SISTEM KENDALI
Josephine 1606903085
LABORATORIUM INTERFACE
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
2
Daftar isi
Sampul……………………………………………………………1
Daftar isi…………………………………………………………..2
Modul 1……………………………………………………………3
Modul 2………………………………………………………...…12
Modul 3……………………………………………………….…..23
Modul 4…………………………………………………………...30
Modul 5…………………………………………………………...49
Modul 6…………………………………………………………..57
Universitas Indonesia
3
Modul 1
Kendali On/Off
Tujuan
- Mengambil data dari sistem kendali on – off open loop stable dan unstable
- Memahami perbedaan dari open loop stable dan unstable
- Memahami pengaruh order pada hasil yang diambil
Alat
- 1 Laptop
- 1 Arduino nano
- 1 USB port
- Aplikasi Labview
Teori Dasar
Sistem control on-off adalah system yang paling simple dalam strategi control
closed-loop. Actuator hanya dapat mendorong variabel terkontrol dengan gaya
penuh atau tidak ada gaya sama sekali. Pada saat aktuator mati, variabel terkontrol
akan ada pada kondisi istirahat. Salah satu contoh dari control dua titik adalah
sistem pemanas. Anggap bahwa suatu rumah memiliki pemanas yang ada dalam
kondisi mati dan temperatur diluar adalah 50 F. Secara otomatis maka temperatur
di dalam rumah juga akan menjadi 50 F. Ini dapat disebut dengan rest-state. Jika
pemanas dinyalakan dan diatur agar memiliki temperatur rata-rata 70 F, maka pada
saat temperatur sudah mencapai 72 F (cutoff point) pemanas akan mati dengan
sendirinya. Temperatur rumah tersebut akan turun secara otomatis pada saat
pemanas dimatikan. Pada saat suhu rumah sudah mencapai 68 F, maka pemanas
akan otomatis menyala kembali. Dalam hal menggunakan sistem ini, dianjurkan
agar digunakan untuk cycle rate yang rendah karena jika sistem bergantian on-off
secara cepat maka motor atau switch yang digunakan akan cepar rusak. Karena hal
ini, aplikasi dari sistem ini terbatas hanya untuk sistem yang bergerak dengan
lambat.
Universitas Indonesia
4
Untuk percobaan kali ini, digunakan modifikasi dari sistem PID untuk membuat
kendali on-off dimana kendali on-off memiliki formula:
Proportional Control
Dengan menggunakan control proporsional maka aktuatur akan mengaplikasikan
gaya yang proporsional terhadap nilai error dengan persamaan:
Universitas Indonesia
5
E = error
SP = Set Point, yaitu nilai yang diinginkan untuk dicapai oleh variabel terkontrol
PV = Process Variable, nilai sesungguhnya dari variabel terkontrol
Integral Control
Fungsi kontrol integral pada sistem kontrol dapat mengurangi steady-state error
menjadi nol. Kontrol integral menciptakan gaya berlawanan yang sama besar
dengan error yang ada dikalikan dengan waktu. Kontrol ingeral memiliki
persamaan:
Untuk nilai error yang konstan, nilai dari penjumlahan error akan bertambah seiring
berjalannya waktu sehingga menyebabkan gaya yang melawannya akan semakin
besar, sampai pada satu titik dimana gaya itu akan lebih besar daripada gaya gesek
sehingga error tersebut akan hilang sepenuhnya.
Derivative Control
Kontrol turunan dapat membuat variabel terkontrol menjadi pelan sebelum
mencapai titik yang seharusnya. Pada matematisnya, kontribusi dari kontrol
turunan adalah:
Universitas Indonesia
6
Karena pada kontrol sistem on-off sistem yang diinginkan harus mati pada saat
mencapai set point maka dalam hal ini bagian dari diferensial dari persamaan PID
akan di nol kan (tidak digunakan).
Prosedur Percobaan
Percobaan OLS (Open Loop Stable)
- Mengatur agar program ada pada OLS
- Mengatur agar program ada pada auto
- Menuliskan angka pada persamaan sesuai yang telah diberi tahu
- Mengambil data pada order 1 hingga 4
- Menyimpan data yang telah diambil dan dibuat grafik
Hasil
Percobaan OLS (Open Loop Stable)
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Percobaan OLUS
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Analisis
Pada percobaan pertama yaitu pada sistem kendali on-off dengan open loop stable,
saya mendapatkan hasil 12 grafik dengan perbedaan 3 set point untuk masing-
masing order. Dapat dilihat bahwa semakin besar order, maka semakin besar juga
error yang tercipta pada sistem. Hal ini dikarenakan pada order yang semakin besar,
maka waktu untuk sistem mencapai titik set point juga semakin lama sehingga
waktu dimana error itu terjadi juga akan semakin panjang. Dapat dilihat dari MV
pada grafik setiap order, semakin besar orde maka MV pada titik tertinggi dan titik
terendah juga akan semakin besar garis lurusnya karena waktu yang dibutuhkan
lebih panjang untuk melakukan satu siklus.
Pada percobaan open loop unstable, dapat dilihat bahwa pada order pertama grafik
yang ada masih terlihat bagus menyerupai grafik OLS orde satu. Tetapi dimulai
dari order 2 dapat terlihat bahwa semakin bertambahnya waktu, error yang tercipta
semakin besar juga. Pada grafik order 3 dan order 4, PV mencapai titik tertinggi
hingga MV dan memiliki bagian lurus pada bagian atas. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan PV mengalami saturasi yang disebabkan oleh MV yang diatur pada
100% untuk percobaan ini sehingga PV tidak bias melebihi batas MV yang
ditentukan.
Universitas Indonesia
11
Dari grafik OLS yang ada, dapat dikatakan bahwa sistem kendali on-off hanya
memiliki fungsi yang cukup baik hingga mencapai order 2. Pada grafik OLUS yang
ada, dapat dikatakan bahwa sistem kendali memiliki fungsi yang baik hanya pada
order 1. Pada sistem kendali on-off juga dianjurkan untuk digunakan pada sistem
yang memiliki waktu on dan off yang panjang karena jika waktu sistem berganti on
dan off secara terus menerus dengan cepat maka dapat merusak switch yang
digunakan dengan cepat. Jika memang ingin menggunakan kendali on-off pada
sistem yang bergantian dengan cepat maka sebaiknya menggunakan electronical
switch seperti MOSFET dan IGBT. Karena pada switch electronical tidak
digunakan gear seperti yang ada pada mechanical switch. Switch electronical
menggunakan bahan semikonduktor untuk mengontrol rangkaian sehingga tidak
perlu membutuhkan kotak fisik seperti mechanical switch.
Kesimpulan
- Dianjurkan menggunakan electrical switch untuk sistem kendali On-Off
karena tidak mudah rusak
- Semakin besar order maka error yang ada semakin besar
- Pada OLUS order 3 dan 4 PV akan mencapai titik MV dan bergaris lurus
karena saturasi dan MV yang di set 100 sehingga PV hanya dapat
mencapai 100
- Kendali On-Off dapat berfungsi baik hanya di order rendah (1 dan 2)
Referensi
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)
Universitas Indonesia
12
Modul 2
FOPDT
Tujuan
- Membuat pemodelan order ke orde satu menggunakan metode FOPDT
- Menghitung dengan menggunakan metode 0.632 (garis singgung)
- Menghitung dengan menggunakan metode inflection point
- Menghitung gain, time constant, dan time delay
Alat
- Aduino nano
- Laptop
- Labveiw
Teori Dasar
Respon output dari sebuah proses yang inputnya diganti secara tiba-tiba dapat
disebut sebagai kurva proses reaksi. Jika proses yang ada dapat di aproksimasikan
dengan model linier order satu atau order dua maka parameternya dapat didapatkan
dari data kurva reaksi tersebut. Persamaan dari gradient respon step yang ada
adalah:
Dapat dilihat dari grafik yang ada di bawah, perpotongan dari garis singgung pada
t = 0 dengan garis horizontal y/KM = 1 ada pada t = . Oleh karena ini, dapat di
estimasikan dari step respon menggunakan nilai dati t dimana respon adalah 63.2%.
Universitas Indonesia
13
Terdapat hanya beberapa respon step yang memiliki sifat seperti order pertama
karena:
1. Proses yang sesungguhnya bukanlah order pertama dan tidak linear. Hanya
proses yang sangat simple yang memiliki grafik ideal.
2. Data output yang ada biasanya terganggu oleh noise karena penilaian
mengandung komponen acak. Noise dapat muncul dari operasi normal
sebuah proses. Contohnya pencampuran yang menciptakan konsentrasi
yang tinggi dan rendah atau dari instrumentasi elektronik. Jika noise
sepenuhnya random, respon dari order pertama masih dapat digunakan.
Tetapi jika terdapat noise yang berhubungan dengan noise acak seperti
drifting disturbances dapat menyebabkan masalah pada analisis.
3. Gangguan proses input yang lain dapat berubah tanpa sebab pada saat step
test. Contohnya pada CSTR, perubahan yang tidak terdeteksi pada
komposisi atau temperatur.
4. Akan susah untuk menciptakan step input yang sempurna. Contohnya
seperti pompa, pompa tidak akan bisa berubah secara langsung dari setting
yang satu ke yang lain dimana pompa akan membutuhkan waktu. Tetapi
jika waktu yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan dengan proses time
constant maka aproksimasi yang cukup baik dapat didapatkan.
Untuk memodelkan order tinggi ke order pertama, time delay dapat dimasukkan.
Modifikasi ini dapat mengembangkan kesamaan antara respon model dan
eksperimen. Yaitu dengan fitting dari order pertama ditambah model time delay
(FOPTD) pada respon sesungguhnya dari step respon membutuhkan langkah-
langkah berikut:
Universitas Indonesia
14
Prosedur Percobaan
Pengambilan data
- Mengatur agar sistem pada kondisi OLS dan Manual
- Mengatur agar nilai integral dan differensial = 1
- Mengatur agar penyebut pada persamaan menjadi 5, 6, 6, 8
- Mengatur agar SP = 5 untuk kondisi awal
- Menekan tombol start untuk memulai percobaan
- Mengubah nilai SP menjadi 30 untuk melihat kenaikan dari grafik
- Menunggu hingga grafik menjadi stabil
Universitas Indonesia
15
Dengan 0.632
- Menghitung dimana nilai ke 0.632 berada dengan cara menghitung Δ𝑦
- Mem-plot titik yang didapatkan
- Membuat garis dari titik ke sumbu X dan Y
- Menghitung , K dan
- Memasukkan nilai tersebut ke persamaan
Hasil
Inflection point
Universitas Indonesia
16
𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟖𝒔 + 𝟏
𝟏. 𝟑𝟐𝒆𝟎.𝟓𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟖𝒔 + 𝟏
Universitas Indonesia
17
𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟑𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟐𝒔 + 𝟏
𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟑𝟎𝒔 + 𝟏
Metode 0.632
Universitas Indonesia
18
𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟔. 𝟑𝒔 + 𝟏
𝟏. 𝟑𝟐𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟑. 𝟑𝒔 + 𝟏
𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟓. 𝟏𝒔 + 𝟏
Universitas Indonesia
19
𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟑. 𝟒𝒔 + 𝟏
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Analisis
Di percobaan kali ini, pada awalnya SP diatur dari 5% menjadi 30% untuk melihat
perubahan yang disebabkan oleh kenaikan SP. PV yang ada harus dibiarkan konstan
terlebih dahulu lalu SP baru diubah karena nilai konstan dari data tersebut akan
digunakan untuk menghitung nilai K. Dari grafik yang didapatkan, dapat dilihat
bahwa semakin besar order maka respon juga semakin lambat dan delay time yang
didapatkan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin besar order yang ada maka
inersia yang dihasilkan juga akan semakin besar. Karena itu, nilai dimana PV mulai
saturasi juga semakin meningkat seiring meningkatnya order yang ada.
Dari grafik pemodelan step response yang dibuat, dapat dilihat bahwa grafik asli
dan grafik pemodelan yang ada tidak berbeda jauh. Artinya dibuktikan bahwa
pendekatan order tinggi ke order rendah dapat dilakukan. Memang terlihat bahwa
semakin besar order maka grafik terlihat memiliki perbedaan jarak yang lebih besar.
Grafik step response order 1 tidak ada dikarenakan order 1 tidak memiliki time
delay.
Kesimpulan
- Pendekatan order tinggi ke order rendah dapat dilakukan
- order 1 : teta = 0, tao = 8, K = 33-5.5/30-5= 27.5/25 = 1.1
- order 2 : teta = -0.5, tao = 18, k = 39.59-6.6/30-5= 32.99/25 = 1.3196
- order 3 : teta = 3, tao = 22, k = 47.51-7.91/30-5= 39.6/25 = 1.584
- order 4 : teta = 8 tao = 30, k = 52.26-8.7/30-5 = 43.56/25 = 1.7424
Universitas Indonesia
22
Referensi
- Dale E. Seborg, Duncan A. Mellichamp, Thomas F. Edgar, Francis J.
Doyle III-Process Dynamics and Control-Wiley (2010)
Universitas Indonesia
23
Modul 3
Pemodelan proses orde 2 dengan metode smith
Tujuan
- Membuat pendekatan orde tinggi ke orde 2
Alat
- Laptop
- Arduino nano
- Matlab
- Labview
Teori Dasar
Pendekatan yang lebih baik untuk percobaan eksperimental dari step respons dapat
diperoleh dengan melakukan fitting pada model order kedua kepada data.
Pada grafik dibawah, dapat dilihat bentuk respon yang terjadi untuk model order
kedua. Dimana terdapat dua batas yaitu untuk 2/1 = 0 pada saat sistem menjadi
order pertama dan 2/1 = 1 pada kasus critically damped. Konstanta waktu yang
lebih besar dapat disebut konstanta waktu dominan. Respon berbentuk s akan
terlihat lebih jelas pada saat rasio 2/1 mendekati satu.
Universitas Indonesia
24
Parmeter model untuk sistem orde kedua yang termasuk time delay dapat
diestimasikan dengan menggunakan cara grafik dan numerik. Smith menggunakan
model dengan bentuk
Universitas Indonesia
25
Prosedur Percobaan
- Mengatur nilai SP, Ti, dan Td
- Mengatur mode menjadi manual
- Mengatur sampling time menjadi 100ms
- Mengatur SP akhir pada 30%
- Menjalankan program hingga nilai PV mencapai saturasi
- Mengulangi untuk orde 1-4
- Mengambil data pada labview
- Menghitung besar t20/t60 bedasarkan data yang ada
- Mencari niai tao dan pada grafik smith
- Menghitung nilai tao1 dan tao 2
Hasil
Order 1
T20/T60 = 0.240741
T60/tao = 10
Tao = 0.54
= 4.7
Tao1 = 5.02
Tao2 = -2.05
𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟎. 𝟓𝟒𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟒. 𝟕)(𝟎. 𝟓𝟒)𝒔 + 𝟏
Universitas Indonesia
26
Order 2
T20/T60 = 0.41
T60/tao = 2
Tao = 6.6
=1
Tao1 = 6.6
Tao2 = 6.6
𝟏. 𝟑𝟐𝒆−𝟎.𝟓𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟔. 𝟔𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟏)(𝟔. 𝟔)𝒔 + 𝟏
Order 3
Universitas Indonesia
27
T20/T60 = 0.49275
T60/tao = 1.5
Tao = 13.8
= 0.5
Tao1 = 6.9+6.9(-0.75)^(½)
Tao2 = 6.9-6.9(-0.75)^(½)
𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟑𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟑. 𝟖𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟎. 𝟓)(𝟏𝟑. 𝟖)𝒔 + 𝟏
Order 4
T20/T60 = 0.545455
T60/tao = 1.3
Tao = 23.69
= 0.1 (underdamp)
Tao1 = 23.69+23.69(-0.99)^(½)
Tao2 = 23.69-23.69(-0.99)^(½)
𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟑. 𝟔𝟗𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟎. 𝟏)(𝟐𝟑. 𝟔𝟗)𝒔 + 𝟏
Universitas Indonesia
28
Analisis
order 1 memiliki nilai overdamp karena nilai =4.7 (lebih dari 1). order 2 bersifat
critically damp karena = 1(sama dengan 1), order 3 bersifat underdamp karena
nilai = 0.5 (lebih kecil dari 1). semakin besar ordenya, maka nilai teta juga akan
semakin besar karena nilai inersia yang semakin besar.
Kesimpulan
Fungsi transfer order 1
𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟎. 𝟓𝟒𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟒. 𝟕)(𝟎. 𝟓𝟒)𝒔 + 𝟏
Referensi
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)
Universitas Indonesia
29
Modul 4
Pengendalian PID Dengan Menggunakan Metode Direct Synthesis
Tujuan
- Melakukan pengendalian PID dengan metode tuning direct sysnthesis pada
setiap proses
- Mencari nilai Kc, Ti dan Td
Alat
- Arduino nano
- Laptop
- Matlab
- Labview
Teori Dasar
Metode Taylor
Universitas Indonesia
30
Metode pade
Metode smith
Universitas Indonesia
31
Prosedur Percobaan
- Mengatur SP,Ti dan Td
- Mengatur mode menjadi manual
- Mengatur sampling time menjadi 100ms
- Mengatur SP pada 25%
- Menjalankan program hingga nilai PV mencapai saturasi
- Mengulang untuk order 1-4
- Mengolah data dan menghitung nilai Kc, Ti, Td
- Memasukkan nilai yang didapatkan pada Simulink
- Melihat grafik yang ada dan melakukan pemodelan pada labview
Data Pengamatan
Orde 1
T20/T60= 0.26
T60/tau= 10
Tau= 11
TauC= 13
= 3.3
= 0
Metode Smith
Nilai
Tau1 26.17
Tau2 4.62
Kc 2.15
Universitas Indonesia
32
TauI 30.79
TauD 3.92
Ti= 0.07
Td= 8.43
2.15
Gc= 2.15 + 26.17𝑠 + 8.43𝑠
Simulink
Grafik model
Ts= 50.6s
Tr= 28.5s
Universitas Indonesia
33
Grafik real
Orde 2
T20/T60= 0.4
T60/tao= 0.2
Tao= 21.8
TaoC=23.8
= 1.1
= 1.5
Taylor
Nilai
Tau 21.8
TauC 23.8
Universitas Indonesia
34
Kc 0.61
TauI 21.8
Ti= 0.02
Td= 0
0.61
Gc= 0.61 + 21.8𝑠
Simulink taylor
P= 0.61
I= 0.02
D= 0
Universitas Indonesia
35
Pade
Nilai
Tau 21.8
TauC 23.8
Kc 0.76
TauI 24.6
TauD 2.48
Ti= 0.03
Td= 1.88
1 21.8𝑠+1
Gc= 1.21 + 29.4𝑠
Simulink pade
P= 0.76
I= 0.03
D= 1.88
Universitas Indonesia
36
Smith
Nilai
Tau1 26.17
Tau2 4.62
Kc 2.15
TauI 30.79
TauD 3.92
Ti= 0.028
Td= 13.26
1.34
Gc= 1.34 + + 13.27s
33.97𝑠
Universitas Indonesia
37
Simulink Smith
P= 1.34
I= 0.028
D= 13.26
Universitas Indonesia
38
Orde 3
T20/60= 0.46
T60/tao= 0.14
Tao= 26.3
TaoC= 28.3
= 0.9
= 6.7
Taylor
Nilai
Tau 26.3
TauC 28.3
Kc 0.5
TauI 26.3
Ti= 0.019
Td= 0
0.5
Gc= 0.5+
26.3𝑠
Universitas Indonesia
39
Simulink Taylor
P= 0.5
I= 0.019
D= 0
Universitas Indonesia
40
Pade
Nilai
Tau 26.3
TauC 28.3
Kc 0.7
TauI 31.9
TauD 4.61
Ti= 0.022
Td= 3.23
1 26.3𝑠+1
Gc= +
1.33 39.5𝑠
Simulink pade
P= 0.7
I= 0.022
D= 3.23
Universitas Indonesia
41
Orde 4
T20/60=0.5
T60/tao= 1.4
Tao= 32
TaoC= 34
= 0.49
= 9
Metode Taylor
Nilai
Tau 3.2
TauC 34
Kc 0.44
TauI 32
Universitas Indonesia
42
Ti= 0.013
Td= 0
0.44
Gc= 0.44 + 32𝑠
Simulink taylor
P= 0.44
I= 0.013
D= 0
Universitas Indonesia
43
Metode Pade
Nilai
Tau 3.2
TauC 34
Kc 0.65
TauI 39.9
TauD 6.33
Ti= 0.016
Td= 4.1
1 32𝑠+1
Gc= 1.46 + 47.8𝑠
Simulink pade
P= 0.65
I= 0.016
D= 4.11
Universitas Indonesia
44
Grafik respon
Taylor
Universitas Indonesia
45
Pade
Universitas Indonesia
46
Smith
Analisis
Metode pade dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan metode taylor karena
hasil dari rise time dan settling time yang didapatkan dari metode pade lebih kecil
dibandingkan metode taylor. Hal ini artinya sistem lebih cepat untuk mencapai set
point. Metode smith tidak disarankan untuk digunakan untuk perubahan set point
karena memiliki nilai rise time dan settling time yang lebih lama. Dan metode pade
dan taylor tidak bisa digunakan untuk orde 1 karena tidak memiliki teta. Ketiga
metode dapat digunakan dan dikendalikan dengan baik. Hanya saja tergantung
sistem apa yang ingin dikendalikan karena setiap sistem memiliki kebutuhan yang
berbeda.
Universitas Indonesia
47
Kesimpulan
ketiga metode di atas dapat digunakan untuk perubahan set point hanya saja jika
dilihat dari settling time dan rise time, dapat dikatakan bahwa metode pade
memiliki hasil paling bagus.
Referensi
- Dale E. Seborg, Duncan A. Mellichamp, Thomas F. Edgar, Francis J.
Doyle III-Process Dynamics and Control-Wiley (2010)
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)
Universitas Indonesia
48
Modul 5
Melihat kestabilan proses PID dengan metode Routh-Hurwitz
Tujuan
-Menghitung kestabilan pada proses pengendalian PID dengan metode Routh-
Hurwitz
Alat
- Laptop
- Labview
- Arduino nano
- Matlab
Teori Dasar
Routh mempublikasikan sebuah Teknik untuk menentukan apakah akar akar dari
sebuah polynomial memiliki bagian real yang positif. Berdasarkan kriteria dasar
stabilitas, sebuah sistem tertutup akan stabil hanya jika semua akar dari persamaan
karakteristik memiliki bagian asli yang negatif. Jadi, dengan mengaplikasikan
Teknik Routh untuk melakukan analisa koefisien dari persamaan karakteristik, kita
dapat menentukan apakah sebuah sistem tertutup tersebut stabil. Pendekatan ini
dinamakan sebagai Routh Stability Criterion. Ini dapat diaplikasikan hanya pada
sistem yang persamaan karateristiknya adalah polinomial dalam bentuk s. oleh
karna itu, metode ini tidak dapat langsung digunakan pada sistem dengan time
delay. Oleh karena itu, untuk persamaan dengan time delay harus dilakukan
aproksimasi pade terlebih dahulu. Sebuah analisa stabilitas dari sebuah sistem
dengan time delay dapat dilakukan dengan pencarian akar langsung atau dengan
menggunakan respon analisa frekuensi dan bode.
Universitas Indonesia
49
Dapat diasuksikan bahwa an> 0. Jika an< 0 maka -1 harus dikalikan agar dapat
mendapatkan persamaan baru yang dapat memenuhi kondisi tersebut. Jika terdapat
koefisien yang negatif atau 0 maka terdapat setidaknya satu akar dari persamaan
yang berada pada sisi kanan atau pada sumbu imajiner sehingga persamaan tidak
stabil. Jika semua koefisien yang ada bernilai positif, selanjutnya dapat dibuat
susunan Routh
Susunan tersebut memiliki baris n+1, dimana n adalah urutan dari persamaan
karaketistik. Dua baris pertama adalah koefisien dari persamaan karakteristik yang
disusun berdasarkan pangkat ganjil dan genap dari S. element dari baris yang
selanjutnya dapat dihitung dengan cara
Suatu sistem dapat dikatakan stabil pada saat tidak ada perubahan tanda pada akar-
akarnya yang paling kanan.
Jenis-jenis akar persamaan karakteristik:
Universitas Indonesia
50
Cara Kerja
- Mengatur mode labview pada manual dan ols
- Mengatur agar K bernilai 1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4
Universitas Indonesia
51
- Mengatur tao 9 7 5 3
- Mengambil data orde 1 – 4
- Mencari nilai teta, Kp, dan tao
- Memasukkan kembali data kp yang didapatkan ke labview
- Mengambil data kembali
- Melihat apakah sistem stabil atau tidak
Prosedur Percobaan
- Mengatur nilai SP, Ti, Td
- Mengatur mode menjadi Manual
- Mengatur sampling time menjadi 100ms
- Mengatur SP pada 10%
- Menjalankan program hingga SP mencapai saturasi
- Mengambil data pada labview
- Mengolah data dan menghitung Kc, Ti, Td
- Menghitung kestabilan dengan Routh-Hurwitz
Data Pengamatan
Nilai
K 1.464
𝛕 9
Universitas Indonesia
52
2°
𝛕c 9.2
1 2()+1
𝐾𝑐 = 𝑐 = 0.669
𝐾 +1
Ti = 2 + = 9
Td = = 0.9
2( )+1
Saat Kc=0.669
fungsi karakteristik= 36𝑠 5 +108𝑠 4 + 117𝑠 3 + 43.933𝑠 2 + 17.814𝑠 + 0.979 = 0
Universitas Indonesia
53
PB= 100/0.669=149.47%
Ti= 9
Td=0.9
Universitas Indonesia
54
PB=100/2.85=35%
Ti=9
Td=0.9
Saat Kc=4.167
Fungsi karakteristik=36𝑠 5 + 108𝑠 4 + 117𝑠 3 + 11.49𝑠 2 + 47.96𝑠 + 6.1 = 0
Universitas Indonesia
55
PB=100/4.167=24%
Ti=9
Td=0.9
Analisis
Pada saat Kc=0.669, sistem dapat dikatakan stabil dengan akar-akar yang ada di
sebelah kiri sumbu. Hal ini dikarenakan tidak ada perubahan tanda pada pole di
bagian paling kanan.
Pada saat Kc=2.85, didapatkan sistem masih stabil walaupun sempat mengalami
osilasi. Sistem memiliki pole akar akar di sebelah kiri sumbu.
Universitas Indonesia
56
Pada saat Kc=4.167, didapatkan sistem tidak stabil karena osilasi yang membesar.
Memiliki akar akar di sebelah kanan sumbu.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa semakin Pb mengecil maka sistem akan semakin
tidak stabil karena Kp membesar dan memiliki kemungkinan bahwa Kp ada di luar
range.
Kesimpulan
Dapat dilihat bahwa semakin besar Kc maka sistem akan semakin tidak stabil. Di
percobaan kali ini, digunakan Kc 0.669, 2.85, dan 4.187. dimana pada 0.669 sistem
stabil, pada 2.85 sistem kritis dan pada 4.187 sistem tidak stabil.
Referensi
Universitas Indonesia
57
Modul 6
Mengidentifikasi Proses Menggunakan Continous Cycling Method
Tujuan
- Mengidentifikasi pengendalian proses menggunakan continuous cycling
method
Alat
- Laptop
- Arduino nano
- Labview
- Excel
- Matlab
Teori Dasar
Istilah continuous cycling mengacu pada osilasi berkelanjutan dengan amplitude
konstan. Nilai numeri Kc yang menghasilkan siklus terus-menerus (hanya untuk
control proprosional) disebut gain tertinggi Kcu. Periode osilasi berkelanjutan yang
sesuai disebut sebagai periode akhir Pu.
Cara cycling method didasarkan pada pencobaan trial and error sebagai berikut:
1. Setelah proses mencapai steady state, maka mengeliminasi integral dan
turunan yang ada dengan menetapkan Td 0 dan Ti sangat besar.
2. Mengatur Kc sama dengan angka kecil (0.5) dan menaruh controller pada
mode otomatis.
3. Memperkenalkan perubahan set point yang kecil sehingga variabel control
bergerak menjauh dari set point. Menaikkan Kc dengan increment kecil
hingga continuos cycling terjadi.
4. Menghitung setting PID dengan menggunakan Ziegler Nichols dan tyreus-
luyben.
Hubungan tuning oleh Ziegler Nichols ditentukan secara empirical untuk
menyediakan respon closed loop yang memiliki rasio decay ¼. Untuk control
proportional, memberikan margin keamanan dari dua Kc. Karena itu sama
dengan setengah dari limit stabilitas Kcu. Pada saat integral ditambahkan untuk
Universitas Indonesia
58
Ziegler-Nichols Kc Ti Td
P 0.5Kcu - -
PI 0.45Kcu Pu/1.2 -
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
PI 0.31Kcu 2.2Pu -
Universitas Indonesia
59
Data Pengamatan
OLS
Pb=30.5%
Ti= 100000ms
Td=0ms
Kc=3.28
Kcu=3.28
Pu=14s
Pengolahan data
Ziegler-Nichols Kc Ti Td
P 0.5Kcu = 1,64 - -
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
Universitas Indonesia
60
SP kecil naik
Rise time:6.2s
Settling time:34s
Universitas Indonesia
61
SP menengah naik
Rise time:6.4s
Settling time:36s
SP besar naik
Rise time:6.7s
Settling time:36s
SP kecil turun
Rise time:5.9s
Settling time:33s
Universitas Indonesia
62
SP menengah turun
Rise time:6.5s
Settling time:35s
SP besar turun
Rise time:6.5s
Settling time:36s
Universitas Indonesia
63
SP kecil naik
Rise time:7.4s
Settling time:79.5s
SP menegah naik
Rise time:7.4s
Settling time:80s
Universitas Indonesia
64
SP besar naik
Rise time:7.4s
Settling time:80s
SP kecil turun
Rise time:8s
Settling time:78s
SP menengah turun
Rise time:8s
Settling time:80s
Universitas Indonesia
65
SP besar turun
Rise time:7.6s
Settling time:81s
SP kecil naik
Rise time:7.7s
Settling time:167s
Universitas Indonesia
66
SP menengah naik
Rise time:7.7s
Settling time:168s
SP besar naik
Rise time:7.7s
Settling time:168s
SP kecil turun
Rise time:7.7s
Settling time:167s
Universitas Indonesia
67
SP menengah turun
Rise time:7.7s
Settling time:168s
SP besar turun
Rise time:7.7s
Settling time:168s
Tyreus Luyben(PI)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
Universitas Indonesia
68
SP kecil naik
Rise time:11s
Settling time:132.5s
SP menengah naik
Rise time:10.5s
Settling time:133s
SP besar naik
Rise time:11.2s
Settling time:132.5s
Universitas Indonesia
69
SP kecil turun
Rise time:11s
Settling time:133s
SP menegah turun
Rise time:11s
Settling time:133s
SP besar turun
Rise time:11s
Settling time:132.5s
Universitas Indonesia
70
Tyreus Luyben(PID)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
SP kecil naik
Rise time:37s
Settling time:101s
SP menegah naik
Rise time:35s
Universitas Indonesia
71
Settling time:100s
SP besar naik
Rise time:34s
Settling time:97s
SP kecil turun
Rise time:36s
Settling time:100s
SP menengah turun
Universitas Indonesia
72
Rise time:35s
Settling time:98s
SP besar turun
Rise time:35s
Settling time:98s
OLUS
Pb=8%
Ti=100000ms
Td=0
Kc=12.5
Kcu=12.5
Universitas Indonesia
73
Pu=1.6s
Pengolahan data
Ziegler-Nichols Kc Ti Td
P 0.5Kcu = 6,25 - -
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
Universitas Indonesia
74
Ziegler Nichols(PI)
Ziegler-Nichols Kc Ti Td
P 0.5Kcu = 6,25 - -
Universitas Indonesia
75
SP kecil naik
Tyreus-Luyben(PI)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
Universitas Indonesia
76
SP kecil naik
Rise time:0.4s
Setting time:5s
Tyreus Luyben(PID)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td
Analisis
Pada proses OLS yang menggunakan metode Ziegler, didapatkan hasil
pengendalian memiliki overshoot tetapi masih dapat kembali pada set point yang
telah ditentukan. Pada metode Ziegler, didapatkan hasil yang paling baik pada
proses PID karena memilki settling time dan rise time yang lebih kecil jika
Universitas Indonesia
77
dibandingkan dengan PI atau P. Pada metode Tyrens, hasil yang didapatkan tidak
memiliki overshoot sama sekali. Akan tetapi karena hal ini, maka settling time dan
rise time yang didapatkan akan lebih pelan dibandingkan metode Ziegler. Dalam
pengendalian, jika memang menginginkan pengendalian yang cepat dan system
diperbolehkan untuk memiliki overshoot maka metode Ziegler dapat digunakan.
Tetapi jika pada suatu system tidak boleh memiliki overshoot, metode tyrens yang
seharusnya digunakan. Beberapa sistem juga berbeda-beda. Ada sistem yang
mengharuskan untuk mencapai set point yang cepat, dan ada sistem yang
mengharuskan untuk mencapai set point dengan lambat (contohnya pengisian
baterai). Oleh karna hal tersebut, penggunaan metode mana tergantung pada sistem
yang akan digunakan.
Pada proses OLUS, yang dapat dikendalikan hanyalah proses PI dan P pada Ziegler
dan PI pada tyreus. Pada metode Ziegler, pengendalian proses yang terbaik ada
pada proses P dengan hasil rise time dan settling time yang lebih cepat
dibandingkan PI. Dan pada proses tyrens tidak dapat dilakukan perbandingan
karena yang dapat dikendalikan hanya proses PI saja. Oleh karena ini, dapat
dikatakan metode Ziegler lebih baik pada proses OLUS karena dapat
mengendalikan PI dan P dan memiliki rise time dan settling time yang lebih cepat.
Kesimpulan
Kontroller Ziegel memberikan control terbaik jika sistem diberi gangguan dan
control yang buruk untuk perubahan set point. Kontroller tyrens memiliki respon
yang baik dalam pengendalian proses karena memiliki respon yang lebih stabil
tanpa overshoot. Tetapi lebih pelan dalam mencapai set point.
Referensi
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)
Universitas Indonesia