Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu :
KELOMPOK 10
Disusun oleh:
KOTA CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aliran
Filsafat Pendidikan Progresivisme” tepat waktu.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini .
05 Desember 2023
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.3 Tujuan 2
BAB II 4
PEMBAHASAN 4
2.1 Progresivisme 4
BAB III 22
PENUTUP 22
3.1 Kesimpulan 22
DAFTAR PUSTAKA 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk manusia menjadi
pribadi cerdas, bermoral, dan bertanggung jawab. Melalui pendidian seseorang dapat
mengembbangkan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan secara optimal. Dalam
Undang-Undang no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks ini, pendidikan nasional Indonesia
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Disamping
itu, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berkaitan dengan persoalan tersebut terdapat salah satu aliran dalam filsafat
pendidikan yang mendukung adanya perubahan dalam pelaksanaan pendidikan.
Aliran filsafat yang dimaksud adalah progresivisme. Aliran ini merupakan sebuah
gerakan yang menentang pelaksanaan pendidikan secara tradisional seperti halnya
1
aliran esensialisme dan perenialisme. Aliran progresif mendukung adanya
pelaksanaan pendidikan yang dipusatkan pada peserta didik dan megembangan
berbagai kemampuannya sebagai bekals menghadapi kehidupan sosual di
lingunagnnya. Sejalan dengan itu Jalaluddin dan Abdullah Idi (2012:83) menjelaskan
bahwa filsafat progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah
manusia, yakni kekuatan yang diwariskan manusia sejak lahir (man's natural
powers). Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa manusia sejak lahir telah
membawa bakat dan kemampuan atau potensi dasar, terutama daya akalnya,
sehingga manusia akan dapat mengatasi segala problematika hidupnya, baik itu
tantangan, hambatan, ancaman maupun gangguan yang timbul dari lingkungan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya
bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata
progresif diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang;
dan bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif dapat
dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula istilah
progresivisme dikaitkan dengan kata progress, yaitu kemajuan. Artinya
progresivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang
mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain mengatakan
bahwa progresivisme sebuah aliran yang menginginkan kemajuan-kemajuan secara
cepat (Muhmidayeli, 2011:151)
3
Progresivisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan modern.
Menurut John S. Brubacher sebagaimana dikutip Jalaludin dan Abdullah Idi (2012:82)
aliran progresivisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John
Dewey (1859-1952) yang menitik beratkan pada segi manfaat bagi hidup praktis.
Artinya, kedua aliran ini sama-sama menekankan pada pemaksimalan potensi
manusia dalam upaya menghadapi berbagai persoalan kehidupan sehari-hari. Di
samping itu, kesamaan ini didasarkan pada keyakinan pragmatisme bahwa akal
manusia sangat aktif dan ingin selalu meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja
menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris
(Uyoh Sahdulla, 2003:120).
4
cepat praktik pendidikan menuju ke arah yang positif. Dengan kata lain, pendidikan
harus mampu membawa perubahan pada diri peserta didik menjadi pribadi yang
tangguh dan mampu menghadapi berbagai persoalan serta dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, progresivisme sangat
menghendaki adanya pemecahan masalah dalam proses pendidikan.
5
Johann Heinrich Pestalozzi, seorang pembaharuan pendidikan Swiss pada abad
19, menyatakan bahwa pendidikan seharusnya lebih dari pembelajaran buku, dimana
merangkul keseluruhan bagian pada anak emosi, kecerdasan, dan tubuh anak.
Pendidikan lama, menurut Pestalozzi, seharusnya dilakukan di sebuah lingkungan
yang terikat secara emosional dengan anak dan memberikan keamanan pada anak.
Pendidikan tersebut seharusnya juga dimulai di lingkungan anak sejak dini dan
melibatkan indera anak pada benda-benda di sekelilingnya.
6
harus dapat memberikan kebermanfaatan bagi peserta didik, terutama dalam
menghadapi persoalan yang ada di lingkungan masyarakat.
2). Segala jenis pengajaran hendaknya mengacu pada minat anak, yang
dirangsang melalui kontak dengan dunia nyata
4). Prestasi peserta didik diukur dari segi mental, fisik, moral dan juga
perkembangan sosialnya
7
perubahan-perubahan yang menjadi kecenderungan dalam suatu masyarakat
(Muhmidayeli, 2012:156). Dalam konteks ini, pendidik harus lebih dipusatkan
pada peserta didik, dibandingkan berpusat pada pendidik maupun bahan ajar.
Karena peserta didik merupakan subjek belajar yang dituntut untuk mampu
menghadapi berbagai persoalan kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu,
menurut Ahmad Ma’ruf (2012) ada beberapa prinsip pendidikan yang ditekankan
dalam aliran progresivisme, di antaranya:
8
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa aliran progresivisme telah
memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan di Indonesia. Aliran ini
telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik.
Anak didik diberikan kebaikan, baik secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa
terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.
9
Indonesia, maka tujuan pendidikan menurut progresivisme ini sangat senada
dengan tujuan pendidikan nasional yang ada di Indonesia. Menurut Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa
pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab. Jadi berdasarkan pengertian ini, maka aliran
progresivisme sangat sejalan dengan tujuan pendidikan yang ada di Indonesia.
10
a. Meningkatkan kualitas hidup anak pada tiap jenjang.
a. Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai dengan
jenjang pendidikan.
c. Kurikulum yang mampu mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif,
dan mandiri.
11
mengikutsertakan darmawisata, pekerjaan konstruktif, observasi, dan diskusi.
Selain itu, Marietta Johnson, mengenalkan teori pendidikan organik Johnson yang
menekankan pada kebutuhan, minat dan kegiatan anak dan memperhatikan betul
pada kegiatan kreatifitas anak seperti menari, menggambar, sketsa, dll (Gutek,
1974:140).
12
dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai potensi yang dimiliki oleh anak
didik. Oleh karena itu, dalam pandangan progresivisme belajar harus dipusatkan
pada diri siswa, bukan guru atau bahan pelajaran.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam belajar menurut pandangan
progresivisme, di antaranya:
d. Mengikut sertakan anak didik di dalam setiap aspek kegiatan yang merupakan
kebutuhan pokok anak.
e. Menyadarkan pada anak didik bahwa hidup itu dinamis (Jalaluddin dan
Abdullah Idi, 2012:88).
Selain itu, aliran progresivisme beranggapan bahwa belajar adalah suatu proses
yang bertumpu pada kelebihan akal manusia yang bersifat kreatif dan dinamis
sebagai potensi dasar manusia dalam memecahkan berbagai persoalan kehidupan
(Muhmidayeli, 2011:157). Belajar dalam konteks ini harus dapat memberikan
pengalaman yang menarik bagi anak, sehingga mampu diaplikasikannya dalam
kehidupan nyata
13
menyelesaikan proyek mereka. Selain itu, guru juga perlu mengetahui bagaimana
tahapan kerja kelompok karena pola dasar pengajaran progresif berpusat pada
partisipasi kelompok.
14
dan refleksi yang berkelanjutan, individu diharapkan dapat mengidentifikasi nilai-
nilai yang tepat dalam waktu dekat.
Dalam Emile Buku Pertama Ayat 10 disebutkan: “Tout est bien sortant des
mains de l'Auteur des choses, tout dégénère entre les mains de l'homme.” Dengan
kata lain, pada mulanya setiap individu manusia dilahirkan dalam keadaan baik dan
mengalami penurunan nilai kebaikan setelah diasuh atau ditangani oleh manusia. Di
bagian lain dia juga mengatakan bahwa pendidikan bukan lagi dari Tuhan, melainkan
dari alam, dari manusia, dan dari lingkungan. Alam mendidik manusia untuk tumbuh
secara internal dan meningkatkan keterampilan keterampilan organ-organ tubuh,
manusia mendidik manusia untuk mempergunakan pertumbuhan dan ketrampilan-
keterampilan tersebut, dan lingkungan mendidik manusia melalui pengalaman-
pengalaman. “Cette éducation nous vient de la nature, ou des hommes ou des choses.
Le développement interne de nos facultés et de nos organes est l'éducation de la
nature; l'usage qu'on nous apprend à faire de ce développement est l'éducation des
15
hommes; et l'acquis de notre propre expérience sur les objets qui nous affectent est
l'éducation des choses.” (Rousseau dalam Emile Buku Pertama Pasal 15).
Di samping itu, dalam Dewey dan Childs (1933:42-43) disebutkan pula bahwa
gagasan tentang demokrasi mencakupi gagasan moral yang lebih luas, seperti hak
yang setara pada tiap individu atas kesempatan menempuh karir dan
mengembangkan kepribadian masing masing, individualisme moral, kepercayaan
atas kemungkinan adanya kehidupan yang melimpah bagi semua baik secara material
maupun secara budaya, kepercayaan bahwa pemerintah merupakan kegiatan
organisasi relawan untuk barang-barang umum, kepercayaan atas kepandaian dan
kemampuan beradaptasi individu, dan sikap yang menerima perubahan untuk
kebaikan mendatang daripada sikap menentang sebagai tanda degenerasi dari
kejayaan masa lalu.
16
Dalam artikel tersebut, ada empat butir penting yang disajikan oleh Dewey.
Butir-butir tersebut berisi prinsip-prinsip dasar pengembangan daya pikir peserta
didik. Prinsip-prinsip dasar tersebut, pada masanya, adalah hal-hal yang dianggap
baru dalam pembelajaran.
Ketiga, korelasi dalam memikirkan fakta, data, dan pengetahuan yang telah
diperoleh merupakan saran, inferensi, makna yang diperkirakan, perkiraan,
penjelasan tentatif atau gagasan. Pengamatan dan pengingatan yang seksama
menentukan apa yang diberikan, apa yang sudah ada, dan bahkan dijamin. Peserta
didik tidak dapat menyelesaikan semua masalah. Terkadang, mereka perlu membuat
menentukan, memperjelas, dan menyampaikan pertanyaan; mereka tidak dapat
menjawabnya. Kesimpulan-kesimpulan yang nantinya diperoleh merupakan temuan-
17
temuan orisinil bagi mereka meskipun mungkin orang lain sudah mengetahui.
Misalnya, anak usia dua tahun menemukan cara menyusun balok-balok dan anak
kelas satu menemukan bahwa dua keping logam lima ratusan bernilai seribu rupiah.
Dalam hal pendidikan moral, kegiatan yang dilakukan dapat berupa pemberian
pengalaman terhadap suatu situasi untuk dipikirkan dan dibicarakan bersama bukan
pemberian pikiran mengenai ajaran moral (hlm.100-102).
Keempat, Ide atau gagasan baik berupa dugaan semenjana maupun teori yang
melangit diperlakukan sebagai pemecahan yang dimungkinkan. Gagasan-gagasan
tersebut menjadi teruji ketika diberlakukan atau dioperasikan. Gagasan-gagasan
tersebut juga digunakan untuk menuntun dan mengatur pengamatan, pemikiran, dan
percobaan berikutnya. Di samping itu, gagasan-gagasan yang timbul adalah hasil
antara dalam pembelajaran, bukan hasil akhir. Oleh karena itu, setiap sekolah
hendaknya dilengkapi dengan perangkat-perangkat yang memungkinkan terjadinya
pengujian gagasan-gagasan yang timbul dalam pembelajaran (hlm. 102-103). Dengan
prinsip-prinsip tersebut, aliran progresivisme sangat dikenal dengan slogan learning
by doing. Dari hal tersebut, sampai dengan sekarang, sekolah-sekolah dilengkapi
dengan berbagai laboratorium.
18
sekolah tersebut termasuk anak berkebutuhan khusus. Dengan menambahkan nama
program khusus hal ini akan lebih menarik. Sampai saat ini kurang lebih 500 siswa
dengan 15 kelas. Kurikulum berbasis multiple intelegensi sendiri sangat berpusat
pada pada potensi yang dimiliki anak, sehingga di sekolah tersebut tidak hanya
mengandalkan aspek kognitif saja, tapi lebih mengembangkan potensi yang dimiliki
anak.
Sekolah yang baik adalah sekolah yang dapat memberi jaminan kepada para
siswanya selama ia belajar. Maksudnya adalah bahwa sekolah harus mampu untuk
19
membantu dan menolong siswanya untuk bertumbuh dan berkembang serta memberi
keleluasaan tempat untuk para murid untuk mengembangkan minat dan bakatnya
melalui bimbingan para guru. Hal ini adalah benar. Akan tetapi, untuk mengarahkan
apa yang menjadi maksud dan tujuan penyelenggaraan pendidikan itu dituangkan
melalui kurikulum yang jelas dan tepat. Namun, yang terjadi adalah bahwa bagi
aliran ini memandang bahwa segala sesuatu adalah berasaskan fleksibilitas, dinamis
dan didalamnya termasuk kurikulum.
Dari uraian di atas dapat dilihat kelemahan progresivisme sistem pendidikan ini
mendorong kreativitas anak, namun akan menjadi kesulitan untuk
mengarahkannyasampai di mana maksud dan tujuan dari kreativitas si anak tersebut.
Karena kurikulum yang fleksibel kadang tidak punya target yang jelas untuk
muridnya.
20
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih
menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik,
sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat.
Pengalaman belajar adalah pengalaman apa saja yang serasi dengan tujuan
menurut prinsip-prinsip yang telah digariskan dalam pendidikan, dimana setiap
proses belajar yang ada membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
21
DAFTAR PUSTAKA
file:///D:/SEMESTER%205/FILSAFAT%20PENDIDIKAN/218557-filsafat-
pendidikan-progresivisme-dan-pe%20(1).pdf
D:/SEMESTER%205/FILSAFAT%20PENDIDIKAN/28.pdf
file:///D:/SEMESTER%205/FILSAFAT%20PENDIDIKAN/8.%20ASLI-
ALIRAN%20PROGRESIVISME%20DALAM%20PENDIDIKAN%20DI%20IND
ONESIA.pdf
22