
Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi
menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar
individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi,
mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Menurut Soerjono Soekanto bentuk umum proses sosial adalah interaksi
sosial, sedangkan bentuk khususnya adalah aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi
sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hunbungan antara
orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya
kontak sosial dan adaanya komunikasi (Bungin, 2009: 55).
Setiap individu yang berhubungan dengan individu yang lain, baik
hubungan sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok, hubungan sosial itu memiliki aspek-aspek sebagai
berikut (Santoso, 2004)
1) Adanya hubungan, Setiap interaksi tentu terjadi karena adanya
hubungan antara individu dengan individu maupun antara individu
dengan kelompok, serta hubungan antara kelompok dengan kelompok.
Hubungan antara individu dengan individu ditandai antara lain dengan
tegur sapa, berjabat tangan, dan bertengkar.
2) Ada individu, Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu
individu yang melaksanakan hubungan. Hubungan sosial itu terjadi
karena adanya peran serta dari individu satu dan individu lain, baik
secara person atau kelompok.

18

Universitas Sumatera Utara


3) Ada tujuan, Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti
mempengaruhi individu lain.
4) Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok, Interaksi
sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok ini
terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok.
Tiap-tiap individu memiliki fungsi dalam kelompoknya. Individu di
dalam kehidupannya tidak terlepas dari individu yang lain, oleh karena
itu individu dikatakan sebagai makhluk sosial yang memiliki fungsi
dalam kelompoknya.
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang
dinamis. Hubungan sosila yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu
yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat
simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya
diberikan kepadannya oleh mereka yang menggunakannya.
Menurut H. Bonner, interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau
lebih individu manusia, diman kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.
Definisi ini menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi sosial antara
dua atau lebih manusia itu.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, tanpa
interaksi sosial tidak ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan
secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu
kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-
orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan
persaingan, pertikaian dan lain sebagainya.
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah tindakan yang
bermakna terhadap sesuatu dan juga bagi manusia. Interaksi antara seseorang
dengan sesamanya memberikan makna terhadap sesuatu, bersifat tidak tetap dan
dapat dirubah. Perubahan atas makna tersebut terjadi karena adanya penafsiran
atas sesuatu. Selanjutnya adanya kontak sosial dan komunikasi antara dua

19

Universitas Sumatera Utara


individu atau kelompok melahirkan interaksi sosial. Ciri fisik dan penampilan
menjadi sumber informasi ketika dimulainya interaksi sosial atau komunikasi atau
interaksi sosial.
Ruang dalam interaksi sosial menurut Robert T. Hall dan W.I. Thomas
yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Pada dimensi waktu
menunjukkan adanya batasan toleransi yang mempengaruhi bentuk interaksi.
Selanjutnya dimensi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum bereaksi.
Situasi yang dimaksud didefinisikan oleh individu dan masyarakat.

2.2.1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial


Soerjono Sukanto (2015) interaksi sosial terjadi hanya jika adanya
kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial tidak harus terjadi hubungan
badaniah, orang-orang dapat berhubungan satu dengan yang lain melalui berbagai
media seperti telepon, radio atau media lainnya. Kontak sosial memiliki beberapa
sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif
adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak
sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak
menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer
atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan
langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder
memerlukan suatu perantara.
Komunikasi tafsiran seseorang kepada orang lain yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi
sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain.
Hal ini kemudian menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat
ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap
sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi
memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi

20

Universitas Sumatera Utara


disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena
salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.
2.2.2. Jenis-Jenis Interaksi Sosial
Interaksi antara Individu dan Individu. Pada saat dua individu bertemu,
interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan
kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-
masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam
diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu,
seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika
sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain.
Interaksi antara Kelompok dan Kelompok. Interaksi jenis ini terjadi pada
kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok
yang bersangkutan. Contohnya, permusuhan antara Indonesia dengan Belanda
pada zaman perang fisik. Interaksi antara Individu dan Kelompok. Bentuk
interaksi di sini berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Interaksi tersebut lebih
mencolok manakala terjadi perbenturan.

2.2.3 Teori Resistensi


James C. Scott (2000) mejelaskan secara gamblang mengenai perlawanan
terhadap eksploitasi penguasa oleh kelompok marginal dan lemah. Bentuk
perlawanan secara de facto merupakan perlawanan secara terbuka. Hasil dari
perlawanan lebih nyata dan terasa, diantaranya adalah dengan berpura-pura
bodoh. Petani menggunakan cara ini untuk mengalahkan dominasi orang-orang
kaya yang mencoba menyerobot pekerjaan, sewa, makanan dan bunga pinjaman
dari mereka yang lemah. Beberapa bentuk perlawanan model ini adalah dengan
upaya memperlambat pekerjaan, melarikan diri, pencurian, sabotase dan
sebagainya. Perlawanan model tersebut biasanya tidak terkoordinir dan tidak
terencana. Cara-cara seperti ini terbukti efektif dalam jangka panjang justru
terbukti paling efektif. Bentuk perlawanan tersebut merupakan upaya untuk
menyatakan kehadiran politis kaum lemah dan tertindas. Lebih lanjut James Scoot
menjelaskan bahwa perlawanan yang terjadi didominasi oleh pertarungan antar
kelas dan ideologis. Pertarungan antar kelas kaya dan miskin merupakan

21

Universitas Sumatera Utara


pertarungan simbol tentang pemaknaan terhadap masa lalu dan masa kini, bukan
sebatas pertarungan tentang pekerjaan, hak milik, dan uang.
Resistensi kaum buruh dalam keseharian menjadi bermakna kultural
karena merupakan manivestasi terhadap kesewang-wenangan yang dilakukan oleh
pihak lain yang dianggap kuat. Perlawanan merupakan serangkaian tindakan dari
anggota kelompok kelas subordinat yang ditunjukan untuk mengurangi atau
menolak suatu klaim (seperti sewa, pajak, atau prestise) dari kelas subordinat
(pemilik lahan, petani kaya, atau negara) atau ditunjukan untuk meningkatkan
kelas sosialnya sendiri dalam kerja, tanah, sumbangan, atau rasa hormat (Scott
(1990:36). Kelas sosial yang lemah atau kalah dalam menghadapi kelompok yang
kuat cenderung kurang tertarik untuk melakukan perlawanan terbuka, karena
mengandung risiko. Perlawanan kelas petani akan mengikuti aturan main dan
sistem yang ada serta minimalisasi kerugian diri. Hal ini merupakan kritik atas
model perlawanan terbuka, konfrontatif dan revolusioner.

1.3. Pola Komunikasi Collector dengan Nasabah


Pola komunikasi merupakan hubungan antara dua orang atau lebih dalam
proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1). Pola komunikasi Collecktor
menentukan keberhasilan proses penagihan terhadap debitur. Dalam komunikasi
collector-debiturtersebut terjadi pertukaran simbol-simbol. Karena tingginya
angka piutang yang berisiko menunggak maka melahirkan profesi collector.
Selain menggunakan jasa collector, terdapat alternatif yaitu melalui pengadilan.
Sayangnya hal ini bukan menjadi pr namun selain memerlukan waktu yang
panjang, juga ada biaya tambahan yangharoritas karena memerlukan waktu yang
lama dan biaya tambahan yang mungkin tidak sebanding dengan hasilnya.
Sebagai contoh kode etik collector pada Bank X dalam melaksanakan
tugas penagihan adalah:
1. Selalu menggunakan bahasa positif, tidak boleh memaki, menghina,
menggunakan kata-kata kasar, pelecehan dan SARA.
2. Memastikan nomor telepon debitur yang dituju benar.

22

Universitas Sumatera Utara


3. Berhati-hati dalam melakukan penagihan terhadap debitur public expose,
tinggal di komplek instansi pemerintah, perumahan mewah, mempunyai
jabatan penting, dan nasabah prioritas Bank X.
4. Mencatatn informasi hasil tindak lanjut secara ringkas dan jelas dalam sistem.
Tidak menulis informasi apapun di permanent message.
5. Tidak melakukan intimidasi terhadap informan kontak darurat, atasan dll.
6. Tidak melakukan pembayaran melalui rekening pribadi.
7. Tidak membocorkan data-data yang berkaitan dengan penagihan.

Tahapan penagihan berdasar SOP-Micro Collection Departmen Bank X”


ada 5 tahap yaitu:
1. Servicing: Upaya untuk mengingatkan nasabah melalui panggilan telepon.
2. Locating: Kegiatan kunjungan ke rumah debitur atau alamat lain yang tertera
untuk mendapatkan informasi.
3. Contacting: Upaya melakukan kontak kembali setelah nasabah ingkar janji
mengacu pada janji yang dibuat sebelumnya.
4. Selling: Upaya meyakinkan debitur untuk melakukan pembayaran setelah
adanya kesepakatan.
5. Tekanan Hukum (Legal enforcement): Merupakan tindakan hukum dan
menjadi jalan terakhir ketika semua upaya penagihan sebelumnya mengalami
kegagalan.
Secara umum kegagalan proses penagihan disebabkan lemahnya proses
komunikasi yang digunakan oleh collector. Kegagalan komunikasi terjadi karena
pada dasarnya collector menghendaki pembayaran tagihan yang maksimal,
sedangkan debitur menghendaki adanya pengertian dari collector dengan
kesusahan dan kondisi debitur.

1.4. Konsep Kredit dalam Perbankan


Kredit merupakan penyediaan uang berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu, termasuk
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

23

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud
dengan kredit adalah sebagai berikut : “penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2.4.1 Manfaat dan Prinsip Kredit


Menurut Pudjo Mulyono (1996 : 207) manfaat kredit adalah :
1) Sumber pendapatan berupa bunga. Karena adanya pendapatan bunga
maka setiap bank dapat mengembangkan usahanya.
2) Menjaga solvabilitas. Dengan kredit yang lancar dapat digunakan untuk
pembayaran kembali dana dan bunga yang dipinjamkan dari nasabah.
3) Sebagai alat pemasaran produk dan jasa bank yang lain.
4) Pengembangan staf bank untuk mengenal dunia bisnis yang lain.
Martono (2002) prinsip perkreditan disebut juga sebagai konsep 6C yaitu:
1) Character.
Penilaian kepribadian calon debitur dalam hal tingkat kejujuran dan tekad
baik dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.
2) Capacity.
Penilaian terhadap kapasitas untuk melunasi kewajibannya melalui
kegiatan usaha yang dibiayai dengan kredit dari bank.
3) Capital,
Penilaian terhadap modal dan penempatan distribusi modal calon debitur.
4) Collateral.
Merupakan jaminan fisik berupa harta benda yang bernilai, mempunyai
nilai harga stabil dan mudah dijual.
5) Condition of Economy,
Merupakan situasi ekonomi dan politik, sosial, serta kondisi sektor usaha
calon debitur.
6) Constraint.

24

Universitas Sumatera Utara


Penilaian atas kebiasaan atau budaya yang menghambat seseorang
melakukan bisnis di suatu tempat.

2.4.2 Penggolongan Kolektibilitas Kredit


Kolektibilitas adalah suatu pembayaran pokok atau bunga pinjaman oleh
nasabah sebagaimana terlihat tata usaha bank berdasarkan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia (BI) No. 32/268/KEP/DIR tanggal 27 Pebruari 1998,
maka kredit dapat dibedakan menjadi :
1) Kredit lancar, Kredit lancar yaitu kredit yang pengembalian pokok
pinjaman dan pembayaran bunganya tepat waktu, perkembangan rekening
baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
Kredit lancar mempunyai kriteria sebagai berikut :
a) Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu.
b) Memiliki mutasi rekening yang aktif.
c) Bagian dari kredit yang dijamin dengan uang tunai.
2) Kredit kurang lancar Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman atau
pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai
180 hari dari waktu yang telah disepakati. Kredit kurang lancar
mempunyai kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah
melampaui 90 hari.
b) Frekuensi mutasi rendah.
c) Terjadi pelnggaran terhadap kontrak yang telah dijanjikan lebih
dari 90 hari.
d) Terjadi mutasi masalah keuangan yang dihadapi debitur.
e) Dokumentasi pinjaman lemah.
3) Kredit diragukan Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya terdapat tunggakan yang telah melampaui 180 hari
sampai 270 hari dari waktu yang disepakati. Kredit diragukan memiliki
kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angusran pokok atau bunga yang telah
melampaui 180 hari.

25

Universitas Sumatera Utara


b) Terjadinya wanprestasi lebih dari 180 hari.
c) Terjadi cerukan yang bersifat permanen.
d) Terjadi kapitalisasi bunga.
e) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian maupun
pengikat pinjaman.
4) Kredit macet Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari.
Kredit macet mempunyai kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 270
hari.
b) Kerugian operasional dituntut dengan pinjaman baru.
c) Jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar, baik dari segi
hukum maupun dari segi kondisi pasar.

Terdapat beberapa kasus kredit macet dengan nilai cukup fantastis di


Indonesia, di antaranya adalah kasus yang terjadi di Kejati Jawa Timur pada 2014.
Berdasarkan beritajatim.com, “Yudi Setiawan, Direktur PT Cipta Inti Parmindo,
terbelit kasus dugaan korupsi (kredit macet) di Bank Jatim cabang HR
Muhammad Rp 52,3 miliar dan BJB cabang Surabaya Rp 58,2 miliar. Di kasus
yang pertama dia sudah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya 17
tahun penjara. Sementara di kasus kedua dia dituntut JPU Kejati 10 tahun penjara.
Adapun Eddy, Direktur PT SBA, terbelit kasus korupsi (kredit macet) di Bank X
Rp 172 miliar”. Kasus kredit macet dengan nilai besar tersebut melibatkan
pengusaha besar. Penyebab kredit macet tersebut adalah pengelolaan yang tidak
tepat atas kredit yang diberikan serta itikad baik untuk melakukan pelunasan,
bukan dari tingkat ekonomi nasabah.
Berdasarkan TEMPO.co pada Juni 2015 terjadi peristiwa penagihan yang
telah menewaskan nasabah di Makassar. Kasus tersebut memang tidak melibatkan
uang dengan nilai yang tinggi, yang terjadi karena ketidakmampuan nasabah
untuk melunasi kreditnya. Selain faktor yang disebabkan oleh nasabah dan juga
pihak bank, kasus kredit macet dapat juga disebabkan oleh karena adanya bencana
alam. Misalnya adalah banjir Manado pada Januari 2014, sebanyak 357.597

26

Universitas Sumatera Utara


debitur Bank BRI dengan total pinjaman mencapai Rp 18,2 triliun kehilangan
harta bendanya sehingga menyembabkan kredit macet.
Sutoyo (2008:25) “Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah
dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya, Return on Assets
(ROA) yaitu salah satu tolok ukur profitabilitas akan menurun, dengan akibat nilai
kesehatan operasi di masyarakat dan di dunia perbankan pada khususnya akan
ikut menurun”. Kredit bermasalah dan Kualitas aktiva produktif akan berdampak
pada tingkat kemampuan bank untuk memperoleh profitabilitas.
Akan tetapi beberapa penelitian berpandapat bahwa kredit
macet/bermasalah (NPL) hanya mempengaruhi tingkat Solvabilitas serta
Profitabilitas perbankan saja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andi
Priyo Utomo, ST. Rasio likuiditas (Quick Ratio, Asset to Loan Ratio, Cash Ratio,
dan LDR) tidak dipengaruhi oleh NPL, hal ini disebabkan karena bank selalu
menjaga tingkat likuiditas demi menjaga kepercayaan masyarakat.

2.5 Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah


Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan kredit bermasalah
yaitu:
2.5.1 CharacterBuruk Debitur
Debitur berkarakter buruk senantiasa berupaya untuk menunda
pembayaran bahkan dengan sengaja melakukan pemalsudan dokumen pengajuan
kredit. Debitur yang baik selalu berusaha untuk melakukan pembayaran sebelum
jatuh tempo termasuk diantaranya adalah dengan menjual agunan demi reputasi
dan kelancaran pembayaran kredit.
2.5.2 CapacityRendah
Rendahnya kapasitas terkait dengan keadaan keuangandebituruntuk
melakukan pembayaran kreditnya pada saat jatuh tempo. Kemampuan membayar
tersebut didasarkan pada prospek usaha yang dikaitkan dengan kemampuan
menjalankan usahadenganbaiksehinggamemperolehlaba. Selanjutnya dari laba
tersebut disisihkanuntukmembayarhutangkepadabank.

2.5.3 Collateral TidakMencukupi

27

Universitas Sumatera Utara


Beberapa bank membuat syarat agunan sebesar 125% dari pembiayaan
yang diberikan, dengan harapan ketika debitur mengalami gagal bayar
tigakaliberturut-
turut,makabankdapatmenjualagunanyangadauntukmenutupsisahutang kepada
bank. Selain agunan dalam bentuk fisik, ada jaminan non fisik seperti personal
garansi. Seseorang yang teruji kejujuran dan ketaatan dapat mengajukan
pembiayaan tanpa agunan. Jika collateral tidak mencukupi akan
mempengaruhikesungguhandebiturdalam menyelesaikan kewajiban pembayaran.

2.5.4 Capital TidakMemadahi


Capital merupakan keseluruhan modal nasabah baik yang ada didalam
usaha maupun diluar dana bank yang diperolehnya. Dalam menjalankan usahanya
bank dan debitur pada dasarnya melakukan penggabungan modal. Jika modal
nasabah terlalu kecil (tidak mencapai 20%) akan berpengaruh kepada
kesungguhannya untuk mengelola usaha. Hal ini disebabkan karena debitur
tidak mengkhawatirkanjika terjadi kerugian usaha.

2.5.5 Condition of Economy yang TidakMendukung


Conditionofeconomymerupakansalah satu yang dapat menyebabkan gagal
bayar diluarfaktor dari debitur, misalnya adanya krisis ekonomi. Selain itu ada juga
faktor perubahan pola konsumsi infra struktur serta perubahan teknologi.

2.6 Konsep Penelitian


Konsep penelitian dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada teori
konsep interaksi sosial antara penagih dan debitur dalam ekonomi kredit mikro.
Peneliti berusaha memahami dinamika sosial yang terjadi antara debitur dan
penagih, mulai dari pemberian kredit, sampai pada tahap penagihan. Peneliti
berusaha menggali pola-pola pendekatan yang digunakan oleh bank, dalam hal ini
penagih (collection) dalam sebuah sistem perbankan, baik yang tertulis maupun
yang nyata dalam praktik sosial dalam sebuah kajian sosiologi.
Pola ini diinterpretasikan dalam instrumen sosial sebagai fakta sosial
sebagai satu kesatuan dalam memahami dinamikan sosial, misalnya bentuk

28

Universitas Sumatera Utara


perlawanan yang sering dilakukan oleh debitur dalam interaksi. Bentuk-bentuk
resistensi mengacu pada pemikiran James Scott. Bentuk-bentuk resistensi ini
dipahami dari sudut pandang sosiologi ekonomi sebagai satu kesatuan antara
debitur dengan penagih (bank). Selain itu, peneliti memahami hubungan antara
debitur dan kreditur sebagai hubungan dominasi kekuasaan kapitalisme ekonomi
yang mempunyai sistem sebagai berikut.

Bank Penagih

Interaksi
Sosial

Debitur Lancar Debitur Macet

Debitur
Macet

Bentuk
Terbuka Resistensi tertutup

Gambar 2.1. konsep Penelitian

29

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosiologi ekonomi, khusus


debitur lancar dan tidak lancar yang berinteraksi dengan collector yang
bermasalah dengan kredit. Berbagai alasan dikemukakan menjadi analisis peneliti
untuk dipetakan sebagai resistensi dengan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif dianggap peneliti dapat digunakan dalam penelitian ini.
Metode kualitatif dapat mengungkapkan sifat pengalaman seseorang dengan
fenomena tertentu, serta untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik
fenomena yang sedikit pun belum diketahui, juga untuk mendapatkan wawasan
tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui (Strauss dan Corbin, 2003).
Metode kualitatif ini bersifat terbuka dan dinamis sehingga
memungkinkan informan untuk mengungkapkan pengalamannya dengan terbuka.
Selain itu, dalam metode kualitatif ini diperlukan kemampuan peneliti untuk
menangkap sudut pandang informan berkaitan tentang bentuk-bentuk resistensi
dan strategi dalam menyelesaikan setiap permasalah antara debitur dan penagih.

3.2. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini dilakukan di Bank X Kota Medan, khususnya Kredit
Mikro NPL. Penelitian ini dengan melakukan pemetaan terhadap setiap
permasalahan dari setiap cabang di wilayah kota Medan. Peneliti mengikuti
perkembangan dari memilih beberapa orang menjadi kunci informan, terutama
nasabah yang pernah mengalami penyitaan asset, dan juga memberikan
perlawanan.

3.3. Informan Penelitian


Objek penelitian dalam para nasabah (debitur) yang pernah bermasalah
dalam membayarkan sangkutan kredit dari pihak Bank X. Peneliti juga
mengadakan wawancara dengan manager bagian collector untuk mengetahui

30

Universitas Sumatera Utara


resistensi-resistensi yang sering dilakukan oleh nasabah mulai dari awal sampai
penyitaan asset.
Informan dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling
secara structural adalah manager collector, sekretaris, pengawai collector, dan
debitur lancar dan bermasalah, dan pihak-pihak yang terkait dalam pihak kredit di
Bank X.
Penetuan informan dengan mengacu pada data yang dimiliki oleh
collector, terutama pada debitur lancar dan tidak lancar. Para awal penelitian,
peneliti mewawancarai informan (debitur yang lancar), terutama menggali
informan strategi pembayaran utang, dan mengapa bisa dilunasi, serta kendala-
kendala yang dihadapi sebagai debitur di Bank X. Peneliti juga menggali
informasi lebih mendalam kepada debitur yang tidak lancar, terutama alasan
belum membayar cicilan, dan berbagai kendala-kendala lainnya. Untuk
mendapatkan data yang akurat, peneliti juga mewawancarai collector dan
manager devisi ekonomi kredit mikro, untuk memahami pola-pola interaksi
dengan debitur. Pada akhirnya, peneliti juga mewawancarai beberapa narasumber
yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman terkait dengan bank, terutama
dari pihak bank swasta di Kota Medan. Ini berkaitan dengan implementasi
kebijakan perbankan dalam memperlakukan debitur dari aspek sosial.

3.4. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan tiga cara pengumpulan data: teknik observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi yang akan diuraikan sebagai berikut.

3.4.1. Observasi
Penelitian ini menggunakan tiga cara pengumpulan data: teknik observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi Selain itu dalam observasi ini akan
diamati juga asset yang dijadikan agun, surat-surat peringatan dan lain
sebagainya.

3.4.2. Wawancara

31

Universitas Sumatera Utara


Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang yaitu
pewancara (interviewer) yang memberikan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan pertanyaan tersebut (Moleong, 1991:135).
Wawancara dalam melakukan penelitian ini adalah wawancara mendalam, yaitu
peneliti dan informan berinteraksi satu sama lain dengan waktu yang relatif lama
sehingga peneliti dapat membangun rapport dengan informan.
Wawancara ini bisa dilakukan berkali-kali sesuai dengan keperluan
tentang kejelasan masalah yang diteliti, dan cara yang dilakukan dengan
tidak menggunakan struktur yang ketat dan formal, sehingga informasi yang
terkumpul memiliki kedalaman yang cukup. Hal ini akan terasa lebih
longgar bagi informan, sehingga informasi yang diharapkan sesuai dengan
yang sebenarnya. Dalam melakukan wawancara ini peneliti juga menggunakan
pedoman wawancara agar dalam pelaksanaannya dapat terstruktur dengan baik
sehingga memudahkan dalam mencari informasi yang dibutuhkan.
Wawancara dilakukan dengan waktu dan tempat yang disepakati oleh
peneliti dengan informan. Untuk menjaga agar wawancara tetap pada fokus
penelitian, peneliti akan menggunakan interview guide sehingga pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan tetap terarah dan tidak lari dari fokus penelitian.
Selain menggunakan interview guide, peneliti juga akan menggunakan recorder
untuk merekam proses wawancara informan untuk memperkuat akurasi data.
Penelitian ini juga akan menyiapkan dokumentasi, seperti bahan-bahan dari data
yang berkaitan serta foto-foto momen yang mendukung penelitian.

3.4.3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen dari lembaga atau instansi yang terkait. Juga bisa berbentuk
sebuah foto atau sebuah rekaman video yang relevan dengan penelitian ini. Pada
bagian ini perlu diperhatikan laporan NPL, Kendala-kendala yang dihadapi oleh
Bank.
Berbagai dokumen yang sangat penting dalam kajian ini adalah surat
perjanjian kontrak kredit antara bank dengan debitur, surat peringatan pertama dan

32

Universitas Sumatera Utara


ketiga yang diberikan kepada debitur, serta berbagai dokumen analisis terkait
dengan data-data debitur NPL.
Dokumen ini dianalisis dan diinterpretasikan dalam hubungannya dengan
temuan-temuan di lapangan, terutama dalam budaya sistem perbankan. Ini
menjadi acuan untuk melihat gejala-gejala sosial sebagai fakta sosial yang
diwujudnyatakan dalam praktik sosial. Analisis ini akan mempermudah
menemukan pola-pola interaksi sosial, sehingga mekanisme dalam perbankan
berjalan dengan baik.

3.5. Analisis Data


Setelah semua data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis
data. Proses analisis adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke
dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Sebelum analisis data diolah
terlebih dahulu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi editing dan koding.
Editing dilakukan dengan memeriksa daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah
dikembangkan oleh responden, yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang
ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah dilakukan. Sedangkan koding
dilakukan dengan mengklasifikasikan jawaban-jawaban informan kedalam
kategori-kategori. Berdasarkan jenis data kualitatif kata-kata dibangun dari hasil
wawancara atau pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk
mendeskripsikan dan dirangkum (Patilima, 2005:88).
Adapun kegiatan dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Patilima, 2005:98). Dalam tahapan
tersebut reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak diperlukan dan
mengorganisasikan data dengan sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya
dapat ditarik dan di verifikasi.
Penyajian data yang dimaksud adalah dengan menyederhanakan informasi
yang kompleks ke dalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dan diseleksi atau
konfigurasi yang sudah dipahami. Penarikan kesimpulan didasarkan pada konsep

33

Universitas Sumatera Utara


dan alat yang diperoleh oleh peneliti dari lapangan. Data-data tersebut sebelumnya
telah melalui proses verifikasi atau proses pembuktian kembali yang dimaksudkan
untuk mencari pembenaran dan persetujuan sehingga validitas dapat tercapai.

34

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Deskripsi Umum Tentang Bank X


4.1.1. Perkembangan Bank X
Bank X merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan oleh
Pemerintah Indonesia yaitu dengan meleburkan Bank Ekspor Impor Indonesia,
Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, dan Bank Pembangunan Indonesia pada
Juli 1999 (Laporan Tahunan Bank X, 2018). Tahun 2003 Bank X melakukan
Initial Public Offering (IPO). 2005 Menjadi tahun titik balik dengan
mencanangkan Transformasi Tahap 1 sampai dengan 2010, untuk menjadi Bank
yang unggul di tingkat regional (regional champion). Transformasi dilakukan
dengan 4 (empat) strategi utama, yaitu implementasi budaya, pengendalian non-
performance loan secara agresif, meningkatkan pertumbuhan bisnis yang
melebihi rata-rata pertumbuhan pasar, serta pengembangan dan pengelolaan
program aliansi antar-direktorat
Tahun 2006-2007, Bank X menjalankan Program Transformasi “Back on
Track”. Tahun 2010 menjadi tahap terakhir dalam rangkaian transformasi
“Shaping the end game” yang sudah dijalankan sejak 2005, dimana Bank X
menargetkan untuk menjadi bank regional terdepan melalui konsolidasi dari bisnis
jasa keuangan dan lebih mengutamakan peluang strategi pertumbuhan non-
organik. Melalui proses transformasi tersebut, Bank X secara konsisten berhasil
meningkatkan kinerjanya yang tercermin dari peningkatan di berbagai indikator
finansial. 2011 pada tahun ini Bank X melakukan right issue dengan menerbitkan
2.336.838.591 lembar saham dengan harga Rp5.000 per lembar saham. (Laporan
Tahunan Bank X 2018).
Periode 2008 Bank X mengimplementasikan Tahap 2 Program
Transformasi “Outperform the Market” yang berfokus pada ekspansi bisnis untuk
menjamin pertumbuhan yang signifikan di berbagai segmen usaha dan mencapai
level profit yang melampaui target rata-rata pasar. Pada tahun 2011 Bank X
melakukan right issue dengan menerbitkan 2.336.838.591 lembar saham dengan
harga Rp 5.000 per lembar saham. Tahun ini sekaligus menjadi tahap awal

35

Universitas Sumatera Utara


pelaksanaan Transformasi Lanjutan tahun 2010-2014, dimana Bank X telah
melakukan revitalisasi visi nya menjadi “Lembaga Keuangan Indonesia yang
paling dikagumi dan selalu progresif”. 2012 Transformasi lanjutan di tahun 2012
dilakukan melalui Transformasi Bisnis, yang berfokus pada 3 (tiga) area utama,
yaitu Wholesale Transaction, Retail Deposit and Payment serta Retail Financing.
2014 Bank X telah berhasil melaksanakan transformasi tahap kedua dan bersiap
untuk melanjutkan Corporate Plan 2015-2020.
Tahun 2015 Tahun ini menjadi babak baru dalam Transformasi Tahap 3
untuk menjadi “The Best Bank in ASEAN 2020”. Transformasi Tahap 3 (tiga) ini
akan membawa Bank X menjadi Regional Player yang siap berkompetisi di pasar
ASEAN untuk memberikan layanan keuangan terbaik bagi seluruh nasabah dan
masyarakat sekaligus menjadi kebanggaan Indonesia sebagai institusi keuangan
terbaik di ASEAN.
Tahun 2016 Tahun ini Bank X telah melakukan sejumlah aksi korporasi
seperti penerbitan Obligasi Keberlanjutan, Efek Beragun Aset Dalam Bentuk
Surat Partisipasi (EBA-SP) dan nilai total aset yang menembus Rp1.000 triliun.
2017 Bank X mulai menerapkan Corporate Plan Restart yang telah dicanangkan
pada September 2016. Sebagai hasil dari penerapan strategi tersebut, Laba bersih
Bank X secara tahunan berhasil tumbuh signifikan sebesar 49,5%.
Akhirnya tahun 2018 Bank X menerapkan new culture di awal tahun 2018.
Penerapan dari budaya baru ini berhasil menjadikan Bank X berada di peringkat
11 dari 500 Perusahaan terbaik dunia dari sisi lingkungan kerja atau “The World
Best Employers 2018” versi Majalah Forbes. Sebagai sumber pendanaan baru,
tahun ini Bank X menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I Bank X Tahap III Tahun
2018 sebanyak Rp3 triliun dan Medium Term Notes Subordinasi I Bank X Tahun
2018 sebanyak Rp 500 miliar (Laporan Tahunan Bank X 2018).
Tahun 2018 bertepatan dengan 20 (dua puluh) tahun usia Bank X. Dengan
perjalanan yang relatif masih muda, Bank X telah mampu memantapkan
kinerjanya di tengah berbagai tantangan yang dihadapi. Kinerja Bank X telah back
on the track yang antara lain diwujudkan dengan kinerja penurunan Non
Performing Loan (NPL) yang cukup signifikan, dari sebesar 4,0% di tahun 2016
menjadi kurang dari 2,9% di tahun 2018 serta pertumbuhan kredit di atas 10,0%

36

Universitas Sumatera Utara


yang diikuti dengan pencapaian laba yang berkisar sebesar Rp25 triliun secara
konsolidasi. Hal ini merupakan hasil dari perubahan strategi bisnis yang efektif,
antara lain dengan kembali ke Existing Core Competence di segmen Corporate-
Large Corporate dan mengakselerasi New Core Competence di segmen Retail
Banking.
Kedepannya, dengan semangat Satu Hati Satu Mandiri yang kuat dan
rencana strategi yang tepat, khususnya melalui transformasi Teknologi Informasi
yang lebih fundamental disertai penguatan pengelolaan Human Capital yang
fokus dalam menghadapi era digitalisasi dan generasi milenial, Bank X optimis
akan dapat menangkap berbagai peluang sehingga mampu bertumbuh dengan
sangat baik.
Tahun 2017 Bank X berada pada fase Transformasi tahap III yang
berlangsung pada tahun 2015 sampai dengan 2020. Pada fase ini Bank X ingin
memantapkan visinya menjadi “Indonesia’s best, ASEAN’s prominent” yang
dibuktikan dengan upaya dalam mengatasi tantangan yang dihadapi di tahun
sebelumnya. Bank X senantiasa berupaya untuk menciptakan kerja nyata dalam
segala aspek usahanya. Berbagai langkah strategis, inovasi yang berkelanjutan
serta peningkatan kualitas SDM juga terus dikembangkan sepanjang tahun 2016
yang didukung oleh implementasi prinsip tata kelola perusahaan yang baik, untuk
memperkuat landasan usaha Bank X di masa yang akan datang.
Bank X sebagai sahabat negeri adalah sebuah bakti dari sebuah Bank
terbesar di Indonesia, dengan produk dan jasa yang dimiliki, maka Bank X dapat
memberikan inspirasi, bekerja dan tumbuh bersama serta mendukung seluruh
lapisan masyarakat. Berpegang pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik,
sepanjang tahun 2015 Bank X tidak hanya berhasil merealisasikan rencana bisnis
serta mampu menciptakan kemajuan dan pertumbuhan bisnis, namun juga telah
memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Laporan Tahunan Bank X 2018).
Dalam rangka membawa misi untuk mengambil peran aktif dalam
mendorong pertumbuhan jangka panjang Indonesia, Bank X selalu melakukan
segala upaya untuk terus berkarya untuk Indonesia. Hal itu Bank X wujudkan
dengan selalu menyalakan semangat menjadikan Bank X sebagai bank dengan

37

Universitas Sumatera Utara


kinerja keuangan dan operasional terbaik serta memberikan sumbangan yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat dan lingkungan.

4.1.2. Kode Etik Collection


Sistem perbankan Bank X memiliki kode etik yang harus dipegang teguh
oleh pihak penagih/collection dan diketahui oleh pihak RRCC Maneger Bank X
dan ditandatangani oleh pihak Collection diatas materai enam ribu rupiah yang
memperlihatkan komitmen Bank X untuk menghindari segala bentuk
penyelewengan kode etik collection sebagai berikut.
1) Melakukan aktivitas kunjungan di luar kantor, wajib membawa surat tugas
yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan menggunakan kartu
identitas resmi yang dikeluarkan oleh PT Bank X (Persero) Tbk yang
dilengkapi dengan foto diri;
2) Bersikap jujur dan bertanggungjawab terhadap tugas yang diterima dan hasil
pembayaran kewajiban debitur;
3) Berpenampilan rapi dan bersikap sopan pada waktu melakukan penagihan.
4) Melakukan kunjungan pada pukul 08.00 s.d. 20.00 waktu setempat. Di luar
waktu tersebut, dapat dilakukan atas persetujuan debitur atau dengan
sepengetahuan atasan.
5) Dilarang menerima segala bentuk pemberian dari pihak Debitur selain dari
pembayaran kewajiban kredit Debitur;
6) Dilarang mengambil keputusan sepihak diluar tugas dan kewenangannya;
7) Dilarang memberikan data debitur kepada pihak lain (perorangan maupun
istitusi) yang tidak berkepentingan
8 Dilarang melakukan kerjasama/hubungan dengan Debitur diluar hubungan
pekerjaan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Bahwa saya sebagai Petugas Penagihan/collectormenyatakan telah
membaca dan memahami Kode Etik ini. Jika saya melanggar Kode Etik ini, maka
saya bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan PT Bank X (Persero) Tbk
maupun ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dan bersedia
mengganti/menanggung semua kerugian yang timbul kepada PT Bank X (Persero)
Tbk.

38

Universitas Sumatera Utara


4.1.3. Sistem Kerja Devisi Collection
Sistem kerja devisi Collection/penagihan di Bank X Retail Credit
Collection (RCC) adalah devisi yang menangani kredit bermasalah di Bank X.
Yang mana penaganan yang dilakukan adalah melalui tunggakan 1 bulan (30 hari)
sampai kepada pelelangan asset debitur. Biasanya nasabah yang masih
menunggak 1 bulan itu hanya dilakukan melalui desk call atau penagihan melalui
telp kepada debitur,untuk 2 bulan sampai 3 bulan juga masih melalui telp dan
kunjungan ke tempat debitur melalui pegawai yang mengelola debitur-debitur
yang ada di cabang dan unit masing masing.
Untuk kredit bermasalah atau NPL, pegawai yang menagani kredit tersebut
juga diberikan pekerjaan berdasarkan unit atau cabang kelolaan masing masing
yang telah ditentukan berdasarkan pembagian kerja oleh atasan. Hasil dari
pekerjaan sebagai collection ini yang menentukan hasil dari pekerjaannya.
Status kepegawaian collection di Retai Credit Collection. Untuk status
kepegawaian di collection mandiri yaitu ada yang status sebagai pegawai mandiri
dan ada sebagai pegawai pihak ke 3 atau melalui tenaga kontrakkan. Yang mana
perubahan status ini dapat berubah apabila hasil dari pekerjaannya sebagai
collection mendapatkan target, sehingga pihak manajemen dapat mengangkat
pegawai tersebut berubah alih status menjadi pegawai tetap, bahkan sampai
kejenjang atas, dan ini dilihat dari hasil kinerja.
Penetapan kualitas kredit hanya dapat didasarkan pada ketepatan
pembayaran berikut :
1. Lancar (Kolektibilas 1): apabila tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok
dan/bunga.
2. Dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2): apabila terdapat tunggakan
pembayaran pokok dan/bunga sampai 90 hari.
3. Kurang lancar (kolektibilitas 3): apabila terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan /bunga sampai dengan 120 hari.
4. Diragukan (kolektibilitas 4): apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok
dan atau bunga sampai dengan 180 hari.

39

Universitas Sumatera Utara


5. Macet (kolektibilitas 5) apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok
dan/atau bunga diatas 180 hari.
Kredit yang akan digolongkan bermasalah (Non Performing Loan/NPL),
apabila telah masuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Tujuan
klasifikasi tersebut antara lain untuk menetapkan tingkat cadangan potensi
kerugian akibat kredit bermasalah, dan inilah yang menyebabkan keadaan suatu
bank yang di nilai apakah kondisi bank tersebut sehat atau tidak melalui besarnya
kredit macet suatu perbankan.

4.1.4. Deskripsi Jabatan PT. Bank X


Deskripsi Jabatan adalah dimana bagaimana sebuah jabatan
dideskripsikan yang mempunyai tugas, fungsi dan menjelaskan kegiatan-kegiatan
dari sebuah jabatan tertentu. Berikut dibawah ini adalah struktur yang
menggambarkan beberapa posisi yang ada di kantor pusat PT Bank X.
PT. Bank X meliputi layanan nasabah yang berupa pinjaman kredit yang
berasal dari luar daerah atau berjarak sekitar 20 km maka nasabah tersebut akan
diproses di cabang PT Bank X terdekat.
Di PT. Bank X terdapat beberapa posisi atau jabatan yang bertugas sesuai
dengan fungsinya, diantaranya yaitu:
1. Kepala Cabang Bank X bertugas sebagai pimpinan cabang dan bertanggung
jawab atas semua fungsi Bank X tersebut.
2. Customer Service Officer CSO terdapat tiga(3) posisi sebagai Customer
Service bertugas melayani nasabah bila ada complain, mutasi buku,buka
rekening,dan lain-lain.
3. Head Teller adalah bertugas sebagai pengawas teller-teller yang melayani
nasabah dan bertanggung jawab terhadap penyetoran modal yang masuk.
4. Teller adalah yang bertugas melayani nasabah yang melakukan setoran
rekening, transfer,dan lain-lain.
5. General Affair adalah bertugas melayani dan bertanggung jawab atas tamu-
tamu penting yang akan datang,keamanan Bank selain itu juga dapat
bertanggung jawab atas nasabah Bank X.

40

Universitas Sumatera Utara


6. Mikro Credit adalah yang bertanggung jawab atas nasabah yang akan
memohon bantuan kredit,dan mencari database yang menjadi calon nasabah
yang akan melakukan perkreditan.
4.1.5.Aspek Kegiatan Perusahaan
Aspek kegiatan PT Bank X yang utama adalah perkreditan perkreditan
makro (Rp 350.000.000,00 - Rp 10.000.000.000,00) dan perkreditan mikro
dengan nilai pinjaman (Rp 1.000.000,00-Rp 350.000.000,00). Selain itu ada juga
kegiatan lainnya untuk menambah para nasabah baru, peningkatan transaksi,
kartu kredit dan pembayaran tagihan listrik, telefon, dan lain-lain. Kegiatan
tersebut berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar, pengembangan sumber
daya professional, manfaat yang maksimal bagi stakeholder, manajemen terbuka,
dan kepedulian pada masyarakat sekitar.

4.1.6. Fungsi Bank X:


Berikut adalah fungsi Bank X dalam pembangunan perekonomian di
Indonesia, yaitu:
1. Bank X menawarkan jasa-jasa bisnis terpadu dengan nilai, bekualitas, aman
dan nyaman bagi nasabah, baik individu maupun korporasi.
2. Bank X senantiasa berpijak pada idealisme dan falsafah yang telah dianutnya
selama ini.
3. Bank X sebagai Universal Banking yang menawarkan beragam produk dan
layanan prima kepada para nasabahnya.

4.1.7. Tugas Bank X


Berikut adalah tugas-tugas Bank X dalam dunia perbankan di Indonesia,
diantaranya:
1. Bank X mengembangkan sistem teknologi informasinya secara
berkesinambungan dalam memenangkan persaingan dimasa depan.
2. Bank X berupaya meningkatkan pelayanan kepada nasabah dengan berbagai
pilihan produk.
3. Bank X bertugas mengembangkan kualitas pegawainya dalam upaya
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para pegawainya.

41

Universitas Sumatera Utara


4. Bank X berupaya mempromosikan budaya perusahaan yaitu
profesionalisme, kerjasama, komitmen , dan inisiatif.

4.1.8. JumlahDebitur
Jumlah debitur untuk bulan Juni 2019 adalah 285 orang. Jumlah
debitur ini diklasifikasikan menurut jatuh tempoh pembayarannya.Pertama
status normal, artinya tidak pernah telat dalam membayar angsuran. Kedua
status debitur dinyatakan non-performance loan (NPL)jika
mengalamiketertalambatanpembayaranangsuranselamatigakali.Penagihandebitu
r NPL dilakukan oleh firstcollection.Ketiga, status debitur dinyatakan write off
(WO) apabila debitur tidak membayar 5 kali angsuran, penanganan penagihan
ini diserahkan kepada first collection.

4.1.9. Jenis Produk Kredit Mikro


Sejalan dengan perkembangan bisnis mikro, maka terdapat beberapa
penyesuaian terhadap manual produk kredit mikro nomor
005/KRD/MRB.MBD/2017 tanggal 28 Agustus 2017 sebagai berikut yang
diatur dalam tabel 5.2. Pengintegrasian Memorandum prosedur ke Manual
Produk Kredit Mikro.
Dalam hal pengikatan agunan diputuskan beberapa hal yang menjadi
produk dari kredit Mikro.
1) Pengikatan Agunan
a) Agunan berupa tanah/tanah dan bangunan dengan bukti kepemilikan
SHM/SHGB/SHGU/hak milik atas satuan rumah susun dengan limit
dilakukan pengikatan dengan:
 Limit > Rp 25 Juta s.d Rp 50 Juta, dilakukan pengikatan
dengan agunan kuasa membebankan hak surat kuasa,
membebankan hak tanggungan (SKMHT).
 Limit > Rp 50 juta dilakukan pengikatan hak tangggungan
(HT).
b) Kendaraan bermotor dilakukan pengikatan dengan fidusia notariil dan

42

Universitas Sumatera Utara


didaftarkan untuk limit kredit > Rp 100 juta.

4.2. Karakteristik Informan


Berikut merupakankarakteristik informan dalam penelitian ini:

4.2.1. Karakteristik Debitur


Metode pendekatan dengan masyarakat memerlukan pola-pola dan
berbagai cara untuk bisa diterima dalam komunitas yang berbeda. Apalagi bila
tujuan pendekatan itu sudah menyangkut kewajiban masyarakat yang didekati,
maka sering sekali terjadi resistensi. Kredit perbankan adalah “penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Pemahaman istilah “kredit” sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh informan N. Batubara (manager bagian penagihan NPL) sebagai berikut.
Kredit mikro yang kita berikan kepada debitur adalah
kepercayaan. Kita percaya bahwa debitur bisa bertanggungjawab
terhadap kepercayaan yang kita berikan dalam bentuk uang. Atas
kepercayaan itu, debitur terikat dengan kewajiban untuk membayar
bunga sesuai yang sudah ditetapkan. Maka pola yang sering kita
terapkan adalah pola pendekatan 5 nilai budaya (trust, integrity,
profesionalism, customer focus, dan excellence). Itu sebabnya, kami
tidak diperkenankan melakukan kekerasaan atau pemaksaan kepada
debitur. Pelayanan harus berlandaskan kemanusiaan.

Keterangan dari informan di Bank X, awalnya tidak sependapat karena


berbagai kasus kekerasan diberbagai lokasi yang dilakukan oleh collector
terhadap debitur yang bermasalah, artinya tidak mampu mencicil kredit pada
waktu yang sudah ditetapkan. Pendapat ini dibantah oleh meneger collector yang
sudah lama bekerja di Bank X, ia melanjutkan pernyataannya sebagai berikut:

43

Universitas Sumatera Utara


Dalam sistem pelayanan kita kepada debitur atau nasabah, tidak
diperkenankan sesekali menggunakan kekerasan. Jika itu terjadi, maka
pihak managemen bank, bisa melakukan pemecatan terhadap oknum
atau pegawai yang melakukan kekerasan kepada debitur dan bahkan
sudah ditandatangani oleh yang bersangkutan sebelum mengadakan
kontrak kerja dengan pihak managemen bank. Saya kira kejadian itu
terjadi, sebagian besar dari bank swasta yang sering menggunakan jasa
debt collector. Inilah bedanya dengan bank BUMN, kita tidak
diperkenankan menggunakan pihak ketiga dalam urusan penagihan
kepada debitur, sementara swasta tak jarang memakai jasa debt
collector.

Menanggapi hal tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu


pegawai bank swasata di Kota Medan, bagian debt Collection yang sudah bekerja
selama lima (5) tahun di Bank tersebut.
Selama ini bang, dapat kasus tertentu, kita menggunakan debt
collector terhadap debitur yang bermasalah, pada awalnya kita tidak
menggunakan itu, tetapi karena debitur tidak punya niat baik untuk
membayar cicilan kreditnya, malah ia pernah menggunakan preman
untuk mengusir kami. Ya, akhirnya kita mencari ormas setempat/OKP
untuk meminta bantuan dengan perjanjian akan membayar jasanya,
apabila debitur itu melunasi uang tersebut. Kalau kita tidak
menggunakan debt collector maka sangat sulit dilunasin, kalau kita
hanya menunggu dan menunggu, kita mendapatkan tekanan dari kantor.
Inilah cara bertahan hidup bang.

Beberapa langkah yang harus dipahami oleh pihak first collection, pertama
adalah memahami karakteristik debitur. E.B. Tylor (1871), memberikan definisi
mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahanya):
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain

44

Universitas Sumatera Utara


kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Berdasarkan pengertiankebudayaantersebut, terdapat hubunganantara


karakteristik dengan kebudayaan. Misalnya karakter orang Jawa sangatlah
berbeda dengan orang Batak. Ada debitur yang benar-benar
bertanggungjawab, mempunyaiitikadbaikuntuk menyelesaikantagihan. Ada
pula debitur yang memang tidak mau menyelesaikan kredit macetnya.
Kegagalan pembayaran tagihan
hutangdikarenakanpadaawalmelakukanpeminjamantidakada agunan. Karena
tidak adanya agunan debitur menganggaptidaklah akan ada kerugian jika
dilakukan penyitaan aset karena tidak diatur di awal perjanjian. Situasi
demikian merugikan pihak bank karena di anggap tidak
berhasilmengelolakeuangan.Bagi debiturberisikomendapatcatatankredit
macet diBankIndonesia(BI)sehinggaakan kesulitanmendapatkanpinjaman
dibeberapa bank.
Berikut wawancara dengansalah satu staffBankIndonesia
dalammonitoring di Bank XAreaMedan:
“Kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank, baik
dengan system konfensional ataupun syari’ah, keduanya berakar
pada suatu perjanjian yang merujuk pada ketentuan yang di atur
dalam buku III KUH perdata. Berdasarkan persetujuan dan
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yangmewajibkanpihakpeminjamuntukmelunasiuangnyasetelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Ketika debitur
tidakmelakukanangsuransesuaikesepakatanawalmakadebitur
dinyatakan melakukan pengingkaran janji maka yang dilakukan
pihak bank yang bekerja sama dengan bank Indonesia (BI)
melakukan pemblokiran sehingga debitur tidak bisa melakukan
peminjaman di banyakbank”.

Temuan ini dapat dipahami bahwa interaksi sosial dalam sistem perbankan
tetap memperhatikan aspek sosial dengan berbagai pendekatan komunikasi yang

45

Universitas Sumatera Utara


baik dengan pihak debitur. Pada dasarnya, tindakan kekerasan yang sering terjadi
antara debitur dengan debt collector “pihak penagih”, karena menyalahi prosedur
yang sudah ditetapkan oleh pihak bank dalam hal ini “oknum penagih”. Artinya,
penagih harus mampu memahami karakteristik debitur tanpa menggunakan pihak
ketiga.
Character debitur Bank X dalam memenuhi kewajiban mempunyai kaitan
agama untuk berperilaku lebih baik. Weber dalam bukunya, The Protestan Ethic
and The Spirit Of Capitalism, berkesimpulan adanya keterkaitan antara agama
dengan perilaku berekonomi. Perkembangan kapitalisme modern di Eropa Barat
dan Amerika merupakan akibat dari etika protestan (Calvinisme) yang melahirkan
nilai-nilai mendasar baru. Hal ini mendorong usaha-usaha untuk menggiatkan
ekonomi. Salah satu nilai baru tersebut adalah sikap berperilaku rasional yang
dapat dihubungkan dengan kepatuhan membayar hutang sehingga menghasilkan
citra dirinya yang positif. Penilaian positif tersebut membuka peluang lebih besar
untuk mendapatkan kepercayaan bank untuk mendapatkan kredit lebih besar
dalam mengembangkan usahanya (Siregar, 2013:77).
Berikut adalah jenis-jenis usaha yang dimiliki debitur Bank X yaitu:
Tabel 5.1
Daftar Jenis Usaha Debitur tahun 2019

No Jenis Usaha Jumlah


1 Kedai/grosir 105
2 Foto copi dan warnet 45
3 Bengkel kendaraan 55
4 Jual Pakaian 50
5 Lain-Lain 30

Berdasarkan tabeltersebut bahwa jumlahtotaldebiturdi bulan Juni 2019

ada 285orang. Selanjutnya jenis pekerjaan tersebut dikategorikan sebagai jenis

usaha peracangan yaitu sebuah bentuk usaha yang menyediakan keperluan

rumah tangga seperti beras, gula, sabun, sikat gigi, minyak, dan sumbu

kompor dan lain-lain. Selanjutnya terdapat jenis usaha yang tidak masuk

46

Universitas Sumatera Utara


kriteria dalam pengajuan kredit yaitu seperti penjualan minuman keras, usaha

kredit barang. Untuk jenis usaha yang sudah mempunyai paten merk

berpeluang mendapatkan pembiayaan lebih besar dari bank.

Sebagai pertimbangan peminjaman di Bank X wilayah Medan, bahwa

usaha adalah salah satu faktor utama untuk diberikannya syarat pinjaman

kredit, terutama usaha yang sudah berjalan di atas 3 tahun.

Berikutpernyataanseorang debitur nama samaran Suparmiyaitu:

“Saya bersama suami saya sudah 5 tahun mempunyai usaha


benkel sepeda motor dan 1 tahun yang lalu saya meminjam uang di
Bank X wilayah Medan dengan tambahan modal tersebut saya bisa
menambah barang isi bengkel seperti jual oli,
atauaksesorissepedamotor.Kalausayatidakmendapatpinjaman
uangdaribanksayamaupinjamsama siapalagi.Dengancarapinjaman di
bank inilah saya bisa mengembangkan usaha saya, meski saya
kadangterlambatmembayarangsuran,yaemanguangnyadibuat beli
barang-barangbengkel”.

Usaha yang masih baru sama- sekali belum bisa mengajukan pinjaman

di Bank X, untukpengajuanpinjamansetidaknya usahanya sudah berjalan

3tahun. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko kredit macet akibat

kegagalan dalam berusaha. Karena pada prinsipnya bagi pihak bank bahwa

usaha yang sudah berjalan lama membuktikan bahwa debitur sudah dapat

mengatur perputaran keuangan dari usahanya.

4.2.2. Karakteristik Penagih Utang (Collector)


Bank BUMN, secara khusus Bank X pada dasarnya menggunakan
collector (penagih hutang), bukan debt collector. Menurut salah satu pengawai
Bank di bagian Kredit Mikro tentang perbedaan debt collector dan collector
sebagai berikut.
Bank milik BUMN tidak dikenal istilah debt collector (penagih
utang), kami mempunyai devisi pegawai yang bekerja dibagian
penagihan yang mana pegawai tersebut ada yang sudah diangkat

47

Universitas Sumatera Utara


sebagai pegawai maupun menggunakan pihak ketiga yang belum
pegawai yang bekerja untuk melakukan penagihan utang kepada
debitur, dimana mereka bekerja harus sesuai dengan prosedur tata kerja
dan persyaratan yang telah ditentukan oleh perusahaan. Yang mana cara
kerja untuk menagih utang tanpa ada kekerasan dan diskriminasi. Kalau
ada collector yang melanggar ketetapan itu, bisa saja mendapat teguran
dari Bank milik BUMN (wawancara dengan salah satu meneger kredit
mikro, 24 April 2019).

Temuan tersebut dikonfirmasi oleh salah satu pimpinan devisi kredit mikro
bank swasta, ia menegaskan bahwa ada kalanya kita menggunakan debt collector,
bahkan itu diperkenankan oleh peraturan bank. Penggunaan debt collector ini
terutama menghadapi debitur yang bermasalah, bisa pemuda setempat atau orang
yang dianggap punya “modal fisik” dan lain sebagainya. Berikut hasil kutipan
wawancara dengan pimpinan devisi kredit Bank Swasta di Kota Medan:
Debt collector merupakan bagian salah satu stuktural dalam
sistem perbankan yang kami jalankan selama ini. Mereka mendapatkan
upah sesuai ketentuan, dan jika mereka memenuhi target,collector
mendapatkan gaji bonus. Apalagi dalam situasi khusus terhadap debitur
yang sudah kena surat peringatan dan mendapatkan teguran beberapa
kali karena menunggak (Wawancara dengan nama samaran Kasinudin,
5 April 2019).

Secara umum karakteristikcollector sebagai penagih hutang


digambarkan mempunyai fisik yang sehat, tegap dan berpenampilan
gagah.Selain itu juga diharus mempunyai karakter mental kuat, tegas namun
mampu merendahkan diri di hadapandebitur.
“Modal untuk menjadi seorang collector harus berani dalam
melakukan penagihan terhadap debitur dan harus mempunyai
kecakapan komunikasi karena debitur sekarang sudah pintar-pintar
maksudnya pintar merayu dan bernegosiasi kalau jadicollector tidak
berani maka jangan jadicollector” (Wawancara dengan nama samaran
N. , 24 April 2019).

48

Universitas Sumatera Utara


Dalam penjelasan oleh supervisor collectoryang mengatakani, bahwa
pekerjaancollectorsangatlah menantang adrenalin karena pekerjaan ini
beresiko tinggi dan dibutuhkan kerja keras. Di Bank X jumlah collectorada 6
orang yang dibagi menjadi 2 yaitu desk collection dan field collection. Untuk
posisi desk collection bertugas untuk mengigatkan setiap jatuh tempo nasabah
yang sudah telat pembayarannya melalui telepon agar segera membayar
tunggakan utangnya. Dan ini terus dilakukan kepada semua debitur yang
menunggak. Sedangkan untuk posisi field collectionmereka bertugas sebagai
orang lapangan yang langsung menjumpai atau berkunjung ke rumah debitur
dan bertatap muka dengan debitur yang menunggak atau bermasalah terhadap
kreditnya untuk mengetahui permasalahan yang terjadi.
Untuk debitur yang mengalami jatuhtempo pembayaranyang sampai pada
kredit NPL atau non performing loan maka akan dilakukan penagihan oleh
fieldcollection. Tahap awal tugas field collectionadalah mencari informasi
mengapa debitur mengalamitelatpembayaran, hal ini dilakukan pagi sebelum
melakukan penagihan. Berikut wawancara dengan field collection:
“Bekerjadibanksekilasdilihatenakdanmendapatuangyang
banyakdalampandanganyangadadimasyarakat,tapisebetulnya dalam
posisi saya sebagai field collectionsebagai pekerja lapangan yang
tiap harinya mendatangi rumah-rumah debitur
untukmengambiluangmemerlukantenagaextradansabardalam
menghadapi bermacam-macam karakter dari debitur Bank X, saya
sudah 5 tahun bekerja di sini, suka dan duka pernah saya alami
semua itu saya anggap sebagai pengalaman hidup dan saya percaya
semua itupastiadahikmahnya.Dalammelakukanpenagihankadangkita
sebagaifield collectionmendapatcaciandanjanji-janjiyangmanis dari
debitur dan adapula yang baik dengan sambutan keramahtamahan
dari debitur dan bahkan juga menyambut dengan perasaan takut
akan kedatangan field collectiondengan cara sembunyi dan tidak
menampakkandirinya.” (Wawancara dengan nama samaran Sitami,
24 April 2019)

49

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil wawancara dengan Sitami selakucollector
dapatkitapahamikarakteryangadadalamdiricollector. Dengan sikap dan karekter
collector tersebut saat dilakukan penagihan debiturtidakmerasatakut atau
menghindar. collector harus bisa memahami karakter debitur serta kelihaian
untuk membuat trik agar debitur mau melakukan pembayaran.
“Kalaukitasebagaicollectorharusmempunyaitrikyang
bagusuntukmenghadapidebitursepertihalnyadebituryangtidak mau
melakukan pembayaran dan mempunyai niatan yang tidak mau
membayar kita biasanya memakai trik mempermalukan ke tetangganya
dengan melakukan pelaporan ke RT atau bisa ke saudara atau orang
tuanya bahwa debitur tersebut mempunyai utang. Bahkan juga pernah
saya menuliskan dipintunya bahwa rumah sudah menjadi asset Bank X
semua itu kita lakukan
untukmenekandebituragarmaumelakukanpembayaran
(Wawancara dengan nama samaran Beni, 5 Mei 2019).

Dalam suatu proses penagihan oleh collector, terdapat peristiwa ketika


debiturdebiturberusaha menghindar ketika mengetahui keberadaancollector. Setelah
dikejar dan bisa bertemu dengan debitur, dan berikut perikan wawancaranya.
“Saya tadi sebetulnya tidak berusaha menghindar tapi saya
mau mengisi bensin, sebetulnya saya mempunyai tanggungan
untuk membayar di bank btpn sebesar dua juta tiga ratus ribudan
saya sudah sepakat mau menyelesaikan tagihan hutang saya yang
akan saya bayarkan tiga kali angsuran, saya sekarang tidak
mempunyai uang pada pembayaran yang kedua ini,
uangnyasayabuat membayarkan anak sayasekolah”.

4.2.3. Karakteristik Karyawan di Bank X.


Jumlah karyawan yang ada di Bank X wilayah Medan di devisi NPL
ada 16 orang. Adapun komposisi struktural timnya adalah sebagai berikut,
pertama Brand Manager (BM) yang bertanggungjawabatas kegiatan
operasional di wilayahkantorMedan.Tanggung jawab tersebut meliputi

50

Universitas Sumatera Utara


perolehan debitur juga keberhasilan penagihan pinjaman
debitur.KeduaOperationalOfficermerupakanwakilBrand Manager dalam
mengelola anggaran dan supervisi keberhasilan penagihan hutang. nal
seminimalmungkinagarkondisikeuangankantortetapstabil.
KetigaCostumerService(CS)bertugasuntuk memeberikan pelayanan
kepada nasabah dalam menabung maupun pembayaran kredit. Costumer
service juga bertanggungjawab untuk memantau pembayaran kredit juga
penagihanhutangmelaluitelepon dan mengingatkantangaljatuh tempo
pembayarandebitur.Keempat Credit Admin (CA) bertanggungjawab untuk
input datacalon debitur, menerima agunan, menjelaskan kepada debitur terkait
perjanjian kredit. Kelima Credit Officer (CO) bertanggungjawab untuk
melakukan survei, membuat kalkulasi penghasilan usaha, nilai agunan calon
debituruntuk dilaporkan dan mendapat persetujuanBrand Manager, apakah
akan diterima atau ditolak.
Keenam Relation admin (RA) yang juga adalahdebt collectoryang
melakukan penagihan ke debitur. Ketujuh Relation Officer (RO) yang
bertanggungjawab mencari calon debitur. Kedelapan First Collection (FC)
yang bertanggungjawab melakukan penagihan hutang, eksekusi jaminan atau
agunan. Kesembilan adalahsecurity (SEC) yang bertanggungjawab atas
keamanankantor.

4.3.Hasil dan Pembahasan


Menambah modal usaha sangatlah sulit jika meminjam kepada tetangga
atau keluarga, maka pilihan yang tepat adalah mengajukan permohonan kredit di
Bank. Proses pengajuan tersebut menciptakan interaksi sosial yang bersifat
cooperation (kerjasama) dengan segala mekanisme perbankan. Akan tetapi yang
paling terpenting dalam interaksi tersebut adalah kemampuan untuk membayar
cicilan dan nilai agunan yang ditawarkan ke bank sebagai jaminan.
Pola interaksi antara calon debitur dan bank dapat diinterpretasi bahwa
“saya membantu anda, maka anda juga harus memberi jaminan dan cicilan kredit
sesuai perjanjian”, Artinya, bank sebagai lembaga keuangan menyediakan modal

51

Universitas Sumatera Utara


dalam bentuk kredit kepada setiap debitur, maka ia diwajibkan membayar
sejumlah uang beserta modal yang sudah diberikan. Pola tersebut disebut sebagai
pola interaksi cooperation economic.
Kerjasama (cooperation) ini sangat jelas digambarkan oleh Soekanto
(2006:65) bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok,
menanamkan kerjasama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk
interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat
dikembalikan pada kerjasama. Maka untuk menganalisis pola interaksi tersebut,
maka perlu memahami permulaan (permohonan kredit) sampai akhir (cicilan
kredit, apakah masuk kategori debitur lancar atau tidak dan bagaimana itu disikapi
jika tidak lancar, apakah sampai pada proses penyitaan agunan dan bagaimana
pola-pola komunikasi sebagai metode pendekatan humanis.

4.3.1. Interaksi Pemberian Kredit


Pemberian kredit berawal dari informasi atau tawaran dari bank
berdasarkan referensi untuk mengajukan pinjaman di bank. Ada beberapa
informan yang belum paham tentang tradisi dalam peminjaman kredit. Pada
umumnya, mereka hanya tau, mereka meminjam di bank dengan membayar
sejumlah bunga dan cicilan dari pokok pinjaman di bank.
Pemberian kredit bagi bank mempunyai mekanisme tersendiri diawali
dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank untuk meminjam. Pertama
sekali yang perlu dipertimbangkan oleh bank adalah kemampuan membayar
bunga uang tersebut. Menurut salah satu penilai kualitas kredit sebagai berikut.
Penilaian awal kredit sangatlah menentukan pada langkah
berikutnya, disini dinilai apakah debitur mampu membayar atau tidak
kedepan. Penghasilan rata-rata perbulan berapa dibandingkan dengan
pengeluaran. Perlu juga dipertimbangkan dokumen-dokumen yang
digunakan terhadap agunan yang diusulkan oleh debitur, kualitas dan
nilai agunan juga tidak terlepas dari bahan pertimbangan bank. Jika ini
dilakukan dengan baik, maka pada umumnya calon debitur dipastikan
mampu membayar bunga uang tersebut sampai selesai masa yang

52

Universitas Sumatera Utara


ditentukan, terkecuali jika ada bencana alam atau debitur jatuh sakit.
(informan N, 5 Maret 2019),

Ini sangat jelas bahwa interaksi sosial antara bank dan debitur terjalin
kerjasama dan akomodatif, sehingga dalam proses selanjutnya, bank tidak
mendapatkan kesulitan dalam hal pembayaran kredit. Ini berbeda halnya jika
dalam beberapa temuan oknum di bank swasta, terjadi manipulasi data, sehingga
sering sekali debitur tidak sanggup membayar, bahkan nilai agunan tidak sesuai
dengan jumlah uang yang dipinjamkan. Informan pegawai salah satu bank swasta
yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan sebagai berikut.

Kami kadang melakukan manipulasi data nasabah atau kata lain


“mark up” sehingga sejumlah pinjaman bisa cair, dengan membayar
sejumlah uang sebagai “jasa” kompensasi, misalnya nilai agunan
nasabah sebenarnya sangat rendah, tetapi harga tersebut dinaikkan, bisa
juga dokumen yang digunakan dimanipulasi (aspal) asli tapi palsu. Bisa
juga debitur menggunakan nama orang lain atau agunan milik orang
lain, sehingga ia diberikan sejumlah pinjaman yang cukup besar.

Berdasarkan keterangan di atas sangat jelas ini merupakan awal yang


kurang bagus ini akan berakibat pada pembayaran tagihan perbulan. Ini
dipastikan, debitur tidak punya potensi untuk membayar cicilan tersebut.
Selanjutnya, ia memberi alasan oknum malakukan hal demikian karena alasan
bertahan hidup dan untuk bisa mencapai target yang sudah ditetapkan oleh bank
itu sendiri.

Sebenarnya tidak ada tujuan awal untuk mark up data nasabah.


Ini merupakan desakan tuntutan kerja dan hidup yang “memaksa” kami
mencapai target yang sudah ditentukan perbulan, apalagi jika sudah
diberi surat peringatan pertama dan kedua, terpaksa ini kami lakukan.
Kami tau resikonya, kami bisa dikeluarkan dari bank, toh kami juga
sistem kerjanya masih kontrak. Ya, terpaksa kami membuat data
debitur, asalkan bisa cair dan kami juga mendapatkan “bonus” dari
debitur.

53

Universitas Sumatera Utara


Menarik memahami pola interaksi ini sebagai pola interaksi mutualisme,
tetapi berdampak pada sistem perbankan, yang bisa membuat debitur tidak
mampu membayar bunga uang tersebut, dan pada umumnya mereka hanya
mampu membayar tiga bulan berturut-turut dan pada bulan selanjutnya mulai
macet.

4.3.2. Interaksi Kultural Perbankan


Interaksi sosial antara penagih dan debitur menimbulkan berbagai
dinamika sosial, baik debitur yang lancar maupun tidak lancar. Dinamika sosial
diinterpretasi atasrespon saat proses penagihan, yaitu ada yang berada di rumah
dan ada yang tidak berada di rumah, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja.
Pola interaksi tersebut dipengaruhi norma-norma yang ada dalam
masyarakat, misalnya agunan debitur disita oleh bank sebagai pemberi kredit,
muncul rasa malu terhadap lingkungan sosial. Debitur tersebut akhirnya interaksi
sosial dengan masyarakat (tetangga) merasa terganggu, ia tidak bisa bebas lagi
berinteraksi, karena ada “sanksi sosial” yang secara tidak langsung melekat dalam
diri debitur.
Pola interaksi antara debitur dan collector dalam sistem perbankan itu
tidak terlepas dari aspek lima (5) nilai budaya dan 11 perilaku utama insan Bank
X.
Pertama, Trust, melalui tindakan jujur, tulus, terbuka dan tidak sungkam,
memberdayakan potensi, selalu bersinergi dan saling menghargai. Dalam
penelitian ini ditemukan beberapa sikap jujur dari nasabah dalam hal memberikan
dokumen dan hal ini disebabkan tingkat kesejahteraan yang bisa dirasakan oleh
para pegawai. Jika mereka tidak mampu untuk itu, maka pegawai berusaha untuk
“mencari penghasilan” dari luar, dengan memberikan jasa kepada calon debitur.
Kedua, Integrity melalui tindakan disiplin, konsisten dan memenuhi
komitmen, berpikir, berkata dan bertindak terpuji. Komitmen ini sangat kelihatan
dalam hal penagihan kepada debitur yang bermasalah, pada umumnya mereka
tidak bertindak diluar dari sistem operasional dalam penagihan kepada debitur,
tetapi melalui prosedur yang sudah ditetapkan.

54

Universitas Sumatera Utara


Ketiga, profesionalisme: handal, tangguh, bertanggungjawab, pembelajar
dan percaya diri, berjiwa intrapreneurship dan berani mengambil keputusan
dengan resiko yang terukur. Keempat costumer focus: menggali kebutuhan dan
keinginan pelanggan secara proaktif dan memberikan total solusi, memberikan
layanan terbaik dengan cepat, tepat, mudah, akurat dan mengutamakan keputusan
pelanggan.
Kelima, excellence: patriotis, memiliki mental juara dan berani melakukan
terobosan, inovatif dalam menciptakan peluang untuk mencapai kinerja yang
melampaui ekspetasi, fokus dan disiplin mengeksekusi prioritas. Kelima nilai
budaya yang diharapkan dalam sistem managemen perbankan tersebut, tentu
berdampak pada interaksi sosial ketika berhadapan dengan debitur yang tidak
lancar. Interaksi sosial harus bisa menjangkau lintas budaya dan sosial pada setiap
debitur yang berbeda-beda.
Penelitian pada debitur yang bermasalah di kota Medan mempunyai pola-
pola pendekatan sosial dan budaya, yang mayoritas Etnik Batak Toba, Melayu,
Jawa, Karo, Mandailing, Nias, Minangkabau, dan lain sebagainya. Pola interaksi
dengan orang Batak Toba melalui pendekatan etnisitas dengan menggunakan
berbagai istilah dan sapaan yang mekontruksikan nilai-nilai dalam budaya itu
sendiri. Misalnya menggunakan sapaan “Horas” dan menjunjung harkat dan
martabat sebagai orang Batak Toba.
Pola pendekatan pada debitur tidak lancar pada orang Batak Toba dan
Karo sedikit berbeda dengan pendekatan dengan Etnis Jawa Kelahiran Sumatera.
Menurut pengakuan Collection bahwa untuk orang Batak Toba dan Karo, harus
memerlukan metode pendekatan etnis, dengan sapaan Tulang, atau Bibi dengan
mengacu pada garis marga dalam konsep filosofis Daliha Natolu. Berikut kutipan
wawancara dengan pihak Bank X di sela-sela rutinitas sehari-hari sebagai
pengawai Bank Devisi Kredit Mikro bernama Anwar ( nama disamarkan ) :
Kami dalam proses penagihan kepada debitur bermasalah sering
sekali mempertimbangkan background debitur, apakah ia tentara atau
pegawai negeri sipil, dan bagaimana sikap debitur ketika ada collection
selama ini. Jika ada kendala, maka mungkin bisa ganti orang collection.
Jika dilihat ada hubungan dengan marga, ya kita gunakan. Itu langkah-

55

Universitas Sumatera Utara


langkah yang selama ini kami lakukan. Intinya pendekatan harus
memperhatikan sisi humanis.

Dalam konteks debitur bermasalah di Kota Medan, harus dipahami dalam


konteks Istilah “Ini Medan, Bung..!” diantara kita sudah terdengar akrab,
khususnya yang merasa pernah menjadi orang Medan, apalagi asli orang Medan
atau Sumatera Utara sendiri. Analogi "Ini Medan, Bung.." dapat dengan mudah
kita lihat dalam interaksi dan bersosial masyarakat kota Medan. Analogi ini sangat
eksklusif atau tepatnya disebut unik, karena memang agak berbeda kaedahnya
dengan di wilayah lain. Beberapa analogi itu cocok untuk mempersonifikasikan
sendi-sendi interaksi dalam masyakatnya kota Medan.
Kota Medan yang merupakan salah satu kota termaju di Indonesia menurut
penulis pantas disebut sebagai kota Metropolitan. Struktur masyarakat yang
heterogen dan majemuk dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dalam
harmonisasi yang kental membuat warganya atau bagi yang merasakan diri
pernah jadi orang Medan merasa bangga menjadi orang Medan. Istilah "Ini
Medan, Bung.." sering dipelesetkan kepada hal-hal yang tidak lazim di tempat lain
menjadi lazim di kota Medan atau wajar-wajar saja.
Memahami Medan berarti harus mampu memahami sosial budaya orang
Medan terutama debitur bermasalah. Dalam hal ini perlu pendekatan-pendekatan
humanis terhadap para debitur yang bermasalah, bisa melalui pendekatan agama
dan etnis. Pola interaksi ini tentu mengacu pada 5 nilai budaya sebagai kunci
menghadapi debitur yang bermasalah.

4.3.3. Pola Komunikasi Collector/Debt Collector


Pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada
berbagai aspek untuk memaksimalkan profesi Collector dalam proses penagihan
kredit. Dalam proses penagihan terjadi komunikasi langsung secara tatap muka
antara collector-debitur. Selain komunikasi langsung dapat juga dilakukan melalui
telepon. Ketika berkomunikasi secara langsung kedua belah pihak tidak ada yang
merasa dirugikan, karena debitur telah mengetahui dan siap dengan kedatyangan
collector. Debitur dapat juga menyampaikan keberatan dan keterlambatan

56

Universitas Sumatera Utara


pembayaran kepada Collector. Aksi collector langsung turun kelapangan tanpa
konfirmasi kepada debitur tidak dibenarkan dan menyalahi SOP. Dalam prosesnya
komunikasi yang terjadi bisa secara verbal maupun non verbal, misalnya secara
berselingan menggunakan bahasa daerah agar pesan yang disampaikan mudah
dimengerti. Keberhasilan penagihan sangat tergantung sekali dengan
polainteraksipenagihan yang dilakukan collector. Hal ini untuk menghindari
terjadinya kesalahpahaman. Kecenderungan collectoryang dipersepsikan
sebagai orang yang menakutkan dan menyeramkan merupakan suatu
tantangan tersendiri.
Menurut Soerjono Soekamtokunci semua kehidupan sosial merupakan
interaksi sosial. Kehidupan bersama terjalin
melaluikomunikasiataupuninteraksiantara satudengan yang lain. Interaksi sosial
dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamisantara orang-
orang perorangan, antar kelompok, atau juga antara orang perorangan dengan
kelompok. Interaksisosialterjadiketika masing-masingpihak menyadari
akanadanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam
perasaan orang-orangyangbersangkutan.
Dalam proses penagihan kredit terjadi hubungan-hubungan sosial yang
dinamis antara collector dengan debitur dan inilah yang harus selalu di jaga
oleh pihak collector agar selalui terjalin hubungan secara kekeluargaan. Pola
interaksi collector-debitur di Bank dapat berupa kerja sama, persaingan,
asimilasimaupun konflik. Jika ada suatu penyelesaian dalam konflik meski
untuk sementara waktu disebut akomodasi. Selanjutnya pola-pola interaksi
penagihan collector terhadap debitur Bank X wilayah Medan yaitu:

4.3.4. Pola Kerja Sama


Kerjasama merupakan proses interaksi yang dapat terjadi apabila
adanya kesadaran dari orang-orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama
dan manfaat bersama. Kerjasamadapat terjadi
karenaorangperoranganterhadapkelompoknya (in-group) maupun kelompok
lainnya (out-group). Kerjasama dapat menjadi semakin kuat ketika adanya
ancaman dari luar, menyinggung kesetiaan personal atau kelompok akan nilai-

57

Universitas Sumatera Utara


nilai tradisional atau institusional sudah tertanam. Ketidakpuasaan dan
kekecewaan dalam jangka waktu yang lama dapat menciptakan kerjasama
yang agresif.
Interaksi sosial berupa kerjasama dapat dilihat pada antara collectordan
debitur berupa keringanan atau bahkan membebaskan denda keterlambatan,
keloanggaran batas waktu pelunasan, waktu penagihan yangdisepakati. Seperti
gambaran yang terjadi dilapangan atas nama debitur sutini, ibu sutini sudah
menjalankan usaha lebih kurang 10 tahun,di samping pekerjaan sehari hari
sebagai pegawai di perkebunan PTPN. Untuk memperbesar usahanya ibu sutini
meminjam uang sebesar rp 100 juta untuk menambah modal usaha ternak lembu
dan kambing. Dimana usaha ternak ibu sutini sebelumnya masih dalam keadaan
lancar dengan penjualan hasil pembesaran dan pengembangbiakan ternak. Setelah
cukup usia ternak dan besarnya ternak biasanya selalu ada saja yang datang untuk
membeli ternak tersebut ke rumah ibu sutini. Baik dari pedagang daging untuk di
jual ke pasar juga dari masyarakat untuk di konsumsikan. Bahkan terutama lagi
pada waktu hari Qurban. Maka ternak ibu sutini banyak terjual. Dan inilah sebagai
usaha tambahan diluar pekerjaan ibu sutini dengan suaminya. Pada waktu
mengadakan pinjaman di bank yang sudah berjalan setengan tenor atau 18 bulan
dari perjanjian kredit 36 bulan. Suami dari ibu sutini terkena stroke yang
mengakibatkan terjadi kelumpuhan sebelah badan yang mengakibatkan perlunya
biaya yang cukup besar untuk pengobatan. Baik itu pengobatan melalui rumah
sakit juga melalui pengobatan alternatif. Dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan,maka angsuran kredit ibu sutini semakin lama semakin bertambah
tunggakan bulan yang mengakibatkan terjadinya kredit macet /NPL. Didalam
perjalanan kredit yang sudah macet tersebut,pihak penagih selalu datang untuk
mencari solusi walaupun berat ibu sutini untuk membayar dan mengasur
tunggakan kredit sampai lancar diakibatkan biaya yang selalu membebani keadaan
suami yang stroke, namun ibu sutini tetap melakukan pembayaran walaupun tidak
sesuai lagi dengan besarnya tunggakan yang sudah berjalan. Dalam hal ini pihak
penagih dengan sabar tetap berkunjung ke rumah ibu sutini walaupun mengetahui
keadaan yang sudah menimpa ibu sutini dan tetap menerima angsuran bulanan
walaupun angsuran bu sutini sudah mencapai 5 bulan tunggakan.

58

Universitas Sumatera Utara


Setelah berjalan 5 bulan kemudian, stroke yang diderita suami dari ibu
sutini lambat laun semakin membaik dan tidak memerlukan biaya lagi, sehingga
penghasilan bu sutini kembali lagi mulai lancar.dan usaha ternak bu sutini
semakin bertambah lagi. Karena merasa malu dengan tunggakan yang sudah
mencapai 5 bulan sementara ibu sutini setiap bulannya hanya mampu membayar 1
bulan. Maka pada saat ternak lembu ibu sutini sudah saatnya di jual, bu sutini
meminta kepada pihak bank untuk melunasi hutangnya tapi dengan memohon
agar bunga dan denda kredit tidak dibebankan lagi. Dalam hal ini pihak bank
memberikan permohonan ibu sutini dengan alasan situasi keadaan debitur yang
tidak mampu lagi untuk membayar. Maka ibu sutini melunasi sisa hutangnya
dengan hanya membayar hutang pokok yang ada tanpa membebani bunga dan
denda.
Bagi penagih/collector sebagai orang yang bertugas untuk menyelesaikan
tunggakan debitur harus selalu sabar dan menghargai kondisi situasi ekonomi
debitur karena membayar hutang juga memerlukan waktu untuk memulihkan
kondisi usaha. Dan tugas seorang collector juga harus sesuai dengan prosedur
yang harus dijalankan dari perusahaan dengan menggunakan sikap prilaku dan
budaya yang harus di jalankan sesuai aturan yang ditetapkan. dalam hal ini juga
kita melihat bahwa bank sebagai kapitalis juga mempunyai rasa humanis terhadap
debitur yang sudah tidak mampu membayar. Walaupun di satu sisi juga untuk
membersihkan kredit macet yang masuk dalam daftar hitam.
Lebihn lanjut Charles H. Cooley menjelaskan mengenai kerjasama
adalah sebagaiberikut:
“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat
bersamaanmempunyaicukuppengetahuandanpengendalianterhadap
diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut;
kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan
adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja
sama yangberguna”.

Interaksi yang yang terjadi antara collectordan debitur menunjukkan


kerjasama dalampenyelesaiantagihanhutang, yang tujuan juga membantu

59

Universitas Sumatera Utara


debitur dan di sisi lain juga berupaya mendapatkan nilai tagihan semaksimal
mungkin dari sudut pandang collector.

4.3.5. Akomodasi(accomodation)
Akomodasimerujuk pada suatu keadaan adanya keseimbangan dalam
interaksi orang-perorangan atau kelompok-kelompok kaitannya dengan
norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Akomodasi merupakan upaya manusia untuk mencapai kesetabilan dengan
meredakan pertentangan. Ketikacollector melakukan penagihan
kepadadebiturmelalui kunjungan langsung ke rumah maupun ke tempat usaha,
dalam hal inicollectormelakukanupaya pendekatandengancaraakomodasiini.
Karena beragamnnya karakter debitur untuk menghindari
kesalahpahaman dan ketegangan maka debt collector melakukan akomodasi.
Lebih lanjut faktor budaya dan etnisitas juga sangat sangat mempengaruhi
interaksi collector-debitur yang terjadi. Sebagai contoh debitur etnisBatak
Toba, cenderung berkarakter keras, merasa dipihak yang benar, hukum
dianggap lemah,
mementingkanurusanpribadinyasendiri.Berikuthasilwawancaradengan bapak
M. Cholis( nama samaran ) selakudebitur :
“Saya gak mau membayar kalo cara yang dipakai tidak sopan,
sayasudahbilangkalauhariinisayatidakadauang,kalaumaubulan
depansayaakanmembayardankalautidakmauyajanganmemaksa, saya
kan sudah bilang saya tidak ada uang. Sebenarnya kalaubilang baik-
baik kan enak jangan datang menagih utang dengan marah- marah, itu
bukan cara menyelesaikan masalah tapi menambah masalah, masalah
saya sudah banyak mikirin bayar anak sekolah, usaha saya, malah anda
menambah masalah, kalau emang saya ada uang pasti saya akan
membayar.”

Di antara debt collector terkadang ada persaingan untuk mendapatkan


nilai tagihan yang merupakan prestasi kinerja. Demikian juga debitur
menunjukkan adanya persaingan bidang usaha di antara debitur. Berikut

60

Universitas Sumatera Utara


adalah beberapa bentuk persaingan yaitu sebagai berikut:

a) PersainganEkonomi terjadi karena adanya keterbatasan barang


dibandingkan dengan permintaan konsumen.

b) Persaingankebudayaan terjadi ketika adanya perdagangan yang melibatkan


dua atau lebih unsur budaya yang berbeda.

c) Persaingan kedudukan danperanan menyangkut adanya keinginan untuk


memperoleh posisi yang terpandang di dalam masyarakat.

d) Persainganrasbiasanya juga terkait dengan kebudayaan, hanya saja ras


menyangkut asal dan keturunan manusia atau suatu kelompok dalam
masyarakat. Beberapa ras yang berbeda dapat berbagi suatu kebudayaan yang
sama.

Persaingan antara debitur untuk meningkatkan usahanya mau-tidak


mau harus bekerjasama dan akomodatif terhadap collector, hanya dengan
demikian maka ada kemungkinan debitur untuk melakukan penambahan
modal. Ketika debitur tidak akomodatif maka akan kesuilan untuk
memperoleh pinjaman sehingga tidak dapat bersaing diantara sesama debitur.
Demikian wawancara dengan debitur ibu Suparmi ( nama samaran ) :
Sayamelakukanpinjamankembalidibankbtpnkarenainginmena
mbah modal usaha, apalagi sekarang mendekati bulan puasa
biasanaya klo di bulan puasa banyak orang yang belanja di pasar turi
untuk membeli pakaian. Penjual pakaian dipasar turi sangat banyak
sehingga saya harus berani bersaing dengan pedagang lain.
Makanya saya dengan
pihakbankharusmenjalinkerjasamayangbaikdengancaratidaksampe
terlambatdalammelakukanpembayaranangsuran.Kalausayatidakbisa
membayarkekantorbiasanyasayateleponpihakbankdandebt collector
yang mengambil ke sini. Sebenarnya tempat usaha saya dekat
dengan kantor Bank X tapi kalau saya lagi repot ya saya suruh pihak
bank ambil ke tempat usahasaya.
4.3.6. Kontravensi(kontravention)

61

Universitas Sumatera Utara


Kontravensi merupakansikapmentalyangtersembunyiatas orang lain atau
atas unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Kontravensi merupakan
bentuk prosessosial di antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
Adanya kontravensi dapat dilihat melalui oleh adanya tanda-tanda
ketidakpastian tentang diri seseorang, perasaan tidak suka yang
disembunyikan, kebencian, keraguan terhadap kepribadian seseorang. Situasi
kontravensi bisa terjadi pada collector dalam melakukan penagihan kepada
debitur.Pada suatu titik
kontravensidapatberubahmenjadikebencian,tetapibelummenjadipertentanganat
aupertikaian. Sebagai contoh adalah situasi dimana kedatangan collector
membuat malu keluarga dan tetanggadebitur, namun tidak sampai terjadi
pertikaian danpertentangandiantara mereka.Berikutwawancaradengannama
samaran bapakHernandes seorang pengusaha toko baju di pasar Delitua yaitu:
“Sebetulnya saya tidak merasa nyaman ketika rumah saya
didatangi debt collector ke rumah karena saya malu dengan ibu
saya dan tetangga saya, padahal saya hanya kurang satu juta lima
ratus ribu sayamerasadikejar-kejarolehdebt
collector.Padaawalsayamerasa malu tapi lama-kelamaan sudah
biasa karena ya emang saya masih belum ada uang ya saya hanya
membuat janji aja kepadadebt collector. Pada awalnya ibu saya
kaget dengan kedaatangan debt collector ke rumah untuk menagih
hutang, dikira oleh ibu, saya mempunyai hutang yang banyak
setelah saya member penjelasan ke ibu akhirnya ibu saya
merasatenang”.

Menurut Leopold Von Wiese dan Howard Becker kontravensi ada 5


macam yaitu:
1) Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan,
keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang haling, protes,
gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana
pihaklain;
2) Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka

62

Universitas Sumatera Utara


umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, mencerna,
memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan
seterusnya.
3) Yang intensif menyangkut penghasutan, menyebarkan desas-desus,
mengecewakan pihak-pihak lain danseterusnya.
4) Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan
khianat, danseterusnya,
5) Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau
membingungkan pihak lain, umpama dalam kampanye partai-partai
politik dalam pemilihanumum.

4.3.7. Pertentangan (pertikaian atauconflict)


Sebagaimana kita ketahui bahwa pertentangan atau pertikaian adalah
merupakan proses sosial ketika seorang individu atau sejumlah kelompok
berusaha untuk mencapai tujuannya melaluipenentangan pada pihak lawan
yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. Dimana tujuan tersebut
yang dilakukan dalam tindakan
pribadimaupunkelompokmenyadariadanyaperbedaan-perbedaan misalnya
dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku,
dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat
mempertajamperbedaanyangadahinggamenjadisuatupertentanganatau
pertikaian (conflict).
Perasaan memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-
perbedaan tersebut sedemikian rupa sehingga masing-masing pihak berusaha
untuk menghancurkan. Perasaan tersebut biasanya berwujud amarah dan rasa
benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang
pihak lain, atau untuk menekan dan menghancurkan individu atau kelompok
yang menjadi lawan. Penyebab pertentangan antara lain adalah:
1. Perbedaan antaraindividu-individu, baik itu perbedaan perasaan maupun
pendirian yang berbeda.
2. Perbedaankebudayaan, adanya perbedaan pola-

63

Universitas Sumatera Utara


3. polakebudayaanyangmenjadilatarbelakangpembentukandan
perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak
sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan
pola-pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya, keadaan tersebut
dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara
kelompokmanusia.
4. Perbedaan Kepentingan, di antara individu atau kelompok juga bisa
menjadi penyebab pertentangan. Kepentingan tersebut terdiri atas
kepentingan ekonomi,politik,danlainsebagainya.

4.3.8. Kredit dalam perspektif Ekonomi Kapitalis


Menarik memahami pola interaksi sosial dalam sistem perbankan terhadap
debitur pada umumnya. Bila dikaji dari hubungan debitur dengan pihak Bank
secara implisit, bank sebagai pemberi dan penagih selalu mendapatkan profit dari
setiap debitur. Padahal bila dianalisis lebih mendalam, kredit yang diberikan
kepada debitur berasal dari uang nasabah itu sendiri atau orang lain. Bank dalam
hal ini sebagai pihak pengelolah “uang” dan kemudian diberikan kepada debitur
dengan membayarkan sejumlah bunga sesuai yang sudah ditetapkan.
Sebagai lembaga keuangan, bank memegang peran penting sebagai
perantara dalam menghimpun dana dan mendistribusikan dari dan untuk
masyarakat, baik dalam bentuk tabungan maupun pemberian kredit. Sebagai
lembaga perantara antara penabung dan peminjam, bank dapat berfungsi ganda,
yaitu sebagai debitor dan juga kreditor.
Bank berstatus debitor bila berhadapan dengan penabung, karena bank
harus memenuhi prestasinya dalam bentuk pembayaran bunga (bank
konvensional) dan bagi hasil (bank syariah) dalam waktu yang telah disepakati.
Sebaliknya bank dapat berstatus sebagai kreditor dan berhak menerima prestasi
dalam bentuk pembayaran cicilan hutang baik terhadap pokok dan bunganya dari
peminjam (debitur) sebagai akibat dari suatu perjanjian pembiayaan.
Salah satu sumber dana bagi bank adalah dengan menyalurkan kredit
kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat konsumtif atau kebutuhan produktif. Itulah sebabnya,

64

Universitas Sumatera Utara


setiap orang atau badan usaha yang ingin meningkatkan kebutuhan konsumtif atau
produktifnya tetapi tidak memiliki modal yang cukup, sangat memerlukan
pendanaan dari bank, antara lain dengan cara meminjam kredit. Sebenarnya, dana
yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut
bukanlah dana milik bank sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank tersebut. Sehingga penyaluran kredit harus
dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudence) sebagai salah satu prinsip dasar
dalam etika bisnis (Wilamarta, 2007:49).
Dalam penelitian ini dapat dideskripsikan secara kritis rentetan interaksi
sosial dalam sistem kredit di perbankan. Sistem Kredit melalui pinjaman kepada
debitur, dikenakan bunga uang sesuai dengan ketentuan perbankan, sekalipun
dapat proses pembayaran kredit tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pada suatu
kesempatan diskusi dengan pihak collection Devisi NPL, peneliti pernah
melontarkan suatu pertanyaan mendasar tentang dampak dari mengambil kredit
dari salah satu bank dimana ia bekerja. Informan x yang tidak mau disebutkan
namanya mengatakan sebagai berikut:
“Sejujurnya dari semua debitur yang saya kenal selama saya
bekerja di Bank X hampir dipastikan bahwa debitur tidak ada yang
beruntung. Bila dipersentasekan hanya 20 persen yang dinyatakan
berhasil memperoleh profit dari penyaluran kredit di bank, dimana ia
bekerja. Memang belum ada data valid tentang 20 persen itu, tetapi
bisa saya gambarkan dalam setiap tahun. Memang pada awal
meminjam, debitur merasa terbantu, tetapi itu hanya sesaat, ketika ada
hal yang mendesak, tetapi hal yang paling memberatkan adalah
melunasi cicilan kredit itu setiap bulannya. Perputaran modal pinjaman
kredit itu, karena untungnya habis hanya untuk melunasi cicilan
perbulan”.

Pernyataan ini tentu menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam


perspektif ekonomi kapitalisme konteks kredit dalam perbankan. Awalnya
mulanya debitur mengajukan permohonan pinjaman di Bank X karena kekurangan
modal atau ada keperluan yang sangat mendesak, setelah itu pihak bank
mempertimbangkan dengan segala bentuk agunan yang ditawarkan oleh calon

65

Universitas Sumatera Utara


debitur, hingga permohonan itu diterima dan dicairkan sejumlah uang dengan
perjanjian.
Biasanya ada beberapa debitur pada pembayaran cicilan kredit pertama
sampai ketiga berjalan dengan baik, tapi sering pada cicilan kredit berikutnya
mulai macet. Maka mulai diberikan surat peringatan pertama sampai surat
peringatan ketiga dengan segala bentuk masalah dan strategis pola-pola interaksi
yang dipraktekan, hingga sampai pada penyitaan agunan kredit.
Bila dicermati pola interaksi ini, maka dapat ditemukan bahwa bank pada
dasarnya tidak pernah rugi, sekalipun menghadapi kendala kredit macet, dan
menghambat pertumbuhan kredit Bank X, namun ia telah mendapatkan untung,
dari bunga yang sudah ditetapkan. Apa yang pernah dikemukakan oleh Nugroho
(2001:2), orientasi profit sebagai tujuan individual merupakan karakteristik utama
dari sistem ekonomi pasar, atau kemudian dapat dikatakan dengan jelas bahwa
sistem ini merupakan bentuk ekonomi kapitalis.

4.4.Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidaklah sempurna baik dari segi penulisan terlebih dalam
pengambilan dan analisis data. Berbagai kelemahan yang perlu saya akui adalah
obyektivitas dalam penelitian. Dalam proses wawancara sering sekali arah
pemikiran saya masih terkait dengan regulasi perbankan dalam sistem kredit,
apalagi sudah lama berhenti mempelajari studi sosiologi. Terlebih lagi dalam
proses wawancara, kadang-kadang dipengaruhi oleh mindset seorang karyawan
bank, maka langkah yang saya lakukan berhenti sejenak dalam proses wawancara
sembari melihat kembali tujuan awal, sekaligus untuk menghindari bias data.
Kemudian saya juga membandingkan pernyataan dari pihak lain untuk
mengkonfirmasi pernyataan salah satu pihak sehigga data yang saya kumpulkan
akan semakin valid.
Dalam proses penyajian pun, framing pola pikir yang saya kembangkan
sering sekali masih sebatas regulasi, sehingga dalam proses penulisan, saya harus
membaca lagi referensi tentang kajian-kajian sosiologi, sehingga pemikiran-
pemikiran yang saya sampaikan sejalan dengan temuan-temuan di lapangan dari
perspektif sosiologi.

66

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Pola interaksi yang terbentuk sebagai pola interaksi mutualisme

berdampak pada sistem perbankan, yang bisa membuat debitur tidak

mampu membayar bunga uang tersebut, dan pada umumnya mereka hanya

mampu membayar tiga bulan berturut-turut dan pada bulan selanjutnya

mulai macet.

2. Interaksi sosial antara penagih dan debitur menimbulkan berbagai

dinamika sosial, baik debitur yang lancar maupun tidak lancar. Dinamika

sosial diinterpretasi atasrespon saat proses penagihan, sehingga pola

pendekatan pada debitur tidak lancar pada orang Batak Toba dan Karo

sedikit berbeda dengan pendekatan dengan Etnis Jawa Kelahiran Sumatera

3. Adanya hambatan komunikasi verbal dapat menimbulkan

permasalahanyang dapat diatasi dengan penggunaan bahasa daerah dan

bahasa Indonesia secara berselang-seling.

4. Dalam rangka mencegah dan meminimalisir kesalahpahaman dan

ketegangandalamproses penagihankedebitur,makacollector

menggunakan polainteraksiakomodasi. Dengan demikianterhindarkan

dari situasi keteganan kemudian memunculkan penyelesaian.

5.2. Saran

1. Perlunya meningkatkan mentalitas yang adaptif dan kooperatif bagi

collector dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat memaksimalkan

67

Universitas Sumatera Utara


kinerja penagihan dan menghindari risiko adanya pertentangan dengan

debitur. Hal ini dapat ditingkatkan melalui berbagai progran pelatihan

dan pengembangan soft skill.

2. Perlunya kesadaran bagi debitur untuk menjaga nama baik dengan

kerjasama melakukan pembayaran tepat waktu. Hal ini diperlukan bagi

debitur ketika akan meningkatkan usaha dengan mengajukan

penambahan modal usaha melalui kredit bank.

3. Guna mengurangi kredit macet, pihak perbankan dapat menawarkan

kerjasama pembiayaan secara kolektif kepada tempat kerja dan

masyarakat yang mempunyai usaha-usaha kecil dan menengah

sehingga mucul itikad baik yang dapat diawasi oleh pihak lain yang

lebih kredibel.

68

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abdelkader Boudriga, Neila Boulila Taktak, Sana Jellouli, (2009) "Banking


supervision and nonperforming loans: a cross‐country analysis", Journal
of Financial Economic Policy, Vol. 1 Issue: 4, pp.286-318,
Adrienne Roberts . "Household Debt and the Financialization of Social
Reproduction: Theorizing the UK Housing and Hunger Crises" In
RiskingCapitalism. Published online: 20 Oct 2016; 135-164.
Aliffiati. 2014. “Interaksi Sosial Antarumat Beragama di Perumahan Bumi
Dalung Permai Desa Dalung, Kuta Utara, Badung”. Jurnal Kajian Bali, 4
(1): 169-184.
Amuakwa, Frenklin-Mensah. 2015. Determinats of non-performing laons in
Ghana Banking Industry. International Journal Computaional
Economics and Economentrics, 5(1):35-54.
Anthony Gidden 1984 Constitution of Society: The Outline of the Theory of
Structuration. Cambridge: Polity Press 1984
Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung :
Simbiosa Rekatam
Astuti, Nanin Koeswidi . 2017. Perbuatan Melawan Hukum Dalam Penagihan
Utang Kartu Kredit Oleh Debt Collector Dan Pertanggungjawaban
Bank. Tô-râ: Volume 3 Nomor 3, Desember 2017, Nanin Koeswidi
Astuti, hal. 653-662
Basrowi. 2014. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Batari, Dea. 2012. Aspek Hukum Penggunaan Jasa Debt Collector Dalam
Penagihan Hutang Kartu Kredit Dalam Sistem Perbankan (Studi Kasus:
Citibank). Depok: Pascasarjana Ilmu Hukum UI. (Tesis).
Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi: teori, paradigma, dan diskursi
teknologi komunikasi di masyarakat. Jakarta: Kencana.
Creswell, J.W., 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. London: Sage Publication.
Denzin, K. Norman dan Yvonnas S. Handbook of Qualitative Research.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

69

Universitas Sumatera Utara


Doni Harfiyanto, Cahyo Budi Utomo, Tjaturahono Budi. 2015. “Pola Interaksi
Sosial Siswa Pengguna Gadget Di Sma N 1 Semarang”. Journal of
Educational Social Studies, 4 (1): 1-5.
Eko Siswono, 2009. “Resistensi Dan Akomodasi: Suatu Kajian Tentang
Hubungan-Hubungan Kekuasaan Pada Pedagang Kaki-Lima (PKL),
Preman dan Aparat di Depok, Jawa Barat”. Depok: Pascasarjana
Antropologi UI (Disertasi).
Elly M. Setiadi-Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman fakta dan
Gejala Permasalahn Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana.
Florin, Bogdan,. 2014. Non-Performing Loans-Dimension of the non-quality of
Bank Lending/Loans and thier Spesific Connections. Journal Theoretical
and Applied Economics, 21(5):127-146.
Gaétan Breton, Marie‐Andrée Caron, (2008) "Elements for sociology of profit",
Society and BusinessReview, Vol. 3 Issue: 1, pp.72-90,
Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.
Hanudin Amin, Abdul Rahim Abdul Rahman, Stephen Laison Sondoh Jr, Ang
Magdalene Chooi Hwa,(2011) "Determinants of customers' intention to
use Islamic personal financing: The case of MalaysianIslamic banks",
Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 2 Issue: 1,
pp.22-42
Hernawan, J. 1995. Analisis Faktor-faktor Ekonomi dan Non Ekonomi Terhadap
Tingkat Pengembalian Kredit Tebu Rakyat. Skripsi. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Hidayati, E N. 2003. Prilaku Pengusaha Kecil dan Menengah dalam
Menggunakan dan Mengembalikan kredit. (Kasus Pengusaha Kecil dan
Menengah Pengambil Kredit Umum Pedesaan di BRI Unit Pasar Blok A
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Lubis A. Yusuf. 2014. Posmodernisme: Teori dan Metode. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

70

Universitas Sumatera Utara


Mardianingsih. 2006. Analisis Penyaluran dan Pengembalian Kredit Dana
Bergulir Sebagai Modal Pendanaan Usaha Mikro di Wilayah
Pembangunan Bogor Barat. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Martin, Roderick. 1993. Sosiologi Kekuasaan. Jakarta: PT RajaGrasindo Persada.
Mudhoffir, A. Mughis. 2013. Teori Kekuasaan Michael Foucault: Tantangan
Bagi Sosiologi Politik. Sosiologi Masyarakat, 18(1):75-100.
Muhardini, D. 1999. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Pengembalian Kredit Motorisasi Nelayan Di Kelurahan Pelabuhan Ratu,
Kabupaten Tingkat II Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi
Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Muryanto Amin. 2014. “Relasi Jaringan Organisasi Pemuda Dalam Pemilihan
Gubernur Sumatera Utara”. Jurnal Komunitas 6 (1) (2014): 151-158.
Neuman, W. Lawrence. 2013. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitaif. Terjemahan Edina T. Sofia. Jakarta: PT.
Indeks.
Panggabean. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan
Tunggakan Kupedes Pada Nasabah BRI Cabang Iskandar Muda Medan.
Skripsi. Program Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.
Partowisastro, H. 2003. Psikologi Sosiologi. Jakarta : Erlangga.
PT. Bank Mandiri Persero (Tbk). Mandiri Menuju Masa Depan: Laporan Tahun
2018
Putra, Halley. 2011. Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah (Non Performing
Loan) Secara Non Litigasi Pada P.T. Bank. Depok: Fakultas Hukum
Program Studi Magister Kenotariatan UI (Tesis).
Ritzer, G., dan Goodman, D.J., 2008. Teori Sosiologi: dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir. Terjemahan Nurhadi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Rozi, Muhammad Fachrur. 2016. Sosiologi Ekonomi Islam. Purworejo: StIEF-
IMPAFA.

71

Universitas Sumatera Utara


Safitri, I. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kredit Umum Pedesaan
(Kupedes) Pada Nasabah BRI Unit Ciampea Bogor. Skripsi. Program
studi Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
Sandstrom, G, M., & Dunn, E, W. (2014). Social interactions and well-being: The
Surprising Power of Weak Ties. Personality and Social Psychology
Bulletin. Retrieved November 29, 2014http://psp.sagepub.com/
Santosa, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sari, N. F. (2012). Analisis Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non
Performing Loan Terhadap Loan to Deposit Ratio pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), tbk Cabang Rantau, Aceh Tamiang. (PERIODE
2007-2011). Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol.1, No.1, Desember
2012.
Scott, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Diterjemahkan Budi
Kusworo, Hira Jhamtani, Mochtar Pabotingi, dan Gunawan Wiradi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Scott, James C. 1990. Everyday Forms of Resistance. Copenhagen, 4 (89):33-62.
Scott, James. 2000. Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,
Septi Nur Wijayanti, 2016. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014. Jurnal Media Hukum, 23 (2).
Siregar, Saparudin. 2013. Character Debitur Bank Syariah dalam Memenuhi
Kewajiban. Jurnal TSAQAFAH, 9(1): 75-100.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed methods). Bandung:
ALFABETA.
Syaputra, Arya. 2018. “Hubungan Sosial Patron Klien Antara Tauke Sawit Dan
Petani Sawit Di Desa Menggala Teladan kecamatan Tanah Putih
Kabupaten Rokan Hilir”. Jom FISIP, 5(1): 1-14.
Taufik. 2007. Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian
Kredit Macet Pada Kredit Usaha Pedesaan Studi Kasus BRI Unit
Ciomas. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.

72

Universitas Sumatera Utara


Turner, Bryan S. 2012. Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
Utomo, A. P. (2008). Pengaruh non performing loan terhadap kinerja keuangan
bank berdasarkan rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio
profitabilitas pada pt bank mandiri (persero), tbk.
Yusnita, R. T. (n.d.). Pengaruh Kredit Bermasalah Terhadap Perputaran Kas
Dan Dampaknya Terhadap Likuiditas. (Studi Kasus Pada PT. BPR Mitra
Kopjaya Mandiri Manonjaya Tasikmalaya), 2-3.

73

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN I
Daftar Wawancara
A. Debitur Tidak Lancar
1. Mengapa Anda membuat Permohonan kredit di Bank X ?
2. Apakah anda paham dengan Perjanjian Agunan Kredit yang sudah diserahkan
ke Bank X ?
3. Apa kira-kira kendala yang Anda hadapi sehingga kredit Anda Macet?
4. Apa saja yang dilakukan oleh pihak collector selama ini? Apakah anda pernah
diancam, dimarahi atau lain sebagainya?
5. Apakah ada niat anda untuk membayar tagihan cicilan kredit anda ke depan?
Mengapa?
6. Apa saja langkah-langkah yang anda lakukan untuk melunasi tagihan cicilan
kredit tersebut?
7. Apakah bunga yang diberikan oleh Bank X terasa berat? Jika ya atau tidak,
apa alasannya?
8. Dimana Pinjaman uang itu anda gunakan?
9. Bagaiman relasi dan komunikasi anda dengan pihak collection Bank?

B. Debitur Lancar
1. Mengapa pembayaran tagihan cicilan kredit lancar? Apa saja langkah-
langkah yang anda lakukan selama ini?
2. Apakah anda merasa terbebani dengan bunga dan cicilan kredit di Bank X
selama ini?
3. Apakah anda merasa terbantu dengan pinjaman kredit di bank X ?
4. Dimana Pinjaman uang itu anda gunakan?
5. Bagaiman relasi dan komunikasi anda dengan pihak collection Bank?
6. Apakah anda merasa nyaman dengan pelayanan Bank X ? Mengapa?

C. Pihak Collection
1. Bagaimana penilaian anda dengan debitur tidak lancar selama ini?
2. Apa saja kendala yang dihadapi ketika berinteraksi dengan debitur?
3. Apakah anda pernah diperlakukan kasar oleh debitur?
4. Bagaimana komunikasi yang anda bangun jika ada debitur yang sulit
dijumpai? Coba ceritakah?
5. Apakah anda pernah menggunakan pihak ketiga dalam proses penagihan?
6. Apakah anda pernah ikut dalam proses penyitaan agunan? Apakah ada
hambatan yang anda hadapi?
7. Apa yang utama dan pertama dalam proses penagihan kredit yang anda
terapkan selama ini?

74

Universitas Sumatera Utara


D. Devisi Maneger Kredit Mikro

1. Bagaimana cara anda menghadapi debitur yang tidak lancar yang sudah lebih
lima bulan?
2. Apa kendala terbesar dalam proses penagihan pak?
3. Bagaimana pendekatan selama ini dengan para debitur? Apakah ada
pendekatan prilaku dan budaya? Bagaimana itu diaplikasikan?
4. Pernah anda mendapatkan ancaman dalam proses penagihan?
5. Apakah Bank diperkenankan menggunakan pihak ketiga dalam proses
penagihan?
6. Bagaiman interaksi anda dengan debitur sebelum dan sesudah melakukan
peminjaman?
7. Bagaimana interaksi anda dengan debitur yang bermasalah?

75

Universitas Sumatera Utara


Wawancara dengan debitur

76

Universitas Sumatera Utara


Wawancara dengan debitur

Penagihan Collection

77

Universitas Sumatera Utara


Penagihan Colletion

78

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai