Anda di halaman 1dari 96

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Administrasi Publik Skripsi Sarjana

2018

Implementasi Kebijakan Pemerintah


dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
pada Daerah Pasar Sukaramai Medan

Sari, Novita
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5360
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA PADA DAERAH PASAR SUKARAMAI

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan

Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh

NOVITA SARI

140903004

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :

Nama : Novita Sari

NIM : 140903004

Departemen : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan


Pedagang kaki lima pada Daerah Pasar Sukaramai
Medan

Medan, 06 Juli 2018

Dosen Pembimbing Ketua Departemen,


Ilmu Administrasi Publik

Dra. Asima Yanti S. Siahaan, MA., Ph.D. Dr. Tunggul Sihombing, MA


NIP.196401261988032002 NIP.196203011986031027

Wakil Dekan I
FISIP USU MEDAN

Husni Thamrin, S.Sos, M.SP


NIP. 197203082005011001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA PADA DAERAH PASAR SUKARAMAI MEDAN

Meningkatnya angka pengangguran berakibat pada meningkatnya jumlah


penduduk miskin. Dengan semakin kecilnya peluang kerja di perusahaan-
perusahaan tersebut membuat sektor informal tumbuh subur diantaranya menjadi
pedagang kaki lima dengan memanfaatkan ruang-ruang kota yang ada seperti
trotoar, dan beberapa ruang terbuka umum (public space). Banyak pedagang kaki
lima memulai berdagang dengan modal uang pesangon dari pemutusan hubungan
kerja mereka. Pertumbuhan sektor informal seperti pedagang kaki lima
merupakan salah satu bentuk elastisitas masyarakat dalam upaya untuk
mendapatkan penghasilan dan menafkahi keluarga. Tetapi perkembangannya
tidak direncanakan dan ditempatkan pada lokasi yang tepat akan menimbulkan
permasalahan seperti ketidakteraturan wajah kota, kemacetan lalu lintas,
penumpukan sampah dan masalah-masalah lainnya.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan
menggunakan teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter
dan Van Horn dimana variabel yang menentukan keefektifan Implementasi adalah
standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar badan pelaksana,
karakteristik badan pelaksana, lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dan sikap
pelaksana.
Implementasi kebijakan pemerintah dalam penataan pedagang kaki lima pada
daerah pasar Sukaramai Medan, belum sepenuhnya di implementasikan dengan
baik. Meskipun belum maksimal karena variabel yang menjadi tolak ukur variabel
yang belum terpenuhi secara maksimal yaitu karakteristik badan pelaksana bahwa
ada sikap penolakan dari para Pedagang kaki lima yang tidak mau dilakukannya
kebijakan Penataan serta pengelolaan yang telah diatur oleh pemerintah kota
Medan, dan tidak berhasilnya suatu kinerja kebijakan dalam melakukan
Pengelolaan dan Penataan kepada para Pedagang kaki lima.

Kata Kunci :Implementasi Kebijakan, Pengelolaan/Penataan Pedagang Kaki lima,


Sektor Informal.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF GOVERNMENT POLICY IN THE


ARRANGEMENT OF STREET VENDORS IN THE MARKET AREA OF
VOLUNTARY TERRAIN

The rising unemployment rate has resulted in the increasing number of


poor people. With the smaller employment opportunities in these companies, the
informal sector thrives on being a street vendor using existing urban spaces such
as sidewalks, and some public space. Many of these street vendors started trading
with severance pay from their layoffs. The growth of the informal sector such as
street vendors is one of the forms of elasticity of the community in an effort to
earn income and provide for the family. But its development is not planned and
placed in the right location will cause problems such as city face irregularity,
traffic congestion, garbage buildup and other problems. Street Traders or
abbreviated street vendors is a term used to describe merchants who use wagons.
The term is often interpreted because the number of traders' feet is five. The five
legs are two merchant legs plus three "foot" carts (which are actually three wheels
or two wheels and one leg).
The method used in this study is qualitative descriptive by using the
policy implementation theory proposed by Van Meter and Van Horn where the
variables that determine the effectiveness of implementation are standards and
target policy, resources, communication among implementing agency,
characteristics of executing agency, social environment, economics and politics,
and the executing attitude.
Implementation of government policy in the arrangement of street
vendors in market voluntary Medan area, can be implemented properly. Although
not maximal because the variable that becomes the benchmark of the variable that
has not been fulfilled Maximally is the Characteristics of the implementing
agency that there is a rejection attitude from the street vendors who do not want to
do the Management and Arrangement policy that has been arranged by the Medan
City Government, and the failure of a Policy Performance in performing
Management and Structuring to the street vendors.

Keywords: Policy Implementation, Management / Arrangement of street vendors,


informal sector.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Pujidan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang kaki lima pada
Daerah Pasar Sukaramai Medan”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi persyaratan Kurikulum Sarjana Strata-1 (S1) pada Departemen Ilmu
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan


bantuan dukungan serta doa dari berbagai pihak. Sehingga dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,

yaitu Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Dr. Tunggul

Sihombing, MA.

3. Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yaitu Ibu Dra. Asima Yanti S.

Siahaan, MA., Ph.D.

4. Seluruh jajaran dosen atau staf pengajar Departemen Ilmu Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Terima kasih kepada kak Dian dan Kak Ema yang telah banyak membantu

penulis mulai dari awal perkuliahan hingga saat ini.

Universitas Sumatera Utara


7. Kepada Bapak Arwansyah dengan jabatan Kasubag Hukum Perusahaan

Daerah Pasar kota Medan.

8. Kepada Bapak Hafis Ibrahim Siregar.SH dengan jabatan Kabag

Hukum/Humasy PD. Pasar kota Medan..

9. Kepala Seksi Dinas Perdagagan Kota Medan Zulfikar S.H

10. Teristimewa untuk ayahanda tercinta Alamsyah dan ibunda tercinta Cut

Fatimah M. Daud, terimakasih atas semua kasih sayang, doa, semangat,

serta dukungan baik moril maupun materil.

11. Terimakasih kepada orangtua keduaku ayah Ramli beserta Istri yang

telah menganggap penulis sebagai anaknya serta memberikan semangat

dan dukungan kepada penulis.

12. Terimakasih kepada Nenekku dan omaku yang tersayang, yang

cintannya selalu ada buat penulis.

13. Terimakasih kepada bulek surtik dan om No yang berada di kampong

yang telah memberikan semangat kepada penulis.

14. Terimakasih untuk ibuk Noni dan keluarga yang telah memberikan

semangat dan dukungan kepada penulis.

15. Terimakasih kepada kakak pertama yang tercinta yang berada di Pekan

baru Syahfitri Ramadhanibeserta suami Dori Ganesba dan keponakan yang

kusayang Syafa nur Callista Maharani dan Muhammad Alfariz, yang telah

memberikan semangat serta memberikan dukungan kepada penulis.

16. Terimakasih kepada kakak kedua yang tercinta Sep Diana Putri beserta

suami Faisal FM dan keponakan yang kuasayang Rafaqil Aradzkansyah

FM yang telah banyak memberikan support dan semangat kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara


17. Terimakasih kepada adikku yang tersayang Zenna Jenny Januari, Adelia

Syahputri, Pajar Jaya Negara, Anita Adelia Agustina, serta Kembaranku

Siti Nadira, terimakasih semangat dan dukungan buat penulis.

18. Terimakasih untuk adik tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri Dea

Pratiwi yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan Penelitian

serta yang memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

19. Terimakasih kepada Ali Topan Harahap yang telah banyak memberikan

Motivasi, semangar, dukungan yang berarti buat penulis, terimakasih

untuk kasih sayangnya kepada penulis yang selalu menghibur dan selalu

ada disaat suka maupun duka, terimakasih yang selalu ada untuk penulis.

20. Terimakasih untuk Sahabat yang tersayang, sahabat penuh suka dan duka,

sahabat seperti saudara yang selalu ada Adelina Permata Sari Ritonga.

Shafira Maulida sahabat sejak SMA sampai selamanya. Terimakasih juga

untuk temanku Wenny Anggreini, Riski Nurul Afni, Dina Puspita yang

telah banyak membantu, menghibur serta memberikan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

21. Terimakasih kepada Reza Anggreini, Ony Noviantari, Ardina Viralista,

Wira Riris, Nora, Alma kawan seperjuangan yang telah memberi

dukungan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

22. Terimakasih kepada Para sahabat dan seluruh teman seperjuangan

Departemen Ilmu Administrasi Publik angkatan 2014.

23. Dan, seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan kritik

Universitas Sumatera Utara


dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepannya. Akhir

kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca.

Medan, 06 Juli 2018

Novita Sari

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Implementasi Kebijakan ................................................................................... 9
2.1.1Model implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn ............ 11
2.1.2 Gambar dimensi waktu Output & Outcomes Kebijakan ....................... 14
2.2 Kebijakan Publik ............................................................................................. 16
2.2.1 Proses Kebijakan Publik ........................................................................ 19
2.2.2 Gambar Tahapan Kebijakan Publik ....................................................... 20
2.2.3 Lingkungan Kebijakan ........................................................................... 22
2.2.4 Gambar Hubungan Tiga elemen sistem Kebijakan ................................ 23
2.3 Sektor Informal ............................................................................................... 24
2.4 Definisi Konsep............................................................................................... 28
2.5 Hipotesis Kerja ................................................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Bentuk Penelitian ............................................................................................ 30
3.2 Lokasi penelitian ............................................................................................. 31
3.3 Informan Penelitian ......................................................................................... 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 34
3.5 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Kota Medan ....................................................................... 40
4.2 Kondisi Sosial Kota Medan ......................................................................... ...40
4.3 Kondisi Perdagangan di Kota Medan ............................................................. 41
4.4 Tata Ruang Kota Medan ................................................................................. 43
4.5 Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan (PD. Pasar Kota Medan) ................... 44
4.6 Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
Pada Daerah Pasar Sukaramai Medan............................................................. 51

Universitas Sumatera Utara


4.6.1 Standar dan Sasaran Kebijakan .............................................................. 52
4.6.2 Sumber-sumber Kebijakan (Sumber Daya) ........................................... 58
A. Sumber Daya Alam (Staf) .......................................................................... 59
B. Sumber Daya Sarana dan Prasarana ........................................................... 62
4.6.3 Komunikasi antar Badan Pelaksana ....................................................... 66
4.6.4 Karakteristik Badan Pelaksana............................................................... 73
4.6.5 Lingkungan Sosial,Ekonomi, dan Politik .............................................. 75
4.6.6 Sikap Pelaksana (Disposisi) ................................................................... 77

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 79
5.2 Saran................................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya angka pengangguran.

Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang kemudian bekerja atau berusaha pada

sektor informal seperti menjadi pedagang kaki lima di kota-kota besar di Indonesia.

Keadaan ini diperburuk dengan adanya krisis ekonomi berkepanjangan yang telah

menyebabkan terpuruknya perekonomian di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali

Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia yang ikut merasakan

imbasnya.Sebagai dampak hal tersebut adalah banyaknya perusahaan yang terpaksa

harus gulung tikar, kemudian mereka terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap para karyawannya.Keadaan ketenagakerjaan di Sumatera Utara pada

Agustus 2017 menunjukkan adanya kenaikan jumlah angkatan kerja. Jumlah

angkatan kerja di Sumatera Utara pada Agustus 2017 sebesar 6,74 juta orang atau

naik sebanyak 380 ribu orang bila dibanding angkatan kerja Agustus 2016, yaitu

sebesar 6,36 juta orang. Hal ini menyebabkan terjadi kenaikan, Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup besar yaitu dari 65,99 persen pada Agustus 2016

menjadi 68,88 persen pada Agustus 2017, atau naik sebanyak 2,89 poin. kenaikan ini

disebabkan para penduduk usia kerja yang sebelumnya mengurus rumah tangga atau

lainnya beralih menjadi bekerja, dikarenakan berbagai macam alasan. Penduduk yang

Universitas Sumatera Utara


bekerja pada Agustus 2017 mencapai 6,36 juta orang atau bertambah sekitar 375 ribu

orang dibanding Agustus 2016, yang sebesar 5,99 juta orang. Jumlah pengangguran

terbuka mengalami sedikit kenaikan pada Agustus 2017.Kenaikan pengangguran

terbuka sebanyak 5 ribu orang. Dimana pada Agustus 2016 sebanyak 372 ribu orang

menjadi 377 ribu orang pada Agustus 2017. Jika dilihat dari Tingkat pengangguran

terbuka (TPT), terjadi penurunan dari 5,84 persen menjadi 5,60 persen atau turun

sebesar 0,24 persen. Penurunan pengangguran tersebut diduga karena berkembangnya

perdagangan ritail mini market, terutamanya di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang

dan Serdang Bedagai (www.bps.go.id Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2016,

dan Agustus 2017)

Dengan meningkatnya angka pengangguran berakibat pada meningkatnya

jumlah penduduk miskin. Dengan semakin kecilnya peluang kerja di perusahaan-

perusahaan tersebut membuat sektor informal tumbuh subur diantaranya menjadi

pedagang kaki lima dengan memanfaatkan ruang-ruang kota yang ada seperti trotoar,

dan beberapa ruang terbuka umum (public space). Banyak pedagang kaki lima

tersebut memulai berdagang dengan modal uang pesangon dari PHK mereka.

Pertumbuhan sektor informal seperti pedagang kaki lima merupakan salah satu

bentuk elastisitas masyarakat dalam upaya untuk mendapatkan penghasilan dan

menafkahi keluarga. Akan tetapi jika perkembangannya tidak direncanakan dan

ditempatkan pada lokasi yang tepat akan menimbulkan permasalahan seperti

ketidakteraturan wajah kota, kemacetan lalu lintas, penumpukan sampah dan

Universitas Sumatera Utara


masalah-masalah lainnya. Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah

untuk menyebut penjajah dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering

ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua

kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau

dua roda dan satu kaki).Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di

jalanan pada umumnya. Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan

kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan Belanda pada waktu itu menetapkan bahwa

setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki.

Lebar luas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter

(Budiman.2011:1)

Sektor informal kini menjadi kebijakan yang tidak dapat dipisahkan dalam

pembangunan nasional semenjak terjadinya krisis di Indonesia.Munculnya dilema

ekonomi informal adalah sebagai dampak dari makin kuatnya proses modernisasi

yang bergerak menuju sifat-sifat yang dualistis. Pembangunan secara makro akan

menghasilkan sistem ekonomi lain yaitu sektor informal, yang sebagian besar terjadi

di negara-negara sedang berkembang. Fenomena dualisme ekonomi yang melahirkan

sektor informal, menunjukkan bukti adanya keterpisahan secara sistematis-empiris

sektor informal dari sebuah sistem ekonomi nasional.Hal ini sekaligus memberikan

legitimasi ekonomi dan politik bahwa perekonomian suatu negara mengalami

stagnasi dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi dan ketimpangan sosial-

ekonomi yang cukup besar (Budiman.2010:1)

Universitas Sumatera Utara


Di negara-negara sedang berkembang, masalah sektor informal sebenarnya

menjadi semakin penting keberadaannya, namun kondisinya juga penting.

Keberadaannya yang sangat penting apalagi setelah ekonomi Indonesia dirundung

krisis seperti sekarang ini, di mana permintaan angkatan kerja di sektor informal ini

makin besar seiring dengan siklus usaha sektor informal yang tidak berjalan normal.

Sektor informal lebih berperan serta dan sifatnya lebih efisien.Selain dapat

menyalurkan tenaga kerja juga dapat menopang kehidupan masyarakat yang memiliki

tingkat konsumsi rendah.Kegiatan sektor informal yang menonjol biasanya terjadi di

kawasan yang sangat padat penduduknya, di mana pengangguran (unemployment)

maupun pengangguran terselubung (Disquised Unemployment) merupakan masalah

utama. Dengan kenyataan seperti ini, limpahan tenaga kerja tersebut masuk ke dalam

sektor informal.tetapi masih dipandang sebagai penyelesaian sementara karena di

dalam sektor informal sendiri terdapat persoalan yang sangat rumit (Subri.2003)

Fenomena kegiatan ekonomi informal akan lebih menonjol di beberapa kota

besar, dimana tekanan penduduk sudah sedemikian kritis. Disamping itu, terbatasnya

lapangan kerja dan proses industrialisasi yang terpusat di daerah perkotaan yang

padat modal membawa konsekuensi bahwa hanya tenaga kerja terampil saja yang

dapat memasuki sektor modern yang formal, sementara sektor informal pada saat

yang bersamaan mengalami peningkatan dalam kapasitas intensitas dan jumlah

kegiatannya.

Universitas Sumatera Utara


Pedagang kaki lima (PKL) merupakan salah satu alternatif mata pencaharian

sektor informal yang termasuk kedalam golongan usaha kecil dalam penjelasan UU

No. 9 tahun 1995 adalah kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan

memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam

proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong

pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada

umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya. Pedagang kaki lima sering menjadi

masalah di berbagai kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang

sudah mempunyai predikat metropolitan (Fujisari.2011)

Masalah pedagang kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah

khususnya di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja

berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaanya. Masalah keberadaan

Pedagang kaki lima karena menempati ruang publik, dan tidak sesuai dengan Visi

kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan

kota. Oleh karena itu pedagang kaki lima menjadi target utama kebijakan pemerintah

kota, seperti penggusuran dan relokasi. Masalah kebersihan yang muncul disebabkan

penyediaan pengelolaan sampah yang kurang baik sehingga terlihat kumuh karena

tidak terarah dengan baik. Masalah keramaian yang muncul juga disebabkan

menjaminnya keberadaan Pedagang kaki lima yang tidak tertata dan cenderung

membuat kemacetan lalu lintas. Pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan

mengganggu ketertiban umum dan keindahan kota. Berdasarkan pertimbangan

Universitas Sumatera Utara


tersebut, maka pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelaku sektor

informal, yakni dengan cara menggemar atau menyingkirkan usahanya yang berada

di pinggir jalan (Permanda.2011)

Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena akan menghadapi

dua sisi dilematis. pertentangan antara kepentingan hidup dan kepentingan

pemerintahan akan berbenturan kuat. Para pedagang kaki lima (PKL) yang umumnya

tidak memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi

yang memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi

diantaranya kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian

ditambah dengan berbagai aturan seperti adanya pmerintah daerah yang melarang

keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan

pemerintah didasarkan atas kepentingan masyarakat atau ditujukan untuk

kesejahteraan rakyat atau dalam hal ini harus didasarkan pada asas oportunitas.

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang dkemukakan diatas penulis

tertarik untuk melakukan penelitian berjudul : Implementasi Kebijakan Pemerintah

Sektor Informal dalam pengelolaan Pedagang Kaki Lima pada Daerah Pasar

Sukaramai Medan.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikann diatas, rumusan masalah

yang saya ambil pada penelitian ini adalah :“Bagaimana Implementasi Kebijakan

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima pada Daerah Pasar Sukaramai

Medan.

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan Model Implementasi Kebijakan

Van Meter dan Van Horn yaitu untuk mengetahui bagaimana Standar dan Sasaran

Kebijakan, Sumber Daya, Komunikasi antar Badan Pelaksana, Karakteristik Badan

Pelaksana, Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik, dan Sikap Pelaksana dari suatu

Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima pada

Daerah Pasar Sukaramai Medan.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta

mengembangkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah di

bidang Ilmu Administrasi publik.

2. Manfaat praktis

penelitian ini diharapkan bermanfaat dapat memberikan masukan bagi instansi

terkait dengan kebijakan pemerintah dalam penataan pedagang kaki lima.

Disamping itu juga dapat sebagai nilai tambah bagi peneliti untuk

mengembangkan tulisan ilmiah guna meningkatkan wawasan secara teori

maupun alokasinya dilingkungan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


3. Manfaat akademis

penelitian ini diharapkan dapat memberikankontribusi baik secara langsung

maupun tidak langsung bagi kepustakaanDepartemen Ilmu Administrasi

Publik dan sebagai bahan perbandinganbagi mahasiswa yang ingin melakukan

penelitian di bidang yang sama.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi kebijakan

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy

makersbukanlahjaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam

implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau

institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy

makersuntuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan

pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran (Subarsono.2005)

Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh

badan-badan pemerintah.Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan

pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warganegaranya. Ini

berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau

tidak dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan administrasi, di pihak lain, berhubungan

dengan implementasi apa yang dilakukan oleh negara. Administrasi berhubungan

dengan pertanyaan fakta,. Konsekuensi dari pendapat diatas, administrasi

memfokuskan perhatian pada mencari cara yang efisien, one best way untuk

mengimplementasikan kebijakan publik (Anderson.1979).

Universitas Sumatera Utara


Namun, dalam praktik badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-

pekerjaan di bawah kekuasaan undang-undang yang terlalu makro dan mendua

(ambiguous), sehingga memaksa mereka untuk membuat diskresi, untuk memutus

apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang

disebut“street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur

perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana,

implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor.

Proses implementasi melibatkan banyak aktor penting yang memiliki tujuan

dan harapan yang berbeda dan bersaing yang bekerja dalam konteks perpaduan

program pemerintah yang semakin besar dan kompleks yang memerlukan partsipasi

dari berbagai lapisan dan unit pemerintahan dan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

kuat yang menjadi andalan kendali mereka (Ripley dan Franklin.1986).

Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau

unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi

oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel

organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling

berinteraksi satu sama lain.Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan

setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan

yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi

kebijakan mempunyai kedudukan yang penting didalam kebijakan publik.

Universitas Sumatera Utara


Implementasi kebijakan merupakan suatu interaksi antara penyusunan tujuan

dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan

untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara

untuk mencapainnya (Pressman Wildavsky.2003).

2.1.1 Model implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn
Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan beberapa

variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan

(Subarsono, 2005:99). Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Van Meter dan

Van Horn adalah sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya
adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang
berwujud maupun tidak ,jangka pendek, menengah atau panjang. Kejelasan
dan sasaran kebijkan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir
program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau
program yang dijalankan.
2. Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan
sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal
3. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber
daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang
terjadi adalah beberapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia)
untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi
program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.
4. Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur
yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi
ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan
diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk
adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan
program/kebijakan. Dalam contoh dimuka disebutkan bahwa koordinasi
antara kelompok pendamping, LKMD, kepala desa dan aparat desa telah
berhasil meyakinkan dan menjelaskan dengan baik arti penting IDT, sehingga

Universitas Sumatera Utara


kelompok sasaran mampu memahami dan bertanggung jawab atas program
yang dijalankan.
5. Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur
organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang
terjadi di internal birokrasi.
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam
ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan
itu sendiri.
7. Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting
dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan responsif
terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk
sebagai bagian dari sikap pelaksana ini.

Adapun model dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat sebagai berikut :

bahwa Model dari Van meter dan Van Horn ini menunjukkan bahwa implementasi

kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat

mempengaruhi variabel yang lain seperti :

 Variabel sumber daya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan


politik.
 Variabel sumber daya juga dapat mempengaruhi komunikasi antar badan
pelaksana.
 Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi
karakteristik badan pelaksana.
 Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi sikap
pelaksana.
 Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi kinerja
kebijakan.
 Komunikasi antar badan pelaksana memiliki hubungan yang saling
mempengaruhi dengan karakteristik badan pelaksana.
 Komunikasi antar badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana.
 Karakteristik badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana.
 Karakteristik badan pelaksana juga dapat mempengaruhi kinerja kebijakan
secara langsung.

Hubungan yang saling terkait dan kompleks diatas memang amat

dimungkinkan terjadi dalam ranah Implementasi Kebijakan, sehingga penelitian

Universitas Sumatera Utara


implementasi kebijakan seharusnya tidak dilihat sebagai penelitian yang sederhana.

Penelitian implementasi kebijakan menjadi menarik jika dapat menggambarkan apa

yang terjadi antar variabel yang misalnya terdapat dalam model Meter dan Horn ini.

Gambaran yang utuh serta detail nantinya akan sangat menarik dan terlihat amat

dinamis. Implementasi kebijakan menunjuk aktivitas menjalankan kebijakan dalam

ranah senyatanya, baik yang dilakukan oleh organ pemerintah maupun para pihak

yang telah ditentukan dalam kebijakan.Implementasi kebijakan sendiri biasanya ada

yang disebut sebagai pihak implementor, dan kelompok sasaran.Implementor

kebijakan adalah mereka yang secara resmi diakui sebagai individu/lembaga yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan program dilapangan (Indiahono.2009).

Kelompok sasaran adalah menunjuk para pihak yang dijadikan sebagi objek

kebijakan.Implementasi kebijakan adalah tahap yang penting dalam kebijakan. Tahap

ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar

aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcomes seperti

yang telah direncanakan. Output adalah keluaran kebijakan yang diharapkan dapat

muncul sebagai keluaran langsung dari kebijakan.Output biasanya dapat dilihat dalam

waktu yang singkat pasca implementasi kebijakan.Outcomes adalah dampak dari

kebijakan, yang diharapkan dapat timbul setelah keluarnya output

kebijakan.Outcomes biasanya diukur setelah keluarnya output atau dalam waktu yang

lama pasca implementasi kebijakan (Indiahono.2009).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1.2
Dimensi waktu Output dan Outcomes Kebijakan

Implementasi
kebijakan

Jangka
pendek

Output kebijakan Jangka


panjang

Outcomes kebijakan

Sumber : Indiahono.2009

Kajian implementasi kebijakan telah dibahas banyak ahli.Pendekatan

implementasi kebijakan yang terkenal selama ini adalah pendekatan compliance, dan

what happen. Pendekatan compliance (kepatuhan) adalah mengkaji implementasi

kebijakan dalam ranah kepatuhan para aktor implementasi kebijakan terhadap hal-hal

yang telah ditetapkan dalam guidelines kebijakan.Kajian ini mendapatkan kritik

karena terlalu menyederhanakan masalah.Masalah kebijakan dilihat sangat hitam

putih dan positivisti. Jika ada kriteria yang tercantum dalam guideline kebijakan tidak

dilakukan maka dengan mudah implementasi kebijakan telah gagal secara proses.

Temuan-temuan yang berharga dalam kajian implementasi kebijakan kemudian amat

sulit ditemukan, karena dari awal sudah membatasi diri pada kajian kepatuhan

Universitas Sumatera Utara


guideline kebijakan dengan yang terjadi di ranah nyata.Meskipun demikian

pendekatan yang sering disebut juga pendekatan top down ini memberikan pesan

pentingnya kepatuhan implementor terhadap sektor administrasi kebijakan. Logika

sederhananya adalah bagaimana mungkin sebuah kebijakan akan berjalan dengan

baik jika kriteria-kriteria dalam kebijakan tidak dijalankan dengan baik dan konsisten

(Indiahono.2009)

Pendekatan kedua adalah pendekatan what happen atau sering disebut juga

pendekatan bottom up.Pendekatan ini menginginkan adanya pengungkapan kejadian-

kejadian dalam ranah implementasi kebijakan yang terjadi di lapangan secara jujur

dan terbuka. Pendekatan ini diharapkan dapat membuka tabir kekurangan format

kebijakan yang sedang diimplementasikan, memberikan gambaran test practices

dalam memodifikasi kebijakan untuk mencapai output dan outcomes, serta

penyimpangan-penyimpangan atas guideline kebijakan yang menjadikan kegagalan

suatu program pemerintah. Pendekatan ini juga bukan tanpa kritik, Kritik terhadap

pendekatan ini adalah bahwa mengkaji kebijakan secara bottom up bukanlah suatu

yang mudah, banyak aspek di lapangan yang harus masuk dalam ranah kajian jika

menginginkan kualitas pengkajian implementasi secara baik.Mengidentifikasi hal-hal

mana yang penting dibandingkan dengan hal-hal yang lain adalah hal tersulit yang

harus dilakukan oleh pengkaji dari pendekatan bottom up. Meskipun demikian, hal-

hal terkait dengan kebaruan temuan dan demi terjadinya reformulasi kebijakan

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan pada informasi di lapangan, pendekatan bottom up ( what happen) dapat

diandalkan (Subarsono.2005)

2.2. Kebijakan Publik


Kebijakan publik dalam definisi Thomas R. Dye (1981) adalah whatever

governments choose to do or not to do.Maknanya Dye hendak menyatakan bahwa

apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan

kebijakan.Jika anda melihat banyak jalan berlubang, jembatan rusak atau sekolah

rubuh kemudian anda mengira bahwa pemerintah tidak berbuat apa-apa, maka

diamnya pemerintah itu menurut Dye adalah kebijakan.Intrerpretasi dari kebijakan

menurut Dye diatas harus dimaknai dengan dua hal penting.Pertama, bahwa

kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua, kebijakan tersebut

mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Selain Dye, James E. Anderson (1979) mendefinisikan kebijakan sebagai

perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau

serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pembicaraan tentang

kebijakan memang tidak lepas dari kepentingan antar kelompok, baik di tingkat

pemerintahan maupun masyarakat secara umum.

Hogwood dan Gunn, menyatakan bahwa terdapat 10 istilah kebijakan dalam

pengertian modern, yaitu :

1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas


2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan
3. Sebagai proposal spesifik

Universitas Sumatera Utara


4. Sebagai keputusan pemerintah
5. Sebagai otorisasi formal
6. Sebagai sebuah program
7. Sebagai output
8. Sebagai hasil (outcome)
9. Sebagai teori dan model
10. Sebagai sebuah proses

Sementara itu Lasswell (2006:19) menginginkan ilmu kebijakan publik

mencakup 1) metode peneitian proses kebijakan, 2) hasil dari studi kebijakan, 3) hasil

temuan penelitian yang memberikan kontribusi paling penting untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan intelegensi era kita sekarang. Selain itu Lasswell juga

menggerakkan dan mendorong agar para analisis kebijakan menjadi lebih kreatif

dalam mengidentifikasikan masalah-masalah kebijakan.Analisis kebijakan harus

menunjukkan rasionalitas dan kreatifitas dalam menciptakan alternatif-alternatif

kebijakan.Dengan demikian analisis kebijakan harus memiliki banyak metode dan

senjata untuk menciptakan kebijakan-kebijakan sebagai solusi masalah publik.Karena

itulah menurut lasswell (2006:20).Ilmu kebijakan adalah harus kontekstual,

multimetode dan berorientasi pada masalah.

Kebijakan memang menjadi ranah yang amat berbau kekuatan untuk saling

mempengaruhi dan melakukan tekanan para pihak.Sehingga, tak heran jika Carl

Friedrich (1963) mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah

pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya

mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala aktifitas yang

dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi.Dengan

membawa kebijakan publik dalam upaya memecahkan masalah publik. Maka,

administrasi publik akan lebih terasa kental. Kebijakan publik diarahkan untuk

memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan

urusan-urusan publik.Kebijakan publik sejauh mungkin berada dalam kebijakan yang

beraras pada kepentingan publik.Kebijakan publik memang melibatkan banyak aktor

yang berkepentingan.nilai-nilai rasional yang dikembangkan dalam analisis kebijakan

publik sejauh mungkin didekatkan kepada kepentingan publik.Sampai titik ini

memang diperlukan komitmen aktor politik untuk memperjuangkan nilai-nilai

kepentingan publik.

Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor

dan faktor dari luar pemerintah.Dalam buku ini kebijakan publik dipahami sebagai

pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang

tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri,

pertahanan, dan sebagainya.Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah

membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada

masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya.

Sebagai contoh, ketika pemerintah menetapkan undang-undang No. 22 tahun 1999

dan kemudian diganti dengan undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah, terlihat bahwa nilai yang akan dikejar adalah penghormatan

Universitas Sumatera Utara


terhadap nilai demokrasi dan pemberdayaan terhadap masyarakat lokal dan

pemerintah daerah. Harrold Lasswell (2006.19:20)

Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi

tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.Ini berarti

kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik

sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang

bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan

tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu

kebijakan publik harus mampu mengkomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau

bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang pendidikan, pertanian,

kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Di samping itu, dilihat dan

hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti

undang-undang, peraturan pemerintah provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/kota,

dan keputusan bupati/walikota.

2.2.1. Proses Kebijakan Publik


Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang

dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut

Nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian

Universitas Sumatera Utara


kebijakan.Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi

kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat

intelektual (William N. Dunn,1994).

Dalam pandangan Ripley (1985), tahapan kebijakan publik pada gambar

dibawah (2.2.2)

Gambar 2.2.2
Tahapan kebijakan publik

Penyusunan Agenda
pemerintah
Agenda

Formulasi &
kebijakan
Legitimasi
kebijakan

Implementasi Tindakan
kebjakan kebijakan

Evaluasi terhadap implementasi, Kinerja &


kinerja & dampak kebijakan
dampak kebijakan

Kebijakan
baru

Sumber : dalam pandangan Ripley (1985)

Universitas Sumatera Utara


Penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan yakni :

(1) membangun persepsi di kalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-

benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh masyarakat

tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sekelompok masyarakat tertentu dianggap

masalah, tetapi oleh sebagian masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap

sebagai masalah, (2) membuat batasan masalah, dan (3) memobilisasi dukungan ini

dapat dilakukan dengan cara mengorganisir kelompok-kelompok yang ada dalam

masyarakat, dan kekuatan-kekuatan politik, publikasi melalui media massa dan

sebagainya. Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu

mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang

bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan,

membangun dukungan dan melakukan negoisasi, sehingga sampai pada sebuah

kebijakan yang dipilih.Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan.Pada tahap

ini perlu dukungan sumberdaya, dan penyusunan organisasi pelaksana kebijakan.

Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar

implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan

dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi

terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat

bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan

datang lebih baik dan lebih berhasil (Ripley.1985).

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan Michael Howlet dan M. Ramesh dalam (Subarsono.2005),

menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut :

(1) Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah
bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
(2) Formulasi kebijakan ( policy formulation). Yakni proses perumusan pilihan-
pilihan kebijakan oleh pemerintah.
(3) Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses pemerintah memilih
untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan.
(4) Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
(5) Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil atau kinerja kebijakan.

2.2.3 Lingkungan Kebijakan


Lingkungan kebijakan, seperti adanya pengangguran, kriminalitas, krisis

ekonomi, gejolak politik yang ada pada suatu negara akan memengaruhi atau

memaksa pelaku atau aktor kebijakan untuk meresponnya, yakni memasukannya

kedalam agenda pemerintah dan selanjutnya melahirkan kebijakan publik kebijakan

publik untuk memecahkan masalah-masalah yang bersangkutan. Misalnya kebijakan

pengembangan investasi yang dapat menyerap tenaga kerja, kebijakan penegakan

hukum untuk mengatasi kriminalitas, kebijakan pengurangan pajak untuk memacu

pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan keamanan untuk mengatasi gejolak

politik.Teori sistem berpendapat bahwa pembuatan kebijakan publik tidak dapat

dilepaskan dari pengaruh lingkungan.Tuntutan terhadap kebijakan dapat dilahirkan

karena pengaruh lingkungan, dan kemudian ditransformasikan ke dalam suatu sistem

politik. Dalam waktu yang bersamaan ada keterbatasan dan konstrain dari lingkungan

yang akan memengaruhi policy makers. Faktor lingkungan tersebut antara lain

Universitas Sumatera Utara


:karakteristik geografi, seperti : sumberdaya alam, iklim, dan topografi, variabel

demografi, seperti : banyaknya penduduk, distribusi umur penduduk, lokasi spasial,

kebudayaan politik, struktur sosial, dan sistem ekonomi. Dalam kasus tertentu,

lingkungan internasional dan kebijakan internasional menjadi penting untuk

mempertimbangkan (Anderson.1979)

Gambar 2.2.4
Hubungan Tiga Elemen Sistem Kebijakan

Pelaku
kebijakan

Lingkungan Kebijakan
Kebijakan publik

Sumber : (William N. Dunn.1994)

Dalam pandangan seorang pakar politik David Easton sebagaimana dikutip

oleh Anderson (1979) dan Dye (1981), kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu

sistem yang terdiri dari input, konversi, dan output.Dalam konteks ini ada dua

variabel makro yang memengaruhi kebijakan publik, yakni lingkungan domestic, dan

lingkungan internasional. Baik lingkungan domestik maupun lingkungan

internasional/global dapat memberikan input yang berupa dukungan dan tuntutan

Universitas Sumatera Utara


terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor dalam sistem politik akan

memproses atau mengonversi input tersebut menjadi output yang berwujud peraturan

dan kebijakan.

Peraturan dan kebijakan tersebut akan diterima oleh masyarakat, selanjutnya

masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk input baru kepada sistem

politik tersebut. Apabila kebijakan tersebut memberikan insentif, maka masyarakat

akan mendukungnya. Sebaliknya, apabila kebijakan tersebut bersifat disinsentif.

Misalnya, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) atau pajak, maka masyarakat akan

melakukan tuntutan baru, berupa tuntutan penurunan harga BBM dan penurunan

pajak.

2.3 Sektor Informal

Konsep Sektor informal, yang pertama kali diperkenalkan oleh Hart (1973),

membagi secara tegas kegiatan ekonomi yang bersifat formal dan informal.Istilah

sektor informal oleh Keith Hart pada tahun 1971 dalam penelitiannya tentang unit-

unit usaha kecil di Ghana.Kemudian terminology Hart tersebut digunakan oleh

sebuah misi ke Kenya yang diorganisir oleh ILO (International Labor Organization).

Misi tersebut berpendapat bahwa sektor informal telah memberikan tingkat ongkos

yang rendah, padat karya, barang dan jasa yang kompetitif, dan memberikan

rekomendasi kepada pemerintah Kenya untuk mendorong sektor informal. (Gilbert

dan Josef Gugler.1996)

Universitas Sumatera Utara


Menurut Hidayat (1978), dalam laporan ILO tersebut dan dari berbagai

penelitian tentang sektor informal di Indonesia. Telah menghasilkan sepuluh ciri

pokok sebagai berikut :

(1) Kegiatan usaha tidak terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit
usaha tidak mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor
formal.
(2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.
(3) Pada kegiatan usaha tidak teratur baik dalam dalam arti lokasi maupun jam
kerja.
(4) Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.
(5) Unit usaha mudah keluar masuk dari suatu subsector ke lain subsector.
(6) Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif.
(7) Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif
kecil.
(8) Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man-enter proses dan kalau
mengerjakan buruh berasal dari keluarga.
(9) Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau
dari lembaga keuangan tidak resmi.
(10) hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan masyarakat
kota/desa yang berpenghasilan menengah.

Sektor Informal selalu didefinisikan berdasarkan ciri-ciri yang serba

bertentangan dengan sektor formal, dengan kata kunci “bukan” atau “tidak”. Contoh

yang relatif adalah definisi dari Sukesi dkk, yang meniliti jaminan sosial bagi

perempuan pedagang kaki lima (2002). Ada 11 indikator sektor informal, yaitu :

1. Organisasi (kegiatan usaha tidak terorganisasi)


2. Izin usaha (tidak ada izin usaha)
3. Pola aktivitas (pola kegiatan tidak teratur)
4. Kebijakan (kebijakan dan bantuan dari pemerintah tidak ada)
5. Unit usaha (pekerja dapat dengan mudah keluar/masuk)
6. Teknologi (penggunaan teknologi masih sederhana)
7. Modal dan skala usaha tergolong kecil
8. Pendidikan (tidak memerlukan pendidikan formal)

Universitas Sumatera Utara


9. Pengelolaan (dilakukan sendiri, buruh berasal dari keluarga)
10. Produk (dikonsumsi oleh golongan menengah ke bawah)
11. Modal (milik sendiri atau mengambil kredit tidak resmi) (Sukesi,2002:6).

Definisi residual (sektor informal sebagai residu sektor formal), mengingat

bahwa konsep “informal” pertama-tama memang ditujukan untuk mengidentifikasi

kegiatan yang berkembang di luar kerangka regulasi formal atau intervensi

kelembagaan dari pemerintah (Sassen,1997:2)

Pemerintah diyakini dapat merupakan kendali bagi pertumbuhan sektor

informal.Sektor ini sangat diabaikan, jarang di dukung, sering ditertibkan dan

kadang-kadang dengan sengaja dihapuskan. Kebijakan pemerintah yang lebih

memberikan keleluasaan pada bekerjanya mekanisme pasar diharapkan dapat lebih

mendorong potensi sektor informal dalam pertumbuhan output dan jumlah pekerja.

Kebijakan yang lebih ditekankan pada bekerjanya mekanisme pasar, antara lain :

membiarkan pertumbuhan sektor informal secara alamiah, memperlanggar perizinan

di bidang perdagangan, standarisasi dan spesifikasi kualitas diperlunak. Para pekerja

yang bekerja di sektor informal adalah para pekerja yang tidak mendapat

perlindungan ekonomi, tidak mempunyai perjanjian kerja jangka panjang.Barang dan

jasa yang dibutuhkan masyarakat golongan ekonomi lemah dihasilkan oleh sektor

informal.Perekonomian di sektor informal relatif lebih stabil daripada yang sektor

formal.Hal ini disebabkan karena sektor informal tidak tergantung pada

perekonomian internasional, modal yang besar, maupun keterampilan yang tinggi.

“kelesuan” ekonomi relatif kurang dirasakan di sektor informal (Indiahono,2009).

Universitas Sumatera Utara


Sebenarnya pengertian tentang sektor informal telah ada suatu kesamaan

pandangan (konsensus) bahwa sektor informal diartikan sebagai unit-unit usaha yang

tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.

Sedangkan unit-unit usaha yang mendapatkan proteksi ekonomi secara resmi dari

pemerintah disebut sebagai sektor formal. Proteksi ekonomi itu antara lain berupa

tarif proteksi, kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan, penyuluhan,

perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminya arus teknologi impor, hak paten

dan lain sebagainya.

Perekonomian si sektor informal relatif dapat lebih mandiri.Karena

pertumbuhan di sektor formal secara langsung memperbaiki kesejahteraan golongan

ekonomi lemah, maka kemajuan dalam sektor informal sekaligus menaikkan

pendapatan nasional (meskipun tidak banyak), dan memperbaiki distribusi

pendapatan. Bila di sektor formal kurangnya permintaan dapat menyebabkan

kelesuan perekonomian, di sektor informal permintaan akan selalu kuat, sebab barang

dan jasa yang dihasilkan di sektor ini merupakan barang dan jasa yang dibutuhkan

masyarakat masyarakat sehari-hari.

Widiarti dan Hugo (2000) menggunakan status pekerjaan utama untuk

pengelompokan sektor informal. Mereka yang berusaha sendiri tanpa dibantu orang

lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga, dan pekerja keluarga

dimasukkan ke dalam sektor informal. Sedangkan mereka yang bekerja sebagai

Universitas Sumatera Utara


buruh/karyawan dan berusaha dengan dibantu buruh tetap dimasukkan ke dalam

sektor formal.

2.4. Definisi Konsep


Konsep dapat diartikan sebagai penggambaran secara abstrak suatu keadaan,

individu atau kelompok yang menjadi objek kajian ilmu sosial. Untuk mempermudah

pemahaman di dalam meneliti objek tersebut, perlu dilakukan pendefenisian konsep

(Sofian Effendi dan Tukiran,2012:32). Adapun definisi konsep dari penelitian ini

adalah :

1. Implementasi kebijakan adalah serangkaian usaha dalam bentuk analisis untuk

menghasilkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kebijakan yang

telah ditetapkan dengan mempertimbangkan hubungan kebijakan tersebut

secara vertical maupun secara horizontal dalam rangka mencapai sasaran yang

telah ditentukan baik dalam jangka panjang maupun saat ini. Adapun model

yang dipakai dalam analisis implementasi kebijakan ini adalah model dari Van

Meter Van Horn. Variabel isi kebijakan ini mencakup:

a) Standar dan sasaran kebijakan,


b) Sumber
c) Komunikasi antar badan pelaksana
d) Karakteristik badan pelaksana
e) Lingkungan sosial, ekonomi dan politik,
f) Sikap pelaksana,

2. Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang menjadi keputusan

pemerintah untuk dilakukan ataupun tidak dilakukan bertujuan untuk

memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat. Pencapaian tujuan

Universitas Sumatera Utara


dilakukan secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap

sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau

pemerintah.

3. Sektor informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi

dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan

penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut bekerja dengan

keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian. Pedagang kaki lima

(PKL) merupakan salah satu alternatif mata pencaharian sektor informal yang

termasuk kedalam golongan usaha kecil.

2.5. Hipotesis Kerja

Menurut Sugiyono (2013:64) mengatakan bahwa Hipotesis merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan.Hipotesis Kerja adalah Hipotesis yang bersumber dari

kesimpulan teoritik, sebagai pedoman untuk melakukan penelitian (Umar, 2010:38).

Dalam penelitian kualitatif, Hipotesis tidak diuji, tetapi sebagai panduan dalam proses

analisis data. Maka penulis merumuskan Hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu :

“Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima pada

Daerah pasar Sukaramai Medan meliputi Standar dan sasaran kebijakan, Sumber

daya, Komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik badan pelaksana, lingkungan

sosial,ekonomi, dan politik, Sikap pelaksana”

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian


Dalam metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dapat

dikaitkan dengan model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn

(Subarsono, 2005:99) yaitu Standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi

antar badan pelaksana, karakteristik badan pelaksana, lingkungan sosial,ekonomi,dan

politik, dan sikap pelaksana. Dengan model Implementasi kebijakan menurut Van

Meter dan Van Horn ini dapat mendukung berjalannya proses penelitian kualitatif.

Bentuk yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang

memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada

pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan

menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan

sebagaimana adanya dan mencoba menganalisis untuk memberikan kebenarannya

berdasarkan data yang diperoleh.Pada pendekatan kualitatif menekankan analisisnya

pada proses penyimpanan hubungan fenomena-fenomena penelitian yang diamati

dengan menggunakan logika ilmiah (Danim Sudarwan, 2002),

Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif melakukan aktivitasnya

untuk memperoleh pengetahuan, sejumlah informasi, atau cerita yang rinci tentang

subjek penelitian dan latar sosial penelitian. Pengetahuan dan informasi yang

Universitas Sumatera Utara


diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan pengamatan tersebut akan berbentuk

cerita mendetail (deskripsi-rinci, gambaran yang mendalam), termasuk ungkapan-

ungkapan asli subjek penelitian (Hamidi,2005).

Menurut Bodgan dan Biklen dalam Sugiyono (2016), secara umum penelitian

kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti
adalah instrument kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk
kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau
outcome
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan dijalan A.R. Hakim Kecamatan Medan Area, Medan

Sumatera Utara. Daerah ini dipilih karena merupakan salah satu tempat

berkumpulnya para Pedagang Kaki Lima, keberadaan Pedagang kaki lima

menimbulkan masalah karena menempati ruang publik, dan tidak sesuai dengan Visi

kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan

kota. Oleh karena itu pedagang kaki lima menjadi target utama kebijakan pemerintah

kota, seperti penggusuran dan relokasi. Masalah kebersihan yang muncul disebabkan

penyediaan pengelolaan sampah yang kurang baik sehingga terlihat kumuh karena

tidak terarah dengan baik. Masalah keramaian yang muncul juga disebabkan

Universitas Sumatera Utara


menjaminnya keberadaan Pedagang kaki lima yang tidak tertata dan cenderung

membuat kemacetan lalu lintas.

3.3 Informan Penelitian


Menurut Sugiyono (2013:221) penentuan sampel atau informan dalam

penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum.Dalam

penelitian kualitatif subyek penelitian ditentukan secara sengaja.Informan adalah

orang yang benar-benar mengetahui atau pelaku yang terlibat langsung dengan

permasalahan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini terdiri dari :

Matriks Informan Penelitian

No. Informan Jenis informasi yang Jumlah


Penelitian dibutuhkan
1. Implementor - Standar dan sasaran 2
1. Perusahaan Daerah kebijakan,
Pasar Kota Medan - kinerja kebijakan,
2. Trantib/Satpol pp 1
- Sumber daya,
disekitar Pasar
Sukaramai - komunikasi antar
3. Dinas Perdagangan badan pelaksana,
1
Kota Medan - karakteristik badan
pelaksana,
- lingkungan
sosial,ekonomi, dan
politik,
- Sikap pelaksana

Universitas Sumatera Utara


2. Para Pedagang Kaki Lima - Standar dan sasaran 5
Pasar Sukaramai Medan
kebijakan,
- kinerja kebijakan,
- Sumber daya,
- komunikasi antar
badan pelaksana,
- karakteristik badan
pelaksana,
- lingkungan
sosial,ekonomi, dan
politik,
- Sikap pelaksana

3. Pengunjung Lokasi Dagang - Standar dan sasaran 4


Pedagang Kaki Lima Pasar kebijakan,
Sukaramai Medan - kinerja kebijakan,
- Sumber daya,
- komunikasi antar
badan pelaksana,
- karakteristik badan
pelaksana,
- lingkungan
sosial,ekonomi, dan
politik,
Sikap pelaksana
Jumlah 13

Universitas Sumatera Utara


3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena bertujuan untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui

teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang

diharapkan (Sugiyono,2016). Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian diantaranya :

1. Teknik pengumpulan data primer.

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer

tersebut dapat dilakukan dengan instrument sebagai berikut :

a. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang terkait dengan suatu

tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini

ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si

peneliti yaitu mereka yang mengetahui dan terkait dengan implementasi

kebijakan pemerintah dalam mengelola pedagang kaki lima.

b. Observasi adalah pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang dilakukan.

Melalui observasi peneliti dapat memperoleh pandangan mengenai apa yang

sebenarnya dilakukan dan melihat langsung keterkaitan yang terdapat di

dalamnya dan kemudian mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan

untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan

Universitas Sumatera Utara


dengan topik penelitian. Apa yang di observasi yaitu pertama, mengenai

lingkungan daerah pasar yang tidak sesuai dengan visi kota yang menekankan

aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota. Aspek kebersihan yang

muncul disebabkan penyediaan pengelolaan sampah yang kurang baik

sehingga terlihat kumuh karena tidak terarah dengan baik. Kedua, mengenai

kemacetan lalu lintas. Masalah keramaian yang muncul disebabkan

keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan dan

mengganggu ketertiban umum sehingga tidak tertata dengan baik.

2. Teknik pengumpulan data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui pengumpulan kepustakaan yang dapat mendukung data

primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan

menggunakan instrumen sebagai berikut :

a. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan

menggunakan catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada

dilokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang terkait dengan objek

penelitian

3.5 Teknik analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh di

Universitas Sumatera Utara


lapangan dari para informan.Teknik analisis data dilakukan secara interatif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Menurut Miles & Huberman (1992:16) analisis terdiri dari tiga alur kegiatan

yang terjadi secara bersamaan yaitu : Reduksi data, Penyajian data, Penarikan

kesimpulan/Verifikasi. Mengenai ketiga alur tersebut secara lebih lengkapnya

adalah sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus

selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan

adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan (seringkal

tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan

penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya. Selama

pengumpulan data berlangsung, terjadilan tahapan reduksi selanjutnya (membuat

ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugusgugus, membuat partisi,

membuat memo).Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian

lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.Reduksi data merupakan bagian

dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi

data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat

Universitas Sumatera Utara


ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya

sebagai kuantifikasi.

Data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka

macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian

singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.

Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau

peringkatperingkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana.

2. Penyajian Data

Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan

suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai

jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan

informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan

demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan

menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah

melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai

sesuatu yang mungkin berguna.

Universitas Sumatera Utara


3. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian

dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.Kesimpulan-kesimpulan juga

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat

pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama

ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin

menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali

serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan

kesepakatan intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk

menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji

kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan

validitasnya. Kesimpulan akhir tidak hanya terjadi pada waktu proses

pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi sumatera utara,

kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara

Regional. Bahkan sebagai ibukota provinsi sumatera utara, kota medan sering

digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah

daerah. Secara geografis, kota medan memiliki kedudukan strategis sebab

berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian utara, sehingga relatif dekat

dengan kota/kota atau negara yang lebih maju. Demikian juga secara demografis

kota medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relative besar.

Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor

tertier dan sekunder, kota medan sangat potensial berkembang menjadi pusat

perdagangan dan keuangan regional/nasional (www.bps.go.id Kota Medan dalam

angka 2017)

4.2 Kondisi Sosial Kota Medan

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,

keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan

penghambat bagi pertumbuhan ekonomi kota medan. Keberadaan sarana pendidikan

kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana bagi masyarakat untuk

Universitas Sumatera Utara


mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan

kesehatan serta pelayanan sosial lainnya. Dimana juga halnya dengan kemiskinan,

dimana kemiskinan merupakan salah satu maslah utama pengembangan kota yang

sifatnya kompleks dan multidimensial yang fenomenanya dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan,

lokasi, gender, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya

sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar

dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani

kehidupan secara bermartabat (www.bps.go.id Kota Medan dalam angka 2017)

4.3 Kondisi Pedagang kaki lima di Kota Medan

Salah satu fungsi utama Kota Medan adalah pusat perdagangan.Kegiatan pada

sektor perdagangan di Kota Medan diantaranya terdiri dari kegiatan di pasar,

plaza/mall, toko, restoran, Pedagang Kaki Lima dan warung.perdagangan tersebut

umumnya tergolong dalam kegiatan pada sektor perdagangan formal maupun sektor

perdagangan informal. Kegiatan yang termasuk sektor informal bersifat heterogen.

Secara umumsektor informasi di daerah perkotaan dipandang sekedar melakukan

peran dalam kehidupan kota dan terdiri dari beraneka ragam kegiatan usaha yang

berkaitan dengan bidang pelayanan dan jasa pada tingkat bawah, seperti warung kopi,

tukang sampah, pengamen jalanan, penyemir sepatu, Pedagang Kaki Lima, dan

pengencer barang (Fujisari.2011:12)

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan informal dapat dibedakan menjadi lima sub sektor yaitu perdagangan,

jasa, angkutan, bangunan, dan industri kecil. Adanya dorongan untuk masuk pada

sektor informal karena tidak adanya hubungan kerja kontrak jangka panjang pada

sektor informal, sehingga mobilitas angkatan kerja dalam sektor informal menjadi

relatif tinggi.Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang mempermudah tenaga

kerja memasuki sektor ini.Jadi, diharapkan dapat bertindak sebagai suatu kekuatan

penyangga antara kesempatan kerja dan pengangguran. Beberapa pencari kerja yang

memperoleh pekerjaan tetap di sektor formal, bisa bekerja dalam sektor informal

sementara atau waktu lama daripada menganggur sama sekali.

Kegiatan-kegiatan perekonomian sektor informal setidaknya memberikan

pendapatan dan pekerjaan pada para penduduk, betapapun sedikit dan tidak tetapnya,

kepada penduduk yang hampir tidak bisa dibayangkan bagaimana mereka bisa

mempertahankan kehidupan subsistensi mereka.Namun tidak mungkin diharapkan

adanya kebijakan yang berorientasi pada kelangsungan kegiatankegiatan kecil dan

tidak efisien yang menggunakan teknologi yang tradisional.Peningkat tingkat hidup

penduduk menuntut perluasan sektor formal secepat mungkin. Oleh karena itu, perlu

campur tangan pemerintah untuk membuat suatu kebijakan tentang keberadaan

sektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima (Fujisari.2011:13)

4.4 Tata Ruang Kota Medan

Penataan ruang Kota Medan sangat tergantung pada tata ruang kota yang

ditetapkan oleh pemerintah Kota Medan. Dalam perjalanan Kota Medan mengalami

Universitas Sumatera Utara


perkembangan yang signifikan, dan untuk melihat perubahan yang terjadi dapat

dikemukakan tentang perkembangan kota tersebut. Sejak tahun 1862 ada dua kutub

pertumbuhan, yaitu pelabuhan laut belawan, dan pusat kota medan. Sekarang, yang

berhubungan dengan pasar (pajak) ikan, tetapi saat ini pajak ikan sudah berubah

fungsi menjadi pasar kain dan wilayah perkantoran serta perdagangan Kota. Kota

Medan menjadi strategis karena mempunyai beberapa fungsi utama dalam kerangka

konteks regional yaitu : sebagai pusat pemerintahan daerah, sebagai pusat pelayanan

kebutuhan masyarakat, sebagai pusat perkantoran swasta, sebagai pusat perdagangan

yang wilayah pengaruhnya mencakup seluruh Provinsi Sumatera Utara

(www.bps.go.id Kota Medan dalam angka 2017).

Dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah kota Medan dalam

pembangunan sektor informal sangat tertinggal. Hal ini masih memberikan gambaran

bahwa kegiatan perdagangan sektor informal termasuk kegiatan pedagang kaki lima

belum menjadi pusat perhatian serius dalam pengembangan pembangunan pada masa

mendatang, sementara itu jumlah pedagang kaki lima akan semakin meningkat.

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif dari pembangunan yang dilakukan

yang tidak beriorentasi kepada pemberdayaan masyarakat maka terhadap kegiatan

sektor informal tidak terkecuali pedagang kaki lima perlu dilakukan penataan ataupun

relokasi. Sehingga pemerintah kota dapat memperoleh manfaat dari hasil penataan

tersebut (www.bps.go.id Kota Medan dalam angka 2017).

Universitas Sumatera Utara


4.5 PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA MEDAN ( PD. PASAR KOTA

MEDAN )

Perusahaan daerah Pasar Kota Medan merupakan salah satu badan usaha milik

derah (BUMD). Pemerintah kota medan yang merupakan peralihan dari Dinas pasar

kota medan Tk.II Medan sejak tahun 1993 dan pada awalnya dikelola berdasarkan

peraturan No. 15 tahun 1992 tentang pembentukan perusahaan daerah pasar

Kotamadya Medan, kemudian dirubah dengan peraturan Daerah No. 8 tahun 2001

tentang pembentukan perusahaan daerah pasar kota medan kemudian dirubah dengan

peraturan Daerah No. 10 tahun 2014 tentang perusahaan Daerah pasar kota medan.

Sementara sebagai landasan manajemen didasari kepada peraturan Daerah No.

5 Tahun 1997 tentang status badan pengawas, Direksi dan kepegawaian Perusahaan

Daerah dan surat keputusan walikota Medan No. 188.342/SK/1998 tentang

pelaksanaan perda tahun 1997 jo. Surat keputusan Walikota medan No. 14 Tahun

2004 tentang susunan organisasi dan tata kerja Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan.

Sebagai landasan operasional didasari kepada peraturan Daerah No. 31 Tahun

1993 tentang pemakaian tempat berjualan dan surat walikota medan No.

188.342/SK/1994 tentang pelaksanaan perda No. 31 tahun 1993 dan surat keputusan

Direksi Pasar Kota Medan No.974/1332/PDPKM/2003 Tanggal 05 Maret 2003

tentang besarnya tarif kontribusi pada Pasar-Pasar di wilayah Kepala daerah Kota

Medan yang disahkan badan pengawas PD pasar kota medan dengan Badan

pengawas PD pasar kota medan NO. 36/04/BP/PD 2003.

Universitas Sumatera Utara


Visi dan Misi Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan

VISI

Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan adalah mewujudkan suatu pelayanan

jasa pasar yang prima berkaitan dengan perkembangan perekonomian

pendapatan daerah serta mendukung terwujudnya suatu kerjasama dan sama-

sama bekerja menuju kepada medan sebagai kota Metropolitan.

MISI

Misi perusahaan Daerah Pasar Kota Medan adalah sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan revitalisasi, perawatan, rehabilitasi, penataan, perluasan

dan pembangunan pasar.

2. Meningkatkan kesadaran pedagang atas peraturan perpasaran

3. Menyelenggarakan kebersihan, ketertiban, dan kenyamanan pasar.

4. Menegakkan pelaksanaan peraturan perpasaran dan penerapan sanksi

5. Menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan kegiatan pasar

6. Menjalin koordinasi dengan instansi terkait

LANDASAN HUKUM :Peraturan Daerah No. 15 Tahun 1992 tentang pembentukan

Perusahaan Daerah Pasar Kotamadya Medan. Kemudian dirubah dengan peraturan

Daerah No. 10 tahun 2014 tentang perusahaan daerah pasar kota Medan

LANDASAN MANAJEMEN : Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1997 tentang status

badan pengawas, direksi dan kepegawaian Perusahaan Daerah dan surat keputusan

Universitas Sumatera Utara


walikota medan No. 188.342/SK/1998 tentang pelaksanaan perda No. 5 tahun 1997

jo. Surat keputusan walikota medan No.14 tahun 2004 tentang susunan organisasi dan

tata kerja perusahaan Daerah Pasar Kota Medan.

LANDASAN OPERASIONAL : Peraturan daerah No. 31 tahun 1993 tentang

pemakaian tempat berjualan dan surat walikota medan No. 188.342/834/SK/1994

tentang pelaksanaan perda No. 31 tahun 1993 dan surat keputusan direksi perusahaan

daerah pasar kota medan nomor: 974/0331/PDPKM/2015 tanggal 21 januari 2015

tentang ketentuan klasifikasi penyesuaian besarnya tariff kontribusi berjualan,

kebersihan, sewa toko dan izin pada wilayah pasar kota medan.

TUGAS DAN FUNGSI PD. PASAR KOTA MEDAN

TUGAS

- Perusahaan daerah pasar kota medan adalah memberikan pelayanan umum

dalam bidang perpasaran kepada masyarakat melalui penyediaan sarana dan

tempat berjualan.

- Perusahaan daerah pasar kota medan juga melaksanakan pembinaan kepada

pedagang di pasar serta ikut membantu menciptakan kelancaran distribusi

barang guna mewujudkan tingkat stabilitas harga.

FUNGSI

- Perusahaan daerah pasar kota medan melingkupi :

- Merencanakan, membangun dan memelihara pasar

- Melakukan pengelolaan pasar beserta sarana kelengkapannya

Universitas Sumatera Utara


- Melakukan pembinaan pedagang pasar

- Menunjang kebijaksanaan umum pemerintah kota medan dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli daerah.

ALAT PRODUKSI

Direksi : 4 orang

Jumlah Karyawan : 425 orang

Jumlah PHL : 292 orang

Jumlah Pasar : 52 pasar

Jumlah tempat usaha : 19.605 TU

Tempat usaha aktif :14.008TU (71,45%)

Tempat usaha tidak aktif/dicabut : 5.597 TU (28,55%)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN PASAR

1. SDM ( SUMBER DAYA MANUSIA)

Pembinaan dan pengaturan pegawai sesuai kompetensi dan beban kerja.

2. MANAJEMEN INTERNAL PERUSAHAAN

Mempersingkat birokrasi untuk pelayanan yang cepat kepada pedagang,

pihak ketiga dll

Universitas Sumatera Utara


3. SISTEM PENGELOLAAN

Integrasi laporan keuangan dari area ke kantor pusat untuk pengambilan

keputusan secara cepat dan tepat.

Collection pedagang

 Kerja sama dengan perbankan (BJB, MANDIRI,DLL)

 Listrik/air (pre-paid)

4. PERBAIKAN KONDISI BANGUNAN PASAR

Menyesuaikan dengan lingkungan sekitar pasar

Penzoningan jenis jualan

5. SOSIALISASI PEDAGANG

Penerapan kebijakan baru PD. Pasar kota medan, mengenai rencana

pembangunan, penerapan tariff, dll.

6. TENANT RELATION

Penyampaian keluhan pedagang kepada kepala pasar

7. PEMBENTUKAN ASOSIASI PEDAGANG

Universitas Sumatera Utara


PENGEMBANGAN PASAR

Peningkatan potensi Pasar

1. Pembangunan/peremajaa
n pasar
2. Revitalisasi pasar

1. Dikerjakan dengan
menggunakan modal sendiri
2. Dikerjakan dengan pihak
ketiga

Sumber : PD. Pasar kota Medan

Pembangunan pasar dilaksanakan dengan skala prioritas, dengan

mempertimbangkan :

a. Masa hak pemakaian tempat usaha

b. Kondisi fisik bangunan (tingkat kerusakan pasar untuk menentukan apakah

direnovasi/diremajakan)

c. Keinginan dan kemampuan pedagang (program yang direncanakan

disosialisasikan untuk mengetahui setuju atau tidak).

Universitas Sumatera Utara


OPTIMALISASI PASAR

- Pengembangan/peremajaan pasar

Pembangunan kembali pasar sekaligus melakukan penataan ulang desain,

layout dan bentuk bangunan yang dimungkinkan untuk dipadukan dengan fungsi-

fungsi dan fasilitas baru yang menunjang kegiatan pedagang eksisting.Dilakukan di

pasar-pasar yang berada di lokasi strategis dan kemampuan ekonomi pedagang yang

tinggi.

- Revitalisasi/renovasi pasar

Upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan dengan melaksanakan

renovasi terhadap pasar-pasar yang masih memiliki kekuatan struktur bangunan yang

dilakukan tanpa merelokasi/memindahkan para pedagang sekaligus melakukan

penataan areal kawasan pasar.

TANTANGAN PENGELOLAAN PASAR

1. Usia dan kondisi bangunan pasar

Usia bangunan rata-rata diatas 20 tahun dan banyak yang kurang layak

2. Perubahan lingkungan pasar

Beberapa pasar lingkungannya telah berubah, tidak lagi berada di daerah

pemukiman dan telah menjadi lingkungan baru

3. Kemampuan pembiayaan perusahaan dalam melaksanakan pembangunan

sangat terbatas

Universitas Sumatera Utara


4. Persaingan usaha antara pasar dan retail modern yang sangat pesat dan

aksesibilitas ke produsen bagi pedagang masih kurang

5. Asetnya kurang bankable, karena merupakan aset daerah

6. Dualism status pengelolaan

7. Banyaknya pedagang kaki lima

4.6 Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima

pada daerah Pasar Sukaramai Medan

Dalam bab ini penulis akan melakukan analisis semua data yang didapat dari

hasil penelitian di lapangan. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu menguraikan serta

menginterpretasikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan. Tehnik

analisis data ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data

dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan

muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian

dapat menarik kesimpulan.

Dari semua data dan informasi yang telah dikumpulkan, baik melalui studi

pustaka, wawancara dengan informan dari Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan,

para pedagang pasar Sukaramai Medan dan pada Pengunjung Lokasi dagang

Pedagang Pasar Sukaramai. Data yang telah diperoleh oleh penulis telah disusun

secara sistematis baik melalui observasi di lokasi penelitian, dan juga data sekunder

Universitas Sumatera Utara


berupa berkas maupun catatan-catatan yang diperoleh penulis dilapangan sebagai

bukti pendukung dari penelitian ini. Selanjutnya data tersebut akan diberikan analisis

tentang Implementasi kebijakan Pemerintah Sektor Informal dalam Pengelolaan

Pedagang kaki lima pada Daerah Pasar Sukaramai Medan Dalam melakukan analisis

peneliti menggunakan teori dalam implementasi kebijakan melalui variabel-variabel

yang telah dibuat penulis sebelumnya sehingga analisis data yang dilakukan penulis

dapat disajikan dengan rinci.

Adapun model yang dipakai dalam analisis implementasi kebijakan ini adalah

model dari Van Meter Van Horn (Subarsono, 2005:99). variabel isi kebijakan ini

mencakup: Standard dan Sasaran Kebijakan, Kinerja Kebijakan, Sumber Daya,

Komunikasi antar Badan Pelaksana, Karakteristik Badan Pelaksana, Lingkungan

Sosial, dan Sikap Pelaksana. Sudah sejauh mana penerapan Implementasi Kebijakan

Pemerintah Sektor Informal dalam Pengelolaan Pedagang Kaki Lima pada Daerah

Pasar Sukaramai Medan dapat dilihat dari Variabel-variabel tersebut. Adapun

Variabel Implementasi kebijakan yaitu :

4.6.1 Standar dan sasaran kebijakan

Mengenai masalah konsistensi kebijakan, maka dalam implementasi suatu

kebijakan dibutuhkan konsistensi dari semua pihak baik dari pemerintah kota,

masyarakat dan pihak lainnya yang terlibat langsung dalam implementasikebijakan.

Dengan semua pendukung tersebut implementator kebijakan dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik. Standar dan sasaran Kebijakan pada dasarnya adalah apa yang

Universitas Sumatera Utara


hendak dicapai oleh program ataupun kebijakan, baik yang berwujud ataupun tidak,

jangka pendek, menengah atapun panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus

dapat dilihat secara spesifik, sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan

atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijelaskan (Subarsono,

2005:99).Dimana untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya

menegaskan standar dan sasaran tersebut. Artinya didalam proses pencapaian sasaran

kebijakan ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan

yang telah direalisasikan.

Penataan pedagang kaki lima merupakan upaya yang dilakukan untuk menata

dan menertibkan pedagang kaki lima. Tujuan dari penataan pedagang kaki lima ini

adalah untuk menciptakan keindahan kota, kebijakan yang dilaksanakan oleh

pemerintah untuk menata pedagang yang berjualan di pinggir pasar serta memakai

bahu pengguna jalan dan memakai fasilitas-fasilitas umum di sekitar pasar Sukaramai

Medan.Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan pedagang kaki lima pada

daerah pasar Sukaramai Medan dapat dilihat dari beberapa tujuan dan sasaran

Kebijakan.

Tujuan Penataan Pedagang kaki lima yaitu menciptakan pedagang yang patuh

dan taat pada peraturan yang ada, agar pedagang dapat tertata dengan rapih. Tujuan

yang akan dicapai dengan menata pedagang yang berada disekitar pasar, sebagaimana

dengan Fungsi Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan yaitu merencanakan,

membangun dan memelihara pasar, melakukan pengelolaan pasar beserta sarana

kelengkapannya, melakukan pembinaan pedagang pasar, serta menunjang

Universitas Sumatera Utara


kebijaksanaan umum pemerintah kota Medan dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan pendapatan asli daerah. Kemudian bagi Perusahaan mendapatkan

PAD, sehingga memenuhi kebutuhan Perusahaan daerah pasar kota Medan.

(wawancara Bapak Arwansyah, selaku Kassubag Hukum PD Pasar Kota Medan,

dilakukan pada Tanggal 04 April 2018)

Hal ini tertera dalam Tabel perkembangan setoran pendapatan asli daerah

(PAD) PD. Pasar kota Medan pada Tahun 2008-2013 di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara


PERKEMBANGAN SETORAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PD. PASAR KOTA MEDAN 2008-2013

2009 2010 2011 2012 2013 2014

URAIAN REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI

(AUDITED) (AUDITED) (AUDITED) (AUDITED) (AUDITED) (AUDITED)

Pendapatan 14,267,979,458.00 14,440,,554,538.00 14,594,181,559.00 21,157,099,461.00 27,026,344,517.00 31,221,156,167

operasional

Biaya operasional (13,604,263,839.00) 13,878,741,813.00) (14,349,954,459.00) (20,386,482,911.00) (26,733,508,258.00) (31,063,823,443)

Laba/Rugi Operasional 663,715,619.00 561,812,725.00 244,227,100.00 770,616,550.00 292,836,259.00 157,332,724

Pendapatan Lain-lain 175,591,668.00 153,857,311.00 148,280,950.00 791,274,867.00 504,372,774.00 637,712,128

Beban lain-lain (11,738,786.00) (10,384,425.00) (9,309,624.00) (98,351,180.00) (396,568,447.00) (194,893,089)

Laba/Rugi sebelum 827,568,501.00 705,285,611.00 383,198,426.00 1,463,540,237.00 400,640,586.00 600,151,763

pajak

Beban Pajak Kini (148,899,850.00) (161,642,622.00) 198,272,889.00 (497,897,683.00) (205,,564,826.00) (113,701,303)

Pajak Tangguhan (8,292,511.00) (95,756,629.00) 81,713,193.00) 156,845,148.00 (4,395,856.00) (97,554,299)

Laba/Rugi setelah 670,376,140.00 447,886,360.00 366,638,830.00 1,112,487,702.00 190,679,905.00 388,896,161

Pajak

Setoran PAD 335,188,000.00 223,943,180.00 183,319,415.00 561,243,851.00 95,339,953.00 194,448,080.5

Sumber : PD.Pasar Kota Medan tahun 2008-2013

Universitas Sumatera Utara


Dari Tabel Data diatas Perkembangan Setoran Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PD. Pasar Kota Medan bahwa dilihat pada 2014 Pendapatan Operasional dan Biaya

operasional pada Tahun 2014 meningkat dengan pendapatan operasional berjumlah

31,221,156,167 dan Biaya Operasioanl Berjumlah (31,063,823,443) pada Tahun

2014, Laba/Rugi operasional Meningkat pada tahun 2012 berjumlah 770,616,550.00.

Pendapatan Lain-lain juga meningkat pada Tahun 2012 berjumlah

791,274,867.00.Beban lain-lain meningkat pada Tahun 2013 berjumlah

(396,568,447.00).Laba/Rugi sebelum pajak meningkat pada Tahun 2012 Berjumlah

1,463,540,237.00.Beban Pajak kini meningkat pada Tahun 2012 berjumlah

(497,897,683.00).Pajak Tangguhan meningkat pada Tahun 2012 berjumlah

156,845,148.00.Laba/Rugi setelah pajak meningkat pada Tahun 2012 berjumlah

1,112,487,702.00.dan terakhie setoran PAD meningkat pada Tahun 2009 berjumlah

335,188,000.00. Jadi PAD PD Pasar Kota Medan Rata-rata meningkat pada Tahun

2012.

Para Pedagang Kaki lima juga mengharapkan Kebijakan yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Medan, yaitu sebagaimana Pedagang kaki lima juga ingin

mendapatkan ketenangan dan dapat berjualan dengan bebas serta tidak adanya

Penataan yang dilakukan oleh petugas Trantib, hanya dengan berdagang dan

berjualan para pedagang yang berada disekitar pasar Sukaramai dapat mencari nafkah

dan mendapatkan Penghasilan Setiap harinya (Wawancara Ibu Juliati, para Pedagang

kaki lima Pasar Sukaramai Medan, dilakukan pada Tanggal 10 Maret 2018)

Universitas Sumatera Utara


Standar kebijakan Penataan Pedagang kaki lima adalah berdasarkan Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan

dan Pemberdayaan Pedagang kaki lima yang menyatakan bahwa Pedagang kaki lima

sebagai salah satu pelaku usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha

perdagangan sektor informal, dan perlu dilakukan pemberdayaan untuk meningkatkan

dan mengembangkan usahanya, dan bahwa peningkatan jumlah pedagang kaki lima

di daerah telah berdampak pada estestika, kebersihan, dan fungsi sarana dan

prasarana kawasan perkotaan serta terganggunya kelancaran lalu lintas, perlu

dilakukan adanya penataan. Berdasarkan Peraturan daerah Kotamadya daerah tingkat

II Medan Nomor 31 Tahun 1993 tentang Pemakaian tempat berjualan bahwa untuk

mewujudkan pasar yang tertib dan teratur perlu mengatur pemakaian tempat berjualan

di lingkungan pasar yang telah ditetapkan dalam peraturan Daerah.

Dengan adanya Kebijakan Penataan Pedagang kaki lima sangat berguna bagi

Masyarakat pengguna Jalan. Karena, kalau Pedagang berjualan di Pinggir Pasar,

otomatis akan berdampak buruk. Seperti, Terganggunya arus lalu lintas disekitar

pasar menimbulkan Kemacetan, Kebisingan serta Keramaian yang menganggu

pengguna Jalan.Kumuhnya sekitar Pasar karena Kebersihan yang kurang dijaga.

Dengan dilakukan Penataan di lokasi dagang Pedagang kaki lima, daerah sekitar

Pasar Sukaramai dapat tertata dengan Rapih. Pemerintah juga sudah menyediakan

Fasilitas berupa Gedung, agar Pedagang kaki lima berpindah ke gedung yang telah

Universitas Sumatera Utara


disediakan oleh Pemerintah, agar tidak mengganggu Fasilitas umum dipinggir jalan.

agar terciptanya pedagang yang patuh dan taat pada Peraturan yang berlaku.

Kemudian dalam penelitian ini adapun Sasaran dan Pelaksanaan Implementasi

Kebijakan Penataan pedagang kaki lima adalah para Pedagang kaki lima yang berada

disekitar Pasar Sukaramai Medan. yang dinaungi oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota

Medan dan Trantib Kota Medan. Kebijakan ini tentu diperuntukkan oleh Perusahaan

daerah Pasar Kota Medan dan Trantib, karena dalam bidangnya Perusahaan daerah

Pasar Kota Medan mengelola pasar di kota Medan dan Trantib menata para pedagang

kaki lima di Kota Medan yang tidak tertata dengan rapih.

Pedagang kaki lima disekitar Pasar Sukaramai sebagai sasaran Kebijakan

telah mengetahui dan memahami sebagian Peraturan yang telah ditetapkan oleh

Pemrintah Kota Medan. Seperti selalu menjaga kebersihan sekitar pasar Sukaramai,

tidak memakai sebagian tata ruang kota untuk berjualan di pinggir pasar. Karena

Pedagang kaki lima menjadi Sasaran Kebijakan Pemerintah Kota Medan, maka

Pedagang kaki lima harus mengikuti serta mematuhi seluruh Peraturan-Peraturan

yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Medan guna mencapai tujuan dari

Kebijakan.

4.6.2 Sumber-sumber Kebijakan (Sumber Daya)

Sumber daya adalah hal yang sangat penting utuk keberhasilan suatu proses

implementasi kebijakan. Sumber daya yang dimaksudkan mencakup sumber daya

Universitas Sumatera Utara


manusia, fasilitas, dana atau perangsang yang mendorong dan memperlancar

implementasi yang efektif, oleh karena itu pihak dinas harus melihat bagaimana

sumber daya yang sudah tersedia untuk keberhasilan kebijakan tersebut. Sumber daya

menunjuk kepada seberapa besar dukungan Finansial dan Sumber Daya Manusia

untuk melaksanakan program atau kebijakan.Hal sulit yang terjadi adalah beberapa

nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi

kebijakan dengan kinerja baik.Evaluasi Program/kebijakan seharusnya dapat

menjelaskan nilai yang efisien (Subarsono, 2005:99).

A. Sumber Daya Manusia (Staf)

Mengimplementasikan kebijakan dengan cermat, jelas dan konsisten tidaklah

cukup untuk menghasilkan implementasi yang efektif tanpa didukung oleh sumber

daya. Sumber daya yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan pengelolaan

Pedagang adalah sumber daya manusia sebagai pelaksana kegiatan.Sumber daya

manusia sebagai pelaksana dalam implementasi kebijakan ini adalah Pemerintah Kota

Medan, pelaksana atau penanggung jawab kebijakan pengelolaan, dan Pedagang itu

sendiri.Staf merupakan sumber daya yang paling penting dalam melaksanakan

kebijakan atau program. Kurangnya staf pelaksana akan menghambat jalannya suatu

kebijakan sehingga implementasi kebijakan yang dilakukan tidak maksimal. Tetapi

jika jumlah staf nya juga banyak tidak memungkinkan bahwa implementasi itu akan

berhasil.

Universitas Sumatera Utara


Tabel Sumber daya manusia (Staff) PD.Pasar kota Medan

Direksi 4 orang

Jumlah karyawan 425 orang

Sumber : PD Pasar Kota Medan

Dari data diatas terlihat jelas bahwa jumlah Direksi ada 4 orang yang terdiri

dari :

1. Diektur Utama

2. Direktur Pengembangan dan Sumber Daya Manusia

3. Direktur Administrasi dan Keuangan

4. Direktur Operasi

karyawan (staff) pada Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan mencapai 425

orang yang terdiri dari :

1. Satuan Pengawas Intern (SPI) terdiri dari :

a. Seksi Pengawasan Umum dan Keuangan

b. Seksi Pengawasan pendapatan dan Pembangunan

2. Bagian Kepegawaian terdiri dari :

a. Sub Bagian Administrasi dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia

b. Sub Bagian penggajian dan Kesejahteraan

3. Bagian Perencanaan terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara


a. Sub Bagian Perencanaan dan Pengembangan Pasar

b. Sub Bagian pengolahan Data dan Sistem Informasi Manajemen

4. Bagian umum terdiri dari :

a. Sub Bagian Tata Usaha

b. Sub Bagian Pengadaan dan Rumah Tangga

5. Bagian Keuangan terdiri dari :

a. Sub Bagian anggaran

b. Sub Bagian Akuntansi

c. Sub Bagian Kas dan Pajak

6. Bagian Hukum dan Humas teridir dari :

a. Sub Bagian Hukum

b. Sub Bagian Humas

7. Bagian Usaha terdiri dari :

a. Sub Bagian pemasaran dan Perizinan

b. Sub Bagian Administrasi Penagihan

8. Bagian Penertiban/Kebersihan terdiri dari :

a. Sub Bagian Penertiban

b. Sub Bagian Perawatan

c. Sub Bagian Kebersihan

9. Unit Pelaksana terdiri dari :

1. Cabang I terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara


a. Kaur Umum

b. Kaur Pendapatan

c. Kaur Penertiban

d. 9 (Sembilan) Kepala Pasar

2. Cabang II terdiri dari :

a. Kaur Umum

b. Kaur Pendapatan

c. Kaur Penertiban

d. 8 (delapan) Kepala Pasar

3. Cabang III terdiri dari :

a. Kaur Umum

b. Kaur Pendapatan

c. Kaur Penertiban

d. 8 (delapan) Kepala pasar

B. Sumber Daya Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan Prasarana merupakan salah satu faktor pendukung

dalam mewujudkan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

dalam pengelolaan pedagang. Adapun hal-hal yang dibutuhkan dalam

implementasi kebijakan pemerintah sektor informal dalam pengelolaan

pedagang kaki lima pada daerah pasar sukaramai medan pemerintah sudah

menyiapkan sarana dan prasarana mereka untuk berdagang sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


DATA PASAR YANG DIKELOLA OLEH PD. PASAR KOTA MEDAN

NO. PASAR KIOSK TOKO STAND/MEJA INFORMAL DICAB JUMLAH

CABANG 1 Buka Tutup Buka Tutup Buka Tutup Buka Tutup UT

1 Pusat Pasar 2.216 294 4 - 405 30 - - 6 2.956

2 Halat 118 - - - 356 - - - 56 530

3 Bakti 217 14 - - 263 - - - - 494

4 Sukaramai 75 353 - - 60 173 - - - 661

5 Titi Kuning Kp. Baru, Kemiri 185 17 - - 383 25 39 10 - 671

6 Timah, Beruang,Gajah 216 9 - - 101 6 - - 1 333

7 Sambu 66 - - - 84 - - - 581 731

8 Penampungan - - - - 382 - - - 4 386

9 Sambas/Pandu 299 - - - 220 - - - 22 541


Baru/Semarang/Selat
panjang,Warni
JUMLAH 3.392 688 4 0 2.254 234 39 10 682 7.303

Sumber : Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


Dari data diatas terlihat jelas bahwa sarana dan prasarana Pasar Sukaramai

yang Telah dikelola oleh PD. Pasar Kota Medan berupa : Kios Buka pasar

sukaramai berjumlah 75, Kios tutup pasar sukaramai berjumlah 353, Stand/Meja

Buka pasar sukaramai Berjumlah 60, Stand/Meja tutup pasar sukaramai berjumlah

173, dengan Total keseluruhan 661 fasilitas yang dikelola oleh PD Pasar Kota

Medan. Dari data diatas Perusahaan Daerah pasar kota Medan, membangun

fasilitas agar pedagang di sekitar pasar Sukaramai dapat berdagang ataupun

berjualan tanpa harus berdagang di pinggir pasar hingga memakai sebagian tata

ruang kota Medan. dengan tujuan menciptakan pedagang yang patuh dan agar

pedagang dapat tertata dengan rapih, Pemerintah Kota Medan melakukan

kebijakan Penataan kepada para Pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir

pasar Sukaramai.

Ketika pasar Sukaramai Medan pada tanggal 17 Oktober 2010 mengalami

Peristiwa kebakaran, dan tidak lama kemudian pada saat peristiwa kebakaran

terjadi Perusahaan Daerah Pasar kota Medan membangun kembali Gedung Pasar

sukaramai, dan tak hanya itu Perusahaan Daerah Pasar kota Medan membangun

Fasilitas dan sarana prasarana seperti fasilitas umum adanya kios-kios untuk

pedagang berjualan, Tangga, Fasilitas parkir, kamar mandi dan lain-lain. Tetapi

disaat pristiwa kebakaran terjadi, pedagang yang lama menetap di dalam gedung

otomatis pindah ke bahu jalan sekitar pasar Sukaramai, Pedagang tidak akan

berhenti berdagang hanya gara-gara Kebakaran yang terjadi, mata pencaharian

mereka hanya berdagang dan mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-harinya.

Dengan adanya Pedagang kaki lima di pinggir pasar Sukaramai tersebut, dapat

menimbulkan keramaian serta kemacetan arus lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara


Tetapi walaupun pedagang kaki lima tidak mau menempati kembali

gedung yang telah dibangun kembali oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan,

maka dari itu sesuai dengan Peraturan yang berlaku, Pemerintah Kota Medan akan

melakukan kebijakan Penataan terhadap Pedagang kaki lima yang berada di

pinggir Pasar Sukaramai (WawancaraBapak Arwansyah selaku Kassubag Hukum

PD Pasar Kota Medan dilakukan Pada Tanggal 04 April 2018)

Pedagang yang tidak menempati gedung yang telah dibangun tersebut

karena, berjulan di dalam gedung mereka harus membayar uang sewa sekitar Rp.

1.500.000; perbulannya. Sedangkan berjualan di pinggir pasar sekitar pasar

Sukaramai hanya membayar uang kebersihan Rp.2000; (Wawancara Ibu Suwati

Pedagang kaki lima, dilakukan pada Tanggal 10 Maret 2018).

Dari pernyataan tersebut bahwa para pedagang lebih memilih berjualan di

pinggir Pasar daripada berjualan didalam gedung. Karena keuntungannya lebih

besar berjualan di pinggir Pasar dari pada berjualan didalam gedung, Otomatis

para pengunjung di lokasi dagang membeli dagangan yang berada dipinggir Pasar

dari pada didalam gedung, yang tidak memakan waktu untuk berjalan yang cukup

lumayan jauh untuk sampai ke dalam gedung.

4.6.3 Komunikasi antar Badan Pelaksana

Komunikasi antar Badan Pelaksana menunjuk kepada mekanisme

prosedur yang telah direncanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan suatu

Program. Komunikasi ini harus ditetapkan sebagai acuan Misalnya seberapa

sering rapat rutin yang akan diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar

organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang

Universitas Sumatera Utara


berkaitan dengan Program/Kebijakan (Subarsono, 2005:99).Suatu komunikasi

yang tersalurkan dengan baik secara langsung akan menghasilkan suatu

implementasi yang baik, hal ini ditandai dengan setiap implementor harus

mengerti apa yang harus mereka kerjakan, kegiatan apa yang harus dilaksanakan

dan bagaimana melaksanakannya.

Komunikasi tidak hanya disampaikan kepada para pelaksana kebijakan saja

tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Walaupun maksud

dan tujuan dari Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang

Kaki Lima pada Daerah Pasar Sukaramai Medan sudah dipahami oleh sebagian

besar Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan sebagai pelaksana kebijakan, tidak

menjamin bahwa Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang

Kaki Lima pada daerah Pasar Sukaramai Medan terlaksana dengan baik.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang

melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak

maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas

umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat

sementara/tidak menetap.

Universitas Sumatera Utara


2. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;.

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2

Pemerintah bersama Pemerintah Daerah berkoordinasi melakukan penataan dan

pemberdayaan PKL.

BAB II

PENATAAN PKL

Pasal 3

(1) Koordinasi penataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan

melalui:

a. pendataan dan pendaftaran PKL;

b. penetapan lokasi PKL;

c. pemindahan dan penghapusan lokasi PKL;

d. peremajaan lokasi PKL; dan

e. perencanaan penyediaan ruang bagi kegiatan PKL.

(2) Pendataan dan pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

meliputi:

Universitas Sumatera Utara


a. lokasi;

b. jenis tempat usaha;

c. bidang usaha;

d. modal usaha; dan

e. volume penjualan.

(3) Penetapan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

merupakan lokasi binaan yang terdiri atas lokasi permanen dan lokasi sementara

yang ditetapkan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

(4) Pemindahan dan penghapusan Lokasi PKL sebagai-mana dimaksud pada ayat

(1) huruf c, dilaksanakan pada lokasi PKL yang bukan peruntukkannya.

(5) Peremajaan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,

merupakan upaya perbaikankualitas lingkungan pada lokasi yang sesuai dengan

peruntukkannya. (6) Perencanaan penyediaan ruang bagi kegiatan PKL

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, merupakan penyediaan ruang untuk

kegiatan PKL sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan bidang

penataan ruang.

Pasal 4

(1) Menteri Dalam Negeri menetapkan Pedoman Penataan PKL.

(2) Dalam penetapan Pedoman Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga

pemerintah nonkementerian terkait.

Universitas Sumatera Utara


Pasal 5

(1) Gubernur melakukan penataan PKL Provinsi di wilayahnya dengan

berpedoman pada Kebijakan Penataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2) Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. fasilitasi penataan PKL lintas kabupaten/kota;

b. fasilitasi kerja sama antar kabupaten/kota

c. penyusunan program dan kegiatan penataan PKL ke dalam dokumen rencana

pembangunan daerah; dan

d. penetapan kriteria lokasi kegiatan PKL dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi sebagai acuan penetapan lokasi PKL dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 6

(1) Bupati/Walikota melaksanakan penataan PKL Kabupaten/Kota di wilayahnya

dengan berpedoman pada Kebijakan Penataan PKL sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 dan penataan PKL Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

(2) Penataan PKL sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. penetapan kebijakan penataan PKL;

b. penetapan lokasi dan/atau kawasan tempat berusaha PKL di dalam Rencana

Detail Tata Ruang;

c. penataan PKL melalui kerja sama antar Pemerintah Daerah;

d. pengembangan kemitraan dengan dunia usaha; dan

Universitas Sumatera Utara


e. penyusunan program dan kegiatan penataan PKL ke dalam dokumen

perencanaan pembangunan daerah.

Dari pernyataan diatas, Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 Tentang koordinasi Penataan Pedagang kaki

lima bahwa didalam Peraturan Tersebut adanya penjelasan Menteri dalam Negeri

yang menetapkan Pedoman Penataan Pedagang Kaki lima, dan kemudian Menteri

dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri/kepala Lembaga Pemerintah

nonkementerian terkait. Selanjutnya, Gubernur melakukan Pentaan Pedagang kaki

lima Provinsi di wilayahnya dengan berpedoman pada Kebijakan Penataan

Pedagang kaki lima.

Koordinasi yang dilaksanakan dengan melalui Pendataan dan pendaftaran

Pedagang kaki lima, seperti lokasi, jenis tempat usaha, bidang usaha, modal usaha

dan volume jualan. Penetapan lokasi Pedagang kaki lima merupakan lokasi binaan

yang terdiri atas Lokasi Permanen dan lokasi sementara yang ditetapkan sesuai

dengan rencana Tata Ruang Wilayah. Pemindahan dan Penghapusan Lokasi

Pedagang kaki lima dilaksanakan pada Lokasi Pedagang kaki lima yang bukan

Peruntukkannya. Peremajaan Lokasi Pedagang kaki lima merupakan upaya

kualitas Lingkungan pada Lokasi yang sesuai dengan Peruntukkannya.

Tindakan sosialisasi juga dilakukan kepada Pemerintah Kota Medan yaitu

Perusahaan Daerah pasar kota Medan kepada Pihak Kecamatan Medan Area.

Dalam pelaksanaan suatu kebijakan yang berperan dalam penanganan pengelolaan

pasar yaitu Direksi, Direksi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar,

baru didalam Perusahaan itu ada bawahan-bawahannya seperti Kepala Pasar, ada

Universitas Sumatera Utara


Bagian Keuangan, itulah Susunanya. Pemerintah kota Medan terutama

Perusahaan Daerah pasar Kota Medan melakukan Koordinasi dengan Pihak

kecamatan, Koordinasinya seperti sifatnya lebih menjaga kebersihan dan

Melakukan Penataan (WawancaraBapak Arwansyah selaku Kassubag Hukum PD

Pasar Kota Medan dilakukan Pada Tanggal 04 April 2018)

Pemerintah Kota Medan melakukan tindakan sosialisasi kepada Para

Pedagang Kaki limadan setiap Pedagang diberikan Surat Keterangan dari

pemerintah melalui Kecamatan Medan Area Pasar Sukaramai Medan.

bahwasannya, Pemerintah akan melakukan Sosialisasi langsung kepada pihak

Kecamatan dalam bentuk Rapat untuk Kebijakan Pengelolaan ataupun Penataan

Pedagang kaki lima. Setelah melakukan Sosialisasi dengan Pemerintah, Pihak

Kecamatan melakukan Sosialisasi kepada Para Pedagang kaki lima dalam bentuk

Lisan, yaitu agar selalu menjaga Kebersihan dan Kerapihan di Lingkungan Pasar

Sukaramai, serta tidak berjualan di Pinggir Pasar Sukaramai yang memakai

Fasilitas umum yang menimbulkan Kemacetan. Dengan menaati Peraturan

tersebut mungkin Pemerintah Kota Medan tidak melakukan Penataan sekitar Pasar

yang dilakukan oleh Petugas Trantib, agar terciptanya Lingkungan yang bersih

dan jauh dari Kemacetan (WawancaraBapak Arwansyah selaku Kassubag Hukum

PD Pasar Kota Medan dilakukan Pada Tanggal 04 April 2018)

Pernyataan tersebut, dibenarkan oleh para Pedagang kaki lima yaitu

Pemerintah Kota Medan melakukan Koordinasi dengan Pihak Kecamatan untuk

menjaga selalu kebersihan sekitar Pasar ini. Dengan adanya Pengutipan

kontribusi Kebersihan Rp.2000; perhari.(Wawancara ibu Hernawati, para

Pedagang kaki lima dilakukan pada tanggal 10 Maret 2018)

Universitas Sumatera Utara


Dengan adanya pengutipan Uang Kebersihan yang dilakukan oleh Dinas

Kebersihan, Pedagang kaki lima tidak hanya sekedar menempati Tata ruang

kota di sekitar Pasar Sukaramai, tetapi Pedagang kaki lima juga harus tahu

bahwa kebersihan itu sangatlah Penting agar Fasilitas-Fasilitas umum dan Jalan

sekitar daerah Pasar Sukaramai tetap terjaga kebersihannya.

4.6.4 Karakteristik Badan Pelaksana

Karakteristik Badan Pelaksana menunjuk seberapa besar daya dukung

struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi

yang terjadi di internal birokrasi (Subarsono, 2002:99).

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja kebijakan publik. Hal

ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah

hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan

permasalahan yang mereka rasakan.

Perusahaan daerah Pasar Kota Medan berusaha sebaik mungkin melayani,

memberikan pelayanan sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya. Sejauh ini

Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dalam melakukan

Pengelolaan ataupun Penataan kepada para Pedagang kaki lima belum

sepenuuhnya berhasil. Karena, dengan dilakukannya Pengelolaan ataupun

Penataan kepada para Pedagang kaki lima, Pedagang kaki lima tetap bersikeras

berjualan atau berdagang di sekitar Pasar Sukaramai. Sehingga, dengan

dilakukannya Penataan tidak memberikan efek jera kepada pedagang kaki lima

yang berjualan di pinggir pasar Sukaramai, Pedagang akan tetap berjualan di

Universitas Sumatera Utara


bahu jalan karena dengan berdagang pedagang kaki lima dapat mencari nafkah

dan untuk memenuhi kehidupan ekonominya.

Dengan pernyataan tersebut bahwa ada sikap penolakan dari para

Pedagang kaki lima yang tidak mau dilakukannya Kebijakan Penataan serta

Pengelolaan yang telah diatur oleh Pemerintah Kota Medan, dan tidak

berhasilnya suatu Kinerja Kebijakan dalam melakukan Pengelolaan dan

Penataan kepada para Pedagang kaki lima.

Dari wawancara peneliti terhadap para Pedagang kaki lima adanya

pemaksaan dan kekerasan kepada pedagang yang dilakukan oleh petugas

trantib. (wawancara Ibu Hernawati, para Pedagang kaki lima dilakukan pada

tanggal 10 Maret 2018)

Dari pernyataan tersebut bahwa bentuk dari pemaksaan serta kekerasan

tersebut seperti, adanya pedagang yang melawan dan menolak adanya penataan

petugas Trantib berhak melakukan pemaksaan agar terlaksannya suatu

kebijakan. Dengan adanya kebijakan Penataan para Pedagang kaki lima

menganggap sebagai suatu Pemaksaan, sedangkan Pemerintah Kota medan

memandang suatu Ketertiban.

Badan pelaksana membenarkan tanggapan masyarakat dengan tetap

melakukan penataan walaupun pedagang kaki lima tidak terima dengan

dilakukannya Penataan, terpaksa badan pelaksana melakukan kekerasan dengan

mengangkut dan membawa dagangan mereka karena salah satu tugas badan

pelaksana melakukan penataan kepada para pedagang kaki lima agar tertata

dengan baik (wawancara bapak Syaiful, Petugas Satpol pp sekitar Pasar

Universitas Sumatera Utara


Sukaramai dilakukan pada Tanggal 15 Maret 2018)

Dari pernyataan diatas, Trantib yang bertugas melakukan penataan kepada

para Pedagang kaki lima dengan terpaksa melakukan kekerasan, melakukan

kekerasan dalam arti bahwa Pedagang kaki lima tidak Menaati Peraturan yang

telah ditetapkan. Karena, Peraturan yang telah dibuat untuk dipatuhi, bukan

untuk dilanggar.

4.6.5 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik

Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik menunjuk bahwa Lingkungan

dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi

kebijakan itu sendiri (Subarsono, 2002:99). Kondisi ekonomi, sosial, dan politik

perlujugadiperhatikanuntukmemenuhi bagaimana kinerja

implementasikebijakan publik yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van

Hornadalah,sejauhmana lingkungandari luarturutmendorongkeberhasilan

kebijakan publikyang telahditetapkan.Lingkungansosial,ekonomi,dan

politikyang tidakkondusifdapatmenjadimasalah dalam kegagalankinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan

kebijakan harus memperhatikanketertiban kondisi lingkungan eksternal.

Keberadaan Pedagang Kaki lima di sekitar Pasar Sukaramai Medan

berdampak buruk, sebagai pengguna jalan merasa terganggu dengan adanya

pedagang kaki lima yang memakai fasilitas umum sehingga tidak stabilnya

arus lalu lintas dan menyebabkan kemacetan (wawancara Ibu Noni,

pengunjung lokasi dagang pedagang kaki lima dilakukan pada Tanggal 10

Maret 2018).

Universitas Sumatera Utara


Sehingga lingkungan di sekitar pasar Sukaramai terlihat kumuh dan tidak

tertata dengan rapi. Tetapi disamping lingkungan yang terlihat kumuh adanya

pengutipan seperti uang sampah dikutip Rp.2000; perhari yang dikutip dari Dinas

Kebersihan dan tidak ada lagi pengutipan kepada preman (Wawancara ibu

Hernawati, para Pedagang kaki lima dilakukan pada tanggal 10 Maret 2018)

Peneliti melihat kondisi ekonomi pedagang masih belum bisa dikatakan

baik, karena kurangnya pendapatan para pedagang kaki lima untuk menghidupi

kebutuhanya sehari-hari, dari penghasilan dagang akan menutupi Kondisi

Ekonomi Pedagang kaki lima. Karena, dari Penghasilan dagang ini yang

mereka harapkan untuk kehidupan sehari-harinya.

Dalam lingkungan Politik, berdasarkan Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan Pedagang kaki

lima yang menyatakan bahwa Pedagang kaki lima sebagai salah satu pelaku

usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha perdagangan sektor

informal perlu dilakukan pemberdayaan untuk meningkatkan dan

mengembangkan usahanya. Pemberdayaan dilakukan setelah dilakukannya

Kebijakan penataan.Setelah kebijakan penataan berhasil dilakukan maka,

pemberdayaan dapat dilaksanakan. Pemberdayan seperti, menyediakan fasilitas

sarana dan prasarana kepada pedagang kaki lima. Tetapi pemberdayaan akan

hilang karena pedagang yang tidak patuh dan tidak ingin diberdayakan. Perlunya

dilakukan kebijakan penataan karena, peningkatan jumlah pedagang kaki lima di

daerah telah berdampak pada estestika, kebersihan, dan fungsi sarana dan

prasarana kawasan perkotaan serta terganggunya kelancaran lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara


4.6.6 Sikap Pelaksana (Disposisi)

Sikap Pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi

Kebijakan.Seberapa demokrastis, antusias dan Responsif terhadap kelompok

sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari sikap

pelaksana ini (Subarsono, 2002:99).Dalam hal ini kecendurungan sikap maupun

pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang mempengaruhi pencapaian

tujuan dari implementasi kebijakan. Kecenderungan (disposisi) yaitu sikap, watak,

kesadaran, dan komitmen dari para implementator untuk melaksanakan

Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima ini dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga

berkaitan dengan kinerja dari para pegawai dan ketepatan penempatan pegawai

sesuai dengan kemampuannya.

Sikap pelaksana terhadap kebijakan Penataan Pedagang kaki lima menurut

pendapat para pedagang kaki lima di Pasar Sukaramai yaitu sangat arogan dan

melakukan kekerasan memang sangat wajar, karena mereka hanyalah

menjalankan tugas. Tetapi tidak seharusnya melakukan kekerasan serta

mengangkat barang dagangan para Pedagang kaki lima(wawancara Ibu Hernawati,

para Pedagang kaki lima dilakukan pada Tanggal 10 Maret 2018)

Salah satu kendala yang dihadapi yaitu sulitnya para pedagang untuk

membayar uang iuran kebersihan. Padahal Pihak Perusahaan daerah pasar kota

Medan sudah menyediakan gedung dan Fasilitas lengkap untuk pedagang yang

akan memulai usahanya. Tetapi Pedagang hanya mengabaikan nya, dan memilih

berjualan di pinggir Pasar Sukaramai karena dari tanggapan para pedagang bahwa

berjualan di dalam gedung akan dipungut biaya uang sewa setiap bulannya dan itu

Universitas Sumatera Utara


tidak sedikit jumlahnya, dan menurut mereka lebih menguntungkan berjualan di

pinggir Pasar Sukaramai, karena lebih ramai pengunjung juga lebih dekat untuk

pengunjung berbelanja.

Daripada berjualan didalam gedung, jualan mereka sepi dan tidak banyak

pengunjung yang datang untuk membeli dagangan mereka, belum lagi membayar

uang sewa toko setiap bulannya, kalau dagangan mereka sepi di pajak resmi

bagaimana mereka harus membayar uang sewa toko. Dibandingkan berjualan di

pinggir Pasar Sukaramai mereka hanya membayar uang kebersihan yang

berbanding terbalik jumlahnya mereka hanya membayar uang kebersihan hanya

Rp.2000; perhari yang dikutip oleh Dinas kebersihan. Dan keuntungan yang

mereka dapatkan lebih besar, karena berjualan di pinggir pasar Sukaramai berada

di daerah keramaian otomatis jualan mereka tidak sepi dan selalu habis.Walaupun

mereka memakai sebagian Tata Ruang Kota yang berada di sekitar Jalan Pasar

Sukaramai, sehingga mengakibatkan kemacetan.tetapi mereka tetap bersikeras

berjualan di bahu jalan pasar Sukaramai karena mereka hanya memikirkan

dagangan serta keuntungan yang mereka dapatkan (wawancara bapak Arwansyah,

selaku Kasubag Hukum dilakukan pada Tanggal 04 April 2018)

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Untuk melihat Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan

Pedagang kaki lima pada daerah Pasar Sukaramai Medan dapat dilihat melalui

variabel-variabel berikut:

1. Standar dan sasaran Kebijakan, walaupun telah diukur sasaran dari

kebijakan tersebut. tetapi tidak mencapai standar dan sasaran yang

diinginkan, karna adanya sikap penolakan dari pedagang kaki lima untuk

dilakukannya penataan dan tidak tercapainya tujuan untuk menciptakan

pedagang yang patuh dan taat pada peraturan sehingga tidak mencapai

suatu standar dan sasaran yang diinginkan.

2. Sumber-sumber Kebijakan (sumber Daya), Staf merupakan sumber daya

yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan atau program.

Kurangnya staf pelaksana akan menghambat jalannya suatu kebijakan

sehingga implementasi kebijakan yang dilakukan tidak maksimal. Tetapi

walaupun jumlah staf nya sudah mencukupi tidak memungkinkan bahwa

implementasi itu akan berjalan dengan baik. Jumlah karyawan (staff)

pada Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan mencapai 425 orang dan

Direksi 4 orang. Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan menyiapkan

fasilitas seperti gedung yang telah dibangun kembali setelah terjadinya

kebakaran, untuk pedagang yang ingin berjualan ataupun berdagang di

gedung tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4. Komunikasi antar badan Pelaksana, Suatu komunikasi yang tersalurkan

dengan baik secara langsung akan menghasilkan suatu implementasi

yang baik, hal ini ditandai dengan setiap implementor harus mengerti

apa yang harus mereka kerjakan, kegiatan apa yang harus dilaksanakan

dan bagaimana melaksanakannya. Pemerintah Kota Medan melakukan

Sosialisasi dan Koordinasi langsung kepada para pedaganng kaki lima

pada derah pasar sukaramai Medan.

5. Karakteristik badan Pelaksana, Perusahaan daerah Pasar Kota Medan

berusaha sebaik mungkin melayani, memberikan pelayanan sesuai

dengan tugas, pokok, dan fungsinya. Sejauh ini Kebijakan yang

dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dalam melakukan Pengelolaan

ataupun Penataan kepada para Pedagang kaki lima belum sepenuuhnya

berhasil. Karena, dengan dilakukannya Pengelolaan ataupun Penataan

kepada para Pedagang kaki lima, Pedagang kaki lima tetap bersikeras

berjualan atau berdagang di sekitar Pasar Sukaramai. Sehingga, dengan

dilakukannya Penataan tidak memberikan efek jera kepada pedagang

kaki lima yang berjualan di pinggir pasar Sukaramai, Pedagang akan

tetap berjualan di bahu jalan karena dengan berdagang pedagang kaki

lima dapat mencari nafkah dan untuk memenuhi kehidupan

ekonominya.

6. Lingkungan Sosial, ekonomi, dan Politik, sejauh mana lingkungan dari luar

turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat

menjadi masalah dalam kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

Universitas Sumatera Utara


Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus

memperhatikanketertiban kondisi lingkungan eksternal dengan adanya

kontribusi kebersihan sebesar Rp.2000; pada setiap pedagang kaki lima

agar terciptanya kebersihan yang ramah lingkungan.

7. Sikap Pelaksana, Kecenderungan (disposisi) salah satu kendala yang

dihadapi yaitu susahnya para pedagang untuk membayar uang iuran

kebersihan. Padahal Pihak Perusahaan daerah pasar kota Medan sudah

menyediakan gedung dan Fasilitas lengkap untuk pedagang yang akan

memulai usahanya. Tetapi Pedagang hanya mengabaikan nya, dan

memilih berjualan di pinggir Pasar Sukaramai karena dari tanggapan para

pedagang bahwa berjualan di dalam gedung akan dipungut biaya uang

sewa setiap bulannya dan itu tidak sedikit jumlahnya, dan menurut mereka

lebih menguntungkan berjualan di pinggir Pasar Sukaramai, karena lebih

ramai pengunjung juga lebih dekat untuk pengunjung berbelanja.

5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti terkait dengan implementasi

kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang kaki lima pada daerah Pasar

Sukaramai Medanadalah:

1. Standar dan Sasaran Kebijakan, Seharusnya Perusahaan Daerah Pasar Kota

Medan Tidak hanya melakukan penataan tetapi juga melakukan

pemberdayaan kepada Pedagang kaki lima sesuai dengan penjelasan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang

Koordinasi Penataan Pedagang kaki lima. Dan juga Agar dapat tertata rapi

Universitas Sumatera Utara


dan tidak mengakibatkan kerusuhan serta tidak memakai fasilitas umum dan

tata ruang kota disekitar Pasar Sukaramai.

2. Sumber-sumber Kebijakan (sumber Daya), Setelah dilakukan tindakan

penggusuran, seyogiyanya Pemerintah Kota Medan melakukan relokasi bagi

para Pedagang Kaki Lima yang digusur, yaitu dengan menyediakan tempat

yang layak bagi mereka untuk berdagang sebagai pengganti tempat

berdagang mereka yang telah digusur. Hal ini pantas dilakukan agar mereka

tidak merasa kehilangan sumber pendapatan mereka.

3. Komunikasi antar badan Pelaksana, komunikasi yang dilakukan oleh badan

pelaksana seharusnya lebih akurat dan tindakan sosialisasi tidak hanya sekali

ataupun dua kali tetapi harus lebih sering, dan seharusnya juga

mendengarkan jeritan hati para pedagang kaki lima agar komunikasi dapat

berjalan dengan baik, seperti apa yang diinginkan oleh pedagang kaki lima

sehingga adanya sikap penolakan untuk dilakukannya penataan.

4. Karakteristik badan Pelaksana, ketegasan dan kepedulian badan Pelaksana

diharapkan dapat memberikan dampak yang positif demi kelancaran

Implementasi kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang kaki lima

pada daerah Pasar Sukaramai Medan agar lebih baik kedepannya.

5. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik, lingkungan tempat lokasi dagang

pedagang kaki lima seharusnya harus diperhatikan kebersihannya seperti

tidak membuang sampah sembarangan, menjaga selalu kebersihan dan

ketertiban di lingkungan pasar Sukaramai. agar tidak terlihat kumuh dan

lingkungan tempat berdagang dapat tertata dengan rapih

Universitas Sumatera Utara


6. Sikap pelaksana (Disposisi), seharusnya sikap pelaksana dalam melakukan

Penataan harus lebih baik kedepannya seperti tidak dilakukannya kekerasan

kepada para pedagang kaki lima, alangkah baiknya melakukan tindakan

yang tidak melibatkan fisik, dengan begitu dapat terciptannya Pedagang

yang Patuh dan taat kepada Peraturan yang ada. Dan untuk mewujudkan

Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang kaki lima

yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Anderson, Jame E. 1979,Public Policy Making, Holt, Rinehart and Winston, New York,

Anderson, James E. 1979 Second Edition. Public Policy Making. Holt, Rinehart and
Winston: New York.

Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Pemahaman Filosofis dan


Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi). PT. Rajagrafindo Persada:
Jakarta,2003) hal.46

Carl J. Friedrich, 1963 Dalam Anderson,1979-Second Edition:2

Dye, Thomas R. 1981, Understanding Public Policy, Prentice-Hall, New Jersey, Chapter
1.

Dunn, William N. (1994), Public Policy Analysis: An Introduction, Prentice-Hall


International, Englewood Cliffs,New Jersey, Chapter 5

Danim, Sudarwan.2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia

Indiahono, Dwiyanto. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis.Penerbit Gaya


media Yogyakarta 2009

Gilbert dan Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan Di Dunia ketiga
Yogyakarta: PT. TiaraWacana Yogya

Grindle, Merilee S. 1980, Politics And Policy Implementation In The Third World,
Princenton University Press, New Jersey, Chapter 1.

Hamidi.2005, Metode Penelitian Kualitatif.Universitas Muhammadiyah Malang.

Har T, J.K. 1973. Informal Income Opportunities And Urban Employment In Ghana”,
Journal Of Modern African Studies, Vol. XI

Henry, Nicholas 1988, Administrasi Negara Dan Masalah-Masalah Kenegaraan,


(Terjemahan), Rajawali, Jakarta, Chapter 2

Hidayat. 1978. “Peranan Sektor Informal Dalam Perekonomian Indonesia”.Journal


Ekonomi Keuangan Indonesia (EKI). Vol. XXVI, No. 4, Desenber

Hugo, Graeme. 2000. “The Impact Of The Crisis On Internal Population Movement In
Indonesia”.Bulletin Of Indonesian Economic Studies, Vol. 36, No. 2

Hughes, Owen E. (1994), Public Management And Administration : An Introduction , St.


Martin’s Press, New York

Indiahono Dwiyanto, Kebijakan Public Berbasis Dynamic Policy Analysis, Penerbit


GayaMedia, 2009

Universitas Sumatera Utara


Lasswell,1951 Dalam Parson,2006:19
Lasswell, 1970, Parson,2006:20.

Mazmanian, Daniel A. dan Sabatier, Paul A. 1983, Implementation And Public


Policy,Scott, Foresman And Company, New Jersey, Chapter 1-2

Meter, Donald S.Van dan Horn, Carl E.Van 1975, Tthe Policy Implementation Process: A
Conceptual Framework” Didalam Yang Diyakini Administration Dan
Society,Vol.6, No.4
Miles dan Huberman, Analisis data kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992,
hlm.16

Patton, Carl V. Dan Sawicki, David S. 1986, Basic Methods Of Policy Analysis And
Planning, Prentice- Hall,Englewood Cliffs, New Jersey

Philipus M. Hadjon, dkk., 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction


To The Indonesian Administrative Law) Gajahmada University Press,
Yogjakarta, Cet. Kesembilan, Hal. 6-8

Rakmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi. Dilengkapi Contoh Analistik Statistik.


(Rosda: Bandung). Hal :6.

Ripley , Randall B. Dan Franklin, Grace A. 1986, Policy Implementation And


Bureaucracy, The Dorsey Press, Chicago

Riawan, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal. 197

Sama’una, Nurain.1998 “Konsep Pemerataan Ekonomi Melalui Penerapan Teori


Rawlsian,Studi Kasus Pengembangan Sektor Informal”. Afkar, Vol. V, No. 3

Sassen, Saskia.1997. Issues In Development.Information In Advance Market Economics


Subarsono. AG, Analisis Kebijkan Public Konsep,Teori, Dan Aplikasi, Penerbit Pustaka
Belajar, 2005
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&B. Alfabeta. Bandung
Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang
Pressindo, Yogjakarta, Hal. 41
Sofian Effendi Dan Tukiran, Metode Penelitian Survey (Jakarta: LP3ES, Februari 2012),
Hal. 32
Tangklisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. (Konsep, Strategi, Dan
Kasus). (Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta)
Tangkilisan, Hessel Nogi. S. Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Lukman Offset.
2003.

Wildavsky, Pressman. Implementasi Kebijakan, Tangklisan, Hesel Nogi. 2003.Op.Cit


Hugo, Graeme. 2000. “The Impact Of The Crisis On Internal Population Movement In
Indonesia”.Bulletin Of Indonesian Economic Studies, Vol. 36, No. 2

Universitas Sumatera Utara


Jurnal

Bambang, Budiman.Kajian Lingkungan Keberadaan Pedagang Kaki Lima.


Jurnal Ilmu Administrasi Publik (2010:1)

Sumber Internet :
www.bps.go.id Kota Medan dalam angka 2017

www.bps.go.id Hasil Susenas peningkatan angka pengangguran

Sumber Undang-Undang :

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Non Buku :

Skripsi Dina Fujisari Situmeang 2011. Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota


Medan Dalam Mengelola Pedagang Kaki Lima(Studi Kasus Pada Pedagang
Kaki Lima Di Depan Rumah sakit Santa Elisabeth Medan).

Skripsi Agustia Permanda.2011.Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Pasar


Sukaramai (Studi Kasus Pada Masyarakat Tegal Sari I Kecamatan
MedannAreaKotaMedan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai