Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN 10

KHILAFAH, KEWAJIBAN TERPENTING DAN PALING AGUNG


NO POIN MATERI PENJABARAN
1 Siapa yang mengatakan  Al-Hashkifi al-Hanafi berkata:
khilafah adalah
kewajiban paling penting ‫َو َنْص ُبُه َأَهُّم اْلَو اِج َباِت َفِلَذ ا َقَد ُم وُه َعلَى َد ْفِن َص اِح ِب اْلِم ْع ِج َز اِت‬
“Menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang paling penting. Oleh
dan paling agung?
karena itu, para Sahabat Nabi saw. Mendahulukan kewajiban ini atas
pemakaman jenazah pemilik mukjizat (Rasulullah saw).” (Al-Hashkifi, ad-Durr
al-Mukhtâr, hlm. 75)
 Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) mengatakan:
“Perjuangan menegakkan Khilafah hakikatnya adalah mengamalkan kewajiban
syariah yang paling agung (a’zhamul waajibaat). Karena hanya dengan
Khilafah sajalah umat dapat mengamalkan seluruh hukum-hukum syariah
secara menyeluruh (kaaffah), seperti sistem pemerintahan Islam, sistem
ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, sistem pidana Islam, dll. Tanpa
Khilafah, hukum-hukum syariah Islam itu tak mungkin diamalkan.” (Abdul
Qadim Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 17)
 Syaikh Abdul Qadim Zallum juga mengatakan:
”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di
segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini – sebagaimana kewajiban
manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin- adalah perkara yang
pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya.
Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang
akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” (Abdul Qadim
Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 34)
 Bagaimana penjelasan detilnya? Mari kita bahas bersama
2 Apakah khilafah sama  Secara istilah kata Al-Khilafah memiliki persamaan dengan Al-Imamah
dengan imamah? dan Imarotul Mukminin
 Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhu-l-Muhadzdzab
mengatakan:
‫واإلمامة والخالفة وإمارة المؤمنين مترادفة‬
“Al-Imamah, Al-Khilafah, dan Imarotul Mukminin adalah sinonim.” [An-
Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19 hlm 191]
3 Apa itu  Menurut Imam Al-Mawardi (w. 450 H):
imamah/khilafah? ‫اإلمامة موضوعة لخالفة النبوة في حراسة الديِن وسياسة الدنيا‬
“Imamah adalah sebutan bagi pengganti kenabian dalam menjaga Din (Islam)
dan mengurus urusan dunia.” [Al-Mawardi, Al-Ahkaam As-Sulthoniyyah wa Al-
Wilayat Ad-Diniyyah, hlm 3]
 Menurut Imam An-Nawawi (w. 676 H):
‫والمراد بها الرياسة العامة في شؤوِن الديِن والدنيا‬
“… yang dimaksud dengannya adalah: Kepemimpinan umum dalam urusan-
urusan Din (Islam) dan urusan-urusan dunia.” [An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh
Al-Muhadzdzab, juz 19 hlm 191]
 Menurut Imam Al-Iji (w. 756 H):
‫هي خالفة الرسول في إقامة الدين وحفظ حوزة الملة بحيث يجب اتباعه على‬
‫كافة األمة‬
“… dia adalah pengganti Rasulullah saw dalam menegakkan Din (Islam), dan
menjaga keutuhan Millah (Islamiah), yang wajib diikuti oleh seluruh
umat.” [Al-Iji, Al-Mawaqif, juz 3 hlm 579]
 Menurut Ibn Kholdun (w. 808 H):
‫فهي في الحقيقة خالفة عن صاحب الشرع في حراسة الدين وسياسة الدنيا به‬
“… dia pada hakikatnya adalah pengganti (peran) Allah SWT dalam menjaga
agama dan mengurus dunia dengan agama.” [Ibnu Kholdun, Muqoddimah,
1
hlm 97]
 Adapun definisi Khilafah yang bersifat jaami’ (komprehensif)
dan maani’ (protektif), yang sekaligus juga mengakomodasi definisi-definisi
para ulama di atas adalah:
‫ وحمل‬،‫رئاسة عامة للمسلمين جميعًا في الدنيا إلقامة أحكام الشرع اإلسالمي‬
‫الدعوة اإلسالمية إلى العالم‬
“Kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia, guna
menerapkan hukum-hukum syara’, dan mengemban dakwah Islamiyah ke
seluruh alam.” [Hizbut Tahrir, Al-Khilafah, hlm 1. Lihat juga Qodhiy An-
Nabhaani, Muqoddimah Ad-Dustur, hlm 118, dan Asy-Syakhshiyyah Al-
Islamiyyah, juz 2 hlm 6]
4 Dalam satu masa,  Jumlah khalifah di setiap masa tidak boleh lebih dari satu orang!
bolehkah jumlah khalifah
lebih dari 1 orang?
:‫عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ِإَذ ا ُبوِيَع ِلَخ ِليَفَتْيِن َفاْقُتُلوا اآلِخَر ِم ْنُهَم ا‬
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika
dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir di antara
keduanya.” (HR. Muslim)
 Imam An-Nawawi (w. 676 H) berkata:
‫ سواء‬، ‫واتفق العلماء على أنه ال يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد‬
‫اتسعت دار اإلسالم أم ال‬
“Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh mengangkat dua khalifah di satu
masa, baik wilayah kekhilafahan luas maupun tidak.” [An-Nawawi, Syarh An-
Nawawi ‘ala Muslim, juz 12 hlm 232]
 Imam As-Sinqithi (w. 1393 H) menyatakan:
‫ بل يجب‬، ‫ أنه ال يجوز تعدد اإلمام األعظم‬: ‫قول جماهير العلماء من المسلمين‬
‫ وأن ال يتولى على قطر من األقطار إال أمراؤه المولون من‬، ‫كونه واحدا‬
‫ محتجين بما أخرجه مسلم في صحيحه من حديث أبي سعيد الخدري‬، ‫ِقَبِلِه‬
‫ إذا بويع لخليفتين‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫رضي هللا عنه قال‬
‫فاقتلوا اآلخر منهما‬
“Pendapat jumhur ‘ulama: Bahwa berbilangnya khalifah adalah tidak boleh,
bahkan wajib berjumlah satu, dan hendaknya tidak berkuasa atas wilayah-
wilayah (kekuasaan kaum muslimin) kecuali umara’ yang diangkat oleh
khalifah, mereka (jumhur ‘ulama) berhujjah dengan hadits sahih dikeluarkan
oleh Imam Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda: “jika dibai’at dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir (diba’at) di
antara keduanya.” [As-Sinqithi, Adhwa’ Al-Bayan fii Idhoh Al-Quran bi Al-
Quran, juz 3 hlm 39]
5 Apa dalil wajibnya  Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang mulia:
khilafah menurut Al ‫َفاْح ُك ْم َبْيَنُهْم ِبَم ا َأْنَز َل ُهَّللا َو اَل َتَّتِبْع َأْهَو اَء ُهْم َع َّم ا َج اَء َك ِم َن اْلَح ِّق‬
Quran? “Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. al-Maidah [5]: 48)
 Imam Ibnu Katsir berkata:
‫ الناهي‬، ‫ينكر تعالى على من خرج عن حكم هللا المحكم المشتمل على كل خير‬
‫ التي‬، ‫عن كل شر وعدل إلى ما سواه من اآلراء واألهواء واالصطالحات‬
‫ … فال يحكم بسواه في قليل وال‬، ‫وضعها الرجال بال مستند من شريعة هللا‬
‫ وعن‬، ‫ يبتغون ويريدون‬: ‫ ﴿ َأَفُح ْك َم اْلَج اِهِلَّيِة َيْبُغ وَن ﴾ أي‬: ‫ قال هللا تعالى‬، ‫كثير‬
‫ ومن أعدل‬: ‫ ﴿ َو َم ْن َأْح َس ُن ِم َن ِهَّللا ُح ْك ًم ا ِلَقْو ٍم ُيوِقُنوَن ﴾ أي‬. ‫حكم هللا يعدلون‬
‫ وآمن به وأيقن وعلم أنه تعالى‬، ‫من هللا في حكمه لمن َعقل عن هللا شرعه‬
‫أحكم الحاكمين‬
“Allah mengingkari siapa-siapa (penguasa) yang tidak menerapkan hukum

2
Allah SWT yang jelas, komprehensif meliputi setiap kebaikan dan mencegah
dari setiap keburukan, serta berpaling kepada selainnya yang berupa
pendapat, hawa nafsu, dan istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa
bersandar kepada syari’at Allah SWT, … maka tidak boleh berhukum dengan
selain hukum Allah SWT, baik sedikit maupun banyak. Allah SWT berfirman
(yang artinya): “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki”, atau: yang
mereka kehendaki dan mereka mau, sedangkan dari hukum Allah SWT
mereka berpaling. “dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum)
Allah bagi orang-orang yang yakin?” atau: siapakah yang lebih adil
syari’atnya daripada hukum Allah SWT bagi siapa-siapa yang berfikir tentang
Allah SWT, mengimani-Nya, dan yakin serta tahu bahwa Allah SWT adalah
seadil-adilnya hakim.” [Al-Marja’ As-Sabiq, juz 3 hlm 131]
 Allah SWT juga berfirman:
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اْد ُخ ُلوا ِفي الِّس ْلِم َك اَّفًة َو اَل َتَّتِبُعوا ُخ ُطَو اِت الَّش ْيَطاِن ِإَّنُه َلُك ْم‬
‫َع ُد ٌّو ُم ِبيٌن‬
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]:
208)
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir mengatakan:
‫ أْن يأخذوا بجميع‬: ‫يقول تعالى آمًرا عباده المؤمنين به المصّد قين برسوله‬
‫ وترك جميع زواجره ما‬، ‫ والعمل بجميع أوامره‬، ‫ُع َر ى اإلسالم وشرائعه‬
‫استطاعوا من ذلك‬
“Allah SWT berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman
terhadap-Nya dan yang membenarkan Rasul-Nya, untuk mengambil seluruh
simpul-simpul Islam dan syari’at-syari’atnya, melaksanakan seluruh
perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-larangan-Nya
sebisa mungkin.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhiim, juz 1 hlm 565]
6 Apa dalil wajibnya  Nabi saw bersabda:
khilafah menurut As
Sunnah?
‫ِإَذ ا َك اَن َثَالَثٌة ِفْي َس َفٍر َفْلُيَؤ ِّم ُرْو ا َأَح َد ُهْم‬
“Jika ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah
mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi amir
(pemimpin).” (HR Abu Dawud)
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa jika Islam mewajibkan pengangkatan
seorang amir (pemimpin) untuk jumlah yang sedikit (tiga orang) dan urusan
yang sederhana (perjalanan), maka berarti Islam juga mewajibkan
pengangkatan amir (pemimpin) untuk jumlah yang lebih besar dan untuk
urusan yang lebih penting. (Ibnu Taimiyah, Al Hisbah, hlm. 11)
 Dengan demikian, untuk kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari satu miliar
seperti sekarang ini, dan demi urusan umat yang lebih penting dari sekedar
perjalanan, seperti penegakan hukum Syariah Islam, perlindungan umat dari
penjajahan dan serangan militer kafir penjajah, maka mengangkat seorang
Imam (Khalifah) adalah wajib hukumnya
 Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abi Hazim, ia berkata: ”Aku mengikuti
majelis Abu Hurairah selama lima tahun, dan aku mendengar ia
menyampaikan hadits dari Nabi saw. Beliau saw pernah bersabda :
‫َكاَنْت َبُنو ِإْس َر اِئيَل َتُسوُس ُهْم ْاَألْنِبَياُء ُك َّلَم ا َهَلَك َنِبٌّي َخ َلَفُه َنِبٌّي َو ِإَّنُه َال َنِبَّي َبْع ِد ي‬
‫ ُفْو ا ِبَبْيَعِة ْاَألَّو ِل َفْاَألَّو ِل َأْع ُطوُهْم‬: ‫ َقاُلوا َفَم ا َتْأُم ُرَنا؟ َقاَل‬،‫َو َس َتُك وُن ُخَلَفاُء َفَتْكُثُر‬
‫َح َّقُهْم َفِإَّن َهللا َس اِئُلُهْم َع َّم ا اْسَتْر َعاُهْم‬
“Dahulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi, setiap kali seorang
nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada
nabi sesudahku, dan akan ada para Khalifah, dan mereka banyak, para
sahabat bertanya : “lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi
bersabda : “penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama, berikanlah
kepada mereka hak mereka, dan sesungguhnya Allah akan meminta
3
pertanggung-jawaban mereka atas apa yang mereka diminta untuk mengatur
dan memeliharanya.” (HR. Muslim)
 Telah diriwayatkan dari Nafi’, ia berkata : “Abdullah bin Umar telah berkata
kepadaku: “Aku mendengar Rasulullah saw pernah bersabda:
‫َم ْن َخ َلَع َيًدا ِم ْن َطاَعٍة َلِقَي َهللا َيْو َم اْلِقَياَم ِة َال ُحَّج ًة َلُه َو َم ْن َم اَت َو َلْيَس ِفْي‬
‫ُع ُنِقِه َبْيَع ٌة َم اَت ِم ْيَتًة َج اِهِلَّيًة‬
“Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah
pada hari kiamat kelak tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati
sedang di pundaknya tidak terdapat baiat, maka ia mati seperti kematian
jahiliyah.” (HR. Muslim)
 Nabi Muhammad saw telah mewajibkan kepada setiap muslim agar
dipundaknya terdapat baiat. Baiat tidak akan terjadi setelah Rasulullah saw
kecuali kepada Khalifah, bukan yang lain. Jadi, hadits tersebut mewajibkan
adanya Khalifah yang dengan eksistensinya itu terealisasi adanya baiat di atas
pundak setiap muslim. Lebih tegas, beliau saw mensifati orang yang mati
sedangkan di pundaknya tidak terdapat baiat kepada khalifah bahwa ia mati
seperti kematian jahiliyah (mati dalam keadaan berdosa besar)
7 Apa dalil wajibnya  Penegasan ijmak sahabat terhadap wajibnya pengangkatan Khalifah nampak
khilafah menurut Ijma jelas dari penundaan pengebumian jenazah Rasulullah saw. Para shahabat
Shahabat? lebih menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah (pengganti) Beliau.
Sementara mengebumikan jenazah setelah kematiannya adalah
wajib. Para sahabat tentu adalah pihak yang berkewajiban mengurus jenazah
Rasul saw dan mengebumikannya, tetapi sebagian dari mereka malah lebih
menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah, sementara sebagian yang lain
diam saja atas hal itu dan mereka ikut serta dalam penundaan pengebumian
jenazah Rasul saw sampai dua malam. Padahal mereka mampu
mengingkarinya dan mampu mengebumikan jenazah Rasul saw
 Rasul saw wafat pada waktu dhuha hari Senin, lalu disemayamkan dan belum
dikebumikan selama malam Selasa, dan Selasa siang saat Abu Bakar dibaiat.
Kemudian jenazah Rasul dikebumikan pada tengah malam, malam Rabu. Jadi
pengebumian itu ditunda selama dua malam dan Abu Bakar dibaiat terlebih
dahulu sebelum pengebumian jenazah Rasul saw. Maka realita tersebut
merupakan ijmak sahabat untuk lebih menyibukkan diri mengangkat Khalifah
daripada mengebumikan jenazah Rasulullah saw. Hal itu tidak akan terjadi
kecuali bahwa mengangkat Khalifah lebih wajib daripada mengebumikan
jenazah Rasulullah saw
 Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy menyatakan:
‫اعلم أيضا أن الصحابة رضوان هللا تعالى عليهم أجمعين أجمعوا على أن‬
‫نصب اإلمام بعد انقراض زمن النبوة واجب بل جعلوه أهم الواجبات حيث‬
‫اشتغلوا به عن دفن رسول هللا واختالفهم في التعيين ال يقدح في اإلجماع‬
‫المذكور‬
“Ketahuilah juga bahwa para sahabat ra telah bersepakat bahwa
pengangkatan seorang Imam setelah berakhirnya masa kenabian adalah
wajib, bahkan mereka menjadikannya kewajiban yang terpenting, dimana
mereka menyibukkan diri dengannya dari memakamkan Rasulullah
saw. Sedangkan perbedaan mereka dalam penentuan (siapa khalifahnya)
tidak membatalkan ijma’ yang telah disebutkan.” [Ibnu Hajar al-
Haitamiy, Ash-Showa’iq Al-Muhriqoh, juz 1 hlm 25]
 Jika jabatan Khilafah kosong, baik karena Khalifah meninggal, mengundurkan
diri atau diberhentikan, maka ada masa toleransi (jelang waktu) tiga hari bagi
kaum Muslim untuk mengisi kekosongan jabatan Khilafah dengan mengangkat
khalifah baru
 Pembatasan masa tiga hari ini diambil dari ketetapan Umar ra. Ketika Khalifah
Umar ra. tertikam dan kaum Muslim meminta beliau untuk menunjuk
penggantinya, beliau menolak. Namun, setelah mereka terus mendesak
beliau, akhirnya beliau menunjuk enam orang sebagai calon khalifah.
4
Kemudian beliau menunjuk Suhaib ra. untuk mengimami masyarakat sekaligus
memimpin enam orang yang telah beliau calonkan itu hingga terpilih seorang
khalifah dari mereka dalam jangka waktu tiga hari, seperti yang telah beliau
tetapkan bagi mereka. Bahkan beliau berkata kepada Suhaib, “Jika lima orang
telah bersepakat dan meridhai seseorang (untuk menjadi khalifah), lalu ada
satu orang yang menolak, maka penggallah orang yang menolak itu dengan
pedang.” (Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 27)
 Ath-Thabari meriwayatkan bahwa Umar ra. benar-benar menegaskan
pentingnya pembatasan waktu selama tiga hari untuk mengangkat khalifah
dengan mengatakan:
‫َفِإَذ ا ُم ُّت َفَتَش اَو ُروا َثَالَثة َأَّياٍم َو ْلُيَص ِّل ِبالَّناِس ُص َهْيٌب َو َال َيْأِتَيَّن اْلَيْو ُم الَّراِبُع ِإَّال‬
‫َو َع َلْيُك ْم َأِم ْيٌر ِم ْنُك ْم‬
“Jika saya meninggal maka bermusyawaralah kalian selama tiga hari.
Hendaklah Suhaib yang mengimami shalat masyarakat. Tidaklah datang hari
keempat, kecuali kalian sudah harus memiliki amir (khalifah).” (Al-
Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 256).
 Al-Mas’udi menyebutkan bahwa Khalifah Umar ra. meninggal pada hari Rabu,
sedangkan Utsman dibaiat pada hari Jumat. Jadi, proses pemilihan khalifah
setelah Khalifah Umar ra. berlangsung dari Rabu siang, malam Kamis, Kamis
siang, malam Jumat dan Jumat siang, yakni berlangsung selama tiga hari dua
malam. Dengan demikian, tiga hari itu merupakan waktu untuk memilih
khalifah dan tidak boleh lebih dari itu (Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi
al-Islâm, hlm. 257)
 Umar ra. berwasiat kepada ahlusy-syura dan memberi mereka masa jeda
(jelang waktu) selama tiga hari untuk memilih khalifah penggantinya. Bahkan
Umar ra. pun berwasiat bahwa jika dalam tiga hari khalifah belum
disepakati, maka orang yang menentang hendaklah dibunuh. Umar ra.
mewakilkan kepada lima puluh orang dari kaum Muslim Anshar untuk
melaksanakan itu, yaitu membunuh orang yang menentang khalifah terpilih.
Padahal mereka semua adalah ahlusy-syura dan para sahabat senior. Semua
itu dilihat dan didengar langsung oleh para sahabat dan tidak terdapat satu
riwayat pun bahwa ada seorang dari mereka menentang atau mengingkari
ketetapan Umar ra. ini. Dengan demikian, menjadi Ijmak Shahabat bahwa
kaum Muslim tidak boleh kosong dari khalifah lebih dari tiga hari. Ijmak
shahabat adalah dalil syariah, sebagaimana al-Quran dan as-Sunnah (Hizbut
Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 27)
8 Pendapat para ulama  Imam Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H) menyatakan:
tentang kewajiban ‫وأجمعت األمة على أنه ليس آلحاد الرعية إقامة الحدود على الجناة بل أجمعوا‬
menegakkan khilafah
‫على أنه ال يجوز إقامة الحدود على األحرار الجناة إال لإلمام فلما كان هذا‬
‫التكليف تكليفًا جازمًا وال يمكن الخروج عن عهدة هذا التكليف إال عند وجود‬
‫اإلمام وما ال يتأتى الواجب إال به وكان مقدورًا للمكلف فهو واجب فلزم القطع‬
‫بوجوب نصب اإلمام‬
“Umat Islam telah bersepakat bahwa seorang rakyat tidak memiliki
wewenang menerapkan hudud atas para penjahat, bahkan mereka
bersepakat bahwa menerapkan hudud atas para penjahat merdeka tidak
boleh kecuali hanya oleh seorang Imam (khalifah). Maka tatkala taklif
(kewajiban menerapkan hudud) ini adalah bersifat pasti/harus, dan tidak ada
jalan keluar dari taklif ini kecuali dengan keberadaan seorang Imam, dan apa-
apa yang kewajiban tidak bisa dilaksanakan tanpanya, sedangkan ia
dimampui oleh seorang mukallaf maka dia hukumnya wajib. Maka secara
pasti, hal tersebut meniscayakan wajibnya mengangkat seorang
Imam.” [Fakhruddin Ar-Rozi, Mafatih Al-Ghayb fi At-Tafsir, juz 11 hlm 181]
 Abu Al-Qosim An-Naisaburi (w. 406 H) dalam kitab tafsirnya menyatakan:
‫أجمعت األمة على أن المخاطب بقوله ﴿ فاجلدوا ﴾ هو اإلمام حتى احتجوا به‬
‫على وجوب نصب اإلمام فإن ما ال يتم الواجب إال به فهو واجب‬
5
“Umat telah bersepakat bahwa pihak yang diseru dalam firman Allah SWT
(maka cambuklah oleh kalian) adalah seorang Imam (khalifah), hingga
dengannya mereka beralasan atas wajibnya mengangkat seorang Imam.
Sesungguhnya sesuatu perkara yang mana suatu kewajiban tidak sempurna
tanpanya maka perkara tersebut hukumnya wajib.” [Al-Hasan bin Muhammad
An-Naisaburi, Tafsir An-Naisaburi, juz 5 hlm 465]
 Imam ‘Alauddin al-Kasaaniy dari madzhab Hanafi menyatakan:
‫… وألن نصب اإلمام األعظم فرض بال خالف بين أهل الحق وال عبرة‬
‫بخالف بعض القدرية إلجماع الصحابة رضي هللا عنهم على ذلك ولمساس‬
‫الحاجة إليه لتقيد األحكام وإنصاف المظلوم من الظالم وقطع المنازعات التي‬
‫هي مادة الفساد وغير ذلك من المصالح التي ال تقوم إال بإمام‬
“… dan dikarenakan pengangkatan Imam A’zham (khalifah) adalah fardhu
tanpa perbedaan diantara Ahlul-Haqq (pengikut kebenaran), tidak
diperhitungkan perbedaan kalangan Qadariyyah dikarenakan ijma’ shahabat
ra atasnya, dan besarnya kebutuhan terhadapnya karena keterikatan hukum-
hukum syara’, menolong orang yang terzhalimi dari yang menzhalimi,
menutuskan persengketaan yang merupakan sumber kerusakan, dan
kemaslahatan-kemaslahatan lainnya yang tidak bisa tegak tanpa keberadaan
seorang Imam.” [‘Alauddin al-Kasaniy, Badai’ ash-Shonai’ fii Tartib asy-Syarai’,
juz 14 hlm 406]
 Imam An-Nawawi dari madzhab Asy-Syaafi’I menyatakan:
‫وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة ووجوبه بالشرع ال‬
‫ وعن غيره أنه يجب‬، ‫ ال يجب‬: ‫ وأما ما حكي عن األصم أنه قال‬، ‫بالعقل‬
‫بالعقل ال بالشرع فباطالن‬
“… dan mereka (para ulama) bersepakat bahwa wajib atas kaum muslim
untuk mengangkat seorang khalifah, dan wajibnya berdasarkan nash syara’
bukan berdasarkan logika. Adapun yang dikisahkan dari Al-Ashamm bahwa
dirinya berkata: tidak wajib, dan (yang dikisahkan) dari selainnya (yang
mengatakan) bahwa wajibnya berdasarkan logika bukan berdasarkan nash
syara’, maka keduanya adalah pendapat yang bathil.” [An-Nawawi, Syarh
Shohih Muslim, juz 6 hlm 291]
 Imam Al Qurthubi dari madzhab Maliki menyatakan:
‫هذه اآلية أصل في نصب إمام وخليفة؛ يسمع له ويطاع؛ لتجتمع به الكلمة‬
‫ وال بين األئمة‬،‫ وال خالف في وجوب ذلك بين األمة‬،‫وتنفذ به أحكام الخليفة‬
‫إال ما روي عن األصم حيث كان عن الشريعة أصم‬
“Ayat ini (Al-Baqarah: 30) merupakan landasan bagi pengangkatan seorang
Imam dan Khalifah yang didengarkan dan ditaati, agar suara kaum muslim
bersatu, dan diterapkannya hukum-hukum khalifah.Tidak ada pertentangan di
kalangan umat Islam dan para Ulama tentang wajibnya Khilafah, kecuali yang
diriwayatkan dari Al-Ashamm, yang mana dia benar-benar tuli terhadap
syari’at.” [Al-Qurthubi Al-Malikiy, Al-Jami’ li Ahkami Al-Quran, juz 1 hlm 265]
 Imam Umar bin Ali bin Adil dari madzhab Hambali menyatakan:
، ‫) دليٌل على وجوب نصب إمام وخليفة يسمع له وُيَطاع‬30 ‫هذه اآلية (البقرة‬
‫ وال خالف في وجوب ذلك َبْيَن‬، ‫ وتنفذ به أحكام الخليفة‬، ‫لتجتمع به الكلمة‬
‫ إّال ما روي عن األَص ّم وأتباعه أنها غير واجبٍة في الدين‬، ‫األئمة‬
“Ayat ini (al-baqarah 30) merupakan dalil atas wajibnya mengangkat imam
dan khalifah yang didengarkan dan ditaati, guna persatuan suara kaum
muslimin, dan diterapkannya hukum-hukum khalifah. Tidak ada perbedaan
dalam wajibnya hal tersebut diantara para ulama, kecuali apa yang
diriwayatkan dari Al-Ashamm dan para pengikutnya, bahwa ia (khilafah) tidak
wajib dalam agama.” [Umar bin Ali bin Adil, Tafsir al-Lubab fii ‘Ulumi al-Kitab,
juz 1 hlm 204]
 Abdurrohman Al-Jaziri menyatakan:

6
‫ وأنه ال بد للمسلمين من‬، ‫اتفق األئمة رحمهم هللا تعالى على أن اإلمامة فرض‬
‫إمام يقيم شعائر الدين وُينصف المظلومين من الظالمين‬
“Para Imam (An-Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris, dan
Ahmad bin Hambal) rahimahumullaah telah bersepakat bahwa Imamah
adalah wajib, bahwa harus ada seorang Imam bagi kaum muslim yang
menegakkan syi’ar-syi’ar agama, dan menolong mereka yang terzhalimi dari
orang-orang yang menzhalimi.” [Abdurrohman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-
Madzahibi al-‘Arba’ah, juz 5 hlm 308]
 Ibn Hazm dari madzhab Adz-Dzahiri menyatakan:
‫اتفق جميع أهل السنة وجميع المرجئة وجميع الشيعة وجميع الخوارج على‬
‫وجوب اإلمامة وأن االمة واجب عليها اإلنقياد إلمام عادل يقيم فيهم أحكام هللا‬
‫ حاشا‬، ‫ويسوسهم بأحكام الشريعة التي آتى بها رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫النجدات من الخوارج‬
“Telah bersepakat seluruh Ahli Sunnah, seluruh Murji’ah, Seluruh Syi’ah,
Seluruh Khawarij atas wajibnya Imamah, dan bahwa wajib atas umat untuk
tunduk terhadap seorang Imam yang adil, yang menegakkan hukum-hukum
Allah SWT di tengah-tengah mereka, serta mengurus urusan-urusan mereka
dengan hukum-hukum syari’at yang dibawa Rasulullah saw, kecuali kalangan
An-Najdaat dari kelompok kawarij.” [Ibn Hazm, Al-Fashl fi Al-Milal wa Al-
Ahwa’ wa An-Nihal, juz 4 hlm 72]
9 Apa kesimpulannya? 1. Penegakkan khilafah adalah sebuah kewajiban paling penting dan paling
agung, melalaikannya adalah sebesar-besar maksiat yang akan diazab oleh
Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya
2. Khilafah/Imamah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di
dunia, guna menerapkan hukum-hukum syara’, dan mengemban dakwah
Islamiyah ke seluruh alam
3. Jumlah khalifah dalam 1 masa tidak boleh lebih dari 1 orang
4. Dalil-dalil kewajiban khilafah disandarkan kepada Al Quran, As Sunnah,
Ijma’ Shahabat dan pendapat ulama mu’tabar. Jadi masihkah ada alasan
bagi kita untuk menolak kewajiban ini?
5. Jika dahulu para shahabat yang mulia lebih mengutamakan dan
menyibukkan diri mereka dalam pengangkatan khalifah dibanding
pemakaman jenazah manusia yang paling mulia, Rasulullah saw, lantas
bagaimana dengan kita? Padahal khilafah telah dihancurkan oleh Mustafa
Kemal sejak 3 Maret 1924, sementara ijma’ shahabat menetapkan batas
maksimal pengangkatan khalifah itu hanya 3 hari saja!
10 Tantangan bagi Setelah begitu jelas dan gamblang, agar adil, bagi orang-orang yang masih
penentang kewajiban menolak kewajiban ini silakan hadirkan:
khilafah  dalil-dalil bolehnya hidup kita tanpa terikat dengan aturan Allah…
 dalil-dalil bolehnya hidup kita diatur dengan hukum selain hukum Allah…
 dalil-dalil bolehnya hidup kita diatur dengan hukum Allah sebagian dan
diatur dengan hukum selain hukum Allah sebagian…
 dalil-dalil bolehnya kita dipimpin oleh pemimpin yang menerapkan hukum
selain hukum Allah…
 dalil-dalil boleh/wajibnya hidup kita diatur oleh sistem demokrasi yang
menempatkan manusia sebagai Tuhan selain Allah SWT…
 Bagaimana?

Anda mungkin juga menyukai