Anda di halaman 1dari 140

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK REALITA

DALAM MENGUBAH KONSEP DIRI SISWA


BROKEN HOME DI SMA NEGERI 09
KOTA BENGKULU

SKRIPSI

Oleh :

Yola Afrezilia
NPM : A1L019009

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Bidang Bimbingan dan Konseling
FKIP Universitas Bengkulu

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ii
EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK REALITA DALAM
MENGUBAH KONSEP DIRI SISWA BROKEN
HOME DI SMA NEGERI 09
KOTA BENGKULU

Oleh :
YOLA AFREZILIA
NPM : A1L019009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Bidang Bimbingan dan Konseling
FKIP Universitas Bengkulu

Menyetujui :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Yessy Elita, S.Psi., M.A. Dra. Anni Suprapti, M.S,.Psi.


NIP. 197911112006042001 NIP. 196205121989012001

Mengetahui:
Koordinator Program Studi
Bimbingan dan Konseling

Rita Sinthia, S.Psi.,M.Si


NIP. 197806272006042002

KATA PENGANTAR

iii
Puji syukur berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, peneliti dapat

menyelesaikan proposal dengan judul “Efektivitas Konseling Kelompok Realita

Dalam Mengubah Konsep Diri Siswa Broken Home di SMA Negeri 09 Kota

Bengkulu”. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, sehingga

pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat

kepada:

1. Dr. Retno Agustina Ekaputri, SE.,M.Sc selaku Rektor Universitas Bengkulu

yang telah memajukan ilmu pengetahuan pada masing-masing institusi melalui

pendidikan dan penelitian serta memberikan kontribusi maksimal kepada

masyarakat luas.

2. Dr. Alexon, M.Pd selaku Dekan FKIP Universitas Bengkulu yang telah

memberikan pelayanan pada bidang akademik.

3. Dr. Drs. Osa Juarsa, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan FKIP Universitas

Bengkulu yang telah memberikan bantuan dan pelayanannya pada bidang

akademik

4. Rita Sinthia, S.Psi., M.Si selaku Koordinator Prodi Bimbingan dan Konseling

yang telah memberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Dr. Yessy Elita, S.Psi., M.A. selaku Pembimbing Utama yang sudah bersedia

membimbing, mengarahkan, serta memberikan ide dalam penyusuanan proposal

penelitian ini.

iv
6. Dra. Anni Suprapti, M.S.Psi selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan

bantuan, arahan dan saran dalam penyusunan proposal penelitian ini.

7. Dosen dan para Staf yang telah banyak membantu proses pembelajaran dan

mempermudah skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu serta keluarga tercinta yang selalu mendo’akan dan memberikan

dukungan baik materi maupun non materi selama proses penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman BK angkatan 2019 dan semua pihak yang banyak membantu

hingga selesainya skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan proposal skripsi ini masih

banyak sekali kekurangannya, oleh sebab itu kritik dan saran penulis harapkan

untuk perbaikan penulisan proposal skripsi di masa yang akan datang.

Bengkulu, 2023

Peneliti

v
EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK REALITA DALAM
MENGUBAH KONSEP DIRI SISWA BROKEN HOME DI SMA
NEGERI 09 KOTA BENGKULU

Oleh :

Yola Afrezilia
A1L019009

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas konseling


kelompok realita untuk meningkatkan konsep diri siswa broken home di SMA
Negeri 09 Kota Bengkulu. Penelitian kuantitatif dengan desain eksperimen
menggunakan subjek berjumlah 6 orang siswa. Data siswa broken home
didapatkan dari guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
dan dilakukan proses pemberian angket konsep diri siswa broken home. Data
dianalis menggunakan uji-t dengan hasil nilai t = 29.000 (p < 0.05) ini berarti
terdapat pengaruh yang signifikan layanan konseling kelompok reliata terhadap
konsep diri siswa broken home. Penelitian menunjukan skor rata-rata konsep diri
siswa broken home sebelum diberikan perlakuan (mean = 105,5) termasuk
kedalam kategori rendah dan setelah diberikan perlakuan nilai rata-rata konsep
diri siswa broken home menjadi (mean = 192,5) termasuk kedalam kategori
tinggi. Terjadi peningkatan skor rata-rata konsep diri siswa broken home setelah
diberikan perlakuan. Layanan konseling kelompok realita efektif untuk
meningkatkan konsep diri siswa broken home di SMA Negeri 09 Kota Bengkulu.
Hasil penelitian menyarankan kepada guru Bimbingan dan Konseling untuk dapat
menggunakan layanan konseling kelompok realita untuk meningkatkan konsep
diri siswa broken home.

Kata kunci : Konsep Diri Siswa Broken Home, Layanan Konseling Kelompok
Realita.

vi
THE EFFECTIVENESS OF REALITY GROUP COUNSELING IN
CHANGING THE SELF-CONCEPT OF BROKEN HOME
STUDENTS IN HIGH SCHOOL NEGERI
09 BENGKULU CITY

By :

Yola Afrezilia
A1L019009

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the effectiveness of reality group


counseling to improve the self-concept of broken home students at SMA Negeri
09 Bengkulu City. Quantitative research with an experimental design using 6
students as subjects. Data on broken home students was obtained from the
Guidance and Counseling teacher at SMA Negeri 09 Bengkulu City and a self-
concept questionnaire was carried out for broken home students. The data was
analyzed using the t-test with a value of t = 29,000 (p < 0.05), this means that
there is a significant influence of the reliata group counseling service on the self-
concept of broken home students. Research shows that the average score of self-
concept of broken home students before being given treatment (mean = 105.5) is
in the low category and after being given treatment the average score of self-
concept of broken home students is (mean = 192.5) in the high category. . There
was an increase in the average self-concept score of broken home students after
being given treatment. Reality group counseling services are effective in
improving the self-concept of broken home students at SMA Negeri 09 Bengkulu
City. The results of the research suggest that Guidance and Counseling teachers
can use reality group counseling services to improve the self-concept of broken
home students.

Keywords: Self-Concept of Broken Home Students, Reality Group


Counseling Services.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................viii

BAB 1 PENDAHULUAN . ...................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................1


B. Identifikasi Masalah. .................................................................................. 9
C. Pembatasan Masalah. ................................................................................. 9
D. Perumusan Masalah . ................................................................................10
E. Tujuan Penelitian .....................................................................................10
F. Kegunaan Penelitian .................................................................................11

BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................. 12

A. Konsep Diri................................................................................................12
1. Definisi Konsep Diri.......................................................................... 12
2. Aspek-aspek Konsep Diri ...................................................................13
3. Faktor-faktor Mempengaruhi Konsep Diri........ .................................17
4. Komponen Konsep Diri.......................................................................21
5. Karateristik Konsep Diri.....................................................................23
6. Unsur Umum Konsep Diri..................................................................24
7. Mencari Identitas.................................................................................26
B. Broken Home............................................................................................ 27
1. Definisi Broken Home.........................................................................27
2. Faktor Penyebab Broken Home.......................................................... 29
3. Ciri-ciri Broken Home........................................................................ 32
4. Dampak Broken Home........................................................................33
5. Sisi Negatif Anak Broken Home.........................................................35
C. Konseling Kelompok
1. Pengertian Konseling Kelompok..........................................................35
2. Tujuan Konseling Kelompok................................................................36
3. Tahapan Konseling Kelompok.............................................................36
D. Konseling Realita ......................................................................................37
1. Definisi Konseling Realita .................................................................38
2. Tujuan Konseling Realita ...................................................................39

viii
3. Ciri-ciri Konseling Realita..................................................................40
4. Teknik-teknik Konseling Realita.........................................................42
E. Hasil Penelitian Yang Relevan...................................................................43
F. Kerangka Berpikir......................................................................................44

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................

A. Desaian Penelitian.....................................................................................48
B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................48
C. Subjek Penelitian.......................................................................................49
D. Prosedur Pengambilan Subjek...................................................................49
E. Variabel Penelitian....................................................................................49
F. Prosedur Eksperimen ................................................................................50
G. Teknik Pengumpulan Data........................................................................54
H. Teknik Analisis Data.................................................................................54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................

A. Hasil Penelitian.........................................................................................73
1. Deskripsi Data....................................................................................73
2. Deskripsi Konsep Diri Siswa (Pretest)...............................................75
3. Deskripsi Konsep Diri Siswa (Posttest).............................................76
4. Deskripsi Data Perbandingan.............................................................76
5. Hasil Uji Persyaratan Analisis............................................................77
6. Uji Hipotesis.......................................................................................80
7. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian.......................................................81
B. Pembahasan...............................................................................................97
C. Keterbatasan Penelitian...........................................................................100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................101
B. Saran .......................................................................................................101

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................103

LAMPIRAN.............................................................................................................

RIWAYAT HIDUP.................................................................................................

ix
DAFTAR GAMBAR

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir..................................................................................38

Tabel 3.1 Desain Penelitian....................................................................................62

Tabel 3.2 Pemberian Tindakan Konseling Kelompok...........................................67

1
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Statistic Deskriftip Konsep Diri Siswa..................................................73

Tabel 4.2 Rumus Penentuan Kategori Skor...........................................................74

Tabel 4.3 Skor dan Kategorisasi............................................................................74

Tabel 4.4 Hasil Skor Pretestt..................................................................................75

Tabel 4.5 Hasil Skor Posttest .................................................................................76

Tabel 4.6 Perbandingan Hasil Skor Pretest-Posttest..............................................77

Tabel 4.7 Uji Normalitas........................................................................................78

Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Sebelum Validasi..........................................................80

Tabel 4.9 Uji Reliabilitas Setelah Validasi............................................................80

Tabel 4.10 Uji Hipotesis........................................................................................81

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keluarga adalah acuan utama anak dalam menjalani kehidupan

seperti dengan siapa anak akan bergaul, bagaimana anak mengambil

keputusan dan lain sebagainya. Namun, dalam kehidupan tidak semua

keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam perjalanan

selama pernikahan akan banyak hal yang harus diselaraskan oleh ayah

(suami) dan ibu (istri) perihal tujuan dan bagaimana strategi dalam

mencapainya. Ketika diskusi tidak menjadi kemufakatan maka akan terjadi

konflik-konflik dan ketidakselarasan. Sayangnya, konflik-konflik yang

terjadi secara berkepanjangan seringkali berakhir pada perceraian

(Handayani dan Pratiwi 2020:17).

Peristiwa perceraian menimbulkan berbagai akibat, terutama pada

anak. Anak yang terbiasa hidup didampingi kedua orang tuanya akan

merasa kehilangan arah setelah perceraian terjadi. Reaksi anak terhadap

perceraian orang tuanya, bergantung pada antisipasi dan peran orang tua

kepada anak dari sebelum, selama dan sesudah perceraian. Banyak

pengaruh positif maupun pengaruh negatif yang akan anak dapatkan dan

cara orang tua memperhatikan dan memberikan pengertian bagi anak

sangat berdampak pada bagaimana sikap yang akan tercermin pada anak

(Zain dalam Handayani dan Pratiwi, 2020:18).

Selain itu, Zain (2015) juga mengemukakan bahwa perceraian

dapat mempengaruhi konsep diri seorang anak. Pengalaman terpenting

3
anak sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga yaitu orang tuanya.

Orang tua merupakan taman pendidikan pertama, terpenting dan terdekat

yang bisa dinikmati anak. Pengalaman didikan orang tua ini melatih anak

secara fisik, sosial, mental, emosional dan spritual dan hal ini sangat

mempengaruhi konsep diri seorang anak. Sayangnya dalam kasus

perceraian, kebanyakan anak hanya belajar dan dididik oleh dominasi satu

orang tua saja. Padahal sebaiknya anak mendapatkan didikan dari kedua

orang tuanya yang sudah memiliki porsi masing-masing perannya yaitu

sebagai ayah dan sebagai ibu.

Konsep diri yang negatif terindikasi dari kualitas penyesuaian diri

yang kurang baik, ragu pada diri sendiri, takut mencoba, dan tidak berani

dalam mengambil satu keputusan dengan bijak. Konsep diri merupakan

pandangan menyeluruh tentang totalitas dari diri sendiri mengenai

karakteristik kepribadian, nilai-nilai kehidupan, prinsip kehidupan,

moralitas, kelemahan dan segala yang terbentuk dari segala pengalaman

dan interaksinya dengan orang lain (Burn, 1993:50). Aziz (2014),

menyatakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita

tentang diri kita yang bersifat psikologis, sosial, dan fisik. Jadi konsep diri

memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku seorang individu,

perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya.

Setiap individu pasti mempunyai konsep diri, namun terkadang

mereka tidak tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu positif atau negatif.

Individu yang memiliki konsep diri positif akan memiliki dorongan

4
mandiri yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2016)

menunjukkan konsep diri yang positif perlu dimiliki setiap individu karena

hal ini sangat membantu untuk mengarahkan anak dalam melakukan hal-

hal yang positif dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Individu yang mempunyai konsep diri yang positif akan merasa diterima,

dicintai dan dihargai oleh pergaulannya. Individu tersebut dapat

mengembangkan dirinya secara maksimal dan memiliki pola pikir yang

fleksibel terhadap dirinya dan orang lain, Seorang individu

akanmelancarkan segala aktivitasnya walaupun kondisi keluarganya tidak

begitu membahagiakan.

Konsep diri positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang

diri tetapi berupa penerimaan diri terhadap apa yang ada pada diri sendiri.

Dalam hal ini individu dapat menerima dirinya secara apa adanya dan akan

mampu mengintrospeksi diri atau lebih mengenal diri sendiri, serta

kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Namun individu yang memiliki

konsep diri negatif tidak memiliki perasaan kesetabilan dan keutuhan diri,

juga tidak mengenal diri baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya

atau sesuatu yang dia hargai dalam hidup Anggraini (2016).

Menurut Tasya (2022) setelah terjadinya perceraian orang tua,

remaja akan menghadapi emosi-emosi seperti: pengabaian, dukacita,

perasaan bersalah, malu, sakit hati, terkejut, kesedihan atau kekesalan

karena merasa kurangnya kasih sayang dari orang tuanya. Selain itu, anak

akan merasa malu dan minder terhadap orang sekitarnya, menjadi

5
gunjingan teman sekitar, proses belajar terganggu karena pikirannya tidak

terkonsentrasikan pada pelajaran. Memiliki pemikiran dan bayangan

negatif seperti menyalahkan takdir yang seolah membuat keluarganya

seperti itu. Tidak bisa menerima takdir atau kenyataan yang harus dijalani.

Tekanan mental itu mempengaruhi kejiwaannya sehingga dapat

mengakibatkan stres dan frustasi bahkan anak bisa mengakhiri hidupnya

dengan bunuh diri. Selain itu anak-anak dapat terjerumus dalam hal-hal

negatif seperti merokok, minum-minuman keras (alkohol) obat-obatan

terlarang(narkoba) bahkan pergaulan bebas yang menyesatkan.

Seperti halnya yang terjadi pada siswa di SMA Negeri 09 Kota

Bengkulu. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru

Bimbingan dan Konseling terdapat 2 siswa yang bermasalah dengan

lingkungan sosialnya dan kurang mampu berinteraksi dengan orang lain.

Setelah ditelusuri lebih lanjut ditemukan bahwa peserta didik tersebut

memiliki latar belakang keluarga tidak harmonis atau broken home. Siswa

yang mengalami broken home ini berinisial IN, IN adalah anak tunggal

dikeluarganya dan IN dititipkan kepada kakek dan neneknya karena kedua

orang tuanya berdomisili di kota lain. Memiliki keluarga yang broken

home sejak duduk di sekolah menengah atas (SMA) IN masih saja berpikir

tidak terima dengan keadaannya yang terjadi dikeluarganya sehingga

membuat IN tidak percaya diri disekolah maupun lingkungan sekitarnya.

Hal ini membuat IN tidak pandai dalam bersosialisasi IN selalu

merasa bahwa dirinya tidak layak untuk didengar dan berperasangka

6
bahwa teman-temannya akan mengejek atau membicarakanya karena tidak

ada orang tua dan hanya tinggal bersama nenek dan kakek. Ketika

disekolah IN lebih cenderung pendiam namun dalam akademik IN adalah

anak yang cukup berprestasi.Sulitnya bersosialisasi dan menganggap

rendah dirinya IN menjadi anak yang menutup diri dari keluarga dan

lingkungannya, mudah tersinggung, sulit menerima masukan dari orang

lain, sulit berinteraksi dengan teman, kurang komunikasi dengan orang

tua, dan tidak mengenal diri dengan baik dari segi kelebihan maupun

kekurangannya atau sesuatu yang dia hargai dalam hidup. Remaja yang

broken home miliki pola pikir yang berbeda. Kurangnya kasih sayang

membuat remaja broken home menjadi tertutup mengenai kehidupannya

dan lingkungannya.

Selain itu, terdapat juga siswa yang memiliki konsep diri negatif

atau rendah siswa ini berinisial FA, FA merupakan anak dari keluarga

broken home.FA tinggal bersama ibu kandungnya. Ayahnya meninggalkan

FA dan ibunya ketika FA masih di sekolah menengah pertama (SMP) dan

memutuskan untuk menjadi seorang TKI, hal ini membuat FA tidak

merasakan kasih sayang secara utuh dari orangtua nya, ini berdampak pada

kemampuanya interaksi sosial dan hubungan sosial yang tidak baik. Tidak

memiliki orang tua yang utuh membuat FA merasa bahwa dirinya berbeda

dan beranggapan akan selalu di ejek oleh teman-temannya, hal ini mebuat

FA seringkali tidak bisa mengontrol emosi dan tersinggung ketika ada

7
teman yang membahas tentang orang tua, sehingga berakibat minimnya

pertemanan.

Dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa keretakan rumah tangga

atau broken home dapat mempengaruhi konsep diri pada anak yang

menjadikan anak berperilaku negatif. Munculnya keyakinan irrasional dan

wacana diri atau pemahaman diri yang negatif. Konsep diri negatif

tersebut perlu diubah menjadi konsep diri positif agar siswa menemukan

identitas diri yang sukses dan bisa menerima takdir hidupnya. Salah

satunya dengan menggunakan konseling kelompok dengan pendekatan

realita. Pada penelitian kali ini peneliti memfokuskan pada pemberian

layanan konseling kelompok dengan pendekatan realita.

Konseling kelompok merupakan suatu bantuan pada individu

dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta

diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan

pertumbuhannya (Nurihsan dalam Kurnanto, 2013). Latipun (dalam

Lumongga,2011) mengatakan konseling kelompok adalah bentuk

konseling yang membantu beberapa individu yang diarahkannya mencapai

fungsi kesadaran secara efektif untuk jangka waktu pendek dan menengah.

Dengan diterapkanya layanana bimbingan dan konseling yaitu konseling

kelompok ini diharapkan dapat merubah konsep diri siswa broken home.

Konseling realitas berfokus pada masalah kehidupan saat ini yang

dirasakan oleh klien (realitas terbaru klien) dan menggunakan pengajuan

pertanyaan oleh konselor realitas. Terapi konseling realita berfungsi

8
sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara

yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri maupun orang

lain. Inti dari terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi,

yang dipersamakan dengan kesehatan mental, dalam Tambun (2017).

Menurut Latipun (2006: 155) konseling realita adalah pendekatan

yang berdasarkan pada anggapan tentang adanya suatu kebutuhan

psikologis pada seluruh kehidupuannya; kebutuhan akan identitas diri,

yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan orang

lain. Secara umum tujuan konseling realita sama dengan tujuan hidup,

untuk itu dia harus bertanggung jawab memiliki kemampuan mencapai

kepuasan terhadap kebutuhan personalnya. Oleh karena itu diharapkan

dengan diberikan konseling realita, siswa broken home yang memiliki

konsep diri yang negatif`dapat menjadi siswa yang realistis, bertanggung

jawab dan dapat menyusun rencana perilaku baru yang tepat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2019: 7)

di SMP Negeri 02 Bantarbolang dari hasil pemberian konseling siswa

yang memiliki konsep diri negatif dapat teratasi dengan menggunakan

konseling realita. Hal ini terlihat dari perubahan atau perkembangan

konseli sesudah pemberian tindakan. Pada setiap akhir pertemuan dengan

konseli diberikan penilaian hasil akhir layanan bimbingan dan konseling,

sehingga dapat dilihat apakah konseling yang dilakukan berkesan bagi

konseli. Penilaian tersebut dapat disimpulkan, yaitu pertemuan pada

9
kegiatan konseling ini cukup berarti bagi dirinya, karena dapat

menyelesaikan masalah mengurangi beban pikiran, mengetahui kelebihan

dan kelemahan dirinya, dan yang terpenting dalam penelitian ini yaitu

mengenal konsep diri negatif siswa broken home dapat berubah menjadi

konsep diri yang positif.

Dari uraian latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Konseling Kelompok

Realita dalam merubah Konsep Diri Negatif Siswa Broken

Home’’untuk mengetahui bagaimana konseling kelompok realita dalam

meningkatkan konsep diri siswa broken home.

B. Identifikasi Masalah

1. Siswa mudah tersinggung

2. Siswa menganggap dirinya tidak layak untuk didengar

3. Siswa merasa minder karena hanya tinggal bersama kakek dan nenek

4. Siswa sulit menemukan identitas dirinya

5. Siswa sulit berinteraksi dengan lingkungannya

6. Siswa merasa selalu direndahkan oleh temannya

C. Batasan Masalah

Berdasakan latar belakang dan identifikasi masalah diatas,

pembatasan masalah pada penelitian ini dibatasi pada layanan

konseling kelompok menggunakan pendekatan realita dalam mengubah

konsep diri siswa broken home.

10
D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep diri siswa broken home sebelum diberikan layanan

konseling kelompok dengan pendekatan realita di SMA Negeri 09 Kota

Bengkulu?

2. Bagaimana konsep diri negatif siswa broken home sesudah diberikan

layanan konseling kelompok dengan pendekatan realita di SMA Negeri

09 Kota Bengkulu?

3. Bagaimana efektivitas konseling kelompok menggunakan pendekatan

realita untuk menhgubah konsep diri pada siswa broken homedi SMA

Negeri 09 Kota Bengkulu?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan

dicapai adalah :

1. Mendeskripsikan konsep diri siswa broken home sebelum diberikan

layanan konseling individu menggunakan pendekatan realita.

2. Mendeskripsikan konsep diri siswa broken home setelah diberikan

layanan konseling individu menggunakan pendekatan realita.

3. Mendeskripsikan efektifitas konseling kelompok dengan pendekatan

realita dapat mengubah konsep diri siswa broken home.

11
F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari dua, yaitu secara teoritis dan

secara praktis.

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan untuk sedikit menyumbangkan ilmu

pengetahuan sehingga menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat

kepada pembaca khususnya mengenai efektivitas konseling realita dalam

mengubah konsep diri negatif siswa broken home.

2. Secara praktis

a. Konselor / Guru Bimbingan dan Konseling

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para

konselor untuk membantu mengubah konsep diri negatif menjadi

konsep positif dengan menggunakan konseling realita.

b. Siswa broken home

Memberikan pemahaman kepada siswa dalam memahami konsep

diri yang ada pada dirinya, dan mengetahui bagaimana mengubah

konsep diri negatif yang dimiliki menjadi konsep diri positif.

12
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Lis dan Pratikto (2012: 491), konsep diri adalah penilaian

remaja tentang diri sendiri yang bersifat fisik, psikis, sosial, emosional,

aspirasi, dan prestasi.Konsep diri fisik adalah gambaran remaja tentang

penampilannya, dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungannya

dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang-lain.

Konsep diri psikis adalah gambaran remaja tentang kemampuan dan

ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri sosial adalah gambaran remaja tentang hubungannya dengan

orang lain, dengan teman sebaya, dengan keluarga, dan lain-lain. Konsep

diri emosional adalah gambaran remaja tentang emosi diri, seperti

kemampuan menahan emosi, pemarah, sedih, atau riang-gembira,

pendendam, pemaaf, dan lain-lain.

Menurut Hurlock (dalam Windari, 2017: 3) menyatakan konsep

diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini

merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri

mereka sendiri yang mencakup karakter fisik, pisikologis, sosial dan

emosional, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik

diri (penampilan fisik anak, daya tariknya, dan kesesuaian atau

ketidaksamaan dengan jenis kelaminnya dan pentingnya berbagi bagian

13
tubuh untuk perilaku dan harga diri anak itu dimata yang lain) dan citra

pisikologis diri sendiri di dasarkan pada pikiran, perasaan dan emosi

(kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada

kehidupan, sifat-sifat seperti berani, jujur, mandiri dan percaya diri serta

berbagai jenis aspirasi dan kemampuan).

Menurut Rini (dalam Ihsan, 2018:5) konsep diri dapat didefinisikan

sebagai keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya.

Seseorang dikatakan memiliki konsep diri negatif jika meyakini dan

memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa–

apa, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak dapat dan kehilangan

daya tarik terhadap hidup. Sebaliknya seseorang dengan konsep diri positif

akan terlihat lebih optimis, percaya diri, dan selalu bersikap positif

terhadap segala sesuatu.

Dari berbagai definisi menegnai konsep diri maka dapat

disimpulkan bahwa konsep diri adalah sebagai keyakinan atau pandangan

terhadap diri sendiri, diantaranya memahami fisik, psikis, sosial,

emosional, aspirasi, dan prestasi serta memahami tentang hubungan sosial

yang baik dengan lingkungan. Pemahaman diri tersebut didasarkan pada

pengalaman dann interasksi diri dengan lingkungan.

2. Aspek-aspek Konsep Diri

Menurut Fitts (dalam Fatwana N (2018) membedakan konsep diri

menjadi empat aspek diri. Aspek diri merupakan bagian dari diri yang

dapat dilihat oleh orang lain pada diri seorang individu, sedangkan

14
dimensi diri (seperti yang telah di kemukakan ), adalah bagian dari yang

hanya dapat diketahui oleh diri individu yang bersangkutan sendiri.

Aspek-aspek dari diri (self) tersebut menurut Fitts (dalam

Sutataminingsih, 2009: 20) adalah sebagai berikut :

1) Aspek pertahanan diri (self-defensiveness).

Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan

dirinya, terkadang menimbulkan sebuah ketidak sesuaian dengn diri

yang sebenarnya. Kondisi ini terjadi bisa terjadi dikarenakan indivdu

memiliki sikap yang kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yang

sebenarnya sehingg.Hal ini dapat terjadi, dikarenakan individu tidak

ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di dalam dirinya.Aspek

pertahanan diri ini, membuat seorang individu mampu untuk

“menyimpan” keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai

yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya.

2) Aspek penghargaan (self-esteem)

Berdasarkan lebel-lebel dan simbol-simbol yang ada dan

diberikan terhadap dirinya, seorang individu akan membentuk

penghargaan sendiri terhadap dirinya. Semakin baik lebel atau simbol

yang ada pada dirinya sendiri. Demikian pula bila individu memiliki

lebel-lebel atau simbol-simbol yang kurang baik pada dirinya, maka

penilaian tersebut akan diinternalisasikannya dan membentuk

penghargaan diri yang kurang baik pada dirinya.

15
3) Aspek integrasi diri (self-integration)

Aspek integritas ini menunjukan pada derajat integritas antara

bagian-bagian dari diri (self).semakin terintegrasi bagian-bagian dari

diri seorang individu, makan akan semakin baik pula ia akan

menjalankan fungsinya.

4) Aspek kepercayaan diri (self-confidence)

Kepercayaan yang muncul dalam diri seorang individu berasal

dari tingkat kepuasan pada dirinya sendiri. Semakin baik penilaian

seorang individu terhadap dirinya, makan akan semakin percaya ia

akan kemampuan dirinya. Maka dengan adanya kepercayaan diri

yang baik tersebut akan membuat seorang individu percaya diri

dalam menghadapi lingkunganya.

Dari uraian diatas yang telah dikemukakan mengenai

dimensi diri maupun aspek diri, terlihat bahwa diri (self), baik seperti

yang dilihat seorang inidvidu maupun oleh individu lainnya, adalah

terdiri dari beberapa bagian. Bagian-bagian dari inilah yang saling

berinteraksi dan berintegrasi sehingga membentuk konsep diri yang

utuh.

Fitts (dalam Sutaminingsih, 2009:21) juga mengemukakan

terhadap variabel lain yang mengukur aspek lain konsep diri yang

teridi atas :

a. Aspek kritik diri

16
Aspek kritik diri ini menggambarkan sikap “keterbukaan’’

diri dalam menggambarkan diri pribadi. Aspek ini diukur

dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat

merendahkan dan kurang menyenangkan mengenai diri seorang

individu, tetapi dinyatakan secara halus sehingga pada

umumnya inidvidu akan mau mengakui sebagian suatu

kebenaran bagi dirinya sendiri. Derajat dari keterbukaan diri

yang terlalu rendah, menunjukan sikap defensi indivdu.Individu

yang normal memiliki derajat kritik diri yang cukup tinggi,

namun derajat yang terlalu tinggi (diatas 99%) justru

menunjukan individu yang kurang defensif dan kemungkinan

memiliki kelainan pisikologis.

b. Aspek variabilitas

Aspek variabilitas dari diri ini adalah integritas dan

konsistensi persepsi seorang individu tentang dirinya sendiri,

dari satu bagian diri kebagian diri lainnya.Derajat variabilitas

yang tinggi, menunjukan diri yang terintegrasi.Sedangkan

derajat terlalu rendah, menunjukan adanya kekuatan pada diri

seorang individu. Derajat variabilitas yang optimal berada

dibawah rata-rata namun di atas persentil 1.

c. Aspek distribusi

Aspek distribusi dari diri inilah adalah menggambarkan

keyakinan diri atau kemantapan seorang individu dalam menilai

17
dirinya.Derajat distribusi yang tinggi, menunjukan rasa pasti

seorang individu dalam menilai dirinya sendiri.Sedangkan

derajat distribusi yang rendah, menunjukan keraguan seorang

individu terhadap dirinya atau kekaburan dalam mengenali

dirinya.

Dari berbagai definisi mengenai aspek dalam konsep diri maka

dapat disimpulkan, yakni aspek fisik, psikologis, sosial, aspirasi, dan

prestasi. Aspek fisik mencakup gambaran, penilaian, dan harapan

seseorang akan segala sesuatu yang dimilikinya, misalnya anggota badan

dan penampilan. Aspek psikologis mencakup pikiran, perasaan, dan

emosi atau sikap sesorang terhadap dirinya sendiri.Aspek sosial

mencakup gambaran, penilaian, dan harapan seseorang tentang interaksi

sosial dan peran sosialnya. Aspirasi merupakan harapan dan keinginan

seseorang untuk meraih sesuatu atau dengan kata lain yaitu cita-cita.

Prestasi meliputi penilaian seseorang terhadap kemampuan dan

ketidakmampuan dirinya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri yang dimiliki seseorang bukan didapat semata-mata

sejak lahir, akan tetapi dibentuk dari pengalaman-pengalaman yang

didapat selama masa kehidupan. Konsep diri seseorang berkembang

dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hurlock (2003),

konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:11 a) usia

kematangan, b) penampilan, c) kesesuaian jenis kelamin, d) nama dan

18
nama panggilan, e) hubungan dengan keluarga, f) teman sebaya, g)

kreativitas, dan h) cita-cita.

Rakhmat (dalam Dewi dan Mugiarso 2010: 34)menyatakan

bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu:

a.Orang Lain

Penilaian, sikap, atau respon orang lain terhadap keberadaan

seseorang akan berpengaruh terhadap konsep dirinya. Respon

positif dari orang lain, seperti penghargaan dan pujian, akan

membentuk konsep diri yang positif. Sebaliknya, respon negatif

dari orang lain, seperti cemoohan atau penolakan, juga akan

membentuk konsep diri yang negatif.

b.Kelompok Rujukan

Suatu kelompok mempunyai norma-norma tertentu yang

secara emosional akan mengikat dan berpengaruh terhadap

pembentukan konsep diri karena seseorang akan mengarahkan

perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri

kelompoknya. Ada kelompok yang emosional mengikuti kita dan

berpengaruh pada pembentukan konsep diri, ini yang disebut

rujukan. Dengan melihat kelompok pergaulan individu

dilingkungan sekolah yang mengikatnya secara emosi dan di

dalamnya terbentuk norma kelompok.

19
Kemudian menurut Calhoun (1995: 77) mengemukakan ada

empat faktor yang dapat mempengaruhi pemebntukan konsep diri

pada individu, yaitu:

a. Faktor Orang Tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan yang

paling kuat dialami individu. Anak bergantung kepada orang tuanya

untuk makananannya, perlindungan, kenyamanan. Tentu saja tidak

kelangsungan hidupnya akibatnya orang tua menjadi sangat penting di

mata anak.

b. Faktor Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya menepati kedudukan kedua

setelah orang tua anak mempengaruhi konsep diri individu tersebut.

Sementara individu merasa cukup hanya dengan menadapatkan cinta

dari orang tua, tetapi kemudian individu membutuhkan penerimaan

anak-anak lain dalam kelompoknya.

c. Faktor Masyarakat

Anak muda tidak terlalu mementingkan kelahiran mereka,

kenyataan bahwa mereka hitam dan putih, orang italia atau

amerika, anak laki-laki dari pengusaha atau anak perempuan dari

petani desa.Tetapi masyarakat mereka menaggap penting fakta-

fakta semacam itu. Akibatnya penilaian ini sampai kepada anak dan

masuk dalam konsep diri.

20
d. Faktor Belajar

Konsep diri kita adalah hasil belajar. Belajar ini

berlangsung secara terus setiap harinya, biasanya tanpa kita

sadari.Belajar dapat definisikan sebagai perubahan pisikologis yang

relatif permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari

pengalaman (Hilgard, 1966 dalam Darta 2022). Pengalaman-

pengalaman individu dari hasil berinteraksi dengan orang lain dan

lingkungan yang lebih luas akan menyebabkan perubahan pada diri

individu dalam menilai diri dan nantinya dapat merubah konsep

dirinya.

Selain itu, motivasi yang muncul juga akan mempengaruhi

konsep diri individu. Semkain banyak motivasi akan merubah

konsep diri ke arah yang lebih baik, maka semakin baik pula

pandangan individu terhadap dirinya dan dalam menjalakan

perannya dengan berinteraksi dengan orang sekitarnya dalam

mewujudkan konsep dirinya.

Dari berbagai definisi mengenai faktor-faktor konsep diri

maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, baik dari dalam diri individu sendiri dalam

memandang, menilai dan mempersepsikan dirinya, orang tua yang

juga akan sangat mempengaruhi konsep diri individu karena

seorang individu tentu akan bergantung kepada orang tuanya untuk

makanannya, perlindungannya, kenyamanannya, dan juga

21
masyarakat dalam lingkungannya. Dan yang terjadi tentu tidak

lepas dari proses pembelajar individu.

4. Komponen-komponen Konsep Diri

Hurlock (dalam Syahraeni, 2020: 64) menyebutkan bahwa konsep

diri mempunyai tiga komponen, yaitu

a. Perceptual atau physical self-concept merupakan gambaran diri

seseorang yang berkaitan dengan tampilan fisikinya, kesan atau

daya tarik yang dimilikinya bagi orang lain. komponen ini disebut

juga sebagai konsep diri fisik (physical self-concept).

b. Conceptual atau psychological self-concept) yang di sebut juga

sebagai konsep diri psikis merupakan gambaran seseorang atas

dirinya, kempuan atau ketidakmampuan dirinya, masa depannya,

serta meliputi kualitas dirinya penyesuaian hidupnya, kejujuran,

kepercayaan diri, kebebasan dan keberanian.

c. Attitudinal adalah perasaan-perasaan seseorang terhadap dirinya,

sikap terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depan,

sikapnya rasa harga dirinya dan rasa kebanggan.

Menurut Pudjijogyanti (dalam Putama, 2017) komponen-

komponen konsep diri ada dua yaitu :

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu

tentang keadaan dirinya, misalnya “saya anak bodoh’’ atau “saya

anak nakal”. Jadi komponen kognitif merupakan penjelasan dari

22
“siapa saya” saya akan memberi gambaran tentang diri saya.

Gambaran diri (self-picture) tersebut akan membentuk citra diri

(self-image).

b. Komponen Afektif

Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap

diri.penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri

(self acceptance), serta harga diri (self-esteem) individu.

Menurut Nur dan ekasari (2008: 19) konsep diri terbentuk dari 4

komponen yaitu :

a. Diri ideal (self-ideal)

Menentukan sebagian besar arah hidup seseorang.Diri ideal

menentukan arah perkembangan diri dan pertumbuhan karakter

serta kepribadian. Diri ideal merupakan gabungan dari semua

kualitas dan ciri kepribadian orang yang sangat dikagumi. Diri

ideal merupakan gambaran dari sosok seseorang yang sangat

kagum

b. Citra diri (self-image)

Citra diri Adalah cara individu melihat diri sendiri dan

berpikir mengenai diri individu sekarang/saat ini. Citra diri sering

disebut sebagai cerminan diri. Individu akan senantiasa melihat

ke dalam cermin ini untuk mengetahui bagaimana cara individu

tersebut harus bertindak atau berlaku pada suatu keadaan tertentu.

23
c. Harga diri (self-esteem)

Komponen yang bersifat emosional dan merupakan

komponen yang paling penting dalam menentukan sikap dan

kepribadian seseorang. Harga diri merupakan kunci untuk

mencapai keberhasilan hidup.Harga diri didefinisikan sebagai

kecendurungan untuk memandang diri sendiri sebagai pribadi

yang mampu dan memiliki daya upaya dalam menghadapi

tentangan-tantangan hidup yang mendasar dan layak untuk hidup

bahagia. Harga diri akan menentukan semangat, antusias, dan

motivasi diri.

5. Karakteristik Konsep Diri

Menurut Calhoun & Acocella (dalam Setiawan dan Mastitah,

2017: 23) dalam perkembangan konsep diri terbagi menjadi dua yaitu

konsep diri positif dan konsep diri negatif, sebagai berikut :

a. Konsep diri positif

Lebih kepada penerimaan diri bukan sabagai suatu

kebanggaan yang besar tentang diri namun, individu yang

memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul

tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta

tentang dirinya sendiri. Individu yang memiliki konsep diri positif

biasanya akan merancang tujuan-tujan yang sesuai dengan

realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk

24
dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depanya serta

menganggap bahwa hidup adalah proses penemuan.

b. Konsep diri negatif

Konsep diri negatif yang terbagi menjadi 2 tipe, yaitu

pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak

teratur, individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya,

kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam

kehidupannya, kemudian pandnagan tentang dirinya sendiri

terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu

dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan

citra diri yang disiplin sesuai hukum dan peraturan.

6. Unsur Umum Konsep Diri

Menurut Hurlock (1999) dalam Rola (2006), terdapat delapan

kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu:

a. Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti

orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang

menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

baik.Remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti

anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik

sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.

25
b. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa

rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik

fisik.Setiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang

mengakibatkan perasaan rendah diri.Sebaliknya, daya tarik fisik

menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri

kepribadian dan menambah dukungan sosial.

c. Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku

membantu remaja mencapai konsep diri yang baik.

Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini

memberi akibat buruk pada perilakunya

d. Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman

sekelompok menilai namanya buruk atau mereka memberi nama

julukan yang bernada cemooh.

e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat

dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri

dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola

kepribadian yang sama.

26
f. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian

remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan

cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang

dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan

ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.

g. Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif

dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan

perasaan individualitas dari identitas yang memberi pengaruh

yang baik pada konsep dirinya.

7. Mencari Identitas

Menurut Erickson “identitas diri’’ berarti perasaan dapat berfungsi

sebagai seseorang yang tersendiri tetapi yang berhubungan erat dengan

orang lain. Ini berarti menjadi orang dari kelompok tetapi sekaligus

memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan kelompok yang merupakan

kekhususan dari individu itu. Untuk memperoleh identitas diri remaja harus

mempunyai keyakinan bahwa ia harus dapat bertindak mandiri. Remaja

akan melepaskan diri dari orang tua dan mendekatkan diri dengan taman-

teman. Sebelum mencapai masa remaja, remaja belum berhasil mangatasi

masalah identitas diri (Hurlock. 2009: 174).

27
B. Broken home

1. Pengertian Broken home

Muttaqin dan Sulistyo (2019) dalam Budiman (2019),

mengemukakan bahwa broken home merupakan situasi dan kondisi

kelaurga yang tidak lagi terdapat keharmonisan sebagaimana banyak

diharapakan orang. Rumah tangga yang damai, rukun dan sejahtera tidak

bisa didapatkan lagi karena adanya keributan karena persoalan yang

gagal dicarikan titik temu antara suami/istri. Broken home dapat terlihat

dari aspek struktur kelengkapan unsure keluarga. Terkadang struktur

keluarga tidak lengkap karena faktor meninggal, terkadang karena ada

gangguan pada struktur keluarga.Kasus perceraian dalam rumah tangga

juga biasa dikenal dengan sebutan “Broken home”. Akibat dari broken

home pastinya sangat berpengaruh kepada hubungan antara orang tua dan

anak baik dari segi komunikasi, mental, psikologis dan pendidikan sang

anak. Anak-anak yang dimaksud disini mulai dari kecil, remaja hingga

dewasa. Ketika hubungan antara orang tua dan anak baik-baik saja maka

kebahagiaan yang sepenuhnya akan di dapatkan oleh anak.

Menurut Maulidah dan Saleh (2022: 76-77) broken berarti

“kehancuran”, sedangakan home berarti “rumah”. Broken home memiliki

arti adanya kehancuran di dalam rumah tangga yang disebabkan kedua

suami istri mengalami perbedaan pendapat. Broken home disini memiliki

banyak arti yang bisa di karenakan adanya perselisihan atau percekcokan

antara suami istri, akan tetapi tetap tinggal satu rumah. Bisa juga broken

28
home diartikan kehancuran rumah tangga sampai terjadi perceraian kedua

orang tua.

Menurut Mistiani (2018 :324) broken home berasal dari dua kata

yaitu broken dan home. Broken berasal dari kata break yang berarti

keretakan, sedangkan home mempunyai arti rumah atau rumah tangga.

Arti broken home dari kamus besar bahasa indonesia adalah perpecahan

dalam keluarga. Broken home juga dapat diartikan dengan kondisi

keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang

rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta

perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada

perceraian. Sebenarnya anak yang broken home bukan hanya anak yang

berasal dari keluarga yang tidak utuh atau tidak harmonis. Terdapat

banyak faktor yang melatar belakangi anak yang broken home, antara

lain percekcokan atau pertengkaran orang tua, perceraian, kesibukan

orang tua.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa broken

home adalah suatu keluarga yang sudah tidak lengkap/rusak karena suatu

perceraian atau kematian orang tua atau terpisah dengan pasangan atau

adanya pologami dari salah satu pihak pasangan atau tidak adanya lagi

kecocokan dan komonikasi antara dua belah pihak sehingga menjadikan

tidak adanya kesamaan tujuan lagi di dalam menjalankan rumah tangga.

29
2. Faktor Penyebab Broken home
Faktor timbulnya keluarga broken home menurut Kardawati

(dalam Muttaqin dan Sulistyo, 2019: 248) antara lain:

1. Orang tua yang berpisah atau bercerai

Kasus seperti percerian menunjukkan bahwa suatu kenyataan

dari kehidupan suami dan istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih

sayang atas dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama dari

awal da kini telah goyah dan tidak mampu menompang dan

mempertahankan keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis.

Dengan demikian hubungan antara suami dan istri tersebut semakin

lama akan semakin renggang, masing-masing atau salah satu

membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama

sekali. Hubungan tersebut telah menunjukan situasi keterasingan dan

keterpisahan yang semakin melebar dan menjauh ke dalam dunianya

sendiri. Maka dari hal tersebut ada pergeseran arti dan fungsi

sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa

kebertautan yang intim lagi, atau bisa dibilang acuh-tak acuh tidak

peduli lagi anatar satu dan yang lain. Bahkan bisa-bisa saling

menjatuhkan antara keduanya. Padahal dalam ajaran agama Islam,

Allah tidak menyukai yang namanya perceraian yang ada di dalam

keluarga.

2. Kebudayaan yang bisu dalam keluarga

Kebudayaan yang bisu ini bisa ditandai oleh tidak adanya

komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Masalah yang biasa

30
muncul dalam kebudayaan ini tersebut justru terjadi dalam

komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Masalah

tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi

diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang

perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Sebuah keluarga yang

tanpa adanya dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa

frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Hal ini biasanya

terjadi ketika kedua orang tua sudah tidak lagi bersama, hal ini

sering dirasakan oleh anak-anak broken home.

3. Perang dingin yang terjadi di dalam keluarga

Bisa juga dikatakan perang dingin kasusnya bisa lebih berat

dari pada kebudayaan bisu. Sebab di dalam perang dingin ini,selain

kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan

kebencian dari masing-masing pihak. Inilah yang penulis maksudkan

darisaling menjatuhkan antara suami dan istri

Meurut Hurlock (2005) dalam Rizki (2018), penyebab

perpecahan dalam keluarga ada tiga yaitu :

1. Kematian

Apabila anak menyadari bahwa orang tuanya tidak akan

pernah kembali, mereka akan bersedih hati dan akan

mengalihkan kasih sayangnyapada orang tua yang masih ada

dengan harapan memperoleh kembali rasa aman sebelumnya.

Jika orang tua yang masih ada tenggelam dalam kesedihan dan

31
maslah praktis yang ditimbulkan keluarga yang tidak lengkap

lagi, anak akan merasa ditolak dan tidak diinginkan. Seandainya

anak kehilangan kedua orang tuanya, pengaruhnya akan lebih

serius lagi. Anak harus melakukan perubahan besar dalam pola

kehidupannya dan menyesuaikan diri dengan pengasuh orang

lain, yang mungkin tidak dikenalinya.

2. Perceraian

Perceraian akan menyebabkan anak dan hubungan

keluarga menjadi rusak, karena masa penyesuaian terhadap

perceraian lebih lama dan sulit bagi anak daripada masa

penyesuaian karena kematian orang tua. Menurut Hozman dan

Froiland (dalam Sitepu, Husana 2022: 78) telah menemukan lima

tahap dalam penyesuaian, yaitu (1) penolakan terhadap

perceraian, (2) kemarahan yang ditunjukan pada mereka yang

terlibat situasi tersebut, (3) tawar menawar dalam usaha

menyatukan orang tua, (4) depresi, dan (5) menerima perceraian.

Perceraian juga menyebabkan anak menjadi malu dan

serba salah saat ditanya dimana orang tuanya, mengapa mereka

mempunyai orang tua baru.Sehingga anak merasa berbeda

dengan teman kelompoknya atau sebayanya.Selain itu mungkin

anak akanmerasa bersalah jika lebih menikmati atau lebih suka

tinggal dengan orang tua yang tidak bersama daripada tinggal

dengan orang tua yang mengasuh mereka.

32
3. Perpisahan sementara

Kondisi ini lebih membahayakan hubungan keluarga

daripada perpisahan yang tetap permanen.Misalnya ayah dan

ibunya pergi sementara untuk bekerja dalam waktu yang cukup

lama.Perpisahan yang sementara dapat menimbulkan situasi yang

menegangkan bagi anak dan orang tua, dan harus menyesuaikan

dnegan perpisahan itu kemudian harus menyesuaikan kembali

setelah kembali berkumpul.

3. Ciri-ciri Broken home

Ciri-ciri keluarga yang mengalami broken home adalah

a. Kematian salah satu atau kedua orang tua

b. Kedua orang tua berpisah atau bercerai (divorce)

c. Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor marrige)

d. Hubungan anak dengan orang tua tidak baik (poor parent-cilidren

relationship)

e. Suasana rumah tangga tegang dan tanpa kehangatan (high tesen and

low)

f. Salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan

kepribadianatau gangguan kejiwaan (personality or psychological

disorder) (Samsul dalam Yuni, 2010: 39).

33
4. Dampak Broken Home

Menurut Sardi, Budianto, dkk (2021: 24) tidak satupun keluarga

menginginkan kehancuran dalam keluarganya, mereka tentunya

mengharapkan keluarga yang harmonis. Namun dalam perjalanannya

tidak sesuai dengan harapan itu dan yang terjadi adalah perselisihan dan

pertikaian yang mengakibatkan perceraian. Perceraian yang berdampak

broken home.

Menurut Gintulangi W (dalam Sardi, Budianto, dkk. 2021: 24)

broken home berdampak pada anak-anak maupun orang dewasa yang

mengakibatkan menurunnya prestasi belajar karena kurangnya mendapat

perhatian dari keluarga. Selanjutnya dampak lain yang ditimbulkan

akibat broken home adalah terjadiny perilaku yang negatif.

Menurut Ardilla dan Cholid (2021: 5) adapun dampak yang terjadi

kepada anak yang mengalami broken home antara lain :

a. Dampak perceraian langsung dan tidak langsung.

Perceraian yang terjadi secara tidak langsung akan berdampak

psikologis yang kurang baik dalam keluarga. Secara langsung anak

akan merasakan kehilangan yang sangat dalam karena sosok orangtua

sudah tidak lagi lengkap, diiringi dengan kebiasaan aktivitas atau

rutinitas bermainnya selalu ditemani dan dihabiskan untuk bermain

bersama orang tua. Setelah terjadinya broken home anak akan spontan

berubah sikap dengan sendirinya seperti memilih untuk sendiri, selalu

merasa tidak aman, dan sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungan

34
sekitarnya, dampak psikologis pada anak broken home yaitu

membentuk perkembangan kepribadian yang kurang sehat, emosian

sehingga tidak punya tanggung jawab.

b. Dampak pendidikan.

Broken home sangat mempengaruhi pola pikir korban

sehingga pendidikan anak akibat broken home dominan kurang baik

dan banyak yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan sesuai target

yang ditetapkan. Dampak lain dari broken home juga akan

menyebabkan trauma pada anak. Hal ini disebabkan karena orangtua

yang memberikan pengasuhan secara kasar sehingga meningkatnya

rasa malu anak dalam lingkungan terdekatnya hingga kehidupan

sosialnya. Ketika seorang anak telah masuk kedalam kondisi trauma

namun sebelumnya dia selalu merasakan kebahagiaan dan selalu

diberikan kehangatan oleh orang tuanya, maka hal ini sangat

menyakitkan bagi anak karena sulit untuk menerima keadaan yang

bertolak belakang dengan seblumnya. Akibatnya muncullah trauma

dan sulit bagi mereka untuk melupakan sehingga menimbulkan trauma

yang sangat berat.

c. Dampak dari segi kejiwaan atau psikologis

Siapapun yang mengalami broken home akan berakibat juga

kepada broken heart. Hati seseorang yang selalu diselimuti oleh rasa

pedih, kecewa, putus asa, dan beranggapan bahwa dia tidak ada

35
gunanya untuk hidup.Berdasarkan hal itu seorang dapat berubah

menjadi krisis kasih dan terjerumus kepada keanehan seksual.

5. Sikap Negatif Anak Broken Home

Berada dalam keluarga yang broken home dengan kehilangan salah

satu orang tua, menghadapi orang tua yang bercerai, bertengkar bahkan

melakukan tindak kekerasan di depan anak-anak akan menimbulkan

beberapa dampak terhadap anak. Menurut Hartley (dalam Isnaini, 2019:

16) ada beberapa dampak broken home antara lain:

a. Academic Problem

Seseorang yang mengalami broken home akan menjadi orang

yang malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak nerprestasi.

b. Behavioural Problem

Mereka mulai membrontak, kasar, masa bodoh, memiliki

kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum minuman keras,

judi dan lari ketempat pelacuran.

Berdasarkan gambaran di atas dapat peneliti simpulkan bahwa broken

home memberikan dampak terhadap masalah pendidikan dan kebiasaan

pada anak yang mengalami broken home. Anak yang broken home akan

memiliki masalah dalam prsoses belajar seperti malas dalam belajr, tidak

mengerjakan tugas, malas untuk datang ke sekolah, sering cabut,

mengalami 28 prestasi yang menurun dan lain sebagainya. Kebiasaan anak

yang mengalami broken home juga akan dapat terlihat seperti mulai

36
memberontak dan berbicara kasar, mulai merokok, minum-minuman keras

dan lain sebagainya.

C. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelmopok

Konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu

dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan

penyembuhan, diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka

perkembangan dan pertumbuhannya (Natawidjaja, 2009 : 37).

Menurut Sukardi dan Kusmawatim(2008 : 79), konseling kelompok

merupaka konseling yang diselanggarakan dalam kelompok, dengan

memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi didalam kelompok

tersebut.

Prayitno (2013 : 307) menjelaskan bahwa konseling kelompok

adalah usaha pemberian bantuan yang diberikan oleh seseorang

koselor kepada orang-orang yang membutuhkan untuk menegaskan

masalah yang sedang dihadapinya dalam suasana kelompok.

Dari pengertian diatas, konseling kelompok merupakan kegiatan

yang terjadi didalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika

kelompok dan bersifat pencegahan dan penyembuhan permasalahan

kelompok.

2. Tujuan konseling kelompok

Menurut Wibowo (2005 : 20) tujuan yang ingin dicapai dalam

konseling kelompok yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan

37
pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing

anggota kelompok, agar terhindar dari masalah, dan masalah

teserlesaikan dengan cepat melalui bantuan anggota kelompok yang

lain. Dalam penelitian ini tujuan konseling adalah untuk mereduksi

gaya hidup hedonis siswa.

3. Tahapan Konseling Kelompok.

Prayitno (1995 : 178) menjelaskan ada beberapa layanan konseling

kelompok :

a. Tahap pembentukan

Prayitno (1995 : 41) menjelaskan bahwa pada tahap ini

merupakan tahap pengenalan, tahap memasukan diri ke dalam

kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini umumnya para anggota

kelompok saling memperkenalkan diri dan mengungkapkan tujuan

ataupun harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagai

manapun seluruh anggota. Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan, dan tata cara pelaksanaan

38
elaksanaan konseling kelompok, dan asas-asas yang diperlukan.

b. Tahap peralihan

Pada tahap ini pemimpin kelompok bertugas membawa

peserta melewati tahap peralihan yag dikenal sebagai tahap

mencekam dan menegangkan. Pemimpin kelompok memantapkan

kembali asas kerahasiaan, keterbukaan, kesukarelaan, dan

kenormatifan. Pemimpin kelompok membawa peserta untuk

memikirkan dalam waktu kurang lebih 1-2 menit apa yang

dirasakannya pada saat itu. Pada tahap peralihan, pemimpin

kelompok dapat mengenali suasana dalam kelompok.

c. Tahap kegiatan

Tahap ini merupakan kegiatan yang sebenarnya dalam

konseling kelompok. Pada tahap ini, seluruh peserta berperan aktif

dan terbuka mengemukakan apa yang dirasakan, dipikirkan dan

apa yang dialami. Pemimpim kelompok mengajak peserta untuk

menceritakan masalah yang akan dibahas, kemudian peserta diajak

untuk membahas permasalahan tersebut secara lebih mendalam,

luas dan menyeluruh.

d. Tahapan Pengakhiran

Pemimpin kelompok mengajak untuk mengemukakan hasil dari

keseluruhan kegiatan layanan konseling kelompok. Kemudian

kesan serta pesan terhadap konseling kelompok. Pada tahap ini

diakhiri dengan perpisahan.

39
Dalam penelitian ini tahapan konseling kelompok menggunakan

pendekatan realita dalam mengubah konsep diri siswa :

1. Tahap Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap awal yang ditandai dengan

perkenalan, dan juga dibentuknya struktur kelompok.

Setelah itu dilanjutkan dengan menjelaskan pengertian

konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, tata cara

konseling kelompok dan juga asas konseling kelompok.

2. Tahapan Peralihan

Tahap ini dimana konselor membuka permasalahan konsep

diri negative anggota sehingga masalah tersebut dapat

bersama-sama dirumuskan dan diketahui penyebabnya.

Disini konselor membawa anggota kelompok untuk diam

sejenak dan memikirkan apa yang dia rasakan pada saat itu.

Kemudian konselor juga mengingatkan kembaliasas- asas

dalam konseling kelompok.

3. Tahap Kegiatan

Tahapan ini diharapkan seluruh anggota kelompok berperan

aktif dalam proses konseling kelompok dan memberikan

pendapat mengenai permasalaha yang ia alami. Setelah

didapatkanya masalah tersebut akan dibahas secara

mendalam oleh konselor dan juga anggota kelompok tanpa

terkecuali.

40
4. Tahap Pengakhiran

Tahap ini merupakan tahap akhir yang dimana pemimpin

kelompok mengajak seluruh anggota kelompok untuk

mengemukakan hasil dari konseling kelompok dengan

menggunakan pendekatan realita. Serta diakhri dengan

memberikan kesan dan pesan setelah dilakukannya

konseling kelompok.

41
D. Konseling Realita

1. Pengertian Konseling Realita

Menurut Farid (2021), konseling realita adalah pendekatan yang

berdasarkan pada anggapan tentang adanya suatu kebutuhan psikologis

pada seluruh kenhidupanya, kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan

untuk merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan orang lain. pandangan

terapi realita menyatakan bahwa, kerena individu-individu bisa mengubah

cara hidup, perasaan dan tingkah lakunya, maka mereka pun bisa

mengubah identitasnya yang bergantung dengan perubahan tingkah laku.

Jadi jelas bahwa konseling realita dibangun diatas asumsi bahwa manusia

adalah yang menentukan dirinya sendiri, memiliki tanggung jawab untuk

menerima konsekuensi dan tingkah lakunya sendiri dan menjadi apa yang

ditetapkannya.

Menurut Daud (2019: 81) terapi realitas adalah suatu sistem yang

difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru

dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara membantu

mengadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa

merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. inti dari terapi penerimaan

diri tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental.

Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur

yang di rancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu

“identitas keberhasilan” dapat diterapkan pada psikotrapi, konseling,

48
pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga

dan perkembangan masyarakat.

Correy (dalam Potaboga, 2020: 43) konseling realitas merupakan

model terapi dalam konseling yang sistemnya difokuskan pada tingkah

laku sekarang. Sehingga dalam praksisnya konselor berperan sebagai guru

dan model yang mengkonforntasi konseli dengan cara yang dapat

membantu konseli untuk berperilaku lebih realistis sehingga konseli dapat

membentuk identitas keberhasilan dirinya. Maka dari itu pendekatan

realitas merupakan suatu bentuk modifikasi tingkah laku, yang mana

modifikasi tingkah laku ini difokuskan pada perasaan dan tingkah laku saat

ini serta mengarahkan konseli keluar dari masalahnya dan fokus pada

tujuan hidupnya dimasa depan.

Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa konseling

realitas adalah salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling yang

difokuskan pada masa sekarang dan bentuk tolong menolong yang praktis

dan relatif sederhana yang dapat dilakukan oleh seorang guru sekolah atau

konselor agar berhasil mengembangkan kepribadian dan kesehatan mental

konselor serta untuk memudahkan pengalihan tanggung jawab kepada

konsultan yang bertanggung jawab

2. Tujuan Konseling Realita

Menurut Daud (2019: 84) Konseling Realitas bertujuan membantu

individu untuk mencapai otonomi, dengan identitas berhasil sebagai tujuan

khususnya. Konselor dalam prosedur konseling berusaha membantu klien

49
menemukan pemenuhan kebutuhan dasarnya dengan right, responsibility

dan reality.Dalam hal ini klien belajar keterampilan umum, keterampilan

kognitif atau intelektual, dan keterampilan menghadapi masalah

kehidupannya. Pengalaman kelien diperlukan untuk mencapai tujuan itu

adalah pengalaman memusatkan pada tingkah laku, membuat rencana,

mengevaluasi tingkah laku sendiri, belajar kecanduan positifsebagai

puncak pengalaman.

Tujuan umum konseling realitas dan sudut pandang konselor

menurut Burks (dalam Daud, 2019: 84) mengemukakan bahwa konseling

realitas merupakan bentuk mengajar dan latihan individual secara khusus.

Secara luas, konseling ini membantu konseli dalam mengembangkan

sistem atau cara hidup yang kaya akan keberhasilan. Adapun tujuan terapi

konseling realitas, sebagai berikut:

b. Menolong individu agar mampu mengurus dirinya sendiri, supaya dapat

menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.

c. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul

segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya

dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

d. Mengembangkan rencana-rencana nyata dam realistik dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

e. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian

kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai

adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.

50
f. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran

sendiri.

Menurut Susanti (2015: 89) tujuan utama konseling realitas

adalah membantu klien untuk menemukan cara yang lebih efektif untuk

memperoleh need for belonging, power, freedom, and fun. Correy (dalam

Susanti 2015:89) membimbing klien untuk mempelajari cara untuk

mengontrol kehidupannya menjadi lebih efektif dan mendorong klien

untuk menilai pikiran, perasaan, dan tindakan yang mereka miliki untuk

menemukan cara terbaik untuk keberfungsian mereka. Konseling realitas

berfokus pada peningkatan kesadaran klien akan ketidakefektifan

perilaku yang mereka tampilkan, kemudian mengajarkan mereka perilaku

yang lebih efektif dalam mengadapi dunia. Dengan kata lain klien

dibantu untuk mengevaluasi apakah tindakan mereka realistis dan apakah

tindakan yang merak ambil membentu untuk mencapai keinginan

mereka.

Dari paparan penjelasan para ahli diatas dapat disimpulakan

bahwa tujuan konseling realita adalah untuk mencapai identitas

keberhasilan dengan cara individu mampu memikul tanggung jawab,

yaitu kemampuan untuk mencapau suatu kepuasan terhadap kebutuhan

dasarnya, serta untuk menolong individu agar mampu mengurus dirinya

sendiri dan dapat menentukan perilaku dalam bentuk nyata, sesuai

dengan kemampuan dan keinginan dalam perkembangan

pertumbuhannya, mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik

51
dalam mecapai tujuan yang telah ditetapkan, perilaku yang sukses dapat

dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai

dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk

mengubahnya sendiri, konseling ditekankan pada disiplin dan tanggung

jawab atas kesadaran sendiri.

3. Ciri-ciri Konseling Realita

Menurut Abdurrahman (2017: 103) konseling realitas memiliki

ciri-ciri, konseling realitas berpendapat neurotik dan psikotik bukanlah

suatu yang sekedar terjadi pada diri kita, melainkan sesuatu perilaku yang

kita pilih sebagai cara untuk mengontrol dunia kita. Meskipun perilaku

tertentu bisa juga menyakitkan dan tidak efektif, sampai pada suatu

tingkatan tertentu memang bisa berguna.

Konsep identitas sukses merupakan hal yang esensial untuk bisa

memahami konseling realitas.orang yang memiliki identitas sukses

melihat dirinya sebagai yang mampu memberi dan menerima rasa cinta,

yang merasakan bahwa mereka merupakan orang yang signifikan bagi

orang lain, merasa berkuasa, merasa dirinya berharga dan mampu

memenuhi kebutuhan tanpa harus mengorbankan orang lain, sehingga

memiliki kekuatan yang menolong mereka bisa menciptakan kehidupan

yang memuaskan. Sedangkan keterikatan positif sebagai sumber utama

kekuatan psikologis, yang bias dikembangkan dengan dua yaitu: berlari

dan meditasi.

52
Konseling realitas menekankan pada pertanggung jawaban,

yaitu perilaku yang bisa memenuhi kebutuhan sendiri tanpa mengganggu

orang lain dalam proses pemenuhan itu. Orang yang bertanggung jawab

adalah otonom. Artinya mereka tahu apa yang mereka tahu apa yang

mereka inginkan dalam hidup dan membuat rencana untuk bisa

memenuhi kebutuhan hidup. Glasser menekankan tindakan menghindari

kritik, baik dari konselor maupun dari diri sendiri.

Konseling realitas meilihat transferensi sebagai cara konselor

untuk membuat dirinya tetap tersembunyi sebagai orang. Konseling ini

menuntut konseling untuk menjadi dirinya sendiri dan tidak memikirkan

ataupun mengejar bahwa dirinya memainkan peranan sebagau ayah ibu

klien.Konselor realitas berurusan dengan persepsi apapun yang dimiliki

klien dan tidak ada usaha untuk mengajarkan klien bahwa reaksi dan

pandangan mereka tidak seperti yang mereka nyatakan.Konselor realitas

tidak menyibukan diri dengan segala hal tentang masa silam klien, tetapi

mencari bukti tentang kemampuan klien untuk bisa mengontrol dunia

dengan sukses, sehingga klien ditolong untuk berurusan dengan situasi

yang secara langsung terkait dengan kehidupan dimasa sekarang.

Adapun ciri-ciri konseling realitas menurut George & Christian

(dalam Mubasyaroh, 2019: 89) adalah tidak terpaku pada kejadian-

kejadian masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli untuk menghadapi

realitas atau kenyataan yang ada.Konseling ini juga tidak memberikan

peran pada alam bawah sadar, seperti yang dilakukan oleh pendekatan

53
psikoanalisis.Dalam pendekatan realitas konselor berperan sebagai guru

dan sebagai model bagi konseli.Disamping itu, konselor juga membuat

kontrak dengan konseli untuk mengubah perilakunya.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari

konseling realitas adalah menolak adanya konsep sakit mental pada

setiap individu, tetapi yang ada adalah perilaku tidak bertanggung jawab

tetapi masih dalam taraf mental yang sehat. Berfokus pada perilaku nyata

guna mencapai tujuan yang akan datang penuh optimisme.berorentasi

pada keadaan yang akan datang dengan fokus pada perilaku yang

sekarang yang mungkin diubah, diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan.

Perilaku masa lampau tidak bisa diubah tetapi bisa diterima apa adanya,

sabagai pengalaman yang berharga.

4. Tahapan Konseling Realita

Thompson, et. Al. (2004:115-120) mengemukakan delapan tahap

dalam Konseling Realita.

a. Tahapan Pertama, konselor menunjukan keterlibatan dengan konseli.

konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan

menaruh perhatian pada hubunganyang sedang di bangun, konselor

harus dapat melibatkan diri pada konseli dengan memperlibatkan

sikap hangat dan ramah.

b. Tahapan Kedua, fokus pada perilaku sekarang. Setelah konseli dapat

melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan pada

konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Tahap kedua ini

54
merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan

ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi

permasalahannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan

hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi

tersebut.

c. Tahapan Ketiga, mengesksplorasi total behavior konseli. Konselor

menanyakan apa yang dilakukan konseli dengan cara pandang

koseling realita.

d. Tahapan Keempat, konseli menilai diri sendiri atau melakukan

evaluasi. Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada

konseli apakah pilihan perilakunya tidak untuk menilai benar atau

salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai

perilakunya saat ini. Pada tahap ini, respon-respon konselor

diantaranya menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat

membantunya keluar dari permasalahan atau sebaliknya. Konselor

menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari

oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor

tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi

membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri

kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup

terbantu dengan pilihannya tersebut.

e. Tahapan Kelima, merencanakan tindakan yang bertanggungjawab.

Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak

55
meyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya,

dilanjutkan dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih

bertanggungjawab. Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan

konkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan konseli untuk keluar dan

permasalahan yang sedang dihadapinya.

f. Tahapan Keenam, membuat komitmen. Konselor mendorong konseli

untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama

konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.

g. Tahapan Ketujuh, tidak menerima permintaan maaf atau alasan

konseli. Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas

waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor

menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila

konseli tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah

direncanaknnya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak

untuk dipenuhi konselor

h. Tahapan Kedelepan , tindak lanjut. Merupakan tahap terakhir dalam

konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang

dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang

telah ditetapkan belum tercapai.

5. Teknik-Teknik Konseling Realita

Menurut Correy ( dalam Endriani, 2022), konseling realita bisa

ditandai sebagai konseling yang aktif dan verbal. Prosedurnya difokuskan

pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan

56
dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai

keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan

identitas keberhasilan, dalam konseling bisa menggunakan beberapa

teknik sebagai berikut :

a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien.

b. Menggunakan humor.

c. Membantu klien dan menolak dalih apapun.

d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik

bagi tindakan.

e. Bertindak sebagai model dan guru.

f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi konseling.

g. Menggunakan “terapi kejutan verbal” yang layaknya untuk

mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak

realistis.

h. Melibatakan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan

yang lebih efektif.

Pelaksanaan teknik tersebut dibuat tidak secara kaku.Hal ini

disesuaikan dengan karakteristik konselor dan klien yang menjalani

konseling realitas.jadipara praktiknya, dapat saja beberapa teknik tidak di

sertakan. Hal tersebut akan berdampak negatif selama tujuan konseling

yang sebenarnya dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

57
D. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2011) di SMP

Negeri 02 Bantarbolang dari hasil pemberian konseling siswa yang

memiliki konsep diri negatif dapat teratasi dengan menggunakan

konseling realita. Hal ini terlihat dari perubahan atau perkembangan

konesli sesudah pemberian tindakan. Pada setiap akhir pertemuan dengan

konseli diberikan penilaian hasil akhir layanan bimbingan dan konseling.

Sehingga dapat dilihat apakah konseling yang dilakukan berkesan bagi

konseli. Penilaian tersebut dapat disimpulkan, yaitu pertemuan pada

kegiatan konseling ini cukup berarti bagi dirinya, karena dapat

menyelesaikan masalah mengurangi beban pikiran, mengetahui kelebihan

dan kelemahan dirinya, dan yang terpenting dalam penelitian ini yaitu

mengenal konsep diri negatif siswa broken home dapat berubah menjadi

konsep diri yang positif.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ridha Fauziatil Hasanah(2020:

20) di MTs Inayatuththalibin Banjarmasin Konseli sebelum diberikan

pendekatan konseling realitas memiliki konsep diri negatif dilator

belakangi oleh keluarga yang broken home. Setelah diberikan perlakuan

konseli mampu menurunkan konsep diri negatif yangnada padaa

dirinkonseli. konseli mampu menunjukan i4 target pembentukan perilaku

dari 4 target pembentukan perilaku yang diharapkan. Pendekatan

konseling realitas efektif dalam mengatasi konsep diri negatif pada siswa

broken home kelas VIII di MMTs Inayatuththalibin Banjarmasin.

58
3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Cahyani, dkk (2022: 09) kepada

siswa yang berinisial MA, yaitu (1) Perilaku negatif yang dilakukan oleh

MA seperti berkelahi dengan teman sekelasnya, membolos dari mata

pelajaran, merokok di ruang kelas, berbohong dengan memalsu surat ijin,

merusak sarana dan lingkungan sekolah, tidak disiplin dalam proses

KBM, sering terlambat masuk kelas/sekolah, pakaian tidak sesuai

ketentuan sekolah, dan tidak mengerjakan tugas dari guru. (2) Faktor yang

memengaruhi perilaku negatif siswa MA adalah dari orang tua, diri

pribadi MA, dan pergaulan MA dengan teman sekolah yang nakal. (3)

Dampak perilaku negatif yang dilakukan oleh MA menyebabkan prestasi

belajarnya menurun dan dijauhi oleh temannya. (4) Upaya penanganan

yang dilakukan adalah dengan menggunakan konseling realitas prosedur

WDEP. Hasil penanganan menunjukkan menurunnya perilaku negatif

korban broken home. Perubahan tersebut terjadi karena adanya perubahan

kesadaran dalam diri konseli yang berfokus pada kejadian saat ini atau

kondisi saat ini, menekankan pada kekuatan pribadi atau apa yang

diinginkan oleh konseli, dan mendorong individu untuk mengembangkan

perilaku yang lebih baik agar dapat bermanfaat untuk kedepanya bagi

Subjek maupun untuk masyarakat maupun negara.

MenurutHusni (2017: 64) konseling individual merupakan realisasi

antara konselor dan klien dengan tujuan agar dapat memecahkan

permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien. Konseling memberikan

bantuan kepad individu untuk mengembangkan kesehatan mental, perubahan

59
sikap dan tingkah laku, konseling menjadi strategi utama dalam proses

bimbingan dan merupakan teknik standart serta merupakan tugas pokok dari

seorang konselor di pusat pendidikan. Dengan adanya layanan konseling

individual disekolah diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang

dihadapi oleh siswa, hingga nantinya disekolah siswa dapat belajar dengan

tenang dan secara tidak langsung dapat meningkatkan prestasi belajarnya

disekolah.

E. Kerangka berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Konsep diri siswa


Layanan Konsep diri positif
broken home negatif
konseling
sebelum dilakukan siswa broken home
kelompok
layanan pendekatan tinggi setelah
realita dilakukan layanan

Gambar 2.1 kerangka berpikir

Kerangka berpikir di atas, berupa pemberian layanan konseling

kelompok dengan pendekan realita untuk meningkatkan konsep diri siswa

broken home .

60
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan desain

penelitian eksprimen. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan

tindakan kepada sampel penelitian (Sugiyono, 2013:72). Pada penelitian ini

tindakan diberikan untuk mengetahui konsep diri siswa broken home sebelum

dan setelah diberikan tindakan dengan menggunakan pola one-group pretest-

posttest design dilakukan dengan dua kali pengukuran kepada sampel.

Untuk memperjelas desain penelitian maka peneliti membentuk

pola dibawah ini :

O1 x O2
Gambar 3.1 Diagram Desain Penelitian

Keterangan :

O1 : Konsep diri siswa broken home sebelum diberikan tindakan

X : Tindakan yang diberikan

O2 : Konsep diri siswa broken home setelah diberikan tindakan

Untuk memperjelas uraian dari pola desain penelitian diatas,

penelitian memberikan deskripsi sebagai berikut :

1. Melakukan pengukuran pertama yakni pre-test dengan

menggunakan angket koesioner yang diberikan kepada subjek

penetian sebelum dilakukan tindakan berupaya layanan

61
konseling kelompok. Tujuan dari dilaksanakan pre-test ini

adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi awal konsep diri

siswa broken home. Hasil dari pre-test yang akan dilakukan ini

digunakan sebagai bahan perbandingan pada post-test yang

akan dilakukan juga nantinya.

2. Memberikan upaya pemberian tindakan terhadap subjek

penelitian yang berupa layanan konseling kelompok dengan

teknik realita

3. Melakukan pengukuran terakhir yaitu post-test dengan

menggunakan angket kuesioner konsep diri siswa broken home

yang diberikan kepada subjek penelitian setelah diakan tindakan

berupa layanan konseling kelompok. Tujuan dari dilaksanakan

post-test ini adalah untuk mengubah konsep diri negatif siswa

broken home.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 09 Kota Bengkulu yang

beralamat di JL.WR Supratman No 15 Tugu Hiu Kota Bengkulu, Bentiring,

Kec. Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu Prov. Bengkulu. Waktu penelitian

dilakukan pada tahun ajaran 2022/2023 semester genap.

62
C. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (dalam Marlina 2022) subyek penelitian adalah

memberi batasan subyek oenelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data

untuk variable penelitian melekat, dan dipermasalahkan.

1. Populasi

Sugiyono (2016: 80) mengemukakan bahwa populasi

merupakan wilayah generalisasi, terdiri atas objek yang mempunyai

kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi penelitian yaitu

siswa kelas XI SMAN 09 Kota Bengkulu

Tabel 3.1
Populasi Penelitian

No Kelas Jumlah
1 Seluruh kelas XI 140

2. Sampel

Sampel adalah bagian dan karateristik yang dimiliki dari jumlah

populasi. Pada penelitian ini sampel ditentukan melalui teknik

purposive sampling, peneliti menentukan sampel dengan berbagai

pertimbangan tertentu yang ditunjukan untuk data yang diperoleh sesuai

(Sugiyono, 2013:81). Sampel pada penelitian ini sebanyak 6 orang

siswa.

63
D. Prosedur Pengambilan subjek penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling. Menurut Sugiyono (2013:85) menyatakan bahwa teknik

purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang berdasarkan

pada karateristik dan pertimbangan tertentu. Pada penelitian ini, yang

dijadikan karateristik sampel yaitu siswa broken home. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian eksperimen dengan memberikan layanan

konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan realita.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu konsep diri siswa broken home

a. Definisi Konseptual

Menurut Lis dan Pratikto (2012: 491), konsep diri adalah penilaian

remaja tentang diri sendiri yang bersifat fisik, psikis, sosial,

emosional, aspirasi, dan prestasi.Konsep diri fisik adalah gambaran

remaja tentang penampilannya, dengan seksnya, arti penting tubuhnya

dalam hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan

tubuhnya di mata orang-lain.

b. Definisi Operasional

Konsep diri adalah sebagai keyakinan atau pandangan terhadap

diri sendiri, diantaranya memahami fisik, psikis, sosial, emosional,

aspirasi, dan prestasi serta memahami tentang hubungan sosial

64
yang baik dengan lingkungan. Pemahaman diri tersebut didasarkan

pada pengalaman dann interasksi diri dengan lingkungan. Pada

penelitian ini konsep diri siswa broken home akan diukur

menggunakan angket konsep diri siswa broken home dengan

pengambilan data menggunakan skala model Likert yang terdiri

dari lima alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),

Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS) dan juga Sangat Tidak

Sesuai (STS)

2. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu layanan konseling kelompok

menggunakan pendekatan realita.

a. Definisi Konseptual

Sukardi dan Kusmawatim(2008) konseling kelompok

merupakan konseling yang diselanggarakan didalam kelompok, dengan

memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi didalam kelomopok

tersebut. Layanan konseling kelompok mengikuti sejumlah peserta

dalam bentuk kelompok dengan konselor sebagai pemimpin kegiatan

kelompok. Layanan konseling kelompok mengaktifkan dinamika

kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi

pengembangan pribadi dan pemecahan masalah individu yang menjadi

kelompok peserta layanan (Tohirin : 2011).

b. Definisi operasional

Layanan konseling kelompok ini diberikan kepada siswa broken

65
home yang memiliki konsep diri negatif. Setelah diberikan angket pre-

test kepada siswa, maka akan terlihat siswa broken home yang

memiliki konsep diri negative dan itulah yang menjadi sasaran dalam

melakukan layanan konseling kelompok.

F. Prosedur Eksperimen

Prosedur penelitian ini menggunakan metode penelitan eksperimen

one group pretest and post-test design dan pengambilan sampel dengan

teknik purposive sampling. Penelitian ini diawali dengan peneliti

menyebarkan kuesioner pre-test , yang kemudian dari hasil pengelolahan

pengukuran pertama yakni pre-test akan diambil beberapa subjek atau

siswa broken home yang memiliki konsep diri negative lalu selanjutnya

akan diberikan layanan konseling kelompok. Setelah diberikan tindakan

subjek akan diberikan kuesioner posttest dengan pernyataan yang sama

dengan pretest.

Adapun rancangan pemberian layanan konseling kelompok

menggunakan pendekatan realita dapat dilihat dalam tabel berikut :

66
Tabel 3.2
Pemberian Tindakan Konseling Kelompok

Pertemuan Tahapan Kegiatan Tempat Waktu


Pertemuan Pre-test Pemberian angket pre-test Ruang 45
1 kelas menit
Pertemuan Tindakan Pemberian Ruang BK 90
2 treatment/perlakuan menit
Pertemuan Tindakan Pemberian Ruang BK 90
3 treatment/perlakuan menit
Pertemuan Tindakan Pemberian Ruang BK 90
4 treatment/perlakuan menit
Pertemuan Tindakan Pemberian Ruang BK 90
5 treatment/perlakuan menit
Pertemuan Tindakan Permberian Ruang BK 90
6 treatment/ perlakuan menit
Pertemuan Tindakan Permberian treatment/ Ruang 90
7 perlakuan BK menit
Pertemuan Post-test Pemberian angket post-test Ruang 45
8 Kelas

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan metode instrumen non-

tes dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau angket untuk

mengungkap data tentang gaya hidup hedonis siswa. Menurut Sugiyono

(2013:142) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataann

tertulis kepada responden untuk menjawabnya. Dalam penelitian

kuesioner atau angket yang digunakan menggunakan model skala likert

dengan 5 alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), KS

(Kurang Setuju), TS (tidak Sesuai), dan STS ( Sangat Tidak Sesuai).

Alternatif jawaban tersebut akan dijadikan tolak ukur untuk menyusun

67
point-point instrumen yang berupa angket yang akan dijawab oleh

responden.

Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan

diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang akan menjadi tolak

ukur untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan yang

terdiri dari lima alternatif jawaban. Item yang bersifat favorable

mempunyai nilai 5-1, sedangkan item yang bersifat unfavorable

mempunyai nilai dari 1-5. Adapun kriterian dan nilai dari alternatif

instrumen ini yaitu :

Tabel 3.3
Skor Pernyataan Skala Likert

Alternatif Keterangan Skor


Jawaban
SS Sangat Sesuai 5
S Sesuai 4
KS Kurang Sesuai 3
TS Tidak Sesuai 2
STS Sangat Tidak Sesuai 1

Sebelum dilakukan penyebaran angket (kuesioner)


kepada responden, maka dilakukan uji validitas item pernyataan
pada angket (kuesioner) yang akan diberikan kepada responden.
Berdasarkan skor pernyataan skala Likert diatas, kisi-kisi angket
konsep diri siswa disusun berdasarkan aspek-aspek konsep diri
seperti berikut :

68
Tabel 3.4
Kisi-kisi Angket Konsep Diri Siswa

No Aspek Item Jumlah


1. Identity self (indentitas diri) 11, 21, 57, dan 63 4

2. Behavioral self (pelaku diri) 2, 8, 19, 23, 24, 28, 36, 46, 13
52, 53, 59, 68, dan 69

3. Judging self (penerimaan self) 7, 9, 13, 18, 27, 35, 51, 55, 10
58, 62, dan 66.

Physcal self (fisik diri) 1, 7, 25, 40, 47, dan 48. 7


4.
5. Moral – Ethical self (moral-etika 6, 26, 33, 38, 39, 41, 49, 60, 10
diri) dan 64

6. Personal self (diri sendiri) 4, 14, 15, 20, 29, 32, 45,50, 10
56,56, 67, 70

7. Family Self (diri keluarga) 3, 10, 12, 22, 30, 31, 42, 43, 11
44, 54, dan 65

8. Social self (social diri) 5, 16, 34, 37, dan 61 5

69
H. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2013:243) menyatakan teknik analisis data adalah arah

untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah

dirumuskan dalam proposal. Analisis data merupakan hal yang penting

dalam melakukan penelitian karena dapat memberikan arti dan makna

yang berguna dan membantu memecahkan masalah penelitian. Penelitian

ini menggunakan data kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan

metode statistic yang sudah tersedia dengan menggunakan bantuan

software SPSS 25.0. Sarwono (2006:192) menjelaskan bahwa SPSS atau

singkatan dari statistical product and service solution merupakan program

aplikasi yang digunakan untuk melakukan perhitungan statistik dengan

menggunakan komputer. Hasil analisis penelitian akan disajikan dalam

bentuk angka-angka yang selanjutnya akan dijelaskan dan

diinterprestasikan dalam suatu uraian, sebab teknik analisis data yang

digunakan bersifat kuantitatif. Adapun teknik analisis data yang akan

digunakan adalah sebagai berikut :

70
1. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran atau derajat yang digunakan untuk

menunjukan ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian

dengan data yang dilaporkan peneliti. Uji validitas adalah uji dengan

fungsi untuk menilai apakah angket atau kuesioner yang dibagikan

kepada respoden berjalan dengan efektif atau tidak valid. Pengukuran

dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data

yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel (Azwar,

2912:8). Instrumen ini divalidator oleh dua orang ahli yaitu dosen dari

prodi Bimbingan dan Konseling.

2. Uji Relibialitas

Sugiyono (2016:268) mengatakan bahwa reliabilitas adalah sejauh

mana hasil pengukuran dapat dipercaya, atau untuk mengetahui sejuah

mana konsintensi dari isntrumen sebagai alat ukur. Ghozali (dalam

Dewi dan Budiartha, 2015) reliabilitas yaitu suatu alat ukur suatu

kuesioner sebagai indikator atas variabel. Uji reliabilitas merupakan hal

penting dalam melakukan pemberian instrument. Pada penelitian ini uji

relibialitas dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik

aplikasi SPSS (statistical package for the social sciences) dengan

rumus K-R 20.

3. Uji Daya Beda

Menurut Azwar (2012:47), uji daya beda item dilakukan untuk

melihat sejauh mana item mampu membedakan antara siswa broken

71
home yang memiliki konsep diri negative dan positif. Pengujian ini

akan menghasilkan koefisien korelas item total yang dikenal dengan

sebutann parameter daya diskriminasi item. Kriteria pemilihan item ini

berdasarkan korelasi itam total menggunakan batasan koefesien >0,30.

Dalam penelitian ini syarat uji daya beda yang digunakan yaitu >0,30

jika dibawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan gugur.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis merupakan pengujian jawaban sementara terhadap

rumusan masalah, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011:63). Dalam

penelitian ini peneliti akan menggunakan uji-t karena akan

membandingkan atau melihat hasil pre-test. Penggunaan uji-t dalam

penelitian ini akan digunakan untuk melihat perbedaan skor rata-rata

sebelum dan sesudah diberikan treatment/perlakuan. Pengujian data

akan dilakukan dengan menggunakan bantuan Statistical Product and

Service Solution (SPSS) versi 22.0 dengan paired sample t-tes

72
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data

Pada penelitian ini deskripsi data bertujuan memberikan gambaran

secara umum tentang hasil penelitian yang berkaitan dengan konsep

diri siswa broken home. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal

sampai tanggal 16 Oktober 2023 – 10 November 2023. Berikut

merupakan table statistic deskriptif konsep diri siswa broken home.

Tabel 4.1
Tabel statistic deskriptif konsep diri siswa broken home
Variable Skor hipotetik Skor empiric
Konsep Max Min Mean SD Max Min Mean SD
diri siswa 250 50 150 33.3 200 100 150 25
broken
home
Pada table 4.1 skor hipotetik jika responden menjawab dengan nilai

satu maka skor minimum sebesar 50, jika responden menjawab dengan

skor alternative jawaban lima maka skor maximal sebesar 250, dengan

nilai rata-rata sebesar 150, dan standar deviasi sebesar 33.3. Setelah

dilakukan pemberian layanan berupa angket konsep diri kepada siswa

broken home diperoleh skor minimum sebesar 100, skor maximal sebesar

200, rata-rata sebesar 150, dan standar deviasi sebesar 25.

Hasil analisis data tentang konsep diri siswa broken home

menggunakan kategorisasi skala berdasarkan nilai mean dan standar

deviasi dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut pada table 4.2.

73
Table 4.2
Rumus Penentuan Kategori Skor
Konsep Diri Siswa Broken Home
No Kategori Rumus
1 Sangat rendah X < M – 1.5 SD
2 Rendah M – 1.5 SD < X < M- 0.5 SD
3 Sedang M + 0.5 SD < X < M + 0.5 SD
4 Tinggi M + 0.5 SD < X < M + 1.5 SD
5 Sangat tinggi M + 1.5 SD < X

Berdasarkan perhitungan table diatas dapat disimpulkan bahwa

skor dan kategorinya sebagai berikut pada table 4.3.

Table 4.3
Skor dan kategorisasi
No Kategori Skor
1 Sangat rendah < 80
2 Rendah 80 – 126
3 Sedang 126 – 172
4 Tinggi 172 – 218
5 Sangat tinggi < 218

Pada table 4.3 pada kategorisasi sangat rendah ada pada skor < 80,

kategorisasi rendah ada pada skor 80 – 126, kategorisasi sedang ada pada

skor 126 – 172, kategorisasi tinggi ada pada skor 172 – 218, dan

kategorisasi sangat tinggi ada pada skor < 218.

74
2. Deskripsi data konsep diri siswa broken home sebelum diberikan

layanan.

Berikut hasil analisis data tentang konsep diri siswa broken home

sebelum diberikan layanan berupa layanan konseling kelompok realita.

Table 4.4
Hasil konsep diri siswa broken home sebelum diberikan layanan
No Siswa Total Keseluruhan Kriteria
1 UZ 104 Rendah
2 WL 105 Rendah
3 RD 100 Rendah
4 ML 111 Rendah
5 RH 101 Rendah
6 CR 112 Rendah
Jumlah 633
Rata - rata 105.5 Rendah

Berdasarkan table 4.4 hasil konsep diri siswa broken home sebelum

diberikan layanan mendapat jumlah keseluruhan sebesar 633 dengan

rata-rata sebesar 105.5 sehingga mendapat kategorisasi kriteria rendah.

Konsep diri siswa masih rendah ditandai dengan ciri-cirinya

menganggap diri sendiri negative, membenci dirinya sendiri, perasaan

rendah diri, serta kurang menghargai dan menerima dirinya sendiri.

Dengan demikian siswa yang memiliki konsep diri negative yang

rendah perlu diberikan tindak lanjut penanganan berupa layanan

konseling kelompok realita.

75
3. Deskripsi data konsep diri siswa broken home setelah diberikan

layanan

Berikut hasil analisis data tentang konsep diri siswa broken home

setelah diberikan layanan berupa layanan konseling kelompok realita.

Table 4.5
Hasil konsep diri siswa broken home setelah diberikan layanan
No Siswa Total Keseluruhan Kriteria
1 UZ 195 Tinggi
2 WL 185 Tinggi
3 RD 197 Tinggi
4 ML 188 Tinggi
5 RH 190 Tinggi
6 CR 200 Tinggi
Jumlah 1.155

Rata - rata 192.5 Tinggi

4. Deskripsi data perbandingan konsep diri siswa broken home

pretest dan posttest.

Berikut perbandingan skor konsep diri siswa broken home sebelum

dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok realita.

Perbandingan skor ini bertujuan untuk melihat kenaikan hasil skor

konsep diri siswa broken home. Adapun hasil perbandingannya dapat

dilihat pada table 4.6

76
Table 4.6
Perbandingan skor pretest dan posttest

No Nama Pretest Kategorisasi Nama Posttest Kategorisasi


1 UZ 104 Rendah UZ 195 Tinggi
2 WL 105 Rendah WL 185 Tinggi
3 RD 100 Rendah RD 197 Tinggi
4 ML 111 Rendah ML 188 Tinggi
5 RH 101 Rendah RH 190 Tinggi
6 CR 112 Rendah CR 200
Jumlah 633 1.155
Mean 105.5 Rendah 192.5 Tinggi
Berdasarkan table 4.6 dapat diketahui skor pretest dengan total

keseluruhan sebesar 633 dan rata-rata sebesar 105.5 termasuk kedalam

kategori rendah. Skor posttest dengan total keseluruhan sebesar 1.155 dan

rata-rata sebesar 192.5 termasuk kedalam kategori tinggi. Sehingga

terdapat peningkatan konsep diri siswa broken home setelah diberi

tindakan berupa konseling kelompok realita.

5. Hasil Uji Persyaratan Analisis

Sebelum dilakukan analisis data, akan terlebih dahulu dilakukan uji

persyaratan analisis seperti uji normalitas, uji validitas dan juga uji

reabilitas yang bertujuan untuk menentukan jenis statistic yang akan

digunakan untuk menganalisis data. Hasil uji persyaratan analisis akan

dijelaskan sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui data yang

terjaring dari masing-masing variable berdistribusi normal atau

tidak. Uji normalitas ini menggunakan metode Kolmogrov

77
Smirnov (Uji K-S). Untuk menentukan normalitas dari data

yang diuji dengan memberikan nilai Asymp Sig (2 tailed).

Syarat dari data berdistribusi normal ketika nilai Sig 2 tailed

yang didapatkan dari hasil perhitungan lebih besar dari Sig 2

tailed > 0.05. Hasil SPSS dapat dilihat berdasarkan table 4.7

berikut :

Tabel 4.7

Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Posttest .168 6 .200* .961 6 .828

Preetest .206 6 .200* .897 6 .357


Pengambilan keputusan dari hasil uji normalitas menggunakan

metode Kolmogrov Smirnov (Uji K-S) adalah sebagai berikut :

1). Jika nilai Asymp Sig 2 tailed > 0.05 dapat disimpulkan bahwa

data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2). Jika nilai Asymp Sig 2 tailed < 0.05 dapat disimpulkan bahwa

data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

Sedangkan dari hasil uji normalitas diketahui bahwa data pretest

tersebut memiliki nilai Asymp Sig 2 tailed sebesar 0.200. Karena

nilai Sig 2 tailed 0.200 > 0.05 maka data ini berdistribusi normal.

Sedangkan dari hasil uji normalitas diketahui bahwa data posttest

tersebut memiliki nilai Asymp Sig 2 tailed sebesar 0.200. Karena

nilai Sig 2 tailed 0.200 > 0.05 maka data ini berdistribusi normal.

78
b. Uji Validitas

Uji validitas adalah uji dengan fungsi untuk menilai apakah

angket atau kuesioner yang dibagikan kepada responden

berjalan dengan baik atau tidak. Pengukuran dikatan

mempunyai validitas tinggi apabila menghasilkan data secara

akurat memberikan gambaran mengenai variable (Azwar,

2012 : 8).

Pada penelitian ini uji validitas instrument validasi

menggunakan aplikasi SPSS. Hasil validitas yaitu dari 70 item

penyataan 50 item dinyatakan valid dan sebanyak 20 item

dinyatakan tidak valid. Dengan nilai tertinggi per item yaitu

sebesar 752 dan terendah per item sebesar – 014. Sebelum

diberikan di kelas sampel, kuesioner di uji coba terlebih dahulu

ke kelas yang bukan menjadi sampel selanjutnya diolah dengan

perhitungan data statistic program aplikasi SPSS 16.0

c. Uji Relibialitas

Uji relibialitas merupakan hal penting dalam melakukan

pemberian instrument. Pada penelitian ini uji reliabilitas

dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistic aplikasi

SPSS.

79
Table 4.8

Uji Relibialitas sebelum validasi

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.954 70
Berdasarkan table 4.8 hasil uji relibialitas sebelum dilakukan

pengguran item menghasilkan Cronbach Alpha sebesar 0.954

atau lebih besar dari 0.6 dengan item sebanyak 70 butir angket

melalui aplikasi SPSS 16.0

Tabel 4.9

Uji Relibialitas sesudah validasi

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.661 50

Berdasarkan table 4.9 hasil uji relibialitas setelah dilakukan

pengguran item menghasilkan Cronbach Alpha sebesar 0.661

atau lebih besar dari 0.6 dengan item sebanyak 50 butir angket

melalui aplikasi SPSS 16.0

6. Uji Hipotesis

Uji hipotesis adalah hasil analisis untuk mengetahui hubungan

antara variable terikat dan variable bebas. Pada penelitian ini pengujian

hipotesis dilakukan untuk melihat ada tidaknya pengaruh layanan

80
konseling kelompok realita dalam meningkatkan konsep diri siswa

broken home di SMA Negeri 09 Kota Bengkulu.

Pengujian hipotesis menggunakan rumus paired sample t-test di

software statistical packages for social science (SPSS) versi 16.0.

Pengambilan keputusan hipotesis dierima atau ditolak jika nilai

signifikan atau Sig. (2-tailed) < 0.005 maka Ho ditolak dan Ha

diterima, begitupun sebaliknya.

Ho : Tidak ada pengaruh layanan konseling kelompok realita

dalam meningkatkan konsep diri siswa broken home di SMA Negeri

09 Kota Bengkulu.

Ha : Ada pengaruh layanan konseling kelompok realita dalam

meningkatkan konsep diri siswa broken home di SMA Negeri 09 Kota

Bengkulu.

Berikut didapat uji hipotesis dengan SPSS versi 16.0 dapat dilihat

pada table 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.10
Paired Samples Test
t df Sig 2 Tailed

Pair 1 Preetest -
29.000 5 .000
Posttest

Pada table 4.10 menunjukan hipotesis dengan rumus uji paired sample

t-test, dapat dilihat bahwa nilai t sebesar – 29.000 dengan nilai (sig 2-

tailed) adalah 0.000 < 0.005, sehingga Ha ditolak dan Ho diterima.

Hasil tersebut menunjukan bahwa adanya peningkatan konsep diri

siswa broken home sebelum diberikan perlakuan berupa layanan

81
konseling realita. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh layanan

konseling realita dalam meningkatkan konsep diri siswa broken home

di SMA Negeri 09 Kota Bengkulu.

7. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 16 Oktober – 10 November di

SMA Negeri 09 Kota Bengkulu. Subjek penelitian yang diambil yaitu

siswa SMA Negeri 09 Kota Bengkulu. Pada tanggal 18 Oktober 2023

diberkan pretest kepada siswa broken home yang ada di SMA Negeri

09 Kota Bengkulu berdasarkan dengan data yang diberikan oleh Guru

Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 09 Kota Bengkulu. Angket

tersebut diberikan untuk mengetahui bagaimana konsep diri dari siswa

broken home sehingga nantinya akan diberikan tindakan berupa

layanan konseling realita.

Skor mengenai hasil pengelolahan kuesioner dari data pretest

dikelompokan untuk mengetahui konsep diri siswa broken home

dengan 5 kategori, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan

sangat tinggi. Setelah diberikan kuesioner didapatkan hasil sebanyak 6

orang siswa broken home yang memiliki konsep diri rendah dan

selanjutnya akan diberikan tindakan berupa layanan konseling

kelompok realita.

Tindakan ini dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan, dengan tahapan

konseling di setiap pertemuan berupa tahap pembentukan, tahap

peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.

82
Kemudian ditengah konseling kelompok berlangsung diberikan

konseling realita yang pendekatannya berfokus pada masa sekarang

dan masa depan tidak pada masa lalu. Hal ini dikarenakan pandangan

realita mengenai manusia bahwa masa lalu bersifat lampau dan tidak

dapat diulang. Pelaksanaan konseling kelompok dapat dideskrispsikan

sebagai berikut :

1). Pertemuan pertama

Pemberian layanan konseling kelompok pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari senin 23 Oktober 2023 pukul 10.00 – 11.30

bertempat di ruang BK. Pada pertemuan pertama melaksanakan

konseling kelompok realita sebanyak 6 orang siswa berdasarkan hasil

angket konsep diri siswa broken home. Konseling kelompok realita

dilakukan dengan 4 tahap, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran. Kegiatan konseling kelompok pada

hari ini dibuka oleh pemimpin kelompok yang akan mengawali

kegiatan konseling kelompok realita dengan memberikan ucapan

terimakasih dan mengucapkan salam kepada siswa yang telah

menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan konseling kelompok

realita. Selanjutnya dilakukan dengan berdoa sebelum memulai

kegiatan, lalu PK bertanya mengenai konseling kelomopok kepada

anggota kelompok. PK menanyakan pertanyaan seputar konseling

kelompok. Kemudian setelah itu PK melanjutka dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, asas

83
konseling kelompok dan cara pelaksanaannya. Dilihat anggota

kelompok sudah memahami selanjutnya PK melakukan permainan

rangkai nama.

Setelah melakukan perkenalan dengan rangkai nama PK mengenali

kondisi dan suasana dalam kelompok. PK menganggap anggota

kelompoknya sudah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya. Lalu PK

menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki ketahap

selanjutnya dan anggota kelompok sangat berantusias dan semangat

untuk masuk ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini PK menjelaskan

terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep diri dan melakukan

tanya jawab. Setelah membahas mengenai konsep diri PK meminta

anggota kelompok untuk menceritakan permasalahannya yang

berkaitan dengan konsep diri siswa. Kemudian RD menceritakan

permasalahannya yaitu tidak bisa mengontrol emosi ketika merasa

sedih maupun marah, misalnya ketika mendengar hal-hal yang

menurut RD tidak enak didengar maka RD akan menangis dan kadang

sampai memberontak. RD menyadari bahwasannya hal yang ia

lakukan bukanlah hal yang baik, namun RD tidak bisa mengatasii

bagaimana ia bisa keluar dari permasalahan yang RD hadapi.

Seringkali ketika selesai menangis dan memberontak mendengarkan

hal yang tidak enak didengar RD langsung sadar dan menyadari

mengapa ia harus seperti itu. Setelah RD menceritakan permasalahan

yang di hadapinya PK meminta anggota kelompok menanggapi

84
permasalahan yang dialami RD. Kemudian anggota kelompok satu

persatu secara bergiliran memberikan pendapat sepertihalnya RD harus

bisa menenangkan dirinya sendiri, harus bisa bersikap biasa saja, dan

harus bisa memikirkan dampak dari hal yang kita lakukan. Setelah

anggota kelompok memberikan pendapat terhadap permasalahan RD

lalu PK mengambil alih mengulang kembali pendapat yang diberikan

anggota kelompok untuk RD dan PK memulai masuk pada focus

konseling kelompok yaitu berfokus pada masa sekarang dan masa

depan. Kemudian PK menjelaskan bahwasanya sebaiknya RD harus

bisa menenangkan dirinya terlebih dahulu, kemudian memikirkan

dampak amarah yang berlebihan, lalu sebaiknya RD juga tidak

berlebihan keika mempunyai perasaan tidak enak, kemudian RD juga

bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan agar mendapat

ketenangan, dan sebaiknya RD focus pada masa sekarang saja dan

masa depan dikarenakan RD ini juga masih sekolah dan memiliki masa

depan yang lebih jauh lagi sehingga sebaiknya RD dapat mengontrol

dirinya dan berfokus pada dirinya sekarang juga memikirkan dampak

yang akan dia dapat setelah melakukan hal tersebut. Kemudian setelah

kegiatan selesai PK memberikan evaluasi terlebih dahulu mengenai

permasalahan RD.

Selanjutnya masuk ke tahap pengakhiran dimana PK meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan pesan dan kesan dan menentukan

jadwal untuk melakukan konseling kelompok realita selanjutnya. Lalu

85
PK menutup konseling kelompok realita dengan doa dan

berterimakasih kepada anggota kelompok sudah mengikuti kegiatan

dengan aktif dan semangat.

2). Pertemuan kedua

Pemberian layanan konseling kelompok pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari Kamis 26 Oktober 2023 pukul 09.30 – 10.30

bertempat di ruang BK. Pada pertemuan pertama melaksanakan

konseling kelompok realita sebanyak 6 orang siswa berdasarkan hasil

angket konsep diri siswa broken home. Konseling kelompok realita

dilakukan dengan 4 tahap, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran. Kegiatan konseling kelompok pada

hari ini dibuka oleh pemimpin kelompok yang akan mengawali

kegiatan konseling kelompok realita dengan memberikan ucapan

terimakasih dan mengucapkan salam kepada siswa yang telah

menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan konseling kelompok

realita. Selanjutnya dilakukan dengan berdoa sebelum memulai

kegiatan, lalu PK bertanya mengenai konseling kelomopok kepada

anggota kelompok. PK menanyakan pertanyaan seputar konseling

kelompok. Kemudian setelah itu PK melanjutka dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, asas

konseling kelompok dan cara pelaksanaannya. Dilihat anggota

kelompok sudah memahami selanjutnya PK melakukan permainan

rangkai nama.

86
Setelah melakukan perkenalan dengan rangkai nama PK mengenali

kondisi dan suasana dalam kelompok. PK menganggap anggota

kelompoknya sudah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya. Lalu PK

menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki ketahap

selanjutnya dan anggota kelompok sangat berantusias dan semangat

untuk masuk ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini PK menjelaskan

terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep diri dan melakukan

tanya jawab. Setelah membahas mengenai konsep diri PK meminta

anggota kelompok untuk menceritakan permasalahannya yang

berkaitan dengan konsep diri siswa. Pada tahap ini WL menyampaikan

permasalahannya yaitu bahwa WL ini mudah tersinggung, WL mudah

tersinggung dengan perkataan yang orang lain katakana kepada

dirinya. Sehingga membuat WL ini tidak biasa berada di tengah

keramaian orang banyak. Dia merasa dirinya sangat rendah disbanding

banyak orang. Kemudian setelah WL menyampaikan permasalahannya

PK meminta anggota kelompok untuk memberikan pendapat mengenai

permasalahan yang sedang dihadapi WL. Setelah itu anggota

kelompok memberikan pendapat secara bergantian seperti lebih

berpikir positif, dan memberikan pemahaman kepada diri kita sendiri

tentang hal yang positif dan tidak terlalu mendengarkan perkataan

orang lain. Setelah semua anggota kelompok memberikan pendapat

PK mengulas kembali dan memberikan arahan tambahan bahwasannya

sebaiknya WL mampu berpikir positif tentang dirinya sendiri dan

87
focus untuk masa sekarang dan masa depannya, jika WL terus-terusan

bersikap seperti itu maka masa sekarang dan masa depannya akan

tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu kita harus memberikan

dampak positif pada dirinya. Kemudian setelah kegiatan selesai PK

memberikan evaluasi terlebih dahulu mengenai permasalahan WL.

Selanjutnya masuk ke tahap pengakhiran dimana PK meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan pesan dan kesan dan menentukan

jadwal untuk melakukan konseling kelompok realita selanjutnya. Lalu

PK menutup konseling kelompok realita dengan doa dan

berterimakasih kepada anggota kelompok sudah mengikuti kegiatan

dengan aktif dan semangat.

3). Pertemuan ketiga

Pemberian layanan konseling kelompok pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari Senin 28 Oktober 2023 pukul 10.00 – 11.30

bertempat di ruang BK. Pada pertemuan pertama melaksanakan

konseling kelompok realita sebanyak 6 orang siswa berdasarkan hasil

angket konsep diri siswa broken home. Konseling kelompok realita

dilakukan dengan 4 tahap, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran. Kegiatan konseling kelompok pada

hari ini dibuka oleh pemimpin kelompok yang akan mengawali

kegiatan konseling kelompok realita dengan memberikan ucapan

terimakasih dan mengucapkan salam kepada siswa yang telah

menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan konseling kelompok

88
realita. Selanjutnya dilakukan dengan berdoa sebelum memulai

kegiatan, lalu PK bertanya mengenai konseling kelomopok kepada

anggota kelompok. PK menanyakan pertanyaan seputar konseling

kelompok. Kemudian setelah itu PK melanjutka dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, asas

konseling kelompok dan cara pelaksanaannya. Dilihat anggota

kelompok sudah memahami selanjutnya PK melakukan permainan

rangkai nama.

Setelah melakukan perkenalan dengan rangkai nama PK mengenali

kondisi dan suasana dalam kelompok. PK menganggap anggota

kelompoknya sudah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya. Lalu PK

menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki ketahap

selanjutnya dan anggota kelompok sangat berantusias dan semangat

untuk masuk ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini PK menjelaskan

terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep diri dan melakukan

tanya jawab. Setelah membahas mengenai konsep diri PK meminta

anggota kelompok untuk menceritakan permasalahannya yang

berkaitan dengan konsep diri siswa. Pada kegiatan konseling kelompok

hari ini ML menyampaikan peramsalahannya yang ada pada dirinya

yaitu kurang percaya diri dan tidak yakin pada dirinya sendiri,

sehingga membuat ML menjadi anak yang pendiam dan tidak bisa

menyampaikan pendapat apa yang ada didalam dirinya. Kemudian

setelah itu PK meminta anggota kelompok untuk menyampaikan

89
pendapat mengenai permasalahan yang dihadapi ML. Setelah itu PK

mengulas kembali tentang permasalahan yang dihadapi ML dan

memberikan masukan agar ML dapat focus terhadap masa depan dan

tidak memikirkan masa yang telah lalu, karena kita harus memikirkan

dampak yang kita lakukan saat ini akan berdampak ke masa depan

yang akan kita hadapi. Kemudian setelah kegiatan selesai PK

memberikan evaluasi terlebih dahulu mengenai permasalahan ML.

Selanjutnya masuk ke tahap pengakhiran dimana PK meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan pesan dan kesan dan menentukan

jadwal untuk melakukan konseling kelompok realita selanjutnya. Lalu

PK menutup konseling kelompok realita dengan doa dan

berterimakasih kepada anggota kelompok sudah mengikuti kegiatan

dengan aktif dan semangat.

4). Pertemuan keempat

Pemberian layanan konseling kelompok pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari Jum’at, 03 November pukul 09.00 – 10.30

bertempat di ruang BK. Pada pertemuan pertama melaksanakan

konseling kelompok realita sebanyak 6 orang siswa berdasarkan hasil

angket konsep diri siswa broken home. Konseling kelompok realita

dilakukan dengan 4 tahap, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran. Kegiatan konseling kelompok pada

hari ini dibuka oleh pemimpin kelompok yang akan mengawali

kegiatan konseling kelompok realita dengan memberikan ucapan

90
terimakasih dan mengucapkan salam kepada siswa yang telah

menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan konseling kelompok

realita. Selanjutnya dilakukan dengan berdoa sebelum memulai

kegiatan, lalu PK bertanya mengenai konseling kelomopok kepada

anggota kelompok. PK menanyakan pertanyaan seputar konseling

kelompok. Kemudian setelah itu PK melanjutka dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, asas

konseling kelompok dan cara pelaksanaannya. Dilihat anggota

kelompok sudah memahami selanjutnya PK melakukan permainan

rangkai nama.

Setelah melakukan perkenalan dengan rangkai nama PK mengenali

kondisi dan suasana dalam kelompok. PK menganggap anggota

kelompoknya sudah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya. Lalu PK

menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki ketahap

selanjutnya dan anggota kelompok sangat berantusias dan semangat

untuk masuk ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini PK menjelaskan

terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep diri dan melakukan

tanya jawab. Setelah membahas mengenai konsep diri PK meminta

anggota kelompok untuk menceritakan permasalahannya yang

berkaitan dengan konsep diri siswa. Pada konseling kelompok hari ini

CR bersedia untuk menyampaikan permasalahannya. Permasalahaanya

yaitu ragu pada dirinya sendiri atau ragu dengan kemampuan yang dia

miliki. Disini CR menyapaikan bahwa dirinya tidak berani

91
mengekspor kemampuan yang dia miliki sehingga membuat dirinya

ragu pada dirinya sendiri. Setelah anggota kelompok menyampaikan

pendapat mengenai permasalahan yang CR sampaikan, PK mengulas

kembali dan membahas permasalahan CR kembali dan menegaskan

bahwa kita harus focus ke pada masa depan yang masih panjang.

Kemudian setelah itu PK meminta anggota kelompok untuk

menyampaikan pendapat mengenai permasalahan yang dihadapi ML.

Setelah itu PK mengulas kembali tentang permasalahan yang dihadapi

ML dan memberikan masukan agar ML dapat focus terhadap masa

depan dan tidak memikirkan masa yang telah lalu, karena kita harus

memikirkan dampak yang kita lakukan saat ini akan berdampak ke

masa depan yang akan kita hadapi. Kemudian setelah kegiatan selesai

PK memberikan evaluasi terlebih dahulu mengenai permasalahan CR.

Selanjutnya masuk ke tahap pengakhiran dimana PK meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan pesan dan kesan dan menentukan

jadwal untuk melakukan konseling kelompok realita selanjutnya. Lalu

PK menutup konseling kelompok realita dengan doa dan

berterimakasih kepada anggota kelompok sudah mengikuti kegiatan

dengan aktif dan semangat.

5). Pertemuan kelima

Pemberian layanan konseling kelompok pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari Rabu, 08 November 2023 pukul 09.00 – 10.30

92
bertempat di ruang BK. Pada pertemuan pertama melaksanakan

konseling kelompok realita sebanyak 6 orang siswa berdasarkan hasil

angket konsep diri siswa broken home. Konseling kelompok realita

dilakukan dengan 4 tahap, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran. Kegiatan konseling kelompok pada

hari ini dibuka oleh pemimpin kelompok yang akan mengawali

kegiatan konseling kelompok realita dengan memberikan ucapan

terimakasih dan mengucapkan salam kepada siswa yang telah

menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan konseling kelompok

realita. Selanjutnya dilakukan dengan berdoa sebelum memulai

kegiatan, lalu PK bertanya mengenai konseling kelomopok kepada

anggota kelompok. PK menanyakan pertanyaan seputar konseling

kelompok. Kemudian setelah itu PK melanjutka dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, asas

konseling kelompok dan cara pelaksanaannya. Dilihat anggota

kelompok sudah memahami selanjutnya PK melakukan permainan

rangkai nama.

Setelah melakukan perkenalan dengan rangkai nama PK mengenali

kondisi dan suasana dalam kelompok. PK menganggap anggota

kelompoknya sudah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya. Lalu PK

menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki ketahap

selanjutnya dan anggota kelompok sangat berantusias dan semangat

untuk masuk ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini PK menjelaskan

93
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep diri dan melakukan

tanya jawab. Setelah membahas mengenai konsep diri PK meminta

anggota kelompok untuk menceritakan permasalahannya yang

berkaitan dengan konsep diri siswa. Pada pertemuan ini membahas

mengenai permasalahan RH. RH secara sukarela dengan terbuka

menceritakan permasalhannya yaitu haus validasi dimana maksudnya

yaitu RH ini merupakan anak yang selalu membutuhka pengakuan

dari orang lain untuk dirinya sehingga membuat dirinya puas. Jika

belum diakui didepan banyak orang maka RH ini merasa bahwa

dirinya bukan apa-apa, sehingga RH ini terbiasa ingin selalu

mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain demi kepuasan

dirinya sendiri. Setelah RH selesai menceritakan permasalahan yang

sedang dihadapinya, PK meminta anggota kelompok untuk

memberikan pendapat terhadap permasalahan yang dihadapi RH, lalu

satu persatu anggota kelompok memberikan masukan seperti RH harus

bisa percaya pada dirinya sendiri, mengenali kekurangan dan kelebihan

yang ada didalam dirinya sendiri, berfikir positif tentang dirinya, dan

biaskan berada pada lingkungan dengan orang baik. Setelah semua

anggota kelompok menyampaikan pendapatnya PK mengulas kembali

dan meberikan tambahan mengenai bahwasannya RH harus bisa

menerima dirinya sendiri dan focus pada dirinya sekarang dan masa

depan sehingga dapat menciptakan energy yang positif pada dirinya

94
sendiri. Kemudian setelah kegiatan selesai PK memberikan evaluasi

terlebih dahulu mengenai permasalahan RH.

Selanjutnya masuk ke tahap pengakhiran dimana PK meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan pesan dan kesan dan menentukan

jadwal untuk melakukan konseling kelompok realita selanjutnya. Lalu

PK menutup konseling kelompok realita dengan doa dan

berterimakasih kepada anggota kelompok sudah mengikuti kegiatan

dengan aktif dan semangat.

6). Pertemuan keenam

Pemberian layanan konseling kelompok pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari Jum’at 10 November 2023 pukul 09.00 – 10.30

bertempat di ruang BK. Pada pertemuan pertama melaksanakan

konseling kelompok realita sebanyak 6 orang siswa berdasarkan hasil

angket konsep diri siswa broken home. Konseling kelompok realita

dilakukan dengan 4 tahap, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran. Kegiatan konseling kelompok pada

hari ini dibuka oleh pemimpin kelompok yang akan mengawali

kegiatan konseling kelompok realita dengan memberikan ucapan

terimakasih dan mengucapkan salam kepada siswa yang telah

menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan konseling kelompok

realita. Selanjutnya dilakukan dengan berdoa sebelum memulai

kegiatan, lalu PK bertanya mengenai konseling kelomopok kepada

anggota kelompok. PK menanyakan pertanyaan seputar konseling

95
kelompok. Kemudian setelah itu PK melanjutka dengan menjelaskan

pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, asas

konseling kelompok dan cara pelaksanaannya. Dilihat anggota

kelompok sudah memahami selanjutnya PK melakukan permainan

rangkai nama.

Setelah melakukan perkenalan dengan rangkai nama PK mengenali

kondisi dan suasana dalam kelompok. PK menganggap anggota

kelompoknya sudah siap untuk masuk ke tahap selanjutnya. Lalu PK

menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki ketahap

selanjutnya dan anggota kelompok sangat berantusias dan semangat

untuk masuk ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini PK menjelaskan

terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep diri dan melakukan

tanya jawab. Setelah membahas mengenai konsep diri PK meminta

anggota kelompok untuk menceritakan permasalahannya yang

berkaitan dengan konsep diri siswa. Pada pertemuan ini membahas

permasalahan yang dirasakan oleh UZ, dimana permasalahannya yaitu

tidak bersosialisasi dengan banyak orang, UZ merupakan siswi yang

pendiam dan hanya diam dirumah jika pulang sekolah. UZ jarang

berkomunikasi dengan orang banyak, dia hanya menjawab jika ditanya

saja dan setiap harinya UZ banyak berdiam diri dirumahnya dan

mengurung diri. Setelah UZ menyampaikan permasalahannya PK

langsung mengambil alih dan memberikan kesempatan kepada anggota

kelompok lainnya untuk dapat memberikan masukan saran dan juga

96
pendapat kepada UZ sesuai dengan permasalahan yang UZ rasakan.

Lalu semua anggota kelompok memberikan masukan secara bergiliran,

sesudah itu PK membahas kembali permasalahannya dan memberikan

masukan kepada UZ untuk bisa berubah dan harus bisa memikirkan

dampaknya, jikaUZ terus terusan seperti itu maka akan berdampak

pada kehidupan sekarang dan masa depan UZ. Kemudian setelah

kegiatan selesai PK memberikan evaluasi terlebih dahulu mengenai

permasalahan RH.

Selanjutnya masuk ke tahap pengakhiran dimana PK meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan pesan dan kesan dan menentukan

jadwal untuk melakukan konseling kelompok realita selanjutnya. Lalu

PK menutup konseling kelompok realita dengan doa dan

berterimakasih kepada anggota kelompok sudah mengikuti kegiatan

dengan aktif dan semangat.

B. Pembahasan

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh layanan konseling

kelompok realita untuk meningkatkan konsep diri siswa broken home.

Sebelum diberikan perlakukan berupa layanan konseling kelompok realita

siswa broken home memiliki skor kategori rendah, setelah diberikan

perlakuan berupa layanan konseling kelompok realita siswa broken home

memiliki skor kategori tinggi. Hasil rata-rata sebelum dan sesudah

diberikan perlakukan menunjukan adanya perubahan secara signifikan,

dimana dari konsep diri siswa rendah menjadi adanya peningkatan pada

97
konsep diri siswa sehingga mendapat kategori tinggi. Aziz (2014),

menyatakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita

tentang diri kita yang bersifat psikologis, sosial, dan fisik. Konsep diri

yang rendah memiliki ciri-ciri kurang percaya diri, tidak bisa menerima

dirinya sendiri, mudah putus asa, kurang berorientasi pada diri sendiri, dan

sukar bergaul dengan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri

negatif tidak memiliki perasaan kesetabilan dan keutuhan diri, juga tidak

mengenal diri baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya atau

sesuatu yang dia hargai dalam hidup Anggraini (2016).

Latipun (dalam Lumongga,2011) mengatakan konseling kelompok adalah

bentuk konseling yang membantu beberapa individu yang diarahkannya

mencapai fungsi kesadaran secara efektif untuk jangka waktu pendek dan

menengah. Dengan diterapkanya layanana bimbingan dan konseling yaitu

konseling kelompok ini diharapkan dapat merubah konsep diri siswa

broken home.

Konseling realitas berfokus pada masalah kehidupan saat ini yang

dirasakan oleh klien (realitas terbaru klien) dan menggunakan pengajuan

pertanyaan oleh konselor realitas. Terapi konseling realita berfungsi

sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara

yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri maupun orang

lain. Inti dari terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi,

yang dipersamakan dengan kesehatan mental, dalam Tambun (2017).

98
Menurut Latipun (2006: 155) konseling realita adalah pendekatan

yang berdasarkan pada anggapan tentang adanya suatu kebutuhan

psikologis pada seluruh kehidupuannya; kebutuhan akan identitas diri,

yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan orang

lain. Secara umum tujuan konseling realita sama dengan tujuan hidup,

untuk itu dia harus bertanggung jawab memiliki kemampuan mencapai

kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.

Layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan peneliti sejalan

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyaningsih (2019: 7)

di SMP Negeri 02 Bantarbolang dari hasil pemberian konseling siswa

yang memiliki konsep diri negatif dapat teratasi dengan menggunakan

konseling realita. Hal ini terlihat dari perubahan atau perkembangan

konseli sesudah pemberian tindakan

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti dapat memberikan kesimpulan

bahwa setelah diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok

realita kepada siswa broken home sebanyak enam kali terdapat pengaruh

layanan konseling kelompok realita untuk meningkatkan konsep diri siswa

broken home. Sebelum diberikan perlakuan siswa masih memiliki konsep

diri yang rendah ditandai dengan siswa yang mudah tersinggung, tidak

dapat mengendalikan emosinya, sulit bersosialisasi, haus validasi, tidak

percaya diri dan tidak dapat menerima dirinya sendiri. Setelah diberikan

perlakuan berupa layanna konseling kelompok realita konsep diri siswa

menigkat, hal ini ditunjukan dengan hasil penelitian yang menunjukan

99
perubahan dari konsep diri siswa menjadi tinggi, ditandai dengan siswa

mulai percaya diri, bisa menerima dirinya sendiri, tidak haus validasi, bisa

mengendalikan emosinya,sudah mulai bisa bersosialisasi dengan banyak

orang dan tidak mudah tersinggung. Jadi kesimpulan yang didapat dari

hasil hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima.

Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari

layanan konseling kelompok realita dalam meningkatkan konsep diri siswa

broken home dari sebelum diberikan layanan dan sesudah diberikan

layanan konseling kelompok realita. Hal ini berarti terdapat pengaruh

pemberian layanan konseling kelompok realita untuk meningkatkan

konsep diri siswa broken home SMA Negeri 09 Kota Bengkulu.

C. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan pengalaman peneliti pada proses penelitian ini, ada beberapa

keterbatasan yang dialami agar dapat untuk diperhatikan bagi peneliti-

peneliti yang akan dating dalam lebih menyempurnakan penelitiannya,

karena penelitian ini sendiri tentu memiliki kekurangan yang terus perlu

diperbaiki dalam penelitian-penelitian kedepanny. Beberapa keterbatasan

dalam penelitian ini antara lain :

1. Penelitian ini tidak dapat digenerelisasikan pada subjek lain berlaku

hanya untuk subjek yang memiliki konsep diri yang rendah saja.

2. Penelitian ini dibatasi pada pemilihan waktu dalam melaksanakan

konseling kelompok yang harus disetujui oleh guru Bimbingan dan

Konseling

100
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimupulan

Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti kepada siswa SMA Negeri 09

Kota Bengkulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Konsep diri siswa broken home sebelum diberikan perlakukan berupa

layanan konseling kelompok realita berada dalam kategori rendah.

2. Konsep diri siswa broken home setelah diberikan perlakukan berupa

layanan konseling kelompok realita berada dalam kategori tinggi

3. Terdapat pengaruh yang signifikan dari efektifitas layanan konseling

kelompok realita untuk meningkatkan konsep diri siswa broken home

siswa SMA Negeri 09 Kota Bengkulu.

B. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan setelah melakukan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan

untuk pihak sekolah agar merekomendasikan wadah pemberian

layanan konseling kelompok realita untuk meningkatkan konsep diri

siswa broken home guna tercapainya tujuan belajar mengajar

disekolah.

2. Bagi konselor atau Guru Bimbigan dan Konseling di sekolah, hasil

penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk meningkatkan

101
pelayanan bimbingan dan konseling realita untuk meningkatkan

konsep diri siswa broken home.

3. Bagi siswa, selain untuk mengenalkan pelayanan dalam bimbingan dan

konseling realita, juga dapat membantu siswa meningkatkan konsep

diri siswa broken home.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian yang sudah didapatkan mampu dijadikan

sarana penerapan teori yang diperoleh selama dibangku perkuliahan

serta untuk mengetahui dan memahami upaya dalam membantu siswa

dalam meningkatkan konsep diri siswa broken home dengan konseling

kelompok realita.

5. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian ini

dapat dijadikan acuan sebagai untuk mempersiapkan Sarjana

Bimbingan dan Konseling yang professional dan memiliki kemampuan

dasar profesi di bidang Bimbingan dan Konseling sebagai konselor

atau Guru Pembimbing nanti

6. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi

atau acuan bahan penelitian yang berkaitan dengan konsep diri siswa

broken home.

102
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A. (2017). Kualitas Hubungan Antar Pribadi Konselor. Jurnal Al-


Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(1), 101-113.
https://doi.org/10.15548/atj.v3i1.593

Afifa, M. (2021). Layanan Konseling Individual Untuk Untuk Mereduksi


Kecemasan Sosial Anak Introvert di MTs Nurul Huda Pangarengan
Sampang (Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Negeri Madura).

Ardilla, A. & Cholid, N. (2021). Pengaruh Broken Home Terhadap Anak. Studia:
Jurnal Hasil Penelitian Mahasiswa, 6(1), 1-14.
https://doi.org/10.32923/stu.v6i1.1968

Aodia, E. P., & Endriani, A. (2022). Pengaruh Konseling Realita Terhadap


Motivasi Belajar Siswa Masa Pandemi Covid-19 Kelas Xi Ma
Raudlatusshibyan Nw Belencong. Lentera Pendidikan Indonesia: Jurnal
Media, Model, dan Pengembangan Pembelajaran, 3(2), 256-263.
https://doi.org/10.36312/lpi.v3i2.87

Afrianti, N., & Anggraeni, D. (2016).Perilaku prososial remaja dalam perspektif


bimbingan konseling islami. Ta dib Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 77-90.
https://doi.org/10.29313/tjpi.v5i1.2125

Budiman, M., & Widyastuti, W. (2022). Dinamika psikologis remaja yang


mengalami broken home karena orang tua bercerai. Cognicia, 10(2), 72-
79.https://doi.org/10.22219/cognicia.v10i2.22072

Burn, R.B. 1993. Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.
(Alih bahasa: Eddy) Jakarta: Arcan

Calhoun,J,P. Dan Acocella. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian dan


Hubungan Kemanusiaan Edisi 3. Penerjemah: RR. Samtako. Semarang:
IKIP Semarang.

Darta, M. B. (2022). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jig Saw


terhadap Hasil Belajar Penjasorkes dengan Materi Bola Voli pada Kelas
XII IPA-1 SMA Negeri 1 Susukan.Jurnal Pendidikan dan Teknologi
Indonesia, 2(3), 143-150. https://doi.org/10.52436/1.jpti.161

103
Daud, A. (2019). Penanganan Masalah Konseli Melalui Konseling Realitas. Jurnal
Al-Taujih: Bingkai Bimbingan Dan Konseling Islami, 5(1), 80-9.
https://dx.doi.org/10.15548/atj.v5i1.757

Dewi, Y. P., & Mugiarso, H. (2020).Hubungan Antara Konsep Diri dengan Efikasi
Diri dalam Memecahkan Masalah melalui Konseling Individu di SMK
Hidayah Semarang. JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 6(1),
29-40. http://dx.doi.org/10.22373/je.v6i1.5750

Fatwana, N. (2018). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Adversity Quotient (AQ)
Pada Mahasiswa Perantau Di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta.(Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

Hanafi, A. (2017). Pelaksanaan Konseling Individu Dengan Menggunakan Teknik


Behavior Contract Untuk Mengurangi Perilaku Membolos di Kelas VIII SMP
Negeri 9 bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018 (Doctoral dissertation,
UIN Raden Intan Lampung).

Hendri, H. (2019). Peran Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri
Pada Anak. At-Taujih: Bimbingan Dan Konseling Islam, 2(2), 56-71.
http://dx.doi.org/10.22373/taujih.v2i2.6528

Hurlock, Elizabeth. (2003). Psikologi Perkembangan.Jakarta : Erlangga

Husni, M. (2017).Layanan Konseling Individual Remaja; Pendekatan Behaviorisme.


Al-Ibrah, 2(2), 55-78.

Isnaini, Y. (2019). Pemahaman Siswa Terhadap Kondisi Keluarga Broken Home Di


Sma N 2 Rambatan. Publikasi IAIN Batusangkar.

Kamaruddin, I., Juwariah, T., Susilowati, T., Marlina, H., Pertiwi, S. M. B. Agustini,
M.,& Setyowati, M. (2022). Jurnal : Metodologi Penelitian Kesehatan
Masyarakat. PT. Global Eksekutif Teknologi.

Mistiani, W. (2018). Dampak keluarga broken home terhadap psikologis anak.


Musawa: Journal for Gender Studies, 10(2), 322-354.
https://doi.org/10.24239/msw.v10i2.528

Muawanah, L. B., & Pratikto, H. (2012).Kematangan emosi, konsep diri dan


kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Tabularasa, 7(1).
https://doi.org/10.26905/jpt.v7i1.202

104
Muttaqin, I., & Sulistyo, B. (2019). Analisis faktor penyebab dan dampak keluarga
broken home. Raheema: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 6(2), 245-256.
https://doi.org/10.24260/raheema.v6i2.1492

MU, R. Z. (2018). Adversity Quotient Pada Siswa Broken Home Yang Berprestasi Di
Mtsn 9 Bantul Yogyakarta (Doctoral dissertation, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta).

Mubasyaroh, M. (2019).Pendekatan Konseling Realitas dan Terapi Agama Bagi


Penderita Psikoproblem. Komunika: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 13(1),
81-96. http://doi.org/10.24090/komunika.v13.i1.1687

Mz, Ihsan. (2018). Peran konsep diri terhadap kedisiplinan siswa. NALAR: Jurnal
Peradaban dan Pemikiran Islam, 2(1), 1-11.
https://doi.org/10.23971/njppi.v2i1.915

Noor, J. (2011). Meteode Penelitian. Jakarta: Kencana.

Nur, I. F., & Ekasari, A. (2008).Hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan
emosional pada remaja. SOUL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi,
1(2), 15-31.

Potabuga, Y. F. (2020). Pendekatan Realitas dan Solution Focused Brief Therapy


dalam Bimbingan Konseling Islam. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan Dan
Konseling Islam, 9(1), 40-55. https://doi.org/10.20414/altazkiah.v9i1.1833

Putama, R. A. (2017). Hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi


akademik mahasiswa pendaki gunung pada unit kegiatan mahasiswa pecinta
alam Universitas Brawijaya (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).

Pratiwi, I. W., & Handayani, P. A. L. (2020). Konsep Diri Remaja Yang Berasal
Dari Keluarga Broken. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan
SDM, 9(1), 17-32.

Ridha Fauziatil Hasanah. (2020). Efektivitas Pendekatan Konseling Realitas Dalam


Mengatasi Konsep Diri Negatif Pada Siswa Broken Home Kelas VIII di MTs
Inayatuththalibin Banjarmasin.Repo Mhs ULM.Jurnal Pelayanan Bimbingan
dan Konseling l. 3, 1(2020).

Rola, F. (2006).Konsep diri remaja penghuni panti asuhan.ResearchGate.

105
Sardi, S., Budianto, B., Pranata, J., & Suryanti, S. (2021). Penerapan Konseling
Realita dan Mindfulness Untuk Mengatasi Kenakalan Remaja Pada Siswa
Broken Home. Jurnal Humansi (Humaniora, Manajemen, Akuntansi), 4(1),
19-30

Setiawan, H. R., & Masitah, W. (2017). Pengaruh Konsep Diri, Minat Dan Inteligensi
Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Metode
Pengembangan Kemampuan Bahasa Anak. Intiqad: Jurnal Agama Dan
Pendidikan Islam, 9(2), 20-34. https://dx.doi.org/10.30596/intiqad.v9i2.1380

Sugiyono. (2007). Strategi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif Kuantitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R& D.Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono.(2020). Strategi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Susanti, R. (2015). Efektifitas Konseling realitas untuk peningkatan regulasi diri


mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Jurnal Psikologi, 11(2), 88-93.
http://dx.doi.org/10.24014/jp.v11i2.1398

Syahraeni, A. (2020). Pembentukan konsep diri remaja. Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal


Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 7(1).

Tasya, M. D. (2022). Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Perceraian Pada Masa


Pandemi Covid-19 Di Kua Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung
Timur (Doctoral dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).

Tambun, F. A. (2017). Mengubah Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pemberian


Layanan Konseling Kelompok Terapi Realitas Pada Siswa Kelas X Sma
Negeri 7 Medan Tahun Ajaran 2016/2017 (Doctoral dissertation,
UNIMED).

T.S. Setyaningsih, (2011) Pendekatan Konseling Realita Dalam Mengubah Konsep


Diri Negatif Siswa Broken Home (Penelitian Pada Siswa Smp Negeri 2

106
Bantarbolang Pemalang Tahun Ajaran 2010/2011). Under Graduates thesis,
Universitas Negeri Semarang.

Windari, R (2017). Konsep Diri Siswa Yang Berasal Dari Keluarga Broken Home
(Studi Kasus Siswa Kelas Vii Di Uptd Smp Negeri 1 Mojo Kediri Tahun
Pelajaran 2016/2017) the Concept of Self Students Who Come From a
Broken Home (Case Study of Class Vii in Uptd Smp Negeri 1 M. Artikel
Sikripsi.

Wijaya, H. (2020). Jurnal : Analisis data kualitatif teori konsep dalam penelitian
pendidikan. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Wirastania, A., & Farid, D. A. M. (2021). Efektivitas Konseling Realita Terhadap


Resiliensi Diri Mahasiswa. Jurnal Fokus Konseling, 7(1), 9-13.

Zain, K.S. (2015). Konsep Diri Remaja Dengan Orangtua Bercerai.Naskah Publikasi.

107
L

108
LAMPIRAN 1 : INSTRUMEN PENELITIAN SEBELUM UJI COBA

ANGKET KONSEP DIRI SISWA BROKEN HOME SEBELUM UJI


VALIDITAS
R = Relevan KR= Kurang Relevan TR = Tidak Relevan

No Pernyataan SS S KS TS STS
1 Saya bukanlah orang yang apa adanya
2 Saya adalah orang yang jujur
3 Saya bagian dari keluarga yang bahagia
4 Saya berharap lebih terpercaya
5 Saya adalah orang yang bersahabat
6 Saya memiliki tingkah laku yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral
7 Saya termasuk orang yang memiliki bakat
tertentu
8 Saya berusaha sebaik yang saya bisa
9 Sangat mudah bagi saya untuk mempelajari
hal-hal yang baru
10 Saya nyaman berhubungan dengan keluarga
saya
11 Saya bukanlah orang yan apa adanya
12 Saya mengerti baik tentang keluarga saya
13 Saya meremehkan diri saya sendiri
14 Saya tidak merasakan apa yang seharusnya
saya rasakan
15 Saya nyaman dengan apa adanya saya
16 Saya berhubungan baik dengan orang lain
17 Saya memiliki tubuh yang sehat
18 Saya rupanya anak yang tidak rapi
19 Saya berusaha menjauh dari permasalahan
saya
20 Saya adalah orang yang selalu gembira
21 Saya bukanlah siapa-siapa
22 Keluarga saya selalu membantu ketika saya
menghadapi masalah
23 Kadang- kadang saya marah
24 Saya penuh dengan kesakithatian
25 Saya orang yang sering sakit
26 Saya adalah orang yang lemah moralnya

109
27 Saya adalah orang yang percaya diri
28 Saya termasuk orang yang pembenci
29 Terkadang saya kehilangan akal saya
30 Saya tidak dicintain oleh keluarga saya
31 Saya merasa bahwa keluarga saya tidak
mempercayai saya
32 Apa yang saya lakukan dalam bekerja
hasilnya tidak baik
33 Terkadang saya melakukan hal-hal yang tidak
baik
34 Saya sulit berteman
35 Saya adalah orang yang selalu berpikir positif
36 Saya tidak pernah pandai menjadi orang lain
37 Saya termasuk orang yang bersosialisasi
38 Saya mempunyai masalah ketika ingin
melakukan hal baik
39 Terkadang saya mengeluarkan bahan lelucon
yang buruk
40 Saya memiliki daya tarik untuk menarik
lawan jenis
41 Saya tidak suka berbohong
42 Saya memperlakuka orangtua saya sebaik
yang saya bisa
43 Saya terlalu sensitive dengan hal-hal yang
dikatakan oleh keluarga saya
44 Saya harusnya lebih mencintai keluarga saya
45 Saya cukup yakin dengan cara saya
memperlakukan orang lain
46 Saya suka bergosip
47 Saya menjaga baik keadaan fisik saya
48 Saya menjaga betul penampilan saya
49 Apa yang saya lakukan sehari-harinya sesuai
dengan apa yang saya anut
50 Saya kurang memahami diri saya sendiri
51 Saya dapat menjaga diri saya sendiri dari
berbagai situasi
52 Saya dapat menjaga diri saya sendiri dari
berbagai situasi
53 Saya merasa enjoi setiap saat
54 Saya sangat menyanyangi keluarga saya
55 Sayalebih baik menang dalam permainan

110
daripada kalah
56 Saya berusaha untuk mengerti pandangan
orang lain yang berbeda dengan saya
57 Saya kelihatan baik jika menjadi diri saya
sendiri
58 Saya tidak bisa bekerja dengan baik
59 Saya mempunyai masalah dalam hal tidur
60 Saya sering melakukan hal-hal baik
61 Saya tidak bisa bersosialisasi
62 Saya menyelesaikan masalah saya dengan
mudah
63 Saya adalah orang yang tidak baik
64 Hubungan saya dengan Tuhan baik
65 Saya bertengkar dengan keluarga saya
66 Saya melihat sesuatu yang baru ketika saya
bertemu dengan orang lain
67 Sangat susah bagi saya untuk berbicara
dengan orang yang belum saya kenali
68 Terkadang saya menunda pekerjaan saya hari
ini
69 Mudah bagi saya untuk mengerti apa yang
saya baca
70 Saya mempunyai control diri yang baik

111
LAMPIRAN 2 : TABULASI HASIL DATA UJI COBA INSTRUMEN

112
LAMPIRAN 3 : DATA HASIL UJI COBA (VALIDASI)

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item Keterangan
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
Valid
VAR00001 228.64 1340.242 .661 .953
Valid
VAR00002 228.64 1340.242 .661 .953
Valid
VAR00003 228.41 1340.920 .613 .953
Valid
VAR00004 228.64 1340.242 .661 .953
Valid
VAR00005 228.41 1361.491 .407 .953
Valid
VAR00006 228.41 1350.444 .471 .953
Tidak Valid
VAR00007 228.50 1364.071 .315 .954
Valid
VAR00008 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00009 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00010 228.32 1334.989 .732 .952
Tidak Valid
VAR00011 228.27 1378.970 .146 .954
Valid
VAR00012 228.41 1356.444 .414 .953
Valid
VAR00013 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00014 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00015 228.64 1340.242 .661 .953
Valid
VAR00016 228.64 1340.242 .661 .953
Tidak Valid
VAR00017 228.50 1360.929 .327 .954
Tidak Valid
VAR00018 228.91 1397.801 -.102 .955

113
Tidak Valid
VAR00019 228.09 1382.563 .080 .955
Tidak Valid
VAR00020 227.55 1378.165 .143 .954
Tidak Valid
VAR00021 227.91 1365.039 .268 .954
Valid
VAR00022 227.82 1329.965 .700 .952
Valid
VAR00023 227.82 1329.965 .700 .952
Valid
VAR00024 227.82 1329.965 .700 .952
Valid
VAR00025 228.32 1447.942 -.610 .958
Valid
VAR00026 227.82 1329.965 .700 .952
Valid
VAR00027 227.82 1329.965 .700 .952
Valid
VAR00028 227.82 1329.965 .700 .952
Tidak Valid
VAR00029 228.50 1407.881 -.187 .956
Valid
VAR00030 227.82 1329.965 .700 .952
Tidak Valid
VAR00031 228.09 1381.420 .093 .955
Tidak Valid
VAR00032 228.32 1401.942 -.142 .956
Tidak Valid
VAR00033 228.27 1377.636 .156 .954
Valid
VAR00034 227.82 1329.965 .700 .952
Valid
VAR00035 228.27 1333.827 .707 .952
Valid
VAR00036 228.32 1336.227 .752 .952
Valid
VAR00037 228.27 1333.827 .707 .952
Valid
VAR00038 228.27 1333.827 .707 .952
Valid
VAR00039 228.27 1333.827 .707 .952
Valid
VAR00040 228.27 1333.827 .707 .952
Valid
VAR00041 228.32 1336.227 .752 .952

114
Tidak Valid
VAR00042 228.05 1391.665 -.027 .955
Valid
VAR00043 228.32 1336.227 .752 .952
Valid
VAR00044 228.32 1336.227 .752 .952
Tidak Valid
VAR00045 228.14 1359.266 .344 .954
Valid
VAR00046 228.23 1342.374 .528 .953
Tidak Valid
VAR00047 227.95 1378.331 .170 .954
Valid
VAR00048 228.23 1342.374 .528 .953
Valid
VAR00049 228.23 1342.374 .528 .953
Valid
VAR00050 228.05 1344.807 .530 .953
Valid
VAR00051 228.23 1342.374 .528 .953
Valid
VAR00052 228.23 1342.374 .528 .953
Valid
VAR00053 228.23 1342.374 .528 .953
Tidak Valid
VAR00054 228.23 1375.898 .210 .954
Valid
VAR00055 228.23 1342.374 .528 .953
Valid
VAR00056 228.05 1347.379 .598 .953
Valid
VAR00057 228.27 1342.398 .624 .953
Tidak Valid
VAR00058 227.95 1366.522 .295 .954
Tidak Valid
VAR00059 228.32 1390.608 -.014 .955
Tidak Valid
VAR00060 228.27 1368.494 .263 .954
Valid
VAR00061 228.27 1342.398 .624 .953
Valid
VAR00062 228.27 1342.398 .624 .953
Valid
VAR00063 228.27 1342.398 .624 .953
Tidak Valid
VAR00064 228.23 1405.232 -.201 .956

115
Tidak Valid
VAR00065 228.36 1386.242 .049 .955
Valid
VAR00066 228.27 1342.398 .624 .953
Valid
VAR00067 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00068 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00069 228.32 1334.989 .732 .952
Valid
VAR00070 228.32 1334.989 .732 .952

116
LAMPIRAN 4 : UJI RELIABILITAS
RELIABELITAS ANGKET KONSEP DIRI SISWA BROKEN HOME SEBELUM
ITEM GUGUR

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.954 70

RELIABILITAS ANGKET KONSEP DIRI SISWA BROKEN HOME SETELAH


ITEM GUGUR

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.661 50

117
LAMPIRAN 5 : ANGKET KONSEP DIRI SISWA BROKEN HOME
SETELAH UJI VALIDITAS

No Pernyataan SS S KS TS STS
1 Saya bukanlah orang yang apa adanya
2 Saya adalah orang yang jujur
3 Saya bagian dari keluarga yang bahagia
4 Saya berharap lebih terpercaya
5 Saya adalah orang yang bersahabat
6 Saya memiliki tingkah laku yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral
7 Saya berusaha sebaik yang saya bisa
8 Sangat mudah bagi saya untuk mempelajari
hal-hal yang baru
9 Saya nyaman berhubungan dengan keluarga
saya
10 Saya mengerti baik tentang keluarga saya
11 Saya meremehkan diri saya sendiri
12 Saya tidak merasakan apa yang seharusnya
saya rasakan
13 Saya nyaman dengan apa adanya saya
14 Saya berhubungan baik dengan orang lain
15 Keluarga saya selalu membantu ketika saya
menghadapi masalah
16 Kadang- kadang saya marah
17 Saya penuh dengan kesakithatian
18 Saya orang yang sering sakit
19 Saya adalah orang yang lemah moralnya
20 Saya adalah orang yang percaya diri
21 Saya termasuk orang yang pembenci
22 Saya tidak dicintain oleh keluarga saya
23 Saya sulit berteman
24 Saya adalah orang yang selalu berpikir positif

118
25 Saya tidak pernah pandai menjadi orang lain
26 Saya termasuk orang yang bersosialisasi
27 Saya mempunyai masalah ketika ingin
melakukan hal baik
28 Terkadang saya mengeluarkan bahan lelucon
yang buruk
29 Saya memiliki daya tarik untuk menariklawan
jenis
30 Saya tidak suka berbohong
31 Saya terlalu sensitive dengan hal-hal yang
dikatakan oleh keluarga saya
32 Saya harusnya lebih mencintai keluarga saya
33 Saya suka bergosip
34 Saya menjaga betul penampilan saya
35 Apa yang saya lakukan sehari-harinya sesuai
dengan apa yang saya anut
36 Saya kurang memahami diri saya sendiri
37 Saya dapat menjaga diri saya sendiri dari
berbagai situasi
38 Saya dapat menjaga diri saya sendiri dari
berbagai situasi
39 Saya merasa enjoi setiap saat
40 Sayalebih baik menang dalam permainan
daripada kalah
41 Saya berusaha untuk mengerti pandangan
orang lain yang berbeda dengan saya
42 Saya kelihatan baik jika menjadi diri saya
sendiri
43 Saya tidak bisa bersosialisasi
44 Saya menyelesaikan masalah saya dengan
mudah
45 Saya adalah orang yang tidak baik
46 Saya melihat sesuatu yang baru ketika saya
bertemu dengan orang lain
47 Sangat susah bagi saya untuk berbicara
dengan orang yang belum saya kenali
48 Terkadang saya menunda pekerjaan saya hari
ini
49 Mudah bagi saya untuk mengerti apa yang
saya baca
50 Saya mempunyai control diri yang baik

119
LAMPIRAN 6 : TABULASI DATA SKOR SKALA PRETEST KONSEP DIRI
SISWA BROKEN HOME

120
LAMPIRAN 7 : UJI NORMALITAS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Posttest 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Preetest 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Posttest Mean 192.50 2.349

95% Confidence Interval for Lower Bound 186.46


Mean
Upper Bound 198.54

5% Trimmed Mean 192.50

Median 192.50

Variance 33.100

Std. Deviation 5.753

Minimum 185

Maximum 200

Range 15

Interquartile Range 10

Skewness .000 .845

121
Kurtosis -1.633 1.741

Preetest Mean 105.50 2.045

95% Confidence Interval for Lower Bound 100.24


Mean
Upper Bound 110.76

5% Trimmed Mean 105.44

Median 104.50

Variance 25.100

Std. Deviation 5.010

Minimum 100

Maximum 112

Range 12

Interquartile Range 10

Skewness .429 .845

Kurtosis -1.772 1.741

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Posttest .168 6 .200* .961 6 .828

Preetest .206 6 .200* .897 6 .357

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

122
LAMPIRAN 8 : UJI HIPOTESIS

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Preetest 105.50 6 5.010 2.045

Posttest 192.50 6 5.753 2.349

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Preetest & Posttest 6 .073 .891

Paired Samples Test


t df Sig 2 Tailed

Pair 1 Preetest -
29.000 5 .000
Posttest

123
LAMPIRAN : RPL, LAPERPROG DAN VERBATIM
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
(RPL)

A Identitas Kegiatan
1 Nama Konseli : UZ, WL, RD, ML, RH, dan CR
2 Sekolah : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
3 Semester : Ganjil
4 Tema / Topik : Konsep Diri Siswa Broken Home
Bahasan
5 Pertemuan ke- : 1
6 Jenin Layanan : Konseling Kelompok
7 Penyelenggara : Yola Afrezilia
Layanan
8 Tempat : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
9 Tanggal / Waktu : 23 Oktober 2023
B Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami dan meningkatkan
konsep dirinya dengan layanan konseling
kelompok realita
C Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami dan turut membantu
dalam meningkatkan konsep dirinya dengan
layanan konseling kelompok realita
D Tujuan Layanan : Siswa mampu meningkatkan konsep diri siswa
broken home dengan layanan konseling kelompok
realita
E Materi Layanan : Membahasa permasalahan siswa broken home
yang memiliki konsep diri yang rendah dengan
layanan konseling kelompok realita
F Alokasi Waktu : 1 x 90 menit
G Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
H Kegiatan Layanan

1 Tahap Pembentukan : 1. PK menerima anggota kelompok secara


terbuka

124
2. PK memimpin doa
3. PK menjelaskan pengertian layanan
konseling kelompok serta konseling
kelompok realita
4. PK menjelaskan tujuan
5. PK menjelaskan cara pelaksanaan
6. PK menjelasakan asas-asas konseling
kelompok
7. PK memperkenalkan diri dan diikuti
anggota kelompok
2 Tahap Peralihan : 1. PK menjelaskan kembali tentang konseling
kelompok realita
2. PK menanyakan kesiapan anggota
kelompok
3. PK mengenali suasana kelompok
4. PK memberikan contoh topic bahasan
dalam kelompok
3 Tahap Kegiatan : 1. Menjelaskan pokok permasalahan yang
akan dibahas
2. Mempersilahkan anggota kelompok
mengemukakan permasalahannya
3. Membahasa masalah dengan tuntas
bersama anggota kelompok
4. Seluruh anggota kelompok ikut serta
5. Anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk berpendapat
6. Menegaskan komitmen anggota kelompok
4 Tahap Pengakiran : 1. PK mengingatkan bahwa kegiatan akan
berakhir
2. PK meminta anggota kelompok
menyampaikan pesan dan kesan
3. PK membahas jadwal selanjutnya
4. Mengucapkan terimakasih, doa , dan
penutup
I Penilaian Hasil : -
Kegiatan
J Media Layanan : -
K Sumber : -

Bengkulu, 2023
Peneliti

125
Yola Afrezilia
NPM.A1L019009
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
(RPL)

A Identitas Kegiatan
1 Nama Konseli : UZ, WL, RD, ML, RH, dan CR
2 Sekolah : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
3 Semester : Ganjil
4 Tema / Topik : Konsep Diri Siswa Broken Home
Bahasan
5 Pertemuan ke- : 2
6 Jenin Layanan : Konseling Kelompok
7 Penyelenggara : Yola Afrezilia
Layanan
8 Tempat : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
9 Tanggal / Waktu : 26 Oktober 2023
B Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami dan meningkatkan
konsep dirinya dengan layanan konseling
kelompok realita
C Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami dan turut membantu
dalam meningkatkan konsep dirinya dengan
layanan konseling kelompok realita
D Tujuan Layanan : Siswa mampu meningkatkan konsep diri siswa
broken home dengan layanan konseling kelompok
realita
E Materi Layanan : Membahasa permasalahan siswa broken home
yang memiliki konsep diri yang rendah dengan
layanan konseling kelompok realita
F Alokasi Waktu : 1 x 90 menit
G Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
H Kegiatan Layanan

1 Tahap Pembentukan : 1. PK menerima anggota kelompok secara


terbuka
2. PK memimpin doa

126
3. PK menjelaskan pengertian layanan
konseling kelompok serta konseling
kelompok realita
4. PK menjelaskan tujuan
5. PK menjelaskan cara pelaksanaan
6. PK menjelasakan asas-asas konseling
kelompok
7. PK memperkenalkan diri dan diikuti
anggota kelompok
2 Tahap Peralihan : 1. PK menjelaskan kembali tentang konseling
kelompok realita
2. PK menanyakan kesiapan anggota
kelompok
3. PK mengenali suasana kelompok
4. PK memberikan contoh topic bahasan
dalam kelompok
3 Tahap Kegiatan : 1. Menjelaskan pokok permasalahan yang
akan dibahas
2. Mempersilahkan anggota kelompok
mengemukakan permasalahannya
3. Membahasa masalah dengan tuntas
bersama anggota kelompok
4. Seluruh anggota kelompok ikut serta
5. Anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk berpendapat
6. Menegaskan komitmen anggota kelompok
4 Tahap Pengakiran : 1. PK mengingatkan bahwa kegiatan akan
berakhir
2. PK meminta anggota kelompok
menyampaikan pesan dan kesan
3. PK membahas jadwal selanjutnya
4. Mengucapkan terimakasih, doa , dan
penutup
I Penilaian Hasil : -
Kegiatan
J Media Layanan : -
K Sumber : -

Bengkulu, 2023
Peneliti

127
Yola Afrezilia
NPM.A1L019009
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
(RPL)

A Identitas Kegiatan
1 Nama Konseli : UZ, WL, RD, ML, RH, dan CR
2 Sekolah : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
3 Semester : Ganjil
4 Tema / Topik : Konsep Diri Siswa Broken Home
Bahasan
5 Pertemuan ke- : 3
6 Jenin Layanan : Konseling Kelompok
7 Penyelenggara : Yola Afrezilia
Layanan
8 Tempat : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
9 Tanggal / Waktu : 30 Oktober 2023
B Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami dan meningkatkan
konsep dirinya dengan layanan konseling
kelompok realita
C Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami dan turut membantu
dalam meningkatkan konsep dirinya dengan
layanan konseling kelompok realita
D Tujuan Layanan : Siswa mampu meningkatkan konsep diri siswa
broken home dengan layanan konseling kelompok
realita
E Materi Layanan : Membahasa permasalahan siswa broken home
yang memiliki konsep diri yang rendah dengan
layanan konseling kelompok realita
F Alokasi Waktu : 1 x 90 menit
G Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
H Kegiatan Layanan

1 Tahap Pembentukan : 1. PK menerima anggota kelompok secara


terbuka
2. PK memimpin doa

128
3. PK menjelaskan pengertian layanan
konseling kelompok serta konseling
kelompok realita
4. PK menjelaskan tujuan
5. PK menjelaskan cara pelaksanaan
6. PK menjelasakan asas-asas konseling
kelompok
7. PK memperkenalkan diri dan diikuti
anggota kelompok
2 Tahap Peralihan : 1. PK menjelaskan kembali tentang konseling
kelompok realita
2. PK menanyakan kesiapan anggota
kelompok
3. PK mengenali suasana kelompok
4. PK memberikan contoh topic bahasan
dalam kelompok
3 Tahap Kegiatan : 1. Menjelaskan pokok permasalahan yang
akan dibahas
2. Mempersilahkan anggota kelompok
mengemukakan permasalahannya
3. Membahasa masalah dengan tuntas
bersama anggota kelompok
4. Seluruh anggota kelompok ikut serta
5. Anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk berpendapat
6. Menegaskan komitmen anggota kelompok
4 Tahap Pengakiran : 1. PK mengingatkan bahwa kegiatan akan
berakhir
2. PK meminta anggota kelompok
menyampaikan pesan dan kesan
3. PK membahas jadwal selanjutnya
4. Mengucapkan terimakasih, doa , dan
penutup
I Penilaian Hasil : -
Kegiatan
J Media Layanan : -
K Sumber : -

Bengkulu, 2023
Peneliti

129
Yola Afrezilia
NPM.A1L019009
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
(RPL)

A Identitas Kegiatan
1 Nama Konseli : UZ, WL, RD, ML, RH, dan CR
2 Sekolah : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
3 Semester : Ganjil
4 Tema / Topik : Konsep Diri Siswa Broken Home
Bahasan
5 Pertemuan ke- : 4
6 Jenin Layanan : Konseling Kelompok
7 Penyelenggara : Yola Afrezilia
Layanan
8 Tempat : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
9 Tanggal / Waktu : 03 November 2023
B Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami dan meningkatkan
konsep dirinya dengan layanan konseling
kelompok realita
C Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami dan turut membantu
dalam meningkatkan konsep dirinya dengan
layanan konseling kelompok realita
D Tujuan Layanan : Siswa mampu meningkatkan konsep diri siswa
broken home dengan layanan konseling kelompok
realita
E Materi Layanan : Membahasa permasalahan siswa broken home
yang memiliki konsep diri yang rendah dengan
layanan konseling kelompok realita
F Alokasi Waktu : 1 x 90 menit
G Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
H Kegiatan Layanan

1 Tahap Pembentukan : 1. PK menerima anggota kelompok secara


terbuka
2. PK memimpin doa

130
3. PK menjelaskan pengertian layanan
konseling kelompok serta konseling
kelompok realita
4. PK menjelaskan tujuan
5. PK menjelaskan cara pelaksanaan
6. PK menjelasakan asas-asas konseling
kelompok
7. PK memperkenalkan diri dan diikuti
anggota kelompok
2 Tahap Peralihan : 1. PK menjelaskan kembali tentang konseling
kelompok realita
2. PK menanyakan kesiapan anggota
kelompok
3. PK mengenali suasana kelompok
4. PK memberikan contoh topic bahasan
dalam kelompok
3 Tahap Kegiatan : 1. Menjelaskan pokok permasalahan yang
akan dibahas
2. Mempersilahkan anggota kelompok
mengemukakan permasalahannya
3. Membahasa masalah dengan tuntas
bersama anggota kelompok
4. Seluruh anggota kelompok ikut serta
5. Anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk berpendapat
6. Menegaskan komitmen anggota kelompok
4 Tahap Pengakiran : 1. PK mengingatkan bahwa kegiatan akan
berakhir
2. PK meminta anggota kelompok
menyampaikan pesan dan kesan
3. PK membahas jadwal selanjutnya
4. Mengucapkan terimakasih, doa , dan
penutup
I Penilaian Hasil : -
Kegiatan
J Media Layanan : -
K Sumber : -

Bengkulu, 2023
Peneliti

131
Yola Afrezilia
NPM.A1L019009
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
(RPL)

A Identitas Kegiatan
1 Nama Konseli : UZ, WL, RD, ML, RH, dan CR
2 Sekolah : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
3 Semester : Ganjil
4 Tema / Topik : Konsep Diri Siswa Broken Home
Bahasan
5 Pertemuan ke- : 5
6 Jenin Layanan : Konseling Kelompok
7 Penyelenggara : Yola Afrezilia
Layanan
8 Tempat : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
9 Tanggal / Waktu : 08 November 2023
B Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami dan meningkatkan
konsep dirinya dengan layanan konseling
kelompok realita
C Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami dan turut membantu
dalam meningkatkan konsep dirinya dengan
layanan konseling kelompok realita
D Tujuan Layanan : Siswa mampu meningkatkan konsep diri siswa
broken home dengan layanan konseling kelompok
realita
E Materi Layanan : Membahasa permasalahan siswa broken home
yang memiliki konsep diri yang rendah dengan
layanan konseling kelompok realita
F Alokasi Waktu : 1 x 90 menit
G Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
H Kegiatan Layanan

1 Tahap Pembentukan : 1. PK menerima anggota kelompok secara


terbuka
2. PK memimpin doa

132
3. PK menjelaskan pengertian layanan
konseling kelompok serta konseling
kelompok realita
4. PK menjelaskan tujuan
5. PK menjelaskan cara pelaksanaan
6. PK menjelasakan asas-asas konseling
kelompok
7. PK memperkenalkan diri dan diikuti
anggota kelompok
2 Tahap Peralihan : 1. PK menjelaskan kembali tentang konseling
kelompok realita
2. PK menanyakan kesiapan anggota
kelompok
3. PK mengenali suasana kelompok
4. PK memberikan contoh topic bahasan
dalam kelompok
3 Tahap Kegiatan : 1. Menjelaskan pokok permasalahan yang
akan dibahas
2. Mempersilahkan anggota kelompok
mengemukakan permasalahannya
3. Membahasa masalah dengan tuntas
bersama anggota kelompok
4. Seluruh anggota kelompok ikut serta
5. Anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk berpendapat
6. Menegaskan komitmen anggota kelompok
4 Tahap Pengakiran : 1. PK mengingatkan bahwa kegiatan akan
berakhir
2. PK meminta anggota kelompok
menyampaikan pesan dan kesan
3. PK membahas jadwal selanjutnya
4. Mengucapkan terimakasih, doa , dan
penutup
I Penilaian Hasil : -
Kegiatan
J Media Layanan : -
K Sumber : -

Bengkulu, 2023
Peneliti

133
Yola Afrezilia
NPM.A1L019009
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
(RPL)

A Identitas Kegiatan
1 Nama Konseli : UZ, WL, RD, ML, RH, dan CR
2 Sekolah : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
3 Semester : Ganjil
4 Tema / Topik : Konsep Diri Siswa Broken Home
Bahasan
5 Pertemuan ke- : 6
6 Jenin Layanan : Konseling Kelompok
7 Penyelenggara : Yola Afrezilia
Layanan
8 Tempat : SMA Negeri 09 Kota Bengkulu
9 Tanggal / Waktu : 10 November 2023
B Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami dan meningkatkan
konsep dirinya dengan layanan konseling
kelompok realita
C Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami dan turut membantu
dalam meningkatkan konsep dirinya dengan
layanan konseling kelompok realita
D Tujuan Layanan : Siswa mampu meningkatkan konsep diri siswa
broken home dengan layanan konseling kelompok
realita
E Materi Layanan : Membahasa permasalahan siswa broken home
yang memiliki konsep diri yang rendah dengan
layanan konseling kelompok realita
F Alokasi Waktu : 1 x 90 menit
G Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
H Kegiatan Layanan

1 Tahap Pembentukan : 1. PK menerima anggota kelompok secara


terbuka
2. PK memimpin doa

134
3. PK menjelaskan pengertian layanan
konseling kelompok serta konseling
kelompok realita
4. PK menjelaskan tujuan
5. PK menjelaskan cara pelaksanaan
6. PK menjelasakan asas-asas konseling
kelompok
7. PK memperkenalkan diri dan diikuti
anggota kelompok
2 Tahap Peralihan : 1. PK menjelaskan kembali tentang konseling
kelompok realita
2. PK menanyakan kesiapan anggota
kelompok
3. PK mengenali suasana kelompok
4. PK memberikan contoh topic bahasan
dalam kelompok
3 Tahap Kegiatan : 1. Menjelaskan pokok permasalahan yang
akan dibahas
2. Mempersilahkan anggota kelompok
mengemukakan permasalahannya
3. Membahasa masalah dengan tuntas
bersama anggota kelompok
4. Seluruh anggota kelompok ikut serta
5. Anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk berpendapat
6. Menegaskan komitmen anggota kelompok
4 Tahap Pengakiran : 1. PK mengingatkan bahwa kegiatan akan
berakhir
2. PK meminta anggota kelompok
menyampaikan pesan dan kesan
3. PK membahas jadwal selanjutnya
4. Mengucapkan terimakasih, doa , dan
penutup
I Penilaian Hasil : -
Kegiatan
J Media Layanan : -
K Sumber : -

Bengkulu, 2023
Peneliti

135
Yola Afrezilia
NPM.A1L019009
LAMPIRAN : DOKUMENTASI KEGIATAN

136
137
138

Anda mungkin juga menyukai