TESIS
OLEH
Tesis
OLEH
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Rizabuana,M.Phil,PhD)(Drs.Zulkifli,MA)
Ketua Anggota
(Prof.Rizabuana,M,Phil,PhD) Dr.MuryantoAmin,S.Sos,M.Si)
KETUA : Prof.Rizabuana,M,Phil,PhD
Anggota : 1. Drs.Zulkifli,MA
2. Prof.Dr.Sismudjito,M.Si
3. Dr.Bengkel Ginting,M.Si
ABSTRAK
Interaksi Sosial antara debitur dan collector adalah interaksi atas dasar
kerjasamaa (cooperation) bersifat simbiosis mutualisme. Kerjasama tersebut
diikatkan dalam kontrak perjanjian kredit oleh pihak bank dengan membayarkan
sejumlah bunga uang yang sudah ditetapkan, namun tak jarang pembayaran
cicilan kredit macet, maka collector sebagai bagian dari Bank melakukan
penagihan. Para collector sering mendapatkan kendala, debitur tidak ada di rumah,
dan bahkan sulit dijumpai, sementara jika dijumpai di rumah, alasan debitur tidak
mampu membayar, dan berbagai alasan lainnya. Oleh sebab itu, collection
diharapkan mampu melakukan berbagai macam pola interaksi sosial, karena tak
jarang collector mendapatkan perlawanan dan kekerasan dari pihak debitur.
Pola pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan melakukan wawancara dengan informan kunci dan informan
biasa, baik itu debitur lancar, debitur tidak lancar, dan collection dari persepktif
interaksi sosial. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu bank milik BUMN di
Kota Medan, terutama pada devisi Kredit Mikro. Penentuan informan mengacu
pada catatan laporan bulanan debitur terhadap kronologi pembayaran cicilan
kredit, sehingga tidak begitu menyulitkan bagi peneliti dalam proses pengumpulan
data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola interaksi debitur dan collection
mengalami dinamika, disebabkan oleh faktor ekonomi. Dimanika sosial umumnya
debitur sulit dijumpai di lokasi dengan berbagai alasan, apalagi uang kredit
tersebut digunakan untuk konsumsi, sehingga debitur kesulitan untuk melunasi
cicilan kredit perbulan. Model pendekatan yang sering digunakan oleh debitur
menggunakan pendekatan sosial budaya. Jika ia orang dari Etnis Batak, maka
diusahakan collection yang melakukan penagihan adalah collection etnis Batak,
dengan menggunakan berbagai istilah garis kekerabatan dalam struktur daliha
natolu. Model pendekatan lain adalah membangun komunikasi debitur dan
collection untuk menemukan kendala sekaligus mencari solusi, biasanya melalui
penghitungan kembali. Pada akhirnya, interaksi sosial antara debitur dan
collection selalu terjadi dominasi ekonomi, yang mewajibkan debitur melunasi
cicilan, karena terperangkap pada agunan yang nilainya lebih tinggi dari nilai
pinjaman kredit. Maka yang perlu diperhatikan dalam pola pendekatan ini adalah
penggunaan kredit pada sektor produksi, bukan konsumsi, dan ia hanya bisa
didekatkan melalui pendekatan humanis.
ABSTRACT
Social interaction between debtors and debt collectors is the cooperation based
interaction with mutualism symbiosis. It is bound by a loan agreement to the bank
by paying certain amount of money; however, bad credit often occurs that some
banks send debt collectors to collect the payment. Debt collectors frequently
encounter obstacles, namely, the debtor is not at home and is even difficult to
meet. Meanwhile, when they manage to meet the debtor at home, the debtor give
reason such as inability to pay, etc. therefore, it is expected that the collectors be
capable of performing various kinds of social interactions because they frequently
encounter debtors’ resistance and violence.
This research uses qualitative method and conducts interviews with key
informant and ordinary informant, either debtors with good credit or with bad
credit, and collectors in the perspective of social interaction. This research is
conducted in one of banks belonging to BUMN (State Owned Enterprise) in
Medan, particularly the Micro Credit Division. The selection of informants refers
to the notes in debtors’ monthly reports concerning the chronology of their
installment payment that facilitates the data collection of this research.
The results demonstrated that the interaction patterns between the debtor
and debt collectors are dynamic, resulted from economic factor. The social
dynamics that are generally found are that the debtor is difficult to meet at the
research location using various reasons, moreover the installment payment has to
be used for consumption, so that the debtors have difficulties to pay their monthly
installment. The debtors frequently use social-culture approach model. If the
debtor is a Bataknese, the debt collector has to be a Bataknese as well, so that
they can apply kinship line in dalihanatolu structure. The other approach is to
build communication with the debtor; and in case of encountering problems, the
debt collector will be able to find the solution which is usually to make
recalculation. Finally, the social interactions between debtors and debt collectors
always result in economic domination; that obliges the debtor to settle their
installment, because they are bound with the collateral which costs higher than
the value of the loan. It is important to notice that the loan is used in production
sector, not consumption, and the debtor can only be approached through
humanistic approach.
ii
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah yang maha pengasih, yang
menyelesaikan penulisan tesis ini. Perjalanan panjang proses penulisan tesis ini
cukup membuat penulis hampir patah arang, namun dengan semangat dan
dukungan dari keluarga dan teman-teman, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muryanto
Amin,S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
sekaligus ketua prodi Magister Sosiologi, Bapak Drs. Zulkifli, M.A., selaku
yang membangun, saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini. dan Penulis juga
berkontribusi dalam penulisan tesis ini, yaitu Dr. Fikarwin Zuska, M.A., sebagai
dosen, sekaligus dosen diskusi dan Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si sebagai
awal penulisan sampai dengan saat ini. Segenap dosen, staff dan seluruh pegawai
saya, isteri saya Hamida Hernawati Sihombing serta anak belahan jiwa
iii
penyemangat dalam penulisan tesis ini. Terima kasih pula saya haturkan kepada
rekan-rekan sesama karyawan Bank Mandiri wilayah Medan yang telah memberi
seangkatan yaitu : bang Donal,Slamet Haryono, Rita, Ismail, Septi, Santi, Jeni
yang selalu terus memberikan dorongan dan semangat saya dalam menyelesaikan
tesis ini.
maupun sistematika penulisan. Untuk itu saya berharap sumbangan kritikan dan
Penulis
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………..… 15
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………….….. 15
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………….……... 15
vi
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan……………………………………………. 83
5.2. Saran ……………………………………………..….. 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
Tabel 1.1. Tabel Hasil Observasi Kredit Macet dan Lancar Bank x ........ 9
Tabel 5.1 Tabel Daftar Jenis usaha tahun 2019 ………………………. 58
viii
ix
konteks penguasaan ruang publik tersebut, seolah menjadi perebutan antara pihak
PKL dengan Preman dan Aparat yang ingin melaksanakan aktivitas sehari-hari
dan akomodasi yang dilakukan para PKL yang terjadi di trotoar bekerja terkait
satu sama lain dan saling membutuhkan, menyebabkan posisi mereka semakin
menunjukkan penguasaannya. Para pelaku seperti preman dan aparat yang terlibat
Pola interaksi sosial juga terjadi dalam sistem perbankan yang menjadi
obyek penelitian. Sistem perbankan antara debitur yang terjadi dalam hubungan
saling membutuhkan. Lebih jauh lagi pola interaksi tersebut terjalin dalam
hubungan dominasi dan subordinat atau kapitalisme dan marginal sebagai sifat
dari kapitalisme semu. Bank dalam hal ini menyediakan uang untuk dikelolah
yang didasarkan pada sistem ekonomi uang dan ekonomi kredit. Praktik utang-
piutang diperbankan menjadi salah satu bentuk dinamika sosial dalam sistem
dari kehidupannya sendiri dan masyarakat. Pada masa ini, sistem itu justru
dijalankan oleh perbankan yang menganut sistem yang disebut fractional reserve
lembaga perbankan telah menjadi faktor penentu dan penggerak utama dari sistem
sosoknya selayaknya “vampir pengisap darah” yang tak kenal belas kasihan
(Rozi, 2016:136).
Dalam konteks debt based money system, pengenaan bunga (dalam utang
piutang) dimana bunga tidak pernah diedarkan oleh pihak perbankan (selaku
anggota masyarakat (debitur) dapat melunasi utangnya. Ada sebagian dari mereka
yang harus merelakan atau menjual asset riil (yang diagunkan) agar melunasi
Menurut Boudriga, Neila & Sana (2012), cara efektif untuk mengurangi kredit
macet adalah melalui penguatan sistem hukum dan meningkatkan transparasi dan
tahun 2017 di Indonesia, ada tiga Bank Besar yang mengalami kredit bermasalah,
yang telah mempublikasikan laporan keuangan per Juni 2017, dua bank mencatat
13 basis poin (bps) menjadi 4,72 persen dari periode yang sama tahunsebelumnya.
Demikian pula kredit bermasalah Bank X juga meningkat 5 bps menjadi 3,79
persen dari sebelumnya 3,74persen. Sementara kredit seret Bank BNI justru turun
pertumbuhan laba dalam enam bulan pertama tahun ini. BankPermata pada paruh
pertumbuhan laba 33,65 persen menjadi Rp 9,46 triliun dari sebelumnya Rp7,08
trilun. Demikian pula Bank BNI juga menorehkan pertumbuhan laba 46,68 persen
sebesar 3,00%. Berdasarkan sektor, NPL sektor perdagangan besar dan eceran
turun menjadi 4,42% dari 4,56% pada bulan sebelumnya, sedangkan NPL sektor
manufaktur mengalami kenaikan menjadi 3,70% dari 3,31%. Sementara itu NPL
Berdasarkan data ketiga bank di atas dan laporan khusus Kredit NPL di
Bank X, ini juga menunjukkan bahwa tingkat “utang” atau kredit macet oleh
bisa terjadi karena analisis kredit yang tidak sejalan dengan nilai agunan, atau
Menurut Siregar (2013), terdapat dua karakter buruk nasabah bank, yaitu:
diantaranya dengan melakukan pemalsuan dokumen. Hal ini dilakukan sejak awal
awalnya berjalan normal. Atas kredit bermasalah tersebut, jika dilakukan upaya
nasabah tetap tidak akan membayar, sekalipun dengan berbagai upaya tekanan
dilakukan.
kemoloran pembayaran atau pun tidak dibayarnya sama sekali suatu hutang kredit
yang belum terbayar tersebut dengan cara yang lebih efektif. Apabila berhasil
pihak ketiga tersebut akan mendapat balas jasa tertentu dari bank, biasanya
sebesar presentase tertentu dari jumlah tunggakan kredit dan bunga tertagih.
Dalam hal penagihan kredit seperti itu, secara hukum pihak ketiga yang bertugas
dalam hal penagihan bertindak untuk dan atas nama kreditur. Sepanjang tindakan
pihak ketiga tidak menyimpang, dari peraturan hukum, lessor pemberi kuasa tidak
organisasi yang bertugas untuk memastikan setiap debitur dapat melunasi hutang
tepat pada waktu. Keberadaan debt collectoratau penagih hutang dalam lembaga
kredit macet diperbolehkan, hanya saja harus berprinsip pada kehati-hatian agar
tidak menimbulkan kerugian pada konsumen, oleh sebab itu pola interaksi yang
terbangun juga harus baik agar citra perbankan juga baik di mata konsumen.
Menurut Astuti (2017) dalam praktinya cukup sering para debtcollector bertindak
tidak sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku yang berlaku. Seringkali debt
menimbulkan kerugian bagi nasabah maupun bank penerbit kartu kredit, karena
tidak sesuai dengan yang diharapkannya, bahkan pernah terjadi sampai masuk
ranah pidana karena debt collector melakukan kekerasan kepada nasabah bank
Hasil wawancara awal dengan para nasabah terkait perilaku debt collector
dalam melakukan penagihan cukup beragam, ada yang normatif ada juga yang
debitur pada keluarga atau tempat kerja, debt collector menelpon kerabat terdekat
atau atasan debitur dan menjelek-jelekkan debitur. Debt collector juga tak jarang
10
11
debitur dan penagih dalam perbankan. Pola-pola ini akan diinterprestasikan dalam
kajian-kajian sosial dengan mengamati pola komunikasi, pola sosial budaya dan
12
analisis resistensi hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman yang luas
perbankan.
peneliti lain untuk melakukan studi lanjutan atau studi komparatif tentang senjata
memperkaya hasil kajian empirik, dapat studi lanjutan peneliti diharapkan dapat
ranah kekuasaan.
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Bank Penagih
Interaksi
Sosial
Debitur
Macet
Bentuk
Terbuka Resistensi tertutup
29
30
3.4.1. Observasi
Penelitian ini menggunakan tiga cara pengumpulan data: teknik observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi Selain itu dalam observasi ini akan
diamati juga asset yang dijadikan agun, surat-surat peringatan dan lain
sebagainya.
3.4.2. Wawancara
31
3.4.3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen dari lembaga atau instansi yang terkait. Juga bisa berbentuk
sebuah foto atau sebuah rekaman video yang relevan dengan penelitian ini. Pada
bagian ini perlu diperhatikan laporan NPL, Kendala-kendala yang dihadapi oleh
Bank.
Berbagai dokumen yang sangat penting dalam kajian ini adalah surat
perjanjian kontrak kredit antara bank dengan debitur, surat peringatan pertama dan
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
4.1.8. JumlahDebitur
Jumlah debitur untuk bulan Juni 2019 adalah 285 orang. Jumlah
debitur ini diklasifikasikan menurut jatuh tempoh pembayarannya.Pertama
status normal, artinya tidak pernah telat dalam membayar angsuran. Kedua
status debitur dinyatakan non-performance loan (NPL)jika
mengalamiketertalambatanpembayaranangsuranselamatigakali.Penagihandebitu
r NPL dilakukan oleh firstcollection.Ketiga, status debitur dinyatakan write off
(WO) apabila debitur tidak membayar 5 kali angsuran, penanganan penagihan
ini diserahkan kepada first collection.
42
43
Beberapa langkah yang harus dipahami oleh pihak first collection, pertama
adalah memahami karakteristik debitur. E.B. Tylor (1871), memberikan definisi
mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahanya):
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain
44
Temuan ini dapat dipahami bahwa interaksi sosial dalam sistem perbankan
tetap memperhatikan aspek sosial dengan berbagai pendekatan komunikasi yang
45
rumah tangga seperti beras, gula, sabun, sikat gigi, minyak, dan sumbu
kompor dan lain-lain. Selanjutnya terdapat jenis usaha yang tidak masuk
46
kredit barang. Untuk jenis usaha yang sudah mempunyai paten merk
usaha adalah salah satu faktor utama untuk diberikannya syarat pinjaman
Usaha yang masih baru sama- sekali belum bisa mengajukan pinjaman
3tahun. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko kredit macet akibat
kegagalan dalam berusaha. Karena pada prinsipnya bagi pihak bank bahwa
usaha yang sudah berjalan lama membuktikan bahwa debitur sudah dapat
47
Temuan tersebut dikonfirmasi oleh salah satu pimpinan devisi kredit mikro
bank swasta, ia menegaskan bahwa ada kalanya kita menggunakan debt collector,
bahkan itu diperkenankan oleh peraturan bank. Penggunaan debt collector ini
terutama menghadapi debitur yang bermasalah, bisa pemuda setempat atau orang
yang dianggap punya “modal fisik” dan lain sebagainya. Berikut hasil kutipan
wawancara dengan pimpinan devisi kredit Bank Swasta di Kota Medan:
Debt collector merupakan bagian salah satu stuktural dalam
sistem perbankan yang kami jalankan selama ini. Mereka mendapatkan
upah sesuai ketentuan, dan jika mereka memenuhi target,collector
mendapatkan gaji bonus. Apalagi dalam situasi khusus terhadap debitur
yang sudah kena surat peringatan dan mendapatkan teguran beberapa
kali karena menunggak (Wawancara dengan nama samaran Kasinudin,
5 April 2019).
48
49
50
51
52
Ini sangat jelas bahwa interaksi sosial antara bank dan debitur terjalin
kerjasama dan akomodatif, sehingga dalam proses selanjutnya, bank tidak
mendapatkan kesulitan dalam hal pembayaran kredit. Ini berbeda halnya jika
dalam beberapa temuan oknum di bank swasta, terjadi manipulasi data, sehingga
sering sekali debitur tidak sanggup membayar, bahkan nilai agunan tidak sesuai
dengan jumlah uang yang dipinjamkan. Informan pegawai salah satu bank swasta
yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan sebagai berikut.
53
54
55
56
57
58
59
4.3.5. Akomodasi(accomodation)
Akomodasimerujuk pada suatu keadaan adanya keseimbangan dalam
interaksi orang-perorangan atau kelompok-kelompok kaitannya dengan
norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Akomodasi merupakan upaya manusia untuk mencapai kesetabilan dengan
meredakan pertentangan. Ketikacollector melakukan penagihan
kepadadebiturmelalui kunjungan langsung ke rumah maupun ke tempat usaha,
dalam hal inicollectormelakukanupaya pendekatandengancaraakomodasiini.
Karena beragamnnya karakter debitur untuk menghindari
kesalahpahaman dan ketegangan maka debt collector melakukan akomodasi.
Lebih lanjut faktor budaya dan etnisitas juga sangat sangat mempengaruhi
interaksi collector-debitur yang terjadi. Sebagai contoh debitur etnisBatak
Toba, cenderung berkarakter keras, merasa dipihak yang benar, hukum
dianggap lemah,
mementingkanurusanpribadinyasendiri.Berikuthasilwawancaradengan bapak
M. Cholis( nama samaran ) selakudebitur :
“Saya gak mau membayar kalo cara yang dipakai tidak sopan,
sayasudahbilangkalauhariinisayatidakadauang,kalaumaubulan
depansayaakanmembayardankalautidakmauyajanganmemaksa, saya
kan sudah bilang saya tidak ada uang. Sebenarnya kalaubilang baik-
baik kan enak jangan datang menagih utang dengan marah- marah, itu
bukan cara menyelesaikan masalah tapi menambah masalah, masalah
saya sudah banyak mikirin bayar anak sekolah, usaha saya, malah anda
menambah masalah, kalau emang saya ada uang pasti saya akan
membayar.”
60
61
62
63
64
65
4.4.Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidaklah sempurna baik dari segi penulisan terlebih dalam
pengambilan dan analisis data. Berbagai kelemahan yang perlu saya akui adalah
obyektivitas dalam penelitian. Dalam proses wawancara sering sekali arah
pemikiran saya masih terkait dengan regulasi perbankan dalam sistem kredit,
apalagi sudah lama berhenti mempelajari studi sosiologi. Terlebih lagi dalam
proses wawancara, kadang-kadang dipengaruhi oleh mindset seorang karyawan
bank, maka langkah yang saya lakukan berhenti sejenak dalam proses wawancara
sembari melihat kembali tujuan awal, sekaligus untuk menghindari bias data.
Kemudian saya juga membandingkan pernyataan dari pihak lain untuk
mengkonfirmasi pernyataan salah satu pihak sehigga data yang saya kumpulkan
akan semakin valid.
Dalam proses penyajian pun, framing pola pikir yang saya kembangkan
sering sekali masih sebatas regulasi, sehingga dalam proses penulisan, saya harus
membaca lagi referensi tentang kajian-kajian sosiologi, sehingga pemikiran-
pemikiran yang saya sampaikan sejalan dengan temuan-temuan di lapangan dari
perspektif sosiologi.
66
5.1. Kesimpulan
mampu membayar bunga uang tersebut, dan pada umumnya mereka hanya
mulai macet.
dinamika sosial, baik debitur yang lancar maupun tidak lancar. Dinamika
pendekatan pada debitur tidak lancar pada orang Batak Toba dan Karo
ketegangandalamproses penagihankedebitur,makacollector
5.2. Saran
67
sehingga mucul itikad baik yang dapat diawasi oleh pihak lain yang
lebih kredibel.
68
69
70
71
72
73
B. Debitur Lancar
1. Mengapa pembayaran tagihan cicilan kredit lancar? Apa saja langkah-
langkah yang anda lakukan selama ini?
2. Apakah anda merasa terbebani dengan bunga dan cicilan kredit di Bank X
selama ini?
3. Apakah anda merasa terbantu dengan pinjaman kredit di bank X ?
4. Dimana Pinjaman uang itu anda gunakan?
5. Bagaiman relasi dan komunikasi anda dengan pihak collection Bank?
6. Apakah anda merasa nyaman dengan pelayanan Bank X ? Mengapa?
C. Pihak Collection
1. Bagaimana penilaian anda dengan debitur tidak lancar selama ini?
2. Apa saja kendala yang dihadapi ketika berinteraksi dengan debitur?
3. Apakah anda pernah diperlakukan kasar oleh debitur?
4. Bagaimana komunikasi yang anda bangun jika ada debitur yang sulit
dijumpai? Coba ceritakah?
5. Apakah anda pernah menggunakan pihak ketiga dalam proses penagihan?
6. Apakah anda pernah ikut dalam proses penyitaan agunan? Apakah ada
hambatan yang anda hadapi?
7. Apa yang utama dan pertama dalam proses penagihan kredit yang anda
terapkan selama ini?
74
1. Bagaimana cara anda menghadapi debitur yang tidak lancar yang sudah lebih
lima bulan?
2. Apa kendala terbesar dalam proses penagihan pak?
3. Bagaimana pendekatan selama ini dengan para debitur? Apakah ada
pendekatan prilaku dan budaya? Bagaimana itu diaplikasikan?
4. Pernah anda mendapatkan ancaman dalam proses penagihan?
5. Apakah Bank diperkenankan menggunakan pihak ketiga dalam proses
penagihan?
6. Bagaiman interaksi anda dengan debitur sebelum dan sesudah melakukan
peminjaman?
7. Bagaimana interaksi anda dengan debitur yang bermasalah?
75
76
Penagihan Collection
77
78