Bagaimana Budaya Visual Mempengaruhi dan Merefleksikan Masyarakat
Terhadap Billboard Kuningan Beu dan BJB
Media baru muncul sebagai bagian dari percepatan akses teknologi informasi yang begitu luas dan cepat. Kemudahan akses yang ditawarkan media baru memungkinkan pengguna media baru jauh lebi bisa adaptif dan bersosialisasi dengan begitu masiv. Dalam preferensi sumber informasi, media baru sangat memengaruhi masyarakat. Dinamika informasi yang begitu beragam diimbangi dengan berbagai macam fitur kemudahan dalam akses media baru. Media baru memungkinkan banyak orang untuk saling berinteraksi dan menghilangkan jarak komunikasi diantara mereka. Karakter media baru yang lebih fleksibel menjadi pilihan bagi semua orang, tidak terkecuali remaja/Anak muda. Anak muda atau remaja dalam penggunaan media memungkinkan adanya Self Sharing untuk eksistensi diri mereka. Secara substansial dapat diketahui bahwa media baru memungkinkannya juga ada partisipasi anak muda/remaja dalam kehidupan sosial budaya saat ini, misalnya banyaknya aspirasi yang bisa dimuat dimedia baru. Adanya komunikasi yang efektif dan efiesien dalam segala bidang memungkinkan lingkungan baru dalam media baru. Media promosi adalah alat komunikasi dan penyampaian pesan yang dilakukan oleh suatu usaha dengan memberikan informasi mengenai produk, harga, dan tempat yang bertujuan untuk mengajakan atau membujuk, mempengaruhi, dan mengingatkan kembali kepada konsumen mengenai jasa atau produk dari perusahaan tersebut (Atikasari, 2015:10). Terdapat beberapa jenis media yang digunakan untuk media promosi, yakni media cetak, media elektronik, dan media luar ruangan. Salah satu media promosi yang sering digunakan oleh perusahaan adalah media promosi luar ruangan terutama billboard. Billboard adalah sebuah jenis periklanan untuk mempromosikan bisnisnya, karena memiliki kemampuan untuk menarik perhatian serta memudahkan masyarakat untuk mengenali produk serta mengingatnya. Umumnya pembuatan produksi media promosi luar ruang memiliki biaya yang murah dan memiliki manfaat yang sangat besar (Winisa dan Fadillah, 2014:v). Dalam pembuatan media promosi billboard dibutuhkan unsur elemen visual yang mampu menarik perhatian dan dapat menyampaikan citra sehingga dapat menghasilkan suatu pesan yang efektif. Elemen visual dibagi menjadi empat bagian yakni ilustrasi, tipografi, warna, dan layout (Nuriarta, 2020:6-10). Setiap pembuatan media promosi pada umumnya, perusahaan akan memasukan elemen visual serta pesan ke dalam iklan yang akan dipromosikan dengan tujuan agar pembaca lebih mudah mengerti dengan iklan yang disampaikan. Isi pesan iklan pada umumnya menjelaskan keunggulan atau kebaikan dari produk dipasarkan, selain itu menggunakan Bahasa persuasif menjadi hal yang penting agar makna dan pesan bisa tersampaikan dengan jelas. Sama seperti halnya Kuningan Beu dan Bank BJB. Kuningan Beu merupakan konsep “brand” yang digagas oleh seorang pemuda asal Desa Tundagan, Kecamatan Hantara bernama Fadlan Aulia. Fadlan merupakan juara pertama dari sayembara pembuatan logo yang dilakukan oleh Disporapar Kabupaten Kuningan beberapa waktu lalu untuk memperkuat Kuningan sebagai destinasi wisata unggulan. Beu sendiri merupakan ragam Basa Sunda dialek Kuningan yang berbeda dengan Basa Sunda pada umumnya. Memiliki arti “Yuk ah” yang bertujuan untuk mengundang langsung masyarakat datang ke Kabupaten Kuningan. Billboard Bank BJB menekankan slogan-slogannya yaitu “Menabung untuk negri” dan “Menyertai Anda dari waktu ke waktu.” Dengan tujuan ingin memberikan informasi dan kesadaran kepada audiens untuk menabung di Bank BJB. Setiap elemen yang terbentuk dalam iklan akan selalu berhubungan dan mengandung makna di dalamnya yakni makna denotasi dan makna konotasi teori semiotika oleh Roland Barthes sebagai bentuk penyampaian pesan kepada masyarakat. Penyampaian pesan secara tersirat dari billboard ini merupakan peranan penting dalam mengkaji sebuah makna karena sebuah pemaknaan tidak terlepas dari sekelilingnya. Agus Sachari (2007) mengemukakan bahwa budaya visual adalah penghubung antara konsep budaya (nilai) dengan objek materi yang dapat dirasakan secara langsung oleh indera visual, terutama mata. Budaya visual ini dapat diartikan sebagai pola pikir manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pendapat ini sejalan dengan definisi Rustam Hakim (1987) tentang ruang publik sebagai tempat untuk aktivitas individu dan kelompok yang sangat dipengaruhi oleh pola dan susunan bangunan. Keterkaitan antara budaya visual dan ruang publik menjadi sangat penting, seperti yang dijelaskan oleh Agus Sachari dan Rustam Hakim. Seni visual, seperti lukisan, patung, dan mural, memainkan peran sentral dalam mencerminkan identitas dan nilai-nilai budaya masyarakat. Fungsi seni ini melibatkan komunikasi yang dapat memicu dialog antar warga, menghiasi ruang publik untuk menciptakan identitas khusus suatu tempat, serta meningkatkan pengalaman estetika dan sensorik masyarakat. Ketika seni visual melibatkan partisipasi masyarakat, hal ini tidak hanya memperkuat ikatan antara warga dan lingkungan, tetapi juga menjadi bentuk ekspresi kolektif. Jenks (1995: 16) menjelaskan bahwa dalam dunia akademis, istilah budaya visual adalah istilah yang secara konvensional dipergunakan untuk merujuk kepada lukisan, patung, pahatan, desain, dan arsitektur. Penggunaan ini mengindikasikan suatu perluasan makna dari apa yang sebelumnya disebut sebagai fine art. Namun jika diperluas lebih dari bidang akademis, maka konsep budaya visual dapat diartikan sebagai semua benda budaya yang menempatkan aspek visual sebagai ciri utama yang menentukan keberadaan atau tujuan dari benda budaya itu sendiri. Sedangkan, perluasan yang demikian. Itu tampaknya agak problematis karena itu berarti budaya visual bisa mencakup semua hal yang dapat dilihat dan sebagai akibatnya menimbulkan redundansi makna. Pengkategorian budaya visual sebagai sesuatu yang bisa dilihat itu terlalu subtantif sehingga mempersempit cara berpikir atau konsepsi atas visi ke dalam perspektif materialis dan reduksionis. Berbeda dengan Jenks, Patrick Fuery dan Kelli Fuery (2003: xi-xii) menjelaskan budaya visual dengan memberi penekanan kepada hubungan antara gambar atau imaji (image), budaya, dan penonton (spectators) yang mereka sebut sebagai elemen-elemen budaya visual. Kita hidup di antara imaji-imaji. Film yang kita tonton, majalah yang kita baca, kartu pos yang kita kirim, video game yang kita mainkan, semuanya mengandung begitu banyak imaji-imaji. Namun, yang menarik adalah imaji-imaji itu tampaknya punya kekuatan terhadap diri kita dan mempengaruhi kita. Pertanyaannya hanyalah mengapa sebagian imaji lebih kuat dibandingkan imaji yang lain, mengapa imaji bisa jadi sangat kuat pada satu momen namun tidak pada momen yang lain dan bagaimana kita bisa berbagi pengalaman kita tentang imaji kepada orang lain. Kita juga menerjemahkan imaji- imaji sehingga imaji-imaji itu bisa bermakna bagi kita dan dalam proses itu, kita sangat bergantung pada budaya. Terakhir, imaji sebenarnya tidak selalu menjadi imaji. Imaji menjadi imaji ketika ia tampak bagi seseorang (visible) dan menghadirkan seorang konsumen atau penonton (spectator). Bagaimana kita bisa menjadi seorang spektator adalah apa yang menyebabkan kita menjadi bagian dan berada dalam suatu budaya visual. Dalam konteks billboard yang dibuat oleh KuninganBeu sebagai salah satu ajang promosi wisata-wisata yang ada di Kabupaten Kuningan. Billboard tersebut merupakan salah satu contoh penerapan dari budaya visual dalam rangka mempromosikan dan mempersuasif audiens agar mengunjungi wisata-wisata yang ada di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada billboard tersebut terdapat penggunaan visual yang kuat untuk menarik perhatian audiens. Billboard dari Bank BJB juga merepresentasikan identitas Bank BJB sebagai salah satu bank yang ada di provinsi Jawa Barat dengan mendominasikan warna biru yang mempunyai makna tegas konsisten institusional berwibawa, teduh dan mapan. Ada juga warna kuning yang senantiasa mengkhiasi palette BJB yang memiliki arti melayani, kekeluargaan dan tumbuh. Keefektifan iklan billboard dapat diukur berdasarkan sejumlah faktor yang mencakup tujuan dan isi makna dari billboard tersebut, desain billboard, lokasi penempatan, dan respons dari target audiens. Dalam billboard tersebut, penerapan elemen budaya visual dan konsep budaya visual terlihat dengan jelas. Penggunaan gambar, simbol, warna, bentuk, dan ruang menggambarkan representasi visual dari wisata alam yang ada di Kabupaten Kuningan. Billboard tersebut mempunyai sorotan utama gambar-gambar dari wisata alam yang ada di Kuningan serta dipadupadankan dengan kata-kata ajakan dan persuasif sehingga pesan dan makna tujuan billboard tersebut dapat tersambaikan dengan baik kepada audiens. Pemilihan warna Biru dan Hijau sebagai warna dominan merepresentasikan identitas Kuningan sebagai kota wisata dan menciptakan asosiasi dengan alam, keindahan, dan kesegaran. Bentuk billboard berbentuk horizontal atau lebar ke samping dan vertikal yang memanjang ke bawah. Bentuk horizontal dan vertikal tersebut memiliki daya tarik visual yang kuat karena ukurannya yang besar dan menonjol. Ketika dipasang di lokasi yang strategis seperti di Jalan Siliwangi dan Cijoho yang merupakan jalan utama di Kabupaten Kuningan maka dari itu billboard tersebut tersebut dapat menarik perhatian orang-orang yang melewati area tersebut. Hal ini bisa menjadi peluang bagi billboard tersebut untuk menjangkau lebih banyak orang dan pesan persuasif yang ditonjolkan dapat tersampaikan kepada audiens. Konteks pada billboard tersebut iklan terletak pada visibilitas dan jarak pandang, dimana masyarakat yang melihat iklan dari jarak jauh dapat dengan mudah mengidentifikasi pesan iklan. Oleh karena itu, elemen- elemen seperti judul dan gambar yang berukuran besar serta diletakkan ditengah billboard dapat meningkatkan visibilitas dan jarak pandang. Peran teknologi dalam proses pembuatan, distribusi, dan pengalaman terhadap gambar sangat signifikan dan ikut memengaruhi cara kita memahami budaya visual. Kemajuan teknologi digital, sebagai contoh, telah mengubah secara mendasar cara kita membuat, menyebarkan, dan mengakses gambar, yang pada gilirannya memperluas cakupan ekspresi visual. Dalam konteks iklan billboard tersebut, penerapan teknologi ini sangat terlihat. Pembuatan iklan ini tidak lagi mengandalkan metode manual seperti menggambar secara tradisional, melainkan telah beralih ke metode digital. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi memegang peran penting dalam iklan billboard tersebut. Identitas dan representasi berkaitan dengan cara individu, kelompok, dan konsep direpresentasikan dalam budaya visual. Ini melibatkan pertanyaan tentang bagaimana orang atau entitas diwakili, dalam bentuk apa mereka diwakili, dan apa implikasi politik serta sosial dari representasi tersebut. Dalam billboard tersebut, peran utama tentu dimiliki oleh Kuningan sebagai merek yang diwakili dalam gambaran wisata alamnya untuk mempromosikan daerahnya. Penting untuk dipahami bahwa billboard ini tidak hanya menjadi representasi visual dari wisata, tetapi juga mencerminkan identitas dan nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh kepada konsumen. Billboard ini bertujuan untuk mempersuasif audiens agar mengunjungi wisata-wisata alam yang ada di Kuningan, Jawa Barat dan menginformasikan tabungan Bank BJB. Maka dari itu, penekanan pada billboard tersebut ada pada gambar-gambar yang ditunjukkan sebagai bentuk promosi dari wisata alam yang ada di Kuningan, Jawa Barat dan juga elemen-elemen buku tabungan serta kartu atm sebagai simbol dari Bank BJB. Cara audiens memahami dan merespon gambar memegang peran kunci dalam kerangka budaya visual. Cara individu menafsirkan gambar dapat bervariasi berdasarkan latar belakang pribadi, pengalaman, dan konteks budaya. Fakta ini menunjukkan bahwa makna gambar bersifat dinamis dan bersifat subjektif, tidaklah tetap. Dengan merujuk pada pesan yang disampaikan dalam billboard tersebut, audiens yang melihat billboard tersebut akan merespons positif terhadap informasi yang tersaji dari billboard mengenai informasi dan ajakan yang disajikan secara singkat namun tetap jelas karena dilengkapi oleh gambar. Dalam wawancara singkat yang saya lakukan hari Minggu, 11 Februari jam 14.15 kepada Meli Nur Afni yang sudah melihat billboard dari @kuninganbeu menyatakan bahwa penempatan billboard tersebut sudah cukup efektif karena berada di Kawasan jalan utama Siliwangi Kuningan, namun saat melihat billboard tersebut untuk yang pertama kali, Meli memang sedikit ambigu tentang konteks pesan yang ingin disampaikan, namun setelah melihat kembali Meli merasa billboard tersebut mempunyai sajian yang positif dan pesan persuasif yang ditonjolkan dapat tersampaikan dengan baik. Sedangkan, untuk billboard bank BJB sendiri menurutnya itu sudah cukup merepresentasikan program dari bank BJB itu sendiri dengan elemen yang tidak terlalu banyak dan tulisan yang cukup menonjol sehingga lebih mudah untuk dibaca. Media promosi perlu mendapat perhatian lebih karena berdampak besar pada kesuksesan suatu destinasi pariwisata. Media billboard merupakan media yang terus menerus digunakan untuk promosi setiap tahun. Berbeda dengan media promosi yang lain seperti iklan di media sosial, voucher diskon dan event yang hanya digunakan pada saat tertentu saja. Kita dapat mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses sosial. Komunikasi menjadi proses sosial karena komunikasi selalu melibatkan interaksi antara manusia dan selalu mengandung pertukaran-pertukaran pesan secara tanpa akhir. Dalam pertukaran pesan ini, manusia mempergunakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan dan manusia yang menerima simbol-simbol itu berusaha untuk menginterpretasi dan merespon pesan-pesan simbolik itu. Menariknya, salah satu bentuk pesan itu adalah pesan-pesan visual (Kenney, 2009: 1). Dengan demikian, kita perlu memberi definisi mengenai apa sesungguhnya komunikasi visual itu.