2018
Sari, Novita
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5360
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN
MEDAN
SKRIPSI
Oleh
NOVITA SARI
140903004
MEDAN
2018
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
NIM : 140903004
Wakil Dekan I
FISIP USU MEDAN
Pujidan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang kaki lima pada
Daerah Pasar Sukaramai Medan”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi persyaratan Kurikulum Sarjana Strata-1 (S1) pada Departemen Ilmu
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,
Sihombing, MA.
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yaitu Ibu Dra. Asima Yanti S.
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Terima kasih kepada kak Dian dan Kak Ema yang telah banyak membantu
10. Teristimewa untuk ayahanda tercinta Alamsyah dan ibunda tercinta Cut
11. Terimakasih kepada orangtua keduaku ayah Ramli beserta Istri yang
14. Terimakasih untuk ibuk Noni dan keluarga yang telah memberikan
15. Terimakasih kepada kakak pertama yang tercinta yang berada di Pekan
kusayang Syafa nur Callista Maharani dan Muhammad Alfariz, yang telah
16. Terimakasih kepada kakak kedua yang tercinta Sep Diana Putri beserta
18. Terimakasih untuk adik tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri Dea
19. Terimakasih kepada Ali Topan Harahap yang telah banyak memberikan
untuk kasih sayangnya kepada penulis yang selalu menghibur dan selalu
ada disaat suka maupun duka, terimakasih yang selalu ada untuk penulis.
20. Terimakasih untuk Sahabat yang tersayang, sahabat penuh suka dan duka,
sahabat seperti saudara yang selalu ada Adelina Permata Sari Ritonga.
untuk temanku Wenny Anggreini, Riski Nurul Afni, Dina Puspita yang
23. Dan, seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.
Novita Sari
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 79
5.2 Saran................................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84
1.1.Latar Belakang
Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya
Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang kemudian bekerja atau berusaha pada
sektor informal seperti menjadi pedagang kaki lima di kota-kota besar di Indonesia.
Keadaan ini diperburuk dengan adanya krisis ekonomi berkepanjangan yang telah
harus gulung tikar, kemudian mereka terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja
angkatan kerja di Sumatera Utara pada Agustus 2017 sebesar 6,74 juta orang atau
naik sebanyak 380 ribu orang bila dibanding angkatan kerja Agustus 2016, yaitu
sebesar 6,36 juta orang. Hal ini menyebabkan terjadi kenaikan, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup besar yaitu dari 65,99 persen pada Agustus 2016
menjadi 68,88 persen pada Agustus 2017, atau naik sebanyak 2,89 poin. kenaikan ini
disebabkan para penduduk usia kerja yang sebelumnya mengurus rumah tangga atau
lainnya beralih menjadi bekerja, dikarenakan berbagai macam alasan. Penduduk yang
orang dibanding Agustus 2016, yang sebesar 5,99 juta orang. Jumlah pengangguran
terbuka sebanyak 5 ribu orang. Dimana pada Agustus 2016 sebanyak 372 ribu orang
menjadi 377 ribu orang pada Agustus 2017. Jika dilihat dari Tingkat pengangguran
terbuka (TPT), terjadi penurunan dari 5,84 persen menjadi 5,60 persen atau turun
perdagangan ritail mini market, terutamanya di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang
dan Serdang Bedagai (www.bps.go.id Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2016,
pedagang kaki lima dengan memanfaatkan ruang-ruang kota yang ada seperti trotoar,
dan beberapa ruang terbuka umum (public space). Banyak pedagang kaki lima
tersebut memulai berdagang dengan modal uang pesangon dari PHK mereka.
Pertumbuhan sektor informal seperti pedagang kaki lima merupakan salah satu
untuk menyebut penjajah dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering
ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua
kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau
dua roda dan satu kaki).Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di
jalanan pada umumnya. Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan
kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan Belanda pada waktu itu menetapkan bahwa
setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki.
Lebar luas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter
(Budiman.2011:1)
Sektor informal kini menjadi kebijakan yang tidak dapat dipisahkan dalam
ekonomi informal adalah sebagai dampak dari makin kuatnya proses modernisasi
yang bergerak menuju sifat-sifat yang dualistis. Pembangunan secara makro akan
menghasilkan sistem ekonomi lain yaitu sektor informal, yang sebagian besar terjadi
sektor informal dari sebuah sistem ekonomi nasional.Hal ini sekaligus memberikan
stagnasi dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi dan ketimpangan sosial-
krisis seperti sekarang ini, di mana permintaan angkatan kerja di sektor informal ini
makin besar seiring dengan siklus usaha sektor informal yang tidak berjalan normal.
Sektor informal lebih berperan serta dan sifatnya lebih efisien.Selain dapat
menyalurkan tenaga kerja juga dapat menopang kehidupan masyarakat yang memiliki
utama. Dengan kenyataan seperti ini, limpahan tenaga kerja tersebut masuk ke dalam
dalam sektor informal sendiri terdapat persoalan yang sangat rumit (Subri.2003)
besar, dimana tekanan penduduk sudah sedemikian kritis. Disamping itu, terbatasnya
lapangan kerja dan proses industrialisasi yang terpusat di daerah perkotaan yang
padat modal membawa konsekuensi bahwa hanya tenaga kerja terampil saja yang
dapat memasuki sektor modern yang formal, sementara sektor informal pada saat
kegiatannya.
sektor informal yang termasuk kedalam golongan usaha kecil dalam penjelasan UU
No. 9 tahun 1995 adalah kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan
memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam
umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya. Pedagang kaki lima sering menjadi
masalah di berbagai kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang
Masalah pedagang kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah
khususnya di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja
berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaanya. Masalah keberadaan
Pedagang kaki lima karena menempati ruang publik, dan tidak sesuai dengan Visi
kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan
kota. Oleh karena itu pedagang kaki lima menjadi target utama kebijakan pemerintah
kota, seperti penggusuran dan relokasi. Masalah kebersihan yang muncul disebabkan
penyediaan pengelolaan sampah yang kurang baik sehingga terlihat kumuh karena
tidak terarah dengan baik. Masalah keramaian yang muncul juga disebabkan
menjaminnya keberadaan Pedagang kaki lima yang tidak tertata dan cenderung
membuat kemacetan lalu lintas. Pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan
informal, yakni dengan cara menggemar atau menyingkirkan usahanya yang berada
Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena akan menghadapi
pemerintahan akan berbenturan kuat. Para pedagang kaki lima (PKL) yang umumnya
tidak memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi
ditambah dengan berbagai aturan seperti adanya pmerintah daerah yang melarang
keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan
kesejahteraan rakyat atau dalam hal ini harus didasarkan pada asas oportunitas.
Sektor Informal dalam pengelolaan Pedagang Kaki Lima pada Daerah Pasar
Sukaramai Medan.
yang saya ambil pada penelitian ini adalah :“Bagaimana Implementasi Kebijakan
Medan.
1.3.Tujuan Penelitian
Van Meter dan Van Horn yaitu untuk mengetahui bagaimana Standar dan Sasaran
Pelaksana, Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik, dan Sikap Pelaksana dari suatu
1.4.Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Disamping itu juga dapat sebagai nilai tambah bagi peneliti untuk
TINJAUAN PUSTAKA
pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warganegaranya. Ini
berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau
memfokuskan perhatian pada mencari cara yang efisien, one best way untuk
apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang
dan harapan yang berbeda dan bersaing yang bekerja dalam konteks perpaduan
program pemerintah yang semakin besar dan kompleks yang memerlukan partsipasi
dari berbagai lapisan dan unit pemerintahan dan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi
oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel
setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan
yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi
untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara
2.1.1 Model implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn
Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan beberapa
(Subarsono, 2005:99). Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Van Meter dan
1. Standar dan sasaran kebijakan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya
adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang
berwujud maupun tidak ,jangka pendek, menengah atau panjang. Kejelasan
dan sasaran kebijkan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir
program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau
program yang dijalankan.
2. Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan
sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal
3. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber
daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang
terjadi adalah beberapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia)
untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi
program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.
4. Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur
yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi
ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan
diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk
adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan
program/kebijakan. Dalam contoh dimuka disebutkan bahwa koordinasi
antara kelompok pendamping, LKMD, kepala desa dan aparat desa telah
berhasil meyakinkan dan menjelaskan dengan baik arti penting IDT, sehingga
Adapun model dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat sebagai berikut :
bahwa Model dari Van meter dan Van Horn ini menunjukkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat
yang terjadi antar variabel yang misalnya terdapat dalam model Meter dan Horn ini.
Gambaran yang utuh serta detail nantinya akan sangat menarik dan terlihat amat
ranah senyatanya, baik yang dilakukan oleh organ pemerintah maupun para pihak
kebijakan adalah mereka yang secara resmi diakui sebagai individu/lembaga yang
Kelompok sasaran adalah menunjuk para pihak yang dijadikan sebagi objek
aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcomes seperti
yang telah direncanakan. Output adalah keluaran kebijakan yang diharapkan dapat
muncul sebagai keluaran langsung dari kebijakan.Output biasanya dapat dilihat dalam
kebijakan.Outcomes biasanya diukur setelah keluarnya output atau dalam waktu yang
Implementasi
kebijakan
Jangka
pendek
Outcomes kebijakan
Sumber : Indiahono.2009
implementasi kebijakan yang terkenal selama ini adalah pendekatan compliance, dan
kebijakan dalam ranah kepatuhan para aktor implementasi kebijakan terhadap hal-hal
putih dan positivisti. Jika ada kriteria yang tercantum dalam guideline kebijakan tidak
dilakukan maka dengan mudah implementasi kebijakan telah gagal secara proses.
sulit ditemukan, karena dari awal sudah membatasi diri pada kajian kepatuhan
pendekatan yang sering disebut juga pendekatan top down ini memberikan pesan
baik jika kriteria-kriteria dalam kebijakan tidak dijalankan dengan baik dan konsisten
(Indiahono.2009)
Pendekatan kedua adalah pendekatan what happen atau sering disebut juga
kejadian dalam ranah implementasi kebijakan yang terjadi di lapangan secara jujur
dan terbuka. Pendekatan ini diharapkan dapat membuka tabir kekurangan format
suatu program pemerintah. Pendekatan ini juga bukan tanpa kritik, Kritik terhadap
pendekatan ini adalah bahwa mengkaji kebijakan secara bottom up bukanlah suatu
yang mudah, banyak aspek di lapangan yang harus masuk dalam ranah kajian jika
mana yang penting dibandingkan dengan hal-hal yang lain adalah hal tersulit yang
harus dilakukan oleh pengkaji dari pendekatan bottom up. Meskipun demikian, hal-
hal terkait dengan kebaruan temuan dan demi terjadinya reformulasi kebijakan
diandalkan (Subarsono.2005)
kebijakan.Jika anda melihat banyak jalan berlubang, jembatan rusak atau sekolah
rubuh kemudian anda mengira bahwa pemerintah tidak berbuat apa-apa, maka
menurut Dye diatas harus dimaknai dengan dua hal penting.Pertama, bahwa
kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua, kebijakan tersebut
kebijakan memang tidak lepas dari kepentingan antar kelompok, baik di tingkat
mencakup 1) metode peneitian proses kebijakan, 2) hasil dari studi kebijakan, 3) hasil
menggerakkan dan mendorong agar para analisis kebijakan menjadi lebih kreatif
Kebijakan memang menjadi ranah yang amat berbau kekuatan untuk saling
mempengaruhi dan melakukan tekanan para pihak.Sehingga, tak heran jika Carl
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
administrasi publik akan lebih terasa kental. Kebijakan publik diarahkan untuk
kepentingan publik.
Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor
dan faktor dari luar pemerintah.Dalam buku ini kebijakan publik dipahami sebagai
pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang
membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada
pemerintahan daerah, terlihat bahwa nilai yang akan dikejar adalah penghormatan
tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.Ini berarti
sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang
Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau
hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti
dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut
kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat
dibawah (2.2.2)
Gambar 2.2.2
Tahapan kebijakan publik
Penyusunan Agenda
pemerintah
Agenda
Formulasi &
kebijakan
Legitimasi
kebijakan
Implementasi Tindakan
kebjakan kebijakan
Kebijakan
baru
benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh masyarakat
masalah, tetapi oleh sebagian masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap
sebagai masalah, (2) membuat batasan masalah, dan (3) memobilisasi dukungan ini
sebagainya. Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu
Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar
implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan
dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi
terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat
bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan
menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut :
(1) Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah
bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
(2) Formulasi kebijakan ( policy formulation). Yakni proses perumusan pilihan-
pilihan kebijakan oleh pemerintah.
(3) Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses pemerintah memilih
untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan.
(4) Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
(5) Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil atau kinerja kebijakan.
ekonomi, gejolak politik yang ada pada suatu negara akan memengaruhi atau
politik. Dalam waktu yang bersamaan ada keterbatasan dan konstrain dari lingkungan
yang akan memengaruhi policy makers. Faktor lingkungan tersebut antara lain
kebudayaan politik, struktur sosial, dan sistem ekonomi. Dalam kasus tertentu,
mempertimbangkan (Anderson.1979)
Gambar 2.2.4
Hubungan Tiga Elemen Sistem Kebijakan
Pelaku
kebijakan
Lingkungan Kebijakan
Kebijakan publik
oleh Anderson (1979) dan Dye (1981), kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu
sistem yang terdiri dari input, konversi, dan output.Dalam konteks ini ada dua
variabel makro yang memengaruhi kebijakan publik, yakni lingkungan domestic, dan
memproses atau mengonversi input tersebut menjadi output yang berwujud peraturan
dan kebijakan.
masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk input baru kepada sistem
Misalnya, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) atau pajak, maka masyarakat akan
melakukan tuntutan baru, berupa tuntutan penurunan harga BBM dan penurunan
pajak.
Konsep Sektor informal, yang pertama kali diperkenalkan oleh Hart (1973),
membagi secara tegas kegiatan ekonomi yang bersifat formal dan informal.Istilah
sektor informal oleh Keith Hart pada tahun 1971 dalam penelitiannya tentang unit-
sebuah misi ke Kenya yang diorganisir oleh ILO (International Labor Organization).
Misi tersebut berpendapat bahwa sektor informal telah memberikan tingkat ongkos
yang rendah, padat karya, barang dan jasa yang kompetitif, dan memberikan
(1) Kegiatan usaha tidak terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit
usaha tidak mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor
formal.
(2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.
(3) Pada kegiatan usaha tidak teratur baik dalam dalam arti lokasi maupun jam
kerja.
(4) Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.
(5) Unit usaha mudah keluar masuk dari suatu subsector ke lain subsector.
(6) Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif.
(7) Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif
kecil.
(8) Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man-enter proses dan kalau
mengerjakan buruh berasal dari keluarga.
(9) Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau
dari lembaga keuangan tidak resmi.
(10) hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan masyarakat
kota/desa yang berpenghasilan menengah.
bertentangan dengan sektor formal, dengan kata kunci “bukan” atau “tidak”. Contoh
yang relatif adalah definisi dari Sukesi dkk, yang meniliti jaminan sosial bagi
perempuan pedagang kaki lima (2002). Ada 11 indikator sektor informal, yaitu :
mendorong potensi sektor informal dalam pertumbuhan output dan jumlah pekerja.
Kebijakan yang lebih ditekankan pada bekerjanya mekanisme pasar, antara lain :
yang bekerja di sektor informal adalah para pekerja yang tidak mendapat
jasa yang dibutuhkan masyarakat golongan ekonomi lemah dihasilkan oleh sektor
pandangan (konsensus) bahwa sektor informal diartikan sebagai unit-unit usaha yang
tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.
Sedangkan unit-unit usaha yang mendapatkan proteksi ekonomi secara resmi dari
pemerintah disebut sebagai sektor formal. Proteksi ekonomi itu antara lain berupa
tarif proteksi, kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan, penyuluhan,
perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminya arus teknologi impor, hak paten
kelesuan perekonomian, di sektor informal permintaan akan selalu kuat, sebab barang
dan jasa yang dihasilkan di sektor ini merupakan barang dan jasa yang dibutuhkan
pengelompokan sektor informal. Mereka yang berusaha sendiri tanpa dibantu orang
lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga, dan pekerja keluarga
sektor formal.
individu atau kelompok yang menjadi objek kajian ilmu sosial. Untuk mempermudah
(Sofian Effendi dan Tukiran,2012:32). Adapun definisi konsep dari penelitian ini
adalah :
secara vertical maupun secara horizontal dalam rangka mencapai sasaran yang
telah ditentukan baik dalam jangka panjang maupun saat ini. Adapun model
yang dipakai dalam analisis implementasi kebijakan ini adalah model dari Van
pemerintah.
3. Sektor informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi
dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan
keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian. Pedagang kaki lima
(PKL) merupakan salah satu alternatif mata pencaharian sektor informal yang
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam
Dalam penelitian kualitatif, Hipotesis tidak diuji, tetapi sebagai panduan dalam proses
analisis data. Maka penulis merumuskan Hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu :
Daerah pasar Sukaramai Medan meliputi Standar dan sasaran kebijakan, Sumber
dikaitkan dengan model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn
(Subarsono, 2005:99) yaitu Standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi
politik, dan sikap pelaksana. Dengan model Implementasi kebijakan menurut Van
Meter dan Van Horn ini dapat mendukung berjalannya proses penelitian kualitatif.
untuk memperoleh pengetahuan, sejumlah informasi, atau cerita yang rinci tentang
subjek penelitian dan latar sosial penelitian. Pengetahuan dan informasi yang
Menurut Bodgan dan Biklen dalam Sugiyono (2016), secara umum penelitian
1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti
adalah instrument kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk
kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau
outcome
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)
Sumatera Utara. Daerah ini dipilih karena merupakan salah satu tempat
menimbulkan masalah karena menempati ruang publik, dan tidak sesuai dengan Visi
kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan
kota. Oleh karena itu pedagang kaki lima menjadi target utama kebijakan pemerintah
kota, seperti penggusuran dan relokasi. Masalah kebersihan yang muncul disebabkan
penyediaan pengelolaan sampah yang kurang baik sehingga terlihat kumuh karena
tidak terarah dengan baik. Masalah keramaian yang muncul juga disebabkan
orang yang benar-benar mengetahui atau pelaku yang terlibat langsung dengan
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
lingkungan daerah pasar yang tidak sesuai dengan visi kota yang menekankan
sehingga terlihat kumuh karena tidak terarah dengan baik. Kedua, mengenai
penelitian
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Menurut Miles & Huberman (1992:16) analisis terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu : Reduksi data, Penyajian data, Penarikan
1. Reduksi Data
dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
sebagai kuantifikasi.
macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian
singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.
2. Penyajian Data
suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai
jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan
informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan
demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan
melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai
Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji
pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi sumatera utara,
kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara
Regional. Bahkan sebagai ibukota provinsi sumatera utara, kota medan sering
berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian utara, sehingga relatif dekat
dengan kota/kota atau negara yang lebih maju. Demikian juga secara demografis
kota medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relative besar.
Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor
tertier dan sekunder, kota medan sangat potensial berkembang menjadi pusat
angka 2017)
keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan
kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana bagi masyarakat untuk
kesehatan serta pelayanan sosial lainnya. Dimana juga halnya dengan kemiskinan,
dimana kemiskinan merupakan salah satu maslah utama pengembangan kota yang
faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan,
lokasi, gender, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya
sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar
dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani
Salah satu fungsi utama Kota Medan adalah pusat perdagangan.Kegiatan pada
umumnya tergolong dalam kegiatan pada sektor perdagangan formal maupun sektor
peran dalam kehidupan kota dan terdiri dari beraneka ragam kegiatan usaha yang
berkaitan dengan bidang pelayanan dan jasa pada tingkat bawah, seperti warung kopi,
tukang sampah, pengamen jalanan, penyemir sepatu, Pedagang Kaki Lima, dan
jasa, angkutan, bangunan, dan industri kecil. Adanya dorongan untuk masuk pada
sektor informal karena tidak adanya hubungan kerja kontrak jangka panjang pada
sektor informal, sehingga mobilitas angkatan kerja dalam sektor informal menjadi
relatif tinggi.Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang mempermudah tenaga
kerja memasuki sektor ini.Jadi, diharapkan dapat bertindak sebagai suatu kekuatan
penyangga antara kesempatan kerja dan pengangguran. Beberapa pencari kerja yang
memperoleh pekerjaan tetap di sektor formal, bisa bekerja dalam sektor informal
pendapatan dan pekerjaan pada para penduduk, betapapun sedikit dan tidak tetapnya,
kepada penduduk yang hampir tidak bisa dibayangkan bagaimana mereka bisa
penduduk menuntut perluasan sektor formal secepat mungkin. Oleh karena itu, perlu
Penataan ruang Kota Medan sangat tergantung pada tata ruang kota yang
ditetapkan oleh pemerintah Kota Medan. Dalam perjalanan Kota Medan mengalami
dikemukakan tentang perkembangan kota tersebut. Sejak tahun 1862 ada dua kutub
pertumbuhan, yaitu pelabuhan laut belawan, dan pusat kota medan. Sekarang, yang
berhubungan dengan pasar (pajak) ikan, tetapi saat ini pajak ikan sudah berubah
fungsi menjadi pasar kain dan wilayah perkantoran serta perdagangan Kota. Kota
Medan menjadi strategis karena mempunyai beberapa fungsi utama dalam kerangka
konteks regional yaitu : sebagai pusat pemerintahan daerah, sebagai pusat pelayanan
pembangunan sektor informal sangat tertinggal. Hal ini masih memberikan gambaran
bahwa kegiatan perdagangan sektor informal termasuk kegiatan pedagang kaki lima
belum menjadi pusat perhatian serius dalam pengembangan pembangunan pada masa
mendatang, sementara itu jumlah pedagang kaki lima akan semakin meningkat.
sektor informal tidak terkecuali pedagang kaki lima perlu dilakukan penataan ataupun
relokasi. Sehingga pemerintah kota dapat memperoleh manfaat dari hasil penataan
MEDAN )
Perusahaan daerah Pasar Kota Medan merupakan salah satu badan usaha milik
derah (BUMD). Pemerintah kota medan yang merupakan peralihan dari Dinas pasar
kota medan Tk.II Medan sejak tahun 1993 dan pada awalnya dikelola berdasarkan
Kotamadya Medan, kemudian dirubah dengan peraturan Daerah No. 8 tahun 2001
tentang pembentukan perusahaan daerah pasar kota medan kemudian dirubah dengan
peraturan Daerah No. 10 tahun 2014 tentang perusahaan Daerah pasar kota medan.
5 Tahun 1997 tentang status badan pengawas, Direksi dan kepegawaian Perusahaan
pelaksanaan perda tahun 1997 jo. Surat keputusan Walikota medan No. 14 Tahun
2004 tentang susunan organisasi dan tata kerja Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan.
1993 tentang pemakaian tempat berjualan dan surat walikota medan No.
188.342/SK/1994 tentang pelaksanaan perda No. 31 tahun 1993 dan surat keputusan
tentang besarnya tarif kontribusi pada Pasar-Pasar di wilayah Kepala daerah Kota
Medan yang disahkan badan pengawas PD pasar kota medan dengan Badan
VISI
MISI
Daerah No. 10 tahun 2014 tentang perusahaan daerah pasar kota Medan
badan pengawas, direksi dan kepegawaian Perusahaan Daerah dan surat keputusan
jo. Surat keputusan walikota medan No.14 tahun 2004 tentang susunan organisasi dan
tentang pelaksanaan perda No. 31 tahun 1993 dan surat keputusan direksi perusahaan
kebersihan, sewa toko dan izin pada wilayah pasar kota medan.
TUGAS
tempat berjualan.
FUNGSI
ALAT PRODUKSI
Direksi : 4 orang
Collection pedagang
Listrik/air (pre-paid)
5. SOSIALISASI PEDAGANG
6. TENANT RELATION
1. Pembangunan/peremajaa
n pasar
2. Revitalisasi pasar
1. Dikerjakan dengan
menggunakan modal sendiri
2. Dikerjakan dengan pihak
ketiga
mempertimbangkan :
direnovasi/diremajakan)
- Pengembangan/peremajaan pasar
layout dan bentuk bangunan yang dimungkinkan untuk dipadukan dengan fungsi-
pasar-pasar yang berada di lokasi strategis dan kemampuan ekonomi pedagang yang
tinggi.
- Revitalisasi/renovasi pasar
renovasi terhadap pasar-pasar yang masih memiliki kekuatan struktur bangunan yang
Usia bangunan rata-rata diatas 20 tahun dan banyak yang kurang layak
sangat terbatas
Dalam bab ini penulis akan melakukan analisis semua data yang didapat dari
hasil penelitian di lapangan. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam
analisis data ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data
dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan
Dari semua data dan informasi yang telah dikumpulkan, baik melalui studi
pustaka, wawancara dengan informan dari Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan,
para pedagang pasar Sukaramai Medan dan pada Pengunjung Lokasi dagang
Pedagang Pasar Sukaramai. Data yang telah diperoleh oleh penulis telah disusun
secara sistematis baik melalui observasi di lokasi penelitian, dan juga data sekunder
bukti pendukung dari penelitian ini. Selanjutnya data tersebut akan diberikan analisis
Pedagang kaki lima pada Daerah Pasar Sukaramai Medan Dalam melakukan analisis
yang telah dibuat penulis sebelumnya sehingga analisis data yang dilakukan penulis
Adapun model yang dipakai dalam analisis implementasi kebijakan ini adalah
model dari Van Meter Van Horn (Subarsono, 2005:99). variabel isi kebijakan ini
Sosial, dan Sikap Pelaksana. Sudah sejauh mana penerapan Implementasi Kebijakan
Pemerintah Sektor Informal dalam Pengelolaan Pedagang Kaki Lima pada Daerah
kebijakan dibutuhkan konsistensi dari semua pihak baik dari pemerintah kota,
tugasnya dengan baik. Standar dan sasaran Kebijakan pada dasarnya adalah apa yang
jangka pendek, menengah atapun panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus
dapat dilihat secara spesifik, sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan
menegaskan standar dan sasaran tersebut. Artinya didalam proses pencapaian sasaran
kebijakan ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan
Penataan pedagang kaki lima merupakan upaya yang dilakukan untuk menata
dan menertibkan pedagang kaki lima. Tujuan dari penataan pedagang kaki lima ini
pemerintah untuk menata pedagang yang berjualan di pinggir pasar serta memakai
bahu pengguna jalan dan memakai fasilitas-fasilitas umum di sekitar pasar Sukaramai
daerah pasar Sukaramai Medan dapat dilihat dari beberapa tujuan dan sasaran
Kebijakan.
Tujuan Penataan Pedagang kaki lima yaitu menciptakan pedagang yang patuh
dan taat pada peraturan yang ada, agar pedagang dapat tertata dengan rapih. Tujuan
yang akan dicapai dengan menata pedagang yang berada disekitar pasar, sebagaimana
Hal ini tertera dalam Tabel perkembangan setoran pendapatan asli daerah
(PAD) PD. Pasar kota Medan pada Tahun 2008-2013 di bawah ini :
operasional
pajak
Pajak
PD. Pasar Kota Medan bahwa dilihat pada 2014 Pendapatan Operasional dan Biaya
335,188,000.00. Jadi PAD PD Pasar Kota Medan Rata-rata meningkat pada Tahun
2012.
Para Pedagang Kaki lima juga mengharapkan Kebijakan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Medan, yaitu sebagaimana Pedagang kaki lima juga ingin
mendapatkan ketenangan dan dapat berjualan dengan bebas serta tidak adanya
Penataan yang dilakukan oleh petugas Trantib, hanya dengan berdagang dan
berjualan para pedagang yang berada disekitar pasar Sukaramai dapat mencari nafkah
dan mendapatkan Penghasilan Setiap harinya (Wawancara Ibu Juliati, para Pedagang
kaki lima Pasar Sukaramai Medan, dilakukan pada Tanggal 10 Maret 2018)
Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang kaki lima yang menyatakan bahwa Pedagang kaki lima
sebagai salah satu pelaku usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha
dan mengembangkan usahanya, dan bahwa peningkatan jumlah pedagang kaki lima
di daerah telah berdampak pada estestika, kebersihan, dan fungsi sarana dan
II Medan Nomor 31 Tahun 1993 tentang Pemakaian tempat berjualan bahwa untuk
mewujudkan pasar yang tertib dan teratur perlu mengatur pemakaian tempat berjualan
Dengan adanya Kebijakan Penataan Pedagang kaki lima sangat berguna bagi
otomatis akan berdampak buruk. Seperti, Terganggunya arus lalu lintas disekitar
Dengan dilakukan Penataan di lokasi dagang Pedagang kaki lima, daerah sekitar
Pasar Sukaramai dapat tertata dengan Rapih. Pemerintah juga sudah menyediakan
Fasilitas berupa Gedung, agar Pedagang kaki lima berpindah ke gedung yang telah
agar terciptanya pedagang yang patuh dan taat pada Peraturan yang berlaku.
Kebijakan Penataan pedagang kaki lima adalah para Pedagang kaki lima yang berada
disekitar Pasar Sukaramai Medan. yang dinaungi oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota
Medan dan Trantib Kota Medan. Kebijakan ini tentu diperuntukkan oleh Perusahaan
daerah Pasar Kota Medan dan Trantib, karena dalam bidangnya Perusahaan daerah
Pasar Kota Medan mengelola pasar di kota Medan dan Trantib menata para pedagang
telah mengetahui dan memahami sebagian Peraturan yang telah ditetapkan oleh
Pemrintah Kota Medan. Seperti selalu menjaga kebersihan sekitar pasar Sukaramai,
tidak memakai sebagian tata ruang kota untuk berjualan di pinggir pasar. Karena
Pedagang kaki lima menjadi Sasaran Kebijakan Pemerintah Kota Medan, maka
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Medan guna mencapai tujuan dari
Kebijakan.
Sumber daya adalah hal yang sangat penting utuk keberhasilan suatu proses
implementasi yang efektif, oleh karena itu pihak dinas harus melihat bagaimana
sumber daya yang sudah tersedia untuk keberhasilan kebijakan tersebut. Sumber daya
menunjuk kepada seberapa besar dukungan Finansial dan Sumber Daya Manusia
untuk melaksanakan program atau kebijakan.Hal sulit yang terjadi adalah beberapa
nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi
cukup untuk menghasilkan implementasi yang efektif tanpa didukung oleh sumber
manusia sebagai pelaksana dalam implementasi kebijakan ini adalah Pemerintah Kota
Medan, pelaksana atau penanggung jawab kebijakan pengelolaan, dan Pedagang itu
kebijakan atau program. Kurangnya staf pelaksana akan menghambat jalannya suatu
jika jumlah staf nya juga banyak tidak memungkinkan bahwa implementasi itu akan
berhasil.
Direksi 4 orang
Dari data diatas terlihat jelas bahwa jumlah Direksi ada 4 orang yang terdiri
dari :
1. Diektur Utama
4. Direktur Operasi
karyawan (staff) pada Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan mencapai 425
Manusia
b. Kaur Pendapatan
c. Kaur Penertiban
a. Kaur Umum
b. Kaur Pendapatan
c. Kaur Penertiban
a. Kaur Umum
b. Kaur Pendapatan
c. Kaur Penertiban
pedagang kaki lima pada daerah pasar sukaramai medan pemerintah sudah
yang Telah dikelola oleh PD. Pasar Kota Medan berupa : Kios Buka pasar
sukaramai berjumlah 75, Kios tutup pasar sukaramai berjumlah 353, Stand/Meja
Buka pasar sukaramai Berjumlah 60, Stand/Meja tutup pasar sukaramai berjumlah
173, dengan Total keseluruhan 661 fasilitas yang dikelola oleh PD Pasar Kota
Medan. Dari data diatas Perusahaan Daerah pasar kota Medan, membangun
berjualan tanpa harus berdagang di pinggir pasar hingga memakai sebagian tata
ruang kota Medan. dengan tujuan menciptakan pedagang yang patuh dan agar
kebijakan Penataan kepada para Pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir
pasar Sukaramai.
Peristiwa kebakaran, dan tidak lama kemudian pada saat peristiwa kebakaran
terjadi Perusahaan Daerah Pasar kota Medan membangun kembali Gedung Pasar
sukaramai, dan tak hanya itu Perusahaan Daerah Pasar kota Medan membangun
Fasilitas dan sarana prasarana seperti fasilitas umum adanya kios-kios untuk
pedagang berjualan, Tangga, Fasilitas parkir, kamar mandi dan lain-lain. Tetapi
disaat pristiwa kebakaran terjadi, pedagang yang lama menetap di dalam gedung
otomatis pindah ke bahu jalan sekitar pasar Sukaramai, Pedagang tidak akan
Dengan adanya Pedagang kaki lima di pinggir pasar Sukaramai tersebut, dapat
gedung yang telah dibangun kembali oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan,
maka dari itu sesuai dengan Peraturan yang berlaku, Pemerintah Kota Medan akan
karena, berjulan di dalam gedung mereka harus membayar uang sewa sekitar Rp.
besar berjualan di pinggir Pasar dari pada berjualan didalam gedung, Otomatis
para pengunjung di lokasi dagang membeli dagangan yang berada dipinggir Pasar
dari pada didalam gedung, yang tidak memakan waktu untuk berjalan yang cukup
prosedur yang telah direncanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan suatu
sering rapat rutin yang akan diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar
organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang
implementasi yang baik, hal ini ditandai dengan setiap implementor harus
mengerti apa yang harus mereka kerjakan, kegiatan apa yang harus dilaksanakan
tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Walaupun maksud
Kaki Lima pada Daerah Pasar Sukaramai Medan sudah dipahami oleh sebagian
besar Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan sebagai pelaksana kebijakan, tidak
Kaki Lima pada daerah Pasar Sukaramai Medan terlaksana dengan baik.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang
umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat
sementara/tidak menetap.
Pasal 2
pemberdayaan PKL.
BAB II
PENATAAN PKL
Pasal 3
melalui:
(2) Pendataan dan pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
c. bidang usaha;
e. volume penjualan.
(3) Penetapan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
merupakan lokasi binaan yang terdiri atas lokasi permanen dan lokasi sementara
(4) Pemindahan dan penghapusan Lokasi PKL sebagai-mana dimaksud pada ayat
(5) Peremajaan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, merupakan penyediaan ruang untuk
penataan ruang.
Pasal 4
(2) Dalam penetapan Pedoman Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat
d. penetapan kriteria lokasi kegiatan PKL dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi sebagai acuan penetapan lokasi PKL dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 6
Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 Tentang koordinasi Penataan Pedagang kaki
lima bahwa didalam Peraturan Tersebut adanya penjelasan Menteri dalam Negeri
yang menetapkan Pedoman Penataan Pedagang Kaki lima, dan kemudian Menteri
Pedagang kaki lima, seperti lokasi, jenis tempat usaha, bidang usaha, modal usaha
dan volume jualan. Penetapan lokasi Pedagang kaki lima merupakan lokasi binaan
yang terdiri atas Lokasi Permanen dan lokasi sementara yang ditetapkan sesuai
Pedagang kaki lima dilaksanakan pada Lokasi Pedagang kaki lima yang bukan
Perusahaan Daerah pasar kota Medan kepada Pihak Kecamatan Medan Area.
pasar yaitu Direksi, Direksi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar,
baru didalam Perusahaan itu ada bawahan-bawahannya seperti Kepala Pasar, ada
Kecamatan melakukan Sosialisasi kepada Para Pedagang kaki lima dalam bentuk
Lisan, yaitu agar selalu menjaga Kebersihan dan Kerapihan di Lingkungan Pasar
tersebut mungkin Pemerintah Kota Medan tidak melakukan Penataan sekitar Pasar
yang dilakukan oleh Petugas Trantib, agar terciptanya Lingkungan yang bersih
Kebersihan, Pedagang kaki lima tidak hanya sekedar menempati Tata ruang
kota di sekitar Pasar Sukaramai, tetapi Pedagang kaki lima juga harus tahu
bahwa kebersihan itu sangatlah Penting agar Fasilitas-Fasilitas umum dan Jalan
ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah
memberikan pelayanan sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya. Sejauh ini
Penataan kepada para Pedagang kaki lima, Pedagang kaki lima tetap bersikeras
dilakukannya Penataan tidak memberikan efek jera kepada pedagang kaki lima
Pedagang kaki lima yang tidak mau dilakukannya Kebijakan Penataan serta
Pengelolaan yang telah diatur oleh Pemerintah Kota Medan, dan tidak
trantib. (wawancara Ibu Hernawati, para Pedagang kaki lima dilakukan pada
tersebut seperti, adanya pedagang yang melawan dan menolak adanya penataan
mengangkut dan membawa dagangan mereka karena salah satu tugas badan
pelaksana melakukan penataan kepada para pedagang kaki lima agar tertata
kekerasan dalam arti bahwa Pedagang kaki lima tidak Menaati Peraturan yang
telah ditetapkan. Karena, Peraturan yang telah dibuat untuk dipatuhi, bukan
untuk dilanggar.
kebijakan itu sendiri (Subarsono, 2002:99). Kondisi ekonomi, sosial, dan politik
pedagang kaki lima yang memakai fasilitas umum sehingga tidak stabilnya
Maret 2018).
tertata dengan rapi. Tetapi disamping lingkungan yang terlihat kumuh adanya
pengutipan seperti uang sampah dikutip Rp.2000; perhari yang dikutip dari Dinas
Kebersihan dan tidak ada lagi pengutipan kepada preman (Wawancara ibu
Hernawati, para Pedagang kaki lima dilakukan pada tanggal 10 Maret 2018)
baik, karena kurangnya pendapatan para pedagang kaki lima untuk menghidupi
Ekonomi Pedagang kaki lima. Karena, dari Penghasilan dagang ini yang
Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan Pedagang kaki
lima yang menyatakan bahwa Pedagang kaki lima sebagai salah satu pelaku
sarana dan prasarana kepada pedagang kaki lima. Tetapi pemberdayaan akan
hilang karena pedagang yang tidak patuh dan tidak ingin diberdayakan. Perlunya
daerah telah berdampak pada estestika, kebersihan, dan fungsi sarana dan
sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari sikap
Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima ini dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga
berkaitan dengan kinerja dari para pegawai dan ketepatan penempatan pegawai
pendapat para pedagang kaki lima di Pasar Sukaramai yaitu sangat arogan dan
Salah satu kendala yang dihadapi yaitu sulitnya para pedagang untuk
membayar uang iuran kebersihan. Padahal Pihak Perusahaan daerah pasar kota
Medan sudah menyediakan gedung dan Fasilitas lengkap untuk pedagang yang
akan memulai usahanya. Tetapi Pedagang hanya mengabaikan nya, dan memilih
berjualan di pinggir Pasar Sukaramai karena dari tanggapan para pedagang bahwa
berjualan di dalam gedung akan dipungut biaya uang sewa setiap bulannya dan itu
pinggir Pasar Sukaramai, karena lebih ramai pengunjung juga lebih dekat untuk
pengunjung berbelanja.
Daripada berjualan didalam gedung, jualan mereka sepi dan tidak banyak
pengunjung yang datang untuk membeli dagangan mereka, belum lagi membayar
uang sewa toko setiap bulannya, kalau dagangan mereka sepi di pajak resmi
Rp.2000; perhari yang dikutip oleh Dinas kebersihan. Dan keuntungan yang
mereka dapatkan lebih besar, karena berjualan di pinggir pasar Sukaramai berada
di daerah keramaian otomatis jualan mereka tidak sepi dan selalu habis.Walaupun
mereka memakai sebagian Tata Ruang Kota yang berada di sekitar Jalan Pasar
5.1 KESIMPULAN
Pedagang kaki lima pada daerah Pasar Sukaramai Medan dapat dilihat melalui
variabel-variabel berikut:
diinginkan, karna adanya sikap penolakan dari pedagang kaki lima untuk
pedagang yang patuh dan taat pada peraturan sehingga tidak mencapai
pada Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan mencapai 425 orang dan
gedung tersebut.
yang baik, hal ini ditandai dengan setiap implementor harus mengerti
apa yang harus mereka kerjakan, kegiatan apa yang harus dilaksanakan
kepada para Pedagang kaki lima, Pedagang kaki lima tetap bersikeras
ekonominya.
6. Lingkungan Sosial, ekonomi, dan Politik, sejauh mana lingkungan dari luar
sewa setiap bulannya dan itu tidak sedikit jumlahnya, dan menurut mereka
5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti terkait dengan implementasi
kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedagang kaki lima pada daerah Pasar
Sukaramai Medanadalah:
Koordinasi Penataan Pedagang kaki lima. Dan juga Agar dapat tertata rapi
para Pedagang Kaki Lima yang digusur, yaitu dengan menyediakan tempat
berdagang mereka yang telah digusur. Hal ini pantas dilakukan agar mereka
pelaksana seharusnya lebih akurat dan tindakan sosialisasi tidak hanya sekali
ataupun dua kali tetapi harus lebih sering, dan seharusnya juga
mendengarkan jeritan hati para pedagang kaki lima agar komunikasi dapat
berjalan dengan baik, seperti apa yang diinginkan oleh pedagang kaki lima
yang Patuh dan taat kepada Peraturan yang ada. Dan untuk mewujudkan
Buku :
Anderson, Jame E. 1979,Public Policy Making, Holt, Rinehart and Winston, New York,
Anderson, James E. 1979 Second Edition. Public Policy Making. Holt, Rinehart and
Winston: New York.
Dye, Thomas R. 1981, Understanding Public Policy, Prentice-Hall, New Jersey, Chapter
1.
Gilbert dan Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan Di Dunia ketiga
Yogyakarta: PT. TiaraWacana Yogya
Grindle, Merilee S. 1980, Politics And Policy Implementation In The Third World,
Princenton University Press, New Jersey, Chapter 1.
Har T, J.K. 1973. Informal Income Opportunities And Urban Employment In Ghana”,
Journal Of Modern African Studies, Vol. XI
Hugo, Graeme. 2000. “The Impact Of The Crisis On Internal Population Movement In
Indonesia”.Bulletin Of Indonesian Economic Studies, Vol. 36, No. 2
Meter, Donald S.Van dan Horn, Carl E.Van 1975, Tthe Policy Implementation Process: A
Conceptual Framework” Didalam Yang Diyakini Administration Dan
Society,Vol.6, No.4
Miles dan Huberman, Analisis data kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992,
hlm.16
Patton, Carl V. Dan Sawicki, David S. 1986, Basic Methods Of Policy Analysis And
Planning, Prentice- Hall,Englewood Cliffs, New Jersey
Riawan, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal. 197
Sumber Internet :
www.bps.go.id Kota Medan dalam angka 2017
Sumber Undang-Undang :
Non Buku :