Anda di halaman 1dari 137

Irfan Maulana Ibrahim

2018 – 11 – 145

LAPORAN PRAKTIKUM
SISTEM KONTROL

DISUSUN OLEH :

IRFAN MAULANA IBRAHIM

201811145

KELOMPOK 7G

MUHAMAD YUSUF

INSITUT TEKNOLOGI - PLN


MENARA PLN, JL. LINGKAR LUAR BARAT,
DURI KOSAMBI, CENGKARENG, JAKARTA BARAT 11750

Telp. 021-5440342, 5440344, ext 1306


Website : www.sttpln.ac.id

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya berkat
dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Jurnal “Sistem Kontrol” dalam hal
memenuhi persyaratan setelah menyelesaikan rangkaian praktikum Sistem Kontrol. Dalam penulisan
dan penyusunan jurnal ini saya juga dibantu dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung , untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Tri Wahyu Oktaviana Putri, ST., MT
selaku dosen yang memberikan saya pembelajaran dalam mata kuliah Sistem Kontrol, saya juga
mengucapkan terimakasih kepada seluruh asisten laboratorium Sistem Kontrol yang juga telah
membimbing saya dalam setiap praktikum Sistem Kontrol dan terkhusus kepada saudara Muhamad
Yusuf (201811253) selaku asisten laboratoium Sistem Kontrol yang telah membimbing serangkaian
praktikum yang saya dan teman-teman jalani, saya berterimakasih juga kepada orang tua saya yang
selalu memberikan dukungan kepada saya .
Dalam penulisan laporan ini saya sadar masih banyak kekurangan yang terdapat maka dari itu
saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan jurnal
jurnal lain yang lebih baik lagi. Akhir kata saya berharap agar jurnal ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukan

Jakarta, 9 Juni 2021


Irfan Maulana Ibrahim

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
LAPORAN PRAKTIKUM SISITEM KONTROL INSTITUT TEKNOLOGI PLN

Irfan Maulana Ibrahim

(2018-11-145)

irfanmaulanaibrahim58@gmail.com

Abstrak - Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk
mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Banyak contoh dalam bidang
industri / instrumentasi dan dalam kehidupan kita sehari-hari di mana sistem ini dipakai. Alat
pendingin (AC) merupakan contoh yang banyak kita jumpai yang menggunakan prinsip sistem
kendali, karena suhu ruangan dapat dikendalikan sehingga ruangan berada pada suhu yang kita
inginkan. Setiap sistem kontrol mempunyai tiga elemen pokok, yaitu: input, proses, dan output.Input
merupakan sinyal masukan yang umumnya dihasilkan dari sebuah sensor. Proses adalah operasi
yang sengaja dibuat, berlangsung secara kontinyu, yang terdiri dari beberapa aksi atau perubahan
yang dikontrol, yang diarahkan menuju ke suatu hasil atau keadaan akhir tertentu. Output
merupakan sinyal keluaran yang dihasilkan dari bagian proses. Pada praktikum kali ini terdapat 3
modul yaitu , respon transien plant orde 1 dan orde 2 dengan menggunakan matlab , metode analisis
sistem orde 2 dengan menggunakan matlab , dan desain kontroler PID dengan matlab
Kata Kunci: Sistem Kontrol, Input , Proses, Output , Matlab

Abstract - Control system or control system (control system) is a tool (collection of tools) to control,
govern, and regulate the state of a system. Many examples in the field of industry / instrumentation
and in our daily lives where this system is used. Refrigeration (AC) is an example that many of us
have encountered that use the principle of a control system, because the temperature of the room can
be controlled so that the room is at the temperature we want. Each control system has three main
elements, namely: input, process, and output. Input is an input signal that is generally generated from
a sensor. The process is an operation that is intentionally made, takes place continuously, which
consists of several controlled actions or changes, which are directed towards a certain outcome or
final state. Output is an output signal that is generated from the process. In this practicum, there are
3 modules, namely, transient response of plant order 1 and order 2 using matlab, method of order 2
system analysis using matlab, and PID controller design with matlab.
Keywords: Control System, Input, Process, Output, Matlab

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
MODUL I
RESPON TRANSIEN PLANT ORDE 1 DAN ORDE 2 DENGAN MENGGUNAKAN
MATLAB

Abstrak - Respon output sistem orde I dan orde II, untuk masukan fungsi Impulsa, step, ramp dan
kuadratik memiliki bentuk yang khas sehingga mudah diukur kualitas responnya (menggunakan tolok
ukur yang ada). Pada sistem orde tinggi umumnya memiliki bentuk respon yang kompleks atau tidak
memiliki bentuk respon yang khas, sehingga ukuran kualitas sulit ditentukan. Meskipun demikian,
untuk sistem orde tinggi yang ada dalam praktek (sistem yang ada di industri), umumnya memiliki
respon menyerupai atau dapat didekati dengan respon orde I dan II. Untuk sistem yang demikian
dapatlah dipandang sebagai sistem orde I atau II, sehingga ukuran kualitas sistem dapat diukur
dengan tolok ukur yang ada.

Kata Kunci : Respon, Sistem, Orde I, Orde II, Matlab

Abstract - The output responses of the first and second order systems, for the input of the Impulsa,
step, ramp and quadratic functions have a distinctive shape so that the quality of the response is easy
to measure (using existing benchmarks). In high order systems generally have a complex form of
response or do not have a specific form of response, so that quality measures are difficult to
determine. However, for high-order systems that exist in practice (systems that exist in the industry),
generally have responses that resemble or can be approached by responses of order I and II. For
such a system it can be seen as a system of order I or II, so that a measure of the quality of the system
can be measured by existing benchmarks.

Keywords: Response, System, Order I, Order II, Matlab

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Respon waktu sistem kendali terdiri dari respon transien dan steady state. Respon transient
adalah respon sistem yang berlangsung dari keadaan awal sampai keadaan akhir. Spesifikasi respon
transient adalah spesifikasi respon sistem yang diamati mulai saat terjadinya perubahan sinyal
input/gangguan/beban sampai respon masuk dalam keadaan steady state. Tolak ukur yang digunakan
untuk mengukur kualitas respon transient ini antara lain: rise time, delay time, peak time, setting time
dan %overshooot. Umumnya sistem kontrol tidak dapat merespon input atau gangguan secara instant
dan mengalami respon transient. Untuk itu karakteristik prestasi dinamik yang diinginkan dari suatu
sistem kontrol dan di-spesifikasi-kan dalam domain waktu. Spesifikasi dalam domain waktu,
lazimnya dilakukan dengan memberikan input sinyal step terhadap sistem kontrol. Responsnya
biasanya mengalami osilasi sebelum mencapai keadaan steady.
Respon output sistem orde 1 dan orde 2, untuk masukan fungsi implusa, step, ramp, dan
kuadratik memiliki bentuk yang khas sehingga mudah diukur kualitas responnya (menggunakan tolak
ukur yang ada). Pada sistem orde tinggi umunya memiliki bentuk respon yang kompleks atau tidak
memiliki bentuk respon yang khas, sehingga ukuran kualitas sulit ditentukan. Meskipun demikian,
untuk sistem orde tinggi yang ada dalam praktek (sistem yang ada di industry), umumnya memiliki
respon menyerupai atau dapat didekati dengan respon orde 1 dan orde 2. Untuk sistem yang demikian
dapatlah dipandang sebagai sistem orde 1 atau 2, sehingga ukuran kualitas sistem dapat diukur dengan
tolak ukur yang ada.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengenal dasar-dasar software MATLAB
2. Mengetahui fungsi alih model sistem orde 1 dan orde 2
3. Mampu menggunakan MATLAB untuk menghasilkan grafik respon transien sistem orde 1 dan
orde 2 dengan berbagai jenis input
4. Mengamati perfomansi sistem berdasarkan grafik respon transien dengan input unit step

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Modul


2.1.1 Software MATLAB
Matlab adalah program interaktif untuk komputasi numerik dan visualisasi data. Para ahli di
bidang control menggunakan matlab untuk analisa dan perancangan sistem control. Pada matlab,
disamping fungs-fungsi dasar, tersedia beberapa toolbox untuk keperluan aplikasi yang berbeda.
Berikut ini adalah dasar-dasar pengoperasian MATLAB:
a. VEKTOR
Setiap elemen vector ditulis diantara tanda kurung dan vector dapat diset sebagai variable
b. FUNGSI
Pada matlab dilengkapi fungsi-fungsi standard seperti sin, cos, exp, log, sqrt dan sebagainya.
Konstanta standard p (pi), dan i atau j untuk bilangan kompleks.
c. PLOT
Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat plot gelombang sinusoida sebagai fungsi
waktu, dapat dilakukan dengan: pertama membuat vector waktu t, kemudian menulisakan fungsi yang
diinginkan dan akhirnya melakukan proses plot.
d. MATRIK
Memasukan matrik dalam matlab, semudah menuliskan vector, dengan menambahkan titik
koma atau enter untuk memisahkan tiap baris matriks.
Selain itu matlab juga dilengkapi dengan Simulink, dimana pengguna dapat menggunakan blok-blok
yang sudah tersedia untuk membuat program.
2.1.2 Fungsi Alih Sistem
Dalam teori sistem kontrol, fungsi alih digunakan untuk mencirikan hubungan masukan dan
keluaran dari komponen/sistem yang dapat digambarkan dengan persamaan diferensial linier,
invarian waktu. Fungsi alih persamaan diferensial, invarian waktu suatu sistem didefinisikan sebagai
perbandingan antara Transformasi Laplace keluaran terhadap Transformasi Laplace masukan dengan
anggapan semua syarat awal nol.
L (keluaran )
Fungsi alih = G(s) =
L (masukan ) keadaan awal nol
Y(s) b0 s m + b1s m −1 + ... + bm −1s + bm
= =
X(s ) a0 s n + a1s n −1 + ... + an −1s + an

Dengan menggunakan konsep fungsi alih, sistem dinamik dapat dinyatakan dengan persamaan aljabar
dalam s. Jika pangkat tertinggi s dalam penyebut fungsi alih sama dengan n, maka sistem disebut
sistem orde ke-n.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Kegunaan konsep fungsi alih terbatas pada sistem linear persamaan diferensial, waktu tidak
berubah. Namun pendekatan fungsi alih digunakan secara meluas dalam analisis dan desain sistem.
Beberapa hal yang penting dalam fungsi alih adalah sebagai berikut:
• Fungsi alih sistem adalah model matematika yang merupakan metode operasional dari
pernyataan persamaan diferensial yang menghubungkan variabel keluaran dengan masukan.
• Fungsi alih sistem adalah sifat sistem tersebut sendiri, tidak tergantung dari besaran dan
sifat masukan.
• Fungsi alih tidak memberikan informasi mengenai struktur fisik sistem tersebut, atau atau
dapat dikatakan fungsi alih sistem yang secara fisik berbeda dapat identik.
• Jika fungsi alih sistem diketahui, keluaran dapat ditelaah untuk berbagai macam bentuk
masukan dengan pandangan terhadap pengertian akan sifat sistem tersebut.
• Jika fungsi alih sistem tidak diketahui, dapat diadakan secara percobaan dengan
menggunakan masukan yang diketahui dan menelaah keluaran sistem
2.1.3 Orde Sistem
Fungsi alih sebuah sistem didefinisikan sebagai
C ( s) a0 s m + a1s m −1 + ... + am (1.1)
=
R( s) b0 s n + b1s n −1 + .... + bn

Orde sistem dapat diketahui dengan melihat pangkat tertinggi s pada penyebut fungsi alih. Fungsi
alih dalam Persamaan (1.1) adalah sistem dengan orde n.
a. Sistem Orde Satu
Bentuk umum fungsi alih sistem orde satu dinyatakan sebagai berikut:

C ( s) K
= (2.2)
R( s) Ts + 1
Dimana T adalah konstanta waktu dan K merupakan penguatan sistem. Kedua parameter ini
menggambarkan perilaku sistem orde satu. Konstanta waktu T berhubungan langsung dengan waktu
penetapan (settling time) yaitu ts = 4T (menggunakan kriteria toleransi 2 %). Sedangkan penguatan K
menyatakan perbandingan antara tanggapan mantap (steady state) sistem dengan sinyal masukan
berupa sinyal unit step.
Dalam merealisasikan sistem orde satu tersebut maka perlu dipilih suatu konfigurasi komputer analog
yang mengakibatkan kedua parameter, T dan K, dapat diubah-ubah. Perubahan tersebut tergantung
pada performansi sistem yang dikehendaki dan perubahan komponen rangkaian yang mewakili besar
dari parameter-parameter tersebut tidak saling berpengaruh. Respons unit step sistem orde 1 dapat
dilihat dalam Gambar 1.1.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
C(t)
slope = 1/T
C(t) = 1 - e-t/T
0,95
0,865

0,632

0 T 2T 3T 4T
t

Gambar 1.1 Respons Unit Step Sistem Orde Satu.


b. Sistem Orde Dua
Bentuk umum fungsi alih sistem orde dua adalah
K n
2
C ( s)
= 2 (8.3)
R( s) s + 2n s +  n 2

dengan,

n = frekuensi alamiah tidak teredam


 = rasio peredaman sistem

K = penguatan sistem
Perilaku dinamik sistem orde dua dapat digambarkan dengan suku 2 paramater  n dan  . Jika

0<  <1, kutub loop tertutup merupakan sekawan kompleks dan berada pada sebelah kiri bidang s
dan memiliki overshoot, dalam hal ini sistem dikatakan dalam keadaan teredam kurang. Jika  =1
maka sistem dikatakan teredam kritis. Jika  >1 sistem dikatakan teredam lebih. Tanggapan transien
sistem teredam kritis dan teredam lebih tidak memiliki overshoot. Jika  =0, tanggapan transien akan
berosilasi terus (tidak berhenti).
A. Teredam kurang/Underdamped (0<  <1)
Fungsi alih didefinisikan sebagai berikut:
C ( s) n 2

= (1.4)
R( s ) ( s + n + j d )( s + n − j d )

dengan ωd=ωn√1-2. Frekuensi  d disebut frekuensi alamiah teredam. Untuk masukan unit step, C(s)

dapat dituliskan
 n2
C ( s) = 2 (1.5)
( s + 2n s +  n2 ) s
Apabila rasio redaman  sama dengan nol, tanggapan menjadi tak teredam dan berosilasi terus
menerus untuk waktu yang tak tentu. Tanggapan c(t) untuk kasus redaman nol
c(t)=1-cosωnt (t0) (1.6)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Jadi, dari Persamaan (1.6), dapat dilihat bahwa ωn menyatakan frekuensi alamiah tak teredam sistem.
Oleh karena itu, frekuensi alamiah tak teredam ωn menunjukkan sistem akan berosilasi apabila
redaman diperkecil menjadi nol.
B. Teredam kritis/Criticaldamped (  =1)
Apabila dua kutub C(s)/R(s) hampir sama, maka sistem dapat didekati dengan bentuk teredam
kritis. Untuk masukan unit step, maka:
 n2
C (s) = (1.7)
(s + n )2 s
dalam bentuk fungsi waktu adalah

c(t ) = 1 − e− n t (1 +  nt ) (1.8)

C. Teredam lebih/Overdamped (  >1)


Untuk masukan unit step, C(s) ditulis dalam Persamaan 1.7:

n 2
C ( s) = (1.9)
( s + n +  n  2 − 1)( s + n −  n  2 − 1) s
dalam fungsi waktu
n e − s1t e − s2t
c(t ) = 1 + ( − ) (t  0 ) (1.10)
2  2 − 1 s1 s2

dengan

s1 = ( +  2 − 1) n dan s 2 = ( −  2 − 1) n

2.1.4 Respon Transien


Respon transien diperoleh ketika suatu sistem diberi masukan suatu unit step dan diamati
keluaran (respon) ketika respon mulai menunjukkan nilai menuju steady state. Dalam menentukan
karakteristik respons transien suatu sistem kontrol terhadap masukan unit step, dicari parameter-
parameter (performansi sistem) untuk orde 2 sebagai berikut:
1. Waktu penetapan (Settling Time), ts : merupakan waktu yang diperlukan kurva respons untuk
mencapai dan menetap dalam daerah di sekitar nilai akhir yang ukurannya ditentukan dengan
prosentase mutlak dari nilai akhir (biasanya 5 % atau 2 %). Waktu penetapan ini dikaitkan dengan
konstanta waktu terbesar dari sistem kontrol. Kriteria prosentase kesalahan yang akan digunakan
ditentukan dari sasaran disain.
2. Waktu tunda (Delay Time ), td : merupakan waktu yang diperlukan respons untuk mencapai
setengah nilai akhir pada saat lonjakan yang pertama kali.
3. Waktu naik (Rise Time ), tr : merupakan waktu yang diperlukan respons untuk naik dari 10 sampai
90 %, 5 sampai 95 % atau 0 sampai 100 % dari nilai akhir. Untuk sistem orde dua redaman kurang

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
(Underdamped) digunakan waktu naik 0-100 %, dan untuk sistem redaman lebih (Overdamped)
digunakan waktu naik 10-90 %.
4. Waktu puncak (Peak Time), tp : merupakan waktu yang diperlukan respons untuk mencapai puncak
lewatan (lonjakan maksimal) yang pertama kali.
5. Lewatan maksimum (Maximum Overshoot), Mp : merupakan nilai puncak maksimum kurva
respons yang diukur dari satu. Jika nilai keadaan mantap respons tidak sama dengan satu, maka dapat
digunakan persen lewatan maksimum.
Gambar 1.2 menunjukkan kurva respons sistem orde dua kurang teredam (underdamped)
dengan masukan unit step.

c(t)
Mp
1
Toleransi yang diperbolehkan
0,05
atau
0,02
td
0,5

tr
0 t
tp
ts

Gambar 1.2 Kurva Respons Sistem Orde Dua Underdamped dengan Masukan Unit Step.
Gambar 1.3 menunjukkan kurva respons sistem orde dua terlalu teredam (overdamped) dengan
masukan unit step.

c(t)

1
0,9
0,05
atau
0,02
Toleransi yang diperbolehkan
td
0,5

0,1
0 t
tr
ts

Gambar 1.3 Kurva Respons Sistem Orde Dua Overdamped dengan Masukan Unit Step.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Sedangkan parameter performansi untuk sistem orde 1 adalah T (time constant), Ts (settling time)
C(t)
slope = 1/T
C(t) = 1 - e-t/T
0,95
0,865

0,632

0 T 2T 3T 4T
t

Gambar 1.4 Respon transien sistem orde 1

Dimana:
T adalah waktu saat respon mencapai 63,2% dari nilai akhir
Ts adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai steady state (toleransi 2%)
2.2. Teori Tambahan
TEORI TAMBAHAN
Klasifikasi Respon Sistem
Berdasarkan sinyal bentuk sinyal uji yang digunakan, karakteristik respon sistem dapat
diklasifikasikan atas dua macam, yaitu:
• Karakteristik Respon Waktu(Time Respons), adalah karakteristik respon yang spesifikasi
performansinya didasarkan pada pengamatan bentuk respon output sistem terhadap berubahnya
waktu. Secara umum spesifikasi performansi respon waktu dapat dibagi atas dua tahapan
pengamatan, yaitu;
✓ Spesifikasi Respon Transient, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati mulai saat
terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban sampai respon masuk dalam keadaan steady
state. Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon transient ini antara lain;
rise time, delay time, peak time, settling time, dan %overshoot.
✓ Spesifikasi Respon Steady State, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati mulai saat
respon masuk dalam keadaan steady state sampai waktu tak terbatas. Tolok ukur yang digunakan
untuk mengukur kualitas respon steady state ini antara lain; %eror steady state baik untuk
eror posisi, eror kecepatan maupun eror percepatan.
• Karakteristik Respon Frekuensi (Frequency Respons), adalah karakteristik respon yang
spesifikasi performansinya didasarkan pengamatan magnitude dan sudut fase dari
penguatan/gain (output/input) sistem untuk masukan sinyal sinus (A sin wt), pada rentang
frekuensi ω = 0 s/d ω = . Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon frekuensi
ini antara lain; Frequency Gain Cross Over, Frequency Phase Cross Over, Frequency Cut-
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Off (filter), Frequency Band-Width (filter), Gain Margin, Phase Margin, Slew-Rate Gain dan
lain-lain.
Spesifikasi Respon Step Sistem Orde I
Spesifikasi respon step sistem orde I dapat dinyatakan dalam dua macam spesifikasi yaitu:
spesifikasi respon transient (0 < t < 5Ts) dan spesifikasi respon steady state (t > 5Ts) yang di
ukur melalui %eror posisi pada keadaan tunak (steady state).
Secara umum respon step sistem orde I dapat di gambarkan sebagai berikut:

Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde I


Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim digunakan, antara
lain.:
Time Constan (t) : Ukuran waktu yang menyatakan kecepatan respon, yang di ukur mulai t =
0 s/d respon mencapai 63,2% (e- 1x100%) dari respon steady state.
Rise Time (TR) : Ukuran waktu yang menyatakan keberadaan suatu respon, yang di ukur mulai
respon 5% s/d 95% dari respon steady state (dapat pula 10% s/d 90%).
TR = t Ln 19 (5%–95%), atau TR = t Ln 9 (10%-90%)
Settling Time (TS): Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk ±5%
atau ±2% atau ±0,5% dari respon steady state.
Ts(± 5%) = 3t ; Ts(± 2%) = 4t atau Ts(± 0,5%) = 5t
Delay Time (TD): Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon output terhadap
input, di ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50% dari respon steady state.
TD = t Ln2

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde I
Spesifikasi respon steady state di ukur melalui %eror posisi pada keadaan tunak:

Respon Step Sistem Orde II


Suatu sistem orde II, dapat digambarkan sebagai berikut:

Transfer Function (TF) sistem dapat dituliskan sebagai:

A
Untuk masukan x(t) = Am(t) atau X(s) = /S, maka output sistem dalam fungsi s dapat
dituliskan sebagai berikut:

Tampak bahwa sifat dua akar karakteristik sistem s2 dan s3 tergantung pada
harga ξ, di mana;
Ø jika ξ >1 kedua akar berharga real dan berbeda, disebut sebagai sistem over-
damped;
Ø jika ξ =1 kedua akar berharga real dan sama, disebut sebagai sistem critically-
damped;
Ø jika ξ <1 kedua akar merupakan konjugasi kompleks, disebut sebagai sistem
under-damped;

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat & Bahan
PC yang sudah terinstal software Matlab

3.2 Langkah Percobaan


3.2.1. Dasar MATLAB
1. Buka software MATLAB
2. Pada Command Window, buatlah program sebagai berikut:
Script program Hasil
• untuk membuat matriks 123
dengan nama ‘A’ 456
A=[1 2 3; 4 5 6; 7 8 9] 789
Klik ‘enter’
• untuk membuat matriks 111
dengan nama ‘B’ 222
B=[1 1 1; 2 2 2; 3 3 3] 333
Klik ‘enter’
• untuk membuat matriks 12
dengan nama ‘C’ 34
C=[1 2; 3 4]
Klik ‘enter’
• trans_A = transpose matriks A, 147
berdasarkan matriks A yang dibuat 258
sebelumnya 369
trans_A=A’
Klik ‘enter’
• inv_A = invers matriks A, 0,3153 -0,635 -0,3153
berdasarkan matriks A yang dibuat -0,6305 1,2610 -0,6305
sebelumnya 0,3153 -0,5305 0,3152
inv_A=inv(A)
Klik ‘enter’
• operasi penjumlahan 234
Z=A+B 678
Klik ‘enter’ 10 11 -12

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
• operasi penjumlahan Apakah script program dapat
Y=A+C berjalan?
Klik ‘enter’ Berikan alasan
Matrix dimension must agree
Dikarenakan ukuran matriks A dan C
berbeda
• operasi perkalian 14 14 14
Y=A*B 32 32 32
Klik ‘enter’ 50 50 50
• komponen matriks dapat A(2,1) memberikan hasil 4
diperoleh dengan mengetik variabel A(3,3) memberikan hasil 9
matriks diikuti dengan A(:,2) memberikan hasil
‘(baris,kolom)’ 2
misal : A(2,1) 5
8
B(1,:) memberikan hasil 1 1 1
• menghapus variabel pada Clc berfungsi untuk
workspace dan command window Menghapus command
clc Clear all berfungsi untuk
Klik ‘enter’ Menghapus semua termasuk
Clear all workspace
Klik ‘enter’

3. Bukalah ‘Editor’ dengan cara Home → New → Script


Editor adalah tempat dimana kita dapat menuliskan script seperti di command window, bedanya
script program pada editor dapat disimpan sebagai file dengan ekstensi .m
Hasil running program yang tertulis pada editor (mfile) akan ditampilkan pada command window.
Pada praktikum ini akan dibuat plot diagram dengan menggunakan MATLAB mfile editor.
4. Ketik program 1 sebagai berikut:

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Warna, jenis, dan ketebalan garis pada grafik juga dapat diatur, misal:
plot(t,y,'--gx','LineWidth',2) → artinya plot t terhadap y, dengan garis putus-putus (--), warna hijau
(g), marker x pada tiap poinnya (x), dengan ketebalan garis adalah 2.

NB: anda juga dapat memperoleh informasi syntax matlab dengan cara ketik help ‘nama syntax’ pada
command window, misal anda ingin tahu penjelasan ‘plot’, maka ketik help plot pada command
window, klik enter.
5. Simpan program yang telah dibuat
6. Jalankan/ run program 1 dengan cara klik menu Editor → Run

7. Plot program 1 dan sertakan hasil plot pada laporan praktikum anda.

4.1 Sistem Orde 1


Sistem orde 1 yang dipakai pada praktikum ini adalah rangkain RC seri.

1. Menentukan fungsi alih sistem orde 1


Berdasarkan gambar rangkaian RC seri, maka dapat dicari fungsi alih dengan menurunkan model
matematis:
𝑣1 = 𝑣2 + 𝑣3
𝑖1 = 𝑖2 = 𝑖3 = 𝑖
𝑣2 = 𝑅𝑖
1
𝑣3 = ∫ 𝑖𝑑𝑡
𝐶
Substitusi 𝑣2 dan 𝑣3 ke persamaan 𝑣1 = 𝑣2 + 𝑣3 , diperoleh:
1
𝑣1 = 𝑅𝑖 + ∫ 𝑖𝑑𝑡
𝐶
Persamaan di atas diubah ke bentuk laplace, menjadi:
1
𝑉1 (𝑠) = 𝑅𝐼(𝑠) + 𝐼(𝑠)
𝐶𝑠
Kemudian mencari nilai V3 dengan mengubah persamaan 𝑣3 ke bentuk laplace:

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
1
𝑉3 (𝑠) = 𝐼(𝑠)
𝐶𝑠
Fungsi alih adalah perbandingan output terhadap input dalam bentuk laplace. Karena V3 adalah output
dan V1 adalah input, maka diperoleh fungsi alih untuk rangkaian RC adalah:
1
𝑉3 (𝑠) 𝐼(𝑠)
= 𝐶𝑠
𝑉1 (𝑠) (𝑅 + 1 ) 𝐼(𝑠)
𝐶𝑠
1
𝑉3 (𝑠) 𝐶𝑠
=
𝑉1 (𝑠) 𝑅 + 1
𝐶𝑠
𝑉3 (𝑠) 1
=
𝑉1 (𝑠) 𝑅𝐶𝑠 + 1
Nilai R dan C sesuai dengan nilai tahanan dan kapasitansi komponen.
2. Membuat plot respon transien sistem orde 1 dengan mfile MATLAB dengan input impulse
untuk berbagai nilai R dan C.
a. Plot 1.1: Respon transien sistem orde 1 dengan input impuls untuk nilai R=20 ohm dan C=0.01
F
• Buat program pada mfile seperti berikut:

• Jalankan program dan amati hasil plot.


• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai R dan C.
b. Plot 1.2: Respon transien sistem orde 1 dengan input impuls untuk nilai R=100 ohm dan C=0.1
F.
• Dengan program yang sama seperti plot 1.1, ganti nilai R dan C.
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai R dan C.
c. Analisis kedua hasil plot, bandingkan, dan berikan kesimpulan.
3. Membuat plot respon transien sistem orde 1 dengan mfile MATLAB dengan input step untuk
berbagai nilai R dan C.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
a. Plot 1.3: Respon transien sistem orde 1 dengan input step untuk nilai R=20 ohm dan C=0.01 F
• Buat program pada mfile seperti berikut:

• Jalankan program dan amati hasil plot.


• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai R dan C.
• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 1 pada plot tersebut
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot
Kriteria Nilai
Performansi
T (time constant) 0,203
Ts (settling time) 0,782
Nilai akhir 1

b. Plot 1.4: Respon transien sistem orde 1 dengan input step untuk nilai R=100 ohm dan C=0.1 F.
• Dengan program yang sama seperti plot 1.3, ganti nilai R dan C.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai R dan C.
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 1 pada plot tersebut
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot
Kriteria Nilai
Performansi
T (time constant) 10,1
Ts (settling time) 39,1
Nilai akhir 1

c. Bandingkan performansi kedua hasil plot, berikan kesimpulan.

4. Membuat plot respon transien orde 1 dengan menggunakan Simulink MATLAB

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
• Buka simulink dengan cara: klik pada menu Home → New → Simulink Model
• Klik ‘Library Browser’ untuk membuka library blok-blok pada simulink.

• Buat blok seperti berikut:

Keterangan:
- blok ‘Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter: Step, untuk
mengganti parameter blok. Parameter yang diubah adalah step time=0.
- blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter
sesuai dengan numerator dan denumerator.
- blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sinks. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Cara menambah port input scope adalah klik kanan scope → signals & ports
→ number of input ports
• Pada command window, deklarasikan nilai R=20 dan C=0.01
• Jalankan simulink dengan klik tombol ‘Run’

• Double click pada scope untuk melihat hasil plot, plot ini diberi nama plot 1.5
• Sertakan hasil plot pada laporan anda dan berikan kesimpulan terhadap hasil plot

4.2 Sistem Orde 2


Pada praktikum ini, sistem orde 2 yang digunakan adalah sistem pegas massa.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Sebuah balok tergantung pada pegas dengan sistem peredam berupa
liquid damper. Diketahui massa balok adalah m, konstanta pegas
adalah k, dan konstanta redaman adalah b.
Diberikan gaya u sehingga posisi balok berpindah sebesar y dari titik
kesetimbangannya.

1. Menentukan fungsi alih sistem orde 2


Diketahui:
u(t) = gaya yang diberikan pada balok (N)
y(t) = perpindahan balok terhadap titik kesetimbangan (m)
m = massa balok
k = konstanta pegas
b = konstanta redaman
Kondisi mula : y(0) = 𝑦̇ (0) = 0

Gaya total = Gaya pada balok + Gaya pegas + Gaya redaman


𝑢 = 𝑚𝑎 + 𝑏𝑣 + 𝑘𝑦
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
𝑢=𝑚 2
+𝑏 + 𝑘𝑦
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
𝑢(𝑡) = 𝑚 2
+𝑏 + 𝑘𝑦(𝑡)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
ℒ{𝑢(𝑡)} = ℒ{𝑚 2
+𝑏 + 𝑘𝑦(𝑡)}
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑈(𝑠) = 𝑚{𝑠 2 𝑌(𝑠) − 𝑠𝑦(0) − 𝑦̇ (0)} + 𝑏{𝑠𝑌(𝑠) − 𝑦(0)} + 𝑘𝑌(𝑠)
Karena y(0) = 𝑦̇ (0) = 0, maka:
𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠 2 𝑌(𝑠) + 𝑏𝑠𝑌(𝑠) + 𝑘𝑌(𝑠)
𝑈(𝑠) = (𝑚𝑠 2 + 𝑏𝑠 + 𝑘)𝑌(𝑠)
Sehingga, didapatkan bentuk fungsi alih:
𝑌(𝑠) 1
𝐺(𝑠) = = 2
𝑈(𝑠) 𝑚𝑠 + 𝑏𝑠 + 𝑘
2. Membuat plot respon transien sistem orde 2 dengan mfile MATLAB
a. Plot 1.6: Respon transien sistem orde 2 dengan input impuls untuk nilai m=2 kg, k=1.25 N/m,
dan b=1.5 Ns/m
• Buat program pada mfile seperti berikut:

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

• Jalankan program dan amati hasil plot.


• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai parameter m, k, dan b.
b. Plot 1.7: Respon transien sistem orde 1 dengan input impuls untuk nilai m=2 kg, k=1.25 N/m,
dan b=3 Ns/m
• Dengan program yang sama seperti plot 8.6, ganti nilai m, k, dan b.
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai parameter m, k, dan b.
c. Analisis kedua hasil plot, bandingkan, dan berikan kesimpulan.
3. Membuat plot respon transien sistem orde 2 dengan mfile MATLAB dengan input step untuk
berbagai nilai parameter.
a. Plot 1.8: Respon transien sistem orde 2 dengan input impuls untuk nilai m=2 kg, k=1.25 N/m,
dan b=1.5 Ns/m
• Buat program pada mfile seperti berikut:
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai parameter m, k, dan b.

b=1.5;

• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 2 pada plot tersebut (tuliskan ts, td, tr, tp,
Mp, dan berapa error steady statenya pada gambar)
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Kriteria Performansi Nilai/ keterangan
ts (settling time) 10,8
td (delay time) 1,62
tr (rise time) 2,01
tp (peak time) 4,6
% Mp (max overshoot) 18,4
ess (error steady state) 0,8
Redaman sistem (overdamped/ Underdamped
underdamped/ critically damped)

b. Plot 1.9: Respon transien sistem orde 2 dengan input impuls untuk nilai m=2 kg, k=10 N/m,
dan b=10 Ns/m.
• Dengan program yang sama seperti plot 1.8, ganti nilai parameternya.
• Tuliskan fungsi alihnya sesuai nilai parameter.
• Jalankan program dan amati hasil plot.
• Berikan keterangan analisis performansi sistem orde 2 pada plot tersebut (tuliskan ts, td, tr, tp,
Mp, dan berapa error steady statenya pada gambar)
• Lengkapi tabel performansi berikut sesuai grafik hasil plot
Kriteria Performansi Nilai/ keterangan
ts (settling time) 3,18
td (delay time) 0,816
tr (rise time) 1,77
tp (peak time) 20
% Mp (max overshoot) 0
ess (error steady state) 0,1
Redaman sistem (overdamped/ critically damped
underdamped/ critically damped)

c. Bandingkan performansi kedua hasil plot, berikan kesimpulan.

4. Membuat plot respon transien sistem orde 2 dengan Simulink MATLAB


• Buka simulink dengan cara: klik pada menu Home → New → Simulink Model
• Klik ‘Library Browser’ untuk membuka library blok-blok pada simulink.
• Buat blok seperti berikut:

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Keterangan:
- blok ‘Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter: Step, untuk
mengganti parameter blok. Parameter yang diubah adalah step time=0.
- blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter
sesuai dengan numerator dan denumerator.
- blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sinks. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Cara menambah port input scope adalah klik kanan scope → signals & ports
→ number of input ports
• Pada command window, deklarasikan nilai m=2 kg, k=10 N/m, dan b=4 Ns/m
• Jalankan simulink dengan klik tombol ‘Run’
• Double click pada scope untuk melihat hasil plot, plot ini diberi nama plot 1.10
• Sertakan hasil plot pada laporan anda dan berikan kesimpulan terhadap hasil plot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB IV
HASIL & ANALISA
4.1 Grafik & Program
Program 1

t=-pi:pi/10:pi

y=sin (t);

plot(t,y);

title('Grafik Sinus');

xlabel('t');

ylabel('y');

legend('y=sin(t)');

Dari grafik yang telah didapatkan praktikan dapat mengerti bahwa dengan memasukkan nilai
t= -pi:pi/10:pi dan y= sin (t) maka kita dapat membentuk grafik sinus dengan menggunakan fungsi
plot pada MATLAB. Kita juga dapat memberi judul pada bagian atas grafik dengan menggunakan
fungsi title, atau kita juga bisa memberi label pada setiap sumbu, misalnya pada program ini sumbu
x diberi label t dan sumbu y diberi label y. Selain itu kita juga bisa memberi legend pada grafik yang
dapat menjadi keterangan untuk grafik.

Program 1 Warna

t=-pi:pi/10:pi

y=sin (t);

plot(t,y);

title('Grafik sinus');

xlabel('

ylabel('y');

legend('y=sin(t)');

plot(t,y,'--gx','LineWidth',1)

Grafik untuk program ini sama halnya dengan grafik pada program sebelumnya, yaitu jika kita
memasukkan nilai t= -pi:pi/10:pi dan y= sin (t) maka akan terbentuk grafik sinus. Kita dapat memberi
judul pada grafik menggunakan fungsi title, atau memberi label pada setiap sumbu, dan dapat
memberi legend pada grafik. Yang membedakan program ini dan program sebelumnya terdapat pada

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
fungsi plotnya, pada program ini fungsi plotnya yaitu plot(t,y,'--gx','LineWidth',1), artinya plot t
terhadap y, dengan garis putus-putus (--), warna hijau/green (g), marker x pada tiap poinnya (x),
dengan ketebalan garis adalah 1.

Plot 1.1

R= 20;

C=0.01;

num=[0 1];

denum=[R*C 1];

v=tf(num,denum)

impulse (v);

ylabel('V3 (volt)');

grid on

Dengan memasukkan program plot 1.1 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas. Dimana parameternya adalah R dan C, dengan nilai R = 20 dan nilai
C = 0.01. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus
𝑉3 (𝑠) 1
= 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan
𝑉1 (𝑠)

fungsi num dan denum, dengan num=[0 1]; merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan
penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada
program yaitu v=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita lihat bahwa ketika impulse mencapai 5 volt
maka akan mengalami penurun kembali ke 0 volt dalam waktu 1.2 detik. Setelah menjalankan
1
program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 0.2𝑠+1

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Plot 1.2

R= 100;

C=0.1;

num=[0 1];

denum=[R*C 1];

v=tf(num,denum)

impulse (v);

ylabel('V3 (volt)');

grid on

Dengan memasukkan program plot 1.2 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas dengan menggunakan fungsi impulse (v);. Dimana parameternya
adalah R dan C, dengan nilai R = 100 dan nilai C = 0.1. Adapun parameter ini yang nantinya akan
𝑉3 (𝑠) 1
masuk kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut
𝑉1 (𝑠)

kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 1];
merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort
functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu v=tf(num,denum).
Dari grafik dapat kita lihat bahwa ketika impulse mencapai 0.1 volt maka akan mengalami penurun
kembali ke 0 volt dalam waktu 60 detik. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi
1
alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 10𝑠+1

Plot 1.3

R= 20;

C=0.01;

num=[0 1];

denum=[R*C 1];

v=tf(num,denum)

step (v);

ylabel('V3 (volt)');

grid on

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Kriteria Performansi Nilai


T (time constant) 0,203
Ts (settling time) 0,782
Nilai akhir 1

Dengan memasukkan program plot 1.3 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step (v);. Dimana parameternya adalah R
dan C, dengan nilai R = 20 dan nilai C = 0.01. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk
𝑉3 (𝑠) 1
kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut
𝑉1 (𝑠)

kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 1];
merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort
functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu v=tf(num,denum).
Dari grafik dapat kita lihat bahwa untuk mencapai step 1 volt memerlukan waktu 1.2 detik kemudian
hingga 1.8 detik output V3 akan cencerung konstan. Setelah menjalankan program pada MATLAB
1
maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 0.2𝑠+1

Plot 1.4

R= 100;

C=0.1;

num=[0 1];

denum=[R*C 1];

v=tf(num,denum)

step (v);

ylabel('V3 (volt)');

grid on

Kriteria Performansi Nilai


T (time constant) 10,1
Ts (settling time) 39,1
Nilai akhir 1

Dengan memasukkan program plot 1.4 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step (v);. Dimana parameternya adalah R
dan C, dengan nilai R = 100 dan nilai C = 0.1. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
𝑉3 (𝑠) 1
kedalam fungsi alih yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 cara untuk memasukkan rumus tersebut
𝑉1 (𝑠)

kedalam MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 1];
merupakan pembilang dan denum=[R*C 1]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort
functionnya kita hanya perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu v=tf(num,denum).
Dari grafik dapat kita lihat bahwa untuk mencapai step 1 volt memerlukan waktu 50 detik kemudian
hingga detik 90 output V3 akan cencerung konstan. Setelah menjalankan program pada MATLAB
1
maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑣 = 10𝑠+1

Plot 1.5

Paktikan hanya perlu mencari blok yang sesuai untuk mendapatkan grafik yang di inginkan.
Grafik di atas merupakan grafik step response sama halnya dengan grafik plot 1.3. Untuk
mendapatkan grafik tersebut hal pertama yang praktikan lakukan adalah mencari blok step, blok
1
transfer function dengan fungsi , dan scope pada SIMULINK library browser. Setelah itu pada
𝑠+1

blok step praktikan mengatur step time menjadi 0 dan selanjutnya untuk blok transfer function,
praktikan memasukkan nilai num [0 1] dan denum [0.2 1] yang telah didapatkan dari fungsi alih plot
𝑉3 (𝑠) 1
1.3, yaitu dengan rumus = 𝑅𝐶𝑠+1 , dimana R = 20 dan C = 0.01. Dari grafik di atas dapat dilihat
𝑉1 (𝑠)

bahwa untuk mencapai step 1 membutuhkan waktu 1 detik kemudian hingga detik 3 nilai step akan
konstan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Plot 1.6

m=2;

k=1.25;

b=1.5;

num=[0 0 1];

denum=[m b k];

sys=tf(num,denum)

impulse(sys,20);

ylabel('simpangan y(meter)');

grid on

Dengan memasukkan program plot 1.6 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas dengan menggunakan fungsi impulse(sys,20); dengan (sys,20) berarti
plot response hingga t=20 . Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai
m = 2, b = 1.5 dan nilai k = 1.25. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi
𝑌(𝑠) 1
alih yaitu dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam

MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan
pembilang dan denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya
perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita
lihat bahwa respon akan mencapai puncak yaitu 0.35 meter dalam waktu kurang lebih 1.8 detik
kemudian akan menurun hingga kurang lebih - 0.07 meter. Pada detik 6 akan kembali naik namun
nilainya akan konstan di 0 hingga detik 20. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka
1
fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑠𝑦𝑠 = 2𝑠2 +1.5𝑠+1.25

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Plot 1.7

m=2;

k=1.25;

b=3;

num=[0 0 1];

denum=[m b k];

sys=tf(num,denum)

impulse(sys,20);

ylabel('simpangan y(meter)');

grid on

Dengan memasukkan program plot 1.7 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
impulse response seperti diatas dengan menggunakan fungsi impulse(sys,20); dengan (sys,20) berarti
plot response hingga t=20 . Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai
m = 2, b = 3 dan nilai k = 1.25. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih
𝑌(𝑠) 1
yaitu dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam

MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan
pembilang dan denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya
perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita
lihat bahwa respon akan mencapai puncak kurang lebih 0.25 meter dalam waktu kurang lebih 1.8
detik kemudian akan menurun hingga 0 meter pada detik 8 dan akan terus konstan hingga t=20.
Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑠𝑦𝑠 =
1
2𝑠2 +3𝑠+1.25

Plot 1.8
m=2;

k=1.25;

b=1.5;

num=[0 0 1];

denum=[m b k];

sys=tf(num,denum)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
step(sys,20);

ylabel('simpangan y(meter)');

grid on

Kriteria Performansi Nilai/ keterangan

ts (settling time) 10,8

td (delay time) 1,62

tr (rise time) 2,01

tp (peak time) 4,6

% Mp (max overshoot) 18,4

ess (error steady state) 1-0,8=0,2

Redaman sistem (overdamped/ under damped


underdamped/ critically damped)

Dengan memasukkan program plot 1.8 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step(sys,20); dengan (sys,20) berarti plot
response hingga t=20. Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai m =
2, b = 1.5 dan nilai k = 1.25. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih
𝑌(𝑠) 1
yaitu dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam

MATLAB yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan
pembilang dan denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya
perlu untuk menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita
lihat bahwa respon akan mencapai puncak kurang lebih 0.95 meter dalam waktu kurang lebih 4.5
detik kemudian akan menurun hingga kurang lebih 0.78 meter pada detik 7.8 dan akan terus konstan
hingga t=20. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah
1
𝑠𝑦𝑠 = 2𝑠2 +1.5𝑠+1.25

Plot 1.9

k=10;

b=10;

num=[0 0 1];

denum=[m b k];

sys=tf(num,denum)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
step(sys,20);

ylabel('simpangan y(meter)');

grid on

Kriteria Performansi Nilai/ keterangan


ts (settling time) 3,18
td (delay time) 0,816
tr (rise time) 1,77
tp (peak time) 20
% Mp (max overshoot) 0
ess (error steady state) 1-0,1=0,9
Redaman sistem (overdamped/ 0ver damped
underdamped/ critically damped)

Dengan memasukkan program plot 1.9 pada MATLAB maka kita akan mendapatkan grafik
step response seperti diatas dengan menggunakan fungsi step(sys,20); dengan (sys,20) berarti plot
response hingga t=20. Dimana untuk program ini parameternya adalah m, b dan k, dengan nilai m =
2, b = 10 dan nilai k = 10. Adapun parameter ini yang nantinya akan masuk kedalam fungsi alih yaitu
𝑌(𝑠) 1
dengan rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 cara untuk memasukkan rumus tersebut kedalam MATLAB

yaitu dengan menggunakan fungsi num dan denum, dengan num=[0 0 1]; merupakan pembilang dan
denum=[m b k]; merupakan penyebut. Untuk membuat resort functionnya kita hanya perlu untuk
menggunakan fungsi tf pada program yaitu sys=tf(num,denum). Dari grafik dapat kita lihat bahwa
respon akan mencapai puncak 0.1 meter dalam waktu 4 detik kemudian akan terus konstan hingga
t=20. Setelah menjalankan program pada MATLAB maka fungsi alih yang didapatkan adalah 𝑠𝑦𝑠 =
1
2𝑠2 +10𝑠+10

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Plot 1.10

Praktikan hanya perlu mencari blok yang sesuai untuk mendapatkan grafik yang di inginkan.
Grafik di atas merupakan grafik step response sama halnya dengan grafik plot 1.9. Untuk
mendapatkan grafik tersebut hal pertama yang praktikan lakukan adalah mencari blok step, blok
1
transfer function dengan fungsi , dan scope pada SIMULINK library browser. Setelah itu pada
𝑠+1

blok step praktikan mengatur step time menjadi 0 dan selanjutnya untuk blok transfer function,
praktikan memasukkan nilai num [0 1] dan denum [2 4 10] yang dimana merupakan nilai m, b dan k,
𝑌(𝑠) 1 1
kemudian dari rumus 𝐺(𝑠) = 𝑈(𝑠) = 𝑚𝑠2 +𝑏𝑠+𝑘 akan didapatkan fungsi alih = 2𝑠2 +4𝑠+10 . Dari grafik

di atas dapat dilihat bahwa awal respon berada pada 0.5 kemudian akan menurun hingga kurang lebih
– 0.09 pada detik 1 dan akan kembali naik hingga 0.1 pada detik 2 dan akan terus konstan hingga
detik 10.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.2 Tugas Akhir

1. Jelaskan pengertian fungsi alih dan bagaimana cara memperoleh fungsi alih!
2. Jelaskan apa yang dimaksud orde sistem!
3. Jelaskan pentingnya menganalisis performansi sistem!
4. Mengapa plot 1.8 dan 1.9 menghasilkan grafik respon sistem yang berbeda? Kriteria
performansi apa yang menyebabkan keduanya berbeda? Jelaskan!
5. Sebutkan contoh sistem yang memiliki orde 2, selain sistem pegas dengan redaman (minimal
3)!

Jawab
1. * Fungsi alih (Transfer Function) adalah perbandingan kendali, yakni perbandingan antara
keluaran suatu sistem pengendalian terhadap masuknya
Fungsi alih itu diperoleh dari plant
SetPoint → Plant → Respon (Is)
Input (Hs) (Gs) Output
𝐻𝑠
*Cara memperolehnya: , yaitu transfer function samadengan respon dibagi dengan setpoint
𝐼𝑠

2. Orde sistem adalah pangkat tertinggi dari suatu sistem


3. Kita dapat mengetahui redaman dari sistem, apakah sistem ini overdamp, underdamp atau
criticallydamp. Dengan mengetahui perfomansi ini, maka akan lebih mudah bacanya,
membandingkan dan menganalisis grafik respon sistem
4. Karena pada plot 1.8 merupakan underdamped sedangkan pada plot 1.9 adalah overdamped.
Underdamped adalah respon yang dihasilkan untuk menghasilkan suatu overshoot dan diikuti
dengan osilasi. Overdamped adalah respon output sistem melewati nilai inputannya naik keatas
tetapi tidak melewati batas stabil sistem.
5. Sistem suspensi pada kendaraan

Timbangan

Trampolin

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

• Respon Transient adalah sistem yang berlangsung dari keadaan awal hingga keadaan
akhir, dengan metode Orde 1 maupun Orde 2 dapat diketahui bahwa pada Orde 1
memiliki keluaran unit step demikian dan Orde 2 bisa mengetahui overdamped dan
underdamped.
• Pada plot 1.1 – 1.5 adalah sistem orde 1
• Pada plot 1.6 – 1.10 adalah sistem orde 2
• Pada plot 1.3 dan 1.4 melihat karakteristik performasi orde 1 pada grafik
• Pada plot 1.8 dan 1.9 melihat karakteristik performasi orde 2 pada grafik
• Percobaan kali ini juga menggunakan 2 jenis inputan yaitu input unit step dan impulse
dengan karakteristik respon sistem yang berbeda.
• Dengan input unit step , memiliki karakteristik respon transien tersendiri yang dapat
mencirikan performansi dari suatu sistem , yaitu Underdamped , Criticallydamped , dan
Overdamped.

5.2 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi
alangkah lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program
sehingga terbentuk grafik untuk semua grafik yang didapatkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=2ahUKEwjrn
syP87rhAhUzjOYKHUflBKsQFjABegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsi
tes%
2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18172/Chapter%20II.pdf;jsessionid=5C
A89E347D25AAD2DBEA96357A3B3990?sequence=3
3. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/masduki-zakariah-mt/bab-i.pdf
4. https://mahindhara.wordpress.com/2015/03/23/bode-plot-metode-analisa-respon-frekuensi

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
MODUL II
METODE ANALISIS SISTEM ORDE 2 DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

Abstrak - Untuk memahami, merancang atau memperbaiki suatu sistem kendali, seringkali lebih
efektif jika digunakan tiruan karakteristik dari sistem yang ditangani. Hal ini berkaitan dengan
alasan keselamatan, kecepatan perancangan, kemudahan dan biaya perancangan. Selain itu, hasil
percobaannya dapat mendukung perencanaan sistem yang akan dibuat. Proses peniruan
karakteristik sistem ini disebut simulasi. Dalam analisis sistem kendali, harus lebih dulu mengetahui
karateristik sistem yang akan diatur (plant) dan karateristik alat kendali yang akan digunakan.
Dalam kasus sistem kendali linier, time-invariant, single-input-single output, karakteristik yang
penting adalah Transfer Function (Fungsi Transfer). Fungsi transfer didefinisikan sebagai
perbandingan antara transformasi Laplace keluaran (output) sistem dengan transformasi Laplace
masukan (input) sistem dengan asumsi kondisi awal sama dengan nol.

Kata Kunci : Analisis, Sistem, Orde I, Orde II, Matlab

Abstract - To understand, design or improve a control system, it is often more effective to use
imitation characteristics of the system being handled. This relates to safety reasons, design speed,
convenience and design costs. In addition, the results of the experiment can support the planning
system that will be made. The process of mimicking the characteristics of this system is called
simulation. In the analysis of the control system, must first know the characteristics of the system to
be arranged (plant) and the characteristics of the control device to be used. In the case of linear
control systems, time-invariant, single-input-single output, an important characteristic is the
Transfer Function. The transfer function is defined as the ratio between the Laplace transform
(output) of the system and the Laplace transform of the input system, assuming the initial conditions
are zero.
Keywords: Analysis, System, Order I, Order II, Matlab

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk memahami, merancang atau memperbaiki suatu sistem kendali, seringkali lebih efektif
jika digunakan tiruan karakteristik dari sistem yang ditangani. Hal ini berkaitan dengan alasan
keselamatan, kecepatan perancangan, kemudahan dan biaya perancangan. Selain itu, hasil
percobaannya dapat mendukung perencanaan sistem yang akan dibuat. Proses peniruan karakteristik
sistem ini disebut simulasi.
Dalam analisis sistem kendali, harus lebih dulu mengetahui karateristik sistem yang akan diatur
(plant) dan karateristik alat kendali yang akan digunakan. Dalam kasus sistem kendali linier, time-
invariant, single-input-single output, karakteristik yang penting adalah Transfer Function (Fungsi
Transfer). Fungsi transfer didefinisikan sebagai perbandingan antara transformasi Laplace keluaran
(output) sistem dengan transformasi Laplace masukan (input) sistem dengan asumsi kondisi awal
sama dengan nol.
Penentuan fungsi transfer dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
1) Penurunan melalui persamaan matematis
Penentuan fungsi transfer yang dilakukan dengan penurunan persamaan secara matematis
mempersyaratkan adanya model dinamika dari sistem fisis bersangkutan. Keakuratan fungsi
transfer yang diperoleh bergantung pada keakuratan model dinamika fisis tersebut.
2) Pengukuran langsung terhadap sistem fisis sesungguhnya, yaitu dengan mengamati keluaran
sistem fisis tersebut terhadap sinyal uji/masukan tertentu. Untuk melakukan pengukuran cara ini
perlu dipahami analisis sinyal dalam kawasan(domain) waktu dan kawasan frekuensi.

1.2 Tujuan
1. Mampu menggunakan MATLAB untuk metode root locus pada sistem orde 2
2. Mampu menggunakan MATLAB untuk analisis sistem frekuensi dengan metode diagram bode
pada sistem orde 2

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Modul
2.1.1. Metode Root Locus
Metode root locus / letak kedudukan akar digunakan untuk meneliti perilaku sistem dengan
parameter sistem berubah pada lingkup tertentu, misalnya perubahan parameter penguatan K. Di
dalam analisis sistem, penguatan K dipilih sedemikian rupa agar sistem stabil serta memberikan
respon yang baik. Rancangan dimaksudkan agar letak pole dan zero dari fungsi alih loop tertutup
terletak pada daerah yang ditentukan. Agar sistem stabil, pole dan zero harus terletak pada bidang s
sebelah kiri sumbu imajiner.
Metode letak kedudukan akar ini memberikan informasi penguatan K jika penguatan K diubah
dari nol menjadi tak terhingga. Metode ini memungkinkan kita untuk untuk mencari pole loop tertutup
dan zero loop terbuka dengan penguatan sebagai parameter.

R(s) C(s)
K? G(s)

H(s)

Gambar 2.1 Sistem Loop Tertutup.

Fungsi alih loop tertutup secara umum adalah sebagai berikut


C(s) G(s)
=
R(s) 1 + G(s)H(s)

akar-akar karakteristik yang memenuhi persamaan karakteristik:


1 + G(s) H(s) = 0

Suatu sistem loop tertutup dalam Gambar 2.1 mempunyai persamaan karakteristik sebagai
berikut
1 + K G(s) H(s) = 0

atau
K G(s) H(s) = −1

maka akar karakteristik adalah harga s yang memenuhi syarat berikut ini:
syarat sudut
G(s) H(s) = 180  (2K + 1); K = 0,1,2,3,.. .

G(s)H(s) = 1

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Sifat-sifat root locus:
• Root locus mempunyai sifat simetri terhadap sumbu nyata
• Root locus bermula dari pole-pole G(s)H(s) untuk penguatan (K) sama dengan nol dan berakhir
di zero-zero G(s)H(s) untuk K tak hingga (termasuk zero-zero pada titik tak hingga)
• Spesifikasi transien dapat diatur dengan mengatur nilai K untuk mendapatkan respon waktu
yang diinginkan. Mengubah bentuk root locus berarti mengubah respon transien (biasanya dengan
kompensasi fasa maju yang mengakibatkan adanya efek penambahan zero)
• Keakuratan system dapat diperbesar dengan menambahkan pole di origin bidang-s yang berarti
menambah tipe system yang mengakibatkan konstanta galat tak hingga dan galat dapat menjadi nol.
Hal ini dapat pula diimplementasikan dengan kompensasi fasa mundur (memperbesar gain tanpa
mengubah kurva root locus)

2.1.2. Analisis Respon Frekuensi dengan Bode Plot


Suatu sistem steady state yang memiliki masukan sinyal sinusoidal dapat kita ubah ke dalam
suatu tanggapan frekuensi. Salah satu kelebihan dari metode tanggapan frekuensi adalah fungsi
transfer sistem dapat ditentukan secara eksperimen dengan mengukur respon frekuensi. Namun
demikian, perancangan suatu sistem dalam domain frekuensi menuntut perancang untuk lebih
memperhatikan bandwidth sistem dan efek noise dan gangguan pada respon sistem.
Diagram Bode merupakan suatu fungsi alih sinusoida yang terdiri dari dua buah grafik yang
terpisah. Satu merupakan diagram dari logaritma besar fungsi alih sinusoida (magnitude), dan yang
satunya lagi merupakan diagram sudut fasa. Keduanya digambar terhadap frekuensi dalam skala
logaritmik. Jika suatu sistem memiliki fungsi alih G(s)H(s), maka tanggapan frekuensi dapat
diperoleh dengan mensubstitusi s = jw. Sehingga diperoleh responnya adalah G(jw)H(jw). Karena
G(jw)H(jw) adalah suatu bilangan kompleks, maka untuk menggambarkannya dibutuhkan dua buah
grafik yang merupakan fungsi dari w, yaitu grafik magnitude terhadap frekuensi dan grafik fasa
terhadap frekuensi. Grafik ini kemudian disebut dengan plot bode.
Plot bode digambarkan sebagai magnitudo dan phase dari G(j*w) dimana vektor frekuensi w
hanya berisi frekensi positif. Untuk melihat plot bode dari suatu transfer function dapat dipergunakan
perintah, misalnya: bode (50, [1 9 30 40])

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
dari suatu transfer function berikut ini, maka menghasilkan diagram bode:

Gambar 2.2 Diagram Bode Suatu Sistem


Perhatikkan sumbu-sumbu pada gambar 9.2 diatas. Frekuensi ada pada skala algoritmik, fase dalam
derajat dan magnitude dalam decibels. Dimana 1 decibel adalah 20 log (|G(j*w|).
Gain Margin dan Phase Margin
Suatu sistem dengan rangkaian sebagai berikut :

Gambar 2.3 Sistem dengan gain margin


Nilai K pada gambar diatas adalah variabel (konstan) penguatan dan G(s) adalah plan yang
dimaksud. Gain margin didefinisikan sebagai perubahan dalam penguatan yang dikehendaki loop
terbuka yang membuat sistem jadi tidak stabil. Sistem dengan gain margin yang lebih besar dapat
menahan perubahan besar dalam parameter sistem sebelum ketidak stabilan terjadi dalam loop
tertutup. Fase margin didefinisikan sebagai perubahan dalam pergeseran fase loop terbuka yang
ditetapkan untuk membuat sistem loop tertutup tidak stabil.
Dengan kata lain fase margin adalah beda fase antara kurva fase frekuensi dan 180 derajat yang
memberikan penguatan 0 dB (gain crossover frekuensi, Wgc). Gain margin merupakan beda antara
kurva magnitudo dan 0 dB pada frekuensi yang menyebabkan sudut fase -180 derajat (fase cross over
frekuensi Wpc) Berikut gambar gain dengan fase margin dalam plot bode.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Gambar 2.4 Gain dengan fase margin dalam plot bode


Di MATLAB, gain dan phase margin dapat dicari dengan syntax ‘margin’. Misalnya: margin(50,[1
9 30 40])

Kondisi Stabil untuk Bode Plot

e. Kondisi stabil tercapai saat kedua margin bernilai positif, atau saat phase margin lebih besar
dari gain margin.
f. Kondisi marginal sistem stabil saat kedua margin bernilai nol, atau phase margin sama besar
dengan gain margin.
g. Kondisi sistem yang tidak stabil terjadi saat salah satu (atau bahkan keduanya) margin bernilai
negatif, atau saat gain margin lebih besar dari phase margin.

2.2 Teori Tambahan


Dalam penerapannya, sistem dengan orde tinggi sering diimplementasikan dan
direpresentasikan sebagai interkoneksi seri atau paralel dari sistem-sistem orde satu dan orde dua.
Dengan demikian, analisis, perancangan, dan pemahaman kelakukan sistem orde tinggi dapat
diketahui dengan mengamati kelakuan sistem orde satu dan orde dua. Secara fisis, sistem orde satu
memodelkan sistem dengan satu buah elemen penyimpan energi, misalnya induktor pada rangkaian
RL atau kapasitor pada rangkaian RC. Sementara itu, sistem orde dua memodelkan sistem dengan
dua buah elemen penyimpan energi, misalnya kapasitor dan induktor pada rangkaian RLC.
Kelakuan sistem orde satu, melalui percobaan menggunakan rangkaian RC, telah diketahui
dalam hal respons impuls dan respons step serta respons frekuensi. Modul ini fokus pada analisis
kelakuan sistem orde dua dalam hal respons step (domain waktu) dan respons frekuensi (domain
frekuensi). Sistem orde dua yang digunakan pada percobaan berupa rangkaian RLC seri.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Bergantung dari nilai damping ratio, respons step sistem orde dua menuju keadaan mantap
dengan berosilasi dengan amplituda osilasi mengecil (underdamped) atau menuju keadaan mantap
secara eksponensial tanpa osilasi (critically damped,overdamped). Untuk menentukan respons
frekuensi sistem, sistem diberi sinyal masukan sinus (steady-state). Pada bagian luaran, perubahan
amplituda dan fasa pada sinyal sinus luaran digunakan untuk menentukan masing-masing respons
magnituda dan respons fasa sistem. Berbeda dengan tampilan respons frekuensi, respons frekuensi
pada modul ini ditampilkan dalam diagram Bode.
Sifat Sistem Orde Dua dari Nilai Damping Ratio
Setiap persamaan homogen dari sistem orde dua yang dideskripsikan melalui persamaan differensial
dapat ditulis dalam bentuk

Adapun 𝜁 menyatakan damping ratio, yang menunjukkan seberapa besar redaman / hambatan pada
sistem. Sementara itu, parameter 𝜔𝑛 menyatakan frekuensi alami sistem. Hal ini berarti sistem
berosilasi dengan frekuensi 𝜔𝑛 (dengan amplituda osilasi tetap terhadap waktu) jika damping ratio
bernilai nol.
Dari persamaan homogen tersebut, lokasi dua buah pole 𝑝1 dan 𝑝2 dapat ditentukan melalui
𝑝1 = −𝜁𝜔𝑛 + 𝜔𝑛 𝜁 2 − 1 (2)
𝑝2 = −𝜁𝜔𝑛 − 𝜔𝑛 𝜁 2 − 1 (3)
Besarnya nilai damping ratio menentukan lokasi pole serta sifat sistem. Untuk sistem yang stabil,
sifat sistem terbagi menjadi underdamped, overdamped, dan critically damped (Tabel 1).

Tabel 1. Sifat sistem dan lokasi pole berdasarkan nilai damping ratio Damping ratio

Perubahan lokasi pole seiring dengan perubahan damping ratio diilustrasikan pada Gbr. 1. Untuk
menghasilkan sistem yang stabil dan kausal, damping ratio dibatasi pada nilai 𝜁 > 0, atau semua pole
berada pada sebelah kiri sumbu imajiner Im{𝑠}. Dengan asumsi sistem domain waktu bersifat riil,
pole kompleks memiliki pasangan pole yang bernilai konjugasi kompleks. Pole yang kompleks (0 <
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
𝜁 < 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa respons yang berosilasi dengan amplituda
osilasi mengecil. Sementara itu, pole rill (𝜁 ≥ 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa
respons eksponensial.
Karakteristik Domain Waktu Sistem Orde Dua
Pada bagian ini, karakteristik domain waktu sistem orde dua LTI kausal, yang dideskripsikan
dalam bentuk persamaan differensial, diberikan dalam hal respons step sistem. Sistem orde dua
diwakili melalui rangkaian RLC seri, yang diberi masukan berupa tegangan sinyal DC 𝑥(𝑡) (Gbr. 2).
Sinyal luaran 𝑦(𝑡) yang diamati adalah tegangan pada kapasitor

Untuk analisis luaran 𝑦(𝑡) saat sistem sudah steady-state, maka masukan 𝑥(𝑡) yang berupa unit step
(sinyal DC) ekivalen dengan masukan sinus frekuensi nol (𝜔 = 0). Dengan demikian, kapasitor
menjadi open-circuit, sedangkan induktor short-circuit. Hal ini berarti dalam keadaan steady-state,
respons step sistem sama dengan tegangan sumber, atau 𝑦(𝑡) = 𝑥(𝑡).
Persamaan differensial rangkaian RLC seri menjadi

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Dengan melihat korespondensi antara persamaan (1) dengan (4), maka frekuensi alami sistem ditulis
sebagai

Dan damping ratio

Sehingga persamaan (4) dapat ditulis juga

Meningkatnya nilai R akan menghasilkan rangkaian yang jika semula bersifat underdamped,
menjadi critically damped atau overdamped. Secara fisis, hal ini dapat diartikan, dengan
meningkatnya nilai R (damping ratio meningkat), rugi-rugi energi juga meningkat, sehingga osilasi
sistem berkurang. Contoh lain adalah pada rangkaian osilator LC ideal: energi ditransfer dari L ke C
dan sebaliknya tanpa rugi-rugi rangkaian, sehingga dihasilkan sinyal yang berosilasi selamanya. Jika
hambatan R dihubungkan seri dengan rangkaian LC ideal tersebut, maka R bertindak sebagai rugi-
rugi. Pada keadaan demikian, R menyebabkan rangkaian berosilasi dengan amplituda menurun
bahkan lama-kelamaan menjadi nol.
Dengan menggunakan transformasi Laplace, fungsi transfer sistem yang diimplementasikan dengan
persamaan (7) adalah

Luaran sistem dengan masukan berupa unit step menjadi

Respons step 𝑠 𝑡 = ℒ −1 (𝑌 𝑠 ). Dikarenakan 𝑌(𝑠) rasional, 𝑠 𝑡 dapat ditentukan melalui ekspansi


pecahan parsial dari 𝑌(𝑠).
Untuk 𝜁 ≠ 1, kedua pole tidak berulang (𝑝1 ≠ 𝑝2 ), sehingga bentuk ekspansi pecahan parsial

Selanjutnya dapat dihitung 𝐴1 = 1, 𝐴2

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Sementara itu, untuk 𝜁 = 1, kedua pole berulang (𝑝1 = 𝑝2 ), sehingga bentuk ekspansi pecahan parsial

Nilai konstanta dihitung sebagai 𝐵1 = 1, 𝐵2 = −1, dan 𝐵3 = −𝜔𝑛.


Respons step sistem menjadi

Respons step teoritis untuk berbagai nilai damping ratio diperlihatkan pada Gbr. 3. Seperti yang telah
dibahas sebelumnya, tampak bahawa respons transien sistem (berosilasi atau eksponensial)
bergantung dari nilai damping ratio.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1.1. Alat & Bahan
PC yang sudah terinstal software Matlab
2.1. Langkah Percobaan
Diketahui sistem pegas massa seperti pada praktikum bab sebeylumnya.
u(t) = gaya yang diberikan pada balok (N)
y(t) = perpindahan balok terhadap titik kesetimbangan (m)
m = massa balok = 2 kg
k = konstanta pegas = 2 N/m
b = konstanta redaman = 5 Ns/m
Kondisi mula : y(0) = 𝑦̇ (0) = 0

Sehingga, didapatkan bentuk fungsi alih:


𝑌(𝑠) 1 1
𝐺(𝑠) = = 2
= 2
𝑈(𝑠) 𝑚𝑠 + 𝑏𝑠 + 𝑘 2𝑠 + 5𝑠 + 2

3.2.1. Metode Root Locus


1. Buat program seperti berikut:
%ORDE 2 ROOT LOCUS
%nilai paramater
m=2;
k=2;
b=5;
%membuat fungsi alih
num=[0 0 1]; %pembilang fungsi alih
denum=[m b k]; %penyebut fungsi alih
sys=tf(num,denum) %dibentuk ke tf

figure(1)
step(sys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon open loop sistem');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on

figure(2)
rlocus(sys); %plot root locus sistem

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
title('Root locus sistem');
grid on

figure(3)
rlocus(sys);
grid on
[K, poles]=rlocfind(sys) %menentukan K
newsys=feedback(sys*K,1)
step(newsys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon sistem dengan K');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on

2. Figure(1) merupakan plot sistem open loop tanpa penguatan. Amati grafik yang
dihasilkan, sertakan pada laporan, berikan analisis
3. Figure(2) menunjukkan plot root locus sistem. Sertakan gambar plot pada laporan,
berikan penjelasan! Tuliskan pula nilai pole-polenya.
4. Figure(3) digunakan untuk menentukan pole-pole yang baru berdasarkan penguatan K.
Setelah anda menentukan letak pole, maka pada command window akan muncul nilai K dan
poles yang baru. Berapa nilai K, poles, dan fungsi alih yang baru (newsys)? Tulis pada laporan
anda. Sertakan pula plot step sistem figure(3) dan berikan penjelasan! Bandingkan dengan
respon sistem sebelum diberikan K (figure (2))!

3.2.1. Metode Diagram Bode


1. Buat program seperti berikut:
%ORDE 2 BODE PLOT
%nilai paramater
m=2;
k=2;
b=5;
%membuat fungsi alih
num=[0 0 1]; %pembilang fungsi alih
denum=[m b k]; %penyebut fungsi alih
sys=tf(num,denum) %dibentuk ke tf

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
figure(1)
bode(sys); %bode plot
grid on

figure(2)
K=1000;
margin(K*sys); %gain dan phase margin plot
grid on
2. Figure(1) merupakan bode plot sistem orde 2, Sertakan gambar plot pada laporan, berikan
penjelasan!
3. Figure(2) menunjukkan plot gain margin dan phase margin setelah sistem diberikan
penguatan K=1000. Sertakan gambar plot pada laporan, berikan penjelasan!

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB IV
HASIL & ANALISA
4.3 Grafik & Program
Metode Root Locus
%ORDE 2 ROOT LOCUS
%nilai paramater
m=2;
k=2;
b=5;
%membuat fungsi alih
num=[0 0 1]; %pembilang fungsi alih
denum=[m b k]; %penyebut fungsi alih
sys=tf(num,denum) %dibentuk ke tf

figure(1)
step(sys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon open loop sistem');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on

figure(2)
rlocus(sys); %plot root locus sistem
title('Root locus sistem');
grid on

figure(3)
rlocus(sys);
grid on
[K, poles]=rlocfind(sys) %menentukan K
newsys=feedback(sys*K,1)
step(newsys,40); %plot respon hingga t=40
title('respon sistem dengan K');
ylabel('simpangan y (meter)'); %label output
grid on

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Figure 1

Pada figure 1 untuk melihat grafik dari metode root locus respon loop terbuka sebelum diberi
gain dan sebelum dihubungkan pada feedback dimana nilai parameter disini m = 2 , b = 2 dan k = 5
, dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on , grid disini berfungsi untuk menampilkan
garis garis agar mudah membaca angka, program langsung ditulis semua dari figure 1 sampai figure
3 didapat untuk figure 1 dalam program hingga plot respon t = 40 , lalu dapat dilihat pada grafik yang
didapat seperti diatas , pada waktu 10s baru mencapai stady stade tapi nilainya belum mencapai 1 ,
masih 0,5

Figure 2

Pada figure 2 untuk melihat grafik dari metode root locus respon sistem dimana nilai parameter
disini m = 2 , b = 2 dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on , grid disini
berfungsi untuk menampilkan garis garis agar mudah membaca angka, program langsung ditulis
semua dari figure 1 sampai figure 3 didapat untuk figure 2 grafiknya dapat dilihat pada gambar grafik
diatas , polenya berada pada titik -2 dan – 0,5 daerah loot locusnya

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Figure 3

Pada figure 3 untuk melihat grafik dari metode root locus respon sistem dengan k dimana nilai
parameter disini m = 2 , b = 2 dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on
, grid disini berfungsi untuk menampilkan garis garis agar mudah membaca angka, program langsung
ditulis semua dari figure 1 sampai figure 3 didapat untuk figure 3 grafiknya dapat dilihat pada gambar
grafik diatas , pada figur 3 ini kita bisa memilih titik dimana pun untuk mendapatkan nilai k seperti
grafik diatas yang bernilai k = 1.1263 , bisa dilihat nilai k nya di program

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Metode Bode Plot
%ORDE 2 BODE PLOT
%nilai paramater
m=2;
k=2;
b=5;
%membuat fungsi alih
num=[0 0 1]; %pembilang fungsi alih
denum=[m b k]; %penyebut fungsi alih
sys=tf(num,denum) %dibentuk ke tf

figure(1)
bode(sys); %bode plot
grid on

figure(2)
K=1000;
margin(K*sys); %gain dan phase margin plot
grid on

sys =

1
---------------
2 s^2 + 5 s + 2

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Figure 1

Pada figure 1 ini untuk melihat grafik dari metode bode diagram, dimana nilai parameter disini
m = 2 , b = 2 dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , lalu ada grid on , grid disini
berfungsi untuk menampilkan garis garis agar mudah membaca angka, Diagram Bode merupakan
suatu fungsi alih sinusoida yang terdiri dari dua buah grafik yang terpisah. Satu merupakan diagram
dari logaritma besar fungsi alih sinusoida (magnitude), dan yang satunya lagi merupakan diagram
sudut fasa. Keduanya digambar terhadap frekuensi dalam skala logaritmik. program langsung ditulis
semua dari figure 1 dan figure 2 didapat untuk figure 1 dapat dilihat sesuai definisi dari bode diagram
ada dua buah grafik yaitu grafik magnitude (db) dan grafik phase(deg) . grafik pertama adalah
magnitudenya dengan bentuk grafik melengkung kebawah dengan awalan stabil dan menjadi turun
stabil dan kemudian ada grafik phase dengan bentuk grafik awalan stabil kemudian turun melengkung
kebawah dan akhirnya stabil kembali
selected_point =
-0.6481 + 0.5666i

K = 1.7168
poles =
-1.2500 + 0.5440i
-1.2500 - 0.5440i
newsys =
1.717
-------------------
2 s^2 + 5 s + 3.717

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Figure 2

Pada figure 2 ini untuk melihat grafik dari metode bode diagram dengan Gm (gain margin) =
inf db dan Pm ( phase margin ) = 6.41 deg ( 22.3 rad/s ) dimana nilai parameter disini m = 2 , b = 2
dan k = 5 , dengan num [ 0 0 1 ] dan denum [ m b k ] , dengan program yang mengatur penguatan K
= 1000 sehingga nilai magnitudenya terjadi kenaikan maka margin akan positif dan tidak terjadi error
pada system dengan hasil dua grafik yaitu untuk grafik pertama adalah magnitudenya dengan bentuk
grafik melengkung kebawah dengan awalan stabil dan menjadi turun stabil dan kemudian ada grafik
phase dengan bentuk grafik awalan stabil kemudian turun melengkung kebawah dan akhirnya stabil
Kembali dengan nilai gain marginnya adalah infinity sehingga system sangatlah stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.2 Tugas Akhir
1. Apa fungsi K pada metode root locus?
2. Pada metode root locus, apa yang terjadi jika nilai K semakin besar?
3. Apa fungsi dari gain margin dan phase margin dalam menganalisa response frekwensi dengan
metode bode diagram?
4. Apa yang terjadi jika suatu sistem memiliki gain margin dan phase margin bernilai takterhingga
(infinity)?

Jawab
1. K berfungsi sebagai penstabil sistem, K semakin besar sistemnya maka akan semakin stabil
2. Pengaruh K adalah semakin besar K, maka sistem akan stabil dan juga rise timenya menjadi cepat
3. Gain margin berfungsi untuk melihat pengaruh penguatan pada sistem phase margin berfungsi
untuk melihat sudut dalam sistem
4. Maka sistemnya akan menjadi sangat stabil, namun gain margin mempunyai batas. Jika melewati
batas, maka akan semakin stabil atau semakin bagus

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB V
PENUTUP
5.3 Kesimpulan
• Root Locus adalah suatu respon sistem yang memiliki tujuan untuk mencari kestabilan sistem
dengan mencari poles, zero dan fungsi alih baru. Sehingga diketahui nilai error yang didapatkan pada
hasil grafik.
• Bode Plot merupakan salah satu jenis cara atau metode untuk mencari kestabilan sistem dengan
menggunakan frekuensi yang menghasilkan diagram Margin dan diagram Phase untuk mengetahui
nilai Gain Margin dan Phase Margin.
5.4 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi alangkah
lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program sehingga terbentuk
grafik untuk semua grafik yang didapatkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
DAFTAR PUSTAKA
1) https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiwp
vqvueXvAhWLYH0KHQGdB7cQFjAAegQIAhAD&url=http%3A%2F%2Fbambang_dwi.st
aff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F37440%2Ffungsi-alih-orde-
2.pdf&usg=AOvVaw1c7JMpmJ7fj-IxXN_x48OH
2) https://fa.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2017/02/Modul-3-Analisis-Kelakuan-Sistem-
Orde-Dua.pdf
3) http://repository.petra.ac.id/8992/
4) https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiwp
vqvueXvAhWLYH0KHQGdB7cQFjAFegQIBxAD&url=https%3A%2F%2Fejournal3.undip.
ac.id%2Findex.php%2Ftransient%2Farticle%2Fdownload%2F11442%2F11101&usg=AOvV
aw25UXLfXbJb-IeUG3cAdEWX

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
MODUL III
DESAIN KONTROLER PID DENGGAN MATLAB

Abstrak - PID (Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan kontroler untuk menentukan


presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut.
Pengontrol PID adalah pengontrol konvensional yang banyak dipakai dalam dunia industri.
Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada Control Valve berdasarkan besar error yang diperoleh.
Control valve akan menjadi aktuator yang mengatur aliran fluida dalam proses industri yang terjadi
Level air yang diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah perbedaan dari Set Point dengan
level air aktual. Perancangan PID Controller selama ini menggunakan metoda trial and error dengan
perhitungan yang memakan waktu lama. MatLab yang dile ngkapi Control Toolbox, membantu
perancang untuk melihat respon berbagai kombinasi konstanta dengan variasi input yang berbeda.
Penggunaan MatLab ini sangat membantu perancang dalam menentukan kombinasi di antara P, I,
dan D Controller untuk menghasilkan sistem pengaturan yang baik dan sederhana.

Kata Kunci : PID, Kontroller, Error, Valve, Matlab

Abstract - PID (Proportional-Integral-Derivative controller) is a controller to determine the


precision of an instrumentation system with the characteristics of feedback on the system. PID
controller is a conventional controller that is widely used in the industrial world. The PID controller
will give an action to the Control Valve based on the amount of error obtained. Control valve will be
an actuator that regulates fluid flow in industrial processes that occur. The desired water level is
called the Set Point. Error is the difference between Set Point and actual water level. The design of
the PID Controller has been using a trial and error method with calculations that take a long time.
MatLab, equipped with Control Toolbox, helps designers to see the responses of various
combinations of constants with different input variations. The use of MatLab is very helpful for the
designer in determining the combination of P, I, and D Controllers to produce a good and simple
control system.

Keywords: PID, Controller, Error, Valve, Matlab

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk dapat merancang sistem kontrol yang baik diperlukan analisis untuk mendapatkan
gambaran tanggapan sistem terhadap aksi pemgontrolan. Sebelum dapat merancang sistem kontrol
tentunya mahasiswa harus lebih dulu dibekali materi pemodelan sistem dinamik. Sistem kontrol
dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang
diinginkan. Sistem kontrol yang baik mempunyai tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang
beragam. Dalam perancangan sistem kontrol ini diperlukan gambaran tanggapan sistem dengan sinyal
masukan dan aksi pengontrolan yang meliputi : (1)Tanggapan sistem terhadap masukan yang dapat
berupa fungsi langkah, fungsi undak, fungsi impuls atau fungsi lainnya, (2) Kestabilan sistem yang
dirancang, (3)Tanggapan sistem terhadap berbagai jenis aksi pengontrolan
Metode pembelajaran memegang peranan yang penting dalam proses pembelajaran.
Penggunaan media pendidikan, khususnya media visual dan simulasi dapat membantu dosen dalam
menyampaikan materi perkuliahan. Bourden dan Paul (1998) menyatakan bahwa penggunaan media
pembelajaran dapat menghemat waktu persiapan mengajar, meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa dan mengurangi kesalahfahaman mahasiswa terhadap penjelasan yang diberikan. Namum
demikian, belum banyak penelitian mengenai penggunaan media pembelajaran interaktif berbantuan
komputer dalam proses pembelajaran formal di kelas. Media pembelajaran yang berkualitas dapat
digunakan berulang-ulang sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pembelajaran dapat lebih hemat.
Media interaktif memuat materi yang berisi benda asli dari lingkungan autentik yang dapat memberi
pengalaman langsung kepada mahasiswa sehingga pengetahuan mahasiswa dapat bertahan lebih
lama. Heinrich (1989) menjelaskan bahwa media pembelajaran yang berkualitas adalah media yang
pengembangannya melalui proses seleksi, desain, produksi dan digunakan sebagai bagian integral
sistem instruksional.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mampu menggunakan MATLAB untuk merancang sistem kontrol dengan kontroler PID
2. Memahami pengaruh parameter PID terhadap respon sistem

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Modul
Untuk membangun unjuk kerja open loop response, dibangun close loop sistem, sehingga unjuk
kerja sistem secara keseluruhan memenuhi kriteria perancangan. Transfer function dari plant transfers
function yang didapat dari pemodelan di atas. Controller dirancang agar supaya unjuk kerja sistem
sesuai dengan kriteria perancangan. Metode control dapat dipilih dari salah satu metode yang ada
yaitu PID. Gambar berikut adalah diagram blok close loop system:

Setpoint
+ Output
CONTROL AKTUA PLANT
-
LER TOR

FEEDBACK

- Plant: objek fisis yang dikontrol (misal: tegangan, kecepatan motor, posisi, dll). Menerima input
berupa sinyal kontrol.
- Setpoint: nilai yang diinginkan (misal: sekian derajat, sekian m/s, sekian meter, dll)
- Error: selisih antara setpoint dengan nilai saat ini
- Controller: pengendali yang berfungsi mengolah sinyal error menjadi sinyal kontrol
- Aktuator : penggerak plant
- Feedback: umpan balik dari nilai saat ini (output/ respon) yang umumnya merupakan hasil
pembacaan sensor.

Sistem kontrol PID ( Proportional-Integral-Derivater controller ) merupakan controller untuk


menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem
tersebut. Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P ( Proportional ), D
( Derivative ), I (Integral) dengan masing - masing cara dapat bekerja sendiri maupun gabungan di
antaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur parameter
P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap masukan tertentu sebagaimana yang di
inginkan.
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Adapun kriteria dalam perancangan controller sebagai berikut:


1. Memiliki rise time yang cepat.
2. overshoot sekecil mungkin.
3. tidak memiliki steady error.

Tabel Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan

Secara umum transfer function dari PID controller didefenisikan sbb

2.1.1. P Controller
Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek
dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena
sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang
sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan
settling time.
Sebagai awal perancangan controller pada blok diagram close loop sistem dan kemudian close loop
transfer function. Dengan proses penyederhanaan blok diagram didapatkan hasil perhitungan close
loop transfer function sbb :

Pengaruh pada sistem :


1. Menambah atau mengurangi kestabilan.
2. Dapat memperbaiki respon transien khususnya : rise time, settling time
3. Mengurangi (bukan menghilangkan) Error steady state
Karakteristik aksi pengontrolan proporsional adalah mengurangi waktu naik (rise time),
menambah overshoot. Penambahan Kp mempunyai pengaruh mengurangi waktu naik, tetapi
overshoot naik. Kenaikan overshoot sebanding dengan kenaikan nilai Kp, begitupun sebaliknya.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Waktu turunnya juga cenderung membesar. Proportional controller mempunyai sifat menurunkan rise
time step response
2.1.2. PD Controller
Kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s) = s.Kd . sifat dari kontrol D ini dalam konteks
“kecepatan” atau rate dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon
transien dengan memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada
perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang
menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri. Penggunaan nilai Kd mengurangi
overshoot dan waktu turun tetapi kesalahan keadaan tunak tidak mengalami perubahan berarti. Untuk
Kd pengaruh pada sistem yaitu memberi efek redaman pada penambahan nilai Kp. Memperbaiki
respon transien pada grafik.
Close loop transfer function dari cruis sistem dengan PD controller adalah :

Penambahan Derivative controller berfungsi untuk memperbaiki respon pada penambahan nilai kp.
2.1.3. PI Controller
Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun
pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan
output berosilasi karena menambah orde sistem. Kontrol integral memiliki karakteristik mengurangi
waktu naik, menambah overshoot dan waktu turun, serta menghilangkan keadaan tunak. Kontrol P
dan I memiliki karakteristik yang sama dalam waktu naik dan overshoot. Agar overshoot tidak
berlebihan nilai Kp harus dikurangi.
Close loop transfer function dari cruis sistem dengan PI controller adalah :

Penambahan integral controller berfungsi untuk mengeliminasi steady state error (Kp = 100
dan KI = 100).
2.1.4. PID Controller
PID controller bekerja pada sistem dapat digunakan sebagai referensi untuk aplikasi yang akan
datang. Close loop transfer function untuk cruise control sistem dengan PID controller dirumuskan
:

Pengaturan parameter Kp, Ki, Kd untuk PID dapat mengacu pada kaidah berikut ini:
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
- Tambahkan proportional control untuk memperbaiki rise time
- Tambahkan integral control untuk eleminasi steady state error
- Tambahkan derivative control untuk memperbaiki overshoot

2.2 Teori Tambahan


PID (Proportional–Integral–Derivative controller)
Intrumentasi dan control industri tentu tidak lepas dari sistem instrumentasi sebagai pengontrol
yang digunakan dalam keperluan pabrik. Sistem kontrol pada pabrik tidak lagi manual seperti dahulu,
tetapi saat sekarang ini telah dibantu dengan perangkat kontroler sehingga dalam proses produksinya
suatu pabrik bisa lebih efisien dan efektif. Kontroler juga berfungsi untuk memastikan bahwa setiap
proses produksi terjadi dengan baik.
PID (Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan kontroler untuk menentukan
presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut.
Pengontrol PID adalah pengontrol konvensional yang banyak dipakai dalam dunia industri.
Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada Control Valve berdasarkan besar error yang diperoleh.
Control valve akan menjadi aktuator yang mengatur aliran fluida dalam proses industri yang terjadi
Level air yang diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah perbedaan dari Set Point dengan
level air aktual.
PID Blok Diagram dapat dilihat pada gambar dibawah :

Adapun persamaan Pengontrol PID adalah :

Keterangan :
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated Variable
Kp = konstanta Proporsional
Ti = konstanta Integral
Td = konstanta Detivatif
e(t) = error (selisih antara set point dengan level aktual)
Persamaan Pengontrol PID diatas dapat juga dituliskan sebagai berikut :

dengan :

Untuk lebih memaksimalkan kerja pengontrol diperlukan nilai batas minimum dan maksimum
yang akan membatasi nilai Manipulated Variable yang dihasilkan.
Komponen kontrol PID ini terdiri dari tiga jenis yaitu Proportional, Integratif dan Derivatif.
Ketiganya dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita inginkan
terhadap suatu plant.
1. Kontrol Proporsional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta.
Jika u = G(s) • e maka u = Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain
(penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P
memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian
dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon
transien khususnya rise time dan settling time. Pengontrol proporsional memiliki keluaran yang
sebanding/proporsional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan
dengan harga aktualnya).
Ciri-ciri pengontrol proporsional :
1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat (menambah rise time).
2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai keadaan
mantapnya (mengurangi rise time).
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.
4. Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi tidak
menghilangkannya.
2.Kontrol Integratif
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan
mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak memiliki unsur integrator,
pengontrol proporsional tidak mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantapnya nol.
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral e(t)dT]Ki dengan Ki
adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat dinyatakan sebagai u=Kd.[delta
e/delta t]
Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan
dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I
dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak
tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan
sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena
menambah orde system
Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari perubahan
masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka keluaran akan menjaga
keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral
merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan / error.
Ciri-ciri pengontrol integral :
1. Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol
integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nil, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran
pengontrol.
3.Kontrol Derivatif
Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan
yang mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami
perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk
fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik
secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudenya
sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan factor konstanta Kd.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s)=s.Kd Dari
persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks “kecepatan” atau rate dari
error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi
error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga saat
error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan kontroler Derivative tidak
dapat dipakai sendiri
Ciri-ciri pengontrol derivatif :
1. Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan)
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
pengontrol tergantung pada nilai Kd dan laju perubahan sinyal kesalahan.
3. Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi
sangat besar. Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan
aksi yang bersifat korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.
4. Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem dan
mengurangi overshoot.
Berdasarkan karakteristik pengontrol ini, pengontrol diferensial umumnya dipakai untuk
mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya.
Kerja pengontrol diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan.
Oleh sebab itu pengontrol diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lainnya.
Efek dari setiap pengontrol Proporsional, Integral dan Derivatif pada sistem lup tertutup
disimpulkan pada table berikut ini :

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengontrol proporsional plus
integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan :

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya
2. menghilangkan offset
3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot.
Kita coba ambil contoh dari pengukuran temperatur, setelah terjadinya pengukuran dan
pengukuran kesalahan maka kontroler akan memustuskan seberapa banyak posisi tap akan bergeser
atau berubah. Ketika kontroler membiarkan valve dalam keadaan terbuka, dan bisa saja kontroler
membuka sebagian dari valve jika hanya dibutuhkan air yang hangat, akan tetapi jika yang dibutuhkan
adalah air panas, maka valve akan terbuka secara penuh. Ini adalah contoh dari proportional control.
Dan jika ternyata dalam prosesnya air panas yang diharapkan ada datangnya kurang cepat maka
controler bisa mempercepat proses pengiriman air panas dengan membuka valve lebih besar atau
menguatkan pompa, inilah yang disebut dengan intergral kontrol.
Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P,
I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-
masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol disbanding
yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem
secara keseluruhan.
Adapun beberapa grafik dapat menunjukkan bagaimana respon dari sitem terhadap perubahan
Kp, Ki dan Kd sebagai berikut :

PID Controler adalah controler yang penting yang sering digunakan dalam industri. Sistem
pengendalian menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam proses kehidupan ini khususnya
dalam bidang rekayasa industri, karena dengan bantuan sistem pengendalian maka hasil yang
diinginkan dapat terwujud. Sistem pengendalian dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem
dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang diinginkan. Sistem kendali yang baik mempunyai
tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang beragam.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Alat & Bahan
PC yang sudah terinstal software Matlab
3.2. Langkah Percobaan
Diketahui fungsi alih untuk sudut motor DC adalah:
𝑌(𝑠) 6
𝐺(𝑠) = = 2
𝑈(𝑠) 𝑠 + 16𝑠 + 12
Dirancang suatu kontroller PID untuk mengatur sudut motor DC. Diagram blok sistem adalah:

Setpoint CONTROLLER AKTUATOR PLANT Output


+
PID Motor DC Sudut Motor
(  sudut) - (
DC
sudut)

FEEDBACK
Sensor

3.2.1. Kontroller Proporsional


1. Buat blok simulink sebagai berikut:

Keterangan:
- blok ‘Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter: Step, untuk
mengganti parameter blok. Parameter yang diubah adalah step time=0 dan final value. Blok step ini
berfungsi sebagai setpoint, dengan nilai final value=nilai set point (dalam derajat).
- blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter
sesuai dengan numerator dan denumerator.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
- blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sinks. Drop and drag blok
tersebut pada simulink. Cara menambah port input scope adalah klik kanan scope → signals & ports
→ number of input ports. Scope yang dipakai ada 2, scope pertama untuk mengamati output dan
input. Sedangkan scope kedua untuk mengamati sinyal kontrol.
- Block ‘PID Controller’ dapat diperoleh pada library di bagian Simulink → Continuous. Drop
and drag blok tersebut pada simulink. Kemudian double clik untuk masuk pada block parameter. Atur
parameter P, I, dan D sesuai yang diinginkan.
2. Pada block parameter PID, ubah parameter I=0, D=0, N=0 dan ubah nilai parameter P menjadi
nilai-nilai berikut, jalankan blok program, dan lakukan analisis terhadap respon, sinyal kontrol, dan
input. Sertakan gambar plot respon (ouput) pada laporan anda

Setpoint P Analisis
90 1

90 10

3.2.2. Kontroller PI
1. Blok simulink sama seperti subbab 4.1.
2. Pada block parameter PID, ubah parameter D=0, N=0 dan ubah nilai parameter P dan I menjadi
nilai-nilai berikut, jalankan blok program, dan lakukan analisis terhadap respon, sinyal kontrol, dan
input. Sertakan gambar plot respon (ouput) pada laporan anda

Setpoint P I Analisis
120 10 5

120 10 20

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
3.2.3. Kontroller PID
1. Blok simulink sama seperti subbab 4.1.
2. Pada block parameter PID, ubah parameter N=1 dan ubah nilai parameter P, dan D menjadi
nilai-nilai berikut, jalankan blok program, dan lakukan analisis terhadap respon, sinyal kontrol, dan
input. Sertakan gambar plot respon (ouput) pada laporan anda

Setpoint P I D Analisis
120 10 20 10

120 10 7 0.01

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB IV
HASIL & ANALISA
4.1 Grafik & Program

Set point : 90’

P=1

SCOPE 1

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Analisa Scope 1

Pada Modul 3 ini menggunakan simulink untuk membuat blok yang ada pada contoh dimodul
, blok yang digunakan adalah Step’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink → Sources lalu
step timenya diatur 0 , blok ‘Transfer Fcn’ dapat diperoleh dari library pada bagian Simulink →
Continuous lalu diatur num nya 6 dan denumnya [ 1 16 12 ] , blok ‘Scope’ dapat diperoleh dari library
pada bagian Simulink → Sinks 2 buah dan , Block ‘PID Controller’ dapat diperoleh pada library di
bagian Simulink → Continuous.

Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 1 I = 0 dan D = 0 dengan
mengatur set point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik
diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik dinilai 90 dikarenakan set point
atau nilai yang kita inginkan awal adalah 90 dengan nilai P = 1 sehingga titik mulai tetap di angka 90
kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan transfer function sehingga grafik melengkung
langsung kebawah kemudian konstan dan stabil scope 1 adalah scope yang berada diatas blok
simulink

SCOPE 2

Analisa scope 2

Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 1 I = 0 dan D = 0 dengan
mengatur set point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik
diatas untuk scope 2 , scope 2 ini adalah scope yang paling ujung atau yang paling kanan dari blok di
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
simulink tadi . pada grafik terdapat dua buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis
untuk respon dan yang atas berwarna biru itu adalah stepnya

P = 10

SCOPE 1

Analisa scope 1

Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 0 dan D = 0 dengan
mengatur set point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik
diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik dinilai 90 dikarenakan set point
atau nilai yang kita inginkan awal adalah 90 dengan nilai P = 10 sehingga titik mulai tetap di angka
900 karena dia dimulai set pointnya 90 dan nilai P = 10 , kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil , scope 1 adalah scope yang berada diatas blok simulink ,

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
SCOPE 2

Analisa scope 2

Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 0 dan D = 0 dengan mengatur set
point atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis untuk
respon terlihat makin mendekati garis biru atau makin naik garis kuningnya karena P disini lebih
besar dari sebelumnya yaitu P = 10 dan yang atas berwarna biru itu adalah stepnya

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Setpoint P Analisis
90 1 Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID
adalah P = 1 I = 0 dan D = 0 dengan mengatur set point
atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik
untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai
grafik dinilai 90 dikarenakan set point atau nilai yang kita
inginkan awal adalah 90 dengan nilai P = 1 sehingga titik
mulai tetap di angka 90 kemudian pada scope 1 terletak
diantara PID dan transfer function sehingga grafik
melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil scope 1 adalah scope yang berada diatas blok
simulink . sementara untuk scope 2. grafik terdapat dua
buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis
untuk respon dan yang atas berwarna biru itu adalah
stepnya , scope 2 ini adalah scope yang paling ujung atau
yang paling kanan dari blok di simulink.
90 10 Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID
adalah P = 10 I = 0 dan D = 0 dengan mengatur set point
atau final vanuenya 90 di blok step , didapat pada grafik
untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai
grafik dinilai 90 dikarenakan set point atau nilai yang kita
inginkan awal adalah 90 dengan nilai P = 10 sehingga titik
mulai tetap di angka 900 karena dia dimulai set pointnya
90 dan nilai P = 10 , kemudian pada scope 1 terletak
diantara PID dan transfer function sehingga grafik
melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil , scope 1 adalah scope yang berada diatas blok
simulink . sementara untuk scope 2 grafik terdapat dua
buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis
untuk respon terlihat makin mendekati garis biru atau
makin naik garis kuningnya karena P disini lebih besar dari
sebelumnya yaitu P = 10 dan yang atas berwarna biru itu
adalah stepnya , Scope 2 ini berada di ujung paling kanan
dari blok yang ada di simulink matlab.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Kontroller PI
Set point = 120’
P = 10
I=5
Scope 1

Analisa scope 1
Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 5 dan D = 0 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada
grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 5 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan
transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan stabil scope
1 adalah scope yang berada diatas blok simulink

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Scope 2

Analisa Scope 2

Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 5 dan D = 0 dengan mengatur set
point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis , garis bawah yang kuning adalah grafik garis untuk
respon terlihat makin mendekati garis biru atau makin naik garis kuningnya dan ketika sampai di 120
dia stabil atau datar mengikuti garis birunya dan yang atas berwarna biru itu adalah stepnya

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
P = 10
I = 20
SCOPE 1

Analisa scope 1
Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 20 dan D = 0 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 20 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan
transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Scope 2

Analisa Scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 20 dan D = 0 dengan mengatur set
point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis , garis kuning dan garis biru , dimulai dari set point 0
dan grafik melengkung keatas dan stabil dikisaran 120 namun sempat terjadi lonjakan terlebih dahulu
dikarenakan nilai I lebih besar dari pada P yaitu I = 20 dan P =10 maka terjadi lonjakan system awal
dan menghasilkan grafik stabil .

Setpoint P I Analisis
120 10 5 Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini
parameter yang diubah pada blok PID adalah P =
10 I = 5 dan D = 0 dengan mengatur set point atau
final vanuenya 120 di blok step , didapat pada
grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1
dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 5 sehingga titik mulai di angka 1200
kemudian pada scope 1 terletak diantara PID dan
transfer function sehingga grafik melengkung
langsung kebawah kemudian konstan dan stabil
scope 1 adalah scope yang berada diatas blok
simulink untuk scope 2 ,pada grafik terdapat dua
buah garis , garis bawah yang kuning adalah
grafik garis untuk respon terlihat makin
mendekati garis biru atau makin naik garis
kuningnya dan ketika sampai di 120 dia stabil
atau datar mengikuti garis birunya dan yang atas
berwarna biru itu adalah stepnya
120 10 20 Untuk percobaan kontroler PI , Pada simulasi ini
parameter yang diubah pada blok PID adalah P =
10 I = 20 dan D = 0 dengan mengatur set point
atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai
grafik dinilai 1200 dikarenakan set point atau
nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan
nilai P = 10 dan I = 20 sehingga titik mulai di
angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak
diantara PID dan transfer function sehingga grafik
melengkung langsung kebawah kemudian
konstan dan stabil untuk scope 2 ,. pada grafik
terdapat dua buah garis , garis kuning dan garis
biru , dimulai dari set point 0 dan grafik
melengkung keatas dan stabil dikisaran 120
namun sempat terjadi lonjakan terlebih dahulu
dikarenakan nilai I lebih besar dari pada P yaitu I
= 20 dan P =10 maka terjadi lonjakan system awal
dan menghasilkan grafik stabil .

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Kontroller PID
Set point = 120
P = 10
I = 20
D = 10
Scope 1

Analisa scope 1
Untuk percobaan kontroler PID , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 20 dan D = 10 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 20 dan D = 10 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil

Scope 2

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Analisa scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 20 dan D = 10 dengan mengatur
set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 ,. pada grafik terdapat dua buah garis grafik , kuning dan biru , dimulai dari set point 0 dan
grafik melengkung keatas dan stabil dikisaran 120 namun sempat terjadi lonjakan terlebih dahulu
dikarenakan nilai I lebih besar dari pada P yaitu I = 20 dan P =10 maka terjadi lonjakan system awal
dan menghasilkan grafik stabil berdasarkan rumus transfer function yang telah terdeteksi di system
Simulink dan nilai D hanya sebagai lonjakan awalan sebesar 10

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
P = 10
I=7
D= 0.01
SCOPE 1

Analisa Scope 1
Untuk percobaan kontroler PID , Pada simulasi ini parameter yang diubah pada blok PID adalah
P = 10 I = 7 dan D = 0.01 dengan mengatur set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau nilai yang kita inginkan awal adalah 120 dengan nilai P = 10
dan I = 7 dan D = 0.01 sehingga titik mulai di angka 1200 kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga grafik melengkung langsung kebawah kemudian konstan dan
stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
SCOPE 2

Analisa scope 2
Scope 2 ini berada di ujung paling kanan dari blok yang ada di simulink matlab , dengan
mengatur parameter yang diubah pada blok PID adalah P = 10 I = 7 dan D = 0.01 dengan mengatur
set point atau final vanuenya 120 di blok step , didapat pada grafik seperti gambar grafik diatas untuk
scope 2 , pada grafik terdapat dua buah garis grafik , kuning dan biru , dimulai dari set point 0 dan
grafik melengkung keatas dan stabil dikisaran 120 dan stabil itu dikarenakan nilai I lebih kecil dari
pada P dengan I = 5 dan P =10 maka tidak terjadi lonjakan system dan menghasilkan grafik stabil
berdasarkan rumus transfer function yang telah terdeteksi di system Simulink dan lonjakan awalan D
0,01 sangatlah kecil

Setpoint P I D Analisis
120 10 20 10 Untuk percobaan kontroler PID , Pada
simulasi ini parameter yang diubah pada
blok PID adalah P = 10 I = 20 dan D =
10 dengan mengatur set point atau final
vanuenya 120 di blok step , didapat
pada grafik seperti gambar grafik diatas
untuk scope 1 dengan nilai pengendali
nilai titik mulai grafik dinilai 1200

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
dikarenakan set point atau nilai yang
kita inginkan awal adalah 120 dengan
nilai P = 10 dan I = 20 dan D = 10
sehingga titik mulai di angka 1200
kemudian pada scope 1 terletak diantara
PID dan transfer function sehingga
grafik melengkung langsung kebawah
kemudian konstan dan stabil untuk
scope 2 , pada grafik terdapat dua buah
garis grafik , kuning dan biru , dimulai
dari set point 0 dan grafik melengkung
keatas dan stabil dikisaran 120 namun
sempat terjadi lonjakan terlebih dahulu
dikarenakan nilai I lebih besar dari pada
P yaitu I = 20 dan P =10 maka terjadi
lonjakan system awal dan menghasilkan
grafik stabil berdasarkan rumus transfer
function yang telah terdeteksi di system
Simulink dan nilai D hanya sebagai
lonjakan awalan sebesar 10
120 10 7 0.01 Untuk percobaan kontroler PID , Pada
simulasi ini parameter yang diubah pada
blok PID adalah P = 10 I = 7 dan D =
0.01 dengan mengatur set point atau
final vanuenya 120 di blok step ,
didapat pada grafik seperti gambar
grafik diatas untuk scope 1 dengan nilai
pengendali nilai titik mulai grafik
dinilai 1200 dikarenakan set point atau
nilai yang kita inginkan awal adalah 120
dengan nilai P = 10 dan I = 7 dan D =
0.01 sehingga titik mulai di angka
1200 kemudian pada scope 1 terletak
diantara PID dan transfer function
sehingga grafik melengkung langsung

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
kebawah kemudian konstan dan stabil .
untuk scope 2 pada grafik terdapat dua
buah garis grafik , kuning dan biru ,
dimulai dari set point 0 dan grafik
melengkung keatas dan stabil dikisaran
120 dan stabil itu dikarenakan nilai I
lebih kecil dari pada P dengan I = 5 dan
P =10 maka tidak terjadi lonjakan
system dan menghasilkan grafik stabil
berdasarkan rumus transfer function
yang telah terdeteksi di system
Simulink dan lonjakan awalan D 0,01
sangatlah kecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.2 Tugas Akhir

1. Jelaskan pengertian plant, controller, aktuator, set point, feedback, dan ouput pada sistem!
2. Jelaskan pengaruh penggunaan kontroller Proporsional pada sistem kontrol!
3. Jelaskan pengaruh penggunaan kontroller Proporsional Integral pada sistem kontrol!
4. Jelaskan pengaruh penggunaan kontroller PID pada sistem kontrol!

1.
• Plant adalah objek fisis yang dikontrol dan menerima input berupa sinyal control
• Controller adalah pengendali yang berfungsi mengolah sinyal error menjadi sinyal control
• Actuator adalah penggerak plant
• Set point adalah bentuk nilai yang diinginkan
• Feedback adalah umpan balik dari nilai output atau respon yang umumnya merupakan hasil
pembacaan sensor
• Output adalah hasil keluaran dari respon suatu system

2. KP berlaku sebagai gain (penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroller.
Penggunaan kontroller Proporsional memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang
tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi – aplikasi dasar yang sederhana kontrol
Proporsional ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan setting
time
3. kontroller Proporsional Integral akan membuat sistem kontrol menjadi lebih baik karena telah
memenuhi dua kriteria kontrol sistem yang baik. Ketika pertama adalah mempercepat rise time,
dimana hal ini dilakukan oleh kontroller proposional, kriteria kedua adalah tidak ada overshoot
yang mana fungsi ini dikerjakan oleh kontroller integral. Dengan begitu sistem kontrol akan lebih
baik jika dibandingkan dengan sistem proposional saja
4.
- Sebagai penguat (gain)
- Memperbaiki error (steady stade )
- Nilai diperkecil agar stabil
- Menambahkan proposional control untuk memperbaiki rise time
- Menambahkan derivative untuk memperbaiki overshoot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB V
PENUTUP
5.2 Kesimpulan
• Sistem kontrol PID ( Proportional-Integral-Derivater controller ) merupakan controller untuk
menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada
sistem tersebut.
• Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P ( Proportional ), D (
Derivative ), I (Integral).
• Fungsi kontrol PID antara lain untuk ,Sebagai penguat (gain) ,Memperbaiki error (steady stade )
, Nilai diperkecil agar stabil ,Menambahkan proposional control untuk memperbaiki rise time ,
Menambahkan derivative untuk memperbaiki overshoot
5.3 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi alangkah
lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program sehingga terbentuk
grafik untuk semua grafik yang didapatkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
DAFTAR PUSTAKA
1) https://ilesspha.files.wordpress.com/2014/12/2b_kontroler.pdf
2) http://staffnew.uny.ac.id/upload/132256208/penelitian/Sistem+Kontrol+PID+Muhamad+Ali.
pdf

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
MODUL IV
KENDALI KECEPATAN MOTOR SEARAH
DENGAN KONTROL PROPORSIONAL

Abstrak - PID (Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan kontroler untuk


menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem
tesebut. Pengontrol PID adalah pengontrol konvensional yang banyak dipakai dalam dunia industri.
Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada Control Valve berdasarkan besar error yang
diperoleh. Control valve akan menjadi aktuator yang mengatur aliran fluida dalam proses industri
yang terjadi Level air yang diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah perbedaan dari Set
Point dengan level air aktual. Perancangan PID Controller selama ini menggunakan metoda trial
and error dengan perhitungan yang memakan waktu lama. MatLab yang dilengkapi Control Toolbox,
membantu perancang untuk melihat respon berbagai kombinasi konstanta dengan variasi input yang
berbeda. Penggunaan MatLab ini sangat membantu perancang dalam menentukan kombinasi di
antara P, I, dan D Controller untuk menghasilkan sistem pengaturan yang baik dan sederhana.

Kata Kunci : PID, Kontroller, Error, Valve, Matlab

Abstract - PID (Proportional-Integral-Derivative controller) is a controller to determine the


precision of an instrumentation system with the characteristics of feedback on the system. PID
controller is a conventional controller that is widely used in the industrial world. The PID controller
will give an action to the Control Valve based on the amount of error obtained. Control valve will be
an actuator that regulates fluid flow in industrial processes that occur. The desired water level is
called the Set Point. Error is the difference between Set Point and actual water level. The design of
the PID Controller has been using a trial and error method with calculations that take a long time.
MatLab, equipped with Control Toolbox, helps designers to see the responses of various
combinations of constants with different input variations. The use of MatLab is very helpful for the
designer in determining the combination of P, I, and D Controllers to produce a good and simple
control system.
Keywords: PID, Controller, Error, Valve, Matlab

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Motor DC merupakan suatu mesin yang mengubah tenaga listrik arus searah menjadi tenaga
gerak atau tenaga mekanik. Pengendalian motor DC sebagai mesin penggerak saat ini masih cukup
dominan dilakukan di dunia pendidikan karena penggunaan motor DC masih cukup mudah dalam
proses aplikasi kendali dibandingkan dengan motor AC (Alternating Current).
Pengendalian sistem gerak pada perangkat berbeban dan keakuratan kecepatan putar motor arus
searah sangat penting agar motor dapat berputar secara mantap. Metode pengendalian yang dapat
diterapkan pada pengendalian kecepatan motor DC adalah kendali PID (Proportional-Integral-
Derivative) dengan umpan balik.
Pengendali PID merupakan teknik kendali yang sudah umum diterapkan di dunia rekayasa
kendali. Sistem kendali PID merupakan kombinasi dari tiga macam kendali, yakni kendali
proportional, kendali integral, dan kendali derivative. Kendali ini cukup mudah diterapkan
dibandingkan dengan kendali yang lain dan banyak diaplikasikan pada mesin-mesin industri. Sistem
kendali ini dapat diaplikasikan pada komponen mikrokontroler untuk mendapatkan sistem otomasi
industri yang handal dan memberikan unjuk kerja yang cepat, akurat, dan stabil. Pengaturan
kecepatan dapat dilakukan dengan mengubah mengubah nilai set point. Untuk mendapatkan
kecepatan putaran yang diharapkan digunakan sistem kontrol dengan pengendali PID.

1.2 Tujuan Praktikum


Menentukan Kontrol Proporsional untuk mengendalikan kecepatan motor searah.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Modul
Umumnya yang disebut motor adalah mesin yang mengubah energi listrik menjadi putaran
mekanik. Adapun motor DC merupakan motor arus searah yang terdiri dari elemen kumparan
penguatan (field winding) dan kumparan jangkar (armature winding). Kecepatan motor bergantung
dari seberapa besar tegangan yang diberikan.
Untuk mendapatkan kontrol proporsional yang dibutuhkan, maka sebuah sistem harus
diidentifikasi terlebih dahulu sehingga didapatkan fungsi alihnya. Dengan didapatkan fungsi alihnya,
maka nilai dari kontrol proporsional dapat diperoleh. Sistem kendali kecepatan motor pada praktikum
ini merupakan sistem kendali tertutup. Adapun diagram bloknya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Pada gambar 4.1, ada tiga blok, blok pertama adalah pengendali proporsional yang merupakan
pengendali motor, yang kedua adalah motor yang merupakan plant, dan tachogenerator yang
merupakan sensor pengubah kecepatan menjadi tegangan. Masukan pada sistem ini merupakan
tegangan yang dilambangkan dengan V dan keluarannya adalah kecepatan yang dilambangkan
dengan ω. Pada praktikum ini, satuan dari V adalah volt (V) dan satuan dari kecepatan adalah radian
per menit (rpm).
Pengendali proporsional sebenarnya merupakan rangkaian dengan operational amplifier seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Adapun nilai dari pengendali proporsional yang diinginkan dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut.

Dimana Kp merupakan pengendali proporsional, P1 merupakan potensiometer, dan R5 adalah


resistor. Nilai dari pengendali proporsional dapat diubah dengan mengubah-ubah potensiometer.
Dalam domain waktu kontinyu, hubungan antara sinyal eror e(t) dengan sinyal kendali u(t)
dinyatakan dalam persamaan berikut:

Dari persamaan (4.2) terlihat bahwa pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali
berupa sinyal eror yang dikalikan (proporsional) dengan konstanta proporsional Kp . Pengendali
proporsional digunakan untuk memperbesar penguatan dan mempercepat respon transien. Perbedaan
respon transien yang dihasilkan oleh pengendali proporsional yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3, dapat kita peroleh informasi bahwa semakin besar nilai Kp semakin
cepat respon transien yang dihasilkan.

2.2 Teori Tambahan


Motor DC telah dikenal lama sejak teori gaya Lorentz dan induksi elektromagnetik ditemukan.
Motor DC sering digunakan karena kemudahan dalam aplikasinya sehingga dipakai pada berbagai
macam keperluan, mulai dari peralatan industri, rumah tangga, hingga didapati pada mainan anakanak
maupun piranti pendukung dalam sistem instrumen elektronik. Namun pada kenyataannya, kecepatan
putar motor DC sulit untuk dikendalikan dikarenakan lajunya yang tidak stabil. Untuk mengatasi hal
ini maka diperlukan suatu perancangan sistem kontrol kecepatan motor DC agar motor DC tersebut
bergerak sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Yakni controller Proportional Integral Derivatif
(PID) yaitu kontrol yang terdiri dari konfigurasi standar Kp, Ki, dan Kd yang nilainya ditentukan /
setting agar mendapatkan hasil atau kecepatan yang diinginkan yaitu kecepatan dengan stabilitas yang
baik dengan tingkat error dan overshoot (melampaui) yang kecil.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Dalam pengoperasian motor DC, kecepatan putaran motor tidak konstan. Kecepatan maksimum
motor terjadi ketika motor tidak dibebani. Kecepatan motor jauh berkurang karena adanya beban pada
motor DC, hal ini mengindikasikan bahwa kecepatan putaran diperlukan adalah kecepatan dimana
motor DC sedang mendapat beban penuh. Rentang waktu dimana motor berputar tanpa beban cukup
stabil dengan set point yang ditentukan. Jika kecepatan motor pada waktu tersebut dapat diturunkan,
konsumsi energi listrik menjadi berkurang. Pengaturan kecepatan dapat dilakukan dengan mengubah
mengubah nilai set point. Untuk mendapatkan kecepatan putaran yang diharapkan digunakan sistem
kontrol dengan pengendali PID. Pengendali PID mudah untuk diterapkan pada sistem arduino pada
mikrokontroler.
Motor DC merupakan salah satu penggerak utama yang banyak digunakan di industri masa
kini. Pada tahun-tahun lalu kebanyakan motor servo kecil yang digunakan untuk tujuan kendali
merupakan jenis Alternating Current (AC). Pada kenyataannya, motor AC lebih sulit untuk
dikendalikan, khususnya untuk kendali posisi, dan karakteristiknya cukup nonlinier, yang membuat
tugas analitis lebih sulit. Sedangkan motor Direct Current (DC) lebih mahal, karena sikat dan
komutatornya, dan motor DC dengan fluks berubah hanya sesui untuk aplikasi kendali jenis tertentu.
Sebelum teknologi magnet berkembang pesat, torsi per satuan volume atau bobot dari suatu motor
DC dengan medan magnet permanen sangat jauh dari yang diinginkan. Sekarang, dengan
perkembangan magnet lapisan bumi dimungkinkan untuk mendapatkan motor DC permanen torsi ke
volume yang sangat tinggi dengan biaya terjangkau. Lebih dari itu, kemajuan-kemajuan yang dibuat
pada teknologi sikat dan komutator telah membuat sikat dan komutator dapat digunakan dengan bebas
perawatan. Kemajuan yang dibuat pada elektronika daya telah menjadikan motor DC tanpa sikat
cukup terkenal pada sistem kendali dengan performansi tinggi. Teknik manufaktur yang maju juga
telah menghasilkan motor DC dengan rotor tanpa besi yang mempunyai inersia yang sangat kecil,
sehingga mencapai suatu rasio torsi-inersia yang sangat tinggi, dan sifat konstanta waktu yang kecil
telah membuka aplikasi baru untuk motor DC pada perlengkapan komputer seperti penggerak pita,
printer, disk drive, dan pengolah kata, seperti pada industri otomasi dan perkakas mesin
Sistem Kontrol PID merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi
dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut (Feedback). Sistem kontrol PID terdiri
dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing cara
dapat bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang
perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem
terhadap masukan tertentu sebagaimana yang diinginkan. Secara umum hubungan antara harga yang
diinginkan atau disebut setpoint, harga proses yang terukur (Process Variable), sinyal kesalahan
(Error) dan keluaran pengontrol (Controller Output).
Beberapa terminologi dasar untuk mempermudah memahami PID Controller :
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
a. Error : Merupakan jumlah perangkat yang tidak melakukan sesuatu dengan benar.
b. Proportional (P) : Istilah proporsional berbanding lurus dengan kesalahan saat ini,
pengendali proporsional juga bertindak sebagai penguat yang mampu mengubah output dari sistem
secara proporsional tanpa memberikan efek dinamik pada kinerja pengendali tersebut.
c. Integral (I) : Istilah Integral bergantung pada kesalahan kumulatif yang dibuat selama
jangka waktu (t), pengendali integral merupakan pengendali yang berfungsi untuk memeperbaiki
respon tunak/steady state dari sistem sehingga pengendali ini mampu memperkecil error sistem.
d. Derivative (D) : Istilah turunan tergantung laju perubahan kesalahan. Pengendali ini
merupakan suatu pengendali yang berfungsi untuk memperbaiki respon transien dari sistem.
e. Constant (factor) : Setiap istilah P, I, D dimasukkan dalam kode dengan mengalikannya
terhadap konstanta masing-masing.
• P-faktor (Kp) : Nilai konstan yang digunakan untuk menambah atau mengurangi
dampak proporsional.
• D-faktor (Kd) : Nilai konstan yang digunakan untuk menambah atau mengurangi
dampak dari derivatif.
• I-faktor (Ki) : Nilai konstan yang digunakan untuk menambah atau mengurangi dampak
dari integral.
Pengaruh nilai Kp, Ti, Td pada respon sistem adalah:
1. Kp yang kecil akan membuat pengendali menjadi sensitif dan cenderung membawa
loop berosilasi. Sedangkan Kp yang besar akan meningkatkan offset yang besar juga.
2. Ti yang kecil bermanfaat untuk menghilangkan offsett, tetapi juga cenderung membawa
sistem menjadi lebih sensitif dan lebih mudah berisolasi. Sedangkan Ti yang besar belum tentu efektif
menghilangkan offset dan juga cenderung membuat respon menjadi lambat.
3. Td yang besar akan membawa unsur D menjadi lebih menonjol sehingga respon
cenderung cepat. Sedangkan Td yang kecil kurang memberi nilai ekstra disaat-saat awal

Tabel Parameter PID

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1.1 Alat & Bahan
Modul Kecepatan Motor DC, Kabel USB to COM, Komputer, Multimeter

1.2 Langkah Percobaan


Lakukan langkah-langkah berikut:
1. Tancapkan kabel USB To COM
2. Lihat alamat com di device manager, Gambar di bawah ini menggunakan windows 10

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
3. Jalankan software PID seperti dibawah ini

4. Click Setup COM, Pilih COM yg sesuai di device manager. Kemudian click OK

5. Posisikan saklar di CLOSE LOOP bukan OPEN LOOP


6. Posisikan saklar di PID bukan FLC
7. Posisi saklar arah putaran motor bisa di KIRI atau KANAN
8. Posisi saklar Integral dan Differential off (ke kiri), jadi yang bekerja hanya kontrol P saja.
9. Lakukan Percobaan sesuai tabel. Lakukan pengaturan dengan kondisi motor mati.
10. Setelah pengaturan sesuai tabel dilakukan, baru nyalakan saklar power.
11. Setelah mendapatkan hasil, sebelum mematikan saklar, pastikan potensiometer setpoint
posisikan pada nilai nol. Baru matikan saklar.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Set point = 2 V
Rab Kp PV Error

10k 1 143 266

50k 5 320 89

90k 9 344 65

Set point = 5 V

Rab Kp PV Error

10k 1 378 685

50k 5 792 231

90k 9 856 167

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB IV
HASIL & ANALISA
4.1 Grafik & Program
2.2.1 Set Point 2V, Proporsional (Resistor 10K)

2.2.2 Set Point 2V, Proporsional (Resistor 50K)

1.2.3 Set Point 2V, Proporsional (Resistor 90K)

2.2.4 Set Point 5V, Proporsional (Resistor 10K)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

2.2.5 Set Point 5V, Proporsional (Resistor 50K)

2.2.6 Set Point 5V, Proporsional (Resistor 90K)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.2 Analisa
Motor DC dikenal lama sejak teori gaya Lorentz dan induksi elektromagnetik ditemukan.
Motor DC sering digunakan karena kemudahan dalam aplikasinya sehingga dipakai pada berbagai
macam keperluan, mulai dari peralatan industri, rumah tangga, hingga didapati pada mainan anakanak
maupun piranti pendukung dalam sistem instrumen elektronik. Namun pada kenyataannya, kecepatan
putar motor DC sulit untuk dikendalikan dikarenakan lajunya yang tidak stabil. Untuk mengatasi hal
ini maka diperlukan suatu perancangan sistem kontrol kecepatan motor DC agar motor DC tersebut
bergerak sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Yakni controller Proportional Integral Derivatif
(PID) yaitu kontrol yang terdiri dari konfigurasi standar Kp, Ki, dan Kd yang nilainya ditentukan /
setting agar mendapatkan hasil atau kecepatan yang diinginkan yaitu kecepatan dengan stabilitas yang
baik dengan tingkat error dan overshoot (melampaui) yang kecil.
Dalam pengoperasian motor DC, kecepatan putaran motor tidak konstan. Kecepatan maksimum
motor terjadi ketika motor tidak dibebani. Kecepatan motor jauh berkurang karena adanya beban pada
motor DC, hal ini mengindikasikan bahwa kecepatan putaran diperlukan adalah kecepatan dimana
motor DC sedang mendapat beban penuh. Rentang waktu dimana motor berputar tanpa beban cukup
stabil dengan set point yang ditentukan. Jika kecepatan motor pada waktu tersebut dapat diturunkan,
konsumsi energi listrik menjadi berkurang. Pengaturan kecepatan dapat dilakukan dengan mengubah
mengubah nilai set point. Untuk mendapatkan kecepatan putaran yang diharapkan digunakan sistem
kontrol dengan pengendali PID. Pengendali PID mudah untuk diterapkan pada sistem arduino pada
mikrokontroler.
Motor DC merupakan salah satu penggerak utama yang banyak digunakan di industri masa
kini. Pada tahun-tahun lalu kebanyakan motor servo kecil yang digunakan untuk tujuan kendali
merupakan jenis Alternating Current (AC). Pada kenyataannya, motor AC lebih sulit untuk
dikendalikan, khususnya untuk kendali posisi, dan karakteristiknya cukup nonlinier, yang membuat
tugas analitis lebih sulit. Sedangkan motor Direct Current (DC) lebih mahal, karena sikat dan
komutatornya, dan motor DC dengan fluks berubah hanya sesui untuk aplikasi kendali jenis tertentu.
Sebelum teknologi magnet berkembang pesat, torsi per satuan volume atau bobot dari suatu motor
DC dengan medan magnet permanen sangat jauh dari yang diinginkan. Sekarang, dengan
perkembangan magnet lapisan bumi dimungkinkan untuk mendapatkan motor DC permanen torsi ke
volume yang sangat tinggi dengan biaya terjangkau. Lebih dari itu, kemajuan-kemajuan yang dibuat
pada teknologi sikat dan komutator telah membuat sikat dan komutator dapat digunakan dengan bebas
perawatan. Kemajuan yang dibuat pada elektronika daya telah menjadikan motor DC tanpa sikat
cukup terkenal pada sistem kendali dengan performansi tinggi. Teknik manufaktur yang maju juga
telah menghasilkan motor DC dengan rotor tanpa besi yang mempunyai inersia yang sangat kecil,
sehingga mencapai suatu rasio torsi-inersia yang sangat tinggi, dan sifat konstanta waktu yang kecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
telah membuka aplikasi baru untuk motor DC pada perlengkapan komputer seperti penggerak pita,
printer, disk drive, dan pengolah kata, seperti pada industri otomasi dan perkakas mesin
Sistem Kontrol PID merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi
dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut (Feedback). Sistem kontrol PID terdiri
dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing cara
dapat bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang
perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem
terhadap masukan tertentu sebagaimana yang diinginkan. Secara umum hubungan antara harga yang
diinginkan atau disebut setpoint, harga proses yang terukur (Process Variable), sinyal kesalahan
(Error) dan keluaran pengontrol (Controller Output).
Beberapa terminologi dasar untuk mempermudah memahami PID Controller :
f. Error : Merupakan jumlah perangkat yang tidak melakukan sesuatu dengan benar.
g. Proportional (P) : Istilah proporsional berbanding lurus dengan kesalahan saat ini,
pengendali proporsional juga bertindak sebagai penguat yang mampu mengubah output dari sistem
secara proporsional tanpa memberikan efek dinamik pada kinerja pengendali tersebut.
h. Integral (I) : Istilah Integral bergantung pada kesalahan kumulatif yang dibuat selama
jangka waktu (t), pengendali integral merupakan pengendali yang berfungsi untuk memeperbaiki
respon tunak/steady state dari sistem sehingga pengendali ini mampu memperkecil error sistem.
i. Derivative (D) : Istilah turunan tergantung laju perubahan kesalahan. Pengendali ini
merupakan suatu pengendali yang berfungsi untuk memperbaiki respon transien dari sistem.
j. Constant (factor) : Setiap istilah P, I, D dimasukkan dalam kode dengan mengalikannya
terhadap konstanta masing-masing.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.3 Tugas Akhir
Jelaskan bagaimana perilaku dari pengendali proporsional dari hasil pengamatan dan tentukan
mana nilai pengendali proporsional yang terbaik pada praktikum ini. Jelaskan mengapa demikian!
Jawab :
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui jika penambahan pengendali derivative dapat mengurangi dan
mamperbaiki over shoot, sehingga pengendali PID ini dapat menghasilkan respon yang baik yaitu kombinasi
parameternya dapat membuat respon memiliki settling time yang minimal dengan over shoot yang kecil atau
tanpa overshoot dari respon system close loop.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Penambahan pengendali derivative dapat mengurangi over shoot
5.2 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi alangkah
lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program sehingga terbentuk
grafik untuk semua grafik yang didapatkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
DAFTAR PUSTAKA
1) https://media.neliti.com/media/publications/172853-ID-penalaan-kendali-pid-untuk-pengendali-
pr.pdf

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
MODUL V
KENDALI KECEPATAN MOTOR SEARAH
DENGAN KONTROL PROPORSIONAL INTEGRAL

Abstrak - Motor DC banyak digunakan di industri kecil dan besar. Kecepatan motor dc sering tidak
stabil akibat gangguan dari luar maupun perubahan parameter dari fabrikasinya sehingga perlu
dilakukan rancangan kontroller. Pengaturan dan monitoring kecepatan putar motor DC dalam
sebuah sistem proses sangat penting perannya dalam implementasi industri. Pengaturan dan
monitoring kecepatan putar motor DC ini menggunakan perangkat antarmuka komputer dimana
dalam industri hal ini diperlukan untuk memudahkan operator dalam mengatur dan memonitor
kecepatan motor. Agar diperoleh pengontrol yang terbaik, maka dilakukan tuning parameter
pengontrol Proporsional Integral Derifatif (PID). Dalam tuning ini kita dapat mengetahui nilai dari
proporsional gain (Kp), waktu integral (Ti) dan waktu derivatif (Td). Pengontrol PID akan
memberikan aksi kepada kontrol motor DC berdasarkan error yang diperoleh, nilai putaran motor
DC yang diinginkan disebut dengan set point. Software LabVIEW digunakan sebagai pemonitor,
kendali kecepatan motor.
Kata kunci : LabView, Motor DC, Arduino, Ouptocoupler, Komputer.

Abstract - DC motors are widely used in small and large industries. DC motor speed is often unstable
due to outside interference and changes in the parameters of the fabrication so it is necessary to
design a controller. Motor DC speed adjustment and monitoring is a crucial system as it i
implemented in industrial. This motor DC speed adjustment and monitoring using computer interface
where in industial this system will support operator for adjusting and monitoring motor speed. For
acquiring best control parameters, tuning is needed for acquiring best Proportional Integral
Derivative (PID) value. This tuning is used for find the best proportional gain, time integral,
derivative time. PID controller will give a better control respond to the DC Motor based on the error,
the DC motor rotation speed needed is called Setpoint. The labview software used as an interface of
monitor and control.
Keyword : LabView, Motor DC, Arduino, Ouptocoupler, Computer

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pengoperasian motor DC, kecepatan putaran motor tidak konstan. Kecepatan maksimum
motor terjadi ketika motor tidak dibebani. Kecepatan motor jauh berkurang karena adanya beban pada
motor DC, hal ini mengindikasikan bahwa kecepatan putaran diperlukan adalah kecepatan dimana
motor DC sedang mendapat beban penuh. Rentang waktu dimana motor berputar tanpa beban cukup
stabil dengan set point yang ditentukan. Jika kecepatan motor pada waktu tersebut dapat diturunkan,
konsumsi energi listrik menjadi berkurang. Pengaturan kecepatan dapat dilakukan dengan mengubah
mengubah nilai set point. Untuk mendapatkan kecepatan putaran yang diharapkan digunakan sistem
kontrol dengan pengendali PID. Pengendali PID mudah untuk diterapkan pada sistem arduino pada
mikrokontroler.[2] Arduino merupakan sistem yang lebih kompleks dalam pengaturan kecepatan
motor dan akan menjaga kecepatan motor DC pada posisi kecepatan set pointnya walaupun beban
yang diberikan pada motor DC berubah – ubah.

1.2 Tujuan Praktikum


Menentukan Kontrol Proporsional Integral untuk mengendalikan kecepatan motor searah.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Modul
Adapun diagram bloknya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pada gambar 5.1, pengendali proposional integral adalah penjumlahan dari sinyal yang
dihasilkan pengendali proporsional dan pengendali integral. Pada pengendali integral, sebelum
dikalikan dengan konstanta Ki, nilai error yang dihasilkan diintegralkan terlebih dahulu.
Pengendali integral sebenarnya merupakan rangkaian dengan operational amplifier seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.2. Adapun nilai dari pengendali proporsional integral yang diinginkan
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut.

Dimana Ki merupakan pengendali integral, P2 merupakan potensiometer, dan C5 adalah


kapasitor. Nilai dari pengendali integral dapat diubah dengan mengubah-ubah potensiometer.

Dalam domain waktu kontinyu, hubungan antara sinyal eror e(t) dengan sinyal kendali u(t)
dinyatakan dalam persamaan berikut:

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Dari persamaan (5.2) terlihat bahwa pengendali proporsional integral merupakan penjumlahan
sinyal kendali proporsional dan sinyal kendali integral. Pengendali integral mempercepat proses
pergerakan menuju set point dan menghilangkan error steady state yang terjadi jika hanya
menggunakan kontroler proporsional. Namun, penggunaan pengendali integral dapat menyebabkan
munculnya overshoot dari nilai set point.
Perbedaan respon transien yang dihasilkan oleh pengendali proporsional integral yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 5.2. Dari Gambar 5.2, dapat kita peroleh informasi bahwa semakin besar
nilai Ki semakin cepat respon transien yang dihasilkan.

2.2 Teori Tambahan


Pengaturan adalah suatu kegiatan yang sering dilakukan untuk mengendalikan nilai suatu
variable. Pengaturan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dari lup terbuka hingga tertutup..
Pada laporan ini menyajikan perkembangan system kendali lup terbuka untuk pengendalian
kecepatan motor DC dengan berbasis mikrokontroler Atmega 8535. Sistem yang dikendalikan adalah
sebuah motor DC. Dan yang dikendalikan adalah mengatur kecepatan motor DC dengan teknik Pulse
Width Modulation (PWM). Penelitian ini menggunakan PC untuk memberikan perintah ke
mikrokontroler yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan putaran motor DC, sehingga
mikrokontroler mengeluarkan sinyal Pulse Width Modulation (PWM) ke driver untuk menguatkan
arus. Sinyal PWM yang sudah dikuatkan arusnya digunakan untuk menggerakkan motor DC.[4&8]
Pengontrolan PID pada umumnya yang digunakan adalah metode trial-error, untuk menentukan
parameter yang tepat untuk PID,namun hasil yang didapat tidak membuat kontroler PID optimal.
Belakangan ini sudah banyak penelitian untuk mengoptimasi kontroler PID, salah satunya dengan
metode cerdas. Untuk itu pada penelitian ini akan digunakanmetode cerdas berbasis Cuckoo Search

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Algorithm (CSA), untuk mengoptimasi dan menentukan parameter yangtepat dari PID. CSA adalah
salah satu metode cerdas yang terinspirasi dari perilaku burung cuckoo dalam menempatkan telurnya
disarang burung lain yang dia pilih secara acak, konsep inilah yang di adaptasi dan diterapkan menjadi
algoritma cerdas untuk menyelesaikan masalah optimasi. Dari hasil yang diperoleh metode CSA
dapat dengan baik menala parameter PID, sehingga overshoot yang dihasilkan tidak ada dan settling
time sangat cepat. Pada penelitian ini juga akan dibahas dan dibandingkan kontroler tanpa PID,
dengan PID trial-errordan dengan PID CSA.[5&9]
Disamping pengontrolan kecepatan putar, sistem control motor dc juga mengatur arah putar
rotor, searah jarum jam atau berlawanan dengan arah jarum jam. Salah satu sistem control motor dc
adalah menggunakan Modulasi Lebar Pulsa (PWM) sebagai pemicu pada driver control seperti
transistor H-Bridge. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem control motor dc menggunakan
suhu udara sebagai pemicu.[6]

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat & Bahan
Modul Kecepatan Motor DC, Kabel USB to COM, Komputer, Multimeter.

3.2 Langkah Percobaan


1. Lakukan langkah seperti pada modul IV hingga poin ke delapan.
2. Posisi saklar Integral dan proposional on (ke kanan) dan Differential off (ke kiri)
3. Lakukan Percobaan sesuai tabel. Lakukan pengaturan dengan kondisi motor mati.
4. Setelah pengaturan sesuai tabel dilakukan, baru nyalakan saklar power.
5. Setelah mendapatkan hasil, sebelum mematikan saklar, pastikan potensiometer setpoint
posisikan pada nilai nol. Baru matikan saklar.
Set point = 2 V

Rab Rcd Kp Ki PV Error

50k 10k 5 1k 380 27

50k 50k 5 5k 409 0

90k 10k 9 9k 580 -172

90k 50k 9 9k 412 -4

Set point = 5 V

Rab Rcd Kp Ki PV Error

50k 10k 5 1k 1023 0

50k 50k 5 5k 1023 0

90k 10k 9 1k 1023 0

90k 50k 9 5k 1023 0

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB IV
HASIL & ANALISA
4.1 Grafik & Program
Set Point : 2 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 10 k

Set Point : 2 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 50 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Set Point : 2 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 10 k

Set Point : 2 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 50 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Set Point : 5 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 10 k

Set Point : 5 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 50 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Set Point : 5 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 10 k

Set Point : 5 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 50 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.2 Analisa
Motor DC adalah suatu mesin listrik yang berguna sebagai motor listrik jika terjadi proses
konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik didalamnya . Motor DC merupakan motor yang
membutuhkan suplai tegangan searah pada kumparan jangkar dan kumparan medan yang kemudian
akan diubah menjadi energi mekanik. Motor DC banyak digunakan sebelum motor AC dikenal yaitu
untuk menghasilkan tenaga mekanik pada mesin-mesin industri dipabrik, dan lain sebagainya.
Sampai saat ini, motor DC banyak dipakai pada pabrik dan industri. Agar penggunaan motor DC
semakin banyak dan semakin berkembang maka diperlukan kontrol agar kecepatan putar motor stabil
dan sesuai dengan kecepatan putar yang diinginkan . Salah satu kontrol yang dapat digunakan untuk
mengontrol kecepatan putar motor DC dalah kontrol PI. Kontrol PI merupakan gabungan antara
kontrol P (Proportional) dan kontrol I (Integral). Kontrol P (Proportional) akan selalu menghasilkan
offset sedangkan kontrol I (Integral) atau yang bisa juga disebut dengan pengendali reset berfungsi
untuk mengeliminasi offset yang diakibatkan oleh kontrol P (Proportional). Sedangkan kontrol
integral yang lambat dapat ditutupi oleh pengendali proportional . Motor DC membutuhkan tegangan
searah pada kumparan medan yang kemudian diubah menjadi energi mekanik . Motor DC terdiri dari
tiga bagian yaitu bagian yang berputar atau yang disebut rotor. Kemudian bagian yang tidak berputar
atau disebut dengan kutub medan atau statot, dan yang terakhir adalah komutato. Pada kondisi stall
torque, yaitu menunjukkan bahwa kondisi motor pada saat torsi maksimum, akan tetapi motor dalam
kondisi yang tidak berputar, • Pada saat no load speed, yaitu motor pada kondisi kecepatan
maksimum, akan tetapi tidak ada beban pada motor. Sensor kecepatan yang digunakan adalah
incremental rotary encoder. Keluaran dari incremental rotary encoder adalah format digital Sebuah
Incremental rotary encoder terdiri dari LED yang digunakan sebagai sumber cahaya, disc encoder
(rotating disc) atau disc yang berputar, fixed disc, photo-detector. LED dan photo detector diletakkan
secara sejajar sehingga cahaya dari LED akan mengenai photo detector pada saat disc berputar.
Cahaya dari LED tidak selalu mengenai photo detector, tetapi hanya akan mengenai photo detector
jika cahaya melewati slot-slot pada disc encoder Sensor arus ACS712 adalah sensor untuk mengukur
arus AC atau DC dalam pembacaan arus di industri, otomotif, komersil dan sistem-sistem komunikasi
. Kontrol PI (Proportional Integral) adalah sistem kontrol atau pengendali gabungan antara kontrol
proportional dan integral [8]. Kontrol PI berfungsi agar reaksi dari sebuah sistem lebih cepat dan
menghilangkan offset . Motor DC atau Motor Arus Searah tergolong dalam kategori jenis motor yang
paling banyak digunakan baik dalam lingkungan industri, peralatan rumah tangga, mainan anak-anak
hingga piranti pendukung sistem instrument elektronik. Motor listrik merupakan perangkat
elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan
untuk memutar Impeller pompa, kipas, atau blower, menggerakkan kompresor dan lainlain [7].
Pengendali PID (Proportional – Integral – Derivative) merupakan kombinasi dari ketiga jenis
pengendali. Ketiga jenis controller tersebut tidak dapat berdiri sendiri karena hasil yang dicapai
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
kurang baik sebab masing-masing controller memiliki kelemahan maupun kelebihan sendirisendiri.
Untuk memenuhi sistem yang diinginkan maka ketiga parameter PID harus ditetapkan secara optimal.
Ada beberapa metode penalaan atau Tuning PID konvensional yang telah dikembangkan, seperti
metode coba-coba (try and error), metode Ziegler-Nichols, metode tanggapan (step respons) dan
metode analitik [8]. Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode-
metode diatas dapat dilihat bahwa dengan penggunaan pengendali PID dalam suatu sistem
mempunyai kelemahan, yakni bahwa parameter-parameter dalam pengendali harus selalu ditala
(Tune Up) bila terjadi perubahan didalam sistem, perubahan tersebut akan menyebabkan terjadinya
Tuning kembali dari parameter-parameter PID tersebut. Penalaan pengendali PID adalah yang paling
banyak digunakan saat ini karena keefektifannya, sederhana dalam implementasi dan luas
penggunaannya. Konfigurasi standar penalaan dari pengendali PID memiliki parameterparameter Kp,
Ki dan Kd

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.3 Tugas Akhir
Jelaskan bagaimana perilaku dari pengendali proporsional integral dari hasil pengamatan dan
tentukan mana nilai pengendali proporsional integral yang terbaik pada praktikum ini. Jelaskan
mengapa demikian!
Jawab :
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semakin besar perubahan control proporsional, maka
error teady state dapat berkurang tapi tidak dapat mengeliminasinya. Dan juga semakin besar gain
maka dapat menghasilkan over shoot dari system.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
• semakin besar perubahan control proporsional, maka error teady state dapat berkurang tapi
tidak dapat mengeliminasinya
5.2 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi
alangkah lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program
sehingga terbentuk grafik untuk semua grafik yang didapatkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
DAFTAR PUSTAKA

1) https://media.neliti.com/media/publications/172853-ID-penalaan-kendali-pid-untuk-
pengendali-pr.pdf
2) http://repository.gunadarma.ac.id/271/1/APLIKASI%20KONTROL%20PROPORSIONAL%
20INTEGRAL_UG.pdf

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
MODUL VI
KENDALI KECEPATAN MOTOR SEARAH
DENGAN KONTROL PROPORSIONAL INTEGRAL DERIVATIF

Abstrak - Pada modul enam ini dibahas mengenai kendali kecepatan motor arus searah dengan
kontroler proporsional integral derivatif. Berbeda dengan modul-modul sebelumnya, pada modul ini
akan digunakan semua kontroler nya sehingga menjadi kontroler PID. Dari percobaan modul ini
nantinya akan menggunakan suatu alat kontroler PID, yang dimana didalamnya terdapat tiga jenis
kontroler untuk pengendalian kecepatan motor arus searah. Kontroler yang terdiri didalamnya
antara lain, kontroler proporsional, kontroler integral, dan kontroler derivatif. Pada praktikum
modul akan digunakan bersamaan kontroler proporsional, kontroler integral, dan kontroler derivatif
nya. Pada percobaan nanti akan diatur nilai potensio dari ketiga kontroler ini, yang dimana pada
percobaan akan diatur nilai dari potensio meter nya, sehingga menghasilkan grafik yang berbeda
disetiap nilai nya. Dari grafik nanti dapat diidentifikasi bagaimana desain kontroler proporsional
integral derivatif yang baik.
Kata Kunci: Proporsional, Integral, Derivatif, Kontroler

Abstract - Module six discusses direct current motor speed control with integral derivative
proportional controller. Unlike the previous modules, this module will use all controllers to become
a PID controller. From the experiment, this module will later use a PID controller, in which there
are three types of controllers for direct current motor speed control. Controllers which include,
among others, proportional controllers, integral controllers, and derivative controllers. In the
practicum module, the proportional controller, integral controller and derivative controller will be
used together. In the experiment, the potentiometer value of the three controllers will be set, which in
the experiment will be set the value of the potentiometer meter, so as to produce a different graph for
each value. From the graph, it can be identified how to design a good derivative integral proportional
controller.
Keywords: Proportional, Integral, Derivative, Controller

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Motor DC merupakan motor yang mudah untuk diaplikasikan. Karena kemudahanya, pada saat
ini motor DC sering digunakan untuk macam – macam keperluan, seperti peralatan industri maupun
rumah tangga. Namun dalam pengaplikasianya kecepatan motor DC sering terjadi penurunan akibat
dari beban yang ada, sehingga kecepatanya menjadi tidak konstan. Dalam pemakaian motor, kadang
– kadang diinginkan putaran yang dapat diubah – ubah sesuai dengan putaran beban dengan
pengaturan perpindahan putaran yang halus. Hal tersebut diperlukan dengan tujuan antara lain untuk
mengurangi besarnya arus start, meredam getaran dan hentakan mekanis saat starting. Oleh karena
itu banyak dilakukan usaha bagaimana cara mengatur putaran motor tersebut. Salah satunya adalah
dengan kontrol PID. Kontrol PID merupakan teknik kontrol yang sering digunakan dalam rekayasa
kontrol. Kendali PID merupakan kombinasi dari tiga macam kendali yaitu Proportional, Integral,
dan Derivative. Banyak aplikasi yang membutuhkan jangkauan kecepatan yang lebar, dan kestabilan
putaran terhadap nilai acuan (set point) yang diinginkan, sehingga diperlukan sebuah data tentang
perbandingan nilai respon sistem kecepatan motor yang menggunakan kontrol PID dan tanpa
menggunakan kontrol PID atau open loop sehingga penggunaan motor bisa lebih efisien.

1.2 Tujuan Praktikum


Menentukan Kontrol Proporsional Integral Derivatif untuk mengendalikan kecepatan motor searah.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Modul
Adapun diagram bloknya dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Pada gambar 6.1, pengendali proposional integral derivatif adalah penjumlahan dari sinyal yang
dihasilkan pengendali proporsional, pengendali integral, dan pengendali derivatif. Pada pengendali
derivatif, sebelum dikalikan dengan konstanta Kd, nilai error yang dihasilkan diderivatifkan terlebih
dahulu.
Pengendali Derivatif sebenarnya merupakan rangkaian dengan operational amplifier seperti
ditunjukkan pada Gambar 6.2.

Adapun nilai dari pengendali proporsional derivatif yang diinginkan dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145

Dimana Kd merupakan pengendali integral, P3 merupakan potensiometer, dan C2 adalah


kapasitor. Nilai dari pengendali derivatif dapat diubah dengan mengubah-ubah potensiometer.
Dalam domain waktu kontinyu, hubungan antara sinyal eror e(t) dengan sinyal kendali u(t)
dinyatakan dalam persamaan berikut:

Dari persamaan (6.2) terlihat bahwa pengendali proporsional integral merupakan penjumlahan
sinyal kendali proporsional, sinyal kendali integral, dan sinyal kendali derivatif. Kendali derivatif
digunakan untuk mengurangi bersarnya overshoot yang dihasilkan.
Perbedaan respon transien yang dihasilkan oleh pengendali proporsional integral derivatif yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.3. Dari Gambar 6.3, dapat kita peroleh informasi bahwa semakin
besar nilai Kd semakin landau respon transien yang dihasilkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
2.2 Teori Tambahan
Pengendali Kecepatan Motor DC dengan PID Metode Tuning Direct Synthesis

Kontroler PID adalah kontroler yang sampai sekarang masih banyak digunakan di dunia
industri. Hal yang krusial pada desain kontroler PID ini ialah menentukan parameter kontroler
atau tuning. Dari banyak metode tuning yang telah dikembangkan saat ini, akan dibahas metode
tuning Direct Synthesis. PLC yang umumnya digunakan sebagai alat pengatur urutan bisa
dimanfaatkan sebagai kontroler PID digital dengan memanfaatkan modul ASCII (Omron) yang
bisa mengadaptasi pemrograman dalam bahasa BASIC. Dengan mengintegrasikan PLC sebagai
kontroler PID dan motor DC sebagai plant, metode tuning Direct Synthesis dapat
diimplementasikan. Dari hasil eksperimen, terbukti bahwa penggunaan kontroler PID dengan metode
tuning Direct Synthesis untuk pengaturan kecepatan motor DC memberikan perbaikan kriteria
performansi pada plant yang signifikan jika dibandingkan dengan plant tanpa kontroler.
Kontroler PID adalah kontroler berumpanbalik yang paling populer di dunia industri.
Selama lebih dari 50 tahun, kontroler PID terbukti dapat memberikan performa kontrol yang baik
meski mempunyai algoritma sederhana yang mudah dipahami [1]. Hal krusial dalam desain
kontroler PID ialah tuning atau pemberian parameter P, I, dan D agar didapatkan respon
sistem yang diinginkan. Salah satu metode yang muncul ialah tuning berdasar model plant,
karena identifikasi plant bukan lagi hal yang sulit untuk dilakukan. Salah satu jenisnya ialah
Direct Synthesis yang memerlukan model plant sebenarnya dan model plant yang
diinginkan untuk mendapatkan parameter P, I, D dari kontroler. [2]. Sementara itu, di dunia
industri juga dikenal adanya Programmable Logic Controller (PLC) sebagai alat pengatur
urutan proses secara digital. Namun sekarang ini PLC telah dapat juga menangani proses analog.
PLC C200H OMRON mengadaptasi hal itu dengan munculnya special unit seperti Analog Input
Unit , Analog Output Unit, PID Controller, ASCII Unit, dan lain – lain [3] Karena itu, penulis
akan mengimplementasikan kontrolerPID pada modul ASCII untuk mengatur kecepatan motor DC.
Selain itu akan dilakukan penerapan metode tuningDirect Synthesis pada kontroler PID. Sebagai
catatan, tidak semua metode tuning cocok digunakan untuk jenis-jenis plant tertentu.
Misalnya: penggunaan metode tuning Ziegler-Nichols di Laboratorium Sistem Pengaturan
Unibraw untuk pengaturan posisi motor DC justru memberikan hasil yang mengecewakan saat
kontroler PID diterapkan [4].
Kontroler adalah komponen yang berfungsi meminimasi sinyal kesalahan. Tipe
kontroler yang paling populer ialah kontroler PID. Elemen-elemen kontroler P, I dan D
masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem,
menghilang-kan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Aspek yang sangat penting dalam desain kontroler PID ialah penentuan
parameter kontroler PID supaya sistem close loop memenuhi kriteria performansi yang
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
diinginkan. Hal ini disebut juga dengan tuning kontroler. Seiring dengan berkembangnya
penelitian tentang identifikasi suatu sistem “black box”, maka memperoleh transfer
function atau karakteristik dari sistem tersebut bukanlah hal yang teramat sulit. Hal ini
menyebabkan metode tuning kontroler yang membutuhkan model plant sebenarnya juga dapat
dilakukan dengan relatif mudah, misalnya dengan metode Direct Sinthesys. Metode ini
terlebih dulu menentukan perilaku ouput yang diinginkan (reference) dengan membuat
bentuk trayektorinya, dan model prosesnya (plant) digunakan untuk secara langsung
mendapatkan persamaan kontroler yang sesuai. Berikut ini penurunan rumusnya.

Perancangan Hardware
Keperluan hardware meliputi : modul ASCII pada PLC sebagai alat kontrol utama, modul
Analog Input pada PLC dan hardware pendukung (Digital to Analog Converter,
Amplifier) untuk mengkondisikan sinyal antara PLC dan plant. Hanya unit ASCII yang akan
dijelaskan dengan detail pada makalah ini.
Unit ASCII adalah unit pelengkap cerdas dari PLC C200H OMRON yang membuat
sistem kontrol berbasis PLC lebih fleksibel dan berkemampuan tinggi. Unit ASCII
ini dapat digunakan untuk memonitor sistem, memproses data, membuat laporan dan
mengerjakan tugas – tugas lainnya. Pemrograman pada ASCII Unit dikerjakan dengan BASIC,
sebagai pengganti ladder diagram, sehingga lebih cocok untuk memproses data analog.
Untuk menggunakan Unit ASCII yang berhubungan dengan PLC, diperlukan
program untuk Unit ASCII yang ditulis dalam BASIC. Perintah pertukaran data harus
disertakan ke dalam program PLC kecuali jika pernyataan perintah yang digunakan telah
menggunakan petunjuk daerah memori yang spesifik (misal : PC READ “@...”, PC WRITE
“@...”). Perintah tersebut harus menentukan jumlah word yang akan ditransfer, base address,
dan daerah memori yang spesifik. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan instruksi PC
MOV. Ada 2 cara Unit ASCII dapat berkomunikasi dengan PLC. Pada metode pertama,
PLC mengontrol timing transfer data antara 2 alat ini. ASCII Unit “meminta” akses ke daerah
memori data PLC dengan menggunakan statement PC READ, PC WRITE, PC GET, atau PC
PUT, dan kemudian menunggu PLC merespon dengan menyalakan read atau write flag.
Pada metode yang ke dua, tidak ada kode pertukaran data khusus dari PLC yang
diperlukan untuk mengkomunikasikan 2 alat ini. Jika parameter penunjuk daerah memori
telah ditentukan dengan statement PC READ atau PC WRITE, Unit ASCII dapat langsung
mengakses daerah memori PLC yang telah ditentukan. Gambar – gambar berikut ini
mengilustrasikan hubungan antara program di PLC dan program di ASCII Unit.
Program BASIC untuk ASCII Unit harus ditulis pada PC yang dihubungkan dengan port 1
ASCII Unit melalui RS 232-C. Sebuah program dapat ditransfer ke ASCII Unit dari PC
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
atau alat penyimpan lain dengan perintah LOAD. LOAD juga digunakan untuk mentransfer
program dari EEPROM ke RAM dalam Unit ASCII. Sebaliknya, program dapat ditransfer dari
RAM ke EEPROM dari ASCII Unit atau ke PC yang terhubung dengan perintah SAVE.
Selain itu, program juga dapat ditransfer dengan mudah dengan software bawaan dari
OMRON yaitu SYSMATE ASCII. ASCII Unit dihubungkan ke alat peripheral melalui dua
RS-232C interface.Konektor dB 9 digunakan untuk kedua port.
Algoritma Transfer Data
Data dari plant (motor DC) berupa tegangan yang dihasilkan oleh tachometer. Tegangan
analog antara 0 – 5 V tersebut dimasukkan ke dalam ADC 8 bit dan akan diubah menjadi
8 digit bilangan biner yang merepresentasikan nilai tegangan analog tersebut berdasarkan nilai – nilai
biner dari MSB (Most Significant Bit) sampai LSB (Least Significant Bit). Nilai keluaran ADC
sebesar 0 – 5 V tersebut akan dikuatkan sebesar 4 kali karena level logic pada Input Module
PLC adalah 0 - 24 V, yang akan dianggap sebagai data input PLC. Data input PLC ini dengan
ladder tertentu akan dikirimkan kepada modul ASCII, dimana modul ini akan menerima data
dengan program BASIC tertentu. Di dalam modul ASCII, data akan diolah sesuai keinginan
programmer (dalam hal ini dimasukkan dalam program kontroler PID), kemudian hasil akhirnya
akan dikirimkan lagi ke PLC dengan program BASIC tertentu. PLC akan menerima data dengan
ladder tertentu juga. Sedangkan data dari PLC berupa data digital 8 bit yang akan diubah ke
dalam bentuk tegangan analog melalui modul analog output (DA 001).

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat & Bahan
Modul Kecepatan Motor DC, Kabel USB to COM, Komputer, Multimeter.

3.2 Langkah Percobaan


1. Lakukan langkah seperti pada modul IV hingga poin ke delapan.
2. Posisi saklar Integral dan proposional on (ke kanan) dan Differential off (ke kiri)
3. Lakukan Percobaan sesuai tabel. Lakukan pengaturan dengan kondisi motor mati.
4. Setelah pengaturan sesuai tabel dilakukan, baru nyalakan saklar power.
5. Setelah mendapatkan hasil, sebelum mematikan saklar, pastikan potensiometer setpoint
posisikan pada nilai nol. Baru matikan saklar.

Set point = 2 V
Rab Rcd Ref Kp Ki Kd PV Error
50k 10k 10k 5 10k 0,0001 538 -127
50k 50k 10k 5 2k 0,0001 414 -2
90k 10k 10k 9 10k 0,0001 384 25
90k 50k 10k 9 2k 0,0001 415 -3

Set point = 5 V
Rab Rcd Ref Kp Ki Kd PV Error
50k 10k 10k 5 10k 0,0001 1023 0
50k 50k 10k 5 2k 0,0001 1023 0
90k 10k 10k 9 10k 0,0001 1023 0
90k 50k 10k 9 2k 0,0001 1023 0

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
BAB IV
HASIL & ANALISA
4.1 Grafik & Program
Set Point : 2 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 10 k, Ref : 10 k

Set Point : 2 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 50 k, Ref : 10 k

Set Point : 2 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 10 k, Ref : 10 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Set Point : 2 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 50 k, Ref : 10 k

Set Point : 5 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 10 k, Ref : 10 k

Set Point : 5 Volt, Rab : 50 k, Rcd : 50 k, Ref : 10 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
Set Point : 5 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 10 k, Ref : 10 k

Set Point : 5 Volt, Rab : 90 k, Rcd : 50 k, Ref : 10 k

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.2 Analisa
Motor DC banyak digunakan di industri kecil dan besar. Kecepatan motor dc sering tidak stabil
akibat gangguan dari luar maupun perubahan parameter dari fabrikasinya sehingga perlu dilakukan
rancangan kontroller. Pengaturan dan monitoring kecepatan putar motor DC dalam sebuah sistem
proses sangat penting perannya dalam implementasi industri. Pengaturan dan monitoring kecepatan
putar motor DC ini menggunakan perangkat antarmuka komputer dimana dalam industri hal ini
diperlukan untuk memudahkan operator dalam mengatur dan memonitor kecepatan motor. Agar
diperoleh pengontrol yang terbaik, maka dilakukan tuning parameter pengontrol Proporsional
Integral Derifatif (PID). Dalam tuning ini kita dapat mengetahui nilai dari proporsional gain (Kp),
waktu integral (Ti) dan waktu derivatif (Td). Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada kontrol
motor DC berdasarkan error yang diperoleh, nilai putaran motor DC yang diinginkan disebut dengan
set point. Software LabVIEW digunakan sebagai pemonitor, kendali kecepatan motor. Motor DC
telah dikenal lama sejak teori gaya Lorentz dan induksi elektromagnetik ditemukan. Motor DC sering
digunakan karena kemudahan dalam aplikasinya sehingga dipakai pada berbagai macam keperluan,
mulai dari peralatan industri, rumah tangga, hingga didapati pada mainan anakanak maupun piranti
pendukung dalam sistem instrumen elektronik. Namun pada kenyataannya, kecepatan putar motor
DC sulit untuk dikendalikan dikarenakan lajunya yang tidak stabil.[1] Untuk mengatasi hal ini maka
diperlukan suatu perancangan sistem kontrol kecepatan motor DC agar motor DC tersebut bergerak
sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Yakni kontroller Proportional Integral Derivatif (PID)
yaitu kontrol yang terdiri dari konfigurasi standar Kp, Ki, dan Kd yang nilainya ditentukan / setting
agar mendapatkan hasil atau kecepatan yang diinginkan yaitu kecepatan dengan stabilitas yang baik
dengan tingkat error dan overshoot (melampaui) yang kecil. Dalam penelitian ini, sistem kontrol PID
yang akan dibahas menggunakan prinsip kerja feedback encoder dengan optocoupler berbasis
Mikrokontroller ATMega8535 yang akan diaplikasikan pada motor DC tanpa beban. Pembahasan ini
dilakukan dengan mengamati perubahan pada kontrol PID yang ada pada program labview yang
disetting pada keypad serta waktu terbaik (Time Sampling) yang diperoleh guna untuk mendapatkan.
Dalam pengoperasian motor DC, kecepatan putaran motor tidak konstan. Kecepatan maksimum
motor terjadi ketika motor tidak dibebani. Kecepatan motor jauh berkurang karena adanya beban pada
motor DC, hal ini mengindikasikan bahwa kecepatan putaran diperlukan adalah kecepatan dimana
motor DC sedang mendapat beban penuh. Rentang waktu dimana motor berputar tanpa beban cukup
stabil dengan set point yang ditentukan. Jika kecepatan motor pada waktu tersebut dapat diturunkan,
konsumsi energi listrik menjadi berkurang. Pengaturan kecepatan dapat dilakukan dengan mengubah
mengubah nilai set point. Untuk mendapatkan kecepatan putaran yang diharapkan digunakan sistem
kontrol dengan pengendali PID. Pengendali PID mudah untuk diterapkan pada sistem arduino pada
mikrokontroler.[2] Arduino merupakan sistem yang lebih kompleks dalam pengaturan kecepatan
motor dan akan menjaga kecepatan motor DC pada posisi kecepatan set pointnya walaupun beban
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
yang diberikan pada motor DC berubah – ubah. LabVIEW merupakan software yang khusus
digunakan untuk memproses dan visualisasi data dalam bidang akusisi data, kendali dan
instrumentasi, serta otomatisasi industri. Software ini dikembangkan pertama kali oleh perusahaan
Nasional Instruments (NI) pada tahun 1986. LabVIEW merupakan singkatan dari Laboratory Virtual
Instruments Engineering Workbenc.[11] Dalam dunia industri pada umumnya sebuah mesin - mesin
yang memproduksi suatu barang menggunakan bantuan teknologi untuk mempermudah menghitung
jumlah barang yang dihasilkan dalam skala besar.[3] Hal ini dikarenakan proses perhitungan secara
otomatis menggunakan beberapa software seperti LabVIEW lebih mudah dalam mengendalikan dan
memonitoring motor. Dalam tugas mata kuliah otomasi industri dibahas mengenai metode pengontrol
dan memonitoring putaran pada motor DC menggunakan sensor cahaya atau disebut juga dengan
sensor optocoupler dan mengirimkan sinyal ke mikrokontroller arduino yang nantinya akan dibaca
oleh LabVIEW sebagai indicator putaran motor DC. Sistem Kontrol PID merupakan kontroler untuk
menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem
tesebut (Feedback). Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P
(Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing cara dapat bekerja sendiri maupun gabungan
diantaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur parameter
P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap masukan tertentu sebagaimana yang
diinginkan.[10] Secara umum hubungan antara harga yang diinginkan atau disebut setpoint, harga
proses yang terukur (Process Variable), sinyal kesalahan (Error) dan keluaran pengontrol (Controller
Output)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
4.3 Tugas Akhir
Jelaskan bagaimana perilaku dari pengendali proporsional integral derivatif dari hasil
pengamatan dan tentukan mana nilai pengendali proporsional integral derivatif yang terbaik pada
praktikum ini. Jelaskan mengapa demikian!
Jawab :
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui penambahan pengendali integral dapat mengeliminasi
error steady state. Dimana jika konstanta integral Ki semakin besar, maka offset akan cepat hilang.
Saat nilai Ki besar akan berakibat peningkatan osilasi sinyal keluaran controller.

BAB V
Laboratorium Sistem Kontrol
IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
PENUTUP
5.1 Simpulan
• penambahan pengendali integral dapat mengeliminasi error steady state
5.3 Saran
Praktikum yang dilakukan secara online atau daring sudah berjalan dengan baik tetapi alangkah
lebih baiknya lebih diperjelas penjelasan mengenai pengplikasian dari program sehingga terbentuk
grafik untuk semua grafik yang didapatkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN
Irfan Maulana Ibrahim
2018 – 11 – 145
DAFTAR PUSTAKA
1) https://media.neliti.com/media/publications/133498-ID-kontrol-pid-untuk-pengaturan-
kecepatan-m.pdf

Laboratorium Sistem Kontrol


IT – PLN

Anda mungkin juga menyukai