Anda di halaman 1dari 5

1.

Cut Nyak Dien


Cut Nyak Dien merupakan salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Indonesia bagian
barat, tepatnya di Tanah Rencong. Lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, pada tahun 1848,
Cut Nyak Dien dikenal sebagai seorang keturunan bangsawan. Ayahnya adalah Teuku
Nanta Muda Seutia, seorang Uleebalang (kepala pemerintahan setingkat kabupaten pada
Kesultanan Aceh) wilayah VI Mukim.

Beliau berjuang mempertahankan Aceh dengan melakukan gerilya selama 20 tahun


bersama Teuku Umar yang kala itu merupakan suaminya. Mendampingi sang suami
menjelajah hutan hingga pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, beliau juga menjadi
salah satu motor penggerak yang mengantarkan Teuku Umar pada kariernya sebagai
pejuang. Sayangnya, Teuku Umar tewas ditembak Belanda pada tahun 1899.

Semasa hidupnya, Cut Nyak Dien tidak pernah lelah memperjuangkan kemerdekaan dan
mempertahankan wilayahnya. Ia terus mengadakan aksi sampai fisiknya lemah dan
tertawan oleh pasukan penjajah. Pada akhir hayatnya, Cut Nyak Dien diasingkan ke Pulau
Jawa hingga wafat.
2. Tuanku Imam Bonjol
Pahlawan nasional yang berasal dari Indonesia bagian barat selanjutnya adalah Tuanku
Imam Bonjol. Lahir di Pasaman, Sumatera Barat pada tahun 1772, Tuanku Imam Bonjol
adalah seorang ulama sekaligus pemimpin masyarakat setempat.

Dikutip dari buku Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa yang ditulis oleh Ria Listina, beliau
memperoleh beberapa gelar, seperti Tuanku Imam, Malin Basa, hingga Peto Syarif,Kala itu
perjuangan Imam Bonjol dalam berperang melawan Belanda dikenal dengan nama Perang
Padri pada tahun 1803-1837. Perang Padri merupakan perang antara Kaum Padri (Ulama)
dengan Kaum Adat. Saat itu, Kaum Adat menjalin kerja sama dengan pemerintah Hindia-
Belanda Namun sebagai gantinya, Belanda mendapat hak akses menguasai wilayah
pedalaman Minangkabau.

Saking tangguhnya perlawanan pasukan Imam Bonjol, Belanda merasa kesulitan untuk
mengalahkannya. Hingga akhirnya Belanda mengajak pasukan Imam Bonjol untuk
berdamai, sayangnya perjanjian tersebut justru dilanggar oleh pihak Belanda dengan
menyerang Nagari Pandai Sikek kemudian, pada tahun 1833 Kaum Padri dan Kaum Adat
memutuskan untuk bersatu dan memukul balik para penjajah. Naasnya, mereka tidak
berhasil mengalahkan Belanda. Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap dan dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat serta dipindahkan ke beberapa tempat hingga wafat pada 8 November
1864.
3. Kapitan Pattimura
Pahlawan dari Indonesia bagian tengah adalah Kapitan Pattimura. Lahir di Saparua Maluku
pada 8 Juni 1783, beliau memiliki nama asli Thomas Matulessy. Kisahnya bermula pada
tahun 1816, setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, Belanda kembali lagi
berkuasa.

Pada masa kolonialisme Belanda, rakyat Maluku sangat menderita dan mengalami ragam
tekanan, mulai dari kerja rodi hingga penyerahan hasil pertanian.

Kapitan Pattimura dipilih oleh rakyat Saparua untuk memimpin perlawanan. Pada 16 Mei
1817, terjadilah pertempuran dahsyat dan rakyat Saparua di bawah pimpinan Thomas
Matulessy berhasil merebut benteng Duurstede. Beliau wafat pada 16 Desember 1817
karena dihukum gantung setelah ditangkap oleh pasukan Belanda.
4. Sultan Hasanuddin
Memiliki sebutan Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin adalah tokoh pahlawan asal
Makassar. Selain itu, ia merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa. Sebelum menjadi raja, nama
aslinya adalah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.

Saat itu, Kerajaan Gowa sangat menentang kongsi dagang Belanda atau Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC). Sebagai seorang raja, pahlawan nasional Indonesia
bagian tengah itu cukup keras dalam menolak monopoli Belanda, hingga akhirnya para
penjajah menggempur Kerajaan Gowa tanpa henti.

Karena tak kuat menahan serangan Belanda, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani
Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Meski begitu, beliau beserta para pasukannya
masih terus melakukan perlawanan pasca perjanjian. Sayangnya, perjuangan tersebut tidak
memperoleh hasil yang maksimal, VOC masih tetap mendominasi wilayah Sulawesi
Selatan.

Pada akhir hayatnya, Sultan Hasanuddin tetap bersikukuh dan enggan bekerja sama
dengan Belanda sampai beliau wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Sultan Hasanuddin
Memiliki sebutan Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin adalah tokoh pahlawan asal
Makassar. Selain itu, ia merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa. Sebelum menjadi raja, nama
aslinya adalah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.
Saat itu, Kerajaan Gowa sangat menentang kongsi dagang Belanda atau Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC).

Sebagai seorang raja, pahlawan nasional Indonesia bagian tengah itu cukup keras dalam
menolak monopoli Belanda, hingga akhirnya para penjajah menggempur Kerajaan Gowa
tanpa henti. Karena tak kuat menahan serangan Belanda, Sultan Hasanuddin dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Meski begitu, beliau beserta
para pasukannya masih terus melakukan perlawanan pasca perjanjian.

Sayangnya, perjuangan tersebut tidak memperoleh hasil yang maksimal, VOC masih tetap
mendominasi wilayah Sulawesi Selatan. Pada akhir hayatnya, Sultan Hasanuddin tetap
bersikukuh dan enggan bekerja sama dengan Belanda sampai beliau wafat pada tanggal 12
Juni 1670
Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro memimpin Perang Diponegoro melawan Belanda.
Perang ini berlangsung selama lima tahun dan berhasil membuat
Belanda kewalahan. Sayang ia tertangkap dan diasingkan hingga
meninggal di Manado pada 1855.

Anda mungkin juga menyukai