7G - 201811145 - Irfan Maulana Ibrahim - Laporan
7G - 201811145 - Irfan Maulana Ibrahim - Laporan
2018 – 11 – 145
LAPORAN PRAKTIKUM
SISTEM KONTROL
DISUSUN OLEH :
201811145
KELOMPOK 7G
MUHAMAD YUSUF
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya berkat
dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Jurnal “Sistem Kontrol” dalam hal
memenuhi persyaratan setelah menyelesaikan rangkaian praktikum Sistem Kontrol. Dalam penulisan
dan penyusunan jurnal ini saya juga dibantu dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung , untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Tri Wahyu Oktaviana Putri, ST., MT
selaku dosen yang memberikan saya pembelajaran dalam mata kuliah Sistem Kontrol, saya juga
mengucapkan terimakasih kepada seluruh asisten laboratorium Sistem Kontrol yang juga telah
membimbing saya dalam setiap praktikum Sistem Kontrol dan terkhusus kepada saudara Muhamad
Yusuf (201811253) selaku asisten laboratoium Sistem Kontrol yang telah membimbing serangkaian
praktikum yang saya dan teman-teman jalani, saya berterimakasih juga kepada orang tua saya yang
selalu memberikan dukungan kepada saya .
Dalam penulisan laporan ini saya sadar masih banyak kekurangan yang terdapat maka dari itu
saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan jurnal
jurnal lain yang lebih baik lagi. Akhir kata saya berharap agar jurnal ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukan
(2018-11-145)
irfanmaulanaibrahim58@gmail.com
Abstrak - Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk
mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Banyak contoh dalam bidang
industri / instrumentasi dan dalam kehidupan kita sehari-hari di mana sistem ini dipakai. Alat
pendingin (AC) merupakan contoh yang banyak kita jumpai yang menggunakan prinsip sistem
kendali, karena suhu ruangan dapat dikendalikan sehingga ruangan berada pada suhu yang kita
inginkan. Setiap sistem kontrol mempunyai tiga elemen pokok, yaitu: input, proses, dan output.Input
merupakan sinyal masukan yang umumnya dihasilkan dari sebuah sensor. Proses adalah operasi
yang sengaja dibuat, berlangsung secara kontinyu, yang terdiri dari beberapa aksi atau perubahan
yang dikontrol, yang diarahkan menuju ke suatu hasil atau keadaan akhir tertentu. Output
merupakan sinyal keluaran yang dihasilkan dari bagian proses. Pada praktikum kali ini terdapat 3
modul yaitu , respon transien plant orde 1 dan orde 2 dengan menggunakan matlab , metode analisis
sistem orde 2 dengan menggunakan matlab , dan desain kontroler PID dengan matlab
Kata Kunci: Sistem Kontrol, Input , Proses, Output , Matlab
Abstract - Control system or control system (control system) is a tool (collection of tools) to control,
govern, and regulate the state of a system. Many examples in the field of industry / instrumentation
and in our daily lives where this system is used. Refrigeration (AC) is an example that many of us
have encountered that use the principle of a control system, because the temperature of the room can
be controlled so that the room is at the temperature we want. Each control system has three main
elements, namely: input, process, and output. Input is an input signal that is generally generated from
a sensor. The process is an operation that is intentionally made, takes place continuously, which
consists of several controlled actions or changes, which are directed towards a certain outcome or
final state. Output is an output signal that is generated from the process. In this practicum, there are
3 modules, namely, transient response of plant order 1 and order 2 using matlab, method of order 2
system analysis using matlab, and PID controller design with matlab.
Keywords: Control System, Input, Process, Output, Matlab
Abstrak - Respon output sistem orde I dan orde II, untuk masukan fungsi Impulsa, step, ramp dan
kuadratik memiliki bentuk yang khas sehingga mudah diukur kualitas responnya (menggunakan tolok
ukur yang ada). Pada sistem orde tinggi umumnya memiliki bentuk respon yang kompleks atau tidak
memiliki bentuk respon yang khas, sehingga ukuran kualitas sulit ditentukan. Meskipun demikian,
untuk sistem orde tinggi yang ada dalam praktek (sistem yang ada di industri), umumnya memiliki
respon menyerupai atau dapat didekati dengan respon orde I dan II. Untuk sistem yang demikian
dapatlah dipandang sebagai sistem orde I atau II, sehingga ukuran kualitas sistem dapat diukur
dengan tolok ukur yang ada.
Abstract - The output responses of the first and second order systems, for the input of the Impulsa,
step, ramp and quadratic functions have a distinctive shape so that the quality of the response is easy
to measure (using existing benchmarks). In high order systems generally have a complex form of
response or do not have a specific form of response, so that quality measures are difficult to
determine. However, for high-order systems that exist in practice (systems that exist in the industry),
generally have responses that resemble or can be approached by responses of order I and II. For
such a system it can be seen as a system of order I or II, so that a measure of the quality of the system
can be measured by existing benchmarks.
Dengan menggunakan konsep fungsi alih, sistem dinamik dapat dinyatakan dengan persamaan aljabar
dalam s. Jika pangkat tertinggi s dalam penyebut fungsi alih sama dengan n, maka sistem disebut
sistem orde ke-n.
Orde sistem dapat diketahui dengan melihat pangkat tertinggi s pada penyebut fungsi alih. Fungsi
alih dalam Persamaan (1.1) adalah sistem dengan orde n.
a. Sistem Orde Satu
Bentuk umum fungsi alih sistem orde satu dinyatakan sebagai berikut:
C ( s) K
= (2.2)
R( s) Ts + 1
Dimana T adalah konstanta waktu dan K merupakan penguatan sistem. Kedua parameter ini
menggambarkan perilaku sistem orde satu. Konstanta waktu T berhubungan langsung dengan waktu
penetapan (settling time) yaitu ts = 4T (menggunakan kriteria toleransi 2 %). Sedangkan penguatan K
menyatakan perbandingan antara tanggapan mantap (steady state) sistem dengan sinyal masukan
berupa sinyal unit step.
Dalam merealisasikan sistem orde satu tersebut maka perlu dipilih suatu konfigurasi komputer analog
yang mengakibatkan kedua parameter, T dan K, dapat diubah-ubah. Perubahan tersebut tergantung
pada performansi sistem yang dikehendaki dan perubahan komponen rangkaian yang mewakili besar
dari parameter-parameter tersebut tidak saling berpengaruh. Respons unit step sistem orde 1 dapat
dilihat dalam Gambar 1.1.
0,632
0 T 2T 3T 4T
t
dengan,
K = penguatan sistem
Perilaku dinamik sistem orde dua dapat digambarkan dengan suku 2 paramater n dan . Jika
0< <1, kutub loop tertutup merupakan sekawan kompleks dan berada pada sebelah kiri bidang s
dan memiliki overshoot, dalam hal ini sistem dikatakan dalam keadaan teredam kurang. Jika =1
maka sistem dikatakan teredam kritis. Jika >1 sistem dikatakan teredam lebih. Tanggapan transien
sistem teredam kritis dan teredam lebih tidak memiliki overshoot. Jika =0, tanggapan transien akan
berosilasi terus (tidak berhenti).
A. Teredam kurang/Underdamped (0< <1)
Fungsi alih didefinisikan sebagai berikut:
C ( s) n 2
= (1.4)
R( s ) ( s + n + j d )( s + n − j d )
dengan ωd=ωn√1-2. Frekuensi d disebut frekuensi alamiah teredam. Untuk masukan unit step, C(s)
dapat dituliskan
n2
C ( s) = 2 (1.5)
( s + 2n s + n2 ) s
Apabila rasio redaman sama dengan nol, tanggapan menjadi tak teredam dan berosilasi terus
menerus untuk waktu yang tak tentu. Tanggapan c(t) untuk kasus redaman nol
c(t)=1-cosωnt (t0) (1.6)
n 2
C ( s) = (1.9)
( s + n + n 2 − 1)( s + n − n 2 − 1) s
dalam fungsi waktu
n e − s1t e − s2t
c(t ) = 1 + ( − ) (t 0 ) (1.10)
2 2 − 1 s1 s2
dengan
c(t)
Mp
1
Toleransi yang diperbolehkan
0,05
atau
0,02
td
0,5
tr
0 t
tp
ts
Gambar 1.2 Kurva Respons Sistem Orde Dua Underdamped dengan Masukan Unit Step.
Gambar 1.3 menunjukkan kurva respons sistem orde dua terlalu teredam (overdamped) dengan
masukan unit step.
c(t)
1
0,9
0,05
atau
0,02
Toleransi yang diperbolehkan
td
0,5
0,1
0 t
tr
ts
Gambar 1.3 Kurva Respons Sistem Orde Dua Overdamped dengan Masukan Unit Step.
0,632
0 T 2T 3T 4T
t
Dimana:
T adalah waktu saat respon mencapai 63,2% dari nilai akhir
Ts adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai steady state (toleransi 2%)
2.2. Teori Tambahan
TEORI TAMBAHAN
Klasifikasi Respon Sistem
Berdasarkan sinyal bentuk sinyal uji yang digunakan, karakteristik respon sistem dapat
diklasifikasikan atas dua macam, yaitu:
• Karakteristik Respon Waktu(Time Respons), adalah karakteristik respon yang spesifikasi
performansinya didasarkan pada pengamatan bentuk respon output sistem terhadap berubahnya
waktu. Secara umum spesifikasi performansi respon waktu dapat dibagi atas dua tahapan
pengamatan, yaitu;
✓ Spesifikasi Respon Transient, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati mulai saat
terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban sampai respon masuk dalam keadaan steady
state. Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon transient ini antara lain;
rise time, delay time, peak time, settling time, dan %overshoot.
✓ Spesifikasi Respon Steady State, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati mulai saat
respon masuk dalam keadaan steady state sampai waktu tak terbatas. Tolok ukur yang digunakan
untuk mengukur kualitas respon steady state ini antara lain; %eror steady state baik untuk
eror posisi, eror kecepatan maupun eror percepatan.
• Karakteristik Respon Frekuensi (Frequency Respons), adalah karakteristik respon yang
spesifikasi performansinya didasarkan pengamatan magnitude dan sudut fase dari
penguatan/gain (output/input) sistem untuk masukan sinyal sinus (A sin wt), pada rentang
frekuensi ω = 0 s/d ω = . Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon frekuensi
ini antara lain; Frequency Gain Cross Over, Frequency Phase Cross Over, Frequency Cut-
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Off (filter), Frequency Band-Width (filter), Gain Margin, Phase Margin, Slew-Rate Gain dan
lain-lain.
Spesifikasi Respon Step Sistem Orde I
Spesifikasi respon step sistem orde I dapat dinyatakan dalam dua macam spesifikasi yaitu:
spesifikasi respon transient (0 < t < 5Ts) dan spesifikasi respon steady state (t > 5Ts) yang di
ukur melalui %eror posisi pada keadaan tunak (steady state).
Secara umum respon step sistem orde I dapat di gambarkan sebagai berikut:
A
Untuk masukan x(t) = Am(t) atau X(s) = /S, maka output sistem dalam fungsi s dapat
dituliskan sebagai berikut:
Tampak bahwa sifat dua akar karakteristik sistem s2 dan s3 tergantung pada
harga ξ, di mana;
Ø jika ξ >1 kedua akar berharga real dan berbeda, disebut sebagai sistem over-
damped;
Ø jika ξ =1 kedua akar berharga real dan sama, disebut sebagai sistem critically-
damped;
Ø jika ξ <1 kedua akar merupakan konjugasi kompleks, disebut sebagai sistem
under-damped;
NB: anda juga dapat memperoleh informasi syntax matlab dengan cara ketik help ‘nama syntax’ pada
command window, misal anda ingin tahu penjelasan ‘plot’, maka ketik help plot pada command
window, klik enter.
5. Simpan program yang telah dibuat
6. Jalankan/ run program 1 dengan cara klik menu Editor → Run
7. Plot program 1 dan sertakan hasil plot pada laporan praktikum anda.
b. Plot 1.4: Respon transien sistem orde 1 dengan input step untuk nilai R=100 ohm dan C=0.1 F.
• Dengan program yang sama seperti plot 1.3, ganti nilai R dan C.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai R dan C.
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 1 pada plot tersebut
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot
Kriteria Nilai
Performansi
T (time constant) 10,1
Ts (settling time) 39,1
Nilai akhir 1
Keterangan:
- blok ‘Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter: Step, untuk
mengganti parameter blok. Parameter yang diubah adalah step time=0.
- blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter
sesuai dengan numerator dan denumerator.
- blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sinks. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Cara menambah port input scope adalah klik kanan scope → signals & ports
→ number of input ports
• Pada command window, deklarasikan nilai R=20 dan C=0.01
• Jalankan simulink dengan klik tombol ‘Run’
• Double click pada scope untuk melihat hasil plot, plot ini diberi nama plot 1.5
• Sertakan hasil plot pada laporan anda dan berikan kesimpulan terhadap hasil plot
b=1.5;
• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 2 pada plot tersebut (tuliskan ts, td, tr, tp,
Mp, dan berapa error steady statenya pada gambar)
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot
b. Plot 1.9: Respon transien sistem orde 2 dengan input impuls untuk nilai m=2 kg, k=10 N/m,
dan b=10 Ns/m.
• Dengan program yang sama seperti plot 1.8, ganti nilai parameternya.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai parameter.
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 2 pada plot tersebut (tuliskan ts, td, tr, tp,
Mp, dan berapa error steady statenya pada gambar)
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot
Kriteria Performansi Nilai/ keterangan
ts (settling time) 3,18
td (delay time) 0,816
tr (rise time) 1,77
tp (peak time) 20
% Mp (max overshoot) 0
ess (error steady state) 0,1
Redaman sistem (overdamped/ critically damped
underdamped/ critically damped)
Keterangan:
- blok ‘Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter: Step, untuk
mengganti parameter blok. Parameter yang diubah adalah step time=0.
- blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter
sesuai dengan numerator dan denumerator.
- blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sinks. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Cara menambah port input scope adalah klik kanan scope → signals & ports
→ number of input ports
• Pada command window, deklarasikan nilai m=2 kg, k=10 N/m, dan b=4 Ns/m
• Jalankan simulink dengan klik tombol ‘Run’
• Double click pada scope untuk melihat hasil plot, plot ini diberi nama plot 1.10
• Sertakan hasil plot pada laporan anda dan berikan kesimpulan terhadap hasil plot
t=-pi:pi/10:pi
y=sin (t);
plot(t,y);
title('Grafik Sinus');
xlabel('t');
ylabel('y');
legend('y=sin(t)');
Dari grafik yang telah didapatkan praktikan dapat mengerti bahwa dengan memasukkan nilai
t= -pi:pi/10:pi dan y= sin (t) maka kita dapat membentuk grafik sinus dengan menggunakan fungsi
plot pada MATLAB. Kita juga dapat memberi judul pada bagian atas grafik dengan menggunakan
fungsi title, atau kita juga bisa memberi label pada setiap sumbu, misalnya pada program ini sumbu
x diberi label t dan sumbu y diberi label y. Selain itu kita juga bisa memberi legend pada grafik yang
dapat menjadi keterangan untuk grafik.
Program 1 Warna
t=-pi:pi/10:pi
y=sin (t);
plot(t,y);
title('Grafik sinus');
xlabel('
ylabel('y');
legend('y=sin(t)');
plot(t,y,'--gx','LineWidth',1)
Grafik untuk program ini sama halnya dengan grafik pada program sebelumnya, yaitu jika kita
memasukkan nilai t= -pi:pi/10:pi dan y= sin (t) maka akan terbentuk grafik sinus. Kita dapat memberi
judul pada grafik menggunakan fungsi title, atau memberi label pada setiap sumbu, dan dapat
memberi legend pada grafik. Yang membedakan program ini dan program sebelumnya terdapat pada
Plot 1.1
R= 20;
C=0.01;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
impulse (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.1 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas. Dimana parameternya adalah R dan C, dengan nilai R = 20 dan nilai
C = 0.01. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus
𝑉3 (𝑠) 1
= 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan
𝑉1 (𝑠)
fungsi num dan denum, dengan num=[0 1]; merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan
penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada
program yaitu v=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita lihat bahwa ketika impulse mencapai 5 volt
maka akan mengalami penurun kembali ke 0 volt dalam waktu 1.2 detik. Setelah menjalankan
1
program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 0.2𝑠+1
R= 100;
C=0.1;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
impulse (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.2 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas dengan menggunakan fungsi impulse (v);. Dimana parameternya
adalah R dan C, dengan nilai R = 100 dan nilai C = 0.1. Adapun parameter ini yang nantinya akan
𝑉3 (𝑠) 1
masuk kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut
𝑉1 (𝑠)
kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 1];
merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort
functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu v=tf(num,denum).
Dari grafik dapat kita lihat bahwa ketika impulse mencapai 0.1 volt maka akan mengalami penurun
kembali ke 0 volt dalam waktu 60 detik. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi
1
alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 10𝑠+1
Plot 1.3
R= 20;
C=0.01;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
step (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.3 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step (v);. Dimana parameternya adalah R
dan C, dengan nilai R = 20 dan nilai C = 0.01. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk
𝑉3 (𝑠) 1
kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut
𝑉1 (𝑠)
kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 1];
merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort
functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu v=tf(num,denum).
Dari grafik dapat kita lihat bahwa untuk mencapai step 1 volt memerlukan waktu 1.2 detik kemudian
hingga 1.8 detik output V3 akan cencerung konstan. Setelah menjalankan program pada MATLAB
1
maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 0.2𝑠+1
Plot 1.4
R= 100;
C=0.1;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
step (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.4 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step (v);. Dimana parameternya adalah R
dan C, dengan nilai R = 100 dan nilai C = 0.1. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk
kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 1];
merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort
functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu v=tf(num,denum).
Dari grafik dapat kita lihat bahwa untuk mencapai step 1 volt memerlukan waktu 50 detik kemudian
hingga detik 90 output V3 akan cencerung konstan. Setelah menjalankan program pada MATLAB
1
maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 10𝑠+1
Plot 1.5
Paktikan hanya perlu mencari blok yang sesuai untuk mendapatkan grafik yang di inginkan.
Grafik di atas merupakan grafik step response sama halnya dengan grafik plot 1.3. Untuk
mendapatkan grafik tersebut hal pertama yang praktikan lakukan adalah mencari blok step, blok
1
transfer function dengan fungsi , dan scope pada SIMULINK library browser. Setelah itu pada
𝑠+1
blok step praktikan mengatur step time menjadi 0 dan selanjutnya untuk blok transfer function,
praktikan memasukkan nilai num [0 1] dan denum [0.2 1] yang telah didapatkan dari fungsi alih plot
𝑉3 (𝑠) 1
1.3, yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 , dimana R = 20 dan C = 0.01. Dari grafik di atas dapat dilihat
𝑉1 (𝑠)
bahwa untuk mencapai step 1 membutuhkan waktu 1 detik kemudian hingga detik 3 nilai step akan
konstan.
Plot 1.6
m=2;
k=1.25;
b=1.5;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)
impulse(sys,20);
ylabel('simpangan y(meter)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.6 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas dengan menggunakan fungsi impulse(sys,20); dengan (sys,20) berarti
plot response hingga t=20 . Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai
m = 2, b = 1.5 dan nilai k = 1.25. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi
𝑌(𝑠) 1
alih yaitu dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam
MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan
pembilang dan denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya
perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita
lihat bahwa respon akan mencapai puncak yaitu 0.35 meter dalam waktu kurang lebih 1.8 detik
kemudian akan menurun hingga kurang lebih - 0.07 meter. Pada detik 6 akan kembali naik namun
nilainya akan konstan di 0 hingga detik 20. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka
1
fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑠𝑦𝑠 = 2𝑠2 +1.5𝑠+1.25
Plot 1.7
m=2;
k=1.25;
b=3;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)
impulse(sys,20);
ylabel('simpangan y(meter)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.7 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas dengan menggunakan fungsi impulse(sys,20); dengan (sys,20) berarti
plot response hingga t=20 . Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai
m = 2, b = 3 dan nilai k = 1.25. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih
𝑌(𝑠) 1
yaitu dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam
MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan
pembilang dan denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya
perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita
lihat bahwa respon akan mencapai puncak kurang lebih 0.25 meter dalam waktu kurang lebih 1.8
detik kemudian akan menurun hingga 0 meter pada detik 8 dan akan terus konstan hingga t=20.
Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑠𝑦𝑠 =
1
2𝑠2 +3𝑠+1.25
Plot 1.8
m=2;
k=1.25;
b=1.5;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)
ylabel('simpangan y(meter)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.8 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step(sys,20); dengan (sys,20) berarti plot
response hingga t=20. Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai m =
2, b = 1.5 dan nilai k = 1.25. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih
𝑌(𝑠) 1
yaitu dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam
MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan
pembilang dan denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya
perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita
lihat bahwa respon akan mencapai puncak kurang lebih 0.95 meter dalam waktu kurang lebih 4.5
detik kemudian akan menurun hingga kurang lebih 0.78 meter pada detik 7.8 dan akan terus konstan
hingga t=20. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah
1
𝑠𝑦𝑠 = 2𝑠2 +1.5𝑠+1.25
Plot 1.9
k=10;
b=10;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)
ylabel('simpangan y(meter)');
grid on
Dengan memasukkan program plot 1.9 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step(sys,20); dengan (sys,20) berarti plot
response hingga t=20. Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai m =
2, b = 10 dan nilai k = 10. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih yaitu
𝑌(𝑠) 1
dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam MATLAB
yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan pembilang dan
denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya perlu untuk
menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita lihat bahwa
respon akan mencapai puncak 0.1 meter dalam waktu 4 detik kemudian akan terus konstan hingga
t=20. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑠𝑦𝑠 =
1
2𝑠2 +10𝑠+10
Plot 1.10
Praktikan hanya perlu mencari blok yang sesuai untuk mendapatkan grafik yang di inginkan.
Grafik di atas merupakan grafik step response sama halnya dengan grafik plot 1.9. Untuk
mendapatkan grafik tersebut hal pertama yang praktikan lakukan adalah mencari blok step, blok
1
transfer function dengan fungsi , dan scope pada SIMULINK library browser. Setelah itu pada
𝑠+1
blok step praktikan mengatur step time menjadi 0 dan selanjutnya untuk blok transfer function,
praktikan memasukkan nilai num [0 1] dan denum [2 4 10] yang dimana merupakan nilai m, b dan k,
𝑌(𝑠) 1 1
kemudian dari rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 akan didapatkan fungsi alih = 2𝑠2 +4𝑠+10 . Dari grafik
di atas dapat dilihat bahwa awal respon berada pada 0.5 kemudian akan menurun hingga kurang lebih
– 0.09 pada detik 1 dan akan kembali naik hingga 0.1 pada detik 2 dan akan terus konstan hingga
detik 10.
1. Jelaskan pengertian fungsi alih dan bagaimana cara memperoleh fungsi alih!
2. Jelaskan apa yang dimaksud orde sistem!
3. Jelaskan pentingnya menganalisis performansi sistem!
4. Mengapa plot 1.8 dan 1.9 menghasilkan grafik respon sistem yang berbeda? Kriteria
performansi apa yang menyebabkan keduanya berbeda? Jelaskan!
5. Sebutkan contoh sistem yang memiliki orde 2, selain sistem pegas dengan redaman (minimal
3)!
Jawab
1. * Fungsi alih (Transfer Function) adalah perbandingan kendali, yakni perbandingan antara
keluaran suatu sistem pengendalian terhadap masuknya
Fungsi alih itu diperoleh dari plant
SetPoint → Plant → Respon (Is)
Input (Hs) (Gs) Output
𝐻𝑠
*Cara memperolehnya: , yaitu transfer function samadengan respon dibagi dengan setpoint
𝐼𝑠
Timbangan
Trampolin
• Respon Transient adalah sistem yang berlangsung dari keadaan awal hingga keadaan
akhir, dengan metode Orde 1 maupun Orde 2 dapat diketahui bahwa pada Orde 1
memiliki keluaran unit step demikian dan Orde 2 bisa mengetahui overdamped dan
underdamped.
• Pada plot 1.1 – 1.5 adalah sistem orde 1
• Pada plot 1.6 – 1.10 adalah sistem orde 2
• Pada plot 1.3 dan 1.4 melihat karakteristik performasi orde 1 pada grafik
• Pada plot 1.8 dan 1.9 melihat karakteristik performasi orde 2 pada grafik
• Percobaan kali ini juga menggunakan 2 jenis inputan yaitu input unit step dan impulse
dengan karakteristik respon sistem yang berbeda.
• Dengan input unit step , memiliki karakteristik respon transien tersendiri yang dapat
mencirikan performansi dari suatu sistem , yaitu Underdamped , Criticallydamped , dan
Overdamped.
5.2 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi
alangkah lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program
sehingga terbentuk grafik untuk semua grafik yang didapatkan.
Abstrak - Untuk memahami, merancang atau memperbaiki suatu sistem kendali, seringkali lebih
efektif jika digunakan tiruan karakteristik dari sistem yang ditangani. Hal ini berkaitan dengan
alasan keselamatan, kecepatan perancangan, kemudahan dan biaya perancangan. Selain itu, hasil
percobaannya dapat mendukung perencanaan sistem yang akan dibuat. Proses peniruan
karakteristik sistem ini disebut simulasi. Dalam analisis sistem kendali, harus lebih dulu mengetahui
karateristik sistem yang akan diatur (plant) dan karateristik alat kendali yang akan digunakan.
Dalam kasus sistem kendali linier, time-invariant, single-input-single output, karakteristik yang
penting adalah Transfer Function (Fungsi Transfer). Fungsi transfer didefinisikan sebagai
perbandingan antara transformasi Laplace keluaran (output) sistem dengan transformasi Laplace
masukan (input) sistem dengan asumsi kondisi awal sama dengan nol.
Abstract - To understand, design or improve a control system, it is often more effective to use
imitation characteristics of the system being handled. This relates to safety reasons, design speed,
convenience and design costs. In addition, the results of the experiment can support the planning
system that will be made. The process of mimicking the characteristics of this system is called
simulation. In the analysis of the control system, must first know the characteristics of the system to
be arranged (plant) and the characteristics of the control device to be used. In the case of linear
control systems, time-invariant, single-input-single output, an important characteristic is the
Transfer Function. The transfer function is defined as the ratio between the Laplace transform
(output) of the system and the Laplace transform of the input system, assuming the initial conditions
are zero.
Keywords: Analysis, System, Order I, Order II, Matlab
1.2 Tujuan
1. Mampu menggunakan MATLAB untuk metode root locus pada sistem orde 2
2. Mampu menggunakan MATLAB untuk analisis sistem frekuensi dengan metode diagram bode
pada sistem orde 2
R(s) C(s)
K? G(s)
H(s)
Suatu sistem loop tertutup dalam Gambar 2.1 mempunyai persamaan karakteristik sebagai
berikut
1 + K G(s) H(s) = 0
atau
K G(s) H(s) = −1
maka akar karakteristik adalah harga s yang memenuhi syarat berikut ini:
syarat sudut
G(s) H(s) = 180 (2K + 1); K = 0,1,2,3,.. .
G(s)H(s) = 1
e. Kondisi stabil tercapai saat kedua margin bernilai positif, atau saat phase margin lebih besar
dari gain margin.
f. Kondisi marginal sistem stabil saat kedua margin bernilai nol, atau phase margin sama besar
dengan gain margin.
g. Kondisi sistem yang tidak stabil terjadi saat salah satu (atau bahkan keduanya) margin bernilai
negatif, atau saat gain margin lebih besar dari phase margin.
Adapun 𝜁 menyatakan damping ratio, yang menunjukkan seberapa besar redaman / hambatan pada
sistem. Sementara itu, parameter 𝜔𝑛 menyatakan frekuensi alami sistem. Hal ini berarti sistem
berosilasi dengan frekuensi 𝜔𝑛 (dengan amplituda osilasi tetap terhadap waktu) jika damping ratio
bernilai nol.
Dari persamaan homogen tersebut, lokasi dua buah pole 𝑝1 dan 𝑝2 dapat ditentukan melalui
𝑝1 = −𝜁𝜔𝑛 + 𝜔𝑛 𝜁 2 − 1 (2)
𝑝2 = −𝜁𝜔𝑛 − 𝜔𝑛 𝜁 2 − 1 (3)
Besarnya nilai damping ratio menentukan lokasi pole serta sifat sistem. Untuk sistem yang stabil,
sifat sistem terbagi menjadi underdamped, overdamped, dan critically damped (Tabel 1).
Tabel 1. Sifat sistem dan lokasi pole berdasarkan nilai damping ratio Damping ratio
Perubahan lokasi pole seiring dengan perubahan damping ratio diilustrasikan pada Gbr. 1. Untuk
menghasilkan sistem yang stabil dan kausal, damping ratio dibatasi pada nilai 𝜁 > 0, atau semua pole
berada pada sebelah kiri sumbu imajiner Im{𝑠}. Dengan asumsi sistem domain waktu bersifat riil,
pole kompleks memiliki pasangan pole yang bernilai konjugasi kompleks. Pole yang kompleks (0 <
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
𝜁 < 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa respons yang berosilasi dengan amplituda
osilasi mengecil. Sementara itu, pole rill (𝜁 ≥ 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa
respons eksponensial.
Karakteristik Domain Waktu Sistem Orde Dua
Pada bagian ini, karakteristik domain waktu sistem orde dua LTI kausal, yang dideskripsikan
dalam bentuk persamaan differensial, diberikan dalam hal respons step sistem. Sistem orde dua
diwakili melalui rangkaian RLC seri, yang diberi masukan berupa tegangan sinyal DC 𝑥(𝑡) (Gbr. 2).
Sinyal luaran 𝑦(𝑡) yang diamati adalah tegangan pada kapasitor
Untuk analisis luaran 𝑦(𝑡) saat sistem sudah steady-state, maka masukan 𝑥(𝑡) yang berupa unit step
(sinyal DC) ekivalen dengan masukan sinus frekuensi nol (𝜔 = 0). Dengan demikian, kapasitor
menjadi open-circuit, sedangkan induktor short-circuit. Hal ini berarti dalam keadaan steady-state,
respons step sistem sama dengan tegangan sumber, atau 𝑦(𝑡) = 𝑥(𝑡).
Persamaan differensial rangkaian RLC seri menjadi
Meningkatnya nilai R akan menghasilkan rangkaian yang jika semula bersifat underdamped,
menjadi critically damped atau overdamped. Secara fisis, hal ini dapat diartikan, dengan
meningkatnya nilai R (damping ratio meningkat), rugi-rugi energi juga meningkat, sehingga osilasi
sistem berkurang. Contoh lain adalah pada rangkaian osilator LC ideal: energi ditransfer dari L ke C
dan sebaliknya tanpa rugi-rugi rangkaian, sehingga dihasilkan sinyal yang berosilasi selamanya. Jika
hambatan R dihubungkan seri dengan rangkaian LC ideal tersebut, maka R bertindak sebagai rugi-
rugi. Pada keadaan demikian, R menyebabkan rangkaian berosilasi dengan amplituda menurun
bahkan lama-kelamaan menjadi nol.
Dengan menggunakan transformasi Laplace, fungsi transfer sistem yang diimplementasikan dengan
persamaan (7) adalah
Respons step teoritis untuk berbagai nilai damping ratio diperlihatkan pada Gbr. 3. Seperti yang telah
dibahas sebelumnya, tampak bahawa respons transien sistem (berosilasi atau eksponensial)
bergantung dari nilai damping ratio.
figure(1)
step(sys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon open loop sistem');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on
figure(2)
rlocus(sys); %plot root locus sistem
figure(3)
rlocus(sys);
grid on
[K, poles]=rlocfind(sys) %menentukan K
newsys=feedback(sys*K,1)
step(newsys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon sistem dengan K');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on
2. Figure(1) merupakan plot sistem open loop tanpa penguatan. Amati grafik yang
dihasilkan, sertakan pada laporan, berikan analisis
3. Figure(2) menunjukkan plot root locus sistem. Sertakan gambar plot pada laporan,
berikan penjelasan! Tuliskan pula nilai pole-polenya.
4. Figure(3) digunakan untuk menentukan pole-pole yang baru berdasarkan penguatan K.
Setelah anda menentukan letak pole, maka pada command window akan muncul nilai K dan
poles yang baru. Berapa nilai K, poles, dan fungsi alih yang baru (newsys)? Tulis pada laporan
anda. Sertakan pula plot step sistem figure(3) dan berikan penjelasan! Bandingkan dengan
respon sistem sebelum diberikan K (figure (2))!
figure(2)
K=1000;
margin(K*sys); %gain dan phase margin plot
grid on
2. Figure(1) merupakan bode plot sistem orde 2, Sertakan gambar plot pada laporan, berikan
penjelasan!
3. Figure(2) menunjukkan plot gain margin dan phase margin setelah sistem diberikan
penguatan K=1000. Sertakan gambar plot pada laporan, berikan penjelasan!
figure(1)
step(sys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon open loop sistem');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on
figure(2)
rlocus(sys); %plot root locus sistem
title('Root locus sistem');
grid on
figure(3)
rlocus(sys);
grid on
[K, poles]=rlocfind(sys) %menentukan K
newsys=feedback(sys*K,1)
step(newsys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon sistem dengan K');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on
Pada figure 1 untuk melihat grafik dari metode root locus respon loop terbuka sebelum diberi
gain dan sebelum dihubungkan pada feedback dimana nilai parameter disini m = 2 , b = 2 dan k = 5
, dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on , grid disini berfungsi untuk menampilkan
garis garis agar mudah membaca angka, program langsung ditulis semua dari figure 1 sampai figure
3 didapat untuk figure 1 dalam program hingga plot respon t = 40 , lalu dapat dilihat pada grafik yang
didapat seperti diatas , pada waktu 10s baru mencapai stady stade tapi nilainya belum mencapai 1 ,
masih 0,5
Figure 2
Pada figure 2 untuk melihat grafik dari metode root locus respon sistem dimana nilai parameter
disini m = 2 , b = 2 dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on , grid disini
berfungsi untuk menampilkan garis garis agar mudah membaca angka, program langsung ditulis
semua dari figure 1 sampai figure 3 didapat untuk figure 2 grafiknya dapat dilihat pada gambar grafik
diatas , polenya berada pada titik -2 dan – 0,5 daerah loot locusnya
Pada figure 3 untuk melihat grafik dari metode root locus respon sistem dengan k dimana nilai
parameter disini m = 2 , b = 2 dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on
, grid disini berfungsi untuk menampilkan garis garis agar mudah membaca angka, program langsung
ditulis semua dari figure 1 sampai figure 3 didapat untuk figure 3 grafiknya dapat dilihat pada gambar
grafik diatas , pada figur 3 ini kita bisa memilih titik dimana pun untuk mendapatkan nilai k seperti
grafik diatas yang bernilai k = 1.1263 , bisa dilihat nilai k nya di program
figure(1)
bode(sys); %bode plot
grid on
figure(2)
K=1000;
margin(K*sys); %gain dan phase margin plot
grid on
sys =
1
---------------
2 s^2 + 5 s + 2
Pada figure 1 ini untuk melihat grafik dari metode bode diagram, dimana nilai parameter disini
m = 2 , b = 2 dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on , grid disini
berfungsi untuk menampilkan garis garis agar mudah membaca angka, Diagram Bode merupakan
suatu fungsi alih sinusoida yang terdiri dari dua buah grafik yang terpisah. Satu merupakan diagram
dari logaritma besar fungsi alih sinusoida (magnitude), dan yang satunya lagi merupakan diagram
sudut fasa. Keduanya digambar terhadap frekuensi dalam skala logaritmik. program langsung ditulis
semua dari figure 1 dan figure 2 didapat untuk figure 1 dapat dilihat sesuai definisi dari bode diagram
ada dua buah grafik yaitu grafik magnitude (db) dan grafik phase(deg) . grafik pertama adalah
magnitudenya dengan bentuk grafik melengkung kebawah dengan awalan stabil dan menjadi turun
stabil dan kemudian ada grafik phase dengan bentuk grafik awalan stabil kemudian turun melengkung
kebawah dan akhirnya stabil kembali
selected_point =
-0.6481 + 0.5666i
K = 1.7168
poles =
-1.2500 + 0.5440i
-1.2500 - 0.5440i
newsys =
1.717
-------------------
2 s^2 + 5 s + 3.717
Pada figure 2 ini untuk melihat grafik dari metode bode diagram dengan Gm (gain margin) =
inf db dan Pm ( phase margin ) = 6.41 deg ( 22.3 rad/s ) dimana nilai parameter disini m = 2 , b = 2
dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , dengan program yang mengatur penguatan K
= 1000 sehingga nilai magnitudenya terjadi kenaikan maka margin akan positif dan tidak terjadi error
pada system dengan hasil dua grafik yaitu untuk grafik pertama adalah magnitudenya dengan bentuk
grafik melengkung kebawah dengan awalan stabil dan menjadi turun stabil dan kemudian ada grafik
phase dengan bentuk grafik awalan stabil kemudian turun melengkung kebawah dan akhirnya stabil
Kembali dengan nilai gain marginnya adalah infinity sehingga system sangatlah stabil
Jawab
1. K berfungsi sebagai penstabil sistem, K semakin besar sistemnya maka akan semakin stabil
2. Pengaruh K adalah semakin besar K, maka sistem akan stabil dan juga rise timenya menjadi cepat
3. Gain margin berfungsi untuk melihat pengaruh penguatan pada sistem phase margin berfungsi
untuk melihat sudut dalam sistem
4. Maka sistemnya akan menjadi sangat stabil, namun gain margin mempunyai batas. Jika melewati
batas, maka akan semakin stabil atau semakin bagus
Setpoint
+ Output
CONTROL AKTUA PLANT
-
LER TOR
FEEDBACK
- Plant: objek fisis yang dikontrol (misal: tegangan, kecepatan motor, posisi, dll). Menerima input
berupa sinyal kontrol.
- Setpoint: nilai yang diinginkan (misal: sekian derajat, sekian m/s, sekian meter, dll)
- Error: selisih antara setpoint dengan nilai saat ini
- Controller: pengendali yang berfungsi mengolah sinyal error menjadi sinyal kontrol
- Aktuator : penggerak plant
- Feedback: umpan balik dari nilai saat ini (output/ respon) yang umumnya merupakan hasil
pembacaan sensor.
2.1.1. P Controller
Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek
dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena
sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang
sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan
settling time.
Sebagai awal perancangan controller pada blok diagram close loop sistem dan kemudian close loop
transfer function. Dengan proses penyederhanaan blok diagram didapatkan hasil perhitungan close
loop transfer function sbb :
Penambahan Derivative controller berfungsi untuk memperbaiki respon pada penambahan nilai kp.
2.1.3. PI Controller
Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun
pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan
output berosilasi karena menambah orde sistem. Kontrol integral memiliki karakteristik mengurangi
waktu naik, menambah overshoot dan waktu turun, serta menghilangkan keadaan tunak. Kontrol P
dan I memiliki karakteristik yang sama dalam waktu naik dan overshoot. Agar overshoot tidak
berlebihan nilai Kp harus dikurangi.
Close loop transfer function dari cruis sistem dengan PI controller adalah :
Penambahan integral controller berfungsi untuk mengeliminasi steady state error (Kp = 100
dan KI = 100).
2.1.4. PID Controller
PID controller bekerja pada sistem dapat digunakan sebagai referensi untuk aplikasi yang akan
datang. Close loop transfer function untuk cruise control sistem dengan PID controller dirumuskan
:
Pengaturan parameter Kp, Ki, Kd untuk PID dapat mengacu pada kaidah berikut ini:
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
- Tambahkan proportional control untuk memperbaiki rise time
- Tambahkan integral control untuk eleminasi steady state error
- Tambahkan derivative control untuk memperbaiki overshoot
Keterangan :
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated Variable
Kp = konstanta Proporsional
Ti = konstanta Integral
Td = konstanta Detivatif
e(t) = error (selisih antara set point dengan level aktual)
Persamaan Pengontrol PID diatas dapat juga dituliskan sebagai berikut :
dengan :
Untuk lebih memaksimalkan kerja pengontrol diperlukan nilai batas minimum dan maksimum
yang akan membatasi nilai Manipulated Variable yang dihasilkan.
Komponen kontrol PID ini terdiri dari tiga jenis yaitu Proportional, Integratif dan Derivatif.
Ketiganya dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita inginkan
terhadap suatu plant.
1. Kontrol Proporsional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta.
Jika u = G(s) • e maka u = Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain
(penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P
memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian
dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon
transien khususnya rise time dan settling time. Pengontrol proporsional memiliki keluaran yang
sebanding/proporsional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan
dengan harga aktualnya).
Ciri-ciri pengontrol proporsional :
1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat (menambah rise time).
2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai keadaan
mantapnya (mengurangi rise time).
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.
4. Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi tidak
menghilangkannya.
2.Kontrol Integratif
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan
mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak memiliki unsur integrator,
pengontrol proporsional tidak mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantapnya nol.
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral e(t)dT]Ki dengan Ki
adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat dinyatakan sebagai u=Kd.[delta
e/delta t]
Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan
dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I
dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak
tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan
sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena
menambah orde system
Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari perubahan
masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka keluaran akan menjaga
keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral
merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan / error.
Ciri-ciri pengontrol integral :
1. Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol
integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nil, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran
pengontrol.
3.Kontrol Derivatif
Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan
yang mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami
perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk
fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik
secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudenya
sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan factor konstanta Kd.
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengontrol proporsional plus
integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan :
PID Controler adalah controler yang penting yang sering digunakan dalam industri. Sistem
pengendalian menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam proses kehidupan ini khususnya
dalam bidang rekayasa industri, karena dengan bantuan sistem pengendalian maka hasil yang
diinginkan dapat terwujud. Sistem pengendalian dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem
dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang diinginkan. Sistem kendali yang baik mempunyai
tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang beragam.
FEEDBACK
Sensor
Keterangan:
- blok ‘Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter: Step, untuk
mengganti parameter blok. Parameter yang diubah adalah step time=0 dan final value. Blok step ini
berfungsi sebagai setpoint, dengan nilai final value=nilai set point (dalam derajat).
- blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter
sesuai dengan numerator dan denumerator.
Setpoint P Analisis
90 1
90 10
3.2.2. Kontroller PI
1. Blok simulink sama seperti subbab 4.1.
2. Pada block parameter PID, ubah parameter D=0, N=0 dan ubah nilai parameter P dan I menjadi
nilai-nilai berikut, jalankan blok program, dan lakukan analisis terhadap respon, sinyal kontrol, dan
input. Sertakan gambar plot respon (ouput) pada laporan anda
Setpoint P I Analisis
120 10 5
120 10 20
Setpoint P I D Analisis
120 10 20 10
120 10 7 0.01
P=1
SCOPE 1
Pada Modul 3 ini menggunakan simulink untuk membuat blok yang ada pada contoh dimodul
, blok yang digunakan adalah Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources lalu
step timenya diatur 0 , blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink →
Continuous lalu diatur num nya 6 dan denumnya [ 1 16 12 ] , blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library
pada bagian Simulink → Sinks 2 buah dan , Block ‘PID Controller’ dapat diperoleh pada library di
bagian Simulink → Continuous.
Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 1 I = 0 dan D = 0 dengan
mengatur set point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik
diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik dinilai 90 dikarenakan set point
atau nilai yang kita inginkan awal adalah 90 dengan nilai P = 1 sehingga titik mulai tetap di angka 90
kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan transfer function sehingga grafik melengkung
langsung kebawah kemudian konstan dan stabil scope 1 adalah scope yang berada diatas blok
simulink
SCOPE 2
Analisa scope 2
Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 1 I = 0 dan D = 0 dengan
mengatur set point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik
diatas untuk scope 2 , scope 2 ini adalah scope yang paling ujung atau yang paling kanan dari blok di
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
simulink tadi . pada grafik terdapat dua buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis
untuk respon dan yang atas berwarna biru itu adalah stepnya
P = 10
SCOPE 1
Analisa scope 1
Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 0 dan D = 0 dengan
mengatur set point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik
diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik dinilai 90 dikarenakan set point
atau nilai yang kita inginkan awal adalah 90 dengan nilai P = 10 sehingga titik mulai tetap di angka
900 karena dia dimulai set pointnya 90 dan nilai P = 10 , kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil , scope 1 adalah scope yang berada diatas blok simulink ,
Analisa scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 0 dan D = 0 dengan mengatur set
point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis untuk
respon terlihat makin mendekati garis biru atau makin naik garis kuningnya karena P disini lebih
besar dari sebelumnya yaitu P = 10 dan yang atas berwarna biru itu adalah stepnya
Analisa scope 1
Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 5 dan D = 0 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada
grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 5 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan
transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan stabil scope
1 adalah scope yang berada diatas blok simulink
Analisa Scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 5 dan D = 0 dengan mengatur set
point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis untuk
respon terlihat makin mendekati garis biru atau makin naik garis kuningnya dan ketika sampai di 120
dia stabil atau datar mengikuti garis birunya dan yang atas berwarna biru itu adalah stepnya
Analisa scope 1
Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 20 dan D = 0 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 20 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan
transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan stabil
Analisa Scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 20 dan D = 0 dengan mengatur set
point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis , garis kuning dan garis biru , dimulai dari set point 0
dan grafik melengkung keatas dan stabil dikisaran 120 namun sempat terjadi lonjakan terlebih dahulu
dikarenakan nilai I lebih besar dari pada P yaitu I = 20 dan P =10 maka terjadi lonjakan system awal
dan menghasilkan grafik stabil .
Setpoint P I Analisis
120 10 5 Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini
parameter yang diubah pada blok PID adalah P =
10 I = 5 dan D = 0 dengan mengatur set point atau
final vanuenya 120 di blok step , didapat pada
grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1
dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang
Analisa scope 1
Untuk percobaan kontroler PID , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 20 dan D = 10 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 20 dan D = 10 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil
Scope 2
Analisa scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 20 dan D = 10 dengan mengatur
set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis grafik , kuning dan biru , dimulai dari set point 0 dan
grafik melengkung keatas dan stabil dikisaran 120 namun sempat terjadi lonjakan terlebih dahulu
dikarenakan nilai I lebih besar dari pada P yaitu I = 20 dan P =10 maka terjadi lonjakan system awal
dan menghasilkan grafik stabil berdasarkan rumus transfer function yang telah terdeteksi di system
Simulink dan nilai D hanya sebagai lonjakan awalan sebesar 10
Analisa Scope 1
Untuk percobaan kontroler PID , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 7 dan D = 0.01 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 7 dan D = 0.01 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil
Analisa scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 7 dan D = 0.01 dengan mengatur
set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 , pada grafik terdapat dua buah garis grafik , kuning dan biru , dimulai dari set point 0 dan
grafik melengkung keatas dan stabil dikisaran 120 dan stabil itu dikarenakan nilai I lebih kecil dari
pada P dengan I = 5 dan P =10 maka tidak terjadi lonjakan system dan menghasilkan grafik stabil
berdasarkan rumus transfer function yang telah terdeteksi di system Simulink dan lonjakan awalan D
0,01 sangatlah kecil
Setpoint P I D Analisis
120 10 20 10 Untuk percobaan kontroler PID , Pada
simulasi ini parameter yang diubah pada
blok PID adalah P = 10 I = 20 dan D =
10 dengan mengatur set point atau final
vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas
untuk scope 1 dengan nilai pengendali
nilai titik mulai grafik dinilai 1200
1. Jelaskan pengertian plant, controller, aktuator, set point, feedback, dan ouput pada sistem!
2. Jelaskan pengaruh penggunaan kontroller Proporsional pada sistem kontrol!
3. Jelaskan pengaruh penggunaan kontroller Proporsional Integral pada sistem kontrol!
4. Jelaskan pengaruh penggunaan kontroller PID pada sistem kontrol!
1.
• Plant adalah objek fisis yang dikontrol dan menerima input berupa sinyal control
• Controller adalah pengendali yang berfungsi mengolah sinyal error menjadi sinyal control
• Actuator adalah penggerak plant
• Set point adalah bentuk nilai yang diinginkan
• Feedback adalah umpan balik dari nilai output atau respon yang umumnya merupakan hasil
pembacaan sensor
• Output adalah hasil keluaran dari respon suatu system
2. KP berlaku sebagai gain (penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroller.
Penggunaan kontroller Proporsional memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang
tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi – aplikasi dasar yang sederhana kontrol
Proporsional ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan setting
time
3. kontroller Proporsional Integral akan membuat sistem kontrol menjadi lebih baik karena telah
memenuhi dua kriteria kontrol sistem yang baik. Ketika pertama adalah mempercepat rise time,
dimana hal ini dilakukan oleh kontroller proposional, kriteria kedua adalah tidak ada overshoot
yang mana fungsi ini dikerjakan oleh kontroller integral. Dengan begitu sistem kontrol akan lebih
baik jika dibandingkan dengan sistem proposional saja
4.
- Sebagai penguat (gain)
- Memperbaiki error (steady stade )
- Nilai diperkecil agar stabil
- Menambahkan proposional control untuk memperbaiki rise time
- Menambahkan derivative untuk memperbaiki overshoot
Pada gambar 4.1, ada tiga blok, blok pertama adalah pengendali proporsional yang merupakan
pengendali motor, yang kedua adalah motor yang merupakan plant, dan tachogenerator yang
merupakan sensor pengubah kecepatan menjadi tegangan. Masukan pada sistem ini merupakan
tegangan yang dilambangkan dengan V dan keluarannya adalah kecepatan yang dilambangkan
dengan ω. Pada praktikum ini, satuan dari V adalah volt (V) dan satuan dari kecepatan adalah radian
per menit (rpm).
Pengendali proporsional sebenarnya merupakan rangkaian dengan operational amplifier seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Dari persamaan (4.2) terlihat bahwa pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali
berupa sinyal eror yang dikalikan (proporsional) dengan konstanta proporsional Kp . Pengendali
proporsional digunakan untuk memperbesar penguatan dan mempercepat respon transien. Perbedaan
respon transien yang dihasilkan oleh pengendali proporsional yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3, dapat kita peroleh informasi bahwa semakin besar nilai Kp semakin
cepat respon transien yang dihasilkan.
4. Click Setup COM, Pilih COM yg sesuai di device manager. Kemudian click OK
50k 5 320 89
90k 9 344 65
Set point = 5 V
Rab Kp PV Error
Abstrak - Motor DC banyak digunakan di industri kecil dan besar. Kecepatan motor dc sering tidak
stabil akibat gangguan dari luar maupun perubahan parameter dari fabrikasinya sehingga perlu
dilakukan rancangan kontroller. Pengaturan dan monitoring kecepatan putar motor DC dalam
sebuah sistem proses sangat penting perannya dalam implementasi industri. Pengaturan dan
monitoring kecepatan putar motor DC ini menggunakan perangkat antarmuka komputer dimana
dalam industri hal ini diperlukan untuk memudahkan operator dalam mengatur dan memonitor
kecepatan motor. Agar diperoleh pengontrol yang terbaik, maka dilakukan tuning parameter
pengontrol Proporsional Integral Derifatif (PID). Dalam tuning ini kita dapat mengetahui nilai dari
proporsional gain (Kp), waktu integral (Ti) dan waktu derivatif (Td). Pengontrol PID akan
memberikan aksi kepada kontrol motor DC berdasarkan error yang diperoleh, nilai putaran motor
DC yang diinginkan disebut dengan set point. Software LabVIEW digunakan sebagai pemonitor,
kendali kecepatan motor.
Kata kunci : LabView, Motor DC, Arduino, Ouptocoupler, Komputer.
Abstract - DC motors are widely used in small and large industries. DC motor speed is often unstable
due to outside interference and changes in the parameters of the fabrication so it is necessary to
design a controller. Motor DC speed adjustment and monitoring is a crucial system as it i
implemented in industrial. This motor DC speed adjustment and monitoring using computer interface
where in industial this system will support operator for adjusting and monitoring motor speed. For
acquiring best control parameters, tuning is needed for acquiring best Proportional Integral
Derivative (PID) value. This tuning is used for find the best proportional gain, time integral,
derivative time. PID controller will give a better control respond to the DC Motor based on the error,
the DC motor rotation speed needed is called Setpoint. The labview software used as an interface of
monitor and control.
Keyword : LabView, Motor DC, Arduino, Ouptocoupler, Computer
Pada gambar 5.1, pengendali proposional integral adalah penjumlahan dari sinyal yang
dihasilkan pengendali proporsional dan pengendali integral. Pada pengendali integral, sebelum
dikalikan dengan konstanta Ki, nilai error yang dihasilkan diintegralkan terlebih dahulu.
Pengendali integral sebenarnya merupakan rangkaian dengan operational amplifier seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.2. Adapun nilai dari pengendali proporsional integral yang diinginkan
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut.
Dalam domain waktu kontinyu, hubungan antara sinyal eror e(t) dengan sinyal kendali u(t)
dinyatakan dalam persamaan berikut:
Dari persamaan (5.2) terlihat bahwa pengendali proporsional integral merupakan penjumlahan
sinyal kendali proporsional dan sinyal kendali integral. Pengendali integral mempercepat proses
pergerakan menuju set point dan menghilangkan error steady state yang terjadi jika hanya
menggunakan kontroler proporsional. Namun, penggunaan pengendali integral dapat menyebabkan
munculnya overshoot dari nilai set point.
Perbedaan respon transien yang dihasilkan oleh pengendali proporsional integral yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 5.2. Dari Gambar 5.2, dapat kita peroleh informasi bahwa semakin besar
nilai Ki semakin cepat respon transien yang dihasilkan.
Set point = 5 V
1) https://media.neliti.com/media/publications/172853-ID-penalaan-kendali-pid-untuk-
pengendali-pr.pdf
2) http://repository.gunadarma.ac.id/271/1/APLIKASI%20KONTROL%20PROPORSIONAL%
20INTEGRAL_UG.pdf
Abstrak - Pada modul enam ini dibahas mengenai kendali kecepatan motor arus searah dengan
kontroler proporsional integral derivatif. Berbeda dengan modul-modul sebelumnya, pada modul ini
akan digunakan semua kontroler nya sehingga menjadi kontroler PID. Dari percobaan modul ini
nantinya akan menggunakan suatu alat kontroler PID, yang dimana didalamnya terdapat tiga jenis
kontroler untuk pengendalian kecepatan motor arus searah. Kontroler yang terdiri didalamnya
antara lain, kontroler proporsional, kontroler integral, dan kontroler derivatif. Pada praktikum
modul akan digunakan bersamaan kontroler proporsional, kontroler integral, dan kontroler derivatif
nya. Pada percobaan nanti akan diatur nilai potensio dari ketiga kontroler ini, yang dimana pada
percobaan akan diatur nilai dari potensio meter nya, sehingga menghasilkan grafik yang berbeda
disetiap nilai nya. Dari grafik nanti dapat diidentifikasi bagaimana desain kontroler proporsional
integral derivatif yang baik.
Kata Kunci: Proporsional, Integral, Derivatif, Kontroler
Abstract - Module six discusses direct current motor speed control with integral derivative
proportional controller. Unlike the previous modules, this module will use all controllers to become
a PID controller. From the experiment, this module will later use a PID controller, in which there
are three types of controllers for direct current motor speed control. Controllers which include,
among others, proportional controllers, integral controllers, and derivative controllers. In the
practicum module, the proportional controller, integral controller and derivative controller will be
used together. In the experiment, the potentiometer value of the three controllers will be set, which in
the experiment will be set the value of the potentiometer meter, so as to produce a different graph for
each value. From the graph, it can be identified how to design a good derivative integral proportional
controller.
Keywords: Proportional, Integral, Derivative, Controller
Pada gambar 6.1, pengendali proposional integral derivatif adalah penjumlahan dari sinyal yang
dihasilkan pengendali proporsional, pengendali integral, dan pengendali derivatif. Pada pengendali
derivatif, sebelum dikalikan dengan konstanta Kd, nilai error yang dihasilkan diderivatifkan terlebih
dahulu.
Pengendali Derivatif sebenarnya merupakan rangkaian dengan operational amplifier seperti
ditunjukkan pada Gambar 6.2.
Adapun nilai dari pengendali proporsional derivatif yang diinginkan dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut.
Dari persamaan (6.2) terlihat bahwa pengendali proporsional integral merupakan penjumlahan
sinyal kendali proporsional, sinyal kendali integral, dan sinyal kendali derivatif. Kendali derivatif
digunakan untuk mengurangi bersarnya overshoot yang dihasilkan.
Perbedaan respon transien yang dihasilkan oleh pengendali proporsional integral derivatif yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.3. Dari Gambar 6.3, dapat kita peroleh informasi bahwa semakin
besar nilai Kd semakin landau respon transien yang dihasilkan.
Kontroler PID adalah kontroler yang sampai sekarang masih banyak digunakan di dunia
industri. Hal yang krusial pada desain kontroler PID ini ialah menentukan parameter kontroler
atau tuning. Dari banyak metode tuning yang telah dikembangkan saat ini, akan dibahas metode
tuning Direct Synthesis. PLC yang umumnya digunakan sebagai alat pengatur urutan bisa
dimanfaatkan sebagai kontroler PID digital dengan memanfaatkan modul ASCII (Omron) yang
bisa mengadaptasi pemrograman dalam bahasa BASIC. Dengan mengintegrasikan PLC sebagai
kontroler PID dan motor DC sebagai plant, metode tuning Direct Synthesis dapat
diimplementasikan. Dari hasil eksperimen, terbukti bahwa penggunaan kontroler PID dengan metode
tuning Direct Synthesis untuk pengaturan kecepatan motor DC memberikan perbaikan kriteria
performansi pada plant yang signifikan jika dibandingkan dengan plant tanpa kontroler.
Kontroler PID adalah kontroler berumpanbalik yang paling populer di dunia industri.
Selama lebih dari 50 tahun, kontroler PID terbukti dapat memberikan performa kontrol yang baik
meski mempunyai algoritma sederhana yang mudah dipahami [1]. Hal krusial dalam desain
kontroler PID ialah tuning atau pemberian parameter P, I, dan D agar didapatkan respon
sistem yang diinginkan. Salah satu metode yang muncul ialah tuning berdasar model plant,
karena identifikasi plant bukan lagi hal yang sulit untuk dilakukan. Salah satu jenisnya ialah
Direct Synthesis yang memerlukan model plant sebenarnya dan model plant yang
diinginkan untuk mendapatkan parameter P, I, D dari kontroler. [2]. Sementara itu, di dunia
industri juga dikenal adanya Programmable Logic Controller (PLC) sebagai alat pengatur
urutan proses secara digital. Namun sekarang ini PLC telah dapat juga menangani proses analog.
PLC C200H OMRON mengadaptasi hal itu dengan munculnya special unit seperti Analog Input
Unit , Analog Output Unit, PID Controller, ASCII Unit, dan lain – lain [3] Karena itu, penulis
akan mengimplementasikan kontrolerPID pada modul ASCII untuk mengatur kecepatan motor DC.
Selain itu akan dilakukan penerapan metode tuningDirect Synthesis pada kontroler PID. Sebagai
catatan, tidak semua metode tuning cocok digunakan untuk jenis-jenis plant tertentu.
Misalnya: penggunaan metode tuning Ziegler-Nichols di Laboratorium Sistem Pengaturan
Unibraw untuk pengaturan posisi motor DC justru memberikan hasil yang mengecewakan saat
kontroler PID diterapkan [4].
Kontroler adalah komponen yang berfungsi meminimasi sinyal kesalahan. Tipe
kontroler yang paling populer ialah kontroler PID. Elemen-elemen kontroler P, I dan D
masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem,
menghilang-kan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Aspek yang sangat penting dalam desain kontroler PID ialah penentuan
parameter kontroler PID supaya sistem close loop memenuhi kriteria performansi yang
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
diinginkan. Hal ini disebut juga dengan tuning kontroler. Seiring dengan berkembangnya
penelitian tentang identifikasi suatu sistem “black box”, maka memperoleh transfer
function atau karakteristik dari sistem tersebut bukanlah hal yang teramat sulit. Hal ini
menyebabkan metode tuning kontroler yang membutuhkan model plant sebenarnya juga dapat
dilakukan dengan relatif mudah, misalnya dengan metode Direct Sinthesys. Metode ini
terlebih dulu menentukan perilaku ouput yang diinginkan (reference) dengan membuat
bentuk trayektorinya, dan model prosesnya (plant) digunakan untuk secara langsung
mendapatkan persamaan kontroler yang sesuai. Berikut ini penurunan rumusnya.
Perancangan Hardware
Keperluan hardware meliputi : modul ASCII pada PLC sebagai alat kontrol utama, modul
Analog Input pada PLC dan hardware pendukung (Digital to Analog Converter,
Amplifier) untuk mengkondisikan sinyal antara PLC dan plant. Hanya unit ASCII yang akan
dijelaskan dengan detail pada makalah ini.
Unit ASCII adalah unit pelengkap cerdas dari PLC C200H OMRON yang membuat
sistem kontrol berbasis PLC lebih fleksibel dan berkemampuan tinggi. Unit ASCII
ini dapat digunakan untuk memonitor sistem, memproses data, membuat laporan dan
mengerjakan tugas – tugas lainnya. Pemrograman pada ASCII Unit dikerjakan dengan BASIC,
sebagai pengganti ladder diagram, sehingga lebih cocok untuk memproses data analog.
Untuk menggunakan Unit ASCII yang berhubungan dengan PLC, diperlukan
program untuk Unit ASCII yang ditulis dalam BASIC. Perintah pertukaran data harus
disertakan ke dalam program PLC kecuali jika pernyataan perintah yang digunakan telah
menggunakan petunjuk daerah memori yang spesifik (misal : PC READ “@...”, PC WRITE
“@...”). Perintah tersebut harus menentukan jumlah word yang akan ditransfer, base address,
dan daerah memori yang spesifik. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan instruksi PC
MOV. Ada 2 cara Unit ASCII dapat berkomunikasi dengan PLC. Pada metode pertama,
PLC mengontrol timing transfer data antara 2 alat ini. ASCII Unit “meminta” akses ke daerah
memori data PLC dengan menggunakan statement PC READ, PC WRITE, PC GET, atau PC
PUT, dan kemudian menunggu PLC merespon dengan menyalakan read atau write flag.
Pada metode yang ke dua, tidak ada kode pertukaran data khusus dari PLC yang
diperlukan untuk mengkomunikasikan 2 alat ini. Jika parameter penunjuk daerah memori
telah ditentukan dengan statement PC READ atau PC WRITE, Unit ASCII dapat langsung
mengakses daerah memori PLC yang telah ditentukan. Gambar – gambar berikut ini
mengilustrasikan hubungan antara program di PLC dan program di ASCII Unit.
Program BASIC untuk ASCII Unit harus ditulis pada PC yang dihubungkan dengan port 1
ASCII Unit melalui RS 232-C. Sebuah program dapat ditransfer ke ASCII Unit dari PC
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
atau alat penyimpan lain dengan perintah LOAD. LOAD juga digunakan untuk mentransfer
program dari EEPROM ke RAM dalam Unit ASCII. Sebaliknya, program dapat ditransfer dari
RAM ke EEPROM dari ASCII Unit atau ke PC yang terhubung dengan perintah SAVE.
Selain itu, program juga dapat ditransfer dengan mudah dengan software bawaan dari
OMRON yaitu SYSMATE ASCII. ASCII Unit dihubungkan ke alat peripheral melalui dua
RS-232C interface.Konektor dB 9 digunakan untuk kedua port.
Algoritma Transfer Data
Data dari plant (motor DC) berupa tegangan yang dihasilkan oleh tachometer. Tegangan
analog antara 0 – 5 V tersebut dimasukkan ke dalam ADC 8 bit dan akan diubah menjadi
8 digit bilangan biner yang merepresentasikan nilai tegangan analog tersebut berdasarkan nilai – nilai
biner dari MSB (Most Significant Bit) sampai LSB (Least Significant Bit). Nilai keluaran ADC
sebesar 0 – 5 V tersebut akan dikuatkan sebesar 4 kali karena level logic pada Input Module
PLC adalah 0 - 24 V, yang akan dianggap sebagai data input PLC. Data input PLC ini dengan
ladder tertentu akan dikirimkan kepada modul ASCII, dimana modul ini akan menerima data
dengan program BASIC tertentu. Di dalam modul ASCII, data akan diolah sesuai keinginan
programmer (dalam hal ini dimasukkan dalam program kontroler PID), kemudian hasil akhirnya
akan dikirimkan lagi ke PLC dengan program BASIC tertentu. PLC akan menerima data dengan
ladder tertentu juga. Sedangkan data dari PLC berupa data digital 8 bit yang akan diubah ke
dalam bentuk tegangan analog melalui modul analog output (DA 001).
Set point = 2 V
Rab Rcd Ref Kp Ki Kd PV Error
50k 10k 10k 5 10k 0,0001 538 -127
50k 50k 10k 5 2k 0,0001 414 -2
90k 10k 10k 9 10k 0,0001 384 25
90k 50k 10k 9 2k 0,0001 415 -3
Set point = 5 V
Rab Rcd Ref Kp Ki Kd PV Error
50k 10k 10k 5 10k 0,0001 1023 0
50k 50k 10k 5 2k 0,0001 1023 0
90k 10k 10k 9 10k 0,0001 1023 0
90k 50k 10k 9 2k 0,0001 1023 0
BAB V
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
PENUTUP
5.1 Simpulan
• penambahan pengendali integral dapat mengeliminasi error steady state
5.3 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi alangkah
lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program sehingga terbentuk
grafik untuk semua grafik yang didapatkan.