Apologetika harus dilihat bukan dengan sikap defensif dan reaksi permusuhan terhadap dunia ini,
namun sebagai kesempatan menerima, menunjukkan, merayakan dan menyatakan harta karun dari
iman Kristen.
Apologetika mendorong orang percaya untuk mengapresiasikan iman mereka dan utnuk mejelaskan
serta menawarkan kepada mereka yang berada di luar gereja.
Apologetika bertujuan untuk menjabarkan kekayaan intelektual, moral, imajinasi dan relasi dari iman
Kristen sebagian untuk mengukuhkan orang-orang percaya dan menolong mereka bertumbuh dalam
iman, namun terutama untuk menolong mereka yang berada di luar komunitas iman untuk menyadari
visi yang mendesak yang ada di dalam jantung dari injil.
Pemakaian Apologetika
“Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu utnuk
memberi pertanggungjawaban kepada tiap-tiap orang yang emminta pertanggung jawaban dari kamu
tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat… (1Pet 3:15)
Kata “memberi pertanggungjawaban” (Yun. Apologia) menujukkan; pertanggung jawaban terhadap tata
cara dan perilaku. Wilbur Smith menyatakan demikian: … suatu pertanggung jawaban lisan, suatu uraian
lisan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan atau kebenaran yang kita percayai….
Kata “Apologia” dalam bahasa inggris:apology) dipakai secara luas pada masa-masa Awal. Tapi kata itu
tidak mengandung arti mengampuni atau memaafkan atau emmberi ganti rugi bagi suatu kerugian yang
terjadi.
“Apologia” yang diterjemahkan kata bhs Inggris menjadi “defense” dan di bhs Indonesia menjadi
pertanggungjwaban atau pembelaan diri atau membela”dipakai sebanyak delapan kali (termasuk dalam
1 Ptr 3:15) dalam PB: Kis 22:1; 25:16.; 1kor 9:3; 2Kor 7:11; Flp 1:7,16; 2 Tim 4:16.
J.N.D. Anderson mencatat pernyataan D.E.Jenkins, “Keopercayaan Kristen didasarkan padda fakta-fakta
yang tidak terbantah
Clark Pinnock mendefinisikan fakta jenis ini: “Fakta yang mendukung pengakuan Kristiani bukanlah
sejenis fakta rohani yang khusus. Namun adalah fakta-fakta yang kognitif dan informatif sama seperti
semua fakta yang menjadi dasar dari semua keputusan sejarah, hukum dan keputusan umum lainnya.”
Salah satu tujuan dari “catatan tentang bukti-bukti iman Kristiani” ini adalah untuk menyajikan beberapa
di antara & fakta yang tidak terbantah ini dan utnuk menguji apakah penafsiran orang Kristen terhadap
fakta-fakta ini sudah benar-benar p[aling masuk akal.
Tujuan dari apologetika bukanlah utnuk meyakinkan orang untuk menjadi Kristen, di luar kesadaran dan
kehendaknya sendiri.
Clark Pinnock menulis: “Ia berusaha menyajikan bukti-bukti injil Kristen kepada orang-orang secara
masuk di akal, agar mereka dapat mebuat keputusan yang berarti oleh kuasa Roh Kudus yang
meyakinkan. Hati tidak akan dapat menerima dengan senang apa yang disangkal oleh otak”.
Wiliiam Tyndale benar ketika dia percaya bahwa “seorang anak lelaki pembajak sawah yang membaca
Alkitab pasti lebih mengenal Allah daripada seorang pendeta paling terpelajar yang mengabaikannya”
dengan kata lain, seorang anak petani yang mengabarkan injil akan jauh lebih berhasil dalam jangka
panjang daripada seorang lulusan Harvard dengan argumentasi-argumentasi tingkat tingginya.”
Ibrani 4:12
Kita harus seimbang dalam 2 hal di atas. Kita harus mengbarakan injil tapi juga “siap sedia memberikan
pertanggungjawaban tentang pengharapan yang ada pada kita”
Roh Kudus akan menyadarkan orang akan kebenaran; kita tidak perlu ngotot memaksakannya. Kis 16:14.
Pinnock, seorang apologetis yang piawai dan seorang saksi Kristus, menyatakan dengan tepat sekali:
“Seorang Kristen yang cerdik harus mampu menunjukkan kesalahan yang ada pada seorang non-Kristen
dan menyajikan fakta serta argumentasi yang mendukung injil. Kalau Apologetika kita tidak mampu
menjelaskan injil kepada orang lain, maka ia bukan apologetika yang baik.”
Beberapa Kenyataan
Iman yang buta
Suatu kecaman pedas yang sering dilontarkan kepada orang Kristen adalah seperti ini: “Kalian orang
Kristen memang menyebalkan! Iman kalian adalah iman buta”.
Tampak jelas di sini bahwa si penuduh sepertinya beranggapan bahwa utnuk mewnjadai seorang
Kristen, orang harus membunuh akal budinya.
Kebenaranbnya, “hati tidak dapat menerima dengan senang apa yang ditolak oleh akal budinya” hati
dan pikiran manusia diciptakan untuk bekerja sama dan mempercayai segala sesuatu secara harmonis.
Kristus memerintahkan kepada kita, “Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”
Ketika Yesus dan para Rasul megnhimbau orang utnuk percaya yang dimaksudkan bukanlah iman buta
melainkan iman yang berakal budi”
Rasul Paulus mengatakan, “Aku tahu kepada siapa aku percaya” (2Tim 1:12). Yesus berkata, “Kamu akan
mengetahui (bukannya tidak mengetahui) kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”
(Yoh 8:32).
Kepercayaan yang dianut seorang individu menyangkut, “pikiran, perasaan dan kehendak” tepat sekali
apa yang dikatakan oleh F>R>Beattie, “Roh Kudus tidak menumbuhkan iman yang buta dan tidak
berdasar di dalam hati…
“Iman kepada ajaran Kristen” tulis Paul Little membenarkan pendapat itu, “didasarkan pada bukti. Ia
adalah iman yang bijaksana. Kepercayaan pada pemikiran Kristen memang melampaui nalar manusia
tapi tidak bertentangan dengannya”.
Iman Kristen adalah iman kepada Kristus. Nilai atau harganya tidak terletak pada orang yang
mempercayainya, tetpai pada dia yang dipercayai bukan pad yang memasrahkan diri, tapi pada yang
dipasrahi.
Paulus mengatakan “Aku tahu kepada siapa aku percaya” (2Tim 1:12). Ini menjelaskan mengapa injil
Kristen dipusatkan pada pribadi Yesus Kristus.
John Warwick Montgomery mengatakan: “Kalau Kristus sumber iman kita jauh menyimpang dari ‘Yesus
dalam sejarah’ yang Alkitabiah, maka sejauh penyimpangan itu, sejauh itu pulalah kita kehilangan Kristus
sumber iman yang sejati. Sebagaimana yang dinyatakan oleh pakar sejarah Kristen zaman modern.
Herbert Butterfield: “Adalah suatu kesalahan yang fatal untuk membayangkan bahwa karakteristik
historis suatu agama akan tetap bertahan bila Kristus oleh para teolog dipisahkan dari Yesus sejarah”
Suetonius, sekretaris utama dati Kaisar Hadrian, menulis bahwa ada seseorang yang bernama Chrestus
(atau Kristus) yang hidup pada abad pertama (Annals 15.44)
Flavious Yosephus adalah sejarawan Yahudi yang paling terkenal. Dalam Antiquities dia merujuk Yakobus
sebagai “saudara Yesus, yang disebut Kristus.” Ada sebuah bagian yang kontroversial (18:3) yang
mengatakan, “Pada waktu itu Yesus, seorang yang bijak, kalau secara hukum dia bisa disebut manusia.
Dia adlaah seorang yang melakukan hal-hal luar biasa… Dia adalah Kristus… Dia emnampakan diri
kepada mereka, hidup kembali pada hari ketiga, sebagaimana telah dinubuatkan oleh para nabi yang
juga berbicara mengenai puluhan ribu hal-hal yang luar biasa mengenai Dia.” Buku itu ditulis pada tahun
93 Masehi.
2 Petrus 1:16 “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami
memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami
adalah saksi mata dari kebesaran-Nya”
Ada perbedaan nyata di antara hal-hal yang diterapkan pada Kristus dan yang diterapkan pada Kristus
dan yang diterapkan pada mitos Yunani yang sering dilupakan orang. Peristiwa yang sama, seperti
kebangkitan dan lain-lain, dalam mitos Yunani tidak diterapkan pada pribadi yang nyata dari darah dan
daging, melainkan pada tokoh-tokoh mitos. Tetapi, dalam kepercayaan Kristen, peristiwa-peristiwa ini
dikaitkan pada seorang pribadi yang dikenal oleh penulis dalam dimensi ruang dan waktu sejarah,
pelaku sejarah Yesus dari Nazaret yang mereka kenal secara pribadi.
Saksi-saksi mata
1 Yoh 1:1-3; Lukas 1:1-3; Kis 1:1-3; 1 Kor 15:6-8; Yoh 20:30-31, Kis 10:39-42; 1Pet 5:1; Kis 1:9.
Pengertian Apologetika
Bagaimana orang Kristen bisa menjelaskan iman mereka dalam istilah yang masuk akal bagi mereka yang
ada di luar gereja?
Bagaimana kita bisa mengoreksi kesalahpahaman dan gambaran yang keliru terhadap iman Kristen?
Jadi kesimpulannya, bagaimana kita bisa mengkomunikasikan kebenaran, daya tarik, dan sukacita injil
Kristen kepada budaya kita?
Tujuan apologertika bukan untuk memicu kebencian atau mempermalukan orang yang berada diluar
gereja, tetapi untuk membuka mata mereka kepada reliabilitas, realitas, dan relevabnsi dari iman
Kristen.
Tidak boleh ada ketidakcocokan atau kontradiksi antara pesan yang diproklamasikan dari sang
poembawa pesan. Kita harus menjadi oprang yang menarik, sabar dan ramah.
Orang-orang Kristen telah menanggapi nasehat ini dengan serius sejak masa-masa yang paling awal
gereja.
Contohnya khotbah Petrus yang terkenal di hari Pentakosta menunjukkan bahwa Yeuss dari Nazaret itu
merupakan puncak harapan orang Israel (Kis 2), Khotbah Paulus yang sama terkenalnya dengan filsuf di
Atena berpendapat bahwa Yesus dari Nazaret merupakan puncak dari pencarian panjang manusia akan
hikmat (Kis 17).