Anda di halaman 1dari 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/361512556

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Chapter · June 2022

CITATIONS READS
0 2,781

2 authors:

Sentot Imam Wahjono Anna Marina Sentot


Universitas Muhammadiyah Surabaya, Indonesia Universitas Muhammadiyah Surabaya, Indonesia, Surabaya
1,626 PUBLICATIONS 8,451 CITATIONS 49 PUBLICATIONS 189 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Sentot Imam Wahjono on 24 June 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAHAN AJAR PO Pengambilan Keputusan 12

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

SENTOT IMAM WAHJONO

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


JUNI 2022
BAB 12
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat:

1. Membahas Peran Struktur Organisasi dalam Pengambilan Keputusan


2. Menjelaskan dan merinci 4 (empat) paradigma dalam teori pengambilan keputusan.
3. Mendiskusikan Aplikasi Pengambilan Keputusan pada Permasalahan Strategis.
4. Menjelaskan 4 (empat) model pengambilan keputusan strategis:
5. Mendiskusikan Pengambilan Keputusan dalam Kelompok

Sumber: https://www.google.com/search?q=decision+making&tbm=isch&ved
Pembuatan keputusan dalam organisasi menempati posisi strategis. Proses dan teknik
pembuatan keputusan yang benar akan mengarahkan organisasi pada jalur yang tepat dalam
mencapai tujuannya. Oleh karenanya pembuatan keputusan juga harus memperhatikan dimensi
hubungan manusiawi. Sebagai contoh, dalam hal bekerjasama, orang Cina lebih tertarik pada
komitmen yang sudah berlangsung lama dan jujur daripada kontrak yang tampaknya mulus
tanpa jebakan. Kebanyakan orang Cina percaya bahwa kontrak yang ditanda-tangani menandai
berakhirnya tahap pertama dalam hubungan bisnis, bukan persetujuan akhir. Dengan tanda-
tangannya, orang yang membubuhkan tanda-tangan pada kontrak apapun secara otomatis
mengakui dirinya sebagai “teman” dengan tanggung-jawab untuk membantu mempertahankan
persetujuan “win-win” bila ada kesulitan yang timbul. Itu dipandang bukan hanya perlu untuk
bisnis, tetapi juga masalah reputasi dan muka (kehormatan).
Pembuatan keputusan berhubungan dengan masalah. Suatu masalah muncul karena
keadaan sebenarnya berbeda dengan yang diharapkan. Dalam banyak hal masalah mungkin
adalah peluang yang tersembunyi. Proses penemuan masalah sering kali informal dan intuitif.
Empat macam situasi biasanya memberi peringatan kepada manajer tentang
kemungkinan adanya masalah yaitu:
1) deviasi dari pengalaman masa lalu,
2) deviasi dari rencana yang ditetapkan ,
3) orang lain sering kali memberi tahu masalah kepada manajer,
4) prestasi pesaing dapat juga menciptakan situasi pemecahan masalah.

Kesempatan yang dilewatkan menciptakan masalah bagi perusahaan, dan


kesempatan seringkali ditemukan pada saat mendalami masalah. Masalah adalah sesuatu yang
membahayakan kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuannya sedang kesempatan adalah
sesuatu yang menawarkan tantangan untuk melampaui tujuan.

Latar belakang dan keahlian manajer juga akan mempengaruhi apa yang mereka pandang
sebagai masalah dan kesempatan, banyak manajer yang menentukan masalah yang sama
dengan arti yang berbeda, oki beberapa pertanyaan ini perlu dijawab :
Kegiatan apa yang menjadi prioritas ?
Apakah masalah tersebut mudah ditangani?
Apakah masalah itu akan selesai dengan sendirinya kalau dibiarkan ?
Apakah ini keputusan yang akan saya buat ?

1. Peran Struktur Organisasi dalam Pengambilan Keputusan

Model organik dalam struktur organisasi merupakan struktur yang datar, menggunakan tim hirarkis
silang dan fungsional mempunyai formalisasi rendah, memiliki suatu jaringan informasi yang menyeluruh
dan mengandalkan pengambilan keputusan partisipatif. Faktor – faktor yang menentukan desain struktural
adalah strategi, ukuran, teknologi dan lingkungan.

Strategic- Decision-Making, yang merupakan proses pengambilan keputusan strategis di suatu


perusahaan sebagai usaha agar perusahaan sesuai dan mampu beradaptasi dengan lingkungan eksternal
(Segev, 1987; Hofer & Schendel, 1978). Dimana proses ini akan memiliki dampak yang sangat luas dan
fundamental terhadap aspek dan fungsi dari organisasi, dan mempengaruhi arah pengembangan organisasi,
dan mempengaruhi arah pengembangan organisasi, administrasi, and struktur perusahaan (Christensen et
al., 1982). Sehingga tidaklah mengherankan kalau inti dari proses manajemen strategis perusahaan adalah
proses pengambilan keputusan strategis (Eisenhardt & Zbaracki, 1992).

Prespektif yang mempengaruhi pembentukan model pengambilan keputusan strategis, yaitu teori
pengambilan keputusan. Karena memang, kebanyakan riset tentang proses pengambilan keputusan strategis
merupakan aplikasi teori pengambilan keputusan pada permasalahan strategis perusahaan. Dan
pembahasan berikutnya tentang perspektif yang berkembang dalam riset tentang proses pengambilan
keputusan strategis (Papadakis, Lioukas & Chambers, 1998). Salah satu model tentang Strategic – decision-
making adalah model yang dikembangkan oleh Sharivastava dan Grant (1985), dimana model ini sedikit
banyak mencerminkan perspektif yang berkembang dalam teori pengambilan keputusan.

2. Teori Pengambilan Keputusan

Terdapat 4 (empat) paradigma dalam teori pengambilan keputusan, yaitu : (1) model rasional, (2)
model organisasional, (3) model politik dan power, dan (4) model garbage can. Teori pengambilan
keputusan telah diperkaya dengan konsep – konsep di luar ilmu manajemen murni, disiplin ilmu lain seperti
psikologi membawa konsepnya ke dalam teori pengambilan keputusan seperti konsep tentang Cognitive
dan bias kognitif (Schwenk, 1984; Barnes, 1984), heuristic (March and Simon, 1958). Selain itu juga ilmu
politik juga mewarnai perkembangan dari teori pengambilan keputusan, dimana model pengambilan
keputusan dari kacamata politik berkembang di era 1950-an, di mana pada saat itu literatur tentang politik
terutama sistem pengambilan keputusan pemerintah di legislatif diadopsi ke dalam sistem pengambilan
keputusan di perusahaan (Eisenhardt & Zbaracki, 1992). Dan juga teori ekonomi telah memberikan
sumbangan sangat signifikan terhadap perkembangan model rasionalitas dalam pengambilan keputusan.

Model Rasional

Dalam model yang paling basic dalam pengambilan keputusan model rational, di mana dalam
perspektif ini diasumsikan bahwa setiap individu memiliki kesamaan perilaku terhadap tujuan yang ingin
dicapai. Dalam riset, perspektif ini digunakan oleh March dan Simon (1958) dan Allison (1971) dalam
membuat rational action.

Berdasarkan perspektif ini, si pengambil keputusan berada dalam situasi di mana si aktor
mengetahui secara persis tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya tujuan ini akan menentukan langkah –
langkah yang akan diambil guna mencapai tujuan. Si pengambil keputusan mendapatkan informasi dan
mengembangkan serangkaian kegiatan alternatif, lalu dari serangkaian alternatif dipilih alternatif yang
paling optimal.

Perspektif ini seringkali digunakan dalam proses pengambilan keputusan karena dua hal: (1) asumsi bahwa
actor pengambil keputusan adalah rasional, (2) bahwa setiap aktivitas yang akan diambil harus beralasan
logis. Tahapan proses pengambilan keputusan dalam perspektif ini mengikuti tahapan seperti : (1) formulasi
masalah, (2) menemukan semua alternatif pemecahan masalah secara logis, (3) mengevaluasi setiap
alternatif pemecahan berdasarkan tujuan yang hendak di capai, dan (4) pemilihan solusi yang paling
optimal. Perspektif ini berkembang dengan dimasukkannya variabel kognitif dalam memahami rasionalitas
aktor pengambil keputusan, namun studi yang dilakukan oleh Simon (1957), Lindblom (1959), Cryt dan
March (1957) menunjukkan bahwa asumsi yang digunakan untuk membangun perspektif rasionalitas dalam
kognitif aktor pengambil keputusan tidak semuanya tepat dan mereka menyangkal konsep ekonomi klasik
Hobession bahwa perilaku aktor akan selalu value – maximizing. Bahwa ternyata kognitif dari aktor
pengambil keputusan adalah terbatas (Cyrt & March, 1963; Carter, 1971; Anderson, 1983) dan karena
keterbatasan proses kognitif ini, biasanya si aktor pengambil keputusan menggunakan ‘heuristic’ dalam
memproses informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan (Fischoff & Lichtenstein, 1977,
March & Simon, 1958) yang tidak jarang hal ini akan memunculkan bias cognitive (Barnes, 1984, Schwenk,
1988; Strabuck an Miliken, 1988) dan oleh karena itu maximizing sulit dicapai. Di bawah ini terdapat tabel
bias kognitif dan efeknya terhadap pengambilan keputusan (Schwenk, 1985).

Model Organisasional

Model ini merupakan pengembangan dari model rasional dimana dalam pengambilan keputusan,
kognitif dari faktor pengambil keputusan adalah terbatas dan aspek – aspek organisasilah yang akan
menutupi keterbatasan ‘kognitif dan membentuk ‘ kognitif aktor pengambil keputusan . Aspek – aspek itu
bisa standar operation prosedure (Allison, 1971), rutinitas dalam organisasi dan tidak seperti model
‘rasional’, dimana tahapan pengambilan keputusan adalah sequential, dalam proses perspektif ini proses
pengambilan keputusan tidaklah sequential (Mintzaberg et al., 1976). Dan linieritas dari proses
pengambilan keputusan adalah kontekstual (Nutt, 1984).

1. PENGAMATAN SITUASI 2. KEMBANGKAN ALTERNATIF

 Definisikan masalah  Cari alternatif secara


 Diagnosis penyebabnya kreatif
 Tentukan tujuan  Jangan mengevaluasi
keputusan dulu

4. IMPLEMENTASIKAN KEPUTUSAN 3. MENGEVALUASI ALTERNATIF


dan MONITOR HASIL dan MEMILIH yang TERBAIK
 Rencanakan Implementasi
 Implementasikan Rencana
 Evaluasi Alternatif
 Monitor Implementasi dan
 Pilih Alternatif terbaik
buat Penyesuaian yang perlu

Gambar 12.1. Model Rasional Pengambilan Keputusan


Dalam perspektif ini lebih melihat bahwa aspek organisasi memberikan dan menentukan proses
pengambilan keputusan seperti size organisasi mempengaruhi rasionalitas dalam pengambilan keputusan
(Mitzberg & Waters, 1982). Pendekatan ini juga melihat bahwa organisasi memberikan andil dalam
pembentukan karakter, perilaku, kondisi psikologis, dan cognitive maps dari aktor pengambil keputusan.
Organisasi mempengaruhi perilaku anggotanya melalui serangkaian proses seperti; (1 departmentalisasi
unit kerja, (2) prosedur kerja, (3) otoritas hirarki dalam struktur, (4) komunikasi, (5) identitas dan loyalitas.
Inti dari perspektif ini melihat bahwa organisasi terdiri dari banyak unit kerja, dimana masing – masing unit
memiliki peraturan dan prosedur yang berbeda, yang membentuk persepsi dan perilaku dari para
anggotanya. Dan unit – unit kecil ini memiliki kontribusi terhadap tujuan perusahaan. Ketika seorang
individu menyatakan menjadi anggota suatu organisasi, maka dia akan dipengaruhi oleh ke- 5 hal diatas
dalam pengambilan keputusan.

Manajer yang memberi bobot pilihan yang tersedia dan menghitung tingkat risiko optimal
disebut menggunakan model rasional pembuatan keputusan. Model ini amat berguna dalam
membuat keputusan tidak terprogram. Konsep ini membantu manajer melangkah lebih jauh dari
sekedar memberi alasan apriori, asumsi bahwa sudah ada penyelesaian yang jelas dan hanya
menunggu untuk ditemukan.
Proses mendasar dari pembuatan keputusan rasional menyangkut 4 tahap yaitu :
1. Pengamatan Situasi
2. Kembangkan Alternatif,
3. Mengevaluasi Alternatif dan Memilih yang baik,
4. Implementasikan Keputusan dan Monitor Hasil.

Dalam gambar 12.1, pengambilan keputusan melalui proses seperti; (1) mendefinisikan masalah
yang muncul ketika organisasi menganalisis informasi yang berkembang dengan tujuan awal organisasi,
(2) masalah akan di break – down dan dibagi – bagi ke masing – masing unit berdasarkan tugas masing –
masing, (3) masing – masing unit akan mengolah masalah berdasarkan prosedur yang ada di dalamnya, (4)
kemudian masing – masing unit menetapkan pemecahan masalah, (5) pemecahan secara organisasi (global)
merupakan gabungan pemecahan masalah dari masing – masing unit.
Model Politik dan Kekuasaan

Akar dari perspektif politik dalam pengambilan keputusan adalah ilmu politik. Perspektif ini
melihat bahwa para pengambil keputusan memiliki tujuan yang berbeda – beda, mereka bekerja sama
melalui proses koalisi dan preferensi dari aktor yang memiliki pengaruh yang paling besar yang akan
menang. Awalnya perspektif ini digunakan untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan di lembaga
legislatif, dimana para faktor saling beradu argument dan interes, pembentukan koalisi dan pemenang
(Eisenhardt & Zbarack, 1992).

Inti dari perspektif ini adalah proses di mana konflik muncul dari aktor yang saling mengamankan
dan memperjuangkan preferensinya, keputusan akan mengikuti keinginan dan pilihan dari aktor yang paling
berpengaruh/ berkuasa (March, 1962, Salancik dan Prefer, 1974). Karena siapa yang memiliki kekuasaan
maka itulah yang akan menentukan keputusan, maka para aktor akan berusaha untuk mengubah struktur
kekuasaan melalui taktik politik seperti Coalition, Cooptation, manipulasi informasi, dan penggunaan ahli
dari luar.

Perspektif yang melihat bahwa organisasi adalah sistem politik (kumpulan aktor yang memiliki
confuting goals), telah didukung oleh serangkaian studi (Allison, 1971; Pettigrew. 1985, Eisenhardt dan
Bourgeois, 1989). Masing – masing aktor memiliki tujuan sendiri – sendiri dan mengontrol resources yang
berbeda – beda (otoritas, status, capital waktu, sumber daya manusia, ide, informasi). Organisasi
diasumsikan tidak memiliki tujuan yang pasti tujuan organisasi merupakan hasil dari interaksi para aktor.
Dan coalition cooptation, konflik, manipulasi merupakan hal yang wajar dalam perspektif ini. Konflik akan
sering muncul karena masing – masing aktor memiliki preferensi yang berbeda dan mengontrol recources
yang berbeda juga. Padahal dalam implementasi keputusan membutuhkan dukungan dari banyak resources.

Studi dari Pfefer dan dan Salancik (1974) menganalisis proses budgeting dari universitas adalah
cerminan dari model politik. Mereka menemukan bahwa masing – masing kepala departemen saling
mempengaruhi proses pembagian ‘budget’ dan melakukan sesuatu di luar rasionalitas dari para mahasiswa.

Model “Garbage Can”

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Cohen, Marc dan Olsen (1972), bahwa keputusan dalam
suatu organisasi terjadi dengan tidak sengaja atau kebetulan. Teori ini merupakan reaksi dari model rasional
dan model politik, yang menurut mereka memiliki banyak kelemahan terutama dalam memahami proses
pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks, tidak stabil dan dalam dunia yang ambiguous.
Organisasi dalam model ini adalah yang didefinisikan sebagai organized anarchies (Cohen et al.,
1972) dan organisasi dicirikan dengan; (1) ketidakkonsistenan dan sulitnya mendefinisikan prefensi dari
aktor pengambil keputusan, mereka biasanya menemukan dan menentukan preferensi setelah melalui
serangkaian aktivitas yang kemudian menjadi pilihan mereka. (2) dalam organisasi ini tidak memiliki
teknologi (dalam arti luas) yang jelas, masing – masing anggota organisasi mendapatkan knowledge melalui
proses pembelajaran trial and error (3) organisasi ini dicirikan oleh bentuk partisipasi yang bebas, dimana
para aktor bebas datang dan persegi selama proses pengambilan keputusan.

Perbandingan dengan model rasional dan politik, model ini lebih mengutamakan aspek kesempatan
dan peluang, apa yang akan diputuskan sangat tergantung dari waktu dan luck dan keputusan itu sendiri
memiliki karakter yang tidak jelas. Dan inti dari model ini adalah keputusan merupakan hasil dari bauran
orang yang memiliki pengaruh, masalah, solusi dan pilihan kesempatan.

3. Aplikasi pada Permasalahan Strategis

Chandler (1962) mendefinisikan strategy sebagai the determination of the basic long term goals
and objectives of an enterprise, and the adoption of course of action and the allocation of resources
necessary for carrying out these goals dan apa yang seharusnya dilakukan untuk menghubungkan
organisasi dengan lingkungan adalah ‘strategy making’ (Segev, 1987). Hofer dan Schendel (1978)
menyatakan hal serupa bahwa strategi adalah ‘the basic characteristic of the match on organization
achieves with environment.

Pada level Corporate, strategi adalah proses seleksi pasar, industri dan alokasi resources di
Strategic Business Unit (SBU). Pada level SBU, strategi diidentifikasikan sebagai metode kompetitif yang
dapat memberikan distinctive competence kepada suatu organisasi yang sesuai dengan lingkungan
(Andrew, 1971; Hofer & Schendel, 1978, Rumelt 1974) strategy merupakan hasil dari serangkaian aktivitas
decision making dan aktivitas sentral dari proses strategi proses pengambilan keputusan strategis.

Mintzberg Raisinghani dan Thoret (1976) mendifinisikan keputusan strategi sebagai sesuatu yang
penting dalam hal aktivitas yang dilakukan dan komitmen terhadap resources perusahaan Top manajemen
biasanya memainkan peranan yang penting dalam pengambilan keputusan yang melibatkan long – range
planning putusan strategis memiliki dampak yang sangat luas dan mendasar dalam organisasi,
mempengaruhi dan mengarahkan, secara administratif, suatu struktur. Keputusan ini merupakan jawaban
dari lingkungan dikenal yang menciptakan peluang strategis. Keputusan strategis berkenaan dengan
masalah yang sangat kompleks, dan saling ketergantungan yang dihadapi oleh organisasi.
Literatur mengenai proses pengambilan keputusan strategi awalnya sangat dipengaruhi oleh model
rasional dan sangat normative. Penerapan prosedur secara komprehensif dengan tahapan – tahapan aktivitas
digunakan dalam setiap proses formulasi strategi perusahaan. Tahapan – tahapan ini meliputi identifikasi
misi perusahaan, penentuan tujuan dan identifikasi spesifikasi strategis dari produk dan pasar.

Riset pada pengambilan keputusan strategis memacu pada perspektif individual decision
perspective, strategic, or management choice, basic perspective; an individual decision perspective,
strategic or management choice, environmental determines, and firm characteristics and resources
availability perspective (Paradakis, Lioukas & Chambers, 1998).

The Decision Perspective

Dalam perspektif ini, menyebutkan bahwa tipe dan karakteristik dari keputusan akan
mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan Riset mengenai pengambilan keputusan secara kognitif
menyatakan bahwa dengan kondisi internal dan eksternal yang sama, yang mempengaruhi pengambilan
keputusan, akan diterjemahkan secara berbeda oleh para manajer dalam organisasi yang berbeda ataupun
dalam organisasi yang sama (Dean & Sharfman, 1993, Dutton, 1993). Telah dibuktikan bahwa kalau
keputusan diterima sebagai krisis maka aksi yang diambil akan berbeda kalau keputusan dianggap sebagai
peluang bagi organisasi (Jackson & Dutton, 1988. Milburn, Schuler & Wathman, 1983).

Riset tentang karakteristik dari keputusan terhadap proses pengambilan keputusan dalam organisasi
sangatlah terbatas (Papadakis & Lioukas, 1996; Rajagopalan, 1993). Kebanyakan riset yang meneliti
bagaimana karakteristik dari keputusan mempengaruhi proses pengambilan keputusan secara keseluruhan.

The Environment Determinism Perspective

Berdasarkan perspektif ini proses pengambilan keputusan dan keputusannya itu sendiri merupakan
penterjemahan dari peluang, ancaman, tantangan dan karakteristik lain dari lingkungan bisnis. Peran dari
top manajemen hanya menajalankan dan proses adaptasi semata. Hannan dan Freeman (1977) dan Aldrich
(1979) melangkah lebih dalam dengan konsep seleksi alam terhadap organisasi; lingkungan akan
menentukan siapa yang akan bertahan, sedangkan top manajemen adalah agen pasif dengan sedikit
pengaruhnya terhadap perkembangan organisasi. Sedikit riset yang dapat ditemukan tentang bagaimana
faktor lingkungan mempengaruhi proses pengambilan keputusan strategi (Fredrickson, 1984; Eisendhart,
1980; Juge & Miller, 1991). Fredrickson dan Laquinto (1989) menyatakan bahwa perusahaan yang
beroperasi pada lingkungan yang berubah sangat cepat akan lebih rasional dalam proses pengambilan
keputusan strategis. Dalam kondisi seperti itu dimana lingkungan bisnis berubah sangat cepat maka dirasa
penting untuk mengembangkan media yang menyediakan informasi intelligent dalam proses pengambilan
keputusan strategis (Lenz and Engledow, 1984; Klein, 1979; Miller and Friesen, 1983). Dan perusahaan
yang mampu menyediakan informasi tentang variabel – variabel lingkungan akan dapat lebih berhasil untuk
bertahan dalam jangka panjang (Bourgeos, 1978).

The Firm Characteristic and Resources Avaliability Perspective

Perspektif ini menjelaskan bahwa faktor internal perusahan seperti sistem internal performance
perusahaan size, corporate control (ownership) mempengaruhi proses pengambilan keputusan strategis
dalam suatu organisasi. Sistem internal dalam organisasi (sistem perencanaan formal), tidak hanya
mempengaruhi aliran informasi dalam tingkatan hirarki organisasi, tapi juga menentukan bentuk dan
konteks interaksi dari manusia dalam organisasi dan selanjutnya akan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan strategis perusahaan. Riset yang menggabungkan antara performance yang telah lewat dengan
proses pengambilan keputusan strategis sangatlah terbatas (Rajagopalan, 1993). Kebanyakkan riset
menghubungkan antara performance dengan content of strategy, perencanaan, dan proses formulasi
strategi, ketimbang proses demi putusan strategis. Besaran perusahaan (size) juga berpengaruh secara
significant dalam konteks putusan strategis dan size berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan
strategis. Beberapa studi tentang corporate control menyatakan peranan yang sangat penting terhadap
proses pengambilan putusan strategis. Dan jenis dari kepemilikan dan tipe kontrol dewasa ini telah banyak
menarik perhatian, terutama dalam banyak literatur konsep crop-rate governance.

4. Strategic – Decision Model

Teori organisasi mengungkapkan proses putusan tidak sepenuhnya rasional, karena hanya
keterbatasan kognitif para manajer dalam memproses informasi dan adanya barrier dalam proses learning.
Perspektif awal yang berkembang adalah proses pengambilan keputusan strategis mengikuti proses
sequential, pada hirarki organisasi dan melalui proses bargaining antar aktor dalam lingkungan yang
dicirikan atas tingginya tingkat ketidakpastian dan kompleks. Namun Mintzberg et all., (1976) dalam
studinya menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan strategis tidak terjadi secara sequential Nutt
(1984) meneliti proses pengambilan keputusan menyatakan bahwa model rasional adalah valid, tapi
prosesnya tidak mengikuti proses pengambilan keputusan menyatakan bahwa model rasional adalah valid,
tapi prosesnya tidak mengikuti proses sederhana. Hickson et al (1986) yang mempelajari proses
pengambilan keputusan strategis di 150 perusahaan di Inggris menunjukkan bahwa liniaritas proses ini
sangat tergantung kepada seberapa kompleks situasi dan interaksi politik dalam pengambilan keputusan.

Miller (1987) menyatakan bahwa model yang paling sering digunakan untuk menggambarkan
proses pengambilan keputusan adalah model rasional, interaksi dan assertivenes, proses rasional
diterjemahkan dalam mekanisme sistematis, perencanaan jangka panjang, sementara interaksi dicirikan
dengan keterlibatan proses politik, tawar menawar dan konsensus penentuan tujuan bersama dan assertive
adalah proses proaktif dan sarat dengan risiko. Mintzberg (1973) menyatakan terdapat tiga bentuk proses
pengambilan keputusan strategis, yaitu; entrepreneurial, adaptive, perencanaan yang kemudian ditambah
dengan, perencanaan, yang kemudian ditambah dengan bargaining model (Mintzeberg, 1983). Bentuk
pengambilan keputusan secara entrepreneurial mengacu kepada pencarian opportunity, risiko dan
pengambilan keputusan oleh pemimpin. Proses adapatif lebih melihat
bahwa proses pengambilan keputusan untuk
memenuhi preferensi dari stakeholder. Pada proses Proses pengambilan keputusan
perencanaan, melihat bahwa pembuatan strategi strategis adalah proses yang terjadi
melalui proses formal dan bargaining model di tingkat organisasi yang
melibatkan serangkaian aktivitas
mencerminkan proses politik dari faktor yang
organisasi dalam formulasi misi
memiliki conflicting goals. strategis dan tujuan. Proses ini
melibatkan proses analisis,
Proses pengambilan keputusan perencanaan, pengambilan aspek
strategis adalah proses yang terjadi di tingkat lainnya seperti budaya organisasi,
organisasi yang melibatkan serangkaian sistem nilai, dan visi perusahan

aktivitas organisasi dalam formulasi misi strategis dan


tujuan strategis (Dess, Lumpkin & Covin, 1997). Proses
ini melibatkan proses analisis, perencanaan, pengambilan aspek
lainnya seperti budaya organisasi, sistem nilai, dan visi perusahan (Hart, 1992).
Aplikasi teori pengambilan keputusan pada permasalahan strategis memunculkan banyak model, salah
satunya model pengambilan keputusan strategis yang dikembangkan oleh Shirvasava dan Grant (1985),
dimana terdapat 4 (empat) model pengambilan keputusan strategis:

1. Managerial Autocracy Model (MAM)


Dalam model ini seorang pemimpin kunci (CEO, manajer, Board of Director) memainkan peranan
sentral dalam pengambilan keputusan strategis. Dan hanya sedikit orang (biasanya bawahan
langsung) berpartisipasi dalam penyediaan informasi (baik teknik maupun finansial) kepada aktor
kunci. Dalam model ini titik berat pengambilan keputusan adalah personal intuitive personal
judgment dan sangat kecil sekali keterlibatan sistem manajemen dalam mengevaluasi alternatif.
Pilihan akhir dan keputusan yang akan diambil sangat tergantung dari akhir kunci dan ia
bertanggung jawab penuh atas implementasi keputusan tersebut.

2. Systemic Bureaucracy Model (SBM)


Model ini mengacu kepada sistem organisasi dan peraturan menentukan aktivitas, aliran informasi
dan interaksi antar aktor yang membentuk proses pengambilan keputusan strategis. Bahkan
lingkungan eksternal seperti pemerintah sistem perbankan, struktur pasar dan persaingan serikat
buruh, mempengaruhi dan memberikan andil dalam penyediaan informasi dalam setiap tahapan
proses pengambilan keputusan strategis. Proses pemecahan masalah dalam model ini berlandaskan
kepada sistem operasional prosedur yang ada, meskipun terdapat kekurangan dari prosedur yang
dimaksud termasuk analisis teknik keuangan dan ‘costbenefit’, implementasi perencanaan formal
dan persetujuan dari top manajemen. Model SBM seringkali ditemui dalam perusahaan besar yang
berada dalam struktur industri ‘mature’ dan ‘regulated industry’, dan juga sering ditemui dalam
State – Own – Entreprise (BUMN).

3. Adaptive Planning Model (APM)


Dalam model ini, perusahan menggunakan perencanaan jangka panjang sebagai patokan dalam
pengambilan keputusan (computerization decision). Biasanya perencanaan ini terdiri dari banyak
tahapan, dan dalam model ini peranan MIS (Management Information System) dalam penyediaan
data an informasi dalam setiap tahapan sangat penting. Model ini memungkinkan adanya
modifikasi dari setiap tahapan dalam perencanaan jangka panjang, berdasarkan perubahan
lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Dan keputusan stretegis membutuhkan dukungan
dari sistem ‘learning’ dalam organisasi perusahaan.

4. Political Ecpediency Model (PEM)


Model ini menekankan aspek politik dalam proses pengembalian keputusan strategis, dimana
terdapat banyak grup dan individu dalam suatu organisasi perusahaan yang berusaha mengamankan
kepentingan masing – masing. Proses pencarian keputusan meliputi dua level, pemilihan keputusan
dalam grup kecil dan rasionalisasi keputusan melalui proses negoisasi antara manajer menengah
dan top manajer untuk ditetapkan keputusan akhir. Peranan individu melebur dalam proses koalisi
untuk memperkuat ‘bargaining power’, dan masing – masing, knowledge dan pengalaman untuk
menghasilkan keputusan kecil yang merupakan input dari proses pengambilan keputusan strategis
secara keseluruhan.

5. Pengambilan Keputusan dalam Kelompok


Terdapat keuntungan dan kerugian dalam pengambilan keputusan dalam kelompok. Gambar 12.2.
di bawah ini menunjukkan bahwa terdapat 4 keuntungan dan 4 kerugian bila pengambilan keputusan
dilakukan dalam kelompok.

Advantages Disadvantages

 More Diversity of Views  Dominant Individuals

 Increased information  Unclear Responsibility

 Higher-quality decisions  Time and money costs

 Improved Commitment  Conformity pressures

Gambar 12.2. Keuntungan dan kerugian Pengambilan Keputusan dalam Kelompok

Keuntungan:

 Mendapat lebih banyak sudut pandang yang beragam


 Meningkatkan informasi
 Kualitas Keputusan lebih tinggi
 Meningkatkan komitmen

Kerugian:

 Potensi didominasi individu


 Tanggung jawab tidak jelas
 Makan waktu dan biaya
 Ada tekanan konformitas (kesuaian)
Pandangan bahwa pengambilan keputusan dua kepala atau lebih akan lebih jauh efektif dari pada
pengambilan keputusan hamya oleh satu kepala. Demikian pula dengan pengambilan keputusan organisasi,
kenyataannya bahwa keputusan dalam organisasi diambil oleh kelompok, tim, atau komite. Untuk
membahas pengambilan keputusan kelompok, kita akan mengkaji keunggulan dan kelemahannya sebagai
berikut:

1) Keuntungan pengambilan keputusan kelompok

1). Kelompok menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap, dengan cara
mengumpulkan data dan informasi melalui sejumlah individu sebagai bahan masukan dalam
proses pengambilan keputusan.
2). Peningkatan keanekaragaman pandangan, dalam rangka membuka peliang untuk lebih banyak
pendekatan dan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Hal ini dibuktikan bahwa sebua
kelompok hampir selalu akan berkinerja baik dari pada bekerja individu.
3). Menghasilkan keputusan bermutu yang lebih tinggi.
4). Peluang penerimaan pemecahan masalah berdasarkan keputusan kelompok jauh lebih efektif
dari pada pengambilan keputusan secara individu.
2). Kelemahan pengambilan keputusan kelompok

1). Proses pengambilan keputusan menyita waktu yang panjang.


2). Ada peluang atau kecenderungan tekanan konformitas dalam kelompok.
3). Hasrat dari anggota-anggota kelompok untuk diterima dan dianggap sebagai suatu asset bagi
kelompok itu dapat mengakibatkan dihentikannya setiap ketidak sepakatan yang muncul.
4). Keputusan kelompok dapat didominasi oleh satu atau beberapa orang. Jika koalisi dominan ini
terdiri atas anggota dengan kemampuan rendah atau sedang, maka keefektifan seluruh
kelompok akan menderita.

Untuk menilai keunggulan dan kelemahan pengambilan keputusan kelompok ini, akan dikaji dari
aspek keefektifan pengambilan keputusan. Terhadap pembahasan ini, akan sangat tergantung dari sudut
pandang keefektifan itu sendiri. Jika dilihat keefektifan dari aspek percepatan waktu, maka pengambilan
keputusan individu yang tunggal. Namun, jika keefektifan dikaji dari aspek kualitas dan peluang
penerimaan keputusan, maka yang labih unggul ialah pengambilan keputusan kelompok. Sementara jika
keefektifan dikaji dari aspek efesiensi, maka pengambilan keputusan individu kembali unggul dari pada
pengambilan keputusan kelompok.
Teori pengambilan keputusan strategis tidak berdiri sendiri, artinya terdapat banyak bukti bahwa
disiplin ilmu lain turut memperkaya perkembangan teori pengambilan keputusan strategis. Dimulai dari
pengaruh ilmu ekonomi klasik. Yang mengasumsikan bahwa para aktor bertindak secara rasional dan
berusaha untuk maximizing telah mewarnai model rasional dalam pengambilan keputusan strategis adalah
Simon (1957) yang mengungkapkan bahwa rasionalitas (kognitif) individu memiliki keterbatasan dalam
memproses semua informasi yang ditangkap.

Pendekatan yang lebih melihat aspek psikologis dalam struktur kognitif manusia, mulai saat itu
banyak mewarnai penelitian tentang proses pengambilan keputusan strategis. Aliran ini bermuara kepada
model organisasional dimana keterbatasan kognitif ditutupi oleh aspek – aspek organisasi, misalnya
prosedur organisasi (Allison, 1971). Ilmu politik juga memberikan kontribusi yang penting dalam
pengembangan teori pengambilan keputusan strategis, yang memunculkan model politik dan power .Tidak
hanya berhenti sampai di sini Cohen, March dan Olsen (1972) berangkat dengan kekurangan model rasional
dan politik, mengembangkan model garbage can, yang lebih melihat bahwa keputusan, strategis
perusahaan terjadi secara kebetulan dan memulai trial and error.

Masing – masing model memiliki asumsi sendiri – sendiri dan tidak ada satu teori yang bisa
memuaskan segala situasi (contingency). Efektivitas dari aplikasi masing – masing model dalam dunia
nyata sangat tergantung dari banyak aspek, seperti aspek lingkungan organisasi perusahaan, resource,
intervensi kekuatan luar ke dalam sistem governance perusahaan. Bahkan penggunaan model pengambilan
keputusan startegis yang sama pun bukan menjamin efektifitas hasil yang didapat akan sama. Karena
masing – masing organisasi perusahaan memiliki ciri khas yang berbeda – beda (budaya perusahaan
misalnya), sehingga ada baiknya sebelum pemilihan model mana yang paling sesuai dengan organisasi
perusahaan, dimulai dengan analisis lingkungan internal maupun eksternal dan dikombinasikan dengan
arah dan tujuan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahjono, Sentot Imam. 2022. Manajemen dan Peran Manajer, Bahan Ajar Manajemen. Penerbit:
ResearchGate.
https://www.researchgate.net/publication/359826922_MANAJEMEN_DAN_PERAN_M
ANAJER_BAHAN_AJAR_MANAJEMEN
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Wardhana, Andi. Darmawan, Akhmad. 2019. Pengantar
Manajemen. Penerbit RajaGrafindo, Jakarta, Indonesia.
Wahjono, Sentot Imam. Harnida Hanim binti Abdul Hamid, Adillah Mohd. Din, Hasan Saleh,
2014. Management Practices is Not Important for Women Entrepreneurs in Family
Business while Enhance Their Business Performance: Evidence from Melaka, Malaysia.
Paper presented at International Conference on Business and Economics 2014
(ICBE2014), Universitas Andalas, Padang, Indonesia, 22-23 October 2014.
Wahjono, Sentot Imam. Milal, Dzo’ul. Marina, Anna. Harryono, Sumadji. 2013. Transformational
Leadership at Muhammadiyah Primary Schools on Emotional Intelligence: Forward Bass
& Avolio Theory. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM), e-ISSN: 2278-
487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 12, Issue 2 (Jul.-Aug. 2013) pp 33-41. DOI:
10.9790/487X-1223341. Link: http://www.iosrjournals.org/iosr-jbm/papers/Vol12-
issue2/F01223341
Wahjono, Sentot Imam (2011) Pola suksesi internal pada perusahaan keluarga (studi pada
tiga perusahaan keluarga etnis Jawa, Cina, dan Pendalungan di Jawa Timur) / Sentot
Imam Wahjono. Doctoral thesis, Universitas Negeri Malang.
http://repository.um.ac.id/64748/
Wahjono, Sentot Imam. 2008. Manajemen, Tata Kelola Organisasi Bisnis. Indeks Publisher,
Jakarta.
Wahjono, Sentot Imam. 2008. Peran Kepemimpinan pada keberhasilan perusahaan keluarga.
Jurnal Balance. Vol. 5, No. 01. Pp 1-25. ISSN: 1693-9352. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/balance/ article/view/ 705/523
Wahjono, Sentot Imam. 2007. Pengaruh Perilaku Pemimpin Transformasional Otentik terhadap
Kecerdasan Emosional dengan Variabel Intervening: Kesamaan Nilai, Kepercayaan, dan
Rasa Kagum Guru dan Karyawan di Sekolah-sekolah Muhammadiyah. Utilitas, Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ISSN: 0854-47610, Vol. XV No. 2 Juli
2007. Accredited by Directorate General of Higher Education, Ministry of National
Education, Indonesia (Dikti) No.: 23a/DIKTI/Kep/2004. pp: 177-196.
https://www.researchgate.net/ publication/292138559
Wahjono, Sentot Imam. 2007. Pengaruh Perilaku Pemimpin Transformasional Otentik terhadap
Kepuasan Kerja dengan Variabel Intervening: Kesamaan Nilai, Kepercayaan, dan Rasa
Kagum Guru dan Karyawan di Sekolah-sekolah Muhammadiyah. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Airlangga, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, p-ISSN: 2338-2686. E-
ISSN: 2597-4564. Vol 17, No. 1, April 2007. DOI:
10.20473/jeba.V17I12007.4212. Accredited by Directorate General of Higher Education,
Ministry of National Education, Indonesia (Dikti) No: 55/DIKTI/Kep/2005. pp: 16-35.
Link: https://ejournal.unair.ac.id/JEBA/ article/view/4212/2852

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai