Anda di halaman 1dari 1

Rahmat Rizki Z.

Hia / 22103940131

Semiotika dalam Kajian Kebudayaan

Dalam bukunya Critique of Pure Reason (1781), Immanuel Kant menulis, ``Pengalaman
estetis adalah sebuah pengalaman yang maknanya tidak dapat didefinisikan''. Lebih tepatnya,
pengalaman estetis sebagai penilaian reflektif adalah sebuah pengalaman sebagai sebuah
produk, sebuah proses pemaknaan yang tak terbatas. Artinya penilaian estetis terkait
pengalaman estetis dipengaruhi oleh pemahaman pribadi akan makna dan makna. Dari sinilah
istilah semiotika lahir.
Theodor Adorno menyatakan dalam Dialektika Negatif (1966: 15) bahwa kajian budaya
saat ini fokus mempelajari masa kini. Artikel ini bertujuan untuk memahami modernitas dan
kebudayaan secara umum, serta gambaran dan gambaran kebudayaan nasional. Kajian budaya
dapat dikatakan berkaitan dengan semiotika. Dalam konteks seni , keduanya mempunyai
kandungan yang sama : estetika.
Kajian Budaya, Semiotika, dan Estetika tidak dapat dipisahkan. Karena pengertian kajian
budaya didasarkan pada makna dan estetika, maka berdasarkan makna dan sensibilitas.
Umberto Eco menyatakan dalam The Theory of Semiotics (1976: 191) bahwa ``Semiotika
mempelajari semua proses budaya sebagai proses komunikasi''. Oleh karena itu, kajian budaya
mencakup kajian semiotika, dan kajian semiotika mencakup kajian estetika.
Menurut Charles Pierce, tulisan diklasifikasikan menjadi tiga jenis : ikon, indeks, dan
simbol (1955: 31), Peirce menyebut tanda sebagai tanda pertama dalam hubungan terner
dengan objek (kedua) dan penafsirnya (ketiga). Ketiganya saling melengkapi dan tidak bisa
biner.

Anda mungkin juga menyukai