Anda di halaman 1dari 64

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335320458

Berpikir Kritis dalam Konteks Pembelajaran

Book · August 2019

CITATIONS READS

39 76,294

2 authors, including:

Ika Lestari
Jakarta State University
44 PUBLICATIONS 360 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ika Lestari on 22 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Buku ini memberikan pengetahuan awal tentang
konsep dasar berpikir kritis dikaitkan dengan konteks
pembelajaran. Penting bagi para calon guru terutama
guru SD sebagai pengguna buku ini untuk mengetahui
konsep dasar berpikir kritis sehingga dapat merancang
pembelajaran yang dapat menumbuhkan berpikir kritis
dalam diri peserta didik di tingkat sekolah dasar.
Sebelum mampu merancang kegiatan pembelajaran
yang menumbuhkan pemikiran kritis hendaknya guru dapat
menumbuhkan dan menstimulus dirinya untuk mampu
berpikir kritis. Buku ini memberikan penjelasan tentang
hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat menumbuhkan
berpikir kritis dalam diri peserta didik.

ISBN 978-602-6976-51-2
BERPIKIR KRITIS DALAM
KONTEKS PEMBELAJARAN

Penyusun : Linda Zakiah, M.Pd.


Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si
Editor : Erminawati
Desain Sampul : Malikul Falah
Penata Letak : Deden Arya
Ilustrasi Cover : freepik.com

ISBN: 978-602-6976-51-2

Diterbitkan oleh:
ERZATAMA KARYA ABADI
Anggota IKAPI
Grand Kahuripan Cluster Patuha V Blok EG No. 16
Klapanunggal Bogor 16871 Email: erzatamapress@gmail.com
www.erzatamapress.com

Cetakan I, Juni 2019

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini


dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, penyusunan buku


berjudul Berpikir Kritis dalam Konteks Pembelajaran dapat selesai
disusun tepat pada waktunya. Penulisan buku teks ini bertujuan
sebagai luaran penelitian hibah unggulan universitas tahun 2019
sekaligus sebagai sumber belajar yang dapat memfasilitasi mahasiswa
dalam mempelajari berpikir kritis untuk konteks pembelajaran.
Buku ini memberikan pengetahuan awal tentang konsep dasar
berpikir kritis dikaitkan dengan konteks pembelajaran. Penting
bagi para calon guru terutama guru SD sebagai pengguna buku
ini untuk mengetahui konsep dasar berpikir kritis sehingga dapat
merancang pembelajaran yang dapat menumbuhkan berpikir kritis
dalam diri peserta didik di tingkat sekolah dasar.
Sebelum mampu merancang kegiatan pembelajaran
yang menumbuhkan pemikiran kritis hendaknya guru dapat
menumbuhkan dan menstimulus dirinya untuk mampu berpikir
kritis. Buku ini memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dapat
dilakukan agar dapat menumbuhkan berpikir kritis dalam diri
peserta didik. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Jakarta, Juni 2019

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................. iii


Daftar Isi....................................................................................... iv
Prakata.......................................................................................... v
A. Pengertian Berpikir Kritis ................................................. 3
B. Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis ................................ 5
C. Pentingnya Berpikir Kritis ................................................ 7
D. Karakteristik, Ciri dan Standar Berpikir Kritis .............. 10
E. Cara Berpikir Kritis ........................................................... 13
F. Dasar Pemikiran Kritis ...................................................... 15
G. Proses Berpikir Kritis ........................................................ 20
H. Dua Jenis Argumen yang Baik ......................................... 22
I. Menulis Argumen............................................................... 24
J. Aktivitas Berpikir Kritis .................................................... 28
K. Higher Order Thinking Skills (HOTS) .............................. 35
Daftar Pustaka............................................................................. 53
Profil Penulis................................................................................ 55

iv
PRAKATA

Penulisan buku teks ini bermula dari penelitian yang dilakukan


tim peneliti dengan didanai oleh Hibah Unggulan Universitas
Negeri Jakarta tahun 2019 yang berjudul “Model 4C`S (Creativity,
Critical Thinking, Communication, Collaboration)” untuk Calon
Guru Sekolah Dasar. Tujuan penulis membuat penelitian tersebut
adalah ditemukannya desain model keterampilan belajar untuk
para calon guru sekolah dasar serta menghasilkan luaran penelitian
yang dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Isi buku teks ini tidak disusun dengan kaidah bab tetapi langsung
masuk ke dalam topik-topik yang sesuai dengan judul buku. Sesuai
dengan topik-topik yang berkaitan dengan berpikir kritis ada
delapan topik yang dibahas yaitu (1) Pengertian Berpikir Kritis; (2)
Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis; (3) Pentingnya Berpikir Kritis;
(4) Karakteristik, Ciri dan Standar Berpikir Kritis; (5) Cara Berpikir
Kritis; (6) Dasar Pemikiran Kritis; (7) Proses Berpikir Kritis; (8) Dua
Jenis Argumen yang Baik; (9) Aktivitas Berpikir Kritis; serta Higher
Order Thinking Skills (HOTS). Dikarenakan langkahnya bersifat
sistematis, maka mahasiswa harus mempelajarinya secara bertahap
karena bab satu dengan yang lainnya saling berkesinambungan.
Penguasaan materi yang rendah terhadap satu bab menyebabkan
ketidakpahaman dalam mempelajari bab lainnya.

v
Pembuatan buku teks ini dimaksudkan agar para mahasiswa,
calon guru, maupun yang telah menjadi guru dapat mengembangan
kegiatan pembelajaran yang mendorong terjadinya berpikir kritis
dalam diri peserta didik. Buku teks ini lebih banyak menjelaskan
konsep berpikir kritis untuk dapat digunakan bagi mahasiswa di
tingkat penddikan tinggi tentunya melalui penyesuaian konsep.
Bagi para guru yang telah mengajar selama bertahun-tahun
belum menjamin dapat merancang kegiatan pembelajaran yang
mendorong berpikir kritis dalam diri peserta didik. Oleh karena itu,
menjadi sebuah pertimbangan sekaligus hal yang melatarbelakangi
dengan ditulisnya buku ini sebagai sumber belajar bagi mahasiswa,
calon guru, praktisi pembelajaran, maupun guru yang memang
memiliki ketertarikan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
anak didiknya.
Manfaat dari penggunaan buku teks adalah menjadi salah
satu rujukan sumber belajar bagi mahasiswa kependidikan dalam
melakukan penelitian di bidang berpikir kritis. Dengan adanya
buku teks ini, mahasiswa dapat membaca secara mandiri. Bermula
dari itulah, maka buku teks ini dapat digunakan oleh calon guru;
praktisi pembelajaran; mahasiswa S1, S2, S3; maupun dosen.
Kehadiran buku teks ini tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya
sumber belajar karena dengan semakin banyaknya referensi
sumber, wawasan dosen maupun mahasiswa akan semakin luas dan
kaya pengetahuan. Buku ini hanya sebagai pengantar konsep awal
berpikir kritis.

vi
BERPIKIR KRITIS DALAM
KONTEKS PEMBELAJARAN

Saat ini kita memasuki zaman yang semakin maju yang ditandai
dengan perubahan cepat dalam berbagai bidang kehidupan,
utamanya adalah penggunaan berbagai kecerdasan buatan atau
para pakar menyebutnya artificial intelligence. Era ini oleh Professor
Klaus Schwab (detikinet, 2018) disebut sebagai Revolusi Industri 4.0.
Di era RI 4.0, kompetensi dan kemampuan yang kompleks harus
dimiliki seseorang untuk dapat bersaing dengan lainnya. Menurut
Wagner terdapat tujuh jenis keterampilan hidup yang dibutuhkan
di Abad 21, yaitu (1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan, (3) ketangkasan
dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan jiwa entrepreneur,
(5) kemampuan berkomunikasi efektif baik secara oral maupun
tertulis, (6) mampu mengakses dan menganalisis informasi, dan (7)
memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi (Wagner: 2010).
Pandangan lain dikatakan oleh Frydenberg & Andone (2011),
bahwa di abad 21 setiap orang harus memiliki keterampilan
berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi
informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan
komunikasi. Lebih kompleks lagi keterampilan yang dibutuhkan
untuk menghadapi abad 21 yang dinyatakan oleh US-based Apollo
Education Group, yang mengidentifikasi sepuluh keterampilan

1
yang diperlukan untuk bekerja pada abad ke-21, yaitu keterampilan
berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi,
kemampuan beradaptasi, produktifitas dan akuntabilitas, inovasi,
kewarganegaraan global, kemampuan dan jiwa entrepreneurship,
serta kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan mensintesis
informasi (Barry, 2012).
Dari tiga pandangan sebagaimana dikemukakan di atas,
ketiganya menyebutkan keterampilan atau kemampuan berpikir
kritis menjadi kebutuhan bagi setiap orang yang hidup di abad
21 dan tentu di era revolusi industry 4.0. Dan itu berarti dalam
dunia pendidikan, keterampilan berpikir kritis sudah merupakan
kebutuhan bagi peserta didik, sehingga pendidik harus dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik.
Dalam kehidupan nyata atau dalam pekerjaan nanti
kemampuan berpikir kritis seseorang akan dapat berpengaruh dan
membawanya pada keberhasilan atau kesuksesan kerja. Oleh karena
itu kita harus mengetahui dan menggali lebih dalam kemampuan
berpikir kritis sehingga bisa kita terapkan dalam dunia pendidikan
terutama dalam proses pembelajaran.

2
A. Pengertian Berpikir Kritis
Menurut Ennis (Robert H. Ennis: 2011) critical thinking is
reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or
do, yang artinya berpikir kritis adalah suatu proses berpikir reflektif
yang berfokus pada memutuskan apa yang diyakini atau dilakukan.
Keterampilan berpikir kritis menurut Redecker mencakup
kemampuan mengakses, menganalisis, mensintesis informasi yang
dapat dibelajarkan, dilatihkan dan dikuasai (Redecker, et al: 2011).
Definisi lain menyatakan bahwa, “critical thinking includes the
component skills of analyzing arguments, making inferences using
inductive or deductive reasoning, judging or evaluating, and making
decisions or solving problems” (Emily R. Lai: 2011). Definisi menurut
Lai tersebut memiliki arti, bahwa berpikir kritis meliputi komponen
keterampilan-keterampilan menganalisis argumen, membuat
kesimpulan menggunakan penalaran yang bersifat induktif atau
deduktif, penilaian atau evaluasi, dan membuat keputusan atau
memecahkan masalah. Sementara Bailin menyatakan, “defines
critical thinking as thinking of a particular quality essentially good
thinking that meets specified criteria or standards of adequacy and
accuracy” (Bailin: 2002), yang artinya mendefinisikan berpikir
kritis sebagai pemikiran dari kualitas tertentu yang pada dasarnya
merupakan pemikiran yang baik yang memenuhi kriteria atau
standar kecukupan dan akurasi.

3
Menurut Wilingham, berpikir kritis adalah “seeing both
sides of an issue, being open to new evidence that disconfirms your
ideas, reasoning dispassionately, demanding that claims be backed
by evidence, deducing and inferring conclusions from available
facts, solving problems, and so forth” (Emily R. Lai: 2011). Artinya,
orang yang berpikir kritis melihat kedua sisi dari sebuah masalah,
bersikap terbuka terhadap peristiwa baru yang meragukan pikiran
Anda, penalaran yang tidak menggunakan emosi, meminta klaim
yang didukung bukti, menarik kesimpulan dari fakta yang ada,
memecahkan masalah, dan seterusnya.
Menurut Ratna dkk (2017) dalam tulisannya pada suatu
Jurnal yang berjudul Critical Thingking Skill: Konsep dan Indikator
Penilaian. Critical thingking skill adalah kemampuan untuk berpikir
secara logis, reflektif, sistematis dan produktif yang diaplikasikan
dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan yang
baik. Ratna menyebutkan bahwa seseorang dikatakan mampu
berpikir kritis bila seseorang itu mampu berpikir logis, reflektif,
sistematis dan produktif yang dilakukannya dalam membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan.
Lebih lengkapnya Eliana Crespo (2012) menjelaskan bahwa
critical thinking adalah istilah umum yang diberikan untuk berbagai
keterampian kognitif dan intelektual membutuhkan:
• mengidentifikasi, menganalisa, dan meng-evaluasi secara efektif
• menemukan dan mengatasi prasangka

4
• merumuskan dan menyajikan alasan-alasan yang meyakinkan
untuk mendukung kesimpulan
• membuat pilihan yang cerdas dan beralasan tentang apa yang
harus dipercaya dan yang harus dilakukan.

B. Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis


Keynes (2008) menyebutkan bahwa, tujuan dari berpikir kritis
adalah mencoba mem-pertahankan posisi ‘objektif ’. Ketika berpikir
kritis, maka akan menimbang semua sisi dari sebuah argumen dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan. Jadi, keterampilan berpikir
kritis memerlukan: keaktifan mencari semua sisi dari sebuah
argumen, pengujian pernyataan dari klaim yang dibuat dari bukti
yang digunakan untuk mendukung klaim. Yang paling utama dari
berpikir kritis ini adalah bagaimana argument yang kita kemukakan
benar-benar objektif.
Berpikir kritis juga memiliki beberapa manfaat, Eliana Crespo
(2012) menyebutkan beberapa manfaat dari berpikir kritis untuk
berbagai aspek seperti manfaat untuk performa akademis, tempat
kerja, dan kehidupan sehari-hari.

1. Performa akademis
• memahami argumen dan kepercayaan orang lain,
• mengavaluasi secara kritis argumen dan kepercayaan itu,

5
• mengembangkan dan mempertahankan argumen dan
percayaan sendiri yang didukung dengan baik.

2. Tempat kerja
• membantu kita untuk menggambarkan dan mendapat
pemahaman yang lebih dalam dari keputusan orang lain
dan kita sendiri,
• mendorong keterbukaan pikiran untuk berubah,
• membantu kita menjadi lebih analisis dalam memecahkan
masalah.

3. Kehidupan sehari-hari
• membantu kita terhindar dari membuat keputusan
personal yang bodoh,
• mempromosikan masyarakat yang berpengetahuan dan
peduli yang mampu membuat keputusan yang baik di
masalah sosial, politis, dan ekonomis yang penting,
• membantu dalam pengembangan pemikir otonom yang
dapat memeriksa asumsi, dogma, dan prasangka mereka
sendiri.

6
C. Pentingnya Berpikir Kritis
Pada zaman modern dan tekhnologi cangih yang memudahkan
segala informasi maka berpikir kritis sangatlah penting bagi
setiap orang. Keyness (2008) mengatakan bahwa, berpikir kritis
memungkinkan pembaca untuk menilai bukti terhadap apa yang
dibaca dan dapat mengidentifikasi penalaran palsu atau tidak logis.
Berpikir kritis juga akan membantu untuk membuat argumen yang
kuat (misalnya, dalam penugasan). Ini berarti akan melihat dan
membenarkan setiap klaim yang dibuat berdasarkan bukti yang
telah di evaluasi.
Selain untuk membuat argumen, berpikir kritis merupakan
suatu yang penting di dalam pendidikan menurut H.A.R. Tilaar
(2011) , karena beberapa pertimbangan antara lain:
1. Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan
berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik
sebagai pribadi (respect a person). Hal ini akan memberikan
kesempatan kepada per-kembangan pribadi peserta didik
sepenuhnya karena mereka merasa diberikan kesempatan dan
dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan pribadinya.
2. Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal di dalam
pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk
kehidupan kedewasaannya.
3. Perkembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan
merupakan suatu cita-cita tradisional seperti apa yang ingin

7
dicapai melalui pelajaran ilmu-ilmu eksata dan kealaman serta
mata pelajaran lainnya yang secara tradisional dianggap dapat
mengembangkan berpikir kritis.
4. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan
di dalam kehidupan demokratis. Demokrasi hanya dapat
berkembang apabila warga negaranya dapat berpikir kritis di
dalam masalah-masalah politik, sosial, dan ekonomi.
Pentingnya berpikir kritis juga dikemukakan oleh Potter
(2010), yang menguraikan alasan keterampilan berpikir kritis
diperlukan yaitu sebabagi berikut:
1. Pertama, adanya ledakan informasi. Saat ini terjadi ledakan
informasi yang datangnya dari puluhan ribu web mesin
pencari di intrnet. Informasi dari berbagai sumber tersebut
bisa jadi banyak yang ketinggalan zaman, tidak lengkap,
atau tidak kredibel. Untuk dapat menggunakan informasi
ini dengan baik, perlu dilakukan evaluasi terhadap data dan
sumber informasi tersebut. Kemampuan untuk mengevalusi
dan kemudian memutuskan untuk menggunakan informasi
yang benar memerlukan keterampilan berpikir kritis. Oleh
karena itu, maka keterampilan berpikir kritis sangat perlu
dikembangkan pada siswa.
3. Kedua, adanya tantangan global. Saat ini terjadi krisis global
yang serius, terjadi kemiskinan dan kelaparan di mana-mana.

8
Untuk mengatasi kondisi yang krisis ini diperlukan penelitian
dan pengembangan keterampilan-keterampilan berpikir kritis.
5. Ketiga, adanya perbedaan pengetahan warga negara. Sejauh
ini mayoritas orang di bawah 25 tahun sudah bisa meng-
online-kan berita mereka. Beberapa informasi yang tidak
dapat diandalkan dan bahkan mungkin sengaja menyesatkan,
termuat di internet. Supaya siswa tidak tersesat dalam
mengambil informasi yang tersedia begitu banyak, maka perlu
dilakukan antisipasi. Siswa perlu dilatih untuk mengevaluasi
keandalan sumber web sehingga tidak akan menjadi korban
informasi yang salah atau bias.
Pentingnya berpikir kritis juga dikemukakan oleh Johnson
E, yang merupakan pelopor pembelajaran Contextual Teaching
Learning. Johnson E (2006) berpendapat bahwa siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis yang memadai memiliki
kemungkinan besar untuk dapat mempelajari masalah secara
sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi,
merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang penyelesaian
yang dipandang relatif baru.
Seseorang perlu memiliki kemampuan berpikir kritis dan perlu
mempelajarinya, karena keterampilan tersebut sangat berguna dan
sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan sekarang dan di amsa
yang akan datang. Dengan kemampuan berpikir kritis, seseorang

9
mampu berpikir secara rasional dan logis dalam menerima
informasi dan sistematis dalam memecahkan permasalahan.

D. Karakteristik, Ciri dan Standar Berpikir Kritis


Berpikir kritis memiliki beberapa karakteristik, Emily R. Lai
(2011) menyebutkan beberapa karakteristik yang harus dimiliki
dalam kemampuan berpikir kritis yaitu di antaranya:
• menganalisis argumen, klaim, atau bukti
• membuat kesimpulan dengan menggunakan alasan induktif
atau deduktif
• menilai atau mengevaluasi
• membuat keputusan atau memecahkan masalah
Berpikir kritis merupakan suatu rangkaian yang tidak
terpisahkan antara karakteristik yang satu dengan yang lainnya.
Setiap argumen, klaim atau bukti harus dianalisis yang kesimpulan
apakah dengan alasan induktif atau deduktif. Dari kesimpulan
tersebut bias dinilai atau dievaluasi sehingga akan menghasilkan
suatu keputusan atau suatu pemecahan masalah. Emily Rai
menyebutkannya dengan karakter yang harus dimiliki dalam
berpikir kritis, lain halnya Cece Wijaya (1995) yang menyebutkan
ciri-ciri berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:
• mengenal secara rinci bagian-bagian dari keputusan;
• pandai mendeteksi permasalahan;

10
• mampu membedakan ide yang relevan dengan ide yang tidak
relevan;
• mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat;
• dapat membedakan antara kritik yang membangun dan
merusak;
• mampu mengidentifikasi atribut-atribut manusia, tempat, dan
benda, seperti dalam sifat, bentuk, wujud, dan lain-lain;
• mampu mendaftarkan segala akibat yang mungkin terjadi atau
alternatif terhadap pemecahan masalah, ide dan situasi;
• mampu membuat hubungan yang berurutan antara satu
masalah dengan masalah lainnya;
• mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah
tersedia dengan data yang diperoleh di lapangan;
• mampu membuat prediksi dari informasi yang tersedia;
• dapat membedakan konklusi salah dan tepat terhadap
informasi yang diterima;
• mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan
terseleksi.
Eliana Crespo (2012) merumuskan standar intelektual berpikir
kritis yang paling signifikan yaitu diantaranya: kejelasan, akurasi,
persisi, relevansi, kedalaman, luas, logika, dan keadilan.
1. Kejelasan:
• dapatkah anda menguraikan dalam pendapat itu?
• dapatkah anda menjelaskan pendapat itu dalam hal lain?

11
• dapatkah anda memberi saya ilustrasi?
• dapatkah anda memberi saya permisalan?
2. Akurasi:
• benarkah itu benar?
• bagaimana kami dapat memastikan itu?
• bagaimana kami temukan itu benar?
3. Presisi:
• dapatkah anda memberi lebih detail?
• dapatkah anda lebih spesifik?
4. Relevansi:
• bagaimana itu berhubungan dengan pertanyaan?
• bagaimana itu menanggung masalah?

5. Kedalaman:
• bagaimana jawaban anda mengatasi kompleksirtas dalam
pertanyaan?
• bagaimana Anda memperhitungkan masalah dalam
pertanyaan itu?
• apakah itu berurusan dengan faktor yang paling signifikan?
6. Luas:
• apa kami perlu mempertimbangkan sudut pandang yang
lain?
• apa ada cara lain untuk memandang pertanyaan ini?

12
• seperti apa ini dari sudut pandang konservatif?
• seperti apa ini dari sudut pandang ...?
5. Logika:
• benarkah ini masuk akal?
• apa ini mengikuti apa yang anda katakan?
• apa itu mengikuti?
• tapi sebelumnya anda menyiratkan ini dan anda
mengatakan; bagaimana keduanya benar?
6. Keadilan:
Pemikiran kritis meminta kita untuk berpikir secara adil yaitu:
• berpikiran terbuka
• tidak memihak
• terbebas dari prasangka dan bias yang menyimpang.

E. Cara Berpikir Kritis


Perkembangan zaman yang semakin modern dan canggih
menuntut semua orang harus memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tetapi, tidak semua orang mampu berpikir kritis. Milton Keynes
(2008) mengungkapkan bagaimana cara berpikir kritis, sehingga
setiap orang bias belajar atau berlatih bagaimana berpikir kritis.
Cara berpikir kritis yang diungkapkan oleh Milton Keynes adalah
sebagai berikut:

13
1. Mengidentifikasi dorong informasi
Pertama, mengidentifikasi dorongan umum argumen dalam
informasi yang dibaca. Pada tahap ini hanya mencoba untuk
menentukan dan menyadari materi pelajaran. Cobalah untuk
mengidentifikasi: poin utama dari argumen klaim yang dibuat
sebagai bukti yang digunakan untuk mencapai kesimpulan.

2. Analisa materi
Sewaktu membaca, pikirkan tentang apakah materi tersebut
relevan dengan kebutuhan Anda. Berikut adalah beberapa pertanyaan
yang mungkin membantu dalam analisis Anda: a) Apakah informasi
masuk akal dalam kaitannya dengan teori dan penelitian lainnya?
b) Dimanakah gambaran yang lebih luas? c) Apakah ini argumen
induktif atau deduktif? d) Berapa banyak materi? e) Apakah materi
sudah jelas atau Anda perlu menemukan informasi tambahan untuk
membantu pemahaman Anda? f) Dapatkah Anda mengidentifikasi
implikasi yang mungkin mengharuskan Anda untuk mencari
bahan lain? (Mungkin penjelasan pelengkap fenomena jika materi
asli tidak cukup komprehensif). g) Apakah argumen yang disajikan
pandangannya seimbang atau penulis mengabaikan beberapa topik
dalam rangka untuk mengajukan argumen tertentu?

3. Membandingkan dan menerapkan informasi


Pertanyaan penugasan akan sering meminta untuk
menerapkan teori, prinsip atau formula untuk situasi. Proses

14
mencoba untuk menerapkan apa yang dipelajari dapat membantu
untuk membangun pemahaman tentang subjek. Contohnya ketika
mencari implikasi dari satu bagian informasi terdapat kelemahan
lain yang mungkin terungkap ketika menerapkan ide untuk situasi
kehidupan nyata yang cakupannya kurang. Apakah teori atau
formula hanyasejauh ini saja dan apakah perlu untuk menarik atas
teori atau prinsip lain untuk menyelesaikan pemahaman tentang
sesuatu?

F. Dasar Pemikiran Kritis


Dalam berpikir kritis harus memiliki keterampilan yang
mendukung dari argumen yang dihasilkan. Menurut Garnison,
Anderson dan Archer (2011) telah membagi empat keterampilan
berpikir kritis, yaitu:
1. Cepat tanggap terhadap peristiwa, yaitu mengidentifikasi atau
mengenali masalah, dilema dari pengalaman seseorang dengan
cepat,
2. Eksplorasi, memikirkan ide personal dan sosial dalam rangka
membuat persiapan keputusan,
3. Integrasi, yaitu mengkonstruksi maksud dari gagasan, dan
mengintegrasikan informasi relevan yang telah ditetapkan
pada tahap sebelumnya,

15
4. Mengusulkan, yaitu mengusulkan solusi secara hipotesis, atau
menerapkan solusi secara langsung kepada isu, dilema atau
masalah serta menguji gagasan dan hipotesis.

Selain memiliki keterampilan berpikir kritis juga harus


memiliki bangunan dasar berpikir kritis. Bangunan dasar dari
berpikir kritis adalah klaim, masalah, dan argumen (Brooke Noel
Moore: 2005). Penjelasan dari ketiganya adalah sebagai berikut:

1. Klaim (Claim)
Klaim adalah elemen dasar dalam pemikiran kritis yaitu
adalah hal-hal yang dikatakan dengan keras atau tertulis, untuk
menyampai-kan informasi yang mengungkapkan pendapat. Klaim,
atau pernyataan, adalah jenis hal yang benar atau salah. Seperti
contohnya pernyataan ini “Ada kehidupan cerdas di planet lain”.
Pernyataan ini benar atau salah, tetapi saat ini kami tidak tahu
mana yang benar atau mana yang salah. Sekali lagi, pemeriksaan
dan evaluasi klaim, termasuk hubungan mereka satu sama lain,
adalah tugas utama pemikiran kritis.

2. Masalah (Issue)
Sekarang kita sampai ke inti permasalahan. Setiap kali dalam
mengajukan klaim ke pertanyaan, yaitu ketika mengajukan
pertanyaan tentang kebenaran atau kesalahannya dalam
mengajukan masalah. Klaim, ditafsirkan sebagai masalah dan

16
didukung (atau tidak) oleh argumen, adalah fokus utama berpikir
kritis. Konsep masalah sangat sederhana, yaitu suatu masalah tidak
lebih dari sebuah pertanyaan yang pada kenyataannya, kita dapat
menggunakan dua kata itu secara bergantian. Pertanyaannya adalah
apakah suatu klaim itu benar atau tidak. Berikut adalah dua cara
untuk menyatakan suatu masalah: (1) Apakah Moore lebih tinggi
daripada Parker? (2) Apakah Moore lebih tinggi dari Parker?
Jadi ingat, ketika kita berpikir kritis tentang suatu klaim, kita
menyebutnya sebagai pertanyaan dan menjadikannya masalah.
Seperti yang akan kita lihat, dalam banyak situasi kehidupan nyata,
adalah penting dan seringkali sulit untuk mengidentifikasi secara
tepat klaim apa yang ada dalam klaim. Terkadang klaim dibuat
dalam konteks di mana tidak penting bahwa itu benar, seperti,
misalnya, ketika seseorang menceritakan lelucon. Bahkan ketika
kebenaran adalah yang terpenting, ujian ilmiah mungkin tidak
perlu.
Intinya adalah bahwa Anda harus memiliki beberapa gagasan
tentang apa yang diperhitungkan atau bertentangan dengan
kebenaran klaim jika Anda menikmatinya dengan serius, atau jika
Anda mengharapkan orang lain menganggapnya serius.

3. Argumen (Argument)
Setelah kami mengidentifikasi masalah, tugas selanjutnya
adalah menimbang alasan dan menentang klaim dan mencoba
menentukan kebenaran atau kesalahannya. Di sinilah argumen

17
memasukkan gambaran. Dan argumen, kita harus katakan di sini,
adalah unsur paling penting dalam berpikir kritis. Meskipun itu bisa
menjadi rumit, pada intinya idenya sederhana. Kami menghasilkan
argumen ketika kami memberikan alasan untuk berpikir bahwa
klaim itu benar.
Katakanlah masalahnya adalah apakah Sam harus dimaafkan
karena kehilangan kelas. Sam berkata kepada instrukturnya, “Nenek
saya meninggal, dan saya harus absen di kelas untuk menghadiri
pemakaman.” Dia telah menawarkan alasan untuk berpikir dia
harus dibebaskan dari kelas yang hilang, jadi dia telah membuat
argumen. Tentu saja, apakah argumennya itu baik atau tidak.
Faktanya, menentukan apakah argumen itu bagus, dan apakah
sesuatu yang benar-benar argumen itu benar.
Argumen yang baik adalah argumen yang kesimpulannya
mengikuti alasannya, atau dibenarkan karena alasan itu. Ini
tidak hanya berarti bahwa kesimpulannya muncul setelah
alasan. ‘Mengikuti dari’, dalam konteks argumen, berarti bahwa
kesimpulan cukup didukung oleh alasannya. Jika alasannya benar,
dan argumennya bagus, maka kesimpulannya juga harus benar.
Klaim yang ditawarkan sebagai alasan untuk memercayai
klaim lain adalah premis. Klaim di mana premis seharusnya
memberikan alasan adalah kesimpulan dari argumen. Mari kita
berikan contoh, sehingga kita semuanya jelas: Masalahnya adalah
apakah Sam harus dimaafkan karena kelas yang hilang, atau, jika

18
Anda suka, haruskah Sam dibebaskan dari kelas yang hilang? Premis:
Nenek Sam meninggal, dan dia harus menghadiri pemakaman.
Kesimpulan: Sam harus dimaafkan untuk kelas yang hilang.
Perhatikan bahwa kesimpulannya menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh masalah tersebut. Salah satu cara yang sering
dilakukan adalah bahwa kesimpulan argumen menyatakan posisi
pada masalah tersebut. Meskipun kita sedang berhadapan di sini
dengan argumen satu premis yang pendek, argumen tidak harus
sesederhana itu.
Kembali ke Sam dan alasannya. Apakah argumennya bagus
atau tidak, tergantung pada apakah premis itu benar-benar
mendukung kesimpulan. Apakah itu benar-benar memberi kita
alasan untuk berpikir bahwa kesimpulan itu benar. Kami akan
membahas masalah ini secara mendalam nanti, tetapi untuk saat
ini kami harus menunjukkan bahwa ada dua komponen untuk
dukungan premis terhadap kesimpulan.
Pertama, premis dapat menawarkan dukungan untuk
kesimpulan hanya jika premis itu benar. Jadi ini mungkin
memerlukan investigasi independen. Memang, lebih banyak
argumen mungkin diperlukan untuk mendukung klaim ini. Dalam
hal ini, itu akan menjadi kesimpulan dari beberapa argumen lain,
dan itu akan menjadi premis dari argumen yang sedang kami
pertimbangkan. Klaim bekerja seperti ini setiap saat; sebuah premis

19
dalam satu argumen akan muncul sebagai kesimpulan dari argumen
lain.
Persyaratan kedua untuk dukungan premis terhadap
kesimpulan adalah bahwa itu relevan dengan kesimpulan.
Kadang-kadang ini diungkapkan dengan mengatakan premis itu
meyakinkan. Persyaratan ini berarti bahwa premis, jika benar,
harus benar-benar mengandung kebenaran kesimpulan — yaitu,
itu harus benar-benar meningkatkan kemungkinan-kemungkinan
bahwa kesimpulan itu benar.
Penilaian kritis menuntut setiap klaim atau argumen untuk
dipertimbangkan berdasarkan kemampuannya, bukan pada
prasangka yang menyelimutinya. Jadi untuk sekarang mari kita
pastikan kita memahami definisi "argumen". Sedangkan satu
bagian (premis atau premis) konon memberikan alasan untuk
berpikir bahwa bagian lain (kesimpulan) adalah benar.

G. Proses Berpikir Kritis


Pada pembahasan didepan Keynes (2008) telah menyatakan
bahwa, tujuan dari berpikir kritis adalah mencoba mempertahankan
posisi ‘objektif ’. Ini berarti bahwa Anda harus mencoba untuk
menyadari setiap prasangka yang dimiliki yang mungkin condong
pada cara berpikir tentang sebuah argumen. Ketika membaca,
biarkan diri Anda berkesempatan untuk memeriksa pemahaman
dan kembali pada bagian yang tidak yakin terhadap makna tersebut.

20
Meskipun tidak ada satu definisi yang dinyatakan ‘benar’ tentang
cara berpikir kritis, Anda akan menemukan berbagai definisi itu
berguna untuk mendapatkan pemahaman secara lengkap tentang
apa dan bagaimana berpikir kritis.
Untuk mengetahui bagaimana proses berpikir kritis, maka
lakukan tiga langkah berikut:

1. Mengidentifikasi kebenaran informasi


Pertama, mengidentifikasi keterpercayaan umum sebuah
argumen dengan informasi yang dibaca. Pada tahap ini secara
sederhana mendefinisikan dan menyadari materi bahasan.
Identifikasi poin utama dari argumen adalah mengklaim sebuah
bukti atau peristiwa yang digunakan untuk mencapai kesimpulan.

2. Menganalisis materi
Sewaktu membaca, pikirkan tentang apakah materi tersebut
relevan dengan kebutuhan Anda. Berikut adalah beberapa
pertanyaan yang mungkin membantu dalam melakukan analisis:
Apakah informasi masuk akal dalam kaitannya dengan teori dan
penelitian lainnya? Di mana gambaran yang lebih luas, apakah
ini merupakan argumen khusus? Berapa panjang materi? Apakah
materi cukup jelas atau Anda perlu menemukan informasi tambahan
untuk membantu pemahaman Anda? Dapatkah mengidentifikasi
implikasi yang mungkin mengharuskan Anda untuk mencari
bahan lain? (Mungkin penjelasan pelengkap fenomena jika materi

21
asli tidak cukup komprehensif). Apakah argumen menyajikan
pandangan yang seimbang atau penulis mengabaikan beberapa
topik dalam rangka untuk mengajukan argumen tertentu?

3. Membandingkan dan menerapkan informasi


Pertanyaan penugasan akan sering meminta Anda untuk
menerapkan teori, prinsip atau formula pada suatu situasi. Proses
mencoba untuk menerapkan apa yang Anda pelajari dapat
membantu Anda untuk membangun pemahaman Anda tentang
pokok masalah. Coba Cari: implikasi dari satu bagian informasi
untuk kelemahan lain yang mungkin terungkap ketika Anda
menerapkan ide untuk situasi kehidupan nyata. Apakah teori
atau formula sudah cukup sejauh ini dan apakah Anda perlu
untuk menarik atas teori atau prinsip lain untuk menyelesaikan
pemahaman Anda tentang sesuatu?

H. Dua Jenis Argumen yang Baik


Keterampilan berpikir kritis harus dapat menghasilkan
argument yang baik. Para ahli logika mengenali dua jenis argumen
yang baik, yaitu argumen “deduktif ” dan argumen “induktif ”.

1. Argumen Deduktif
Jenis pertama dari argumen yang baik, yaitu argumen deduktif
yang baik, dikatakan “valid,” yang berarti tidak mungkin bagi

22
premis untuk menjadi benar dan kesimpulan salah. Ambil argumen
ini tentang salah satu mantan siswa kami.
Premis: Josh Fulcher tinggal di Alaska. Kesimpulan: Oleh
karena itu, Josh Fulcher tinggal di Amerika Serikat.
Ini adalah argumen yang valid karena Josh Fulcher tidak
mungkin tinggal di Alaska dan tidak tinggal di Amerika Serikat.
Satu lagi contoh:
Premis: Josh Fulcher lebih tinggi dari istrinya, dan istrinya
lebih tinggi dari putranya. Kesimpulan: Oleh karena itu, Josh
Fulcher lebih tinggi dari putranya.
Ini juga merupakan argumen yang valid, karena tidak mungkin
premis itu benar dan kesimpulannya salah. Untuk menempatkan
semua ini secara berbeda, premis argumen deduktif yang baik,
dengan asumsi mereka benar, membuktikan atau menunjukkan
kesimpulan.

2. Argumen Induktif
Dasar dari jenis argumen lain yang baik, yaitu argumen induktif
yang baik, mulai dari bukti-bukti menuju kesimpulan. Keduanya
saling mendukung. Ini berarti bahwa, dengan anggapan keduanya
benar, maka keduanya berarti meningkatkan probabilitas sehingga
kesimpulannya benar.
Premis: Fulcher tinggal di Alaska.
Kesimpulan: Oleh karena itu, ia menggunakan obat nyamuk.

23
Fulcher yang tinggal di Alaska membuatnya lebih mungkin
bahwa Fulcher menggunakan obat nyamuk.
Contoh lain:
Premis: Orang-orang yang tinggal di Butte City sudah
menghabiskan banyak waktu di bawah sinar matahari.
Kesimpulan: Oleh karena itu, salon penyamakan tidak akan
berhasil di sana.
Premis dari argumen ini (dengan asumsi itu benar)
meningkatkan kemungkinan bahwa kesimpulannya benar; dengan
demikian mendukung kesimpulan. Semakin mendukung premis
argumen memberikan kesimpulan, semakin kuat argumen yang
dikatakan.

I. Menulis Argumen
Berikut ini adalah beberapa petunjuk yang lebih rinci yang
mungkin membantu dalam merencanakan dan menulis esai
argumentatif.

1. Fokus Masalah
Jelaskan sejak awal masalah apa yang ingin Anda atasi dan
bagaimana posisi Anda pada masalah tersebut. Anda harus memberi
tahu pembaca apa yang diharapkan tanpa menggunakan frase basa
basi dan tanpa menguraikan panjang lebar. Namun, Anda harus
mencoba menemukan cara yang menarik untuk menyatakan posisi

24
Anda. Misalnya, alih-alih “Dalam esai ini, saya akan membahas
hak-hak hewan untuk mewarisi harta dari tuannya,” Anda mungkin
mulai, “Bisakah warisan Anda berakhir menjadi milik kucing ibu
Anda?”

2. Tetap berpegang pada masalah


Semua poin yang Anda buat dalam esai harus terhubung
dengan masalah yang sedang dibahas dan harus selalu:
a. mendukung, mengilustrasikan, menjelas-kan, mengklarifikasi,
menguraikan, atau menekankan posisi Anda tentang masalah
tersebut, atau
b. berfungsi sebagai tanggapan untuk mengantisipasi keberatan.
Singkirkan esai dari hal yang tidak relevan dan pikiran
mengambang.

3. Atur komponen esai dalam urutan logis


Ini kaitannya dengan akal sehat. Buat poin sebelum Anda
mengklarifikasi misalnya, bukan sebaliknya. Saat mendukung poin
Anda, berikan contoh, klarifikasi, dan sejenisnya sedemikian rupa
sehingga pembaca tahu apa yang sedang Anda lakukan di dunia.
Jika pembaca tidak dapat menguraikan esai Anda dengan mudah,
Anda belum menyusun urutan materi Anda dengan benar. Esai
Anda mungkin baik-baik saja, tetapi itu tidak akan dianggap sebagai
esai argumentatif.

25
4. Lengkap
Selesaikan apa yang Anda rencanakan agar tercapai, maka
mendukung posisi Anda secara memadai, dan antisipasi serta
tanggapi kemungkinan keberatan. Ingatlah bahwa banyak masalah
terlalu besar untuk diperlakukan secara mendalam dalam satu
esai. Kunci untuk menjadi lengkap adalah dengan mendefinisikan
masalah dengan cukup tajam sehingga Anda bisa menyelesaikannya.
Dengan demikian, semakin terbatas topik Anda, semakin
mudah untuk menyelesaikannya. Juga, pastikan ada penutupan di
setiap level. Kalimat harus lengkap, paragraf harus disatukan sebagai
keutuhan (dan biasanya masing-masing harus berpegang pada
satu poin), dan esai harus mencapai kesimpulan. Kesimpulan dan
meringkas bukanlah hal yang sama. Esai pendek tidak memerlukan
ringkasan.
Kesimpulan yang dihasilkan atau diputuskan harus dapat diuji.
Untuk bisa melakukan pengujian dengan baik dan akhirnya sampai
pada kebenaran sejati, kegiatan berpikir kritis harus berjalan
melalui argumentasi, penalaran, dan penyimpulan (Benyamin
Molan: 2019).
a. Argumen
Agar argumen kita menjadi kuat dan tak terbantahkan, maka
argumen kita harus didukung oleh data, fakta dan dengan
penalaran-penalaran untuk mendukung klaim yang menjadi
kesimpulan dari argumentasi kita. Dalam mengemukakan

26
argumen, kita perlu memiliki kemampuan untuk menyusunnya
dalam penalaran-penalaran yang masuk akal, logis, dengan
premis-premis yang menjadi landasan argumen kita untuk
sampai pada klaim dan konklusi.
b. Penalaran
Dalam penalaran selalu ada premis dan konklusi. Hubungan
keduanya harus jelas, walaupun dalam kehidupan sehari-
hari tidak mudah untuk melakukan penalaran. Artinya, dari
premis lahirlah konklusi. Atau sebaliknya, konklusi harus
sejalan dengan premis. Jika tidak konklusi maka menjadi tidak
sahih dan seluruh argumentasi menjdi berantakan dan tidak
ada artinya.
c. Penyimpulan
Penyimpulan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh
penalaran dengan memperhatikan premis dan konklusi dalam
sebuah argumentasi. Lalu premis dan konklusi membentuk
satu relasi yang sedemikian rupa sehingga konklusi yang
ditarik itu memang mendapat dukungan sepenuhnya dari
premis untuk menjadi satu kebenaran baru.
Ada berbagai model penyimpulan yaitu, model deduktif,
induktif, langsung dan tidak langsung.
1. Penyimpulan Deduktif
Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis
berupa kebenaran umum yang kemudian ditarik kesimpulan

27
sebagai kebenaran baru. Dalam penyimpulan deduktif yang
benar, kesimpulan atau konklusi selalu valid atau sahih
lantaran kesimpulan sebenarnya sudah terkandung dalam
premis. Karena itu kebenaran konklusi dalam deduktif sangat
bergantung pada kebenaran-kebenaran premis.
2. Penyimpulan Induktif
Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis
berupa kebenaran individual kemudian ditarik kesimpulan
sebagai kebenaran baru dengan cara analogi atau generalisasi.
3. Penyimpulan Langsung
Penyimpulan yang hanya menggunakan satu proposisi
saja sebagai premis. Dari satu proposisi inilah bisa ditarik
kesimpulan.
4. Penyimpulan Tidak Langsung
Kebalikan dari penyimpulan langsung, penyimpulan tidak
langsung dilakukan dari premis yang proposisinya lebih dari
satu.

J. Aktivitas Berpikir Kritis


John Butterworth (2013) menyebutkan bahwa aktivitas pokok
berpikir kritis meliputi tiga hal, yaitu diantaranya: analisis, evaluasi
dan argument lebih lanjut. Ketiganya merupakan aktivitas pokok
berpikir kritis. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu dari setiap
aktivitas pokok berpikir kritis.

28
1. Analisis
Analisis berarti mengidentifikasi bagian-bagian utama dari
sebuah teks dan merekonstruksi dengan cara yang sepenuhnya
dan tepat menangkapnya. Berarti, ini sangat relevan dengan
argumen, terutama yang kompleks.
2. Evaluasi
Evaluasi berarti menilai seberapa sukses suatu teks: misalnya,
seberapa baik argumen mendukung kesimpulannya; atau
seberapa kuat beberapa bukti untuk klaim yang seharusnya
didukung.
3. Argumen lebih lanjut
Argumen lebih lanjut cukup jelas. Ini adalah kesempatan siswa
untuk memberikan tanggapannya sendiri terhadap teks yang
dipermasalahkan, dengan menghadirkan kasus yang beralasan
untuk atau menentang klaim yang dibuatnya.

Aktivitas berpikir kritis harus sering dilakukan agar menjadi


terbiasa. Aktivitas berpikir kritis salah satunya adalah dengan
menulis dengan pendapat yang kritis. Menulis dengan kritis yaitu
menulis tulisan yang dapat mengekspresikan ide Anda dengan cara
yang kritis. Ini berarti bahwa tulisan Anda harus menunjukkan
pemahaman Anda tentang pentingnya sebuah argumen atau
perspektif, relevansi bukti dan kekuatan kesimpulan yang dibuat
(Milton Keynes: 2008).

29
1. Cara mendekati pertanyaan
Pada umumnya orang memanfaatkan materi pelajaran untuk
menjawab tugas dan pertanyaan ujian. Saat Anda membaca,
maka Anda harus terlibat secara aktif dengan pertanyaan dan
memahami konten yang diperlukan. Dalam hal ini, Anda harus
menerapkan pendekatan berpikir kritis. Anda dapat mendekati
pertanyaan dengan: memeriksa catatan yang menyertai pertanyaan
dalam buklet tugas, memilah pertanyaan ke dalam bagian-bagian
yang berdekatan sesuai dengan judul tugas yang memungkinkan
beberapa waktu untuk merencanakan sebelum Anda mulai
menulis dan kemudian beberapa waktu untuk meninjau apa yang
telah Anda tulis setelah itu memastikan bahwa Anda tetap pada
pertanyaan yang telah ditetapkan dengan merujuk kembali ke saat
Anda menulis.

2. Membaca pertanyaan secara kritis


Ketika membaca pertanyaan suatu tugas, Anda dapat
menggunakan keterampilan berpikir kritis Anda untuk memastikan
bahwa Anda memahami pertanyaan sepenuhnya. Sebagai contoh,
jika pertanyaan meminta Anda untuk ‘membandingkan dan
kontras’ dua pendekatan yang berbeda, Anda akan tahu bahwa
Anda harus mencurahkan beberapa kata Anda menghitung untuk
satu pendekatan dan beberapa ke yang lain. Demikian juga, jika
pertanyaan meminta Anda untuk ‘menilai ... pemahaman kita
tentang...’ Anda akan memiliki dua titik fokus dalam jawaban Anda.

30
Lihat ke kata proses yang akan memberitahu Anda apa yang Anda
diharapkan untuk melakukan dengan subjek dan sering kata kerja
(seperti ‘ membandingkan dan kontras ‘).
Jadi, jika pertanyaan meminta Anda untuk:
• Mengevaluasi, menilai, membela, mendukung: Anda akan
perlu untuk mempersiapkan penilaian beralasan berdasarkan
analisis Anda. Menerapkan, menunjukkan, mengilustrasikan,
dan menafsirkan, memecahkan: Anda akan perlu untuk
menerapkan subjek (untuk situasi tertentu).
• Mengembangkan, merumuskan, mengatur: Anda diharapkan
untuk menggabungkan materi dengan bahan lain yang Anda
baca dalam kursus. Bandingkan, kontras, diskriminasikan,
membedakan, dan memeriksa: Anda akan perlu untuk
menganalisis argumen.
• Batasan, daftar, nama, urutan: Anda akan perlu untuk
mengidentifikasi konten.

2. Menggunakan susunan perangkat dalam tulisan Anda


Selain menyusun tugas Anda dalam bentuk esai atau laporan,
Anda harus menyampaikan logika keseluruhan dan perkembangan
argumen Anda. Ini akan menunjukkan pemikiran kritis yang
mendasari tugas Anda. Seperti pengalaman Anda sendiri
menemukan pola tulisan favorit Anda sendiri. Dalam hal ini,
berikut adalah beberapa cara yang disarankan untuk menyusun
tulisan Anda:

31
a. Gunakan konteks dan contoh tulisan. Anda perlu melibatkan
sejumlah tertentu dari konteks, yang berarti bahwa Anda
menentukan latar belakang subjek untuk pembaca Anda.
Anda mungkin juga perlu mengatur konteks di berbagai titik
di seluruh tugas Anda. Bagaimana Anda mengatur konteks
akan tergantung pada tugas Anda. Ini mungkin melibatkan
pemberian deskripsi teori dan konsep, laporan sejarah singkat
atau deskripsi masalah. Cara lain adalah dengan berpindah di
antara deskripsi fenomena tertentu ke perspektif yang lebih
umum dan menyeluruh dari topik Anda. Ini akan membantu
pembaca Anda mengenali bagaimana titik Anda diposisikan di
dalam subjek secara keseluruhan.
b. Gunakan tema. Anda mungkin menemukan bahwa materi
pembahasan Anda menyoroti ‘tema’ tertentu yang berjalan
sepanjang pembahasan. Pertanyaan tugas Anda dapat merujuk
tema ini secara eksplisit atau implisitas. Menggambarkan tema
untuk menambahkan struktur tulisan Anda karena dapat
membuktikan perangkat yang berguna yang dapat membantu
Anda menghubungkan aspek yang berbeda dari bahasan
belajar Anda. Hal ini berguna untuk menunjukkan perbedaan
dan kesamaan antara cara berpikir atau pendekatan teoritis.
Anda juga dapat menggunakan tema untuk membantu Anda
membingkai sebuah argumen atau kesimpulan.

32
c. Tautan (kata penghubung) dan petunjuk arah. Gunakan
tautan atau kata penghubung dan petunjuk arah untuk
menghubungkan ide Anda. Ini membuat jelas untuk pembaca
Anda baik bagaimana argumen Anda berkembang secara
logis dari satu titik ke titik berikutnya dan setiap titik baru
relevan. Berikut adalah beberapa contoh: menarik perhatian
ke poin tertentu: ‘sama pentingnya’; ‘selanjutnya’. Tunjukkan
perkembangan sebab dan akibat: ‘hasil ini’; ‘konsekuensinya’;
atau ‘untuk alasan ini’. Tunjukkan progresi dalam sebuah
argumen: ‘oleh karena itu’; ‘namun’ atau ‘tetap’.

3. Masukkan pemikiran kritis ke dalam tulisan Anda


Pada bagian atas dijelaskan tentang penalaran yang perlu
Anda gunakan dalam argumen. Di mana Anda diminta untuk
mengusulkan sebuah argumen dan menarik kesimpulan
dalam sebuah tugas, Anda perlu membuat argumen yang jelas,
mengidentifikasi klaim Anda, menyajikan bukti yang relevan dan
menarik kesimpulan yang benar. Anda melakukan ini dengan
menunjukkan dengan jelas teori atau pendekatan dan bukti yang
Anda gunakan untuk mendukung klaim Anda. Menunjukkan
bagaimana Anda telah menganalisis dan mengevaluasi teori untuk
sampai pada kesimpulan Anda. Anda juga perlu untuk membuat
langkah yang jelas dalam proses berpikir Anda dan menunjukkan
bagaimana bagian yang berbeda dari argumen Anda cocok bersama-
sama untuk membuat keseluruhan menjadi kohesif. Akhirnya,

33
Anda akan menunjukkan bahwa argumen Anda menjadi seimbang
daripada hanya mengambil sikap dari satu sudut pandang. Jika
Anda telah diminta untuk mengomentari sebuah argumen dan
Anda pikir itu ‘cacat’ maka Anda harus membuat kasus beralasan
dan menyajikan bukti untuk mendukung pandangan Anda. Jika
Anda mengenalkan ide baru, gambarkan secara logis dari materi
aslinya.

4. Proses untuk mendapatkan pikiran kritis ke dalam tulisan


Anda
Cermati bagaimana dan di mana berpikir kritis mungkin
mendukung jawaban Anda dan setiap argumen Anda. Jika Anda
telah menarik kesimpulan atau implikasi yang teridentifikasi,
pertimbangkan Apakah ini harus disertakan. Ingatlah untuk
menghubungkan ide Anda dengan bukti dan memastikan argumen
dapat dibenarkan. Jika Anda menarik kesimpulan dari argumen
orang lain, Anda akan perlu untuk memberikan penalaran logis
untuk mendukung ekstrapolasi Anda. Setelah Anda memiliki draft
pertama tugas Anda kemudian bertanya pada diri sendiri apakah
ada cukup bukti untuk mendukung klaim Anda. Apakah Anda
perlu memikirkan kembali atau mengubah argumen Anda dengan
lebih objektif? Apakah Anda perlu membantah atau membantah
keberatan apapun untuk argumen Anda? Gunakan keterampilan
berpikir kritis Anda untuk memilih konten yang paling tepat

34
daripada meletakkan dalam semua yang telah Anda baca pada
topik.

K. Higher Order Thinking Skills (HOTS)


Ratna Hidayah (2011) dalam artikelnya yang berjudul Critical
Thingking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian mengemukakan
bahwa berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir
tingkat tinggi atau Higher Orther Thingking Skills/HOTS. Hal
serupa juga dikemukakan oleh Milton Keynes (2008), bahwa Higher
Order Thinking Skills sama dengan keterampilan berpikir kritis.
Keduanya akan membantu siswa dalam membaca dan menulis,
dan memungkinkan siswa untuk belajar secara efektif sebagai
pembelajar mandiri. Membangun karakter mandiri merupakan
tujuan dari pendidikan, dimana dalam kurikulum 2013 diharapkan
siswa kelak akan menjadi orang yang mandiri yang tidak tergantung
pada siapapun. Siswa dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
dengan nalar dan logika yang dimilikinya.
Berpikir kritis dan higher order thinking skills adalah suatu
hal yang tidak terpisahkan. Menerapkankan berpikir kritis berarti
juga menerapkan higher order thinking skills. Berpikir kritis dan
higher orther thingking skills saling berkaitan satu sama lainnya. Jadi
bila kita membahas keterampilan berpikir kritis berarti kita juga
akan membahas Higher Orther Thingking Skills/HOTS. Keduanya

35
memiliki karakter yang sama, tetapi dalam higher orther thingking
skills acuannya adalah tingkatan kognitif pada taksonomi Bloom.
Menurut Arifin Nugroho (2019), mendidik siswa dengan higher
orther thingking skills berarti menjadikan mereka mampu berpikir.
Siswa dikatakan mampu berpikir jika siswa dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang diperolehnya dan mengembangkan keterampilan
yang dimiliki dalam konteks situasi yang baru. Kemampuan
berpikir siswa dapat diartikan bila siswa mampu mengubah atau
mengkreasi pengetahuan yang mereka miliki dan menghasilkan
sesuatu yang baru.
Dengan higher order thinking skills, siswa dapat membedakan
ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu
memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan,
mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi
lebih jelas. Hal-hal ini merupakan kemampuan yang jelas
dapat memperlihatkan bagaimana kemampuan bernalar siswa.
Kemampuan bernalar siswa merupakan salah satu unsur dari
keterampilan berpikir kritis.
Saputra (2016) menyebutkan tujuan utama dari high order
thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan
dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima
berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu
masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat

36
keputusan dalam situasi-situasi yang kompleks. Dari rumusan
tujuan tersebut jelas terlihat saling keterkaitan antara berpikir kritis
dengan high order thinking skills. Kemampuan berpikir pada level
tinggi sangat membutuhkan keterampilan berpikir kritis.
Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang sudah mulai
diterapkan didunia pendidikan di Indonesia baik mulai dari
tingkat Sekolah Dasar sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas
memiliki manfaat untuk siswa itu sendiri. Arifin Nugroho (2019)
menyebutkan manfaat Higher Order Thinking Skills (HOTS) untuk
siswa adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan prestasi
Dalam dunia pendidikan di Indonesia hasil belajar merupakan
ukuran umum untuk mengukur prestasi siswa. Banyak
beberapa penelitian yang mengukur tingkat pencapaian hasil
belajar siswa melalui Higher Order Thinking Skills (HOTS)
yang hasilnya menjadi tinggi atau baik. Sehingga dengan
pembelajaran HOTS maka akan menaikkan hasil belajar siswa
dan juga akan meningkatkan prestasinya.
2. Meningkatkan motivasi
Higher Order Thinking Skills (HOTS) juga mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini disebabkan
melalui HOTS dapat membangkitkan rasa senang siswa karena
merasa percaya diri dan lebih merangsang dalam belajar
sehingga akan meningkatkan motivasi belajar siswa.

37
3. Meningkatkan sikap positif (afektif)
Meningkatkan sikap positif atau afektif merupakan salah
satu penilaian dalam kurikulum 2013. Pendidikan akan
dinyatakan berhasil apabila karakter positif terbentuk. Hasil
penelitian Hugerat & Kortam dalam Arifin Nugroho (2019)
menunjukkan bahwa pembelajaran Higher Order Thinking
Skills (HOTS) pada materi Sains menggunakan metode inkuiri
dapat mengembangkan sikap positif, emosional dan kognitif
yang baik.

Higher Order Thinking Skills (HOTS) tidak dapat dipisahklan


dari dimensi keterampilan berpikir pada ranah kognitif Taksonomi
Bloom. Bloom membagi enam tingkatan pada ranah kognitif yang
kemudian direvisi oleh Andreson dan Krathwohl (2001) yaitu
mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi
dan mencipta.
The Australian Council for Educational Research (ACER)
menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan),
menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan.
Menurut Arifin Nugroho (2019) Higher Order Thinking
Skills (HOTS) memiliki ciri yang khas yaitu level kemampuan
ini mencakup kemampuan atau keterampilan siswa dalam
menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta

38
(create). Sebaliknya ketiga ranah yang lainnya yaitu mengingat
(remember), memahami (understand) dan mengaplikasi (apply)
termasuk kedalam keterampilan berpikir tingkat rendah atau Lower
Order Thinking Skills (LOTS). Indikator keterampilan
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta didasarkan pada teori
yang dipaparkan dalam revisi Taksonomi Bloom. Dibawah ini
gambar perubahan level kognisi Taksonomi Bloom.

Gambar. Perubahan Level kognisi Taksonomi Bloom

39
Gambar 2. Kategori pengetahuan dan proses kognitif
(Model Kuhn, 2001 dalam Schraw&Daniel, 2011)

40
Gambar di atas merupakan kategori pengetahuan dan proses
kognitif (Model Kuhn, 2001 dalam Schraw&Daniel, 2011) dalam
Arifin Nugroho(2019). Pada setiap tingkatan kemampuan dan
pengetahuan pada tahapannya memiliki beberapa indikator
masing-masing.
Bila dilihat dari gambar diatas, maka indikator Higher Order
Thinking Skills (HOTS) adalah:
1. Level Analisis
Menganalisis adalah menguraikan bahan atau konsep kedalam
bagian, menentukan hubungan antar bagian atau hubungan
bagian terhadap struktur atau tujuan secara keseluruhan.
Level analisis terdiri dari kemampuan atau keterampilan
membedakan, mengorganisasi dan menghubungkan.
2. Level Evaluasi
Mengevaluasi adalah membuat penilaian berdasarkan kriteria-
kriteria dan standar-standar melalui pemeriksaan dan kritik.
Mengevaluasi juga membuat keputusan berdasarkan kriteria
dan standar. Level evaluasi terdiri dari keterampilan mengecek
dan mengkritisi.
3. Level Mencipta
Mencipta adalah memasukkan elemen untuk membentuk
satu kesatuan yang koheren atau fungsional atau melakukan
reorganisasi elemen menjadi pola atau struktur baru melalui
proses membangkitkan, merencanakan atau menghasilkan.

41
Pada level tertinggi ini, siswa mengorganisasi berbagai
informasi menggunakan cara atau strategi baru atau berbeda
dari biasanya. Siswa dilatih memadukan bagian-bagian untuk
membentuk sesuatu yang baru, koheren, dan orisinal. Level
mencipta terdiri dari merumuskan (generating), merencanakan
(planning) dan memproduksi (producing).

Brookhart (2010) berpendapat bahwa definisi Higher Order


Thinking Skills dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Higher Order Thinking Skills sebagai transfer (HOTS as


Transfer)
Brookhart mengambil kesimpulan dari Anderson dan
Krathwohl (2001) bahwa belajar untuk transfer merupakan
pembelajaran yang bermakna yaitu suatu proses mempelajari
sesuatu yang akan diterapkan oleh siswa dalam situasi nyata.
Diterapkan maksudnya siswa emmpu menggunakan, mentransfer,
dan mengeksplorasi pengetahuan yang mereka dapatkan untuk
situasi baru.
Proses belajar bermakna tidak sekedar menghafal konsep-
konsep atau tetapi merumuskan kegiatan menghubungkan konsep-
konsep untuk dapat menghasilkan pemahaman yang utuh. Dengan
begitu, konsep yang dipelajari dapat dipahami dengan baik dan
tidak mudah dilupakan. Hal ini dapat dikatakan bahwa HOTS
sebagai transfer dapat di definisikan sebagai keterampilan untuk

42
mengaplikasikan pengetahuan dan juga keterampilan yang sudah
dikembangkan dalam pembelajaran pada konteks yang baru.

2. Higher Order Thinking Skills sebagai berpikir kritis (HOTS


as critical thingking)
Higher Order Thinking Skills sebagai berpikir kritis didefinisikan
sebagai keterampilan memberikan penilaian yang bijak dan
mengkritisi sesuatu menggunakan alasan logis dan ilmiah. Tujuan
pembelajaran, salah satunya adalah menjadikan siswa mampu
mengungkapkan argumentasi, melakukan refleksi, dan membuat
keputusan yang tepat.
Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi siswa karena
dengan keterampilan ini siswa mampu bersikap rasional dan
memilih alternetive pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang
memiliki keterampilan ini akan selalu bertanya pada diri sendiri
dalam menghadapi persoalan untuk menentukan yang terbaik bagi
dirinya.

3. Higher Order Thinking Skills sebagai pemecahan masalah


(HOTS as problem solving)
Higher Order Thinking Skills sebagai pemecahan masalah
didefinisikan sebagai keterampilan mengidentifikasi masalah dan
menyelesaikan masalah menggunakan strategi yang nonautomatic.
Dengan kemampuan ini, maka siswa akan mampu menyelesaikan
permasalahan mereka sendiri dan bekerja dengan lebih efektif.

43
Kategori berpikir tingkat tinggi sebagai aktivitas pemecahan
masalah dijelaskan dalam dua penjelasan, yaitu:
a. Seorang siswa akan mengalami masalah ketika ia akan
mencapai tujuan pembelajaran karena ia tidak secara otomatis
mengetahui cara atau solusinya. Problemnya adalah bagaimana
mencapai tujuan yang diinginkannya. Karena ia tidak secara
otomatis mengetahui, sehingga ia harus menggunakan salah
satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan yang
dimaksud adalah keterampilan untuk memecahkan masalah.
b. Ketika menjelajahi hal baru, maka perlu mengingat informasi,
belajar dengan pemahaman, mengevaluasi ide secara kritis,
merumuskan alternatif kreatif, dan berkomunikasi secara
efektif, model penyelesaian masalah dapat diterapkan untuk
masing-masing masalah ini. Hal tersebut membantu siswa
terus belajar sendiri dan mandiri.

Dalam rangka menerapkan proses pemecahan masalah,


Stobaugh dalam Arifin Nugroho (2019) menawarkan sebuah
desain berpikir. Model yang ia sampaikan mampu memberi jalan
siswa dalam menyusun suatu struktur pemikiran dan desain solusi
permasalahan. Dengan desan ini, siswa melakukan proses kognitif
pada level kreasi. Desain yang ditawarkan Stobaugh, yaitu:

44
• mengidentifikasi peluang: mengidentifikasi masalah sekolah
atau masyarakat dan mengumpulkan informasi tentang
masalah tersebut.
• Desain: brainstorming solusi untuk maslaah dan ide penelitian
terbaik.
• Prototipe: mengidentifikasi bagaimana solusinya akan bekerja
dengan cara membuat sketsa atau prototipe.
• Mendapatkan umpan balik: meminta ahli untuk meninjau
pekerjaan dan memberikan umpan balik demi perbaikan.
• Skala dan penyebaran: merencanakan pelaksanaannya,
termasuk memperhatikan kemungkinan dibentuknya
subkelompok kerja untuk menyelesaikan tugas.
• Presentasi: mempresentasikan ide dalam seting otentik,
misalnya melalui skype atau tatap muka langsung dengan
siswa lain.
Mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan di dunia
pendidikan sekarang ini adalah menuntut bukan hanya
pembelajaran yang HOTS, tetapi juga diharapkan siswa dapat
mengerjakan soal-soal yang bermuatan HOTS. Oleh karena
itu Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas menyusun
Modul yang berjudul Penyusunan Soal Higher Order Thinking
Skills (HOTS) merekomendasikan soal-soal yang digunakan
pada berbagai bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru

45
menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut
ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS yaitu:

1. Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan


untuk memecahkan masalah (problem solving).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan
untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan
berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking),
kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil
keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern,
sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.
Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri
atas:
a. Kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang
berbeda;
c. Menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda
dengan cara-cara sebelumnya.
Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk
mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon
word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi,
tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak

46
termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal
HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang
tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses
pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya
juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan
konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam
pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun
kreativitas dan berpikir kritis.

2. Berbasis permasalahan kontekstual


Soal-soal HOTS merupakan penilaian yang berbasis situasi
nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik
diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan masalah.
Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat
dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan,
kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian
tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik
untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete),
menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu
pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
permasalahan dalam konteks nyata.

47
Johnson (2006) dalam bukunya Contextual Teaching and
Learning yang memperkenalkan model pembelajaran kontekstual
yaitu dimana pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
atau lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran kontekstual ini sangat
cocok untuk meningkatkan berpikir kritis atau bisa sebagai soal
yang termasuk kedalam Higher Order Thinking Skills. Johnson
menyebutkan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang
disingkat REACT diantaranya adalah:
a. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman
kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian
(exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik
untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam
kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta
didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model
pada kesimpulan konteks masalah.
e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta
didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan
dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.
Peran Soal HOTS dalam Penilaian Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Atas dalam Modul yang berjudul Penyusunan
Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) bertujuan untuk

48
mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dalam melakukan
penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal HOTS.
Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam
meningkatkan mutu Penilaian.

1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong


abad ke-21.
Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan
diharapkan dapat membekali peserta didik untuk memiliki
sejumlah kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21. Secara
garis besar, terdapat 3 kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada
abad ke-21 (21st century skills) yaitu:
a. Memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin
tahu, pantang menyerah, kepekaansosial dan berbudaya,
mampu beradaptasi, serta memiliki daya saing yang tinggi);
b. Memiliki sejumlah kompetensi (berpikir kritis dan kreatif,
problem solving, kolaborasi, dan komunikasi);
c. Menguasai literasi mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori.
Penyajian soal-soal HOTS dalam penilaian dapat melatih
peserta didik untuk mengasah kemampuan dan keterampilannya
sesuai dengan tuntutan kompetensi abad ke-21 di atas. Melalui
penilaian berbasis pada soal-soal HOTS, keterampilan berpikir
kritis (creative thinking and doing), kreativitas (creativity) dan

49
rasa percaya diri (learning self reliance), akan dibangun melalui
kegiatan latihan menyelesaikan berbagai permasalahan nyata dalam
kehidupan sehari-hari (problem-solving).

2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah.


Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan
soal-soal HOTS secara kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di
daerahnya masing-masing. Kreativitas guru dalam hal pemilihan
stimulus yang berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan
pendidikan sangat penting.
Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat
diangkat sebagai stimulus kontekstual. Dengan demikian stimulus
yang dipilih oleh guru dalam soal-soal HOTS menjadi sangat
menarik karena dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh
peserta didik. Sehingga peserta didik merasa terpanggil untuk ikut
ambil bagian untuk memecahkan berbagai permasalahan yang
timbul di daerahnya.

3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.


Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab
tantangan di masyarakat sehari-hari. Ilmu pengetahuan yang
dipelajari di dalam kelas, agar terkait langsung dengan pemecahan
masalah di masyarakat. Dengan demikian peserta didik merasakan
bahwa materi pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan
dapat dijadikan bekal untuk terjun di masyarakat.

50
Tantangan-tantangan yang terjadi di masyarakat dapat
dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam penilaian,
sehingga munculnya soal-soal berbasis soal-soal
HOTS, yang diharapkan dapat menambah motivasi belajar
peserta didik.

4. Meningkatkan mutu Penilaian.


Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab
soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis
dan kreatif.
Penilaian Higher Order Thinking Skills tidak hanya menilai
sekedar kognitif saja tetapi juga menilai keterampilan yang dimiliki
oleh siswa yaitu dengan penilaian autentik. Ciri-ciri penilaian
kontekstual yang berbasis pada penilaian autentik, adalah sebagai
berikut:
a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar
memilih jawaban yang tersedia;
b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam
dunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban
tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban
benar atau semua jawaban benar.

51
Pengembangan pembelajaran Critical thinking dan higher
order thinking skills merupakan suatu tuntutan dan perkembangan
zaman di abad 21 ini yang saat ini semua informasi dan tekhnologi
berkembang dengan pesat. Kemampuan berpikir kritis hanya dapat
diterima dan dikembangkan didunia pendidikan. Oleh karena itulah
dunia pendidikan menjadi salah satu alternatif untuk melatih dan
mengembangkan keterampilan berpikir kritis manusia Indonesia
melalui generasi penerus bangsa. Dengan keterampilan berpikir
kritis yang dilatih dan dikembangkan oleh dunia pendidikan maka
tujuan pendidikan Indonesia akan tercapai.

52
DAFTAR PUSTAKA

Bailin, S. Critical thinking and science education. Science &


Education, 11(4), 2002.
Bailin, S., Case, R., Coombs, J. R., & Daniels, L. B. Conceptualizing
critical thinking. Journal of Curriculum Studies, 31(3), 1999.
Barry, M. What skills will you need to succeed in the future? Phoenix
Forward (online). Tempe: AZ, University of Phoenix, 2012.
DirJen Dikdasmen Kemendikbud. Modul Penyusunan Soal Higher
Order Thinking Skill (HOTS). https://www.berkasedukasi.
com/2017/07/modul-penyusunan-soal-hots-sma.html
Emily R. Lai. Critical Thinking: A Literature Review. Research
Report. Always Learning. Pearson. 2011.
Fischer, S. C., Spiker, V. A., & Riedel, S. L. Critical thinking training for
army officers, volume 2: A model of critical thinking. (Technical
Report). Arlington, VA: U.S. Army Research Institute for the
Behavioral and Social Sciences, 2009.
Frydenberg, M., & Andone, D. Learning for 21 st Century Skills,
2011.
Garnison. D. R., Anderson, T. & Archer, W. Critical Thingking and
Computer Conferencing: A Model and Tool to Assess Cognitive
Presence. http://communitiesofinquiry.com/documents/Cogpres_
Final.pdf, 2001.

53
Halpern, D. F. Assessing the effectiveness of critical thinking
instruction. The Journal of General Education, 50(4), 2001.
Hidayah, Ratna dkk. Critical Thingking Skill: Konsep dan Indikator
Penilaian. Jurnal Taman Cendekia Vol. 01 No. 02 Desember
2017.
Johnson, Elaine B. Contextual Teaching and Learning. California:
Corwin Press, 2002.
Milton Keynes. Thinking Critically. United Kingdom: Thanet Press.
ISBN 978-0-7492-2920-7, 2008.
Molan, Benyamin. Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis. Jakarta: PT.
Indeks, 2019.
Moore, Brooke Noel and Richard Parker. Critical Thinking. New
York: McGraw-Hill, 2005.
Potter, Mary Lane. From Search to Research: Developing Critical
Thinking Through. Web Research Skills© Microsoft
Corporation, 2010.
Redecker, C., et al. The Future of Learning: Preparing for Change.
Luxembourg: Publications Office of the European Union,
2011.
Sternberg, R. J. Critical thinking: Its nature, measurement, and
improvement National Institute of Education. Retrieved from
http://eric.ed.gov/ PDFS/ED272882.pdf, 1986.
Tilaar, H. A. R. Pedagogik Kritis, Perkembangan, Substansi dan
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Wagner, T. Overcoming The Global Achievement Gap (online).
Cambridge, Mass: Harvard University, 2010.
Willingham, D. T. Critical thinking: Why is it so hard to teach?
American Educator, 2007.

54
PROFIL PENULIS

Linda Zakiah, S.Pd, M.Pd. Lulus S1 di Program Studi


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta tahun
2004, lulus S2 di Program Studi Teknologi Pendidikan,
Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta tahun 2014.
Pernah mengajar di Sekolah Menengah Pertama di
Jakarta dari tahun 2005 sampai tahun 2014. Saat ini,
adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta dari tahun 2015
sampai sekarang.

Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si. Lulus S1 di Program Studi


Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Jakarta tahun 2006, lulus S2 di
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia tahun 2009,
kemudian melanjutkan studi di jenjang S3 pada Program
Studi Teknologi Pendidikan, Pascasarjana, Universitas
Negeri Jakarta tahun 2017. Saat ini, adalah dosen tetap pada Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Jakarta dari tahun 2008 sampai sekarang. Aktif menulis di berbagai
prosiding seminar nasional maupun internasional, menulis buku teks,
maupun artikel jurnal ilmiah yang semuanya bertemakan Belajar dan
Pembelajaran. Selain mengajar, saat ini juga sebagai Evaluator Pembukaan
Program Studi dari Direktorat Kelembagaan, Kemenristekdikti dari tahun
2016 sampai sekarang.

55
Catatan:
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................

56
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai