Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN PERMATA


Jalan Ramung-Buntul, Wih Tenang Uken
Email : kuapermata@gmail.com
Redelong (24582)

NASKAH MATERI
YANG DISAMPAIKAN PADA PESERTA PENYULUHAN
9

Nilai-nilai Kebangsaan dalam Ajaran Islam

Kita tahu, ajaran Islam tidak hanya mengajarkan tentang urusan keagamaan atau keakhiratan
atau hubungan dengan Tuhan melalui serangkaian ibadah ritual yang disebut mahdhah saja.
Islam pun turut mengatur urusan keduniaan atau hubungan dengan manusia melalui serangkaian
ibadah muamalah, seperti urusan ekonomi, politik, pemerintahan dan sebagainya. Islam juga
turut memperhatikan masalah kebangsaan

Mengapa demikian? Sebab, kebangsaan bisa menjamin kehidupan yang rukun dan damai dalam
perbedaan. Kerukunan dan perdamaian membuat ajaran agama bisa lebih mudah dipahami,
dihayati dan diamalkan. Maka dari itu, tidak bisa tidak, kehidupan kebangsaan adalah prasyarat
agar ajaran Islam bisa terlaksana.

Melaksanakan ajaran Islam adalah kewajiban. Maka, menyediakan berbagai persyaratan bagi
tegaknya ajaran Islam pun menjadi hal yang wajib. Sampai di sini kita bisa menyimpulkan
bahwa menegakkan kebangsaan menjadi wajib hukumnya.

Kesimpulan tersebut bisa didasarkan pada kaidah fiqhiyah yang berbunyi: maa laa yatimmu al-
wajibu ila bihi fahuwa waajibun yang memiliki arti bahwa sebuah kewajiban tidak akan tegak
jika tidak ada sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.

Kita juga bisa melihat makna kebangsaan dalam ajaran Islam di mana ajaran Islam sangat
menekankan pentingnya menegakkan nilai-nilai universal dan kekal ajaran Islam.
Nilai universal tersebut adalah kebenaran, keadilan, kasih sayang, kesabaran, perpaduan,
kebaikan, keindahan dan sebagainya.

Kebangsaan Adalah Ijtihad


Dalam buku Islam Indonesia Menatap Masa Depan (1989) tercantum bahwa ada contoh makna
kebangsaan dalam surat al-Anfal (6) ayat 41 bahwa tanah-tanah negeri yang ditaklukan oleh
tentara Islam dibagikan kepada tentara yang menaklukkannya, fakir miskin, dan lain-lainnya.

Dalam hal ini, Umar al-Faruq justru memilih jalan lain. Tanah-tanah tersebut tetap dimiliki oleh
pemiliknya yang asal, tapi mereka harus membayar pajak tanah, dan para pemilik itu juga
membayar jizyah yang boleh disamakan dengan pajak kepala.

Umar menyatakan bahwa jika ketentuan al-Qur’an tersebut dilaksanakan, maka tidak akan
mencapai keadilan sebab zaman sudah berubah. Pada saat tanah-tanah tersebut dibagikan kepada
prajurit atau tentara yang ikut berperang, keadaan tentara dan prajurit tersebut masih miskin.

Sedangkan pada zaman pemerintahan Umar, keadaan sudah jauh berbeda. Islam saat itu semakin
kukuh dan teguh. Tentara Islam terdiri dari laskar-laskar profesional. Kehidupan dan kedudukan
para tantara tersebut sudah terjamin. Umar merasa lebih adil jika tanah-tanah tersebut dikekalkan
pada tangan pemiliknya asalnya. Sebab, kebanyakan dari mereka terdiri dari orang-orang yang
dhaif.

Kisah ini mengukuhkan bahwa kebangsaan adalah sebuah produk ijtihad yang bisa saja secara
langsung dan eksplisit tidak dijumpai di dalam ajaran Islam. Tapi, perlu diingat bahwa nilai-nilai
universal yang ada di dalamnya sejalan dengan ajaran Islam. Maka, wawasan kebangsaan
tersebut bisa digunakan bahkan wajib digunakan.

Founding Fathers Indonesia

Sadarkah kita bahwa pilar kebangsaan Indonesia yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka
Tunggal Ika dan NKRI dilahirkan oleh para pendiri bangsa (The Founding Father) yang sebagian
besar dari mereka adalah para ulama dan tokoh-tokoh Islam?

Ada K.H.Wahid Hasyim, H.Agus Salim, Muhammad Natsir, K.H. Mas Mansyur, bahkan
Soekarno dan Hatta yang meskipun tidak tergolong sebagai ulama atau ahli agama, namun
keduanya adalah orang yang religius dan Islamis.

Usaha para tokoh Islam di zaman pra kemerdekaan untuk membangun pilar-pilar kebangsaan
dan melaksanakannya dalam sebuah negara kesatuan Republik Indonesia serupa dengan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. yang tertuang dalam Piagam Madinah atau Mitsaq al-
Madinah.

Dua hal di atas sudah cukup menjadi prototipe bagi kita untuk memiliki pemahaman,
penghayatan dan pengamalan ajaran Islam yang membutuhkan sebuah wadah yakni negara yang
tertib, aman dan damai.
Negara yang demikian mesti memiliki wawasan kebangsaan yang kokoh. Kehidupan kebangsaan
yang baik akan membuat umat Islam bisa menjalankan ibadahnya dengan khusyuk, melakukan
kegiatan dakwah, pendidikan, dan melahirkan berbagai karya-karya inovatif lainnya.

Kita juga perlu sadar bahwa tanpa adanya sebuah negara yang aman dan damai, maka berbagai
kegiatan umat beragama tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini bisa kita saksikan di
berbagai negara di kawasan Timur Tengah.

Masyarakatnya hidup dalam suasana cemas, penuh ketakutan, kekurangan sandang, pangan dan
papan, bahkan kehilangan masa depan. Masyarakat pun terkena dampaknya dan mengungsi
mencari perlindungan dari negara lain. Masyarakat yang masih bertahan, setiap harinya
menghadapi suasana ketakutan akibat perang di antara kelompok-kelompok yang saling
bermusuhan.

Penyuluh Agama Islam Non PNS

Muslim

Sumber : https://bincangsyariah.com/kalam/nilai-nilai-kebangsaan-dalam-ajaran-islam/

Anda mungkin juga menyukai