Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Hemoroid berasal dari bahasa Yunani dari kata “haem” : darah, dan “rhoos”

yang artinya mengalir. Jadi perdarahan dari anus (Masriadi, 2016). Hemoroid adalah

pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis dengan penonjolan membrane mukosa


yang melapisi daerah anus dan rectum (Nugroho, 2011).
Hemoroid (wasir) merupakan dilatasi karena varises pada pleksus venosus di
submukosa anal dan parianal (Mitchell, 2006). Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari
vena-vena didalam pleksus Hemoroidalis (Muttaqin, 2011). Hemoroid merupakan
pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah anus yang berasal dari plexus
hemorrhoidalis (Setiati dkk, 2014).
Hemoroid atau wasir seringkali disebabkan oleh pengeluaran tinja yang keras
pada saat buang air besa atau konstipasi. Tinja yang keras itu sulit dikeluarkan

sehingga menyebabkan penekanan/trauma pada pleksus hemoroidalis, trauma


tersebutlah yang menghasilkan darah segar sehingga pasien hemoroid mengalami
buang air besar disertai darah yang menetes atau hanya segaris pada feses (Masriadi,
2016).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis didaerah anorektal dan bersifat lebih kompleks yang melibatkan
beberapa unsure berupa pembuluh darah, jaringan lunak, dan otos sekitar
rectal (Kasron & Susilowati, 2018).

B. ETIOLOGI
Menurut Mutaqqin (2011), kondisi hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan
kondisi medis atau penyalit, namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat
meningkatkan risiko hemoroid seperti berikut:
a. Peradangan pada usus, seperti pada kondisi colitis ulseratif atau penyalit crohn.
b. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal.
c. Konsumsi makanan rendaj serat.
d. Obesitas.
e. Hipertensi portal.
Hemoroid dapat terjadi karena dilatasi (pelebaran), inflamasi (peradangan) atau
pembengkakan vena hemoroidalis yang disebabkan: (www.suaramerdeka.com, 2005).
a. Konstipasi kronik: sulit buang air besar, sehingga harus mengejan.
b. Kehamilan: karena penekanan janin pada perut.

c. Diare kronik.
d. Usia lanjut.
e. Duduk terlalu lama
f. Hubungan seks peranal.

C. MANIFESTASI KLINIS
Sedangkan tanda dan gejala menurut Lumenta (2006) pasien hemoroid dapat
mengeluh hal-hal seperti berikut :
a. Perdarahan

Keluhan yang sering dan timul pertama kali yakni : darah segar menetes setelah
buang air besar (BAB), biasanya tanpa disertai nyeri dan gatal di anus.
Pendarahan dapat juga timbul di luar wakyu BAB, misalnya pada orang tua.
Perdaran ini berwarna merah segar.
b. Benjolan
Benjolan terjadi pada anus yang dapat menciut/ tereduksi spontan atau manual
merupakan ciri khas/ karakteristik hemoroid.
c. Nyeri dan rasa tidak nyaman
Dirasakan bila timbul komplikasi thrombosis ( sumbatan komponen darah di

bawah anus), benjolan keluar anus, polip rectum, skin tag.


d. Basah, gatal dan hygiene yang kurang di anus
Akibat penegluaran cairan dari selaput lender anus disertai perdarahan
merupakan tanda hemoroid interna, yang sering mengotori pakaian dalam bahkan
dapat menyebabkan pembengkakan kulit.
Gejala-gejala yang lain termasuk (Black, 1997).
1997)
a. Rasa gatal pada rektal.
b. Konstipasi.
c. Nyeri.

d. Perdarahan berwarna merah terang.


e. Prolaps dapat terjadi pada kasus berat.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur)
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.

Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
b. Anoskopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna

terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila


penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak,
besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas
harus diperhatikan.
c. Pemeriksaan Proktosigmoidoskopy
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses

harus diperiksa terhadap adanya darah samar.


d. Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
e. Laboratorium : - Eritrosit
- Leukosit
- Hb
E. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1. Farmakologis
- Menggunakan obat untuk melunakkan feses / psillium akan mengurangi

sembelit dan terlalu mengedan saat defekasi, dengan demikian resiko


terkena hemoroid berkurang.
- Menggunakan obat untuk mengurangi/menghilangkan keluhan rasa sakit,
gatal, dan kerusakan pada daerah anus. Obat ini tersedia dalam dua bentuk
yaitu dalam bentuk supositoria untuk hemoroid interna, dan dalam bentuk
krim / salep untuk hemoroid eksterna.
- Obat untuk menghentikan perdarahan, banyak digunakan adalah
campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%)
2. Nonfarmakologis

- Perbaiki pola hidup (makanan dan minum): perbanyak konsumsi makanan


yang mengandung serat (buah dan sayuran) kurang lebih 30 gram/hari,
serat selulosa yang tidak dapat diserap selama proses pencernaan makanan
dapat merangsang gerak usus agar lebih lancar, selain itu serat selulosa
dapat menyimpan air sehingga dapat melunakkan feses. Mengurangi
makanan yang terlalu pedas atau terlalu asam. Menghindari makanan yang
sulit dicerna oleh usus. Tidak mengkonsumsi alkohol, kopi, dan minuman
bersoda. Perbanyak minum air putih 30-40 cc/kg BB/hari.
- Perbaiki pola buang air besar : mengganti closet jongkok menjadi closet

duduk. Jika terlalu banyak jongkok otot panggul dapat tertekan kebawah
sehingga dapat menghimpit pembuluh darah.
- Penderita hemoroid dianjurkan untuk menjaga kebersihan lokal daerah
anus dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit tiga kali
sehari. Selain itu penderita disarankan untuk tidak terlalu banyak duduk
atau tidur, lebih baik banyak berjalan.
3. Tindakan minimal invasif
Dilakukan jika pengobatan farmakologi dan non farmakologi tidak berhasil,
tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
- Skleroskopi hemoroid, dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
langsung kepada benjolan / prolaps hemoroidnya.
- Ligasi pita karet, dilakukan dengan cara mengikat hemoroid. Prolaps akan
menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.
- Penyinaran sinar laser.

- Disinari sinar infra red.


- Dialiri arus listrik (elektrokoagulasi)
- Hemoroideolysis
(www.fkuii.org, 2006)
b. Pembedahan
Terapi bedah dilakukan pada hemoroid derajat III dan IV dengan penyulit prolaps,
trombosis, atau hemoroid yang besar dengan perdarahan berulang. Pilihan
pembedahan adalah hemoroidektomi secara terbuka, secara tertutup, atau secara
submukosa. Bila terjadi komplikasi perdarahan, dapat diberikan obat hemostatik

seperti asam traneksamat yang terbukti secara bermakna efektif menghentikan


perdarahan dan mencegah perdarahan ulang. (www.suaramerdeka.com, 2005).
Terapi medikal hanya digunakan untuk kasus ringan, hemoroid tanpa komplikasi
dengan manifestasi ringan. Pengobatan meliputi :
1) Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene
personal yang baik.
2) Menghindari mengejan yang berlebihan selama defekasi.
3) Pemberian laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati anus.
4) Rendam duduk dengan salep dan supositoria yang mengandung anastesi.

5) Tirah baring.
6) Tindakan non operatif seperti : fotokoagulasi infra merah, diatermi bipolar dan
terapi laser.
7) Injeksi larutan sklerosan untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah.
8) Tindakan bedah konservasif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-
karet.
9) Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid
dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai
timbul nekrosis.

10) Laser Nd:YAG digunakan terutama pada hemoroid eksternal.


(Smeltzer, 2002)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid menurut (Masriadi, 2016, p. 310) adalah:
a. Ulserasi
Terjadi luka pada lapisan mukosa (selaput lendir).

b. Prolaps dan strangulasi


Terjarinya prolaps dari wasir atau hemoroid dalam dan bila terjepit dapat
menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga bisa terjadi nekrosis atau
matinya jaringan.
c. Anemia dari perdarahan yang berulang.
Keluarnya darah yang disebabkan karena sobeknya pembuluh darah hemaroidalis
yang terjadi berulang – ulang dapat menyebabkan anemia pada penderita
hemoroid.
d. Trombosis Vena.

Trombosis terjadi karena tekanan yang tinggi pada vena seperti saat mengejan,
batuk, atau ibu yang melahirkan.Pembuluh darah vena yang mengalami pelebaran
dan menonjol dapat terjepit dan terjadi trombosis.
e. Infeksi.
Setelah trombosis dengan oedem atau pembengkakan dan radang bisa
mengakibatkan infeksi.
f. Terjadi iritasi.
Hemoroid dapat menyebabkan iritasi dan luka pada daerah sekitar anus.Luka
tersebut menimbulkan rasa nyeri dan sakit.Nyeri bertambah parah saat orang

tersebut sedang buang air besar. Yang menjadi sebab timbulnya luka adalah
terjadinya gesekan yang ditimbulkan feses pada kulit anus, jika seseorang yang
terkena hemoroid juga terkena sembelit maka akan memperparah keadaan.
g. Jaringan menjadi mati atau membusuk.
Matinya jaringan dan membusuk dapat saja dialami pasien hemoroid.Hal ini
terjadi ketika benjolan ambeien yang keluar dari anus terjepit oleh otot lingkar
dari anus sendiri.Kondisi ini menyebabkan darah tidak lagi dapat beredar secara
sempurna.Maka ambeien bertambah sakit. Penanganan yang terlambat dapat
menyebabkan kematian jaringan sehingga akan membusuk jika terus dibiarkan.
G. KLARIFIKASI
Berdasarkan asal / tempat penyebabnya
a. Hemoroid interna
Hemoroid ini berasal dari vena hemoroidales superior dan medial, terletak diatas

garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa anus. Hemoroid ini tetap berada di
dalam anus.
➢ Hemoroid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan perkembangannya
a) Stadium I : Hemoroid interna dengan perdarahan segar tanpa nyeri pada
waktu defekasi.
b) Stadium II : Hemoroid interna yang menyebabkan perdarahan dan
mengalami prolaps pada saat mengedan ringan,tetapi dapat masuk
kembali secara spontan.
c) Stadium III : Hemoroid interna yang mengalami perdarahan dan disertai

prolaps dan diperlukan intervensi manual memasukkan ke dalam kanalis.


d) Stadium IV : Hemoroid interna yang tidak kembali ke dalam atau berada
terus – menerus di luar.
b. Hemoroid eksterna
Hemoroid ini dikarenakan adanya dilatasi (pelebaran pembuluh darah) vena
hemoroidales inferior, terletak dibawah garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa
usus. hemoroid ini keluar dari anus (wasir luar).
(Thornton, scott C 2009).
H. PATHWAY

Konstipas, sering mengejan, kehamilan, banyak duduk, kongestal renal.

Tekanan intra abdomen

Hemoroid

Prolaps Hemoroidectomy

Kurang informasi Luka post operasi Takut BAB

Feses mengeras

Kurang pengetahuan
tentang penyakit,
Konstipasi
pengobatan dan
erawatann a
Gangguan eliminasi BAB

Kelemahan fisik Inflamasi mikroorganisme Diskontiunitas jaringan

Kurang
Resiko infeksi Nyeri
pengetahuan diri

Gambar 2.1 Alur asuhan Keperawatan Pasien Hemoroid


( Muttaqin,2011, Yasmin Asih,2006, Made Sumarwati,2010 )
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas `
Sekitar 50% dari populasi terkena penyakit ini setiap waktu, kedua gender
kurang lebih mengalami kondisi kemunculan yang tinggi pada usia 45 sampai
dengan 65 tahun (Masriadi, 2016).

b. Status kesehatan saat ini

1) Keluhan Utama

Klien mengeluh konstipasi, perdarahan pada anus, dan merasa ada

benjolan disekitar anus (Mutaqqin & Sari, 2013).

2) Alasan Masuk Rumah Sakit

Penderita hemoroid biasanya mengeluhkan nyeri, perdarahan pada anus

dan merasa ada benjolan disekitar anus, sulit buang air besar (Mutaqqin &

Sari, 2013).
3) Riwayat penyakit sekarang

Pada penderita hemoroid terasa adanya tonjolan pada anus terkadang

merasa nyeri dan gatal pada daerah anus.Selain itu terkadang klien dating

ker RS dengan keluan adanya perdaraan saat BAB (Mutaqqin & Sari,

2013).

4) Riwayat kesehatan terdahulu

➢ Riwayat Penyakit Sebelumnya

Biasanya pada pasien ada riwayat hemoroid atau wasir, dan riwayat
diet rendah serat, pasien sering duduk berjam-jam, dan riwayat

kesulitan dalam buang air besar (Kasron & Susilowati, 2018).

➢ Riwayat penyakit keluarga

Perlu menanyakan kepada keluarga apakah anggota keluarga ada

yang pernah menderita hemoroid (Mutaqqin & Sari, 2013).

➢ Riwayat pengobatan

Ditolong dengan tindakan local sederhana disertai dengan nasihat

tentang pentingnya konsumsi makanan yang tinggi serat (Mutaqqin &

Sari, 2013).
2. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

a) Kesadaran

Biasanya pasien pucat dan lemas karena perdarahan yang menyebabkan

anemia atau pasien mengalami gelisah karena menahan sakit, serta


kesadaran composmentis (Mutaqqin & Sari, 2013).

b) Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital bisanya normal atau bisa didapatkan perubahan seperti

takikardi, peningkatan pernapasan (Mutaqqin & Sari, 2013).

2) Body System

a) Sistem pernafasan

Pada pasien hemoroid biasanya normal tidak ada kelainan didaerah dada,

ekspansi dada seimbang, tidak ada suara tambahan pada paru.Tetapi juga

bisa di didapatkan peningkatan pernapasan (Mutaqqin & Sari, 2013).

b) Sistem kardiovaskuler

Pada pasien hemoroid bisanya normal tetapi bisa juga ditemukan

peningkatan denyut nadi, akral dingin (Mutaqqin & Sari, 2013).

c) Sistem persarafan

BI ( Olfaktorius) : pada pasien hemoroid tidak ada gangguan pada

syaraf penciuman atau syaraf olfaktorius.

BII (Optikus) : pada pasien hemoroid tidak ada gangguan

pada syaraf penglihatan.

BIII (Okulomotius) : pada pasien hemodoid klien masih bisa

menggerakkan otot mata.

BIV (Troklearis) : pasien hemoroid masih bisa menggerakkan

beberapa otot mata, dan tidak ditemukan gangguan.

BV (Trigeminus) : pasien hemoroid masih bisa menggerakkan

rahang dan masih bisa menerima rangsangan di wajah.

BVI (Abdusen) : pasien hemoroid masih bisa melakukan abdusen


mata dan tidak ada gangguan pada saraf abdusen.
BVII (Fasialis) : pada pasien hemoroid masih bisa menerima

rangsangan di bagian anterior lidah dan merasakan rasa, dan masih bisa

mengedalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah.

BVIII (Auditorius) : pasien hemoroid masih bisa mengendalikan

keseimbangan, dan menerima rangsaan pendengaran.


BIX (Glosofaringeus) : pasien hemoroid masih bisa menerima

rangsangan posterior lidah dan masih bisa merasakan sensasi rasa.

BX (Vagus) : pada pasien hemoroid tidak ada ganguan pada

syaraf vagus.

BXI (Aksesoirus) : pada pasien hemoroid klien masih bisa

menggerakkan kepala dan tidak ada gangguan pada saraf aksesorius.

BXII (Hipoglosus) : pada pasien hemoroid pergerakan lidah klien

normal (Masriadi, 2016).

d) Sistem perkemihan

Pada pasien hemoroid biasanya system perkemihan normal dan tidak ada

gangguan (Mutaqqin & Sari, 2013).

e) Sistem pencernaan

Pada pasien hemoroid bisa ditemukan distensi abdomen diakarenakan

pasien sulit BAB, konstipasi, adanya benjolan pada anus dan adanya

ulserasi serta ada darah saat BAB, feses keras, adanya pembengkakan

vena hemoroidalis. Pemeriksaan colok dubur hemoroid interna tidak

adapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan

biasanay tidak nyeri (Mutaqqin & Sari, 2013).

f) Sistem integument

Pada pasien hemoroid biasanya terjadi anemia karena adanya perdarahan

pada anus, pasien pucat dan akral hangat dan CRT lebih dari 3

detik (Mutaqqin & Sari, 2013).

g) Sistem musculoskeletal

pada pasien hemoroid biasanya pasien tidak ada kelaianan reflek patella

kekuatan otot 4-5 (Mutaqqin & Sari, 2013).


h) Sistem endokrin

Pada pasien hemoroid tidak ada gangguan pada system

endokrin (Mutaqqin & Sari, 2013).

i) Sistem reproduksi

Pada pasien penderita hemoroid tidak ada gangguan pada system


reproduksi (Mutaqqin & Sari, 2013).

j) Sistem penginderaan

Pada pasien hemoroid tidak ada ganguan pada system pengeindraan dan

cenderung normal, kecuali pasien hemoroid yang lansia. Karena lansia

mengalami penuruna fungsi pengindraanya terkait dengan proses

degenerative (Mutaqqin & Sari, 2013).

k) Sistem imun

Pada pasien dengan hemoroid tidak ditemukan penuruan system

kekebalan tubuh (Mutaqqin & Sari, 2013).

3. Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH KEP


1. DS : KONSTIPASI
Pengeluaran feses lama dan sulit
Mengejan saat defekasi

DO :
Feses keras.
Peristaltic usus menurun.
Distensi abdomen.
Kelemahan umum.
Teraba massa pada rectal

Kondisi Klinis Terkait

Hemoroid
Abses rectal

Prolaps rectal
4. Striktura anorektal

5. Fisura anorektal

6. Ulkus rectal

7. Impaksi feses.

2. DS : Agen pencedera fisik NYERI AKUT


- Mengeluh nyeri.

DO :

- Tampak meringis.

- Bersikap protektif (mis.

Waspada, posisi menghindari

nyeri

- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat

- Tekanan darah meningkat.

- Pola nafas berubah

- Nafsu makan berubah

- Proses berfikir terganggu

- Berfokus pada diri sendiri

Kondisi Klinis Terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cedera traumatis

3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glaucoma
4. Intervensi

1) Konstipasi (Wilkinson, 2016).

Tujuan: konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi: pola eliminasi,

feses lunak dan berbentuk, mengeluarkan feses tanpa bantuan.

Kriteria hasil :

a. Pasien menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan

untuk mengatasi efek samping obat.

b. Pasien melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan

mengejan.

c. Pasien melihatkan hidrasi yang adekuat (mis, turgor kulit baik, asupan

cairan kira-kira sama dengan haluaran).

Intervensi (NIC)

Aktivitas Keperawatan

a. Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas, medikasi,

dan pola kebiasaan pasien.

b. Kaji dan dokumentasikan

Warna dan konsistensi feses pertama pascaoperasi frekuensi, warna,

konsistensi feses.Keluarnya flatus, adanya impaksi, ada/tidak ada bising

usus dan distensi abdomen pada keempat kuadran abdomen.

Manajemen konstipasi (NIC)

-
Kaji tanda dan gejala adanya ruptur usus atau peritonitis.
-
Identifikasi faktor seperti pengobatan, tirah baring dan diet yang dapat

menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi.

Regulasi hemodinamik (NIC):

a) Informasikan kepada pasien mekingkinan konstipasi akibat obat.

b) Instruksikan pasien mengenai bantuan eliminasi defekasi yang dapat

meningkatan pola defekasi yang optimal diruma.

c) Ajarkan pada pasien tentang efek diet (cairan dan serat) pada defekasi.

d) Informasikkan pasien pentingnya menghindari mengejan selama defekasi

untuk mencegah perubahan pada tanda vital atau perdarahan.


e) Berikan informasi mengenai etiologi masalah dan rasional tindakan

kepada pasien.

Aktivitas Kolaboratif

a) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan

dalam diet.
b) Konsultasi dengan dokter untuk memberikan bantuan eliminasi, sepert

diet tinggi serat,pelunak feses, enema, dan laksatif.

c) Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan frekuensi

bising usus.

2) Nyeri (Wilkinson, 2016)

Tujuan: pasien mampu mengenali awitan nyeri, menggunakan tindakan

pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan.

Kriteria Hasil:

a) Pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara individual yang efektif

untuk mencapai kenyamanan.

b) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang dengan skala (0-10).

c) Mengenali faktor penyebab.

d) Melaporakan nyeri pada tenaga kesehatan

e) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgetik maupun

analgetik.

f) Tidak mengalami gangguan pernapasan, denyut jantung atau tekanan

darah.

Intervensi (NIC)

Aktivitas Keperawatan

a. Gunakan laporan pasien untuk mengumpulkan informasi.

b. Kaji skala nyeri yang dirsakan pasien dengan cara menilai nyeri dari skala

1-10.
Manajemen nyeri (NIC):

a. Kaji lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


atau keparahan dan faktor prsipitasi nyeri.

b. Observasi isyarat ketidaknyamanan.

Aktivitas Kolaboratif
- Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik.

- Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan

kegaduhan.
DAFTAR PUSTAKA

Kasron & Susilowati. (2018). Buku Ajar Anatomi dan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Medika.
Mutaqqin & Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Septadiana & Veronica. (2015). Jurnal Kedokteran Gambaran Histopatologi Epitel


Transisional Kolorektal pada Pasien Hemoroid. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Sriijaya.
Setiati dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta Pusat: Interna
Publishing.
Sudoyo. ((2014)). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta Pusat: Interna
Publish.
Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.
http:// bumiirwan.blogspot.com/2013/09/lp-hemoroid.html

Carpenito, Moyet dan Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa Yasmin Asih. Editor Moni
Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. At a Glance Ilmu Bedah . Alih Bahasa dr. Vidia Umami.
Editor Amalia S. Edisi 3. Jakarta: Erlangga, 2006.
Kurnia, Hendrawan. Kiat Jitu Tangkal Penyakit Orang Kantoran. Yogyakarta : Best Mitchell, Kumar,Abbas,Fau

Anda mungkin juga menyukai