Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM KENDALI

Josephine 1606903085

LABORATORIUM INTERFACE
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
2

Daftar isi
Sampul……………………………………………………………1
Daftar isi…………………………………………………………..2
Modul 1……………………………………………………………3
Modul 2………………………………………………………...…12
Modul 3……………………………………………………….…..23
Modul 4…………………………………………………………...30
Modul 5…………………………………………………………...49
Modul 6…………………………………………………………..57

Universitas Indonesia
3

Modul 1
Kendali On/Off

Tujuan
- Mengambil data dari sistem kendali on – off open loop stable dan unstable
- Memahami perbedaan dari open loop stable dan unstable
- Memahami pengaruh order pada hasil yang diambil

Alat
- 1 Laptop
- 1 Arduino nano
- 1 USB port
- Aplikasi Labview

Teori Dasar
Sistem control on-off adalah system yang paling simple dalam strategi control
closed-loop. Actuator hanya dapat mendorong variabel terkontrol dengan gaya
penuh atau tidak ada gaya sama sekali. Pada saat aktuator mati, variabel terkontrol
akan ada pada kondisi istirahat. Salah satu contoh dari control dua titik adalah
sistem pemanas. Anggap bahwa suatu rumah memiliki pemanas yang ada dalam
kondisi mati dan temperatur diluar adalah 50 F. Secara otomatis maka temperatur
di dalam rumah juga akan menjadi 50 F. Ini dapat disebut dengan rest-state. Jika
pemanas dinyalakan dan diatur agar memiliki temperatur rata-rata 70 F, maka pada
saat temperatur sudah mencapai 72 F (cutoff point) pemanas akan mati dengan
sendirinya. Temperatur rumah tersebut akan turun secara otomatis pada saat
pemanas dimatikan. Pada saat suhu rumah sudah mencapai 68 F, maka pemanas
akan otomatis menyala kembali. Dalam hal menggunakan sistem ini, dianjurkan
agar digunakan untuk cycle rate yang rendah karena jika sistem bergantian on-off
secara cepat maka motor atau switch yang digunakan akan cepar rusak. Karena hal
ini, aplikasi dari sistem ini terbatas hanya untuk sistem yang bergerak dengan
lambat.

Universitas Indonesia
4

Untuk percobaan kali ini, digunakan modifikasi dari sistem PID untuk membuat
kendali on-off dimana kendali on-off memiliki formula:

P dapat didefinisikan bagai power. Jika menginginkan Pmaksimum maka error


yang ada harus lebih besar dari pada 0 dan jika menginginkan Pminimum maka
error yang ada harus memiliki nilai lebih kecil dibandingkan 0.

PID memiliki kepanjangan yaitu Proportional Integral Differential yang dapat


diartikan bahwa PID adalah gabungan dari 3 hal tersebut.

Proportional Control
Dengan menggunakan control proporsional maka aktuatur akan mengaplikasikan
gaya yang proporsional terhadap nilai error dengan persamaan:

Output = output controller yang dikarenakan oleh control proprsional


Kp = konstanta proprsional untuk sistem yang disebut gain
E = error, yaitu perbedaan dari posisi control variabel berada dan posisi yang
seharusnya

Dimana error memiliki persamaan:


E = SP – PV

Universitas Indonesia
5

E = error
SP = Set Point, yaitu nilai yang diinginkan untuk dicapai oleh variabel terkontrol
PV = Process Variable, nilai sesungguhnya dari variabel terkontrol

Integral Control
Fungsi kontrol integral pada sistem kontrol dapat mengurangi steady-state error
menjadi nol. Kontrol integral menciptakan gaya berlawanan yang sama besar
dengan error yang ada dikalikan dengan waktu. Kontrol ingeral memiliki
persamaan:

Output = output kontroler yang disebabkan oleh kontrol integral


Ki = Integral gain constant
Kp = proportional gain constant
∑(𝐸Δ𝑡) = penjumlahan dari error sebelumnya (dikalikan dengan waktu error
berlangsung)

Untuk nilai error yang konstan, nilai dari penjumlahan error akan bertambah seiring
berjalannya waktu sehingga menyebabkan gaya yang melawannya akan semakin
besar, sampai pada satu titik dimana gaya itu akan lebih besar daripada gaya gesek
sehingga error tersebut akan hilang sepenuhnya.

Derivative Control
Kontrol turunan dapat membuat variabel terkontrol menjadi pelan sebelum
mencapai titik yang seharusnya. Pada matematisnya, kontribusi dari kontrol
turunan adalah:

Output = output dari hasil kontrol turunan


Kd = turunan dari gain konstan
Kp = gain konstan proporsional

Universitas Indonesia
6

= kecepatan perubahan error (gradient)

Karena pada kontrol sistem on-off sistem yang diinginkan harus mati pada saat
mencapai set point maka dalam hal ini bagian dari diferensial dari persamaan PID
akan di nol kan (tidak digunakan).

Prosedur Percobaan
Percobaan OLS (Open Loop Stable)
- Mengatur agar program ada pada OLS
- Mengatur agar program ada pada auto
- Menuliskan angka pada persamaan sesuai yang telah diberi tahu
- Mengambil data pada order 1 hingga 4
- Menyimpan data yang telah diambil dan dibuat grafik

Percobaan OLUS (Open Loop Unstable)


- Mengatur agar program ada pada OLUS
- Mengatur agar program ada pada auto
- Menuliskan angka pada persamaan sesuai yang telah diberi tahu
- Mengambil data pada order 1 hingga 4
- Menyimpan data yang telah diambil dan dibuat grafik

Hasil
Percobaan OLS (Open Loop Stable)

Universitas Indonesia
7

Universitas Indonesia
8

Percobaan OLUS

Universitas Indonesia
9

Universitas Indonesia
10

Analisis
Pada percobaan pertama yaitu pada sistem kendali on-off dengan open loop stable,
saya mendapatkan hasil 12 grafik dengan perbedaan 3 set point untuk masing-
masing order. Dapat dilihat bahwa semakin besar order, maka semakin besar juga
error yang tercipta pada sistem. Hal ini dikarenakan pada order yang semakin besar,
maka waktu untuk sistem mencapai titik set point juga semakin lama sehingga
waktu dimana error itu terjadi juga akan semakin panjang. Dapat dilihat dari MV
pada grafik setiap order, semakin besar orde maka MV pada titik tertinggi dan titik
terendah juga akan semakin besar garis lurusnya karena waktu yang dibutuhkan
lebih panjang untuk melakukan satu siklus.

Pada percobaan open loop unstable, dapat dilihat bahwa pada order pertama grafik
yang ada masih terlihat bagus menyerupai grafik OLS orde satu. Tetapi dimulai
dari order 2 dapat terlihat bahwa semakin bertambahnya waktu, error yang tercipta
semakin besar juga. Pada grafik order 3 dan order 4, PV mencapai titik tertinggi
hingga MV dan memiliki bagian lurus pada bagian atas. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan PV mengalami saturasi yang disebabkan oleh MV yang diatur pada
100% untuk percobaan ini sehingga PV tidak bias melebihi batas MV yang
ditentukan.

Universitas Indonesia
11

Dari grafik OLS yang ada, dapat dikatakan bahwa sistem kendali on-off hanya
memiliki fungsi yang cukup baik hingga mencapai order 2. Pada grafik OLUS yang
ada, dapat dikatakan bahwa sistem kendali memiliki fungsi yang baik hanya pada
order 1. Pada sistem kendali on-off juga dianjurkan untuk digunakan pada sistem
yang memiliki waktu on dan off yang panjang karena jika waktu sistem berganti on
dan off secara terus menerus dengan cepat maka dapat merusak switch yang
digunakan dengan cepat. Jika memang ingin menggunakan kendali on-off pada
sistem yang bergantian dengan cepat maka sebaiknya menggunakan electronical
switch seperti MOSFET dan IGBT. Karena pada switch electronical tidak
digunakan gear seperti yang ada pada mechanical switch. Switch electronical
menggunakan bahan semikonduktor untuk mengontrol rangkaian sehingga tidak
perlu membutuhkan kotak fisik seperti mechanical switch.

Kesimpulan
- Dianjurkan menggunakan electrical switch untuk sistem kendali On-Off
karena tidak mudah rusak
- Semakin besar order maka error yang ada semakin besar
- Pada OLUS order 3 dan 4 PV akan mencapai titik MV dan bergaris lurus
karena saturasi dan MV yang di set 100 sehingga PV hanya dapat
mencapai 100
- Kendali On-Off dapat berfungsi baik hanya di order rendah (1 dan 2)

Referensi
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)

Universitas Indonesia
12

Modul 2
FOPDT

Tujuan
- Membuat pemodelan order ke orde satu menggunakan metode FOPDT
- Menghitung dengan menggunakan metode 0.632 (garis singgung)
- Menghitung dengan menggunakan metode inflection point
- Menghitung gain, time constant, dan time delay

Alat
- Aduino nano
- Laptop
- Labveiw

Teori Dasar
Respon output dari sebuah proses yang inputnya diganti secara tiba-tiba dapat
disebut sebagai kurva proses reaksi. Jika proses yang ada dapat di aproksimasikan
dengan model linier order satu atau order dua maka parameternya dapat didapatkan
dari data kurva reaksi tersebut. Persamaan dari gradient respon step yang ada
adalah:

Dapat dilihat dari grafik yang ada di bawah, perpotongan dari garis singgung pada
t = 0 dengan garis horizontal y/KM = 1 ada pada t = . Oleh karena ini,  dapat di
estimasikan dari step respon menggunakan nilai dati t dimana respon adalah 63.2%.

Universitas Indonesia
13

Terdapat hanya beberapa respon step yang memiliki sifat seperti order pertama
karena:
1. Proses yang sesungguhnya bukanlah order pertama dan tidak linear. Hanya
proses yang sangat simple yang memiliki grafik ideal.
2. Data output yang ada biasanya terganggu oleh noise karena penilaian
mengandung komponen acak. Noise dapat muncul dari operasi normal
sebuah proses. Contohnya pencampuran yang menciptakan konsentrasi
yang tinggi dan rendah atau dari instrumentasi elektronik. Jika noise
sepenuhnya random, respon dari order pertama masih dapat digunakan.
Tetapi jika terdapat noise yang berhubungan dengan noise acak seperti
drifting disturbances dapat menyebabkan masalah pada analisis.
3. Gangguan proses input yang lain dapat berubah tanpa sebab pada saat step
test. Contohnya pada CSTR, perubahan yang tidak terdeteksi pada
komposisi atau temperatur.
4. Akan susah untuk menciptakan step input yang sempurna. Contohnya
seperti pompa, pompa tidak akan bisa berubah secara langsung dari setting
yang satu ke yang lain dimana pompa akan membutuhkan waktu. Tetapi
jika waktu yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan dengan proses time
constant maka aproksimasi yang cukup baik dapat didapatkan.

Untuk memodelkan order tinggi ke order pertama, time delay dapat dimasukkan.
Modifikasi ini dapat mengembangkan kesamaan antara respon model dan
eksperimen. Yaitu dengan fitting dari order pertama ditambah model time delay
(FOPTD) pada respon sesungguhnya dari step respon membutuhkan langkah-
langkah berikut:

Universitas Indonesia
14

1. Proses gain K ditemukan dengan cara menghitung rasio dari perubahan


steady-state y menjadi ukuran dari input perubahan step M.
2. Tangent digambarkan pada titik inflection dari step response. Perpotongan
dari garis singgung dan axis waktu dimana y = 0 adalah time delay.
3. Jika garis singgung dipanjangkan ke perpotongan dari steady state (dimana
y = KM), maka nilai dari perpotongan akan sama dengan waktu t =  + .
Oleh karena itu  dapat ditemukan dengan cara mengurangi  dari titik
perpotongan.

Prosedur Percobaan
Pengambilan data
- Mengatur agar sistem pada kondisi OLS dan Manual
- Mengatur agar nilai integral dan differensial = 1
- Mengatur agar penyebut pada persamaan menjadi 5, 6, 6, 8
- Mengatur agar SP = 5 untuk kondisi awal
- Menekan tombol start untuk memulai percobaan
- Mengubah nilai SP menjadi 30 untuk melihat kenaikan dari grafik
- Menunggu hingga grafik menjadi stabil

Universitas Indonesia
15

- Menyimpan data yang ada


- Mengulangi percobaan untuk order 2-4

Dengan 0.632
- Menghitung dimana nilai ke 0.632 berada dengan cara menghitung Δ𝑦
- Mem-plot titik yang didapatkan
- Membuat garis dari titik ke sumbu X dan Y
- Menghitung , K dan 
- Memasukkan nilai tersebut ke persamaan

Dengan inflection point


- Membuat garis singgung pada grafik dengan mengambil 2-3 titik pada
grafik
- Menghitung , K dan 
- Memasukkan nilai tersebut ke persamaan

Mencari step response


- Menggunakan matlab untuk menuliskan fungsi transfer
- Menulis fungsi transfer tanpa time delay
- Memasukkan kedua fungsi dalam satu grafik

Hasil
Inflection point

Universitas Indonesia
16

𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟖𝒔 + 𝟏

𝟏. 𝟑𝟐𝒆𝟎.𝟓𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟖𝒔 + 𝟏

Universitas Indonesia
17

𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟑𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟐𝒔 + 𝟏

𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟑𝟎𝒔 + 𝟏

Metode 0.632

Universitas Indonesia
18

𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟔. 𝟑𝒔 + 𝟏

𝟏. 𝟑𝟐𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟑. 𝟑𝒔 + 𝟏

𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟓. 𝟏𝒔 + 𝟏

Universitas Indonesia
19

𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟑. 𝟒𝒔 + 𝟏

Grafik Step response order 2

Universitas Indonesia
20

Grafik Step response order 3

Grafik Step response order 4

Universitas Indonesia
21

Analisis
Di percobaan kali ini, pada awalnya SP diatur dari 5% menjadi 30% untuk melihat
perubahan yang disebabkan oleh kenaikan SP. PV yang ada harus dibiarkan konstan
terlebih dahulu lalu SP baru diubah karena nilai konstan dari data tersebut akan
digunakan untuk menghitung nilai K. Dari grafik yang didapatkan, dapat dilihat
bahwa semakin besar order maka respon juga semakin lambat dan delay time yang
didapatkan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin besar order yang ada maka
inersia yang dihasilkan juga akan semakin besar. Karena itu, nilai dimana PV mulai
saturasi juga semakin meningkat seiring meningkatnya order yang ada.

Setelah grafik didapatkan, grafik akan digunakan untuk mendapatkan fungsi


transfer dimana terdapat K, , . Dari hasil fungsi transfer yang didapatkan, dapat
dilihat bahwa semakin besar order maka nilai dari K,  dan  semakin besar juga.
Dimana persamaan tersebut adalah:
𝟏.𝟏𝒆−𝟎𝒔 𝟏.𝟑𝟐𝒆𝟎.𝟓𝒔 𝟏.𝟓𝟖𝒆−𝟑𝒔 𝟏.𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) = , 𝑮(𝒔) = , 𝑮(𝒔) = , 𝑮(𝒔) =
𝟖𝒔+𝟏 𝟏𝟖𝒔+𝟏 𝟐𝟐𝒔+𝟏 𝟑𝟎𝒔+𝟏

Dan untuk metode 0.632 adalah:


𝟏.𝟏𝒆−𝟎𝒔 𝟏.𝟑𝟐𝒆−𝟖𝒔 𝟏.𝟓𝟖𝒆−𝟖𝒔 𝟏.𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) = , 𝑮(𝒔) = , 𝑮(𝒔) = , 𝑮(𝒔) =
𝟔.𝟑𝒔+𝟏 𝟏𝟑.𝟑𝒔+𝟏 𝟏𝟓.𝟏𝒔+𝟏 𝟐𝟑.𝟒𝒔+𝟏

Dari grafik pemodelan step response yang dibuat, dapat dilihat bahwa grafik asli
dan grafik pemodelan yang ada tidak berbeda jauh. Artinya dibuktikan bahwa
pendekatan order tinggi ke order rendah dapat dilakukan. Memang terlihat bahwa
semakin besar order maka grafik terlihat memiliki perbedaan jarak yang lebih besar.
Grafik step response order 1 tidak ada dikarenakan order 1 tidak memiliki time
delay.

Kesimpulan
- Pendekatan order tinggi ke order rendah dapat dilakukan
- order 1 : teta = 0, tao = 8, K = 33-5.5/30-5= 27.5/25 = 1.1
- order 2 : teta = -0.5, tao = 18, k = 39.59-6.6/30-5= 32.99/25 = 1.3196
- order 3 : teta = 3, tao = 22, k = 47.51-7.91/30-5= 39.6/25 = 1.584
- order 4 : teta = 8 tao = 30, k = 52.26-8.7/30-5 = 43.56/25 = 1.7424

Universitas Indonesia
22

Referensi
- Dale E. Seborg, Duncan A. Mellichamp, Thomas F. Edgar, Francis J.
Doyle III-Process Dynamics and Control-Wiley (2010)

Universitas Indonesia
23

Modul 3
Pemodelan proses orde 2 dengan metode smith

Tujuan
- Membuat pendekatan orde tinggi ke orde 2

Alat
- Laptop
- Arduino nano
- Matlab
- Labview

Teori Dasar
Pendekatan yang lebih baik untuk percobaan eksperimental dari step respons dapat
diperoleh dengan melakukan fitting pada model order kedua kepada data.

Pada grafik dibawah, dapat dilihat bentuk respon yang terjadi untuk model order
kedua. Dimana terdapat dua batas yaitu untuk 2/1 = 0 pada saat sistem menjadi
order pertama dan 2/1 = 1 pada kasus critically damped. Konstanta waktu yang
lebih besar dapat disebut konstanta waktu dominan. Respon berbentuk s akan
terlihat lebih jelas pada saat rasio 2/1 mendekati satu.

Universitas Indonesia
24

Parmeter model untuk sistem orde kedua yang termasuk time delay dapat
diestimasikan dengan menggunakan cara grafik dan numerik. Smith menggunakan
model dengan bentuk

Dimana memiliki kasus overdamped dan underdamped. Cara smith membutuhkan


waktu dimana respon yang ternormalisasi mencapai 20% dan 60%. Dengan
menggunakan grafik dibawah, rasio dari t20/t60 memberikan nilai . Estimasi dari
 dapat didapatkan dari grafik t60/ vs t20/t60.

Universitas Indonesia
25

Prosedur Percobaan
- Mengatur nilai SP, Ti, dan Td
- Mengatur mode menjadi manual
- Mengatur sampling time menjadi 100ms
- Mengatur SP akhir pada 30%
- Menjalankan program hingga nilai PV mencapai saturasi
- Mengulangi untuk orde 1-4
- Mengambil data pada labview
- Menghitung besar t20/t60 bedasarkan data yang ada
- Mencari niai tao dan  pada grafik smith
- Menghitung nilai tao1 dan tao 2

Hasil
Order 1

T20/T60 = 0.240741
T60/tao = 10
Tao = 0.54
 = 4.7
Tao1 = 5.02
Tao2 = -2.05
𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟎. 𝟓𝟒𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟒. 𝟕)(𝟎. 𝟓𝟒)𝒔 + 𝟏

Universitas Indonesia
26

Order 2

T20/T60 = 0.41
T60/tao = 2
Tao = 6.6
 =1
Tao1 = 6.6
Tao2 = 6.6

𝟏. 𝟑𝟐𝒆−𝟎.𝟓𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟔. 𝟔𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟏)(𝟔. 𝟔)𝒔 + 𝟏

Order 3

Universitas Indonesia
27

T20/T60 = 0.49275
T60/tao = 1.5
Tao = 13.8
 = 0.5
Tao1 = 6.9+6.9(-0.75)^(½)
Tao2 = 6.9-6.9(-0.75)^(½)

𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟑𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟑. 𝟖𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟎. 𝟓)(𝟏𝟑. 𝟖)𝒔 + 𝟏

Order 4

T20/T60 = 0.545455
T60/tao = 1.3
Tao = 23.69
 = 0.1 (underdamp)
Tao1 = 23.69+23.69(-0.99)^(½)
Tao2 = 23.69-23.69(-0.99)^(½)

𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟑. 𝟔𝟗𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟎. 𝟏)(𝟐𝟑. 𝟔𝟗)𝒔 + 𝟏

Universitas Indonesia
28

Analisis
order 1 memiliki nilai overdamp karena nilai =4.7 (lebih dari 1). order 2 bersifat
critically damp karena = 1(sama dengan 1), order 3 bersifat underdamp karena
nilai = 0.5 (lebih kecil dari 1). semakin besar ordenya, maka nilai teta juga akan
semakin besar karena nilai inersia yang semakin besar.

Kesimpulan
Fungsi transfer order 1
𝟏. 𝟏𝒆−𝟎𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟎. 𝟓𝟒𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟒. 𝟕)(𝟎. 𝟓𝟒)𝒔 + 𝟏

Fungsi transfer order 2


𝟏. 𝟑𝟐𝒆−𝟎.𝟓𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟔. 𝟔𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟏)(𝟔. 𝟔)𝒔 + 𝟏

Fungsi transfer order 3


𝟏. 𝟓𝟖𝒆−𝟑𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟏𝟑. 𝟖𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟎. 𝟓)(𝟏𝟑. 𝟖)𝒔 + 𝟏
Fungsi transfer order 4
𝟏. 𝟕𝟒𝒆−𝟖𝒔
𝑮(𝒔) =
𝟐𝟑. 𝟔𝟗𝟐 𝒔𝟐 + 𝟐(𝟎. 𝟏)(𝟐𝟑. 𝟔𝟗)𝒔 + 𝟏

Referensi
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)

Universitas Indonesia
29

Modul 4
Pengendalian PID Dengan Menggunakan Metode Direct Synthesis

Tujuan
- Melakukan pengendalian PID dengan metode tuning direct sysnthesis pada
setiap proses
- Mencari nilai Kc, Ti dan Td

Alat
- Arduino nano
- Laptop
- Matlab
- Labview

Teori Dasar
Metode Taylor

Universitas Indonesia
30

Metode pade

Metode smith

Universitas Indonesia
31

Prosedur Percobaan
- Mengatur SP,Ti dan Td
- Mengatur mode menjadi manual
- Mengatur sampling time menjadi 100ms
- Mengatur SP pada 25%
- Menjalankan program hingga nilai PV mencapai saturasi
- Mengulang untuk order 1-4
- Mengolah data dan menghitung nilai Kc, Ti, Td
- Memasukkan nilai yang didapatkan pada Simulink
- Melihat grafik yang ada dan melakukan pemodelan pada labview

Data Pengamatan
Orde 1

T20/T60= 0.26
T60/tau= 10
Tau= 11
TauC= 13
= 3.3
= 0

Metode Smith
Nilai
Tau1 26.17
Tau2 4.62
Kc 2.15

Universitas Indonesia
32

TauI 30.79
TauD 3.92
Ti= 0.07
Td= 8.43
2.15
Gc= 2.15 + 26.17𝑠 + 8.43𝑠

Simulink

Grafik model

Ts= 50.6s
Tr= 28.5s

Universitas Indonesia
33

Grafik real

Orde 2

T20/T60= 0.4
T60/tao= 0.2
Tao= 21.8
TaoC=23.8
= 1.1
= 1.5

Taylor
Nilai
Tau 21.8
TauC 23.8

Universitas Indonesia
34

Kc 0.61
TauI 21.8
Ti= 0.02
Td= 0
0.61
Gc= 0.61 + 21.8𝑠

Simulink taylor

P= 0.61
I= 0.02
D= 0

Grafik model taylor

Universitas Indonesia
35

Grafik real taylor

Pade
Nilai
Tau 21.8
TauC 23.8
Kc 0.76
TauI 24.6
TauD 2.48
Ti= 0.03
Td= 1.88
1 21.8𝑠+1
Gc= 1.21 + 29.4𝑠

Simulink pade

P= 0.76
I= 0.03
D= 1.88

Universitas Indonesia
36

Grafik model pade

Grafik real pade

Smith
Nilai
Tau1 26.17
Tau2 4.62
Kc 2.15
TauI 30.79
TauD 3.92
Ti= 0.028
Td= 13.26
1.34
Gc= 1.34 + + 13.27s
33.97𝑠

Universitas Indonesia
37

Simulink Smith

P= 1.34
I= 0.028
D= 13.26

Grafik model smith

Grafik real smith

Universitas Indonesia
38

Orde 3

T20/60= 0.46
T60/tao= 0.14
Tao= 26.3
TaoC= 28.3
= 0.9
= 6.7

Taylor
Nilai
Tau 26.3
TauC 28.3
Kc 0.5
TauI 26.3
Ti= 0.019
Td= 0
0.5
Gc= 0.5+
26.3𝑠

Universitas Indonesia
39

Simulink Taylor

P= 0.5
I= 0.019
D= 0

Grafik model Taylor

Grafik real Taylor

Universitas Indonesia
40

Pade
Nilai
Tau 26.3
TauC 28.3
Kc 0.7
TauI 31.9
TauD 4.61
Ti= 0.022
Td= 3.23
1 26.3𝑠+1
Gc= +
1.33 39.5𝑠

Simulink pade

P= 0.7
I= 0.022
D= 3.23

Grafik model pade

Universitas Indonesia
41

Grafik real pade

Orde 4

T20/60=0.5
T60/tao= 1.4
Tao= 32
TaoC= 34
= 0.49
= 9
Metode Taylor
Nilai
Tau 3.2
TauC 34
Kc 0.44
TauI 32

Universitas Indonesia
42

Ti= 0.013
Td= 0
0.44
Gc= 0.44 + 32𝑠

Simulink taylor

P= 0.44
I= 0.013
D= 0

Grafik model taylor

Universitas Indonesia
43

Grafik real taylor

Metode Pade
Nilai
Tau 3.2
TauC 34
Kc 0.65
TauI 39.9
TauD 6.33
Ti= 0.016
Td= 4.1
1 32𝑠+1
Gc= 1.46 + 47.8𝑠

Simulink pade

P= 0.65
I= 0.016
D= 4.11

Universitas Indonesia
44

Grafik model pade

Grafik real pade

Grafik respon
Taylor

Universitas Indonesia
45

Pade

Universitas Indonesia
46

Smith

Analisis
Metode pade dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan metode taylor karena
hasil dari rise time dan settling time yang didapatkan dari metode pade lebih kecil
dibandingkan metode taylor. Hal ini artinya sistem lebih cepat untuk mencapai set
point. Metode smith tidak disarankan untuk digunakan untuk perubahan set point
karena memiliki nilai rise time dan settling time yang lebih lama. Dan metode pade
dan taylor tidak bisa digunakan untuk orde 1 karena tidak memiliki teta. Ketiga
metode dapat digunakan dan dikendalikan dengan baik. Hanya saja tergantung
sistem apa yang ingin dikendalikan karena setiap sistem memiliki kebutuhan yang
berbeda.

Universitas Indonesia
47

Kesimpulan

ketiga metode di atas dapat digunakan untuk perubahan set point hanya saja jika
dilihat dari settling time dan rise time, dapat dikatakan bahwa metode pade
memiliki hasil paling bagus.

Referensi
- Dale E. Seborg, Duncan A. Mellichamp, Thomas F. Edgar, Francis J.
Doyle III-Process Dynamics and Control-Wiley (2010)
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)

Universitas Indonesia
48

Modul 5
Melihat kestabilan proses PID dengan metode Routh-Hurwitz

Tujuan
-Menghitung kestabilan pada proses pengendalian PID dengan metode Routh-
Hurwitz

Alat
- Laptop
- Labview
- Arduino nano
- Matlab

Teori Dasar
Routh mempublikasikan sebuah Teknik untuk menentukan apakah akar akar dari
sebuah polynomial memiliki bagian real yang positif. Berdasarkan kriteria dasar
stabilitas, sebuah sistem tertutup akan stabil hanya jika semua akar dari persamaan
karakteristik memiliki bagian asli yang negatif. Jadi, dengan mengaplikasikan
Teknik Routh untuk melakukan analisa koefisien dari persamaan karakteristik, kita
dapat menentukan apakah sebuah sistem tertutup tersebut stabil. Pendekatan ini
dinamakan sebagai Routh Stability Criterion. Ini dapat diaplikasikan hanya pada
sistem yang persamaan karateristiknya adalah polinomial dalam bentuk s. oleh
karna itu, metode ini tidak dapat langsung digunakan pada sistem dengan time
delay. Oleh karena itu, untuk persamaan dengan time delay harus dilakukan
aproksimasi pade terlebih dahulu. Sebuah analisa stabilitas dari sebuah sistem
dengan time delay dapat dilakukan dengan pencarian akar langsung atau dengan
menggunakan respon analisa frekuensi dan bode.

Kriteria Routh berdasar pada persamaan karakteristik dengan bentuk

Universitas Indonesia
49

Dapat diasuksikan bahwa an> 0. Jika an< 0 maka -1 harus dikalikan agar dapat
mendapatkan persamaan baru yang dapat memenuhi kondisi tersebut. Jika terdapat
koefisien yang negatif atau 0 maka terdapat setidaknya satu akar dari persamaan
yang berada pada sisi kanan atau pada sumbu imajiner sehingga persamaan tidak
stabil. Jika semua koefisien yang ada bernilai positif, selanjutnya dapat dibuat
susunan Routh

Susunan tersebut memiliki baris n+1, dimana n adalah urutan dari persamaan
karaketistik. Dua baris pertama adalah koefisien dari persamaan karakteristik yang
disusun berdasarkan pangkat ganjil dan genap dari S. element dari baris yang
selanjutnya dapat dihitung dengan cara

Suatu sistem dapat dikatakan stabil pada saat tidak ada perubahan tanda pada akar-
akarnya yang paling kanan.
Jenis-jenis akar persamaan karakteristik:

Universitas Indonesia
50

Akar negatif ril

Akar kompleks(bagian negatif ril)

Akar positif ril

Akar kompleks(bagian positif ril)

Cara Kerja
- Mengatur mode labview pada manual dan ols
- Mengatur agar K bernilai 1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4

Universitas Indonesia
51

- Mengatur tao 9 7 5 3
- Mengambil data orde 1 – 4
- Mencari nilai teta, Kp, dan tao
- Memasukkan kembali data kp yang didapatkan ke labview
- Mengambil data kembali
- Melihat apakah sistem stabil atau tidak

Prosedur Percobaan
- Mengatur nilai SP, Ti, Td
- Mengatur mode menjadi Manual
- Mengatur sampling time menjadi 100ms
- Mengatur SP pada 10%
- Menjalankan program hingga SP mencapai saturasi
- Mengambil data pada labview
- Mengolah data dan menghitung Kc, Ti, Td
- Menghitung kestabilan dengan Routh-Hurwitz

Data Pengamatan

Nilai

K 1.464

𝛕 9

Universitas Indonesia
52

𝛕c 9.2

1 2()+1
𝐾𝑐 = 𝑐 = 0.669
𝐾 +1


Ti = 2 +  = 9

Td =  = 0.9
2( )+1

Saat Kc=0.669
fungsi karakteristik= 36𝑠 5 +108𝑠 4 + 117𝑠 3 + 43.933𝑠 2 + 17.814𝑠 + 0.979 = 0

Universitas Indonesia
53

PB= 100/0.669=149.47%
Ti= 9
Td=0.9

Saat Kc= 2.85


Fungsi karakteristik= 36𝑠 5 + 108𝑠 4 + 117𝑠 3 + 87.798𝑠 2 + 36.114𝑠 + 4.172 =
0

Universitas Indonesia
54

PB=100/2.85=35%
Ti=9
Td=0.9

Saat Kc=4.167
Fungsi karakteristik=36𝑠 5 + 108𝑠 4 + 117𝑠 3 + 11.49𝑠 2 + 47.96𝑠 + 6.1 = 0

Universitas Indonesia
55

PB=100/4.167=24%
Ti=9
Td=0.9

Analisis
Pada saat Kc=0.669, sistem dapat dikatakan stabil dengan akar-akar yang ada di
sebelah kiri sumbu. Hal ini dikarenakan tidak ada perubahan tanda pada pole di
bagian paling kanan.
Pada saat Kc=2.85, didapatkan sistem masih stabil walaupun sempat mengalami
osilasi. Sistem memiliki pole akar akar di sebelah kiri sumbu.

Universitas Indonesia
56

Pada saat Kc=4.167, didapatkan sistem tidak stabil karena osilasi yang membesar.
Memiliki akar akar di sebelah kanan sumbu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa semakin Pb mengecil maka sistem akan semakin
tidak stabil karena Kp membesar dan memiliki kemungkinan bahwa Kp ada di luar
range.

Kesimpulan
Dapat dilihat bahwa semakin besar Kc maka sistem akan semakin tidak stabil. Di
percobaan kali ini, digunakan Kc 0.669, 2.85, dan 4.187. dimana pada 0.669 sistem
stabil, pada 2.85 sistem kritis dan pada 4.187 sistem tidak stabil.

Referensi

- Dale E. Seborg et al.’s Process Dynamics and Control 3rd Edition


- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000, Cengage)

Universitas Indonesia
57

Modul 6
Mengidentifikasi Proses Menggunakan Continous Cycling Method
Tujuan
- Mengidentifikasi pengendalian proses menggunakan continuous cycling
method
Alat
- Laptop
- Arduino nano
- Labview
- Excel
- Matlab

Teori Dasar
Istilah continuous cycling mengacu pada osilasi berkelanjutan dengan amplitude
konstan. Nilai numeri Kc yang menghasilkan siklus terus-menerus (hanya untuk
control proprosional) disebut gain tertinggi Kcu. Periode osilasi berkelanjutan yang
sesuai disebut sebagai periode akhir Pu.
Cara cycling method didasarkan pada pencobaan trial and error sebagai berikut:
1. Setelah proses mencapai steady state, maka mengeliminasi integral dan
turunan yang ada dengan menetapkan Td 0 dan Ti sangat besar.
2. Mengatur Kc sama dengan angka kecil (0.5) dan menaruh controller pada
mode otomatis.
3. Memperkenalkan perubahan set point yang kecil sehingga variabel control
bergerak menjauh dari set point. Menaikkan Kc dengan increment kecil
hingga continuos cycling terjadi.
4. Menghitung setting PID dengan menggunakan Ziegler Nichols dan tyreus-
luyben.
Hubungan tuning oleh Ziegler Nichols ditentukan secara empirical untuk
menyediakan respon closed loop yang memiliki rasio decay ¼. Untuk control
proportional, memberikan margin keamanan dari dua Kc. Karena itu sama
dengan setengah dari limit stabilitas Kcu. Pada saat integral ditambahkan untuk

Universitas Indonesia
58

membuat controller PI, Kc dikurangi dari 0.5Kcu ke 0.45Kcu. efek ini


menyebabkan Kc boleh dinaikkan ke 0.6Kcu pada controller PID. Biasanya
untuk Kc<Kcu, respon closed loop untuk y(t) biasanya overdamp, untuk
Kc=Kcu memiliki continuos cycling, dan untuk Kc>Kcu akan tidak stabil.

Ziegler-Nichols Kc Ti Td

P 0.5Kcu - -

PI 0.45Kcu Pu/1.2 -

PID 0.6Kcu Pu/2 Pu/8

Tyreus-Luyben Kc Ti Td

PI 0.31Kcu 2.2Pu -

PID 0.45Kcu 2.2Pu Pu/6.3

Universitas Indonesia
59

Data Pengamatan
OLS

Pb=30.5%
Ti= 100000ms
Td=0ms
Kc=3.28
Kcu=3.28

Pu=14s
Pengolahan data
Ziegler-Nichols Kc Ti Td

P 0.5Kcu = 1,64 - -

PI 0.45Kcu = 1,476 Pu/1.2 = 11,67 -

PID 0.6Kcu = 1,968 Pu/2 = 7 Pu/8 = 1,75

Tyreus-Luyben Kc Ti Td

Universitas Indonesia
60

PI 0.31Kcu = 1,0168 2.2Pu = 30,8 -

PID 0.45Kcu = 1,476 2.2Pu = 30,8 Pu/6.3 = 2,22

Ziegler Nichols (PID)


Ziegler-Nichols Kc Ti Td

PID 0.6Kcu = 1,968 Pu/2 = 7 Pu/8 = 1,75

SP kecil naik

Rise time:6.2s
Settling time:34s

Universitas Indonesia
61

SP menengah naik

Rise time:6.4s
Settling time:36s

SP besar naik

Rise time:6.7s
Settling time:36s

SP kecil turun

Rise time:5.9s
Settling time:33s

Universitas Indonesia
62

SP menengah turun

Rise time:6.5s
Settling time:35s

SP besar turun

Rise time:6.5s
Settling time:36s

Ziegler Nichols (PI)


Ziegler-Nichols Kc Ti Td

PI 0.45Kcu = 1,476 Pu/1.2 = 11,67 -

Universitas Indonesia
63

SP kecil naik

Rise time:7.4s
Settling time:79.5s
SP menegah naik

Rise time:7.4s
Settling time:80s

Universitas Indonesia
64

SP besar naik

Rise time:7.4s
Settling time:80s

SP kecil turun

Rise time:8s
Settling time:78s

SP menengah turun

Rise time:8s
Settling time:80s

Universitas Indonesia
65

SP besar turun

Rise time:7.6s
Settling time:81s

Ziegler Nichols (P)


Ziegler-Nichols Kc Ti Td

P 0.5Kcu = 1,64 - (50000) -

SP kecil naik

Rise time:7.7s
Settling time:167s

Universitas Indonesia
66

SP menengah naik

Rise time:7.7s
Settling time:168s

SP besar naik

Rise time:7.7s
Settling time:168s

SP kecil turun

Rise time:7.7s
Settling time:167s

Universitas Indonesia
67

SP menengah turun

Rise time:7.7s
Settling time:168s

SP besar turun

Rise time:7.7s
Settling time:168s

Tyreus Luyben(PI)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td

PI 0.31Kcu = 1,0168 2.2Pu = 30,8 -

Universitas Indonesia
68

SP kecil naik

Rise time:11s
Settling time:132.5s

SP menengah naik

Rise time:10.5s
Settling time:133s

SP besar naik

Rise time:11.2s
Settling time:132.5s

Universitas Indonesia
69

SP kecil turun

Rise time:11s
Settling time:133s

SP menegah turun

Rise time:11s
Settling time:133s

SP besar turun

Rise time:11s
Settling time:132.5s

Universitas Indonesia
70

Tyreus Luyben(PID)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td

PID 0.45Kcu = 1,476 2.2Pu = 30,8 Pu/6.3 = 2,22

SP kecil naik

Rise time:37s
Settling time:101s

SP menegah naik

Rise time:35s

Universitas Indonesia
71

Settling time:100s

SP besar naik

Rise time:34s
Settling time:97s

SP kecil turun

Rise time:36s
Settling time:100s

SP menengah turun

Universitas Indonesia
72

Rise time:35s
Settling time:98s

SP besar turun

Rise time:35s
Settling time:98s

OLUS

Pb=8%
Ti=100000ms
Td=0
Kc=12.5
Kcu=12.5

Universitas Indonesia
73

Pu=1.6s

Pengolahan data
Ziegler-Nichols Kc Ti Td

P 0.5Kcu = 6,25 - -

PI 0.45Kcu = 5,625 Pu/1.2 = 1,33 -

PID 0.6Kcu = 7,5 Pu/2 = 0,8 Pu/8 = 0,2

Tyreus-Luyben Kc Ti Td

PI 0.31Kcu = 3,875 2.2Pu = 3,52 -

PID 0.45Kcu = 5,625 2.2Pu = 4,52 Pu/6.3 = 0,253

Ziegler Nichols (PID)


Ziegler-Nichols Kc Ti Td

PID 0.6Kcu = 7,5 Pu/2 = 0,8 Pu/8 = 0,2

Universitas Indonesia
74

Ziegler Nichols(PI)
Ziegler-Nichols Kc Ti Td

PI 0.45Kcu = 5,625 Pu/1.2 = 1,33 -

Ziegler Nichols (P)


Ziegler-Nichols Kc Ti Td

P 0.5Kcu = 6,25 - -

Universitas Indonesia
75

SP kecil naik

Rise time: 0.25s


Settling time: 0.6s&0.95s

Tyreus-Luyben(PI)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td

PI 0.31Kcu = 3,875 2.2Pu = 3,52 -

Universitas Indonesia
76

SP kecil naik

Rise time:0.4s
Setting time:5s

Tyreus Luyben(PID)
Tyreus-Luyben Kc Ti Td

PID 0.45Kcu = 5,625 2.2Pu = 4,52 Pu/6.3 = 0,253

Analisis
Pada proses OLS yang menggunakan metode Ziegler, didapatkan hasil
pengendalian memiliki overshoot tetapi masih dapat kembali pada set point yang
telah ditentukan. Pada metode Ziegler, didapatkan hasil yang paling baik pada
proses PID karena memilki settling time dan rise time yang lebih kecil jika

Universitas Indonesia
77

dibandingkan dengan PI atau P. Pada metode Tyrens, hasil yang didapatkan tidak
memiliki overshoot sama sekali. Akan tetapi karena hal ini, maka settling time dan
rise time yang didapatkan akan lebih pelan dibandingkan metode Ziegler. Dalam
pengendalian, jika memang menginginkan pengendalian yang cepat dan system
diperbolehkan untuk memiliki overshoot maka metode Ziegler dapat digunakan.
Tetapi jika pada suatu system tidak boleh memiliki overshoot, metode tyrens yang
seharusnya digunakan. Beberapa sistem juga berbeda-beda. Ada sistem yang
mengharuskan untuk mencapai set point yang cepat, dan ada sistem yang
mengharuskan untuk mencapai set point dengan lambat (contohnya pengisian
baterai). Oleh karna hal tersebut, penggunaan metode mana tergantung pada sistem
yang akan digunakan.
Pada proses OLUS, yang dapat dikendalikan hanyalah proses PI dan P pada Ziegler
dan PI pada tyreus. Pada metode Ziegler, pengendalian proses yang terbaik ada
pada proses P dengan hasil rise time dan settling time yang lebih cepat
dibandingkan PI. Dan pada proses tyrens tidak dapat dilakukan perbandingan
karena yang dapat dikendalikan hanya proses PI saja. Oleh karena ini, dapat
dikatakan metode Ziegler lebih baik pada proses OLUS karena dapat
mengendalikan PI dan P dan memiliki rise time dan settling time yang lebih cepat.

Kesimpulan
Kontroller Ziegel memberikan control terbaik jika sistem diberi gangguan dan
control yang buruk untuk perubahan set point. Kontroller tyrens memiliki respon
yang baik dalam pengendalian proses karena memiliki respon yang lebih stabil
tanpa overshoot. Tetapi lebih pelan dalam mencapai set point.
Referensi
- Kilian - Modern Control Technology - Components and Systems (2000,
Cengage)

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai