Anda di halaman 1dari 126

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBANGUNAN DRAINASE DALAM

UPAYA PENANGGULANGAN BANJIR DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu


Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas
Sumatera Utara

OLEH :

KHAIRUNNISA
150903020

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :


Nama : Khairunnisa
Nim : 150903020
Program Studi : Ilmu Administrasi Publik
Judul : Implementasi Program Pembangunan Drainase
Dalam Upaya Penanggulangan Banjir di Kota Medan

Medan, 2019
Dosen Pembimbing Ketua Program Studi,
Ilmu Administrasi Publik

Dra.Asima Yanty S. Siahaan, MA, Ph.D. Dr. Tunggul Sihombing, M.A


NIP : 196401261988032002 NIP:196203011986031027

Wakil Dekan I
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara

Husni Thamrin, S.Sos, M.SP


NIP : 197203082005011001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat,

karunia serta hidayahNya yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul Implementasi Program Pembangunan Drainase Dalam Upaya

Penanggulangan Banjir di Kota Medan. Tidak lupa pula Shalawat dan Salam

penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Skrispsi ini ditujukan

untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Administrasi

Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada

penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

Skripsi ini penulis sadari masih memiliki kekurangan baik itu berupa isi,

penulisan maupun tata bahasa yang masih kurang karena keterbatasan

kemampuan yang penulis miliki. Semoga skripsi ini menjadi pembelajaran yang

sangat besar bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan penulis. Dalam

penulisan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang sangat

berkontribusi besar bagi terselesaikannya skripsi ini oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan rasa terimaka kasih yang sangat besar kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,

Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

2. Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara.

4. Ibu Dra. Asima Yanti S Siahaan, MA, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi

Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara, serta sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, memberikan arahan, serta motivasi yang begitu besar kontribusinya

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis sangat

berterimakasih

5. Seluruh Dosen FISIP USU Program Studi Ilmu Administrasi Publik yang telah

menjadi pengajar yang sangat berperan dalam mendidik dan memberikan

pengetahuan yang begitu penting kepada penulis.

6. Kepada Kak Dian dan Bang Suhendri yang telah banyak membantu penulis

khususnya hal yang berkaitan dengan administrasi kampus.

7. Kepada kedua orang tua penulis

8. Kepada pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan yang sangat membantu

penulis dalam mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan judul

penulis.

9. Kepada kakak dan abang penulis berserta keluarga besar penulis yang

memberikan penulis motivasi yang sangat besar

10. Kepada keponakan penulis yang sangat penulis sayangi

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Kepada sahabat sahabat penulis Amalia, Nova Sagita, Gita Lestari, Lenni

Ariani, Anggi Feby Sarfita Siregar, Sari Rahayu, Yolanda Prastica Siregar, Yuni

Miranda, Nur Khalijah Simbolon, Desi Savitri, Indra Herman Suahputra,

Munawir yang sangat mewarnai kehidupan perkuliahan penulis mulai dari

semester awal, saat PKL, hingga saat sekarang yang selalu ada dan siap menerima

keluh kesah penulis.

Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih ada kesalahan

dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapakan saran dan

kritikan yang dapat dijadikan pembelajaran kepada penulis untuk

menyempurnakan skripsi ini. Kepada semua pihak penulis ucapkan Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 2019
Penulis

Khairunnisa

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Implementasi Program Pembangunan Drainase merupakan salah satu


kebijakan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik
Indonesia No. 12 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan sistem drainase perkotaan.
Pembentukan pembangunan drainase bertujuan untuk membebaskan tingkat
genangan air atau banjir yang berada di wilayah perkotaan agar tidak mengganggu
rutinitas masyarakat sekitar. Namun terhambatnya proses pembangunan drainase
dikarenakan masih banyaknya sampah-sampah yang menyumbat saluran drainase
sehingga saluran drainase tidak dapat mengalirkan air kepembuangan akhir
dengan baik.
Penelitian ini menggunakan teori Van Meter dan Van Horn meliputi standar
dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana,
disposisi implementor, dan kondisi sosial, ekonomi dan politik. Tujuan penelitian
ini untuk mendeskripsikan implementasi yang dilakukan dalam program
pembangunan drainase yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dalam
upaya penanggulangan banjir di Kota Medan. Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Program Pembangunan
Drainase di Kota medan cukup responsif yakni pembangunan akan dilakukan
sesuai dengan standar dan sasaran kebijakan. Akan tetapi dalam bentuk
penanggulangan banjir di Kota Medan belum optimal karena masalah banjir tidak
dapat diatasi hanya dengan melibatkan satu instansi saja melainkan dibutuhkan
kerjasama dengan instansi-instansi lainnya. Sebagai sasaran dari program,
masyarakat sekitar merasa pembangunan drainase berperan penting untuk
membebaskan wilayah mereka dari tingkat genangan air atau banjir agar airnya
dapat mengalir dan membuang air dengan baik. Untuk itu Dinas Pekerjaan Umum
membagi tim pelaksana yakni UPT Medan Selatan untuk membersihkan saluran-
saluran drainase di setiap wilayah Kecamatan yakni Medan Sunggal, Selayang,
Tuntungan, Johor, Polonia, dan Maimun.
Kata Kunci : Implementasi Program, Drainase Perkotaan, Manajemen
Banjir

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT
Implementation of the Drainage Development Program is one of the policies
set out in the Minister of Public Works Regulation No. 12 of 2014 concerning the
implementation of urban drainage systems. Establishment of drainage
construction aims to free up the level of standing water or floods in urban areas
so as not to disrupt the routine of the surrounding community. However, the
construction process of the drainage is hampered because there is still a lot of
rubbish that clogs the drainage channel so that the drainage channel cannot drain
the final discharge water properly.
This study uses the Van Meter and Van Horn theory covering standards and
policy objectives, resources, communication, implementing agent characteristics,
implementor disposition, and social, economic and political conditions. The
purpose of this study is to describe the implementation carried out in the drainage
development program carried out by the Public Works Agency in efforts to
prevent flooding in the city of Medan. The method used is a descriptive method
with a qualitative approach. Data collection techniques in this study used
interview, observation and documentation techniques.
The results showed that the Implementation of the Drainage Development
Program in Medan City was responsive, that is, the development would be carried
out in accordance with policy standards and targets. However, in the form of
flood mitigation in the city of Medan is not optimal because the problem of
flooding can not be overcome by involving only one agency but collaboration is
needed with other agencies. As the target of the program, the surrounding
community felt that drainage development had an important role in freeing their
area from the level of standing water or flooding so that the water could flow and
dispose of water properly. For this reason, the Public Works Department divides
the implementation team, namely UPT Medan Selatan to clean drainage channels
in each District area, namely Medan Sunggal, Selayang, Tuntung, Johor, Polonia,
and Maimun.
Keywords: Program Implementation, Urban Drainage, Flood Management

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9

2.1 Kebijakan Publik ..................................................................................... 9


2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ........................................................ 9
2.1.2 Implementasi Kebijakan ............................................................... 12
2.1.3 Model-Model Implementasi Kebijakan ....................................... 14
2.2 Manajemen Penanggulangan Bencana ..................................................... 21
2.2.1 Manajemen Bencana .................................................................. 21
2.2.2 Manajemen Banjir ....................................................................... 25
2.2.3 Karakteristik Banjir ...................................................................... 26
2.2.4 Penyebab Banjir ........................................................................... 27
2.3 Manajemen Pembangunan Drainase ........................................................ 29
2.3.1 Pengertian Drainase ..................................................................... 29
2.3.2 Fungsi Saluran Drainase .............................................................. 32
2.3.3 Jenis-jenis Drainase ...................................................................... 33

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4 Defenisi Konsep ....................................................................................... 35
2.5 Hipotesis Kerja ......................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 37

3.1 Bentuk Penelitian .................................................................................... 37


3.2 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 38
3.3 Sumber Data ............................................................................................. 38
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 41
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 43
3.6 Teknik Keabsahan Data ........................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 45

4.1 Hasil Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................ 45

4.1.1 Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ...................... 46

4.1.2 Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ............. 47

4.1.3 Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan .................................................................................... 49

4.2 Implementasi Program Pembangunan Drainase Dalam Upaya

Penanggulangan Banjir Di Kota Medan ................................................... 56

4.2.1 Standar Dan Sasaran Kebijakan ................................................... 59

4.2.2 Sumber Daya ................................................................................ 65

4.2.3 Hubungan Antar Organisasi (Komunikasi) .................................. 70

4.2.4 Karakteristik Agen Pelaksana ...................................................... 74

4.2.5 Disposisi Implementor ................................................................. 77

4.2.6 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik .......................................... 81

4.3 Masalah Dan Kondisi Keberhasilan Implementasi Program Pembangunan

Drainase Di Wilayah Kecamatan .............................................................. 88

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 101

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 101

5.2 Saran ......................................................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108

LAMPIRAN ................................................................................................... 111

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ................................................................ 40


Tabel 4.1 Profil Kepegawaian ............................................................................. 66
Tabel 4.2 Pembagian UPT Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ...................... 76

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ............................................. 45


Gambar 4.2 Bagan Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.. 48
Gambar 4.3 Permasalahan Drainase Di Kota Medan ........................................ 57
Gambar 4.4 Normalisasi Drainase Di Kota Medan ........................................... 58
Gambar 4.5 Komunikasi Yang Terjalin Dalam Mengatasi Masalah Banjir ...... 72
Gambar 4.6 Kantor UPT Medan Selatan ........................................................... 75
Gambar 4.7 Koordinasi Permasalahan Banjir Di Kota Medan .......................... 87
Gambar 4.8 Sarana Dan Prasarana UPT Medan Selatan ................................... 89
Gambar 4.9 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Sunggal ......................... 91
Gambar 4.10 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Sunggal ............ 91
Gambar 4.11 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Selayang ...................... 92
Gambar 4.12 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Selayang ........... 92
Gambar 4.13 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Tuntungan ................... 93
Gambar 4.14 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Tuntungan ........ 93
Gambar 4.15 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Johor ............................ 94
Gambar 4.16 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Johor ................. 94
Gambar 4.17 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Polonia ......................... 95
Gambar 4.18 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Polonia .............. 95
Gambar 4.19 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Maimun ............ 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ..................................................................... 1


Lampiran 2 Pedoman Observasi ........................................................................ 6
Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi ................................................................... 7
Lampiran 4 Transkip Wawancara ...................................................................... 8
Lampiran 5 Transkip Observasi ......................................................................... 32
Lampiran 6 Transkip Dokumentasi .................................................................... 36

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam

maupun bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Bencana dapat disebabkan

oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis, iklim maupun faktor-faktor lain

seperti keragaman sosial, budaya dan politik. Bencana alam dapat terjadi secara

tiba-tiba baik dengan proses maupun yang berlangsung secara perlahan. Beberapa

jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara

akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa

bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunung api,

tsunami dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun

demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan

banyak kerugian baik jiwa maupun materi khususnya pada bencana banjir.

Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang

menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah bagian Timur.

Wilayah yang termasuk rawan bencana banjir yaitu wilayah NAD, Sumatera

Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, wilayah pantai Utara Jawa

dan sebagian Jawa Tengah bagian Selatan, sebagian daratan Timor, Kalimantan,

Sulawesi Selatan, dan Papua. Banjir sering menimbulkan dampak korban jiwa

maupun kerugian harta benda serta rusaknya fasilitas umum seperti, jalan,

jembatan, terputusnya aliran listrik, telepon termasuk fasilitas kesehatan dan

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pendidikan. Banjir dapat pula mengakibatkan rusaknya lingkungan permukiman

seperti tercemarnya sumber air bersih, rusaknya jamban penduduk, rusaknya

saluran pembuangan air limbah (SPAL) dan menumpuknya sampah buangan

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Permasalahan mengenai banjir merupakan salah satu penghambatnya proses

pembangunan serta mengganggu kegiatan / aktivitas ekonomi masyarakat sekitar.

Adapun kerugian yang terjadi akibat banjir ini terdiri dari kerugian banjir

langsung dan tidak langsung. Kerugian akibat banjir langsung merupakan

kerugian fisik, berupa robohnya gedung sekolah, industri, dan rusaknya sarana

transportasi. Kemudian kerugian akibat dari banjir tidak langsung seperti

komunikasi, pendidikan, kesehatan, serta terganggunnya kegiatan bisnis

(Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Oleh karena itu dalam mengatasi permasalahan

banjir ini adalah dengan ditawarkannya program pembangunan drainase.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 12

Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, yang mana

pembangunan ini berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan sistem aliran air

hujan agar aman dan mudah untuk melewati jalan, belokan daerah curam,

bangunan tersebut seperti gorong-gorong, pertemuan saluran, bangunan terjunan,

jembatan, tali-tali air, pompa dan pintu air.

Dalam memperbaiki hasil-hasil pekerjaan pemerintahan maka terbentuklah

suatu kebijakan publik. Manfaat dari kebijakan publik ini sendiri adalah untuk

pengembangan ilmu pengetahuan, membantu memecahkan permasalahan publik,

serta berguna untuk tujuan politik (Subarsono, 2005:4). Tujuan dari kebijakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


publik itu sendiri adalah dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang

berkaitan dengan barang publik (public goods) maupun jasa publik (public

service) (Tachjan, 2006:2). Oleh karena itu permasalahan publik yang melanda

Kota Medan sendiri adalah mengenai banjir, yang mana penulis ingin melihat

bentuk penanggulangannya melalui kebijakan pemerintah melalui pembangunan

drainase yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

Kota Medan juga memiliki dua saluran drainase alami besar (Sei Deli dan Sei

Belawan) dan satu buatan. Masih ada lagi saluran alami lainnya yang membelah

kota Medan seperti Sei Bandera, Sei Sikambing, Sei Putih, Sei Babura, dan Sei

Sulang-Saling dan sayang sekali tidak dimanfaatkan dengan baik (Kementrian

Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya Direktorat Pengembangan

Penyehatan Lingkungan, 2013). Ada salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya banjir yaitu daya serap tanah di kota Medan yang masih tergolong

rendah sehingga yang menyebabkan air meluap karena sungai tidak mampu lagi

mengaliri air. Banjir di Kota Medan disebabkan oleh faktor alam dan faktor non-

alam. Penjelasan di atas merupakan penyebab banjir yang disebabkan oleh faktor

alam sedangkan yang merupakan faktor non-alam, yaitu Medan belum

mempunyai masterplan dan manajemen drainase yang baik (Suripin, 2004).

Di kawasan perkotaan seperti Medan, permasalahan mengenai genangan air

merupakan salah satu masalah yang belum bisa terselesaikan. Hal ini terjadi

karena kurangnya daerah resapan air dan sedimentasi drainase yang tidak baik

sehingga terjadilah genangan air. Kebijakan pemerintah dalam membangun

fasilitas publik sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pembangunan merupakan suatu rencana yang sangat direspon baik bagi

penggunanya seperti dalam pembangunan saluran drainase. Tetapi dalam

perencanaan pembangunan yang ada saat ini seperti saluran drainase tidak sesuai

dengan etika pembangunan drainase yang berwawasan lingkungan pada setiap

kawasan. Saat ini sistem saluran drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur

perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari

kualitas sistem yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari

genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan jorok,

menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat

menurunkan kualitas lingkungan, dan kesehatan masyarakat (Suripin, 2004).

Dalam bentuk penanggulangan banjir sendiri banyak sekali instansi-instansi

lain yang terlibat untuk mengatasinya atau hanya membantu proses pencegahan

banjir dengan cara mengawasi serta terlibat langsung dalam pencegahan seperti

dari Pemko Medan yang diwakili oleh Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan

Dan Permukiman, Kodam, Balai Wilayah Sungai Sumatera II (BWSS II), Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan lain sebagainya. Akan tetapi fokus

penelitian ini ingin melihat bentuk penanggulangan banjir melalui program

pembangunan drainase oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan melakukan bentuk

kegiatan normalisasi drainase dipenjuru jalanan. Penanggulangan banjir pada

drainase merupakan salah satu prioritas urutan pekerjaan/bangunan yang harus

dilaksanakan. Permasalahan banjir terjadi akibat luapan dari sungai-sungai

penghubung yang ada tumpah ruah ke tengah kota. Hal inilah yang menjadikan

Kota Medan langganan terhadap banjir. Adapun solusi yang ditawarkan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengatasi permasalahan banjir di Kota Medan ini dengan normalisasi drainase di

penjuru jalanan. Normalisasi drainase ini dilakukan dengan pengerukan lebih

dalam struktur jalanan dan juga pembersihan selokan dari tumpukan sampah yang

berlebihan. Dengan pemasangan pipa drainase sebagai penyaring juga kerap

dipasang. (http://harian.analisadaily.com/opini/news /mencari-solusi-banjir-kota-

medan/5 99301/2018/08/09, diakses pada tanggal 19 Januari 2019, Pukul 22.00

WIB).

Dalam mengatasi permasalahan mengenai banjir ini sangat membutuhkan

dana besar untuk membiayai pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan

pengamanan maupun penanggulangan banjir. Di samping itu masyarakat yang

berada pada daerah rawan banjir setiap saat memerlukan rasa aman dari pengaruh

akibat banjir. Dengan dana yang terbatas penanggulangan banjir harus dilakukan

dengan seoptimal mungkin dan dilaksanakan sesuai rencana dan prioritas yang

baik. Akibat peningkatan penduduk, lahan yang dibutuhkan akan semakin besar

sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis penggunaan lahan. Oleh karena itu

di daerah yang padat penduduknya pekerjaan mengenai penanggulangan banjir

perlu ditingkatkan, dengan kata lain penanggulangan banjir ini bertujuan untuk

memperkecil tingkat resiko bahaya/kerugian akibat banjir yang akan timbul. Atas

dasar pertimbangan penanggulangan banjir yang baik selain menyelesaikan

konstruksi fisiknya juga perlu adanya koordinasi, monitoring, evaluasi, rencana

perbaikan dan pemeliharaan yang berkelanjutan (Kodoatie dan Sugiyanto,

2002:72).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk mengatasi permasalahan banjir tentunya banyak pihak yang terlibat

baik melalui komponen masyarakat, instansi-instansi lainnya dengan tujuan

mengatasi banjir di Kota Medan. Oleh karena itu kerjasama merupakan salah satu

peran penting untuk memecahkan permasalahan banjir dan juga dapat membantu

mempercepat proses penanggulangan agar Kota tetap aman dan nyaman. Salah

satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun infrastruktur perkotaan

yaitu pembangunan drainase yang dinaungi oleh Dinas Pekerjan Umum sebagai

salah satu solusi yang ditawarkan untuk menanggulangi banjir yang ada di Kota

Medan. Akan tetapi dalam menjalankan program pembangunan drainase terdapat

beberapa masalah yang mengganggu terhambatnya proses implementasi suatu

program yakni pembangunan drainase yang tidak tertata dengan baik sehingga

mengakibatkan pendangkalan drainase yang cukup tinggi serta permasalahan

mengenai saluran-saluran yang kurang dipelihara dan bagian yang tumpat belum

diperbaiki dengan baik dan juga penyempitan sungai akibat penumpukan sampah-

sampah yang berlebihan sehingga terjadilah efek pembendungan.

(https://sumutpos.co/ 2018/08/01/atasi-banjir-di-medan-sungai-sikambing-

segera-dikeruk/3/, diakses pada tanggal 21 Februari 2019, Pukul 21.00 WIB).

Jadi dapat diketahui, dari permasalahan pembangunan drainase yang tidak

baik akan mengakibatkan genangan yang berlebihan karena saluran-saluran

drainase itu tidak mampu menyalurkan genangan-genangan air menuju sungai,

dan juga mengingat kondisi sungai juga tidak memungkinkan karena kondisi

sungai yang menjadi dangkal akibat banyaknya sampah-sampah yang bertebaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Implementasi Program Pembangunan Drainase Dalam Upaya

Penanggulangan Banjir Di Kota Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan,

maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah

“Bagaimana Implementasi Program Pembangunan Drainase Dalam Upaya

Penanggulangan Banjir di Kota Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh

peneliti. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sejauh

mana implementasi yang dilakukan dalam program pembangunan drainase yang

dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dalam upaya penanggulangan banjir di

Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Subyektif

Bermanfaat bagi peneliti untuk mengembangkan dan melatih

kemampuan peneliti dalam menulis karya ilmiah berdasarkan

kajian-kajian teori, dan juga peneliti mampu menganalisis

permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya

dengan ilmu yang didapat di dalam perkuliahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4.2 Secara Praktis

Penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi kemajuan

instansi terkait di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan mengenai

implementasi program pembangunan drainase dalam upaya

penanggulangan banjir.

1.4.3 Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dan

memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para

mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya

suatu karya ilmiah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Dalam menjalankan suatu pemerintahan sering ditemukan beragam

permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Pemerintah yang baik adalah

pemerintah yang memandang masyarakat sebagai pelaku utama sehingga

pemerintah akan berusaha mensejahterakan masyarakatnya. Oleh karena itu

pemerintah sebagai pengelola negara juga bertugas mengontrol ketertiban dan

menjamin kehidupan sosial. Adapun solusi yang diberikan pemerintah dalam

mengatasi masalah-masalah publik yaitu dengan mengelurkan sebuah kebijakan

publik. Disinilah kebijakan publik memiliki peran aktif yang tidak lain adalah

untuk memecahkan masalah-masalah publik agar dapat diselesaikan dengan baik.

Menurut Thomas Dye (dalam Subarsono, 2005:2) kebijakan publik adalah

apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy

is whatever goverments choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas

karena kebijakan publik mencakup suatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di

samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu

masalah publik. Defenisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut

mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan

pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan

yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh adan pemerintah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut James E. Anderson (dalam Subarsono, 2005:2) mendefenisikan

kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat

pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik di pengaruhi oleh para

aktor dan faktor dari luar pemerintah. Kebijakan publik di pahami sebagai

pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang

tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri,

pertahanan , dan sebagainya.

Harrold Laswell dan Abraham Kaplan (dalam Subarsono, 2005:3)

berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan

pratika-pratika sosial yang ada didalam masyarakat. Ini berarti kebijakan publik

tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan pratik-pratik sosial yang ada

dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan

dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut

akan mendapat resistensi ketika di implementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan

publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan pratika-pratika yang hidup

dan berkembang dalam masyarakat.

Lembaga dunia Perserikatan bangsa-bangsa (PPB) telah memberikan makna

pada kebijakan publik (dalam Wahab, 2016:9) kebijakan publik ialah pedoman

untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat

umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci,

bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya

seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-

aktivitas tertentu, atau suatu rencana.

Menurut Carl Friendrich (dalam Wahab, 2016:9) ia menyatakan bahwa

kebijakan publik itu ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang

disusulkan oleh seseorang, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

sehubungan dengan adaya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-

peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Dari defenisi di atas dapat diketahui bahwa kebijakan publik merupakan

produk pemerintah berupa peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekelompok

orang maupun masyarakat untuk di patuhi dan dilaksanakan sesuai dengan hukum

dan nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas

kebijakan. Dan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik,

William Dunn (2000:2) mengemukan bahwa ada beberapa tahap proses analisis

kebijakan publik yang harus dilakukan yaitu:

1. Agenda Setting (Agenda Kebijakan )


Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik
yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat
berkembang menjadi agenda kebijkan apabila memenuhi syarat, seperti
memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan
tersediannya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik
tersebut.
2. Policy Formulation (Formulasi Kebijakan)
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah makanisme untuk
menyelesaikan masalah publik untuk menentukan kebijakan pada tahap ini
dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan dimana
keputusan yang diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang
serba terbatas.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Policy Adoption (Adopsi Kebijakan)
Merupakan tahapan untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan
dilakukan. terdapat beberapa hal yaitu identifikasi alternative kebijakan
yang diinginkan dan juga mengidentifikasi alternatif-alternatif dengan
menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek posotif alternative
kebijakan lebih besar daripada efek negatif yang akan terjadi.
4. Policy Implementation (Implementasi Kebijakan)
Pada tahap ini implementasi kebijakan lebih dilakukan oleh unit-unit
eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber
dana dan sumber lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi
dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program,
dimana posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
Sehingga dengan mengorganisir, seorang ekskutif mampu mengatur secara
efektif dan efesien sumber daya , unit-unit dan teknik yang dapat
mendukung pelaksanaan program.
5. Policy Assesment (Evaluasi Kebijakan)
Tahap akhir dari sebuah proses kebijakan adalah penilaian terhadap
kebijakan yang telah diiambil dan dilakukan. dalam peneilaian ini semua
prose implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang ditentukan
atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesaui dengan
ukuran-ukuran (kriteria-kriteria yang telah ditentukan).

2.1.2 Implementasi Kebijakan

Dalam merumuskan suatu kebijakan terdapat beberapa proses yang di lewati

mulai dari tahap penyusunan agenda, perumusan kebijakan, adopsi kebijakan,

implementasi kebijakan, dan evaluasi. Suatu kebijakan yang telah melewati

beberapa tahap perumusan kemudian di cari alternatif terbaik oleh pemerintah,

langkah selanjutnya ialah implementasi sebagai tahapan penting yang harus ada

dalam keseluruhan proses kebijakan publik (Wahab, 2014:133). Implementasi

adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui

proses politik (Lester dan Stewart, 2000:104). Selanjutnya dari James Anderson

(dalam Kusumanegara 2010:97) menyatakan bahwa implementasi kebijakan/

program merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi).

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang

dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2004:64) adalah “Konsep implementasi

berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to

implement (mengimplementasikan) berarti menyediakan sarana untuk

melaksanakan sesuatu dan untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu”.

Sementara itu Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2004:65) menyatakan

bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-

individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan

kebijakan”.

Dalam arti seluas-luasnya, implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk

pengoperasionalisasian atau penyelenggaran aktivitas yang telah ditetapkan

berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama di antara beragam

pemangku kepentingan (stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat),

prosedur, dan teknik secara sinergistis yang digerakkan untuk bekerjasama guna

menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki (dalam Wahab,

2016:133) .

Implementasi kebijakan adalah krusial bagi pengkaji administrasi publik dan

kebijakan publik. Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan

diantara pemebentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah

undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan

keputusan pengadilan atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari

kebijakan bagi masyarakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jika sebuah kebijakan diambil secara tepat maka kemungkinan kegagalan pun

masih bisa terjadi jika proses implementasinya tidak tepat. Bahkan jika sebuah

kebijakan yang cemerlang sekalipun jika di implementasikan buruk bisa gagal

untuk mencapai tujuan para perancangnya (Tangkilisin, 2003:1).

Implementasi kebijakan di pahami juga sebagai suatu proses, output, dan

outcome. Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai proses karena

didalamnya terajdi beberapa rangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Implementasi

sebagai output melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program

telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami

penyimpangan-penyimpangan. Akhirnya implementasi juga di konseptualisasikan

sebagai outcomes. Kajian implementasi merupakan suatu proses mengubah

gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara

menjalankan perubahan tersebut. Pengkajian mengenai tahap implementasi

kebijakan merupakan bagian penting dalam proses kebijakan. Dari proses

pengimplementasian kebijakan ini akan menuntut sebuah konsekuensi-

kosenkuensi pengimplementasiannya yang tidak tepat sehingga akan

menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pembuat

keputusan.

2.1.3 Model - Model Implementasi Kebijakan

Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi

kebijakan publik yang lazim di pergunakan. Pada prinsipnya terdapat dua

pemilihan jenis teknis atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama

adalah implementasi kebijakan berpola “dari atas kebawah”(top-bottomer) versus

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“dari bawah ke atas” (bottom-topper), dan pemilahan implementasi yang berpola

paksa (command and control), dan mekanisme pasar (economic incentive)

(Nugroho, 2003:165). Namun secara umum model implementasi kebijakan yang

dikemukakan para ahli di pandang pemilahan yang pertama yang lazim disebut

model top-down dan bottom-up. Model top-down lainnya ialah model

implementasi yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn

(Wahab, 2016:176). Menurut kedua pakar ini, untuk dapat mengimplementasikan

kebijakan publik secara sempurna (perfect implementation). Model top-down

berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi

lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya bottom-up bermakna meski kebijakan

dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaanya oleh rakyat. Di antara keduanya

ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat

(Nugroho,2003:167).

Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak variabel atau

faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Beberapa variabel dan faktor yang terlibat dalam keberhasilan implementasi dapat

dipahami melalui beberapa model-model implementasi, antara lain :

A. Model George C. Edwards III

Implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang kompleks dengan banyak

faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Dalam

mengkaji implementasi kebijakan publik, Edward III mengajukan dua pertanyaan,

yakni:

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. What is the precondition for successful policy implementation?
(Apa prasyarat untuk keberhasilan implementasi kebijakan?)
2. What are the primary obstacles to successful policy implementation?
(Apa kendala utama untuk keberhasilan implementasi kebijakan?)

Dalam menjawab pertanyaan tersebut Edward menegaskan bahwa kebijakan

tidak akan berhasil tanpa implementasi yang efektif dari pembuat kebijakan, agar

implementasi berjalan efektif ada empat hal yang harus diperhatikan. Dalam

pandangan Edward III (dalam Indiahono, 2009:31), implementasi kebijakan

dipeengaruhi oleh empat variabel, yakni :

1. Komunikasi

Berkenaan dengan bagaimana kebijakan publik dikomunikasikan pada


organisasi atau publik, ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan
kebijakan, sikap dan respon dari para pihak yang terlibat, dan struktur
organisasi pelaksana kebijakan. Secara umum, Edwards membahas tiga hal
penting dalam komunikasi, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan
(clarity). Transmisi adalah keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-
perintah telah diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan adalah
perintah-perintah yang akan dilaksanakan tersebut haruslah jelas misalkan
melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi adalah perintah-perintah
tersebut harus jelas dan tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan
agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif (Winarno, 2002:125).

2. Sumberdaya

Berkenaan dengan ketersediaan sumberdaya, khususnya sumberdaya


manusia dan finansial. Sumberdaya manusia mengenai kecakapan pelaksana
kebijakan publik untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. Kemudian
sumberdaya finansial adalah kecukupan modal investasi atas keberlangsungan
sebuah program/kebijakan. Tanpa adanya sumberdaya sebuah kebijakan
hanya akan menjadi tulisan dalam dokumen.

3. Disposisi

Disposisi berbicara mengenai watak dan karakteristik yang dimiliki oleh


implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Disposisi dapat
berupa respon positif maupun respon negatif, bila implementor kebijakan
mempunyai disposisi positif maka kebijakan dapat berjalan lancar dan efektif
begitu juga sebaliknya bila disposisi negatif maka kebijakan tidak akan
berjalan sesuai arah yang diinginkan. Implementor yang memiliki komitmen

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui
dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap
berada dalam arah program yang telah digariskan dalam pedoman program.
Pengalaman korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan cerminan konkrit
dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan
kebijakan.Kemudian sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran.

4. Struktur Birokrasi

Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik


utama dari birokrasi yakni Standard Operational Procedure (SOP) dan
fragmentasi. Standard operational procedure (SOP) merupakan
perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta
kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas.
Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada
beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.

Setiap variabel yang dikemukakan diatas saling mempengaruhi satu dengan

yang lainnya untuk menciptakan implementasi kebijakan yang efektif, sehingga

keempat variabel saling bersinergi dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut.

Model Edward menjelaskan keterkaitan antara komunikasi yang baik oleh struktur

birokrasi yang sistematis, didukung oleh potensi sumberdaya yang mumpuni,

dilaksanakan oleh implementor yang komitmen dan jujur akan menghasilkan

implementasi kebijakan yang efektif dan tepat sasaran. Model Edward ini

menekankan tantangan bagaimana suatu kebijakan tidak terjadi fragmentasi yang

membuat implementasi menjadi tidak efektif. Model Edward masih termasuk

sederhana karena hanya melibatkan empat variabel, berbeda dengan model lain

yang lebih kompleks melibatkan banyak variabel.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Model Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn (dalam

Subarsono, 2005:99), menetapkan enam variabel yang diyakini dapat

memengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan, yaitu :

1. Standar dan sasaran kebijakan


Standar dan sasaran kebijakan berisi uraian yang ingin dicapai oleh
program, dalam jangka pendek, menengah atau panjang. Standar dan sasaran
harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran
kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan
konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya
Implementasi kebijakan membutuhkan dukungan mobilisasi sumberdaya
baik dari sumberdaya manusia maupun sumberdaya finansial. Sumberdaya
manusia (human resources) diperlukan dalam menjalankan implementasi
kebijakan berkaitan dengan kualitas dan kompetensinya. Kemudian
sumberdaya finansial (financial resources) dalam implementasi berkenaan
dengan kebutuhan dana yang dimobilisasikan selama kebijakan itu berjalan
untuk keberhasilan.

3. Hubungan antar organisasi (Komunikasi)


Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi
bagi keberhasilan suatu program. Kebijakan yang tidak dikomunikasikan
dengan baik dengan pihak terkait pelaksana, tidak akan menghasilkan
koordinasi dan dukungan yang baik. Koordinasi merupakan mekanisme yang
ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses
implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk
terjadi dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu komunikasi perlu
dibangun antar badan pelaksana sehingga sasaran program/kebijakan dapat
tercapai.

4. Karakteristik agen pelaksana.


Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah menunjuk seberapa
besar daya dukung struktur organisasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan
yang terjadi di internal birokrasi. Karakteristik yang cocok akan

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mempengaruhi efektifitas suatu kebijakan atau program yang sedang
diimplementasikan.

5. Disposisi implementor.
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : respon
implementor terhadap kebijakan yang akan memengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan kebijakan; kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;
dan intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.

6. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi.


Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan
Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Sumberdaya ekonomi
lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan;
sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau
menolak; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

Model Van Meter dan Van Horn mengurai enam variabel dengan lebih

kompleks dari model sebelumnya. Melalui Model Van Meter dan Van Horn ini

implementasi dikaji dari berbagai aspek yang saling berkaitan atas keberhasilan

suatu kebijakan, model ini tidak lupa mengkaji lingkungan luar yang

mempengaruhi. Model ini mengkaji baik variabel dari internal maupun eksternal

yang mempengaruhi efektifnya suatu kebijakan.

C. Model Merilee S. Grindle (1980)

Ide pokok model Grindle lebih menegaskan kepada kaitan antara tujuan

kebijakan dengan hasil-hasil kegiatan implementasi kebijakan. Setelah kebijakan

di transformasikan, kemudian kebijakan diimplementasikan hingga

keberhasilannya ditentukan oleh implementability dari kebijakan tersebut

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(Nugroho, 2008:445). Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle

(dalam Subarsono, 2005:93) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi

kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of

implementation).

Adapun isi kebijakan (content of policy) mencakup variabel kepentingan

kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat

yang diterima, perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, ketepatan letak

sebuah program, aktor pelaksana program, dan sumberdaya yang terlibat.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan (context of implementation) mencakup

kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat; karakteristik institusi

penguasa; dan tingkat kepatuhan dan responsivitas.

D. Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Model ini memiliki pandangan bahwa implementasi kebijakan publik

merupakan suatu tindakan merealisasikan keputusan output dari kebijakan.

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2005:94), ada tiga

kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni:

karakteristik dari masalah, karakteristik kebijakan/undang-undang, dan variabel

lingkungan.

Adapun penjabaran karakteristik dari tiga kelompok variabel tersebut yakni:

karakteristik masalah berupa tingkat kesulitan teknis dari masalah yang

bersangkutan, tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, proporsi kelompok

sasaran terhadap total populasi, cakupan perubahan perilaku yang diharapkan;

karakteristik kebijakan berupa kejelasan isi kebijakan, dukungan teoritis terhadap

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebijakan, alokasi sumberdaya finansial, dukungan antar institusi pelaksana,

kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana, komitmen aparat

terhadap kebijakan, partisipasi dalam implementasi kebijakan; dan lingkungan

kebijakan berupa kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, dukungan publik

terhadap sebuah kebijakan, disposisi dari kelompok pemilih, tingkat komitmen

dan ketrampilan dari aparat dan implementor.

2.2 Manajemen Penanggulangan Bencana

2.2.1 Manajemen Bencana

Bencana adalah suatu gangguan ekstrim dari suatu masyarakat yang

menyebabkan kerugian sosial, material dan lingkungan yang meluas dan melebihi

kemampuan masyarakat terdampak untuk mengatasi hanya dengan menggunakan

sumber daya sendiri. Berdasarkan Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 bencana

itu sendiri merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda. Sedangkan menurut Parker (dalam Wijayanto, 2012:26), bencana

ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah

manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi

yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan

untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau

gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)

masyarakat. Bila terjadi hazard tetapi masyarakat tidak rentan, berarti masyarakat

dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi

masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan

terjadi bencana. Hazard (bahaya) adalah fenomena alam yang luar biasa yang

berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta benda,

kehilangan mata pencaharian, dan kerusakan lingkungan. Vulnerability

(kerentanan) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan

masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman

bencana. Sedangkan risiko (kerentanan) adalah kemungkinan dampak yang

merugikan yang diakibatkan oleh hazard dan vulnerability. Bencana sendiri

merupakan hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas

yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai

implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya

berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari bencana baik mengurangi

kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima

model dalam manajemen bencana (dalam S.G. Purnama, 2002:4-6), yaitu:

1. Disaster Management Continuum Model. Model ini merupakan model


yang sering digunakan karena terdiri dari tahap – tahap yang jelas
sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap – tahap manajemen
bencana di dalam model ini meliputi emergency (keadaan darurat), relief
(bantuan), rehabilitation (rehabilitasi), recontruction (rekonstruksi),
mitigation (mitigasi), preparedness (kesiapan), dan early warning
(peringatan dini).
2. Pre-During-Post Disaster Model. Model ini membagi tahap kegiatan di
sekitar bencana. Terdapat kegiatan – kegiatan yang perlu dilakukan

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebelum bencana, selama bencana, dan setelah bencana. Model ini sering
digabungkan dengan disaster management continuum model.
3. Contract-Expand Model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap –
tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief,
rehabilitation, recontruction, mitigation, preparedness, dan early warning)
semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana.
Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah adalah pada
saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief)
sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan
mitigation kurang ditekankan.
4. The Crunch and Release Model. Manajemen bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat
tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski
hazard tetap terjadi.
5. Disaster Risk Reduction Framework. Model ini menekankan upaya
manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk
kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk
megurangi risiko tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2007 mengenai penanggulangan

bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana diharapkan akan

semakin baik, karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi

penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Penanggulangan bencana dilakukan secara terarah mulai pra bencana, saat

tanggap darurat, dan pasca bencana. Tahap awal dalam upaya ini adalah

mengenali / mengidentifikasi terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana.

Dalam manajemen bencana modern, terdapat empat siklus manajemen

bencana yang berbeda, yaitu mitigation (mitigasi), preparation (kesiapsiagaan),

response (tanggapan), dan recovery (pemulihan). Manajemen bencana yang

efektif menggunakan masing – masing menyumbangkan dengan cara sebagai

berikut (Coppola, 2007:8);

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Mitigation (pencegahan), yaitu dengan mengurangi kemungkinan atau
konsekuensi dari suatu bahaya. Mitigation ini berupaya untuk mengobati
bahaya yang berdampak pada masyarakat.
2. Preparation (kesiapsiagaan), yaitu melibatkan orang – orang yang terkena
dampak bencana atau orang yang dapat membantu mereka yang terkena
dampak dengan menggunakan alat – alat sebagai peluang mereka untuk
bertahan hidup dan juga untuk meminimalkan kerugian finansial dan juga
kerugian lainnya.
3. Response (tanggapan), yaitu dengan mengambil tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan dampak bencana yang telah terjadi.
Dalam manajemen bencana internasional istilah untuk menggambarkan
komponen respon ini adalah relief (bantuan).
4. Recovery (pemulihan), yaitu kembalinya kehidupan para korban ke
keadaan normal setelah terjadi dampak dan konsekuensi bencana. Fase
pemulihan ini biasanya dimulai setelah tanggapan berakhir dan dapat
bertahan selama berbulan – bulan atau bertahun – tahun.
Penanggulangan bencana telah dilakukan baik oleh pemerintah melalui

departemen/lembaga/instansi terkait serta lembaga/organisasi non pemerintah

serta masyarakat, namun kejadian bencana tetap menunjukkan peningkatan baik

intensitasnya maupun dampak kerugiannya. Untuk itu upaya-upaya

penanggulangan bencana harus tetap dilakukan dan selalu ditingkatkan. Salah satu

upaya tersebut adalah dengan memberikan pengetahuan praktis tentang

karakteristik bencana dan upaya-upaya mitigasinya kepada seluruh pemangku

kepentingan (stakeholder). Mitigasi bencana alam dapat berhasil hanya ketika

pengetahuan rinci tentang frekuensi yang diharapkan, karakter, dan magnitudo

peristiwa berbahaya di daerah diketahui. Banyak jenis informasi yang diperlukan

dalam manajemen bencana alam memiliki komponen spasial yang penting. Data

spasial adalah data dengan komponen geografis, seperti peta, fotografi udara, citra

satelit, GPS data, curah hujan, dan lain-lain (Paturuhu, 2015:2-3).

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2 Manajemen Banjir

Banjir merupakan kata yang tidak asing lagi di Indonesia, khususnya pada

waktu musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami

bencana banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan

ini sampai saat ini belum terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat baik

frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Bencana banjir

merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan

kehilangan jiwa, kerugian harta dan benda. Banjir sering terjadi di berbagai negara

terutama di negara berkembang. Berdasarkan defenisi dari Multilingual Technical

Dictionary on Irrigation and Drainage yang dikeluarkan oleh International

Commission on Irrigation & Drainage (ICID) mengenai pengertian banjir dapat

diberi batasan sebagai laju aliran sungai yang relatif lebih tinggi dari biasanya;

genangan yang terjadi di dataran rendah; kenaikan, penambahan, dan

melimpasnya air yang tidak biasanya terjadi di daratan (Paturuhu, 2015:5).

Manajemen banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya air yang

lebih spesifik untuk mengontrol hujan dan banjir pada umumnya melalui dam

(bendungan) pengendali banjir atau peningkatan sistem pembawa (sungai,

drainase) dan pencegahan hal yang berpotensi merusak dengan cara mengelola

tataguna lahan dan daerah banjir (flood plains). Termasuk dalam manajemen

banjir adalah menata kawasan lindung dan kawasan budidaya kota yang

berwawasan lingkungan. Dalam pengelolaan sumber daya air, manajemen banjir

juga berarti mengharmonisasikan dan mengintegrasikan konservasi sumber daya

air (dalam penataan ruang merupakan kawasan lindung), pendayagunaan sumber

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


daya air (dalam penataan ruang merupakan kawasan budi daya), dan pengendalian

daya rusak air (dalam penataan ruang merupakan gabungan pengelolaan antara

kawasan lindung dan kawasan budi daya) (Kodoatie, 2013:160).

2.2.3 Karakteristik Banjir

Banjir merupakan suatu peristiwa yang terjadi baik secara sengaja maupun

tidak sengaja yang dipengaruhi oleh alam dan manusia. Banjir memiliki jenis

yang berbeda-beda dan setiap jenis banjir juga memiliki karakteristik yang

berbeda pula. Beberapa karakteristik banjir secara umum yang dapat kita temui

terkait dengan bencana banjir yang akan terjadi adalah (Paturuhu, 2015:134-135);

1. Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus - menerus
sepanjang hari.
2. Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
Genangan ini bisa sesaat, berhari - hari atau bahkan berminggu - minggu
dan datangnya bisa cepat atau perlahan-lahan.
3. Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan,
dan manusia.
4. Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di
tempat - tempat yang rendah (terjadi sedimentasi).
5. Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
6. Sesudah banjir lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
7. Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau
hilangnya orang.
8. Waktunya tergantung dari besarnya banjir, bisa lama atau singkat. Dalam
pengertian banjir bisa sesaat dalam hitungan menit namun datangnya tiba-
tiba, bisa menggenang atau membanjiri suatu wilayah dengan proses
perlahan.
9. Kecepatan datang secara perlahan-lahan atau langsung, bisa menjadi banjir
bandang bahkan dalam kondisi tertentu akibat daya rusak air yang besar
bisa berupa banjir air bercampur lumpur, batu besar dan kecil serta benda
lainnya.
10. Pola banjirnya musiman.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jadi dapat diketahui karakteristik banjir secara umum dapat ditandai dengan

meningkatnya jumlah air sehingga menggenangi suatu daerah atau daratan dan

membuat lingkungan sekitar menjadi kotor.

2.2.4 Penyebab Banjir

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum

penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu banjir

yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan juga banjir yang diakibatkan oleh

tindakan manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002:78-79).

Yang termasuk faktor alami diantaranya:

1. Curah Hujan. Indonesia mempunyai iklim tropis sehingga sepanjaang


tahun mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Pada
musim penghujan, curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan banjir di
sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau
genangan.
2. Pengaruh Fisiografi. Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk,
fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan
sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman,
potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dll merupakan
hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
3. Erosi dan Sedimentasi. Erosi di daerah pengaliran sungai (DPS)
berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi
menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi
akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir
di sungai. Sedimentasi juga menjadi masalah besar pada sungai-sungai di
Indonesia.
4. Kapasitas Sungai. Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat
disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul
sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya
vegetasi (tumbuhan) penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak
tepat.
5. Kapasitas drainase yang tidak memadai. Hampir semua kota-kota di
Indonesia mempunyai drainase daerah genangan yang tidak memadai,
sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim
hujan.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Pengaruh Air Pasang. Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut.
Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka
genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).
Yang termasuk penyebab banjir karena tindakan manusia diantaranya:
1. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai (DPS). Perubahan DPS
seperti pengundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan
kota, dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir
karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang ada,
perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi yang besar terhadap
naiknya kuantitas dan kualitas banjir.
2. Kawasan kumuh. Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai
dapat merupakan penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal
sebagai faktor penting terhadap masalah banjir di daerah perkotaan.
3. Sampah. Kurangnya disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya, umumnya kebanyakkan dari masyarkat membuang sampah ke
sungai. Di kota-kota besar hal ini sangat mudah dijumpai. Pembuangan
sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena
menghalangi aliran.
4. Bendungan dan bangunan Air. Bendung dan bangunan lain seperti pilar
jembatan dapat meningkatkan elevasi (ketinggian suatu tempat) muka air
banjir karena efek aliran balik (backwater).
5. Kerusakan bangunan pengendali banjir. Pemeliharaan yang kurang
memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan
kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas
banjir.
6. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat. Beberapa sistem
pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir
kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama
banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang
tinggi. Limpasan pada tanggul waktu terjadi banjir yang besar
menyebabkan keruntuhan tanggul sehingga kecepatan aliran yang sangat
besar melalui bobolnya tanggul menimbulkan banjir yang besar.
Indonesia memiliki lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil, 30% diantaranya

melewati kawasan padat penduduk, yang tentunya mempunyai potensi terhadap

terjadinya banjir pada wilayah permukiman yang dilalui oleh aliran sungai

tersebut. Ada juga penyebab terjadinya banjir (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014:5-7);

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Curah hujan yang tinggi dalam waktu yang lama.
2. Terjadinya hambatan di muara sungai akibat terjadinya pasang naik yang
bersamaan dengan puncaknya volume air yang mengalir di sungai.
3. Perubahan kondisi lahan pada daerah aliran sungai (DAS) baik di hulu,
tengah dan hilir akibat adanya penebangan hutan, pengembangan
pemukiman, industri dan lain – lain.
4. Terjadinya penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah secara
berlebihan terutama di daerah perkotaan.
5. Perubahan penggunaan lahan dari daerah pertanian, perkebunan dan hutan
menjadi permukiman yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air.
6. Pembangunan drainase yang tidak memperhitungkan kondisi lahan.
7. Adanya kebiasaan masyarakat yang membuang sampah padat ke saluran
drainase dan sungai yang mengakibatkan pedangkalan dan penyempitan alur
sungai serta menghambat aliran.
Dari penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya

banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor alam dan faktor

tindakan manusia. Dalam permasalahan banjir ini faktor tindakan manusia

menjadi penyebab yang paling sering kita lihat di lingkungan sekitar. Hal ini

dibuktikan dengan kurangnya kesadaran manusia dalam memelihara lingkungan

sekitarnya.

2.3 Manajemen Pembangunan Drainase

2.3.1 Pengertian Drainase

Di dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

menjelaskan mengenai klasifikasi penataan ruang berdasarkaan sistem, fungsi

utama kawasan kota, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis

kawasan. Adapun tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang ini bertujuan untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan berdasarkan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dengan

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan,

terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta terwujudnya

perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan

akibat pemanfaatan ruang.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang mengenai penataan ruang maka

penyelenggaraan yang sudah terjadi adalah mengenai pembangunan yang ada di

wilayah tersebut. Pembangunan tersebut dilakukan sebagai bentuk pemanfaatan

lahan untuk memberikan kehidupan yang layak dan aman bagi masyarakat sekitar.

Salah satunya dalam pembangunan drainase. Pembangunan drainase ini dapat

membantu mengurangi jumlah air yang berlebihan, kemudian mengalirkannya

ketempat pembuangan air sehingga dapat menghindari terjadinya banjir lokal serta

membantu masyarakat menjalankan kegiatannya dengan aman dan nyaman.

Dalam siklus pembangunan, dulu dikenal SIDLAKOM (Survey,

Identification, Design, Land Acquisition, Operation, and Maintenance)

merupakan siklus yang kurang lengkap karena tidak mencantumkan evaluasi dan

monitoring. Kurang lengkapnya siklus tersebut menyebabkan arus informasi

terputus, sehingga keberhasilan atau kegagalan hasil pembangunan sistem

drainase pada khususnya dan infrastruktur yang telah lalu pada umumnya tidak

terinventarisasi untuk dijadikan bahan pijakan dan pertimbangan dalam

pengembangan di masa mendatang (Suripin, 2004:11).

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kata drainase sendiri berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan

atau mengalirkan. Drainase secara umum didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu

konteks pemanfaatan tertentu. Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat

untuk menangani persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas

permukaan tanah maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan

air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan

yang lama. Kebutuhan terhadap drainase berawal dari kebutuhan air untuk

kehidupan manusia di mana untuk kebutuhan tersebut manusia memanfaatkan

sungai untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, perikanan, peternakan dan

lainnya. Untuk kebutuhan rumah tangga mengahasilkan air kotor yang perlu

dialirkan dan dengan makin bertambahnya pengetahuan manusia mengenal

industri yang juga mengeluarkan limbah yang perlu dialirkan. Pada musim hujan

terjadi kelebihan air berupa limpasan permukaan yang seringkali menyebabkan

banjir sehingga manusia mulai berpikir akan kebutuhan sistem saluran yang dapat

mengalirkan air lebih terkendali dan terarah dan berkembang menjadi ilmu

drainase. Dalam pembahasan lebih lanjut akan di titik beratkan pada drainase

yang lebih komplek terdapat pada wilayah perkotaan (Hasmar, 2002:1).

Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang khusus mengkaji kawasan

perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan

sosial budaya yang ada di kawasan kota tersebut. Drainase perkotaan merupakan

sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi

kawasan pemukiman, industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, dan lain – lain. Desain drainase

perkotaan memiliki keterkaitan dengan tata guna lahan, tata ruang kota,

masterplan drainase kota dan kondisi sosial budaya masyarakat terhadap

kedisiplinan dalam hal pembuangan sampah. Pada sebuah kawasan perkotaan

persoalan drainase cukup komplek, oleh karena itu untuk perencanaan dan

pembangunan bangunan air untuk drainase perkotaan, keberhasilannya tergantung

pada kemampuan masing – masing perencana, dan dibutuhkan kerjasama antar

beberapa ahli di bidang lain yang terkait (Wesli, 2008:1-3).

Jadi secara umum permasalahan mengenai drainase menjadi kendala di

penanganan drainase itu sendiri karena mengingat tingkat kesadaran

masyarakatnya dalam menjaga dan memelihara lingkungan sekitar terutama

drainase itu sangat rendah dan pengelola prasarana drainase itu sendiri tidak

mampu untuk menyusun program yang dibutuhkan.

2.3.2 Fungsi Saluran Drainase

Dalam sebuah sistem drainase digunakan saluran sebagai sarana pengaliran

air yang terdiri dari saluran sebagai sarana pengaliran air yang terdiri dari saluran

interseptor, saluran kolektor, dan saluran konveyor. Masing-masing saluran

mempunyai fungsi yang berbeda (Wesli, 2008:13-15), yaitu:

1. Saluran Inseptor, adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah


terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di
bawahnya.
2. Saluran Kolektor, adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul aliran
dari saluran drainase yang lebih kecil.
3. Saluran Konveyor, adalah saluran yang berfungsi sebagai saluran
pembawa seluruh air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuang,
misalnya ke sungai tanpa membahayakan daerah yang dilaluinya.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam bentuk pemeliharaan untuk mencegah kerusakan saluran drainase ada

beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi (Hardiyatmo, 2015:327), yaitu;

a. Saluran drainase harus dapat mengalirkan atau membuang air dengan


cepat ke sungai.
b. Saluran drainase harus dapat membuang air hujan atau air dari sumber
lainnya yang berasal dari area jalan.
Drainase perkotaan juga memiliki banyak fungsi (Hindarko, 2011), diantaranya:
1. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya lebih
rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa
kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya
agar tidak membanjiri atau menggenangi kota yang dapat merusak
infrastruktur perkotaan.
3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan.
4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
Jadi dengan adanya saluran drainase ini dapat membantu mengalirkan air

yang berlebihan di sekitar area jalan atau daratan guna mengurangi genangan

banjir daerah khususnya wilayah perkotaan.

2.3.3 Jenis – Jenis Drainase

Dalam pembangunan drainase ada beberapa jenis drainase . Jenis-jenis

drainase terbagi dalam beberapa kelompok (Hasmar, 2002:2-3), yaitu;

1. Menurut Sejarah Terbentuknya


a. Drainase Alamiah (Natural Drainage), terbentuk secara alami dan tidak
ada campur tangan manusia. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang
bergerak karena grativitasi yang lambat kemudian membentuk jalan air yang
permanen seperti sungai. Daerah-daerah dengan drainase alamiah yang
relatif bagus akan membutuhkan perlindungan yang lebih sedikit daripada
daerah-daerah rendah yang tertindak sebagai kolam penampung bagi aliran
dari daerah anak-anak sungai yang luas.
b. Drainase Buatan (Artificial Drainage), dibentuk berdasarkan analisis
ilmu drainase untuk menentukan debit akibat hujan dan dimensi saluran.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Drainase ini dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasanagan batu,
gorong-gorong, dan pipa-pipa.
2. Menurut Letak Saluran
a. Drainase Muka Tanah (Surface Drainage). Saluran drainase yang berada
di atas permukaan tanah berfungsi untuk mengalirkan air limpasan
permukaan.
b. Drainase Bawah Tanah (Sub Surface Drainage). Saluran drainase ini
bertujuan untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di
bawah permukaan tanah (pipa-pipa).
3. Menurut Fungsi Drainase
a. Single Purpose, saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan saja.
b. Multy Purpose, saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis
buangan baik secara bercampur maupun bergantian.

4. Menurut Konstruksi
a. Drainase Saluran Terbuka, yaitu saluran untuk air hujan yang terletak di
area yang cukup luas. Dan juga untuk saluran air non hujan yang tidak
mengganggu kesehatan lingkungan.
b. Drainase Saluran Tertutup, yaitu saluran untuk air kotor yang
mengganggu kesehatan lingkungan atau untuk saluran yang terletak di
tengah perkotaan.

5. Menurut Sistem Pembuangannya


a. Sistem Terpisah (Separate System), dimana air kotor dna air hujan dilayani
oleh sistem saluran masing-masing secara terpisah.
b. Sistem Tercampur (Combined System), dimana air kotor dan air hujan
disalurkan melalui satu saluran yang sama.
c. Sistem Kombinasi (Pscudo Separate System), merupakan perpaduan antara
saluran air buangan dan saluran air hujan dimana pada waktu musim hujan
air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan
air hujan berfungsi sebagai penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu
tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor.
Kemudian berdasarkan fisiknya, drainase terbagi menjadi 3 tahap yaitu sebagai
berikut;
1. Sistem Saluran Primer, yaitu saluran yang menerima masukan aliran dari
saluran-saluran sekunder. Saluran primer relatif besar sebab letak saluran
paling hilir. Aliran dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
2. Sistem saluran Sekunder, yaitu saluran tertutp atau terbuka yang berfungsi
menerima aliran air dari saluran-saluran tersier dan meneruskan aliran ke
saluran primer.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Sistem Saluran Tersier, yaitu saluran drainase yang menerima aliran air
langsung dari saluran-saluran pembuangan rumah. Umumnya saluran
tersier ini adalah saluran kiri kanan perumahan.

2.4 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak tentang kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi

pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33). Oleh karena itu untuk

mendapatkan batasan-batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan

diteliti, maka defenisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Implementasi merupakan suatu tindakan pelaksanan kebijakan yang

dilakukan oleh pembuat kebijakan guna mencapai tujuan dan sasaran yang

menjadi prioritas dari kebijakan tersebut. Dalam hal ini, implementasi

program pembangunan drainase yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan guna mencapai sasaran kebijakan tersebut.

2. Penanggulangan bencana banjir merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Medan untuk mencegah terjadinya bencana banjir yang

ada di Kota Medan, baik yang terjadi karena faktor alam maupun tindakan

manusia. Dalam penanggulangan bencana terdapat beberapa tahapan /

siklus manajemen bencana yaitu mitigasi, kesiapsiagaan, tanggapan, dan

pemulihan.

3. Pembangunan drainase merupakan salah satu program yang ditawarkan

oleh Pemerintah Kota Medan untuk mengurangi tingkat genangan air agar

terhindar dari permasalahan banjir yang berada di wilayah Kota Medan.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5 Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan hipotesis yang bersumber dari kesimpulan teoritik,

sebagai pedoman untuk melakukan penelitian (Umar, 2010:38). Hipotesis kerja

disusun berdasarkan atas teori yang sesuai dengan tujuan penelitian untuk

mengarahkan penulis dalam rangka membahas permasalahan. Oleh karena itu

penulis merumuskan hipotesis kerja meliputi standar dan sasaran kebijakan,

sumberdaya, hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, disposisi

implementor dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Hal ini memusatkan perhatian pada masalah-

masalah fenomena-fenomena yang ada serta mampu menggambarkan secara baik

mengenai fakta dilapangan sehingga peneliti dapat memberikan informasi sesuai

dengan faktanya.

Metode penelitian kualitatif sering disebut penelitian naturalistik karena

penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah, disebut juga sebagai metode

etnografi. Penelitian kualitatif dilakukan pada objek alamiah yang berkembangan

apa adanya tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu

mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. Penelitian kualitatif instrumennya

adalah peneliti itu sendiri. Menjadi instrumen maka peneliti menganalisis,

memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan

bermakna.

Menurut Arifin (2012:140) metode kualitatif adalah suatu prosedur penelitian

yang dilakukan secara alamiah sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan

tanpa adanya rekayasa dan jenis data yang dikumpulkan berupa data deskriptif.

Menurut Sugiyono ( 2010:15) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah suatu

metode dalam meneliti status sekelompok manusia suatu objek, kondisi, sistem

pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang. Tipe penelitian ini berusaha

menerangkan fenomena sosial tertentu. Penelitian dapat dibedakan menjadi

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


beberapa jenis, berdasarkan kriteria pembedaan antara lain fungsi akhir dan

pendekatannya.

Penelitian ini juga akan memberikan gambaran yang nyata mengenai

bagaimana keadaan dilapangan. Dalam bentuk penelitian deskriptif kualitatif ini

peneliti berusaha mengumpulkan informasi mengenai implementasi yang

dijalankan instansi terkait dengan melihat beberapa indikator implementasi yaitu

standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, hubungan antar organisasi,

karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor dan kondisi sosial, ekonomi,

dan politik.

3.2 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian ini mengambil lokasi di Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan yang beralamat di Jl. Pinang Baris No.114C, Lalang, Medan Sunggal.

Tahap-tahap dalam pelaksanaan kegiatan ini rencananya akan dimulai dari tahap

persiapan, observasi, sampai dengan penulisan laporan penelitian.

Alasan peneliti memiliki lokasi penelitian ini karena Dinas Pekerjaan Umum

merupakan salah satu Dinas yang melakukan pembangunan mengenai program

drainase guna mewujudkan misi mereka yaitu mengenai penanggulangan

permasalahan banjir di Kota Medan.

3.3 Sumber Data

Menurut Arikunto (1998:144), sumber data adalah subjek dari mana suatu

data dapat diperoleh. Menurut Sutopo (2006:56-57), sumber data adalah tempat

dimana data dapat diperoleh dengan menggunakan metode tertentu baik melalui

manusia, artefak, ataupun dokumen-dokumen. Menurut Moleong (2006:112),

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pencatatan sumber data melalui wawancara atau pengamatan merupakan hasil

gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Pada penelitian

kualitatif, kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa

bertujuan memperoleh suatu informasi yang diperlukan. Berbagai sumber data

yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber

data primer yang digunakan peneliti dalam penelitian ini meliputi:

a. Informan kunci (key informan) adalah mereka yang mengetahui

dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian. Maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini

adalah Kepala Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan

Kota Medan.

b. Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti. Maka yang menjadi informan utama

dalam penelitian ini adalah Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan, Kepala UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan

c. Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan

informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial

yang diteliti yaitu masyarakat yang bermukim di wilayah rawan

banjir.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk memudahkan dalam pemahaman maka peneliti akan menentukan

informan dalam penelitiannya dengan menggunakan purposive sampling.

Purposive Sampling (dalam Sugiyono, 2011:96) adalah teknik pengambilan

sampel atas pertimbangan tertentu yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan

informasi. Artinya dalam penelitian kualitatif ini tidak mengenal istilah populasi

melainkan sampling yang menjadi pilihan peneliti dan juga ditentukan oleh

peneliti sendiri secara purposif yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Berikut

tabel matriks informan penelitian:

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian

No Informan Penelitian Informasi yang dibutuhkan Metode Jumlah

1. Sekretaris Dinas Informasi terkait Implementasi Wawancara 1


Pekerjaan Umum Kota program Pembangunan Drainase
Medan Dalam Upaya Penanggulangan Banjir
Di Kota Medan meliputi;
2. Kepala Bidang Tata Wawancara 1
Kelola Air Dan 1. Informasi mengenai standar dan
Drainase Perkotaan sasaran kebijakan pembangunan
Drainase
3. Kepala UPT (Unit Wawancara 1
Pelaksana Teknis) 2. Informasi mengenai sumber daya
Drainase Perkotaan yang dibutuhkan dalam Program
Pembangunan Drainase
4. Masyarakat Wawancara 12
3. Komunikasi yang terjalin dalam
Program Pembangunan Drainase
4. Informasi mengenai disposisi
implementor dalam menjalankan
Program Pembangunan Drainase
5. Informasi mengenai kondisi sosial
lingkungan, ekonomi dan politik
dalam menjalankan Program
Pembangunan Drainase

TOTAL 15

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh bukan

secara langsung dari sumbernya. Penelitian data sekunder yang dipakai

adalah sumber tertulis seperti buku, majalah ilmiah, dan dokumen-

dokumen dari pihak yang terkait mengenai masalah pembangunan

drainase yang dalam penanggulangan bencana banjir.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan hal yang paling penting untuk

dilakukan dalam penelitian, karena hal ini bertujuan untuk mendapatkan data-data

penelitian. Pada teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan multi sumber

bukti yang mana artinya peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang

berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama tanpa mengetahui

teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data sebagaimana

yang diharapkan (Sugiyono, 2016:101).

Adapun teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan peneliti dalam melakukan

penelitian melalui;

a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

suatu topik tertentu Wawancara yang dilakukan peneliti termasuk

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


wawancara yang mendalam yaitu dengan terlibat secara tatap muka

dengan menggunakan wawancara yang bersifat semi struktur. Metode

wawancara menggunakan alat yaitu pedoman wawancara.

b. Teknik Observasi

Menurut Nawawi dan Martini (1992:74), observasi adalah pengamatan

dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak

dalam suatu gejala-gejala pada objek penelitian. Jadi observasi

merupakan suatu kegiatan pencatatan dan pengamatan yan dilakukan

oleh peneliti dengan tujuan untuk menyempurnakan hasil penelitian

agar menjadi lebih maksimal. Metode yang digunakan dalam observasi

adalah dengan menggunakan alat pedoman observasi.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan peneliti dalam melakukan

penelitian melalui;

a. Dokumentasi

Menurut Sukardi (2009:329), dokumentasi adalah teknik pengumpulan

data dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada

pada responden atau tempat dimana responden bertempat tinggal atau

melakukan kegiatan sehaari-hari. Jadi pengumpulan data dengan cara

dokumentasi merupakan kegiatan mendapatkan informasi yang berasal

dari catatan-catatan penting baik dari lembaga/ instansi terkait maupun

perorangan.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Studi kepustakaan

Teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data bermacam-

macam material yang terdapat diruang kepustakaan, seperti koran,

buku-buku, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya yang relevan

dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983 :420).

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif. Teknik ini menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data

yang terkumpul, menyusunnya dalam satu- satuan, yang kemudian dikategorikan

pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannnya

dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat

kesimpulan penelitian (Moleong, 2006:247).

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011:243) ada dua macam
kegiatan dalam analisis data kualitatif, diantaranya sebagai berikut;
1. Reduksi Data, berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan
pada hal yang penting tentang penelitian dengan mencari pola dan temanya
sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas serta mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila
diperlukan.
2. Penyajian Data, berarti menyajikan data dalam penelitian dengan teks atau
uraian singkat yang bersifat naratif maupun dalam bentuk tabel sehingga
dimaksudkan untuk mempermudah peneliti memahami apa yang terjadi
dalam merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan

data. Dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terhadap objek penelitian. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek

kebenaran data, juga dilakukan untuk memperkaya data.

Adapun triangulasi meliputi beberapa hal sebagai berikut (Moleong, 2006:250);


1. Triangulasi Metode
Teknik ini dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data
dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
2. Triangulasi Sumber Data
Teknik ini dilakukan dengan cara menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Contohnya selain
melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi
terlibat (participant observation), dokumen tertulis, arsip, dokumen
sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto.
Masing-masing cara ini akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda
yang selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula
mengenai fenomena yang diteliti.
3. Triangulasi Teori
Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi.
Informasi tersebut akan dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan
untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan
yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan
pemahaman peneliti, jika peneliti mampu menggali pengetahuan teoritik
secara lebih mendalam atas hasil analisis data yang diperoleh.
Dengan menggunakan teknik triangulasi data, maka peneliti dapat mengecek

kebenaran data dan juga memperkaya data yang terkait dengan penelitian yang

akan dilkukan.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Deskripsi Lokasi Penelitian

Gambar 4.1 Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pembentukan

Perangkat Daerah Kota Medan, Dinas Pekerjaan Umum mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Pekerjaan Umum, penerangan

dan sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah, drainase, jalan dan jasa

konstruksi. Adapun fungsi Dinas Pekerjaan Umum antara lain :

1. Perumusan kebijakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum,

penerangan, dan sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah, drainase,

jalan dan jasa konstruksi.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum,

penerangan, dan sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah, drainase,

jalan dan jasa konstruksi.

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan bidang pekerjaan

umum, penerangan, dan sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah,

drainase, jalan dan jasa konstruksi.

4. Pelaksanaan adminstratif dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

5. Pelaksanaan tugas pembantuan berdasarkan atas peraturan perundang-

undangan.

6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan

fungsinya.

4.1.1 Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Adapun Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dalam

memberikan pelayanan yang baik adalah:

VISI;

“Terwujudnya Prasarana Kota Medan Metropolitan Yang Nyaman”

MISI;

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana jalan, jembatan, drainase

dan sumber daya air.

2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya aparatur.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Meningkatkan keterpaduan dan kerjasama lintas wilayah dalam

pengembangan prasarana jalan, jembatan, drainase dan sumber daya air.

4. Mendorong partisipasi masyarakat, pemerintah dan swasta dalam

pemeliharaan fungsi prasarana jalan, jembatan, drainase dan sumber daya

air.

4.1.2 Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pembentukan Perangkat

Daerah Kota medan, Dinas Pekerjaan Umum mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Pekerjaan Umum, penerangan

dan sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah, drainase, jalan dan jasa

konstruksi. Adapun bentuk struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan memiliki struktur organisasi sebagai berikut:

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.2 Bagan Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan

UNIT PELAKSANAAN
TEKNIS (UPT) 1 S/D 5

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, 2019

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.3 Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan

1. Tugas dan Fungsi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Walikota dalam melaksanakan

urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan sub urusan sumber daya air,

air minum, air limbah, drainase, jalan, dan jasa konstruksi. Dalam melaksanakan

tugas, Kepala Dinas menyelenggarakan fungsi yaitu;

a. Perumusan kebijakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, sub urusan

sumber daya air, air minum, air limbah, drainase, jalan, dan jasa konstruksi.

b. Pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan pemerintahan bidang pekerjaan

umum, sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah, drainase, jalan, dan

jasa konstruksi.

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan pemerintahan bidang

pekerjaan umum, sub urusan sumber daya air, air minum, air limbah, drainase,

jalan, dan jasa konstruksi.

d. Pelaksanaan administratif dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

e. Pelaksanaan tugas pembantuan berdasarkan atas peraturan perundang-

undangan.

f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkat tugas dan

fungsinya.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Tugas dan Fungsi Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Sekretaris mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas

lingkup kesekretariatan yang meliput penyusunan program, keuangan, dan

pengelolaan administrasi umum dan kepegawaian serta fasilitasi

pengkoordinasian penyusunan kebijakan dan pelaksanaan tugas Kepala Dinas.

Sekretaris menyelenggarakan fungsi;

a. Perencanaan program dan kegiatan kesekretariatan dengan mempedomani

rencana umum kota, rencana strategis, dan rencana kerja dinas untuk

terlaksananya sinergitas perencanaan.

b. Pelaksaanaan penyusunan bahan kebijakan, standar operasional prosedur,

standar pelayanan, standar kompetensi jabatan, analisis jabatan, analisis beban

kerja, evaluasi jabatan, laporan kinerja, dan standar lainnya lingkup

kesekretariatan untuk terselenggaranya aktivitas dan tugas secara optimal.

c. Pendistribusian tugas, pembimbingan, penilaian, penghargaan, dan

penegakan/ pemprosesan kedisiplinan Pegawai ASN (reward and punishment)

dalam rangka untuk kelancaran tugas lingkup kesekretariatan berdasarkan atas

peraturan perundang-undangan.

d. Pengkoordinasian penyusunan rumusan kebijakan, bahan rencana program

dan kegiatan, standar operasional prosedur, standar pelayanan, standar kompetensi

jabatan, analisis jabatan, analisis beban kerja, evaluasi jabatan, laporan kinerja,

dan standar lainnya untuk terselenggarakannya tugas dan kegiatan lingkup Dinas.

e. Fasilitasi, supervisi, dan pengintegrasian pelaksanaan tugas bidang yang

meliputi perumusan kebijakan, bahan rencana program dan kegiatan, standar

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


operasional prosedur, standar pelayanan, standar kompetensi jabatan, analisis

jabatan, analisis beban kerja, evaluasi jabatan, laporan kinerja, dan standar lainnya

lingkup Dinas sesuai dengan usulan bidang berdasarkan atas peraturan perundang-

undangan.

f. Pelaksanaan pelayanan administrasi kesekretariatan meliputi keuangan,

perlengkapan, penyusunan program dan kegiatan, kepegawaian, analisis jabatan

analisis beban kerja, evaluasi jabatan, kepegawaian, analisa peraturan, tata naskah

dinas, penataan kearsipan, kerumahtanggaan, kehumasan, dan umum lainnya

lingkup Dinas agar terciptanya pelayanan administrasi yang cepat, tepat, dan

lancar.

g. Pelaksanaan survei kepuasan masyarakat atas pelayanan publik.

h. Pengendalian, evaluasi, dan penilaian lingkup kesekretariatan meliputi unsur

pelaksanaan perencanaan, unsur pelaksanaan perumusan kebijakan, unsur

pelaksanaan tugas, dan unsur-unsur lainnya berdasarkan atas peraturan

perundang-undangan.

i. Pelaksanaan perumusan kebijakan dan penyelenggaraan kebijakan lainnya

berdasarkan atas perauran perundang-undangan.

j. Penyampaian laporan hasil pelaksanaan tugas sebagai pertanggungjawaban

kepada Kepala Dinas.

k. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas terkait dengan

tugas dan fungsinya.

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.Tugas dan Fungsi Bidang Jalan

Kepala Bidang Jalan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala

Dinas lingkup jalan. Kepala Bidang Jalan menyelenggarakan fungsi;

a. Perencanaan program dan kegiatan Bidang jalan dengan mempedomani

rencana umum kota, rencana strategis, dan rencana kerja Dinas untuk

terlaksananya sinergitas perencanaan.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan, standar operasional prosedur dan

standar lainnya lingkup bidang jalan untuk terselenggaranya aktivitas dan tugas

secara optimal.

c. Pendistribusian tugas, pembimbingan, penilaian, penghargaan, dan

penegakan/pemprosesan kedisiplinan pegawai ASN (reward and punishment)

dalam rangka untuk kelancaran tugas lingkup kesekretariatan berdasarkan atas

peraturan perundang-undangan.

d. Pelaksanaan survei lokasi dan kondisi jalan sesuai dengan rencana dan

program lingkup jalan.

e. Penginventarisasian sarana dan prasarana jalan.

f. Pelaksanaan proses penetapan status jalan kota.

g. Pelaksanaan perencanaan teknis, design dan rencana anggaran biaya

pembangunan fisik jalan.

h. Pelaksanaan koordinasi/musyawarah rencana pembangunan kegiatan

kebinamargaan dengan instansi terkait.

i. Pelaksanaan konstruksi jalan kota.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


j. Pelaksanaan kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jalan kota secara rutin

dan berkala.

k. Pelaksanaan proses perizinan di bidang jalan.

l. Pelaksanaan dan pelaporan laik fungsi jalan.

m. Pengendalian, evaluasi, dan penilaian lingkup bidang jalan meliputi unsur

pelaksanaan perencanaan, unsur pelaksanaan perumusan kebijakan, unsur

pelaksanaan tugas, dan unsur-unsur lainnya yang dikoordinasikan oleh sekretaris

berdasarkan atas perundang-undangan.

n. Pelaksanaan perumusan kebjakan dan penyelenggaraan kebijakan lainnya

berdasarkan atas peraturan perundang-undangan.

4. Tugas dan Fungsi Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan

Kepala Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas lingkup tata kelola air dan drainase

perkotaan. Kepala Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan

menyelenggarakan fungsi;

a. Perencanaan program dan kegiatan Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase

Perkotaan dengan mempedomani rencana umum kota, rencana strategis, dan

rencana kerja dinas untuk terlaksananya sinergitas perencanaan.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan, standar operasional prosedur, dan

standar lainnya lingkup Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan untuk

terselenggaranya aktivitas dan tugas secara optimal.

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Pendistribusian tugas, pembimbingan, penilaian, penghargaan, dan

penegakan/pemprosesan kedisiplinan, pegawai ASN (reward and punishment)

dalam rangka untuk kelancaran tugas lingkup Bidang Tata Kelola Air Dan

Drainase Perkotaan atas peraturan perundang-undangan.

c. Pelaksanaan survei lokasi dan kondisi drainase perkotaan sesuai dengan

rencana dan program lingkup tata kelola air dan drainase perkotaan.

d. Penginventarisasian sarana dan prasarana tata kelola air dan drainase

perkotaan.

5. Bidang Jasa Konstruksi

Kepala Bidang Jasa Konstruksi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas

Kepala Dinas lingkup jasa konstruksi. Bidang ini menyelenggarakan fungsi;

a. Perencanaan program dan kegiatan Bidang Jasa Konstruksi mempedomani

rencana umum kota, rencana strategis, dan rencana kerja Dinas untuk

terlaksananya sinergitas perencanaan.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan, standar operasional prosedur, dan

standar lainnya lingkup Bidang Jasa Konstruksi untuk terselenggaranya aktivitas

dan tugas secara optimal.

c. Pendistribusian tugas, pembimbingan, penilaian, penghargaan,

penegakan/pemprosesan kedisiplinan, pegawai ASN (reward and punishment)

dalam rangka untuk kelancaran tugas lingkup Bidang Jasa Konstruksi atas

peraturan perundang-undangan.

d. Pelaksanaan penyusunan petunjuk teknis lingkup penyelenggaraan dan

pengawasan Jasa Konstruksi.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan penyelenggaraan, kelembagaan,

dan sumber daya Jasa Konstruksi.

f. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan penyelenggaraan, kelembagaan,

dan sumber daya Jasa Konstruksi.

g. Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan dan pengawasan

penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh masyarakat dan

pemerintah daerah.

h. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan

penyelenggaraan, kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi.

Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan jasa

konstruksi.

6. Bidang Peralatan

Kepala Bidang Peralatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas

Kepala Dinas lingkup peralatan. Bidang ini menyelenggarakan fungsi:

a. Perencanaan progam dan kegiatan bidang peralatan dengan mempedomani

rencana umum kota, rencana strategis, dan rencana kerja Dinas untuk

terlaksananya sinergitas perencanaan.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan standar operasional prosedur, dan

standar lainnya lingkup bidang peralatan untuk terselenggaranya aktivitas dan

tugas secara optimal.

c. Pendistribusian tugas, pembimbingan, penilaian, penghargaan, dan

penegakan/pemprosesan kedisiplinan pegawai ASN (reward and punishment)

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam rangka untuk kelancaran tugas lingkup bidang peralatan berdasarkan atas

peraturan perundang-undangan.

d. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas di bidang peraalatan.

e. Penginventarisasian kerusakan alat-alat berat, kendaraan operasional dan alat

pendukung.

f. Pelaksanaan perhitungan rencana anggaran biaya perbaikan alat-alat berat,

kendaraan operasional, dan alat pendukung.

g. Penyewaan alat-alat berat dan kendaraan kepada pihak ketiga.

h. Penyediaan seluruh keperluan perlengkapan alat-alat berat, kendaraan

operasional, dan alat pendukung.

i. Pelaksanaan penyimpanan dan perawatan alat-alat berat, kendaraan

operasional, dan alat pendukung.

7. Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas, dan fungsi Unit

Pelaksana Teknis diatur dengan Peraturan Walikota.

4.2 Implementasi Program Pembangunan Drainase Dalam Upaya

Penanggulangan Banjir Di Kota Medan

Implementasi sendiri merupakan poin penting untuk menunjukkan

keberhasilan suatu program atau kebijakan. Implementasi diartikan sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat

atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (Van

Meter Van Horn dalam Wahab, 2004:65).

Permasalahan mengenai banjir merupakan masalah yang dapat mengganggu

aktivitas kehidupan masyarakat. Terjadinya banjir disebabkan oleh faktor alam

dan faktor non alam yakni manusia itu sendiri. Banyak cara untuk menanggulangi

permasalahan banjir khususnya di Kota Medan. Salah satu upaya tersebut adalah

membangun sarana infrastruktur perkotaan yakni pembangunan drainase.

Pelaksanaan pembangunan drainase sendiri sudah dilakukan akan tetapi terjadi

penghambatan yaitu penumpukan sampah-sampah dan sedimentasi yang

berlebihan sehingga membuat fungsi drainase tersebut tidak berjalan dengan baik.

Gambar 4.3 Permasalahan Drainase Di Kota Medan

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

Pada sebuah kawasan perkotaan persoalan drainase cukup komplek, oleh

karena itu untuk perencanaan dan pembangunan bangunan air untuk drainase

perkotaan keberhasilannya tergantung pada kemampuan masing–masing

perencana, dan dibutuhkan kerjasama antar beberapa ahli di bidang lain yang

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terkait (Wesli, 2008:1-3). Terkait pembangunan drainase sebagai salah satu upaya

penanggulangan banjir di Kota Medan adalah dengan memanfaatkan

pembangunan drainase maka dapat mengurangi intensitas air yang berlebihan di

tengah perkotaan agar dapat mengalirkan air ke tempat pembuangan yakni sungai.

Oleh karena itu kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan

pembangunan drainase sendiri adalah dengan melakukan normalisasi drainase

guna mengeruk sampah-sampah dan sedimentasi yang menyumbat saluran-

saluran sehingga mengakibatkan banjir.

Di Kota Medan pembangunan drainase sudah banyak dilakukan dengan

tujuan untuk membantu mengalirkan air di tengah-tengah perkotaan yang

kemudian akan dibuang kepembuangan akhir. Adapun kegiatan yang dilakukan

dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan untuk menjaga dan memelihara

pembangunan drainase agar berfungsi dengan baik adalah dengan melakukan

normalisasi-normalisasi drainase di penjuru jalanan dan juga mengangkut

sedimen-sedimen tanah yang membuat drainase menjadi dangkal.

Gambar 4.4 Normalisasi Drainase Di Kota Medan

Sumber:Dokumentasi Penulis, 2019

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk mengukur keberhasilan implementasi program pembangunan drainase

dalam upaya penanggulangan banjir di Kota Medan, maka peneliti menggunakan

model yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn. Model ini dipilih karena

variabel-variabel dari model implementasi ini dapat menjelaskan secara

komprehensif tentang proses implementasi program pembangunan drainase dalam

upaya penanggulangan banjir di Kota Medan. Adapun variabel-variabel dari

model implementasi ini adalah standar dan sasaran kebijakan, sumber daya,

hubungan antar organisasi (komunikasi), karakteristik agen pelaksana, disposisi

implementor, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik.

4.2.1 Standar Dan Sasaran Kebijakan

Untuk menjalankan implementasi standar dan sasaran kebijakan menjadi

poin penting karena pada dasar pembuatan kebijakan harus ditinjau dari aspek

kepentingan suatu program untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan

publik terutama di masyarakat. Standar dan sasaran kebijakan ini berisi uraian

yang ingin dicapai oleh program baik dalam jangka panjang, pendek, dan

menengah. Apabila standar dan sasaran kabur maka akan terjadi

multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen implementasi

(Subarsono, 2009:101).

Dalam penyelenggaraan program pembangunan drainase sendiri mengacu

kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.12 Tahun

2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Penyelenggaraan

sistem drainase perkotaan adalah upaya merencanakan, melaksanakan konstruksi,

mengoperasikan, memelihara, memantau dan mengevaluasi sistem fisik dan non

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


fisik drainase perkotaan. Maksud dan tujuan dari peraturan ini adalah untuk

mewujudkan penyelenggaraan sistem drainase perkotaan yang memenuhi

persyaratan tertib administrasi, ketentuan teknis, ramah lingkungan, dan

memenuhi keandalan pelayanan, dan menciptakan lingkungan permukiman yang

sehat dan bebas genangan. Menyangkut pemahaman implementor mengenai

standar pembangunan drainase informan mengatakan bahwa:

“Dalam pekerjaan drainase kami mengikuti kaidah-kaidah yang


dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Didalam peraturan tersebut
sudah dijelaskan mengenai standar operasional prosedur pembangunan
drainase yang baik secara teknis pengerjaannya, dan penilaian kelayakan
pembangunan drainase tersebut”. (Wawancara Mardian Habibi Gultom,
18 Juli 2019).
Pernyataan ini juga di dukung informan lain yang mengatakan bahwa :

“Standar operasional prosedur dalam pembangunan drainase sendiri


mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12 Tahun
Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Kemudian untuk
menghasilkan pembangunan drainase yang baik, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu catchment area (daerah tangkapan air), data
hidrologi misanya debit air yang melintas di wilayah yang bersangkutan,
dan jatuhan air atau kemana buangan airnya”.(Wawancara Rizfan
Juliardy Hutasuhut, 18 Juli 2019).

Kemudian dalam mengatasi permasalahan pembangunan drainase ada hal-hal

yang perlu diperhatikan sebagai tolak ukur dalam menangani permasalahan

pembangunan drainase. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Dalam mengatasi permasalahan drainase ada beberapa hal yang harus


diperhatikan agar dapat membangun suatu drainase sesuai dengan
kaidahnya yakni pertama, intensitas hujan dimana berfungsi untuk
mengetahui seberapa besar ukuran hujan sehingga dapat membantu
terkait perencanaan pembangunan drainase, kedua catchment area
(daerah tangkapan air) yang mana untuk mengetahui kemana arah
pembuangan air dari drainase itu sendiri, ketiga permasalahan

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lingkungan dimana pembangunan drainase harus melihat kondisi
lingkungan sekitar”. (Wawancara Maruli, 29 Juli 2019).

Berdasarkan wawancara diatas pemahaman mengenai standar pembangunan

drainase sendiri sudah diatur pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12

Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Implementor

dari program pembangunan drainase sendiri dilakukan oleh Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa

penyelenggaraan sistem drainase perkotaan menganut sistem pemisahan antara

jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada wilayah perkotaan.

Kemudian dijelaskan bahwa yang menjadi sasaran kebijakan program ini adalah

masyarakat karena perannya dalam melaporkan masalah genangan air yang terjadi

disekitar lingkungan masyarakat. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam

menangani permasalahan drainase diantara lain adalah data hidrologi atau

intensitas air hujan yang turun, cathment area atau daerah tangkapan air yang

mana dimaksud adalah arah pembuangan dari air saluran drainase, dan kondisi

lingkungan sekitar apakah memungkinkan untuk dibangun saluran drainase.

Setelah mengetahui apa yang menjadi standar dan sasaran program,

pemahaman mengenai program sendiri juga sangat diperlukan terutama bagi

implementor kebijakan. Pemahaman ini sendiri membantu implementor untuk

dapat mengkaji lebih dalam mengenai seberapa penting suatu program itu

dijalankan dan bagaimana standar dan sasaran kebijakan yang harus dicapai.

Menyangkut pemahaman inplementor mengenai pembangunan drainase informan

mengatakan bahwa:

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Pembangunan drainase merupakan kegiatan yang berfungsi untuk
mengurangi tingkat genangan air khususnya di wilayah perkotaan”.
(Wawancara Mardian Habibi Gultom, 18 Juli 2019).

Pernyataan ini juga di dukung informan lain yang mengatakan bahwa :

“Program pembangunan drainase dibuat untuk mengatasi genangan yang


ada di perkotaan dan juga membantu memperlancar aliran air”.
(Wawancara Rizfan Juliardy Hutasuhut, 18 Juli 2019).

Kemudian sebagai bentuk sasaran kebijakan mengenai pemahaman masyarakat

mengenai pembangunan drainase informan mengatakan bahwa:

“Pembangunan drainase/parit direalisasikan untuk menjadi saluran-


saluran air yang berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir dan juga
membantu masyarakat mengalirkan air buangan ketempat pembuangan
air”. (Wawancara Adi, 31 Juli 2019).

Hal ini juga didukung informan lainnya yang mengatakan bahwa:

“Saya mengetahui program pembangunan drainase dengan melihat


pemerintah melakukan pembangunan. Seperti mengenai program
pembangunan drainase pada tahun 2019 ini rencananya pemerintah akan
menyelesaikan drainase itu guna mengatasi masalah banjir di Kota
Medan”.(Wawancara Bahrizal Hasibuan, 31 Juli 2019).

Jadi pembangunan drainase merupakan suatu program yang berfungsi untuk

mengurangi tingkat genangan air yang ada di perkotaan dan juga membantu

mengaliri air yang berlebihan di tengah perkotaan. Dengan dibangunnya drainase

di perkotaan dapat membantu menangani permasalahan banjir disetiap wilayah

karena air yang tergenang akan dialirkan melalui drainase tersebut. Oleh karena

itu pembangunan drainase merupakan barang publik yang berperan penting

sebagai sarana kota dalam menangani permasalahan terkait kelebihan air di

perkotaan.

Dalam pembangunan drainase tentunya perencanaan pembangunan sangat

diperlukan. Perencanaan yang dimaksud disusun untuk pengembangan sistem

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


drainase perkotaan guna mendukung sistem drainase perkotaan yang

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Akan tetapi pada pelaksanaan

implementasi program pembangunan drainase terdapat beberapa faktor

penghambat pembangunan sehingga sasaran dari suatu program tidak tercapai

dengan baik. Berdasarkan observasi peneliti di lapangan pada tanggal 18 Juli 2019

bahwa peneliti melihat masih banyaknya drainase yang tidak berfungsi dengan

baik. Oleh karena itu dalam mengatasi permasalahan drainase tersebut dilakukan

beberapa bentuk kegiatan seperti normalisasi drainase dalam mengatasi masalah

drainase yang tersumbat akibat sampah dan pendangkalan drainase. Menyangkut

permasalahan pembangunan drainase informan mengatakan bahwa:

“Permasalahan yang menghambat proses jalannya program yaitu


pendangkalan drainase. Pendangkalan ini terjadi karena adanya sampah
sedimen dari masyarakat artinya seperti limbah-limbah rumah tangga
yang banyak menyumbat saluran drainase perkotaan. Oleh karena itu
solusi yang kami lakukan adalah melakukan normalisasi drainase atau
pengerukan drainase dan membangun bangunan drainase yang baru.
Dalam menormalisasi drainase sendiri harus mencapai titik bawah dari
drainase dan juga harus melihat bagaimana drainase itu mengalirkan air
ketempat pembuangan air yaitu sungai”. (Wawancara Rizfan Juliardy
Hutasuhut, 18 Juli 2019).

Pernyataan ini juga di dukung informan lainnya yang mengatakan bahwa:

“Bentuk kegiatan yang kami lakukan dalam menanggulangi masalah


banjir di Kota Medan berupa normalisasi-normalisasi drainase seperti
pengerukan sampah dan pengangkatan sedimen-sedimen tanah yang
mengakibatkan dangkalnya drainase sehingga fungsi drainase tidak
berjalan dengan baik , dan patching (perbaikan jalan yang berlubang
agar diaspal) sehingga tidak mengakibatkan banjir dan pembersihan
saluran inlet agar tersumbat”.(Wawancara Maruli P. Sitanggang, 29 Juli
2019).

Oleh karena itu dalam implementasi pembangunan drainase dari implementor

kebijakan sudah memenuhi standar operasional prosedur dalam pembangunan

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


drainase, akan tetapi pembangunan yang dilakukan tidak sepenuhnya mencapai

sasaran program yang mana sasaran dari program ini adalah untuk mengatasi

masalah banjir yang ada di Kota Medan. Pada penelitian ini, penulis menentukan

lokasi pembangunan drainase berdasarkan pembagian wilayah yang telah

ditentukan dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan yang dilaksanakan oleh Unit

Pelaksanaan Teknis Medan Selatan. Adapun wilayah tersebut meliputi 6 Kecamat

an yaitu, Medan Selayang, Medan Johor, Medan Polonia, Medan Tuntungan,

Medan Maimun, dan Medan Sunggal. Berdasarkan sasaran dari kebijakan

permasalahan pembangunan drainase yang terjadi di setiap wilayah juga berbeda-

beda. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Masalah di wilayah kami ini parit/drainase kami kecil tidak lebar,


memang airnya tetap mengalir tetapi lambat mungkin dikarenakan banyak
sampah-sampah yang tersumbat dipipa-pipa air itu”. (Wawancara
Mariani, 30 Juli 2019).

Hal senada juga dikatakan bahwa:

“Permasalahan yang sering saya lihat pembangunan drainase itu sering


mangkrak, kadang-kadang dikerjakan dan vakum dalam mengerjakannya
dan selesai pembangunannya pun lama”. (Wawancara Indra, 30 Juli
2019).

Hal senada juga dikatakan informan bahwa:

“Dari Dinas Pekerjaan Umum sebagai penanggung jawab sering kali


meninggalkan tumpukan galian setelah drainase selesai dibangun,
kemudian dalam proses pengerjaannya kurang maksimal sehingga
membuat drainase cepat rusak”. (Wawancara Adi, 31 Juli 2019).

Dengan demikian pengimplementasian program pembangunan drainase sudah

dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan sebagai

acuan pembangunan drainase yang baik. Akan tetapi sasaran dari program belum

memberikan hasil yang maksimal karena banyaknya permasalahan yang muncul

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terkait pembangunan drainase seperti menumpuknya sampah-sampah yang

mengakibatkan saluran drainase tidak berfungsi dengan baik sehingga

mengakibatkan banjir di wilayah perkotaan. Masyarakat merasa pembangunan

drainase yang dilakukan belum memberikan pengaruh yang signifikan dalam

mengatasi permasalahan banjir.

4.2.2 Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya

manusia maupun sumberdaya financial. Sumberdaya manusia diperlukan dalam

menjalankan implementasi suatu program/kebijakan yang berkaitan dengan

kualitas dan kompetensi implementor. Sumberdaya financial berkenaan dengan

kebutuhan dana yang dimobilisasikan selama kebijakan itu berjalan agar mencapai

keberhasilan.

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan aktor-aktor yang melaksanakan suatu

kebijakan atau program. Sumber daya manusia tersebut dipilih berdasarkan

kualitas dan kompetensinya. Dari segi kualitas apakah sumber daya manusia

tersebut mampu melaksanakan program tersebut dan dari kompetensinya apakah

mereka mampu melaksanakan program tersebut sesuai dengan keterampilan yang

mereka miliki.

Dalam rangka menyelenggarakan melaksanakan urusan pemerintah daerah di

bidang pekerjaan umum, penerangan, dan sub urusan sumber daya air, air minum,

air limbah, drainase, jalan dan jasa konstruksi selama Tahun 2018, Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan didukung oleh SDM aparatur sebagai berikut :

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.1 Profil Kepegawaian

No Uraian Pegawai (PNS) Rasio Pegawai (PNS) Jumlah Presentase


(%)
Lk Pr Lk Pr
1. Jumlah Pegawai 151 28 84,36% 15,64% 179 100%
PNS
2. Kualifikasi Menurut
Pendidikan;
2.1 SD 17 2 89,47% 10,53% 19 10,61%
2.2 SMP 8 0 100,00% 0,00% 8 4,47%
2.3 SLTA Sederajat 47 8 85,45% 14,55% 55 30,73%
2.4 D-III 12 2 85,71% 14,29% 14 7,82%
2.5 S1 58 13 81,69% 18,31% 71 39,66%
2.6 S2 9 3 75,00% 25,00% 12 6,70%
JUMLAH 151 28 179 100,00%
3. Kualifikasi Menurut
Golongan; 18 2 90,00% 10,00% 20 11,17%
3.1 Golongan I 48 6 88,89% 11,11% 54 30,17%
3.2 Golongan II 80 19 80,81% 19,19% 99 55,31%
3.3 Golongan III 5 1 83,33% 16,67% 6 3,35%
3.4 Golongan IV
JUMLAH 151 28 179 100,00%
4. Kualifikasi Menurut
Jabatan Struktural;
4.1 Eselon II 1 0 100,00% 0,00% 1 0,56%
4.2 Eselon III 2 0 100,00% 0,00% 2 1,12%
4.3 Eselon IV 16 4 80, 00% 20,00% 20 11,17%
4.4 Staf 132 24 84, 62% 15,38% 156 87,15%
JUMLAH 151 28 179 100,00%
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, 2019

Berdasarkan paparan tabel di atas pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

memiliki jenjang pendidikan, jabatan dan pangkat, sebagian besar aparatur Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan cukup memadai. Namun mengingat dalam tugasnya

tidak hanya membutuhkan keterampilan namun juga wawasan berpikir dalam rangka

pengembangan, pembangunan dan perawatan sarana infrastruktur, maka di tahun-

tahun mendatang perlu ditingkatkan sumber daya aparatur. Hal tersebut dapat tercapai

dengan pelaksanaan pendidikan dan latihan serta pengadaan bimbingan teknis yang

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


relevan dengan tugas secara kontinu disertai perekrutan pegawai-pegawai baru

dengan kualifikasi pendidikan sarjana. Namun pada tahun 2019 jumlah pegawai

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan mengalami penambahan pegawai dari

Kabupaten. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Jadi kami memiliki 184 orang personil PNS dan ini sudah terjadi
pemindahan dari Kabupaten yang kemudian dibagi sesuai dengan analisa
jabatan yang tentunya kami letakkan sesuai dengan kompetensi masing-
masing personil”. (Wawancara Mardian Habibi Gultom, 18 Juli 2019).
Kemudian dalam melaksanakan pembangunan drainase agar lebih mudah

menyelesaikan masalah-masalah drainase yang tersumbat Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan kemudian membagi

wilayah yang ada di Kota Medan. Hal ini dikatakan informan bahwa:

“Tentunya dalam menjalankan program pembangunan drainase ini kami


memiliki sumber daya manusia yang sesuai dengan bidangnya dan juga
berpengalaman. Untuk mempermudah pemeliharaan drainase sendiri
kami dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Pekerjaan
Umum Kota Medan yang mana kami memiliki 5 UPT yaitu UPT Medan
Kota, UPT Medan Timur, UPT Medan Selatan, UPT Medan Barat, UPT
Medan Utara yang masing-masing sudah ditentukan wilayah batasan
mereka untuk terus mengawasi dan memelihara drainase perkotaan di
wilayah mereka”. (Wawancara Rizfan Juliardy Hutasuhut, 18 Juli 2019).

Pernyataan ini juga di dukung informan lainnya yang mengatakan bahwa:

“Dari Dinas Pekerjaan Umum membagi beberapa UPT di setiap wilayah.


Setiap UPT diberikan kewenangan mengatur wilayahnya sesuai dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan. Adapun pembagiannya terbagi 5 UPT
yakni, UPT Medan Selatan meliputi 6 Kecamatan, UPT Medan Kota 4
Kecamatan, UPT Medan Barat 4 Kecamatan, UPT Medan Timur 3
Kecamatan, dan UPT Medan Utara 4 Kecamatan. Dari kelima UPT
sendiri wilayah Medan Selatan yang memiliki cakupan terbanyak
dikarenakan UPT ini dekat dengan Kantor Pusat Dinas Pekerjaan Umum.
Cakupan wilayah UPT Medan Selatan yaitu Medan Selayang, Medan
Sunggal, Medan Johor, Medan Polonia, dan Medan
Tuntungan”.(Wawancara Maruli P. Sitanggang, ST, M.Si, 29 Juli 2019).

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan hasil wawancara di atas Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

membuat pemetaan wilayah yang mana berguna untuk mempermudah dalam

melakukan pemeliharaan dan membentuk bangunan baru dalam pembangunan

drainase. Hal ini dilakukan agar mempercepat urusan penanganan masalah

pembangunan drainase yang tidak berfungsi dengan baik. Akan tetapi di dalam

Unit Pelaksana Teknis (UPT) terdiri dari pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

“Jadi kami memiliki pegawai PNS dan PTT (Pegawai Tidak Tetap).
Berdasarkan jumlah kami tidak dapat pastikan karena sebagian dari
mereka merupakan PTT. Adapun bentuk pembagian tugas yang kami
lakukan adalah membagi kesetiap wilayah yaitu sekitar 90 orang
perkecamatan”. (Wawancara Maruli P. Sitanggang, ST, M.Si, 29 Juli
2019).
Berdasarkan observasi peneliti di lapangan pada tanggal 29 Juli 2019 bahwa

dalam menentukan wilayah penelitian maka peneliti memutuskan untuk memilih

UPT Wilayah Medan Selatan sebagai objek pelaksana pembangunan drainase di

Kota Medan. Setiap UPT Medan Selatan menangani 6 Kecamatan yang ada di

Kota Medan yaitu Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Johor, Medan

Polonia, dan Medan Tuntungan. Adapun permasalahan utama yang terjadi di

setiap Kecamatan tidak lain adalah tersumbatnya saluran drainase diakibatkan

sampah yang berlebihan. Oleh karena itu diharapkan pegawai-pegawai Dinas

Pekerjaan Umum mampu melaksanakan tugas mereka sesuai dengan kualitas dan

kompetensi yang mereka miliki.

2. Sumber Daya Keuangan

Ketersediaan sumber daya keuangan merupakan salah satu faktor pendukung

berjalannya suatu kebijakan atau program khususnya dalam pembangunan

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


drainase di Kota Medan. Adapun hal-hal yang dibutuhkan dalam implementasi

program pembangunan drainase adalah menyediakan sarana dan prasarana dalam

membentuk bangunan baru dan juga memelihara saluran drainase yang tidak

berfungsi dengan baik. Sumber dana yang diperoleh dalam pembangunan drainase

adalah melalui anggaran daerah. Hal ini seperti dikatakan informan bahwa:

“Dalam menjalankan program ini sumber keuangan yang kami dapat


berasal dari APBD Kota, seperti dalam proses pengelolaan keuangan
daerah yang diatur melalui PP No. 58 Tahun 2005 kemudian turunannya
Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
yang didalamnya sudah diatur mengenai penyusunan APBD dari mulai
Musrenbang, KUA PPAS (Kebijakan Keuangan Anggaran Prioritas
Pelaporan Anggaran Sementara), serta mengenai prioritas Walikota dan
masyarakat setelah itu akan menjadi APBD tetapi tetap dalam mekanisme
musyawarah (Musrenbang)”. (Wawancara Mardian, Juli 2019).
Pernyataan ini juga didukung informan lainnya yang mengatakan bahwa:

“Untuk melaksanakan program pembangunan drainase kami mendapatkan


anggaran melalui APBD Kota setelah hasil Musrenbang. Namun sebelum
itu kami menggunakan model bottom up yaitu melalui forum warga
dilapor ke kelurahan kemudian akan dibawa ke kecamatan. Melalui
musrenbang kecamatan akan dipilih permasalahan prioritas yang akan
dibawakan ke musrenbang kota. Sebelum dilakukan musrenbang kota,
biasanya dari instansi mengundang pihak kecamatan, instansi terkait
dalam hal ini Telkom yang mempunyai jaringan-jaringan utilitas yang
akan disinkronkan dengan program pembangunan mereka agar terhindar
dari pembongkaran bangunan, artinya setelah kami membangun jaringan
instalasi drainase yang baru diharapkan dari Telkom tidak akan
membongkar kabel-kabel mereka atau kabel optik mereka. Setelah itu
barulah kami melakukan musrenbang kota. Hasil dari musrenbang akan
kami sesuaikan dengan anggaran yang diberikan pemerintah ke masing-
masing instansi dan tentunya hasil musrenbang harus dipilih mana yang
lebih menjadi prioritas agar dapat menyesuaikan dengan anggaran yang
ada”. (Wawancara Rizfan, 18 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara di atas Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

memperoleh sumber dana melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

yang sebelumnya sudah dilakukan Musyawarah Rencana Pembangunan

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(Musrenbang) untuk menetapkan seberapa besar pengeluaran pembangunan

drainase sesuai dengan dana yang tersedia. Pembangunan yang dilakukan adalah

pembangunan yang menjadi prioritas utama agar dapat meminimalisir dana yang

akan dikeluarkan. Sebelum dilakukannya musrenbang kota, Dinas Pekerjaan Umu

dalam membentuk suatu bangunan drainase yang baru akan memperhatikan dan

melakukan sinkronisasi dengan masyarakat serta instansi lain dalam hal ini seperti

Telkom agar terhindar dari pembongkaran bangunan drainase.

Dengan demikian sumber dana program pembangunan drainase di Kota

Medan yang murni berasal dari APBD Kota setelah melalui tahap musyawarah.

Setelah dana keluar akan dipergunakan semaksimal mungkin baik itu dalam

pembangunan drainase maupun dalam bentuk membangun bangunan baru dan

memelihara fungsi drainase berjalan dengan baik. Kesepakatan dana yang

diperoleh merupakan keputusan bersama berdasarkan hasil musyawarah.

4.2.3 Hubungan Antar Organisasi (Komunikasi)

Dalam menyelesaikan program perlunya dukungan dan koordinasi dengan

instansi lain. Suatu program yang tidak dikomunikasikan dengan baik terhadap

pihak terkait pelaksanaannya maka tidak akan menghasilkan kerjasama dan

dukungan yang baik. Semakin baik komunikasi maka asumsi kesalahan-kesalahan

akan sangat kecil untuk terjadi. Oleh karena itu komunikasi perlu dibangun antar

badan pelaksana sehingga sasaran program dapat tercapai.

Terkait pembangunan drainase dalam menanggulangi banjir yang ada di Kota

Medan membutuhkan kerjasama dengan instansi lainnya dalam rangka

membebaskan Kota Medan dari banjir. Dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kota Medan khususnya di bidang pembangunan drainase sendiri melakukan

normalisasi drainase di seluruh penjuru jalanan dan dibantu oleh instansi lainnya.

Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Dalam pembangunan drainase sendiri kami juga melakukan kerjasama


dengan instansi lainnya seperti dengan tentara dalam mengatasi
sedimentasi-sedimentasi sungai. Dari Dinas Pekerjaan Umum mengkorek
sungai menggunakan alat kami dan mereka menyediakan tenaga, juga ada
kerjasama dengan polisi, masyarakat, Kecamatan dan Kelurahan”.
“Adapun bentuk kerjasama yang dilakukan dengan melibatkan banyak
instansi untuk saling bekerjasama mengatasi permasalahan banjir di Kota
Medan diantaranya komponen masyarakat, militer, BPBD (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah), BWSS (Balai Wilayah Sungai
Sumatera), Provinsi serta Pemkab Deli Serdang”. (Wawancara Mardian,
18 Juli 2019).

Hal senada juga dikatakan informan bahwa:

“Jadi dalam pembangunan drainase kami akan melakukan kerjasama


dengan instansi lain seperti Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS)
mengenai pembuangan air yang kami lakukan yaitu ke sungai. Yang mana
untuk memperbaiki fungsi drainase kami melakukan normalisasi drainase
dan kami harapkan dari sungai sendiri juga perlu melakukan normalisasi
sungai seperti pengerukan sungai akibat sampah. Hal ini diharapkan
untuk tidak terjadinya backwater artinya air sungai itu tidak kembali ke
drainase lagi. Oleh karena itu peran kerjasama antara provinsi dengan
pemerintah pusat sangat diharapkan mengingat sungai sendiri ditangani
oleh pusat”. (Wawancara Rizfan, 18 Juli 2019).

Adapun komunikasi yang terjalin dalam mengelola drainase tentunya juga

menentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan. Permasalahan

banjir banyak disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu penyebab banjir di

Kota Medan juga dapat disebabkan oleh meluapnya air sungai akibat

pendangkalan sungai yang diakibatkan oleh sampah-sampah. Seperti yang

dikatakan informan bahwa:

“Adapun pengelolaan drainase dari Dinas Pekerjaan Umum dalam


menanggulangi banjir di Kota Medan adalah dengan melakukan

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengerukan selokan-selokan yang banyak sedimen-sedimen tanah.
Kemudian permasalahan banjir sendiri tidak bisa hanya satu instansi saja
yag terlibat. Banjir yang terjadi di Kota Medan bisa diakibatkan oleh
sungai sebagai tempat pembuangan air. Banyaknya sampah-sampah di
sungai tidak mampu menampung air. Oleh karena itu solusi dari sungai
sendiri harus dilakukan normalisasi sungai agar mampu menampung air”.
(Wawancara Maruli, 29 Juli 2019).

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa dalam mengatasi permasalahan

banjir yang ada di Kota Medan tentunya tidak dapat dilakukan hanya dengan satu

instansi saja melainkan terlibatnya instansi lain dapat memudahkan pemulihan

Kota Medan terhadap banjir karena pentingnya kerjasama antar masing-masing

instansi bahkan masyarakat juga sangat membantu dalam mengatasi masalah

banjir. Pembangunan drainase berperan penting untuk mengalirkan air yang

berada di tengah perkotaan untuk dibuang atau dialirkan ketempat pembuangan

akhir yaitu sungai. Oleh karena itu kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum

dengan instansi lain khususnya masalah sungai yang ditangani oleh Balai Wilayah

Sungai Sumatera (BWSS) harus terjalin dengan baik.

Gambar 4.5 Komunikasi Yang Terjalin Dalam Mengatasi Masalah Banjir

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan gambar di atas didapat peneliti melalui hasil observasi peneliti di

lapangan pada tanggal 24 Mei 2019 menjelaskan terkait komunikasi di dalam

organisasi internal yakni antara pegawai Dinas Pekerjaan Umum dengan tim

pelaksana lainnya, serta organisasi eksternal yakni Kecamatan dan Kelurahan

saling berkontribusi dalam menentukan titik lokasi banjir yang sering terjadi di

wilayah mereka. Adapun bentuk komunikasi yang terjalin berupa rapat kerjasama

dalam mengatasi permasalahan banjir di Kota Medan dengan instansi lain serta

masyarakat yang dilaksanakan di Kantor Camat Medan Helvetia. Kemudian

berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan setiap Bidang yang ada di

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan memiliki komunikasi yang baik karena

melihat pembangunan yang dilakukan harus melibatkan bidang-bidang lainnya.

Jadi kerjasama yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum terjalin dengan baik.

Sedangkan permasalahan yang terjadi dalam menanggulangi masalah banjir di

Kota Medan dibutuhkan kerjasama dengan instansi lainnya. Dalam hal

penanggulangan banjir Dinas Pekerjaan Umum sudah melakukan kerjasama

dengan instansi lain dalam hal ini Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) terkait

sungai yang digunakan sebagai tempat pembuangan akhir dari pembangunan

drainase. Akan tetapi penanganannya tergolong lambat mengingat mereka BWSS

dapat bertindak dalam melakukan normalisasi sungai setelah dana turun dari

Pemerintah Pusat. Terkait sosialisasi yang diberikan Dinas Pekerjaan Umum

khususnya mengenai pembangunan drainase dilakukan dengan bekerjasama

bersama Kecamatan dalam menjelaskan ke masyarakatnya kurang memberikan

hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat peneliti melalui kurangnya pemahaman

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masyarakat terkait betapa pentingnya pembangunan drainase dan kontribusi

masyarakat yang kurang dalam menjaga dan memelihara pembangunan drainase

tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi yang terjalin antara

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan khususnya dalam mengatasi permasalahan

pembangunan drainase dalam menganggulangi banjir di Kota Medan sudah

berjalan dengan baik. Keterlibatan instansi lain dalam memelihara dan menjaga

Kota agar tetap aman terhadap banjir merupakan poin utama yang harus

dipertahankan karena ini menunjukkan bahwa tingginya rasa kepedulian instansi

untuk memelihara Kota. Tentunya semakin banyak dukungan yang diberikan

dalam mengatasi banjir ini maka semakin mudah penyelesaian masalah apabila

dilakukan secara serius.

4.2.4 Karakteristik Agen Pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana menunjuk seberapa

besar daya dukung struktur organisasi, norma-norma dan pola-pola hubungan

yang terjadi di internal birokrasi. Karakteristik yang sesuai akan mempengaruhi

efektifitas suatu kebijakan atau program yang sedang diimplementasikan.

Karakteristik dari agen pelaksana dalam hal ini meliputi siapa saja yang

terlibat dalam suatu kebijakan atau program yang masuk di dalam struktur

organisasi program pembangunan drainase maupun diluar struktur program

pembangunan drainase. Terkait dengan pembangunan drainase agen pelaksana

meliputi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan sebagai pembina dan

koordinator, Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan dan Unit Pelaksana

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Teknis (UPT) sebagai pendukung tim kordinasi. Hal ini dikatakan informan

bahwa:

“Mengenai karakteristik pelaksana kami memiliki struktur organisasi


yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan drainase yaitu di
Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan. Bidang ini berperan
untuk mengatasi permasalahan drainase perkotaan yang tidak berfungsi
dengan baik untuk dikembalikan ke fungsi seharusnya sesuai dengan
norma-norma yang sudah ditetapkan”. (Wawancara Mardian, 18 Juli
2019).

Hal senada yang dikatakan informan bahwa:

“Jadi dalam pelaksanaan pembangunan drainase kami didukung penuh


dengan terbuktinya pembentukan struktur organisasi yang langsung
diberikan kepada kami khususnya di bidang tata kelola air dan drainase
perkotaan. Pembagian tugas dan fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum Kota
Medan juga telah diatur melalui Peraturan Walikota Medan No.67 Tahun
2017 Tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kota
Medan. Melalui peraturan tersebutlah kami mengerjakan tugas kami
khusunya mengatasi permasalahan tata kelola air dan drainase perkotaan
mulai dari perencanaan, pemeliharaan, dan pembangunan tata kelola air
dan drainase perkotaan. Dalam pembangunan drainase ini kami memiliki
pelaksana pembangunan drainase di setiap wilayah yaitu Unit Pelaksana
Teknis (UPT) dan juga tentunya dalam menjalankan program ini kami
dari Dinas Pekerjaan Umum sebelumnya kami akan melakukan koordinasi
dengan pihak Provinsi dan Kota perihal pembangunan drainase”.
(Wawancara Rizfan, 18 Juli 2019).

Gambar 4.6 Kantor UPT Medan Selatan

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan wawancara di atas bahwa dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

dalam melaksanakan program pembangunan drainase dilaksanakan oleh Bidang

tata kelola air dan drainase perkotaan serta UPT. Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan memiliki 5 UPT dalam melaksanakan pembangunan drainase. Pembagian

UPT tersebut berguna untuk memudahkan dalam memelihara saluran drainase

yang ada di setiap wilayah. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Pembagian wilayah UPT sendiri sudah diatur melalui kebijakan yang


dibuat oleh Dapil melalui anggota DPR. Adapun pembagian wilayah
diatur sesuai jarak antar wilayah yakni sekitar 2 km pertahun/perwilayah.
Dari Dinas Pekerjaan Umum membagi beberapa UPT di setiap wilayah.
Setiap UPT diberikan kewenangan mengatur wilayahnya sesuai dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan. Adapun pembagiannya terbagi 5 UPT
yakni, UPT Medan Selatan meliputi 5 Kecamatan, UPT Medan Kota 4
Kecamatan, UPT Medan Barat 3 Kecamatan, UPT Medan Timur 3
Kecamatan, dan UPT Medan Utara 4 Kecamatan. Dari kelima UPT
sendiri wilayah Medan Selatan yang memiliki cakupan terbanyak
dikarenakan UPT ini dekat dengan Kantor Pusat Dinas Pekerjaan Umum.
Cakupan wilayah UPT Medan Selatan yaitu Medan Selayang, Medan
Sunggal, Medan Johor, Medan Polonia, dan Medan Tuntungan”.
(Wawancara Maruli, 29 Juli 2019).

Tabel 4.2 Pembagian UPT Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Unit Pelaksana Teknis Kecamatan


UPT Wilayah Medan Selatan Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan
Johor, Medan Polonia, Medan Tuntungan
dan Medan Maimun.
UPT Wilayah Medan Kota Medan Amplas, Medan Area, Medan
Denai, dan Medan Helvetia.
UPT Wilayah Medan Barat Medan Barat, Medan Petisah, dan Medan
Baru.
UPT Wilayah Medan Timur Medan Perjuangan, Medan Tembung dan
Medan Timur.
UPT Wilayah Medan Utara Medan Labuhan, Medan Deli, Medan
Marelan dan Medan Belawan.
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, 2019

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pembagian UPT Kota Medan

ditentukan berdasarkan Kecamatan. Pembagian ini dilakukan untuk

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mempermudah proses pelaksanaan pembangunan drainase baik itu dalam

melakukan normalisasi drainase maupun membentuk bangunan baru drainase

yang tidak lain adalah untuk megatasi permasalahan banjir di setiap wilayah yang

ada di Kota Medan. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan pada

tanggal 29 Juli 2019 terkait karakteristik agen pelaksana yaitu Sekretaris Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan, Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan,

Unit Pelaksana Teknis memiliki sifat yang terbuka dan transparan. Hal ini dapat

dilihat oleh peneliti melalui terbukanya mereka dalam memberikan data yang

dibutuhkan peneliti dan juga transparan dalam mengatasi masalah banjir di Kota

Medan dibuktikan dengan setiap harinya mereka melakukan survai lokasi untuk

memastikan titik-titik lokasi yang sering terjadi banjir. Dalam memahami

permasalahan drainase peneliti menentukan lokasi titik rawan banjir yang

dinanungi oleh UPT Medan Selatan yang meliputi 6 Kecamatan. Peneliti

memutuskan untuk memfokuskan dalam melihat sudah berapa banyak

dilakukannnya normalisasi drainase di wilayah Kecamatan tersebut. Adapun

wilayah tersebut meliputi Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Johor, Medan

Polonia, Medan Tuntungan dan Medan Maimun.

Dengan demikian Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan melakukan kerjasama

dengan struktur organisasi lainnya untuk menyelesaikan permasalahan banjir.

Oleh karena itu Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan berpartisipasi dalam bentuk

penelitian untuk menentukan lokasi-lokasi yang rawan terhadap banjir yang

bekerjasama dengan Kecamatan. Setiap kegiatan yang dilakukan Dinas Pekerjaan

Umum kebanyakan dari masyarakat mendukung pembangunan drainase seperti

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


normalisasi drainase agar sampah-sampah yang ada di saluran drainase dapat

diatasi dan wilayah mereka bebas dari genangan minimal untuk hujan yang terjadi

hanya sebentar saja.

4.2.5 Disposisi Implementor

Disposisi atau sikap implementor yaitu kecendrungan pelaksana dalam

menunjuk pada sikap karakteristik yang menempel erat pada implementor

kebijakan atau program. Dalam proses implementasi karakter pelaksana sangat

mendukung berjalannya implementasi seperti komitmen dan kejujuran

implementor serta tingkat demokratis implementor. Hal ini dapat diukur melalui

seberapa konsisten implementor melaksanakan kegiatan dengan petunjuk yang

diberikan dan intensitas pelaksana melakukan komunikasi dengan kelompok

sasaran serta mencari solusi dalam menyelesaikan masalah agar mencapai sasaran

kebijakan atau program. Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99)

mengidentifikasi tiga unsur tanggapan pelaksana yang mungkin mempengaruhi

kemampuan dan keinginan untuk melaksanakan kebijakan yaitu;

a. Respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi


kemauannya untuk melaksanakan kebijakan atau program
b. Kognisi yaitu pemahamannya mengenai kebijakan atau program itu sendiri.
c. Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki
implementor.

Maka kejelasan wewenang para implementor terkait implementasi program

pembangunan drainase pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan cukup jelas

dengan adanya pembagian tugas, pokok, dan fungsi setiap bidang. Seperti yang

dikatakan informan bahwa:

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Dalam menjalankan program drainase ini kami konsisten dalam
melaksanakannya yang dapat ditandai dengan adanya pekerjaan rutin
yang kami lakukan seperti pemeliharaan rutin, kemudian membentuk
bangunan-bangunan drainase baru. Dalam kasus pembangunan drainase
baru biasanya kami akan mensurvai lokasi dahulu agar mengetahui mana
yang menjadi skala prioritas untuk membangun drainase. Adapun sikap
demokratis yang kami lakukan adalah dengan terus melakukan perbaikan
drainase-drsainase, kemudian kami juga memberikan dukungan-dukungan
dengan mengajak semua pihak untuk peduli dengan lingkungan serta kami
juga memiliki program-program yang kami inventarisir dimana titik-titik
genangan. Dan saat ini kami juga ada penelitian mengenai lokasi-lokasi
mana saja yang membutuhkan penanganan serius yang ada di Kota
Medan”. (Wawancara Mardian, 18 Juli 2019).

Hal senada juga dikatakan informan bahwa:

“Dalam menjalankan program ini kami melakukan bentuk pemeliharaan


rutin setiap harinya dibantu dengan UPT-UPT di setiap wilayah. Hal ini
sebagai bentuk antisipasi jika masyarakat mendapat masalah mengenai
saluran drainase yang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat
proses kegiatan masyarakat sekitar. Masyarakat berhak untuk melaporkan
masalah-masalah mengenai drainase yang tidak berfungsi dengan baik
melalui kecamatan, langsung ke Dinas, maupun melalui aplikasi yang
sudah disediakan. Apabila kami telah melakukan perbaikan saluran
drainase namun tidak berhasil itu dikarenakan masih adanya aliran
sungai yang penuh dengan sampah-sampah. Oleh karena itu kami
mengharapkan dukungan penuh dari Pusat sehingga air yang kami buang
tidak akan kembali ke saluran drainase tersebut”. (Wawancara Rizfan, 18
Juli 2019).

Berdasarkan wawancara di atas bahwa Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

dalam melakukan kegiatan yang sudah ditetapkan mereka konsistensi dalam

pelaksanaannya. Hal ini dapat ditunjukkan melalui kegiatan rutin yang mereka

kerjakan untuk terus memantau perkembangan pembangunan drainase dan tetap

menjaga fungsi drainase dengan baik. Adapun tingkat demokratis Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan yang diukur melalui pelaporan masyarakat terkait titik-titik

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


wilayah yang menjadi rawan banjir. Oleh karena itu sikap pelaksana dalam

menjalankan program berjalan dengan baik.

Pada penelitian di lapangan pada tanggal 30 Juli 2019 peneliti melakukan

survai lokasi rawan banjir di Kota Medan khususnya yang dinaungi oleh UPT

Medan Selatan yaitu melihat sudah banyaknya pembangunan drainase dilakukan.

Kemudian sikap pelaksana dalam menjalankan program pembangunan drainase

menunjukkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan melakukan kegiatan

rutin yakni dalam memelihara fungsi saluran drainase agar berjalan dengan baik

dan juga membangun saluran drainase yang baru bila perlu. Adapun kegiatan rutin

yang dilaksanakan adalah dengan melakukan normalisasi drainase yaitu

melakukan pengerukan drainase yang dangkal akibat menumpuknya sampah-

sampah di saluran drainase dan juga pengangkatan sedimentasi tanah. Kemudian

intensitas pelaksana dalam memecahkan masalah mengenai pembangunan

drainase sudah dilakukan dengan dibuktikan keterlibatan masyarakat dalam

menentukan lokasi titik rawan banjir di wilayah mereka. Oleh karena itu

konsistensi pelaksana dalam menjalankan program berjalan dengan baik. Apabila

terdapat penolakan di masyarakat Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan akan

menunda kegiatan normalisasi sampai mendapatkan izin dari masyarakat dan

apabila tidak ada respon yang baik maka tindakan yang dilakukan adalah harus

tetap melakukan normalisasi walaupun masyarakat menolak dalam normalisasi

drainase. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Sikap yang kami ambil dalam pembangunan drainase ini ditandai


dengan seringnya kami melakukan interaksi atau komunikasi untuk
membangun drainase-drainase yang baru. Sebelum membangun drainase

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tentunya kami akan melakukan survai lokasi yang baru kemudian meminta
ijin kepada wilayah yang terkena pembangunan kami agar bisa memasuki
ranah wilayah mereka. Dan juga apabila terjadi penolakan masyarakat
mengenai normalisasi drainase kami tetap akan melakukan normalisasi
tersebut dan menindak lanjuti masyarakat berupa tindakan yaitu bisa
langsung berhubungan dengan masyarakatnya maupun dengan melakukan
tindakan persuasif karena itu bukan hak masyarakat tersebut”.
(Wawancara Rizfan, 18 Juli 2019).

Hal senada juga dikatakan informan bahwa:

“Perbaikan drainase di Kota Medan sudah banyak dilakukan mengingat


kami selalu melakukan pemeliharaan rutin di setiap wilayah di Kota
Medan. Pada saat ini dalam menanggulangi banjir kami telah membagi
19 grup guna menanggulangi banjir di Kota Medan. Hal ini kai lakukan
sebagai bentuk partisipasi kami dari Dinas Pekerjaan Umum karena
mengingat rapat kerjasama dengan Gubernur untuk menyelesaikan
permasalahan banjir di Kota Medan”. (Wawancara Maruli, 29 Juli 2019).

Dengan demikian penjelasan di atas maka informasi yang didapat terkait

sikap pelaksana program pembangunan drainase di Kota Medan dalam hal ini

Dinas Pekerjaan Umum, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Medan Selatan sudah

menjalankan program secara optimal. Dalam hal ini pelaksana kebijakan ini sudah

menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelaksana program

pembangunan drainase dan juga terus memperbaiki program yang dibuat oleh

pemerintah menjadi lebih baik lagi. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen dari

para pelaksana dalam menjalankan program pembangunan drainase dan

keterlibatan masyarakat dalam memecahkan solusi permasalahan drainase dengan

menunjukkan titik rawan banjir di wilayah mereka telah berjalan dengan baik.

4.2.6 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-

kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak implementasi

kebijakan, dan apakah elite politik mendukung implementasi.

Kondisi sosial dan ekonomi ini menujuk kondisi atau keadaan lingkungan

dalam ranah implementasi sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan

implementasi. Dalam hal ini menilai sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial dan ekonomi yang

tidak mendukung jalannya sebuah kebijakan maka akan menghasilkan kegagalan

dalam implementasi kebijakan. Oleh karena itu perlu diciptakan suasana kondisi

sosial dan ekonomi yang kondusif agar menghasilkan kinerja implementasi

kebijakan yang baik dan teratur.

Maka dilihat dari lingkungan sosial dan ekonomi dalam implementasi

program pembangunan drainase di Kota Medan secara umum sudah kondusif.

Maksudnya adalah tujuan dibentuknya program pembangunan drainase adalah

untuk membantu mensejahterakan masyarakat dari segi keamanan dan

kenyamanan kota khususnya dalam meninggali suatu tempat agar terhindar dari

bencana seperti banjir atau genangan yang melanda wilayah mereka. Untuk

mempengaruhi pelaksanaan kebijakan program pembangunan drainase yang

selama ini berjalan, maka peneliti juga melihat dari kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat. Dalam hal ini peneliti memfokuskan pada 6 Kecamatan yang ada di

Kota Medan yang dinaungi oleh UPT Medan Selatan meliputi Medan Selayang,

Medan Sunggal, Medan Johor, Medan Polonia, Medan Tuntungan dan Medan

Maimun. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Jadi untuk memperbaiki drainase-drainase perkotaan kami juga


memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Dalam

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


proses pembangunan tentunya banyak masyarakat yang mendukung
maupun menolak program tersebut. Dukungan yang kami harapkan dari
masyarakat minimal tidak mengganggu proses pembangunan drainase,
dan ada juga yang tidak mendukung program dibuktikan dengan
banyaknya masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan,
menolak pekerjaan pembangunan drainase dikarenakan dapat
memindahkan banjir ketempat mereka. Padahal usulan itu awalnya
berasal dari masyarakat, jadi masyarakat dengan masyarakatnya tidak
kompak. Jadi langkah yang kami putuskan apabila penolakan lebih besar
maka pembangunan akan kami pending tetapi kami tetap akan melakukan
sosialisasi ke masyarakatnya juga”. (Wawancara Mardian, 18 Juli 2019).

Hal lain juga dikatakan informan lainnya bahwa:

“Dalam pembangunan drainase pastinya banyak melibatkan banyak


instansi-instansi untuk mewujudkan kenyamanan suatu Kota. Jadi dalam
pembangunan ini kami di dukung penuh dengan instansi-instansi lainnya
agar proses pembangunan berjalan sesuai dengan rencana pembangunan.
Mengenai penolakan yang terjadi dari instansi itu jarang terjadi karena
suatu instansi dibentuk untuk mengurus rumah tangga masing-masing
wilayah sesuai dengan tugas dan fungsi suatu instansi. Kebanyakan
penolakan pembangunan tersebut berada di masyarakatnya sendiri
sehingga menghambat kami untuk melakukan pembangunan. Contohnya
ketika kami ingin melakukan normalisasi-normalisasi drainase di depan
ruko-ruko mereka, dan mereka meminta ganti rugi atau seperti gaya
premanisme padahal setelah kami normalisasi drainase itu akan kami
tutup kembali. Pada dasarnya tanah itu milik Pemerintah, ada peraturan
yang mengatur tentang pembangunan rumah sekitar 16m tidak dibolehkan
begitu juga dengan sungai. Terkadang masyarakat tidak mau disalahkan
dan terus menyalahi pemerintah kalau rumah mereka tergenang banjir.
Dan ada juga permasalahan yang dibuat masyarakat seperti menebang
pohon sembarangan yang merusak saluran drainase dan tidak mengecor
kembali drainase yang rusak sehingga mengakibatkan aliran air sungai
masuk ke wilayah mereka dan kemudian terjadilah banjir”. (Wawancara
Rizfan, 18 Juli 2019).

Permasalahan yang dominan dalam pembangunan drainase di setiap

Kecamatan adalah menumpuknya sampah-sampah di saluran drainase sehingga

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menghambat proses jalannya air dan membuat saluran drainase menjadi dangkal.

Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Biasanya di drainase itu banyak sekali ditemukan sampah-sampah


sehingga menyumbat saluran drainase tadi. Semakin banyak sampah
maka airnya itu meluap kejalan karena tidak mampu mengalirkan airnya
lagi”. (Wawancara Ainun, 01 Agustus 2019).

Hal senada juga dikatakan informan bahwa:

“Masalah yang biasanya terjadi itu dikarenakan banyaknya sampah-


sampah yang menyumbat sehingga menyebabkan airnya meluap ke jalan”.
(Wawancara Suparno, 30 Juli 2019).

Tidak menutup kemungkinan permasalahan yang terjadi dalam pembangunan

drainase tidak hanya dari salurannya saja yang tersumbat melainkan kelalaian

pelaksana dalam membersihkan saluran drainase yang sudah dinormalisasi dan

juga masalah pembangunan drainase yang tergolng lambat dalam pengerjaannya.

Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Biasanya dalam pembangunan drainase disini pengerjaannya relatif


lama sehingga membuat kemacetan di ruas jalan”. (Wawancara
Armayani, 31 Juli 2019).

Hal senada dikatakan informan lainnya bahwa:

“Dalam pembangunan drainase masalah sampah-sampah menjadi


penghambat jalannya air. Kemudian masalah mengenai drainase yang
tidak ditutup seluruhnya maksudnya setelah drainase dibangun dan
dibersihkan ditutup kembali jangan sebagian saja karena itu mengganggu
masyarakat sekitar mengingat drainasenya sudah dilakukan pengerukan
lebih dalam”. (Wawancara Fazar, 01 Agustus 2019).

Berdasarkan wawancara di atas bahwa permasalahan pembangunan drainase

banyak disebabkan oleh beberapa faktor sehingga menghambat proses

pembangunan drainase. Permasalahan drainase yang terjadi di setiap wilayah

tidak lain adalah tersumbatnya saluran diakibatkan sampah-sampah sehingga

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terjadi pendangkalan drainase, pembangunan drainase yang tergolong lambat, dan

permasalahan hasil kerukan drainase yang dibiarkan di jalanan. Dalam melihat

kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dalam pembangunan drainase, maka

pelaksana program terlebih dahulu akan melakukan survai lokasi terkait wilayah

yang membutuhkan saluran drainase. Kemudian pelaksana akan melakukan

kegiatan berupa normalisasi-normalisasi drainase agar membuat saluran tersebut

kembali normal. Akan tetapi dalam melaksanakan pembangunan biasanya pihak

implementor merasakan hambatan lain yaitu dari masyarakatnya seperti

penolakan pembangunan dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat

mengenai pentingnya saluran drainase perkotaan, padahal lahan yang digunakan

mereka seperti membangun ruko-ruko adalah lahan pemerintah. Kemudian

masyarakat menolak pembangunan drainase karena merasa air itu akan dibuang

ke wilayah mereka dan juga banyaknya bangunan drainase yang rusak akibat

tumbangnya pohon-pohon yang ditanam masyarakat.

Tentunya dalam melaksanakan program agar memberikan sasaran yang tepat

maka keterlibatan elit politik dan instansi lain juga membantu dalam mencapai

sasaran. Seperti dalam pembangunan drainase bertujuan untuk meminimalisir

tingkat genangan atau banjir yang berada di tengah Kota. Untuk menjadikan Kota

Medan bebas dari banjir maka perlunya kerjasama dengan instansi lain guna

mendukung misi yang sama yaitu membuat Medan bebas dari banjir. Oleh karena

itu semakin banyak dukungan yang diberikan maka semakin menumbuhkan rasa

antusias pelaksana dalam mencapai sasaran program. Para pelaksana akan

memiliki rasa tanggungjawab terhadap program yang mereka miliki agar dapat

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dikerjakan sesuai dengan standar dan kemampuan pelaksana. Dukungan penuh

juga harus melibatkan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya. Seperti

yang dikatakan informan bahwa:

“Pembangunan drainase tentunya didukung oleh banyak pihak seperti


Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan yakni dalam mengatasi
masalah banjir di Kota Medan, dan juga didukung oleh Kecamatan. Untuk
membantu pemeliharaan drainase sendiri pihak Kecamatan juga sangat
membantu seperti memberikan sosialisasi kepada masyarakatnya dan juga
setiap kecamatan sekarang ini memiliki P3SU (Petugas Penanganan
Prasarana dan Sarana Umum) yang juga ikut dalam membersihkan
drainase-drainase yang tersumbat akibat banyaknya sampah. Kemudian
sewaktu mengadakan rapat, dari pihak Balitbang memberikan saran untuk
diberikannya kurikulum sekolah untuk menjaga kebersihan. Dalam hal
penanggulangan banjir sendiri Dinas Pekerjaan Umum kedepannnya
akan membuatkan baleho-baleho mengenai sampah bekerjasama dengan
Dinas Kebersihan. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat
bahwa sampah membawa kerugian yang sangat besar di lingkungan
masyarakat”. (Wawancara Rizfan, 18 Juli 2019).

Hal lainnya juga dikatakan informan bahwa:

“Adapun bentuk dukungan langsung dari presiden Indonesia mengenai


pembangunan drainase ini adalah dengan dibuatnya aplikasi namanya
“LAPOR” (Layanan Aspirasi Pengaduan Online Rakyat) yang mana
keluhan-keluhan masyarakat terkait pembangunan drainase yang tidak
berfungsi dengan baik akibat penumpukan sampah akan segera
diperbaiki”. (Wawancara Mardian, 18 Juli 2019).

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa dukungan dalam mengatasi

permasalahan banjir di Kota Medan didukung penuh oleh elit politik yakni

Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan, serta ketelibatan masyarakat dan

instansi lain dalam mengatasi banjir sesuai dengan bidang-bidang yang sudah

ditentukan. Dalam hal ini peneliti ingin melihat bentuk dukungan banjir melalui

program pembangunan drainase yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum

yakni dalam mengatasi permasalahan drainase yang tersumbat dengan

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengadakan kegiatan normalisasi drainase yang bertujuan untuk meminimalisir

tingkat genangan banjir yang ada di Kota Medan.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan pada tanggal 30 Juli 2019

terkait kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam melaksanakan program

pembangunan drainase menunjukkan bahwa terdapat dukungan dan penolakan

dari sasaran kebijakan yaitu masyarakat itu sendiri. Seperti permasalahan

mengenai pembangunan drainase baru, sebagian masyarakat menerima karena

merasa bahwa pembangunan drainase itu penting dan sebagian menolak karena

takut menyebabkan banjir baru di wilayah mereka. Padahal Dinas Pekerjaan

Umum akan melakukan survai lokasi terlebih dahulu untuk memastikan kondisi

wilayah terkait pembangunan drainase. Kebanyakkan penolakan sendiri terjadi di

masyarakat itu sendiri, lingkungan eksternal kurang mendukung pembangunan

drainase dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang kurang peduli

dengan lingkungan sekitar. Tidak menutup kemungkinan sebagian dari

masyarakat mendukung program pembangunan drainase. Hal ini dibuktikan

dengan masih banyaknya masyarakat yang mencoba melaporkan masalah yang

terjadi dilingkungan terkait masalah pembangunan drainase melalui pihak

Kecamatan bahkan melaporkannya melalui aplikasi yang sudah tersedia.

Dengan demikian adapun dukungan dari para elite politik tentunya dari

Gubernur dan Walikota Medan langsung turun tangan untuk memastikan

permasalahan banjir di Kota Medan dapat teratasi. Dalam hal ini dibuktikan

dengan seringnya Gubernur mengadakan rapat koordinasi terkait penanggulangan

banjir di Kota Medan dengan melibatkan banyaknya instansi-instansi guna

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memudahkan dan memanfaatkan program-program yang sudah ditawarkan dari

instansi dan salah satunya dari Dinas Pekerjaan Umum melalui sarana Kota yaitu

pembangunan drainase. Adapun instansi yang terlibat dalam penanggulangan

banjir di Kota Medan adalah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS),

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota meliputi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan Dan Permukiman

(Perkim), dan Kodam serta dengan pihak Kecamatan.

Gambar 4.7 Koordinasi Permasalahan Banjir Di Kota Medan

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

4.3 Masalah Dan Kondisi Keberhasilan Implementasi Program

Pembangunan Drainase Di Kota Medan

Pembangunan drainase merupakan salah satu sarana dan prasarana kota yang

memiliki peran sangat penting untuk kelangsungan kota agar tetap aman dan

nyaman. Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang mampu menjalankan

fungsinya secara optimal. Pembangunan drainase sendiri bertujuan untuk

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengalirkan air buangan yang berada ditengah perkotaan untuk dibuang ke

saluran akhir yakni sungai. Permasalahan mengenai saluran drainase di setiap

wilayah juga banyak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ulah manusia

dan faktor alam. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Adapun penghambat pembangunan drainase adalah masyarakat itu


sendiri dapat dibuktikan dengan masih banyaknya sampah-sampah yang
berada di selokan-selokan drainase. Hal ini diakibatkan masyarakat
kurang peduli dengan lingkungan sekitar”. (Wawancara Maruli, 29 Juli
2019).
Dalam menentukan lokasi wilayah peneliti memfokuskan pada UPT Wilayah

Medan Selatan yang meliputi 6 Kecamatan yang ada di Kota Medan diantaranya

Medan Sunggal, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan

Polonia, dan Medan Maimun. Keberhasilan pembangunan drainase yang

dilaksanakan harus memperhatikan kondisi lingkungan sekitar serta mengetahui

tata cara pembangunan drainase yang baik. Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pembangunan drainase diantaranya data hidrologi, catchment

area (daerah tangkapan air). Begitu juga dalam penanganan drainase juga dibantu

oleh tenaga manusia dan mesin agar proses pelaksanaan pembangunan drainase

berjalan dengan baik. Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Dalam mengatasi permasalahan drainase ada beberapa hal yang harus


diperhatikan agar dapat membangun suatu drainase sesuai dengan
kaidahnya yakni pertama, intensitas hujan dimana berfungsi untuk
mengetahui seberapa besar ukuran hujan sehingga dapat membantu
terkait perencanaan pembangunan drainase, kedua catchment area
(daerah tangkapan air) yang mana untuk mengetahui kemana arah
pembuangan air dari drainase itu sendiri, ketiga permasalahan
lingkungan dimana pembangunan drainase harus melihat kondisi
lingkungan sekitar”. (Wawancara Maruli, 29 Juli 2019).
Hal senada juga dikatakan informan bahwa:

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Mengenai penanganan drainase kami dibantu dengan tenaga manusia
dan mesin juga. Jika penanganan dari tenaga manusia biasanya hanya
dibantu dengan alat seadanya seperti bonjor, sekop, cangkul, dan
garukan. Apabila permasalahan drainase yang sudah parah maka kami
akan menggunakan tenaga mesin seperti motor sedot, beko, dan backhoe
loader”. (Wawancara Maruli, 29 Juli 2019).

Gambar 4.8 Sarana Dan Prasarana UPT Medan Selatan

Sumber: UPT Medan Selatan


Berdasarkan wawancara di atas bahwa penghambat dalam pembangunan

drainase terjadi karena penumpukan sampah-sampah yang berada disaluran

drainase itu sendiri. Kemudian dalam membangun saluran drainase ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan agar mencapai keberhasilan pembangunan drainase

diantaranya meliputi data hidrologi, maksudnya implementor harus mengetahui

intensitas curah hujan yang turun di wilayah tersebut sehingga saluran drainase

mampu menampung debit air yang diterima dan juga harus memperhatikan

kondisi daerah tangkapan air, maksudnya air yang masuk kedalam saluran

drainase akan dibuang ketempat pembuangan akhir yang sesuai dengan arah

saluran drainase yang sudah ditentukan. Setelah memperhatikan hal tersebut

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


barulah dalam pengerjaannya membutuhkan sumberdaya yang mendukung

keberhasilan suatu progam. Dalam hal pembangunan drainase dibantu oleh

sumber daya manusia dan mesin.

Berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan pada tanggal 30 Juli 2019

peneliti menemukan beberapa permasalahan terkait masalah pembangunan

drainase disetiap wilayah di Kota Medan. Dalam memudahkan peneliti melihat

masalah dan keberhasilan implementasi program pembangunan drainase dalam

upaya penanggulangan banjir di Kota Medan, maka peneliti memutuskan melihat

melalui satu UPT dari Dinas Pekerjaan Umum yakni UPT Medan Selatan yang

menaungi 6 Kecamatan di Kota Medan. Berikut penjelasan peneliti dengan

melihat gambar kondisi drainase yang berada di setiap wilayah Kecamatan di

Kota Medan berdasarkan titik rawan banjir yang dilaporkan. Adapun wilayah

Kecamatan tersebut adalah:

1. Kecamatan Medan Sunggal

Berdasarkan observasi peneliti di lapangan, peneliti menemukan beberapa

wilayah titik banjir yang ada di Kota Medan. Adapun hasil titik rawan banjir di

dapat dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan melalui hasil penelitian mereka

sebagai acuan dalam pengerjaaan pembangunan drainase dan normalisasi

drainase. Pelaksana dari pembangunan drainase di Kota Medan adalah melalui

Unit Pelaksana Teknis (UPT). Kecamatan Medan Sunggal merupakan bagian dari

UPT Medan Selatan, yang mana peneliti memilih lokasi titik banjir yang

dilaporkan pihak Kecamatan sebagai acuan masalah dan kondisi keberhasilan

program pembangunan drainase di Kota Medan.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.9 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Sunggal

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Gambar 4.10 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Sunggal

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan gambar di atas bahwa pada gambar pertama peneliti memilih

lokasi di Jl. Kaswari dan gambar kedua di Jl. Sei Batang hari yang mana

permasalahannya adalah saluran drainase yang tersumbat karena menumpuknya

sampah-sampah sehingga menyumbat saluran drainase dan kemudian dilakukan

normalisasi drainase untuk mengembalikan fungsi saluran drainase agar airnya

dapat mengalir dengan baik.

2. Kecamatan Medan Selayang

Kecamatan Medan Selayang merupakan bagian dari wilayah yang dinaungi

oleh UPT Medan Selatan. Adapun titik rawan banjir yang didapat melalui laporan

pihak Kecamatan yang langsung diperoleh melalui keluhan-keluhan masyarakat

sekitar. Adapun lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.11 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Selayang

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.12 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Selayang

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Berdasarkan gambar di atas bahwa lokasi yang dipilih peneliti adalah di Jl.

Bunga Cempaka dan Jl. Cempaka Raya. Adapun permasalahan yang melanda

wilayah tersebut adalah pendangkalan drainase. Kemudian dilakukan normalisasi

dengan dibantu alat ringan seperti cangkul untuk mengangkat sedimentasi tanah

yang berlebih.

3. Kecamatan Medan Tuntungan

Kecamatan Medan Tuntungan merupakan bagian dari UPT Medan Selatan.

Adapun lokasi titik banjir juga ditentukan berdasarkan laporan masyarakat sekitar

yang diadukan ke pihak Kecamatan. Berikut laporan titik rawan banjir yang

dijelaskan pada gambar:

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.13 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Tuntungan

Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Gambar 4.14 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Tuntungan

Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan gambar di atas bahwa lokasi yang dipilih peneliti adalah di Jl.

Stella Raya dan Jl. Setia Budi Ujung. Adapun permasalahan yang terjadi adalah

pendangkalan drainase dan rusaknya bangunan drainase yang dapat diakibatkan

oleh faktor alam dan manusia. Dalam memperbaiki saluran drainase yang rusak

biasanya dibantu dengan alat berat yaitu menggunakan alat seperti ekskavator

untuk mengeruk bangunan yang rusak tersebut.

4. Kecamatan Medan Johor

Kecamatan Medan Johor menjadi bagian dari UPT Medan Selatan. Kemudian

laporan daerah rawan titik banjir diperoleh melalui laporan masyarakat yang

mengadu ke Kecamatan. Adapun lokasi tersebut dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 4.15 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Johor

Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Gambar 4.16 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Johor

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Berdasarkan gambar di atas bahwa lokasi yang dipilih peneliti adalah di Jl.

Suka Sari dan Jl. Suka Teguh yang mana permasalahan yang melanda adalah

pendangkalan drainase sehingga perlunya dilakukan pengerukan lebih dalam

untuk membuat fungsi saluran drainase berjalan dengan baik.

5. Kecamatan Medan Polonia

Kecamatan Medan Polonia merupakan bagian dari naungan UPT Medan

Selatan. Adapun titik lokasi rawan banjir diperoleh melalui laporan masyarakat

yang masuk ke Kecamatan. Berikut laporan titik rawan banjir di Kecamatan

Medan Polonia sebagai berikut:

Gambar 4.17 Laporan Titik Banjir Kecamatan Medan Polonia

Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.18 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Polonia

Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Berdasarkan gambar di atas bahwa lokasi yang dipilih peneliti adalah di Jl.

Masdulhak dan Jl. Cut Nyak Dhien yang mana permasalahan yang melanda

wilayah tersebut adalah saluran drainasenya tidak dapat mengalirkan air dengan

baik dikarenakan pendangkalan saluran drainase sehingga diperlukan normalisasi

drainase.

6. Kecamatan Medan Maimun

Kecamatan Medan Maimun merupakan bagian dari UPT Medan Selatan.

Berdasarkan observasi peneliti dilapangan terkait lokasi titik rawan banjir

ditentukan berdasarkan laporan dari masyarakat yang diadukan ke pihak

Kecamatan. Akan tetapi laporan dari pihak Kecamatan tidak dapat diperoleh

peneliti dikarenakan kelalaian dalam menjaga surat-surat pengaduan dari

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kecamatan. Untuk itu peneliti memilih lokasi berdasarkan penelitian Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan terkait daerah titik rawan banjir di Kota Medan.

Gambar 4.19 Masalah Dan Kondisi Saluran Drainase Medan Maimun

Sumber:Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Berdasarkan gambar di atas bahwa lokasi yang dipilih peneliti adalah di Jl.

Brigjend Katamso dan Jl. Letjend Suprapto yang mana permasalahan yang

melanda di wilayah tersebut adalah saluran drainase yang tertimbun dengan tanah

atau sedimetasi tanah sehingga perlu dikeruk lebih dalam agar saluran drainase

dapat mengalirkan air sesuai dengan fungsi saluran drainase tersebut.

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dengan demikian dapat diketahui bahwa permasalahan drainase yang

melanda di setiap Kecamatan memiliki beberapa kesamaan diantaranya saluran

drainase yang tersumbat diakibatkan sampah, pendangkalan drainase diakibatkan

sedimentasi tanah yang berlebih dan masalah drainase yang rusak diakibatkan

faktor alam dan manusia. Oleh karena itu Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

berusaha memelihara fungsi saluran drainase dengan mengadakan kegiatan

normalisasi drainase di pejuru jalanan. Kegiatan normalisasi drainase dilakukan

oleh UPT yang bertanggung jawab dengan wilayah yang sudah dibagi. Pembagian

wilayah bagi UPT sangat membantu dalam memfokuskan pemeliharaan dan

penjagaan saluran drainase agar tetap berfungsi sebagaimana layaknya. Akan

tetapi sebagai sasaran dari program masyarakat merasakan pengaruh dari

pembangunan drainase ini masih kurang maksimal dari segi pengerjaannya seperti

jalannya pembangunan yang terlalu lama, dan sampah hasil kerukan yang

didiamkan lama dijalanan. Hal ini seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Permasalahan yang sering saya lihat pembangunan drainase itu sering


mangkrak, kadang-kadang dikerjakan dan vakum dalam mengerjakannya
dan selesai pembangunannya pun lama”. (Wawancara Indra, Medan
Selayang 30 Juli 2019).
Hal lain juga dikatakan informan bahwa:
“Biasanya dalam pembangunan drainase yang dilakukan limbah-limbah
yang mereka bersihkan tidak segera diangkut sehingga menyebabkan
sempitnya jalan akibat limbah tersebut dibuang disamping parit dan
hampir memenuhi jalan umum”. (Wawancara Anisya, Medan Maimun 01
Agustus 2019).
Hal lainnya yang dikatakan informan bahwa:
“Masalah pembangunan drainase disini bisa ditandai dengan
parit/drainasenya kecil sehingga membuat pembangunan drainase
menjadi tidak signifikan. Seharusnya parit/drainase itu harus besar

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sehingga dapat menampung debit air yang banyak”. (Wawancara
Bahrizal, Medan Johor 31 Juli 2019).
Kemudian terkait pelaporan permasalahan drainase yang tidak berjalan

dengan baik akan diadukan melalui Kecamatan. Berdasarkan laporan dari

Kecamatan terdapat beberapa titik rawan banjir yang terdapat di wilayah

Kecamatan di Kota Medan yang dinilai rentan terhadap banjir. Adapun laporan

tersebut berasal dari masyarakat sekitar yang diadukan kepada Kecamatan.

Seperti yang dikatakan informan bahwa:

“Dalam menyampaikan masalah parit/drainase ini kami melaporkannya


ke Kepala Lingkungan. Dan katanya sudah dilaporkan ke Kecamatan
bahkan sampai ke Dinas yang bersangkutan untuk diperbaiki, tetapi
sampai saat ini belum terlihat perkembangannya”. (Wawancara Mariani,
Medan Sunggal 30 Juli 2019).
Hal senada yang dikatakan informan lainnya adalah:
“Kami melaporkan masalah ini tentunya ke Kelurahan apabila tidak
ditanggapi langsung ke Kecamatan dengan harapan akan diberikan
respon terkait penanganan banjir di wilayah kami ini”. (Wawancara
Legimin, Medan Polonia 01 Agustus 2019).
Hal lainnya yang dikatakan informan bahwa:
“Sebagai masyarakat kami melaporkan keluhan ini melalui Kepala
Lingkungan, jika tidak ada respon maka kami akan melaporkan ke Balai
Desa”. (Wawancara Adi, Medan Tuntungan 31 Juli 2019).
Dengan masuknya laporan dari masyarakat mengenai permasalahan drainase

di wilayah mereka memudahkan bagi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan untuk

membagi wilayah agar dapat mengatasi permasalahan drainase dengan

melakukan kegiatan normalisasi drainase. Adapun harapan implementor kepada

masyarakat dengan memberikan bentuk dukungan yang mendasar dari

masyarakatnya yaitu untuk tidak membuang sampah sembarangan pada saluran

drainase dan juga masyarakat juga mendukung pembangunan drainase dengan

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tidak menghambat proses pelaksanaan pembangunan drainase. Kemudian ada juga

harapan dan dukungan yang diharapkan masyarakat kepada implementor, seperti

yang dikatakan informan bahwa:

“Kalau bisa pembangunan drainase ini dilakukan dengan benar melihat


kondisi jalan dan kedalaman drainase jangan asal bangun dan jangan
dibangun sewaktu musim hujan karena saya rasa semakin mengganggu.
Sarannya pemerintah itu juga mencari alternatif lain dalam mengatasi
banjir jangan hanya mengandalkan dari pembangunan drainasenya saja”.
(Wawancara Mahasa, Medan Selayang 30 Juli 2019).
Hal senada yang dikatakan informan bahwa:
“Saat ini untuk lebih diberikan pengawasan dan evaluasi dari kinerja
pengerjaan pembangunan drainase tersebut mengingat hasil dari
perbaikan drainase itu dipikirkan juga dampaknya bagi masyarakat
sekitar. Kalau drainasenya diperdalam sebaiknya ditutup dan dicor
kembali jangan hanya sebagian karena itu berbahaya bagi keselamatan
masyarakat terutama anak-anak kecil yang jalan disitu. Dan juga dalam
pembangunan drainase juga melibatkan masyarakat juga karena yang
mengetahui lokasi tersebut masyarakat juga sehingga pembangunan
drainasenya akan menjadi efektif”. (Wawancara Fazar, Medan Polonia 01
Agustus 2019).
Hal lainnya yang dikatakan informan bahwa:
“Seharusnya pembangunan drainase dilakukan secara merata disetiap
wilayah agar lebih cepat selesai dan mendapatkan hasil yang optimal.
Dan juga sebagai masyarakat yang terkena pembangunan drainase
tersebut saling bekerjasama dengan pemerintah, lebih peduli menjaga
drainase dengan tidak membuang sampah sembarangan di dalam
drainase”. (Wawancara Anisya, Medan Maimun 01 Agustus 2019).
Berdasarkan wawancara di atas bahwa masyarakat memberikan dukungan

dalam pembangunan drainase. Akan tetapi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

juga harus melihat kondisi lingkungan masyarakat. Juga dalam pelaksanaan

pembangunan drainase dilakukan secara merata dan dilaksanakan dengan waktu

yang lebih cepat agar tidak mengganggu jalannya kegiatan masyarakat. Kemudian

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hasil kerukan dari pembangunan drainase setelah dilakukan normaalisasi harus

diangkat segera agar tidak mengganggu lalu lintas kota.

Jadi dalam pembangunan drainase yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan merupakan sarana perkotaan yang berperan penting untuk

kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan pembangunan

drainase yang dilakukan akan memberikan hasil yang baik. Hal ini dikarenakan

masyarakat berharap agar wilayah tempat tinggal mereka akan terbebas dari banjir

apabila terjadi hujan. Tidak menutup kemungkinan kepuasan masyarakat sebagai

objek tidak dapat diukur mengingat masih banyaknya masyarakat yang mengeluh

mengenai pembangunan drainase yang akan dilaksanakan misalnya dalam

melakukan kegiatan normalisasi drainase di penjuru jalanan. Kebanyakan dari

masyarakat mendukung berjalannya program pembangunan drainase ini dan ada

juga yang menolak dalam melakukan kegiatan normalisasi drainase. Sebagian dari

mereka menolak pembangunan karena takut merugikan wilayah mereka seperti

pembangunan drainase yang dilakukan di depan ruko-ruko mereka. Dari

masyarakat juga memanfaatkan dengan adanya pembangunan drainase ini untuk

mendapatkan ganti rugi akibat dari lahan yang dilakukan normalisasi drainase.

Padahal Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dalam mengerjakan pembangunan

drainase itu dilaksanakan atas adanya laporan dari masyarakatnya sendiri dan

lahan dari kegiatan normalisasi drainase merupakan lahan pemerintah. Masyarakat

dengan masyarakat lainnya tidak memiliki rasa kekompakan dalam mengatasi

permasalahan drainase sehingga pembangunan drainase menjadi terhambat

dikarenakan masyarakatnya sendiri.

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Untuk melihat Implementasi Program Pembangunan Drainase Dalam Upaya

Penanggulangan Banjir Di Kota Medan dapat dilihat melalui variabel-variabel

berikut:

1. Standar dan Sasaran Kebijakan

Implementasi Program Drainase di Kota Medan mengacu kepada Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem

Drainase Perkotaan. Standar dalam pembangunan drainase sendiri sudah diatur

melalui peraturan tersebut sehingga dalam pelaksanaan pembangunan drainase

sebagai sarana perkotaan harus mengikuti prosedur yang sudah tertera. Mengenai

sasaran kebijakan dari program pembangunan drainase sendiri adalah masyarakat

sekitar yang merasakan pembangunan tersebut. Berdasarkan observasi peneliti di

lapangan bahwa pelaksanaan pembangunan drainase yang dilaksanakan oleh

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan telah mengikuti prosedur yang sudah

ditetapkan. Di kota Medan sudah banyak pembangunan drainase dilakukan, akan

tetapi terjadi penghambatan dalam pembangunan tersebut yakni masalah

tersumbatnya saluran drainase yang disebabkan oleh faktor alam dan manusia.

Dalam penyelesaian permasalahan drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

mengadakan kegiatan berupa normalisasi-normalisasi drainase agar dapat

membantu menyelesaikan permasalahan drainase yang tidak berjalan dengan baik.

Oleh karena itu salah satu upaya yang harus dilakukan dalam menanggulangi

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masalah banjir yang melanda Kota Medan dari Dinas Pekerjaan Umum adalah

ditawarkannya program pembangunan drainase yang mana gunanya untuk

meminimalisir tingkat genangan air yang berada di tengah perkotaan.

2. Sumber Daya

Dalam hal ini sumber daya pembangunan drainase di Kota Medan sudah

optimal yakni ditunjukkan dengan adanya pembagian tugas yang diberikan Dinas

Pekerjaan Umum melalui bidang-bidang yang sudah disediakan. Permasalahan

pembangunan drainase ini dinaungi oleh Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase

Perkotaan. Untuk mempermudah pelaksanaan pembangunan drainase mereka juga

membagi pekerjaan mereka melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) sesuai dengan

wilayah yang sudah ditentukan. Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan memiliki 5

UPT yang terdiri dari UPT Wilayah Medan Selatan, UPT Medan Kota, UPT

Medan Timur, UPT Medan Utara dan UPT Medan Barat. Sumber keuangan yang

diperoleh untuk membangun sarana perkotaan ini adalah melalui dana APBD kota

yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah setelah melalui proses musyawarah.

3. Hubungan Antar Organisasi (Komunikasi)

Komunikasi yang dilakukan oleh badan-badan pelaksana dilakukan dengan

diadakannya rapat-rapat koordinasi yang minimal 1 bulan sekali atau lebih. Rapat

kerjasama ini dilakukan untuk menuntaskan permasalahan yang melanda Kota

Medan agar terbebas dari banjir. Pada Dinas Pekerjaan Umum memberikan solusi

penanggulangan banjir melalui program pembangunan drainase di setiap wilayah.

Tentunya dalam pelaksanaan pembangunan drainase ini mereka juga bekerjsama

dengan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) dalam hal pembuangan akhir

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dari saluran drainase. Hubungan komunikasi dari Dinas Pekerjaan Umum dengan

BWSS harus berjalan dengan baik agar tidak terjadi kesalahan komunikasi dalam

melaksanakan program. Berdasarkan observasi peneliti di lapangan, peneliti

menemukan hubungan komunikasi yang terjalin antara Dinas Pekerjaan Umum

dengan BWSS cukup responsif mengingat dalam menyelesaikan masalah mereka

saling membantu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Akan tetapi kewenangan

BWSS adalah melalui Pemerintah Pusat sehingga dalam mengatasi masalah

sungai seperti pendangkalan sungai perlunya tindakan berupa normalisasi sungai.

Oleh karena itu Dinas Pekerjaan Umum berharap kepada BWSS untuk

bekerjasama sehingga air yang dibuang melalui saluran drainase dapat ditampung

oleh sungai.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Organisasi pelaksana dalam Pembangunan Drainase dalam upaya

penanggulangan banjir adalah Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan sebagai

koordinator, Kepala Bidang Tata Kelola Air Dan Drainase Perkotaan dan Kepala

UPT menjadi tim koordinasi. Dalam hal ini peneliti menentukan wilayah melalui

UPT Medan Selatan yang meliputi 6 Kecamatan yakni Medan Selayang, Medan

Johor, Medan Tuntungan, Medan Maimun, Medan Sunggal, dan Medan Polonia.

Berdasarkan observasi peneliti di lapangan terkait karakteristik agen pelaksana

yaitu Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, Bidang Tata Kelola Air

Dan Drainase Perkotaan, Unit Pelaksana Teknis memiliki sifat yang terbuka dan

transparan. Hal ini dapat dilihat oleh peneliti melalui terbukanya mereka dalam

memberikan data yang dibutuhkan peneliti dan juga transparan dalam mengatasi

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masalah banjir di Kota Medan dibuktikan dengan setiap harinya mereka

melakukan survai lokasi untuk memastikan titik-titik lokasi yang sering terjadi

banjir.

5. Disposisi Implementor

Sikap pelaksana dalam proses melaksanakan program pembangunan drainase

hanya sebagai implementor yang dibatasi oleh program. Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan bertanggungjawab dalam proses pelaksanaan pembangunan drainase.

Pembagian tugas yang diberikan kepada Bidang Tata Kelola Air dan Drainase

Perkotaan dan UPT sebagai pelaksana dari program. Sebagai pelaksana dari

program tentunya menginginkan keberhasilan terhadap program agar berjalan

dengan baik. Berdasarkan observasi peneliti dilapangan adanya komitmen dan

kejujuran dalam melaksanakan program pembangunan drainase yang dilakukan

adalah dengan memelihara fungsi drainase melalui kegiatan normalisasi-

normalisasi drainase serta membangun bangunan baru saluran drainase. Kegiatan

ini dibuktikan melalui UPT sebagai implementor dalam pemeliharaan dan

normalisasi mengadakan kegiatan rutin untuk memastikan program berjalan

dengan baik. Serta peran masyarakat dalam mengatasi masalah banjir ini adalah

dengan melibatkan masyarakat untuk menentukan lokasi yang menjadi titik rawan

banjir di wilayah mereka.

6. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Kondisi sosial, dan Ekonomi ini merupakan lingkungan eksternal yang

mendukung program pembangunan drainase. Dalam melaksanakan pembangunan

drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan memperhatikan kondisi masyarakat

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sekitar dengan melihat bagaimana keadaan saluran drainase di wilayah tersebut.

Pengerjaan pembangunan drainase dibangun sesuai dengan permintaan

masyarakat yang kemudian akan di survai terlebih dahulu oleh Dinas Pekerjaan

Umum. Kemudian dukungan yang diberikan dalam mengatasi permasalahan

banjir di Kota Medan melibatkan elit-elit politik dalam hal ini keterlibatan

Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan serta instansi-instansi lain yang saling

bekerjasama untuk mewujudkan misi Gubernur yaitu Medan bebas dari banjir.

Berdasarkan observasi peneliti dilapangan dalam melihat saluran drainase di

wilayah mereka akan mensurvai dahulu lokasi yang akan dibangun saluran

drainase dan kemudian melibatkan masyarakat dalam pengerjaannya. Keterlibatan

instansi-instansi lain dalam mengatasi banjir dibuktikan dengan diadakannya rapat

koordinasi dengan Gubernur.

7. Masalah Dan Keberhasilan Implementasi Program Pembangunan Drainase

Dalam Upaya Penanggulangan Banjir Di Kota Medan

Permasalahan dalam pembangunan drainase yang melanda di setiap wilayah

di Kota Medan ditentukan dengan masih banyaknya sampah-sampah di saluran

drainase sehingga menghambat proses jalannya air. Kemudian terjadi

pendangkalan drainase yang bisa diakibatkan oleh sampah serta sedimentasi tanah

yang berlebih. Permasalahan lain yang muncul adalah pembuangan hasil kerukan

yang kadang terlalu lama ditinggalkan dijalanan sehingga mengganggu rutinitas

masyarakat. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut ditawarkan solusi

yakni normalisasi drainase yang mana saluran-saluran drainase akan dikeruk agar

airnya dapat mengalir dan kemudian hasil kerukan langsung diangkat agar tidak

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyebabkan terganggunya masyarakat. Berdasarkan observasi peneliti biasanya

hasil kerukan itu dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau di angkat

menuju kantor UPT Medan Selatan untuk dikeringkan terlebih dahulu.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti terkait dengan Implementasi Program

Pembangunan Drainase Dalam Upaya Penanggulangan Banjir Di Kota Medan

yakni:

1. Meningkatkan kerjasama baik vertikal maupun horizontal. Hal ini

dikarenakan pembangunan drainase kota Medan dilakukan hanya melalui

Pemda. Dengan melibatkan Pemprov juga dapat membantu mengahasilkan

pembangunan yang baik dan benar.

2. Memperhatikan lokasi pembangunan drainase agar tidak terjadi penolakan di

masyarakat. Penegakan dan penegasan dalam Law Enforcement (Sanksi

dalam pelanggaran tata ruang dan garis sempadan) dari Dinas Pekerjaan

Umum harus ditegakkan agar pembangunan drainase bisa dilaksanakan tanpa

gangguan masyarakat.

3. Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan mengajak masyarakat untuk peduli

terhadap lingkungan sekitar dengan cara tidak membuang sampah

sembarangan khususnya pada saluran drainase bisa dengan melalui

pendekatan di lingkungan masyarakat.

4. Masyarakat harus sadar dan peduli terhadap lingkungan, serta saling

mengingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan.

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan menyelesaikan permasalahan drainase

harus serius dan fokus serta juga belajar dengan hasil kinerja yang dicapai di

Tahun sebelumnya.

6. Memperhatikan kondisi saluran drainase, apabila saluran drainase semakin

dalam sebaiknya saluran tersebut ditutup agar tidak mengganggu rutinitas

pejalan kaki di trotoar.

7. Memperhatikan kondisi jalan di lingkungan sekitar, apabila daerah tersebut

jalannya tinggi sebaiknya saluran drainase diperbesar atau diperdalam karena

air hujan yang turun akan langsung dapat mengalirkan air dengan baik ke

saluran drainase.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU

Coppola, Damon P. 2007, Introduction To International Disaster Management,


Oxford: British Library Cataloguing In Publicattion Data
Dunn, William N. 2002, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Ed.3, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Hasmar, H.A Halim. 2002, Drainasi Perkotaan, Cet.1, Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta
Hardiyatmo, Hary Christady. 2015, Pemeliharaan Jalan Raya, Cet.3,
Yogyakarta:Gajah Mada University Press
Hindarko, S.2000, Drainase Perkotaan, Ed.2, Bandung: ITB
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys.
Yogyakarta : Gava Media.

Kalsim, Dedi Kusnadi. 2010, Teknik Drainase Bawah Permukiman, Yogyakarta:


Graha Ilmu
Kodoatie, Robert J. 2013, Rekayasa Dan Manajemen Banjir Kota, Yogyakarta:
ANDI
Kodoatie, Robert J., Sugiyanto. 2002, Banjir: Penyebab, Dan Metode
Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan, Cet.1, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Kusumanegara, Solahudin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan
Publik. Yogyakarta : Gava Media.

Moleong, Lexy J. 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja


Rosadakarya
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik “Formulasi, Implementasi Dan
Evaluasi”. Jakarta: Gramedia

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputido.

Paturuhu, Ferad. 2015, Mitigasi Bencana dan Pengindraan Jauh, Yogyakarta:


Graha Ilmu
Putra, Fadillah. 2003, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Singarimbun, Masri. 1995, Metode Penelitian Survei, Jakarta: Pustaka LP3ES
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teory dan Aplikasi),
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2014, Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode


R&D, Cet.20, Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta
Suripin. 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Yogyakarta: Andi
Sutanto. 1992, Pedoman Drainase Jalan Raya/Highway Drainage Guidelines,
Jakarta: UI-Press
Tachjan. 2006, Implementasi Kebijakan Publik, Bandung: AIPI
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi (Konsep,
Strategi, dan Kasus). Yogyakarta : Lukman Offset.

Ulum, M. Chazienul. 2014, Manajemen Bencana:Suatu Pengantar Pendekatan


Proaktif, Malang: UB Press
Wahab, Abdul Solichin. 2016, Analisis Kebijakan : Dari Formulasi Ke
Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik,Jakarta :PT Bumi
Aksara

Wesli. 2008, Drainase Perkotaan, Ed.1, Yogyakarta: Graha Ilmu


Wijayanto, Dian. 2012. Pengantar Manajemen. Jakarta : Gramedia.

DOKUMEN
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukman, Buku Panduan
Drasinase Berbasis Masyarakat Edisi Tahun 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2014, Buku Banjir Tahun 2006.
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia , Modul 21 Koordinasi Pelaksanaan Proyek 2016.

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SUMBER UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana
Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.12 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan

SKRIPSI ATAU JURNAL


Burhanudin, Hani dan Nurhapni. 2011, Kajian Pembangunan Sistem Drainase
Berwawasan Lingkungan Di Kawasan Perumahan, Jurnal Perencanaan Wilayah
Dan Kota Vol.11 No.1
Kaseger, M.Imam. 2015, Analisis Partisipasi Masyarakat Kecamatan Medan
Johor Dalam Mengawasi Program Pembangunan Dan Pemeliharaan
Drainase. Skripsi Universitas Sumatera Utara
Marbun, Marino Yenni Christanti. 2013, Peranan Koordinasi BPBD Kota Medan
Dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir Kota Medan. Skripsi Universitas
Sumatera Utara
Plate, E. J. 2002, “Flood Risk And Flood Management,” Journal of Hydrology
267:2-11
Purnama, S.G. 2017. Diktat Manajemen Bencana. Fakultas Kedokteran.
Universitas Udayana. Denpasar.

SUMBER BERITA ATAU INTERNET


Afandi, Ahmad. 2018, Mencari Solusi Banjir Kota Medan,
(http://harian.analisadaily.com/opini/news/mencari-solusi-banjir-kota-medan/599
301/2018/08/09), diakses pada tanggal 19 Januari 2019, Pukul 22.00 WIB.
https://elib.unikom.ac.id/download.php?id=46383, diakses pada tanggal 17
Februari 2019, Pukul 12.00 WIB.
https://sumutpos.co/2018/08/01/atasi-banjir-di-medan-sungai-sikambing-segera-
dikeruk/3/, diakses pada tanggal 21 Februari 2019, Pukul 21.00 WIB).

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai